23
KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS UDAYANA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK MESIN Kampus Bukit Jimbaran Telp/Faks: 0361-703321, Email: [email protected] SURAT KETERANGAN No : 339C /UN14.1.31.1.4/TU.00.00/2015 Yang bertanda tangan dibawah ini, Ketua Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Udayana, menerangkan bahwa memang benar laporan penelitian dengan judul: ANALISA TEMPERATUR PEMOTONGAN BAJA ST42 TERHADAP KEHALUSAN PERMUKAAN, dengan penulis: Nama : I GUSTI KOMANG DWIJANA , ST., MT. Telah tersimpan di Ruang Baca Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Udayana . Demikian surat tugas ini dibuat, agar dapat digunakan sebagaimana mestinya. Bukit Jimbaran, 18 Nopember 2015 Ketua Jurusan Prof. I Nym. Suprapta Winaya, PhD. NIP 19691231 199412 1 001 Tembusan : 1. Yang Bersangkuatan 2. Arsip

No : 339C /UN14.1.31.1.4/TU.00.00/2015 · faktor mesin salah satunya adalah parameter-parameter proses permesinan. Secara ... dan gerak makan pada proses pembuatan poros bertingkat

  • Upload
    others

  • View
    6

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

    UNIVERSITAS UDAYANA FAKULTAS TEKNIK

    JURUSAN TEKNIK MESIN

    Kampus Bukit Jimbaran Telp/Faks: 0361-703321, Email: [email protected]

    SURAT KETERANGAN No : 339C /UN14.1.31.1.4/TU.00.00/2015

    Yang bertanda tangan dibawah ini, Ketua Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas

    Udayana, menerangkan bahwa memang benar laporan penelitian dengan judul: ANALISA

    TEMPERATUR PEMOTONGAN BAJA ST42 TERHADAP KEHALUSAN PERMUKAAN,

    dengan penulis:

    Nama : I GUSTI KOMANG DWIJANA , ST., MT. Telah tersimpan di Ruang Baca Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Udayana .

    Demikian surat tugas ini dibuat, agar dapat digunakan sebagaimana mestinya.

    Bukit Jimbaran, 18 Nopember 2015

    Ketua Jurusan

    Prof. I Nym. Suprapta Winaya, PhD. NIP 19691231 199412 1 001

    Tembusan :

    1. Yang Bersangkuatan 2. Arsip

  • LAPORAN

    PENELITIAN

    ANALISA TEMPERATUR PEMOTONGAN BAJA ST 42

    TERHADAP KEHALUSAN PERMUKAAN

    Oleh:

    I Gusti Komang Dwijana, ST., MT (0028097004)

    JURUSAN TEKNIK MESIN

    FAKULTAS TEKNIK

    UNIVERSITAS UDAYANA

    2015

  • RINGKASAN

    Proses pembentukan bentuk benda kerja pada proses pembubutan

    konvensional dapat dilakukan dengan mengencangkan dan mengendurkan baut

    pengikat eretan atas dan dengan penggeseran kepala lepas. Keterampilan operator

    sangat diperlukan dalam hal ini. Akan tetapi selain faktor manusia juga terdapat

    faktor mesin salah satunya adalah parameter-parameter proses permesinan. Secara

    umum tolak ukur kualitas permesinan yang baik dalam proses bubut adalah tingkat

    kehalusan permukaan yang tinggi, maka perlu diketahui besar parameter

    pembubutan yang diberikan pada proses bubut. Untuk itu dilakukan percobaan

    dengan memvariasikan besar kedalaman potong dan gerak makan.

    Percobaan ini dilakukan dengan membuat beberapa variasi kedalaman potong

    dan gerak makan pada proses pembuatan poros bertingkat dengan mesin bubut

    tipe Leadwell Turning Center 6 (LTC-6). Digunakan sembilan variasi dengan

    mengkombinasikan tiga variasi kedalaman potong (a); 0,5 mm; 0,75 mm; dan 1,00

    mm serta tiga variasi gerak makan (f); 0,05 mm/putaran; 0,1 mm/putaran; dan 0,15

    mm/putaran. Setelah itu dilakukan pengukuran tingkat kehalusan permukaan rata-

    rata (Ra) untuk mengetahui variasi yang menghasilkan Ra terendah.

    Semakin tinggi gerak makan dan kedalaman potong yang diberikan pada

    proses pembubutan akan menghasilkan Ra yang semakin tinggi. Ra yang paling

    rendah terdapat pada poros dengan kedalaman potong 0,5 mm dan gerak makan

    0,05 mm/putaran sedangkan nilai Ra yang paling tinggi terdapat pada poros dengan

    kedalaman potong 0,75 mm dan gerak makan 0,15 mm/putaran.

    Kata Kunci : Proses Bubut, Kehalusan Permukaan, Kedalaman

    Potong, Gerak Makan

  • DAFTAR ISI

    LEMBAR IDENTITAS DAN PENGESAHAN 2

    RINGKASAN 3

    PRAKATA 4

    DAFTAR ISI 5

    DAFTAR TABEL 6

    DAFTAR GAMBAR 7

    DAFTAR LAMPIRAN 8

    BAB 1. PENDAHULUAN 9

    BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 12

    BAB 3. TUJUAN DAN MANFAAT 27

    BAB 4. METODE PENELITIAN 29

    BAB 5. HASIL YANG DICAPAI 30

    BAB 6. SIMPULAN DAN SARAN 43

    DAFTAR PUSTAKA 44

    LAMPIRAN

  • BAB I PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Bentuk hasil dari proses pembubutan dimana terdapat perbedaan dimensi pada

    kedua ujung sisi pada benda yang memiliki bentuk silindris . Pada mesin bubut

    konvensional terdapat beberapa metode untuk melakukan proses pembubutan yaitu

    dengan mengencangkan dan mengendurkan baut pengikat eretan atas dan dengan

    penggeseran kepala lepas. Pembubutan untuk menghasilkan produk bentuk yang

    diinginkan dengan metode tersebut sangat membutuhkan keahlian dari operator

    mesin bubut dan untuk melakukan proses yang berulang-ulang atau untuk

    menghasilkan produksi masal dengan bentuk produk yang sama membutuhkan waktu

    lama dan akan sangat sulit karena berbagai macam faktor khusunya faktor dari

    operator itu sendiri.

    Maka untuk mengatasi kesulitan dalam pembuatan bentuk lurus dan bentuk-

    bentuk lainnya dalam proses pembubutan maupun permesinan lainnya para peneliti

    mengembangkan proses permesinan.

    Dengan seiring perkembangan proses permesinan, para konsumen selalu

    menuntut kualitas tinggi dari produk yang dihasilkan produsen. Salah satu tolak ukur

    kualitas dari suatu proses pembubutan adalah tingkat kehalusan permukaan. Tingkat

    kehalusan suatu permukaan memang peranan yang sangat penting dalam

    perencanaan suatu komponen mesin khususnya yang menyangkut masalah gesekan

    pelumasan, keausan, tahanan terhadap kelelahan dan sebagainya.

    Dalam prakteknya memang tidak mungkin untuk mendapatkan suatu

    komponen dengan kehalusan permukaan yang sempurna. Hal ini dikarenakan

    beberapa faktor, misalnya faktor manusia (operator) dan faktor-faktor dari mesin-

    mesin yang digunakan untuk membuatnya.

    Dari faktor-faktor mesin tersebut salah satu hal yang mempengaruhi kualitas

    permukaan adalah penentuan besaran dari parameter-parameter yang diatur pada

    mesin. Secara umum tiga parameter utama pada proses bubut adalah kecepatan putar

    spindel, gerak makan dan kedalaman potong. Faktor yang lain seperti bahan benda

    kerja dan jenis pahat sebenarnya juga memiliki pengaruh yang cukup besar, tetapi

    tiga parameter di atas adalah bagian yang bisa diatur oleh operator langsung pada

    Mesin Bubut.

  • Maka dari itu untuk mendapatkan tingkat kehalusan yang tinggi pada permukaan

    benda kerja hasil proses pembubutan penulis melakukan sebuah penelitian dengan

    judul “ANALISA TEMPERATUR PEMOTONGAN BAJA ST 42 TERHADAP

    KEHALUSAN PERMUKAAN

    Pengaruh Variasi Gerak Makan dan Kedalaman Potong Terhadap Kekasaran

    Permukaan Poros Bertingkat Pada Proses Bubut Dengan Mesin Leadwell Turning

    Center”. Pada penelitian ini penulis memvariasikan besaran dari parameter-parameter

    proses pembubutan dalam hal ini diambil dua jenis parameter untuk divariasikan

    dalam percobaan, yaitu gerak makan (feeding) dan kedalaman potong (depth of cut).

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Proses Bubut (Turning)

    Proses bubut merupakan salah satu dari berbagai macam proses permesinan

    dimana proses permesinan sendiri adalah proses pemotongan logam yang bertujuan

    untuk mengubah bentuk suatu benda kerja dengan pahat potong yang dipasang pada

    mesin perkakas. Jadi proses bubut dapat didefinisikan sebagai proses permesinan

    yang biasa dilakukan pada mesin bubut dimana pahat bermata potong tunggal pada

    mesin bubut bergerak memakan benda kerja yang berputar, dalam hal ini pahat

    bermata potong tunggal adalah gerak potong dan gerak translasi pahat adalah gerak

    makan.

    Secara umum terdapat beberapa gerakan utama pada mesin bubut. Yang

    pertama yaitu gerakan pemakanan dengan pahat sejajar terhadap sumbu benda kerja

    pada jarak tertentu sehingga akan membuang permukaan luar benda kerja atau biasa

    disebut dengan proses bubut rata. Lalu terdapat pemakanan yang identik dengan

    proses bubut rata, tetapi arah gerakan pemakanan tegak lurus terhadap sumbu benda

    kerja atau gerak pemakanannya menuju ke sumbu benda kerja, gerak pemakanan ini

    biasa disebut proses bubut permukaan (surface turning). Dan yang terakhir adalah

    proses bubut tirus (taper turning), proses bubut ini sebenarnya identik dengan proses

    bubut rata di atas, hanya jalannya pahat membentuk sudut tertentu terhadap sumbu

    benda kerja.

  • Gambar 2 . 1 Proses Bubut Rata, Bubut Permukaan dan Bubut Tirus

    Dari proses-proses gerakan pembubutan diatas, secara umum mesin bubut

    dapat melakukan beberapa proses permesinan, yaitu bubut dalam (internal turning),

    proses pembuatan lubang dengan mata bor (drilling), proses memperbesar lubang

    (boring), pembuatan ulir (thread cutting), dan pembuatan alur (grooving/partingoff).

    Proses tersebut dilakukan di Mesin Bubut dengan bantuan/tambahan peralatan lain

    agar proses pemesinan bisa dilakukan (Gambar 2.2) .

    Gambar 2 . 2 Proses Permesinan yang dapat dilakukan pada Mesin Bubut (a) Pembubutan

    Pinggul (Chamfering), (b) Pembubutan Alur (Parting-off), (c) Pembubutan Ulir (Threading) ,

    (d) Pembuatan Lubang (Boring), (e) Pembuatan Lubang (Drilling), (f) Pembuatan Kartel

    (Knurling).

    2.1.1 Parameter Proses Pembubutan

  • Gambar 2 . 3 Parameter Proses Pembubutan

    Dalam Teori dan Teknologi Proses Permesinan secara umum pada proses

    bubut terdapat tiga parameter utama yaitu kecepatan potong (v), pemakanan (f), dan

    kedalaman potong (a). Elemen dasar pada proses bubut dapat diketahui

    menggunakan rumus yang dapat diturunkan berdasarkan gambar 2.3 di atas dimana

    kondisi pemotongan ditentukan sebagai berikut :

    Benda kerja ; do = diameter awal ; mm,

    dm = diameter akhir ; mm,

    lt = panjang permesinan ; mm,

    Pahat ; Kr = sudut potong utama ; o,

    γo = sudut geram ; o,

    Mesin bubut ; a = kedalaman potong ; mm,

    a =

    ; mm, .......................................(2.1)

    f = gerak makan ; mm/r,

    n = putaran poros utama (benda kerja) ; r/min.

    Elemen dasar dapat dihitung dengan rumus-rumus berikut :

    Kecepatan potong :

    ; m/min, .........................................................................(2.2)

    dimana, d = diameter rata-rata ; mm, yaitu,

  • ; mm, ..............................................................(2.3)

    Kecepatan makan :

    vf = f.n ; mm/min, ............................................................................(2.4)

    Waktu pemotongan :

    tc =

    ; min, .....................................................................................(2.5)

    Kecepatan penghasil geram :

    Z = A . v ; cm3/menit, .......................................................................(2.6)

    dimana, A = a . f ; mm2, ....................................................................(2.7)

    Dari parameter yang disebutkan diatas, parameter utama yang secara umum

    dapat diatur pada mesin bubut yaitu kecepatan putar spindel (speed), gerak makan

    (feeding) dan kedalaman. Potong (depth of cut). Faktor yang lain seperti bahan benda

    kerja dan jenis pahat sebenarnya juga memiliki pengaruh yang cukup besar, tetapi

    tiga parameter di atas adalah bagian yang bisa diatur oleh operator langsung pada

    Mesin Bubut.

    Kecepatan putar, n (speed), selalu dihubungkan dengan sumbu utama (spindel)

    dan benda kerja. Kecepatan putar dinotasikan sebagai putaran per menit (rotations

    per minute, rpm). Akan tetapi yang diutamakan dalam proses bubut adalah kecepatan

    potong (cutting speed atau v) atau kecepatan benda kerja dilalui oleh pahat/keliling

    bend kerja (Gambar 2.4). Secara sederhana kecepatan potong dapat digambarkan

    sebagai keliling benda kerja dikalikan dengan kecepatan putar atau seperti yang

    ditunjukan pada persamaan 2.2 .

    Gambar 2 . 4 Panjang Permukaan Benda Kerja yang Dilalui Pahat Setiap Putaran

    (Sumber : Widarto, dkk., 2008)

  • Dengan demikian kecepatan potong ditentukan oleh diameter benda kerja.

    Selain kecepatan potong ditentukan oleh diameter benda kerja faktor bahan benda

    kerja dan bahan pahat sangat menentukan harga kecepatan potong. Pada dasarnya

    pada waktu proses bubut kecepatan potong ditentukan berdasarkan bahan benda

    kerja dan pahat.

    Gerak makan, f (feed), adalah jarak yang ditempuh pahat pada setiap putaran

    benda kerja, dengan gerakan ini maka akan mengalir geram yang dihasilkan (Gambar

    2.5), sehingga satuan f adalah mm/putaran (Farizi Z., dkk., 2014). Gerak makan

    ditentukan berdasarkan kekuatan mesin, material benda kerja, material pahat, bentuk

    pahat, dan terutama kehalusan permukaan yang diinginkan. Gerak makan biasanya

    ditentukan dalam hubungannya dengan kedalaman potong (a).

    Gambar 2 . 5 Gerak Makan (f) dan Kedalaman Potong (a)

    (Sumber : Farizi Z., 2014)

    Kedalaman potong (a) (depth of cut), adalah dalamnya pahat menusuk benda

    kerja saat penyayatan atau tebalnya tatal bekas pembubutan (Gambar 2.5). Ketika

    pahat memotong sedalam a, maka diameter benda kerja akan berkurang dua kali

    kedalaman a, karena bagian permukaan benda kerja yang dipotong ada di dua sisi,

    akibat dari benda kerja yang berputar .

    Selain dari penurunan rumus parameter proses pembubutan juga dapat

    ditentukan dari material benda kerja dan diameter benda kerja serta material pahat.

    Berikut adalah tabel pengaruh material terhadap parameter proses pembubutan.

  • BAB III. TUJUAN DAN MANFAAT

    3.1 Tujuan

    Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh variasi besar gerak

    makan dan kedalaman potong yang menghasilkan tingkat kehalusan paling tinggi

    pada permukaan hasil proses pembubutan dengan mesin Leadwell Turning Center.

    3.2 Manfaat

    Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

    1.Mendapatkan hasil proses pembubutan yang tingkat kehalusan permukaan tinggi

    dari pengaruh parameter yang divariasikan.

    2.Hasil penelitian ini diharapkan nantinya memberikan sumbangan pemikiran

    terhadap penggunaan variasi parameter pemotongan untuk mendapatkan kehalusan

    permukaan yang lebih baik.

    BAB IV. METODE PENELITIAN

    4.1. Alat dan Bahan

    4.1.1 Alat

    Selain perangkat mesin bubut dalam penelitian ini juga diperlukan peralatan

    dan bahan pendukung. Alat dan bahan pendukung tersebut antara lain :

    Jangka Sorong

    Dalam simulasi dan pembuatan poros bertingkat ini jangka sorong

    digunakan untuk mengukur dimensi produk setelah dilakukan proses

    pembubutan.

    Ultrasonic Cleaner

    Pada penelitian ini ultrasonic cleaner digunakan untuk membersihkan

    benda uji sebelum dilakukan pengukuran kekasaran permukaan.

  • Gambar 3. 4 Ultrasonic Cleaner

    Hairdrier

    Hairdrier digunaan untuk membantu proses pengeringan setelah benda

    uji melewati proses pembersihan.

    Gambar 3. 5 Hairdrier

    Dudukan Benda Uji

    Untuk mengukur kekasaran permukaan pada permukaan tirus poros

    bertingkat diperlukan dudukan pada benda uji agar jarum pada alat ukur

    dapat ngukur kekasaran dalam keadaan datar.

    Gambar 3. 6 Dudukan Benda Uji

    Alkohol

  • Alkohol digunakan sebagai cairan pembersih benda uji sebelum

    dilakukan pengukuran kekasaran permukaan.

    Gambar 3. 7 Alkohol 70%

    4.1.2 Bahan Penelitian

    Material yang akan digunakan sebagai benda uji sekaligus yang akan diukur

    tingkat kekasarannya pada penelitian ini adalah baja St 42 dengan diameter 25,4mm.

    Baja jenis ini yang sering digunakan dilapangan untuk membuat poros.

    Gambar 3. 8 Bahan Pembuatan Poros

    BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

    Dari seluruh variasi kedalaman potong dan gerak makan sesuai variasi variabel

    sebelumnya dilakukan proses pembubutan untuk menghasilkan poros bertingkat.

    Dari sembilan variasi dibuat tiga buah benda uji jadi jumlah total seluruh poros

    bertingkat adalah dua puluh tujuh buah poros bertingkat.

  • Gambar 4.4 Poros bertingkat hasil pembubutan dengan mesin bubut

    Selanjutnya dilakukan pengukuran kehalusan permukaan dimana dari dua

    puluh tujuh spesimen tersebut dilakukan tiga kali pengukuran kehalusan permukaan

    pada tiga permukaan tirus yang dipilih secara acak. Berikut adalah data hasil

    kehalusan rata-rata (Ra) pada permukaan tirus poros bertingkat.

    Tabel 4.6 Data Harga Rata-rata Kekasaran Permukaan (Ra) Tirus Poros Bertingkat

  • 4.4 Pembahasan

    Dari data Ra sembilan variasi diatas didapat rata-rata keseluruhan Ra pada

    permukaan tirus poros bertingkat yang didapat dari pengukuran Ra pada tiga

    Sisi A Sisi B Sisi CRata-

    RataSisi A Sisi B Sisi C

    Rata-

    RataSisi A Sisi B Sisi C

    Rata-

    Rata

    Variasi I 0,565 0,52 0,517 0,534 0,462 0,47 0,497 0,476 0,534 0,525 0,568 0,542 0,518

    Variasi

    II1,604 1,582 1,614 1,600 1,694 1,396 1,446 1,512 1,689 1,764 1,36 1,604 1,572

    Variasi

    III2,517 2,387 2,415 2,440 2,566 2,361 2,547 2,491 2,442 2,531 2,613 2,529 2,487

    Variasi

    IV0,545 0,624 0,594 0,588 0,597 0,535 0,528 0,553 0,563 0,584 0,58 0,576 0,572

    Variasi

    V1,991 1,808 1,761 1,853 1,751 1,78 1,747 1,759 2,319 2,378 2,307 2,335 1,982

    Variasi

    VI3,136 2,787 2,773 2,899 3,002 3,139 2,913 3,018 2,899 2,842 2,803 2,848 2,922

    Variasi

    VII0,655 0,694 0,642 0,664 0,746 0,752 0,727 0,742 0,603 0,615 0,631 0,616 0,674

    Variasi

    VIII2,774 2,886 2,803 2,821 2,664 2,711 2,65 2,675 2,781 2,842 2,768 2,797 2,764

    Variasi

    IX3,489 3,416 3,41 3,438 3,564 3,433 3,697 3,565 3,514 3,121 3,311 3,315 3,439

    Variasi

    Variabel

    Data Percobaan

    Harga Kekasaran Rata-rata (Ra) (µm)

    Spesimen Uji I Spesimen Uji II Spesimen Uji IIIRata-

    rata

    Foto Spesimen ( Berturut-turut :

    Spesimen Uji 1, Spesimen Uji II

    dan Spesimen Uji III)

  • spesimen ditiap variasi dan tiga kali pengukuran pada permukaan tirus yang berbeda

    tiap spesimennya.

    Pengamatan dibagi menjadi tiga bagian yaitu pengamatan nilai Ra berdasarkan

    kedalaman potong, nilai Ra berdasarkan gerak makan, dan nilai Ra berdasarkan

    kehalusan permukaan dan kedalaman potong.

    4.4.1 Pengaruh Kedalaman Potong Terhadap Kekasaran Permukaan

    Untuk nilai pengaruh kedalaman potong terhadap Ra dapat dilihat pada tabel

    berikut.

    Tabel 4.7 Data Harga Rata-rata Kekasaran

    Permukaan Berdasarkan Kedalaman Potong

    Dari data pada tabel diatas diplotkan menjadi grafik sebagai berikut.

    Gambar 4.5 Grafik Ra terhadap Kedalaman Potong.

    Pada grafik dan tabel diatas dikelompokkan nilai kehalusan rata-rata

    permukaan tirus dari poros bertingkat berdasarkan gerak makannya. Untuk gerak

    makan 0,05 mm/r , poros yang memiliki nilai Ra tertinggi terdapat pada poros

    Gerak

    Makan

    (mm/r)

    Kedalaman

    Potong (mm )

    Ra Rata-rata

    (µm )

    0,05 0,25 0,518

    0,5 0,572

    0,75 0,674

    0,1 0,25 1,572

    0,5 1,982

    0,75 2,764

    0,15 0,25 2,487

    0,5 2,922

    0,75 3,439

    0

    0.5

    1

    1.5

    2

    2.5

    3

    3.5

    4

    0.05 0.1 0.15

    Ra

    m)

    Gerak Makan (mm/r)

    0,25 mm 0,5 mm 0,75 mm

  • dengan kedalaman potong 1,00 mm dan yang terendah terdapat pada poros dengan

    kedalaman potong 0,25 mm. Untuk gerak makan 0,1 mm/r , poros yang memiliki

    nilai Ra tertinggi terdapat pada poros dengan kedalaman potong 1,00 mm dan yang

    terendah terdapat pada poros dengan kedalaman potong 0,25 mm. Dan untuk gerak

    makan 0,15 mm/r poros yang memiliki nilai Ra tertinggi terdapat pada poros dengan

    kedalaman potong 1,00 mm dan yang terendah terdapat pada poros dengan

    kedalaman potong 0,25 mm.

    Dari data tersebut terjadi peningkatan nilai kekasaran yang diikuti dengan

    peningkatan penggunaan kedalaman potong baik pada grafik dengan gerak makan

    0,05 mm/r, 0,1 mm/r. Jadi dalam pembubutan tirus poros bertingkat semakin tinggi

    kedalaman potong yang diberikan akan membuat permukaannya semakin kasar.

    Kedalaman potong yang besar akan membuat beban pahat semakin berat karena

    dengan kedalaman potong yg besar luasan permukaan yang ditabrak oleh pahat akan

    semakin besar dan akan memperkecil gaya tekan pahat. Dengan hal tersebut juga

    beban yang berat akan membuat getaran antara cekam, material, dan pahat yang

    mengakibatkan tingkat kekasaran yang tinggi.

    4.4.2 Pengaruh Gerak Makan Terhadap Kehalusan Permukaan

    Untuk nilai pengaruh gerak makan terhadap Ra dapat dilihat pada tabel berikut.

    Tabel 4.8 Data Harga Rata-rata Kekasaran Permukaan

    Berdasarkan Gerak Makan.

    Dari data pada tabel diatas diplotkan menjadi grafik sebagai berikut.

    Kedalaman

    Potong (mm )

    Gerak Makan

    (mm/putaran )

    Ra Rata-rata

    (µm )

    0,25 0,05 0,518

    0,1 1,572

    0,15 2,487

    0,5 0,05 0,572

    0,1 1,982

    0,15 2,922

    0,75 0,05 0,674

    0,1 2,764

    0,15 3,439

  • Gambar 4.6 Grafik Ra Berdasarkan Gerak Makan.

    Pada grafik dan tabel diatas dikelompokkan nilai kehalusan rata-rata

    permukaan tirus dari poros bertingkat berdasarkan gerak makan. Untuk kedalaman

    potong 0,50 mm , poros yang memiliki nilai Ra tertinggi terdapat pada poros dengan

    gerak makan 0,15 mm/r dan yang terendah terdapat pada poros dengan kedalaman

    potong 0,50 mm/r. Untuk kedalaman potong 0,5 mm , poros yang memiliki nilai Ra

    tertinggi terdapat pada poros dengan gerak makan 0,15 mm/r dan yang terendah

    terdapat pada poros dengan kedalaman potong 0,05 mm/r. Untuk kedalaman potong

    0,75 mm , poros yang memiliki nilai Ra tertinggi terdapat pada poros dengan gerak

    makan 0,15 mm/r dan yang terendah terdapat pada poros dengan kedalaman potong

    0,05 mm/r.

    Dari data diatas pada setiap pengelompokan grafik, baik pada kedalaman

    potong 0,25 mm ; 0,5 mm maupun 0,75 mm mengalami peningkatan dengan kata

    lain semakin tinggi pemberian gerak makan pada proses pembubutan tirus

    menghasilkan permukaan dengan nilai kehalusan rata-rata yang tinggi juga. Gerak

    makan yang tinggi pada proses pembubutan akan membuat beban pahat menjadi

    lebih berat karena dengan gerak makan yang semakin tinggi luasan yang ditekan

    oleh pahat saat pemakanan akan semakin besar. Selain itu juga dengan beban yang

    berat akan membuat getaran yang lebih besar pada cekam, material, dan pahat.

    4.4.3 Pengaruh Hubungan Interaksi Gerak Makan dan Kedalaman Potong

    Terhadap Kehalusan Permukaan

    0

    0.5

    1

    1.5

    2

    2.5

    3

    3.5

    4

    0.25 0.5 0.75

    Ra (

    µm

    )

    Kedalaman Potong (mm)

    Gerak Makan 0,05 mm/r Gerak Makan 0,1 mm/r Gerak Makan 0,15 mm/r

  • Dari data hubungan gerak makan terhadap kekasaran permukaan dan hubungan

    kedalaman potong terhadap kehalusan permukaan didapat dua buah grafik sebagai

    berikut :

    Gambar 4.7 Grafik hubungan gerak makan terhadap kekasaran permukaan dan hubungan kedalaman

    potong terhadap kekasaran permukaan

    Dari kedua grafik diatas, peningkatan kedalaman potong dan gerak makan

    masing-masing akan meningkatkan nilai kekasaran permukaannya. Selain itu,

    perubahan nilai Ra berdasarkan gerak makan lebih signifikan dibandingkan

    perubahan nilai Ra berdasarkan kedalaman potong.

    Untuk data keseluruhan dari rata-rata Ra seluruh variasi yang diurutkan

    berdasarkan nilai Ra dapat dilihat pada tabel berikut :

    Tabel 4.9 Data Harga Rata-rata Kekasaran Permukaan

    Secara berurutan.

  • Dari data Ra terhadap interaksi gerak makan dan kedalaman potong, nilai Ra

    yang paling rendah terdapat pada poros dengan kedalaman potong 0,25 mm dan

    gerak makan 0,05 mm/putaran sedangkan nilai Ra yang paling tinggi terdapat pada

    poros dengan kedalaman potong 0,75 mm dan gerak makan. Perubahan yang terjadi

    pada interaksi gerak makan dan kedalaman potong yang diberikan pada poros

    terhadap kekasaran permukannya terlihat pada grafik bahwa semakin tinggi gerak

    makan dan kedalaman potong yang diberikan pada proses pembubutan poros akan

    membuat permukaan semakin kasar.

    Dari gerak makan dan kedalaman potong yang tinggi pada proses pembubutan

    akan memberikan beban ganda baik pada spindel, material, dan pahat. Karena gerak

    makan yang tinggi akan memberikan beban yang tinggi searah pemakanannya, selain

    itu gerak makan juga mempengaruhi kecepatan makan dari proses bubut tersebut.

    Jika putaran spindel yang diberikan tinggi kecepatan makan akan sangat dipengaruhi

    dari gerak makan. Sedangkan pada kedalaman potong yang tinggi pahat akan

    mengalami pembebanan ke arah titik pusat material.

    Gambar 4.9 Skema Proses Bubut

    Kedalaman

    Potong (mm)

    Gerak Makan

    (mm/r)

    Ra Rata-rata

    (µm )

    0,25 0,05 0,518

    0,5 0,05 0,572

    0,75 0,05 0,674

    0,25 0,1 1,572

    0,5 0,1 1,982

    0,25 0,15 2,487

    0,75 0,1 2,764

    0,5 0,15 2,922

    0,75 0,15 3,439

  • Selain itu juga seperti yang disebutkan sebelumnya, perubahan nilai Ra

    berdasarkan gerak makan lebih signifikan dibandingkan perubahan nilai Ra

    berdasarkan kedalaman potong. Pada penggunaan nilai feeding yang besar secara

    teoritis akan berpengaruh terhadap besarnya penempan geram sebelum terpotong

    sehingga akan membutuhkan gaya potong yang semakin besar . Selain dengan beban

    potong yang tinggi, gerak makan juga berpengaruh langsung terhadap kecepatan

    makan. Gerak makan yang tinggi akan menghasilkan kecepatan makan yang tinggi

    seiring pengaruh putaran spindel. Dengan kecepatan makan yang tinggi pahat

    bergerak jauh panjang proses pembubutan (lt) dengan cepat atau dengan waktu yang

    lebih singkat.

    Gambar 4.10 Gerak makan dan kedalaman potong

    (

    Mekanismenya seperti pada gambar diatas, kedalaman potong yang diberikan

    pengaruhnya hanya ke pembebanan pahat, jika kekuatan pahat yang digunakan sudah

    memenuhi persyaratan untuk pembubutan material tersebut dengan besar gerak

    makan yang sesuai akan menghasilkan kekasaran permukaan yang rendah. Akan

    tetapi jika pada gerak makan sangat mempengaruhi tingkat kekarasan permukaan,

    dengan kedalaman potong yang tinggi jika digunakan gerak makan yang rendah akan

    menghasilkan kekasaran permukaan yang kecil. Begitu sebaliknya dengan gerak

    makan yang tinggi meskipun dengan kedalaman potong yang kecil akan

    menghasilkan nilai kekasaran permukaan yang tinggi. Hal tersebut karena gerak

    makan yang tinggi menyebabkan langkah makan gerak pahat pada setiap putaran

    semakin tinggi.

  • BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

    5.1 KESIMPULAN

    Dari hasil data dan pembahasan pengaruh variasi gerak makan dan

    kedalaman potong terhadap kehalusan permukaan poros bertingkat pada proses

    pembubutan dengan mesin bubut dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

    Perubahan yang terjadi pada interaksi gerak makan dan kedalaman potong

    yang diberikan pada poros terhadap kehalusan permukannya terlihat pada

    data bahwa semakin tinggi gerak makan dan kedalaman potong yang

    diberikan pada proses pembubutan poros akan membuat permukaan

    semakin kasar.

    Untuk data hasil pengaruh interaksi kedalaman potong dan gerak makan

    terhadap Ra permukaan poros bertingkat pada proses bubut dengan mesin

    didapat nilai Ra yang paling rendah terdapat pada poros dengan kedalaman

    potong 0,5 mm dan gerak makan 0,05 mm/putaran sedangkan nilai Ra

    yang paling tinggi terdapat pada poros dengan kedalaman potong 0,75 mm

    dan gerak makan 0,15 mm/putaran.

    DAFTAR PUSTAKA

    Ardinta, S. D., 2011. Pengaruh Gerak Makan dan Sudut Potong Utama Terhadap

    Hasil Kesilindrisan Permukaan Benda Kerja ST 42 Pada Proses Bubut

    Silindris, Surakarta: Jurusan Teknik Mesin Universitas Sebelas Maret.

    Azhar, M. C., 2014. Analisa Kekasaran Permukaan Benda Kerja dengan Variasi

    Jenis Material dan Pahat Potong. Bengkulu: Universitas Bengkulu.

    Boenasir, Sumbodo, W. & Karsono, 2010. Pembuatan Benda Kerja Menggunakan

    Mesin Bubut CNC Fanuc Seriies Oi Mate TC Berbasis Software AutoCAD.

    Jurnal Kompetensi Teknik, 2(1), hal. 39-45.

    Flowers, J., 2015. Procedures for Basic NC Turning Using a ProLight 3000

    Computer Numerically Controlled Lathe. [Online]

    Tersedia: http://jcflowers1.iweb.bsu.edu/rlo/cncturning.htm#Verify

    [Diakses 9 Maret 2015].

  • Hasrin, 2013. Pengaurh Tebal Pemakanan dan Kecepatan Potong pada Pembubutan

    kering Menggunakan Pahat Karbida Terhadap Kekasaran Permukaan Material

    ST-60. Jurnal Teknologi, 13(2).

    JMitutoyo, 2014. Portable Surface Roughness Tester : SURFTEST SJ-210 Series.

    Bulletin No. 2140 ed. Aurora IL: Mitutoyo America Corporation.

    Rochim, T., 1993. Proses Permesinan. Bandung: Higher Education Development

    Project.

    S., B. A. & S., A. M., 2013. Pengaruh Kedalaman dan Cairan Pendingin Terhadap

    Kekasaran Permukaan Pada Proses Bubut Konvensional. JTM, 01(02), hal. 10-

    19.

    Surdia, T. & Saito, S., 1995. Pengetahuan Bahan Teknik. Jakarta: PT. Pradnya

    Paramita.

    niversity Of South Florida, 2008. VirtualMDLab - Facilities. [Online]

    Tersedia: http://virtualmdlab.eng.usf.edu/facilitieshardware.html [Diakses 18

    Agustus 2015].

    Widarto, Wijanarka, B. S., Sutopo & Paryanto, 2008. Teknik Permesinan. Jakarta:

    Departemen Pendidikan Nasional.

    Z., A. F., Sutikno, E. & Sulistyo, E., n.d. Pengaruh Variasi Sudut Potong Mayor dan

    Feeding Terhadap Kekasaran Permukaan Hasil Proses Bubut Tirus Aluminium

    6061. Jurnal Mahasiswa Mesin FT Universitas Brawijaya, 2( 92.29.VII.367).

    SURAT KETERANGAN.pdf (p.1)97f04a5ba58a0466d50ed99c38c27649.pdf (p.2-23)