184
Laporan Penelitian Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Diserahkan kepada: GTZ dan BANK INDONESIA Disiapkan oleh: Bramantyo Djohanputro & Ronny Kountur Juli 2007

Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

Laporan Penelitian

Non Performing Loan (NPL)

Bank Perkreditan Rakyat (BPR)

Diserahkan kepada:

GTZ dan BANK INDONESIA

Disiapkan oleh:

Bramantyo Djohanputro & Ronny Kountur

Juli 2007

Page 2: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya
Page 3: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

i

RINGKASAN EKSEKUTIF

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi

tingginya NPL Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di Indonesia. Dengan mengetahui

faktor-faktor tersebut, perumusan ketentuan Bank Indonesia akan lebih efektif

dalam mengarahkan BPR dalam menekan NPL yang saat ini cukup tinggi.

Penelitian ini mengklasifikasikan faktor-faktor penyebab NPL ke dalam tiga

kategori, yaitu faktor internal BPR, faktor debitur, dan faktor eksternal selain

debitur. Data terkait dengan faktor-faktor tersebut dikumpulkan dari tiga sumber,

yaitu para pemeriksa Bank Indonesia, pengurus BPR, dan nasabah BPR.

Metode kuantitatif dan kualitatif digunakan dalam penelitian ini. Metode

kuantitatif multiple regression dengan dummy variables dan logistic regression.

Data diperoleh dengan menyebarkan kuesioner kepada 223 BPR dan 917

nasabah sampel yang tersebar di 7 wilayah di Indonesia yaitu Jabotabek, Jawa

Barat, Jawa Tengah, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, dan

Nusa Tenggara Barat. Dummy variables digunakan untuk variabel-variabel

kualitatif yang perlu diuji dan variabel tersebut dapat dikategorikan ke dalam nilai

1 dan 0.

Dalam analisis kuantitatif, terdapat dua model yang digunakan. Model pertama

menggunakan NPL sebagai variabel dependen dan 30 variabel independen yang

diturunkan dari kondisi internal BPR. Model kedua menggunakan tingkat

kolektibilitas sebagai variabel dependen dan 32 variabel independen yang

diturunkan dari kondisi debitur maupun kondisi eksternal selain debitur. Kedua

model tersebut menghasilkan 12 variabel independen yang signifikan

mempengaruhi NPL atau tingkat kolektibilitas kredit BPR dengan tingkat

signifikansi maksimum 10%.

Untuk mengkonfirmasi hasil analisa regresi dan mendapatkan variabel lain yang

belum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, serta untuk

mengkonfirmasi keterkaitan antar variabel tersebut, penelitian ini menggunakan

Page 4: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

ii

metode in-depth interview melalui focus group discussion dengan peserta para

Pengawas BPR dari Bank Indonesia. Sampel penelitian dengan metode ini berasal

dari 5 wilayah yang tersebar di Indonesia, yaitu Jabotabek, Bandung, Semarang,

Medan, dan Palembang.

Berdasarkan kedua metode analisis tersebut ditemukan 12 penyebab terjadinya

NPL Keduabelas variabel tersebut adalah sebagai berikut:

• Integritas pemilik, pengurus dan pegawai BPR berupa intervensi yang

bersumber pada tiga hal: ketidakjelasan prosedur, ketidakdisiplinan

pencatatan, dan kurangnya perhatian dan pengawasan pemilik.

• Kompetensi pemilik dan pengurus, baik terhadap ketentuan Bank

Indonesia maupun dalam menjalankan proses bisnis BPR.

• Pergantian direksi BPR yang dapat menyebabkan perpindahan nasabah

dengan kolektibilitas yang lancar.

• Kompetensi pegawai BPR dalam menerapkan prosedur, penerapan 5C,

pengawasan dan penanganan kredit bermasalah, dan administrasi.

• Pembayaran dengan pemotongan gaji dari tabungan, sekalipun efektif

tetapi menimbulkan potensi penyimpangan.

• Pembayaran kredit dengan jemputan dapat berdampak negatif.

• Strategi pemasaran BPR yang masih lemah dan perlu mendapat perhatian.

• Perlunya peningkatan penggunaan analisis pemberian kredit yang lebih

baik dan konsisten.

• Pengikatan agunan yang tidak hati-hati.

• Tidak mempertimbangkan kondisi nasabah

• Kerjasama pemberian kredit dengan pihak luar.

• Sistem dan mekanisme pengawasan dan program recovery kredit.

Berdasarkan keduabelas sumber pemasalahan tersebut, rekomendasi yang dapat

kami berikan kepada BI adalah sebagai berikut:

- Perlunya program sertifikasi dan pendidikan reguler baik untuk pengurus

maupun karyawan BPR.

- Perlunya pembinaan dan pengawasan terhadap ketersediaan kelengkapan

sistem dan prosedur di BPR.

Page 5: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

iii

- Perlunya pedoman mengenai agunan dan membantu ketersediaan

lembaga fiducia atau sejenisnya.

- Perlunya penelitian lanjutan untuk menguji beberapa faktor yang diduga

mempengaruhi NPL tidak termasuk dalam ruang lingkup penelitian ini,

yaitu asal daerah, usia, dan lainnya.

Page 6: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

iv

DAFTAR ISI Hal.

Ringkasan Eksekutif i

Daftar Isi iv

Pendahuluan 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Lingkup Penelitian 2

Kerangka Konsep 3

Metodologi 8

Metode Penelitian 8

Penentuan Sampel 9

Instrumen Penelitian 9

Prosedure Pengumpulan Data 10

Teknik Analisa Data 10

Diskripsi Model Prediksi 12

Gambaran Umum BPR dan Debitur yang Diteliti 12

Model Prediksi NPL BPR 18

Interpretasi Model Prediksi NPL BPR 23

Model Prediksi Kolektibilitas Kredit 26

Interpretasi Model Prediksi Kolektibilitas Kredit 30

Analisa Data In-Depth Interview 34

Penyebab NPL dari Kondisi Internal 34

Penyebab NPL dari Kondisi Eksternal 44

Hasil Temuan Penyebab NPL 48

Kesimpulan dan Saran 63

Kesimpulan 63

Rekomendasi 65

Lampiran 1: Kuesioner 69

Lampiran 2: Faktor-Faktor Kondisi Internal BPR 84

Lampiran 3: Hasil Pengolahan Data Kondisi Internal BPR dan

Rasio NPL 87

Lampiran 4: Faktor-Faktor Kondisi Debitur dan Kondisi Eksternal 92

Page 7: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

v

Lampiran 5: Hasil Pengolahan Data Kondisi Debitur dan Kondisi

Eksternal 95

Lampiran 6: Profil BPR 99

Page 8: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya
Page 9: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Bank Perkreditan Rakyat (BPR) merupakan salah satu tulang punggung penting dalam pembangunan nasional. Di dalam kerangka perbankan nasional, seperti tertuang di dalam Arsitektur Perbankan Indonesia (API) dan cetak biru Pengembangan BPR, BPR diharapkan untuk berperan serta dalam mendorong pembangunan sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dengan memberikan akses finansial kepada mereka. Peran BPR juga menjadi semakin penting sejalan dengan program Pemerintah untuk mendukung dan mengembangkan UMKM sebagai salah satu tulang punggung perekonomian. Oleh karena itu, kinerja dan kesehatan BPR menjadi sangat penting untuk menjaga kesehatan sektor perbankan, yang berpengaruh pada pertumbuhan sektor UMKM.

Dalam arahan Gubernur Bank Indonesia pada acara Bankers’ Dinner disampaikan

bahwa sudah saatnya untuk menempatkan sektor informal (seperti petani kecil di pedesaan, pedagang di pasar-pasar tradisional, penjual rokok dan pedagang warung kelontong) di barisan terdepan dalam penetapan kebijakan Bank Indonesia (Putting the Last First). Terkait dengan hal tersebut, serta dalam rangka pemberdayaan dan pengembangan sektor informal, peran dan kontribusi BPR sebagai ujung tombak lembaga keuangan daerah dalam pembiayaan sektor informal tentunya menjadi sangat penting. BPR dianggap yang paling dekat dan paling mengetahui nasabahnya dibandingkan dengan lembaga keuangan lainnya.

Kinerja BPR secara nasional pada kurun waktu akhir tahun 2004 hingga 2006

menunjukkan peningkatan baik dari sisi penghimpunan dana maupun penyaluran dana. Namun demikian, hal tersebut diikuti dengan memburuknya rasio NPL BPR dari tahun ke tahun masing-masing sebesar 7,59%; 7,98% dan 9,73%.

Berdasarkan review terhadap data NPL diketahui bahwa kredit dengan skala usaha mikro memiliki rasio NPL tertinggi dibandingkan skala usaha kecil dan menengah, dan apabila dirinci lebih lanjut rasio NPL terbesar disumbangkan oleh kredit mikro dengan plafon di bawah Rp. 5 juta. Selain itu, kredit dengan agunan memiliki NPL yang lebih tinggi (11,51%) dibandingkan dengan kredit tanpa agunan yang memiliki NPL (6,15%).

Page 10: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

2

Buruknya rasio NPL tersebut tentunya cukup memprihatinkan mengingat berbagai upaya

telah dilakukan oleh Bank Indonesia dalam rangka meningkatkan peran dan kontribusi BPR dalam melayani UMKM seperti beberapa kebijakan Bank Indonesia yaitu pelaksanaan Linkage

Program, penyelenggaraan workshop/seminar pembiayaan sektor produktif dan relaksasi ketentuan dalam Paket Oktober-November 2006.

Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan tingginya dan terus meningkatnya rasio NPL BPR di beberapa wilayah di Indonesia.

2. Agar Bank Indonesia dapat menyusun rumusan ketentuan dan kebijakan yang dapat mendorong terciptanya industri BPR yang sehat dan kuat yang tercermin dari rendahnya rasio NPL.

Lingkup Penelitian

Lingkup penelitian ini mencakup seluruh BPR di Indonesia, namun tidak dilakukan terhadap seluruh populasi tetapi berdasarkan sampel. Penelitian ini mengambil sampel BPR dari 7 wilayah, yaitu Jabotabek (Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi), Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, dan Nusa Tenggara Barat (NTB). Ketujuh wilayah tersebut dipilih dengan pertimbangan sebaran BPR terbanyak di Indonesia berada di ketujuh wilayah dengan rasio NPL yang cenderung meningkat sehingga dianggap sudah dapat merepresentasikan BPR di seluruh wilayah Indonesia.

Dalam penelitian ini, faktor-faktor penyebab NPL dikelompokkan menjadi 3, yaitu: (1)

kondisi internal BPR, (2) kondisi debitur, dan (3) faktor eksternal yang berhubungan dengan persaingan dan kondisi usaha.

Faktor-faktor lain seperti budaya, latar belakang asal-usul suku dan agama pemilik/pengelola BPR, latar belakang asal-usul suku dan agama debitur dan peran Bank Indonesia tidak termasuk dalam lingkup penelitian ini.

Page 11: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

3

Kerangka Konsep Non Performing Loan (NPL) adalah kredit yang masuk ke dalam kategori kredit Kurang

Lancar, Diragukan, dan Macet berdasarkan kriteria yang sudah ditetapkan oleh Bank Indonesia. Status NPL pada prinsipnya didasarkan pada ketepatan waktu bagi nasabah untuk membayarkan kewajiban, baik berupa pembayaran bunga maupun pengembalian pokok pinjaman. Proses pemberian dan pengelolaan kredit yang baik diharapkan dapat menekan NPL sekecil mungkin. Dengan kata lain, tingginya NPL sangat dipengaruhi oleh kemampuan BPR dalam menjalankan proses pemberian kredit dengan baik maupun dalam hal pengelolaan kredit, termasuk tindakan pemantauan (monitoring) setelah kredit disalurkan dan tindakan pengendalian bila terdapat indikasi penyimpangan kredit maupun indikasi gagal bayar.

Faktor-faktor utama penyebab NPL dapat dikategorikan dalam 3 kelompok yaitu: faktor

internal BPR, faktor kondisi debitur (termasuk calon debitur), dan faktor eksternal. Kerangka konsep penyebab NPL ditunjukkan dalam Gambar 1.

Faktor internal BPR adalah hal-hal berkaitan dengan kondisi Sumber Daya Manusia

(SDM) BPR itu sendiri, kualitas proses bisnis BPR, dan keterlibatan pihak lain dalam bisnis. Kondisi SDM menyangkut seberapa jauh integritas, kelalaian, kesengajaan, dan kemungkinan melakukan moral hazard dari komisaris, direksi, dan karyawan untuk memenuhi kebutuhan BPR dalam menjalankan bisnisnya. Kualitas proses bisnis BPR berkaitan dengan strategi pemasaran yang diterapkan, kualitas proses persetujuan kredit, syarat pemberian kredit, kualitas proses penagihan, dan proses pengawasan dan pengendalian. Sedangkan keterlibatan pihak lain dalam bisnis BPR terutama terkait dengan penerapan linkage program dalam pengembangan usaha BPR melalui kerjasama dengan pihak lain seperti bank umum.

Page 12: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

4

Gambar 1

KERANGKA KONSEP PENYEBAB NPL BPR

• Proses Persetujuan Kredit • Syarat Pemberian Kredit • Proses Penagihan • Strategi Pemasaran • Peran Pemilik/Pengelola • Kapasitas AO • Proses Pengendalian • Linkage Program

• Persaingan • Kondisi Usaha

• Integritas Debitur • Keadaan Debitur • Profil Kredit • Kategori Kredit • Pemanfaatan Kredit • Pengelolaan Administrasi

Kredit

KONDISI INTERNAL BPR

KONDISI EKSTERNAL BPR

DEBITUR

LINGKUNGAN

Page 13: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

5

Faktor kondisi debitur umumnya dikategorikan berdasarkan 5C (character, capacity,

capital, collateral, dan condition). Pada prakteknya kelima komponen C tersebut diterjemahkan ke dalam credit rating atau credit scoring sehingga BPR dapat menilai risiko yang akan ditanggungnya pada saat menyalurkan kredit kepada nasabah-nasabahnya. Dengan demikian, BPR dapat memutuskan pemberian kredit ke nasabah yang bersangkutan, mengenai jumlah pinjaman, suku bunga, dan jatuh tempo, berdasarkan rating atau scoring tersebut. Penerapan 5C bagi nasabah besar (biasanya oleh bank umum) bisa berbeda dengan penerapannya bagi nasabah mikro, kecil, dan menengah karena masalah teknis. Misalnya, ketidaktersediaan laporan keuangan, dan pengelolaan keuangan yang tidak terpisah antara keuangan usaha dan keuangan rumah tangga. Dalam penelitian ini, faktor kondisi debitur adalah integritas debitur, keadaan debitur, profil kredit, kategori kredit, pemanfaatan kredit, dan pengelolaan administrasi kredit.

Faktor eksternal pada dasarnya dapat dimasukkan ke dalam komponen condition.

Termasuk ke dalam faktor eksternal ini adalah persaingan usaha, kondisi usaha, dan faktor alam. Istilah-istilah yang digunakan pada kerangka konsep diatas diartikan sebagai berikut:

Proses Persetujuan Kredit. Proses persetujuan kredit adalah cara BPR melakukan penilaian terhadap usulan kredit. Dalam proses persetujuan kredit yang ingin diketahui adalah jenjang persetujuan kredit, waktu persetujuan kredit dalam hari, intervensi pemilik, dan intervensi komisaris.

Syarat Pemberian Kredit. Dalam memberikan kredit, BPR menilai syarat utama yang harus dipenuhi debitur. Beberapa syarat yang ingin dilihat antara lain nilai agunan, kesanggupan debitur memperoleh pendapatan, riwayat debitur, keabsahan/legalitas usaha, karakter calon debitur, dan hubungan antara pengurus/pemilik BPR dengan calon debitur.

Proses Penagihan. Proses penagihan adalah cara BPR menagih kredit dari debitur. Hal-hal yang dilihat dalam proses penagihan adalah cara pembayaran angsuran, adanya kunjungan rutin account officer (AO) dalam mengamati kemampuan debitur membayar, sistem insentif bagi AO yang berhasil menagih, serta adanya petugas khusus untuk menagih angsuran.

Page 14: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

6

Strategi Pemasaran. Strategi pemasaran adalah cara yang digunakan BPR dalam menjaring debitur. Strategi pemasaran menyangkut target market keterlibatan direksi dalam pemasaran dan penyebaran lokasi target market.

Peran Pemilik/Pengelola. Peran pemilik/pengelola mencakup keterlibatan pemilik/pengelola dalam operasional BPR dan bisnis lain yang dimiliki oleh pemilik atau komisaris selain bisnis BPR, pemenuhan sertifikasi dari Lembaga Sertifikasi Profesi oleh Direksi BPR serta perputaran direksi selama tiga tahun terakhir.

Kapasitas Account Officer (AO). Kapasitas AO mencakup tingkat pendidikan AO, pelatihan kepada AO, rasio antara AO dan nasabahnya, tingkat perputaran AO selama satu tahun serta masa kerja AO (dalam tahun).

Proses Pengendalian. Proses pengendalian mencakup pengendalian BPR atas kegiatan operasionalnya serta pemeriksaan terhadap pekerjaan AO.

Linkage Program. Keikutsertaan BPR dalam kerjasama Linkage Program dengan Bank Umum.

Integritas Debitur. Itikad debitur dan tanggung jawab debitur untuk mengembalikan kreditnya.

Keadaan Debitur. Keadaan debitur mencakup jangka waktu debitur menjadi nasabah BPR, hubungan antar debitur dan pemilik/pengelola BPR, status kepemilikan tempat usaha dan tempat tinggal debitur serta kondisi debitur.

Profil Kredit. Profil kredit menyangkut besarnya plafon kredit, besarnya baki debit, besarnya suku bunga yang diberikan, besarnya biaya tambahan yang dibebankan, dan jangka waktu pelunasan kredit (dalam bulan).

Kategori Kredit. Kategori kredit mencakup pola pemberian kredit (kelompok atau individu), kepemilikan agunan, nilai agunan, asuransi kredit dan status kredit (baru atau pengulangan).

Pemanfaatan Kredit. Pemanfaatan kredit mencakup tujuan penggunaan kredit (konsumsi, modal kerja, investasi) dan sektor pembiayaan kredit (pertanian, perindustrian, perdagangan, jasa, lainnya).

Page 15: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

7

Pengelolaan Administrasi Kredit. Pengelolaan keuangan debitur untuk pembayaran angsurannya (terpisah dari keuangan keluarga atau menyatu).

Persaingan. Persaingan mencakup pesaing utama dan tingkat persaingan.

Kondisi Usaha. Kondisi usaha yang dialami debitur pada saat dia menunggak.

Page 16: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

8

METODOLOGI Metodologi menyangkut metode penelitian yang digunakan, teknik menentukan sampel dan besar sampel, instrumen yang digunakan, prosedur pengumpulan data, serta teknik analisa data yang digunakan.

Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif maupun kuantitatif. Tujuan penggunaan kedua pendekatan tersebut adalah untuk saling melengkapi informasi dan analisis. Dalam pendekatan kualitatif, penelitian ini menerapkan in-depth group interview melalui Focus Group Discussion

(FGD) kepada para pengawas BPR di 5 wilayah di Indonesia yaitu Jabotabek, Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatera Utara, dan Sumatera Selatan. Metode ini digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat mempengaruhi NPL BPR. Dalam FGD ini, pengawas BPR dipilih karena memiliki akumulasi informasi, pengetahuan, dan pengalaman mengenai bisnis BPR dan hal-hal yang terkait dengan kinerja BPR, khususnya dalam aspek NPL. Melalui pendekatan kualitatif dapat diketahui beberapa faktor yang mempengaruhi tingginya NPL, baik faktor yang sulit dikuantifikasi maupun faktor yang dapat dikuantifikasi. Dalam hal faktor yang dapat dikuantifikasi, temuan faktor penyebab NPL dengan pendekatan kualitatif dapat memperkuat kesimpulan mengenai pengaruh faktor tersebut terhadap NPL.

Pendekatan kuantitatif diterapkan dengan mengunakan model multiple regression dan logistic regression. Variabel-variabel yang bersifat kualitatif dikonversi menjadi variabel kuantitatif dengan menggunakan dummy variable. Dengan pendekatan kuantitatif diharapkan dapat ditemukan faktor-faktor yang menjadi penyebab NPL, dan faktor-faktor tersebut dapat digeneralisasi atau diberlakukan secara umum. Dengan demikian, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi Bank Indonesia dalam membuat ketentuan atau kebijakan bagi BPR.

Page 17: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

9

Penentuan Sampel Pengawas-pengawas Bank Indonesia di 5 wilayah yaitu Jabotabek, Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatera Utara, dan Sumatera Selatan dipilih untuk dijadikan responden dalam in-depth group

interveiw. Pengalaman dan fakta-fakta yang mereka temukan di lapangan ketika memeriksa BPR digali secara berkelompok dalam FGD.

Beberapa variabel yang dianggap berpengaruh pada NPL kemudian diuji pada sampel yang diambil dari 7 wilayah di Indonesia yaitu Jabotabek, Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, dan Nusa Tenggara Barat (NTB). Pada ketujuh wilayah tersebut, terdapat kecenderungan bahwa rasio NPL terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir dengan jumlah BPR yang cukup besar di wilayah dimaksud. Dengan demikian, pemilihan sampel di ketujuh wilayah tersebut diharapkan dapat menggali faktor-faktor penyebab NPL secara komprehensif.

Sampel yang terpilih terdiri dari 223 BPR dan 915 debitur yang tersebar di 7 wilayah tersebut. Gambaran umum tentang sampel dapat dilihat pada Lampiran 6. Profil yang digambarkan menyangkut bentuk organisasi BPR, jumlah kreditnya, rata-rata waktu yang diperlukan untuk menyetujui kredit, cara pembayaran angsuran kredit, sertifikasi direksi, karakteristik debitur utama, kolektibilitas kredit, dan linkage program. Selain itu, juga disajikan gambaran tentang jenis usaha debitur, suku bunga yang dikenakan kepada debitur, persentase tambahan biaya-biaya pinjaman selain bunga, tujuan penggunaan kredit, dan sektor ekonomi yang dibiayai oleh pinjaman. Sedangkan keterangan lebih terperienci tentang profil BPR di masing-masing wilayah yang diambil sebagai sampel dari penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 7.

Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa kuesioner. Pertanyaan-pertanyaan yang ada dalam kuesioner merupakan hasil dari FGD yang dilakukan kepada para direksi dan komisaris BPR. Dari hasil FGD diperoleh beberapa pertanyaan yang dikelompokkan kedalam 3 kelompok pertanyaan yaitu (1) pertanyaan-pertanyaan tentang “Proses Pemberian Kredit,” (2) pertanyaan-pertanyaan tentang “Status Kredit Debitur,” dan (3) pertanyaan-pertanyaan tentang “Nasabah BPR.” Masing-masing kelompok pertanyaan ini kemudian menjadi kuesioner sehingga

Page 18: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

10

terdapat 3 kuesioner. Validitas dari kuesioner diuji melalui pilot testing kepada beberapa direksi dan komisaris BPR yang berada di Jakarta dan sekitarnya. Maksud dari pilot testing ini adalah untuk mengetahui apakah pertanyaan-pertanyaan pada kuesioner sudah baik secara format dan benar secara content. Masukan dari pilot testing ini kemudian digunakan untuk memperbaiki kuesioner yang telah dibuat.

Kuesioner akhir dihasilkan dan terdiri dari tiga jenis, masing-masing menyangkut (1) Proses Pemberian Kredit, (2) Status Kredit Debitur, dan (3) Nasabah BPR. Kuesioner pertama dan kedua ditujukan kepada BPR untuk diisi sedangkan kuesioner ketiga ditujukan kepada. Contoh kuesioner disajikan di Lampiran 2.

Prosedur Pengumpulan Data Data dikumpulkan melalui in-depth interview dan melalui kuesioner. In-depth interview dengan cara Focus Group Discussion (FGD) dilakukan terhadap para pengawas BPR di 7 wilayah. FGD menghasilkan sejumlah faktor atau variabel yang menjadi penyebab NPL berdasarkan pengalaman pemeriksa BPR. Faktor-faktor atau variabel tersebut diklasifikasikan sesuai dengan klasifikasi faktor yang dituangkan ke dalam kuesioner supaya hasil FGD dapat dipadukan dengan hasil dari kuesioner.

Pengisian kuesioner dilakukan oleh peneliti yang secara langsung melakukan wawancara kepada responden sekaligus melakukan pengisian kuesioner berdasarkan hasil wawancara tersebut. Teknik ini dilakukan untuk meminimalisasi kesalahan dalam menginterpretasikan pertanyaan serta mendapatkan hasil yang akurat. Sebelumnya diadakan pembekalan kepada para pewawancara mengenai panduan pengisian kuesioner, cara input data serta input data pada worksheet.

Teknik Analisa Data Data dianalisa dengan dua pendekatan yaitu pendekatan (1) kuantitatif dan (2) pendekatan kualitatif.

Pada pendekatan kualitatif, analisa data dilakukan dengan mengumpulkan temuan-temuan berupa pernyataan-pernyataan pemeriksa Bank Indonesia yang mengindikasikan

Page 19: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

11

penyebab NPL yang dicatat dari beberapa kali in-depth interview yang dilakukan dalam bentuk FGD. Hasil temuan pada catatan-catatan yang dikumpulkan tersebut kemudian disusun sesuai dengan kategori yang telah ditetapkan, yaitu faktor internal BPR, faktor eksternal BPR yang yang berkaitan dengan debitur dan lingkungan. Catatan yang telah dikumpulkan kemudian disusun sesuai dengan coding tertentu. Cara ini dilakukan untuk menjamin bahwa penelitian ini objective,

auditable, dan credible sebagai syarat dalam penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif sangat rentan terhadap subyektifitas, itu sebabnya diperlukan suatu

pendekatan yang dapat meminimalisasi subjektifitas ini sehingga hasil yang diperoleh dapat dianggap obyektif. Obyektifitas penelitian kualitatif harus dapat dibuktikan sehingga dapat diperiksa kebenarannya atau dikenal dengan istilah auditable (dapat diperiksa kebenarannya). Penggunaan coding dan kategorisasi adalah salah satu cara untuk menjamin objectivity dan auditability penelitian kualitatif. Oleh karena penelitian kualitatif sangat rentan terhadap subyektifitas, penelitian kualitatif harus dilakukan oleh orang yang berpengalaman dan telah dilatih dalam melakukan penelitian kualitatif sehingga kredibilitas hasil penelitian dapat dijamin. Pada pendekatan kuantitatif, data dianalisa dengan menggunakan teknik statistik yang diuji pada tingkat signifikansi (level of significant) 10% atau pada tingkat keyakinan (confidence

level) 90%. Teknik statistik yang digunakan adalah:

1. Multiple regression with dummy variables, dan 2. Logistic regression.

Untuk mempermudah pengolahan data kuantitatif, piranti lunak SPSS (statistical program for

social sciences) digunakan.

Page 20: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

12

DESKRIPSI MODEL PREDIKSI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor berpengaruh terhadap

NPL BPR di Indonesia. Faktor-faktor ini dikelompokkan ke dalam 2 kelompok

besar yaitu faktor-faktor internal BPR dan faktor-faktor eksternal BPR. Faktor

eksternal terdiri dari 2 aspek yaitu debitur dan lingkungan sebagaimana yang

ditunjukkan pada Gambar 1 di bab pendahuluan.

Variabel-variabel yang berhubungan dengan kondisi internal BPR digunakan untuk

menentukan Rasio NPL. Sedangkan variabel-variabel yang berhubungan dengan

kondisi eksternal BPR (debitur dan lingkungan) digunakan untuk menentukan

Kolektibilitas Kredit. Rasio NPL adalah variabel dependen yang digunakan untuk

BPR sedangkan Kolektibilitas Kredit adalah variabel dependen yang digunakan

untuk nasabah sebagai pihak eksternal. Namun sebelum melihat pengaruh

kondisi internal dan eksternal BPR terhadap NPL dan kolektibilitas kredit, akan

diberikan gambaran umum tentang BPR dan debitur yang diteliti.

Gambaran Umum BPR dan Debitur yang Diteliti

Penelitian tentang penyebab tingginya rasio NPL di Indonesia dilakukan dengan

memperoleh data dari tujuh wilayah di Indonesia yaitu Jabotabek, Jawa Barat,

Jawa Tengah, Sumatra Utara, Sumatra Selatan, Sulawesi Selatan, dan Nusa

Tenggara Barat (NTB). Responden terdiri dari direksi BPR dan debitur BPR.

Masing-masing wilayah memiliki profil BPRnya sendiri-sendiri sebagaimana yang

dapat dilihat pada Lampiran 6. Masing-masing wilayah mungkin saja memiliki

keunikannya sendiri-sendiri atau bisa saja malah tidak ada perbedaan. Untuk

mengetahui hal ini maka dilakukan analisa apakah memang ada perbedaan yang

menyolok untuk beberapa aspek. Setelah dianalisa didapati bahwa:

• Sebagian besar BPR yang diteliti berbentuk perseroan terbatas (PT), bahkan

dibeberapa wilayah seperti di Sumatera Utara dan Sumatera Selatan seluruh

BPR yang ditieliti berbentuk PT. Kecuali didaerah NTB, sebagian besar BPR

berbentuk perusahaan daerah (PD).

Page 21: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

13

• Dibeberapa wilayah, rata-rata waktu yang diperlukan untuk menyetujui kredit

berkisar antara 1 s/d 3 hari seperti didaerah Jawa Barat, Jawa Tengah,

Sumatera Selatan, dan Sulawesi Selatan. Namun didaerah lain, rata-rata

waktu yang diperlukan untuk menyetujui kredit antara 4 s/d 7 hari seperti

didaerah Jabotabek, Sumatera Utara, dan NTB.

• Sebagian besar BPR menerapkan cara pembayaran angsuran dengan

meminta debitur menyetor langsung ke BPR. Ini berlaku diseluruh wilayah.

Cara lain yang dilakukan adalah dengan mengambil ke debitur, sedangkan

yang dipotong langsung pada gaji atau tabungan hanya sedikit. Khusus

daerah Jabotabek dan Jawa Barat, ada beberapa BPR yang pembayaran

cicilan kreditnya dilakukan dengan mentransfer ke rekening BPR.

• Masyarakat umum (mereka yang tidak punya hubungan istimewa dengan

BPR seperti non karyawan/kerabat) adalah debitur utama BPR. Rata-rata

85% debitur BPR adalah masyarakat umum. Ini berlaku diseluruh wilayah

yang diteliti.

• BPR yang tidak mengikuti linkage program lebih banyak dari pada yang

mengikuti linkage program, bahkan dibeberapa daerah seperti Sulawesi

Selatan dan NTB perbedaannya sangat menyolok yaitu 2 : 8.

• Sebagian besar (54 s/d 83 persen) BPR di ketujuh wilayah yang diteliti

memiliki debitur yang berusaha pada bidang perdagangan. Hanya sedikit

yang bergerak dalam bidang pertanian, industri, dan jasa. Yang bergerak

dalam bidang ini hanya berkisar antara 2 s/d 16 persen.

• Suku bunga per bulan yang dikenakan berkisar antara 1 s/d 4 persen

walaupun ada sebagian kecil yang mengenakan diatas 4 persen. Sebagian

besar BPR mengenakan biaya bunga antara 2 s/d 3 persen flat perbulan.

Kecuali wilayah Jawa Tengah dan Sumatera Utara sebagian besar BPRnya

mengenakan biaya bunga antara 1 s/d 2 persen flat per bulan.

Page 22: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

14

• Pada umumnya BPR mengenakan biaya tambahan diluar biaya bunga

berkisar antara 1 s/d 3 persen dari nilai pinjaman yang dibayarkan sekali saja

(bukan per bulan). Namun ada juga yang tidak mengenakan biaya tambahan.

Khusus wilayah Jabotabek, Jawa Barat dan Sumatera Selatan cukup banyak

(18 s/d 23 persen) BPR yang mengenakan biaya tambahan lebih besar dari 4

persen.

• Tujuan penggunaan kredit pada umumnya untuk modal kerja. 64 s/d 89

persen debitur diseluruh wilayah menggunakan kredit untuk modal kerja.

Sedangkan untuk konsumsi rata-rata hanya 11 persen. Investasi rata-rata

hanya 4 persen.

• Sektor ekonomi debitur pada umumnya perdagangan. Itu berarti pinjaman

terbesar adalah untuk modal kerja pada sektor ekonomi perdangangan dan

ini berlaku diseluruh wilayah yang diteliti.

Menyangkut sebaran rasio NPL yang rendah dan tinggi, dapat dilihat pada

Gambar 2. Wilayah Jabotabek, Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatera Utara, dan

NTB jumlah BPR memiliki rasio NPL yang tinggi/high (lebih besar atau sama

dengan 10%) lebih banyak dibandingkan BPR dengan NPL yang rendah (lebih

kecil dari 10%). Sedangkan sebaran debitur di ketujuh wilayah yang diteliti dapat

dilihat pada Gambar 3. Pemilihan debitur sampel didasarkan atas populasi

debitur yang berada di setiap wilayah dan karena jumlah debitur di Jateng, Jabar

dan Jabotabek lebih banyak maka nampak bahwa jumlah debitur terbesar

berasal dari wilayah-wilayah tersebut. Sedangkan Sumatera Utara dan Sumatera

Selatan hanya terpilih sedikit debitur.

Page 23: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

15

Gambar 2

SEBARAN RASIO NPL RENDAH DAN TINGGI

0

5

10

15

20

25

30

35

Jabo

tabek

Jaba

r

Jateng

Sumut

Sumse

l

Sulsel

NTB

Wilayah

BPR

LowHigh

Gambar 3

SEBARAN DEBITUR

0

50

100

150

200

250

Jabo

tabek

Jaba

r

Jateng

Sumut

Sumse

l

Sulsel

NTB

Wilayah

Deb

itur

Dari segi plafon kredit yang diberikan kepada debitur, dapat dilihat pada Gambar

4, dari 917 nasabah yang diteliti sebagian besar pinjaman berada pada plafon Rp

5 juta s/d Rp 25 juta dan pinjaman Rp 1 juta s/d Rp 5 juta. Proporsi kredit yang

lancar dan tidak lancar hampir sama pada semua plafon dimana yang lancar

lebih sedikit. Kecuali pada plafon Rp 50 s/d Rp 500 juta kredit yang lancar sama

Page 24: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

16

dengan yang tidak lancar. Dari segi proporsi kredit yang lancar dan tidak lancar

nampaknya tidak ada perbedaan yang berarti pada setiap plafon.

Gambar 4

PLAFON KREDIT

0

50

100

150

200

250

300

350

< 1jt 1jt - 5jt 5jt -25jt

25jt -50jt

50jt -500jt

> 500jt

Plafon

Nas

abah Lancar

Tidak Lancar

Menyangkut jawaban yang diberikan oleh BPR maupun debitur, ada beberapa

pertanyaan yang sama tentang debitur yang diberikan baik kepada BPR maupun

kepada debitur. Ini dimaksudkan untuk mendapatkan pengecekan silang (cross-

check). Gambar 5 menunjukkan jawaban yang diberikan BPR dan yang diberikan

debitur untuk pertanyaan tentang kondisi usaha yang sedang dijalankan.

Dari Gambar 5 tersebut dapat dilihat bahwa jawaban yang diberikan relatif

hampir sama. Kecuali pada jawaban kategori A dan D (lihat Lampiran 1 tentang

kuesioner) yang kelihatannya ada perbedaan namun tidak signifikan. Jika terjadi

perbedaan maka jawaban yang dianggap lebih akurat adalah yang diberikan oleh

debitur mengingat yang paling memahami kondisi usaha yang sedang dijalankan

adalah debitur itu sendiri.

Page 25: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

17

Gambar 5

PERBANDINGAN JAWABAN BPR DAN DEBITUR

0

50

100

150

200

250

300

350

400

A B C D E

Kategori Pertanyaan

Res

pond

en

BPRDebitur

Dari segi jenis kelamin dan kolektibilitas kredit, didapati bahwa proporsi

kredit yang lancar pada pria dan wanita sama saja. Dari Gambar 8 dapat

dilihat bahwa ada 209 debitur pria yang kreditnya lancar dibandingkan

dengan 388 debitur pria yang kreditnya tidak lancar atau dengan proporsi

1 : 1,85. Sedangkan pada wanita, ada 112 debitur wanita yang lancar

dibandingkan dengan 208 yang tidak lancar atau dengan proporsi yang

sama yaitu 1 : 1,85.

Page 26: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

18

Gambar 6

Jenis Kelamin dan Kolektibilitas

0

50

100

150

200

250

300

350

400

450

Pria Wanita

Jenis Kelamin

Jum

lah

Debi

tur

Lancar Tidak Lancar

Model Prediksi NPL BPR

Besarnya rasio NPL suatu BPR ditentukan oleh kolektibilitas kreditnya karena

rasio NPL adalah perbandingan antara kredit yang tidak lancar dengan jumlah

kredit yang diberikan.

Namun, ada beberapa variabel internal BPR yang bisa secara langsung dan tidak

langsung berpengaruh pada rasio NPL sebagaimana yang ditunjukkan pada

Gambar 1 di bab pendahuluan. Disini akan diketahui apakah variabel-variabel

internal BPR dari hasil in-depth interview dapat digunakan untuk menentukan

rasio NPL? Hipotesa penelitian (H1) adalah variabel-variabel internal BPR dapat

digunakan menentukan rasio NPL.

Kuesioner tentang kondisi internal BPR diberikan kepada 223 BPR untuk diisi

oleh direksi. Data yang diperoleh dari kuesioner diuji dengan teknik statistik

multiple linear regression. Teknik ini dipilih oleh karena variabel dependen

terukur dengan skala interval yang merupakan syarat menggunakan multiple

regression. Predictors (independent variables) pada umumnya dalam bentuk

nominal dan interval, oleh karena itu maka teknik regresi yang digunakan adalah

multiple linear regression with dummy variable.

Page 27: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

19

Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa dari 26 variabel yang berhubungan

dengan kondisi internal BPR yang diteliti (sebagaimana yang dapat dilihat pada

Lampiran 2), 22 faktor ternyata tidak signifikan untuk digunakan dalam

menentukan rasio NPL. Pengujian ini dilakukan dengan tingkat signifikansi 10%

atau pada tingkat keyakinan 90% (lihat Lampiran 3). Hanya 4 variabel yang

signifikan dimana satu variabel terdiri dari 2 variabel dummy sehingga seluruhnya

ada 5 variabel yaitu (1) pembayaran kredit dengan jemputan, (2) cara

pembayaran dengan potongan, (3) insentif kepada Account Officer (AO), (4)

perputaran direksi, dan (5) program linkage.

Oleh karena ada variabel-variabel yang signifikan analisa data diulang dengan

hanya memasukkan variabel-variabel yang signifikan ini saja. Setelah variabel-

variabel yang signifikan ini dimasukkan, uji ANOVA (uji F) seperti yang dapat

dilihat pada Tabel 1 menunjukkan nilai yang signifikan yaitu 0,000 lebih kecil dari

0,10 tingkat signfikansi yang disyaratkan. Itu berarti bahwa predictors (cara

pembayaran dengan menjemput, cara pembayaran dengan potongan, insentif

yang diberikan kepada AO, perputaran direksi, dan program linkage) dapat

digunakan untuk menentukan rasio NPL.

Tabel 1

ANOVA(b)

a Predictors: (Constant), LINKAGE, TURNOVER, BAYARC, INSENTIF, BAYARB b Dependent Variable: RASIONPL

Hasil pengolahan data dengan SPSS seperti yang dapat dilihat pada Tabel 2,

selanjutnya menunjukkan nilai Adjusted R Square = 0,149 yang berarti bahwa

14,9% variasi pada rasio NPL bisa dijelaskan oleh variasi dari cara pembayaran

dengan menjemput, cara pembayaran dengan potongan, pemberian insentif

kepada AO, perputaran direksi, dan program linkage. Walaupun angka ini

kelihatan kecil namun perlu diketahui bahwa variabel yang terbesar

mempengaruhi rasio NPL adalah kolektibilitas kredit yang akan dianalisa

Model

Sum of Squares df

Mean Square F Sig.

1 Regression ,997 5 ,199 8,624 ,000(a) Residual 4,924 213 ,023 Total 5,921 218

Page 28: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

20

kemudian pada model penentu kolektibilitas kredit. Faktor lain diluar

kolektibilitas kredit memang diharapkan tidak sebesar kolektibilitas kredit.

Page 29: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

21

Tabel 2

Model Summary(b)

Model R R Square Adjusted R

Square Std. Error of the Estimate

Durbin-Watson

1 ,410(a) ,168 ,149 ,15204 1,896 a Predictors: (Constant), LINKAGE, TURNOVER, BAYARC, INSENTIF, BAYARB b Dependent Variable: RASIONPL

Hasil uji t seperti yang dapat dilihat pada Tabel 3 menunjukkan bahwa kelima

predictors yaitu cara pembayaran dengan menjemput (BAYARB), cara

pembayaran dengan potongan (BAYARC), pemberian insentif kepada AO

(INSENTIF), perputaran direksi (TURNDIR), dan program linkage (LINKAGE)

signifikan dengan nilai dibawah tingkat signifikansi yang disyaratkan yaitu 0,10.

Signifikan disini berarti bahwa variabel independen (predictors) yaitu kelima

variabel diatas berpengaruh pada variabel dependen yaitu Rasio NPL.

Tabel 3

Coefficients(a)

Model

Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients t Sig.

Collinearity Statistics

B Std. Error Beta

Tolerance VIF

1 (Constant) ,191 ,019 9,802 ,000 BAYARB ,057 ,025 ,148 2,309 ,022 ,954 1,049 BAYARC -,071 ,032 -,142 -2,223 ,027 ,955 1,047 INSENTIF -,037 ,021 -,113 -1,781 ,076 ,973 1,028 TURNOVE

R ,031 ,014 ,141 2,253 ,025 ,995 1,005

LINKAGE -,090 ,022 -,262 -4,146 ,000 ,975 1,025 a Dependent Variable: RASIONPL

Model regresi yang baik adalah predictors (independen variables) tidak saling

berkorelasi atau dengan istilah statistik yang dikenal dengan multicollinearity.

Angka VIF (Variance Inflation Factor) dan Tolerance pada Tabel 3 menunjukkan

nilai VIF yang berada pada sekitar angka 1, dan nilai TOLERANCE mendekati 1. Ini

berarti bahwa model regresi ini bebas collinearity. Dengan kata lain, tidak

terdapat multicolinearity. Begitu juga dengan uji scedasticity sebagaimana yang

dapat dilihat pada Gambar 2. Sebaran pada Gambar 2 tidak menunjukkan suatu

pola tertentu yang teratur. Tidak ada pola tertentu pada titik-titik yang menyebar

Page 30: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

22

diatas dan dibawah angka 0 dari sumbu Y. Ini berarti bahwa tidak terdapat

heteroscedasticity. Model regressi yang baik adalah jika tidak terdapat

heteroscedasticity yaitu error variance dari variabel-variabel independen maupun

dependen sama. Jika error variance berbeda, model regresi tidak dapat

memberikan hasil yang baik.

Gambar 7

Scatterplot

Dependent Variable: RASIONPL

Regression Standardized Predicted Value

3210-1-2-3

Reg

ress

ion

Stud

entiz

ed R

esid

ual

6

5

4

3

2

1

0

-1

-2

Setelah yakin bahwa model ini baik, maka model ini dapat digunakan

untuk menentukan rasio NPL BPR sehingga model ini disebut MODEL

PENENTU NPL, dengan persamaan sebagai berikut:

YNPL = 0,191 + 0,057X1 – 0,071X2 – 0,037X3 + 0,031X4 – 0,09X5

Dimana:

YNPL = rasio NPL

X1 = Pembayaran kredit dengan jemputan. Jika ada, diberikan

nilai 1 dan jika tidak ada diberikan nilai 0.

X2 = Pembayaran kredit dengan potongan. Jika BPR melakukan

pembayaran kredit dengan memotong dari gaji atau

tabungan debitur, maka nilai yang diberikan adalah 1 jika

Page 31: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

23

tidak 0. Seandainya BPR memberlakukan cara lain selain

pemotongan gaji/tabungan bersama-sama, maka yang

dilihat adalah mana jumlah kredit yang paling besar. Jika

kredit yang paling besar dilakukan dengan memotong

gaji/tabungan maka nilai yang diberikan 1 jika tidak 0.

X3 = Pemberian insentif kepada account officer atas kredit yang

ditagih. Jika BPR memberikan insentif atas kredit yang

ditagih kepada account officer maka nilai yang diberikan 1

jika tidak 0.

X4 = Perputaran direksi. Berapa kali direksi keluar dalam tiga

tahun terakhir.

X5 = Program linkage. Apabila BPR menjalankan program

linkage maka nilai yang diberikan adalah 1 jika tidak 0.

Interpretasi Model Penentu NPL:

Pembayaran Angsuran dengan Jemputan (X1)

BPR yang menerapkan pembayaran angsuran kredit dengan menjemput

cenderung meningkatkan rasio NPL. Rasio NPL akan meningkat 0,284 atau

28,4% (diperoleh dari 0,191 + 0,057) jika BPR menerapkan pembayaran

angsuran dengan jemputan. Asumsi, variabel-variabel lain yang berpengaruh

pada rasio NPL tetap.

Pembayaran angsuran kredit yang dilakukan dengan menjemput hanya akan

efektif apabila: (1) Ada pengawasan yang ketat oleh BPR pada petugas yang

menjemput angsuran, (2) petugas yang menjemput angsuran perlu dirotasi pada

waktu-waktu tertentu, dan (3) petugas penagih secara rutin dan konsisten

menjemput angsuran. Jika ketiga syarat ini tidak dipenuhi, pembayaran angsuran

kredit dengan menjemput justru cenderung meningkatkan rasio NPL.

Pengawasan BPR yang lemah dan petugas tetap melayani debitur tanpa rotasi

membuat peluang bagi petugas penagih untuk melakukan fraud dan ini justru

akan memperbesar rasio NPL. Demikian pula kunjungan petugas penagih yang

tidak rutin membuat kolektibilitas kredit tidak lancar. Debitur mengharapkan

Page 32: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

24

angsuran dijemput dan jika tidak dijemput debitur cenderung tidak akan

membayar dan terkesan seolah-olah tidak mau membayar padahal karena

angsuran tidak dijemput sehingga rasio NPL justru meningkat.

Selain itu, dari hasil in-depth interview diketahui pula kalau sebagian BPR

memiliki sistem pengendalian yang lemah, satu orang petugas per lokasi yang

tidak berubah-ubah; dan sebagian BPR tidak melakukan pembinaan dan

pemantauan penggunaan kredit secara rutin. Hasil in-depth interview ini dapat

menjelaskan mengapa justru angsuran yang dijemput cenderung meningkatkan

rasio NPL. Namun apabila ketiga persyaratan tersebut dipenuhi, menjemput

angsuran dapat menurunkan rasio NPL. Dari in-depth interview diketahui pula

kalau ada beberapa BPR yang menjemput angsuran memiliki rasio NPL yang

lebih baik.

Pembayaran Angsuran dengan Potongan (X2)

BPR yang melakukan pembayaran angsuran kredit dengan potongan akan

menurunkan rasio NPL sebesar 0,116 atau 11,6% (diperoleh dari 0,191 - 0,071).

Asumsi, variabel-variabel lain yang berpengaruh pada rasio NPL tetap.

Dengan memotong langsung pada tabungan atau gaji, permasalahan keengganan

debitur untuk membayar langsung ke BPR karena lokasi yang jauh menjadi

tersolusi. Demikian pula kemungkinan fraud yang bisa dilakukan oleh petugas

penagih menjadi tidak ada. Bagi debitur dengan plafon kredit yang besar dapat

disyaratkan untuk memiliki tabungan dengan minimal sejumlah uang sehingga

BPR dapat langsung memotong angsurannya dari tabungan tersebut. Dengan

cara seperti ini diharapkan rasio NPL akan lebih baik.

Pemberian Insentif kepada AO (X3)

BPR yang memberikan insentif kepada AO atas kredit yang tertagih cenderung

menurunkan rasio NPL sebesar 0,154 atau 15,4% (diperoleh dari 0,191 – 0,037)

dengan asumsi bahwa semua variabel-variabel lainnya yang berpengaruh pada

rasio NPL tetap.

Page 33: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

25

Dari in-depth interview diketahui kalau kunjungan rutin AO kepada debitur untuk

memantau penggunaan kredit dapat memperkecil rasio NPL BPR. Pembinaan

harus sudah dilakukan sebelum kredit menjadi tidak lancar agar kredit tersebut

bisa tetap lancar. Demikian pula komunikasi yang baik antara BPR dan debitur

yang dilakukan oleh AO berdampak pada rasio NPL yang lebih kecil.

Kunjungan rutin AO dalam memantau penggunaan kredit hanya dapat dilakukan

dengan baik jika AO tersebut termotivasi. Itu sebabnya BPR yang memberikan

insentif kepada AO atas kredit yang tertagih dapat memotivasi AO untuk

melaksanakan tugas pembinaan dan penagihan yang lebih baik sehingga rasio

NPL dapat ditekan untuk semakin kecil.

Perputaran Direksi (X4)

BPR yang dalam tiga tahun terakhir mengalami perputaran direksi cenderung

meningkatkan rasio NPL sebesar 0,16 atau 16% (diperoleh dari 0,191 ─ 0,031)

untuk setiap kali perputaran. Ini menunjukkan kalau peran direktur dalam

mengelola debiturnya cukup signifikan mengingat BPR dengan tingkat perputaran

direksi yang cukup besar berdampak pada peningkatan rasio NPL. Semakin

tinggi perputaran direksi cenderung semakin tinggi pula rasio NPL dari BPR

tersebut.

Program Linkage (X5)

BPR yang menjalankan linkage program cenderung mempunyai rasio NPL yang

lebih kecil. BPR yang menjalankan linkage program nampaknya dapat

mengecilkan rasio NPL sebesar 0,11 atau 11% (diperoleh dari 0,191 – 0,09)

dengan asumsi variabel-variabel lain yang mempengaruhi rasio NPL tetap.

Namun, perlu diketahui pula bahwa bisa saja terjadi bank umum hanya mau

bekerja sama untuk linkage program pada BPR dengan NPL yang kecil sehingga

cenderung mereka yang mendapatkan linkage program adalah BPR yang rasio

NPLnya kecil. Walaupun demikian, linkage program dapat dijadikan salah satu

indikator yang menunjukkan penurunan rasio NPL.

Page 34: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

26

Model Prediksi Kolektibilitas Kredit

Rasio NPL adalah juga kolektibilitas kredit oleh karena rasio NPL adalah

perbandingan antara kredit yang tidak lancar dan jumlah kredit yang diberikan.

Semakin lancar kolektibilitas kredit semakin baik rasio NPL. Namun dalam

penelitian ini, rasio NPL digunakan sebagai dependent variabel untuk BPR dan

kolektibilitas kredit digunakan sebagai dependent variabel untuk nasabah.

Ada 19 variabel yang berhubungan dengan debitur dan ada 2 variabel yang

berhubungan dengan lingkungan yang dapat mempengaruhi kolektibilitas kredit

sebagaimana yang dapat dilihat pada Lampiran 4. Dengan demikian ada 21

variabel. Data dikumpulkan dari 917 debitur yang tersebar ditujuh wilayah di

Indonesia dan dianalisa menggunakan teknik statistik multiple linear regression

with dummy variables dengan tingkat signifikansi 10% atau pada tingkat

keyakinan 90%. Hasil dari pengujian ini sebagaimana yang dapat dilihat pada

Lampiran 4, menunjukkan bahwa hanya 8 variabel yang signifikan sementara ada

13 varibel yang berpengaruh namun tidak signifikan.

Agar interpretasi hasil pengolahan data bisa lebih baik, mengingat dependent

variable lebih tepat diinterpretasi sebagai variabel dengan skala nominal maka

dalam pengolahan data selanjutnya digunakan teknik statistik logistic regression

dengan tingkat signifikansi 10%. Dengan demikian kedelapan variabel yang

diketahui signifikan kemudian diolah kembali dengan teknik logistic regression.

Dengan menggunakan SPSS dan diolah dengan logistic regression diperoleh hasil

sebagaimana yang dapat dilihat pada Tabel 4 dan Tabel 5. Kelayakan model

logistic regression ini diuji dengan Hosmer and Lemeshow Test. Model layak

apabila nilai signifikansi Hosmer and Lemeshow diatas 0,10 tingkat signifikansi

yang disyaratkan. Dari Tabel 4. diketahui bahwa nilai Hosmer and Lemeshow =

0,599 jauh diatas 0,10 yang disyaratkan. Ini berarti bahwa model regresi ini

dapat digunakan.

Page 35: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

27

Tabel 4

Hosmer and Lemeshow Test

Step Chi-square df Sig. 1 6,434 8 ,599

Pada Tabel 5 nampak bahwa ada tiga variabel yang tidak signifikan yaitu

ASURANSI, TUJUAND, dan USAHAB dengan nilai signifikan lebih besar dari 0,10

tingkat signifikansi yang disyaratkan.

Page 36: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

28

Tabel 5

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Step 1(a)

BUNGA ,359 ,164 4,790 1 ,029 1,432

JNSTB ,813 ,211 14,842 1 ,000 2,255 NILAIAGC -1,232 ,300 16,889 1 ,000 ,292 ULANG -,288 ,082 12,343 1 ,000 ,750 ASURANSI -,002 ,198 ,000 1 ,990 ,998 TUJUAND 1,525 ,985 2,397 1 ,122 4,593 KONDISB 1,765 ,565 9,758 1 ,002 5,841 KONDISC 1,286 ,479 7,212 1 ,007 3,619 KONDISD -1,400 ,310 20,391 1 ,000 ,247 ADM ,396 ,199 3,970 1 ,046 1,486 USAHAB ,348 ,244 2,035 1 ,154 1,416 USAHAC 2,443 ,265 84,996 1 ,000 11,510 Constant ,528 ,545 ,938 1 ,333 1,695

a Variable(s) entered on step 1: BUNGA, JNSTB, NILAIAGC, ULANG, ASURANSI, TUJUAND, KONDISB, KONDISC, KONDISD, ADM, USAHAB, USAHAC.

Karena ada variabel yang tidak signifikan dan ada yang signifikan maka

pengolahan data diulang dengan hanya memasukkan variabel-variabel yang

signifikan saja. Setelah pengulangan, hasil uji Hosmer and Lemeshow

menunjukkan nilai yang lebih baik dari sebelumnya yaitu 0,952 sebagaimana

dapat dilihat pada Tabel 6. Ini berarti bahwa model logistic regression ini dapat

digunakan.

Tabel 6 Hosmer and Lemeshow Test

Step Chi-square df Sig. 1 2,704 8 ,952

Dari Tabel 7 diketahui bahwa variabel-variabel berupa tingkat bunga (BUNGA),

jenis agunan (JNSTB), nilai agunan (NILAGC), pengulangan kredit (ULANG), kondisi

debtur (KONDB, KONDC, dan KONDD), pengelolaan administrasi kredit (ADM), dan

kondisi usaha (USAHAC) signifikan yang berarti dapat digunakan untuk

menentukan kolektibilitas kredit. Jika variabel-variabel yang signifikan ini diuji

dengan multiple linear regression menghasilkan nilai adjusted R square sebesar

Page 37: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

29

41,4%. Artinya 41,4% variance dari kolektibilitas kredit dapat dijelaskan oleh

kesembilan variabel predictors ini.

Tabel 7

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Step 1(a)

BUNGA ,363 ,163 4,950 1 ,026 1,438

JNSTB ,821 ,209 15,486 1 ,000 2,272 NILAIAGC -1,211 ,296 16,750 1 ,000 ,298 ULANG -,295 ,081 13,137 1 ,000 ,745 KONDISB 1,842 ,563 10,712 1 ,001 6,310 KONDISC 1,349 ,476 8,029 1 ,005 3,855 KONDISD -1,414 ,308 21,089 1 ,000 ,243 ADM ,415 ,198 4,408 1 ,036 1,514 USAHAC 2,224 ,212 110,04

6 1 ,000 9,242

Constant ,748 ,511 2,141 1 ,143 2,112 a Variable(s) entered on step 1: BUNGA, JNSTB, NILAIAGC, ULANG, KONDISB, KONDISC, KONDISD, ADM, USAHAC.

Model regresi logistik yang dihasilkan dari hasil pengolahan data ini disebut

sebagai MODEL PENENTU KOLEKTIBILITAS KREDIT dengan persamaan sebagai

berikut (nilai constant tidak dimasukkan oleh karena tidak signifikan):

YK = 0,363X1 + 0,821X2 – 1,211X3 – 0,295X4 + 1,842X5 + 1,349X6 –

1,414X7 + 0,415X8 + 2,224X9

Dimana:

YK = Probabilitas kolektibilitas kredit menjadi tidak lancar.

X1 = Tingkat bunga. Besarnya tingkat bunga yang dikenakan

pada kredit yang diterima nasabah. Tingkat bunga ini

dinyatakan dalam persentasi angka dan bukan dalam

desimal.

X2 = Jenis agunan. Jika agunan menggunakan tanah atau tanah

dan bangunan, nilai yang diberikan 1 jika tidak 0.

X3 = Nilai agunan. Jika nilai agunan lebih besar dari nilai kredit,

nilai yang diberikan 1 jika tidak 0.

Page 38: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

30

X4 = Pengulangan kredit. Jika kredit yang diterima merupakan

pengulangan, nilai yang diberikan 1 jika tidak 0.

X5 = Masalah keluarga. Jika debitur memiliki masalah keluarga

yang serius, nilai yang diberikan 1 jika tidak 0.

X6 = Kehilangan pekerjaan (PHK)/bisnis bangkrut. Jika debitur

kehilangan pekerjaan atau bisnis debitur bangkrut, nilai yang

diberikan 1 jika tidak 0.

X7 = Integritas debitur. Jika debitur punya etikat untuk

mengembalikan kredit, nilai yang diberikan 1 jika tidak 0.

X8 = Pengelolaan administrasi kredit. Jika debitur

menggabungkan administrasi keuangan kredit dengan

administrasi keuangan pribadi, nilai yang diberikan 1 jika

tidak 0.

X9 = Persaingan. Jika usaha debitur mengalami persaingan yang

serius, nilai yang diberikan 1 jika tidak 0.

Interpretasi Model Prediksi Kolektibilitas Kredit

Tingkat Bunga (X1)

Meningkatkan bunga pinjaman akan membuat kredit semakin tidak lancar. Jika

tingkat bunga dinaikkan 1% saja ada kemungkinan 36,3% kredit tersebut tidak

lancar.

Jenis Angsuran (X2)

Kredit yang diagunkan dengan tanah lebih tidak lancar jika dibandingkan dengan

kredit yang diagunkan dengan agunan yang lain selain tanah atau bahkan tanpa

agunan sama sekali dengan probabilitas 82,1%. Mengapa demikian? Bagi BPR,

agunan dengan tanah atau tanah dan bangunan dianggap lebih aman jika

dibandingkan dengan agunan yang lain karena jika kredit tidak tertagih agunan

dapat dijual untuk menggantikan kredit yang tak tertagih tersebut dengan nilai

yang kurang lebih sama atau bahkan lebih besar sehingga pada saat pemberian

kredit, selama agunan mencukupi, kredit cenderung diberikan tanpa banyak

Page 39: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

31

mempertimbangkan faktor lainnya seperti potensi usaha, kondisi persaingan, dan

karakter debitur. Ternyata tidak mudah bagi BPR untuk menyita agunan oleh

karena biaya yang dikeluarkan justru sangat besar. Bahkan dari in-depth

interview diketahui kalau ada legalitas agunan yang tidak jelas sehingga

mempersulit eksekusi jika kredit ternyata macet. Akhirnya pihak bank

membiarkan kredit tersebut dan berusaha untuk menagih daripada menyita

agunan dan ini yang membuat rasio NPL BPR yang lebih tinggi pada kredit-kredit

yang diagunkan dengan tanah atau tanah dan bangunan.

Bank ketika memberikan kredit yang tanpa agunan atau dengan agunan lain

selain tanah lebih berhati-hati sehingga kreditnya cenderung lebih baik daripada

kredit yang diagunkan dengan tanah/tanah dan bangunan.

Nilai Agunan (X3)

Kredit yang agunannya lebih besar dari nilai kreditnya memiliki kemungkinan

kolektibilitas 1,2 kali lebih lancar dari kredit yang agunannya sama atau lebih

kecil dari nilai kreditnya. Ini berlaku untuk bentuk agunan apa saja.

Pengulangan Kredit (X4)

Kredit yang diulang lebih lancar dibandingkan dengan kredit perdana. Ada

kemungkinan 29,5% kredit yang diulang lebih lancar dari kredit perdana. Kredit

yang diulang berarti nasabah telah melunasi kredit sebelumnya, sehingga

kemungkinan kredit pengulangan ini lebih lancar dibandingkan dengan kredit

yang masih pertama kali (perdana) karena integritas debitur pada umumnya

sudah diketahui oleh BPR.

Masalah Keluarga (X5)

Kolektibilitas kredit akan lebih buruk pada debitur yang memiliki masalah

keluarga yang serius. Kemungkinan kolektibilitas kredit tidak lancar pada debitur

yang memiliki masalah keluarga yang serius 1,84 kali dari mereka yang tidak

memiliki masalah keluarga yang serius. Dengan demikian penting bagi BPR

Page 40: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

32

untuk memperhatikan masalah keluarga calon debitur sebelum kredit disetujui,

tentu jika hal ini memungkinkan.

Page 41: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

33

Kehilangan Pekerjaan/Bangkrut (X6)

Kemungkinan besar kredit akan macet pada debitur yang kehilangan pekerjaan

atau usahanya bangkrut. Kolektibilitas kredit pada debitur yang kehilangan

pekerjaan atau usahanya bangkrut 1,35 kali lebih buruk dari yang tidak

kehilangan pekerjaan atau usahanya bangkrut. Ini menunjukkan bahwa banyak

kredit yang tidak lancar dikarenakan usaha debitur bangkrut atau debitur

kehilangan pekerjaan jika kreditnya kredit konsumtif. BPR harus cukup jeli untuk

melihat risiko bisnis debitur apakah memiliki kemungkinan bangkrut yang cukup

besar atau kemungkinan hilang pekerjaan yang cukup besar sehingga lebih

berhati-hati dalam memberikan kredit.

Integritas (X7)

Integritas debitur sangat penting mengingat kolektibilitas kredit dari debitur yang

tidak memiliki itikad baik untuk mengembalikan kredit 1,4 kali lebih buruk dari

mereka yang punya itikad baik untuk mengembalikan kreditnya.

Administrasi Keuangan Kredit (X8)

Lebih baik memisahkan administrasi keuangan kredit dari pada menggabungkan

dengan administrasi keuangan keluarga karena debitur yang memisahkan

administrasi keuangan kredit dengan keuangan keluarga mempunyai

kemungkinan 41,5% lebih lancar kolektibilitas kreditnya dari debitur yang

menggabungkan administrasi keuangan kredit dengan keuangan keluarga.

Persaingan (X9)

Persaingan adalah variabel yang paling besar pengaruhnya pada kolektibilitas

kredit. Kolektibilitas kredit debitur yang memiliki usaha dengan persaingan yang

serius 2,2 kali lebih buruk dibandingkan yang tidak punya persaingan bisnis yang

serius. Nampaknya sangat penting bagi BPR untuk memperhatikan faktor

persaingan dalam proses persetujuan kredit.

Page 42: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

34

Analisa Data In-Depth Interview

In-depth interview dilakukan melalui focus group discussion di 5 wilayah di

Indonesia. Data dari in-depth interview ini kemudian dianalisa untuk mengetahui

penyebab NPL BPR. Analisa dilakukan dengan mengelompokkan penyebab NPL

dari faktor-faktor menyangkut kondisi internal BPR dan menyangkut kondisi

eksternal BPR.

Penyebab NPL dari Kondisi Internal

Para direktur dan komisaris BPR termasuk juga para pengawas BPR Bank

Indonesia adalah pihak-pihak yang paling mengetahui kondisi internal BPR.

Untuk mendapatkan informasi tentang faktor-faktor apa saja yang dapat

mempengaruhi rasio NPL BPR, dilakukan wawancara mendalam (in-depth

interview) kepada para direksi, komisaris, dan terutama pengawas-pengawas BPR

Bank Indonesia. Wawancara dilakukan dalam bentuk focus group discussion

(FGD).

Dari hasil beberapa kali FGD diperoleh 8 kelompok variabel internal BPR yang

dianggap berpengaruh pada rasio NPL BPR seperti yang dapat dilihat pada

Lampiran 3. Kedelapan faktor ini adalah (1) Proses Persetujuan Kredit, (2) Syarat

Pemberian Kredit, (3) Proses Penagihan, (4) Strategi Pemasaran, (5) Peran

Pemilik/Pengelola, (6) Kapasitas AO, (7) Proses Pengendalian, dan (8) Linkage

Program.

Proses Persetujuan Kredit

Beberapa persoalan menyangkut proses persetujuan kredit terungkap dari in-

depth interview yang dilakukan terutama kepada para pengawas BPR Bank

Indonesia. Diketahui bahwa BPR dengan rasio NPL yang tinggi pada umumnya

memberikan kredit tidak melalui prosedur yang benar. Ada tiga aspek pada

proses persetujuan kredit yang dilakukan dengan tidak benar yang teridentifikasi

yaitu pada aspek (a) wewenang, (b) intervensi, dan (c) pengendalian.

Page 43: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

35

Wewenang. Wewenang memutuskan dan mencairkan kredit seharusnya

mengikuti prosedur yang sehat diantaranya ada jenjang persetujuan kredit. Kredit

dengan jumlah tertentu cukup disetujui pada tingkat manajer sedangkan pada

jumlah tertentu disetujui pada tingkat direktur, seterusnya sampai pada tingkat

komite kredit. Namun, didapati bahwa beberapa BPR yang rasio NPL-nya tinggi

karena wewenang menyetujui dan mencairkan kredit dilakukan diluar jenjang

persetujuan kredit internal manajemen BPR. Misalnya diketahui ada BPR yang

kreditnya diputuskan dan dicairkan di pos pelayanan.

Ada juga BPR yang bekerja sama dengan kantor pos untuk menagih angsuran

kredit pensiunan. Pembayaran pensiunnya dilakukan lewat kantor pos dimana

kantor pos akan memotong dari gaji sebesar angsuran kreditnya. Namun

ternyata kantor pos bukan saja berperan sebagai penagih tetapi dapat

memutuskan untuk memberikan kredit. Kredit yang diputuskan oleh kantor pos

menjadi tidak lancar oleh karena kantor pos bukan institusi yang memiliki

kompetensi dalam menganalisa dan memutuskan kredit. Disamping itu, kantor

pos tidak menanggung risiko kredit sehingga memungkinkan dalam pemberian

kredit tidak dilakukan analisa yang benar dan teliti.

Demikian pula BPR yang bekerja sama dengan koperasi dalam memberikan dan

menagih kredit. Ketika koperasi diberikan wewenang untuk memutuskan

persetujuan kredit, disini kredit menjadi bermasalah. Koperasi akan mendanai

kredit yang baik sedangkan kredit yang bermasalah diberikan kepada BPR.

Dengan demikian BPR yang menanggung kredit yang bermasalah ini.

Jenjang persetujuan kredit apakah cukup disetujui sampai pada tingkat manager,

atau harus sampai tingkat direksi dan seterusnya sampai tingkat komite kredit

diteliti pada 223 BPR. Dengan tingkat keyakinan 90% ternyata tidak ada

hubungan yang signifikan terhadap rasio NPL. Apakah pemberian kredit perlu

berjenjang atau seluruhnya harus disetujui oleh direksi atau komite kredit

ternyata tidak berpengaruh pada rasio NPL. Hal ini mungkin terjadi oleh karena

alat analisa yang digunakan baik pada manajemen tingkat bawah maupun pada

tingkat yang lebih tinggi sama sehingga apakah persetujuan kredit berjenjang

tidak berpengaruh pada rasio NPL. Namun diketahui pula kalau ada BPR yang

berbentuk perusahaan daerah (PD) memberikan insentif kepada para

Page 44: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

36

manajemen-nya atas kredit yang diberikan. Semakin banyak kredit yang

diberikan semakin besar insentif yang diterima. Ini membuat manajemen

berusaha untuk sebanyak-banyaknya menyetujui kredit tanpa memperhatikan

dengan teliti kelayakannya. Dengan cara seperti ini justru membuat rasio NPL di

BPR ini menjadi sangat besar. Jika demikian maka jenjang persetujuan kredit

diperlukan supaya ada kontrol pada level yang lebih tinggi untuk menghindari

pemberian kredit yang tidak sesuai terutama jika jumlahnya besar. Cara lain yang

bisa dilakukan adalah dengan memberikan insentif berdasarkan kredit yang

lancar dan bukan kredit yang diberikan.

Nampaknya yang membuat rasio NPL tinggi bukan pada jenjang persetujuan

kredit internal manajemen BPR (apakah pemberian kredit perlu berjenjang mulai

dari manajer atau seluruhnya harus disetujui oleh direksi atau komite kredit)

tetapi justru apabila wewenang persetujuan kredit diberikan pada pihak diluar

internal manajemen BPR seperti diberikan pada kantor pos, koperasi, atau pada

pos pelayanan. Walaupun kantor pelayanan dapat dianggap sebagai bagian dari

internal BPR namun masih diluar internal manajemen BPR sehingga

memungkinkan rasio NPL yang tinggi.

Intervensi. Intervensi pemilik dan komisaris dalam pemberian kredit ditanyakan

kepada 223 BPR. Apakah pemilik atau komisaris ikut memberikan rekomendasi

calon debitur tertentu berpengaruh pada rasio NPL BPR? Dengan tingkat

keyakinan 90% didapati bahwa tidak ada hubungan yang signifikan. Pemilik

ataupun komisaris bisa saja ikut atau tidak ikut campur dalam memberikan

rekomendasi calon debitur yang akan dibiayai.

Namun dari hasil in-depth interveiw kepada para pengawas BPR Bank Indonesia

diketahui kalau BPR yang berbentuk perusahaan daerah (PD) sering kali memiliki

rasio NPL yang tinggi oleh karena intervensi pemilik (dalam hal ini pemerintah

daerah) dalam pemberian kredit.

Pemerintah Daerah (Pemda) merasa memiliki BPR PD namun tidak perduli

apakah BPR tersebut akan untung atau rugi sebab jika rugi, BPR akan meminta

pembiayaan dari pemerintah. Itu sebabnya, debitur yang direkomendasikan

Pemda dengan debitur yang direkomendasi pemilik atau komisaris BPR yang non

PD berbeda. Pemilik atau komisaris BPR non PD pada umumnya

Page 45: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

37

merekomendasikan debitur yang baik mengingat jika BPRnya rugi dia juga

sebagai pemilik atau komisaris akan rugi. Namun berbeda jika pemiliknya

pemda. Pemda cenderung merekomendasikan debitur yang mempunyai

hubungan-hubungan istimewa tertentu walaupun debitur tersebut sebenarnya

tidak layak mendapatkan kredit. Itu sebabnya intervensi pemilik BPR PD (dalam

hal ini Pemda) cenderung membuat rasio NPL lebih besar. Sedangkan intervensi

pemilik atau komisaris BPR pada umumnya (sebagian besar berbentuk perseroan

terbatas) tidak berpengaruh pada rasio NPL.

Pengendalian. Dari hasil in-depth interview diketahui kalau ada BPR yang

memberikan kredit kepada debitur tanpa memeriksa dengan benar apakah

usulan pinjaman kredit tersebut sudah benar. Dalam hal ini BPR lepas kendali.

Kredit menjadi macet oleh karena ternyata nama-nama karyawan yang diajukan

untuk mendapatkan kredit sebenarnya sudah mendapatkan kredit dari bank lain

dan nama mereka digunakan untuk diajukan lagi di BPR. Hal ini bisa terjadi

karena ketidak mampuan BPR dalam mengecek calon debiturnya. Diperlukan

prosedur pengendalian yang baik dimana dalam prosedur tersebut dimasukkan

pengecekan pada calon debitur. Dari in-depth interview diketahui kalau banyak

BPR yang prosedur pemberian kreditnya masih sangat lemah. Ditambah lagi,

lemahnya fungsi dewan komisaris dan dewan pengawas. Akan menjadi lebih

parah lagi jika insentif bagi manajemen diberikan atas dasar banyaknya kredit

yang diberikan sehingga cenderung untuk memberikan lebih banyak kredit tanpa

pengendalian yang baik. Permasalahan ini bisa diatasi jika BPR memiliki

prosedur pemberian kredit yang baik, dan dewan komisaris/dewan pengawas

menjalankan fungsi pengawasannya dengan baik.

Syarat Pemberian Kredit

Menyangkut syarat pemberian kredit, diketahui kalau banyak BPR dengan rasio

NPL yang tinggi memberikan kredit tidak mengikuti syarat 5C yang benar. Kredit

tidak memiliki agunan yang sesuai (collateral), integritas debitur yang kurang

baik (character), dan kapasitas pengembalian yang kurang (capacity).

Agunan. Beberapa BPR dengan rasio NPL yang tinggi mensyaratkan agunan yang

tidak sesuai. Nilai agunan lebih kecil dari nilai kredit. Khusus pada pemberian

Page 46: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

38

kredit motor-motor buatan China (mochin) banyak yang macet oleh karena nilai

motor setelah beberapa lama menjadi lebih kecil dari nilai kredit. Ketika pemilik

motor mendapat kesulitan membayar cicilan, mereka cenderung untuk

membiarkan motor diambil dari pada berusaha untuk mengembalikan kreditnya.

Dengan demikian rasio NPL menjadi tinggi. Namun didapati pula kalau BPR

dengan rasio NPL yang kecil karena mensyaratkan agunan yang bergerak.

Ternyata agunan yang bergerak lebih mudah dilikuidasi.

Dengan demikian, penggunaan agunan yang bergerak lebih baik selama nilai

agunannya lebih besar dari nilai kredit. Jika tidak, debitur cenderung membiarkan

agunannya disita pada saat mendapatkan kesulitan membayar angsuran.

Karakter. Dari in-depth interview terungkap kalau ada cukup banyak debitur yang

integritasnya kurang baik. Debitur dengan sengaja tidak mau memenuhi

kewajibannya kepada bank. Bahkan ada yang merasa bahwa kredit yang

diberikan itu sebagai pemberian dan tidak harus dikembalikan.

Beberapa BPR nampaknya belum memiliki keahlian yang diperlukan atau

alat/metode untuk mendeteksi integritas debitur sehingga memungkinkan cukup

banyak debitur yang sebenarnya tidak mempunyai keinginan untuk

mengembalikan pinjamannya diberikan kredit. Dari in-depth interview diketahui

memang terungkap banyak BPR yang tidak memiliki sumber daya manusia (SDM)

yang kompeten.

Namun ada juga yang sukses menangani permasalahan karakter ini. Ada direktur

BPR yang memanggil calon debitur sebelum diberikan kredit untuk diberikan

penjelasan secara pribadi bahwa hutang harus dibayar dan jika tidak akan

diberikan sangsi. Sangsi benar-benar dilaksanakan jika debitur lalai membayar

angsuran. Cara ini dilakukan untuk mengantisipasi debitur yang menganggap

bahwa kredit yang diberikan itu tidak perlu dikembalikan. BPR dengan cara

seperti ini ternyata memiliki rasio NPL yang hampir nihil.

Kapasitas. Kemampuan debitur mengembalikan kredit tergantung pada

penghasilannya. Ketika penghasilan tidak sesuai dengan yang diharapkan, kredit

menjadi tidak lancar yang menyebabkan rasio NPL BPR meningkat. Ditemukan

Page 47: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

39

ada beberapa BPR yang rasio NPLnya tinggi karena debiturnya petani atau

nelayan yang gagal panen. Namun dari hasil kuesioner yang diberikan pada

sampel BPR diketahui bahwa tidak semua debitur yang tujuan kreditnya untuk

pertanian mengalami ketidak lancaran tagihan. Sehingga memang diperlukan AO

yang memiliki pengetahuan dan keahlian yang memadai mengenai sektor

tertentu.

Dari in-depth interview dapat teridentifikasi tiga ”C” dari 5C seperti yang

diutarakan diatas. Untuk mengetahui prioritas ”C” mana yang lebih diutamakan

dalam menentukan syarat kredit, pertanyaan diajukan kepada sampel BPR untuk

melihat kalau ada hubungan yang signifikan antara syarat utama pemberian

kredit yang diberlakukan BPR dengan rasio NPL. Ternyata pada tingkat keyakinan

90%, tidak ada hubungan antara syarat pemberian kredit dan rasio NPL. Ini

berarti apakah BPR mensyaratkan kesanggupan debitur memperoleh pendapatan

(capacity) lebih utama dari integritas debitur (character) atau sebaliknya tidak

berpengaruh pada rasio NPL BPR demikian juga untuk ”C” yang lainnya. Namun,

ini hanya berlaku selama syarat 5C digunakan. Jika syarat 5C diabaikan ada

kemungkinan rasio NPL meningkat sebagaimana yang terungkap dari in-depth

interview.

Proses Penagihan

Proses penagihan berhubungan dengan: (a) cara pembayaran angsuran, dan (b)

perlakuan terhadap personel yang terlibat dalam penagihan.

Cara Pembayaran Angsuran. Beberapa BPR bekerjasama dengan kantor pos

dalam proses pembayaran angsuran kredit. Kantor pos memotong langsung

angsuran kredit dari gaji yang akan diambil oleh karyawan (khususnya para

pensiunan) di kantor pos. Permasalahan yang membuat rasio NPL BPR

meningkat adalah kantor pos tidak secara otomatis memotong angsuran setiap

bulan. Angsuran dipotong hanya pada saat debitur mengambil gajinya.

Bagaimana jika gajinya diambil setelah enam bulan? Angsuran kredit akan

tertunggak sampai enam bulan tersebut.

Page 48: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

40

Selain itu, ada beberapa debitur yang lokasinya jauh dari BPR sehingga

menimbulkan kesulitan ketika akan membayar angsuran kredit setiap bulan

apalagi jika dia harus menyetor langsung ke BPR. Itu sebabnya ada beberapa

BPR yang sukses menurunkan rasio NPL karena penagihan kredit dilakukan

secara menjemput bola. Namun ternyata ”menjemput bola” ini bisa menjadi

bumerang apabila pengawasan bank terhadap account officer (AO) lemah.

Ditambah lagi jika penempatan AO pada suatu lokasi tidak berubah-ubah. Fraud

bisa saja dilakukan oleh AO tersebut. Selain itu, tagihan dengan menjemput bola

ini harus dilakukan secara konsisten oleh karena jika AO lalai, debitur cenderung

tidak akan ke BPR untuk melunasi angsurannya karena berharap tagihannya

akan dijemput.

Hubungan antara cara pembayaran angsuran dan rasio NPL diteliti pada 223 BPR

dengan tingkat keyakinan 90%, didapati bahwa ada hubungan yang signifikan

antara cara pembayaran dan rasio NPL.

BPR yang melakukan pembayaran dengan jemput bola justru membuat rasio NPL

meningkat sebesar 24,8% dengan asumsi variabel-variabel lainnya yang

berpengaruh pada rasio NPL tetap. Hal ini dapat terjadi oleh karena sebagian

besar BPR yang melakukan jemput bola kemungkinan lemah dalam pengawasan

pada petugas penagih dan penempatan yang tidak pernah berubah-ubah

sehingga memungkinkan timbulnya fraud yang seterusnya menyebabkan rasio

NPL justru meningkat. Diperparah lagi jika kunjungan petugas penagih tidak rutin

menyebabkan angsuran beberapa kredit terkesan tidak lancar bukan karena

debitur yang tidak mau membayar tetapi petugas tidak menjemput angsuran

tersebut.

Angsuran kredit yang dilakukan dengan memotong langsung dari gaji (pada

debitur karyawan) atau dengan memotong langsung dari tabungan debitur

(debitur yang memiliki tabungan) dapat menurunkan rasio NPL sebesar 11,6%

dengan asumsi variabel-variabel lain yang berpengaruh pada rasio NPL tetap dan

sistem pembayaran seperti ini dilakukan oleh sebagian debitur dari BPR tersebut.

Apabila hanya sebagian kecil debitur yang melakukan pembayaran seperti ini

maka dampaknya pada rasio NPL akan lebih kecil dari 11,6%. Dengan

memotong langsung pada tabungan atau gaji, permasalahan keengganan debitur

Page 49: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

41

untuk pergi membayar langsung ke BPR karena lokasi yang jauh menjadi tidak

bermasalah. Demikian pula kemungkinan fraud yang bisa dilakukan oleh petugas

penagih menjadi tidak ada.

Perlakuan AO. Diketahui bahwa kunjungan yang rutin AO kepada debitur dalam

memantau penggunaan kredit akan dapat memperkecil rasio NPL BPR. BPR

yang tidak melakukan pembinaan dan pemantauan penggunaan kredit baru

menyadari setelah kredit menjadi tidak lancar dan sudah terlambat. Pembinaan

harus sudah dilakukan sebelum kredit menjadi tidak lancar agar kredit tersebut

bisa tetap lancar. Demikian pula komunikasi yang baik antara BPR dan debitur

yang dilakukan oleh AO berdampak pada rasio NPL yang lebih kecil.

Kunjungan rutin AO dalam memantau penggunaan kredit dan komunikasi yang

baik hanya dapat dilakukan dengan efektif jika AO tersebut termotivasi. BPR

yang memberikan insentif kepada AO atas kredit yang tertagih akan termotivasi

untuk melakukan pemantauan dan komunikasi dengan baik sehingga dapat

menurunkan rasio NPL dengan probability sebesar 15,4%.

Strategi Pemasaran

Aspek strategi pemasaran yang terungkap dari in-depth interview kepada

pengawas BPR Bank Indonesia adalah menyangkut target market kredit

berkelompok. Diketahui kalau kredit yang diberikan berkelompok kepada

mereka yang mempunyai usaha misalnya pertanian atau perkebunan, sesuai

dengan hasil in-depth interview membuat rasio NPL BPR lebih baik oleh karena

dengan target market seperti ini kredit menjadi lebih mudah tertagih. Selama

penyebaran anggotanya tidak terlalu jauh kredit berkelompok baik namun jika

penyebaran anggota dalam satu kelompok jauh satu sama lain, kredit

berkelompok tidak efektif karena jika terlalu jauh dan pembayaran angsuran

dengan menyetor langsung ke BPR akan berpengaruh pada kelancaran

pembayaran.

Page 50: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

42

Peran Pemilik/Pengelola

Dari hasil in-depth interview diketahui bahwa pemilik dan pengelola BPR berperan

dalam memperburuk atau memperbaiki rasio NPL. Peran pemilik maupun

pengelola terutama menyangkut integritas, kompetensi, dan pengawasan.

Integritas. Rekayasa kredit fiktif, pencatatan palsu, dan pemberian kredit yang

melanggar prinsip kehati-hatian dilakukan oleh pengelola BPR lebih dikarenakan

faktor integritas. Pengola memang tidak memiliki etikad yang baik dalam

menjalankan BPR. Hal-hal seperti ini ditemukan pemeriksa Bank Indonesia di

beberapa BPR.

Kompetensi. Pada umumnya kualitas sumber daya manusia (SDM) BPR

sebagaimana yang terungkap pada saat in-depth interview lemah. Ini

kemungkinan disebabkan karena insentif yang diberikan tidak menarik. Itu

sebabnya SDM yang berkualitas cenderung tidak tertarik bekerja di BPR. Kecuali

pada beberapa BPR yang sanggup memberikan insentif yang menarik kepada

pengelolanya.

Peran direktur dalam mengelola debiturnya cukup signifikan mengingat BPR

dengan tingkat perputaran direksi yang besar berdampak pada rasio NPL.

Semakin tinggi perputaran direksi cenderung menunjukkan semakin tinggi pula

rasio NPL dari BPR tersebut.

Pengawasan. Didapati beberapa koperasi memberikan kredit yang bermasalah

kepada BPR sehingga BPR yang menanggung ketidak lancaran pembayaran

angsuran kredit tersebut. Hal ini terjadi oleh karena pengelola BPR adalah juga

pengurus koperasi. Fungsi pengawasan komisaris sebagai pengelola BPR

menjadi tidak berfungsi oleh karena rangkap jabatan yang memiliki conflict of

interest.

Demikian juga didapati bahwa ada pengurus BPR yang memiliki usaha

sampingan sehingga dalam mengelola BPR tidak serius.

Page 51: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

43

Peran Account Officer (AO)

Account officer (AO) memiliki peran yang cukup penting dalam suatu BPR oleh

karena AO-lah yang mengelola dan memelihara debitur. Dari in-depth interview

terungkap beberapa aspek kualitas dan kuantitas AO.

Kualitas. Didapati kalau kualitas SDM AO pada umumnya rendah. Rendahnya

kualitas SDM ini bukan karena tingkat pendidikan tetapi pada pemahaman atas

praktek-praktek perbankan. Dari sampel BPR yang diteliti didapati bahwa tidak

ada hubungan yang berarti antara tingkat pendidikan AO dan rasio NPL.

Demikian pula dengan keberadaan pelatihan, apakah ada tidaknya pelatihan

pada AO yang diberikan BPR tidak berdampak pada rasio NPL. Temuan Ini

menunjukkan kalau tingkat pendidikan AO apakah lulus SMP, SMA, atau diploma

belum dapat memberikan sumbangan pada perbaikan NPL. Jika pelatihan yang

diberikan tidak berpengaruh pada semakin baiknya rasio NPL bukan berarti

bahwa keberadaan pelatihan tidak diperlukan tetapi materi dari pelatihan

tersebut yang mungkin perlu diperbaiki. Perlu diketahui apakah materi pelatihan

sudah sesuai dengan kebutuhan AO dalam usaha memperbaiki rasio NPL.

Terungkap dari hasil in-depth interview kalau pelatihan staf kredit di BPR sangat

lemah. Petugas kredit masih banyak yang kurang memahami prosedur

pemberian kredit.

Kuantitas. Di beberapa BPR khususnya yang berbentuk PD, terdapat jumlah SDM

yang cukup banyak. Jumlah yang banyak ini ternyata tidak dapat memperbaiki

rasio NPL malah justru meningkatkan rasio NPL. Jumlah SDM yang banyak ini

dikarenakan titipan dari Pemda. Dengan jumlah SDM yang banyak ini justru

memperumit birokrasi persetujuan maupun penagihan kredit sehingga rasio NPL

di BPR tersebut justru tinggi.

Page 52: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

44

Proses Pengendalian

Pada umumnya BPR tidak memiliki internal control yang baik karena ukurannya

yang kecil. Jumlah personel yang sedikit tidak memungkinkan terlaksananya

sistem internal control yang baik. Dari hasil in-depth interview diketahui kalau

sistem internal control yang tidak baik ini yang turut membuat rasio NPL BPR

menjadi semakin besar.

Ditambah lagi, beberapa BPR tidak mempunyai action plan penyelesaian kredit

yang bermasalah. Ini yang membuat semakin besarnya rasio NPL di BPR-BPR

tersebut.

Linkage Program

Dari hasil in-depth interview diketahui kalau BPR pada umumnya mengejar target

sehingga asal memberikan kredit dari linkage program ini. Namun, dari hasil

penelitian pada sampel BPR didapati bahwa BPR yang menjalankan linkage

program justru cenderung memiliki rasio NPL yang lebih kecil dibandingkan

mereka yang tidak menjalankan linkage program. Namun bisa saja sebaliknya

bahwa bank umum hanya mau bekerja sama dengan BPR yang memiliki rasio

NPL yang kecil sehingga seolah-olah linkage program membuat NPL lebih kecil.

Walaupun demikian, linkage program dapat digunakan sebagai indikator NPL

yang lebih kecil.

Penyebab NPL dari Kondisi Eksternal

Kolektibilitas kredit ditentukan oleh sedikitnya dua aspek yaitu aspek debitur dan

aspek lingkungan. Kedua aspek ini merupakan kondisi eksternal BPR.

Ada 5 variabel penting dari aspek debitur yaitu (1) profil kredit yang diterima

debitur, (2) kategori kredit yang diterima debitur, (3) pemanfaatan kredit oleh

debitur, (4) keadaan debitur, dan (5) pengolahan administrasi kredit yang

dilakukan debitur. Sedangkan aspek lingkungan menyangkut variabel (6)

persaingan, dan (7) kondisi usaha.

Page 53: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

45

Profil Kredit

Dari hasil in-depth interview ada yang menemukan kalau plafon dibawah Rp 5

juta rupiah lebih lancar kolektibilitasnya dibandingkan kredit dengan plafon yang

lebih besar. Namun ada juga yang menemukan kalau kredit pada BPR yang

berbentuk PT justru tidak lancar pada plafon dibawah Rp 5 juta dan yang lancar

kolektibilitas kreditnya dibawah Rp 5 juta adalah BPR milik Pemda (PD).

Selanjutnya, diketahui kalau ada BPR yang sengaja menciptakan kredit yang

kecil-kecil karena Bank Indonesia cuma memeriksa kredit yang besar, bahkan

sengaja dimacetkan karena NPL sehat syaratnya terlalu tinggi.

Untuk mengetahui apakah ada hubungan antara besarnya plafon dengan tingkat

kolektibilitas kredit, data dari 917 debitur dikumpulkan. Ternyata setelah diuji

dengan tingkat keyakinan 90% tidak ada hubungan yang berarti antara besarnya

plafon dan tingkat kolektibilitas kredit. Itu berarti bahwa memang ada sebagian

kredit dengan plafon dibawah Rp 5 juta yang kolektibilitasnya lancar dan ada pula

sebagian lagi yang kolektibilitasnya justru tidak lancar.

Kategori Kredit

Kredit dapat dikategorikan sebagai kredit berkelompok atau berdiri sendiri, kredit

dengan atau tanpa agunan, dan kredit dengan atau tanpa asuransi.

Kelompok. Disebagian daerah kredit berkelompok lebih lancar kolektibilitasnya

dibandingkan kredit berdiri sendiri, namun pada sebagian daerah yang lain

didapati bahwa kredit berkelompok justru kolektibilitasnya tidak lancar. Dengan

demikian apakah kredit berkelompok atau tidak, tidak berpengaruh pada tingkat

kolektibilitas kredit.

Agunan. Sebagian kredit diberikan dengan agunan dan sebagian lagi tanpa

agunan. Dari in-depth interview terungkap kalau kredit dengan agunan motor

China (mochin) cenderung tidak lancar.

Page 54: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

46

Didapati pula kalau beberapa kredit agunannya tidak jelas. Bahkan didapati ada

kredit yang diagunkan dengan tanah kuburan tanpa diketahui oleh BPR. Selain

itu, beberapa agunan yang legalitasnya tidak jelas sehingga sulit dieksekusi

apabila kreditnya macet.

Untuk mengetahui apakah jenis agunan berpengaruh pada kolektibilitas kredit,

data dari 917 debitur dianalisa dengan tingkat keyakinan 90% dan didapati kalau

kredit yang diangunkan dengan tanah atau tanah dan bangunan justru

kemungkinan besar tidak lancar dengan probability sebesar 82,1% dibandingkan

jika kredit diagunkan dengan bentuk agunan yang lain atau yang tidak diagunkan

(interpretasi lebih lanjut pada analisa tentang model penentu kolektibilitas). Juga

didapati kalau besar nilai agunan menentukan tingkat kolektibilitas kredit.

Agunan yang nilainya lebih besar dari nilai kredit cenderung lebih lancar jika

dibandingkan agunan yang nilainya lebih kecil dari nilai kredit.

Asuransi. Diketahui kalau beberapa kredit yang kolektibilitasnya lancar adalah

kredit yang diasuransikan. Dengan diasuransikannya kredit, pihak asuransi juga

turut menilai kredit tersebut dan tentu pihak asuransi akan cenderung

memberikan perlindungan pada kredit yang diketahui kolektibilitasnya lancar.

Pemanfaatan Kredit

Didapati bahwa ada sebagian debitur yang menyalah gunakan kredit yang

diberikan. Kredit diperuntukkan pada tujuan yang berbeda dengan usulan.

Perlakuan debitur seperti ini yang membuat kolektibilitas kredit tidak lancar.

Pada umumnya, kredit konsumtif karyawan yang angsurannya dipotong dari gaji,

kolektibilitasnya lancar. Namun didapati kasus debitur sudah mendapatkan

kredit dari bank umum dengan pembayaran melalui pemotongan gaji dan

meminta lagi dari BPR. Akhirnya, debitur tidak mampu mengembalikan

angsurannya.

Page 55: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

47

Keadaan Debitur

Banyak ditemukan debitur yang memiliki kredit di tempat lain dan ini membuat

kolektibilitas kreditnya menjadi tidak lancar. Bahkan ada debitur yang

mendapatkan kredit lebih dari satu BPR. Hal ini dapat terjadi oleh karena BPR

tidak bisa memperoleh informasi jika calon debitur sudah memiliki kredit

ditempat lain.

Selanjutnya diketahui kalau beberapa debitur yang kolektibilitasnya tidak lancar

dikarenakan tidak memiliki tempat usaha yang tetap. Tempat usahanya

berpindah-pindah sehingga sulit bagi BPR untuk melacak sekiranya

kolektibilitasnya tidak lancar.

Pengelolaan Administrasi Kredit

Beberapa debitur diketahui menggabungkan administrasi kredit dengan

administrasi keuangan keluarga, terutama pada kredit dengan jumlah yang kecil.

Namun ada juga yang memisahkan urusan administrasi kredit dan administrasi

keuangan keluarga. Debitur yang memisahkan administrasi kredit dengan

administrasi keuangan keluarga memiliki tingkat kolektibilitas kredit yang lebih

baik dengan probabilitas sebesar 41,5% lebih baik dibandingkan administrasi

yang digabungkan.

Page 56: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

48

HASIL TEMUAN PENYEBAB NPL

Berdasarkan hasil analisis kuantitatif dan FGD, berikut ini disajikan faktor-faktor

yang menjadi penyebab NPL di lingkungan BPR. Daftar berikut ini tidak disusun

terhadap besarnya kontribusi masing-masing faktor pada NPL. Susunan faktor-

faktor yang disajikan berikut ini disajikan dengan pendekatan proses bisnis

pemberian kredit.

Integritas Pemilik, Pengurus, dan Pegawai BPR

Hasil FGD di seluruh wilayah sampel menunjukkan adanya temuan berkaitan

dengan masalah integritas pihak internal BPR, baik komisaris, pengurus, maupun

pegawai BPR. Indikasi dominan ditunjukkan adanya intervensi pihak internal

sehingga terjadi penyimpangan kredit, antara lain: munculnya kredit fiktif dan

kepada pihak terkait tanpa melalui analisis kredit yang benar dan akurat dan

tidak sesuai dengan prinsip kehati-hatian, dan ditemukannya penyalahgunaan

kredit berupa kredit topengan atau transaksi tidak tercatat (unrecorded

transaction).

• Temuan di lapangan juga menunjukkan, terdapat kecenderungan bahwa

intervensi yang kuat oleh pemilik terhadap operasional BPR terjadi pada BPR

berstatus PD. Sebaliknya, intervensi pemilik relatif kecil di BPR berstatus

selain PD. Terdapat kemungkinan bahwa operasional BPR berstatus PD

terpengaruh oleh gaya birokrasi pemerintahan sedangkan BPR berstatus

bukan PD lebih berorientasi pada pendekatan bisnis.

• Selain status BPR, rendahnya integritas pemilik dan pengurus diperkuat oleh

tiga hal berikut. Pertama, ketidakjelasan atau ketidaktersediaan prosedur

baku dan pedoman dalam proses pemberian kredit. Termasuk di dalam

prosedur adalah penjenjangan wewenang dalam memutuskan kredit. Hal

tersebut membuka peluang pemilik dan pengurus untuk mencampuri

keputusan pemberian kredit yang tidak sepantasnya. Didapati ada pemilik

dan pengelola BPR yang juga pengurus koperasi yang memutuskan

Page 57: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

49

memberikan kredit kepada nasabah yang sudah ditolak oleh koperasi. Hal ini

menyebabkan kredit menjadi tidak lancar. Kedua, tidak disiplinnya

pencatatan pemberian dan pelunasan kredit sehingga memudahkan pihak-

pihak yang terkait dengan pemutusan kredit untuk memanfaatkan celah

kelemahan tersebut. Misalnya ditemukan kredit topengan. Ketiga, kurangnya

perhatian dan pengawasan pemilik pada perkembangan BPR antara lain

karena kesibukan di luar BPR dan lokasi pemilik yang jauh dari BPR sehingga

pegawasan menjadi tidak efektif.

• Integritas pegawai BPR juga perlu mendapat perhatian. Beberapa indikasi

masalah integritas pegawai antara lain: terdapat kredit fiktif dan

penyalahgunaan kredit yang melibatkan pegawai, ditemukannya pelunasan

kredit yang tidak didukung bukti penerimaan setoran, ditemukannya angsuran

kredit yang tidak disetorkan ke bank oleh pegawai.

Kompetensi Pemilik dan Pengurus

• Juga terdapat indikasi adanya masalah kompetensi pemilik, pengurus, dan

pegawai di beberapa BPR. Kemungkinan terdapat masalah pemahaman

terhadap ketentuan perbankan, khususnya BPR, dan ketidaksanggupan

bertindak dengan cepat sehingga ketentuan-ketentuan tersebut tidak dapat

dipenuhi sesuai jadwal. Kurang terlibatnya komisaris dalam pengawasan

operasional BPR dan terjadinya kesalahan dalam pemutusan pemberian

kredit juga diduga sebagai akibat kurangnya kompetensi pengurus dalam hal

bisnis BPR, selain disebabkan karena integritas.

• Kompetensi pengurus BPR perlu mendapat perhatian supaya proses bisnis

BPR berjalan dengan baik. Temuan menunjukkan tiga hal pokok. Pertama,

kompetensi pengurus dalam hal manajemen strategi dan manajemen

operasional BPR perlu mendapat peningkatan. Salah satu indikasinya adalah

kekeliruan dalam menerapkan sistem insentif dalam penyaluran kredit yang

terlalu menekankan pada target penyalurannya tetapi kurang memperhatikan

unsur kehati-hatian. Hal tersebut mendorong penyaluran kredit secara kurang

hati-hati sehingga potensial menjadi NPL. Kedua, kompetensi dalam

perumusan prosedur dan kebijakan perkreditan. Peningkatan kompetensi ini

Page 58: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

50

akan sangat membantu dalam meminimalisasi masalah integritas dan

pengelolaan bank oleh pihak internal BPR. Ketiga, pemahaman mengenai

pengawasan dan pendokumentasian transaksi juga perlu mendapat perhatian,

terutama dalam hal pendokumentasian transaksi pemberian kredit,

penagihan kredit, dan biaya representasi.

Page 59: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

51

Pergantian Direksi

• Analisis kuantitatif menunjukkan, pergantian direksi karena keluar dari BPR

(turnover direksi) mempengaruhi NPL secara signifikan. Semakin sering direksi

keluar dan berganti, semakin tinggi nilai NPL.

• Penelitian tidak berhasil mendapatkan data lebih lanjut mengenai hubungan

antara pergantian direksi dengan NPL. Namun berdasarkan kebiasaan yang

terjadi di perusahaan keuangan, termasuk perbankan, karyawan kunci

perusahaan, termasuk direksi, mampu mempengaruhi nasabah untuk

mengikutinya. Dengan demikian, kemungkinan besar direksi yang keluar dan

berpindah ke bank lain cenderung mempengaruhi nasabah untuk ikut beralih

ke perusahaan direksi yang baru. Nasabah yang diajak berpindah hanya

nasabah yang baik sedangkan nasabah yang tidak baik dibiarkan berada di

BPR yang bersangkutan. Akibatnya, kualitas BPR secara rata-rata menurun

dan NPL cenderung meningkat.

• Dalam in-depth interview diketahui pula bahwa pergantian direksi dilakukan

oleh pemilik BPR karena kinerja BPR yang buruk antara lain ditandai dengan

rasio NPL yang tinggi. Direksi baru diharapkan dapat memperbaiki kinerja

BPR tersebut.

Kompetensi Pegawai BPR

• Masalah kompetensi pegawai BPR dapat dikategorikan ke dalam tiga

kelompok: masalah prosedur, penerapan 5C, pengawasan dan penanganan

kredit bermasalah, dan administrasi.

• Pertama, terdapat indikasi kurangnya pemahaman prosedur pemberian kredit

sehingga menjadi sumber potensi penyimpangan dan kesalahan penyaluran

kredit. Beberapa BPR memiliki sistem dan prosedur pemberian kredit namun

pegawai tidak dapat menjalankan prosedur tersebut dengan baik. Salah satu

sumber tingginya NPL adalah bila keputusan kredit melibatkan, bahkan

menyerahkan kepada kantorpos, koperasi, dan kantor pelayanan. Ditemukan

Page 60: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

52

kasus, bahwa keputusan kredit dapat dibuat oleh kantor pos yang

bekerjasama dengan BPR sebagai tempat penagihan angsuran kredit

pensiunan. Yang dilakukan oleh kantor pos tentunya tidak mengikuti prosedur

pemberian kredit berdasarkan prinsip kehati-hatian. Ada juga BPR yang

bekerjasama dengan koperasi untuk menyalurkan kredit. Masalah yang

dihadapi adalah, ditemukan bahwa nasabah yang baik diberi kredit oleh

koperasi yang bersangkutan sedangkan nasabah yang kurang baik diserahkan

ke BPR untuk mendapatkan kredit. Hal ini sangat potensial menimbulkan NPL.

• Kedua, kurangnya pemahaman dalam melakukan analisis kredit, yaitu dalam

hal menerapkan prinsip 5C dalam melakukan analisis. Kekurangan

pemahaman ini menyebabkan pegawai menekankan pada ketersediaan dan

nilai agunan. Namun demikian, penilaian dan penetapan agunan pun tidak

selalu akurat untuk mengatasi recovery rate bila terjadi gagal bayar,

khususnya bila agunan berupa sepeda motor. Untuk beberapa kasus, nilai

kredit yang masih tertunggak lebih besar dari nilai pasar sepeda motor setelah

kredit berjalan sehingga recovery rate jauh di bawah 100%.

• Ketiga, kurangnya kompetensi dalam mengawasi dan menangani kredit

bermasalah. Pegawai kurang dalam pengawasan penggunaan kredit oleh

nasabah dan dalam melakukan kunjungan sehingga temuan kredit

bermasalah dan gagal bayar terlambat. Selain itu, terdapat indikasi bahwa

pegawai juga kurang memiliki kemampuan untuk membuat rencana tindakan

untuk mengatasi kredit bermasalah tersebut.

• Keempat, terdapat kelemahan administrasi dalam perkreditan, baik sebelum

kredit disalurkan, pada saat kredit disalurkan, pengawasan kredit,

pengawasan kondisi debitur, maupun administrasi penyetoran cicilan.

• Untuk beberapa BPR, masalah kompetensi pegawai diperparah oleh

kurangnya jumlah pegawai. Di satu sisi, kekurangan pegawai menyebabkan

tidak optimalnya penanganan nasabah dalam hal analisis kredit, penanganan

kredit, dan penagihan.

Page 61: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

53

Pembayaran dengan pemotongan gaji/tabungan

• Pembayaran atau penyicilan kredit dengan cara pemotongan gaji/tabungan

diharapkan meningkatkan kelancaran pembayaran dan menurunkan NPL. Hal

ini karena dapat mengurangi ketidaknyaman nasabah untuk menyetor dan

meringankan beban pegawai BPR. Secara umum, seperti dibuktikan melalui

analisis kuantitatif, terdapat kecenderungan bahwa pembayaran dengan

sistem ini mampu menekan NPL secara signifikan.

• Namun demikian, terdapat kasus yang perlu mendapat perhatian berkaitan

dengan penerapan metoda ini, khususnya berkaitan dengan pemotongan gaji

melalui kantor pos. Pemotongan hanya dilakukan bila nasabah mengambil

gaji dan kemudian kantor pos melakukan pemotongan. Masalah yang muncul

adalah, terjadi beberapa kasus bahwa nasabah tidak mengambil gaji ke

kantor pos untuk periode yang cukup lama, ada yang sampai enam bulan. Hal

ini menyebabkan kantor pos tidak dapat memotong gaji dan menyetor ke BPR

sehingga menimbulkan kemacetan kredit.

Pembayaran kredit dengan jemputan (jemput bola) justru berdampak negatif

• Demikian pula dengan sistem jemput bola, di mana pegawai BPR mendatangi

nasabah untuk menagih. Hal ini diharapkan dapat menekan NPL karena dapat

mengurangi ketidaknyamanan nasabah untuk membayar tagihan kredit. Dari

sisi nasabah, cara ini cukup efektif. Namun tidak demikian halnya dari sisi

BPR. Analisis kuantitatif menunjukkan, cara menjemput bola justru

meningkatkan NPL secara signifikan. Hal ini berarti terdapat masalah di

dalam BPR, dan masalah ini terjadi secara umum di seluruh wilayah.

• Ternyata ditemukan penyimpangan yang signifikan. Pertama, Account Officer

(AO) tidak secara disiplin dan rutin untuk mengunjungi nasabah sehingga tidak

dilakukan penagihan. Dalam kondisi ini, nasabah tidak merasa perlu berupaya

menyetor langsung ke BPR. Kunjungan yang tidak rutin ini bisa karena jadwal

AO yang padat atau penjadwalan yang tidak baik. Kedua, dicurigai bahwa AO

yang bertugas terlalu lama untuk berhubungan dengan nasabah tertentu dan

Page 62: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

54

menggunakan sistem jemput bola dapat memunculkan terjadinya fraud.

Ketiga, terkait dengan masalah integritas di atas, AO dengan sengaja tidak

menyetorkan atau menunda penyetoran hasil tagihan.

• NPL sebagai akibat penerapan sistem jemput bola dapat ditekan bila sistem

administrasi dan pengawasan cukup baik. Administrasi dan pencatatan

kunjungan AO perlu dilakukan dengan baik dan diketahui oleh atasan

sehingga atasan dapat melakukan pengawasan. Demikian juga administrasi

terhadap hasil kunjungan, termasuk pembayaran kredit atau cicilan oleh

nasabah, sangat penting untuk memastikan bahwa setoran nasabah masuk

ke bank.

Strategi pemasaran BPR perlu mendapat pembenahan

• Strategi pemasaran terkait dengan beberapa aspek, terutama aspek bauran

pasar, target pasar, dan penetapan harga (suku bunga), dan sistem insentif

bagi AO.

• Dalam hal bauran pasar, ditemukan bahwa sebagian besar NPL tertanam

pada sektor perdagangan dan konsumsi. Kenyataannya, kredit BPR terpusat di

kedua sektor ini karena sebagian besar BPR melayani usaha mikro dan kecil

di daerah perkotaan, dan kedua sektor tersebut yang paling menjanjikan.

Namun demikian, kurangnya diversifikasi sektor dalam penyaluran kredit

meningkatkan risiko portofolio kredit.

• Dalam hal target pasar, terdapat kecenderungan bahwa kredit yang diberikan

kepada kelompok cenderung lebih baik dengan NPL lebih rendah. Hal ini

terutama bila pembayaran juga dilakukan dalam pool. Misalnya, penyaluran

kredit secara kelompok kepada karyawan suatu institusi. Dalam hal ini, yang

perlu mendapat perhatian adalah prosedur, administrasi, dan pengawasan

dalam penagihan kredit. Ditemukan kasus bahwa bagian pemotong gaji

menyalahgunakan hasil pemotongan gaji untuk kepentingan sendiri dan tidak

langsung disetorkan ke BPR. Hal ini menimbulkan NPL.

Page 63: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

55

• Dalam hal penetapan suku bunga, analisis kuantitatif menujukkan bahwa

semakin tinggi suku bunga menyebabkan NPL semakin tinggi, dan

dampaknya signifikan. Sekalipun suku bunga pinjaman BPR rata-rata lebih

tinggi dari suku bunga pinjaman bank umum, BPR tetap perlu memperhatikan

kemampuan membayar dari nasabah untuk memastikan kelancaran

pembayaran pinjaman.

• Dalam hal insentif bagi AO, analisis kuantitatif menunjukkan bahwa sistem

insentif yang diberikan kepada AO cukup efektif dan secara signifikan

mendorong penyaluran kredit dengan baik sehingga NPL rendah. Namun

demikian, seperti disampaikan di atas, kompetensi pengurus BPR perlu

mendapat perhatian untuk memastikan bahwa desain dan impementasi

sistem insentif cukup baik untuk menghindari kecenderungan AO yang

berusaha menyalurkan kredit sebanyak mungkin untuk mengejar insentif

tetapi mengabaikan kualitas nasabah. Seperti ditemukan di beberapa kasus,

AO berusaha mengejar target penyaluran target tetapi mengorbankan kualitas

kredit.

• Selain hal-hal tersebut di atas, ditemukan juga bahwa beberapa BPR

meringankan persyaratan kredit supaya dapat memperoleh nasabah karena

situasi persaingan yang sudah ketat di suatu wilayah. Tindakan ini tentu saja

sangat potensial menyebabkan terjadinya NPL.

Perlunya peningkatan penggunaan analisis pemberian kredit dengan lebih baik

dan konsisten

• Terdapat temuan yang cukup kuat bahwa penggunaan analisis kredit dengan

berdasarkan 5C masih perlu mendapat pembenahan untuk menekan NPL.

• Penerapan analisis kelayakan kredit berdasarkan 5C memerlukan dua

prayarat yang perlu dipenuhi, dan dalam kenyataan kedua hal tersebut tidak

dipenuhi oleh sebagian BPR. Prasyarat pertama adalah kompetensi petugas

atau analis kredit untuk menerapkan analisis. Seperti disampaikan di bagian

depan, sebagian BPR menghadapi masalah kurangnya kompetensi analis

Page 64: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

56

kredit, selain masalah jumlah tenaga yang kurang. Prasyarat kedua adalah

tersedianya data atau dokumen yang akurat dan terkini (up to date) untuk

kepentingan analisis kredit, baik untuk kredit bagi nasabah baru maupun

perpanjang kredit. Selain kedua prasyarat tersebut masih menjadi masalah,

temuan di sebagian BPR menunjukkan kurangnya pemeriksaan ulang oleh

direksi terhadap keakuratan dan kekinian data dan terhadap hasil analisis dari

bawahannya.

• Berkaitan dengan karakter debitur, temuan di seluruh wilayah sampel

menunjukkan bahwa karakter atau itikad debitur merupakan masalah

penting, yang menyangkut beberapa hal. Menurut hasil analisis kuantitatif,

itikad debitur secara signifikan mempengaruhi NPL. Semakin baik karakter

debitur, semakin rendah NPL, demikian juga sebaliknya. Menurut temuan

dalam FGD, BPR mengalami kesulitan untuk mendapatkan debitur yang

memiliki karakter yang baik di suatu daerah. Kemungkinan besar yang terjadi

adalah ketidakmampuan BPR untuk mengidentifikasi karakter calon debitur

sehingga kredit hanya disalurkan kepada yang beritikad baik.

• Karakter yang tidak baik diketahui setelah terjadi kredit bermasalah dalam

berbagai bentuk, misalnya: debitur sulit atau tidak dapat ditemui, pindah

domisili atau tugas tetapi tidak memberitahu ke bank, berada dalam tahanan

polisi, gaji debitur tidak dapat dipotong untuk membayar pinjaman karena

dalam kondisi minus, tidak menunjukkan kemauan untuk memenuhi

kewajiban kepada bank, penggunaan dana pinjaman untuk keperluan yang

tidak sesuai dengan peruntukan kredit, pinjaman diserahkan dan digunakan

oleh pihak lain tanpa sepengetahuan bank, dan munculnya kredit fiktif

sehingga berakibat pada kredit bermasalah.

• Kredit yang merupakan pengulangan, atau dari nasabah yang sama,

cenderung lebih aman. Berdasarkan analisis kuantitatif, diperoleh kesimpulan

bahwa kredit yang berulang cenderung berakibat pada NPL yang rendah, dan

hubungan antara pengulangan kredit dengan rendahnya NPL ternyata

signifikan. Hal ini karena BPR sudah mengenal debitur sehingga keputusan

pemberian kredit menjadi lebih baik dan data tentang debitur berdasarkan

Page 65: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

57

track record selama menjadi nasabah cukup baik dijadikan pedoman penilain

karakter nasabah yang bersangkutan. Berdasarkan kesimpulan ini, perbaikan

metoda penilaian karakter bagi nasabah baru perlu mendapat prioritas untuk

mengurangi potensi terjadinya NPL.

• Untuk kredit kelompok, terdapat dua temuan yang berakibat pada NPL.

Pertama, terjadi penyalahgunaan angsuran kredit oleh ketua kelompok.

Sekalipun menurut anggota kelompok seharusnya kredit tidak bermasalah,

menurut bank kredit tersebut menjadi bermasalah karena tidak ada setoran

yang masuk ke bank. Demikian juga bila terjadi penyimpangan oleh petugas

pemotong gaji untuk pembayaran cicilan pinjaman yang tidak langsung

menyetorkan cicilan tersebut ke bank.

• BPR juga relatif lemah dalam melakukan analisis kelayakan kredit

berdasarkan kemampuan pemenuhan kewajibannya (capacity to repay oleh

debitur). Beberapa kasus yang berhasil diidentifikasi adalah sebagai berikut.

Pertama, terdapat kesalahan dalam pemberian kredit sepeda motor karena

tidak didukung oleh analisis yang akurat. Setelah kredit diberikan, nilai

pinjaman masih tinggi tetapi nilai pasar motor sudah turun jauh di bawah nilai

pinjaman. Akibatnya, debitur membiarkan pinjaman menjadi macet dan

menyerahkan sepeda motornya untuk disita. Kedua, petugas BPR melakukan

kesalahan dalam memprediksi kemampuan membayar dari nasabah

berdasarkan gaji, karena gaji tersebut sudah digunakan untuk keperluan lain.

Bahkan ditemukan juga ternyata debitur tidak dapat membayar karena

penghasilan debitur dalam kondisi minus. Ketiga, beberapa petugas BPR tidak

mampu menghitung kebutuhan modal kerja sehingga terjadi kesalahan dalam

menetapkan besarnya kredit yang disetujui. Keempat, petugas tidak

memasukkan faktor risiko dalam menghitung kelayakan kredit.

• Kekurangan lainnya adalah dalam memprediksi kondisi debitur, baik yang

berkaitan dengan kondisi debitur itu sendiri maupun kondisi usaha. Oleh

karena itu, BPR kemudian bergantung pada agunan. Tetapi ternyata agunan

tidak menjamin rendahnya NPL, seperti diuraikan di bawah ini.

Page 66: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

58

Pengikatan agunan yang tidak hati-hati

• Seperti telah diidentifikasi oleh bank Indonesia, dan didukung oleh hasil

analisis, pengikatan agunan tidak otomatis bisa menekan NPL. Hasil analisis

kuantitatif menunjukkan fenomena bahwa jenis agunan dan nilai agunan

berpengaruh pada tingginya NPL.

• Dalam hal nilai agunan, analisis kuantitatif menunjukkan bahwa semakin

tinggi nilai agunan maka tingkat NPL semakin rendah secara signifikan. Hasil

ini seperti yang diperkirakan. Di sisi lain, agunan tanah dan bangunan

cenderung berdampak pada tingginya NPL dibandingkan dengan agunan jenis

lain.

• Temuan dari analisis kuantitatif dan FGD menunjukkan, masalah agunan

terletak pada kemudahan likuidasi dan recovery rate. Temuan di hampir

semua wilayah menunjukkan, pengikatan agunan berupa tanah dan bangunan

menghadapi masalah legal. Selain itu, ditemukan juga bahwa survey tanah

dan bangunan oleh petugas BPR kurang memadai.

• Pengikatan agunan seringkali tidak memadai dari sisi hukum sehingga BPR

mengalami kesulitan pada saat melakukan eksekusi pada saat terjadi kredit

bermasalah. Salah satu kesulitan pengikatan yang memadai adalah karena

tidak tersedianya lembaga fiducia di kota kecil atau daerah. Lembaga fiducia

hanya terdapat di kota-kota besar. Dengan demikian BPR yang berada di kota

kecil atau daerah harus menanggung biaya yang besar bila harus melakukan

pengikatan di lembaga fiducia.

• Hal-hal tersebut di atas menyebabkan kesulitan bagi BPR untuk menjual tanah

dan bangunan sitaan, sekalipun agunan tersebut memiliki sertifikat yang

lengkap. Sebagai akibatnya, recovery rate menjadi rendah dan tidak cukup

untuk menutup NPL.

Page 67: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

59

Faktor Persaingan

• Persaingan pendanaan bagi sektor UMKM juga semakin besar dengan

munculnya lembaga-lembaga pendanaan yang menawarkan dana, dan saat

ini di beberapa daerah sudah terasa kelebihan dana. Persaingan yang

dihadapi oleh BPR di suatu wilayah tidak saja terhadap sesama BPR tetapi

juga dengan pihak lain, di antaranya koperasi. Di Nusa tenggara Barat,

misalnya, persaingan BPr dengan koperasi sangat ketat.

• Salah satu akibatnya, BPR harus menggali pasar baru atau sektor yang belum

banyak digarap. Selama ini, sebagian besar dana BPR disalurkan ke sektor

perdagangan. BPR yang menyalurkan sebagian besar dananya ke sektor

pertanian sangat sedikit, sekalipun sektor ini cukup besar dan diharapkan oleh

BI untuk mendapat pendanaan dari BPR.

Perkembangan Perekonomian

• Salah satu sumber NPL yang dirasakan cukup besar adalah memburuknya

kondisi perekonomian, yang ditandai dengan tingginya laju inflasi. Laju inflasi

yang tinggi sehingga meningkatkan biaya hidup rumah tangga dan

menurunkan daya beli masyarakat sedangkan debitur tidak dapat dengan

cepat merespon kondisi tersebut menyebabkan terjadinya penurunan

penjualan, penurunan order, bahkan pembatalan order, yang kemudian

berakibat pada kemunduran bahkan kegagalan usaha debitur. Secara khusus,

kenaikan harga BBM, tarif listrik, dan transportasi menyebabkan tingginya

biaya produksi. Hal ini berdampak pada kemampuan debitur BPR untuk

mengembalikan kewajiban pinjaman, dan menurunnya permintaan

pendanaan.

• Dampak penurunan kondisi ekonomi pada NPL diperparah oleh dua kondisi.

Pertama, kondisi BPR yang kurang melakukan diversifikasi sektoral cenderung

terkena dampak yang semakin besar. Kedua, ketersediaan dan pengikatan

agunan yang kurang kuat secara hukum, dan kemudahan dala eksekusi ikut

mempengaruhi tingginya NPL pada saat ekonomi terlanjur terpuruk.

Kondisi Spesifik Nasabah

Page 68: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

60

• Kondisi spesifik yang dimaksud di sini dapat dikelompokkan ke dalam empat

jenis. Pertama, terjadinya double financing, yang kemungkinan besar tidak

disengaja oleh BPR karena ketidaktahuan.

• Kedua, hal-hal yang terjadi pada nasabah yang berkaitan dengan kehidupan

pribadi di luar bisnis mereka tetapi mempengaruhi kelangsungan dan kinerja

bisnis. Kondisi spesifik tersebut antara lain debitur menikah lagi, uang

terpakai untuk biaya sekolah atau kuliah anak, modal usaha terpakai untuk

menikahkan anak, uang digunakan untuk ke dokter karena sakit, kecelakaan,

bahkan meninggal dunia.

• Ketiga, nasabah kehilangan pekerjaan sehingga tidak dapat memenuhi

kewajiban pinjaman, khususnya untuk kredit konsumsi.

• Keempat, nasabah yang mencampuradukkan keuangan usaha dengan

keuangan keluarga cenderung memiliki NPL yang tinggi secara signifikan.

Faktor alam

• Selain itu, faktor alam juga mempengaruhi NPL. Beberapa kasus

menunjukkan, kemarau berkepanjangan menyebabkan gagal panen dan

berakibat kredit macet di sektor pertanian. Demikian juga dengan bencana

alam, seperti banjir dan gempa bumi, berdampak pada kinerja debitur.

• Berbeda dengan bank umum yang memiliki wilayah operasi lebih luas, BPR

sangat rentan terhadap kejadian-kejadian alam seperti di atas, yang umumnya

terjadi di wilayah terbatas. Sebagai contoh, BPR di Yogyakarta mengalami

masalah serius dengan adanya bencana alam di wilayah DIY. Tidak demikian

dengan BRI. Sekalipun BRI yang beroperasi di wilayah DIY mengalami

musibah yang parah, misibah tersebut dinilai kecil oleh BRI secara korporat.

Kerjasama pemberian kredit dengan pihak luar

• BPR melakukan kerjasama dengan beberapa pihak, antara lain koperasi,

institusi, dan kantor pos. Kerjasama dengan koperasi bertujuan untuk

menyalurkan kredit kepada anggota koperasi sedangkan kerjasama dengan

institusi dalam rangka penyaluran kredit kepada karyawan dari institusi yang

bersangkutan. Kerjasama dengan kantor pos bertujuan untuk menyalurkan

kredit kepada pensiunan.

Page 69: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

61

• Kredit melalui kerjasama tersebut menimbulkan NPL biasanya terkait dengan

dua hal pokok: kewenangan pihak luar yang terlalu besar dan penyalahgunaan

uang oleh pihak luar.

• Pertama, pemberian wewenang kepada pihak luar terlalu besar. Dalam

beberapa kasus, lembaga-lembaga tersebut diberi wewenang untuk

memutuskan kredit, yang seharusnya diputuskan oleh BPR setelah melalui

analisis kredit. Lembaga-lembaga tersebut tidak melakukan analisis dengan

baik sehingga kualitas kredit rendah sejak awal.

• Dalam hal koperasi, BPR cenderung menerima nasabah yang berkualitas

rendah. Nasabah-nasabah yang baik dan berkualitas tinggi diambil dan diberi

kredit oleh koperasi yang bersangkutan sedangkan nasabah yang dianggap

kurang baik diserahkan ke BPR untuk diberi kredit.

• Dalam hal kantor pos, beberapa BPR memberi kewenangan untuk

memutuskan pemberian kredit sehingga keputusan tidak melalui mekanisme

analisis yang baik.

• Kedua, dana kredit yang diserahkan kepada lembaga tersebut oleh BPR dan

cicilan yang diserahkan oleh nasabah digunakan sendiri oleh oknum dari

lembaga terssebut.

Sistem dan mekanisme pengawasan dan program recovery

• Pengawasan dan tindakan terhadap penyimpangan kredit relatif lemah di

hampir semua wilayah sampel. Beberapa masalah yang terkait dengan sistem

dan mekanisme ini adalah sebagai berikut. Pertama, BPR kurang melakukan

pengawasan terhadap penggunaan kredit oleh nasabah dan penyimpangan

biasanya diketahui setelah kredit berstatus kredit non lancar atau NPL. Kedua,

BPR kurang melakukan kunjungan ke nasabah setelah kredit diberikan.

Ketiga, BPR gagal menagih. Keempat, kurangnya tindakan recovery yang baik

bila ditemukan penyimpangan atau NPL.

• Hal tersebut dapat terjadi diduga karena faktor berikut. Pertama, sistem dan

prosedur pengawasan tidak dibakukan sehingga setiap petugas menjalankan

pengawasan berdasarkan kebiasaan atau kewajaran. Kedua, kompetensi

petugas yang kurang memadai dalam hal pengawasan dan penyusunan

recovery plan. Ketiga, sistem insentif hanya ditekankan pada penyaluran

Page 70: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

62

kredit tetapi tidak dikaitkan pada kesehatan kredit, tingkat NPL atau tingkat

pengembalian dari kredit.

Page 71: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

63

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Kesimpulan

Untuk meneliti faktor-faktor penyebab NPL di BPR, penelitian ini berhasil

mengidentifikasi tigabelas dari 62 variabel independen yang diuji secara

kuantitatif. Dengan dilakukan konfirmasi dan dilengkapi melalui metoda kualitatif

dengan cara focus group discussion, dapat disimpulkan duabelas faktor penyebab

munculnya NPL.

Faktor-faktor penyebab munculnya NPL adalah sebagai berikut:

• Masalah integritas pemilik, pengurus dan pegawai BPR berupa intervensi yang

bersumber pada tiga hal: ketidakjelasan prosedur, ketidakdisiplinan

pencatatan, dan kurangnya perhatian dan pengawasan pemilik. Lemahnya

integritas tersebut memunculkan beberapa persoalan, terutama munculnya

kredit fiktif, kredit kepada pihak terkait tanpa melalui prosedur yang sesuai,

kredit topengan, dan adanya transaksi yang tidak dicatat.

• Masalah kompetensi pengurus, baik terhadap ketentuan Bank Indonesia

maupun dalam menjalankan proses bisnis BPR. Yang perlu mendapat

perhatian adalah: kemampuan pemenuhan ketentuan Bank Indonesia,

kemampuan merumuskan strategi dan operasionalisasi BPR, kompetensi

perumusan prosedur dan kebijakan perkreditan, dan pemahaman tentang

pengawasan dan pendokumentasian transaksi.

• Masalah kompetensi pegawai BPR dalam menerapkan prosedur, penerapan

5C, pengawasan dan penanganan kredit bermasalah, dan administrasi. Hal-

hal yang perlu mendapat perhatian adalah: kesalahan dalam menerapkan

prosedur perkreditan, kesalahan dalam melibatkan pihak luar dalam

keputusan kredit, terlalu menekankan pada penggunaan agunan untuk

menutupi kelemahan analisis kelayakan kredit, kurangnya kompetensi

menangani kredit bermasalah, dan kelemahan dalam administrasi kredit.

Page 72: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

64

• Pembayaran dengan pemotongan gaji/tabungan, sekalipun efektif tetapi

menimbulkan potensi penyimpangan. NPL muncul terutama disebabkan oleh

ketidakteraturan nasabah untuk mengambil gaji sehingga setoran cicilan

kredit tidak dapat diterima oleh BPR.

• Pembayaran kredit dengan jemput bola yang dapat berdampak negatif. NPL

dapat terjadi karena ketidakdisiplinan dan ketidakrutinan AO untuk menagih,

kemungkinan terjadi fraud oleh AO, dan terdapat kemungkinan AO tidak

menyetorkan hasil penagihan ke BPR.

• Strategi pemasaran BPR yang masih lemah dan perlu mendapat perhatian.

NPL dapat muncul karena kurangnya diversifikasi portofolio kredit nasabah,

kredit diberikan kepada individu yang cenderung memunculkan NPL lebih

tinggi dibandingkan dengan pemberian kredit kepada kelompok, tingginya

suku bunga, dan ketidaktepatan menerapkan sistem insentif yang terlalu

menekankan pada target penyaluran kredit.

• Perlunya peningkatan penggunaan analisis pemberian kredit dengan lebih

baik dan konsisten. NPL tinggi karena kurang disiplinnya penerapan 5C dalam

analisis kredit terutama karena masalah kompetensi pegawai BPR kurang

tersedianya data/ dokumen nasabah, dan kurangnya pemeriksaan ulang oleh

direksi.

• Pengikatan agunan yang tidak hati-hati. Kelemahan analisis kredit

menyebabkan BPR tergantung pada agunan. Namun pengikatan dan kualitas

agunan ternyata menjadi masalah.

• Tingginya persaingan antara sesama BPR dan antara BPR dengan lembaga

keuangan lainnya, terutama koperasi, mendorong BPR untuk melakukan

ekspansi ke sektor atau pasar yang belum terlalu dikenal.

• Menurunnya kondisi perekonomian, yang ditunjukkan oleh tingginya laju

inflasi atau kenaikan harga komoditas pokok, menyebabkan aktivitas

Page 73: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

65

perekonomian menurun dan kemampuan nasabah untuk memenuhi

kewajibannya menurun.

• Faktor-faktor khusus nasabah yang berpengaruh terhadap NPL antara lain:

perilaku nasabah sehingga menimbulkan double financing, kehidupan

keluarga nasabah yang dapat menyebabkan penyimpangan penggunaan

keuangan, kehilangan pekerjaan, dan pencampuradukan keuangan bisnis dan

rumah tangga.

• Faktor alam seperti bencana, sekalipun terjadi di satu daerah saja, bisa

berdampak secara signifikan terhadap NPL BPR karena wilayah operasional

BPR yang dibatasi pada wilayah kabupaten/kota. Secara khusus, bencana

alam juga sering mengakibatkan gagal panen sehingga NPL dapat tinggi bagi

BPR yang menyalurkan pinjaman ke sektor pertanian.

• Kerjasama pemberian kredit dengan pihak luar secara potensial

memunculkan NPL karena pemberian kewenangan kepada pihak luar yang

terlalu besar, terutama karena pihak luar berwenang memutuskan kredit, dan

penyalahgunaan setoran cicilan oleh pihak luar tersebut.

• Sistem dan mekanisme pengawasan dan program recovery, terutama karena

kurangnya pengawasan penggunaan kredit, kurangnya kunjungan ke

nasabah, kelalaian menagih, dan masalah kompetensi BPR untuk mendesain

program recovery.

Rekomendasi

Terkait dengan temuan-temuan di atas, beberapa tindakan yang dapat diambil

Bank Indonesia untuk menekan NPL BPR adalah sebagai berikut.

• Program sertifikasi dan pendidikan reguler. Program sertifikasi bagi pengurus

BPR tetap diperlukan. Demikian juga program sertifikasi bagi karyawan BPR,

khususnya petugas analisis dan pengelola kredit, perlu dipertimbangkan.

Selain itu, pendidikan rutin untuk pemilik, pengurus, dan karyawan secara

reguler perlu dipertimbangkan. Bagi pemilik dan pengurus, program

Page 74: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

66

pendidikan reguler bertujuan untuk media informasi dan komunikasi terhadap

perkembangan baru, termasuk ketentuan BI, supaya selalu diikuti dan

dipahami oleh pemilik dan pengurus. Bagi direksi BPR, pendidikan tersebut

bertujuan untuk memastikan kompetensi dalam hal perumusan strategi BPR

sehingga mampu merumuskan kebijakan yang sejalan dengan upaya

penyaluran kredit sekaligus menjaga kesehatan BPR. Bagi karyawan BPR,

tujuan pendidikan reguler adalah untuk memastikan kompetensi karyawan

dalam melalukan analisis kredit, mengawasi, dan melakukan tindakan

recovery bila terjadi masalah dengan kredit.

Program sertifikasi disarankan mengingat adanya indikasi permasalahan

kompetensi pada pengurus, pengelola, dan karyawan BPR termasuk

permasalahan integritas. Namun, oleh karena didapati pula kalau variabel

sertififkasi tidak signifikan menentukan NPL padahal keberadaannya sangat

dibutuhkan dalam pengembangan kompetensi sumber daya manusia di BPR-

BPR maka diperlukan perubahan pada materi dan metode ujian sertifikasi

termasuk pelatihan-pelatihannya. Dalam rangka memperoleh kurikulum yang

benar-benar sesuai dengan ketutuhan, disarankan untuk:

1. Dilakukan studi lanjutan tentang efektifitas pelaksanaan sertifikasi

pengurus BPR.

2. Dilakukan training need assessment untuk mengetahui kebutuhan

pelatihan yang benar-benar dibutuhkan untuk program-program

pelatihan/pendidikan reguler bagi pengurus maupun karyawan BPR.

Salah satu modul pelatihan yang sudah teridentifikasi dan diperlukan oleh

BPR adalah analisis kredit untuk sektor di luar perdagangan, khususnya kredit

sektor pertanian.

• Pembinaan dan pengawasan kelengkapan sistem dan prosedur. Bank

Indonesia perlu memastikan tersedianya sistem dan prosedur terhadap

analisis kredit, pemantauan kredit, pembayaran angsuran kredit, recovery

action, dan prosedur persetujuan kredit, dan pedoman kerjasama dengan

pihak lain.

Page 75: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

67

• Pedoman agunan. Perlu juga disediakan pedoman penetapan agunan

sehingga pengikatan agunan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Bank

Indonesia dirasa perlu untuk membantu untuk mendorong berdirinya

lembaga fiducia atau sejenisnya supaya BPR di daerah atau kota kecil dapat

mengurus pengikatan agunan dengan biaya yang terjangkau.

• Oleh karena ditemukan kalau pemberian insentif kepada AO atas kredit yang

tertagih dapat memperbaiki NPL, sedangkan terdapat indikasi NPL tinggi oleh

karena pemberian insentif yang keliru (memberikan insentif sesuai dengan

banyaknya kredit yang diberikan) kepada pengurus BPR, maka BI dapat

menyarankan BPR untuk memiliki sistem insentif, baik kepada AO maupun

kepada pengurus atas dasar kredit yang tertagih dan bukan banyaknya kredit

yang diberikan. Pemberian insentif yang benar yang diberikan atas dasar

kredit yang tertagih dapat memperkecil rasio NPL BPR.

• Mengingat kredit yang diberikan BPR adalah kepada nasabah-nasabah kecil

yang pada umumnya adalah sektor informal maka cara penilaian kelayakan

kredit yang digunakan perbankan pada umumnya perlu disesuaikan dengan

kondisi nasabah BPR. Beberapa variabel pada Model Penentuan Kolektibilitas

Kredit yang ditemukan pada penelitian ini dapat diusulkan kepada BPR untuk

digunakan sebagai kriteria dalam mengevaluasi kelayakan kredit. Kriteria

dan pembobotan yang dapat digunakan adalah sebagai berikut:

Kriteria Bobot

1. Jenis agunan yang digunakan adalah tanah/bangunan + 0,8

2. Nilai agunan lebih besar dari nilai kredit - 1,2

3. Merupakan kredit pengulangan - 0,3

4. Memiliki masalah keluarga yang serius + 1,8

5. Ada indikasi/kesan akan mengembalikan kredit - 1,4

6. Menggabungkan administrasi kredit dan pribadi + 0,4

7. Persaingan bisnis debitur cukup ketat + 2,2

Jika kriteria tidak sesuai, berarti bobot yang diberikan adalah 0. Misalnya

pada kriteria pertama, jika jenis agunan yang digunakan bukan

tanah/bangunan maka bobot yang diberikan adalah 0 (nol). Demikian juga

pada kriteria kedua, jika nilai agunan ternyata lebih kecil dari nilai kredit

Page 76: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

68

bobot yang diberikan 0, demikian seterusnya. Setelah itu jumlahkan

bobotnya. Total bobot yang diperoleh menunjukkan angka probabilitas

apakah akan menurunkan atau malah meningkatkan NPL. Jika total bobot

menunjukkan angka yang negatif berarti menurunkan NPL sedangkan jika

positif berarti meningkatkan NPL. Total bobot dengan nilai negatif yang

diharapkan dan semakin kecil total bobotnya semakin baik. Nilai negatif dan

semakin kecil berarti bahwa kemungkinan kolektibilitasnya akan semakin

lancar.

• Diperlukan lembaga pengaman risiko kredit. BPR menghadapi risiko kredit

tidak tertagih. Dengan NPL yang tinggi membutktikan bahwa risiko kredit

tidak tertagih cukup besar. Untuk itu, dirakasan perlu untuk membentuk

badan penjamin risiko kredit, misalnya lembaga pemberi asuransi kredit.

• Penelitian lanjutan diperlukan. Seperti disampaikan di bab Pendahuluan,

penelitian tidak memasukkan beberapa variabel yang kemungkinan

mempengaruhi tingkat NPL dari kredit BPR, antara lain faktor asal daerah,

usia, dan lainnya. Bank Indonesia perlu mempertimbangkan untuk melakukan

penelitian tentang pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap NPL untuk

melengkapi informasi sehingga kebijakan dan ketentuan yang dibuat bisa

lebih komprehensif.

Page 77: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

69

Lampiran 1

Kuesioner

Page 78: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

70

Kuesioner ini Digunakan dalam Penelitian Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR)

PROSES PEMBERIAN KREDIT KETERANGAN :

• Angket ini dibuat semata-mata untuk maksud penelitian/survey dan bukan untuk maksud evaluasi atau penilaian. Informasi yang ingin diketahui menyangkut proses pemberian kredit di suatu BPR. Semua informasi yang diperoleh dari angket ini akan disimpan kerahasiaannya.

• Orang yang diharapkan dapat memberikan informasi tentang proses pemberian kredit adalah Direksi di BPR yang bersangkutan. Peneliti diharapkan menuntun Direksi dalam mengisi angket ini. Cara mengisi angket adalah dengan menuliskan pada tempat yang telah disediakan (pada titik-titik) atau dengan memilih salah satu jawaban yang sesuai dengan cara memberi tanda silang (X) pada kotak didepan jawaban.

• Posisi kredit adalah per 31 Desember 2006.

1. Data umum BPR Saudara:

Nama BPR : ………………………………………………………………………………….. Alamat : ………………………………………………………………………………….. ………………………………………………………………………………….. Kabupaten/Kota : ………………………………………………………………………………….. Propinsi : ………………………………………………………………………………….. No. Telepon : ………………… ………… fax: …………………………..........………….. Bentuk organisasi: [ ] PT [ ] PD [ ] Koperasi

2. Berapa jumlah kredit BPR Saudara? Rp ........................................ dan berapa yang dikategorikan sebagai non Lancar (Kurang Lancar, Diragukan, dan Macet)? Rp..................................................

3. Faktor mana yang paling menentukan di BPR Saudara ketika akan menilai

kelayakan suatu kredit? [ ] Nilai agunan.

[ ] Kesanggupan debitur memperoleh pendapatan.

KUESIONER UNTUK BPR

Page 79: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

71

[ ] Riwayat peminjam. [ ] Keabsahan/legalitas usaha. [ ] Karakter calon debitur. [ ] Hubungan antara pengurus/pemilik dengan debitur.

4. Berapa rata-rata waktu yang BPR Saudara butuhkan untuk menyetujui kredit? ........... hari

5. Bagaimana proses persetujuan kredit yang berlaku di BPR Saudara?

[ ] Persetujuan kredit dilakukan secara berjenjang (sampai tingkat manajer atau Direktur atau Komite Kredit) sesuai dengan besarnya plafond kredit

[ ] Persetujuan kredit dilakukan secara berjenjang (sampai tingkat Direktur atau Komite Kredit) sesuai dengan besarnya plafond kredit

[ ] Semua persetujuan kredit harus dilakukan melalui Komite Kredit 6. Bagaimana cara pembayaran angsuran kredit yang paling dominan di BPR

Saudara? [ ] Angsuran disetor langsung ke BPR [ ] Angsuran diambil/dijemput ke debitur [ ] Angsuran dipotong secara langsung dari gaji/tabungan debitur [ ] Angsuran dibayar secara transfer ke rekening BPR di bank umum

7. Apakah Direktur di BPR Saudara telah memiliki sertifikat kelulusan dari Lembaga

Sertifikasi Profesi (LSP LKM Certif)? [ ] Ya [ ] Tidak 8. Apakah Saudara sebagai anggota Direksi ikut memasarkan kredit?

[ ] Ya [ ] Tidak, yang melaksanakan: ........................................................................

………… 9. Selama tiga tahun terakhir, sudah berapa kali direksi di BPR Saudara keluar atau

pindah kerja? [ ] Belum pernah [ ] Satu kali [ ] Dua kali [ ] Lebih dari dua kali

10. Apa peran Dewan Pengawas atau Dewan Komisaris dalam melakukan

pengawasan kegiatan operasional di BPR Saudara? [ ] Memantau dan memberikan tanggapan terhadap pencapaian target yang

telah ditetapkan dalam Rencana Kerja dan Anggaran BPR [ ] Memantau pemenuhan/kepatuhan BPR pada ketentuan terkait [ ] Telah menjalankan kedua fungsi di atas [ ] Belum melakukan fungsi tersebut di atas

Page 80: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

72

11. Bagaimanakah peran Pemilik dalam pemberian kredit? [ ] Ikut merekomendasikan calon debitur tertentu yang akan dibiayai [ ] Tidak pernah ikut campur dalam pemberian kredit [ ] Merekomendasikan sebagian besar calon debitur yang akan dibiayai

12. Bagaimanakah peran Komisaris dalam pemberian kredit?

[ ] Ikut merekomendasikan calon debitur tertentu yang akan dibiayai [ ] Tidak pernah ikut campur dalam pemberian kredit [ ] Merekomendasikan sebagian besar calon debitur yang akan dibiayai

13. Apakah Pemilik memiliki bisnis selain usaha BPR?

[ ] Tidak memiliki bisnis lain sama sekali [ ] Memiliki bisnis lain di bidang pembiayaan,

sebutkan.................................................. [ ] Memiliki bisnis lain di luar bidang pembiayaan,

sebutkan........................................... 14. Apakah Komisaris memiliki bisnis selain usaha BPR?

[ ] Tidak memiliki bisnis lain sama sekali [ ] Memiliki bisnis lain di bidang pembiayaan,

sebutkan.................................................. [ ] Memiliki bisnis lain di luar bidang pembiayaan,

sebutkan........................................... 15. Siapakah debitur utama Saudara?

[ ] Keluarga/teman/kenalan [ ] Karyawan perusahaan/instansi pemerintah dalam rangka kerjasama

dengan pengurus perusahaan/instansi tersebut [ ] Masyarakat sekitar

16. Apakah Saudara memiliki debitur yang merupakan binaan Konsultan Keuangan

Mitra Bank (KKMB)? [ ] Ya [ ] Tidak

17. Bagaimana kolektibilitas kredit dari debitur yang merupakan binaan KKMB tersebut?

[ ] Seluruhnya lancar [ ] Lebih dari 50% debitur mempunyai kolektibilitas kredit Lancar [ ] Lebih dari 50% debitur mempunyai kolektibilitas kredit Non Lancar

18. Apa persyaratan pendidikan minimal dalam merekrut Account Officer?

[ ] Lulus SMP [ ] Lulus SMA [ ] Lulus Diploma [ ] Lulus Sarjana Strata 1

Page 81: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

73

19. Apakah BPR Saudara melakukan pelatihan khusus kepada Account Officer? [ ] Ya [ ] Tidak, alasan: .............................................................................. ……………………..

20. Berapa besar perbandingan antara Account Officer dengan jumlah nasabah di

BPR Saudara? .............................. 21. Selama 1 (satu) tahun terakhir, berapa banyak Account Officer yang sudah

keluar/dikeluarkan atau pindah kerja? ...................... orang. Berapa jumlah Account Officer di BPR Saudara saat ini? ...................... orang.

22. Berapa rata-rata masa kerja sebagai Account Officer di BPR Saudara? ...............

tahun 23. Bagaimana penyebaran lokasi usaha debitur yang ditangani oleh masing-masing

Account Officer di BPR Saudara? [ ] Mengelompok [ ] Tersebar

24. Apakah Account Officer Saudara melakukan kunjungan rutin dalam rangka memonitor kondisi dan kegiatan usaha nasabah?

[ ] Ya. Frekuensi kunjungan: ............................ per bulan. [ ] Tidak. Alasan: ............................................................................................................

25. Apakah ada pemantauan yang dilakukan untuk memeriksa pekerjaan staf

pemasaran (Account Officer) dalam rangka penagihan? [ ] Ya, berupa: ............................................................................................................ [ ] Tidak, alasan: ........................................................................................................

26. Apakah BPR Saudara menerapkan sistem insentif bagi Account Officer?

[ ] Ya, berupa: ............................................................................................................ [ ] Tidak

27. Apakah BPR Saudara telah memiliki petugas/bagian khusus yang menangani kredit bermasalah?

[ ] Ya [ ] Tidak, alasan: ..........................................................................................................

28. Apakah dalam struktur organisasi BPR Saudara memiliki tim pengendalian intern? [ ] Ya

Page 82: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

74

[ ] Tidak, alasan: ..........................................................................................................

29. Siapa pesaing utama dalam penyaluran kredit (pilih satu)?

[ ] Sesama BPR [ ] Koperasi [ ] Bank umum [ ] Lembaga keuangan non bank [ ] Lainnya, sebutkan: .....................................................................................................

30. Seberapa besar dampak persaingan BPR Saudara dengan lembaga keuangan lain dalam pemberian kredit ?

[ ] Rendah [ ] Sedang [ ] Tinggi [ ] Sangat Tinggi

31. Apakah BPR Saudara mendapatkan kredit dari bank umum dalam rangka Linkage Program?

[ ] Ya, jumlah plafond : Rp .................................. Baki debet : ........................................ [ ] Tidak

Page 83: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

75

Kuesioner ini Digunakan dalam Penelitian Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR)

STATUS KREDIT DEBITUR KETERANGAN :

• Angket ini dibuat semata-mata untuk maksud penelitian/survey dan bukan untuk maksud evaluasi atau penilaian. Semua informasi yang diperoleh akan disimpan kerahasiaannya.

• Tujuan angket ”Status Kredit Debitur” ini adalah untuk memperoleh informasi tentang status kredit debitur di suatu BPR. Orang yang diharapkan dapat memberikan informasi tentang debitur adalah Direksi atau salah satu Account Officer di BPR tersebut.

• Peneliti harus memilih debitur dari setiap BPR yang menjadi sampel dengan jumlah yang proporsional. Debitur yang dipilih diharapkan:

o Sama dengan debitur yang menjadi responden dalam angket nasabah BPR

o Berdomisili disekitar BPR agar lebih mudah dijangkau.

o Terdiri dari debitur dengan kredit kurang dari Rp 5 juta dan sebagiannya lagi adalah debitur dengan kredit yang sama atau lebih besar dari Rp 5 juta. Diharapkan proporsinya sama.

o Merepresentasikan debitur yang kreditnya lancar, kurang lancar, diragukan, dan macet.

• Peneliti memberikan angket ini kepada Direksi atau Account Officer untuk diisi. Cara mengisi angket ini adalah dengan menuliskan pada tempat yang telah disediakan (pada titik-titik) atau dengan memilih salah satu jawaban yang sesuai dengan cara memberi tanda silang (X) pada kotak didepan jawaban.

• Posisi kredit adalah per 31 Desember 2006.

32. Debitur yang akan dinilai:

Nama : …………………………................…………………………………………… Alamat : …………………………………………………………………………………. …………………………………………………………………………………. Kabupaten/Kota : …………………………………………………………………………………. Propinsi : …………………………………………………………………………………. Jenis Usaha : ………………………………………………………………………………….

KUESIONER UNTUK BPR

Page 84: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

76

No. Telp. : ………………………………….

33. Berapa besar plafond kredit yang diberikan kepada debitur ini? [ ] < Rp 1 jt. [ ] Rp 1 jt. s/d < Rp 5 jt. [ ] Rp 5 jt. s/d < Rp 25 jt. [ ] Rp 25 jt. s/d < Rp 50 jt. [ ] Rp 50 jt. s/d < Rp 500 jt. [ ] > Rp 500 jt.

34. Berapa besar baki debet kredit tersebut? Rp ........................................ 35. Berapa besar suku bunga yang dikenakan pada kredit tersebut? .................. %

(flat per bulan).

36. Berapa persen tambahan biaya yang dikenakan BPR selain bunga? ................ % (dibandingkan dengan plafond).

37. Berapa lama jangka waktu pelunasannya? .................... bulan.

(jangka waktu yang terlama apabila debitur tersebut memperoleh lebih dari satu fasilitas kredit)

38. Apakah kredit yang diberikan ini dalam bentuk berkelompok? [ ] Ya [ ] Tidak 39. Saat ini (pada posisi 31 Desember 2006), bagaimana kolektibilitas kredit debitur?

[ ] Lancar [ ] Kurang Lancar [ ] Diragukan [ ] Macet

40. Apa tujuan dari pengajuan kredit tersebut?

[ ] Dipakai untuk keperluan pribadi (konsumsi). [ ] Digunakan untuk membiayai operasional usaha (modal kerja). [ ] Digunakan untuk membeli peralatan/mendirikan usaha baru (investasi). [ ] Digunakan untuk beberapa tujuan (kombinasi) [ ] Lainnya, sebutkan:

....................................................................................................

41. Masuk pada sektor ekonomi apa penggunaan dari kredit tersebut? [ ] Pertanian [ ] Perindustrian [ ] Perdagangan [ ] Jasa-jasa [ ] Lainnya (untuk keperluan konsumtif atau lainnya), sebutkan: ..................................

Page 85: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

77

42. Apakah kredit tersebut memiliki agunan?

[ ] Ya, agunan kendaraan. [ ] Ya, agunan tanah. [ ] Ya, agunan tanah dan bangunan. [ ] Ya, agunan lainnya, sebutkan: ................................................................................... [ ] Tidak

43. Bagaimana nilai agunan jika dibandingkan dengan plafond kredit?

[ ] Nilai agunan lebih kecil dari nilai kredit. [ ] Nilai agunan sama dengan nilai kredit. [ ] Nilai agunan lebih besar dari nilai kredit. [ ] Tidak ada agunan sehingga tidak dapat dibandingkan.

44. Sudah berapa kali debitur yang bersangkutan mendapat fasilitas kredit di BPR

Saudara? [ ] Baru pertama kali. [ ] Sudah kedua kalinya. [ ] Sudah yang ketiga kalinya. [ ] Sudah lebih dari tiga kali.

45. Apakah terdapat program asuransi dalam pemberian kredit terhadap debitur tersebut?

[ ] Ya. Sebutkan .................. (asuransi jiwa/asuransi kredit) [ ] Tidak Khusus untuk debitur dengan kolektibilitas Lancar 46. Bagaimana keadaan debitur pada akhir tahun 2006 (bln Desember)?

[ ] Memiliki masalah kesehatan yang serius. [ ] Memiliki masalah keluarga yang serius. [ ] Kehilangan pekerjaan (PHK/perusahaan bangkrut/dll) [ ] Tidak punya itikad untuk mengembalikan kredit. [ ] Baik-baik saja

47. Bagaimana kondisi usaha yang sedang dijalankan debitur pada akhir tahun 2006

(bln Desember)? [ ] Tidak mengalami masalah [ ] Mengalami musibah (bencana alam, kecelakaan, penipuan). [ ] Mengalami persaingan usaha yang sangat ketat. [ ] Kesulitan modal kerja akibat peningkatan harga-harga. [ ] Lainnya, sebutkan:

....................................................................................................

Page 86: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

78

Khusus untuk debitur dengan kolektibilitas non lancar (Kurang Lancar, Diragukan, atau Macet) 48. Bagaimana keadaan debitur pada saat kredit mulai menunggak?

[ ] Memiliki masalah kesehatan yang serius. [ ] Memiliki masalah keluarga yang serius. [ ] Kehilangan pekerjaan (PHK/perusahaan bangkrut/dll) [ ] Tidak punya itikad untuk mengembalikan kredit. [ ] Baik-baik saja

49. Bagaimana kondisi usaha yang sedang dijalankan debitur pada saat kredit mulai menunggak?

[ ] Tidak mengalami masalah [ ] Mengalami musibah (bencana alam, kecelakaan, penipuan). [ ] Mengalami persaingan usaha yang sangat ketat. [ ] Kesulitan modal kerja akibat peningkatan harga-harga. [ ] Lainnya, sebutkan:

....................................................................................................

Page 87: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

79

Kuesioner ini Digunakan dalam Penelitian Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR)

NASABAH BPR KETERANGAN :

• Tujuan angket ini adalah untuk memperoleh informasi tentang kondisi nasabah dari suatu BPR.

• Angket ini dipegang oleh peneliti (research assistant) sebagai bahan dalam mewawancarai nasabah/debitur. Angket ini diisi oleh peneliti.

• Sebelum memulai wawancara, sangat penting untuk mengingatkan responden (dalam hal ini debitur) bahwa angket ini dibuat untuk maksud penelitian/survey dan bukan untuk bahan evaluasi. Semua informasi yang diperoleh akan disimpan kerahasiaannya.

• Cara mengisi angket ini adalah dengan menuliskan pada tempat yang telah disediakan (pada titik-titik) atau dengan memilih salah satu jawaban yang sesuai dengan cara memberi tanda silang (X) pada kotak didepan jawaban.

• Posisi kredit adalah per 31 Desember 2006.

• Debitur yang yang menjadi responden dalam angket ini sama dengan debitur yang dipilih untuk angket status kredit debitur.

50. Tuliskan nama dan alamat Saudara:

Nama : …………………………………………...................………………… Jenis Kelamin : [ ] Pria [ ] Wanita Usia : ……….. tahun. Status : [ ] Kawin [ ] Belum kawin [ ] Cerai Jumlah Tanggungan : ................ orang Jenis Pekerjaan/Usaha : …………………………………………………………….…………. Lama Usaha/Pekerjaan : ............... tahun No. Telp : ....................................................................................................

51. Sudah berapa lama Saudara menjadi nasabah kredit di BPR ini? ............... bulan.

KUESIONER UNTUK DEBITUR BPR

Page 88: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

80

52. Berapa besar kredit yang diberikan?

[ ] Sama dengan yang diminta [ ] Lebih kecil dari yang diminta

Darimana kekurangan dana diperoleh untuk mencukupi kebutuhan usaha? .................................................................................................................................

[ ] Lebih besar dari yang diminta Untuk apa kelebihan dana yang didapatkan? .........................................................

53. Apakah Saudara memiliki kredit di bank atau lembaga keuangan lain atau pihak

lainnya? [ ] Ya, sebutkan: ........................................................................................................... [ ] Tidak

54. Apakah kredit yang Saudara terima masuk pada kategori kredit berkelompok? [ ] Ya [ ] Tidak 55. Hubungan apa yang Saudara miliki dengan pengurus/pemilik bank?

[ ] Keluarga/saudara [ ] Pertemanan [ ] Tidak ada

56. Bagaimana status kepemilikan tempat tinggal Saudara?

[ ] Milik sendiri [ ] Sewa [ ] Milik orangtua/saudara/teman

57. Bagaimana status kepemilikan tempat usaha Saudara? [ ] Milik sendiri [ ] Sewa [ ] Milik orangtua/saudara/teman

58. Bagaimana anda menangani keuangan untuk pembayaran angsuran kredit

Saudara? [ ] Dipisahkan dari keuangan keluarga. [ ] Digabung dengan keuangan keluarga.

59. Apakah terdapat program asuransi dalam kredit yang Saudara terima?

[ ] Ya. Sebutkan ......................................................... (asuransi jiwa/asuransi kredit)

[ ] Tidak

Page 89: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

81

Khusus untuk debitur dengan kolektibilitas Lancar 60. Bagaimana keadaan Saudara pada akhir tahun 2006 (bln Desember)?

[ ] Memiliki masalah kesehatan yang serius. [ ] Memiliki masalah keluarga yang serius. [ ] Kehilangan pekerjaan (PHK/perusahaan bangkrut,dll)

[ ] Baik-baik saja 61. Bagaimana kondisi usaha Saudara pada akhir tahun 2006 (bln Desember)?

[ ] Meningkat [ ] Tetap [ ] Menurun

62. Bagaimana kondisi usaha yang sedang Saudara jalankan pada akhir tahun 2006

(bln Desember)? [ ] Tidak mengalami masalah apapun. [ ] Mengalami musibah (bencana alam, kecelakaan, penipuan). [ ] Mengalami persaingan usaha yang sangat ketat. [ ] Kesulitan modal kerja akibat peningkatan harga-harga. [ ] Lainnya, sebutkan: ................................................................................................

Khusus untuk debitur dengan kolektibilitas Non Lancar (Kurang Lancar, Diragukan, Macet) 63. Bagaimana keadaan Saudara pada saat kredit mulai menunggak?

[ ] Memiliki masalah kesehatan yang serius. [ ] Memiliki masalah keluarga yang serius. [ ] Kehilangan pekerjaan (PHK/perusahaan bangkrut,dll)

[ ] Baik-baik saja 64. Bagaimana kondisi usaha Saudara pada saat kredit mulai menunggak?

[ ] Meningkat [ ] Tetap [ ] Menurun

Page 90: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

82

65. Bagaimana kondisi usaha yang sedang Saudara jalankan pada saat kredit mulai

menunggak? [ ] Tidak mengalami masalah apapun. [ ] Mengalami musibah (bencana alam, kecelakaan, penipuan). [ ] Mengalami persaingan usaha yang sangat ketat. [ ] Kesulitan modal kerja akibat peningkatan harga-harga. [ ] Lainnya, sebutkan: ................................................................................................

Page 91: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

83

Lampiran 2

Kondisi Internal BPR

Page 92: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

84

KONDISI INTERNAL BPR

Variabel-variabel yang berhubungan dengan Proses Persetujuan Kredit

1. Jenjang persetujuan kredit

2. Lama kredit memperoleh persetujuan

3. Intervensi pemilik dalam pemberian kredit

4. Intervensi komisaris dalam pemberian kredit

Variabel-variabel yang berhubungan dengan Syarat Pemberikan Kredit

5. Syarat permberian kredit

Variabel-variabel yang berhubungan dengan Proses Penagihan Kredit

6. Cara pembayaran

7. Kunjungan rutin Account Officer

8. Sistem insentif bagi Account Officer

9. Keberadaan petugas khusu penagihan.

Variabel-variabel yang berhubungan dengan Strategi Pemasaran Kredit.

10. Direksi ikut memasarkan

11. Target market tertentu

12. Mendapatkan binaan keuangan

13. Sebaran lokasi dibitur

Variabel-variabel yang berhubungan dengan Peran Direksi dan Komisaris

14. Direksi memiliki bisnis lain

15. Komisaris memiliki bisnis lain

16. Pengawasan komisaris

17. Sertifikasi yang diperoleh oleh direksi

18. Perputaran direksi

Variabel-variabel yang berhubungan dengan Peran Account Officer

19. Tingkat pendidikan formal

Page 93: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

85

20. Pelatihan yang diberikan

21. Rasio antara Account Officer dan nasabah

22. Perputaran Account Officer

23. Masa kerja

Variabel-variabel yang berhubungan dengan Proses Pengendalian

24. Keberadaan internal auditor

25. Pemantauan rutin kepada Account Officer

Variabel-variabel yang berhubungan dengan linkage program

26. Pemanfaatan linkage program

Page 94: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

86

Lampiran 3

Hasil Pengolahan Data

Kondisi Internal BPR dan Rasio NPL

Page 95: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

87

HASIL PENGOLAHAN DATA

KONDISI INTERNAL BPR DAN RASIO NPL

Faktor-faktor yang berhubungan dengan Proses Persetujuan Kredit:

a Dependent Variable:

RASIONPL b Predictors: (Constant), KOMISC, BIROKRB, WAKTU, PEMILIKB, KOMISB,

BIROKRC, PEMILIKC

Faktor yang berhubungan dengan Syarat Pemberikan Kredit

(Pengecualian, khusus faktor Syarat Pemberian Kredit diuji dengan Chi-

Square)

χ2computed = 18,71.

Sedangkan χ2 dari tabel,

χ2table = 25

Oleh karena χ2computed < χ2tabel , Syarat Pemberikan Kredit tidak

berhubungan dengan rasio NPL

Unstandardized

Coefficients Standardized Coefficients t Sig.

B Std. Error Beta 1 (Constant) ,175 ,046 3,835 ,000

BIROKRB -,016 ,028 -,044 -,568 ,571

BIROKRC -,003 ,026 -,008 -,102 ,919

WAKTU ,005 ,005 ,072 1,047 ,296

PEMILIKB -,026 ,039 -,051 -,651 ,515

PEMILIKC ,028 ,080 ,028 ,355 ,723

KOMISB -,014 ,024 -,044 -,598 ,550

KOMISC ,043 ,053 ,059 ,801 ,424

Page 96: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

88

Faktor-faktor yang berhubungan dengan Proses Penagihan Kredit

a Predictors: (Constant), TAGIH, BAYARC, INSENTIF, BAYARD, KUNJUNG, BAYARB b Dependent Variable: NPL

Faktor-faktor yang berhubungan dengan Strategi Pemasaran Kredit.

a Predictors: (Constant), LOKASI, BINAAN, TARGETC, DIREKSI, TARGETB b Dependent Variable: RASIONPL

Model Unstandardized

Coefficients Standardized Coefficients t Sig.

B Std. Error Beta 1 (Constant) ,244 ,041 5,886 ,000 BAYARB ,052 ,026 ,133 1,976 ,049 BAYARC -,083 ,033 -,165 -2,484 ,014 BAYARD -,079 ,052 -,100 -1,510 ,133 KUNJUNG -,038 ,039 -,064 -,979 ,329 INSENTIF -,049 ,021 -,149 -2,270 ,024 TAGIH -,024 ,027 -,060 -,905 ,367

Model Unstandardized

Coefficients Standardized Coefficients t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) ,081 ,089 ,911 ,363

DIREKSI ,017 ,028 ,043 ,620 ,536

TARGETB ,032 ,088 ,072 ,367 ,714

TARGETC ,053 ,084 ,125 ,638 ,524

BINAAN -,063 ,042 -,102 -1,490 ,138

LOKASI ,031 ,030 ,074 1,045 ,297

Page 97: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

89

Faktor-faktor yang berhubungan dengan Peran Direksi dan Komisaris

Model Unstandardized

Coefficients Standardized Coefficients t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) ,208 ,069 3,026 ,003

DIREKSIB -,052 ,043 -,093 -1,208 ,228

DIREKSIC -,016 ,026 -,049 -,604 ,546

KOMISB -,088 ,062 -,101 -1,419 ,158

KOMISC -,008 ,027 -,022 -,286 ,775

ENGAWB ,019 ,081 ,017 ,236 ,813

PENGAWC -,037 ,026 -,108 -1,426 ,155

PENGAWD ,010 ,057 ,013 ,179 ,858

SERTIFIK -,030 ,061 -,035 -,499 ,619

TURNOVER ,046 ,015 ,215 3,027 ,003

a Predictors: (Constant), TURNOVER, PENGAWD, ENGAWB, KOMISB, DIREKSIC, SERTIFIK, KOMISC, PENGAWC, DIREKSIB b Dependent Variable: RASIONPL

Faktor-faktor yang berhubungan dengan Peran Account Officer

Model Unstandardized

Coefficients Standardized Coefficients t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) -,018 ,170 -,108 ,914

LULUSB ,107 ,166 ,323 ,645 ,520

LULUSC ,090 ,165 ,266 ,545 ,587

LULUSD ,085 ,167 ,202 ,508 ,612

PELATIH ,062 ,039 ,107 1,577 ,116

RASIO ,074 ,431 ,012 ,171 ,864

TURNOVER ,076 ,041 ,133 1,861 ,064

MKERJA ,004 ,003 ,076 1,065 ,288

a Predictors: (Constant), MKERJA, PELATIH, LULUSD, RASIO, TURNOVER, LULUSC, LULUSB b Dependent Variable: RASIONPL

Page 98: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

90

Faktor-faktor yang berhubungan dengan Proses Pengendalian

a Predictors: (Constant), PANTAU, INTAUDIT b Dependent Variable: RASIONPL

Faktor yang berhubungan dengan linkage program

Model Unstandardized

Coefficients Standardized Coefficients t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) ,198 ,013 15,082 ,000

LINKAGE -,097 ,022 -,284 -4,401 ,000

a Predictors: (Constant), LINKAGE b Dependent Variable: RASIONPL

Model Unstandardized

Coefficients Standardized Coefficients t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) ,171 ,052 3,305 ,001

INTAUDIT -,021 ,027 -,053 -,773 ,440

PANTAU ,008 ,051 ,010 ,147 ,883

Page 99: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

91

Lampiran 4

Kondisi Eksternal BPR

Page 100: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

92

KONDISI EKSTERNAL BPR

KONDISI DEBITUR

Variabel-variabel yang berhubungan dengan Profil Kredit Debitur

27. Plafon kredit yang diberikan

28. Baki debit yang diperoleh

29. Suku bunga yang diberikan

30. Biaya tambahan selain bunga

31. Jangka waktu pelunasan

Variabel-variabel yang berhubungan dengan Kategori Kredit yang diperoleh

Debitur

32. Apakah berkelompok atau tidak

33. Jenis agunan yang digunakan

34. Nilai agunannya

35. Kredit berupa pengulangan atau tidak

36. Apakah kredit diasuransikan atau tidak

Variabel-variabel yang berhubungan dengan Pemanfaatan Kredit oleh Debitur

37. Tujuan pengajuan kredit

38. Sektor ekonomi penggunaan kredit

Variabel-variabel yang berhubungan dengan Keadaan Debitur

39. Lama menjadi debitur

40. Memiliki kredit ditempat lain

41. Hubungan dengan BPR

42. Status tempat tinggal

43. Status tempat usaha

44. Kondisi pribadi debitur

Page 101: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

93

Variabel-variabel yang berhubungan dengan Administrasi Kredit oleh Debitur

45. Pengelolaan administrasi kredit

KONDISI LINGKUNGAN

Variabel yang berhubungan dengan Tingkat Persaingan

46. Persaingan

Variabel yang berhubungan dengan Kondisi Usaha

47. Kondisi usaha

Page 102: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

94

Lampiran 5

Hasil Pengolahan Data

Kondisi Eksternal BPR

Page 103: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

95

HASIL PENGOLAHAN DATA KONDISI EKSTERNAL BPR

FAKTOR KONDISI DEBITUR

Faktor-faktor yang berhubungan dengan Profil Kredit Debitur

a Predictors: (Constant), WKTLUNAS, BIAYA, KREDITC, KREDITB, BUNGA, PLAFON

b Dependent Variable: KOLEK

Faktor-faktor yang berhubungan dengan Kategori Kredit yang diperoleh Debitur

Model Unstandardized

Coefficients Standardized Coefficients t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) 3,035 ,223 13,583 ,000 KELOMPOK -,009 ,175 -,002 -,049 ,961 JNSAGB ,311 ,116 ,100 2,671 ,008 JNSAGC ,440 ,098 ,176 4,505 ,000 JNSAGD ,004 ,138 ,001 ,028 ,978 JNSAGE -,336 ,283 -,072 -1,190 ,234 NLAGB ,011 ,301 ,002 ,037 ,970 NLAGC -,709 ,208 -,226 -3,400 ,001 NLAGD ,039 ,280 ,010 ,141 ,888 ULANG -,104 ,032 -,108 -3,248 ,001 ASURANSI -,182 ,078 -,078 -2,339 ,020

a Predictors: (Constant), ASURANSI, NLAGC, ULANG, JNSAGB, KELOMPOK, JNSAGD, NLAGB, JNSAGC, JNSAGE, NLAGD b Dependent Variable: KOLEK Pada analisa selanjutnya, variabel JNSAGB dan variabel JNSAGC digabung menjadi variabel JNSTB.

Model Unstandardized

Coefficients Standardized Coefficients t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) 2,326 ,168 13,825 ,000 PLAFON -,070 ,047 -,052 -1,465 ,143 KREDITB ,065 ,082 ,026 ,790 ,430 KREDITC ,340 ,414 ,027 ,822 ,412 BUNGA ,032 ,017 ,064 1,883 ,060 BIAYA ,035 ,023 ,049 1,485 ,138 WKTLUNAS -,001 ,004 -,007 -,199 ,842

Page 104: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

96

Faktor-faktor yang berhubungan dengan Pemanfaatan Kredit oleh Debitur

Model Unstandardized

Coefficients Standardized Coefficients t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) 2,316 ,256 9,030

,000

TUJUANB -,004 ,193 -,001 -,020 ,984 TUJUANC -,171 ,261 -,029 -,657 ,511

TUJUAND ,611 ,313 ,077 1,954

,051

TUJUANE ,241 ,229 ,041 1,054

,292

EKONB -,102 ,254 -,021 -,402 ,688

EKONC -,042 ,204 -,017 -,206 ,836

EKOND -,095 ,222 -,029 -,430 ,668 EKONE ,175 ,260 ,050 ,673 ,501

a Predictors: (Constant), EKONE, TUJUAND, TUJUANC, EKONB, EKOND, TUJUANE, TUJUANB, EKONC b Dependent Variable: KOLEK

Faktor-faktor yang berhubungan dengan Keadaan Debitur

a Predictors:

(Constant), KONDISID, LAIN, USAHAC, RUMAHB, HUBUNGB, LAMA, USAHAB, RUMAHC, KONDISIB, KONDISIC, HUBUNGC b Dependent Variable: KOLEK

Model Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) 2,456 ,240 10,211 ,000 LAMA -

8,923E-05

,001 -,004 -,127 ,899

LAIN ,001 ,082 ,000 ,014 ,989 HUBUNGB ,059 ,238 ,017 ,249 ,804 HUBUNGC ,104 ,222 ,033 ,469 ,639 RUMAHB ,188 ,137 ,042 1,372 ,170 RUMAHC ,102 ,114 ,028 ,893 ,372 USAHAB ,005 ,084 ,002 ,054 ,957 USAHAC ,032 ,134 ,008 ,238 ,812 KONDISIB ,255 ,143 ,072 1,787 ,074 KONDISIC ,475 ,126 ,172 3,769 ,000 KONDISID -,780 ,113 -,334 -6,878 ,000

Page 105: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

97

Faktor-faktor yang berhubungan dengan Administrasi Kredit oleh Debitur

Model Unstandardized

Coefficients Standardized Coefficients t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) 2,161 ,050 42,958 ,000

ADM ,338 ,077 ,143 4,373 ,000

a Predictors: (Constant), ADM b Dependent Variable: KOLEL

KONDISI EKSTERNAL

Faktor yang berhubungan dengan Tingkat Persaingan

Model Unstandardized

Coefficients Standardized Coefficients t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) ,134 ,040 3,376 ,001 PESAINGB -,006 ,040 -,011 -,153 ,879 PESAINGC -,026 ,025 -,078 -

1,033 ,303

PESAINGD -,034 ,041 -,059 -,827 ,409 PESAINGE ,020 ,084 ,016 ,231 ,817 TINGKAT ,018 ,016 ,078 1,134 ,258

a Predictors: (Constant), TINGKAT, PESAINGD, PESAINGE, PESAINGB, PESAINGC b Dependent Variable: RASIONPL

Faktor yang berhubungan dengan Kondisi Usaha

Model Unstandardized

Coefficients Standardized Coefficients t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) 1,554 ,080 19,309 ,000

KONDISIB ,326 ,102 ,128 3,196 ,001

KONDISIC 1,257 ,093 ,538 13,444 ,000

a Predictors: (Constant), KONDISIC, KONDISIB b Dependent Variable: KOLEK

Page 106: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

98

Lampiran 6

Profil BPR yang Diteliti

Hal.

Profil BPR Jabotabek 99 Profil BPR Jawa Barat 107

Profil BPR Jawa Tengah 116 Profil BPR Sumatera Utara 129

Profil BPR Sumatera Selatan 139 Profil BPR Sulawesi Selatan 146

Profil BPR Nusa Tenggara Barat (NTB) 166 Kesimpulan 175

Page 107: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

99

Profil BPR Jabotabek

Dilaporkan oleh: Diyah Duma Sari Siregar (Lembaga Manajemen PPM)

Survey tentang faktor pemicu meningkatnya NPL di BPR Jabodetabek rencananya

dilakukan terhadap 48 BPR yang tersebar di KBI Wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang,

dan Bekasi. Namun ada satu BPR yang tidak bersedia di survey. Sehingga total BPR yang

disurvey adalah 47 BPR. BPR adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara

konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan

jasa dalam lalu lintas pembayaran. Menurut Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 bentuk

hukum BPR dapat berupa Perseroan Terbatas, Perusahaan Daerah, dan Koperasi.

Hampir seluruh BPR yang disurvey di wilayah Jabodetabek atau sebanyak 46 BPR (98%)

berbentuk PT dan hanya 1 BPR (2 %) berbentuk PD.

Gambar 1. Bentuk Organisasi BPR Yang Disurvey

PT98%

PD2%

PT PD

Status badan usaha apakah PT atau PD memiliki peluang yang sama untuk menarik

nasabah. Artinya tidak selalu BPR yang berbadan usaha PT memiliki posisi kredit lebih besar

bila dibandingkan dengan BPR yang berbadan usaha PD. Dari survey diperoleh gambaran

bahwa dari 47 BPR yang berbentuk PT, 20 diantaranya memiliki posisi kredit dibawah BPR

yang berbentuk PD. Dari 47 BPR yang disurvey sebagian besar yakni 40 BPR memiliki posisi

kredit per Desember 2006 di bawah 20 milyar rupiah. Dengan demikian hanya 7 BPR yang

memiliki posisi kredit per Desember 2006 di atas 20 milyar rupiah. Dari 7 BPR tersebut

kesemuanya berbentuk PT yang berlokasi di wilayah Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Depok

dan Bekasi. Namun demikian tidak selalu BPR yang terletak di wilayah pusat aktivitas

ekonomi, memiliki posisi kredit yang tinggi. Bahkan dari sampel yang diambil terdapat BPR

Page 108: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

100

yang berlokasi di pusat aktivitas ekonomi - Jakarta sudah terhenti aktivitasnya selama kurun

waktu tertentu.

Gambar 2. Posisi Kredit BPR Per Desember 2006

5

10

67

4

15

0

2

4

6

8

10

12

14

16

<2000 2000-3999 4000-5999 6000-7999 8000-9999 >10000

Jumlah Kredit (Juta Rupiah)

Jum

lah

BPR

Hasil survey menunjukan bahwa sebagian besar BPR yakni 59% hanya membutuhkan

waktu rata-rata empat sampai tujuh hari untuk menyetujui kredit. Sebanyak 30% perlu waktu

satu sampai tiga hari, sedangkan BPR yang membutuhkan waktu hingga dua minggu untuk

menyetujui kredit 11% atau 5 BPR. Dengan demikian hampir seluruh BPR yakni 89%

membutuhkan waktu tidak lebih dari tujuh hari untuk menyetujui kredit.

Page 109: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

101

Gambar 3. Rata-rata Waktu Menyetujui Kredit

1 s/d 330%

8 s/d1411%

4 s/d 759%

1 s/d 3 4 s/d 7 8 s/d14

Dalam melakukan pembayaran angsuran sebagian besar disetor langsung ke BPR atau

diambil ke debitur. Terdapat empat BPR dari 47 BPR yang disurvey yang menyatakan bahwa

angsuran dibayar secara bervariasi antara disetor langsung, diambil langsung ke debitur dan

transfer ke rekening BPR.

Gambar 4. Cara Pembayaran Angsuran Kredit

18 18

6

11

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

20

Disetor langsung keBPR

Diambil ke debitur Dipotong langsung darigaji/tabungan debitur

Transfer ke rekeningBPR

Cara Pembayaran Angsuran Kredit

JUm

lah

BPR

Hal ini menggambarkan bahwa kemudahan dalam bertransaksi pembayaran bukanlah

hal yang utama yang ditawarkan oleh BPR kepada debiturnya, tetapi BPR lebih menawarkan

kemudahan dalam memperoleh pinjaman. Walaupun BPR tidak menawarkan kemudahan

dalam pembayaran, hal ini tidak menyurutkan keinginan calon debitur untuk meminjam di

BPR. Kenyataan ini semakin memperkuat pernyataan bahwa BPR tetap dipilih bukan karena

kemudahan dalam pembayaran atau kedekatan lokasi, namun karena keunggulan kemudahan

memperoleh pinjaman dengan nilai kredit yang tergolong mikro.

Page 110: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

102

Kemudahan memberikan kredit mikro oleh BPR sesuai eksistensi mereka yang bermain

di segmen pasar masyarakat menengah ke bawah. Meskipun demikian mereka tetap

menjalankan bisnis perbankan mikro ini dengan prinsip kehati-hatian dan mengikuti aturan

Bank Indonesia. Salah satu buktinya, dari 47 BPR hampir seluruh direksi BPR yang disurvey,

atau 45 BPR telah memiliki sertifikasi. Sedangkan 2 direksi BPR belum memiliki sertifikasi.

Gambar 5. Debitur Utama BPR

Keryaw an perusahaan/instansi

pemerintah18%

Keluarga/teman/kenalan2%

Masyarakat sekitar80%

Keluarga/teman/kenalan Keryaw an perusahaan/instansi pemerintah Masyarakat sekitar

Hasil survey menunjukan bahwa sebanyak 39 dari 47 BPR yang disurvey menyatakan

kreditnya tersalurkan ke masyarakat sekitar. Hanya 18% yakni 9 BPR yang menyalurkan

kreditnya ke karyawan perusahaan dan PNS dan 2% yakni 1 BPR yang menyalurkan kreditnya

disekitar keluarga, teman dan kenalan.

Kenyataan bahwa sebagian besar BPR menyalurkan kredit ke masyarakat sekitar

memberikan harapan besar untuk terjadinya pengembangan usaha mikro yang berkelanjutan.

Untuk merealisasikan hal ini dan mencegah kredit non lancar diperlukan pendampingan

terhadap debitur yang berbentuk fasilitas konsultasi yang terkait dengan usahanya. Namun

disayangkan seluruh BPR yang disurvey di Jabodetabek tidak satu pun BPR yang memiliki

debitur yang merupakan binaan Konsultan Keuangan Mitra Bank (KKMB).

Dalam perkembangan beberapa tahun terakhir penurunan Rasio NPL BPR. Bila

berkelanjutan, permasalahan ini bisa menghambat kesinambungan eksistensi BPR sebagai

lembaga keuangan yang telah berperan signifikan dalam mendorong pengembanga usaha

mikro.

Memburuknya rasio NPL cukup memprihatinkan karena berbagai upaya telah dilakukan

oleh Bank Indonesia dalam rangka meningkatkan peran dan kontribusi BPR diantaranya linkage

program antara Bank Umum dan BPR dalam rangka penyaluran kredit kepada usaha kecil dan

mikro (UKM). Berdasarkan hasil survey diketahui 21 BPR dari 47 BPR yang disurvey yang telah

mengikuti linkage program.

Page 111: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

103

Gambar 6. BPR Yang Mengikuti linkage program

Mengikuti45%

Tidak Mengikuti55%

Mengikuti Tidak Mengikuti

Sebagian besar kredit dari BPR yang disurvey dialokasikan ke jenis usaha

perdagangan. Dari 180 debitur yang dijadikan sampel, sebanyak 95 atau 54% merupakan

debitur yang menggeluti usaha perdagangan.

Gambar 7. Jenis Usaha Debitur

Pengolahan4%

Karyaw an12%

Jasa-jasa24%

Lain-lain4%

Perdagangan54%

Pertanian2%

Jasa-jasa Karyaw an Pengolahan Perdagangan Pertanian Lain-lain

Jenis usaha perdagangan terbesar di jalankan oleh debitur adalah perdagangan eceran

komoditas pangan dan kelontongan yang tersebar di hampir seluruh wilayah survey.

Sedangkan debitur yang bergerak di sektor jasa-jasa diantaranya jasa angkutan, bengkel, dan

kesehatan besarnya 24%. Hanya 4 BPR yang tersurvey yang memberikan kredit kepada petani,

sehingga persentase pembiayaan sektor pertanian paling rendah diantara seluruh jenis usaha

yakni 2%.

Dalam memberikan kredit kepada debitur, antar BPR menetapkan suku bunga secara

flat yang sangat bervariasi. Sebagian besar BPR menetapkan suku bunga pinjaman secara flat

antara 2% – 2,9%. Dari 180 debitur yang jadi sampel, 77 debitur dibebani suku bunga sebesar

2% – 2,9% per bulan. Bahkan sebanyak 58 debitur menanggung bunga sebesar 3% - 3,9% secara

flat per bulannya. Mengejutkan, ada pula debitur yang membayar bunga di atas 4% per

bulannya. Dibandingkan dengan bank umum besaran suku bunga tersebut jelas jauh lebih

besar. Kondisi yang ironis, pelaku usaha skala mikro ini harus menanggung biaya modal yang

Page 112: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

104

sangat tinggi. Dimungkinkan kebijakan BPR menetapkan suku bunga sebesar itu untuk

menutup biaya operasi yang tinggi per satuan kredit yang dikucurkannya.

Gambar 8. Suku Bunga Yang Dikenakan

1-1,99923%

2-2,99943%

3-3,99932%

>42%

1-1,999 2-2,999 3-3,999 >4

Selain besaran suku bunga, debitur pun terkena biaya tambahan disaat akad kredit

yang besarnya cukup signifikan. Sebanyak 89% dari total debitur dikenakan biaya tambahan

yang bervariasi. Bahkan ada debitur yang dikenakan biaya tambahan hingga 8,6%

Gambar 9. Besarnya Biaya Tambahan

2-2,99934%

1-1,9996%

011%

3-3,99926%

>423%

0 1-1,999 2-2,999 3-3,999 >4

Ada pula BPR yang tidak mengenakan biaya tambahan, hal ini dialami oleh 19 debitur.

Mengejutkan, terdapat debitur dibebani biaya tambahan di atas 4%. Dilihat berdasarkan

besarnya pinjaman tampaknya tidak terdapat korelasi antara besarnya biaya tambahan

dengan pinjaman. Berdasarkan temuan ini menunjukan bahwa dibalik kemudahan prosedur

peminjaman dan kecepatan pencairan sebenarnya biaya transaksi perolehan kredit di BPR

sangat tinggi. Hal ini bertolak belakang dengan fungdi BPR sebagai pendorong pengembangan

usaha mikro menjadi tidak sinkron, karena pembebanan ini dikhawatirkan bukannya

mendorong usaha malah menghambat.

Survey terhadap 180 debitur, 22% merupakan debitur dengan kolektibilitas non lancar

dimana 27% nya merupakan debitur yang kolektibilitasnya macet.

Page 113: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

105

Gambar 11. Kolektibilitas Kredit Debitur

Lancar28%

Kurang Lancar22%

Diragukan23%

Macet27%

Lancar Kurang Lancar Diragukan Macet

Kenyataan yang dihadapi BPR yang bermasalah bahwa sebagian besar nasabahnya memiliki

kolektibilitas non lancar dapat menjadi ancaman terhadap keberlangsungan usahanya.

Menurut pihak BPR sebagian besar tujuan pemakaian kredit tersebut untuk kredit modal

kerja. Namun kenyataannya terdapat pula nasabah yang menggunakan pinjaman tersebut

untuk keperluan konsumsi. Dari lapangan diperoleh informasi salah satu contoh penggunaan

pinjaman untuk keperluan konsumsi adalah untuk renovasi rumah.

Page 114: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

106

Gambar 12. Tujuan Penggunaan Kredit

Modal Kerja74%

Kombinasi2%Investasi

5%

Lainnya2% Konsumsi

17%

Konsumsi Modal Kerja Investasi Kombinasi Lainnya

Berdasarkan survey terhadap 180 debitur, terdapat 133 debitur atau 74% nya

memanfaatkan kredit untuk membiayai operasional usaha atau modal kerja. Menariknya

sektor usaha yang paling banyak digeluti debitur adalah sektor perdagangan. Artinya,

dimungkinkan modal kerja yang dimaksud adalah pembelian barang untuk dijual kembali

tanpa proses nilai tambah produk. Hal ini diperkuat oleh hasil survey dimana sektor industri

hanya menyerap 4% dari total kredit yang disalurkan oleh BPR.

Gambar 13. Alokasi Kredit Per Sektor Ekonomi

Perdagangan58%

Perindustrian4%

Pertanian1%

Lainnya18%

Jasa-jasa19%

Pertanian Perindustrian Perdagangan Jasa-jasa Lainnya

Kenyataan ini mengandung resiko tinggi, bahwa fluktuasi harga dan lemahnya

pengelolaan usaha para debitur menggiring pada macetnya kredit. Apabila debitur tidak lihai

dalam mengelolan pinjaman sebagai biaya operasionalnya, hal ini akan mendatangkan

kerugian dan sangat memungkinkan terjadinya kredit macet. Oleh karena itu sangat penting

digalakkan program dari BPR untuk melibatkan Konsultan Keuangan Mitra Bank (KKMB) sebagai

pembina debitur.

Page 115: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

107

Profil BPR Jawa Barat

Dilaporkan oleh: Tim Peneliti Universitas Islam Bandung

Survey tentang faktor pemicu meningkatnya NPL di BPR Jawa Barat dilakukan

terhadap 40 BPR yang tersebar di KBI Wilayah Bandung, Tasikmalaya dan Cirebon. BPR adalah

bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip

syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

Menurut Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 bentuk hukum BPR dapat berupa Perseroan

Terbatas, Perusahaan Daerah, dan Koperasi.

Sebagian besar yakni 67,5% BPR yang disurvey di wilayah Jawa Barat berbentuk PT

dan 37,5% berbentuk PD. Perusahaan Daerah BPR umumnya dimiliki oleh tiga pihak yakni

Pemprov Jabar, Pemda setempat dan Bank Jabar. Sedangkan yang berbentuk PT, murni

dimiliki oleh swasta.

Gambar 1. Bentuk Organisasi BPR Yang Disurvey

PD33%

PT67%

PT PD

Status badan usaha apakah PT atau PD ternyata tidak menghambat operasi aktivitas

BPR. Artinya, mereka tetap memiliki peluang yang sama untuk menarik nasabah. Hal ini

tercermin pada besarnya posisi kredit BPR Desember 2006 baik yang berbentuk PT maupuan

PD, secara umum tidak terdapat perbedaan yang mencolok. Dari 40 BPR yang disurvey

sebagian besar yakni 31 BPR memiliki posisi kredit per Desember 2006 di bawah 20 milyar

rupiah. Dengan demikian hanya 9 BPR yang memiliki posisi kredit per Desember 2006 di atas

20 milyar rupiah. Dari 9 BPR tersebut yang berbentuk PT sebanyak 8 dengan lokasi di wilayah

Bandung (Kota dan Kabupaten Bandung) dan 1 BPR berbentuk PD yang berlokasi di Kota

Cirebon. Hal ini secara implisit menunjukan bahwa BPR yang berada di pusat aktivitas

Page 116: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

108

ekonomi, memiliki peluang usaha relatif lebih besar. Kota/Kabupaten Bandung dan Kota

Cirebon merupakan wilayah industri dan jasa sekaligus, dimana terdapat banyak pelaku usaha

di dua sektor ekonomi tersebut yang tersebar di kota dan pinggirannya.

Gambar 2. Posisi Kredit BPR Per Desember 2006

5

72.5

7.5 7.5

2.5 2.5 2.5

0

10

20

30

40

50

60

70

80

< 1000 1000 - 19999 20000 - 39999 40000 - 59999 60000 - 79999 80000 - 99999 > 100000

Jumlah Kredit (Juta Rupiah)

Pers

enta

se

BPR besar tersebut mampu meraih nasabah diluar batas administrasi lokasi bank.

Contoh kasus BPR di Kota Bandung, nasabahnya tersebar sampai ke Kabupaten Bandung dan

Kota Cimahi. Demikian halnya BPR di Kota Cirebon, banyak nasabahnya berada di Kabupaten

Cirebon. Performa ini menunjukan bahwa BPR memiliki daya tarik tersendiri bagi kelompok

masyarakat tertentu untuk dijadikan mitra usaha sekalipun lokasi jauh dari tempat

tinggalnya. Dimungkinkan salah satu daya tariknya tersebut adalah kecepatan pencairan dana

dan kemudahan cara pembayaran angsuran.

Hasil survey menunjukan bahwa sebagian besar BPR yakni 52% hanya membutuhkan

waktu rata-rata satu sampai tiga hari untuk menyetujui kredit. Sebanyak 43% perlu waktu

empat sampai tujuh hari. Dengan demikian hampir seluruh BPR yakni 95% membutuhkan

waktu tidak lebih dari tujuh hari untuk menyetujui kredit. Hanya terdapat dua BPR yang

memerlukan waktu sampai dua minggu untuk menyetujui kredit.

Page 117: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

109

Gambar 3. Rata-rata Waktu Menyetujui Kredit

8 s/d 110%

12 s/d 145%

1 s/d 352%4 s/d 7

43%

1 s/d 3 4 s/d 7 8 s/d 11 12 s/d 14

Namun ternyata dalam membayar angsuran sebagian besar disetor langsung ke BPR.

Hanya delapan BPR dari 40 BPR yang disurvey yang menyatakan bahwa angsuran diambil

langsung ke debitur.

Gambar 4. Cara Pembayaran Angsuran Kredit

55

20 20

5

0

10

20

30

40

50

60

Disetor langsung ke BPR Diambil/dijemput langsungke debitur

Dipotong secara langsungdari gaji/tabungan debitur

Transfer ke rekening BPRdi bank umum

Cara Pembayaran Angsuran Kredit

Pers

enta

se

Kenyataan ini mengindikasikan bahwa sebagian besar BPR tidak memberikan fasilitas

kemudahan dalam membayar. Hal ini bisa dipahami karena pengambilan cicilan oleh bank

atau fasilitas lainnya akan menimbulkan biaya operasi buat BPR. Namun di sisi lain, nasabah

yang jauh dari lokasi bank harus menanggung biaya transportasi yang lebih tinggi untuk setiap

kedatangan dalam membayar cicilannya. Kenyataan ini semakin memperkuat pernyataan

bahwa BPR tetap dipilih bukan karena kedekatan lokasi, namun karena keunggulan

kemudahan memperoleh pinjaman dengan nilai kredit yang tergolong mikro.

Kemudahan memberikan kredit mikro oleh BPR sesuai eksistensi mereka yang bermain

di segmen pasar masyarakat menengah ke bawah. Meskipun demikian mereka tetap

menjalankan bisnis perbankan mikro ini dengan prinsip kehati-hatian dan mengikuti aturan

Bank Indonesia. Salah satu buktinya, seluruh direksi BPR yang disurvey memiliki sertifikasi.

Page 118: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

110

Selain itu, mereka tidak memilih nasabah karena ada hubungan khusus. Sebagian besar BPR

menyalurkan kredit ke masyarakat sekitar.

Gambar 5. Debitur Utama BPR

Masyarakat Sekitar82%

Keluarga/Teman/ Kenalan

0%

Karyawan Perusahaan/

Instansi Pemerintah18%

Keluarga/Teman/Kenalan Karyawan Perusahaan/Instansi Pemerintah Masyarakat Sekitar

Hasil survey menunjukan bahwa sebanyak 33 dari 40 BPR yang disurvey menyatakan

kreditnya tersalurkan ke masyarakat sekitar. Hanya 18% yakni 7 BPR yang menyalurkan

kreditnya ke karyawan perusahaan dan PNS. Kredit khusus untuk karyawan perusahaan terjadi

di BPR dimana pemilik dan dewan komisarisnya merangkap sebagai pemilik dan dewan

komisaris sebuah perusahaan swasta. Sedangkan kredit khusus untuk PNS lebih banyak

dilakukan oleh BPR milik pemerintah.

Kenyataan bahwa sebagian besar BPR menyalurkan kredit ke masyarakat sekitar

memberikan harapan besar untuk terjadinya pengembangan usaha mikro yang berkelanjutan.

Untuk merealisasikan hal ini dan mencegah kredit non lancar diperlukan pendampingan

terhadap debitur yang berbentuk fasilitas konsultasi yang terkati dengan usahanya. Namun

disayangkan seluruh BPR yang disurvey di Jawa Barat tidak ada satu pun BPR yang memiliki

debitur yang merupakan binaan Konsultan Keuangan Mitra Bank (KKMB).

Dalam perkembangan beberapa tahun terakhir kinerja BPR menunjukan peningkatan

baik dari sisi penghimpunan dana maupun penyaluran dana. Namun sayangnya, kinerja

tersebut diikuti dengan memburuknya Rasio NPL BPR. Permasalahan ini bisa menghambat

kesinambungan eksistensi BPR sebagai lembaga keuangan yang telah berperan signifikan

dalam mendorong pengembanga usaha mikro.

Memburuknya rasio NPL cukup memprihatinkan karena berbagai upaya telah dilakukan

oleh Bank Indonesia dalam rangka meningkatkan peran dan kontribusi BPR diantaranya linkage

program antara Bank Umum dan BPR dalam rangka penyaluran kredit kepada usaha kecil dan

mikro (UKM). Berdasarkan hasil survey diketahui ternyata hanya 15 BPR dari 40 BPR yang

disurvey yang telah mengikuti linkage program.

Page 119: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

111

Gambar 6. BPR Yang Mengikuti linkage program

Tidak62%

Mengikuti38%

Mengikuti Tidak

Dari 15 BPR tersebut, sebagian besar yakni 67% mendapatkan plafon kredit di bawah

tiga milyar rupiah. Hanya terdapat dua BPR yang memperoleh plafon kredit di atas lima

milyar rupiah.

Sebagian besar kredit dari BPR yang disurvey dialokasikan ke jenis usaha

perdagangan. Dari 193 debitur yang dijadikan sampel, sebanyak 104 atau 54% merupakan

debitur yang menggeluti usaha perdagangan.

Gambar 7. Jenis Usaha Debitur

37

54

1512

5 4

0

10

20

30

40

50

60

Pertanian IndustriPengolahan

Perdagangan Jasa-Jasa Pegawai Profesi Lainnya

Jenis Usaha Debitur

Pers

enta

se

Usaha perdagangan yang dimaksud merupakan usaha kecil dan mikro yang sebagian

besar meliputi perdagangan eceran komoditas pangan dan kelontongan. Debitur yang

bergerak di usaha perdagangan ini mencakup seluruh wilayah survey. Sedangkan debitur yang

bergerak di sektor jasa-jasa diantaranya jasa angkutan terkonsentrasi di Kabupaten/Kota

Bandung. Hanya satu BPR yang tersurvey yang memberikan kredit kepada petani, sehingga

persentase pembiayaan sektor pertanian paling rendah diantara seluruh jenis usaha yakni 3%

atau enam orang debitur.

Page 120: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

112

Dalam memberikan kredit kepada debitur, antar BPR menetapkan suku bunga secara

flat yang sangat bervariasi. Hanya dua BPR yang menetapkan sistem bunga menurun dengan

besaran antara 3% dan 4% yang dialami oleh 10 debitur. Sebagian besar BPR menetapkan suku

bunga pinjaman secara flat antara 2% – 2,9%. Dari 193 debitur yang jadi sampel, 97 debitur

dibebani suku bunga sebesar 2% – 2,9% per bulan. Bahkan sebanyak 42 debitur menanggung

bunga sebesar 3% - 3,9% secara flat per bulannya. Mengejutkan, ada pula debitur yang

membayar bunga sebesar 4% per bulannya. Dibandingkan dengan bank umum besaran suku

bunga tersebut jelas jauh lebih besar. Kondisi yang ironis, pelaku usaha skala mikro ini harus

menanggung biaya modal yang sangat tinggi. Dimungkinkan kebijakan BPR menetapkan suku

bunga sebesar itu untuk menutup biaya operasi yang tinggi per satuan kredit yang

dikucurkannya.

Gambar 8. Suku Bunga Yang Dikenakan

< 218%> 4

6%

2 - 2,99953%

3 - 3,9923%

< 2 2 - 2,999 3 - 3,99 > 4

Selain besaran suku bunga yang sangat fantastis, debitur pun terkena biaya tambahan

disaat akad kredit yang besarnya cukup signifikan. Sebanyak 51% dari total debitur dikenakan

biaya tambahan 2% - 4% dari total kredit yang diajukannya.

Gambar 9. Besarnya Biaya Tambahan

21

9

2625

19

0

5

10

15

20

25

30

0 1 - 1,992 2 - 2,999 3 - 3,99 > 4

Biaya tambahan (%)

Per

sent

ase

Page 121: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

113

Ada pula BPR yang tidak mengenakan biaya tambahan, hal ini dialami oleh 41 debitur.

Mengejutkan, terdapat debitur dibebani biaya tambahan di atas 4% yakni sampai 8% dan 10%.

Dilihat berdasarkan besarnya pinjaman tampaknya tidak terdapat korelasi antara besarnya

biaya tambahan dengan pinjaman. Berdasarkan temuan ini menunjukan bahwa dibalik

kemudahan prosedur peminjaman dan kecepatan pencairan sebenarnya biaya transaksi

perolehan kredit di BPR sangat tinggi. Ketika dikaitkan dengan eksistensi BPR sebagai

pendorong pengembangan usaha mikro menjadi tidak sinkron, karena dikhawatirkan bukannya

mendorong usaha malah menghambat.

Kekhawatiran tersebut ternyata terbukti, tercermin pada besarnya kredit macet di

BPR. Dari 40 BPR yang disurvey rata-rata kredit macetnya 19,5% dari posisi kredit per

Desember 2006.

Gambar 10. Kondisi Kredit Non Lancar Di BPR

27

9

2 2

0

5

10

15

20

25

30

<20 20-39,99 40-59,99 >60

Persentase Kredit Non Lancaar

Jum

lah

BP

R

Bahkan terdapat empat BPR yang memiliki kredit non lancar di atas 40% dan 60% yang

berada di wilayah KBI Tasikmalaya dan Cirebon. Faktor utama yang paling menentukan BPR

yang sangat kronis tersebut dalam menyalurkan kreditnya selama ini adalah nilai agunan dan

kesanggupan debitur memperoleh pendapatan. Kesulitan membayar cicilan dari sebagian

besar pihak debitur yang tidak terantisipasi sejak dini berdampak pada besarnya kredit non

lancar.

Survey terhadap 193 debitur, 74% merupakan debitur dengan kolektibilitas non lancar

dimana 34% nya merupakan debitur yang kolektibilitasnya macet.

Page 122: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

114

Gambar 11. Kolektibilitas Kredit Debitur

26

2119

34

0

5

10

15

20

25

30

35

40

Lancar Kurang Lancar Diragukan Macet

Kolektibilitas Kredit Debitur

Pers

enta

se

Kenyataan yang dihadapi BPR yang bermasalah bahwa sebagian besar nasabahnya memiliki

kolektibilitas non lancar dapat menjadi ancaman terhadap keberlangsungan usahanya.

Menurut pihak BPR sebagian besar tujuan pemakaian kredit tersebut untuk kredit modal

kerja. Namun kenyataannya terdapat pula nasabah yang menggunakan pinjaman tersebut

untuk keperluan konsumsi.

Gambar 12. Tujuan Penggunaan Kredit

14

77

3 25

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

Konsumsi Modal Kerja Investasi Kombinasi Lainnya

Tujuan Kredit

Pers

enta

se

Berdasarkan survey terhadap 193 debitur, terdapat 148 debitur atau 77% nya

memanfaatkan kredit untuk membiayai operasional usaha atau modal kerja. Menariknya

sektor usaha yang paling banyak digeluti debitur adalah sektor perdagangan. Artinya,

dimungkinkan modal kerja yang dimaksud adalah pembelian barang untuk dijual kembali

tanpa proses nilai tambah produk. Hal ini diperkuat oleh hasil survey dimana sektor industri

hanya menyerap 3% dari total kredit yang disalurkan oleh BPR.

Page 123: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

115

Gambar 13. Alokasi Kredit Per Sektor Ekonomi

3 3

63

1713

0

10

20

30

40

50

60

70

Pertanian Perindustrian Perdagangan Jasa - Jasa Lainnya/Konsumtif

Sektor Ekonomi

Pers

enta

se

Kenyataan ini mengandung resiko tinggi, bahwa fluktuasi harga dan lemahnya

pengelolaan usaha para debitur menggiring pada macetnya kredit. Apalagi sebagian besar

debitur cenderung menyatukan keuangan keluarga dengan usahanya.

Page 124: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

116

Profil BPR Jawa Tengah

Dilaporlan oleh: Tim Peneliti Universitas Kristen Satya Wacana 1. Pendahuluan

Telah disadari bahwa selama ini sebagian besar pengusaha mikro dan kecil, serta

masyarakat di daerah pedesaan belum mendapatkan pelayanan jasa keuangan

perbankan secara memadai. Adapun lembaga keuangan yang tepat dan strategis

untuk melayani kebutuhan masyarakat tersebut adalah Bank Perkreditan Rakyat

(BPR), hal ini sesuai dengan UU nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan dan

sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 10 tahun 1998. Perkembangan industri

BPR yang terus mengalami peningkatan secara pesat, baik dari sisi total aset,

penghimpunan dana pihak ketiga, maupun kredit yang diberikan, menunjukkan

bahwa jangkauan pelayanan BPR semakin luas dan keberadaan BPR semakin

dibutuhkan oleh masyarakat.

Gubernur Bank Indonesia pada acara Bankers’ Dinner memberikan arahan bahwa

sudah saatnya untuk menempatkan sektor informal (seperti petani kecil di pedesaan,

pedagang di pasar-pasar tradisional, penjual rokok dan pedagang warung kelontong)

di barisan terdepan dalam penetapan kebijakan Bank Indonesia (Putting the Last

First). Terkait dengan hal tersebut, dalam rangka pemberdayaan dan pengembangan

sektor informal, peran dan kontribusi BPR sebagai ujung tombak lembaga keuangan

daerah dalam pembiayaan sektor informal tentunya menjadi sangat penting.

Kinerja BPR secara nasional pada kurun waktu akhir tahun 2004 hingga 2006

menunjukan peningkatan baik dari sisi penghimpunan dana maupun penyaluran dana.

Namun demikian, hal tersebut diikuti dengn memburuknya rasio NPL BPR dari tahun

ke tahun (masing-masing sebesar 7.59%; 7.98% dan 9.73%). Berdasarkan review

terhadap data NPL diketahui bahwa kredit dengan skala usaha mikro memiliki rasio

NPL tertinggi dibandingkan skala usaha kecil dan menengah, dan apabila dirinci lebih

lanjut rasio NPL terbesar disumbangkan oleh kredit mikro dengan plafon di bawah Rp

5 juta. Di lain pihak kredit tanpa agunan memiliki NPL yang lebih rendah (6.15%)

dibandingkan dengan kredit dengan agunan (11.51). Memburuknya rasio NPL tersebut

tentunya cukup memprihatinkan mengingat berbagai upaya telah dilakukan oleh Bank

Indonesia dalam rangka meningkatkan peran dan kontribusi BPR dalam melayani

Page 125: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

117

UMKM seperti beberapa kebijakan Bank Indonesia yaitu pelaksanaan Linkage

Program, penyelenggaran workshop/seminar pembiayaan sektor produktif dan

relaksasi ketentuan dalam Paket Oktober-November 2006.

2. Gambaran Umum BPR di Jawa Tengah

Secara kuantitas jumlah BPR di Jawa Tengah terus mengalami penurunan karena

adanya penggabungan (merger). Langkah ini sesuai dengan kebijakan KBI Semarang

yang mendorong dilakukannya merger antar BPR, khususnya PD BPR BKK. Dengan

langkah tersebut diharapkan mampu memperkuat permodalan dan meningkatkan

kemampuan BPR dalam menghimpun dana dan menyalurkan kredit, sehingga pada

akhirnya mampu meningkatkan daya saing BPR.

Tabel 1.

Perkembangan BPR di Jawa Tengah

Tahun Jml BPR %

2004 598 -

2005 526 12.04

2006 395 24.90 Sumber : Perkembangan Perekonomian Daerah Jawa Tengah

Dalam tiga tahun terakhir, jumlah BPR di Jawa Tengah telah berkurang sebanyak 203

bank, atau telah berkurang hampir sebesar 40%. Sebagian besar BPR yang merger

tersebut adalah PD BPR yang tersebar di 18 kabupaten dan diantara itu, terdapat

juga 2 PT BPR. Total aset BPR di Jawa Tengah pada akhir tahun 2006 tercatat sebesar

Rp.5.709 milyar, meningkat 15,43% dibandingkan dengan posisi yang sama tahun

sebelumnya. Peningkatan tersebut sejalan dengan peningkatan dana pihak ketiga

sebesar 16,26% dibanding tahun sebelumnya sehingga menjadi Rp. 4.076 milyar.

Sementara itu kredit meningkat sebesar 12,58% dibanding tahun sebelumnya sehingga

menjadi Rp.4.421 milyar.

Dilihat dari fungsi intermediasinya, peningkatan dana pihak ketiga tidak sebanding

dengan peningkatan kredit, hal ini mengakibatkan nilai LDR pada akhir tahun 2006

menurun dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu dari 112,28% menjadi 108,46%. Nilai

LDR yang melebihi angka 100% tersebut menunjukkan bahwa selain dari dana pihak

ketiga, BPR telah menggunakan sebagian modal yang dimiliki untuk disalurkan dalam

Page 126: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

118

bentuk kredit. Namun demikian, perkembangan kualitas aktiva produktif BPR nampak

kurang menggembirakan. Trend kenaikan NPL masih terjadi pada kredit yang

disalurkan BPR di Jawa tengah, yaitu dari 10,03% pada akhir tahun 2005 menjadi

13,55% pada akhir tahun 2006.

3. Hasil awal penelitian

Di Jawa Tengah pengumpulan data primer dilakukan dengan cara penyampaian

kuesioner dan pelaksanaan in depth interview kepada responden. Fokus dari sampel

penelitian akan ditujukan pada BPR dan debitur BPR terkait. Sesuai dengan TOR

penelitian, jumlah sampel BPR di Jawa Tengah sebanyak 58 BPR dan 198 debitur

yang bersangkutan. Sebagai gambaran awal hasil penelitian akan disajikan hasil

olahan data primer beberapa variabel di bawah ini.

3.1. Profil BPR Dari 58 BPR yang menjadi sampel dalam penelitian ini, 55% atau 26 BPR berbentuk

Perusahaan Daerah (PD) dan 45% atau 32 BPR berbentuk PT (Perseroan Terbatas). PD

BPR memiliki dua pola, pola pertama dimiliki sepenuhnya oleh pemerintah daerah

setempat umumnya merupakan PD Bank Pasar dan umumnya merupakan BPR gaya

lama (berdiri sebelum 1988), sedang pola kedua dimiliki oleh pemerintah daerah

setempat, pemerintah provinsi dan Bank Jateng (Eks BPD Jateng) umumnya

merupakan PD BPR BKK. Sedangkan yang berbentuk PT umumnya dimiliki oleh swasta

murni.

Gambar 1. Bentuk Organisasi

26(45%)

32(55%)

0(0%)

PT PD Koperasi

Sumber : Data Primer, 2007 Nilai penyaluran kredit terendah dari responden yang ada adalah sebesar Rp. 3,2

milyar dan tertinggi Rp. 168,5 milyar. Distribusi nilai penyaluran kredit responden

BPR di Jawa Tengah berdasarkan posisi akhir tahun 2006 dapat dilihat pada gambar 2

di bawah. Sebagian besar responden BPR (40%) memiliki posisi penyaluran kredit

Page 127: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

119

kepada masyarakat berkisar antara RP. 1 milyar dan Rp. 25 milyar. Bahkan terdapat 5

BPR atau 9% responden BPR memiliki posisi penyaluran kredit di atas Rp.100 milyar.

Gambar 2. Posisi Penyaluran Kredit 31 Desember 2006

Sumber : Data Primer, 2007 Sebagaimana telah diungkapkan sebelumnya, bahwa telah terjadi peningkatan angka

NPL BPR baik di tingkat nasional maupun tingkat regional jawa tengah. Berdasarkan

data mengenai jumlah kredit non-lancar BPR responden, sebagian besar (71%) atau

yang dialami oleh 41 BPR memiliki jumlah kredit non-lancar pada kisaran Rp. 1 milyar

hingga Rp. 10 milyar, seperti yang nampak pada gambar 3 mengenai Jumlah kredit

non-lancar. Jumlah kredit terkecil adalah sebesar Rp.263,8 juta dan yang tertinggi

adalah Rp.23,4 milyar. Secara umum nampak bahwa, BPR-BPR dengan NPL yang tinggi

adalah BPR-BPR yang dimiliki oleh pemerintah daerah, terutama BPR BKK.

Salah satu ciri yang membedakan industri keuangan dengan jenis industri yang lain

adalah aturan yang lebih ketat. Aturan yang ketat tersebut diperlukan untuk

menekan terjadinya resiko adverse selection dan moral hazard dalam setiap transaksi

keuangan yang terjadi.

1 milyar - 25 milyar, 23 (40%)

50 milyar - 75 milyar 10, (17%)

75 milyar - 100 milyar 2, (3%)

100 milyar < 5 (9%)

25 milyar - 50 milyar 18, (31%)

Page 128: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

120

Gambar 3. Jumlah Kredit Non-Lancar

Sumber : Data Primer, 2007

Namun dipihak lain adanya aturan yang ketat tersebut dipersepsikan sebagai birokrasi

perbankan yang berbelit. Hal itu juga yang sering dikeluhkan masyarakat terhadap

pelayanan jasa keuangan oleh pihak perbankan. Dari survey yang dilakukan ternyata

hal tersebut tidak terbukti. Hal tersebut nampak pada gambar 4 di bawah.

Gambar 4. Rata-rata waktu (hari) Menyetujui kredit

Sumber : Data Primer, 2007

Persetujuan kredit menurut responden BPR rata-rata atau sebagian besar (48%) memakan waktu 3-4 hari dari sejak permohonan diajukan. Bahkan 29% responden cukup memprosesnya dalam 1-2 hari.

1 milyar - 10 milyar 41, (71%)

< 1 milyar 8, (14%)

> 20 milyar 2, (3%)

10 milyar - 20 milyar 7, (12%)

3-4 hari 28, (48%)

5-6 hari 5, (9%)

7-8 hari 6, (10%)

9-10 hari 1,(2%)

11-12 hari 1,(2%)

1-2 hari 17 (29%)

0

5

10

15

20

25

30

Page 129: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

121

Gambar 5. Cara pembayaran angsuran kredit

44 (76%)

8 (14%)

6 (10%)

Angsuran disetor Langsung ke BPR

Angsuran diambil/dijemput ke debitur

Angsuran dipotong langsung dari gaji/tabungan debitur

Sumber : Data Primer, 2007

Sedangkan mengenai cara pembayaran angsuran kredit, 76% responden BPR

menyatakan bahwa angsuran disetorkan langsung ke BPR. Cara angsuran yang

langsung disetorkan ke BPR dari satu sisi menjamin keamanan pembayaran uang

angsuran debitur dari penyelewengan setoran, namun dipihak lain menimbulkan

biaya transaksi dalam hal pengeluaran biaya transport, waktu yang harus dikorbankan

oleh seorang debitur. Cara kedua yang cukup banyak dipraktekkan adalah angsuran

diambil/dijemput ditempat debitur (14%). Hal ini, mayoritas dilakukan oleh PT BPR.

Tingkat persaingan antar BPR mendorong untuk bisa memberikan pelayanan jasa

perbankan yang unik. Meskipun dalam cara ini riskan munculnya resiko

penyelewengan. Cara ketiga yang dilakukan oleh responden BPR adalah angsuran

dipotong langsung dari gaji/tabungan debitur (10%). Cara ketiga ini banyak dilakukan

oleh PD BPR.

Dalam hal kepemilikan sertifikasi oleh pengelola BPR, mayoritas (93%) responden BPR

menyatakan telah memilikinya. Dari 7% responden BPR yang belum memilikinya

terdiri dari 2 PD BPR dan 2 PT BPR. Sebagian besar alasan yang diajukan adalah baru

saja BPR yang bersangkutan melakukan pergantian direksi.

Page 130: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

122

Gambar 6. Direksi yang memiliki sertifikasi

54 (93%)

4 (7%)

Tidak Ya

Sumber : Data Primer, 2007

3.2. Status Pinjaman Debitur

Berdasarkan informasi dari para responden BPR dalam survey ini, mayoritas BPR (64%)

menetapkan tingkat bunga kredit sebesar antara 1,1% - 2% perbulan atau 13,2% - 24%

pertahun. Bahkan ada 33% BPR yang menetapkan tingkat bunga kredit antara 2,1%-3%

perbulan atau 25,2% - 36% pertahun, relatif tinggi dibandingkan tingkat bunga kredit

bank umum.

Gambar 7. Suku Bunga (dalam %)

129 (64%)

65(33%)

1(1%) 3(2%)

1 1.1 - 2 2.1 - 3 > 3

Sumber : Data Primer, 2007

Page 131: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

123

Gambar 8. Tambahan Biaya (dalam %)

79(40%)

95(47%)

9(5%)15(8%)

1-2 2.1 - 3 3.1 - 4 > 4

Sumber : Data Primer, 2007

Debitur responden BPR juga membayar biaya-biaya tambahan, seperti asuransi,

provisi dll, yang besarnya berkisar antara 2,1%-3% dari total pinjaman, hal itu

dilakukan oleh 47% responden BPR. Sebagian besar lainnya (40%) menetapkan biaya-

biaya tambahan lebih rendah, antara 1%-2% dari total pinjaman. Namun ada juga

yang menetapkan di atas 4%, hal itu dilakukan oleh 8% responden BPR. Relatif

tingginya biaya-biaya tambahan yang ditetapkan oleh BPR tentu akan semakin

memberatkan debitur dalam mengembalikan pinjaman. Sehingga BPR perlu didorong

untuk lebih meningkatkan efisiensi biaya transaksi agar mampu menekan biaya-biaya

tambahan tersebut.

Page 132: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

124

Gambar 9. Kolektibiltas Kredit

13(7%)

67(38%)96(55%)

Lancar Kurang Lancar Diragukan

Sumber : Data Primer, 2007

Tingkat kolektibilitas kredit para debitur responden BPR nampak pada gambar 8 di

atas. Proporsi kolektibilitas kredit kurang lancar cukup besar, yaitu mencapai 38%

dan kelektibilitas diragukan sebesar 7%. Hal ini merupakan gambaran kinerja yang

cukup buruk. Sehingga perlu dicari solusi atas fakta tersebut, agar fungsi BPR

sebagaii lembaga penyedia layanan jasa perbankan untuk masyarakat pedesaan

menjadi lebih bermakna dan mampu mendorong dinamika ekonomi masyarakat

pedesaan.

Gambar 10.Tujuan Kredit

165 (83%)

12(6%) 4(2%) 17(9%)

Keperluan Pribadi Modal Kerja Investasi Kombinasi

Sumber : Data Primer, 2007

Berdasarkan pengajuan kredit yang dilakukan oleh dibitur, tujuan pemanfaatan

kredit sebagian besar (83%) adalah untuk modal kerja, dan hanya 6% yang

menggunakannya untuk keperluan membiayai tujuan investasi. Melihat relatif

tingginya tingkat bunga kredit yang ditetapkan oleh BPR responden, cukup beralasan

apabila hanya sedikit debitur yang menggunakannya bagi keperluan tujuan investasi.

Page 133: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

125

Melihat gambaran temuan di atas bisa diambil suatu kesimpulan bahwa rendahnya

efisiensi BPR, seperti yang tercermin pada relatif tingginya tingkat bunga kredit

maupun biaya-biaya tambahan yang harus ditanggung oleh debitur, menjadi salah

satu alasan yang cukup kuat bagi terciptanya kinerja kredit BPR yang buruk, tanpa

mengabaikan faktor-faktor lainnya, seperti pengelolaan kredit oleh BPR, SDM

pengelola kredit dll. Tren penurunan tingkat bunga yang terjadi akhir-akhir ini,

apabila kualitas kredit BPR masih buruk, maka akan menjadi hambatan yang besar

bagi BPR untuk melakukan penyesuaian dengan tren tersebut. Akhirnya menjauhkan

kesempatan bagi masyarakat di pedesaan untuk turut menikmati tingkat bunga kredit

yang rendah dan menjadi hambatan bagi pemulihan sektor riil, khususnya di

pedesaan.

3.3. Profil Debitur

Sesuai dengan tujuan pembentukan BPR sebagai lembaga perbankan yang

memfokuskan pelanannya kepada masyarakat pedesaan, debitur utama responden

BPR mayoritas (72%) adalah masyarakat sekitar BPR yang bersangkutan. Adapun

sisanya 28% debitur utamanya adalah perusahaan/instansi pemerintah. Hal ini tidak

mengherankan karena 55% responden BPR berbentuk Perusahaan Daerah (PD) BPR.

Gambar 11. Debitur Utama

42(72%)

0(0%)16(28%)

Keluarga/Teman/Kenalan

Karyaw an Perusahaan/instansi pemerintah

Masyarakat Sekitar

Sumber : Data Primer, 2007

Temuan menarik dalam survey ini adalah sebagian besar resonden memiliki usaha

produktif. Meskipun 28% debitur adalah karyawan instansi/perusahaan daerah, namun

mereka umumnya memiliki usaha sampingan. Hanya 4 orang debitur saja yang

mengaku tidak memiliki usaha. Hal itu nampak pada gambar 12 di bawah.

Page 134: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

126

Sebagian besar usaha debitur merupakan usaha perdagangan dan jasa. Pada gambar

tersebut 49 orang memiliki usaha perdagangan makanan atau usaha yang sejenis,

69 orang usaha perdagangan eceran. Dan 29 orang debitur memiliki usaha non

perdagangan dan jasa, seperti pertanian, peternakan, furnitur dll. Melihat kenyataan

ini, kredit yang disalurkan oleh BPR memiliki potensi yang tinggi dalam

pengembangan UMKM di pedesaan.

Gambar 12. Jenis Usaha Debitur

1111

81

21

211

211

311

125

13

111

33

223

4649

103

11

4

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

Penjualan Sepeda MotorAngkutan Jalan Raya

Industri Barang Dari Kayu DsbIndustri Barang Dari Logam

Industri FurnitureIndustri Lainnya

Industri MakananIndustri Pakaian Jadi

Industri Pemintalan, Pertenunan, Pengolahan AkhirIndustri Penggergajian Kayu, Dll

Industri Penggilingan Padi-padian, TepungIndustri Pengolahan Tanah LiatIndustri Pengolahan Tembakau

Industri Peralatan ListrikIndustri Percetakan DllJasa Kegiatan Lainnya

Jasa Konsultasi Arsitek, Tehnik, DllJasa Penunjang Angkutan

Jasa Perorangan Yang Melayani Rumah TanggaJasa Pertanian, Perkebunan dan Peternakan

Kegiatan Perfilman, Radio, Televisi dan hiburan Organisasi Bisnis, Pengusaha, Dll

PenggalianPenjualan Mobil

Penjualan Sepeda MotorPenjualan Suku Cadang

Perdagangan Eceran Barang BekasPerdagangan Eceran Berbagai Macam Barang

Perdagangan Eceran LainnyaPerdagangan Makanan, Minuman atau tembakau

Pertanian Tanaman Pangan, Perkebunan, DllPeternakan

Real Estate, sew a, kontrakanRestoran/Rumah Makan, Bar dan Jasa Boga

Tidak Punya Usaha

Sumber : Data Primer, 2007

Apabila jenis usaha pada gambar 12 dikelompokkan berdasarkan pada sektor

usahanya, maka penggunaan kredit berdasarkan sektor usaha debitur terdistribusi

seperti pada tabel 2 di bawah ini. Nampak sektor usaha yang dominan adalah

perdagangan (66,7%), disusul sektor jasa-jasa 13,6%.

Page 135: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

127

Tabel 2. Sektor Usaha Debitur

Sumber : Data Primer, 2007

3.4. Linkage Program

Di bawah ini diperoleh gambaran mengenai linkage program yang dilakukan oleh

responden BPR. 60% responden BPR menyatakan tidak memiliki linkage program. Dari

40% BPR yang memiliki linkage program adalah BPR-BPR besar dan berkinerja bagus.

Nampak bahwa BU partner sangat selektif dalam memilih partner BPR dalam linkage

program.

Gambar 13. Linkage Program

Ya, 23, 40%

Tidak, 35, 60%

Sebagian besar responden BPR (65%) memiliki plafon antara 1-25 milyar. Namun ada

19% yang mampu menyerap plafon hingga di atas Rp. 25 milyar. Hal ini menandakan

masih kurang meratanya akses linkage program diantara BPR yang ada. Padahal

dalam era tren penurunan tingkat bunga seperti sekarang ini, program ini menjadi

lebih menarik untuk diterapkan.

Gambar 14. Plafon Linkage Program

No Sektor Jumlah %1 Pertanian 10 5.1

2 Perindustrian 19 9.6

3 Perdagangan 132 66.7

4 Jasa-jasa 27 13.6

5 Lainnya 10 5.1

Total 198 100

Page 136: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

128

15(65%)

3(13%)1(4%)2(9%)

2(9%)

< 1 milyar 1 - 25 milyar 25 milyar - 50 milyar50 milyar - 75 miyar > 75 milyar

Sumber : Data Primer, 2007

4. Kesimpulan

1. BPR dengan NPL yang tinggi adalah BPR yang dimiliki oleh pemerintah daerah,

terutama BPR BKK

2. Rata-rata waktu yang digunakan untuk melakukan pencairan kredit kurang

dari 4 hari.

3. Cara pembayaran angsuran yang langsung disetorkan ke BPR menjamin

keamanan pembayaran uang angsuran debitur dari penyelewengan setoran,

namun dari sisi debitur menambah biaya transport, dan waktu.

4. Manajemen BPR sudah ditangani oleh orang yang kompeten dibidangnya, hal

ini ditunjukkan dengan kepemilikan sertifikat pada jajaran direksinya.

5. Tingkat suku bunga yang dikenakan pada debitur BPR cukup tinggi hal ini

ditunjukkan dengan bunga yang dikenakan lebih dari 3% flat/bulan.

6. Biaya tambahan yang dibebankkan kepada debitur cukup tinggi, sehingga BPR

perlu didorong untuk lebih meningkatkan efisiensi biaya transaksi sehingga

dapat menurunkan biaya tambahan yang ditanggung debitur.

7. Sektor perdagangan merupakan sektor terbesar menyerap dan memanfaatkan

kredit dari BPR.

8. Linkage program belum banyak dilakukan oleh BPR, hal ini menunjukkan

masih kurang meratanya akses linkage program.

Page 137: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

129

Profil BPR Sumatera Utara

Dipersiapkan oleh: Tim Peneliti Universitas Nomensen Medan

LATAR BELAKANG

Survey ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor penyebabnya meningkatnya NPL (kredit macet) yang ada di BPR. Ini sangat penting diketahui dikarenakan BPR adalah lembaga keuangan mikro yang langsung berhubungan dengan masyarakat kecil dan indutri kecil dan rumah tangga. Di Sumatera Utara, survey dilakukan pada 24 BPR yang telah ditentukan terlebih dahulu dan tersebar di beberapa kabupaten/kota yang ada di propinsi ini. Pelaksanaan pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan daftar pertanyaan yang dilakukan oleh enumerator pada BPR dan debitur BPR yang telah ditentukan. DESKRIPSI HASIL PENGUMPULAN DATA Dari hasil survey yang dialkuakn terhadap 24 BPR, maka diperoleh data bahwa keseluruhan BPR berbentuk PT (Perseroan Terbatas) yang dimiliki oleh pribadi maupun kelompok. Tidak ada satupun yang berbentuk Perusahaan Daerah (PD) ataupun Koperasi. Walaupun berbentuk PT, beberapa diantaranya memiliki dewan komisaris, sedangkan sisanya tidak memiliki dewan komisaris atau pengawas.

0

10

20

30

Jumlah

Jenis Organisasi

Gambar 1. Jenis Organisasi BPR

Jenis Org

Jenis Org 24 0 0PT PD Koper

Posisi kredit per Desember 2006 menunjukkan hasil yang berbeda antar BPR. Dari 24 BPR, 5 diantaranya memiliki posisi kredit di atas 10 milyar rupiah. Setelah dilihat lebih mendalam ternyata ke-5 BPR tersebut adalah BPR yang berlokasi di kota besar dan berada dekat dengan

Page 138: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

130

pusat-pusat ekonomi sehingga memiliki nasabah yang cukup banyak. BPR lainnya memiliki jumlah kredit di bawah 10 milyar rupiah karena berada pada daerah pinggiran kota dan atau berada pada kabupaten/kota yang bukan merupakan pusat-pusat perekonomian. Akan tetapi, secara keseluruhan posisi kredit BPR tersebut sudah cukup besar bila dibandingkan dengan kegiatannya yang hanya membantu keuangan masyarakat kecil dan industri mikro dan kecil.

3

8

2

5

1

5

012345678

0 - 2 2,01 - 44,01 - 66,01 - 8 8,01 -10

> 10

Gambar 2. Jumlah Kredit

Kredit

Dalam melakukan pinjaman di BPR, maka seorang nasabah harus mengikuti prosedur yang telah ditetapkan sehinnga proses peminjaman bisa berlangsung beberapa hari kerja. Berdasarkan data yang diperoleh rata-rata proses peminjaman kredit dilakukan antara 3 – 6 hari kerja (19 BPR) dan sisanya proses peminjaman kredit dilakukan lebih kecil dari 3 hari (2 BPR) dan lebih dari 6 hari kerja (3 BPR). Perbedaan waktu yang terjadi secara umum diakibatkan oleh perbedaan besar dan tujuan penggunaan kredit yang diajukan oleh debitur. Tetapi secara umum, proses pencairan pinjaman dilakukan dengan secepat mungkin apabila bisa dilakukan dengan melakukan pertimbangan-pertimbangan yang cepat bagi kelayakannya.

Page 139: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

131

Gambar 3. Waktu Proses Peminjaman

< 38%

3,01 - 679%

> 613%

< 33,01 - 6> 6

Dalam melakukan pembayaran kembali kredit yang diperoleh, debitur dapat memilih beberapa cara, seperti bisa langsung membayar di BPR, diambil ketempat usaha/rumah, dipotong dari tabungan dan melakukan transfer antar bank. Dari data yang dikumpulkan, ternyata sebagian besar debitur lebih suka melakukan pembayaran langsung ke BPR (16), dijemput (7) dan hanya 1 yang melakukannya dengan memotong tabungan yang ada di BPR tersebut. Gejala ini memperlihatkan bahwa BPR memang lembaga keuangan mikro yang dekat dengan masyarakat dimana masyarakat perlu untuk datang ke BPR untuk melakukan diskusi atau pembicaraan apabila mereka menemukan beberapa masalah dalam pelaksanaan kegiatan usaha dan lainnya.

Gambar 4. Cara Pembayaran

16

71 0

05

101520

A(L

angs

ung

dise

tor)

B(A

ngsu

ran

dije

mpu

t)

C (P

oton

gG

aji)

D (T

rans

fer

reke

ning

)

Jenis Pembayaran

JUm

lah

Cara Pembayaran

Pengelolaan suatu usaha yang baik akan dipengaruhi oleh kemampuan pengelolanya atau pimpinannya sehingga tujuan yang diinginkan dapat dicapai dengan baik. Demikian juga dengan BPR dimana pimpinan juga memerlukan sertifikasi dalam bidang perbankan sehingga dapat mengelola BPR dengan baik. Dari hasil survey dapat dilihat bahwa 23

Page 140: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

132

BPR telah memiliki pimpinan yang bersertifikat dan hanya 1 yang pimpinannya belum ada sertifikat. Apabila dilihat dari pengelolaan kredit, maka BPR yang pimpinannya belum memiliki sertifikat hanya mampu mengelola kredit dalam jumlah yang kecil. Ini menunjukkan bahwa sertifikasi sangat diperlukan untuk mengelola BPR.

Gambar 5. Sertifikasi Pimpinan BPR

1 (Memiliki Sertifikat)

96%

0 (Tidak memiliki sertifikat)

4% 1 (MemilikiSertifikat)0 (Tidak memilikisertifikat)

Kehidupan BPR akan sangat tergantung dari jumlah atau banyaknya nasabah yang dimiliki karena mereka tidak dapat bertahan apabila nasabahnya tidak cukup besar untuk menopang perputaran dana yang tersedia. Kemampuan marketing officer yang dimiliki oleh BPR sangat dinutuhkan dalam mendatangkan nasabah. Sumber nasabah bisa berasal dari keluarga/teman, bisa berasal dari karyawan dan bisa berasal dari masyarakat/dunia usaha sekitar BPR tersebut. Dari data yang diperoleh, terlihat bahwa nasabah BPR rata-rata berasal dari masyarakat/dunia usaha sekutarnya (22) dan sisanya berasal dari keluarga/teman (1) dan karyawannya sendiri (1). Dengan melihat jumlah ini, maka tujuan BPR untuk membatu keuangan dari industri dan masyarakat kecil dapat dipenuhi.

1 1

22

05

10152025

A (Keluarga) C(Masyarakat

sekitar)

Gambar 6. Debitur Utama

Debitur Utama

Jenis debitur BPR biasanya dapat dibagi menjadi 2, yaitu debitur yang merupakan bekas anggota KKMB (Konsultan Keuangan Mitra Bank) dan yang bukan anggota KKMB. Dengan menjadi anggota KKMB, maka debitur tersebut dapat mengelola kredit atau pinjamannya dengan benar sehingga tidak akan terjadi kredit kurang lancar atau macet. Ternyata

Page 141: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

133

dari data yang diperoleh, terlihat bahwa hanya 3 BPR yang memiliki debitur anggota KKMB dan sisanya diluar itu. Dihubungkan dengan pembayaran kredit/pinjaman yang dilakukan, maka terlihat bahwa debitur anggota KKMB tersebut dapat dengan lancar membayar pinjamannya 100%. Ini berimplikasi bahwa seharusnya debitur secara bertahap harus menjadi anggota KKMB sehingga pengembalian kredit/pinjaman dapat berlangsung dengan lancar dan baik.

Gambar 7. Kolektibilitas

KKMB dan Lancar

13%

Bukan anggota KKMB87%

KKMB dan Lancar

Bukan anggotaKKMB

BPR dapat melakukan pinjaman pada Bank Umum yang ada melalui suatu program yang dinamakan Linkage Program guna memenuhi kebutuhan likuiditas BPR tersebut atau tujuan-tujuan lainnya. Dengan melakukan linkage program, maka BPR dalat melakukan pinjaman pada bank umum. Dari 24 BPR sampel di Sumatera Utara, BPR yang melakukan linkage program sebanyak 9 dan yang tidak melakukan sebanyak 15. Ini menunjukkan bahwa kebanyakan BPR yang ada masih memiliki kemampuan dana yang cukup baik untuk memenuhi kebutuhan likuiditasnya atau dengan kata lain, pemiliki memiliki dana yang cukup untuk memenuhi kebutuhan dana BPRnya. Dar5i 9 BPR yang melakukan linkage program 6 diantaranya melakukan pinjaman di bawah 2 milyar rupiah, 1 melakukan pinjaman antara 2 sampai 5 milyar rupiah dan hanya 2 yang melakukan pinjaman di atas 5 milyar rupiah. Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya tingkat keuangan yang dimiliki oleh BPR ini masih cukup besar dengan melihat tidak terlalu besarnya jumlah pinjaman yang dilakukan. Kemudian, pinjaman yang dicairkan/disetujui bank umum juga tidak sebesar plafond pinjaman yang dilakukan. Hal ini dapat dilihat bahwa hanya 7 BPR yang mendapatkan baki debet antara 0 – 2 milyar rupiah dan hanya 2 yang memperoleh di atas 2 - 5 milyar rupiah.

Page 142: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

134

Gambar8. Linkage Program

1 (Ya)38%

0 (Tidak)62%

1 (Ya)0 (Tidak)

Gambar 9. Plafond Linkage Program

0 - 267%

2 ,01 - 522%

> 511%

0 - 22 ,01 - 5> 5

Gambar 10. Baki Debet Linkage Program

0 - 278%

> 222%

0 - 2> 2

Kemanakah kredit/dana yang dipinjam dari BPR ditujukan oleh kreditur dalam penggunaannya? Ini merupakan pertanyaan yang penting untuk dijawab agar pengembalian kredit dapat dilakukan dengan lancar. Tanpa tahu kemana digunakan, maka akan mempengaruhi pengembalian kredit yang dilakukan. Dari 72 orang debitur yang melakukan pinjaman, maka jenis usaha yang dilakoni oleh debitur tersebut juga berbeda-beda. Kebanyakan debitur memiliki jenis usaha perdagangan atau berdagang (42), diikuti oleh bidang pertanian (11), bidang jasa (10), lainnya (6) dan industri (3). Hal ini menunjukkan bahwa memang debitur BPR sebagian besar adalah pedagang yang berada di sekitar BPR tersebut yang sangat membutuhkan dana secara cepat untuk melakukan pembelian barang. Ini menandakan perputaran uang yang dilakukan relatif lebih

Page 143: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

135

cepat dibandingkan dengan debitur yang berada di bidang pertanian yang mengandalkan musim untuk mengembalikan pinjamannya.

113

42

10 60

1020304050

Pertanian Jasa

Gambar 11. Jenis Usaha

Jenis Usaha

Pinjaman yang diberikan oleh BPR, seperti layaknya pinjaman yang dilakukan pada bank umum, juga harus dikembalikan dengan bunganya. Dari data yang diperoleh, terlihat bahwa rata-rata bungan yang dibebankan pada debitur berkisar antara 2 – 3% per bulannya (56), < 2% per bulannya (12) dan lebih besar dari 3% per bulannya (4). Ini menandakan bahwa walaupun BPR tersebut terletak pada kabupaten/kota yang berbeda, mereka rata-rata menerapkan besaran suku bunga yang hanpir sama. Dengan rata-rata bunga yang dibayar 2 – 3% perbulannya, maka besaran bunga ini memang lebih besar dari bunga bank umum, akan tetapi nasabah BPR tersebut tetap melakukan pinjaman. Ini menandakan bahwa BPR memang memiliki kelebihan dibandingkan dengan bank umum dalam melakukan pendekatan pada masyarakat dan industri kecil dengan jumlah pinjaman yang cukup kecil.

Gambar 12. Suku Bunga

< 220%

2,01 - 35%

> 375%

< 22,01 - 3> 3

Disamping membayar bunga, debitur juga biasanya dibebankan biaya lain-lain termasuk biaya administrasi dan biaya lainnya. Hal ini juga terlihat pada debitur BPR. Debitur yang dibebankan membayar biaya

Page 144: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

136

tambahan 2 – 3% merupakan yang terbesar (34), 1 – 2% menempati urutan berikutnya (26), yang tidak dibebankan biaya (7) dan yang dibebankan biaya cukup besar > 3% ada 5 debitur. Apabila dihubungkan dengan variabel lain dalam daftar pertanyaan, terlihat bahwa besaran biaya tambahan yang dikenakan akan sangat tergantung dari jenis pinjaman, besarnya pinjaman dan tujuan pinjaman, serta lamanya proses pelaksanaan pinjaman dan pemrosesan pinjaman. Kelihatannya, besaran tambahan biaya ini merupakan hal yang biasa di BPR, karena terlihat bahwa sebagian besar diharuskan membayar biaya tambahan dan hanya 7 debitur yang tidak dibebankan atau sekitar 10%.

Gambar13. Biaya Tambahan

010%

1,01 - 236%

2,01 - 347%

> 37% 0

1,01 - 22,01 - 3> 3

Dalam melakukan pengembalian kredit, ada beberapa kategori yang dimiliki oleh BPR, yaitu lancar, kurang lancar, diragukan dan macet. Ternyata, dari data diperoleh bahwa pengembalian kredit yang dilakukan menunjukkan tingkat yang kurang lancar (41%), lancar (33%), diragukan dan macet masing-masing 13%. Ini menunjukkan bahwa pengelolaan yang dilakukan oleh BPR terhadap pengembalian kredit belum sepenuhnya baik, dimana sebagian besar masih dalam kategori kurang lancar dan di bawahnya (67%) dan hanya 33% yang tergolong lancar. Hal ini harus diatasi oleh BPR sehingga NPL BPR tidak bertambah dari waktu ke waktu seperti yang tercantum dalam data saat ini, dimana NPL BPR menunjukkan angka yang meningkat. Kondisi yang ditemui di lapangan ini sejalan dengan indikasi data dan ini menunjukkan bahwa BPR harus lebih hati-hati lagi dalam menyalurkan kreditnya sehingga pengembalian modal dapat dilakukan dengan baik. Prinsip ketelitian dan kehati-hatian harus segera diterapkan agar persoalan pengembalian kredit bisa berjalan dengan lancar di kemudian hari.

Page 145: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

137

Gambar 14. Kolektibilitas Kredit Debitur

A ((Lancar)33%

B (Kurang Lancar)

41%

C (Diragukan)

13%

D (Macet)13% A ((Lancar)

B (Kurang Lancar)C (Diragukan)D (Macet)

Dalam melakukan pinjaman, seorang debitur harus menunjukkan alasan penggunaan kredit yang akan diperolehnya. Dari daftar pertanyaan yang tersedia terlihat bahwa tujuan kredit bisa dilakukan untuk konsumsi, modal kerja, investasi, kombinasi dan lainnya. Dari data yang dikumpulkan, terlihat bahwa tujuan peminjaman dana sebagian besar dilakukan untuk modal kerja (83%) dan sisanya untuk kebutuhan lainnya. Hal ini sangat menggembirakan karena dengan m,enggunakannya sebagai modal kerja, maka ini akan menjalan roda perekonomian sektor riil sehingga dapat mendukung pertumbuhan ekonomi daerah. Hanya saja sekarang diperlukan bagaimana menggalakkan sektor riil tersebut sehingga pengembalian pinjaman dapat dilakukan dengan baik. Tak dapat dipungkiri, dengan data yang dikumpulkan, bahwa telah terbukti bahwa pinjaman yang dilakukan memang betul-betul digunakan untuk kebutuhan yang menjadi kelemahan industri kecil saat ini, yaitu sektor permodalan.

Gambar15. Tujuan Dari Kredit

4%

83%

6% 3% 4% A (Konsumsi)B (Modal Kerja)C (Investasi)D(Kombinasi)E (Lainnya)

Kredit yang diperoleh dari BPR oleh nasabah akan digunakan pada usaha mereka. Terlihat bahwa jenis usaha debitur sebagian besar berada pada sektor perdagangan (68%) diikuti oleh sektor jasa (13%), sektor lain (8%), sektor pertanian (7%) dan sektor industri (4%). Ini menandakan bahwa debiturnya merupakan pelaku pasar dalam bidang perdagangan atau dunia usaha. Pertanian yang merupakan tulang

Page 146: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

138

belakang perekonomian propinsi ini, hanya kecil saja memanfaatkan kebutuhan dana dari BPR yang hanya ditunjukkan oleh persentase yang cukup kecil dalam keterlibatannya dalam menggunakan dana BPR.

Gambarl 16. Sektor Ekonomi Penggunaan Kredit

A (Pertanian)7%

B (Perindustrian)

4%

C (Perdagangan)

68%

D (Jasa)13%

E (Lainnya)8% A (Pertanian)

B (Perindustrian)C (Perdagangan)D (Jasa)E (Lainnya)

KESIMPULAN SECARA UMUM Dari penjelasan (deskripsi) terhadap data yang diperoleh, maka secara umum telah dapat dilihat benang merah kondisi BPR yang ada di Sumatera Utara, siapa debiturnya dan bagaimanakah pengelolaan kredit yang dilakukan oleh BPR. Secara umum terlihat bahwa sebagian besar dana yang dipinjamkan oleh BPR berada pada tengan pedagang kecil dan masyarakat kecil dimana pengembaliannya masih tergolong kurang lancar yang diakibatkan kendala-kendala yang dihadapi di perekonomian (pasar). Pengembalian yang lancar hanya dilakukan oleh debitur yang usahanya memang benar-benar meyakinkan sehingga kelancaran pengembalian kredit bisa dilakukan dengan tepat waktu.

Page 147: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

139

PROFIL BPR SUMATERA SELATAN

Dipersiapkan oleh: Tim Peneliti Universitas Sriwijaya

Bentuk organisasi semua BPR yang menjadi sampel penelitian adalah berbentuk perseroan terbatas (PT) yang berarti telah berbadan hukum.

Tabel 1

Bentuk Organisasi

No. Nama BPR Kabupaten Bentuk Organisasi

1. Agitrans Batumarta OKU Timur PT 2. Cinta Manis Agroloka OI PT 3. Multidana Mandiri Palembang PT 4. Musi Artha Lestari OKU Timur PT 5. Prabumengah Kencana Palembang PT 6. Rarat Ganda Banyuasin PT 7. Sukasada Palembang PT 8. Tahap Ganda Prabumulih PT 9. Tiur Ganda OI PT 10 Tri Gunung Selatan Palembang PT

Jumlah kredit masing-masing BPR yang telah disalurkan mulai dari Rp

3.590.207.118 sampai dengan Rp 25.708.517.585, sedangkan yang

dikategorikan kredit non lancar (kurang lancar, diragukan, dan macet) mulai dari

Rp 11.769.300 sampai dengan Rp 11.300.000.000. Berarti terdapat

kecenderungan semakin besar krdit yang disalurkan maka semakin besar pula

kredit non lancar masing-masing BPR.

Page 148: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

140

Tabel 2

Jumlah Kredit

No. Nama BPR Kabupaten Nilai Kredit 1. Agitrans Batumarta OKU Timur 7.310.597.521

2. Cinta Manis Agroloka OI 4.183.066.500 3. Multidana Mandiri Palembang 23.450.000.000 4. Musi Artha Lestari OKU Timur 3.590.207.118

5. Prabumengah Kencana Palembang 15.604.965.437 6. Rarat Ganda Banyuasin 3.939.115.500 7. Sukasada Palembang 25.708.517.585

8. Tahap Ganda Prabumulih 6.647.067.800 9. Tiur Ganda OI 5.630.073.250 10 Tri Gunung Selatan Palembang 23.498.695.845

Tabel 3

Jumlah Kredit Non Lancar

No. Nama BPR Kabupaten Nilai Kredit 1. Agitrans Batumarta OKU 224.305.085 2. Cinta Manis Agroloka OKI 345.493.500

3. Multidana Mandiri Palembang 11.300.000.000 4. Musi Artha Lestari OKU Timur 177.453.021 5. Prabumengah Kencana Palembang 517.578.241

6. Rarat Ganda Musi Banyuasin 59.072.000 7. Sukasada Palembang 807.019.775 8. Tahap Ganda Prabumulih 11.769.300

9. Tiur Ganda OKI 152.243.000 10 Tri Gunung Selatan Palembang 968.537.751

Waktu yang dibutuhkan BPR untuk menyetujui kredit mulai dari 3 hari

sampai dengan 7 hari, jadi tidak ada patokan waktu yang sama dan singkat

dalam pemberian kredit ke nasabah, semua membutuhkan proses dari

pengajuan, penilaian sampai dengan persetujuan dan pencairan dana kredit.

Page 149: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

141

Tabel 4

Rata-Rata Waktu Menyetujui Kredit

5 50.0 50.0 50.01 10.0 10.0 60.01 10.0 10.0 70.03 30.0 30.0 100.0

10 100.0 100.0

3567Total

ValidFrequency Percent Valid Percent

CumulativePercent

Cara pembayaran angsuran kredit yang palin dominan adalah dengan

angsuran disetor langsung ke BPR sebanyak 8 responden (80%), dan dipotong

secara langsung dari gaji/tabungan debitur sebanyak 2 responden (20%).

Tabel 5

Cara Pembayaran Angsuran Kredit

8 80.0 80.0 80.02 20.0 20.0 100.0

10 100.0 100.0

Disetor Langsung Ke BPRDipotong Langsung Dari Gaji/TabunganTotal

ValidFrequency Percent

ValidPercent

CumulativePercent

Direktur / Direksi BPR semuanya telah memiliki sertifikat kelulusan dari

Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP LKM Certif) sehingga BPR tersebut memiliki

pimpinan yang telah memenuhi syarat mengenai seluk beluk perkreditan dan

perbankan.

Tabel 6

Direktur Memiliki Sertifikat Kelulusan (LSP LKM Certif)

10 100.0 100.0 100.0YaValidFrequency Percent Valid Percent

CumulativePercent

Hampir semua debitur utama masing-masing BPR adalah masyarakat

sekitar sebesar 9 responden (90%), sisanya sebesar 1 responden (10%) adalah

karyawan perusahaan/instansi pemerintah dalam rangka kerjasama dengan

pengurus perusahaan/instansi tersebut..

Page 150: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

142

Tabel 7

Debitur Utama BPR

1 10.0 10.0 10.0

9 90.0 90.0 100.010 100.0 100.0

Karyawan Perusahaan /Instansi PemerintahMasyarakat SekitarTotal

ValidFrequency Percent Valid Percent

CumulativePercent

Kolektibilitas kredit dari debitur yang merpakan binaan KKMB tersebut,

seluruhnya lancer.

Tabel 8

Kolektibilitas Kredit

Kolektibilitas Kredit KKMB

Frequency Percent

Valid Percen

t Cumulative

Percent Valid Seluruhnya

lancar 2 20.0 100.0 100.0

Missing System 8 80.0 Total 10 100.0

Dari 10 responden BPR, hanya 3 responden BPR (30%) yang memiliki linkage program, sedangkan sisanya 7 responden BPR (70%) tidak memiliki linkage program.

Tabel 9

Linkage Program

7 70.0 70.0 70.03 30.0 30.0 100.0

10 100.0 100.0

TidakYaTotal

ValidFrequency Percent Valid Percent

CumulativePercent

Jenis usaha para debitur yang menjadi nasabah BPR beraneka ragam, mulai

dari petani, pedagang, pengusaha industri kecil, pegawai negeri sipil, dan lain-

lain (Ibu rumah tangga, sopir, dan pegawai swasta).

Page 151: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

143

Tabel 1

Jenis Pekerjaan / Usaha

10 16.4 16.4 16.428 45.9 45.9 62.36 9.8 9.8 72.15 8.2 8.2 80.3

12 19.7 19.7 100.061 100.0 100.0

PetaniPedagangIndustri KecilPNSLainnyaTotal

ValidFrequency Percent Valid Percent

CumulativePercent

Besar suku bunga yang ditetapkan di masing-masing BPR bervariasi mulai dari 1 persen sampai dengan 3 persen per bulannya, yang paling banyak adalah nasabah yang ditetapkan tingkat bunga sebesar 2,5 persen pertahun sebanyak 21 responden (34,4%).

Tabel 2

Besar Suku Bunga (Persen/Bulan)

1 1.6 1.6 1.62 3.3 3.3 4.92 3.3 3.3 8.28 13.1 13.1 21.31 1.6 1.6 23.01 1.6 1.6 24.62 3.3 3.3 27.94 6.6 6.6 34.45 8.2 8.2 42.63 4.9 4.9 47.53 4.9 4.9 52.51 1.6 1.6 54.1

21 34.4 34.4 88.56 9.8 9.8 98.41 1.6 1.6 100.0

61 100.0 100.0

.00

.901.001.161.251.461.501.671.751.912.002.082.502.753.00Total

ValidFrequency Percent Valid Percent

CumulativePercent

Tambahan biaya yang dikenakan BPR selain bunga sebanyak 15 nasabah

(24,6%) tidak dikenakan biaya tambahan, dan yang lain berfluktuasi mulai 1

persen sampai dengan 16,3 persen.

Page 152: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

144

Tabel 3

Besar Tambahan Biaya (Persen)

15 24.6 24.6 24.61 1.6 1.6 26.21 1.6 1.6 27.91 1.6 1.6 29.55 8.2 8.2 37.71 1.6 1.6 39.31 1.6 1.6 41.0

14 23.0 23.0 63.93 4.9 4.9 68.97 11.5 11.5 80.31 1.6 1.6 82.01 1.6 1.6 83.66 9.8 9.8 93.41 1.6 1.6 95.11 1.6 1.6 96.71 1.6 1.6 98.41 1.6 1.6 100.0

61 100.0 100.0

.001.001.301.772.002.252.462.503.003.504.414.425.006.436.5012.0016.30Total

ValidFrequency Percent Valid Percent

CumulativePercent

Pada posisi Desember 2006, kolektibiltas kredit debitur lancar sebanyak

11 nasabah (18%), kurang lancar sebanyak 11 nasabah (18%), diragukan

sebanyak 19 nasabah (31,1%) dan macet sebanyak 20 nasabah (32,8%).

Tabel 4

Kolektibilitas Kredit Debitur

11 18.0 18.0 18.011 18.0 18.0 36.119 31.1 31.1 67.220 32.8 32.8 100.061 100.0 100.0

LancarKurang LancarDiragukanMacetTotal

ValidFrequency Percent Valid Percent

CumulativePercent

Tujuan dari pengajuan kredit tersebut, dipakai untuk keperluan pribadi

(konsumsi) sebanyak 14 nasabah (23%), digunakan untuk membiayai

operasional usaha (modal kerja) sebanyak 39 nasabah (63,9%), digunakan

untuk membeli perlatan/mendirikan usaha baru (investasi) sebanyak 1

Page 153: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

145

nasabah (1,6%), digunakan untuk beberapa tujuan (kombinasi) sebanyak 1

nasabah (1,6%), dan lainnya sebanyak 6 nasabah (9,8%).

Tabel 5

Tujuan Pengajuan Kredit

14 23.0 23.0 23.039 63.9 63.9 86.91 1.6 1.6 88.51 1.6 1.6 90.26 9.8 9.8 100.0

61 100.0 100.0

KonsumsiModal KerjaInvestasiKombinasiLainnyaTotal

ValidFrequency Percent Valid Percent

CumulativePercent

Penggunaan kredit tersebut digunakan untuk berbagai sektor, yakni kredit

di sektor pertanian sebanyak 7 nasabah (11,5%), perindustrian sebanyak 3

nasabah (4,9%), perdagangan sebanyak 34 nasabah (55,7%), dan jasa-jasa

sebanyak 5 nasabah (8,2%) serta lainnya sebanyak 12 nasabah (19,7%).

Tabel 6

Sektor Ekonomi Kredit

7 11.5 11.5 11.53 4.9 4.9 16.4

34 55.7 55.7 72.15 8.2 8.2 80.3

12 19.7 19.7 100.061 100.0 100.0

PertanianPerindustrianPerdaganganJasa-JasaLainnyaTotal

ValidFrequency Percent Valid Percent

CumulativePercent

Page 154: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

146

PROFIL BPR DI SULAWESI SELATAN

Dipersiapkan oleh: Tim Peneliti Universitas Hasanuddin

1. Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat di Sulawesi Selatan

a. Perkembangan Kantor

Sampai saat ini (per september 2006), jumlah kantor BPR termasuk BPR

Syariah yang berada di wilayah kerja Kantor Bank Indonesia Makassar sebanyak

30 buah, termasuk 7 BPR Syariah di dalamnya. Jumlah ini sangat sedikit jika

dibandingkan dengan pulau Jawa dan Bali, yang rata-rata mempunyai sekitar 150-

an kantor BPR dan BPRS.

Gambar 1. Sebaran BPR di Propinsi Sulawesi Selatan

Sumber : Bank Indonesia Makassar.

b. Kegiatan Usaha BPR Sulsel

Kegiatan usaha BPR Sul-Sel secara umum menunjukkan perkembangan

yang cukup memuaskan. Penghimpunan dana dan penyaluran dana mengalami

peningkatan dari tahun ketahun. Peningkatan penyaluran dana dan

Makassar • BPR : 7 • BPRS : 3

Luwu Utara • B

PR

Tator • BPR : 2 (KK) : 1

Palopo • BPR : 1 (KK) :1

Bone • BPR : 1

Luwu Timur • BPR : 1

Wajo • BPR : 2 (KK) : 6 • BPRS : 2

Gowa • BPR : 2 • BPRS : 2

Maros • BPR : 1

Takalar • BPR : 2 • BPRS : 1

Page 155: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

147

penghimpunan dana secara terus menerus selama kurun waktu 5 tahun tersebut

seiring dengan meningkatnya jumlah BPR Sulawesi Selatan.

Penyaluran dana khususnya kredit untuk tahun 2002 sebesar 38,219,511

mengalami peningkatan sebesar 16,32 % dari tahun sebelumnya, tahun 2003

nilai nominal kredit yang dapat disalurkan sebesar 42,778,469 yang artinya

meningkat sebesar 20,83 % dari tahun sebelumnya, peningkatan yang sangat

besar terjadi di tahun 2004, penyaluran kredit mencapai angka nominal

57,033,598 mencapai peningkatan sebesar 57,36 %, dan untuk tahun 2005

nominal kredit yang dapat tersalurkan secara umum sebesar 75,517,118

meningkat sebesar 16,99 %, seperti yang terlihat pada tabel 1. di bawah ini.

Untuk penghimpunan dana, peningkatan yang terbesar dalam kurun waktu

5 tahun terjadi di tahun 2004, nominal DPK (Dana Pihak Ketiga) yang dapat

terhimpun sebesar 56,409,614 meningkat sebesar 71,75 % dari tahun

sebelumnya, di tahun 2005 dana yang dapat terhimpun sebesar 60,317,708

TABEL 1. KEGIATAN USAHA BPR SUL-SEL TAHUN 2001-2005(dalam ribu rupiah )

KEGIATAN USAHA 2001 2002 2003 2004 2005

* Penyaluran Dana 32,775,320 38,219,511 42,778,469 68,157,899 75,517,118

a. Kredit 25,785,518 29,995,110 36,243,149 57,033,598 66,728,119

b. Antar Bank Aktiva 6,989,802 8,224,401 6,535,320 11,124,301 8,788,999

* Penghimpunan Dana 24,610,072 29,820,259 32,844,043 56,409,614 60,317,708

a. DPK 19,969,992 22,144,961 26,382,019 39,513,970 43,096,095

Deposito 9,306,644 6,951,894 9,860,736 17,998,626 25,815,486

Tabungan 10,663,348 15,193,067 16,521,283 21,515,344 17,280,609

b. Antar Bank Passiva 1,282,197 2,819,980 2,988,085 8,707,972 8,159,007

c. Pinjaman Yang Diterima 3,121,992 4,535,416 3,148,018 7,385,386 8,389,786

d. Kewajiban Segera 235,891 319,902 325,921 802,286 672,820

* Beberapa Komponen Modal

a. Modal disetor 8,441,928 11,382,193 13,823,551 19,032,851 22,247,851

b. Cadangan 433,715 545,448 350,464 825,857 1,083,786

c. L/R Tahun Berjalan 959,352 319,643 1,129,821 1,614,747 1,447,433

d. L/R Tahun Lalu (1,458,847) (2,417,083) (2,895,395) (3,295,860) (3,437,360) Data: Hasil Olahan

Page 156: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

148

meningkat sebesar 6,92 %, sangat jauh dibanding dengan tanun sebelumnya. Hal

ini disebabkan telah terbentuknya provinsi Sulawesi Barat sehingga BPR yang

masuk wilayah Sulawesi Barat tidak terhitung lagi dalam BPR Sulawesi Selatan.

c. Kinerja BPR Sulsel

Kinerja BPR memberikan gambaran tentang efisiensi alokasi sumber daya

keuangan, hal ini dapat mencerminkan kondisi internal perusahaan.

Dua aspek penting yang paling perlu diperhatikan dalam analisis kinerja

perbankan adalah profitabilitas (profitability) dan likuiditas (liquidity). Profitabilitas

mencerminkan seberapa besar kemampuan bank mencetak keuntungan.

Sedangkan liquiditas mencerminkan kemampuan bank untuk memenuhi

kewajiban kepada nassabah, khususnya penarikan uang tunai dari deposito

maupun tabungan masyarakat.

Aspek permodalan merupakan elemen yang paling penting dalam dunia

perbankan. Kesehatan sebuah BPR dan kualitas manajerialnya dapat diukur dari

ketaatan memenuhi ketentuan permodalan.

a) CAR (Capital Adequacy Ratio)

Kewajiban penyediaan modal minimum (KPMM) bagi BPR didasarkan pada

risiko aktiva yang tercantum pada neraca. Kecukupan modal BPR diukur

berdasarkan prosentase antara modal dengan Aktiva Tertimbang Menurut

Risiko (ATMR) dengan prosentase di atas atau lebih dari 4% (>4%), apabila

kurang atau di bawah dari 4% maka BPR ditetapkan dalam pengawasan

khusus dan pembekuan kegiatan usaha.

Dari pengolahan data selama kurun waktu penelitian CAR BPR Sul-Sel

tahun 2001-2005 menunjukkan prosentase yang berfluktuasi namun tetap

sesuai dengan rasio kecukupan modal yang ditetapkan oleh BI. Rasio

kecukupan modal yang terbesar selama tahun penelitian terjadi pada

tahun 2001 yaitu sebesar 35,70 % dan kemudian menurun ditahun 2002

sebesar 3,84%, sehingga prosentase CAR menjadi 34,33%, di tahun 2003,

prosentase CAR meningkat sebesar 0,36% sehingga prosentase CAR

mencapai 34,46 %, selanjutnya untuk tahun 2004 prosentase CAR

menurun sebesar 9,95 % sehingga CAR menjadi 31,03%, tahun 2005 CAR

Page 157: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

149

meningkat sebesar 7,68 % sehingga prosentase nilai CAR di akhir tahun

penelitian sebesar 33,41 %.

b) CR (Cash Ratio)

Likuiditas merupakan kemampuan BPR untuk memenuhi kewajiban-

kewajibannya yang jatuh tempo dalam jangka pendek. Salah satu cara

untuk melihat kemampuan BPR dalam memenuhi kewajiban-

kewajibannya yang jatuh tempo adalah dengan melihat Cash Ratio.

Kecukupan cash ratio BPR diukur berdasarkan prosentase antara alat

liquid dengan hutang lancar, dengan prosentase CR di atas atau lebih dari

3% (>3%)

TABEL 3.13. PERMODALAN DAN LIQUIDITAS BPR SUL-SEL TAHUN 2001-2005

2001 2002 2003 2004 2005

* CAR (%) 35.70 34.33 34.46 31.03 33.41 Modal (Rp.000) 11,167,974 12,327,173 14,594,144 20,849,803 25,555,991

ATMR (Rp.000) 31,279,464 35,904,070 42,353,845 67,195,084 76,486,895

* CR (Cash Ratio) (%) 37.99 34.46 25.47 12.41 7.61

a. Alat Liquid (Rp.000) 7,677,011 7,742,071 6,802,922 5,001,375 3,332,273

Kas (Rp.000) 1,969,406 2,337,650 3,255,687 2,585,046 2,702,281

(ABA-ABP) (Rp.000) 5,707,605 5,404,421 3,547,235 2,416,329 629,992

b.Hutang Lancar (Rp.000) 20,205,883 22,464,863 26,707,940 40,316,256 43,768,915

Kewajiban Segera (Rp.000) 235,891 319,902 325,921 802,286 672,820

Tabungan (Rp.000) 10,663,348 15,193,067 16,521,283 21,515,344 17,280,609

Deposito (Rp.000) 9,306,644 6,951,894 9,860,736 17,998,626 25,815,486

* LDR (Loan to Deposit Ratio) (%) 77.20 74.34 79.74 76.41 81.26

Total Kredit (Rp.000) 25,785,518 29,995,110 36,243,149 57,033,598 66,728,119

Penghimpunan Dana (Rp.000) 24,610,072 29,820,259 32,844,043 56,409,614 60,317,708

Modal Inti (Rp.000) 8,788,719 10,526,960 12,608,817 18,229,416 21,799,945

Data : Hasil Olahan

TABEL 2. PERKEMBANGAN CAR, CR DAN LDR BPR SUL-SEL TAHUN 2001-2005

2001 2002 2003 2004 2005

CAR (%) 0 (3.84) 0.36 (9.95) 7.68

CR (%) 0 (9.29) (26.09) (51.30) (38.63)

LDR (%) 0 (3.71) 7.26 (4.17) 6.34

Data : Hasil Olahan

Page 158: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

150

GAMBAR 2. PERKEMBANGAN CAR, CR DAN LDR BPR SUL-SEL

TAHUN 2001-2005

PERKEMBANGAN CAR, CR DAN LDR BPR SUL-SEL TAHUN 2001-2005

0(3.84)

0

(26.09)

(51.30)

(38.63)

0

7.68

(9.95)

0.36

(9.29)

6.34(4.17)

7.26

(3.71)

(60)

(50)

(40)

(30)

(20)

(10)

0

10

20

2001 2002 2003 2004 2005

T a h u n

Pros

enta

se (%

)

CAR CR LDR

Data: Hasil olahan

2. Hasil Survey

Survey tentang faktor pemicu meningkatnya NPL di BPR Sulawesi Selatan

dilakukan terhadap 14 BPR yang tersebar di KTI Wilayah Makassar, Maros, Bone,

Wajo, Palopo, Gowa dan Takalar. BPR adalah bank yang melaksanakan kegiatan

usaha secara konvensional. Menurut Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998

bentuk hukum BPR dapat berupa Perseroan Terbatas, Perusahaan Daerah, dan

Koperasi.

Lokasi BPR Menurut Daerah

7

11

2

11 1 Makassar

MarosTakalarGowaPalopoBoneWajo

Page 159: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

151

a. Menyangkut BPR (dari kuesioner "Proses Pemberian Kredit"):

• Bentuk organisasinya (pertanyaan no. 1)

Sebagian besar yakni 86% BPR yang disurvey di wilayah Sulawesi

Selatan berbentuk PT dan 7% berbentuk PD serta 7% berbentuk

koperasi. Perusahaan Daerah BPR dimiliki oleh satu pihak yakni

Pemerintah Kodya Makassar dan Koperasi BPR dimiliki oleh koperasi

Abang Pasar. Sedangkan yang berbentuk PT, murni dimiliki oleh

swasta.

Gambar 1. Bentuk Organisasi Yang Di Survei

86%

7% 7%

PTPDKoperasi

• Jumlah kreditnya (no. 2)

Status badan usaha apakah PT, PD dan Koperasi ternyata tidak

menghambat operasi aktivitas BPR. Artinya, mereka tetap memiliki

peluang yang sama untuk menarik nasabah. Hal ini tercermin pada

besarnya posisi kredit BPR Desember 2006 baik yang berbentuk PT,

PD, maupun Koperasi secara umum tidak terdapat perbedaan yang

mencolok. Dari 14 BPR yang disurvey sebagian besar yakni 11 BPR

memiliki posisi kredit per Desember 2006 di atas 1 milyar rupiah.

Dengan demikian hanya 3 BPR yang memiliki posisi kredit per

Desember 2006 di bawah 1 milyar rupiah. Dari 11 BPR tersebut yang

berbentuk PT sebanyak 9 dengan lokasi di wilayah Sulawesi Selatan

(Kota dan Kabupaten) dan 1 BPR berbentuk PD yang berlokasi di Kota

Makassar serta 1 BPR berbentuk Koperasi. Hal ini secara implisit

menunjukan bahwa BPR yang berada di pusat aktivitas ekonomi,

memiliki peluang usaha relatif lebih besar. Kota/Kabupaten Makassar

merupakan wilayah niaga dan jasa sekaligus, dimana terdapat banyak

Page 160: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

152

pelaku usaha di dua sektor ekonomi tersebut yang tersebar di kota dan

pinggirannya.

• Rata-rata waktu menyetujui kredit (no. 4)

Hasil survey menunjukan bahwa sebagian besar BPR yakni 58% hanya

membutuhkan waktu rata-rata tiga hari untuk menyetujui kredit.

Sebanyak 7% perlu waktu 2 hari, sebanyak 21% membutuhkan waktu

4 hari serta 14% membutuhkan membutuhkan waktu 6 hari. Dengan

demikian hampir seluruh BPR yakni 100% membutuhkan waktu tidak

lebih dari enam hari untuk menyetujui kredit.

RATA-RATA WAKTU PENCAIRAN KREDIT

7%

58%

21%

14%

2 Hari3 hari4 hari6 hari

• Cara pembayaran angsuran kredit (no. 6) ok

BPR besar tersebut mampu meraih nasabah diluar batas administrasi

lokasi bank. Contoh kasus BPR di Kota Makassar, nasabahnya tersebar

sampai ke Kabupaten Maros dan Kabupaten Gowa. Demikian halnya

BPR di Kabupaten Gowa, banyak nasabahnya berada di Kota Makassar.

Performa ini menunjukan bahwa BPR memiliki daya tarik tersendiri

bagi kelompok masyarakat tertentu untuk dijadikan mitra usaha

sekalipun lokasi jauh dari tempat tinggalnya. Dimungkinkan salah satu

daya tariknya tersebut adalah kecepatan pencairan dana dan

kemudahan cara pembayaran angsuran. Namun ternyata dalam

membayar angsuran sebagian besar disetor langsung ke BPR.

Kenyataan ini mengindikasikan bahwa sebagian besar BPR tidak

memberikan fasilitas kemudahan dalam membayar. Hal ini bisa

dipahami karena pengambilan cicilan oleh bank atau fasilitas lainnya

akan menimbulkan biaya operasi buat BPR. Namun di sisi lain,

nasabah yang jauh dari lokasi bank harus menanggung biaya

Page 161: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

153

transportasi yang lebih tinggi untuk setiap kedatangan dalam

membayar cicilannya. Kenyataan ini semakin memperkuat pernyataan

bahwa BPR tetap dipilih bukan karena kedekatan lokasi, namun karena

keunggulan kemudahan memperoleh pinjaman dengan nilai kredit

yang tergolong mikro.

• Direksi yang memiliki sertifikasi (no. 7)

Kemudahan memberikan kredit mikro oleh BPR sesuai eksistensi

mereka yang bermain di segmen pasar masyarakat menengah ke

bawah. Meskipun demikian mereka tetap menjalankan bisnis

perbankan mikro ini dengan prinsip kehati-hatian dan mengikuti aturan

Bank Indonesia. Salah satu buktinya, seluruh direksi BPR yang disurvey

memiliki sertifikasi. Selain itu, mereka tidak memilih nasabah karena

ada hubungan khusus. Sebagian besar BPR menyalurkan kredit ke

masyarakat sekitar.

• Debitur utama (no. 15)

Hasil survey menunjukan bahwa sebanyak 11 BPR yang disurvey

menyatakan kreditnya tersalurkan ke masyarakat sekitar. Kenyataan

bahwa sebagian besar BPR menyalurkan kredit ke masyarakat sekitar

memberikan harapan besar untuk terjadinya pengembangan usaha

mikro yang berkelanjutan. Untuk merealisasikan hal ini dan mencegah

kredit non lancar perlu pendampingan terhadap debitur yang berbentuk

fasilitas konsultasi yang terkait dengan usahanya. Namun disayangkan

seluruh BPR yang disurvey di Sulawesi Selatan tidak ada satu pun BPR

yang memiliki debitur yang merupakan binaan Konsultan Keuangan

Mitra Bank (KKMB).

Dalam perkembangan beberapa tahun terakhir kinerja BPR

menunjukan peningkatan baik dari sisi penghimpunan dana maupun

penyaluran dana. Namun sayangnya, kinerja tersebut diikuti dengan

memburuknya Rasio NPL BPR. Permasalahan ini bisa menghambat

kesinambungan eksistensi BPR sebagai lembaga keuangan yang telah

berperan signifikan dalam mendorong pengembanga usaha mikro.

Page 162: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

154

Memburuknya rasio NPL cukup memprihatinkan karena berbagai

upaya telah dilakukan oleh Bank Indonesia dalam rangka

meningkatkan peran dan kontribusi BPR diantaranya linkage program

antara Bank Umum dan BPR dalam rangka penyaluran kredit kepada

usaha kecil dan mikro (UKM). Berdasarkan hasil survey diketahui

ternyata hanya 2 BPR dari 14 BPR yang disurvey yang telah mengikuti

linkage program.

• Kolektibilitas kredit (no. 17)

Dari 14 BPR tersebut, sebagian kecil yakni 21% mendapatkan plafon

kredit di bawah satu milyar rupiah. Hanya terdapat tiga BPR yang

memperoleh plafon kredit di atas lima milyar rupiah.

4%

0%

6%

33%

13%2%2%5%3%

8%

13%5% 3% 3%

PD. BPR KODYA TK IIMAKASSAR

PT. BPR TARUNAJUJUR SAKTI

PT. BPR SULAWESIDANAJAYA

PT. BPR HASAMITRA

PT. BPR SulawesiMandiri

• Linkage program (no. 31)

Dari 14 BPR tersebut, hanya 3 BPR yang mengikuti Linkage program

Page 163: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

155

Program Linkage & Non Linkage

21%

79%

Linkage ProgramNon Linkage

b. Menyangkut debitur (dari kuesioner "Status Kredit Debitur")

• Jenis usaha (no. 1) Sebagian besar kredit dari BPR yang disurvey dialokasikan ke jenis

usaha perdagangan. Dari 100 debitur yang dijadikan sampel, sebanyak

83 atau 83% merupakan debitur yang menggeluti usaha perdagangan.

Usaha perdagangan yang dimaksud merupakan usaha kecil dan mikro

yang sebagian besar meliputi perdagangan eceran komoditas pangan

dan kelontongan. Debitur yang bergerak di usaha perdagangan ini

mencakup seluruh wilayah survey.

Perdagangan & Non Perdagangan

83%

17%

PerdaganganNon Perdagangan

• Suku bunga yang dikenakan (no. 4)

Dalam memberikan kredit kepada debitur, antar BPR menetapkan

suku bunga secara flat yang sangat bervariasi. Sebagian besar BPR

menetapkan suku bunga pinjaman secara flat antara 1% – 3%. Dari

100 debitur yang jadi sampel, 99 debitur dibebani suku bunga sebesar

Page 164: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

156

1% – 3% per bulan. Bahkan hanya 1 debitur menanggung bunga

sebesar 3,5% secara flat per bulannya. Dibandingkan dengan bank

umum besaran suku bunga tersebut jelas jauh lebih besar. Kondisi yang

ironis, pelaku usaha skala mikro ini harus menanggung biaya modal

yang sangat tinggi. Dimungkinkan kebijakan BPR menetapkan suku

bunga sebesar itu untuk menutup biaya operasi yang tinggi per satuan

kredit yang dikucurkannya.

Suku Bunga Yang Dikenakan Pada Nasabah BPR

1%1%1%1% 7%

24%

9%

55%

1%

1%1.125%1.2%1.25%1.8%2%2.25%2.5%3.5%

• Persentasi tambahan biaya selain bunga (5)

Selain besaran suku bunga yang sangat fantastis, debitur pun terkena

biaya tambahan disaat akad kredit yang besarnya cukup signifikan.

Sebanyak 97% dari total debitur dikenakan biaya tambahan sampai 4%

dari total kredit yang diajukannya.

Ada pula BPR yang tidak mengenakan biaya tambahan, hal ini dialami

oleh 23 debitur. Mengejutkan, terdapat debitur dibebani biaya

tambahan di atas 4% yakni sampai 5%. Dilihat berdasarkan besarnya

pinjaman tampaknya tidak terdapat korelasi antara besarnya biaya

tambahan dengan pinjaman. Berdasarkan temuan ini menunjukan

bahwa dibalik kemudahan prosedur peminjaman dan kecepatan

pencairan sebenarnya biaya transaksi perolehan kredit di BPR sangat

tinggi. Ketika dikaitkan dengan eksistensi BPR sebagai pendorong

pengembangan usaha mikro menjadi tidak sinkron, karena

dikhawatirkan bukannya mendorong usaha malah menghambat.

Page 165: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

157

Tambahan Biaya

23%

2%

7%

2%27%

7%

16%

2%

5%6%

1%

2%0%0,135%0,25%0,5%1%1,5%2%2,5%3%4%3,5%5%

• Kolektibilitas kredit (no. 8)

Kekhawatiran tersebut ternyata terbukti, tercermin pada besarnya

kredit macet di BPR. Dari 14 BPR yang disurvey rata-rata kredit

macetnya 64% dari posisi kredit per Desember 2006.

Survey terhadap 100 debitur, 64% merupakan debitur dengan

kolektibilitas non lancar dimana 34% nya merupakan debitur yang

kolektibilitasnya macet.

Kredit Lancar & Non Lancar

LancarNon Lancar

• Tujuan kredit (no. 9)

Kenyataan yang dihadapi BPR yang bermasalah bahwa sebagian besar

nasabahnya memiliki kolektibilitas non lancar dapat menjadi ancaman

terhadap keberlangsungan usahanya. Menurut pihak BPR sebagian

besar tujuan pemakaian kredit tersebut untuk kredit modal kerja.

Namun kenyataannya terdapat pula nasabah yang menggunakan

pinjaman tersebut untuk keperluan konsumsi.

Page 166: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

158

• Sektor ekonomi kredit (no. 10)

Berdasarkan survey terhadap 100 debitur, terdapat 90 debitur atau

90% nya memanfaatkan kredit untuk membiayai operasional usaha

atau modal kerja. Menariknya sektor usaha yang paling banyak digeluti

debitur adalah sektor perdagangan. Artinya, dimungkinkan modal kerja

yang dimaksud adalah pembelian barang untuk dijual kembali tanpa

proses nilai tambah produk. Hal ini diperkuat oleh hasil survey dimana

sektor industri hanya menyerap 3% dari total kredit yang disalurkan

oleh BPR.

Kenyataan ini mengandung resiko tinggi, bahwa fluktuasi harga dan

lemahnya pengelolaan usaha para debitur menggiring pada macetnya

kredit. Apalagi sebagian besar debitur cenderung menyatukan

keuangan keluarga dengan usahanya.

Penggunaan Pinjaman

90%

10%

Pengembangan UsahaKonsumtif

c

3. Deskripsi Surveyor terhadap Hasil Survey di Lapangan

a. BPR Kotamadya

• Nasabah pengambil Kredit yang masuk kategori kurang lancar , diragukan

dan macet banyak berkelit ketika diwawancara

• Masih ada beberapa nasabah kategori lancar belum beritikad mambayar

cicilan pinjaman kreditnya

Page 167: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

159

b. BPR Taruna Jujur Sakti

• Manajemen Baru yang menyebabkan belum maksimalnya kegiatan

operasional seperti perekrutan karyawan

• Berpindah Kantor.(Kantor sebelumnya bertempat di maros sekarang Jl.

Gunung Bawakaraeng )

• Jumlah Nasabah yang masih minim diikuti dengan minimnya SDM para

karyawan.

• Nasabah yang masuk kategori Kurang Lancar banyak berkelit dan cenderung

tidak ingin diwawancarai langsung

• Banyaknya Nasabah yang belum mampu melunasi pinjamannya dikarenakan

musibah ( Penipuan)

c. Sulawesi Danajaya

• Tinggi tingkat bunga yang ditawarkan oleh BPR kepada nasabah yang

disebabkan oleh berbagai faktor.

• Persyaratan kredit yang ditawarkan khususnya mengenai nilai agunan

cenderung lebih memberatkan nasabah

• Tidak adanya solusi yang dilakukan BPR dalam menangani nasabah yang

terkena musibah penipuan

• Kurangnya SDM BPR dalam mengelola dan memasarkan produk-

produknya

Page 168: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

160

d. BPR Hasa Mitra

• Pada akhir desember 2006 ,akumulasi nilai kredit bagi nasabah yang

tergolong lancar lebih tinggi daripada kredit macet ,diragukan dan kurang

lancar tergolong rendah.

• Kebanyakan nasabah berasal dari kalangan PNS yang mana tujuan utama

pengambilan kredit lebih cenderung untuk konsumtif

e. BPR Sulawesi Mandiri

• Nasabah pengambil Kredit yang masuk kategori kurang lancar , diragukan

dan macet banyak berkelit ketika diwawancara

• Bunga Pinjaman agak Terlalu tinggi

• Jangka Waktu Pelunasan yang cepat

f. BPR Batara Wajo

Alamat nasabah kredit yang menjadi responden dalam penelitian NPL

pada umumnya berada di wil. Daya, namun terdapat beberapa Responden Non

lancar yang sulit ditemui, sehingga membutuhkan waktu yang cukup lama untuk

melakukan wawancara, berikut Masalah- masalah yang dihadapi oleh PT.BPR

BATARA WAJO dalam hal pengembalian kredit dari nasabah –nasabah yang

termasuk dalam kategori kolektibilitas Non Lancar :

1. Nasabah sulit ditemui

2. Penundaan oleh nasabah untuk membayar angsuran pada saat

penagihan oleh AO

Page 169: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

161

Komentar-komentar Responden (Non – Lancar), mengenai masalah – masalah

yang dihadapi :

1. Kesulitan modal kerja akibat peningkatan harga-harga

2. Memiliki masalah keluarga yang serius

3.Tidak memiliki itikad baik untuk mengembalikan kredit

Adapun mengenai Suku bunga yang ditetapkan oleh PT.BPR Batara Wajo,

menurut beberapa responden cukup tinggi bila dibandingkan dengan bank umum

sehingga responden tersebut juga menjadi nasabah kredit bank umum.

Berdasarkan Informasi yang diperoleh enumerator, pekerjaan beberapa nasabah

yang termasuk dalam kolektibilitas non lancar adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS)

g. BPR Makkareso Leteng Pammase

Alamat nasabah kredit yang menjadi responden dalam penelitian NPL

terhadap PT.BPR Makkareso relative mudah didapat, meskipun jarak antara BPR

ini dengan alamat beberapa responden cukup jauh, terutama setelah

dipindahkannya lokasi dari Maros ke Makassar.

Pada umumnya responden sangat kooperatif dalam menjawab

pertanyaan-pertanyaan yang diberikan oleh enumerator sehingga tidak ditemukan

kesulitan. Berdasarkan hal tersebut di atas maka dapat dikemukakan berikut

adalah masalah-masalah yang dihadapi oleh PT.BPR MATEPE dalam hal

pengembalian kredit dari nasabah –nasabah yang termasuk dalam kategori

kolektibilitas Non Lancar :

1. Penundaan oleh nasabah untuk membayar angsuran pada saat penagihan

oleh AO

2. Tidak memiliki itikad baik untuk mengembalikan kredit, meskipun pada

umumnya nasabah tidak mempunyai masalah dengan usaha yang dirintis.

Page 170: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

162

Komentar-komentar Responden (Non – Lancar), mengenai masalah – masalah

yang dihadapi :

1. Kehilangan pekerjaan

2. Kondisi usaha mengalami penurunan

3. Kesulitan modal kerja akibat peningkatan harga-harga

4. Mengalami musibah.

Adapun mengenai Suku bunga yang ditetapkan oleh PT.BPR Makkareso tidak

mendapat keluhan dari Responden begitupun dengan prosedur administrasi.

h. BPR Abang Pasar

Alamat nasabah kredit yang menjadi responden dalam penelitian NPL

pada umumnya berada di wil. Sungguminasa – Gowa. Responden cukup tanggap

dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan dari enumerator.

Masalah- masalah yang dihadapi oleh Koperasi Abang Pasar dalam hal

pengembalian kredit dari nasabah –nasabah yang termasuk dalam kategori

kolektibilitas Non Lancar :

1. Nasabah sulit ditemui

2. Penundaan oleh nasabah untuk membayar angsuran pada saat

penagihan oleh AO

Komentar-komentar Responden (Non – Lancar), mengenai masalah – masalah

yang dihadapi :

1. Kesulitan modal kerja akibat peningkatan harga-harga

2. Persaingan usaha

i. BPR Gerbang Masa Depan

Tangapan BPR terhadap Nasabah

Page 171: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

163

1.Banyak Debitur yang kurang mempunyai kesadaran untuk

membayar.

2.Jaminan Banyak Yang milik Orang Lain dan Bukan Atas Nama

peminjam.

Tangapan Nasabah Terhadap BPR

1.Bank Tersebut memberikan kredit lebih kecil dari jaminan.

2.Bunga Kredit tinggi

3.Kurangnya sosialisasi pihak BPR tentang bagaimana mengelola

usaha dengan baik sehinga para debitur bisa mengembangkan

usahanya.

j. BPR Pataru Laba

Tanggapan BPR terhadap Nasabah

1.Banyak Debitur yang telah pindah rumah.

2.Banyak Debitur yang kurang kesadaran untuk membayar.

Tanggapan Nasabah Terhadap BPR

1. Bank Tersebut memberikan kredit lebih kecil dari jaminan.

2. Bunga Kredit tinggi

k. BPR Dana Niaga Mandiri

• Tingginya tingkat bunga yang ditawarkan oleh BPR kepada nasabah lebih

banyak disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya cost of fund, biaya

operasional termasuk besarnya pemotongan untuk biaya lain diluar bunga

untuk pengembalian kredit

Page 172: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

164

• Minimnya SDM BPR didalam mengelola dan mengembangkan produk-

produknya

• Keterbatasan jumlah modal BPR yang menghambat mereka melakukan

perluasan kredit

• Keterlambatan nasabah membayar kredit dalam beberapa hari dikenakan

denda dan bunga yang tinggi sehingga nasabah merasa terbebani oleh

bunga kredit yang diberikan BPR

Saran Nasabah :

• Agar sebaiknya BPR itu ditutup dikarenakan bunga yang terlalu tinggi

terutama bagi BPR yang bermitra dengan Bank Konvensional atau Umum

l. BPR Suar Data

Tangapan BPR terhadap Nasabah ;

1.Nasabah Kurang kesadaran akan waktu pembayaran sehingga

petugas kami yang harus sering menagih.

2.Nasabah Banyak yang meminta kredit tinggi tapi tidak sesuai dengan

jaminan.

Tangapan Nasabah Terhadap BPR

1.Kredit yang diminta tidak sesuai dengan yang diberikan.

2.Jaminan Nilainya Lebih besar daripada kredit yang diberikan.

m. BPR Puangrimanggalatung

Pihak BPR Puangrimanggalatung mempunyai komentar terhadap nasabah,

antara lain:

Page 173: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

165

1) Banyak dari nasabah BPR puangrimanggalatung yang telah menunggak

dalam jangka yang lama dan telah pindah tempat tinggal dan tempat

usaha. Oleh karena itu, pihak BPR sendiri kewalahan dalam hal menagih.

2) Pihak BPR sendiri ingin mencoba menarik jaminan nasabah yang

menunggak, akan tetapi, pihak BPR belum mempunyai kekuatan akan hal

tersebut.

Komentar dari pihak nasabah terhadap BPR Puangrimanggalatung adalah

sebagai berikut:

1) Dimungkinkan kepada pihak BPR untuk mengurangi jaminan/agunan

dalam pemberian kredit.

2) Pihak BPR mengerti terhadap kondisi ekonomi pada saat ini.

n. BPR Daramandiri

Banyak dari nasabah yang telah meninggalkan lokasi usaha dan tempat

tinggal mereka sehingga pihak keluarga mengambil alih usaha mereka dan

melanjutkan cicilan tunggakan mereka.

Saran terhadap pihak BPR agar lebih dipermudah dalam proses

administrasi dan kiranya membuka kantor kas pembantu untuk daerah-daerah

pelosok. Dan dimohon agar bunga kredit diturunkan dan pihak BPR mengerti

kondisi ekonomi saat sekarang ini.

Page 174: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

166

Profil BPR Nusa Tenggara Barat

Dipersiapkan oleh: Tim Peneliti Universitas Mataram

Survey tentang faktor pemicu meningkatnya NPL pada BPR di Propinsi NTB dilakukan

pada 30 BPR yang tersebar di wilayah kerja KBI Mataram meliputi dua pulau yaitu Pulau

Lombok dan Pulau Sumbawai. Propinsi NTB terdiri dari 7 pemerintah daerah kabupaten dan 2

pemerintah kota. Kegiatan pengumpulan data dilakukan pada 30 BPR yang tersebar di 5

kabupaten/kota sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Lokasi BPR yang disurvey

Persentase

Lombok Barat36%

Lombok Tengah27%

Lombok Timur27%

Mataram3%

Sumbawa7%

Lombok BaratLombok TengahLombok TimurMataramSumbawa

Terkait dengan bentuk organisasi, hasil pengumpulan data menunjukkan sebagian

besar yakni 63% BPR yang disurvey di wilayah kerja KBI Mataram berbentuk PD dan 37%

lainnya berbentuk PT. Perusahaan Daerah BPR umumnya dimiliki oleh dua pihak yakni

Pemprov NTB dan Pemda Kabupaten setempat dengan komposisi kepemilikan pemprop 80%

dan pemkab 20%. Sementara itu, BPR yang berbentuk PT, kepemilikannya dimiliki oleh pihak

swasta. Proporsi bentuk organisasi pada 30 BPR wilayah kerja KBI Mataram ditunjukkan pada

Gambar 2 di bawah.

Page 175: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

167

Gambar 2. Bentuk Organisasi BPR Yang Disurvey

PD63%

PT37%

PD PT

Hasil survey menunjukan bahwa sebagian besar BPR yakni 73% membutuhkan waktu

rata-rata empat sampai tujuh hari untuk menyetujui kredit. Sebanyak 20% membutuhkan

waktu satu sampai tiga hari, dan 7% membutuhkan waktu antara delapan sampai sepuluh hari

untuk menyetujui kredit. Dengan demikian hampir seluruh BPR yakni 93% membutuhkan

waktu tidak lebih dari tujuh hari untuk menyetujui kredit. Hanya terdapat dua BPR yang

memerlukan waktu lebih dari tujuh hari untuk menyetujui kredit.

Gambar 3. Rata-rata Waktu Menyetujui Kredit

Waktu Proses Pinjaman

1 s/d 320%

4 s/d 773%

8 s/d107%

1 s/d 34 s/d 78 s/d10

Data isian mengenai cara pembayaran angsuran kredit menunjukkan bahwa sebagian

besar angsuran kredit disetor langsung oleh debitur ke BPR. Tercatat hanya duabelas BPR dari

30 BPR yang disurvey yang menyatakan bahwa angsuran kredit diambil langsung ke debitur.

Page 176: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

168

Gambar 4. Cara Pembayaran Angsuran Kredit

Kenyataan ini mengindikasikan bahwa sebagian besar BPR tidak memberikan fasilitas

kemudahan dalam membayar. Hal ini bisa dipahami karena pengambilan cicilan oleh bank atau

fasilitas lainnya akan menimbulkan biaya operasi buat BPR. Namun di sisi lain, nasabah yang

jauh dari lokasi bank harus menanggung biaya transportasi yang lebih tinggi untuk setiap

kedatangan dalam membayar cicilannya. Kenyataan ini semakin memperkuat pernyataan

bahwa BPR tetap dipilih bukan karena kedekatan lokasi, namun karena keunggulan kemudahan

memperoleh pinjaman dengan nilai kredit yang tergolong mikro.

Kemudahan memberikan kredit mikro oleh BPR sesuai eksistensi mereka yang bermain

di segmen pasar masyarakat menengah ke bawah. Meskipun demikian mereka tetap

menjalankan bisnis perbankan mikro ini dengan prinsip kehati-hatian dan mengikuti aturan

Bank Indonesia. Salah satu buktinya, seluruh direksi pada 30 BPR yang disurvey telah memiliki

sertifikasi. Bukti dipedomaninya prinsip kehati-hatian tampak tercermin bahwa mereka tidak

memilih nasabah karena ada hubungan khusus. Terkait dengan penyaluran kredit, tampak

bahwa sebagian besar BPR menyalurkan kredit ke masyarakat sekitar.

Cara Pembayaran Angsuran Kredit

15

12

3

50%

40%

10%

0 2 4 6 8

10 12 14 16

disetor langsung dijemput C Cara Pembayaran

Jumlah

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

Persentase

jumlah Persentase

Page 177: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

169

Gambar 5. Debitur Utama BPR

Debitur Utama BPR

C, 93%

A, 0%B, 7%

Hasil survey menunjukan bahwa 93% dari 30 BPR yang disurvey menyatakan kreditnya

tersalurkan ke masyarakat sekitar. Hanya 7% BPR yang menyalurkan kreditnya ke karyawan

perusahaan dan PNS. Kredit khusus untuk karyawan perusahaan terjadi di BPR dimana pemilik

dan dewan komisarisnya merangkap sebagai pemilik dan dewan komisaris sebuah perusahaan

swasta. Sedangkan kredit khusus untuk PNS lebih banyak dilakukan oleh BPR milik

pemerintah.

Kenyataan bahwa sebagian besar BPR menyalurkan kredit ke masyarakat sekitar

tampaknya sesuai dengan tujuan dibentuknya BPR. Untuk merealisasikan hal ini dan mencegah

kredit non lancar diperlukan pendampingan terhadap debitur yang berbentuk fasilitas

konsultasi yang terkati dengan usahanya. Namun disayangkan dari 30 BPR yang disurvey di

Propinsi NTB tercatat hanya satu BPR yang memiliki debitur yang merupakan binaan

Konsultan Keuangan Mitra Bank (KKMB).

Dalam perkembangan beberapa tahun terakhir kinerja BPR menunjukan peningkatan

baik dari sisi penghimpunan dana maupun penyaluran dana. Namun sayangnya, kinerja

tersebut diikuti dengan memburuknya Rasio NPL BPR. Permasalahan ini bisa menghambat

kesinambungan eksistensi BPR sebagai lembaga keuangan yang telah berperan signifikan dalam

mendorong pengembanga usaha mikro.

Memburuknya rasio NPL cukup memprihatinkan karena berbagai upaya telah

dilakukan oleh Bank Indonesia dalam rangka meningkatkan peran dan kontribusi BPR

diantaranya linkage program antara Bank Umum dan BPR dalam rangka penyaluran kredit

kepada usaha kecil dan mikro (UKM). Berdasarkan hasil survey diketahui ternyata hanya 6 BPR

dari 30 BPR yang disurvey yang telah mengikuti linkage program.

Page 178: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

170

Gambar 6. BPR Yang Mengikuti linkage program

BPR yang mengikuti linkage program

Tidak, 80%

Ikut, 20%

Tidak Ikut

Sebagian besar kredit dari BPR yang disurvey dialokasikan ke jenis usaha perdagangan.

Dari 110 debitur yang dijadikan sampel, sebanyak 82 atau 73% merupakan debitur yang

berusaha disektor perdagangan.

Gambar 7. Jenis Usaha Debitur

211

82

16

2 2%14%

73%

10%2%

0102030405060708090

Perta

nian

Indu

stri P

engo

lahan

Perd

agan

gan

Jasa

-jasa

Lainn

ya

Jumlah Tiap JenisUsaha DebiturPersentase

Usaha perdagangan yang dimaksud merupakan usaha kecil dan mikro yang sebagian

besar meliputi perdagangan eceran komoditas pangan dan kelontongan. Debitur yang berusaha

di sektor perdagangan ini mencakup seluruh wilayah survey. Hasil survey menunjukkan

terdapat 14% dari 110 debitur berusaha di sektor jasa, dan selebihnya 2% merupakan debitur

yang berusaha di sektor pertanian.

Terkait dengan suku bunga yang dibebankan kepada debitur, masing-masing BPR

menetapkan suku bunga flat yang cukup bervariasi. Sebagian besar BPR menetapkan suku

bunga pinjaman secara flat antara 2,1 persen – 3,5 persen. Berturut-turut berikutnya 26% BPR

yang disurvey menetapkan tingkat bunga yang berkisar antara 1 persen sampai dengan 2

persen, dan hanya 3% BPR yang disurvey menetapkan tingkat bunga di atas 3,6 persen kepada

debitur. Memperbandingkan dengan tingkat bunga bank umum, tentu saja tingkat bunga yang

ditetapkan oleh BPR masih tinggi. Hal ini menjadi konsekuensi bagi debitur sebagai pelaku

usaha skala mikro yang harus menanggung biaya modal yang tinggi. Dimungkinkan kebijakan

BPR menetapkan suku bunga sebesar itu disebabkan karena BPR sendiri memperoleh

pendanaan yang berbiaya tinggi.

Page 179: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

171

Gambar 8. Suku Bunga Yang Dikenakan

Suku Bunga yang dikenakan

1% s/d 2%26%

2.1% s/d 3.5%71%

di atas 3.6%3%

1% s/d 2% 2.1% s/d 3.5% di atas 3.6%

Terungkap pula berdasarkan survey bahwa debitur dikenakan biaya tambahan disaat

akad kredit yang besarnya cukup signifikan

Tampaknya tidak terdapat korelasi antara besar/kecilnya biaya tambahan dengan

besar/kecilnya pinjaman debitur. Temuan ini menunjukan bahwa sebenarnya biaya transaksi

perolehan kredit di BPR lebih tinggi dibandingkan dengan bank umum walaupun masih lebih

rendah dibandingkan dengan koperasi. Realitas menunjukkan bahwa walaupun biaya bunga

dan biaya tambahan yang dibebankan Koperasi lebih tinggi dibandingkan BPR, para pelaku

usaha khususnya usaha mikro di NTB pada umumnya lebih cenderung menjadi debitur

Koperasi tersebut. Di kalangan pelaku usaha mikro tersebut, populer apa yang disebut dengan

“Bank Subuh” atau “Bank Rontok”- rontok diambil dari bahasa daerah setempat yang mengacu

pada arti mengetuk pintu-. Fenomena ini dimungkinkan karena proses pemberian

kredit/pinjaman oleh Koperasi dipandang jauh lebih mudah, lebih cepat dan tidak

membutuhkan agunan.

Telah diungkapkan di atas, bahwa BPR telah menerapkan prinsip kehati-hatian dan

mematuhi aturan yang digariskan oleh Bank Indonesia. Hal ini dimaksudkan agar BPR selalu

dapat dikategorikan sebagai bank yang sehat. Salah satu indikator kesehatan BPR yang harus

dipertahankan adalah NPL. Hasil survey menunjukkan dalam pelaksanaannya BPR tidak dapat

menghindari munculnya kredit bermasalah. Kondisi kredit yang dikategorikan sebagai kredit

non lancar pada 30 BPR yang disurvey dapat dilihat pada Gambar 10.

Page 180: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

172

Gambar 10. Kondisi Kredit Non Lancar Di BPR

0

2

4

6

8

10

12

0% s/d11%

12% s/d19.99%

20% s/d30.99%

di atas31%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

35%

jumlah BPR

persentase kredit nonlancar

Berdasarkan Gambar 10 di atas, 33% dari 30 BPR yang disurvey memiliki kredit non

lancar per Desember 2006 dibawah 11 persen. Selanjutnya berturut-turut 54% BPR yang

disurvey memiliki tingkat kredit non lancar berkisar antara 12 persen hingga 30 persen. Sisanya

sebesar 13% dari BPR yang disurvey memiliki kredit non lancar diatas 31 persen.

Menarik untuk diungkapkan adanya pengakuan dari pihak BPR yang menyatakan

bahwa karakter debitur (character) menjadi faktor ekstern yang dominan menjadi pemicu

meningkatnya tingkat NPL. Atas pernyataan ini tim peneliti memperoleh kenyataan tidak

sedikit dari debitur yang didatangi sebenarnya mampu untuk memenuhi kewajibannya

mengangsur/melunasi pinjaman. Pihak BPR juga mengakui kelemahan mendasar yang melekat

yaitu pada bagian analis kredit. Kelemahan ini mereka akui sebagai salah satu faktor intern yang

signifikan memberikan kontribusi pada meningkatnya angka NPL.

Selain faktor-faktor yang telah disebutkan di atas, tim peneliti juga menemukan adanya

side streaming yaitu penyimpangan penggunaan kredit yang dilakukan oleh debitur sebagai

faktor ekstern yang kontribusinya cukup besar mempengaruhi angka NPL. Temuan yang cukup

mengejutkan diperoleh pada salah satu BPR yang disurvey yaitu ketidak telitian dalam

memutuskan persetujuan kredit yang mengakibatkan melonjaknya angka NPL pada BPR

tersebut. Di samping itu, tidak dapat dihindarkan adanya pengaruh bencana alam pada sektor

usaha pertanian sebagai faktor ekstern yang mempengaruhi meningkatnya NPL.

Terkait dengan faktor-faktor yang telah diuraikan secara singkat di atas, Gambar 11

berikut ini menunjukkan kolektibilitas kredit debitur pada 30 BPR yang disurvey.

Page 181: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

173

Gambar 11. Kolektibilitas Kredit Debitur

3936

1820

35%

32%16%

18%

Lancar kurang lancar diragukan Macet

Secara umum, Gambar 11 menunjukkan dari 113 debitur yang disurvey 65% termasuk sebagai

debitur kategori kredit non lancar dan sisanya 35% merupakan debitur kategori kredit lancar.

Hal ini dapat mengancam keberlangsungan usaha BPR apabila tidak mendapat perhatian dan

penanganan yang tepat dari pengelola.

Gambar 12. Tujuan Penggunaan Kredit

Tujuan Penggunaan Kredit

2

101

0 4 62% 0% 4% 5%

89%

0

20

40

60

80

100

120

Konsumsi Modal Kerja Investasi Kombinasi Lainnya

Tujuan

Jum

lah

Debi

tur

Berdasarkan survey terhadap 113 debitur, 89% debitur memanfaatkan kredit untuk

modal kerja. Modal kerja yang diperoleh dari pinjaman tersebut oleh debitur dialokasikan pada

sektor perdagangan. Tercatat hanya sebagian kecil saja dari kredit yang digunakan oleh debitur

pada sektor pertanian. Hal ini agak mengherankan karena kondisi alam NTB khususnya Pulau

Lombok sebenarnya termasuk subur. Gamabar 13 menunjukkan alokasi kredit per sektor

ekonomi.

Page 182: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

174

Gambar 13. Alokasi Kredit Per Sektor Ekonomi

Alokasi Kredit Per Sektor

0.689198649

0.162658724

0.0481671220.084406057

0.015569448

Pertanian Perdagangan Lainnya

Sektor Ekonomi

Pers

enta

se A

loka

si

Page 183: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

175

Kesimpulan

Penelitian tentang penyebab tingginya rasio NPL di Indonesia dilakukan dengan

memperoleh data dari tujuh wilayah di Indonesia yaitu Jabotabek, Jawa Barat,

Jawa Tengah, Sumatra Utara, Sumatra Selatan, Sulawesi Selatan, dan Nusa

Tenggara Barat (NTB). Responden terdiri dari direksi BPR dan debitur BPR.

Masing-masing wilayah memiliki profil BPRnya sendiri-sendiri sebagaimana yang

telah ditunjukkan sebelumnya.

Masing-masing wilayah mungkin saja memiliki keunikannya sendiri-sendiri atau

bisa saja malah tidak ada perbedaan. Untuk mengetahui hal ini maka dilakukan

analisa apakah memang ada perbedaan yang menyolok untuk beberapa aspek

sebagaimana yang telah diuraikan dalam profil BPR per wilayah. Setelah

dianalisa didapati bahwa:

• Sebagian besar BPR yang diteliti berbentuk perseroan terbatas (PT), bahkan

dibeberapa wilayah seperti di Sumatera Utara dan Sumatera Selatan seluruh

BPR yang ditiliti berbentuk PT. Kecuali didaerah NTB, sebagian besar BPR

berbentuk perusahaan daerah (PD).

• Dibeberapa wilayah, rata-rata waktu yang diperlukan untuk menyetujui kredit

berkisar antara 1 s/d 3 hari seperti didaerah Jawa Barat, Jawa Tengah,

Sumatera Selatan, dan Sulawesi Selatan. Namun didaerah lain, rata-rata

waktu yang diperlukan untuk menyetujui kredit antara 4 s/d 7 hari seperti

didaerah Jabotabek, Sumatera Utara, dan NTB.

• Sebagian besar BPR menerapkan cara pembayaran angsuran dengan

meminta debitur menyetor langsung ke BPR. Ini berlaku diseluruh wilayah.

Cara lain yang dilakukan adalah dengan mengambil ke debitur, sedangkan

yang dipotong langsung pada gaji atau tabungan hanya sedikit. Khusus

daerah Jabotabek dan Jawa Barat, ada beberapa BPR yang pembayaran

cicilan kreditnya dilakukan dengan mentransfer ke rekening BPR.

Page 184: Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) · PDF filebelum tercakup dan tidak diwakili melalui analisis secara kuantitatif, ... Pendahuluan 1 Latar ... operasionalnya

176

• Masyarat adalah debitur utama BPR. Rata-rata 85% debitur BPR adalah

masyarakat umum (bukan karyawan atau kerabat). Ini berlaku diseluruh

wilayah yang diteliti.

• BPR yang tidak mengikuti linkage program lebih banyak dari pada yang

mengikuti linkage program, bahkan dibeberapa daerah seperti Sulawesi

Selatan dan NTB perbedaannya sangat menyolok yaitu 2 : 8.

• Sebagian besar (54 s/d 83 persen) BPR di ketujuh wilayah yang diteliti

memiliki debitur yang berusaha pada bidang perdagangan. Hanya sedikit

yang bergerak dalam bidang pertanian, industri, dan jasa. Yang bergerak

dalam bidang ini hanya berkisar antara 2 s/d 16 persen.

• Suku bunga yang dikenakan berkisar antara 1 s/d 4 persen walaupun ada

sebagian kecil yang mengenakan diatas 4 persen. Sebagian besar BPR

mengenakan biaya bunga antara 2 s/d 3 persen flat perbulan. Kecuali

wilayah Jawa Tengah dan Sumatera Utara sebagian besar BPRnya

mengenakan biaya bunga antara 1 s/d 2 persen flat per bulan.

• Pada umumnya BPR mengenakan biaya tambahan diluar biaya bunga

berkisar antara 1 s/d 3 persen. Namun ada juga yang tidak mengenakan

biaya tambahan. Khusus wilayah Jabotabek, Jawa Barat dan Sumatera

Selatan cukup banyak (18 s/d 23 persen) BPR yang mengenakan biaya

tambahan lebih besar dari 4 persen.

• Tujuan penggunaan kredit pada umumnya untuk modal kerja. 64 s/d 89

persen debitur diseluruh wilayah menggunakan kredit untuk modal kerja.

Sedangkan untuk konsumsi rata-rata hanya 11 persen. Investasi rata-rata

hanya 4 persen.

• Sektor ekonomi debitur pada umumnya perdagangan. Itu berarti pinjaman

terbesar adalah untuk modal kerja pada sektor ekonomi perdangangan dan

ini berlaku diseluruh wilayah yang diteliti.