Upload
erwin-purnama
View
21
Download
3
Embed Size (px)
DESCRIPTION
co
Citation preview
Manifestasi Okular dari Penyakit Infeksius
Moncef Khairallah, Rim Kahloun
Abstrak dan Pendahuluan
Abstrak
Tujuan dari tinjauan. Penyakit infeksius merupakan penyebab utama dari
morbiditas sistemik dan kematian di seluruh dunia terutama dikarenakan perubahan
iklim dan globalisasi. Di antara mereka, beberapa penyakit tertentu baru-baru ini telah
dikaitkan dengan keterlibatannya pada okular. Ulasan ini menyajikan manifestasi
okular dari beberapa penyakit infeksi menular yang harus dirujuk ke dokter spesialis
mata.
Temuan terbaru. Suatu susunan dari manifestasi okular, terutama yang melibatkan
segmen posterior, baru-baru ini telah menjelaskan hubungan dengan penularan oleh
vector arthropoda(arthropod vector-borne)spesifik termasuk riketsia, virus west nile,
demam rift valley, demam dengue, dan chikungunya. Virus influenza A (H1N1) baru-
baru ini juga telah dikaitkan dengan keterlibatannya terhadap okular. Sebaliknya,
dengan kemajuan dalam pemeriksaan laboratorium dengan menggunakan cairan
mata, beberapa agen infeksius yang baru terutama virus semakin sering ditemukan
terkait dengan uveitis.
Ringkasan. Penyakit infeksius harus dipertimbangkan dalam diagnosis banding
terhadap retinitis, korioretinitis, vaskulitis retina, neuropati ortik, atau kondisi
peradangan mata lainnya pada pasien yang hidup dalam suatu daerah endemik atau
baru pulang dari perjalanan di daerah endemik. Sebaliknya, pengambilan sampel
cairan mata dan analisis patogen baru yang spesifik dapat direkomendasikan kepada
pasien yang mengalami uveitis tanpa penyebab yang jelas.
1
Pendahuluan
Penyakit yang ditularkan oleh vector arthropoda (arthropod vector-borne)merupakan
yang paling penting diantara penyakit infeksi yang ditularkan kepada manusia
melalui gigitan arthropoda, terutama nyamuk dank utu. Kebanyakan dari mereka
umumnya berada di daerah yang hangat, tetapi mereka cenderung menyebar,
terutama ke wilayah geografis yang baru karena adanya perubahan iklim dan
globalisasi. Penyakit sistemik dapat berkisar dari penyakit demam ringan sampai
berat, bahkan yang berpotensi melibatkan kematian sistemik.
Penyakit arthropod vector-borne tertentu baru-baru ini telah dikaitkan engan uveitis
dan manifestasi okular lainnya termasuk riketsia, virus west nile, demam rift valley,
demam dengue, dan chikungunya. Doksisiklin merupakan pengobatan pilihan untuk
penyakit riketsia, dan terapi untuk penyakit arboviral merupakan terapi yang sangat
suportif. Pencegahan, termasuk langkah-langkah umum untuk mengurangi jumlah
vector dan meningkatkan proteksi personal, masih tetap menjadi pencegahan terbaik
untuk mengendalikan penyakit arthropod vector-borne. Beberapa literatur juga
mengaitkan hubungan antara manifestasi okular dengan virus influenza A (H1N1),
human herpes virus sic (HHV-6), parechovirus, dan parvovirus.
Riketsia
Riketsia merupakan penyakit zoonosis yang tersebar di seluruh dunia, yang
disebabkan oleh bakteri gram negative obligat intraseluler, yang biasanya menyerang
sel endotel pembuluh darah kecil. Kebanyakan dari mereka ditularkan kepada
manusia melalui gigitan dari arthropoda yang terkontaminasi, seperi kutu. Agen
riketsia diklasifikasikan ke dalam tiga kelompok utama : kelompok yang mengalami
demam, kelompok yang mengalami tifus, kelompok dengan scrub typhus. Penyakit
riketsia harus dicurigai apabila terjadi selama musim semi atau musim panas, dengan
gejala yang dapat dimunculkan diantaranya demam tinggi, sakit kepala dan malaise,
dan ruam pada pasien yang tinggal di daerah endemik riketsia atau yang baru pulang
dari perjalanan ke daerah endemik riketsia.
2
Keterlibatan okular sering terjadi pada pasien riketsia, tetapi karena seringkali
asimtomatik dan sembuh sendiri, ia lebih sering diabaikan. Gejala lain yang juga
mungkin terjadi diantaranya seperti penglihatan menurun, skotoma, floaters, atau
kemerahan.
Retinitis tipikal, dengan atau tanpa keterkaitannya dengan vitritis ringan atau sedang,
ditemui pada setidaknya 30% pasien dengan infeksi akut Rickettsia conorii. Ini
seringkali muncul dalam bentuk lesi putih pada retina berdekatan dengan pembuluh
darah retina, menginfiltrasi terutama ke dalam retina, dengan jumlah yang bervariasi,
serta ukuran yang bervariasi, dan biasanya berada di fundus posterior atau di perifer.
Angiografi fluoresen menunjukkan hipofluoresens awal dan lesi retina akut yang
besar dan tampak lesi retina aktif yang kecil yang bersifat isofluoresens atau
terkadang hipofluoresens sedang. Ablasi retina serosa (serous retinal etachment
(SRD)), dideteksi secara akurat dengan menggunakan optical coherence tomography
(OCT), seringkali disertai gambaran lesi putih yang besar pada retina.
Gambar 1. Red-free fundus photograph pada mata kiri dari pasien dengan penyakit
riketsia menunjukkan beberapa area dengan retinis (tanda panah) dengan edema
diskus optikus dan eksudat pada makula.
3
Keterlibatan pembuluh darah retina sering terjadi pada pasien dengan riketsia, dan
dapat juga terbentuk selubung pembuluh darah yang difus atau fokal, kebocoran
pembuluh darah, intraretinal, perdarahan subretina, dan okulsi pembuluh darah retina,
termasuk oklusi pada cabang dan arteri sentral dan oklusi atau suboklusi vena retina.
Perubahan retinokoroidal lainnya termasuk terjadinya edema makula, endoftalmitis,
dan lesi koroidal subklinikal hipofluoresens pada angiografi fluoresens atau
indocyanine green angiography (ICGA).
Perubahan yang terjadi pada nervus optikus, dengan atau tanpa kehilangan visual,
telah dijelaskan keterkaitannya dengan riketsia termasuk edema diskus optikus,
pewarnaan diskus optikus pada angiografi fluoresens, neuritis optikus, neuroretinitis,
dan neuropati optic iskemik.
Manifestasi mata lainnya dari penyakit riketsia adalah konjungtivitis, peteki
konjungtiva dan perdarahan subkonjungtival, keratitis, uveitis anterior
nongranulomatosa, nodul iris, dan kelumpuhan saraf kranial ke tiga atau ke enam.
Diagnosis dari infeksi riketsia biasanya didasarkan pada gambaran klinis dan data
epidemiologi, yang dipastikan dengan hasil tes antibody positif dengan
imunofloresens indirek atau PCR. Pemeriksaan mata yang sistematis, dapat
mengungkapkan temuan yang cukup tipikal, dan mungkin dapat membanru dalam
mendiagnosis penyakit riketsia selagi menunggu hasil pemeriksaan serologi.
Doksisiklin (100 mg setiap 12 jam selama 7-10 hari) merupakan obat pilihan untuk
pengobatan riketsia. Antibiotik lain yang dapat digunakan sebagai alternatif
diantaranya tetrasiklin, fluorokuinolon, dan makrolida (klaritromisin, azitromisin, dan
josamisin). Antibiotik topikal untuk konjungtivitis atau keratitis dan steroid topical
dan agen midriatik untuk uveitis anterior dapat juga digunajan. Kortikosteroid
sistemik dapat dipertimbangkan dalam hubungannya dengan terapi antibiotik pada
4
keterlibatan segmen posterior yang berat. Pencegahan tetap menjadi kontrol yang
terutama untuk penyakit riketsia.
Manifestasi oftalmik dari riketsia biasanya sembuh sendiri pada kebanyakan pasien,
dan daerah retinitis akut biasanya sembuh dalam 3-10 minggu, biasanya tanpa
meninggalkan jaringan parut. Penurunan penglihatan yang menetap dapat terjadi
dikarenakan perubahan anatomic akibat sekunder dari retinitis, edema makula, oklusi
arteri atau vena retina, neovaskularisasi koroid, atau neuropati optik.
Infeksi virus west nile
West nile virus merupakan golongan flavivirus RNA berantai tunggal, salah satu dari
anggota virus serokompleks ensefalitis Japanese. Virus ini tersebar luas di Afrika,
Eropa, Australia dan Asia, dan sejak tahun 1999 telah menyebar ke seluruh belahan
bumi bagian barat termasuk Amerika Serikat, Kanada, Meksiko, Karibia, dan bagian
dari Amerika Tengah dan Selatan. Virus ini ditularkan ke manusia oleh vector
nyamuk dari genus Culez, dengan unggas liar sebagai reservoir nya. Penyakit ini
telah dilaporkan terjadi saat musim panas, dengan onset puncak nya pada akhir
musim panas.
Sebagian besar infeksi manusia adalah subklinis atau bermanifestasi sebagai penyakit
dengan gejala demam. Namun, penyakit neurologic berat, sering dihubungkan dengan
usia dan diabetes, dilaporkan terjadi pada kurang dari 1% pasien. Diagnosis dapat
dikonfirmasi dengan pemeriksaan antibody IgM dalam serum atau cairan
serebrospinal dan/ atau dengan menggunakan RT-PCR.
Suatu korioretinitis multifocal bilateral atau unilateral merupakan penemuan yang
paling umum dijumpai, terjadi pada hampir 80% pasien dengan infeksi akut WNV
dan berhubungan dengan penyakit neurologic. Suatu peradangan vitreusyang ringan
atau sedang masih diobservasi lebih lanjut. Lesi korioretinal aktif yang muncul
berbentuk lingkaran, dalam, creamy lesions pada pemeriksaan oftalmoskopi, dan
5
temuan hipofluoresens awal dan pewarnaan akhir pada angiografi fluoresens. Lesi
korioretinal yang tidak aktif muncul dalam bentuk bulat, lesi atropik dengan atau
tanpa pigmentasi sentral, dan biasanya menunjukkan suatu target-like appearance
(hipofluoresens sentral dan hipofluoresens peripheral pada angiografi fluoresens).
Lesi korioretinal dapat bervariasi dalam jumlah dan ukuran, yang melibatkan daerah
pinggir, dengan atau tanpa keterlibatannya pada fundus posterior.
Gambar 2. Composite fluorescein angiogram dari mata kiri pasien diabetes dnegan
infeksi WNV menunjukkan korioretinitis multifocal aktif dengan pengelompokan
linier yang khas dan target-like appearance dari lesi korioretinal.
Diabetes telah menjadi faktor risiko untuk WNV yang berhubungan dengan
korioretinitis dan keterlibatan korioretinal yang lebih parah. Korioretinitis multifocal
tipikal merupakan penanda yang spesifik untuk infeksi WNV, terutama pada pasien
dengan meningoensefalitis. Jaringan parut korioretinal kongenital terjadi secara
sekunder akibat transmisi dari infeksi WNV juga telah dilaporkan.
Temuan lain telah dilaporkan pada infeksi WNV termasuk iridosiklitis tanpa adanya
korioretinitis, retinitis, perdarahan retina, selubung pembuluh darah dokal atau difus,
6
kebocoran pembuluh darah, edema macular, vaskulitis oklusif, dan zona bintik-bintik
pada epitel pigmen retina. Keterlibatan neuro-oftalmologi juga dapat terjadi termasuk
neuritis optic, neuroretinitis, pembengkakan diskus optikus, pewarnaan diskus
optikus pada angiografi fluoresens, palsi saraf okulomotor, dan nistagmus.
Pada saat ini, tidak ada pengobatan dari infeksi WNV. Pada kasus penyakit sistemik
yang berat, terapi suportif intensif diindikasikan. Uji klinis dari interferon α-2b,
interferon β, high-titer intravenous immunoglobulin, dan pluripotent
immunomodulator AS101 memungkinkan pendekatan terapi baru dan lebih efektif
untuk dikembangkan di masa mendatang.
Pencegahan dari infeksi WNV adalah kontrol. Vaksinasi, merupakan solusi jangka
panjang yang memungkinkan yang masih dalam tahap penelitian. Pengobatan
oftalmik yang spesifik mungkin diperlukan. Steroid topical untuk uveitis anterior,
fotokoagulasi retina perifer terhadap neovaskularisasi yang disebabkan vaskulitis
oklusif, vitrektomi pars plana pada perdarahan vitreus atau ablasi retina, dan injeksi
anti-vasoendothelial growth factor (anti-VEGF) agent intravitreal untuk CNV atau
edema makula.
Demam Dengue
Demam dengue disebabkan oleh virus dengue, suatu flavivirus yang ditularkan oleh
nyamuk Aedes aegypti. Penyakit ini dianggap sebagai salah satu penyakit yang
disebabkan vector artropoda yang paling penting di daerah tropis dan subtropics
dalam hal morbiditas dan mortalitas.
Keterlibatan okular, biasnaya bilateral, merupakan gejala yang umum pada pasien
dengan demam dengue, dan gejala yang muncul dapat termasuk penurunan
penglihatan yang mendadak, skotoma sentral, dan floaters. Suatu perdarahan
subkonjungtiva, jenis peteki, merupakan temuan yang umum pada pasien dengan
kadar trombosit kurang dari 50.000/μl. Temuan okular lain dapat termasuk uveitis
7
anterior, vitritis, perdarahan retina, perselubungan pembuluh darah retina, titik kuning
di subretinal, bintik mottling, foveolitis secara klinis tampak sebagai lesi kekuningan
yang bulat di subretina pada fovea, retinokoroiditis, efusi koroidal, pembengkakan
diskus optikus, neuritis optikus, neuroretinitis, panoftalmitis, dan palsi saraf
okulomotor. OCT berguna dalam mendeteksi dan memantau progresifitas dari
foveolitis. Temuan dari angiografi fluoresens yang paling sering adalah blocked
fluorescence karena perdarahan retina dan kebocoran pembuluh darah retina dan
oklusi. Makulopati terkair demam dengue ditemukan lebih sering pada virus serotipe
1 dibandingkan serotipe 2.
Penatalaksanaan penyakit sistemik demam dengue pada umumnya suportif. Tidak ada
pengobatan yang ditentukan untuk mengobati manifestasi okular dari demam dengue.
Steroid topical, periokular, oral dan intravena, dan immunoglobulin telah dianjurkan
untuk penatalaksanaan uveitis terkait demam dengue dan neuritis optikus. Prognosis
visual adalah baik pada kebanyakan pasien, tapi makulopati dan neuropati terkait
demam dengue dapat mengakibatkan kerusakan visual permanen.
Chikungunya
Virus vhikungunya adalah virus RNA berantai tunggal dari genus Alphavirus dalam
keluarga Togaviridae yang ditularkan kepada manusia terutama oleh gigitan nyamuk
A.aegypti yang terinfeksi. Virus ini telah dikaitkan dengan banyaknya daerah
epidemic di Afrika, India, Asia Tenggara, dan Amerika Selatan. Penyakit sistemik
dapat bermanifestasi sebagai demam akut, sakit kepala, kelelahan, myalgia, ruam
makulopapular yang terseba, perdarahan dari hidung atau gusi, edema perifer, nyeri
sendi, tanda-tanda neurologis, gagal hati akut, kegagalan multiorgan, dan penularan
dari ibu ke anak.
Keterlibatan okuler dapat unilateral atau bilateral, dan dapat hadir pada saar penyakit
sistemik atau setelah resolusi dari penyakit sistemik. Gejala okuler meliputi
kemerahan, penglihatan kabur, floaters, nyeri, berair, fotofobia, iritasi, dan diplopia.
8
Uveitis anterior akur dan retinitis adalah manifestasi okular yang paling sering dari
Chikungunya. Uveitis anterior dapat nongranulomatosa atau granulomatosa, dan
dapat dikaitkan dengan peningkatan tekanan intraokular. sinekia posterior jarang
terjadi. Uveitis anterior chikungunya sangat menyeripai uveitis anterior herpes.
Pengobatan chikungunya sebagian besar adalah pengobatan gejala. Steroid topical
dan agen sikloplegik digunakan pada uveitis anterior. Hipertensi okular yang terkait
diobati dengan obat antihipertensif topical. Steroid sistemik digunakan untuk
mengontrol inflamasi pada uveitis posterior, panuveitis, dan neuritis oprikus. Retinitis
dapat diobati dengan asiklovir intravena/ oral dan prednisolone oral, meskipun tidak
ada bukti dalam literature untuk mempertahankan efektivitas agen antivirus terhadap
chikungunya.
Manifestasi okular memiliki perjalanan klinis yang biasanya tidak ganas, tetapi
neuritis optikus dapat menyebabkan kehilangan penglihatan permanen.
Rift Valley Fever
RVF merupakan penyakit virus yang ditularkan artropoda yang disebabkan oleh
Bunyaviridae dan ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi atau
melalui kontak langsung dengan hewan yang terinfeksi. Kejadian wabah telah
diaporkan terjadi di sub-Sahara, dan Afrika Utara, dan di Arabian Peninsula.
Keterlibatan sistemik mencakup demam dengan suhu kurva bifasik, sakit kepala,
arthralgia, myalgia, dan gangguan pencernaan. Presentasi klinis yang lebih berat
adalah termasuk demam berdarah yang melibatkan hati, trombositopenia, icterus dan
kecenderungan perdarahan, dan ensefalitis dengan kebingungan dan koma.
Keterlibatan okular telah dilaporkan terjadi pada 1-20% infeksi RVF, dengan jarak
waktu rata-rata yaitu 4 sampai 15 hari setelah onset RVF. Macular atau paramacular
necrotizing retinitis merupakan temuan yang paling sering dengan hipofloresens awal
9
dan pewarnaan alhir dan kebocoran pembuluh darah retina pada angiografi
fluoresens.
Lesi pada segmen posterior termasuk perdarahan retina, vitritis, edema diskus optikus
dan vaskulitis retina. Pengobatan adalah sepenuhnya suportif. Gejala menghilang
secara spontan dalam waktu 2-3 minggu, tetapi kehilangan penglihatan permanen
dapat terjadi pada jaringan parut macular dan paramakular, oklusi vaskular, atau
atrofi optikus.
Infeksi H1N1
Virus H1N1 adalah penyebab paling umum dari influenza pada manusia di tahun
2009. Pasien yang terinfeksi H1N1 memiliki gejala flu seperti demam, batuk, dan
nyeri pada tubuh. Keterlibatan okular baru-baru ini dikaitkan dengan infeksi H1N1,
serta vaksinasi. Ini termasuk konjungtivitis, uveitis anterior, retinitis, koroiditis,
perdarahan submakular, edema makula, cotton wool spots, neuroretinitis, edema
diskus optikus, neuritis optikus, efusi uvea, dan inflamasi orbita akut. Edema makula
dan efusi uvea dapat diobati dengan prednison oral.
Penyakit Infeksi Lainnya
Human Herpes Virus 6
HHV-6 merupakan anggota dari keluarga Hv dan telah dikaitkan dengan gangguan
imunodefisiensi dan penyakit neurologis. HHV-6 telah dikaitkan dengan panuveitis,
arteritis, oklusi vena retina sentral, neuropati optic, dan tonik pupil. Dalam penelitian
terbaru, DNA HHV-6 terdeteksi pada 2% dari sampel okular dari pasien dengan
inflamasi intraokular menggunakan PCR multipleks. Laporan terbaru
mengidentifikasi HHV-6 sebgai agen penyebab peradangan kornea, sendiri atau
dalam hubungannya dengan virus herpes lainnya, seperti HSV-1 atau CMV.
Human Parechovirus
10
Parechovirus merupakan piconavirus RNA berantai tunggal yang baru-baru ini telah
diisolasi dalam empat dari 139 pasien yang diduga mengalami uveitis infeksius.
Parvovirus B19
Parvovirus B19 telah dikaitkan dengan uveitis anterior, vitritis, edema diskus optikus,
dan tonik pupil. Namun, peran definitive virus ini dalam pengembangan dari
inflamasi okular masih harus diobservasi lebih lanjut.
Kesimpulan
Penyakit infeksi virus yang disebabkan vektor artropoda adalah penyebab utama dari
morbiditas dan kematian sistemik yang berkembang di seluruh dunia. Di antara
mereka, riketsia, infeksi WNV, demam dengue dan chikungunya baru-baru ini telah
dikaitkan dengan berbagai manifestasi okular, termasuk uveitis anterior, retinitis,
korioretinitis, rvaskulitis retina, dan keterliabtan saraf optic. Diagnosis klinis yang
tepat dari setiap penyakit menular ini terutama didasarkan pada data epidemiologi,
sejarah, gejala sistemik dan tanda-tanda, dan pola keterlibatan okular. Diagnosis
biasnaya dikonfirmasi oleh deteksi antibody spesifik dalam serum dan PCR, pada
kasus tertentu. Pemeriksaan mata secara sistematis, emnunjukkan temuan yang cukup
khas, dapat membantu menentukan diagnosis klinis awal dari infeksi sistemik
spesifik, selagi menunggu hasil serologi.
Keterlibatan okular biasanya dapat sembuh sendiri, tetapi dapat juga menyebabkan
gangguan penglihatan yang menetap. Doksisiklin adalah pilihan pengobatan untuk
penyakit riketsia. Saat ini tidak ada pengoabtan khusus yang terbukti untuk penyakit
arboviral, terapi sebagian besar adalah suportif. Vaksinasi masih dalam tahap
penelitian, dan pencegahan termasuk langkah-langkah umum untuk mengurangin
vector, meningkatkan proteksi personal masih menjadi yang terutama untuk
pengendalian penyakit.
11