18
Nilai Indeks Glikemik dan Kadar Gizi Mi Gandum (Triticum aestivum L.) Utuh var. Dewata (Glycemic Score and Nutrient’s Value of Whole Wheat (Triticum aestivum L.) Noodle var. Dewata) Febrine Pentadini* , Silvia Andini**, Sri Hartini** *Mahasiswa Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Matematika **Dosen Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Matematika Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga Jln. Diponegoro no. 52-60 Salatiga 50711 [email protected] Abstrak Indonesia memiliki gandum varietas Dewata, dimana produk pangan berbasis tepung utuhnya mulai diminati masyarakat. Olahan pangan dari tepung gandum utuh bisa menjadi alternatif pangan bagi penderita diabetes, karena memiliki nilai IG 55-69. Kandungan amilosa, daya cerna pati, dan pati resisten memepengaruhi nilai IG. Semakin tinggi kandungan amilosa dan pati resisten, serta semakin rendah daya cerna pati, maka IG akan semakin kecil. Mi adalah produk olahan tepung gandum yang digemari oleh masyarakat Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan kandungan amilosa, daya cerna, pati resisten, indeks glikemik dan kadar gizi mi gandum utuh. Mi dibuat dari tepung terigu yang tersubstitusi tepung gandum utuh var. Dewata sebesar 0%, 10%, 20%, 30%, 40%, dan 50%. Pati resisten dan daya cerna ditentukan melalui metode enzimatik, sedangkan amilosa menggunakan metode gelatinisasi dan serat melalui metode gravimetri. Data-data tersebut dianalisis menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 6 perlakuan dan 4 ulangan. Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) dengan tingkat kebermaknaan 5% dilakukan untuk menentukan beda antar perlakuan. Sedangkan kadar gizi meliputi kadar air (metode gravimetri), abu (metode gravimetri), lemak (metode soxhlet), protein terlarut (metode biuret), dan karbohidrat (metode anthrone) dianalisis secara deskriptif dengan 3 ulangan pada mi yang disukai. Indeks glikemik menggunakan metode incremental area under the blood glucose response curve (IAUC). Hasil dari penelitan menunjukkan semakin banyak penambahan tepung gandum utuh, maka kadar amilosa, serat dan pati resisten akan semakin besar, sedangkan daya cerna pati semakin kecil. Nilai indeks glikemik dari mi gandum utuh adalah 66,23±6,14 lebih rendah daripada mi terigu. Selain itu, mi yang dihasilkan memenuhi SNI.

Nilai Indeks Glikemik dan Kadar Gizi Mi Gandum ( L.) Utuh

  • Upload
    others

  • View
    13

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Nilai Indeks Glikemik dan Kadar Gizi Mi Gandum ( L.) Utuh

Nilai Indeks Glikemik dan Kadar Gizi Mi Gandum (Triticum aestivum L.) Utuh

var. Dewata

(Glycemic Score and Nutrient’s Value of Whole Wheat (Triticum aestivum L.) Noodle

var. Dewata)

Febrine Pentadini* , Silvia Andini**, Sri Hartini**

*Mahasiswa Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Matematika

**Dosen Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Matematika

Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga

Jln. Diponegoro no. 52-60 Salatiga 50711

[email protected]

Abstrak

Indonesia memiliki gandum varietas Dewata, dimana produk pangan berbasis tepung

utuhnya mulai diminati masyarakat. Olahan pangan dari tepung gandum utuh bisa

menjadi alternatif pangan bagi penderita diabetes, karena memiliki nilai IG 55-69.

Kandungan amilosa, daya cerna pati, dan pati resisten memepengaruhi nilai IG.

Semakin tinggi kandungan amilosa dan pati resisten, serta semakin rendah daya cerna

pati, maka IG akan semakin kecil. Mi adalah produk olahan tepung gandum yang

digemari oleh masyarakat Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan

kandungan amilosa, daya cerna, pati resisten, indeks glikemik dan kadar gizi mi

gandum utuh. Mi dibuat dari tepung terigu yang tersubstitusi tepung gandum utuh var.

Dewata sebesar 0%, 10%, 20%, 30%, 40%, dan 50%. Pati resisten dan daya cerna

ditentukan melalui metode enzimatik, sedangkan amilosa menggunakan metode

gelatinisasi dan serat melalui metode gravimetri. Data-data tersebut dianalisis

menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 6 perlakuan dan 4 ulangan.

Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) dengan tingkat kebermaknaan 5% dilakukan untuk

menentukan beda antar perlakuan. Sedangkan kadar gizi meliputi kadar air (metode

gravimetri), abu (metode gravimetri), lemak (metode soxhlet), protein terlarut (metode

biuret), dan karbohidrat (metode anthrone) dianalisis secara deskriptif dengan 3 ulangan

pada mi yang disukai. Indeks glikemik menggunakan metode incremental area under

the blood glucose response curve (IAUC). Hasil dari penelitan menunjukkan semakin

banyak penambahan tepung gandum utuh, maka kadar amilosa, serat dan pati resisten

akan semakin besar, sedangkan daya cerna pati semakin kecil. Nilai indeks glikemik

dari mi gandum utuh adalah 66,23±6,14 lebih rendah daripada mi terigu. Selain itu, mi

yang dihasilkan memenuhi SNI.

Page 2: Nilai Indeks Glikemik dan Kadar Gizi Mi Gandum ( L.) Utuh

PENDAHULUAN

Tepung gandum utuh kini mulai dikenal dan diminari oleh sebagian besar

masyarakat Indonesia karena dinilai lebih kaya nutrisinya daripada tepung terigu.

Tepung gandum utuh berbeda dari tepung terigu karena tepung gandum utuh diperoleh

dari hasil penepungan semua bagian gandum, yaitu bran, germ, dan endosperm

(Nursantiyah, 2009; Muoma, 2013). Di Indonesia sendiri terdapat beberapa varietas

gandum yang berhasil ditanam dan dibudidayakan, salah satunya adalah gandum

varietas DWR-162 atau Dewata (Simanjuntak, 2002). Gandum ini ditanam di Getasan

Kabupaten Semarang. Semakin berkembangnya budidaya tanaman gandum maka

membuka potensi pengembangan produk pangan berbasis tepung gandum utuh lokal

tersebut.

Mi adalah pangan olahan basah yang digemari oleh masyarakat Indonesia, terbukti

dengan adanya peningkatan konsumsi produk makanan berbahan dasar terigu sebesar

0,2% setiap tahunnya sejak tahun 1990 hingga 2004 (Survei Sosial Ekonomi Pertanian,

2004). Mi mentah harus memiliki kadar gizi yang sesuai dengan Standar Nasional

Indonesia (SNI) No. 01-2987-1992.

Gandum utuh memiliki indeks glikemik 55-69 (Brand-Miller, 2003 ; Foster-Powell,

1999). Pangan bernilai glikemik rendah sangat disarankan untuk penderita diabetes,

karena karbohidrat di dalamnya tidak langsung dikonversi menjadi gula darah (Praptini,

2011). Oleh karena itu olahan pangan dari tepung gandum utuh dapat menjadi alternatif

pangan bagi penderita diabetes.

Indeks glikemik sangat dipengaruhi oleh kadar amilosa dan daya cerna pati pada

makanan. Makanan yang kandungan amilosanya tinggi berhubungan dengan kadar gula

darah yang rendah (Frei dkk., 2003). Kandungan amilosa pada tepung dipengaruhi oleh

ukuran dan bentuk biji, bentuk kristal, tingkat polimerisasi dan komponen tepung. Hal

tersebut juga sangat berpengaruh pada daya cerna pati (Noda dkk., 2008). Daya cerna

pati merupakan parameter yang menunjukkan kemampuan pati untuk dapat dicerna dan

diserap dalam tubuh. Daya cerna pati sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti

kadar amilosa, amilopektin, protein, lemak, serat, proses pengolahan dan lain-lain

(Ratnaningsih, 2010).

Pati resisten didefinisikan sebagai fraksi pati atau produk degradasi pati yang tidak

terabsorbsi dalam usus halus individu yang sehat, bersifat resisten terhadap hidrolisis

Page 3: Nilai Indeks Glikemik dan Kadar Gizi Mi Gandum ( L.) Utuh

enzim amilase (Shin dkk., 2004). Pati resisten dikategorikan sebagai bagian dari serat

pangan. Menurut Sajilata (2006) pati resisten memiliki efek fisiologis yang bermanfaat

bagi kesehatan seperti pencegahan kanker kolon, memiliki efek hipoglikemik, berperan

sebagai prebiotik, memiliki efek hipokolesterolemik, menghambat akumulasi lemak.

Dengan demikian, pati resisten dapat dimanfaatkan untuk pembuatan pangan

fungsional. Kandungan pati resisten dalam makanan dapat diklasifikasikan sebagai

berikut : sangat rendah(<1%), rendah (1-2,5%), sedang (2,5-5%), tinggi (5-15%) dan

sangat tinggi (>15%) (Goni dkk., 1996).

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Menentukan kandungan amilosa, daya cerna pati, serat kasar, dan pati resisten,

pada mi gandum utuh.

2. Menentukan indeks glikemik mi gandum utuh.

3. Menentukan kadar gizi, meliputi kadar air, abu, lemak, protein terlarut, serta

karbohidrat mi gandum utuh yang disukai.

METODA PENELITIAN

Bahan dan piranti

Bahan utama yang digunakan adalah tepung gandum utuh varietas Dewata yang

diperoleh dari Fakultas Pertanian, Universitas Kristen Satya Wacana. Tepung dibuat

dari hasil penggilingan biji gandum utuh menggunakan mesin penggiling dengan mesh

0,4 mm. Bahan kimia yang digunakan adalah HCl, NaH2PO4.2H2O, Na2HPO4.12H2O,

CuSO4.5H2O, K2SO4 KI, NaKTartart, petroleum eter, H2SO4 98%, anthrone, I2, KI,

glukosa standar, amilosa standar, maltosa standar (grade pro analyse, E-Merck,

Jerman), NaOH, etanol, KOH (teknis, E-Merck, Jerman), DNSA (asam dinitrosalisilat)

(BDH, UK), enzim α-amilase dan enzim protease dari buah crude (Fakultas Teknologi

Pertanian, UGM, Indonesia), enzim amiloglukosidase (SIGMA A-9913, Jerman), dan

akuades (Kotterman 1033, Jerman).

Piranti yang digunakan antara lain moisture analyser (OHAUS MB25, USA),

inkubator (WTB binder, Jerman), spektrofotometer (Optizen 2120 UV, Korea),

penangas air (Memmert WTB A4, Jerman), tanur (Ney Vulcan A-550, USA),

timbangan analitik digital (OHAUS PA114, USA), peralatan gelas (Pyrex, USA dan

Herma, Cina), dan alat pengukur gula darah (Easy Touch GU, Taiwan).

Page 4: Nilai Indeks Glikemik dan Kadar Gizi Mi Gandum ( L.) Utuh

Metode

Pembuatan Mi Gandum Utuh

Pembuatan mi pada penelitian ini menggunakan tepung gandum utuh yang

disubstitusikan pada tepung terigu sebesar 10%, 20%, 30%, 40% dan 50%. Sebagai

kontrol adalah mi tanpa substitusi tepung gandum utuh (0%).

Tabel 1. Formulasi Mi

Bahan Formulasi mi dengan penambahan tepung gandum utuh

0% 10% 20% 30% 40% 50%

Tepung terigu (g) 500 450 400 350 300 250

Tepung gandum utuh (g) 0 50 100 150 200 250

Telur (butir) 1 1 1 1 1 1

Garam (g) 3 3 3 3 3 3

Soda kue (g) 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5

Kadar serat kasar (Sudarmadji, 1985)

Sampel dihaluskan, ditimbang 2 g bahan kering dan bebas lemaknya. Kemudian

ditambahkan 200 mL larutan H2SO4 2,5% lalu ditutup dengan pendingin balik dan

didihkan selama 30 menit. Suspensi disaring dan residu dicuci dengan akuades

mendidih. Residu dipindahkan secara kuantitatif dari kertas saring ke erlenmeyer dan

sisanya dicuci dengan 200 mL larutan NaOH 2,5% sampai semua residu dimasukkan ke

dalam erlenmeyer, tutup dengan pendingin balik dan dididihkan selama 30 menit.

Setelah itu, disaring dengan kertas saring kering yang diketahui beratnya sambil dicuci

dengan larutan K2SO4 10%. Residu dicuci dengan akuades mendidih dan 15 mL alkohol

95%. Kemudian kertas saring dikeringkan pada 110oC sampai berat konstan. Setelah itu

didinginkan dalam desikator dan ditimbang.

Kadar Amilosa (Apriyantono dkk., 1989 dalam Gustiar 2009)

Sebagai kurva standar digunakan 40 mg amilosa standar yang ditimbang secara teliti,

dan ditambahkan 1 mL etanol 95% dan 9 mL NaOH 1 M ke dalam tabung reaksi.

Larutan dipanaskan pada suhu 95oC selama 10 menit. Setelah didinginkan, larutan gel

pati dipindahkan secara kuantitatif ke dalam labu takar 100 mL dan ditambah akuades

sampai tanda tera. Larutan amilosa standar ini sebagai larutan stok. Larutan dipipet 1, 2,

3, 4, dan 5 mL dan dipindahkan masing-masing ke dalam labu takar 100 mL. Ke dalam

Comment [01]: Dibawah prosentase ditambah satu garis lagi!

Page 5: Nilai Indeks Glikemik dan Kadar Gizi Mi Gandum ( L.) Utuh

masing-masing labu takar tersebut kemudian ditambahkan 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; dan 1,0 mL

larutan asetat 1 M. Ditambahkan 2 mL larutan iod ke dalam labu, ditera dengan akuades

dan dihomogenkan. Larutan dibiarkan 20 menit dan diukur absorbansinya pada panjang

gelombang 625 nm.

Sebanyak 100 mg sampel pati ditambahkan 1 mL etanol 95% dan 9 mL NaOH 1 M

ke dalam tabung reaksi. Tabung reaksi dipanaskan pada suhu 95oC sampai terbentuk

gel. Setelah didinginkan, larutan gel pati dipindahkan ke dalam labu takar 100 mL

secara kuantitatif dan ditambahkan akuades sampai tanda tera dan dihomogenkan.

Dipipet 5 mL larutan pati kemudian dipindahkan ke dalam labu takar 100 mL. Ke dalam

labu, ditambah 1 mL larutan asam asetat 1 M dan 2 mL larutan iod, lalu ditera dengan

air destilata. Larutan dibiarkan selama 20 menit dan diukur absorbansinya pada panjang

gelombang 625 nm.

keterangan : 30% = jumlah amilosa dalam 100 % pati

Daya Cerna Pati (Muchtadi dkk., 1992)

Sebanyak 1 g sampel ditambahkan dengan 100 mL akuades. Wadah ditutup dengan

aluminium foil dan dipanaskan hingga mencapai suhu 90oC sambil diaduk. Sampel

segera diangkat dan didinginkan. Dari larutan tersebut dipipet 2 mL ke dalam tabung

reaksi bertutup dan ditambahkan 3 mL akuades dan 5 mL buffer fosfat 0.1 M pH 7.

Masing-masing sampel dibuat dua kali, salah satunya sebagai blanko. Tabung ditutup

dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 15 menit. Larutan diangkat dan ditambahkan 5

mL larutan enzim α-amilase (1 mg/mL dalam buffer fosfat pH 7) untuk sampel dan 5

mL buffer fosfat 0.1 M pH 7 untuk blanko sampel. Inkubasi dilanjutkan selama 30

menit. Sebanyak 1 mL campuran hasil inkubasi dipindahkan ke dalam tabung reaksi

bertutup berisi 2 mL larutan DNSA. Larutan dipanaskan dalam air mendidih selama 12

menit, lalu segera didinginkan dengan air mengalir. Ke dalam larutan ditambahkan 10

mL akuades dan dihomogenkan. Kemudian diukur absorbansinya pada panjang

gelombang 520 nm. Kurva standar diperoleh dari perlakuan DNSA terhadap 0,0; 0,2;

0,4; 0,6; 0,8; dan 1,0 mL larutan maltosa standar 0.5 mg/mL yang ditepatkan menjadi 1

mL dengan air destilata.

Comment [02]: Kemudian bukan Subyek!! Masa Kemudian mau diukur??

Page 6: Nilai Indeks Glikemik dan Kadar Gizi Mi Gandum ( L.) Utuh

Kadar Pati Resisten (AOAC 1995 yang dikombinasikan dengan AOAC 1985

dalam Gustiar, 2009)

Sampel ditimbang 0,5 g dan dilarutkan dalam 25 mL buffer fosfat 0,08 M (pH 6,0)

lalu ditutup aluminium foil. Larutan ditambah 0,2 mL enzim α-amilase dan diinkubasi

pada suhu 95oC selama 30 menit dengan diaduk lembut. Setelah didinginkan sampai

suhu ruang, pH larutan diatur hingga 4,5 dengan HCl 0,275 M dan ditambahkan 30 μL

enzim amiloglukosidase (10 mg/mL buffer fosfat pH 6.0) lalu diinkubasi dengan

penangas air bergoyang pada suhu 60oC selama 30 menit. Setelah didinginkan sampai

suhu ruang, pH campuran diatur menjadi 7,5 dengan menambahkan larutan NaOH

0,325 M, lalu ditambah 50 μL enzim protease (40 mg protease/50 mL buffer fosfat pH

6,0) dan campuran diinkubasi dalam penangas air bergoyang pada suhu 60oC selama 30

menit. Larutan disentrifuse 3000 rpm selama 10 menit dan diambil bagian peletnya.

Pelet dicuci dua kali dengan etanol 80% dan akuades dan ditambah 1 mL akuades.

Larutan dipanaskan pada suhu 100oC selama 20 menit sambil dikocok halus. Larutan

ditambah 1 mL KOH 4 M kemudian diaduk selama 30 menit pada suhu ruang. Larutan

ditambah 1 mL buffer asetat 0,4 M pH 4,75 lalu ditambah HCl 2 M sampai pH 4,75.

Setelah itu, ditambahkan 60 μL amiloglukosidase (10 mg/mL buffer asetat 0,4 M pH

4,75) dan diinkubasi dalam penangas air bergoyang suhu 60oC selama 30 menit lalu

disentrifuse 3500 rpm selama 30 menit. Kemudian supernatan diambil dan ditepatkan

menjadi 10 mL (larutan stok).

Kadar gula diukur dengan metode anthrone. 1 mL larutan stok dipipetkan ke labu

ukur 100 mL dan ditepatkan dengan akuades. Larutan stok sampel yang telah

diencerkan sebanyak 1 mL dimasukkan ke dalam tabung reaksi bertutup, lalu

ditambahkan dengan 5 mL pereaksi Anthrone 0,1%. Sebagai standar adalah larutan

glukosa murni 0,2 mg/mL sebanyak 0,0; 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; dan 1,0 mL yang masing-

masing kemudian ditepatkan menjadi 1 mL dengan akuades. Tabung ditutup dan

diinkubasi pada suhu 100oC selama 12 menit. Larutan segera didinginkan dan diukur

absorbansinya pada panjang gelombang 630 nm.

Page 7: Nilai Indeks Glikemik dan Kadar Gizi Mi Gandum ( L.) Utuh

Uji Organoleptik (Soekarto, 1985)

Pengujian organoleptik yang dilakukan meliputi warna, aroma, rasa, dan tekstur mi

gandum utuh dengan skala hedonis sebagai berikut 1= sangat tidak suka, 2= tidak suka,

3= agak suka, 4= suka, 5= sangat suka. Penilaian dilakukan kepada 30 orang panelis.

Kadar Air Metode Gravimetri (AOAC 1995)

Cawan kosong dikeringkan dalam oven selama 15 menit, lalu didinginkan dalam

desikator, dan ditimbang. Sebanyak 1 g sampel mi gandum utuh yang disukai ditimbang

dengan tepat dalam cawan yang telah diketahui bobot kosong tersebut, lalu dikeringkan

dalam oven pengering suhu 105oC selama 6 jam. Cawan dengan isinya kemudian

didinginkan dalam desikator, dan ditimbang. Pengeringan dilakukan kembali hingga

diperoleh berat konstan.

Kadar Abu Metode Gravimetri (AOAC 1995)

Cawan porselen dipanaskan dalam oven selama 15 menit, lalu didinginkan dalam

desikator dan ditimbang. Sebanyak 1 g sampel dimasukkan dalam cawan porselen dan

ditimbang, lalu diabukan dalam tanur bersuhu 550oC sampai berwarna putih. Setelah itu

didinginkan dalam desikator dan ditimbang.

Kadar Lemak Metode Soxhlet (AOAC 1995)

Labu lemak dikeringkan dengan oven. Sampel ditimbang dengan teliti sebanyak 5 g

dibungkus dengan kertas saring dan ditutup kapas bebas lemak. Kertas saring tersebut

diletakkan dalam alat ekstraksi soxhlet yang dirangkai dengan kondensor. Pelarut

petroleum eter dimasukkan ke dalam labu lemak lalu direfluks selama minimal 3-4 jam.

Sisa pelarut dalam labu lemak dihilangkan dengan dipanaskan dalam oven, lalu

ditimbang.

Page 8: Nilai Indeks Glikemik dan Kadar Gizi Mi Gandum ( L.) Utuh

Kadar Protein Terlarut Metode Biuret (AOAC, 1995)

Reagen biuret diibuat dengan melarutkan 0,15 g CuSO4.5H2O dan 0,6 NaKTartart

dalam labu ukur 50 mL. Larutan ditambah 30 mL NaOH 10% dan digenapkan dengan

akuades dalam labu ukur 100 mL.

Kurva standart dibuat dari larutan protein standar bovine serum albumine (BSA)

dengan konsentrasi 10 mg/mL. Larutan standar tersebut disiapkan satu seri dengan

konsentrasi 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan 10 mg/mL dalam 1 mL. Larutan diaduk dan

dihomogenisasi selama 30 menit pada suhu ruang. Absorbansi larutan diukur pada

panjang gelombang 550 nm.

Sebanyak 5 g sampel dilarutkan dalam 15 mL akuades dan dipusingkan selama 15

menit. 5 mL supernatan diambil dan ditambah 1 mL NaOH 1 M dan dipanaskan dengan

penangas air suhu 90oC. Larutan didinginkan hingga mencapai suhu ruang dan diambil

1 mL lalu ditambah 4 mL reagen biuret dan diinkubasi selama 30 menit pada suhu

ruang. Absorbansi diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 550 nm.

Kadar Karbohidrat Total Metode Anthrone (Apriyantono, 1989 yang dimodifikasi

dalam Gustiar, 2009)

Hidrolisis karbohidrat dengan asam

Sebanyak 3 g sampel dimaserasi dengan 30 mL etanol 80% pada suhu ruang selama

15 menit. Kemudian disaring dan dikeringkan dalam oven vakum pada suhu 50oC

selama 6 jam. Sebanyak 0,5 g sampel halus ditimbang dan ditambah 25 mL akuades dan

5 mL HCl 25%. Wadah ditutup, lalu dipanaskan pada suhu 100oC selama 2,5 jam untuk

menghidrolisis terigu. Setelah didinginkan, larutan hasil hidrolisis dinetralkan dengan

NaOH 25% dan diencerkan sampai 100 mL. Setelah itu, dihomogenisasi dan disaring

untuk kemudian disebut larutan stok

Penentuan total karbohidrat dengan metode Anthrone

Larutan stok dipipet 1 mL dan dipindahkan ke dalam labu takar 100 mL. Sebanyak

1 mL larutan dimasukkan ke dalam tabung reaksi bertutup dan ditambahkan dengan 5

mL pereaksi Anthrone 0,1%. Sebagai kurva standar digunakan larutan glukosa standar

0,2 mg/mL sebanyak 0,0; 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; dan 1,0 mL yang ditepatkan menjadi 1 mL

Page 9: Nilai Indeks Glikemik dan Kadar Gizi Mi Gandum ( L.) Utuh

dengan akuades. Tabung ditutup dan diinkubasi pada suhu 100oC selama 12 menit.

Larutan segera didinginkan dengan air mengalir, lalu dibaca absorbansinya pada

panjang gelombang 630 nm.

Uji Indeks Glikemik (El, 1999 yang dimodifikasi dalam Gustiar, 2009)

Makanan yang akan ditentukan nilai indeks glikemiknya dianalisis proksimat untuk

mengetahui jumlah makanan yang harus dikonsumsi oleh panelis, yaitu setara dengan

50 g kandungan karbohidrat. Setiap porsi sampel yang akan ditentukan nilai indeks

glikemiknya diberikan kepada panelis yang telah menjalani puasa penuh (kecuali air)

selama 10 jam. Panelis yang digunakan adalah individu sehat, tidak menderita diabetes,

dan memiliki IMT (indeks masa tubuh) normal (18-25). Panelis yang digunakan

berjumlah 10 orang (3 pria dan 7 wanita). Selama dua jam pasca pemberian asupan mi

gandum utuh yang disukai, sampel darah sebanyak 20 μL (finger-prick cappilary blood

samples method) diambil setiap 30 menit selama 2 jam untuk diukur kadar glukosanya.

Pada waktu berlainan, hal yang sama dilakukan dengan memberikan 50 g glukosa

standar (sebagai pangan acuan) kepada panelis. Kadar gula darah (pada setiap waktu

pengambilan sampel) diplotkan pada dua sumbu waktu (X) dan kadar gula (Y). Indeks

glikemik ditentukan dengan membandingkan luas daerah di bawah kurva antara pangan

yang diukur IG-nya dengan pangan acuan.

Analisa Data

Data serat kasar, amilosa, daya cerna pati, dan pati resisten yang diperoleh

dianalisis dengan menggunakan rancangan dasar RAK (Rancangan Acak Kelompok)

dengan 6 perlakuan dan 4 ulangan. Sebagai perlakuan adalah konsentrasi penambahan

tepung gandum utuh. Pengujian rataan antar perlakuan menggunakan uji Beda Nyata

Jujur (BNJ) dengan tingkat kebermaknaan 5 % (Steel dan Torrie, 1980). Analisa

deskriptif dengan 3 kali ulangan dilakukan untuk parameter kadar air, abu, lemak,

protein terlarut, dan karbohidrat mi gandum utuh yang disukai panelis.

Page 10: Nilai Indeks Glikemik dan Kadar Gizi Mi Gandum ( L.) Utuh

HASIL DAN PEMBAHASAN

Amilosa dan Daya Cerna Pati

Pati merupakan bentuk homopolimer dari glukosa dengan ikatan α-glikosidik. Pati

terdiri atas dua polimer yang berbeda, yaitu senyawa yang lurus (amilosa) dan senyawa

bercabang (amilopektin) (Muchtadi dkk., 2006). Amilosa adalah homopolimer lurus α-D-

glukosa yang dihubungkan oleh ikatan α-(1,4) bersifat larut dalam air panas. Kandungan

amilosa dalam bahan pangan berpati digolongkan menjadi empat kelompok yaitu kadar

amilosa sangat rendah dengan kadar < 10%, kadar amilosa rendah 10-20%, dan kadar

amilosa sedang 20-24%, dan kadar amilosa tinggi > 25% (Aliawati 2003).

Daya cerna pati adalah tingkat kemudahan suatu jenis pati untuk dapat dihidrolisis oleh

enzim pemecah pati menjadi unit-unit yang lebih kecil. Dalam metode ini sampel

dihidrolisis oleh enzim α-amilase menjadi unit-unit sederhana seperti maltosa. Kandungan

maltosa sampel ditentukan berdasarkan kurva standar maltosa. Daya cerna pati dihitung

sebagai persentase relatif terhadap pati murni (Gustiar, 2009).

Kadar amilosa dan daya cerna pati pada mi sangat mempengaruhi nilai indeks

glikemiknya. Terjadi peningkatan kadar amilosa dan daya cerna pati pada mi semakin

menurun. Kadar amilosa dan daya cerna pati pada mi dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kadar Amilosa dan Daya Cerna Pati (%±SD) Mi Gandum Utuh

PARAMETER MI GANDUM UTUH (%)

W 0 10 20 30 40 50

AMILOSA 30,85 ±

1,87a

31,98 ±

1,47a

31,74 ±

2,61a

32,99 ±

1,28a

34,57 ±

2,86ab

39,18 ±

2,85c

3,14

DAYA

CERNA

14,84 ±

1,49bc

12,94 ±

0,70b

11,45 ±

2,02ab

11,91 ±

0,96ab

10,03 ±

0,61a

8,93 ±

0,49a

1,97

Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan kadar amilosa pada setiap

subtitusi tepung gandum utuh. Pada mi gandum utuh 40% terdapat sedikit perbedaan

dari konsentraasi 0-30%. Sedangkan pada konsentrasi 50% ada beda nyata dimana

terjadi kenaikan sebesar 4,61% dari konsentrasi 40%. Kadar amilosa pada tepung

gandum utuh dan tepung terigu adalah 31,08% (bk) dan 27,70% (bk), yang

menunjukkan bahwa kadar amilosa tepung gandum utuh lebih besar. Amilosa

dipengaruhi dengan tingkat gelatinisasi dan proses pengolahan, dimana pada pangan

olahan kering kadar amilosa lebih tinggi daripada pangan olahan basah. Mi diolah

secara basah sehingga proses gelatinisasinya berjalan lebih cepat dan mempengaruhi

Comment [03]: Kadar amiosa (satuan)

Comment [04]: Tambah satu garis lurus dibawah prosentase.

Page 11: Nilai Indeks Glikemik dan Kadar Gizi Mi Gandum ( L.) Utuh

jumlah pati yang larut. Hal ini menyebabkan struktur gel pati terutama amilosa akan

melemah karena diabsorbsi oleh air. Ikatan yang lemah memudahkan air masuk ke

dalam granula sehingga amilosa larut dalam air (Suardi, 2002).

Menurut Willet dkk. (2002), karbohidrat yang diserap secara lambat akan

menghasilkan puncak kadar glukosa darah yang rendah dan berpotensi dalam

mengendalikan daya cerna pati yang dipengaruhi oleh komposisi amilosa. Dalam

pengukuran daya cerna pati digunakan enzim α-amilase. Enzim ini dapat memecah

sampel melalui proses hidrolisis, menjadi unit sederhana seperti maltosa (Gustiar,

2009). Maltosa adalah gula yang diserap di dalam usus halus, sehingga dalam

menentukan besar daya cerna pati, diukur melalui keberadaan maltosa. Daya cerna pati

pada mi gandum utuh adalah 8,93-14,84% (bk), dimana terdapat perbedaan yang nyata

pada setiap konsentrasi mi gandum utuh, kecuali konsentrasi 40% dan 50%. Semakin

besar jumlah tepung gandum utuh yang ditambahkan, maka semakin rendah daya cerna

pati, karena nilai daya cerna tepung gandum lebih rendah 1,12% dibandingkan dengan

tepung terigu. Hal ini seiring dengan kadar amilosa pada pangan olahan yang juga

meningkat dengan adanya penambahan tepung gandum utuh. Kandungan pati dan

komposisi amilosa dan amilopektin berpengaruh terhadap daya cerna pati

(Indrasari,2008).

Peningkatan Kadar Serat Kasar dan Pati Resisten

Pati resisten adalah bagian serat pangan sehingga keduanya berhubungan. Serat

yang diukur adalah serat kasar, tidak hanya serat pangan saja. Kadar serat kasar dan pati

resisten dalam mi gandum utuh cenderung mengalami peningkatan seiring dengan

meningkatnya subtitusi tepung gandum utuh dalam pembuatan mi. Masing-masing

kadar serat kasar dan pati resisten dalam mi dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Kadar Serat Kasar dan Pati Resisten (%±SD) Mi Gandum Utuh

PARAMETER MI GANDUM UTUH (%)

W 0 10 20 30 40 50

SERAT KASAR 11,37 ±

0,98a

12,57 ±

1,30a

12,89 ±

0,92a

14,66 ±

1,61b

16,38 ±

0,95c

17,71 ±

0,91c

1,57

PATI RESISTEN 1,99 ±

0,15a

2,08 ±

0,23a

2,27 ±

0,12a

3,18 ±

0,08b

4,73 ±

0,15c

5,01 ±

0,35d

0,32

Comment [05]: Tambah satu garis lurus dibawah prosentase.

Comment [06]: Satuan??

Comment [07]: Satuan??

Page 12: Nilai Indeks Glikemik dan Kadar Gizi Mi Gandum ( L.) Utuh

Mi gandum utuh mengalami peningkatan kadar serat kasar dan pati resisten mulai

dari penambahan tepung gandum utuh 30%. Hal ini dikarenakan tepung gandum utuh

sendiri kadar seratnya lebih tinggi 2,75% dibanding tepung terigu. Serat adalah

karbohidrat yang resisten terhadap hidrolisis oleh enzim pencernaan manusia, di dalam serat

terdapat selulosa, hemiselulosa, pektin, lignin, gum, β-glukan, fruktan, dan pati resisten. Secara

umum gandum mengandung lebih banyak serat tak larut seperti lignin, selulosa, dan

hemiselulosa (Tala, 2009).

Kisaran angka pati resisten pada mi gandum utuh (Tabel 3) menurut Goni dkk (1996)

berada pada tingkatan sedang yaitu 2,5-5%. Kadar amilosa yang lebih tinggi dari

amilopektin menjadi salah satu faktor penentu hasil pati resisten (Sajilata, 2006). Hal ini

sesuai dengan kadar amilosa sampel yang tinggi dan cenderung meningkat.

Kadar Gizi Mi Gandum Utuh

Untuk menentukan kadar gizi, dilakukan uji organoleptik terlebih dahulu untuk

menentukan mi yang akan diuji nilai indeks glikemiknya dan dibandingkan dengan mi

terigu (kontrol). Produk mi gandum utuh dapat dilihat pada Gambar 1. Hasil

organoleptik pada mi gandum utuh dapat dilihat pada Tabel 4.

Gambar 1. Mi gandum utuh berbagai konsentrasi

Tabel 4. Hasil Organoleptik Mi Gandum Utuh

Parameter Mi gandum utuh W

0 10 20 30 40 50

Warna 4,33 ±

0,2919b

3,83 ±

0,2869ab

3,67 ±

0,3111ab

3,17 ±

0,2658a

2,83 ±

0,3248a

2,50 ±

0,4139a

0,8241

Comment [08]: dkk.

Comment [09]: Bukan Subyek!!

Comment [010]: Gambar lengkapi dengan rasio perlakuan!!

Comment [011]: Tambah satu garis lurus dibawah prosentase!! Tabel tidak boleh terpotong!!

Page 13: Nilai Indeks Glikemik dan Kadar Gizi Mi Gandum ( L.) Utuh

Aroma 3,10 ±

0,3583a

3,47 ±

0,2898a

3,63 ±

0,2856a

3,50 ±

0,2730a

3,40 ±

0,2703a

3,43 ±

0,3757a

0,6845

Tekstur 3,90 ±

0,3154ab

3,83 ±

0,2955ab

3,90 ±

0,2998ab

3,27 ±

0,3090a

2,97 ±

0,3175a

3,17 ±

0,4053a

0,8312

Rasa 4,03 ±

0,2296ab

3,97 ±

0,2296ab

3,70 ±

0,2432ab

3,50 ±

0,2137a

3,10 ±

0,3303a

2,77 ±

0,3205a

0,8134

1= sangat tidak suka, 2= tidak suka, 3= agak suka, 4= suka, 5= sangat suka

Menurut Meilgaard dkk. (1999), warna merupakan salah satu atribut penampilan pada

suatu produk yang sering kali menentukan tingkat penerimaan konsumen terhadap

produk tersebut secara keseluruhan. Semakin besar penambahan tepung gandum utuh,

warna mi yang kuning (kontrol) akan semakin kecoklatan. Dari hasil organoleptik

warna yang paling disukai adalah mi dengan konsentrasi 10% dengan skor 3,83 ±

0,2869. Aroma yang disukai adalah penambahan 20%. Berdasarkan analisisnya, dalam

parameter aroma tidak berbeda nyata dengan selang kepercayaan 95% skornya adalah

3,63 ± 0,2856, yang menunjukkan bahwa penambahan tepung gandum utuh tidak

mempengaruhi aroma pada mi. Setser (1995) menyatakan bahwa tekstur merupakan

parameter kritis pada penampakan, flavor, dan penerimaan keseluruhan dari produk

makanan. Tekstur pada mi gandum utuh semakin besar penambahan tepung gandum utuh

teksturnya akan semakin kenyal, karena adanya gluten pada tepung gandum utuh. Tekstur

yang disukai oleh panelis adalah mi dengan konsentrasi 20% dengan skor 3,83 ± 0,2995.

Rasa pada mi gandum utuh tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 95%, namun

skor tertinggi adalah mi dengan konsentrasi 20% dengan skor 3,97 ± 0,2296. Hal ini

menunjukkan bahwa dengan penambahan tepung gandum utuh tidak mempengaruhi

rasa pada mi. Keempat parameter tersebut menunjukkan bahwa mi gandum utuh yang

disukai adalah mi dengan penambahan tepung gandum utuh 10% dan 20%. Berdasarkan

hal tersebut, untuk pengukuran nilai indeks glikemik dan kadar gizi selanjutnya akan

menggunakan sampel mi gandum utuh 20% yang akan dibandingkan dengan mi tanpa

subtitusi gandum utuh 0% sebagai kontrol.

Mi gandum utuh yang dibuat memiliki kadar gizi yang lebih tinggi daripada mi

terigu. Perbedaan ini terlihat dengan adanya perbedaan kadar gizi pada tepung gandum

utuh dan terigu yang digunakan sebagai bahan dasar pembuatan mi. Baik tepung dan mi

gandum utuh dibandingkan dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 3751 : 2009

dan No. 01-2987-1992 Perbedaan kadar gizi dapat dilihat pada Tabel 5.

Page 14: Nilai Indeks Glikemik dan Kadar Gizi Mi Gandum ( L.) Utuh

Tabel 5. Kadar Gizi Tepung dan Mi Gandum Utuh

PARAMETER SNI

TEPUNG

SNI

MI GANDUM UTUH

TERIGU GANDUM

UTUH

0 % 20 %

AIR (%) < 14,5 14,62 ± 0,61 9,37 ± 0,73 20-35 27,26 ± 0,51 27,69 ± 1,25

ABU (%) < 7 0,85 ± 0,31 2,14 ± 0,11 < 3 1,33 ± 0,19 2,69 ± 0,21

LEMAK (%) 2,06 ± 0,18 1,36 ± 0,26 3,05 ± 1,02 2,78 ± 0,61

PROTEIN

TERLARUT(%) > 7 12,91 ± 1,98 18,01 ± 1,43 > 10 12,45 ± 0,10 14,49 ± 0,36

KARBOHIDRAT

(%) 52,93 ± 1,25 65,93 ± 0,31 56,59 ± 2,70 62,12 ± 3,22

Tepung gandum utuh memiliki kadar gizi yang lebih tinggi dibandingkan dengan

tepung terigu. Kecuali lemak yang lebih rendah, kadar air, abu, protein terlarut dan

karbohidrat mengalami peningkatan dibanding tepung terigu. Hal ini dikarenakan

tepung gandum utuh tidak hanya bagian endosperm saja, namun ada bagian bran dan

germ gandum dimana bagian bran memiliki kandungan serat yang tinggi, vitamin B,

lemak, protein dan mineral (Fitriyanto, 2009). Pada hasil Tabel 5, jika dibandingkan

dengan SNI . 3751 : 2009 tentang tepung dan 01-2987-1992 tentang mi, baik tepung dan

mi gandum utuh masih memenuhi standar yang ditentukan, sehingga layak untuk

dikonsumsi.

Nilai Indeks Glikemik Mi Gandum Utuh

Nilai indeks glikemik pada mi gandum utuh lebih kecil dibandingkan dengan

indeks glikemik pada mi tanpa penambahan tepung gandum utuh. Nilai indeks glikemik

dapat dihitung melalui area di bawah kurva perubahan kadar glukosa darah. Kurva

perubahan kadar glukosa darah setelah mengkonsumsi mi terigu dan mi gandum utuh

ditunjukkan pada Gambar 2 dan Gambar 3.

Mi yang akan dianalisis indeks glikemik harus dianalisis proksimat terlebih dahulu

untuk mengetahui jumlah mi yang harus dikonsumsi oleh relawan atau panelis dalam uji

indeks glikemik, yaitu setara dengan 50 gram kandungan karbohidrat termasuk

polisakarida non pati (El 1999). Kadar karbohidrat mi terigu tanpa penambahan gandum

utuh diperoleh sebesar 56,59%, sehingga jumlah sampel yang harus ditimbang adalah

sebesar 88 g. Mi gandum utuh 20%, diperoleh kadar karbohidrat sebesar 62,12%, maka

jumlah sampel yang harus ditimbang adalah sebesar 80 g.

Comment [012]: Tambah satu garis lagi!!

Page 15: Nilai Indeks Glikemik dan Kadar Gizi Mi Gandum ( L.) Utuh

Gambar 2. Kurva perubahan kadar glukosa darah rata-rata relawan setelah konsumsi mi terigu.

Gambar 3. Kurva perubahan kadar glukosa darah rata-rata relawan setelah konsumsi mi gandum

utuh.

Dari kurva di atas masing-masing dapat dihitung luas area di bawah kurva dengan

menggunakan perhitungan luas trapesium dan selanjutnya dibandingkan dengan standar

yaitu glukosa. Nilai indeks glikemik mi gandum utuh lebih rendah daripada nilai mi terigu

yaitu 66,23±6,14 dan 69,49±1,37. Hal ini disebabkan lebih tingginya kandungan serat dan

pati resisten, serta lebih rendahnya daya cerna mi gandum utuh dibandingkan dengan mi

terigu. Serat pangan dan RS merupakan komponen yang tidak dapat dihidrolisis oleh enzim

pencernaan sekaligus dapat menghambat metabolisme karbohidrat dalam saluran

pencernaan (Gustiar, 2009). Hal ini menunjukkan bahwa penambahan tepung gandum utuh

dapat menurunkan nilai indeks glikemik suatu pangan.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Page 16: Nilai Indeks Glikemik dan Kadar Gizi Mi Gandum ( L.) Utuh

1. Kadar amilosa pada mi gandum utuh 30,85-39,18%, dimana semakin besar

jumlah penambahan tepung gandum utuh maka semakin besar kadar amilosa.

Daya cernanya sebesar 14,84-8,93%, semakin kecil dengan meningkatnya

penambahan tepung. Serat kasar mi adalah 11,37-17,71 dan pati resisten 1,99-

5,01%, dimana semakin meningkat dengan meningkatnya penambahan tepung

gandum utuh.

2. Mi gandum utuh 20% memiliki kadar gizi yang memenuhi SNI 01-2987- 1992.

Kadar gizi mi gandum utuh 20% lebih tinggi dibandingkan kadar gizi mi tanpa

penambahan tepung gandum utuh, selain kadar lemak yang mengalami

penurunan.

3. Indeks glikemik mi gandum utuh 20% adalah 66,23±6,14 lebih rendah

dibandingkan dengan mi terigu yaitu 69,49±1,37.

Saran

Penambahan konsentrasi tepung gandum utuh perlu ditingkatkan lagi untuk

mencapai nilai indeks glikemik yang lebih rendah, namun produk tetap disukai. Metode

pengukuran kadar serat kasar perlu dioptimalkan lebih lanjut. Selain itu perlu dilakukan

pengukuran kadar serat pangan untuk memperkuat nilai pati resisten.

UCAPAN TERIMA KASIH

Atas terlaksananya penelitian ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada Ir.

Djoko Murdono, M. P selaku sponsor dalam penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Aliawati G. 2003. Teknik analisis kadar amilosa dalam beras. Buletin Teknik Pertanian. 8

(2) : 82-84.

AOAC, Official Methods of Analysis of the Associaion Analytical Chemist. Inc,

Washington D.C., 1995.

AOAC, Official Methods of Analysis of the Associaion Analytical Chemist. Inc,

Washington D.C., 1985.

Badan Standarisasi Nasional, SNI 01-2987-1992 tentang Mi Basah. Jakarta, 1992

Behall, K.M. and J. Hallfrisch. 2002. Plasma glucoce and insulin reduction after

consumption of bread varying in amylose content. Eur. J. Clin. Nutr. 56(9):913-

920.

Comment [013]: Kepada Dikti melalui PROGRAM....... yang diketuai oleh

Page 17: Nilai Indeks Glikemik dan Kadar Gizi Mi Gandum ( L.) Utuh

Brand-Miller J, Hayne S, Petocz P, dan Colagiuri S. 2003. Low-glycemic index diets in

the management of diabetes: A meta-analysis of randomized controlled trials.

Diabetes Care, 26, 2261–2267.

Carreira, M.C., F.M. Lajolo, and E.W. de Menezes. 2004. Glycemic index: effect of

food storage under low temperature. Brazilian Archives of Biology and Technology

47(4):569.

Erwidodo, H.P, Saliem, E. Ariningsih, Pengkajian Diversifikasi Konsumsi Pangan

Utama di Indonesia, Laporan Hasil Penelitian, Pusat Penelitian Sosial Ekonomi

Pertanian, Badan Litbang Pertanian : Bogor, 2004

Foster-Powell K dan Miller B. 1995. International tables of glicemic index. American

Journal of Clinical Nutrition. 62 : 871s-893s.

Frei, M., Siddhuraju, P. and Becker, K. 2003. Studies on the in vitro starch digestibility

and the glycemic index of six different indigenous rice cultivars from the

Philippines. Food Chemistry 83 : 395-402.

Goni, I., L.G Diz, E. Manas, and F.S Calixto, “Analysis of Resistant Starch : a Method

for Foods and Food products,” Journal Food Chem, vol. 56, no.4, pp. 445-449,

1996.

Gustiar, Haris. 2009. Sifat Fisiko-Kimia dan Indeks Glikemik Produk Cookies Berbahan

Baku Pati Garut (Maranta arundinacea L.) Termodifikasi. Bogor : IPB.

Idris, S. 1994. Metode Pengujian Bahan Pangan Sensoris. Fakultas Peternakan.

Universitas Brawijaya. Malang.

Leach, H. W, Gelatinization of Starch, In : Goldsworth, R (Eds). Abundant of Plant

Varieties, New York : World Wide Inc, 1965

Ludwig DS. 2000. Dietary glycemic index and obesity. J Nutr Supl 130: 280S- 283S

Muchtadi D, Palupi NS, dan Astawan M. 1992. Metode Kimia, Biokimia, dan Biologi

dalam Evaluasi Nilai Gizi. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi.IPB, Bogor.

Muoma, Ike. 2013. Whole Grain Vs Whole Wheat Vs Whole Meal Vs GranaryRefined

Bread? Which is best? What to choose?. URL

www.iketrainer.co.uk/articles/breads.pdf . Diakses pada 15 September 2013.

Noda, T., Takigawa, S., Matsuura-Endo, C., Suzuki, T., Hashimoto, N., Kottearachchi,

N.S., Yamauchi, H. and Zaidul, I.S.M. 2008. Factors affecting the digestibility of

raw and gelatinized potato starches. Food Chemistry 110 : 465-470

Nursantiyah. 2009. Gambaran Umum Industri Tepung Terigu di Indonesia dan

Ketentuan Pajak Pertambahan Nilai Terkait. Jakarta : UI.

Praptini, P.E. 2011. Menu 30 Hari dan Resep untuk Diabetes. Jakarta : PT. Gramedia

Pustaka Umum

Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. 2003. Trend Konsumsi

Pangan Produk Gandum di Indonesia. Warta Penelitian dan Pengembangan

Pertanian Indonesia , 25, hal. 11-12.

Ratnaningsih. 2010. Pembuatan Tepung Komposit dari Jagung, Ubikayu, Ubijalar dan

Terigu (Lokal dan Impor) untuk Produk Mi. Bogor : Balai Besar Penelitian dan

Pengembangan Pascapanen Pertanian.

Page 18: Nilai Indeks Glikemik dan Kadar Gizi Mi Gandum ( L.) Utuh

Rimbawan dan A. Siagian. 2004. Indeks glikemik pangan. Penebar Swadaya. Jakarta

Sajilata MG, Rekha SS, Puspha RK., “Resistant starch” –a review., Journal

Comprehensive review in food science and food safety, 2006

Schulz, A.G.M., J. M. M Van Amelsvoort, and A.C Beynen, “Dietary Native Resistant

Starch but Not Retrograded Resistant Starch Raises Magnesium and Calcium

Absorption in Rats,” Journal Nutrition, vol.123, pp.1724-1731

Shin S, Byun J, Park KW, and Moon TW, “Effect of partical acid and heat moisture

treatment of formation of resistant tuber starch,” Journal Ceral Chemistry, vol.81,

no.2, pp. 194-198, 2004

Simanjutak, B.H. 2002. Prospek Pengembangan Gandum (Triticum aestivum L) di

Indonesia. Salatiga : Universitas Kristen Satya Wacana.

Soto R.A., Acevedo E., Feria J., Villalobos R., Perez L.A., “Resistant starch made from

banana starch by autoclaving and debranching,” Journal starch, vol. 56, pp. 495-

499, 2004

Steel, R.G.D and Torrie, J.H, Principles and Procedure of Statistics : A Biometrical

Approach 2nd ed. McGraw-Hill, New York, 1980.

Suardi, Suarni, A. Prabowo. 2002. Prosesing Sorgum sebagai Bahan Pangan. Sulawesi

Selatan : Seminar Nasional Balai Pengkajian Pertanian