Upload
others
View
14
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
NILAI KEHARMONISAN MANUSIA DENGAN ALAM
(FLORA) PADA TEKS DAN KONTEKS ISTIADAT
PENYADAP NIRA PADA MASYARAKAT DI BANJARAN
SUNGAI WAMPU
SKRIPSI
DIKERJAKAN OLEH :
SUHAIMA SYAHPUTRI
NIM : 150702015
PROGRAM STUDI SASTRA MELAYU
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
i
NILAI KEHARMONISAN MANUSIA DENGAN ALAM (FLORA) PADA TEKS DAN
KONTEKS ISTIADAT PENYADAP NIRA PADA MASYARAKAT DI BANJARAN
SUNGAI WAMPU
OLEH SUHAIMA SYAHPUTRI
ABSTRAK
Penelitian ini membahas tentang “Nilai Keharmonisan Manusia Dengan Alam (Flora)
Pada Teks Dan Konteks Istiadat Penyadap Nira Pada Masyarakat Di Banjaran Sungai
Wampu”. Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah
tahap pelaksanaan istiadat penyadapan nira, makna umum teks dan konteks penyadapan nira,
dan nilai keharmonisan pada istiadat penyadapan nira. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui tahap penyadapan nira, mengetahui makna teks dan konteks dan nilai
keharmonisan dalam istiadat penyadapan nira. Penelitian ini menggunakan pendekatan
sosiologi sastra. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode
kualitatif dan dengan teknik lapangan menggunakan metode wawancara bebas. Penelitian ini
menunjukkan bahwa tradisi istiadat menyadap nira dapat membentuk nilai keharmonisan
antara manusia dengan alam (flora) melalui tahapan maupun dari makna teks dan konteksnya.
Kata kunci : Nilai keharmonisan, teks, konteks, Sosiologi Sastra
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
iii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah penulis ucapkan puji syukur kita kepada Allah swt, yang telah
melimpahkan Rahmat, hidayah dan inayah-Nya, Sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi dengan judul“Nilai Keharmonisan Manusia Dengan Alam (Flora) Pada Teks Dan
Konteks Istiadat Penyadap Nira Pada Masyarakat di Banjaran Sungai Wampu” yang terdiri
dari 5 bab sebagai berikut :
Bab I merupakan pendahuluan yang terdiri atas latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan masalah, manfaat penelitian.
Bab II merupakan tinjauan pustaka yang terdiri atas kajian yang relevan, sejarah
pohon nira, adat istiadat dan sosial masyarakat, khazanah kesusasteraan tradisi, pendekatan
sosiologi sastra.
Bab III merupakan metode penelitian yang terdiri atas metode dasar, lokasi penelitian,
teknik pengumpulan data dan analisis data.
Bab IV merupakan pembahasan yang terdiri atas tahap-tahap penyadapan nira, makna
umum teks dan konteks, peran nira dalam membentuk keharmonisan manusia dengan alam.
Bab V merupakan kesimpulan dari penelitian.
Penulis menyadari sepenuhnya banyak kekurangan baik dari segi penyusunan
bahasanya maupun segilainnya. Semoga skripsi yang penulis buat dapat memberikan manfaat
bagi pembaca. Kritik dan saran dari penulisan skripsi ini sangat penulis harapkan untuk
penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat
bagi semua pihak dan terima kasih banyak kepada pihak-pihak dalam pembuatan skripsi ini.
Medan, September 2019
Penulis,
Suhaima Syahputri
NIM : 150702015
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
iv
UCAPAN TERIMA KASIH
Alhamdulillah penulis ucapkan puji syukur kita kepada Allah swt, yang telah
melimpahkan Rahmat, hidayah dan inayah-Nya, Sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi dengan judul“Nilai Keharmonisan Manusia Dengan Alam (Flora) Pada Teks Dan
Konteks Istiadat Penyadap Nira Pada Masyarakat di Banjaran Sungai Wampu”.
Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih yang tidak terhingga kepada semua
pihak yang sudah banyak membantu penyusunan skripsi ini baik secara langsung maupun
tidak langsung. Dengan segala ketulusan hati penulis mengucapkan banyak terima kasih
kepada :
1. Bapak Dr. Drs. Budi Agustono, M.S., selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya,
Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Dr. Rozanna Mulyani, M.A., selaku Ketua Jurusan Program Studi Sastra Melayu
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Prof. Wan Syaifuddin, M.A., Ph. D. Selaku Dosen Pembimbing dan Dosen
Penasehat Akademik.
4. Bapak dan Ibu Staf pengajar Program Studi Sastra Melayu Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan pengajaran selama
perkuliahan.
5. Terkhusus yang paling istimewa penulis ucapkan banyak terima kasih kepada kedua
orang tua penulis Sudiono dan Heni Herawati yang telah banyak mendoakan juga
banyak mengorbankan segala pikiran, tenaga, waktu untuk memberikan dorongan
kepada penulis.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
v
6. Kepada semua teman-teman seperjuangan stambuk 2015. Yang terkhusus buat Nining
Angreini, Rizky Ramadani Nainggolan, Syirri Mahdiana Ritonga, Risa Mawarni, Ika
Lestari Tumangger yang telah banyak memberi dukungan kepada penulis.
7. Kepada kakak dan abang senior yang telah banyak mengarahkan penulis dalam
penulisan skripsi.
8. Terima kasih kepada adik-adik junior yang telah banyak mendoakan agar skripsi ini
cepat selesai.
9. Terima kasih banyak untuk teman-teman seperjuangan di Kost Binsar; Risa, Angel,
Melati CS yang selama ini sama-sama membagikan keluh-kesahnya. Juga yang
selama ini suka bergadang sama-sama dalam mengerjakan skripsi.
10. Kepada Tata Usaha Kak Tri dan bang Yogo yang sudah membantu dalam mengurus
berkas dalam menyelesaikan skripsi.
11. Penulis telah berusaha semaksimal mungkin dalam penulisan skripsi ini, namun
penulis hanyalah manusia biasa yang tak luput dari kesalahan dan kesilapan. Penulis
berharap skripsi ini dapat menambah wawasan dan dapat menjadi bekal untuk karya
tulis lainnya yang berhubungan dengan skripsi penulis.
Medan, September 2019
Penulis,
Suhaima Syahputri
150702015
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
vi
DAFTAR ISI
ABSTRAK.................................................................................................................................i
ii.......................................................................................................................................ابسترك
KATA PENGANTAR.............................................................................................................iii
UCAPAN TERIMA KASIH...................................................................................................iv
DAFTAR ISI............................................................................................................................vi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah...........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................3
1.3 Tujuan Penelitian......................................................................................................4
1.4 Manfaat Penelitian....................................................................................................4
1.5 Defenisi Operasional................................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kajian Yang Relevan................................................................................................6
2.2 Sejarah Pohon Nira...................................................................................................7
2.3 Adat Istiadat dan Sosial Masyarakat........................................................................8
2.4 Khazanah Kesusasteraan Tradisi..............................................................................9
2.5 Adat Istiadat dan Kepercayaan Dalam Masyarakat Melayu..................................11
2.6 Pendekatan Sosiologi Sastra...................................................................................11
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Metode Dasar.........................................................................................................14
3.2 Lokasi Penelitian....................................................................................................14
3.3 Teknik Pengumpulan Data.....................................................................................15
3.4 Metode Pengumpulan Data....................................................................................15
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
vii
3.4.1 Observasi.................................................................................................15
3.4.2 Wawancara..............................................................................................15
3.4 Teknik Analisis Data..............................................................................................16
BAB IV PEMBAHASAN
4.1 Tahap-Tahap Penyadapan Nira..............................................................................17
4.1.1 Pemanfaatan Hasil Dari Air Nira............................................................25
4.2 Makna Umum Teks dan Konteks Istiadat Penyadapan Nira di Banjaran Sungai
Wampu.....................................................................................................................................35
4.2.1 Makna Umum Teks.................................................................................36
4.2.2 Makna Umum Konteks...........................................................................37
4.3 Peran Nira Dalam Membentuk Nilai Keharmonisan Manusia Dengan Alam (Flora)......39
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan.............................................................................................................42
5.2 Saran.......................................................................................................................46
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................48
Lampiran I..............................................................................................................................49
Lampiran II...........................................................................................................................50
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan yang sangat melimpah ruah.
Berbagai macam jenis tumbuhan hidup dan berkembang, dan juga mempunyai sangat banyak
manfaat bagi kelangsungan hidup manusia. Salah satu tumbuhan yang banyak manfaatnya
adalah pohon aren (nira). Manfaatnya tidak hanya ada pada buahnya, manfaatnya juga
terdapat pada daun, batang, dan yang paling banyak dicari oleh masyarakat adalah air dari
pohon aren, yaitu air nira.
Masyarakat banyak yang memanfaatkan aren untuk di ambil airnya, dengan cara
menyadapnya, sehingga menyadap nira menjadi pekerjaan sampingan masyarakat untuk
menambah penghasilan sehari-hari. Di banjaran sungai Wampu sendiri, istiadat menyadap
nira masih banyak dilakukan oleh masyarakat sebagai pekerjaan “sampingan” di rumah
untuk mencukupi penghasilan.
Istiadat merupakan perbuatan yang dilakukan secara terus menerus dan berulang-
ulang lalu menjadi sebuah kebiasaan, maka kebiasaan itu menjadi sebuah adat. Adapun
pengertian istiadat menurut para ahli menurut Syah (dalam Nurlin Ibrahim, 2009:5),
dikatakan bahwa istiadat adalah kaidah-kaidah sosial tradisional yang sakral. Ini berarti
bahwa ketentuan luhur dan ditaati secara turun temurun. Soekanto (2011:73), dikatakan
bahwa istiadat mempunyai ikatan dan pengaruh yang kuat dalam masyarakatnya, kekuatan
mengikatnya tergantung pada masyarakat yang mendukung adat istiadat tersebut yang
terutama berpangkal tolak pada perasaan keadilannya.
Begitulah istiadat tercipta dan menjadi sebuah perwujudan dari kebudayaan.
Keberadaan adat istiadat sangat kuat dan mengikat masyarakat sebagai ketentuaan turun-
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2
temurun. Sumatera Utara merupakan daerah multi etnis dengan berbagai tradisi di dalamnya.
Setiap suku mempunyai tradisi yang khas, salah satu nya suku Melayu yang ada di
Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Sebagian besar masyarakat Melayu Langkat yang
tinggal di daerah Langkat Hulu meyakini bahwa nenek moyang mereka berasal dari Tanah
Karo. Namun karena seiring dengan berjalannya waktu yang berimplikasi terhadap terjadinya
proses asimilasi budaya, mereka lebih memilih untuk meninggalkan nama marga mereka
dengan memilih untuk memeluk agama Islam sebagai agama mereka yang kemudian
membuat mereka diterima sebagai orang Melayu.
Salah satu tradisi yang masih dilakukan oleh masyarakat Melayu Langkat adalah
menyadap nira. Nira adalah cairan yang manis yang diperoleh dari batang tanaman, seperti
tebu, bit, sorgum, mapel, atau getah tandan bunga dari keluarga palma seperti aren, kelapa,
kurma, nipah, sagu, dan lontar.
Menurut Burhanuddin (2005) tangkai bunga jantan yang dapat disadap ketika
tanaman aren berumur lima tahun dengan puncak produksi pada umur 15–20 tahun.
Menyadap nira memerlukan keterampilan, kesabaran, ketekunan yang harus diutamakan.
Penyadap harus tepat waktu ketika hendak menyadap nira, jika tidak air nira akan berubah
menjadi asam dan bisa menjadi tuak. Dalam buku Dimensi Politis Hikayat Deli dinyatakan di
wilayah masyarakat Melayu Sumatera Timur tradisi menyadap nira masih dilakukan, bahkan
dijadikan mata pencaharian dan dikaitkan dengan aktifitas istiadat masyarakatnya. Syaifuddin
(2019 : 17).
Pada masyarakat Melayu Langkat, khususnya di banjaran Sungai Wampu pun tradisi
menyadap nira masih dilakukan hingga sekarang. Dengan berbagai ritual, salah satu nya
mengucapkan mantra saat menyadap nira, kemudian disertai syarat-syarakat lain atau
konteksnya. Mantra adalah bunyi, suku kata, kata, atau sekumpulan kata-kata yang dianggap
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3
mampu "menciptakan perubahan" (misalnya perubahan spiritual). Jenis dan kegunaan mantra
berbeda-beda tergantung mahzab dan filsafat yang terkait dengan mantra tersebut.
Kemudian, bahasa mantra menimbulkan rangsangan, memberikan kualitas dan
pengartian yang lebih kepada pengalaman dan perasaan sehingga membina imajan baik
pemikiran penutur ataupun pendengarnya. (Syaifuddin 2016 : 196 )
Masyarakat di banjaran sungai Wampu yang beraktivitas sebagai penoreh nira
biasanya menggunakan mantra untuk tujuan tertentu. Hal tersebut sebenarnya bisa sangat
efektif bagi para penggunanya, Selain merupakan salah satu sarana komunikasi dan
permohonan kepada Tuhan. Dalam kalimat mantra yang kaya metafora dengan gaya bahasa
yang hiperbola tersebut membantu perapal melakukan visualisasi terhadap keadaan yang
diinginkan dalam tujuan pembacaan mantra.
Berdasarkan pengamatan penulis yang telah di uraikan di atas, maka penulis tertarik
untuk meneliti lebih lanjut dengan melakukan penelitian tentang Nilai Keharmonisan
Manusia dengan Alam (Flora) pada Teks dan Konteks Istiadat Penyadap Nira Pada
Masyarakat di Banjaran Sungai Wampu.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah tahap pelaksanaan penyadapan nira di banjaran sungai Wampu?
2. Bagaimanakah makna umum teks dan konteks istiadat penyadapan nira di banjaran
sungai Wampu?
3. Bagaimana peran nira dalam membentuk nilai keharmonisan alam di banjaran sungai
Wampu?
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan ingin penulis capai dalam penulisan ini adalah :
1. Mengetahui tahap-tahap penyadapan nira.
2. Mengetahui makna mantra pada penyadapan nira.
3. Mengetahui nilai keharmonisan dalam penyadapan nira.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dapat diberikan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Menambah wawasan tentang tradisi penyadapan nira agar dapat diwariskan
khususnya pada masyarakat melayu di banjaran sungai Wampu, kabupaten Langkat.
2. Agar masyarakat memberikan perhatian terhadap tradisi melayu khususnya di daerah
Langkat.
3. Memberikan referensi terhadap karya ilmiah yang akan dibuat selanjutnya.
1.5 Definisi Operasional
Keharmonisan
Keharmonisan berasal dari kata “harmonis” yang berarti keserasian dan keselarasan.
Seperti keharmonisan antara manusia dengan alam yang dimana manusia hidup saling
berdampingan dengan alam. Keharmonisan dapat membentuk sebuah ikatan emosional dalam
diri manusia sehingga terjalin ikatan antara satu dengan yang lainnya.
Flora
Secara etimologi, kata “flora” berasal dari bahasa latin, yakni diambil dari nama
seorang dewi pelindung bunga dan tanaman serta dewi kesuburan dalam Mitologi Romawi.
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, flora adalah keseluruhan kehidupan jenis tumbuh-
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
5
tumbuhan suatu habitat atau daerah, atau disebut juga alam tumbuh-tumbuhan. (KUBI,
2003:318)
Teks
Teks merupakan suatu tatanan dari kata-kata yang digunakan untuk memberikan
informasi, menjelaskan makna, dan sebagainya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI), teks adalah naslah berupa kata-kata asli dari pengarang.
Konteks
Konteks adalah kondisi dimana suatu keadaan itu terjadi. Konteks dalam sosial karya-
karya sastra Melayu tradisi adalah makna dari benda-benda, perlakuan atau perbuatan, dan
pantang larang serta keyakinan masyarakatnya. Masing-masing maknanya akan menyatakan
hubungan yang bersifat fungsional antara teks, tahap-tahap pelaksanaannya, dan dengan
kuasa simbolik serta jenisnya juga keperluan atas fenomena yang dirasakan oleh masyarakat.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Yang Relevan
Kajian yang relevan adalah salah satu cara untuk mendapatkan referensi yang lebih
tepat dan sempurna tentang data yang diperoleh. Penulisan suatu karya ilmiah merupakan
suatu rangkaian yang saling berkaitan dengan menggunakan referensi yang berhubungan agar
sebuah karya ilmiah lebih objektif, maka digunakan sumber yang berkaitan dengan topik
yang dibahas baik berupa buku yang mendukung pemaparan secara teoritis maupun
pemaparan fakta.
Adapun buku yang digunakan dalam mendukung penelitian ini adalah Menjulang
Tradisi Etnik karangan Prof. Syaifuddin, M.A. Ph.D (2014) digunakan untuk mengetahui
tentang tradisi pada masyarakat, khususnya masyarakat Melayu. Pemikiran Kreatif & Sastra
Melayu Tradisi digunakan untuk mengetahui pendekatan sosiologi sastra. Dimensi Politik
Hikayat Deli digunakan untuk mengetahui tradisi penyadap nira di masyarakat Melayu.
Seiring dengan itu, penulis juga membaca skripsi yang berjudul Nilai Gotong Royong
Dalam Istiadat Ritual Khitanan Pada Masyarakat Melayu Langkat di Desa Secanggang
(Ainun Mardiah 2015). Dari penelitian ini diutarakan bagaimana pelaksanaan ritual Khitanan
masyarakat Melayu Desa Hilir Secanggang, tata cara budaya dan istiadat yang terkandung
pada ritual khitanan Melayu Desa Hilir Secanggang, dan nilai gotong royong dalam teks dan
konteks khitanan masyarakat Desa Hilir Secanggang. Kemudian Keharmonisan Keluarga
dan Pengaruhnya Terhadap Pengamalan Anak di Gampong Beurawe Banda Aceh (Anita
Sastriani (2018). Dari penelitian ini diutarakan bagaimana kondisi keharmonisan keluarga di
Gampong Beurawe Banda Aceh, bentuk pengamalan anak dalam keluarga, dan pengaruh
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
7
keharmonisan keluarga terhadap pengamalan agama anak di Gampong Beurawen Banda
Aceh.
2.2 Sejarah Pohon Nira
Pohon nira (aren) atau juga disebut dengan pohon Enau. Tumbuhan ini dapat tumbuh
dengan baik tanpa harus mendapat perawatan yang ekstra. Pohon nira sangat bermanfaat bagi
manusia, salah satunya adalah untuk disadap airnya, dan selanjutnya untuk diolah menjadi
beberapa olahan salah satunya adalah gula merah (gula aren).
Menurut cerita, pohon aren merupakan jelmaan dari seorang anak gadis.1 Cerita itu
mengisahkan tentang kesetiaan seorang gadis kepada abang nya. Ia tidak tega melihat
abangnya dipasung oleh penduduk. Abangnya dipasung karena kalah saat main judi, dan
hutang nya pun semakin banyak dan menumpuk. Akibatnya ia pun dipasung oleh penduduk
setempat.
Si gadis pun sangat sedih dan prihatin mendengar kabar abangnya telah dipasung oleh
penduduk. Si gadis pun mencari abangnya, meski pun ia tidak tahu keberadaan abang nya
dimana. Hingga suatu ketika ia bertemu dengan seorang kakek, lalu kakek tersebut
menyarankan si gadis agar memanjat pohon yang tinggi, setelah sampai di puncak, ia harus
bernyanyi sambil memanggil nama abangnya.
Tanpa berpikir panjang, sang gadis pun mencari pohon yang tinggi lalu langsung
memanjat nya. Sesampainya di puncak, ia pun langsung bernyanyi dan memanggil nama
abangnya sambil menangis. Sudah lama sang gadis berada di puncak pohon sambil bernyanyi
memanggil abangnya, namun tak seorang pun warga yang mendengar suara gadis tersebut.
1 Wawancara dengan salah satu informan bernama Ismail
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
8
Tapi ia tak putus asa. Ia pun memohon kepada Tuhan Yang Maha kuasa. Di dalam
doanya tersebut ia berkata bahwa ia bersedia untuk melunasi semua hutang abangnya dan
merelakan seluruh anggota tubuhnya dimanfaatkan untuk kepentingan penduduk.
Tak lama setelah ia berdoa, tiba-tiba angin bertiup sangat kencang, langit berubah
menjadi mendung, hujan pun turun dengan lebatnya diikuti dengan suara petir yang
bersautan. Lalu tiba-tiba tubuh sang gadis berubah menjadi pohon nira, air mata nya berubah
menjadi air nira, rambutnya berubah menjadi ijuk, tubuhnya berubah menjadi pohon nira.
Menyadap nira sendiri telah lama di lakukan oleh masyarakat yang dilakukan secara
turun temurun dan diwariskan dari generasi ke generasi, khususnya di banjaran sangai
Wampu. Menyadap nira menjadi profesi sampingan untuk menambah perekonomian pada
masyarakat. Karena pohon nira sendiri sangat banyak manfaatnya, diantara lain: air dari
pohon nira dapat dimanfaatkan untuk gula aren, jika di fermentasi akan menjadi minuman
tuak. Daun dari pohon aren dapat dimanfaatkan sebagai atap rumah, buahnya dapat diolah
menjadi kolang-kaling.
2.3 Adat Istiadat dan Sosial Masyarakat
Adat istiadat selalu dikaitkan bagaimana manusia mengelola dirinya, kelompok serta
manusia dengan alam, baik alam nyata maupun alam gaib. Menurut Husin Embi et al.
(2004:85) adat istiadat memiliki hubungan yang sangat erat, rapat, dan dipandang sebagai alat
untuk mengatur kehidupan di dalam masyarakat. Dimana adat istiadat dapat membentuk
kebiasaan atau kebudayaan yang kemudian akan mengangkat martabat masyarakat yang ada
di dalamnya.
Setiap hari, secara tetap manusia mencari nafkah dari sumber daya alam, maupun
mencari nafkah dari sumber pencaharian yang lain. Misalnya dari jasa dan lain-lain. Seperti
halnya penyadap nira yang menggantungkan hidupnya kepada alam, yaitu bergantung hidup
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
9
dengan menyadap pohon nira. Kemudian, adat muncul sebagai dasar dari kehidupan manusia,
yang membangun kehidupan manusia dan menegaskan ciri kepribadian suatu masyarakat.
Oleh karena itu, adat biasanya mempunyai cerita atau mitos-mitos yang terdapat makna
didalamnya. Seperti pada istiadat menyadap nira terdapat doa pada teks, dan makna pada
konteks menyadap nira.
2.4 Khazanah Kesusasteraan Tradisi
Menurut Syaifuddin (2016 : 119 ) khazanah kesusastraan Melayu tradisi menerima
pengaruh Hindu-Budha dan Islam. Kesusastraan tradisi kerap disebut sastra lisan karena di
kalangan masyarakat lebih banyak tersebar dan hidup secara lisan. Ia erat dengan sifat-sifat
sosiobudaya dan kepercayaan serta agama yang diyakini masyarakat. Maka, karya-karya
Melayu tradisi pun berperan atas wujudnya nilai dan norma-norma dalam perilaku
masyarakatnya. Dalam buku berjudul Pemikiran Kreatif dan Sastra Melayu Tradisi (2015)
diutarakan bahwa Khazanah kesusastraan tradisi masyarakat Melayu mempunyai beberapa
ciri tertentu.
Ciri pertama adalah cara ia disampaikan, yaitu secara lisan. Namun, ada juga sebagian
darinya telah ditulis dan kemudian dilisankan kembali. Disebabkan itulah ditemui beberapa
karya yang bersifat cerita dan bukan cerita baik berbentuk prosa maupun puisi yang
mempunyai judul yang sama, tetapi ide ceritanya berbeda.
Hal tersebut terjadi disebabkan oleh seorang penutur baik pencatat maupun perekam
akan menokok tambah atau menambah-nambahi cerita, bentuk serta penyampaiannya untuk
menambah kesedapan, kesesuaian cerita dengan suasana dan lingkungannya, dimana ia
dituturkan dan disampaikan serta dimana pula ia berkedudukan hingga tidak ada rasa ragu-
ragu untuk membuang dan menambah isi serta bentuk dan juga gaya penyampaiannya.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
10
Ciri yang kedua melibatkan soal keberadaan kelahiran dari kesusastraan lisan
masyarakat Melayu, yaitu lebih banyak lahir dan berkembang dari dalam masyarakat yang
sederhana. Adanya tradisi sastra yang begitu rupa di dalam dunia Melayu, dan kehadiran
agama Islam yang mencairkan lagi kreativitas itu membuat hadirnya satu tipe cindikia
didalam kehidupan orang Melayu sebagian besar wujud sebagai ulama yang satrawan atau
sastrawan ulama.
Ciri ketiga ialah kesusastraan lisan masyarakat Melayu mengandungi ciri-ciri budaya
asal masyarakat yang melahirkannya sehingga menggambarkan suasana masyarakat Melayu
yang alamiah. Hal ini wujud dalam sastra yang berbetuk cerita baik karya-karya dalam
bentuk lisan ataupun yang telah dituliskan.
Walaupun terdapat unsur-unsur saling melengkapi atau tokok tambah, hal tersebut
menunjukkan bahwa karya-karya sastra lisan masyarakat Melayu pada hakikatnya cagar
budaya bangsa karena kesemuanya tuangan pengalaman jiwa bangsanya dan turut meliputi
pandangan hidup serta landasan falsafah bangsa.
Ciri keempat menunjukkan bahwa kesusastraan lisan atau disebut juga sastra Melayu
tradisi kepunyaan bersama, baik dianggap sebagai masyarakatnya ataupun bukan milik
perseorangan. Dengan ini apabila disalurkan dengan dengan kewujudan masyarakat Melayu
dan kesusasteraan lisan ditemui mempunyai banyak perbedaan versi. Ini bermakna hasil
kesusasteraan lisan, baik yang bersifat lisan maupun tulisan juga mempunyai gaya
penceritaan dan bukan bersifat penceritaan. Terdapat beberapa kelainan di dalam isi, gaya
pertuturan dan bentuknya walaupun tajuknya sama.
Ciri kelima dan terakhir ialah dalam kesusastraan lisan Melayu terdapat unsur-unsur
pemikiran yang luas tentang kemampuan masyarakatnya. Ini menunjukkan bahwa aspek
pemikiran masyarakat Melayu sangat luas tentang alam nyata dan alam ghaib. Bentuk
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
11
pemikiran itu ada kaitan pula dengan sistem kepercayaan dan agama yang dianuti, seperti
animisme, Hindu, Budha dan Islam.
2.5 Adat Istiadat dan Kepercayaan Dalam Masyarakat Melayu
Adat istiadat adalah kumpulan dari berbagai kebiasaan, yang lebih banyak diartikan
tertuju kepada upacara khusus misalnya adat perkawinan. Adat istiadat ini adalah ekspresi
dari kebudayaan Melayu. Upacara di dalam kebuadayaan Melayu juga mencerminkan polan
pikir atau gagasan masyarakat Melayu. Misalnya dalam dalam upacara Jamu Laut sebagai
kepercayaan akan Tuhan Yang Maha Kuasa akan memberikan rezeki melalui laut. Begitu
juga pada tradisi pada penyadap nira sebagai kepercayaan akan Tuhan Yang Maha Kuasa
akan memberikan rezeki melalui alam atau flora dari pohon nira.
Kepercayaan awal masyarakat Melayu sebelum kedatangan agama adalah „aninisme‟,
dimana mereka percaya semua di dalam dunia ini mempunyai roh atau semangat yang
memengaruhi kehidupan manusia baik yang buruk maupun yang baik. Roh atau semangat ini
perlu dipuja agar membawa kebaikan dan menambahkan rezeki. Dengan ini timbullah konsep
pantang larang, adat istiadat, undang-undang adat dan sebagainya. Dengan ini lahirlah tarian,
nyanyian, drama, musik, unsur mainan, mantera, adat menanam, adat kematian dan
sebagainya yang ada hubungan dengan kepercayaan itu. Termasuk aktivitas di dalam istiadat
penyadap nira.
2.6 Pendekatan Sosiologi Sastra
Sosiologi sastra merupakan pendekatan yang bertitik tolak dengan orientasi kepada
pengarang. Faruk (2010) sosiologi sastra adalah ilmu pengetahuan yang mampu
menghubungkan antara hasil karya manusia dengan kehidupan yang ada dalam masyarakat.
Umumnya wujud tiga paradigma „asas dalam kerangka kajian sosiologi, pertama,
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
12
berparadigma nilai sosial budaya atau fakta-fakta sosial, kedua definisi sosial, ketiga perilaku
sosial. Contoh dari paradigma pertama karya-karya Emile Durkheim melalui kerangka teori
fungsionalisme. Contoh paradigma kedua adalah karya-karya Max Weber dengan
interaksionalisme simboliknya dan ketiga, karya-karya Skinner pendekatan tentang perilaku
serta teori pertukaran.
Dalam konteks ketiga paradigma kajian sosiologi itu, terdapat wujud tiga macam
kerangka kajian sosiologi satra. Pertama, tumpuan kerangka pendekatan terhadap konteks
sosial pengarang yang berhubungan dengan masyarakat pembaca. Kedua, tumpuan kerangka
pendekatan terhadap sastra sebagai cermin masyarakat. Dalam hal ini kajian berkaitan dengan
persoalan sastra sebagai pencerminan dari masyarakat dan sifat pribadi individu
mempengaruhi gambaran masyarakat serta sastra dianggap mewakili seluruh masyarakat.
Ketiga, tumpuan kerangka pendekatan terhadap fungsi sosial sastra. Berkenaan dengan kajian
tersebut, wujud tiga persoalan yang menjadi perhatian :
i. Sastra dapat berfungsi sebagai perubah masyarakat;
ii. Sastra dapat berfungsi sebagai pengibur saja; dan
iii. Terjadi sintesis di antara kemungkinan diatas.
Pemahaman atas paradigma kerangka kajian sosiologi dan tumpuan dalam kerangka
kajian sosiologi sastra adalah bertolak dari pandangan bahwa sastra merupakan sebagian dari
sistem nilai budaya yang dimiliki oleh kelompok sosialnya. Sistem nilai budaya adalah suatu
rangkaian konsep abstrak yang hidup dalam pikiran anggota suatu masyarakat yang
berkebudayaan, mengenai apa yang harus dianggap penting dalam hidupnya. Dalam konteks
pemahaman demikian termasuk dan sesuai dengan pandangan bahwa karya sastra sebagai
dokumen sosiobudaya dari suatu masyarakat pada waktu tertentu.
Selanjutnya dalam pemahaman kerangka konsep kajian sosiologi sastra itu, maka
kerangka teori pendekatan terhadap karya sastra, melihat nilai sosial budaya sebagai unsur-
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
13
unsur yang lepas dari kesatuan cerita. Ia hanya berdasarkan dari cerita tanpa mempersoalkan
struktur karya. Bermakna :
i. Sesuatu unsur dalam karya sastra diambil terlepas dari hubungannya dengan unsur
lain. Unsur ini secara langsung dihubungkan dengan suatu unsur sosiobudaya
karena karya itu hanya memindahkan unsur iu dalam dirinya;
ii. Pendekatan ini dapat diambil image atau citra tentang „sesuatu‟ yang mungkin
dilihat dalam perspektif perkembangan. Bila dilihat dalam perspektif akan terlihat
perkembangan citra tentang sesuatu itu sesuai dengan perkembangan sastra yang
membayangkan perkembangan budaya;
iii. Pendekatan ini dapat juga mengambil motif atau tema, yang keduanya berbeda
secara gradual, tema lebih abstrak, sedangkan motif lebih konkrit sehinggga motif
bisa dikonkritkan dengan pelaku, penerima perbuatan.2
Berdasarkan dari kerangka konsep kajian dan pendekatan sosiologi sastra di atas,
dalam kajian tentang fungsi sastra lisan dalam suatu masyarakat, seperti teks sastra lisan atau
sastra etnik merupakan bagian adat-istiadat yang melahirkan nilai dan sosial.
2 Prof. Wan Syaifuddin, M.A., Ph. D.,2016. Pemikiran Kreatif & Sastra Melayu Tradisi.Yogyakarta:Gading, hal
138
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
14
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metode Dasar
Metode dasar diartikan sebagai suatu cara atau teknis yang dilakukan dalam proses
penelitian, atau cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah
disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Berdasarkan
metode ini akan dianalisis data yang diperoleh, sehingga dapat memberikan hasil secara
positif dan akurat. Sekaligus digunakan sebagai upaya eksplorasi terhadap gejala kenyatan
yang diamati dan dipelajari.
3.2 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah tempat dimana penelitian dilakukan. Penetapan lokasi
penelitian merupakan tahap yang sangat penting dalam sebuah penelitian, karena dengan
ditetapkannya lokasi penelitian berarti objek dan tujuan sudah ditetapkan sehingga
mempermudah penulis dalam melakukan penelitian. Untuk memperoleh data, lokasi
penelitian dilakukan di Sungai Wampu, Stabat Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara.
Tepatnya di :
1. Dusun Ampera I, Desa Stabat Lama Barat, Kecamatan Wampu, Kabupaten Langkat,
Provinsi Sumatera Utara
2. Dusun Pantai Luas, Desa Stabat Lama Barat, Kecamatan Wampu, Kabupaten Langkat,
Provinsi Sumatera Utara
3. Dusun Pasar Batu, Desa Stabat Lama Barat, Kecamatan Wampu, Kabupaten Langkat,
Provinsi Sumatera Utara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
15
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan teknik atau cara yang dilakukan untuk
mengumpulkan data. Metode menunjuk suatu cara sehingga dapat diperlihatkan
penggunaannya melalui wawancara, dokumentasi dan sebagainya. Setelah langkah-langkah
diatas, selanjutnya adalah tahap pengumpulan data. Adapun langkah-langkah nya adalah
sebagai berikut :
1. Mempersiapkan kisi-kisi pertanyaan.
2. Memperkenalkan diri kepada responden, lalu menyampaikan maksud dan tujuan.
3. Menghimpun data.
4. Menutup kegiatan.
3.4 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
penelitian lapangan (Field Research), yaitu secara langsung melakukan pengamatan untuk
memperoleh informasi yang diperlukan.
3.4.1 Observasi
Yakni mengadakan pengamatan atau peninjauan langsung ke lokasi tempat penelitian
yaitu di tempat penelitian dikawasan Sungai Wampu dari observasi ini guna mengumpulkan
data yang diperlukan.
3.4.2 Wawancara
Wawancara atau interview, yakni mengadakan wawancara terhadap informan
bertanya langsung tentang hal-hal yang berhubungan serta mencatat semua jawaban yang
diberikan. Lalu di catat data yang di perlukan. Disini penulis menggunakan wawancara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
16
bebas, dimana pewawancara bebas menanyakan apa saja kepada responden. Namun harus
diperhatikan bahwa pertanyaan itu berhubungan dengan data-data yang diinginkan.
3.5 Teknik Analisis Data
Langkah pertama yang penulis lakukan dalam analisis data adalah
1. Data yang sudah terkumpul diklasifikasikan sesuai dengan pokok permasalahan.
2. Setelah itu dianalisis sesuai dengan teori yang telah ditetapkan.
3. Kemudian menginterpretasikan hasil analisis ke dalam bentuk tulisan yang sistemastis,
sehingga menjadi pemaparan dan tidak tumpang tindih.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
17
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Tahap-tahap Penyadapan Nira
Pada istiadat penyadapan nira dilakukan secara bertahap, mulai dari mempersiapkan
peralatan yang digunakan, hingga tahap ketikan hendak memanjat pohon nira. Adapun tahap-
tahap dalam istiadat menyadap nira adalah :
A. Mempersiapkan peralatan yang digunakan, antara lain :
Tangga yang terbuat dari bambu Sigai
Gambar 01 : Tangga yang terbuat dari bambu Sigai
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
18
Bambu Sigai digunakan untuk memanjat pohon nira karena bambu Sigai memiliki ciri
yang kuat juga tinggi. Karena pohon nira mempunyai ukuran yang sangat tinggi sehingga
bambu Sigai dinilai cocok untuk mengambil air nira.
Baju khusus untuk menyadap nira
Dikatakan baju khusus karena baju yang dikenakan penyadap nira tidak boleh diganti.
Hal tersebut memiliki makna yang akan dijelaskan pada makna konteks penyadap nira.
Celana pendek
Dalam mengambil air nira disarankan untuk memakai celana pendek karena jika
memakai celana panjang dapat menyulitkan penyadap ketika memanjat pohon nira.
Tali
Tali digunakan untuk menurunkan air nira yang sudah diperoleh dari atas pohon ke
bawah pohon nira.
Parang
Gambar 02 : Parang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
19
Parang digunakan untuk membersihkan ijuk-ijuk yang masih ada pada pohon nira dan
juga untuk memotong tandan bunga nira.
Wadah untuk menampung air nira (derigen)
Gambar 03 : Wadah untuk menampung air nira (derigen)
Derigen berfungsi untuk menampung air nira yang sudah terkumpul dari pohon nira.
Kayu untuk memukul pohon nira (kayu meranti batu/sawo/tusam)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
20
Gambar 04 : Kayu untuk memukul pohon nira (kayu meranti batu/sawo/tusam)
Tidak semua jenis kayu bisa digunakan untuk memukul pohon nira. Kayu yang dapat
digunakan untuk memukul pohon nira diantaranya adalah kayu meranti batu, kayu sawo dan
kayu tusam. hal tersebut memiliki makna konteks yang dijelaskan pada makna konteks
istiadat penyadap nira.
Plastik
Gambar 05 : Plastik
Plastik digunakan sebagai tempat untuk jalannya air dari pohon nira ke dalam wadah.
Sehingga air tidak tumpah-tumbah kebawah pohon.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
21
Kulit manggis
Gambar 06 : Kulit Manggis
Kulit manggis berfungsi agar air yang diperoleh tidak keruh. Kulit manggis ditaruh ke
dalam wadah atau derigen.
Tali karet bekas (tali ban)
Tali dari karet ban bekas berfungsi sebagai pengikat plastik ke tandan bunga agar air tidak
tumpah-tumpah.
B. Memanjat Pohon Nira
Setelah peralatan sudah dipersiapkan, dimulai dengan penyadap nira untuk memanjat
pohon nira. Sebelum memanjat pohon nira, penyadap mengucapkan
“bismillahirrahmanirrahim” terlebih dahulu. Lalu pelan-pelan penyadap naik menggunakan
tangga dari bambu Sigai. Bambu sigai digunakan untuk menyadap nira karena bambunya
kuat. Bambu Sigai mempunyai bentuk yang menjulang tinggi, namun tidak berat seperti
bambu pada umum nya.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
22
Memanjat pohon nira harus sangat hati-hati. Dikarena kan pohon nira yang sangat
tinggi, juga ketika memanjat pohon penyadap harus memperhatikan kaki ketika memanjat.
Jangan sampai kaki tersangkut pada batang bambu Sigai. Karena batang tunas bambu Sigai
berfungsi sebagai pijakan kaki saat memanjat. Tak jarang tunas tersebut tajam, jika tidak hati-
hati dapat melukai kaki.
Memanjat pohon nira dilakukan 2 kali sehari, yaitu pada waktu pagi dan sore hari.
Penyadap harus tepat waktu ketika hendak menyadap nira. Jika tidak air nira yang ada pada
wadah yang menampung air tersebut akan berubah menjadi asam.
Memanjat pohon nira bukanlah hal yang mudah. Butuh kehati-hatian yang sangat
ekstra dalam memanjat pohon nira. Karena sifat pohon nira yang sangat tinggi dan penyadap
tidak menggunakan alat pengaman khusus ketika memanjat pohon nira. Ketika berada diatas
pohon sangat memiliki resiko yang sangat tinggi, diantaranya seperti tergelincir dari pohon,
tersengat lebah atau pun serangga yang lainnya. Jika tergenlincir dari pohon dan jatuh
kebawah, akan membuat penyadap sakit bahkan hingga patah tulang.
C. Membuang Pelepah/Ijuk
Ketika sudah sampai diatas pohon nira, tahap selanjutnya adalah membuang pelepah/ijuk
pohon nira. Terlebih lagi jika pohon nira tersebut belum pernah diambil sebelumnya atau
belum pernah diambil orang lain, pohon nira harus dibersihkan terlebih dahulu pelepahnya.
Atas dan bawah harus dibersihkan pelepah nya.
Pohon nira yang sama sekali belum pernah diambil terdapat banyak sekali pelepah yang
sangat mengganggu ketika akan menyadap nira. Jadi ketika sampai diatas pohon harus
dibersihkan menggunakan parang yang terlebih dahulu sudah disiapkan.
Ketika membuang pelepah dari pohon nira, diharuskan menggunakan parang yang sangat
tajam yang sebelum nya dipersiapkan. Menurut informan bernama Ismail, parang yang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
23
digunakan untuk membuang pelepah dari pohon nira dilarang digunakan untuk memotong
benda yang lain. Karena parang yang sangat tajam yang setiap hari harus digosok agar
semakin tajam. Hal itu menjadi alasan mengapa parang yang digunakan untuk memotong
pelepah pohon nira tidak boleh digunakan untuk memotong benda yang lainnya.
D. Memukul Pohon Nira
Setelah dibersihkan dari pelepah/ijuk, tahap selanjutnya adalah memukul tandan bunga
nira. Memukul tandan bunga nira menggunakan pemukul yang sudah disiapkan. Dalam
memukul bunga nira, tidak boleh terlalu kuat agar menghindari pembusukan pada bunga dan
tidak boleh terlalu pelan supaya bagian tandan bunga semakin elastis. Masyarakat percaya
jika memukul tandan bunga terlalu kuat, akan mengakibatkan tandan bunga berubah menjadi
biru lebam. Ibarat seorang ibu yang mencubit anaknya dengan kuat, akan meninggalkan
bekas biru lebam pada kulit anaknya.
Dalam memukul tandan bunga juga ada hal-hal yang diperhatikan. Sebelum memukul
tandan, terlebih dahulu untuk menekan bunganya. Apabila saat dipetik bunganya dan ditekan
pecah dan mekar, maka tandan bunga bisa dipukul. Kalau tidak saat ditekan tidak pecah,
maka tandam bunga belum bisa dipukul.
Jumlah pukulan yang pertama yaitu sebanyak 10 kali dalam sekali pukulan dan harus
dipukul mengelilingi tangan dari bunga tandan tersebut sampai rata. Ketika memukul pun
harus sabar, tidak boleh terburu-buru.
Memukul bunga nira mengajarkan manusia harus bersabar untuk mendapatkan apa yang
ia mau, itu alasannya kenapa ketika memukul tandan bunga harus sabar dan tidak boleh
terburu-buru. Memukul tandan bunga juga tidak boleh terlalu keras, karena akan
mengakibatkan lebam pada tandan bunga nira.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
24
E. Menggoyang/mengayun Tandan Nira
Setelah tandan bunga dipukul, lalu selanjutnya bunga nira diayun sedikitnya sebanyak
115 kali. Dalam mengayun tandan nira diharuskan dalam bentuk ganjil, karena menunjukkan
bahwa setiap makhluk ada perbedaan. Perbedaan akan membuat seseorang berkembang dan
membangun keharmonisan. Dengan mengayun dalam jumlah ganjil, dimaknakan dari
perbedaan akan menimbulkan air nira yang banyak. Tandan nira diayun perlahan sembari
membaca doa :
“Bismillahirrahmanirrahim,
Aku mohon kepada mu, kepada kuasa aku minta sama engkau,
Kau kasih air nya sebanyal-banyaknya,
Kau lepas segala kesusahanku,
Jangan kau ganggu aku,
Engkau lah yang ku sayang”
“Bismillahirrahmanirrahim,
Ya Allah ya Tuhanku,
Minta air mu yang banyak,
Mayang terurai-urai”
Doa diucapkan sekali saja saat hendak mengayun tandan bunga nira. Setelah itu
langsung bisa di ayun tandan bunga niranya.
F. Memotong Tandan Bunga Nira
Setelah dipukul dan diayun, selanjutnya tandan bunga nira dipotong. Proses ini
setidaknya menunggu selama kurang lebih sebulan hingga sampai serbuk sarinya berguguran.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
25
Memotong bunga nira tidak perlu lebar-lebar, seperti mengiris bawang merah. Lalu
dengan sendirinya air akan keluar dari bunga nira menuju ke wadah untuk menampung air
nira.
G. Mengambil Air Nira
Jika serbuk sari sudah berguguran, itu menandakan air nira sudah dapat diambil. Namun
sebelumnya tandan bunga diiris tipis lalu diikat ke plastik menggunakan karet ban bekas yang
telah dipersiapkan.
Lalu setelah diikat plastik tersebut dimasukkan ke wadah derigen sebagai tempat jalan
nya air nira ke derigen. Derigen disangkut kan ke tangan atau tandan bunga agar tidak jatuh.
Ketika air ditampung pada pagi hari, ketika sore harinya air sudah bisa diambil dan
diturunkan kebawah pohon.
H. Menurunkan Air Nira
Setelah air nira dirasa sudah cukup memenuhi dirigen, itu tandanya air sudah dapat
diturunkan. Menurutkan air nira juga harus sangat hati-hati agar tidak jatuh. Wadah nira yang
sudah digantung di tangan atau tandan bunga tadi pelan-pelan diturunkan menggunakan tali.
Harus air tersebut terlebih dahulu yang sampai ke bawah pohon baru lah bisa penyadap
turun ke bawah supaya penyadap tidak kesusahan saat menurunkan air nira yang telah
diperoleh. Wadah air nira diturunkan menggunakan tali yang ukurannya cukup panjang.
Karena mengingat pohon nira yang mempunyai sifat pohon yang tinggi.
4.1.1 Pemanfaatan Hasil Dari Pohon Nira
Pohon nira sangat bermanfaat bagi kelangsungan hidup manusia. Pohon nira
mempunyai banyak manfaat yang dapat membantu perekonomian masyarakat yang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
26
menjadikan menyadap nira sebagai pekerjaan sampingannya. Manfaat dari pohon nira
diantara nya yaitu :
1. Pembuatan Gula Aren
2. Sebagai minuman fermentasi (tuak)
Cairan dari air nira juga dapat dimanfaatkan menjadi minuman yang difermetasikan
atau tuak. Karena sifat air yang asam membuat air nira jika didiamkan terlalu lama akan
menjadi asam. Namun di banjaran sungai Wampu sendiri, karena mayoritas masyarakat
disana adalah beragama muslim, jadi hasil dari air nira hanya dibuat untuk gula aren,
3. Kolang-kaling
Kolang-kaling terbuat dari biji pohon aren. Kolang-kaling dapat dijual dan menambah
penghasilan bagi masyarakata sekitar. Kolang-kaling menjadi makanan favorit bagi
masyarakat saat bulan ramadhan atau perayaan-perayaan lainnya.
4. Atap rumah
Selain airnya, ijuk pohon aren nira juga dapat dimanfaatkan menjadi atap rumah. Ijuk
dari pohon aren dinilai kuat untuk dijadikan atap rumah.
5. Sapu ijuk
Selain manfaat diatas, ijuk dari pohon aren juga dimanfaatkan sebagai sapu ijuk untuk
menyapu bagian dalam rumah.
6. Sebagai pembungkus kemasan
Daun dari pohon aren juga dimanfaatkan sebagai pembungkus makanan seperti gula
aren.
7. Sapu lidi
Sapu lidi berguna untuk menyapu halaman rumah. Masyarakat memanfaatkan lidi
dari daun aren untuk membuat sapu lidi.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
27
8. Sebagai pembuatan papan
Batang dari pohon aren juga dapat bermanfaat sebagai bahan dasar papan. Papan
digunakan sebagai bahan membuat rumah atau kontruksi lainnya.
Di banjaran sungai Wampu sendiri, masyarakat memanfaatkan nira sebagai bahan
baku pembuatan gula aren. Karena memasak gula aren dinilai lebih praktis daripada
mengolah hasil dari pohon nira menjadi berbagai macam olahan.
Gula aren asli dari nira tanpa ada campuran bahan lain memiliki kualitas yang sangat
bagus, berbeda dengan gula pada umumnya. Juga memiliki nilai jual yang lebih mahal dari
pada gula yang lain. Itu juga yang menjadi faktor banyaknya masyarakat yang memanfaatkan
air nira untuk diolah menjadi gula aren untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Gula aren
asli tanpa campuran juga memiliki manfaat yang sangat baik untuk kesehatan, diantara lain :
1. Menjadi obat sembelit
Sembelit dapat terjadi karena kurangnya asupan serat di dalam tubuh kita. Padahal,
serat memiliki peranan untuk melancarkan pencernaan. Serat alami juga terdapat pada air
nira. Air nira dapat langsung dapat dikonsumsi secukupnya untuk dapat melancarkan
pencernaan.
2. Menjadi obat demam
Banyak masyarakat yang belum mengetahui jika air nira dapat mengobati demam
panas. Demam terjadi karena berkurangnya sistem kekebalan di dalam tubuh manusia,
sehingga tubuh jatuh sakit saat terserang virus. Caranya pengolahan ialah dengan cara
mencampur air nira dengan dicampur dengan gula aren. Gula aren dapat membantu
menghangatkan tubuh untuk mengatasi demam.
3. Melancarkan ASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
28
Dengan meminum air nira dapat melancarkan ASI bagi ibu yang selesai melahirkan
dan mulai memasuki pemberian susu. Karena banyak yang membuktikan bahwa air nira
berguna untuk melancarkan ibu-ibu untuk memberikan ASI bagi bayi mereka.
4. Menjaga Kesehatan Tulang
Manfaat dari air nira lainnya juga adalah untuk menjaga kesehatan tulang. Jadi minum
air nira tidak hanya baik untuk kesehatan namun juga menjaga kesehatan tulang dalam jangka
waktu yang lama.
5. Sakit Perut
Air nira juga dapat mengobati sakit perut. Caranya yaitu dengan memasukkan air
asam jawa dan air nira ke dalam setengah gelas air hangat. Aduk hingga merata kemudian
disaring.
6. Menggemukkan Badan
Air nira dapat dijadikan minuman herbal untuk menggemukkan badan. Caranya yaitu
sediakan kelapa, kunyit dan air nira. Panaskan panci lalu masukkan santan kelapa, air kunyit
dan air nira. Rebus hingga mendidih. Tunggu hingga dingin dan minuman bisa langsung
diminum.
Membuat gula aren bukanlah hal yang sulit dilakukan. Ketika penyadap selesai
menyadap air nira, air tersebut dapat langsung diolah. Adapun tahap-tahap dan perlatan untuk
membuat gula aren adalah :
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
29
Wajan besi
Gambar 07 : wajan besi
Wajan yang digunakan haruslah wajan yang terbuat dari besi, bukan aluminium. Karena
wajan besi dinilai lebih kuat dan tahan lama dari pada wajan yang terbuat dari aluminium.
Wajan besi juga digunakan agar gula aren dapat di cetak. Wajan yang digunakan juga wajan
yang berukuran besar agar dapat menampung banyak air nira.
Sendok dari kayu
Sendok ini berfungsi sebagai pengaduk air nira. Kayu yang dipakai berasal dari kayu
pohon pinang. Sendok ini biasanya dapat dibuat sendiri oleh penyadap untuk dipergunakan
dalam membuat gula aren. Kayu dari pohon pinang digunakan karena lebih tanah lama dan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
30
awet jika digunakan untuk mengaduk gula aren. Sendok untuk mengaduk gula aren tidak
berukuran besar, kurang lebih panjang nya sekitar 40cm.
Gambar 08 : sendok dari kayu
Kayu bakar
Ada beberapa jenis kayu yang dapat digunakan untuk membuat gula aren, diantaranya
yaitu : kayu rambutan, dan kayu rambung. Namun ada juga kayu yang tidak boleh digunakan
untuk membuat gula aren, yaitu kayu pohon coklat. Karena kayu pohon coklat mengandung
zat asam. Kandungan zat asam dari kayu nira tersebut dapat menyerap ke dalam adonan gula
aren dari asap yang dikeluarkan kayu pohon coklat. Akibatnya, gula aren tidak dapat dicetak
karena berbentuk seperti adonan gula tarik dan tidak bisa keras.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
31
Gambar 09 : kayu bakar
Gayung
Gayung plastik berfungsi untuk memindahkan adonan gula aren ke dalam cetakan bambu.
Dahulu, untuk memindahkan adonan gula aren ke dalam cetakan menggunakan batok kelapa,
namun sekarang penyadap lebih memilih gayung untuk memindahkan gula aren ke dalam
cetakan karena dinilai lebih praktis.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
32
Pencetak gula aren dari bambu
Gambar 10 : Pencetak gula aren dari bambu
Untuk mencetak gula aren digunakan bambu sigai. Cetakan gula aren tidak terlalu besar,
ukurannya kurang lebih berdiameter 8cm dan tinggi 3cm. Cetakan tersebut dibuat sendiri
oleh penyadap. Dahulu penyadap nira menggunakan daun tebu untuk mencetak dengan cara
daun digulung dan dicucuk dengan lidi, namun setiap hari harus mengganti daunnya.
Sekarang penyadap beralih ke cetakan dari bambu sigai.
Sendok besi
Sendok ini berfungsi untuk membersihkan kerak-kerak bekas gula aren yang masih
menempel di wajan agar lebih mudah untuk mencuci wajannya.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
33
Gambar 11 : Sendok besi
Buah Kemiri
Gambar 12 : Buah Kemiri
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
34
Setelah peralatan sudah dipersiapkan, mulailah dengan membuat gula aren. Proses
nya yaitu :
Pertama, siapkan wajan besi dan kayu bakar dengan api sedang. Lalu tuang air nira ke
dalam wajan yang telah disiapkan. Proses memamasak air nira hingga menjadi gula aren
memerlukan waktu 4-5 jam. Air nira cukup didiamkan selama memasak tidak perlu diaduk-
aduk sampai air berubah menjadi kental. Kayu bakar juga harus dipantau, tidak boleh terlalu
kecil dan tidak boleh terlalu besar apalagi sampai mati apinya. Namun sesekali diaduk untuk
menghilangkan buihnya. Ketika air nira sudah meluap buihnya, parutkan satu buah kemiri
agar buih tidak meluap dan tidak sampai jatuh ke bawah buihnya.
Untuk mengetahui apakah gula aren sudah bisa dicetak atau belum yaitu dengan cara
mengambil gula aren dengan gayung, lalu jika terlihat bekas seperti ada retakan pada gula
aren tandanya gula aren sudah bisa dicetak. Jangan memaksakan gula aren yang belum bisa
dicetak untuk dimasukkan ke cetakan, itu akan mengakibatkan gula gampang berjamur.
Menyetak gula aren juga harus cepat dituangkan pada cetakan, kalau tidak akan kental di
wajan.
Tidak butuh waktu lama untuk melepas cetakan gula aren, karena sebentar saja gula
akan mengeras pada cetakan. Jika gula aren sudah jadi, harus didinginkan terlebih dahulu.
Jika gula aren masih panas dan langsung dibungkus, itu dapat mengakibatkan gula berjamur
dan basah. Gula aren sendiri dapat tahan kurang lebih 2 bulan lamanya.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
35
Gambar 13 : gula aren yang sudah jadi
4.2 Makna Umum Teks dan Konteks Istiadat Penyadapan Nira di Banjaran Sungai
Wampu
Makna adalah hubungan antara lambang bunyi dengan acuannya. Makna merupakan
bentuk responsi dari stimulus yang diperoleh pemeran dalam komunikasi sesuai dengan
asosiasi maupun hasil belajar yang dimiliki.
Makna umum adalah makna yang dipahami sebagai kata yang digunakan oleh hampir
seluruh masyarakat pemakai bahasa tersebut. Makna umum dipahami secara luas sehingga
sering digunakan dalam berkomunikasi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, makna
umum merupakan kata atau istilah yang pemakaiannya menjadi unsur bahasa umum.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
36
4.2.1 Makna Umum Teks Penyadapan Nira
Dalam proses pengambilan air nira, ada tahap dimana penyadap mengambil air nira
sembari mengucapkan doa. Tepatnya dimana saat penyadap mengayunkan tandan bunga nira,
disitu mulai doa tersebut dinyanyikan. Ada pun doa tersebut adalah sebagai berikut :
“Bismillahirrahmanirrahim,
Aku mohon kepada mu, kepada kuasa aku minta sama engkau,
Kau kasih air nya sebanyak-banyaknya,
Kau lepas segala kesusahanku,
Jangan kau ganggu aku,
Engkau lah yang ku sayang”
“Bismillahirrahmanirrahim,
Ya Allah ya Tuhanku,
Minta air mu yang banyak,
Mayang terurai-urai”
Terdapat makna di dalam doa tersebut, dimana saat kita meminta kepada yang kuasa,
kita berdoa dan memohon kepada yang maha kuasa agar air nira yang diperoleh bisa banyak
dan cukup tanpa ada kekurangan. Namun bukan mencari kaya, dalam artian hanya untuk
melepas kekurangan kehidupan sehari-hari. Kalau pun hasil yang diperoleh berlebih, harus
disyukuri.3
Doa dalam menyadap nira ini juga ada kaitan nya dengan nilai keharmonisan, dimana
saat penyadap mengambil air nira, pohon nira juga harus disayang-sayang dan dibujuk-bujuk
sembari mengelus pohon, disitulah terjadi keharmonisan antara penyadap dengan pohon nira.
3 Berdasarkan wawancara dengan informan bernama Ismail , 17 Juni 2019 di Dusun Pasar Batu, Desa Stabat
Lama Barat, Kecamatan Wampu, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
37
Memang sekilas kalau dibandingkan dengan zaman sekarang tidak masuk logika
ketika mengambil nira harus mengucapkan doa, namun itulah istiadat yang masih menjadi
kepercayaan masyarakat di banjaran sungai Wampu. Ketika mengambil nira selalu ingat
kepada yang maha kuasa yang memberi kehidupan.
4.2.2 Makna Umum Konteks
Selain makna umum teks, terdapat pula beberapa makna umum konteks pada istiadat
penyadapan nira. Beberapa makna konteks sosial memberi arti kepada manusia yang
bertakwa kepada Allah supaya tidak mempunyai rasa takut untuk berhadapan dengan sesuatu
yang bisa mendatangkan bahaya baik disebabkan oleh manusia ataupun makhluk halus
karena mempunyai kedudukan sama, yaitu sebagai hamba Allah yang bersifat lemah.4
Dinyatakan bahwa makna kuasa alam dalam makna konteks sosial ritual terdiri dari
alam nyata dan alam ghaib. Alam nyata terdiri dari pokok-pokok, gunung, laut dan daratan,
sedangkan alam ghaib terdiri dari kayangan, syurga, dan neraka. Simbol kuasa alam ini
wujud dalam sebagian besar jenis konteks sosial upacara ritual baik jenis makanan dan
tumbuhan, jenis logam, pakaian, isyarat dan pergerakan ataupun pantang larang.5 Makna
umum konteks penyadapn nira diantaranya yaitu :
1. Baju khusus untuk menyadap nira
Ada yang unik pada baju kerja penyadap nira. Karena baju untuk menyadap nira sama
sekali tidak boleh diganti atau ditukar. Penyadap harus memakai baju yang sama
setiap hari. Menurut informan bernama Ismail yang juga berprofesi sebagai penyadap
nira, baju untuk menyadap nira tidak boleh diganti.
4 Prof. Wan Syaifuddin, M.A., Ph. D.,2016. Pemikiran Kreatif & Sastra Melayu Tradisi.Yogyakarta:Gading, hal
179 5 Prof. Wan Syaifuddin, M.A., Ph. D.,2016. Pemikiran Kreatif & Sastra Melayu Tradisi.Yogyakarta:Gading, hal
181
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
38
Hal itu bermakna sebagai syarat, supaya kita terhindar dari bahaya apapun disekitar
pohon. Jika baju itu ditukar, pohon nira tersebut tidak mengenali kita lagi karena baju
itu sudah diganti. Air nira yang didapat pun akan surut. Hal itu sudah menjadi
kebiasaan yang turun temurun diwariskan kepada penyadap nira.
2. Kayu untuk memukul pohon nira (kayu meranti batu/sawo/tusam)
Dalam menyadap nira ada tahap dimana pohon nira harus dipukul. Alat pemukul yang
digunakan terbuat dari kayu meranti batu, sawo, dan tusam. Makna dari kayu tersebut
adalah kayu tersebut bersifat dingin. Dingin dalam arti jika kita memukul dengan
kayu tersebut hasil air nira yang di peroleh menjadi lebih banyak. Kayu tusam sangat
bagus untuk dijadikan pemukul, karena sekarang sudah langka, diganti lah dengan
kayu sawo atau meranti batu. Kayu sawo atau kayu meranti batu juga memiliki sifat
yang dingin.
3. Bambu Sigai
Bambu Sigai digunakan untuk memanjat pohon nira karena bambu Sigai mempunyai
ukuran yang tinggi, serta bambu Sigai sangat kuat untuk dijadikan tangga. Makna
konteks yang terdapat pada bambu Sigai adalah penyadap tidak melubangi bambu
Sigai untuk dijadikan pijakan kaki. Pijakan kaki terbuat alami dari cabang-cabang
bambu Sigai. Hal itu dikarenakan karena penyadap tidak mau menyakiti bambu Sigai
karena bambu Sigai diperlakukan diperlakukan layaknya manusia sehingga bambu
Sigai tidak dilubangi pada bagian batangnya. Hal itu menciptakan keharmonisan
antara penyadap dengan alam (bambu Sigai).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
39
4. Memotong Tandan Bunga Nira
Saat memotong tandan bunga tidak boleh langsung diikat dan ditampung ke dirigen.
Misal nya saat pagi memotong tandan bunga, harus dibiarkan saja airnya menetes,
ketika sore hari baru boleh diikat dan ditampung ke dirigen. Hal itu bermakna agar
sang pemilik pohon dulu yang merasakan air nira tersebut, barulah penyadap
mengambil air nira yang telah diperoleh.
Dalam konteks itu, kelompok manusia harus menyusun sistem sosial dan budaya yang
mengatur hubungan antara penyadap didalam konteks sebagai respons alam sebagai sumber
mata pencaharian nya. Oleh sebab itu, tercipta lah kebiasan-kebiasan yang sudah telah
menjadi hal yang dilakukan dan menjalin hubungan sosiologis yang melibatkan kelompok
masyarakat itu sendiri.
4.3 Peran Istiadat Penyadap Nira Dalam Membentuk Keharmonisan Manusia Dengan
Alam (Flora)
Simbol kuasa alam berkaitan dengan pembinaan kerharmonian dalam kehidupan
manusia. Hubungan kuasa alam tersebut mewujudkan perilaku manusia yang bukan hanya
merusak tumbuh-tumbuhan di sekitaran tetapi membina kehormatan kepada segala makhluk
lain yang hidup di alam baik nyata maupun kayangan.
Menyadap nira adalah salah satu pekerjaan yang tidak sembarangan dilakukan. Tidak
semua orang bisa menyadap nira, karena setiap tahapnya memiliki proses yang sangat rumit.
Jika tidak berhati-hati dalam menyadap nira, penyadap akan celaka misalnya jatuh dari
pohon. Karena pohon nira sendiri mempunyai ukuran yang sangat tinggi. Menyadap nira
sudah menjadi pekerjaan yang sangat awam yang dilakukan oleh masyarakat, khususnya di
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
40
banjaran sungai Wampu. Walaupun hasilnya terkadang tidak terlalu banyak, namun bisa
untuk menghidupi kehidupan sehari-hari.
Masyarakat sudah begitu dekat dengan pohon nira, karena menyadap nira merupakan
profesi yang sudah lama dilakukan oleh masyarakat di banjaran sungai W ampu. Dengan
begitu terjalin lah hubungan antara manusia dengan flora (pohon nira) tersebut, seperti nilai
keharmonisan antara manusia dengan pohon nira.
Keharmonisan berarti sikap emosional yang terjalin, dan menjadi sebuah keserasian.
Dimana terjadi hubungan antara penyadap dengan tumbuhan pohon nira tersebut. Nilai
keharmonisan terbentuk ketika penyadap melakukan ritual ketika menyadap pohon nira,
seperti saat hendak mengayun tandan bunga nira harus dielus-elus dengan lembut sembari
membaca doa dan juga dibujuk agar air nira keluar. Dan ketika memukul pohon nira harus
pelan, tidak boleh terlalu kuat. Hal itu akan mengakibatkan pohon manjadi biru lebam.
Seperti hal nya ketika orang tua yang mencubit anaknya dengan kuat, akan
mengakibatkan bekas lebam pada anaknya. Begitu juga saat menyadap nira, tidak boleh
dipukul dengan kuat, sekedarnya saja. Wajar saja ketika penyadap membaca “ritual” seperti
membaca doa, mengelus pohon dan membujuk-bujuk pohon nira agar hasil yang diperoleh
banyak, itu sudah menjadi hukum alam. Sama halnya seperti saat kita akan menyembelih
hewan, harus berdoa terlebih dahulu.
Seorang penyadap nira memperlakukan pohon nira seperti layaknya manusia. Ketika
akan menyadap nira pun haruslah dalam suasana hati yang tenang, ceria. Tidak boleh dalam
keadaan yang tidak baik. Hal itu akan membuat air nira yang didapat tidak banyak.
Pada prinsipnya, setiap tumbuhan maupun itu harus disayangi. Sehingga ketika kita
hendak memanen hasil dari tumbuhan tersebut haruslah minta izin, dan tidak lupa pula
mendoakan tanaman tersebut. Seperti halnya pohon nira yang harus didoakan dan dirayu dulu
agar hasil yang diperoleh banyak.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
41
Jadi, terbentuk timbal balik antara manusia dengan alam. Hubungan timbal balik
tersebut saling menguntungkan antara manusia dengan alam. Manusia dapat memanfaatkan
alam dengan cara mengambil sesuatu dari alam secara tidak berlebihan dan alam dapat
memanfaatkan manusia untuk merawat dan tidak merusaknya. Ketika manusia merusak
tumbuh-tumbuhan yang hidup disekelilingnya hal tersebut dapat merusak keharmonisan yang
terjalin antara manusia dengan alam. Masyarakat di banjaran sungai Wampu menyadari
bahwa mereka hanya merupakan bagian terkecil dari alam semesta, sedangkan alam
mempunyai kekuatan dan maha dahsyat. Sehingga tidak ada seorang pun yang mampu
menguasai dan menakhlukkan alam. Mereka memahami bahwa alam (gunung, pohon, hutan,
sungai, dan lain-lain) mempunyai penunggu atau penguasa yang dapat memberi berkah.
Manusia tidak bisa hidup tanpa tidak berdampingan dengan alam. Dengan begitu
manusia harus menjaga keharmonisan dengan alam, dengan cara menjaga alam dan tidak
merusak tumbuh-tumbuhan yang ada. Seperti penyadap nira yang menjaga dan tidak merusak
pohon nira, karena pohon nira dapat memberi berkah kepada kehidupannya. Dengan begitu
terciptalah hubungan emosional antara penyadap dan pohon nira yang membangun
keharmonisan.
Manusia dan alam memiliki kesamaan yakni sama-sama makhluk ciptaan Tuhan.
Sebagai makhluk ciptaan Tuhan sudah seharusnya manusia dapat menjaga hubungan yang
harmonis dengan alam dengan cara merawat dan menjaga, tidak merusaknya. Penyadap nira
begitu menyayangi pohon nira, sehingga tidak heran kalau mereka seperti “berbicara” kepada
pohon nira.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
42
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa :
1. Berdasarkan data yang telah diperoleh, adapun tahap-tahap dalam penyadapan nira adalah:
a. Mempersiapkan peralatan yang digunakan, antara lain :
Tangga yang terbuat dari bambu sigai
Baju khusus untuk menyadap nira
Celana pendek
Tali
Parang
Wadah untuk menampung air nira (derigen)
Kayu untuk memukul pohon nira (kayu meranti batu/sawo/tusam)
Plastik
Kulit manggis
Tali karet bekas (tali ban)
b. Memanjat Pohon Nira
Setelah peralatan sudah dipersiapkan, dimulai dengan penyadap nira untuk memanjat
pohon nira. Sebelum memanjat pohon nira terlebih dulu membaca
“Bismillahirrahmanirrahim”.
c. Membuang Pelepah/Ijuk
Ketika sudah sampai diatas pohon nira, tahap selanjutnya adalah membuang pelepah/ijuk
pohon nira.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
43
d. Memukul Pohon Nira
Setelah dibersihkan dari pelepah/ijuk, tahap selanjutnya adalah memukul tandan bunga
nira. Memukul tandan bunga nira menggunakan pemukul yang sudah disiapkan. Dalam
memukul bunga nira, tidak boleh terlalu kuat agar menghindari pembusukan pada bunga dan
tidak boleh terlalu pelan supaya bagian tandan bunga semakin elastis.
Jumlah pukulan yang pertama yaitu sebanyak 10 kali dalam sekali pukulan dan harus
dipukul mengelilingi tangan dari bunga tandan tersebut sampai rata. Ketika memukul pun
harus sabar, tidak boleh terburu-buru.
e. Menggoyang/mengayun Tandan Nira
Setelah tandan bunga dipukul, lalu selanjutnya bunga nira diayun sedikitnya sebanyak
115 kali. Diayun perlahan sembari membaca doa :
“Bismillahirrahmanirrahim,
Aku mohon kepada mu, kepada kuasa aku minta sama engkau,
Kau kasih air nya sebanyal-banyaknya,
Kau lepas segala kesusahanku,
Jangan kau ganggu aku,
Engkau lah yang ku sayang”
“Bismillahirrahmanirrahim,
Ya Allah ya Tuhanku,
Minta air mu yang banyak,
Mayang terurai-urai”
Doa diucapkan sekali saja saat hendak mengayun tandan bunga nira. Setelah itu
langsung bisa di ayun tandan bunga niranya.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
44
f. Memotong Tandan Bunga Nira
Setelah dipukul dan diayun, selanjutnya tandan bunga nira dipotong. Proses ini
setidaknya menunggu selama kurang lebih sebulan hingga sampai serbuk sarinya berguguran.
g. Mengambil Air Nira
Jika serbuk sari sudah berguguran, itu menandakan air nira sudah dapat diambil. Namun
sebelumnya tandan bunga diiris tipis lalu diikat ke plastik menggunakan karet ban bekas yang
telah dipersiapkan.
h. Menurunkan Air Nira
Setelah air nira dirasa sudah cukup memenuhi dirigen, itu tandanya air sudah dapat
diturunkan.
2. Mengenai makna umum teks dan konteks pada penyadapan nira, dari hasil data yang telah
diperoleh diketahui :
Terdapat makna didalam doa untuk menyadap nira, dimana saat kita meminta kepada
yang kuasa, kita berdoa dan memohon kepada yang maha kuasa agar air yang di nira yang
diperoleh bisa banyak dan cukup tanpa ada kekurangan. Namun bukan mencari kaya, dalam
artian hanya untuk melepas kekurangan kehidupan sehari-hari. Kalau pun hasil yang
diperoleh berlebih, harus disyukuri.
Adapun doa untuk menyadap nira adalah :
“Bismillahirrahmanirrahim,
Aku mohon kepada mu, kepada kuasa aku minta sama engkau,
Kau kasih air nya sebanyak-banyaknya,
Kau lepas segala kesusahanku,
Jangan kau ganggu aku,
Engkau lah yang ku sayang”
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
45
“Bismillahirrahmanirrahim,
Ya Allah ya Tuhanku,
Minta air mu yang banyak,
Mayang terurai-urai”
Selain makna umum teks, terdapat pula beberapa makna umum konteks pada istiadat
penyadapan nira, diantaranya yaitu :
1. Baju khusus untuk menyadap nira
Ada yang unik pada baju kerja penyadap nira. Karena baju untuk menyadap nira sama
sekali tidak boleh diganti atau ditukar. Penyadap harus memakai baju yang sama
setiap hari. Hal itu bermakna sebagai syarat, supaya kita terhindar dari bahaya apapun
disekitar pohon.
2. Kayu untuk memukul pohon nira (kayu meranti batu/sawo/tusam)
Dalam menyadap nira ada tahap dimana pohon nira harus dipukul. Alat pemukul yang
digunakan terbuat dari kayu meranti batu, sawo, dan tusam. Makna dari kayu tersebut
adalah kayu tersebut bersifat dingin. Dingin dalam arti jika kita memukul dengan
kayu tersebut hasil air nira yang di peroleh menjadi lebih banyak.
3. Bambu Sigai
Bambu Sigai digunakan untuk memanjat pohon nira karena bambu Sigai mempunyai
ukuran yang tinggi, serta bambu Sigai sangat kuat untuk dijadikan tangga. Makna
konteks yang terdapat pada bambu Sigai adalah penyadap tidak melubangi bambu
Sigai untuk dijadikan pijakan kaki. Pijakan kaki terbuat alami dari cabang-cabang
bambu Sigai. Hal itu dikarenakan karena penyadap tidak mau menyakiti bambu Sigai
karena bambu Sigai diperlakukan diperlakukan layaknya manusia sehingga bambu
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
46
Sigai tidak dilubangi pada bagian batangnya. Hal itu menciptakan keharmonisan
antara penyadap dengan alam (bambu Sigai).
4. Memotong Tandan Bunga Nira
Saat memotong tandan bunga tidak boleh langsung diikat dan ditampung ke dirigen.
Misal nya saat pagi memotong tandan bunga, harus dibiarkan saja airnya menetes,
ketika sore hari baru boleh diikat dan ditampung ke dirigen. Hal itu bermakna agar
sang pemilik pohon dulu yang merasakan air nira tersebut, barulah penyadap
mengambil air nira yang telah diperoleh.
3. Nira juga berperan dalam membentuk keharmonisan. Nilai keharmonisan terbentuk
ketika penyadap melakukan ritual ketika menyadap pohon nira, seperti saat hendak
mengayun tandan bunga nira harus di elus-elus dengan lembut sembari membaca doa dan
juga dibujuk agar air nira keluar. Dan ketika memukul pohon nira harus pelan, tidak boleh
terlalu kuat. Hal itu akan mengakibatkan pohon manjadi biru lebam. Seperti hal nya ketika
orang tua yang mencubit anaknya dengan kuat, akan mengakibatkan bekas lebam di anaknya.
Begitu juga saat menyadap nira, tidak boleh dipukul dengan kuat, sekedarnya saja. Jadi,
terbentuk timbal balik antara manusia dengan alam. Hubungan timbal balik tersebut saling
menguntungkan antara manusia dengan alam. Manusia dapat memanfaatkan alam dengan
cara mengambil sesuatu dari alam secara tidak berlebihan dan alam dapat memanfaatkan
manusia untuk merawat dan tidak merusaknya.
5.2 Saran
Sesuai dengan kesimpulan dari hasil penelitian, disarankan sebagai berikut :
1. Kepada masyarakat khususnya di banjaran sungai Wampu agar kiranya tidak
melupakan kebiasaan yang sudah turun-temurun dilakukan, misalnya seperti mengambil air
nira sembari juga membacakan doa untuk menyadap nira.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
47
2. Kepada masyarakat agar memberikan perhatian lebih kepada tradisi-tradisi yang
sudah lama dilakukan.
3. Kepada masyarakat khususnya yang bermukim di banjaran sungai Wampu kiranya
tetap melestarikan istiadat penyadap nira kepada generasi yang selanjutnya.
4. Kepada peneliti yang akan meneliti dengan topik permasalahan yang sama,
diharapkan untuk menggunakan indikator yang berbeda, sehingga mampu menghasilkan
karya ilmiah yang lebih mendalam demi kesempurnaan penelitian ini.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
48
DAFTAR PUSTAKA
Anita Sastriani (2018) yang berjudul Keharmonisan Keluarga dan Pengaruhnya Terhadap
Pengamalan Anak di Gampong Beurawe Banda Aceh. (skripsi)
Bastomi, Suwaji, 1986. Kebudayaan Apresiasi Pendidikan Seni. Semarang: FKIP.
Dadang Hawari, Al Quran Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Mental, Jakarta, Dana
Bhakti Yasa, 2004
Mardiah (2015) yang berjudul Nilai Gotong Royong Dalam Istiadat Ritual Khitanan Pada
Masyarakat Melayu Langkat di Desa Secanggang (skripsi)
Muhammad Surya, Bina Keluarga: Aneka Ilmu, 2003
Syaifuddin, Wan.2014.Menjulang Tradisi Etnik.Medan:USUPress.
Syaifuddin, Wan.2016.Pemikiran Kreatif & Sastra Melayu Tradisi:Gading.
Syaifuddin, Wan. 2018. Dimensi Politik Hikayat Deli. Yogyakarta : Jaring.
http://gudanginovasiid.blogspot.com/2017/02/15-manfaat-aren-yang-dapat-dijadikan.html?=1
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Konteks
http://id.m.wikipedia.org/wiki/Nira
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Teks
http://nurfauzia-tresna-yudisty.blogspot.com/2012/11/flora.html?m=1
https://www.google.com/amp/s/asalusulorangmelayu.wordpress.com/2013/10/27/agama-dan-
kepercayaan-0rang-melayu/amp/
https://www.sumberpengertian.id/pengertian-teks-menurut-para-ahli
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
49
Lampiran I
Daftar Nama-nama Informan :
1. Nama : Sulaiman
Umur : 67 Tahun
Suku : Melayu
Pekerjaan : Petani
Alamat : Dusun 1 Pantai Luas, Desa Stabat Lama Barat, Kab. Langkat
2. Nama : Nazmi
Umur : 50 Tahun
Suku : Melayu
Pekerjaan : Petani
Alamat : Dusun Ampera 1, Desa Stabat Lama Barat, Kec. Wampu, Kab.
Langkat
3. Nama : Ismail
Umur : 67 Tahun
Suku : Melayu
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Dusun Pasar Batu, Desa Stabat Lama Barat, Kec. Wampu, Kab.
Langkat
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
50
Lampiran II
Daftar Gambar :
1. Gambar 01 : Tangga yang terbuat dari bambu Sigai............................................................17
2. Gambar 02 : Parang..............................................................................................................18
3. Gambar 03 : Wadah untuk menampung air nira (derigen)...................................................19
4. Gambar 04 : Kayu untuk memukul pohon nira (kayu meranti batu/sawo/tusam)...............20
5. Gambar 05 : Plastik..............................................................................................................20
6. Gambar 06 : Kulit Manggis..................................................................................................21
7. Gambar 07 : Wajan besi......................................................................................................29
8. Gambar 08 : Sendok dari kayu.............................................................................................30
9. Gambar 09 : Kayu bakar......................................................................................................31
10. Gambar 10 : Pencetak gula aren dari bambu......................................................................32
11. Gambar 11 : Sendok besi...................................................................................................33
12. Gambar 12 : Buah Kemiri..................................................................................................33
13. Gambar 13 : Gula aren yang sudah jadi.............................................................................35
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA