Upload
ledat
View
232
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PERBANDINGAN BIOAVAILABILITAS ANTARA TABLET BIOGESIC®
DAN TABLET PAMOL® DENGAN TABLET PARASETAMOL GENERIK
PADA KELINCI PUTIH JANTAN
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh:
Vincilia Indriyani
NIM : 038114008
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2007
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PERBANDINGAN BIOAVAILABILITAS ANTARA TABLET BIOGESIC®
DAN TABLET PAMOL® DENGAN TABLET PARASETAMOL GENERIK
PADA KELINCI PUTIH JANTAN
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh:
Vincilia Indriyani
NIM : 038114008
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2007
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
HALAMAN PERSEMBAHAN
v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PRAKATA
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Besar atas kasih, kuasa, mujizat, dan
penyertaan-Nya yang sempurna sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Perbandingan Bioavailabilitas antara Tablet Biogesic® dan Tablet Pamol®
dengan Tablet Parasetamol Generik pada Kelinci Putih Jantan”. Skripsi ini ditulis
untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) pada
Program Studi Farmasi di Universitas Sanata Dharma.
Penulisan skripsi ini tidak mungkin terwujud tanpa bimbingan, bantuan,
dukungan, dan doa dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis hendak
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Orang tua tercinta dan adikku, Willy, atas doa, pengertiannya, dan dukungan
semangatnya yang tak pernah berhenti hingga hari ini.
2. Rita Suhadi, M. Si., Apt. selaku dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma dan terima kasih atas pinjaman bukunya yang sangat membantu
penyelesaian skripsi ini.
3. Drs. Mulyono, Apt. selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu dan
tenaga, juga atas masukan, saran, pengajaran, dukungan, dan semangat yang
selalu menginspirasi dalam penyusunan skripsi ini.
4. Christine Patramurti, M. Si., Apt. selaku dosen penguji yang telah berkenan
menguji dan memberikan masukan serta saran atas penulisan skripsi ini.
vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5. C. M Ratna Rini Nastiti, S. Si., Apt. selaku dosen penguji yang telah berkenan
menguji, memberikan bimbingan, masukan dan saran yang sangat berarti dalam
penyusunan skripsi ini.
6. Yosef Wijoyo, M. Si., Apt. selaku dosen yang telah berkenan memberikan
masukan, dukungan dan dorongan semangat dalam pengerjaan skripsi ini.
7. Clara ”Jephi”ana Sri Widyarini, sahabat, teman praktikum, dan rekan kerja, atas
persahabatan yang indah, kerja sama yang luar biasa, canda tawa, pemikiran,
pengetahuan, semangat, motivasi, dan doa hingga kita bisa menyelesaikan kuliah
kita, PKM dan skripsi kita bersama.
8. Mas Heru, Mas Parjiman, Mas Kayat, Mas Yuwono, Pak Mus, Pak Mukmin, Mas
Wagiran, dan segenap karyawan yang telah membantu dan menyemangati.
9. Teman-teman seperjuangan di laboratorium : Fany, Essy, Surya, Galih, dan
Angga atas dukungan semangat dan canda tawanya selama ini.
10. Kesukaan Bapa’s crew yaitu Ci Anita, Ci V’ri, Ci Esme, Ci Vina, Astri, Juwi, Ine,
Indri, Dian, dan Christina, serta anak sel-ku Agnes, Heni, dan Jenny, atas doa,
perhatian, dan kebersamaan persekutuan kita yang indah.
11. Ko Andrey, Koko Can, dan Fang-fang, sahabat-sahabat terbaik, yang selalu ada
menemani hari-hariku, yang selalu mempercayaiku, mendukung dan
mendoakanku.
12. Bu Ina dan Ko Dian, teman sekaligus guru musikku yang selalu memberikan
semangat dan memaklumi kesibukanku dalam pengerjaan skripsi ini.
vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13. Adhy, Tirza, Eta, Arnie, dan teman-teman kuliah khususnya angkatan 2003
kelompok praktikum A, terima kasih atas semangat dan segala kebersamaan kita
selama ini.
14. Semua pihak yang telah banyak membantu.
Atas segala bantuan yang telah diberikan selama ini, penulis mengucapkan
banyak terima kasih. Penulis menyadari sepenuhnya penulisan skripsi ini tidak
terlepas dari keterbatasan dan kekurangan penulis. Oleh karena itu, diharapkan kritik
dan saran yang membangun demi penyempurnaan skripsi ini. Besar harapan penulis
bahwa skripsi ini dapat bermanfaat bagi perbendaharaan dan perkembangan ilmu
pengetahuan.
Penulis
viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
INTISARI
Obat yang beredar di masyarakat dapat dibagi menjadi obat generik dan
obat dagang. Perbandingan kedua produk obat tersebut dapat ditinjau dari penelitian farmakokinetika. Penelitian ini dimaksudkan untuk membandingkan bioavailabilitas obat dagang terhadap obat generik pada kelinci putih jantan.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan rancangan eksperimental silang. Konsentrasi parasetamol dalam plasma kelinci ditentukan dengan metode kolorimetri berdasarkan metode Chafetz et al. (1971) yang telah dimodifikasi. Data kemudian diubah menjadi parameter-parameter bioavailabilitas dan dianalisis dengan ANOVA mengggunakan taraf kepercayaan 90%.
Hasil penelitian yaitu tmaks (menit) untuk tablet parasetamol generik = 24,233 ± 1,193; tablet Biogesic® = 28,000 ± 4,371; tablet Pamol® = 58,467 ± 1,976. Cmaks (μg /ml) untuk tablet parasetamol generik = 193,927 ± 38,345; tablet Biogesic® = 162,870 ± 34,831; tablet Pamol® = 156,647 ± 42,072. AUC(0-∞) (μg.menit/ml) untuk tablet parasetamol generik = 22896,410 ± 3731,193; tablet Biogesic® = 22198,470 ± 698,045; tablet Pamol® = 25525,490 ± 7181,70. Hasil ini menunjukkan ada perbedaan tidak bermakna nilai AUC(0-∞) dan nilai Cmaks antara tablet Biogesic® dan tablet Pamol® dengan tablet parasetamol generik. Namun, terdapat perbedaan bermakna nilai tmaks tablet Pamol® terhadap tablet parasetamol generik. Jadi, dapat disimpulkan tablet Biogesic® bioekivalen dengan tablet generik, sedangkan tablet Pamol® bioinekivalen dengan tablet generik.
Kata kunci utama : obat generik, obat dagang, parasetamol, bioavailabilitas, bioekivalen.
x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRACT
Drugs can be divided into two groups, are generic drugs and brand-name drugs. The comparison of them could be found out by pharmacokinetic research. This research was aimed to compare the bioavailability of brand-name drugs to generic drugs on male white rabbits.
The research was pure cross experimental research. Paracetamol concentrations in rabbits’ plasma were determined by a colorimetric method based on modified-Chafetz et al. method (1971). The data were presented as bioavailability parameters, and were analyzed using ANOVA with 90% confidence interval.
The results showed that tmax (min) for generic paracetamol tablets = 24,233 ± 1,193; Biogesic® tablets = 28,000 ± 4,371; Pamol® tablets = 58,467 ± 1,976. Cmax (μg /ml) for generic paracetamol tablets = 193,927 ± 38,345; Biogesic® tablets = 162,870 ± 34,831; Pamol® tablets = 156,647 ± 42,072. AUC(0-∞) (μg.min/ml) for generic paracetamol tablets = 22896,410 ± 3731,193; Biogesic® tablets = 22198,470 ± 698,045; Pamol® tablets = 25525,490 ± 7181,70. There were insignificant differences of AUC(0-∞) and Cmaks between Biogesic® and generic tablets, and between Pamol® and generic tablets. However, significant difference of tmaks was found out between Pamol® and generic tablets. Therefore, we conclude that Biogesic® and generic tablets were bioequivalent, but Pamol® and generic tablets were bioinequivalent.
Keywords : generic drugs, brand-name drugs, paracetamol, bioavailability, bioequivalent.
xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ....................................................................... v
PRAKATA ........................................................................................................ vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ........................................................... ix
INTISARI .......................................................................................................... x
ABSTRACT ...................................................................................................... xi
DAFTAR ISI ..................................................................................................... xii
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xvi
DARTAR GAMBAR ........................................................................................ xviii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xx
BAB I PENGANTAR ....................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................ 1
1. Perumusan masalah ............................................................................... 2
2. Keaslian Penelitian.................................................................................. 2
3. Manfaat ................................................................................................. 2
B. Tujuan ......................................................................................................... 3
1. Tujuan Umum ....................................................................................... 3
2. Tujuan Khusus ...................................................................................... 3
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA ................................................................ 4
A. Nasib Obat di Dalam Tubuh ....................................................................... 4
B. Fase Farmakokinetika ................................................................................. 5
1. Absorpsi dan Bioavailabilitas ............................................................... 6
2. Distribusi ................................................................................................ 23
3. Biotransformasi atau metabolisme ......................................................... 23
xii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4. Ekskresi ................................................................................................. 24
C. Bioekivalensi ............................................................................................... 25
1. Definisi .................................................................................................. 25
2. Studi Bioavailabilitas dan Bioekivalensi .............................................. 26
3. Korelasi in vitro dan in vivo .................................................................. 27
D. Dasar-Dasar Farmakokinetika ..................................................................... 28
1. Definisi .................................................................................................. 28
2. Model Farmakokinetika ........................................................................ 28
3. Parameter Farmakokinetika .................................................................. 29
4. Strategi Penelitian Farmakokinetika ..................................................... 35
E. Desain Cross Over ...................................................................................... 37
F. Parasetamol ................................................................................................. 37
G. Darah ........................................................................................................... 41
H. Kolorimetri .................................................................................................. 43
1. Definisi .................................................................................................. 43
2. Kriteria Analisis Kolorimetri ............................................................... 43
3. Metode Kolorimetri untuk Parasetamol ............................................... 44
I. Keterangan Empiris ..................................................................................... 47
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .......................................................... 48
A. Jenis dan Rancangan Penelitian .................................................................. 48
B. Variabel dan Definisi Operasional .............................................................. 48
1. Variabel Penelitian ................................................................................ 48
2. Definisi Operasional ............................................................................. 50
C. Bahan Penelitian .......................................................................................... 51
D. Alat Penelitian ............................................................................................. 51
E. Tata Cara Penelitian .................................................................................... 51
1. Uji Pendahuluan Tablet Parasetamol ................................................... 51
2. Pembuatan Larutan ............................................................................... 53
3. Pengambilan Plasma Darah ................................................................... 55
xiii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4. Validasi Metode Analisis ...................................................................... 55
5. Orientasi Dosis ...................................................................................... 58
6. Metode Bioanalitik Parasetamol dalam Plasma Darah ........................ 59
F. Analisis Hasil .............................................................................................. 61
1. Nilai Perolehan Kembali (Recovery), Kesalahan Sistematik, dan
Kesalahan Acak ..................................................................................... 61
2. Pengolahan Data dengan program STRIPE .......................................... 62
3. Analisis Data secara statistik ................................................................. 62
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................... 64
A. Uji Sifat Fisik Tablet Parasetamol .............................................................. 64
1. Uji Keseragaman Bobot ........................................................................ 64
2. Uji Kekerasan ........................................................................................ 66
3. Uji Kerapuhan ....................................................................................... 66
4. Uji Waktu Hancur ................................................................................. 67
5. Uji Disolusi ............................................................................................ 68
B. Pengambilan Plasma Darah Kelinci ............................................................. 72
C. Validasi Metode Analisis ............................................................................. 73
1. Penentuan Operating Time (OT) ............................................................ 78
2. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Parasetamol ..................... 80
3. Pembuatan Kurva Baku ........................................................................ 81
4. Penentuan Nilai Perolehan kembali, Kesalahan Sistematik, dan
Kesalahan Acak ..................................................................................... 83
D. Orientasi Dosis dan Orientasi Waktu Pengambilan Cuplikan .................... 85
E. Perbandingan Bioavailabilitas ..................................................................... 87
1. Nilai tmaks .............................................................................................. 89
2. Cmaks ....................................................................................................... 90
3. AUC(0-∞) ................................................................................................. 91
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 101
A. Kesimpulan ................................................................................................. 101
xiv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
B. Saran ............................................................................................................ 102
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 103
LAMPIRAN ...................................................................................................... 108
BIOGRAFI PENULIS ...................................................................................... 142
xv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR TABEL
Tabel I Desain Operasional Penelitian .................................................. 59
Tabel II Parameter-parameter Farmakokinetika beserta satuannya ........ 62
Tabel III Hasil Rata-rata Uji Keseragaman Bobot Tablet ........................ 65
Tabel IV Hasil Rata-rata Uji Kekerasan Tablet ....................................... 66
Tabel V Hasil Uji Kerapuhan Tablet ...................................................... 67
Tabel VI Hasil Uji Waktu Hancur Tablet ................................................. 68
Tabel VII Data Persamaan Kurva Baku Disolusi ...................................... 69
Tabel VIII Hasil Uji Disolusi ...................................................................... 70
Tabel IX Nilai Faktor Kemiripan (f2) ....................................................... 72
Tabel X Data Persamaan Kurva Baku .................................................... 82
Tabel XI Nilai Perolehan Kembali, Kesalahan Sistematik, dan Kesalahan4
Acak Parasetamol di Dalam Plasma Kadar 100 µg/ml ............. 84
Tabel XII Nilai Perolehan Kembali, Kesalahan Sistematik, dan Kesalahan
Acak Parasetamol di Dalam Plasma Kadar 400 µg/ml ............. 84
Tabel XIII Nilai Rata-Rata Parameter-Parameter Bioavailabilitas ............. 87
Tabel XIV Hasil Analisis Statistik untuk tmaks .................................................................... 89
Tabel XV Hasil Analisis Statistik untuk ln Cmaks ............................................................. 90
Tabel XVI Hasil Analisis Statistik untuk AUC(0-∞) ..................................... 92
Tabel XVII Nilai Rata-rata Geometrik Parameter-parameter Bioavailabilitas 98
Tabel XVIII Hasil Uji Keseragaman Bobot ................................................... 108
Tabel XIX Hasil Uji Kekerasan .................................................................. 109
Tabel XX Hasil Uji Disolusi Tablet Parasetamol Generik ........................ 112
Tabel XXI Hasil Uji Disolusi Tablet Biogesic® .......................................... 113
Tabel XXII Hasil Uji Disolusi Tablet Pamol® ............................................. 114
Tabel XXIIII Perhitungan Faktor Kemiripan .................................................. 115
Tabel XXIV Konversi Perhitungan Dosis Antar Jenis Hewan ...................... 118
Tabel XXV Data Tablet Parasetamol Generik 1 ........................................... 124
xvi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel XXVI Data Tablet Parasetamol Generik 2 ........................................... 125
Tabel XXVII Data Tablet Parasetamol Generik 3 ........................................... 126
Tabel XXVIII Data Tablet Biogesic® 1 ............................................................ 127
Tabel XXIX Data Tablet Biogesic® 2 ............................................................ 128
Tabel XXX Data Tablet Biogesic® 3 ............................................................ 129
Tabel XXXI Data Tablet Pamol®1 ................................................................. 130
Tabel XXXII Data Tablet Pamol® 2 ................................................................ 131
Tabel XXXIII Data Tablet Pamol® 3 ................................................................ 132
Tabel XXXIV Nilai Rata-rata Aritmatika Parameter-parameter
Farmakokinetika ........................................................................ 133
xvii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Proses Obat dalam Tubuh hingga Menimbulkan Efek ................. 5
Gambar 2. Proses Farmakokinetika Obat di dalam Tubuh ............................. 6
Gambar 3 Proses Perjalanan Absorpsi Obat .................................................. 7
Gambar 4 Struktur Parasetamol ..................................................................... 38
Gambar 5 Metabolisme Parasetamol ............................................................. 41
Gambar 6 Reaksi Parasetamol dengan Asam Nitrat ...................................... 45
Gambar 7 Reaksi Hidrolisis Parasetamol menjadi p-aminofenol .................. 45
Gambar 8 Reaksi Pembentukan Warna ......................................................... 46
Gambar 9 Kurva Baku Disolusi ..................................................................... 69
Gambar 10 Kurva Nilai Rata-rata Kumulatif Uji Disolusi ± SD ..................... 71
Gambar 11 Reaksi antara Asam Klorida dengan Natrium Nitrit
Sehingga Membentuk ion Nitrosonium ........................................ 74
Gambar 12 Reaksi antara Parasetamol dengan Ion Nitrosonium Membentuk
2-nitro-4-asetamidofenol ............................................................... 75
Gambar 13 Reaksi antara Asam Nitrit dengan Asam Sulfamat ....................... 76
Gambar 14 Reaksi antara 2-nitro-4 asetamidofenol dalam Suasana
Basa Menghasilkan ion 2-nitro-4 asetamidofenolat ...................... 76
Gambar 15 Reaksi Menstabilkan Diri Ion 2-nitro-4 asetamidofenolat ............ 77
Gambar 16 Mekanisme Reaksi Parasetamol dalam Metode Chafetz et al. ..... 78
Gambar 17 Pengukuran Operating Time (OT) Larutan Parasetamol dalam
Plasma Kadar 100 μg/ml ............................................................... 79
Gambar 18 Pengukuran Operating Time (OT) Larutan Parasetamol dalam
Plasma Kadar 400 μg/ml ............................................................... 79
Gambar 19 Pengukuran Panjang Gelombang Maksimum Larutan
Parasetamol 100 μg/ml .................................................................. 80
Gambar 20 Pengukuran Panjang Gelombang Maksimum Larutan
Parasetamol 400 μg/ml ................................................................... 81
xviii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Gambar 21 Kurva Baku Parasetamol ............................................................... 83
Gambar 22 Kurva Rata-rata Kadar Parasetamol dalam Plasma versus Waktu 93
Gambar 23 Kurva Rata-rata ln Kadar Parasetamol dalam Plasma versus Waktu 93
Gambar 24 Kurva Hasil Uji Disolusi Tablet Parasetamol Generik ................. 112
Gambar 25 Kurva Hasil Uji Disolusi Tablet Biogesic® ................................... 113
Gambar 26 Kurva Hasil Uji Disolusi Tablet Pamol® ...................................... 114
Gambar 27 OT Larutan Parasetamol Kadar 100µg/ml .................................... 120
Gambar 28 OT Larutan Parasetamol Kadar 400µg/ml .................................... 120
Gambar 29 λmaks Larutan Parasetamol Kadar 100µg/ml .................................. 121
Gambar 30 λmaks Larutan Parasetamol Kadar 400µg/ml .................................. 121
Gambar 31 Kurva Baku Parasetamol ............................................................... 122
Gambar 32 Sertifikat Analisis Parasetamol ..................................................... 123
Gambar 33 Kurva Hubungan Kadar Tablet Parasetamol Generik vs Waktu .. 134
Gambar 34 Kurva Hubungan Kadar Tablet Biogesic® vs Waktu .................... 134
Gambar 35 Kurva Hubungan Kadar Tablet Pamol® vs Waktu ........................ 134
Gambar 36 Kurva Hubungan ln Kadar Tablet Parasetamol Generik vs Waktu 135
Gambar 37 Kurva Hubungan ln Kadar Tablet Biogesic® vs Waktu ................ 135
Gambar 38 Kurva Hubungan ln Kadar Tablet Pamol® vs Waktu ................... 135
xix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Hasil Uji Keseragaman Bobot ................................................... 108
Lampiran 2 Hasil Uji Kekerasan .................................................................. 109
Lampiran 3 Contoh Cara Perhitungan Data Disolusi ...................................... 110
Lampiran 4 Hasil Uji Disolusi ......................................................................... 112
Lampiran 5 Perhitungan Pembuatan Larutan Parasetamol untuk Kurva Baku 116
Lampiran 6 Contoh Perhitungan Pembuatan Larutan Obat ........................... 117
Lampiran 7 Tabel Konversi Perhitungan Dosis Antar Jenis Hewan
dan Perhitungan Orientasi Dosis ............................................... 118
Lampiran 8 Contoh Perhitungan Volume Pemberian Larutan Parasetamol
Pada Hewan Uji ........................................................................... 119
Lampiran 9 Hasil Scanning Penentuan Operating time dan Panjang
Gelombang Maksimum Parasetamol ......................................... 120
Lampiran 10 Hasil Scanning Kurva Baku ..................................................... 122
Lampiran 11 Sertifikat Analisis Parasetamol ................................................ 123
Lampiran 12 Hasil Pengolahan Data Dengan Program STRIPE
Untuk Tablet Parasetamol Generik ........................................... 125
Lampiran 13 Hasil Pengolahan Data Dengan Program STRIPE
Untuk Tablet Biogesic® ........................................................... 127
Lampiran 14 Hasil Pengolahan Data Dengan Program STRIPE
Untuk Tablet Pamol® ................................................................ 130
Lampiran 15 Nilai Rata-rata Parameter-parameter Farmakokinetika ........... 133
Lampiran 16 Contoh Perhitungan Nilai Rata-rata Geometrik Parameter
Bioavailabilitas ......................................................................... 133
Lampiran 17 Kurva Kadar Parasetamol Dalam Plasma (Cp vs t) ................. 134
Lampiran 18 Kurva ln Kadar Parasetamol Dalam Plasma (ln Cp vs t) ......... 135
Lampiran 19 Hasil Pengolahan Data Secara Statistik Dengan Program SPSS 136
xx
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
Obat tidak pernah lepas dari kehidupan masyarakat. Dewasa ini, semakin
tinggi permintaan masyarakat akan obat. Obat telah menjadi kebutuhan dalam
masyarakat. Hal tersebut memicu berkembangnya industri-industri obat sehingga obat
yang beredar di masyarakat menjadi sangat beragam. Obat dalam masyarakat dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu obat generik dan obat bermerek dagang (trade mark).
Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat menggunakan kedua jenis obat tersebut.
Oleh sebab itu, obat yang beredar di dalam masyarakat harus terjamin mutu, khasiat,
dan keamanannya.
Obat generik merupakan obat jadi yang menggunakan nama zat aktif yang
terkandung di dalamnya sesuai dengan yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia
atau buku resmi lainnya. Obat bermerek dagang merupakan obat jadi dengan nama
dagang yang dilindungi hukum yaitu merek terdaftar. Banyaknya obat jadi dengan zat
aktif yang sama yang beredar di masyarakat baik obat generik maupun obat bermerek
dagang, menimbulkan pertanyaan apakah obat-obat tersebut adalah sama.
Perbandingan kedua jenis obat tersebut dapat ditinjau dari segi farmakokinetika.
Dalam penelitian ini, dilakukan analisis farmakokinetika yaitu dengan
melakukan studi bioavailabilitas dan bioekivalensi dengan cara membandingkan
parameter-parameter bioavailabilitas. Bioavailabilitas suatu produk dapat ditinjau dari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
kecepatan dan jumlah obat yang diabsorpsi dalam tubuh. Penelitian ini menggunakan
tablet Biogesic® dan tablet Pamol® selaku obat bermerek dagang yang mengandung
senyawa aktif tunggal parasetamol dengan tablet parasetamol generik sebagai
pembandingnya. Penelitian ini dilakukan pada hewan uji yaitu kelinci putih jantan.
Parasetamol dipilih sebagai obat yang akan diteliti dikarenakan parasetamol sangat
lazim digunakan dalam masyarakat baik sebagai obat flu, demam, sakit kepala, nyeri
haid, dan sebagainya.
1. Perumusan masalah
Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan maka dapat dirumuskan
permasalahan yaitu apakah tablet Biogesic® dan tablet Pamol® memiliki
bioavailabilitas yang sama dengan tablet parasetamol generik?
2. Keaslian penelitian
Sejauh yang diketahui penulis, belum pernah dilakukan penelitian mengenai
perbandingan bioavailabilitas antara tablet Biogesic® dan tablet Pamol® dengan tablet
parasetamol generik pada kelinci putih jantan di lingkungan penelitian Universitas
Sanata Dharma dan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
3. Manfaat penelitian
Penelitian mengenai perbandingan bioavailabilitas tablet parasetamol ini
diharapkan memiliki manfaat yaitu manfaat teroritis. Penelitian ini diharapkan dapat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
memberikan informasi akan perbandingan bioavailabilitas tablet obat bermerek
dagang dan tablet obat generik yang mengandung parasetamol pada hewan uji.
B. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini yaitu:
1. Tujuan umum :
Untuk mengetahui bioavailabilitas tablet parasetamol generik, tablet
Biogesic®, dan tablet Pamol®.
2. Tujuan khusus:
Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan bioavailabilitas yang bermakna
antara tablet Biogesic® dan tablet Pamol® terhadap tablet parasetamol generik, pada
kelinci putih jantan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
Berkaitan dengan penelitian yang berjudul “Perbandingan Bioavailabilitas
Antara Tablet Biogesic® ® dan Tablet Pamol dengan Tablet Parasetamol Generik pada
Kelinci Putih Jantan”, maka dilakukan studi pustaka yang akan mendukung analisis
profil bioavailabilitas yang dihasilkan dari penelitian ini. Studi pustaka yang
dilakukan meliputi penjelasan mengenai nasib obat di dalam tubuh, fase
farmakokinetika, bioekivalensi, dasar-dasar farmakokinetika, desain cross over,
parasetamol, darah, dan kolorimetri.
A. Nasib Obat di Dalam Tubuh
Proses yang terjadi pada selang antara pemberian obat hingga timbul efek
dibagi menjadi 3 fase yaitu fase farmasetik, fase farmakokinetika, dan fase
farmakodinamika. Fase farmasetik meliputi hancurnya bentuk sediaan obat dan
melarutnya bahan obat. Fase farmakokinetika termasuk proses-proses yang
berlangsung pada pengambilan suatu bahan obat ke dalam organisme (absorpsi,
distribusi), yang disebut juga proses invasi dan proses eliminasi yaitu proses-proses
yang menyebabkan penurunan konsentrasi obat (biotransformasi, ekskresi). Fase
farmakodinamika merupakan interaksi obat-reseptor dan juga proses-proses yang
terlibat di mana akhir dari efek farmakologi terjadi (Mutschler, 1991).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
Disintegrasi dari bentuk sediaan Disolusi Obat
EFEK
pemberian
Fase farmasetik
Obat tersedia untuk diabsorpsi (availabilitas farmasetik)
Obat tersedia untuk aksi (availabilitas farmakologis)
Fase farmakokinetika
Fase farmakodinamika
Dosis formulasi obat
Absorpsi, distribusi, metabolisme,
ekskresi
Interaksi obat-reseptor
Gambar 1. Proses obat dalam tubuh hingga menimbulkan efek (Bowman and Rand, 1990)
B. Fase Farmakokinetika
Untuk obat-obat yang diberikan secara ekstravaskuler diperlukan suatu
proses absorpsi. Tempat aksi obat biasanya bukan di dalam darah sehingga obat yang
berada dalam sirkulasi sistemik harus menembus jaringan untuk dapat memberi efek.
Perpindahan obat ini disebut proses distribusi. Eliminasi adalah proses pengeluaran
obat, baik bentuk utuh maupun metabolitnya dari dalam tubuh, dapat melalui ginjal
dan empedu (Clark and Smith, 1993).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
Tempat Aksi “Reseptor”
terikat bebasJaringan
terikat bebas
Absorpsi Ekskresi
Sirkulasi sistemik
obat bebas
obat terikat metabolit
Biotransformasi
Distribusi
Gambar 2. Proses farmakokinetika obat di dalam tubuh (Wilkinson, 2001)
1. Absorpsi dan Bioavailabilitas
a. Definisi absorpsi dan bioavailabilitas
Absorpsi menjelaskan mengenai perpindahan obat dari tempat pemberian ke
dalam sirkulasi sistemik (darah). Tetapi secara klinik, yang lebih penting adalah
bioavailabilitas (Wilkinson, 2001). Bioavailabilitas (ketersediaan hayati)
merupakan persentase dan kecepatan zat aktif dalam suatu produk obat yang
mencapai / tersedia dalam sirkulasi sistemik dalam bentuk utuh / aktif setelah
pemberian produk obat tersebut. Bioavailabilitas dapat diukur dari kadarnya dalam
darah terhadap waktu atau dari ekskresinya dalam urin (Anonim, 2004 b).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
disintegrasi Tablet
deagregasi Granul atau
agregat Suspensi partikel
halus di cairan gastrointestinal
Larutan obat dalam cairan
gastrointestinal
disolusi disolusi disolusi
absorpsi
Obat dalam darah, cairan tubuh, dan jaringan
Gambar 3. Proses perjalanan absorpsi tablet (Proudfoot, 1990)
Produk obat umumnya mengalami absorpsi sistemik melalui suatu rangkaian
proses, yang meliputi disintegrasi produk obat yang diikuti pelepasan obat,
pelarutan obat dalam media aqueous, dan absorpsi melewati membran sel menuju
sirkulasi sistemik. Di dalam proses disintegrasi obat, pelarutan, dan absorpsi,
kecepatan obat mencapai sistem sirkulasi ditentukan oleh tahap yang paling lambat
(rate limiting step) (Shargel, Wu-Pong and Yu, 2005).
b. Mekanisme transpor obat
Setelah molekul obat dalam bentuk larutan maka obat harus berdifusi dari
cairan gastrointestinal ke membran kemudian berada dalam sirkulasi sistemik
dalam bentuk utuh (Mayersohn, 2002). Membran biologis tersusun dari protein dan
lipid sehingga obat-obat yang larut dalam lemak akan lebih mudah melewati
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
membran biologis. Kebanyakan dari obat menembus membran dengan mekanisme
yang disebut difusi pasif (Proudfoot, 1990). Difusi pasif menunjukkan perpindahan
komponen dari fase aqueous melewati suatu membran dimana membran tersebut
bersifat pasif, tenaga penggerak perpindahan tersebut hanya merupakan gradien
konsentrasi komponen (Mayersohn, 2002).
Mekanisme difusi pasif dapat ditunjukkan secara matematis dengan hukum
Fick :
(1) ( ) ⎟Δ=dt D ⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛ −→
m
bgm/aqmmbg
dQ
XCC
RA b
( )bgdt
dQb
→ = kecepatan obat berada di darah (b) setelah berdifusi dari cairan
saluran cerna (g)
D = koefisien difusi obat melewati membran m
A = luas permukaan membran yang tersedia untuk proses difusi obat m
= koefisien partisi obat antara membran dan cairan aqueous pada
saluran cerna
Rm/aq
-C = gradien konsentrasi antara konsentrasi obat di cairan saluran cerna
(C
Cg b
g) dengan konsentrasi obat di dalam darah pada tempat absorpsi
(C ) b
ΔXm = ketebalan dari membran
Pada kondisi dan obat tertentu maka nilai Dm, Am, R , dan ΔXm/aq m adalah konstan
maka dapat digantikan sebagai koefisien permeabilitas (P).
(2)
( ) ( )CP −= bgbgdtdQ C.b
→
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
Volume dimana obat terdistribusi dalam darah jauh lebih besar
dibandingkan volume cairan saluran cerna dan karena sirkulasi darah melewati
saluran gastrointestinal cepat dan terus menerus membawa obat yang terabsorpsi,
maka nilai C >> Cg b. Kondisi ini yang disebut kondisi sink (Mayersohn, 2002).
(3) ( ) gbgdtdQ C.b
→P≅
c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Absorpsi dan Bioavailabilitas Obat
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi bioavailabilitas suatu obat seperti
tercantum di bawah ini.
1). Faktor mekanis
Faktor-faktor yang termasuk di dalamnya yaitu :
a). Rute dan metode pemberian
Ketika obat diberikan ke dalam tubuh, obat harus dapat menembus
membran hingga dapat masuk ke dalam sirkulasi sistemik. Contoh rute
dan metode pemberian mempengaruhi bioavailabilitas : ada beberapa obat
yang tidak terabsorpsi jika diberikan secara oral, ada obat yang bila
diberikan secara oral akan mengalami first-pass effect yang berlebihan
sehingga hanya sebagian kecil dari obat yang dapat masuk ke dalam
sirkulasi sistemik dan akan menghasilkan AUC kecil, sehingga obat perlu
diberikan dengan cara lain (Wagner, 1975).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
Dosis dan aturan dosisb).
Dosis dan aturan dosis berkaitan dengan konsentrasi terapeutik yang dapat
dicapai suatu obat di dalam plasma, yang berarti berhubungan dengan
Cmaks dan AUC yang dihasilkan (mempengaruhi bioavailabilitas obat)
(Shargel et al., 2005).
c). Efek dari bentuk sediaan.
Faktor dari bentuk sediaan yang dapat mempengaruhi bioavailabilitas
yaitu:
(1). Faktor fisikakimia bahan dalam obat meliputi sebagai berikut.
Faktor yang mempengaruhi kelarutan
Absorpsi obat tergantung seberapa cepat obat larut dalam cairan
gastrointestinal, sehingga faktor yang mempengaruhi kecepatan disolusi
obat akan mempengaruhi bioavailabilitas obat. Kecepatan disolusi obat
ditentukan dari persamaan Noyes dan Whitney (Proudfoot, 1990) :
(4) )C(Ddm −= CshA
dt
dm/dt = kecepatan disolusi partikel obat
D = koefisien difusi larutan obat di cairan gastrointestinal
A = luas permukaan efektif dari partikel obat
h = ketebalan lapisan difusi sekitar partikel obat
C = kelarutan jenuh obat di lapisan difusi s
C = konsentrasi larutan obat di dalam cairan gastrointestinal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
Faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan obat antara lain :
(a). Bentuk kristal
Polymorphism. Banyak obat dapat berada dalam lebih dari satu
bentuk kristal. Polimorfi bentuk metastable memiliki kelarutan
dalam aqueous dan kecepatan disolusi yang lebih besar
dibandingkan polimorfi bentuk stable.
Amorphous state. Obat dalam bentuk amorf biasanya lebih mudah
larut dan lebih cepat terdisolusi daripada obat dalam bentuk kristal
sehingga akan mempengaruhi bioavailabilitas.
Solvates. Obat bergabung dengan molekul dari pelarut dan
membentuk bentuk kristal yang disebut solvates. Secara umum,
semakin banyak solvasi maka semakin rendah kelarutan dan
kecepatan disolusi obat sehingga dapat mempengaruhi
bioavailabilitas obat (Proudfoot, 1990; Wagner, 1975).
(b). Asam bebas, basa bebas, bentuk garam, nilai pKa
Bentuk garam akan lebih cepat larut di larutan aqueous
dibandingkan asam atau basa lemah (Wagner, 1975). Jumlah obat
asam lemah dan basa lemah yang terionisasi dalam larutan di cairan
lambung dan di darah dapat dihitung dengan persamaan Henderson-
Hasselbach (Proudfoot, 1990) adalah sebagai berikut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
[ ][ ] pKa - pH HAA log
-=untuk obat asam lemah (5)
[ ][ ] pH - pKa B
BH log =+
untuk obat basa lemah (6)
pH = keasaman media
pKa = keasaman senyawa -] = fraksi terion dari senyawa yang bersifat asam lemah [A
[HA] = fraksi tak terion (molekul) dari senyawa yang bersifat asam
lemah +[BH ] = fraksi terion dari senyawa yang bersifat basa lemah
[B] = fraksi tak terion (molekul) dari senyawa yang bersifat basa
lemah
(c). Kompleksasi, larutan solid, dan eutetics
Bioavailabilitas tergantung dengan konsentrasi efektif obat.
Kompleksasi merupakan interaksi fisikakimia yang dapat terjadi
antara bahan-bahan di dalam bentuk sediaan atau di dalam cairan
gastrointestinal sehingga akan mempengaruhi konsentrasi efektif
obat di dalam cairan gastrointestinal (Proudfoot, 1990). Larutan
solid dan eutectics menghasilkan efek bervariasi pada kecepatan
disolusi karena dapat meningkatkan atau menurunkan kelarutan obat
(Wagner, 1975).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
(d). Surfaktan
Surfaktan dapat menghasilkan efek bervariasi pada proses disolusi
dan absorpsi. Surfaktan dapat menurunkan tegangan permukaan
sehingga meningkatkan kecepatan disolusi (Wagner, 1975).
Faktor yang mempengaruhi transpor obat
Faktor utama yang mempengaruhi obat dalam proses absorpsi obat
menembus membran adalah koefisien partisi, banyaknya ionisasi dalam
cairan biologis yang ditentukan dari nilai pKa, pH cairan medium obat
terlarut, dan berat molekul atau volume (Mayersohn, 2002).
(a). Koefisien partisi
Membran biologis merupakan lapisan lipid sehingga obat yang larut
dalam lemak (lipofil) lebih dapat menembus membran. Ko/w adalah
rasio kelarutan obat di dalam minyak (oil) dengan kelarutan obat di
dalam air (water). Hal ini berarti obat-obat yang memiliki nilai Ko/w
lebih besar akan lebih banyak yang dapat menembus membran
biologis dan dapat diabsorpsi. Peningkatan nilai Ko/w akan
meningkatkan kecepatan absorpsi (Mayersohn, 2002)
(b). Nilai pKa, pH, keberadaan muatan
Kebanyakan molekul obat merupakan asam atau basa lemah yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
akan terionisasi pada cairan biologis. Arti pentingnya ionisasi dalam
proses absorpsi obat didasarkan pada observasi dimana obat dalam
bentuk non ion memiliki nilai Ko/w lebih besar dibandingkan obat
dalam bentuk ion. Hal ini berarti membran bersifat permeabel
terhadap bentuk non ion dari obat asam lemah dan basa lemah
(Mayersohn, 2002; Proudfoot, 1990).
(c). Molal volume, difusivitas
Difusivitas berkaitan dengan berat molekular. Bentuk misel akan
berdifusi lebih lambat dari fase aqueous bulk menuju ke lapisan
difusi dan berdifusi lebih lambat dalam melewati lapisan difusi
dibandingkan molekul obat monomerik (Wagner, 1975).
(d). Stagnant water layers / aqueous diffusion layer
Proses pelarutan obat diawali dengan pelarutan obat pada permukaan
partikel padat yang membentuk larutan jenuh di sekeliling partikel
yang disebut stagnant water layers (Shargel et al., 2005). Obat harus
berdifusi melewati stagnant water layers yang bersifat aqueous, isi
cairan gastrointestinal dan lapisan membran, maka hal ini dapat
menjadi rate-limiting step dalam proses absorpsi (Wagner, 1975).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
(2). Faktor farmasetik dan pembuatan obat
Faktor-faktor yang termasuk di dalamnya yang mungkin menyebabkan
adanya perbedaan pada parameter-parameter bioavailabilitas adalah
sebagai berikut.
(a). Ukuran partikel dan luas permukaan area
Peningkatan luas permukaan area obat untuk kontak dengan cairan
gastrointestinal akan meningkatkan kecepatan disolusi. Secara
umum, semakin kecil ukuran partikel obat, semakin besar luas
permukaan area dan semakin besar kecepatan disolusi, yang akan
meningkatkan bioavailabilitas (Proudfoot, 1990; Wagner, 1975).
(b). Static electrification dari obat padat
Banyak proses farmasetik seperti blending, pencampuran, coating,
dan sebagainya dapat menghasilkan static electrification dari bahan
padat. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya agregasi dan obat tidak
bercampur. Agregasi dapat menurunkan luas permukaan efektif
sehingga dapat menurunkan kecepatan disolusi (Wagner, 1975).
(c). Jenis bentuk sediaan
Jenis bentuk sediaan mempengaruhi langkah-langkah obat dari
pemberian hingga terlarut dalam cairan gastrointestinal. Semakin
banyak langkah-langkah dalam perjalanan obat hingga berada dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
bentuk larutan di cairan gastrointestinal, maka makin banyak
penghalang absorpsi obat dan akan mempengaruhi bioavailabilitas
obat. Bioavailabilitas obat larutan aqueous > suspensi aqueous >
kapsul > tablet tidak bersalut > tablet bersalut (Proudfoot, 1990).
(d). Jenis dan jumlah bahan tambahan (eksipien) seperti bahan pengisi,
bahan pelicin, bahan pengikat, garam netral, garam asam atau garam
basa, dan lain-lain
Eksipien dianggap bahan yang inert, yang tidak memiliki pengaruh
terhadap aksi terapeutik dan tidak mengubah aksi biologik dari obat
yang terkandung di dalam bentuk sediaan. Namun, disadari bahwa
eksipien dapat mempengaruhi kecepatan dan jumlah obat yang
terabsorpsi dengan cara membentuk kompleks obat-eksipien yang
tidak larut seperti tetrasiklin dengan dikalsium fosfat. Selain itu,
perubahan eksipien dapat mempengaruhi bioavailabilitas (Proudfoot,
1990). Diluen yang tidak larut air akan memberikan kecepatan
disolusi yang lebih rendah dibandingkan bila digunakan diluen yang
larut air. Kemungkinannya karena kecepatan deagregasi obat
menurun dan obat menjadi lebih bersifat hidrofobik. Garam netral
dapat mempengaruhi disolusi karena air dapat lebih mudah masuk
sehingga mempercepat hancurnya tablet dan larutnya tablet
(Wagner, 1975).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
(e). Ukuran granul dan distribusi ukurannya
Dalam proses pembuatan tablet, proses granulasi merupakan proses
pengikatan campuran dan mempengaruhi sifat alir. Setelah granul
dibentuk menjadi tablet maka tablet akan mempertahankan
integritasnya. Ukuran granul dan distribusi ukurannya penting
karena mempengaruhi hancurnya tablet menjadi granul yang
kemudian hancur menjadi partikel-partikel kecil, sehingga akan
mempengaruhi ukuran partikel yang mempengaruhi luas permukaan
dan akan menentukan bioavailabilitas obat (Wagner, 1975).
(f). Jenis dan jumlah bahan penghancur dan metode mencampurnya
Bahan penghancur biasanya merupakan bahan yang akan
mengembang apabila ada air yang kemudian akan menekan tablet
untuk hancur. Proses disintegrasi tablet dalam cairan aqueous pada
saluran gastrointestinal merupakan salah satu rate limiting step yang
menentukan bioavailabilitas obat (Wagner, 1975).
(g).Waktu pencampuran
Pada proses pencampuran, diperlukan waktu optimum pencampuran
sehingga bahan-bahan tercampur sempurna, namun setelah melewati
waktu optimum pencampuran, ada kemungkinan bahan-bahan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
tersebut tidak tercampur dengan baik sehingga akan mempengaruhi
konsentrasi obat dalam tubuh (Wagner, 1975).
(h). Tekanan kompresi
Tekanan kompresi menentukan waktu hancur tablet dan kecepatan
disolusi obat dari bentuk tablet (Wagner, 1975).
(i). Efek matrik
Untuk obat-obat yang lepas lambat maka terjadi efek matrik. Ketika
obat diberikan secara oral, maka pada fase aqueous, air akan masuk
ke dalam matrik yang terbuat dari polimer sintetik yang tidak
terabsorpsi pada saluran gastrointestinal, kemudian obat akan
terlepas dari matrik secara perlahan-lahan (Wagner, 1975).
(j). Jenis dan jumlah surfaktan
Surfaktan yang dimaksud dapat berupa agen pengemulsi, agen
pelarut, pensuspensi, penstabil, atau sebagai wetting agent. Surfaktan
dapat meningkatkan, menurunkan atau menunjukkan tidak adanya
efek pada proses transpor obat menembus membran. Surfaktan dapat
menurunkan tegangan permukaan antara obat dengan media disolusi
sehingga meningkatkan kecepatan disolusi. Selain itu, surfaktan
dapat menghasilkan perubahan biologis yang mungkin dapat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
mempengaruhi enzim pemetabolisme obat atau ikatan obat dengan
reseptor. Surfaktan dapat mengganggu integritas dan fungsi
membran, surfaktan juga dapat mengubah waktu pengosongan
lambung (Wagner, 1975; Proudfoot, 1990).
(k). Bentuk dan geometri
Bentuk dan geometri akan mempengaruhi kecepatan disolusi obat.
Hal ini berhubungan dengan luas permukaan area efektif dan bentuk
sediaan (Wagner, 1975).
(l). Kondisi lingkungan selama pembuatan
Kelembaban selama pembuatan dapat mempengaruhi potensi dari
bentuk sediaan yang dibuat misalkan aspirin karena kondisi lembab
akan terhidrolisis sehingga mempengaruhi bentuk sediaan yang
dibuat (Wagner, 1975).
(m). Kondisi penyimpanan dan lama penyimpanan
Kondisi dan lama penyimpanan akan mempengaruhi stabilitas obat.
Stabilitas akan mempengaruhi waktu hancur dan kecepatan disolusi
obat, yang akan mempengaruhi bioavailabilitas (Wagner, 1975).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
2). Faktor Fisiologi
Faktor fisiologik mempengaruhi pelepasan, disolusi obat dari bentuk
sediaan, absorpsi pada saluran pencernaan dan dapat mempengaruhi profil
bioavailabilitas obat. Faktor-faktor tersebut yaitu :
a. Motilitas usus dan waktu transit obat dalam usus
Usus merupakan tempat utama terjadinya absorpsi obat sehingga semakin
besar kecepatan transit usus maka semakin kecil waktu tinggal obat di dalam
usus berarti makin kecil waktu obat kontak dengan tempat absorpsi sehingga
jumlah obat yang terabsorpsi menjadi kecil (Proudfoot 1990).
b. Kecepatan pengosongan lambung
Kebanyakan obat diabsorpsi di usus halus sehingga penurunan kecepatan obat
dalam bentuk larutan meninggalkan lambung, akan menurunkan kecepatan
absorpsi obat dan menunda onset efek terapeutik dari obat. Selain itu, ada
obat-obat yang akan mengalami degradasi akibat pH lambung dan aktivitas
enzim dalam cairan lambung jika terjadi penundaan pengosongan dalam
lambung sehingga akan menurunkan konsentrasi efektif obat dan
mempengaruhi bioavailabilitas. Salah satu faktor yang meningkatkan
kecepatan pengosongan lambung adalah rasa lapar Proudfoot, 1990).
c. Tempat absorpsi dan area permukaan yang efektif untuk absorpsi obat
Usus halus memiliki luas permukaan yang terbesar yang disebabkan adanya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
villi dan mikrovilli pada usus halus sehingga kebanyakan obat akan
terabsorpsi maksimum di dalam usus halus yang berarti akan menghasilkan
kecepatan dan jumlah obat terabsorpsi yang maksimum (menentukan
bioavailabilitas). Glycocalyx merupakan lapisan pada mikrovilli. Absorpsi
obat dari lumen usus halus untuk mencapai pembuluh darah harus melewati
beberapa barrier. Larutan obat untuk mencapai mikrovilli harus berdifusi
menembus unstirred layer, lapisan mukus dan glycocalyx (Proudfoot, 1990).
d. Nilai pH cairan gastrointestinal, konsentrasi elektrolit
Keasaman (pH) cairan di saluran gastrointestinal bervariasi, pH cairan
lambung antara 1-3,5; pH cairan usus halus antara 5-8 (pH 5-6 di duodenum
dan sekitar pH 8 di ileum), pH cairan usus besar sekitar 8. Nilai pH cairan
gastrointestinal akan mempengaruhi absorpsi obat. Nilai pH cairan
gastrointestinal dapat menentukan absorpsi dalam berbagai cara karena
kebanyakan obat merupakan asam lemah atau basa lemah, kelarutan
komponen-komponen tersebut dalam air dipengaruhi pH, dan kecepatan
disolusi dari bentuk sediaan terutama tablet dan kapsul juga dipengaruhi pH.
Bagian obat yang terionisasi lebih larut dalam air daripada bagian obat yang
tak terionisasi (Mayersohn, 2002; Shargel et al., 2005).
e. Stabilitas obat pada saluran gastrointestinal
Pada saluran cerna, obat tidak hanya mengalami proses absorpsi, obat dapat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
mengalami degradasi dan mengalami metabolisme di saluran gastrointestinal,
akibatnya fraksi obat yang terabsorpsi menjadi lebih kecil sehingga
menurunkan bioavailabilitas obat (Proudfoot, 1990; Wagner, 1975).
f. Metabolisme hepatik
Hati merupakan tempat utama terjadinya metabolisme. First-pass effect
merupakan fenomena dimana sebagian obat sebelum mencapai sirkulasi
sistemik mengalami metabolisme di hati sehingga akan menurunkan jumlah
obat yang terabsorpsi yang berarti menurunkan bioavailabilitas (Proudfoot,
1990)
g. Keberadaan makanan di saluran pencernaan
Mekanisme makanan dalam mempengaruhi bioavailabilitas obat yaitu dengan
mengubah kecepatan pengosongan lambung, menyebabkan terjadinya
stimulasi sekresi gastrointestinal, kompetisi antara komponen makanan dan
obat, kompleksasi obat dengan komponen dalam makanan, meningkatkan
viskositas dari isi gastrointestinal, dan dapat mengubah aliran darah ke hati
(Proudfoot, 1990; Wagner, 1975).
h. Faktor-faktor lain : kecepatan aliran darah, agen pengemulsi dan
pengkompleks, tegangan permukaan dan tegangan interfasial, gross
anatomical body position, suhu, integritas membran saluran pencernaan,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
tekanan hidrostatik dan intralumenal, kapasitas buffer, dan tonisitas (Wagner,
1975).
2. Distribusi
Setelah diabsorpsi, obat akan didistribusi ke seluruh tubuh melalui sirkulasi
darah (Setiawati, Zulnida, Suyatna, 2002). Distribusi merupakan proses perpindahan
obat dari sirkulasi sistemik menuju ke jaringan dan organ tubuh serta ke cairan tubuh
lainnya seperti cairan interstitial dan cairan intercellular (Wilkinson, 2001).
Distribusi obat dibedakan atas 2 fase berdasarkan penyebarannya di dalam
tubuh. Distribusi fase pertama berjalan dengan cepat yaitu ke organ-organ yang
perfusinya cepat seperti hati, ginjal, dan otak. Distribusi fase kedua memerlukan
waktu lebih lama sebelum mencapai keseimbangan konsentrasi obat di jaringan
dengan yang di dalam darah, yaitu ke organ-organ yang perfusinya tidak secepat
organ di atas seperti otot, visera, kulit, dan jaringan lemak (Setiawati dkk., 2002;
Wilkinson, 2001).
3. Biotransformasi atau metabolisme
Biotransformasi atau metabolisme obat ialah proses perubahan struktur
kimia obat yang terjadi dalam tubuh dan dikatalisis oleh enzim. Pada proses ini
molekul obat diubah menjadi lebih polar artinya lebih mudah larut dalam air dan
kurang larut dalam lemak sehingga lebih mudah diekskresi melalui ginjal. Selain itu,
pada umumnya obat menjadi inaktif sehingga biotransformasi sangat berperan dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
mengakhiri kerja obat (Setiawati dkk., 2002). Biotransformasi terjadi pada hati,
saluran cerna, ginjal, dan paru-paru (Wilkinson, 2001).
Reaksi biotransformasi obat dapat dibedakan menjadi 2 fase. Reaksi fase I
adalah reaksi fungsional yang mengubah obat menjadi metabolit yang lebih polar,
meliputi reaksi oksidasi, reduksi, dan hidrolisis (Setiawati dkk., 2002). Reaksi fase II
merupakan reaksi biosintetik (konjugasi). Reaksi ini merupakan reaksi konjugasi obat
atau metabolit hasil reaksi fase pertama dengan menggunakan substrat endogen
seperti asam glukuronat, sulfat, glutation, asam amino atau asetat. Konjugat yang
dihasilkan akan bersifat polar, inaktif dan dengan cepat dapat diekskresi melalui urin
dan feses (Setiawati dkk., 2002; Wilkinson, 2001).
4. Ekskresi
Ekskresi merupakan peristiwa pengeluaran obat dan atau metabolitnya dari
dalam tubuh. Ginjal merupakan organ terpenting untuk mengekskresi obat dan
metabolitnya. Obat dikeluarkan dari tubuh dalam bentuk metabolit hasil
biotransformasi atau dalam bentuk asalnya. Obat atau metabolit polar diekskresi lebih
cepat daripada obat larut lemak (Setiawati dkk., 2002).
Ekskresi di sini merupakan resultante dari 3 proses, yakni filtrasi di
glomerulus, sekresi aktif di tubuli proksimal dan reabsorpsi pasif di tubuli proksimal
dan distal. Selain melalui ginjal, ekskresi dapat terjadi pada paru-paru, hati, kelenjar
ludah, dan kelenjar susu, keringat, air mata, dan rambut (Setiawati., 2002; Wilkinson,
2001).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
C. Bioekivalensi
1. Definisi
Ekivalensi dapat didefinisikan antara lain :
a. Ekivalensi kimia menunjukkan dua atau lebih sediaan obat mengandung
jumlah yang sama yang tertera pada label (kurang lebih pada rentang
tertentu) (Malinowski, 2000).
b. Ekivalensi klinik terjadi ketika obat yang sama dari dua atau lebih sediaan
obat menunjukkan efek in vivo yang identik yang terukur dari respon
farmakologik atau dari kontrol gejala atau penyakit (Malinowski, 2000).
c. Ekivalensi terapeutik menyatakan bahwa dua merek produk obat diharapkan
akan menghasilkan hasil klinik yang sama (Malinowski, 2000). Dua produk
obat mempunyai ekivalensi terapeutik jika keduanya mempunyai ekivalensi
farmaseutik atau merupakan alternatif farmaseutik dan pada pemberian
dengan dosis molar yang sama akan menghasilkan efikasi klinik dan
keamanan yang sebanding. Dengan demikian, ekivalensi / inekivalensi
terapeutik seharusnya ditunjukkan dengan uji klinik (Anonim, 2004 b).
Ekivalensi farmasetikd. ditujukan pada dua produk dengan kesamaan bentuk
sediaan, zat aktif dan jumlah zat aktif (Malinowski, 2000; Anonim 2004 b).
e. Alternatif farmasetik jika keduanya mengandung zat aktif yang sama tetapi
berbeda dalam bentuk kimia (garam, ester, dsb.) atau bentuk sediaan atau
kekuatan (Anonim, 2004 b; Chereson, 1999).
f. Bioekivalensi menunjukkan bahwa obat dalam dua atau lebih bentuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
sediaan yang sama mencapai sirkulasi sistemik dengan kecepatan dan
jumlah yang sama atau bisa disebut memiliki bioavailabilitas yang sama.
Bioekivalensi ditunjukkan jika keduanya mempunyai ekivalensi farmasetik
atau merupakan alternatif farmasetik dan pada pemberian dengan dosis
molar yang sama akan menghasilkan bioavailabilitas yang sebanding
sehingga efeknya akan sama, dalam hal efikasi maupun keamanan
(Malinowski, 2000; Anonim, 2004 b).
2. Studi Bioavailabilitas dan Bioekivalensi
Studi bioavailabilitas dilakukan baik terhadap bahan obat aktif yang telah
disetujui maupun terhadap obat dengan efek terapeutik yang belum disetujui oleh
Food and Drug Administration (FDA) untuk dipasarkan. FDA dalam menyetujui
suatu produk obat untuk dipasarkan harus yakin bahwa produk obat tersebut aman
dan efektif sesuai label indikasi penggunaan serta harus memenuhi seluruh standar
yang digunakan dalam identitas, kekuatan, kualitas dan kemurnian (Shargel et al.,
2005).
Untuk meyakinkan bahwa standar-standar tersebut telah dipenuhi, FDA
menghendaki studi bioavailabilitas / farmakokinetika dan bila perlu persyaratan
bioekivalensi untuk semua produk (Shargel et al., 2005). Dalam tahun-tahun terakhir
ini, studi bioavailabilitas dan bioekivalensi dilakukan untuk menurunkan biaya
kesehatan dengan cara meningkatkan pemakaian obat generik. Oleh sebab itu,
diperlukan suatu kepastian bahwa produk generik bioekivalen terhadap produk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
dagang (Chereson, 1999).
Bioavailabilitas dari produk obat sering menentukan efikasi terapeutik dari
obat tersebut karena hal ini mempengaruhi onset, intensitas, dan durasi dari respon
terapeutik obat tersebut (Chereson, 1999). Pada studi bioekivalensi, dibutuhkan suatu
formulasi obat sebagai standar pembanding yang hendaknya mengandung obat aktif
terapeutik dalam formulasi yang paling banyak berada dalam sistemik (yakni larutan
atau suspensi), dalam jumlah sama, dan hendaknya diberikan dengan rute sama
seperti formulasi yang dibandingkan (Shargel et al., 2005).
Bioekivalensi dapat dilakukan menggunakan uji in vitro jika uji in vitro
memiliki korelasi yang baik dengan data bioavailabilitas secara in vivo. Selain itu, uji
bioekivalensi dapat dilakukan melalui studi farmakodinamika melalui uji
perbandingan klinis (Malinowski, 2000).
3. Korelasi in vitro dan in vivo
Korelasi in vitro dan in vivo yang dimaksud adalah hubungan antara
karakteristik biologi obat (efek farmakodinamika atau konsentrasi obat dalam plasma)
dan karakteristik fisika kimia produk obat (Shargel et al., 2005). Korelasi in vitro dan
in vivo ini penting untuk diketahui agar dalam menentukan bioavailablitas suatu obat
cukup dengan uji in vitro saja, tidak perlu dengan uji in vivo. Selama ini, uji
bioavailabilitas secara in vivo memerlukan waktu yang lama, biaya yang relatif tinggi,
serta terdapat beberapa masalah dalam pemberian obat kepada subjek uji sehat/pasien
(Chereson, 1999).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
Parameter uji in vitro yang paling dekat hubungannya dengan
bioavailabilitas adalah kecepatan disolusi. Obat yang masuk ke dalam tubuh dapat
diabsorpsi jika sudah dalam bentuk larutan sehingga kecepatan obat untuk larut dari
bentuk sediaannya (laju disolusi) akan menentukan kecepatan dan atau jumlah obat
yang terabsorpsi (Chereson, 1999).
D. Dasar-dasar Farmakokinetika
1. Definisi
Farmakokinetika adalah ilmu yang mempelajari kinetika absorpsi, distribusi
dan eliminasi (terdiri dari metabolisme dan ekskresi) dari obat. Studi farmakokinetika
meliputi pendekatan eksperimental dan teoritis. Aspek eksperimental dari
farmakokinetika meliputi perkembangan teknik pengambilan sampel biologis, metode
analisis obat dan metabolitnya, dan prosedur pengolahan data. Aspek teoritis dari
farmakokinetika meliputi perkembangan model farmakokinetika yang digunakan
untuk memprediksikan proses disposisi yang terjadi setelah pemberian obat. Aplikasi
dari metode statistik termasuk dalam studi farmakokinetika yaitu untuk penetapan
parameter farmakokinetika dan interpretasi data (Shargel, Wu-Pong, B. C. Yu, 2005).
2. Model Farmakokinetika
Model farmakokinetika adalah struktur hipotesis yang digunakan untuk
menggambarkan kecepatan dari proses absorpsi, distribusi, dan eliminasi obat
sehingga dapat diperkirakan konsentrasi obat dalam tubuh sebagai fungsi waktu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
Model farmakokinetika digunakan untuk menginterpretasikan data-data
farmakokinetika (Shargel et al., 2005).
Kompartemen dianggap sebagai sebuah jaringan atau kumpulan jaringan
yang memiliki kesamaan aliran darah dan afinitas terhadap obat. Di setiap
kompartemen, obat dianggap terdistribusi secara seragam. Model ini merupakan suatu
sistem terbuka apabila obat dapat dieliminasi dari tubuh (Shargel et al., 2005).
Kompartemen farmakokinetik ini tidak berhubungan dengan lokasi secara anatomi
tubuh namun hanya parameter operasional yang diturunkan secara matematis
(Mutschler, Derendorf, Schäfer-Korting, Elrod and Estes, 1995).
Model satu kompartemen menunjukkan bahwa setelah pemberian, obat
terdistribusi secara langsung. Model dua atau lebih kompartemen, terjadi distribusi
obat ke dalam ruang distribusi yang dapat dilewatinya dengan kecepatan berbeda-
beda (Mutschler et al., 1995). Model dua kompartemen, obat dapat berpindah antara
kompartemen sentral ke dan dari kompartemen perifer (jaringan). Kompartemen
sentral menggambarkan plasma dan organ yang memiliki perfusi tinggi dan secara
cepat seimbang dengan obat. Jumlah total obat di dalam tubuh dapat dihitung dari
jumlah obat di dalam kompartemen sentral ditambah dengan obat di dalam
kompartemen jaringan (Shargel et al., 2005).
3. Parameter Farmakokinetika
Parameter farmakokinetika adalah konstanta yang menunjukkan profil obat
yang dapat diperkirakan dari data-data percobaan (Shargel et al., 2005). Parameter
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
farmakokinetika diperoleh dari profil kinetika dari obat yang dapat diperoleh melalui
kurva konsentrasi obat terhadap waktu. Konsentrasi obat dapat diukur sebagai fungsi
terhadap waktu di beberapa cairan tubuh seperti darah, plasma, serum, saliva, dan
urin. Konsentrasi obat dalam darah mencerminkan perubahan kinetika di sirkulasi
sistemik. Untuk mendapatkan kurva konsentrasi obat terhadap waktu maka perlu
dilakukan pengukuran konsentrasi obat berulangkali pada beberapa titik waktu
(Mutschler et al., 1995). Parameter-parameter farmakokinetika antara lain:
a. AUC (Area under the curve)
AUC merupakan ukuran dari jumlah obat di dalam tubuh dan dapat
dihitung dengan menggunakan rumus trapezoid, yaitu :
[ ] ( 1-nnn 1-nt
t tt 2
C C AUC n
1-n−
+= ) (7)
AUC = area di bawah kurva
t = waktu pengamatan dari konsentrasi obat Cn n
tn-1 = waktu pengamatan sebelumnya yang berhubungan dengan konsentrasi
obat Cn-1 (Mutschler et al., 1995).
Rumus trapezoid ini menganggap titik-titik data berada pada suatu
fungsi linier. Jika titik-titik data tersebar secara luas, maka lengkung dari garis
akan menyebabkan kesalahan yang besar dalam memperkirakan area. Pada
suatu waktu area di bawah kurva kadar plasma-waktu diekstrapolasikan
sampai t = ∞.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
Dalam hal ini area tersisa,
[ ]k
C AUC npt
tn=∞ (8)
Cpn = konsentrasi dalam plasma terakhir pada tn
k = slop yang diperoleh dari bagian akhir kurva (Shargel et al., 2005).
Untuk menghitung AUC total (AUC∞) maka dilakukan ekstrapolasi
bagian akhir area setelah titik terakhir yang diukur (AUCtn - ∞). Prosedur yang
digunakan disebut sahih bila bagian ekstrapolasi tersebut kira-kira di bawah
10% dari AUC total dan tidak boleh digunakan bila melebihi 20% dari AUC
total (Mutschler et al., 1995).
b. Volume distribusi (Vd)
Parameter ini menunjukkan volume penyebaran obat dalam tubuh
dengan kadar plasma atau serum. Vd tidak perlu menunjukkan volume
penyebaran obat yang sesungguhnya ataupun volume secara anatomik, tetapi
hanya volume imajinasi dimana tubuh dianggap sebagai 1 kompartemen yang
terdiri dari plasma atau serum, dan Vd menghubungkan jumlah obat dalam
tubuh dengan kadarnya dalam plasma atau serum (Setiawati, 2002).
DB = Vd . C (9) p
D = jumlah obat dalam tubuh B
C = konsentrasi obat dalam plasma. p
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
Tubuh dapat dianggap sebagai suatu sistem dengan volume yang
konstan. Oleh karena itu, volume distribusi untuk suatu obat umumnya
konstan (Shargel et al., 2005). Volume distribusi besar menunjukkan jumlah
obat yang terdistribusi ke dalam jaringan besar atau terkonsentrasi di jaringan
tertentu (Mutschler, et al., 1995).
c. Bersihan total (Klirens / Cl)
Klirens adalah volume plasma yang dibersihkan dari obat per satuan
waktu oleh seluruh tubuh (ml/menit). Parameter ini menunjukkan kemampuan
tubuh untuk mengeliminasi obat. Untuk obat dengan kinetika orde satu, Cl
merupakan bilangan konstan pada kadar obat yang biasa ditemukan dalam
klinik.
oral
oral
IV
IV
AUCF.D
AUC
D Cl == (10)
eld k V Cl ⋅= (11)
D = Dosis
F = Fraksi obat yang
terabsorpsi
AUC = Area under the curve
Vd = Volume distribusi
k = tetapan laju eliminasiel
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
Umumnya bersihan total merupakan hasil beberapa bersihan bagian
bersama-sama, yang terpenting adalah bersihan ginjal (ClR) dan bersihan hati
(ClH) (Mutschler, 1991).
d. Waktu paruh eliminasi (t ) dan kecepatan eliminasi ½
Waktu paruh eliminasi adalah waktu yang diperlukan untuk turunnya
kadar obat dalam plasma atau serum pada fase eliminasi (setelah fase absorpsi
dan distribusi) menjadi separuhnya. Untuk obat-obat dengan kinetika orde
reaksi satu, t½ ini merupakan bilangan konstan, tidak tergantung dari besarnya
dosis, interval pemberian, kadar plasma maupun cara pemberian (Setiawati,
2002).
elel k0,693
k2ln t
21 == (12)
kel adalah konstanta kecepatan eliminasi.
Waktu paruh eliminasi adalah parameter farmakokinetik yang berbeda
dengan waktu paruh dari efek atau waktu yang diperlukan untuk menjadikan
efek farmakologi menjadi separuh dengan efek semula (Mutschler et al.,
1995).
Kecepatan eliminasi merupakan kecepatan pengeluaran per satuan
waktu (Mutschler et al., 1995) :
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
21t2ln k el = (13)
e. Bioavailabilitas
Parameter ini menunjukkan fraksi dari dosis obat yang mencapai
peredaran darah sistemik dalam bentuk aktif (Setiawati, 2002). Faktor yang
menentukan bioavailabilitas adalah kecepatan dan jumlah obat yang dilepas
dari bentuk sediaannya, kecepatan dan jumlah obat yang mengalami absorpsi,
dan besarnya efek lintas pertama (Mutschler et al., 1995).
Besarnya bioavailabilitas absolut dapat dihitung dengan cara sebagai
berikut :
( )% 100 AUCAUC F
i.v
x ⋅= (14)
F = bioavailabilitas absolut
AUC = AUC pemberian nonsistemik x
= AUC pemberian intravaskuler AUCiv
Dalam kasus apabila dosis dan formulasi untuk rute pemberian i.v
tidak ada, maka dapat ditentukan bioavailabilitas relatif yang diperoleh
dengan cara :
( )% 100 AUC
AUC F
standar
xrel ⋅= (15)
F = bioavailabilitas relatif rel
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
= AUC pemberian nonsistemik AUCx
AUC = AUC produk standar standar
Parameter untuk menggambarkan kecepatan absorpsi adalah
konsentrasi obat dalam plasma maksimum (Cmaks) dan selang waktu antara
pemberian obat hingga mencapai konsentrasi maksimum dalam plasma
(t ) (Mutschler et al., 1995). maks
4. Strategi Penelitian Farmakokinetika
Strategi penelitian farmakokinetika (SPF) adalah rencana yang disusun
sebelum meneliti tahap farmakokinetika obat, guna memperoleh informasi tentang
nasib obat dalam tubuh secara kuantitatif. Objek penelitian farmakokinetika adalah
tahap farmakokinetika obat dengan parameter farmakokinetika sebagai tolok ukurnya.
Parameter farmakokinetika adalah besaran yang diturunkan secara matematik dari
hasil pengukuran kadar obat atau metabolitnya di dalam darah atau urin (Suryawati
dan Donatus, 1998).
Tahap-tahap SPF meliputi :
1. Pemilihan rancangan uji coba.
2. Pemilihan subjek uji dan jumlahnya.
3. Pemilihan cuplikan hayati.
4. Pemilihan metode analisis penetapan kadar.
Syarat-syarat metode analisis yaitu :
a. selektivitas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
selektivitas adalah kemampuan metode analisis untuk membedakan suatu
obat dengan metabolitnya, obat lain dan kandungan endogen cuplikan
hayati.
b. sensitivitas
sensitivitas berkaitan dengan kadar terendah yang dapat diukur dengan
metode analisis yang digunakan. Hal ini diperlukan karena untuk
menghitung parameter farmakokinetika suatu obat diperlukan kadar obat
tertinggi sampai terendah pada rentang waktu tertentu.
c. ketelitian dan ketepatan
ketelitian dan ketepatan ini akan menentukan kesahihan hasil penetapan
kadar. Ketepatan (accuracy) ditunjukkan oleh kemampuan metode
memberikan hasil pengukuran sedekat mungkin dengan nilai yang
sesungguhnya. Ketelitian (precision) menunjukkan kedekatan hasil
pengukuran berulang pada cuplikan hayati yang sama.
5. Pemilihan takaran dosis dan bentuk sediaan obat.
Takaran dosis yang diberikan harus menjamin dapat diukurnya kadar obat atau
metabolitnya pada rentang waktu tertentu sehingga diperoleh data yang cukup
memadai untuk analisis farmakokinetika.
6. Pemilihan lama dan banyaknya waktu pengambilan cuplikan hayati.
Bila menggunakan cuplikan darah, sebaiknya pengambilan dilakukan sebanyak 3
– 5 kali t ½ eliminasi obat yang diuji. Hal ini disebabkan karena pada kondisi
tersebut, 99,2 % - 99,9 % obat telah diekskresi. Frekuensi pengambilan cuplikan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
obat sebaiknya dilakukan setidaknya 3 kali pada tahap absorpsi, 3 kali di sekitar
puncak, 3 kali pada tahap distribusi, dan 3 kali pada tahap eliminasi.
7. Analisis dan evaluasi hasil.
Langkah-langkah ini meliputi analisis sederetan kadar obat utuh atau
metabolitnya dalam darah atau urin, analisis statistika dan evaluasi (Suryawati
dan Donatus, 1998).
E. Desain Cross Over
Desain cross over merupakan desain blok secara acak dimana tiap blok
menerima lebih dari satu formulasi obat pada waktu yang berbeda. Keuntungan dari
desain cross over pada studi bioavailabilitas-bioekivalensi adalah tiap subjek
bertindak sebagai kontrol sendiri, desain ini menghilangkan variasi biologik
antarsubjeknya, dan dengan randomisasi yang tepat maka hal ini akan memberikan
kalkulasi yang paling baik mengenai perbedaan tiap formulasi (Chow and Jen-Pei,
2000)
Perlakuan pertama dan perlakuan kedua dipisahkan oleh periode washout
yang cukup untuk eliminasi produk obat yang pertama diberikan (biasanya lebih dari
lima kali waktu paruh terminal dari obat, atau lebih lama jika mempunyai metabolit
aktif dengan waktu paruh yang lebih panjang). Jika obat mempunyai kecepatan
eliminasi yang sangat bervariasi antarsubjek, periode washout yang lebih lama
diperlukan untuk memperhitungkan kecepatan eliminasi yang lebih rendah pada
beberapa subjek. Karena itu, untuk obat dengan waktu paruh eliminasi yang panjang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
(> 24 jam), dapat dipertimbangkan penggunaan desain dua kelompok paralel
(Anonim, 2004 b).
F. Parasetamol
Parasetamol mengandung tidak kurang dari 98,0 % dan tidak lebih dari
101,0 % C H NO8 9 2, dihitung terhadap zat anhidrat. Parasetamol berupa serbuk hablur
putih, tidak berbau, rasa sedikit pahit. Larut dalam air mendidih dan dalam NaOH 1
N, mudah larut dalam etanol. Tablet parasetamol mengandung parasetamol tidak
kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0% dari jumlah yang tertera pada etiket
(Anonim, 1995). Larut dalam 70 bagian air, dalam 7 bagian etanol (95 %) P, dalam
13 bagian aseton P, dalam 40 bagian gliserol P, dan dalam 9 bagian propilenglikol P,
larut dalam larutan alkali hidroksida. Khasiat dan penggunaan : analgetikum,
antipiretikum (Anonim, 1979).
NHCOCH3HO
N-(4-hydroxyphenyl)acetamide Gambar 4. Struktur Parasetamol (Anonim, 1995)
Titik lebur parasetamol 169 °C – 172 °C, tidak larut dalam benzen dan eter,
namun larut dalam larutan basa hidroksida. Parasetamol memiliki pH 5,3 sampai 6,5
pada larutan jenuh. Parasetamol sangat stabil dalam larutan berair dengan pH 5-7.
Nilai pKa parasetamol adalah 9,51 (Connors, Amidon, and Stella, 1986; Hanson,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
2000).
Melalui uji klinis, telah terbukti bahwa makanan dapat menurunkan tingkat
absorpsi parasetamol. Pada keadaan puasa secara nyata dapat meningkatkan
kecepatan absorpsi parasetamol walaupun tidak mempengaruhi jumlah total yang
diabsorpsi (McGilveray and Mattok, 1972). Menurut Lacy, Armstrong, Goldman, dan
Lance (2003), parasetamol cepat diabsorpsi dan hampir sempurna, namun apabila
parasetamol dikonsumsi diikuti dengan makanan berkarbohidrat tinggi akan terjadi
penundaan absorpsi yang berarti menunjukkan penurunan kecepatan absorpsi.
Menurut Proudfoot (1990), makanan akan menurunkan laju pengosongan lambung
sehingga akan menunda onset parasetamol.
Onset dari parasetamol relatif cepat, yaitu kurang dari 1 jam, sedangkan
durasinya sekitar 4 – 6 jam. Parasetamol memiliki tmax 0,5 – 2 jam. Obat ini tersebar
ke seluruh cairan tubuh. Availabilitas oral parasetamol adalah 88 ± 15% (Benet,
1992). Dalam plasma, 20 – 50% parasetamol akan terikat oleh protein plasma
(Anonim, 2004 a ; Lacy et al., 2003). Volume distribusi dari parasetamol adalah 0,94
L/kg (Melmon and Morelli, 1992) atau pada manusia 70 kg, volume distribusinya
sekitar 67 ± 8 L (Benet, 1992).
Parasetamol memiliki t½ sebesar 1 sampai 4 jam (Anonim, 2005 c). Dalam
urin, terdapat 90 – 100% metabolit tidak aktif, namun kadang ditemukan 3%
parasetamol dalam bentuk utuh (Anonim, 2004 a ; Mutschler et al., 1995). Efek
analgesik antipiretik dari parasetamol akan timbul apabila konsentrasinya dalam
darah antara 10 mg/L sampai 20 mg/L (Melmon and Morelli, 1992). Jadi, nilai KEM
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
(Kadar Efek Minimum) parasetamol adalah bila kadar parasetamol dalam darah
adalah sebesar 10µg/ml hingga 20 µg/ml, sedangkan nilai KTM (Kadar Toksik
Minimum) parasetamol adalah bila kadar parasetamol dalam plasma lebih besar dari
300 µg/mL (Benet, 1992).
Parasetamol akan dimetabolisme oleh enzim mikrosom hati. Sebagian
parasetamol (80%) dikonjugasi dengan asam glukuronat dan sebagian kecil lainnya
dengan asam sulfat. Selain itu, parasetamol juga dapat mengalami hidroksilasi.
Metabolit hasil hidroksilasi ini, dapat menimbulkan methemoglobinemia dan
hemolisis eritrosit (Wilmana, 2002). Klirens parasetamol adalah 250 ml/menit sampai
450 ml/menit. Klirens parasetamol akan turun apabila terjadi disfungsi hati. Klirens
akan meningkat bila terjadi hipertiroidsm (Melmon and Morelli, 1992).
Parasetamol mengalami metabolisme fase kedua yang menghasilkan
inaktivasi farmakologis dari obat induk. Seperti yang terlihat pada gambar 5,
parasetamol mengalami konjugasi glutation, glukuronida, dan konjugasi sulfat, dan
sebagai hasilnya konjugasi fase kedua tidak aktif secara farmakologis (Gibson and
Skett, 1991).
Parasetamol dalam dosis berlebihan dapat menyebabkan kematian karena
akan menghasilkan nekrosis pada hati, tapi dosis terapi tidak akan menyebabkan
hepatotoksik. Dosis kecil dari parasetamol akan dieliminasi melalui proses konjugasi
yang kemudian diikuti dengan ekskresi, tapi pada dosis yang berlebihan enzim yang
berperan mengalami saturasi maka obat akan mengalami proses metabolisme yang
berbeda, sehingga terbentuk hidroksilamin oleh enzim sitokrom P450.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
Hidroksilamin akan bereaksi nonenzimatik dengan glutation dan kemudian
akan didetoksifikasi. Namun, karena jumlah glutation di hati terbatas maka apabila
parasetamol dikonsumsi berlebihan maka hidroksilamin yang mungkin terbentuk
akan bereaksi dengan makromolekul dan merusak struktur dan fungsinya sehingga
akan menyebabkan kerusakan sel. Kerusakan sel ini dapat dicegah dengan pemberian
sulfidril nukleofilik yang akan bereaksi dengan hidroksilamin elektrofilik dan untuk
mencegah hilangnya glutation secara berlebihan dapat digunakan systeamin dan
dimerkaprol (Benet, 1992).
HOHN COCH3
OHN COCH3S
O
O
HO OHN COCH3
O
OHHO
HO
HOOC
Parasetamol (aktif)
Konjugasisulfat
Konjugasiglukuronida
(tidak aktif) (tidak aktif)
Metabolisme dan konjugasi glutation
Sistein dan konjugasi asammerkapturat (tidak aktif)
ekskresi urin ekskresi urinekskresi urin
Gambar 5. Metabolisme parasetamol (Gibson and Skett, 1991)
Sinonim parasetamol di antaranya asetaminofen, p-acetamidophenol, N-
acetyl-p-aminophenol (Connors et al., 1986). Parasetamol merupakan derivat para
amino fenol, suatu metabolit fenasetin dengan efek antipiretik yang sama (Wilmana,
2002; Mutschler, 1991). Efek analgesik parasetamol serupa dengan salisilat yaitu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sampai sedang. Parasetamol
menurunkan suhu tubuh dengan mekanisme yang diduga juga berdasarkan efek
sentral seperti salisilat (Wilmana, 2003).
G. Darah
Darah terdiri atas unsur-unsur padat, yaitu eritrosit, leukosit serta trombosit
yang tersuspensi di dalam suatu media cair yakni plasma. Pada darah normal, jumlah
plasma mencapai 55% dari volume darah. Konsentrasi total protein dalam plasma
manusia kurang lebih 77,5 g/dL, dan membentuk bagian utama unsur-unsur padat
plasma.
Begitu darah membeku (mengalami koagulasi), fase cair yang tertinggal
dinamakan serum. Serum sudah tidak lagi mengandung faktor-faktor pembekuan
(termasuk fibrinogen) (Murray, Granner, Mayes, and Rodwell, 1990). Plasma
dihasilkan dari melakukan sentrifugasi pada darah dan ditambahkan ke dalamnya
bahan antikoagulan Chamberlain, 1995).
Plasma manusia mengandung sekitar 90-92% air. Air selain berfungsi
sebagai pelarut senyawa organik dan inorganik sangat penting untuk pengaturan suhu
dan pertukaran secara osmotik antarkompartemen tubuh (Frisell, 1982). Plasma
mengandung sekitar 7-8 % protein dan mengandung garam-garam, karbohidrat, lipid,
asam amino, berbagai enzim dan faktor golongan darah (Mutschler, 1991). Walaupun
plasma merupakan cairan yang kompleks, namun komposisinya stabil dan memiliki
pH di antara 7,30 hingga 7,50 (Chamberlain, 1995). Protein plasma bukan saja
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
mencakup protein sederhana tetapi juga protein terkonjugasi seperti glikoprotein serta
berbagai tipe lipoprotein (Murray et al., 1990). Sebanyak 55% dari jumlah protein
total tersebut adalah albumin (Montgomery, Conway, Spector, 1993).
Sering terdapat afinitas yang kuat antara protein dengan obat, dan
penghilangan protein secara langsung dengan ultrafiltrasi atau dialisis dapat juga
menghilangkan fraksi yang besar dari obat. Di sisi lain, pengukuran obat secara
langsung, hanya mengukur obat yang bebas, bukan keseluruhan obat yang ada. Oleh
sebab itu, permasalahan yang dihadapi adalah bagaimana menghancurkan ikatan
antara protein dengan obat dan memperoleh keseluruhan obat untuk dianalisis
(Chamberlain, 1995).
Metode paling sederhana dan paling tua adalah dengan mengendapkan
protein dan memperoleh filtratnya. Protein didenaturasi dan ikatannya dengan obat
dihancurkan sehingga obat seluruhnya terlepas di dalam filtrat. Reagen asam yang
paling terkenal untuk denaturasi protein ini adalah asam trikloroasetat dan asam
tungstat (Chamberlain, 1995).
H. Kolorimetri
1. Definisi
Pada kolorimetri yang ditentukan adalah serapan cahaya oleh larutan
berwarna. Untuk itu, dibuat kadar larutan dengan kadar tertentu dengan konsentrasi
meningkat dan membandingkan warnanya dengan senyawa yang hendak dianalisis.
Menurut definisi yang diperluas, dalam kolorimetri juga tercakup pengubahan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
senyawa tidak berwarna menjadi zat berwarna dan penentuan fotometrinya dilakukan
dalam daerah sinar tampak (400-800 nm) (Roth and Blascke, 1981).
2. Kriteria analisis kolorimetri
Kriteria untuk analisis kolorimetri yang baik adalah :
a. Menghasilkan reaksi warna yang khusus
Reaksi-reaksi yang ada sangat sedikit sekali untuk beberapa substansi
tertentu, tetapi justru memberikan warna-warna yang banyak membentuk
kelompok warna tersendiri yang hanya berhubungan dengan substansi
khusus.
b. Adanya proporsi yang sesuai antara warna dan konsentrasi
Untuk kolorimetri visual sangat penting bahwa intensitas warna harus
meningkat secara linear dengan konsentrasi dari substansi yang ditentukan.
c. Stabilitas warna
Warna yang dihasilkan harus sama untuk mendapatkan hasil yang akurat.
Hal ini menerapkan reaksi-reaksi dari warna yang akan dicapai secara
maksimal. Waktu untuk mencapai warna yang maksimal harus cukup lama
untuk mendapatkan pengukuran yang akurat.
d. Reprodusibel
Prosedur kolorimetri harus memberikan hasil yang reprodusibel dalam
kondisi yang spesifik.
e. Kejernihan larutan
Larutan harus bebas dari pengotor jika pembanding yang dipakai dibuat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
dengan standar. Kekeruhan akan menyerap cahaya dengan baik (Bassett,
Denney, Jeffrey, and Mendham, 1991).
3. Metode kolorimetri untuk parasetamol
Ada beberapa macam cara yang dapat digunakan pada metode kolorimetri
untuk parasetamol, yaitu:
a. Cara asam nitrat
Parasetamol yang dilarutkan dengan metanol dan ditambah larutan
asam nitrat akan menghasilkan warna kuning kemerahan (Connors et al.,
1986).
NHCOCH3
OH
HNO3
NHCOCH3
OH
NO2
Gambar 6. Reaksi parasetamol dengan asam nitrat (Connors et al., 1986)
b. Cara hidrolisis menjadi p-aminofenol
Ada banyak cara yang dapat dilakukan untuk pembentukan
senyawa berwarna dari parasetamol, umumnya didahului dengan
hidrolisis parasetamol menjadi p-aminofenol dan hasilnya kemudian
direaksikan dengan o-nitroanilin terdiazotasi, vanilin, p-
dimetilaminobenzaldehid ataupun 2-naftol yang dalam suasana basa
akan membentuk suatu senyawa yang berwarna (Belal, Elsayed, El-
Waliely, and Abdine, 1979).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
NHCOCH3
OH
H+ / H2O
OH
NH2
+ CH3COOH
parasetamol p-aminofenol asam asetat Gambar 7. Reaksi hidrolisis parasetamol menjadi p-aminofenol (Belal, Elsayed, El-Waliely,
and Abdine, 1979)
c. Metode Chafetz et al.
Cincin aromatis dari parasetamol akan dinitrasi oleh asam nitrit menjadi
2-nitro-4-asetamidofenol. Produk ini kemudian dilarutkan dalam
natrium hidroksida sehingga suasananya menjadi basa. Dalam suasana
inilah larutan akan memberikan serapan yang kuat sehingga absorbansi
dapat terbaca pada λ 430 nm (Chafetz, Daly, Schriftman, and Lomner,
1971).
NHCOCH3
OH
NaNO2
HCl
OH
NHCOCH3
NO2
OH-
O
NHCOCH3
NO2
Gambar 8. Reaksi Pembentukan warna (Chafetz, Daly, Schriftman, and Lomner, 1971)
Namun, metode ini tidak dapat mengukur dengan tepat konsentrasi
parasetamol dalam plasma di bawah 50 µg/ml sehingga pada konsentrasi
tersebut biasanya digunakan metode kromatografi (Widdop, 1986).
Metode ini sangat spesifik untuk parasetamol meskipun
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
dipengaruhi oleh salisilat (Chamberlain, 1995). Asam salisilat akan
memberikan reaksi yang mirip dengan parasetamol, tetapi di dalam
plasma asam salisilat baru akan memberikan intensitas warna yang mirip
dengan 20 µg/ml parasetamol jika kadar asam salisilat di dalam plasma
1000 µg/ml. Sampel yang terkontaminasi oleh heparin yang
mengandung kresol sebagai pengawet dapat memberikan hasil yang
semu sebesar 200 µg/ml (Widdop, 1986).
I. Keterangan empiris
Obat yang beredar di masyarakat dapat dibedakan menjadi 2 yaitu obat
generik dan obat bermerek dagang. Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat
menggunakan kedua jenis produk obat tersebut tanpa terlalu memperhatikan
perbandingan antara kedua jenis produk obat tersebut. Sekarang ini, belum diketahui
secara jelas apakah obat bermerek dagang dan obat generik yang memiliki zat aktif
yang sama tersebut merupakan obat yang sama baik dari segi efek maupun segi
farmakokinetika. Penelitian ini melakukan perbandingan parameter-parameter
bioavailabilitas antara tablet Biogesic® ® dan tablet Pamol dengan tablet parasetamol
generik pada kelinci putih jantan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian perbandingan bioavailabilitas antara tablet Biogesic® dan tablet
Pamol® dengan tablet parasetamol (generik) pada kelinci putih jantan termasuk ke
dalam jenis penelitian eksperimental murni, rancangan eksperimental silang.
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
1. Variabel penelitian
a. Variabel utama
1). Variabel bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah 3 jenis tablet parasetamol yaitu
tablet parasetamol generik, tablet Biogesic®, dan tablet Pamol®.
2). Variabel tergantung
Variabel tergantung merupakan hasil pengamatan penelitian ini, berupa
parameter-parameter bioavailabilitas, yaitu :
a). AUC0-∞ adalah area di bawah kurva kadar obat dalam plasma terhadap
waktu dari waktu 0 sampai waktu tidak terhingga.
b). Cmax adalah kadar puncak obat dalam plasma yang teramati.
c). tmax adalah waktu sejak pemberian obat sampai dicapai Cmax.
Selain itu, ditentukan pula parameter-parameter farmakokinetika lainnya :
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
a). ka adalah tetapan laju absorpsi.
b). AUC(0-t) merupakan area di bawah kurva kadar obat dalam plasma
terhadap waktu dari waktu ke-0 sampai waktu terakhir kadar obat
diukur.
c). Vd (volume distribusi) adalah volume penyebaran obat dalam tubuh.
d). Cl (klirens) adalah volume darah yang dapat dibersihkan dari obat per
satuan waktu.
e). t½ adalah waktu paruh obat dalam plasma.
f). kel adalah tetapan laju eliminasi
b. Variabel pengacau
1). Variabel pengacau yang dapat dikendalikan, yaitu :
a). galur spesies hewan uji dikendalikan dengan galur lokal.
b). jenis kelamin hewan uji dikendalikan dengan jenis kelamin jantan.
c). umur hewan uji dikendalikan dengan 2-3 bulan.
d). berat badan hewan uji dikendalikan dengan 1,7-2 kg.
e). status hewan uji sebelum perlakuan adalah dengan dipuasakan
terhadap makanan dan minuman selama 18 jam sebelum perlakuan.
2). Variabel pengacau yang tidak dapat dikendalikan yaitu keadaan patologis
hewan uji dan ukuran partikel suspensi parasetamol yang diberikan kepada
hewan uji.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
2. Definisi operasional
Definisi operasional pada penelitian ini yaitu :
a. Bioavailabilitas adalah persentase dan kecepatan zat aktif dalam suatu produk
obat yang mencapai / tersedia dalam sirkulasi sistemik dalam bentuk utuh / aktif
setelah pemberian produk obat tersebut
b. Bioekivalensi adalah perbandingan bioavailabilitas dari dua atau lebih produk
obat.
c. Dua produk obat dikatakan bioekivalen jika :
0,8 < R
T
AUCgeometrik rata-rata nilaiAUCgeometrik rata-rata nilai < 1,25
0,8 < Rmaks
Tmaks
)C(geometrik rata-rata nilai)C(geometrik rata-rata nilai < 1,25
0,8 < R maks
T maks
tgeometrik rata-rata nilaitgeometrik rata-rata nilai < 1,25
T = obat yang diuji
R = obat yang dijadikan sebagai pembanding
d. Obat generik adalah obat jadi dengan nama resmi yang ditetapkan dalam
Farmakope Indonesia untuk zat berkhasiat yang dikandungnya
e. Obat bermerek dagang adalah obat jadi dengan nama dagang yang terdaftar atas
nama pembuat atau yang dikuasakannya dan dijual dalam bungkus asli dari
pabrik yang memproduksinya (Lestari, Rahayu, Rya, Suhardjono, Maisunah,
Soewarni, dkk., 2002).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
C. Bahan Penelitian
Asam trikloroasetat kualitas proanalisis (E. Merck, Darmstadt, Germany), larutan
asam klorida pekat kualitas proanalisis (E. Merck, Darmstadt, Germany), natrium
nitrit kualitas proanalisis (E. Merck, Darmstadt, Germany), asam sulfamat kualitas
proanalisis (Sigma), natrium hidroksida kualitas proanalisis (E. Merck, Darmstadt,
Germany), parasetamol kualitas farmasetis (Changshu Huagang Pharmaceutical),
tablet parasetamol (generik), tablet Pamol®, tablet Biogesic®.
D. Alat Penelitian
Spektrofotometer visible (Genesys 6 vl. 001), spektrofotometer UV/Vis (Lambda 20,
Perkin Elmer), sentrifuge (berdiameter 18 cm, Hettich EBA 85), degassing ultrasonic,
vortex (MSI Minishaker IKA), neraca elektrik (Mettler Toledo, model AB 204, made
in Switzerland), mikropipet, hardness tester (Kiya Seisakustio, Ltd. Tokyo Japan No.
174886), atrition tester (ATMI Surakarta), disintegration tester (ATMI Surakarta),
disolution tester (SATOX), dan alat-alat gelas (Pyrex).
E. Tata Cara Penelitian
1. Uji pendahuluan tablet parasetamol
a. Uji keseragaman bobot
Dua puluh tablet ditimbang, dihitung bobot rata-rata tiap tablet. Untuk
tablet dengan bobot rata-rata lebih dari 300 mg, tidak boleh lebih dari 2 tablet
yang bobotnya menyimpang dari bobot rata-ratanya lebih besar dari 5% dan tidak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
satu tabletpun yang bobotnya menyimpang dari bobot rata-ratanya lebih dari 10%
(Anonim, 1979).
b. Uji kekerasan tablet
Tablet diletakkan pada alat hardness tester dan mesin kemudian
dijalankan. Kekerasan tablet terbaca pada layar alat (Kottke and Rudnic, 2002).
c. Uji kerapuhan tablet
Dua puluh tablet dibebasdebukan dari partikel halus yang menempel lalu
ditimbang. Tablet dimasukkan ke dalam friabilator (alat penguji kerapuhan
tablet), diputar selama 4 menit dengan kecepatan 25 rpm. Tablet dibersihkan dan
ditimbang kembali. Hitung persen (%) kehilangan berat tablet dari berat
keseluruhan tablet semula (Kottke and Rudnic, 2002). Menurut The United States
Pharmacopeia 28 (2005), tablet memenuhi syarat uji kerapuhan jika memiliki
angka persentase kerapuhan tidak lebih dari 1%.
d. Uji waktu hancur
Masukkan 5 tablet ke dalam keranjang, turun-naikkan keranjang secara
teratur 30 kali tiap menit ke dalam air bersuhu 36-38 o. Tablet dinyatakan hancur
jika tidak ada bagian tablet yang tertinggal di atas kasa. Untuk tablet tidak
bersalut, waktu penghancuran yang diperlukan tidak lebih dari 15 menit (Anonim,
1979).
e. Uji disolusi tablet
1). Penentuan panjang gelombang maksimum
Parasetamol baku dilarutkan dalam larutan dapar fosfat monobasa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
sehingga diperoleh konsentrasi larutan tertentu kemudian dilakukan
scanning panjang gelombang maksimum parasetamol dengan
spektrofotometer UV. Panjang gelombang teoritis parasetamol pada
spektrofotometer UV = 243 nm.
2). Pembuatan kurva baku
Buat seri kadar kurva baku, kemudian diukur serapan parasetamol pada
panjang gelombang maksimum yang didapat.
3). Penetapan kadar parasetamol yang terdisolusi
Masukkan 3 tablet parasetamol pada media disolusi yaitu 900 ml larutan
dapar fosfat pH 5,8. Uji ini menggunakan alat disolusi tipe 2 dengan
kecepatan 50 rpm. Ambil 5 ml cuplikan pada menit ke-10, 20, dan 30,
setiap pengambilan cuplikan ditambahkan ke dalamnya 5 ml larutan dapar
fosfat. Kemudian ukur serapan dengan spektrofotometer UV dengan
panjang gelombang maksimum yang didapat yaitu 243,1 nm. Dalam
waktu 30 menit harus larut tidak kurang dari 80% (Q) C8H9NO2 dari
jumlah yang tertera pada etiket (Anonim, 1995).
2. Pembuatan larutan
a. Larutan dapar fosfat monobasa pH 5,8
Campurkan 50 ml KH2PO4 0,2M dengan 3,66 ml NaOH 0,2M LV diencerkan
dengan air hingga 200 ml.
b. Larutan persediaan parasetamol 0,01 mg% untuk uji disolusi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
Sejumlah lebih kurang 50 mg parasetamol dilarutkan dalam larutan dapar fosfat
monobasa sampai volume 50 ml.
c. Larutan intermediet parasetamol untuk uji disolusi
Pipet 1 ml larutan persediaan parasetamol kemudian dilarutkan dalam dapar fosfat
monobasa sampai volume 50 ml.
d. Seri kadar kurva baku larutan parasetamol untuk uji disolusi
Pipet 1,5; 2,0; 2,5; 3,0; 3,5; 4,0; dan 4,5 ml larutan intermediet parasetamol
kemudian dilarutkan dalam larutan dapar fosfat monobasa sampai volume 10 ml
sehingga diperoleh larutan parasetamol dengan kadar 3,0; 4,0; 5,0; 6,0; 7,0; 8,0;
dan 9,0 µg/ml.
e. Larutan asam trikloroasetat (TCA ) 20%
Sejumlah lebih kurang 20 g asam trikloroasetat dilarutkan dengan aquadest
sampai volume 100,0 ml.
f. Larutan natrium nitrit 10%
Sejumlah lebih kurang 10 g natrium nitrit dilarutkan dengan aquadest sampai
volume 100,0 ml.
g. Larutan asam sulfamat 15%
Sejumlah lebih kurang 15 g asam sulfamat dilarutkan dengan aquadest sampai
volume 100,0 ml.
h. Larutan natrium hidroksida 10%
Sejumlah lebih kurang 10 g natrium hidroksida dilarutkan dengan aquadest bebas
CO2 sampai volume 100,0 ml.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
i. Larutan asam klorida 6N
Pipet lebih kurang 59,88 ml asam klorida 10,02N diencerkan dengan aquadest
sampai volume 100,0 ml.
j. Larutan persediaan parasetamol
Lebih kurang 50 mg parasetamol yang ditimbang seksama dilarutkan dengan
aquadest sampai volume 50,0 ml.
k. Seri kadar larutan intermediet parasetamol
Sebanyak 1,0; 2,0; 3,0; 4,0; 5,0; 6,0; 7,0; dan 8,0 ml larutan persediaan
parasetamol dimasukkan ke dalam labu ukur 10,0 ml kemudian diencerkan
dengan aquadest sampai tanda sehingga diperoleh larutan parasetamol dengan
kadar 100, 200, 300, 400, 500, 600, 700, dan 800 µg/ml.
3. Pengambilan plasma darah
Darah kelinci diambil dari vena marginalis salah satu telinga dan ditampung pada
effendorf yang telah diberi 2 tetes heparin. Darah tersebut lalu disentrifugasi
selama 10 menit pada laju 3000 rpm untuk mendapatkan plasma darah, yaitu
bagian yang bening.
4. Validasi metode analisis
a. Penentuan Operating time
Larutan intermediet parasetamol dengan kadar 200 µg/ml dan 800 µg/ml
diambil sebanyak 0,5 ml lalu ditambahkan ke dalam tabung sentrifuge yang berisi 0,5
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
ml plasma. Ke dalamnya ditambahkan 2 ml larutan TCA 20%, dicampur dan
disentrifugasi selama 10 menit dengan laju 3000 rpm. Semua supernatan yang
terbentuk dipindahkan ke dalam labu ukur 10,0 ml, lalu ditambahkan 0,5 ml HCl 6N
dan 1,0 ml NaNO2 10%, tutup labu dengan kertas parafin dan campuran tersebut
didiamkan selama 15 menit. Selanjutnya, dengan hati-hati ditambahkan 1 ml asam
sulfamat (H2NSO3H) 15% melewati dinding labu, lalu ditambahkan ke dalamnya 3,2
ml NaOH 10% dan aquadest hingga tanda. Campuran tersebut dipindahkan ke dalam
tabung reaksi untuk kemudian di-degassing selama 10 menit. Serapan dibaca pada
spektrofotometer visibel pada panjang gelombang 430 nm sampai diperoleh serapan
yang stabil pada rentang waktu tertentu.
b. Penentuan panjang gelombang maksimum (λmaks)
Larutan intermediet parasetamol dengan kadar 200 µg/ml dan 800 µg/ml
diambil sebanyak 0,5 ml lalu ditambahkan ke dalam tabung sentrifuge yang berisi 0,5
ml plasma. Ke dalamnya ditambahkan 2 ml larutan TCA 20%, dicampur dan
disentrifugasi selama 10 menit dengan laju 3000 rpm. Semua supernatan yang
terbentuk dipindahkan ke dalam labu ukur 10,0 ml, lalu ditambahkan 0,5 ml HCl 6N
dan 1,0 ml NaNO2 10%, tutup labu dengan kertas parafin dan campuran tersebut
didiamkan selama 15 menit. Selanjutnya, dengan hati-hati ditambahkan 1 ml asam
sulfamat (H2NSO3H) 15% melewati dinding labu, lalu ditambahkan ke dalamnya 3,2
ml NaOH 10% dan aquadest hingga tanda. Campuran tersebut dipindahkan ke dalam
tabung reaksi untuk kemudian di-degassing selama 10 menit. Serapan dibaca pada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
spektrofotometer visibel pada operating time yang diperoleh pada panjang gelombang
380 nm sampai 580 nm.
c. Pembuatan kurva baku
Dari tiap-tiap kadar larutan intermediet parasetamol diambil 0,5 ml sehingga
diperoleh larutan parasetamol dengan kadar yaitu 50, 100, 150, 200, 250, 300, 350,
dan 400 µg/ml, dimasukkan ke dalam 8 tabung sentrifuge yang masing-masing telah
berisi 0,5 ml plasma. Pada masing-masing tabung ditambahkan 2 ml larutan TCA
20%, dicampur dan disentrifugasi selama 10 menit dengan laju 3000 rpm. Semua
supernatan yang terbentuk dipindahkan ke dalam labu ukur 10,0 ml, lalu ditambahkan
0,5 ml HCl 6N dan 1,0 ml NaNO2 10%, tutup labu dengan kertas parafin dan
campuran tersebut didiamkan selama 15 menit. Selanjutnya, dengan hati-hati
ditambahkan 1 ml asam sulfamat (H2NSO3H) 15% melewati dinding labu, lalu
ditambahkan ke dalamnya 3,2 ml NaOH 10% dan aquadest hingga tanda. Campuran
tersebut dipindahkan ke dalam tabung reaksi untuk kemudian di-degassing selama 10
menit. Serapan dibaca pada spektrofotometer visibel pada operating time yang
diperoleh pada 433 nm (panjang gelombang maksimum yang telah diperoleh).
d. Penentuan nilai perolehan kembali (recovery), kesalahan sistematik, dan
kesalahan acak
Larutan intermediet dengan kadar 200 µg/ml dan 800 µg/ml diambil
sebanyak 0,5 ml lalu ditambahkan ke dalam 2 tabung sentrifuge yang masing-masing
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
berisi 0,5 ml plasma. Pada masing-masing tabung ditambahkan 2 ml larutan TCA
20%, dicampur dan disentrifugasi selama 10 menit dengan laju 3000 rpm. Semua
supernatan yang terbentuk dipindahkan ke dalam labu ukur 10,0 ml, lalu ditambahkan
0,5 ml HCl 6N dan 1,0 ml NaNO2 10%, tutup labu dengan kertas parafin dan
campuran tersebut didiamkan selama 15 menit. Selanjutnya, dengan hati-hati
ditambahkan 1 ml asam sulfamat (H2NSO3H) 15% melewati dinding labu, lalu
ditambahkan ke dalamnya 3,2 ml NaOH 10% dan aquadest hingga tanda. Campuran
tersebut dipindahkan ke dalam tabung reaksi untuk kemudian di-degassing selama 10
menit. Serapan dibaca pada spektrofotometer visibel dalam operating time yang
diperoleh pada panjang gelombang 433 nm.
5. Orientasi dosis parasetamol
a. Pengambilan sampel darah
Dosis awal yang digunakan yaitu 625 mg/kgBB (10% dari LD50 parasetamol
pemberian oral pada kelinci). Suspensi parasetamol dengan dosis awal diberikan pada
kelinci secara peroral dengan bantuan mouthblock. Lalu darah kelinci diambil dari
vena marginalis telinga pada menit ke-0 (sebagai kontrol), 5, 10, 15, 20, 25, 35, 45,
60, 90, 120, 150, 180, 210. Darah tersebut dimasukkan ke dalam efendrof yang sudah
diberi 2 tetes heparin lalu dilakukan sentrifugasi selama 10 menit dengan laju 3000
rpm. Diambil 0,5 ml plasma (bagian yang jernih) untuk kemudian dilakukan
penetapan kadar parasetamol. Uji dilanjutkan dengan meningkatkan dosis awal
dengan cara dikalikan suatu bilangan tetap hingga dosis terletak pada jendela terapi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
b. Penetapan kadar parasetamol
Dalam tiap-tiap tabung sentrifuge yang telah berisi plasma ditambahkan 2
ml larutan TCA 20%. Dilakukan sentrifugasi campuran tersebut selama 10 menit
dengan laju 3000 rpm. Diambil semua supernatan yang jernih masukkan ke dalam
labu ukur 10 ml. Ke dalamnya ditambahkan 0,5 ml HCl 6N, 1 ml NaNO2 10%,
dicampur, ditutup dengan kertas parafin, dan didiamkan selama 15 menit.
Ditambahkan 1 ml asam sulfamat (H2NSO3H) 15% secara hati-hati melalui dinding
labu, lalu ditambahkan 3,2 ml NaOH 10% dan tambahkan aquades hingga tanda.
Kemudian dilakukan degassing selama 10 menit. Serapan dibaca pada
spektrofotometer visibel dalam operating time yang diperoleh pada panjang
gelombang 433 nm.
6. Metode bioanalitik parasetamol dalam plasma darah
a. Pengelompokan dan penentuan hewan uji
Penelitian ini hanya menggunakan 1 kelompok hewan uji, yaitu kelinci
putih jantan. Sebelum perlakuan pemberian parasetamol, hewan uji dipuasakan dari
makan selama 18 jam. Penelitian ini menggunakan desain cross over dimana hewan
uji mendapat semua perlakuan dengan desain operasional sebagai berikut :
Tabel I. Desain operasional penelitian
Minggu ke-1 Minggu ke-2 Minggu ke-3 Generik Kelinci A Kelinci C Kelinci B Pamol® Kelinci B Kelinci A Kelinci C
Biogesic® Kelinci C Kelinci B Kelinci A
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
Setelah perlakuan pertama, hewan uji diistirahatkan selama 1 minggu untuk
menghilangkan sisa obat dari dalam tubuh.
b. Pengambilan sampel darah
Metode yang digunakan adalah metode Chafetz et al. (1971) yang telah
dimodifikasi. Sampel yang digunakan adalah tablet Biogesic® dan tablet Pamol® yang
dibandingkan dengan tablet parasetamol (generik). Dibuat suspensi parasetamol
dengan dosis 1200 mg/kgBB (sesuai hasil orientasi). Suspensi tersebut diberikan pada
kelinci secara peroral dengan bantuan mouth block dengan volume maksimal 20 ml.
Darah kelinci diambil dari vena marginalis telinga pada menit ke-0, 5, 10, 15, 25, 35,
45, 60, 90, 120, 150, 180, 210. Darah tersebut dimasukkan ke dalam efendrof yang
sudah ditetesi heparin lalu dilakukan sentrifugasi selama 10 menit dengan laju 3000
rpm. Diambil 0,5 ml plasma (bagian yang jernih), masukkan ke dalam tabung
sentrifuge.
c. Penetapan kadar parasetamol
Dalam tiap-tiap tabung sentrifuge yang telah berisi plasma ditambahkan 2
ml larutan TCA 20%. Dilakukan sentrifugasi campuran tersebut selama 10 menit
dengan laju 3000 rpm. Diambil semua supernatan yang jernih masukkan ke dalam
labu ukur 10 ml. Ke dalamnya ditambahkan 0,5 ml HCl 6N, 1 ml NaNO2 10%,
dicampur, ditutup dengan kertas parafin, dan didiamkan selama 15 menit.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
Ditambahkan 1 ml asam sulfamat (H2NSO3H) 15% secara hati-hati melalui dinding
labu, lalu ditambahkan 3,2 ml NaOH 10% dan tambahkan aquades hingga tanda.
Kemudian dilakukan degassing selama 10 menit. Serapan dibaca pada
spektrofotometer visibel dalam operating time yang diperoleh pada panjang
gelombang 433 nm.
F. Analisis Hasil
Metode penetapan kadar parasetamol secara kolorimetri berdasarkan
modifikasi metode Chafetz et al. (1971) ini dikatakan sahih apabila memenuhi
parameter-parameter di bawah ini :
1. Nilai perolehan kembali (Recovery), kesalahan sistematik dan kesalahan
acak
Prosentase nilai perolehan kembali yang dihitung dengan cara sebagai
berikut :
% P % 100x diketahuikadar
kurkadar teru kembaliperolehan nilai ==
Metode analisis ini dikatakan sahih apabila nilai perolehan kembalinya berada pada
rentang 80-120%.
Kesalahan sistematik dapat diperoleh dengan cara :
Kesalahan sistematik = 100% - P %
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
Kesalahan acak dapat diperoleh dengan cara :
% 100x rata-rata harga
bakusimpangan acak Kesalahan =
Metode analisis ini dikatakan sahih apabila memiliki kesalahan sistematik
dan kesalahan acak kurang dari 10%.
2. Pengolahan data dengan program STRIPE
Kadar parasetamol dalam plasma yang diperoleh dari persamaan kurva baku
diolah menjadi parameter-parameter farmakokinetika menggunakan program STRIPE
(Johnston and Woolard, 1983, yang telah dimodifikasi oleh Jung).
Tabel II. Parameter-parameter farmakokinetika beserta satuannya
Parameter Persamaan Satuan AUC0→tn μg.menit/ml
AUC0→∞ μg.menit/ml
Cmax μg/ml tmax menit
t ½ menit
ka menit -1
Vd liter
Cl
Diolah dengan program STRIPE
ml/menit
3. Analisis data secara statistik
Parameter-parameter bioavailabilitas yang diperoleh, dianalisis secara
statistik dengan metode ANOVA, menggunakan program SPSS 14.0, dengan taraf
kepercayaan 90%.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
Dua produk obat dikatakan bioekivalen jika :
0,8 < R
T
AUCgeometrik rata-rata nilaiAUCgeometrik rata-rata nilai < 1,25
0,8 < Rmaks
Tmaks
)C(geometrik rata-rata nilai)C(geometrik rata-rata nilai < 1,25
0,8 < R maks
T maks
tgeometrik rata-rata nilaitgeometrik rata-rata nilai < 1,25
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Uji Sifat Fisik Tablet Parasetamol
Uji sifat fisik tablet ini perlu dilakukan karena merupakan data pendukung
untuk menganalisis profil bioavailabilitas obat. Hal ini dikarenakan ada hubungan
antara faktor fisikakimia obat, faktor pembuatan obat, faktor fisiologik hewan uji
dengan profil bioavailabilitas obat. Uji sifat fisik tablet yang dilakukan meliputi:
1. Uji keseragaman bobot
Tujuan dari uji keseragaman bobot adalah untuk mengetahui bobot rata-rata
tablet, karena keseragaman bobot tablet dapat menggambarkan keseragaman dosis zat
aktif yang terkandung di dalam tablet tersebut. Pada penelitian ini dilakukan uji
keseragaman bobot dan tidak dilakukan uji keseragaman kandungan zat aktif
dikarenakan menurut Anonim (1995), untuk produk yang mengandung zat aktif 50
mg atau lebih yang merupakan 50% atau lebih dari bobot satuan sediaan diterapkan
uji keseragaman bobot, sedangkan untuk uji keseragaman kandungan zat aktif
diterapkan jika kandungan zat aktif yang ada dalam jumlah yang lebih kecil.
Penelitian ini menggunakan tablet parasetamol generik, tablet Biogesic® dan tablet
Pamol® yang memiliki parasetamol yang diasumsikan memiliki jumlah seperti yang
tertera di etiket yaitu 500 mg (dengan rentang 90% - 110%).
Menurut Anonim (1979), untuk tablet yang memiliki bobot rata-rata lebih
dari 300 mg maka penyimpangan bobot rata-rata untuk kolom A sebesar 5% dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
untuk kolom B sebesar 10%. Tablet dikatakan memiliki keseragaman bobot apabila
tidak lebih dari 2 tablet yang bobotnya menyimpang dari harga yang ditentukan pada
kolom A dan tidak satu tablet pun yang bobotnya menyimpang dari harga yang
ditentukan pada kolom B.
Tabel III. Hasil rata-rata uji keseragaman bobot tablet
Kolom A Kolom B Produk Bobot rata-rata
(mg) ± SD Batas bawah
Batas atas
Batas bawah
Batas atas
Keterangan
Generik 602,50 ± 4,87 572,38 632,62 542,25 662,75memenuhi
syarat
Biogesic® 660,10 ± 4,27 627,10 693,10 594,09 726,11memenuhi
syarat
Pamol® 661,63 ± 5,65 628,55 694,71 595,47 727,79
tidak lebih dari 2 tablet menyimpang dari kolom A
dan tidak satupun tablet menyimpang dari kolom B
memenuhi syarat
Dari tabel III, dapat diketahui bahwa bobot rata-rata tablet parasetamol
generik adalah 602,50 mg, bobot rata-rata tablet Biogesic® adalah 660,10 mg dan
bobot rata-rata tablet Pamol® adalah 661,63 mg. Dari 20 tablet pada masing-masing
jenis tablet yang ditimbang, tidak ada satu tablet pun yang menyimpang dari harga
yang ditentukan pada kolom A dan kolom B, maka dapat disimpulkan bahwa tablet
parasetamol generik, tablet Biogesic® dan tablet Pamol® tersebut memenuhi
persyaratan uji keseragaman bobot menurut Farmakope Indonesia Edisi III (1979).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
2. Uji kekerasan
Tujuan dari uji kekerasan adalah untuk mengetahui stabilitas fisik tablet
terhadap pengaruh luar seperti ketahanan terhadap tekanan dan benturan mekanis. Uji
kekerasan perlu dilakukan karena kekerasan menunjukkan kekompakan tablet
sehingga mempengaruhi waktu hancur tablet dan secara tidak langsung akan
mempengaruhi waktu disolusi dan waktu absorpsi zat aktif. Dalam beberapa pustaka
yang ada, tidak dicantumkan syarat kekerasan yang diperbolehkan. Menurut Ansel
(1969), tablet yang baik harus memiliki ketahanan akan tekanan minimum 4 kg,
namun standar ini tidak dapat digunakan karena tidak tercantum pada buku-buku
standar yang resmi digunakan.
Tabel IV. Hasil rata-rata uji kekerasan tablet Produk Rata-rata nilai kekerasan (KP) ± SD
Generik 16,275 ± 1,197 Biogesic® 23,975 ± 1,984 Pamol® 10,835 ± 0,507
Melalui tabel IV, diketahui bahwa nilai kekerasan tablet Biogesic® adalah
yang terbesar, disusul tablet parasetamol generik dan terakhir adalah tablet Pamol®.
Namun karena tidak ditemukan standar yang lebih akurat maka tidak dapat ditarik
suatu kesimpulan hasil uji kekerasan tersebut.
3. Uji kerapuhan
Uji ini bertujuan untuk mengetahui kekompakan bagian tepi tablet. Melalui
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
uji kerapuhan dapat diketahui stabilitas fisik obat pada kondisi pembuatan,
pengepakan, distribusi obat dari produsen ke konsumen, penyimpanan hingga saat
pemberian obat. Menurut The United States Pharmacopeia 28 suatu tablet dikatakan
memenuhi uji kerapuhan apabila angka kerapuhannya tidak melewati batas yaitu 1%.
Dari hasil penelitian didapatkan data sebagai berikut :
Tabel V. Hasil uji kerapuhan tablet
Produk Angka kerapuhan (%)
Generik 0,167 Biogesic 0,228 Pamol 0,150
Angka kerapuhan untuk tablet parasetamol generik adalah 0,167%, tablet Biogesic®
adalah 0,228%, dan tablet Pamol® adalah 0,150%. Dari hasil tersebut dapat
disimpulkan bahwa ketiga produk tersebut memenuhi syarat uji kerapuhan tablet
yang ditentukan.
4. Uji waktu hancur
Uji waktu hancur memiliki tujuan untuk mengetahui seberapa lama proses
disintegrasi tablet tersebut, dimana suatu tablet hancur dan larut menjadi partikel-
partikel kecil setelah tablet masuk dalam tubuh. Proses disintegrasi ini penting karena
akan mempengaruhi bioavailabilitas tablet tersebut. Apabila tablet telah mengalami
proses disintegrasi, tablet akan mengalami proses disolusi sehingga zat aktif akan
terlepas dari sediaan dan tersedia untuk diabsorpsi oleh tubuh. Menurut Anonim
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
(1979), waktu hancur tablet tidak bersalut yang baik adalah kurang dari 15 menit.
Hasil penelitian yang didapat adalah sebagai berikut :
Tabel VI. Hasil uji waktu hancur tablet
Produk Waktu hancur
Generik 6 menit 1 detik Biogesic® 5 menit 16 detik Pamol® 6 menit 46 detik
Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa ketiga produk tablet tersebut
memenuhi persyaratan waktu hancur menurut Farmakope Indonesia Edisi III (1979).
Dari hasil tersebut, terlihat bahwa tablet Biogesic® lebih mudah hancur.
5. Uji Disolusi
Uji disolusi bertujuan untuk mengetahui waktu pelepasan zat aktif yang
terdapat di dalam tablet. Hal ini penting dilakukan karena uji disolusi menentukan
seberapa banyak dan seberapa cepat zat aktif terlepas dari tablet dan tersedia untuk
diabsorpsi. Uji disolusi ini diawali dengan penentuan panjang gelombang maksimum.
Panjang gelombang maksimum teoritis untuk parasetamol yang diukur dengan
spektrofotometri ultraviolet adalah 243 nm. Hasil penelitian menunjukkan panjang
gelombang maksimum parasetamol untuk uji disolusi ini adalah 243,1 nm.
Selanjutnya dilakukan pembuatan kurva baku disolusi untuk menentukan
persamaan kurva baku. Persamaan kurva baku tersebut akan digunakan untuk
menghitung jumlah zat aktif yaitu parasetamol di dalam cuplikan. Serapan diukur
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
pada panjang gelombang maksimum yaitu 243,1 nm dengan spektrofotometer
Ultraviolet.
Tabel VII. Data persamaan kurva baku disolusi Seri Baku Kadar (μg/ml) Serapan
1 3,02 0,288 2 4,03 0,342 3 5,04 0,429 4 6,05 0,500 5 7,06 0,597 6 8,07 0,716 7 9,08 0,768
Slope (B) 0,08331 Intercept (A) 0,01598 Corr.coeff (r) 0,99550
Persamaan garis: y = 0,08331x + 0,01598
Kurva Baku Uji Disolusi
00.10.20.30.40.50.60.70.80.9
3.02 4.03 5.04 6.05 7.06 8.07 9.08
Kadar (µg/ml)
Sera
pan
Y = 0,08331x + 0,01598
Gambar 9. Kurva baku disolusi
Setelah pembuatan kurva baku, dilakukan pengukuran pada ketiga produk
tablet yang diuji dengan 3 kali replikasi. Pengambilan cuplikan dilakukan pada menit
ke-10, 20 dan 30. Tablet parasetamol dikatakan memenuhi uji disolusi apabila pada
menit ke-30, tidak kurang dari 80% parasetamol terlepas dari bentuk sediaan tablet
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
(Anonim, 1995).
Dari hasil uji disolusi, diketahui bahwa setelah 30 menit, tablet parasetamol
generik melepaskan 82,909% parasetamol yang terkandung di dalam tablet, tablet
Biogesic® melepaskan 88,810% parasetamol yang terkandung di dalam tablet,
sedangkan tablet Pamol® melepaskan 66,193% parasetamol yang terkandung di dalam
tablet, seperti yang ditunjukkan pada tabel VIII.
Tabel VIII. Hasil uji disolusi
Generik Biogesic® Pamol®
Menit ke-
Rata-rata Qkum ± SD
Rata-rata %Qkum ±
SD
Rata-rata Qkum ±SD
Rata-rata %Qkum ±
SD
Rata-rata Qkum ±SD
Rata-rata %Qkum ±
SD
10 379,050 ±
12,980 75,810 ±
2,596 419,850 ± 31,517
83,970 ± 6,303
249,975 ± 49,437
49,995 ± 9,887
20 396,456 ±
9,880 79,291 ±
1,976 428,483 ± 15,699
85,697 ± 3,140
298,160 ± 31,275
59,632 ± 6,255
30 414,547 ±
3,561 82,909 ±
0,712 444,050 ± 18,475
88,810 ± 3,695
330,967 ± 36,547
66,193 ± 7,309
Menurut Anonim (2004 b), untuk mengetahui apakah profil disolusi yang
didapat dari penelitian ini menunjukkan kesamaan satu sama lain, maka ditentukan
faktor kemiripan (f2). Nilai f2 ≥ 50 menunjukkan adanya kesamaan atau ekivalensi
kedua kurva yang dibandingkan. Nilai f2 dapat dihitung melalui persamaan :
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢
⎣
⎡
−
+
=
∑=
=
n
TR
1
100 log 50 f2nt
1ttt
2 (16)
Rt = persentase kumulatif obat yang larut pada setiap waktu sampling dari produk
pembanding / reference (dalam penelitian ini adalah tablet parasetamol generik).
Tt = persentase kumulatif obat yang larut pada setiap waktu sampling dari produk uji
(T = test).
Kurva uji disolusi
0
75
150
225
300
375
450
0 10 20 30 40waktu (menit ke-)
Qku
m (m
g) GenerikBiogesicPamol
Gambar 10. Kurva nilai rata-rata kumulatif uji disolusi ± SD
Hasil penelitian menunjukkan perbandingan profil disolusi tablet
parasetamol generik dengan tablet Biogesic® menghasilkan nilai f2 sebesar 57,861.
Perbandingan profil disolusi tablet parasetamol generik dengan tablet Pamol®
menghasilkan nilai f2 sebesar 33,788.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
Tabel IX. Nilai faktor kemiripan (f2) Biogesic® vs generik Pamol® vs generik
Nilai f2 57,861 33,788
Melihat hasil nilai f2 tersebut maka dapat disimpulkan jika profil disolusi
tablet Biogesic® memiliki kesamaan dengan profil disolusi tablet parasetamol generik
sedangkan profil disolusi tablet Pamol® tidak memiliki kesamaan dengan profil
disolusi dengan tablet parasetamol generik. Selain dengan melihat nilai f2, dari kurva
gambar 10, nilai rata-rata hasil uji disolusi ± SD dari tablet Biogesic® dengan tablet
parasetamol generik menunjukkan terjadinya overlapping yang telah menunjukkan
bahwa nilai tersebut adalah sama.
B. Pengambilan Plasma Darah Kelinci
Pada penelitian ini digunakan kelinci sebagai hewan percobaan. Hal ini
dikarenakan kelinci memiliki volume darah yang lebih banyak dan lebih mudah
diambil dibandingkan dengan mencit dan tikus. Darah kelinci diambil dari salah satu
telinga pada vena marginalis. Pengambilan darah dilakukan pada vena karena darah
yang keluar berupa tetesan sehingga mudah ditampung.
Penelitian ini menggunakan plasma sebagai cuplikan hayati untuk proses
analisis. Plasma dapat diperoleh dengan menambahkan antikoagulan pada darah
sehingga protein dalam darah tidak ikut mengendap. Antikoagulan yang digunakan
pada penelitian ini adalah heparin. Parasetamol bersifat asam lemah dan mudah
terikat pada protein sehingga sebagian besar parasetamol di dalam darah akan terikat
pada protein. Plasma dapat diperoleh dengan cara melakukan sentrifugasi pada darah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
yang sudah ditampung dan diberi heparin. Apabila digunakan serum, maka
kemungkinan hanya sebagian dari parasetamol yang dapat diperoleh, karena sebagian
dari protein darah akan ikut mengendap karena tidak adanya antikoagulan, yang
menyebabkan parasetamol yang terikat dengan protein tersebut akan ikut mengendap.
Setelah pemusingan tersebut akan diperoleh cairan bening dan endapan sel-
sel darah. Untuk memisahkan parasetamol dengan protein pada cairan bening tersebut
maka perlu dilakukan proses denaturasi terlebih dahulu. Denaturasi protein ini
dilakukan dengan menambahkan asam trikloroasetat (TCA). TCA akan merusak
struktur tersier dan kuartener protein plasma sehingga ikatan antara parasetamol dan
protein plasma tidak terbentuk. Setelah itu dilakukan pemusingan selama 10 menit
dengan kecepatan 3000 rpm sehingga seluruh protein terendapkan dan parasetamol
berada di fase cair (fase bening). Kemudian fase cair tersebut dipisahkan untuk
dilakukan proses selanjutnya.
C. Validasi Metode Analisis
Metode Chafetz et al. (1971) merupakan metode penetapan kadar
parasetamol secara kolorimetri. Metode ini dipilih karena merupakan metode yang
selektif untuk penetapan kadar parasetamol dalam plasma. Metode kolorimetri ini
dilakukan dengan mengubah parasetamol menjadi senyawa yang berwarna, apabila
digunakan metode spektrofotometri ultraviolet, ada kemungkinan komponen-
komponen lain dari plasma yang memiliki kromofor dan auksokrom dapat terukur
sehingga akan mengganggu penetapan kadar parasetamol.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
Sebelum melakukan penetapan kadar parasetamol maka perlu dilakukan
validasi metode analisis terlebih dahulu. Hal ini disebabkan metode Chafetz (1971)
merupakan metode penetapan kadar parasetamol di dalam sediaan farmasi. Metode
Chafetz (1971) dimodifikasi oleh Glynn dan Kendal (1975) untuk menetapkan kadar
parasetamol di dalam plasma. Oleh sebab kondisi penelitian yang berbeda, maka
perlu dilakukan terlebih dahulu validasi metode analisis sehingga metode tersebut
sahih dan dapat digunakan.
Metode ini diawali dengan menambahkan asam klorida 6N yang berlebih
dan Natrium nitrit 10%. Campuran keduanya akan menghasilkan asam nitrit yang
kemudian akan menjadi ion nitrozonium dikarenakan masih terdapat kelebihan asam.
HCl
HNO2 H+
NaNO2
NO+
HNO2
H2O
NaCl+ +>>>
+ +ion nitrozonium
Gambar 11. Reaksi antara asam klorida dengan natrium nitrit sehingga membentuk ion nitrozonium
Ion Nitrozonium yang terbentuk akan menyebabkan terjadinya reaksi
substitusi aromatik elektrofilik pada posisi ortho dari gugus hidroksil parasetamol.
Reaksi tersebut terjadi dikarenakan gugus hidroksil pada parasetamol lebih kuat
sebagai pengarah ortho dibandingkan gugus asetamida. Hal ini disebabkan adanya
elektron bebas yang lebih banyak pada gugus hidroksil. Reaksi antara ion
nitrozonium dengan parasetamol akan menghasilkan senyawa 2-nitroso-4-
asetamidofenol yang kemudian akan teroksidasi oleh udara menjadi senyawa 2-nitro-
4-asetamidofenol yang memiliki warna kuning.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
Warna kuning yang terbentuk merupakan hasil dari penambahan panjang
gugus kromofor dan gugus auksokrom. Peningkatan panjang gugus kromofor dan
gugus auksokrom tersebut akan menyebabkan energi yang dibutuhkan untuk
melakukan transisi elektron ke tingkat eksitasi menjadi kecil sehingga panjang
gelombang senyawa tersebut akan menjadi panjang. Energi berbanding terbalik
dengan panjang gelombang. Akibatnya, intensitas warna yang terbentuk akan
meningkat.
OH
HN C
O
CH3
N
O
O
2-nitro-4-asetamidofenolberwarna kuning muda
OH
HN C
O
CH3
+ NO O
parasetamol ion nitrozonium
+ H
= kromofor
= auksokromGambar 12. Reaksi antara parasetamol dengan ion nitrozonium membentuk 2-nitro-4 asetamidofenol
Proses berikutnya adalah penambahan asam sulfamat (H2NSO3H) 15 %.
Asam sulfamat pada proses ini dimaksudkan untuk menghilangkan asam nitrit
berlebihan yang dihasilkan pada reaksi sebelumnya. Asam nitrit yang berlebih
tersebut perlu dihilangkan karena dapat mengganggu kestabilan serapan 2-nitro-4-
asetamidofenol.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
HNO2 HSO3NH2 N2 H2SO4 H2O+ + +
asam nitrit asam sulfamatGambar 13. Reaksi antara asam nitrit dengan asam sulfamat
Penambahan asam sulfamat ini harus dilakukan secara hati-hati dan perlahan-lahan
melewati dinding labu dikarenakan reaksi yang terbentuk bersifat eksotermis
(melepas panas) dan reaksi ini akan menghasilkan gas nitrogen.
Tahap berikutnya adalah penambahan natrium hidroksida 10% yang
digunakan untuk membentuk suasana basa yang diperlukan untuk menetralkan sisa
asam dari reaksi-reaksi sebelumnya dan membentuk ion 2-nitro-4-asetamidofenolat.
OH-
O
HN C
O
CH3
N
O
O
H2O+ +
ion 2-nitro-4-asetamidofenolat
OH
HN C
O
CH3
N
O
O
2-nitro-4-asetamidofenolberwarna kuning muda
OH- + H+ H2O
= kromofor
= auksokrom Gambar 14. Reaksi antara 2-nitro-4-asetamidofenol dalam suasana basa menghasilkan ion 2-nitro-4-
asetamidofenolat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
OH
N
HN C
O
O
+ OH
O
N
HN C
O
O
O
N
HN C
O
O
+ H2O
O
CH3
O
CH3
O
CH3
H+
= kromofor
= auksokrom
berwarna orange
Gambar 15. Reaksi menstabilkan diri ion 2-nitro-4-asetamidofenolat
Ion 2-nitro-4-asetamodofenolat yang terbentuk tidak stabil sehingga akan
menstabilkan diri membentuk senyawa yang akan memberikan kromofor yang lebih
panjang dibandingkan ion 2-nitro-4-asetamidofenolat sehingga terjadi pergeseran
panjang gelombang menjadi lebih besar lagi dan menyebabkan energi yang
diperlukan menjadi lebih kecil. Akibatnya, warna yang terbentuk lebih intensif, dari
kuning menjadi orange.
Langkah terakhir yang dilakukan pada penelitian ini adalah melakukan
degassing. Hal ini perlu dilakukan karena larutan yang terbentuk masih memiliki
banyak gelembung gas yang perlu dihilangkan. Gelembung tersebut perlu
dihilangkan agar diperoleh larutan yang jernih yang memenuhi persyaratan analisis
kuantitatif dengan spektrofotometri (memenuhi hukum Lambert-Beer). Gelembung
dapat mengganggu sinar yang masuk sehingga tidak semua sinar akan diteruskan
melainkan dapat dibiaskan dan dipantulkan, akibatnya serapan yang terbaca akan
menjadi lebih besar.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
+ NO
OH
HN CO
CH3
OH
HN CO
CH3
NH
O
H
OH
HN CO
CH3
N
O
O
OH
HN CO
CH3
N
O
O+OH
O
N
HN C
O
O
O
N
HN C
O
O
O
CH3
O
CH3
+H2O
Gambar 16. Mekanisme reaksi parasetamol dalam metode Chafetz et al. (1971)
1. Penentuan Operating Time (OT)
Tahap pertama dalam pengukuran kadar parasetamol secara kolorimetri
adalah penetapan operating time. Penetapan OT ini diperlukan untuk mengetahui
rentang waktu pengukuran dimana senyawa memberikan serapan yang stabil. Hal ini
berarti semua parasetamol di dalam larutan telah bereaksi dengan pereaksi pada
metode Chafetz et al. (1971).
Pada penelitian ini, penetapan OT dilakukan setelah larutan ditambah
dengan natrium hidroksida dan proses degassing. Waktu yang dibutuhkan dari
penambahan natrium hidroksida dan proses degassing hingga larutan hendak diukur
adalah ± 25 menit. Penetapan OT dilakukan selama 60 menit. Hasil dari penelitian ini
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
menunjukkan bahwa dalam rentang waktu 25 menit setelah penambahan natrium
hidroksida dan degassing hingga menit ke-85, larutan tersebut memberikan serapan
yang stabil.
Gambar 17. Pengukuran operating time (OT) larutan parasetamol dalam
plasma kadar 100 μg/ml
Gambar 18. Pengukuran operating time (OT) larutan parasetamol dalam
plasma kadar 400 μg/ml
Penentuan OT ini dilakukan pada 2 seri kadar larutan parasetamol yaitu
pada kadar 100 µg/ml dan 400 µg/ml. Hal ini dilakukan untuk menunjukkan secara
pasti bahwa parasetamol memiliki OT yang sama untuk kedua kadar yang berbeda,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
dimana kedua kadar tersebut mewakili kadar kecil dan kadar besar.
2. Penentuan panjang gelombang maksimum parasetamol
Panjang gelombang maksimum adalah panjang gelombang saat suatu
senyawa memberikan serapan yang maksimum. Penentuan panjang gelombang
maksimum ini dimaksudkan agar sensitifitas serapan maksimum dan kesalahan
pembacaan serapan menjadi minimum.
Dalam penelitian ini dilakukan pengukuran panjang gelombang pada
panjang gelombang 380-580 nm (termasuk dalam daerah panjang gelombang sinar
tampak). Penentuan panjang gelombang maksimum ini dilakukan pada kadar 100
µg/ml dan 400 µg/ml. Hal ini bertujuan agar hasil yang didapat benar-benar
menunjukkan panjang gelombang maksimum dari senyawa tersebut.
Gambar 19. Pengukuran panjang gelombang maksimum larutan parasetamol 100 µg/ml
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
Gambar 20. Pengukuran panjang gelombang maksimum larutan parasetamol 400 µg/ml
Berdasarkan hasil penelitian yang ditunjukkan pada spektogram gambar 19
dan 20, dapat disimpulkan bahwa parasetamol dengan metode Chafetz et al. (1971)
akan memberikan serapan maksimum pada panjang gelombang 433,0 nm. Menurut
metode Chafetz et al. (1971), serapan maksimum parasetamol berada pada panjang
gelombang ± 430 nm. Panjang gelombang yang didapat pada penelitian ini tetap
dapat digunakan karena menurut Farmakope Indonesia Edisi IV (1995), panjang
gelombang pada saat serapan maksimum yang bisa digunakan untuk analisis apabila
selisih panjang gelombang antara teori dengan optimasi tidak lebih dari 3 nm. Jadi,
panjang gelombang yang digunakan adalah 433,0 nm.
3. Pembuatan kurva baku
Tujuan dari pembuatan kurva baku adalah untuk memperoleh persamaan
kurva baku yang digunakan untuk menghitung kadar sampel parasetamol Persamaan
kurva baku ini didapat dengan cara mengukur serapan seri kadar larutan baku
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
parasetamol pada panjang gelombang 433,0 nm. Kemudian dilanjutkan dengan
membuat persamaan garis regresi antara kadar sebagai variabel bebas dan serapan
sebagai variabel tergantung. Hasil pengukuran serapan seri kadar larutan baku
parasetamol dan persamaan regresi kurva baku disajikan pada tabel X.
Tabel X. Data persamaan kurva baku Seri Kadar (µg/ml) Serapan
1 50,1 0,101 2 100,2 0,202 3 150,3 0,344 4 200,4 0,486 5 250,5 0,560 6 300,6 0,669 7 350,7 0,794 8 400,8 0,919
Slope = 0,00231 Intercept = 0,01214
Corr Coeff = 0,9983
Persamaan regresi y = 0,00231x - 0,01214
Dari kurva gambar 21, dapat dilihat bahwa peningkatan kadar parasetamol
akan menghasilkan peningkatan absorbansi dan hubungan tersebut bersifat linier. Hal
ini ditunjukkan dengan kurva yang terbentuk menyerupai garis lurus dan nilai
linieritas (r) yang mendekati angka 1. Oleh karena itu, persamaan kurva baku tersebut
dapat digunakan untuk menghitung kadar parasetamol. Hasil persamaan kurva baku
yaitu Y = 0,00231 X – 0,01214 selanjutnya digunakan untuk menetapkan kadar
parasetamol dalam plasma.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
50.1 100 150 200 251 301 351 401
Kadar (µg/ml)
Sera
pan
Y = 0,00231x – 0,01214
Gambar 21. Kurva baku parasetamol
4. Penentuan nilai perolehan kembali, kesalahan acak dan kesalahan sistematik
Setelah ditentukan persamaan kurva baku, dilakukan penentuan nilai
perolehan kembali, kesalahan acak dan kesalahan sistematik. Hal ini dilakukan untuk
menentukan apakah metode Chafetz et al. (1971) memenuhi persyaratan kesahihan
metode analisis.
Nilai perolehan kembali (recovery) merupakan tolok ukur akurasi analisis.
Kesalahan sistematik merupakan tolok ukur inakurasi penetapan kadar, sedangkan
kesalahan acak merupakan tolok ukur imprecision suatu analisis. Kesalahan acak
identik dengan variabilitas pengukuran dan dicerminkan oleh tetapan variasi. Suatu
metode analisis dikatakan metode yang sahih apabila memiliki nilai perolehan
kembali dalam rentang 80-120%, kesalahan acak di bawah 10%, dan kesalahan
sistematik di bawah 10% (Mulja dan Suharman, 1995)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
Tabel XI. Nilai perolehan kembali, kesalahan sistematik, dan kesalahan acak parasetamol di dalam plasma kadar 100 µg/ml
Kadar sediaan (µg/ml)
Kadar terukur (µg/ml)
Perolehan kembali (%)
Kesalahan sistematik (%)
Kesalahan acak (%)
101,2 97,03 95,88 4,12 101,2 97,90 96,74 3,26 101,2 100,49 99,30 0,70
1,83
rata-rata ± SD 98,47 ± 1,80 97,31 ± 1,78 2,69 ± 1,78
Keterangan Memenuhi syarat Memenuhi syarat
Memenuhi syarat
Tabel XII. Nilai perolehan kembali, kesalahan sistematik, dan kesalahan acak parasetamol di dalam plasma kadar 400 µg/ml
Kadar sediaan (µg.ml)
Kadar terukur (µg/ml)
Perolehan kembali (%)
Kesalahan sistematik (%)
Kesalahan acak (%)
404,8 407,42 100,65 0,65 404,8 400,49 98,94 1,06 404,8 406,12 100,33 0,33
0,91
rata-rata ± SD 404,68 ± 3,68 99,97 ± 0,91 0,68 ± 0,37
Keterangan Memenuhi syarat Memenuhi syarat
Memenuhi syarat
Berdasarkan hasil penelitian seperti yang tercantum di dalam tabel XI dan
tabel XII, kadar parasetamol dalam plasma menunjukkan nilai perolehan kembali
sebesar 98,47 ± 1,80 untuk kadar 101,2 µg/ml dan 99,97 ± 0,91 untuk kadar 404,8
µg/ml. Dengan hasil yang didapat tersebut dapat disimpulkan bahwa metode
penetapan kadar parasetamol dalam plasma menurut Chafetz et al. (1971) memenuhi
persyaratan dengan nilai perolehan kembali masuk dalam rentang 80-120 %.
Selain perolehan kembali, didapatkan pula nilai kesalahan sistematik yaitu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
2,69 ± 1,78 untuk parasetamol dalam plasma dengan kadar 101,2 µg/ml dan 0,68 ±
0,37 untuk parasetamol dalam plasma dengan kadar 404,8 µg/ml, sedangkan nilai
kesalahan acak yang diperoleh untuk parasetamol dalam plasma kadar 101,2 µg/ml
adalah 1,83% dan untuk parasetamol dalam plasma kadar 404,8 µg/ml adalah 0,91%.
Hasil tersebut memenuhi persyaratan kesahihan metode analisis dimana kesalahan
sistematik dan kesalahan acak diharapkan di bawah 10%.
Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa metode Chafetz et al. (1971)
merupakan metode analisis yang sahih sehingga metode tersebut dapat digunakan
sebagai metode untuk penelitian ini.
D. Orientasi Dosis dan Orientasi Waktu Pengambilan Cuplikan
Tujuan dari orientasi dosis adalah menentukan dosis yang sesuai untuk
digunakan pada penelitian ini. Dosis tersebut harus berada pada jendela terapi, yaitu
berada di atas KEM (Kadar Efek Minimum) dan di bawah KTM (Kadar Toksik
Minimum). Hal ini bertujuan agar efek yang dihasilkan tidak menyebabkan toksik
pada subjek uji sehingga subjek uji dapat digunakan kembali, selain itu, dosis tersebut
harus berada di atas KEM sehingga menimbulkan efek terapi dan kadarnya di dalam
plasma cukup besar untuk dapat dianalisis dengan metode kolorimetri yang berarti
dosis yang digunakan harus memberikan serapan yang memenuhi hukum Lambert-
Beer yaitu berada di antara 0,2-0,8.
Menurut Katzung (1995), untuk parasetamol, manusia 70 kg memiliki KEM
adalah 10-20 µg/mL, sedangkan KTM adalah > 300 µg/mL. Untuk menentukan dosis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
yang digunakan pada kelinci maka perlu diketahui terlebih dulu LD50 parasetamol
pada kelinci. Menurut The Merck Index (2001 a), LD50 parasetamol pada mencit
adalah 338 mg/kg. Nilai tersebut dikonversikan pada kelinci sehingga didapatkan
LD50 pada kelinci sebesar 6264 mg/kg. Orientasi dosis ini diawali dengan
memberikan dosis rendah yaitu sebesar 5-10% LD50 kemudian dosis dinaikkan
menurut besaran tertentu. Penelitian ini menggunakan dosis awal sebesar 625 mg/kg
kemudian dinaikkan karena serapan yang didapat belum memenuhi persyaratan
metode analisis. Dosis yang digunakan pada penelitian ini adalah sebesar 1200
mg/kg.
Penentuan waktu pengambilan cuplikan juga dilakukan pada tahap ini.
Penentuan waktu pengambilan cuplikan ini dapat menggambarkan apa yang terjadi
pada tiap fase farmakokinetika. Oleh sebab itu, dianjurkan cuplikan diambil pada 3
titik tahap absorpsi, 3 titik pada tahap distribusi, 3 titik pada area sekitar puncak dan 3
titik pada tahap eliminasi. Selain itu, pengambilan cuplikan sebaiknya dilakukan
sedini mungkin dan rentang waktu pada tahap-tahap awal tidak terlalu besar.
Penentuan waktu pengambilan cuplikan ini dilakukan dengan mencoba
beberapa titik waktu kemudian hasil pengukuran kadarnya dalam darah dianalisis
dengan program STRIPE (Johnston and Woolard, 1983, yang telah dimodifikasi oleh
Jung). Hal yang perlu diperhatikan adalah nilai AIC, makin kecil nilai AIC berarti
makin kecil kesalahan yang terjadi. Hal lain yang perlu diperhatikan juga adalah
waktu paruh eliminasi yang menentukan seberapa lama waktu pengambilan cuplikan
dilakukan. Langkah awal adalah menentukan terlebih dahulu nilai t½ parasetamol.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
Menurut Anonim (2005 c), t½ parasetamol berkisar antara 1 hingga 4 jam. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa parasetamol memiliki t½ sekitar 1 jam maka lama
pengambilan cuplikan, untuk yang menggunakan plasma adalah 3-5 kali t½, maka
peneliti mengambil cuplikan selama 3,5 kali t½ yaitu selama 210 menit.
Selain itu, juga perlu memperhatikan prosentase nilai AUC (tn-∞) terhadap
nilai AUC (0-∞). Prosentase nilai AUC (tn-∞) terhadap nilai AUC (0-∞) diusahakan
berada di bawah angka 10% dan tidak melebihi angka 20%. Pada penelitian ini
diperoleh hasil lebih dari 10%, namun masih di bawah 20%. Hasil dari penelitian ini
menunjukkan bahwa waktu pengambilan cuplikan yang optimal adalah pada menit
ke-5, 10, 15, 20, 25, 35, 45, 60, 90, 120, 150, 180, dan 210.
E. Perbandingan Bioavailabilitas
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah tablet Biogesic®
dan tablet Pamol® bioekivalen dengan tablet parasetamol generik. Penelitian ini
menggunakan pendekatan farmakokinetika, dengan cara membandingkan parameter-
parameter bioavailabilitas.
Tabel XIII. Nilai rata-rata parameter-parameter bioavailabilitas
Nilai rata-rata ± SD Parameter
Generik Biogesic® Pamol®
tmaks (menit) 24,233 ± 1,193 28,000 ± 4,371 58,467 ± 1,976
Cmaks (μg /ml) 193,927 ± 38,345 162,870 ± 34,831 156,647 ± 42,072
AUC(0 -∞) (μg.menit/ml)
22896,410 ± 3731,193
22198,470 ± 698,045
25525,490 ± 7181,70
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
Data harga rata-rata parameter-parameter bioavailabilitas untuk tablet
parasetamol generik, Biogesic®, dan Pamol® tercantum pada tabel XIII. Parameter
bioavailabilitas untuk nilai Cmaks dan AUC(0--∞) diubah menjadi bentuk ln terlebih
dahulu, sedangkan nilai tmaks tidak diubah menjadi ln, baru kemudian dilakukan
analisis statistik dengan menggunakan program SPSS 14.0 dengan metode ANOVA.
Nilai Cmaks dan AUC(0--∞) diubah menjadi nilai ln karena kinetika obat mengikuti
kinetika orde satu sehingga untuk memperoleh distribusi normal dan varians yang
homogen perlu dalam skala logaritmik (ditunjukkan pada gambar 22 dan gambar 23).
Hasil analisis statistik dengan taraf kepercayaan 90% menunjukkan adanya perbedaan
yang bermakna apabila nilai Sig < 0,100. Apabila nilai Sig > 0,100 menunjukkan
adanya perbedaan yang tidak bermakna.
Hasil pengolahan data dengan program STRIPE (Johnston and Woolard,
1983, yang telah dimodifikasi oleh Jung) menunjukkan adanya lag time pada semua
produk obat. Lag time merupakan penundaan waktu absorpsi sebelum permulaan
absorpsi obat. Lag time dapat terjadi akibat dari faktor-faktor fisiologik hewan uji
seperti waktu pengosongan lambung yang besar dan pergerakan usus yang lambat
sehingga menunda absorpsi obat.
Perbandingan bioavailabilitas ditunjukkan dengan membandingkan
parameter-parameter bioavailabilitas yaitu nilai tmaks, Cmaks, dan AUC yang didapat
dari pengolahan data dengan program STRIPE (Johnston and Woolard, 1983, yang
telah dimodifikasi oleh Jung).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
1. Nilai tmaks
Nilai tmaks adalah waktu yang diperlukan obat untuk mencapai konsentrasi
maksimum di dalam plasma. tmaks tidak tergantung pada dosis melainkan tergantung
pada tetapan laju absorpsi (ka) dan tetapan laju eliminasi (kel).
kel) - (kakelka log 2,303
kel) - (ka
kelkaln
kel) - (ka
kelln - kaln t maks
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛
=== (17)
Jika dianggap nilai tetapan laju eliminasi (kel) konstan maka tmaks akan
mencerminkan nilai tetapan laju absorpsi yang terjadi (ka) yang menunjukkan
seberapa cepat obat terabsorpsi, yang berarti nilai tmaks menentukan bioavailabilitas
obat. Oleh sebab itu, nilai tmaks merupakan salah satu parameter bioavailabilitas obat.
Tabel XIV. Hasil analisis statistik tmaks
90% Confidence Interval
Obat (I) Obat (J) Mean
difference (I-J)
Std Error
Sig Lower Bound
Upper Bound
generik biogesic -3,7667 2,33032 0,310 -9,6301 2,0968
pamol -34,2333* 2,33032 0,000 -40,0968 -28,3699
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tmaks tablet Pamol® berbeda bermakna
terhadap tmaks tablet parasetamol generik, sedangkan tmaks tablet Biogesic® berbeda
tidak bermakna terhadap tmaks tablet parasetamol generik. Nilai tmaks tablet Pamol®
lebih besar dibandingkan dengan tmaks tablet parasetamol generik, ini menunjukkan
waktu yang diperlukan tablet Pamol® untuk mencapai konsentrasi maksimum dalam
plasma lebih besar, hal ini juga menunjukkan bahwa nilai ka tablet Pamol® lebih kecil
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
dibandingkan tablet Biogesic® dan tablet parasetamol generik yang berarti tablet
Pamol® diabsorpsi lebih lambat.
2. Cmaks
Cmaks adalah konsentrasi maksimum yang dapat dicapai obat di dalam
plasma. Cmaks berbanding langsung dengan dosis yang diberikan (D0) dan fraksi obat
yang terabsorpsi (fa) serta berbanding terbalik dengan Vd. Cmaks merupakan salah satu
parameter bioavailabilitas yang penting dikarenakan Cmaks yang merupakan
konsentrasi maksimum obat di dalam darah, merupakan petunjuk apakah konsentrasi
yang dicapai melebihi KEM (Kadar Efek Minimum) sehingga menghasilkan efek
terapi yang diharapkan dan juga sebagai petunjuk apakah konsentrasi yang dicapai
masih berada di bawah KTM (Kadar Toksik Minimum) sehingga tidak terjadi efek
toksik. Hal ini penting karena ada hubungan antara efek farmakologi dengan
konsentrasi obat di dalam plasma.
tmaks kel-a maks e
VdDosis f
C ⋅⋅⋅
= (18)
Tabel XV. Hasil analisis statistik ln Cmaks
90% Confidence Interval
Obat (I) Obat (J) Mean
difference (I-J)
Std Error
Sig Lower Bound
Upper Bound
generik biogesic 0,1768 0,18699 0,634 -0,2937 0,6473
pamol 0,2249 0,18699 0,494 -0,2456 0,6954
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
Dari hasil analisis data tersebut, dapat disimpulkan bahwa Cmaks yang
dihasilkan tablet parasetamol generik, tablet Pamol®, dan tablet Biogesic® berbeda
tidak bermakna. Hasil ini didukung dengan pemberian dosis yang homogen dan nilai
Vd ketiga produk tablet tersebut tidak memiliki perbedaan bermakna (homogen).
3. AUC (0-∞)
AUC(0-∞) merupakan ukuran dari jumlah obat di dalam darah. Nilai AUC(0-∞)
tidak tergantung rute pemberian.
el
ainf)-(0 k x Vd
f x D AUC = (19)
atau Cl
f x D AUC a
inf)-(0 = (20)
Nilai AUC(0-∞) berbanding lurus dengan dosis (D), fraksi obat yang terabsorpsi (fa)
dan berbanding terbalik dengan volume distribusi (Vd), tetapan laju eliminasi (kel)
dan klirens (Cl).
Dari persamaan di atas, dengan dosis dan klirens dianggap tetap, maka nilai
AUC(0-∞) mencerminkan nilai fa yang berarti menunjukkan seberapa banyak obat
yang terabsorpsi, oleh sebab itu, nilai AUC merupakan parameter bioavailabilitas
yang penting. AUC dihitung dari profil kurva konsentrasi obat dalam plasma versus
waktu. Dari kurva tersebut dapat diketahui durasi obat dan keamanan obat tersebut.
Keamanan obat dapat dilihat dari apakah konsentrasi obat dalam plasma berada di
bawah Kadar Toksik Minimum (KTM).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
Tabel XVI. Hasil analisis statistik ln AUC(0-∞)
90% Confidence Interval
Obat (I) Obat (J) Mean
difference (I-J)
Std Error
Sig Lower Bound
Upper Bound
generik biogesic 0,0222 0,15126 0,988 -0,3584 0,4028
pamol -0,0925 0,15126 0,819 -0,4731 0,2881
Dari hasil analisis data, dapat disimpulkan bahwa AUC(0-∞) tablet
parasetamol generik, tablet Biogesic®, dan tablet Pamol® adalah berbeda tidak
bermakna. Ini menunjukkan jumlah parasetamol yang masuk dalam tubuh adalah
sama. Karena AUC(0-∞) yang dihasilkan ketiganya adalah sama, maka kemungkinan
kualitas efek yang dihasilkan juga akan sama dan ketiganya memiliki taraf keamanan
yang sama. Nilai AUC(0-∞) yang sama menunjukkan durasi parasetamol dalam ketiga
tablet tersebut adalah sama, hal ini ditunjukkan dari gambar 22 dan gambar 23, selain
menghasilkan kurva yang mirip, pada menit ke-210 hasil penelitian menunjukkan
nilai kadar parasetamol dalam plasma yang sama, ditunjukkan dari terjadinya
overlapping.
Pada gambar 23, dapat dilihat bahwa tablet Pamol® mencapai puncak paling
lambat dibandingkan yang lain, namun pada menit ke-210, menghasilkan kadar
parasetamol dalam plasma yang sama dengan yang lainnya. Hal ini menunjukkan
proses absorpsi parasetamol pada tablet Pamol® lebih lama dibandingkan tablet yang
lain, dan proses eliminasi tablet Pamol® lebih cepat dibandingkan tablet yang lain.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
Kurva kadar Pct dalam plasma vs waktu
0255075
100125150175200225250
0 50 100 150 200 250waktu (menit)
Cp
(kad
ar p
ct d
alam
pla
sma
Generik
Biogesic
Pamol
Gambar 22. Kurva rata-rata kadar parasetamol dalam plasma versus waktu
Kurva rata-rata ln kadar pct dalam plasma vs waktu
0
1
2
3
4
5
6
0 50 100 150 200 250waktu (menit)
ln C
p GenerikBiogesicPamol
Gambar 23. Kurva rata-rata ln kadar parasetamol dalam plasma versus waktu
Dari hasil tabel XIV, dapat diketahui bahwa tmaks tablet Pamol® berbeda
bermakna dari tmaks parasetamol generik. Nilai tmaks tablet Pamol® paling besar
dibandingkan yang lain. Kemungkinan penyebabnya adalah karena tablet Pamol®
memiliki waktu disolusi yang paling lama, yang menunjukkan parasetamol di dalam
tablet Pamol® butuh waktu lebih lama untuk lepas dari tablet dan larut di dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
cairan gastrointestinal. Dari tabel VIII, dapat dilihat bahwa tablet Pamol® memiliki
prosentase pelepasan parasetamol terkecil.
Dilihat dari proses sebelum terjadi disolusi adalah proses disintegrasi,
disintegrasi yang lambat akan menyebabkan proses disolusi lebih lambat ditunjukkan
dari nilai waktu hancur tablet Pamol® paling besar dibandingkan tablet Biogesic® dan
tablet parasetamol generik. Disintegrasi yang paling lambat dibandingkan yang
lainnya mungkin karena bahan penghancur dari tablet Pamol® dan kekerasan tablet
yang tinggi. Kekerasan tablet Pamol® paling kecil dibandingkan yang lain sehingga
faktor kekerasan bukan merupakan penyebab proses disolusi yang lambat ini. Ada
kemungkinan akibat bahan pengikat di dalam tablet Pamol® terlalu kuat mengikat
maka tablet Pamol® akan lebih lama hancur.
Disolusi tablet Pamol® yang lebih lambat dapat dikarenakan tablet Pamol®
lebih sulit larut sehingga konsentrasi obat larut jenuh pada lapisan difusi menjadi
lebih kecil. Hal ini dapat disebabkan adanya bahan-bahan eksipien yang menurunkan
kelarutan bisa akibat terbentuknya kompleks sulit larut di dalam bentuk sediaan
tersebut sehingga hanya sedikit obat yang dapat larut dalam lapisan difusi.
Kemungkinan penyebab yang lain adalah luas permukaan efektif partikel
obat untuk larut kecil akibat terjadi agregasi di dalam bentuk sediaan sehingga ukuran
partikel menjadi besar dan menurunkan luas permukaan efektif partikel obat. Ada
kemungkinan juga setelah tablet disintegrasi menjadi granul dan mengalami
deagregasi menjadi partikel-partikel kecil, ukuran granul dan ukuran partikel tablet
Pamol® tidak homogen dan lebih besar dibandingkan tablet Biogesic® dan tablet
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
95
parasetamol generik sehingga menurunkan luas permukaan efektif obat dan
menurunkan kelarutan obat. Karena disolusi tablet Pamol® paling kecil berarti waktu
yang diperlukan tablet Pamol® untuk melepaskan semua parasetamol di dalamnya
dan larut di dalam cairan gastrointestinal kemungkinan adalah yang paling lama,
sehingga menyebabkan tmaks yang diperoleh lebih besar dibandingkan tmaks tablet
parasetamol generik dan tablet Biogesic®.
Hasil penelitian menunjukkan Cmaks yang dihasilkan tablet Pamol® paling
kecil dibandingkan tablet yang lainnya. Penyebabnya adalah akibat proses absorpsi
pada tablet Pamol® berjalan paling lama maka ada kemungkinan obat mengalami
degradasi sehingga menurunkan konsentrasi obat yang masuk ke dalam plasma.
Namun, nilai AUC(0-∞) tablet Pamol® paling besar, hal ini bisa dikarenakan
kemungkinan fraksi non ion dari tablet Pamol® paling besar sehingga paling banyak
yang terabsorpsi. Kemungkinan jumlah fraksi non ion tablet Pamol® besar akibat
faktor psikologik hewan uji yang dalam keadaan stres sehingga sekresi asam lambung
menjadi berlebihan dan menyebabkan media menjadi lebih asam. Dalam pH media
yang lebih asam, maka fraksi non ion dari parasetamol akan berjumlah lebih besar.
Karena fraksi non ion yang terbentuk berjumlah lebih besar maka jumlah yang
terabsorpsi menjadi lebih besar.
Tablet Biogesic® memiliki nilai kekerasan yang terbesar tapi memiliki
waktu hancur yang terkecil, yang berarti bahan penghancur yang digunakan pada
tablet Biogesic® bekerja dengan baik karena begitu tablet kontak dengan air,
kemungkinan bahan penghancurnya segera mengembang dan menekan tablet untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96
segera hancur. Tablet Biogesic® paling cepat hancur maka kemungkinan tablet
Biogesic® paling cepat terdisolusi dan hasil penelitian menunjukkan hal yang serupa
karena pada menit ke-30 tablet Biogesic® memiliki prosentase kumulatif terbesar
(ditunjukkan pada tabel VIII).
Proses setelah disolusi adalah obat akan menembus membran dan
terabsorpsi. Parasetamol dalam tablet Biogesic® paling cepat larut dalam cairan
gastrointestinal dan segera tersedia untuk diabsorpsi sehingga kemungkinan tablet
Biogesic® memiliki nilai tmaks yang terkecil. Namun, hasil penelitian menunjukkan
nilai tmaks tablet Biogesic® lebih besar daripada tmaks tablet parasetamol generik, nilai
Cmaks tablet Biogesic® lebih kecil daripada Cmaks tablet parasetamol generik, dan nilai
AUC(0-∞) tablet Biogesic® lebih kecil daripada AUC(0-∞) tablet parasetamol generik.
Hal ini berarti ada perbedaan kemampuan parasetamol dalam menembus membran,
sehingga lebih lama mencapai puncak dan menghasilkan jumlah parasetamol yang
lebih kecil. Parasetamol dalam tablet Biogesic® membutuhkan waktu lebih lama
untuk menembus membran. Kemungkinan penyebabnya adalah adanya kompleksasi
antara parasetamol dengan eksipien yang mungkin menyebabkan parasetamol sulit
untuk menembus membran. Selain itu, ada kemungkinan fraksi non ion yang
terbentuk lebih kecil akibat pH media yang kurang asam yang disebabkan variabilitas
dari hewan uji.
Penyebab lain mungkin bukan berasal dari sisi faktor obat tapi dari faktor
hewan uji. Misalkan waktu pengosongan lambung yang lebih kecil maka obat akan
cepat dibawa ke usus dan diabsorpsi. Akibat obat terlalu cepat diabsorpsi maka ada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
97
kemungkinan obat belum sepenuhnya dalam bentuk larutan sehingga terjadi
penurunan konsentrasi obat yang terabsorpsi. Kemungkinan yang lain adalah apabila
obat terlalu lama tinggal di dalam saluran gastrointestinal maka ada bagian dari obat
yang terdegradasi sehingga terjadi penurunan konsentrasi obat yang terabsorpsi.
Selain itu, salah satu variabel pengacau yang tidak dapat dikendalikan
adalah keadaan patologis hewan uji, maka ada kemungkinan pada saat dilakukan
penelitian hewan uji sedang mengalami suatu penyakit seperti diare sehingga
motilitas usus berjalan lebih cepat, maka ada kemungkinan tidak semua obat
terabsorpsi dan terjadi penurunan konsentrasi obat di dalam darah.
Hasil penelitian menunjukkan nilai AUC(0-∞), Cmaks yang homogen untuk
ketiga produk tablet yang diuji. Menurut Anonim (2004 b), suatu produk uji (test = T)
dan produk pembanding (reference = R) dikatakan bioekivalen jika :
a. Rasio nilai rata-rata geometrik AUCT / AUCR = 1,00 dengan 90% CI =
80-125%,
0,8 < R
T
AUCgeometrik rata-rata nilaiAUCgeometrik rata-rata nilai < 1,25
b. Rasio nilai rata-rata geometrik (Cmaks)T / (Cmaks)R = 1,00 dengan 90%
CI = 80-125%
0,8 < Rmaks
Tmaks
)C(geometrik rata-rata nilai)C(geometrik rata-rata nilai < 1,25
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
98
c. Perbandingan nilai tmaks dilakukan hanya jika ada claim yang relevan
secara klinik mengenai pelepasan atau kerja yang cepat atau adanya
tanda-tanda yang berhubungan dengan efek samping obat.
Menurut Chereson (1999), selain perbandingan nilai ln AUC(0-∞) dan ln Cnaks,
perbandingan nilai tmaks juga merupakan kriteria bioekivalen suatu produk obat.
0,8 < R maks
T maks
tgeometrik rata-rata nilaitgeometrik rata-rata nilai < 1,25.
Tabel XVII. Nilai rata-rata geometrik parameter-parameter bioavailabilitas Nilai rata-rata geometrik Parameter Generik Biogesic® Pamol®
tmaks (menit) 24,21 27,76 58,44 Cmaks (μg/ml) 191,44 160,42 152,88
AUC(0-∞) (μg.menit/ml)
22688,67 22191,23 24887,52
Berdasarkan ketiga hal tersebut maka hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut :
Perbandingan nilai rata-rata geometrik tablet Biogesic® dengan tablet parasetamol
generik
o (AUC(0-∞))Biogesic® / (AUC(0-∞))generik = 0,978
o (Cmaks)Biogesic® / (Cmaks)generik = 0,840
o (tmaks)Biogesic® / (tmaks)generik = 1,147
Melihat dari hasil tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan jika tablet Biogesic®
bioekivalen terhadap tablet parasetamol generik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
99
Perbandingan nilai rata-rata geometrik tablet Pamol® dengan tablet parasetamol
generik
o (AUC(0-∞))Pamol® / (AUC(0-∞))generik = 1,097
o (Cmaks)Pamol® / (Cmaks)generik = 0,799
o (tmaks)Pamol® / (tmaks)generik = 2,414
Melihat dari hasil tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan jika tablet Pamol®
bioinekivalen terhadap tablet parasetamol generik.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tablet Biogesic® bioekivalen
terhadap tablet parasetamol generik, sedangkan tablet Pamol® bioinekivalen terhadap
tablet parasetamol generik. Melihat dari profil disolusi yang menunjukkan kesamaan
antara tablet Biogesic® dengan tablet parasetamol generik dan menunjukkan
ketidaksamaan antara tablet Pamol® dengan tablet parasetamol generik berarti dapat
ditarik suatu kesimpulan bahwa terdapat korelasi yang baik antara profil disolusi
dengan profil bioavailabilitas dikarenakan profil bioavailabilitas yang dihasilkan
menunjukkan hasil yang serupa.
Penelitian ini bukan merupakan penelitian yang sempurna dan masih
memiliki kekurangan-kekurangan. Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa masih
banyak keterbatasan sehingga banyak hal yang dinilai seharusnya dilakukan dalam
penelitian ini. Seharusnya dalam penelitian ini hanya digunakan buku acuan yang
terbaru. Namun, penelitian ini masih menggunakan Farmakope Indonesia edisi ke-III
(1979) dan Farmakope Indonesia edisi ke-IV (1995). Penelitian ini juga seharusnya
melakukan uji ukuran partikel dan distribusinya sehingga data ukuran partikel dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
100
distribusinya dapat termasuk salah satu data pendukung untuk menganalisis profil
bioavailabilitas. Selain itu, seharusnya dalam penelitian ini digunakan
spektrofotometer yang sama untuk uji disolusi dan uji bioavailabilitas.
Dalam penelitian ini hanya dilakukan uji keseragaman bobot dan tidak
melakukan uji keseragaman kandungan aktif dalam tablet yang diteliti. Selain itu,
hanya diasumsikan jumlah parasetamol yang terdapat di tiap tablet benar-benar
sebesar 500 mg (dengan rentang 90% - 110%). Padahal belum tentu tiap tablet
mengandung jumlah tersebut, sehingga penelitian ini seharusnya tetap melakukan uji
keseragaman zat aktif dengan melakukan penetapan kadar parasetamol dalam tiap
tablet sehingga diketahui dengan pasti jumlah parasetamol yang ada di dalam tablet
yang diteliti, dan hasil tersebut dapat digunakan pula sebagai suatu data pendukung
analisis profil bioavailabilitas. Dengan menyadari dan mengakui semua kekurangan-
kekurangan di dalam penelitian ini, diharapkan dapat menginspirasi penelitian
selanjutnya untuk menghasilkan penelitian yang lebih baik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
101
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Profil bioavailabilitas tablet Biogesic® sama dengan tablet parasetamol generik.
2. Profil bioavailabilitas tablet Pamol® tidak sama dengan tablet parasetamol
generik.
Perbandingan bioavailabilitas yang dihasilkan yaitu :
a. tmaks tablet Pamol® berbeda bermakna dengan tablet parasetamol generik. tmaks
tablet Biogesic® berbeda tidak bermakna dengan tablet parasetamol generik.
tmaks tablet parasetamol generik = 24,233 ± 1,193 menit
tmaks tablet Biogesic® = 28,000 ± 4,371 menit
tmaks tablet Pamol® = 58,467 ± 1,976 menit
b. Cmaks tablet Biogesic® dan tablet Pamol® berbeda tidak bermakna dengan
tablet parasetamol generik.
Cmaks tablet parasetamol generik = 193,927 ± 38,345 μg /ml
Cmaks tablet Biogesic® = 162,870 ± 34,831 μg /ml
Cmaks tablet Pamol® = 156,647 ± 42,072 μg /ml
c. AUC(0-∞) tablet Biogesic® dan tablet Pamol® berbeda tidak bermakna dengan
tablet parasetamol generik.
AUC(0-∞) tablet parasetamol generik = 22896,410 ± 3731,193 μg. menit /ml
AUC(0-∞) tablet Biogesic® = 22198,470 ± 698,045 μg. menit /ml
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
102
AUC(0-∞) tablet Pamol® = 25525,490 ± 7181,70 μg. menit /ml
3. Tablet Biogesic® bioekivalen dengan tablet parasetamol generik.
4. Tablet Pamol® bioinekivalen dengan tablet parasetamol generik.
B. Saran
1. Penelitian serupa dengan melakukan uji sifat fisik yang lebih lengkap dan tepat
khususnya perlu diikutsertakan uji ukuran partikel dan distribusinya serta uji
keseragaman zat aktif.
2. Penelitian lebih lanjut untuk mengetahui ekivalensi terapeutik antara parasetamol
generik dengan parasetamol dagang (pendekatan farmakodinamika).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
103
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1979, Farmakope Indonesia, Edisi III, 6-7, 37, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta
Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, 649-650, 999, 1066, 1087,
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta Anonim, 2001 a, The Merck Index, 13th Edition, 10, Merck & Co.Inc., Whitehouse
Station, New Jersey Anonim, 2001 b, Professional’s Handbook of Drug Therapy for Pain, 40,
Springhouse Corporation, Springhouse Anonim, 2004 a, A to Z Drug Facts, 5th Edition, 7-8, Facts and Comparison, Missouri
USA Anonim, 2004 b, Pedoman Uji Bioekivalensi, 1-2, 8-9, 12, 19, 22-28, Badan
Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, Jakarta Anonim, 2005 a, The Official Compendia of Standards 2005 : The United States
Pharmacopeia 28 – The National Formulary 23, 2411-2412, 2745, United States Pharmacopeia Convention Inc., USA
Anonim, 2005 b, Drug Information for The Health Care Professional, Volume I, 25th
Edition, 10, Thompson MICROMEDEX, USA Ansel, H. C., 1969, Introduction to Pharmaceutical Dosage Forms, 296-297, Lea &
Febiger, USA Basset, J., Denney, R. C., Jeffrey, G. H., and Mendham J., 1991, Vogel’s Textbook if
Quantitative Analysis Including Elementary Instrumental Analysis, diterjemahkan oleh A. Hadyana Pudjaatmaka, L. Setiono, Edisi IV, 847, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
Belal S., Elsayed, M. A-H., El-Waliely, A., and Abdine, H.,1979, Colorimetric
Acetaminophen Determination in Pharmaceutical Formulation, J. Pharm. Sci, 68, 750-752
Benet, L. Z., 1992, Farmakokinetik : 1. Absorpsi, Distribusi dan Ekskresi, dalam
Katzung, B. G. Basic and Clinical Pharmacology, diterjemahkan oleh Binawati H. Kotualubun dkk., Edisi 3, 29, 448-449, Penerbit Buku
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
104
Kedokteran EGC, Jakarta Bowman, W. C., and Rand, M. J., 1990, Textbook of Pharmacology, 2nd Edition,
26.34, 26.35, 40.1, Oxford Blackwell Scientific Publications, Cambridge Chafetz et al, U., Daly, R. E., Schriftman, H., and Lomner, J. J., 1971, Selective
Colorimetric Determination of Acetaminophen, J. Pharm. Sci, 60, 463-466 Chamberlain, J., 1995, The Analysis of Drugs in Biological Fluids, 2nd Edition, 38-40
CRC Press, Inc., USA Chereson, R., 1999, Bioavailability, Bioequivalence, and Drug Selection, in Makoid,
M. C., Vuchetich, P. J., and Banakar, U. V., (Eds), Basic Pharmacokinetics, First Edition, 8-3, 8-20, 8-30, 8-31, 8-32, Available from http://kiwi.creighton.edu/pkinbook/
Chow, Shein-Chung., and Jen-Pei Liu, 2000, Design and Analysis of Bioavailability
and Bioequivalence Studies, Second Edition, Revised and Expanded, 37-38, Marcel-Dekker, Inc., New York
Clark, B., and Smith, D. A., 1993, An Introduction to Pharmacokinetics, Revised
Second Edition, 1-2, Blackwell Scientific Publications, USA Connors, K. A., 1982, A Textbook of Pharmaceutical Analysis, 3rd Edition, 540-567,
Interscince Publisher, John Wiley & Sons, New York, USA Connors, K. A., Amidon, G. L., and Stella, V. J., 1986, Chemical Stability of
Pharmaceuticals : A Handbook for Pharmacists, 2nd Edition, 163, 167, John Wiley & Sons, USA
Frisell, W. R., 1982, Human Biochemistry, 423-427, McMillan Publishing Co., Inc.,
USA Gibson, G. G., and Skett, P., 1991, Introduction to Drug Metabolism, diterjemahkan
oleh Iis Aisyiah, 189-191, UI Press, Jakarta Glynn, J. P., and Kendal, S. E., 1975, Paracetamol Measurement, The Lancet, 7916,
Volume I, 1147 Hanson, G. R., 2000, Analgesic, Antipyretic, and Anti-Inflammatory Drugs, in
Gennaro, A. R., et al, (Eds), Remington : The Science and Practice of Pharmacy, 20th Edition, 1455, Philadelphia College of Pharmacy and Science, Philadelphia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
105
Johnston, A., and Woolard, R. C., 1983, STRIPE : A Computer Program for Pharmacokinetics, J. Pharmacol. Math., 9, 193-199
Khopkar S. M., 1990, Basic Concepts of Analytical Chemistry, diterjemahkan oleh
Saptoraharjo, A., 193, 204, UI Press, Jakarta Kottke, M. K., and Rudnic, E. M., 2002, Tablet Dosage Forms, in Banker, G.S, and
Rhodes, C.T., (Eds.), Modern Pharmaceutics, 4th Edition, 287, 330, Marcell Dekker Inc., New York
Lacy, C. F., Armstrong, L. L., Goldman, M. P., and Lance, L. L., 2003, Drug
Information Handbook, 11th Edition, 25, Lexi-Comp, Ohio Lestari, C. S., Rahayu, S., Rya, H., Suhardjono, Maisunah, Soewarni, S., dkk., 2002,
Seni Menulis Resep Teori & Praktek, 27-36, p.t. perca, Jakarta Malinowski, H. J., 2000, Bioavailability and Bioequivalency Testing in Gennaro, A.
R., et al., (Eds), Remington : The Science and Practice of Pharmacy, 20th Edition, 995-1001, Philadelphia College of Pharmacy and Science, Philadelphia
Makoid, M. C., and Cobby, J.,2000, Introduction, in Makoid, M. C., Vuchetich, P. J.,
and Banakar, U. V., (Eds), Basic Pharmacokinetics, First Edition, 1-2, Available from http://pharmacy.creighton.edu/pha443/pdf/
Mayersohn, M., 2002, Principles of Drug Absorption, in Banker, G. S., and Rhodes,
C. T., (Eds), Modern Pharmaceutics, Fourth Edition, Revised and Expanded, 23-52, Marcel Dekker, Inc., New York
McGilveray, I. J., and Mattok, G. L., 1972, Some Factors Affecting the Absorption of
Paracetamol, J. Pharm. Pharmac., 24, 615-619 Melmon, K. L., and Morelli, H. F., 1992, Melmon and Morelli’s : Clinical
Pharmacology Basic Principles in Therapeutics, 3rd Edition, 1032-1033, McGraw-Hill, USA
Montgomery, R., Conway, T.W., Spector, A.A., 1993, Biochemistry : A Case-
Oriented Approach,alih bahasa Staf Pengajar FKUI, Edisi I, jilid 1, 89-91, Binarupa, Jakarta
Mulja, M., dan Suharman, 1995, Analisis Instrumental, 6-7, Airlangga University
Press, Surabaya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
106
Murray, R. K., Granner, D. K., Mayer, P.A., Rodwell, V.W., 1990, Biokima Harper (Harper’s Biochemistry) Edisi ke-22, diterjemahkan oleh dr. Andry Hartono, 738, Penerbit Buku Kedoteran EGC, Jakarta
Mutschler, E., 1991, Dinamika Obat : Buku Ajar Farmakologi dan Toksikologi,
diterjemahkan oleh Dr. Mathilda B. Widianto dan Dr. Anna Setiadi Ranti, Edisi ke-5, 5-6, 199-201, ITB, Bandung
Mutschler, E., Derendorf, H., Schäfer-Korting, M., Elrod, K., and Estes, K. S., 1995,
Drug Actions : Basic Principle and Therapeutic Aspects, 33-35, 167, Medpharm Scientific Publishers, Stuttgart
Proudfoot, S. G., 1990, Factors Influencing Bioavailability : Factors Influencing Drug
Absorption from The Gastrointestinal Tract, in Aulton, M. E., (Eds), Pharmaceutics : The Science of Dosage Form Design, 135-170, ELBS with Churchill Livingstone, UK
Roth, H. J., and Blaschke, G., 1981, Pharmaceutical Analysis, diterjemahkan oleh
Sarjoko Kisman dan Slamet Ibrahim, 359-361, 373, UGM Press, Yogyakarta Setiawati, A., Zulnida, S. B., Suyatna, F. D., 2002 a, Pengantar Farmakologi, dalam
Ganiswarna, S.G., Setiabudy, R., Suyatna, F.D., Purwantyastuti, Nafrialdi, (Eds), Farmakologi dan Terapi, Edisi 4 (Dengan Perbaikan), 1-10, Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta
Setiawati, A., 2002 b, Farmakokinetik Klinik, dalam Ganiswarna, S.G., Setiabudy,
R., Suyatna, F.D., Purwantyastuti, Nafrialdi, (Eds),Farmakologi dan Terapi Edisi 4 (Dengan Perbaikan), 811-816, Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta
Shargel, L., Wu-Pong, S., and Yu, A. B. C., 2005, Applied Biopharmaceutics &
Pharmacokinetics, 5th Edition, 3, 9-16, 413-442, 456-458, 465-468, Mc Graw Hill Companies, Singapore
Suryawati, S. dan Donatus, I. A., 1998, Ketersediaan Hayati Obat pada Manusia,
Kursus Penelitian, Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada, Yogyakarta Wagner, G. J., 1975, Fundamentals of Clinical Pharmacokinetics, 1st Edition, 1-21,
Drug Intelligence. Inc, Illinois Widdop, B., 1986, Hospital Toxicology and Drug Abuse Screening, in Moffat A.C.,
Jackson, J.V., Moss, M.B., Widdop, B., Greenfiled, E.S., (Eds), Clarke’s Isolation and Identification of Drugs in Pharmaceuticals, Body Fluids, and
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
107
Post Mortem Material, 2nd Edition, 23, The Pharmaceutical Press, London
Wilkinson, G. R., 2001, Pharmacokinetics : The Dynamics of Drug Absorption,
Distribution and Elimination, in Goodman & Gilman’s, (Eds), The Pharmacological Basis of Therapeutics, 10th Edition, 3-24, Mc Graw-Hill, USA
Wilmana, P. F., 2002, Analgesik-Antipiretik Analgesik Anti-Inflamasi Nonsteroid
dan Obat Pirai, dalam Ganiswarna, S.G., Setiabudy, R., Suyatna, F.D., Purwantyastuti, Nafrialdi, (Eds), Farmakologi dan Terapi Edisi 4 (Dengan Perbaikan), 214, Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
108
Lampiran 1. Hasil uji keseragaman bobot
Tabel XVIII. Hasil uji keseragaman bobot
Bobot (mg) Tablet Generik Biogesic® Pamol®
1 604,2 659,0 656,4 2 603,3 663,4 663,4 3 599,7 655,1 668,0 4 606,1 656,3 653,5 5 600,2 658,6 667,4 6 605,0 661,5 661,1 7 604,2 665,5 659,4 8 601,8 660,6 667,2 9 600,1 659,6 666,5 10 600,9 671,0 656,0 11 594,0 661,6 659,4 12 603,3 661,0 663,6 13 612,4 660,2 663,0 14 599,9 659,2 658,5 15 602,6 666,5 658,7 16 590,9 656,8 673,7 17 607,8 660,7 659,9 18 601,9 658,1 663,6 19 610,4 655,5 664,2 20 601,6 652,3 649,1
Rata-Rata 602,5 660,1 661,63 SD 4,87 4,27 5,65
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
109
Lampiran 2. Hasil uji kekerasan
Tabel XIX. Hasil uji kekerasan
Tekanan (KP) Tablet Generik Biogesic® Pamol®
1 14,6 22,4 10,3 2 15,5 23,5 10,6 3 14,7 23,6 10,3 4 17,2 26,3 11,8 5 15,0 25,8 11,0 6 17,8 26,0 11,7 7 15,3 26,0 10,6 8 15,6 23,6 10,1 9 16,9 26,4 9,7 10 17,1 24,2 10,9 11 18,2 23,1 10,5 12 15,1 22,2 11,0 13 17,0 25,1 11,5 14 15,9 20,8 10,5 15 18,1 19,0 10,9 16 17,7 24,1 10,8 17 17,0 25,4 11,4 18 14,8 26,1 11,3 19 15,8 22,6 11,5 20 16,2 23,3 10,3
Rata-rata 16,3 24,0 10,8 SD 1,2 1,2 0,5
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
110
Lampiran 3. Contoh cara perhitungan data disolusi Penimbangan parasetamol Bobot kertas : 0,3932 Bobot kertas + parasetamol : 0,4436 Bobot kertas +sisa : 0,3932 Bobot parasetamol : 0,0504 = 50,4 mg Pembuatan larutan persediaan parasetamol 1 mg/ml = 0,01 mg%
50,4 mg parasetamol dilarutkan dalam larutan dapar fosfat monobasa hingga volume 50 ml, sehingga konsentrasi larutan menjadi 1,008 mg/ml = 1008 µg/ml.
Pembuatan larutan intermediet parasetamol
1 ml larutan persediaan dilarutkan dalam larutan dapar fosfat monobasa hingga volume 50 ml, sehingga konsentrasi larutan menjadi
ml/g16,20501x1008 μ=
Pembuatan seri kadar kurva baku 1,5; 2,0; 2,5; 3,0; 3,5; 4,0; dan 4,5 ml larutan intermediet parasetamol dilarutkan dalam larutan dapar fosfat monobasa hingga volume 10 ml. Contoh perhitungan konsentrasi larutan : C1 . V1 = C2 . V2 20,16 µg/ml . 1,5 ml = C2 . 10 ml C2 = 3,02 µg/ml Konsentrasi larutan seri kadar kurva baku untuk uji disolusi berdasarkan cara perhitungan di atas : 3,02; 4,03; 5,04; 6,05; 7,06; 8,07; dan 9,08 µg/ml.
Persamaan kurva baku : Y = 0,08331 X + 0,01598 Contoh cara perhitungan kadar parasetamol yang diperoleh : Pada menit ke-10, diambil sampel sebanyak 5 ml. Kemudian dilakukan pengenceran. Ambil 1 ml, masukkan ke labu ukur 25 ml, tambahkan larutan dapar hingga tanda. (larutan A). Kemudian dilakukan pengenceran lagi. Ambil 3 ml larutan A, masukkan ke labu ukur 10 ml, tambahkan larutan dapar hingga tanda. Ukur serapan pada panjang gelombang 243,1 nm.
Serapan (Y) = 0,433 X = 0,083310,01598 - 0,433
= 5,006 μg/ml
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
111
Kadar sebelum pengenceran (C) = 5,006 μg/ml x 3
10 x 125 = 417,667 μg/ml.
Dalam 5 ml sampel terdapat parasetamol sebanyak (Q5) = 417,667 μg/ml x 5 ml = 2088,335 μg = 2,088 mg Dalam media 900 ml terdapat parasetamol sebanyak (Q900) = 417,667 µg/ml x 900 ml = 375900,3 µg = 375,900 mg Contoh cara perhitungan Qkum, pada menit ke-20 diperoleh serapan sebesar = 0,443 sehingga dengan cara perhitungan di atas diperoleh C = 427,167 µg/ml, Q5 = 2,136 mg, Q900 = 384,450 mg, Qkum = Q900 + Q5 (menit ke-10) = 384,450 + 2,088 = 386,538 mg Perhitungan Qkum menit ke-30 = Q900 + Q5 (menit ke-20) + Q5 (menit ke-10)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
112
Lampiran 4. Hasil uji disolusi
Tabel XX. Hasil uji disolusi tablet parasetamol generik
Replikasi Waktu (menit) Absorbansi C(µg/ml) Q5 (mg) Q900
(mg) Qkum (mg) %Qkum
10 0,433 417,167 2,086 375,450 375,450 75,09020 0,443 427,167 2,136 384,450 386,536 77,307I 30 0,476 460,167 2,301 414,150 418,372 83,67410 0,453 437,167 2,186 393,450 393,450 78,69020 0,454 438,167 2,191 394,350 396,536 79,307II 30 0,468 452,167 2,261 406,950 411,327 82,26510 0,425 409,167 2,046 368,250 368,250 73,65020 0,465 449,167 2,246 404,250 406,296 81,259III 30 0,470 455,167 2,276 409,650 413,942 82,788
Kurva Uji Disolusi tablet parasetamol generik
360,000370,000380,000390,000
400,000410,000420,000430,000
0 10 20 30 40
waktu (menit ke-)
Qku
m (m
g) Replikasi 1Replikasi 2Replikasi 3
Gambar 24. Kurva hasil uji disolusi tablet parasetamol generik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
113
Tabel XXI. Hasil uji disolusi tablet Biogesic®
Replikasi Waktu (menit) Absorbansi C(µg/ml) Q5 (mg) Q900 Qkum (mg) %Qkum
10 0,505 489,167 2,446 440,250 440,250 88,05020 0,504 488,167 2,441 439,350 441,796 88,359I 30 0,498 482,167 2,411 433,950 438,837 87,76710 0,442 426,167 2,131 383,550 383,550 76,71020 0,494 478,167 2,391 430,350 432,481 86,496II 30 0,527 511,167 2,556 460,050 464,572 92,91410 0,500 484,167 2,421 435,750 435,750 87,15020 0,470 454,167 2,271 408,750 411,171 82,234III 30 0,487 471,167 2,356 424,050 428,742 85,748
Kurva Uji Disolusi tablet Biogesic
0
100,000
200,000
300,000
400,000
500,000
0 10 20 30 40
waktu (menit ke-)
Qku
m (m
g) Replikasi 1Replikasi 2Replikasi 3
Gambar 25. Kurva hasil uji disolusi tablet Biogesic®
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
114
Tabel XXII. Hasil uji disolusi tablet Pamol®
Replikasi Waktu (menit) Absorbansi C(µg/ml) Q5 (mg) Q900 Qkum (mg) %Qkum
10 0,355 339,083 1,685 305,175 305,175 61,035 20 0,381 365,083 1,825 328,575 330,260 66,052 I 30 0,384 368,083 1,840 331,275 334,785 66,957 10 0,277 261,083 1,305 234,975 234,975 46,995 20 0,312 296,083 1,480 266,475 267,780 53,556 II 30 0,338 322,083 1,610 289,875 292,660 58,532 10 0,249 233,083 1,165 209,775 209,775 41,955 20 0,304 288,083 1,440 259,275 296,440 59,288 III 30 0,419 403,167 2,016 362,850 365,455 73,091
Kurva Uji Disolusi tablet Pamol
050,000
100,000150,000200,000250,000300,000350,000400,000
0 10 20 30 40
waktu (menit ke-)
Qku
m (m
g) Replikasi 1Replikasi 2Replikasi 3
Gambar 26. Kurva hasil uji disolusi tablet Pamol®
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
115
Contoh perhitungan nilai faktor kemiripan (f2) perbandingan tablet Biogesic® dengan tablet parasetamol generik:
Tabel XXIII. Perhitungan faktor kemiripan Menit R T [R-T] [R-T]2
10 75,810 83,970 8,160 66,586 20 79,291 85,697 6,406 41,037 30 82,909 88,810 5,901 34,822 ∑[R-T]2 = 142,445
R = prosentase rata-rata Qkum tablet parasetamol generik T = prosentase rata-rata Qkum tablet Biogesic®
Nilai f2 ditunjukkan melalui persamaan di bawah ini :
57,861
3445,1421
100 log 50
n
TR
1
100 log 50 f2nt
1ttt
2 =
⎥⎥⎥⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢⎢⎢⎢
⎣
⎡
+
=
⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢
⎣
⎡
−
+
=
∑=
=
Lampiran 5. Perhitungan pembuatan larutan parasetamol untuk kurva baku
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
116
Penimbangan parasetamol
Bobot kertas = 0,4259 g
Bobot kertas + parasetamol = 0,4766 g
Bobot kertas + sisa = 0,4265 g
Bobot parasetamol = 0,0501 = 50,1 mg
Pembuatan larutan persediaan parasetamol
50,1 mg parasetamol dilarutkan ke dalam aquadest hingga volume 50,0 ml, sehingga
diperoleh konsentrasi larutan menjadi 1,002 mg/ml = 1002 µg/ml.
Pembuatan seri kadar larutan intermediet parasetamol
Dari larutan persediaan parasetamol diambil 1,0; 2,0; 3,0; 4,0; 5,0; 6,0; 7,0; dan 8,0
ml dilarutkan ke dalam aquadest hingga volume 10,0 ml, sehingga diperoleh
konsentrasi larutan menjadi 100,2; 200,4; 300,6; 400,8; 501,0; 601,2; 701,4; dan
801,6 µg/ml. Contoh perhitungannya :
C1 . V1 = C2 . V2
1002 µg/ml . 1,0 ml = C2 . 10 ml
C2 = 100,2 µg/ml
Pembuatan seri kadar kurva baku
0,5 ml dari tiap seri kadar larutan intermediet parasetamol ditambahkan ke dalam 0,5
ml plasma darah kelinci sehingga diperoleh konsentrasi larutan menjadi : 50,1; 100,2;
150,3; 200,4; 250,5; 300,6; 350,7; dan 400,8 µg/ml.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
117
Lampiran 6. Contoh perhitungan pembuatan larutan obat
Penimbangan tablet :
1. 654,3 mg 2. 645,4 mg 3. 641,2 mg 4. 652,7 mg 5. 661,5 mg
6. 661,0 mg 7. 667,0 mg 8. 648,1 mg 9. 647,0 mg 10. 649,3 mg
11. 654,7 mg 12. 647,9 mg 13. 662,7 mg
==−13
8,8392rataRata 645,6 mg
Akan dibuat larutan dengan konsentrasi 240 mg/ml sebanyak 25 ml.
Berarti parasetamol yang dibutuhkan = 240 mg/ml x 25 ml = 6000 mg
Seluruh tablet tersebut digerus hingga halus. Setiap tablet mengandung 500 mg
parasetamol maka serbuk yang setara dengan 6000 mg parasetamol adalah
=×= 6,6455006000 7747,2 mg
Penimbangan serbuk :
Bobot kertas = 0,4406 g Bobot kertas + parasetamol = 8,1914 g Bobot kertas + sisa = 0,4448 g Bobot parasetamol = 7,7466 g
Parasetamol yang ditimbang 60002,77476,7746×= mg = 5999,53 mg
Konsentrasi larutan tersebut ==ml25
mg53,5999 239,981 mg/ml
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
118
Lampiran 7. Tabel konversi perhitungan dosis antar jenis hewan dan perhitungan
orientasi dosis
Tabel XXIV. Konversi perhitungan dosis antar jenis hewan
Mencit 20 g
Tikus 200 g
Marmot 400 g
Kelinci 1,5 kg
Kera 4 kg
Anjing 12 kg
Manusia 70 kg
Mencit 20 g 1,0 7,0 12,25 27,8 64,1 124,2 387,9 Tikus 200 g 0,14 1,0 1,74 3,9 9,2 17,8 56,0 Marmot 400 g 0,08 0,57 1,0 2,25 5,2 10,2 31,5 Kelinci 1,5 kg 0,04 0,25 0,44 1,0 2,4 4,5 14,2 Kera 4 kg 0,016 0,11 0,19 0,42 1,0 1,9 6,1 Anjing 12 kg 0,008 0,06 0,10 0,22 0,52 1,0 3,1 Manusia 70 kg 0,0026 0,018 0,031 0,07 0,16 0,32 1,0
LD50 pada mencit = 338 mg/kgBB
Faktor konversi mencit ke kelinci = 27,8
LD50 pada kelinci 1,5 kg = 338 mg/kgBB x 27,8
= 9396,4 mg/ 1,5 kg
= 6264,27 mg/kgBB
Dosis awal untuk orientasi dosis = 10% x LD50
= 10010 x 6264,27 mg/kgBB
= 626,427 mg/kgBB
~ 625 mg/kgBB
Pengerjaan orientasi dosis : dosis awal diberikan pada hewan uji kemudian dilihat
serapan yang dihasilkan. Bila dosis tersebut belum sesuai maka dosis tersebut
dinaikkan kembali dengan dikalikan dengan suatu bilangan tertentu.
Orientasi dosis pada penelitian ini : 625, 750, 900, 1080, 1296 ~ 1200 mg/kgBB.
Dosis yang digunakan pada penelitian ini yaitu 1200 mg/kgBB.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
119
Lampiran 8. Contoh perhitungan volume pemberian larutan parasetamol pada hewan
uji.
Misalkan : Berat badan kelinci (BB) = 1,9 kg
Konsentrasi larutan parasetamol (C) = 240 mg/ml
Dosis penelitian (D) = 1200 mg/kgBB
C . V = D . BB
240 mg/ml . V = 1200 mg/kg . 1,9 kg V = 9,5 ml
Volume pemberian larutan parasetamol pada hewan uji tersebut adalah 9,5 ml.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
120
Lampiran 9. Hasil scanning penentuan operating time
dan penentuan panjang gelombang
maksimum parasetamol
Gambar 28. OT larutan parasetamol kadar 400µg/ml
Gambar 27. OT larutan parasetamol kadar 100µg/ml
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
121
Gambar 30. λmaks larutan parasetamol kadar 400µg/ml
Gambar 29. λmaks larutan parasetamol kadar 100µg/ml
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
122
Lampiran 10. Hasil scanning kurva baku
Gambar 31. Kurva baku parasetamol
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
123
Lampiran 11. Sertifikat Analisis Parasetamol
Gambar 32. Sertifikat analisis parasetamol
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
124
Lampiran 12. Hasil pengolahan data dengan program STRIPE untuk tablet
parasetamol generik
Tabel XXV. Data tablet parasetamol generik 1
t (menit) C (µg/ml) Residual Residual 5 46.59 -146,98 -169,21
10 115.19 -69,01 -85,82 15 143.23 -32,05 -44,76 20 160.05 -6,74 -16,35 25 182.92 -24,21 35 144.09 0,38 45 138.05 7,92 60 100.52 90 87.58
120 72.04 150 44.43 180 32.36 210 25.02
N (1) = 4 A(1) = I = B(1) = r(1) = -0,994
N (2) = 3 A(2) = I = 29,396 B(2) = -0,056 r(2) = -0,259
N (3) = 6 A(3) = I = 203,422 B(3) = -0,010 r(3) = -0,987
AIC = 103,37 SS = 1128,014
Lag time = 3,60
Absorption half life = -4,524
Half life (2) = 12,409
Elimination Half life = 69,825
AUC ( 0-Tn ) = % 16476,55
AUC ( 0-Inf ) = % 18996,89
AUC ( Tn-Inf ) is 13,27 % of AUC ( 0-Inf )
AUMC = % 2064209,62
MRT = 108,66
Vdss = 6863,888
Total clearance = 63,16824
Calculated Cmax = 158,73 Tmax = 24,60
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
125
Tabel XXVI. Data tablet parasetamol generik 2
t (menit) C (µg/ml) Residual Residual 5 72.91 -165,19 -176,42
10 144.53 -81,88 -91,37 15 176.02 -39,27 -47,30 20 186.37 -18,36 25 189.39 -5,29 35 176.88 0,85 45 155.74 -3,44 60 139.78 2,91 90 113.03
120 78.09 150 43.15 180 37.97 210 35.81
N (1) = 3 A = I = B(1) = r(1) = -1,000
N (2) = 5 A = I = 13,294 B(2) = -0,034 r(2) = -0,486
N (3) = 5 A = 245,148 I = 250,386 B(3) = -0,010 r(3) = -0,945
AIC = 88,48 SS = 358,876
Lag time = 2,10
Absorption half life = -5,266
Half life (2) = 20,598
Elimination Half life = 68,858
AUC ( 0-Tn ) = % 19702,25
AUC ( 0-Inf ) = % 23259,63
AUC ( Tn-Inf ) is 15,29 % of AUC ( 0-Inf )
AUMC = % 2613375,00
MRT = 112,36
Vdss = 5796,653
Total clearance = 51,59153
Calculated Cmax = 188,26
Tmax = 25,20
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
126
Tabel XXVII. Data tablet parasetamol generik 3
t (menit) C (µg/ml) Residual Residual 5 53.07 -220,93 -329,73
10 173.43 -87,10 -157,80 15 225.20 -22,51 -68,46 20 235.55 0,03 -29,84 25 240.30 16,36 35 213.98 11,52 45 185.94 2,92 60 151.43 90 105.27
120 98.37 150 74.64 180 40.56 210 34.09
N (1) = 4 A = I = B(1) = r(1) = -1,000
N (2) = 3 A = I = 167,402 B(2) = -0,086 r(2) = -0,946
N (3) = 6 A = 276,782 I = 288,180 B(3) = -0,010 r(3) = -0,977
AIC = 98,32 SS = 764,844
Lag time = 4,00
Absorption half life = -4,309
Half life (2) = 8,042
Elimination Half life = 68,707
AUC ( 0-Tn ) = % 23053,60
AUC ( 0-Inf ) = % 26432,71
AUC ( Tn-Inf ) is 12,78 % of AUC ( 0-Inf )
AUMC = % 2824622,00
MRT = 106,86
Vdss = 4851,303
Total clearance = 45,39830
Calculated Cmax = 234,79
Tmax = 22,90
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
127
Lampiran 13. Hasil pengolahan data dengan program STRIPE untuk tablet
Biogesic®
Tabel XXVIII. Data tablet Biogesic® 1
t (menit)
C (µg/ml) Residual
5 122,95 -138,51 10 177,30 -70,42 15 195,85 -38,85 20 198,44 -23,92 25 226,82 35 197,58 45 169,54 60 133,30 90 86,71 120 84,98 150 55,65 180 41,41 210 27,61
N (1) = 4 A(1) = -237,645 B(1) = -0,117 r(1) = -0,997
N (2) = 9 A(2) = 275,968 B(2) = -0,011 r(2) = -0,992
AIC = 103,63 SS = 1566,252
There is no lag time
Absorption half life = -5,911
Half life = 64,188
AUC ( 0-Tn ) = % 20437,43
AUC ( 0-Inf ) = % 22994,22
AUC ( Tn-Inf ) is 11,12 % of AUC ( 0-Inf )
AUMC = % 2308224,00
MRT = 100,38
Vdss = 5238,681
Total clearance = 52.18704
Assumed fraction absorpted = 1,000
Calculated Cmax = 199,72 Tmax = 23,10
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
128
Tabel XXIX. Data tablet Biogesic® 2
t (menit)
C (µg/ml) Residual
5 119,93 -114,22 10 129,86 -92,93 15 130,29 -81,68 20 155,31 -46,37 25 155,74 -36,15 35 157,90 -15,81 45 154,01 60 146,25 90 103,97 120 63,85 150 56,08 180 42,28 210 31,06
N (1) = 6 A(1) = -187,329 B(1) = -0,067 r(1) = -0,987
N (2) = 7 A(2) = 246,102 B(2) = -0,010 r(2) = -0,993
AIC = 95,98 SS = 869,442
There is no lag time
Absorption half life = -10,289
Half life = 69,639
AUC ( 0-Tn ) = % 18791,22
AUC ( 0-Inf ) = % 21911,74
AUC ( Tn-Inf ) is 14,24 % of AUC ( 0-Inf )
AUMC = % 2461234,50
MRT = 112,32
Vdss = 6151,495
Total clearance = 54,76517
Assumed fraction absorbed = 1,000
Calculated Cmax = 158,40 Tmax = 29,40
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
129
Tabel XXX. Data tablet Biogesic® 3
t (menit)
C (µg/ml) Residual
5 113,46 -141,60 10 119,50 -123,15 15 125,97 -104,88 20 128,56 -91,07 25 133,74 -75,20 35 128,13 -60,98 45 126,84 -44,32 60 121,66 90 110,44 120 103,11 150 64,71 180 46,59 210 27,61
N (1) = 7 A(1) = -162,237 B(1) = -0,029 r(1) = -0,998
N (2) = 6 A(2) = 268,089 B(2) = -0,010 r(2) = -0,960
AIC = 98,12 SS = 1024,930
There is no lag time
Absorption half life = -24,034
Half life = 69,511
AUC ( 0-Tn ) = % 18920,65
AUC ( 0-Inf ) = % 21689,45
AUC ( Tn-Inf ) is 12,77 % of AUC ( 0-Inf )
AUMC = % 2494874,20
MRT = 115,03
Vdss = 6364,037
Total clearance = 55,32643
Assumed fraction absorbed = 1,000
Calculated Cmax = 130,49 Tmax = 31,50
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
130
Lampiran 14. Hasil pengolahan data dengan program STRIPE untuk tablet Pamol®
Tabel XXXI. Data tablet Pamol® 1
t (menit)
C (µg/ml) Residual
5 19.85 -357,83 10 35.38 -320,29 15 39.69 -295,25 20 56.95 -258,47 25 55.22 -241,82 35 72.05 -191,38 45 89.30 -144,32 60 132.87 -62,23 90 118.21 120 116.05 150 72.39 180 37.10 210 34.51
N (1) = 8 A(1) = -364,082 B(1) = -0,030 r(1) = -0,971
N (2) = 5 A(2) = 363,880 B(2) = -0,012 r(2) = -0,956
AIC = 120,62 SS = 5784,918
Lag time = 8,10
Absorption half life = -23,439
Half life = 57,717
AUC ( 0-Tn ) = % 16780,35
AUC ( 0-Inf ) = % 19653,92
AUC ( Tn-Inf ) is 14,62 % of AUC ( 0-Inf )
AUMC = % 2490589,00
MRT = 126,72
Vdss = 7737,284
Total clearance = 61,05652
Assumed fraction absorbed = 1,000
Calculated Cmax = 116,63 Tmax = 60,60
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
131
Tabel XXXII. Data tablet Pamol® 2
t (menit)
C (µg/ml) Residual
5 11,64 -574,38 10 59,96 -493,05 15 101,38 -420,48 20 130,28 -362,18 25 139,37 -325,35 35 157,89 -255,95 45 235,98 -132,54 60 185,07 -124,61 90 184,64 120 164,79 150 154,01 180 62,55 210 52,63
N (1) = 8 A(1) = -596,398 B(1) = -0,030 r(1) = -0,979
N (2) = 5 A(2) = 596,308 B(2) = -0,012 r(2) = -0,928
AIC = 121,79 SS = 6329,832
Lag time = 3,50
Absorption half life = -23,155
Half life = 59,772
AUC ( 0-Tn ) = % 28994,35
AUC ( 0-Inf ) = % 33532,79
AUC ( Tn-Inf ) is 13,53 % of AUC ( 0-Inf )
AUMC = % 4120704,20
MRT = 122,89
Vdss = 4397,576
Total clearance = 35,78587
Assumed fraction absorbed = 1,000
Calculated Cmax = 200,51 Tmax = 58,10
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
132
Tabel XXXIII. Data tablet Pamol® 3
t (menit)
C (µg/ml) Residual
5 12,08 -477,79 10 26,32 -433,89 15 75,07 -357,18 20 116,92 -289,11 25 134,60 -246,80 35 136,76 -199,78 45 140,24 -156,72 60 137,19 -108,95 90 134,17 -34,93 120 109,15 150 88,01 180 54,36 210 36,67
N (1) = 9 A(1) = -494,768 B(1) = -0,030 r(1) = -0,996
N (2) = 4 A(2) = 494,796 B(2) = -0,013 r(2) = -0,990
AIC = 105,14 SS = 1759,205
Lag time = 4,20
Absorption half life = -23,310
Half life = 55,391
AUC ( 0-Tn ) = % 20459,37
AUC ( 0-Inf ) = % 23389,76
AUC ( Tn-Inf ) is 12,53 % of AUC ( 0-Inf )
AUMC = % 2765988,50
MRT = 118,26
Vdss = 6067,087
Total clearance = 51,30451
Assumed fraction absorbed = 1,000
Calculated Cmax = 152,80 Tmax = 56,70
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
133
Lampiran 15. Nilai rata-rata parameter-parameter farmakokinetika
Tabel XXXIV. Nilai rata-rata aritmatika parameter-parameter farmakokinetika Nilai rata-rata ± SD
Parameter Generik Biogesic® Pamol®
tmaks (menit) 24,233 ± 1,193 28,000 ± 4,371 58,467 ± 1,967
Cmaks (μg/ml) 193,927 ± 38,345 162,870 ± 34,831 156,647 ± 42,072
AUC(0-tn) (μg.menit/ml) 19744,133 ± 19383,100 ± 22078,023 ±
AUC(0 -∞) (μg.menit/ml) 22896,410 ± 3731,931 22198,470 ± 698,045 25525,490 ± 7181,70
ka (menit -1) 0,149 ± 0,015 0,071 ± 0,044 0,030 ± 0
Vd (ml) 5837,281 ± 1006,907 5918,071 ± 597,889 6067,316 ± 30,315
kel (menit -1) 0,010 ± 0 0,010 ± 0 0,012 ± 0
t1/2 el (menit) 69,130 ± 0,607 67,779 ± 3,111 57,627 ± 2,192
Cl total (ml/menit) 53,386 ± 9,020 54,093 ± 1,674 49,383 ± 12,745
Lampiran 16. Contoh perhitungan nilai rata-rata geometrik parameter bioavailabilitas
Nilai tmaks tablet parasetamol generik 1 : 24,60 menit
Nilai tmaks tablet parasetamol generik 2 : 25,20 menit
Nilai tmaks tablet parasetamol generik 3 : 22,90 menit
Nilai rata-rata geometrik untuk tmaks tablet parasetamol generik :
( ) menit 24,21 17,14196 90,22 x 20,25 x 60,24 33 ==
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
134
Lampiran 17. Kurva kadar parasetamol dalam plasma (Cp vs t)
Kurva Hubungan Kadar Tablet Parasetamol Generik vs Waktu
04080
120160200240
0 20 40 60 80 100
120
140
160
180
200
220
240
t (menit)
Cp
(kad
ar P
ct
dala
m p
lasm
a)
Generik 1 Generik 2 Generik 3
Gambar 33. Kurva hubungan kadar tablet parasetamol generik vs waktu
Kurva Hubungan Kadar Tablet Biogesic vs Waktu
04080
120160200240
0 20 40 60 80 100
120
140
160
180
200
220
240
t (menit)
Cp
(kad
ar P
ct
dala
m p
lasm
a)
Biogesic 1 Biogesic 2 Biogesic 3
Gambar 34. Kurva hubungan kadar tablet Biogesic® vs waktu
Kurva Hubungan Kadar Tablet Pamol vs Waktu
04080
120160200240
0 20 40 60 80 100
120
140
160
180
200
220
240
t (menit)
Cp
(kad
ar P
ct
dala
m p
lasm
a)
Pamol 1 Pamol 2 Pamol 3
Gambar 35. Kurva hubungan kadar tablet Pamol® vs waktu
Lampiran 18. Kurva ln kadar parasetamol dalam plasma (ln Cp vs t)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
135
Kurva Hubungan ln Kadar Tablet Parasetamol Generik vs Waktu
0123456
0 20 40 60 80 100
120
140
160
180
200
220
240
t (menit)
ln C
p (ln
Kad
ar P
ct
dala
m p
lasm
a)
Generik 1 Generik 2 Generik 3
Gambar 36. Kurva hubungan ln kadar tablet parasetamol generik vs waktu
Kurva Hubungan ln Kadar Tablet Biogesic vs Waktu
0123456
0 20 40 60 80 100
120
140
160
180
200
220
240
t (menit)
ln C
p (ln
kad
ar
Pct d
alam
pl
asm
a)
Biogesic 1 Biogesic 2 Biogesic 3
Gambar 37. Kurva hubungan ln kadar tablet Biogesic® vs waktu
Kurva Hubungan ln Kadar Tablet Pamol vs Waktu
0123456
0 20 40 60 80 100
120
140
160
180
200
220
240
t (menit)
ln C
p (ln
kad
ar
Pct d
alam
pl
asm
a)
Pamol 1 Pamol 2 Pamol 3
Gambar 38. Kurva hubungan ln kadar tablet Pamol® vs waktu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
136
Lampiran 19. Hasil Pengolahan data secara statistik dengan program SPSS
Analisis statistik untuk nilai ln AUC(0-∞)
Univariate Analysis of Variance Between-Subjects Factors
generik 3biogesic 3pamol 3
1.002.003.00
OBATValue Label N
Descriptive Statistics
Dependent Variable: AUC
10.0296 .16656 310.0075 .03120 310.1221 .27248 310.0531 .16886 9
OBATgenerikbiogesicpamolTotal
Mean Std. Deviation N
Levene's Test of Equality of Error Variancesa
Dependent Variable: AUC
3.167 2 6 .115F df1 df2 Sig.
Tests the null hypothesis that the error variance ofthe dependent variable is equal across groups.
Design: Intercept+OBATa.
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: AUC
.022a 2 .011 .323 .736909.577 1 909.577 26502.788 .000
.022 2 .011 .323 .736
.206 6 .034909.805 9
.228 8
SourceCorrected ModelInterceptOBATErrorTotalCorrected Total
Type III Sumof Squares df Mean Square F Sig.
R Squared = .097 (Adjusted R Squared = -.204)a.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
137
Post Hoc Tests OBAT
Multiple Comparisons
Dependent Variable: AUCTukey HSD
.0222 .15126 .988 -.3584 .4028-.0925 .15126 .819 -.4731 .2881-.0222 .15126 .988 -.4028 .3584-.1147 .15126 .740 -.4953 .2659.0925 .15126 .819 -.2881 .4731.1147 .15126 .740 -.2659 .4953
(J) OBATbiogesicpamolgenerikpamolgenerikbiogesic
(I) OBATgenerik
biogesic
pamol
MeanDifference
(I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound90% Confidence Interval
Based on observed means.
Homogeneous Subsets AUC
Tukey HSDa,b
3 10.00753 10.02963 10.1221
.740
OBATbiogesicgenerikpamolSig.
N 1Subset
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.Based on Type III Sum of SquaresThe error term is Mean Square(Error) = .034.
Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.a.
Alpha = .1.b.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
138
Analisis statistik untuk nilai ln Cmaks
Univariate Analysis of Variance Between-Subjects Factors
generik 3biogesic 3pamol 3
1.002.003.00
OBATValue Label N
Descriptive Statistics
Dependent Variable: Cmaks
5.2546 .19628 35.0778 .21309 35.0297 .27093 35.1207 .22328 9
OBATgenerikbiogesicpamolTotal
Mean Std. Deviation N
Levene's Test of Equality of Error Variancesa
Dependent Variable: Cmaks
.102 2 6 .904F df1 df2 Sig.
Tests the null hypothesis that the error variance ofthe dependent variable is equal across groups.
Design: Intercept+OBATa.
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: Cmaks
.084a 2 .042 .802 .491235.992 1 235.992 4499.744 .000
.084 2 .042 .802 .491
.315 6 .052236.390 9
.399 8
SourceCorrected ModelInterceptOBATErrorTotalCorrected Total
Type III Sumof Squares df Mean Square F Sig.
R Squared = .211 (Adjusted R Squared = -.052)a.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
139
Post Hoc Tests OBAT
Multiple Comparisons
Dependent Variable: CmaksTukey HSD
.1768 .18699 .634 -.2937 .6473
.2249 .18699 .494 -.2456 .6954-.1768 .18699 .634 -.6473 .2937.0481 .18699 .964 -.4224 .5186
-.2249 .18699 .494 -.6954 .2456-.0481 .18699 .964 -.5186 .4224
(J) OBATbiogesicpamolgenerikpamolgenerikbiogesic
(I) OBATgenerik
biogesic
pamol
MeanDifference
(I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound90% Confidence Interval
Based on observed means.
Homogeneous Subsets
Cmaks
Tukey HSDa,b
3 5.02973 5.07783 5.2546
.494
OBATpamolbiogesicgenerikSig.
N 1Subset
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.Based on Type III Sum of SquaresThe error term is Mean Square(Error) = .052.
Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.a.
Alpha = .1.b.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
140
Analisis statistik untuk nilai tmaks
Univariate Analysis of Variance Between-Subjects Factors
generik 3biogesic 3pamol 3
1.002.003.00
OBATValue Label N
Descriptive Statistics
Dependent Variable: Tmax
24.2333 1.19304 328.0000 4.37150 358.4667 1.97569 336.9000 16.44384 9
OBATgenerikbiogesicpamolTotal
Mean Std. Deviation N
Levene's Test of Equality of Error Variancesa
Dependent Variable: Tmax
3.327 2 6 .107F df1 df2 Sig.
Tests the null hypothesis that the error variance ofthe dependent variable is equal across groups.
Design: Intercept+OBATa.
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: Tmax
2114.327a 2 1057.163 129.784 .00012254.490 1 12254.490 1504.439 .000
2114.327 2 1057.163 129.784 .00048.873 6 8.146
14417.690 92163.200 8
SourceCorrected ModelInterceptOBATErrorTotalCorrected Total
Type III Sumof Squares df Mean Square F Sig.
R Squared = .977 (Adjusted R Squared = .970)a.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
141
Post Hoc Tests OBAT
Multiple Comparisons
Dependent Variable: TmaxTukey HSD
-3.7667 2.33032 .310 -9.6301 2.0968-34.2333* 2.33032 .000 -40.0968 -28.3699
3.7667 2.33032 .310 -2.0968 9.6301-30.4667* 2.33032 .000 -36.3301 -24.603234.2333* 2.33032 .000 28.3699 40.096830.4667* 2.33032 .000 24.6032 36.3301
(J) OBATbiogesicpamolgenerikpamolgenerikbiogesic
(I) OBATgenerik
biogesic
pamol
MeanDifference
(I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound90% Confidence Interval
Based on observed means.The mean difference is significant at the .1 level.*.
Homogeneous Subsets
Tmax
Tukey HSDa,b
3 24.23333 28.00003 58.4667
.310 1.000
OBATgenerikbiogesicpamolSig.
N 1 2Subset
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.Based on Type III Sum of SquaresThe error term is Mean Square(Error) = 8.146.
Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.a.
Alpha = .1.b.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
142
BIOGRAFI PENULIS
Penulis bernama lengkap Vincilia Indriyani yang lahir pada
tanggal 17 April 1985 di Yogyakarta, merupakan anak pertama
dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Irwan Prasetyo (Tjong
Shean Liong) dan Ibu S. Netty Indrawati. Tahun 1989 menempuh
pendidikan di TK Tarakanita kemudian dilanjutkan ke SD
Pangudi Luhur pada tahun 1991 dan lulus pada tahun 1997. Tahun 1997 sampai tahun
2000 menempuh pendidikan di SLTP Negeri 8 Yogyakarta. Setelah menyelesaikan
pendidikan SLTP, tahun 2000 melanjutkan ke SMU Negeri 3 Padmanaba Yogyakarta
dan lulus tahun 2003. Tahun 2003 hingga 2007 menempuh pendidikan S1 di Fakultas
Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI