Nurbaiti Semester III

  • Upload
    canboyz

  • View
    90

  • Download
    1

Embed Size (px)

Citation preview

Mata Kuliah Fiqih Muamalah

Dosen Pembimbing Khairuddin, M.Ag

PENDAPAT ULAMA TENTANG BANK DAN ASURANSI

Di Susun Oleh : KelompokNURBAITI

Semester III

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) TUANKU TAMBUSAI PASIR PENGARAIAN KAB. ROKAN HULU 2009

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah , kami panjatkan rasa syukur kehadhirat Allah SWT. Yang telah melimpahkan segala rahmatnya kepada kami, sehingga penyusunan makalah ini dapat terselesaikan. Dalam penyediaan makalah ini bertujuan sebagai tugas yang diberikan kepada kelompok kami dan sebagai salah satu sarana penunjang proses kegiatan belajar mengajar mahasiswa . Makalah ini disusun mengikuti bahasan bahasan yang sesuai . Makalah ini dibuat dengan maksud sebagai pedoman atau target capai yang harus dikuasai oleh para Mahasiswa/Mahasiswi pada umumnya, namun demikian tentunya masih ada kekurangan kekurangan yang belum tercantum didalamnya. Akhirnya tak lupa kami sampaikan terimakasih banyak kepada Bapak Dosen Pembimbing serta semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini. Semoga buku makalah ini bermanfaat bagi para pemakai pada umumnya dan semoga menjadi amal ibadah serta kebaikan bagi penyusun, Amiin ya Robbal Alamin

Wassalamualaikum Wr. Wb.

2

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jiwa seseorang dapat diasuransikan untuk keperluan orang yang berkepentingan, baik untuk selama hidupnya maupun untuk waktu yang ditentukan dalam perjanjian. Orang yang berkepentingan dapat mengadakan asuransi itu bahkan tanpa diketahui atau persetujuan orang yang diasuransikan jiwanya. Jadi setiap orang dapat mengasuransikan jiwanya, asuransi jiwa bahkan dapat diadakan untuk kepentingan pihak ketiga. Asuransi jiwa dapat diadakan selama hidup atau selama jangka waktu tertentu yang dtetapkan dalam perjanjian. Pihak-pihak yang mengikatkan diri secara timbal balik itu disebut penanggung dan tertanggung. Penanggung dengan menerima premi memberikan pembayaran, tanpa menyebutkan kepada orang yang ditunjuk sebagai penikmatnya. Begitupun dengan Bank merupakan hasil perkembangan cara-cara penyimpanan harta benda. Para saudagar merasa khawatir membawa perhiasan dan yang lain-lainnya dari suatu tempat ke tempat lainnya karena di pelabuahan dan tempat-tempat yang lain banyak pencuri. Maka, bank merupakan aternatif yang terdapat untuk menitipkan barangbarang yang berharga, karena bank dapat dipercaya dan dapat menjaga harta dengan kekuatan tenaga. Dengan demikian berdirilah bank-bank dengan cara-caranya. Bank memberikan jaminan kepada penyimpan dan penyimpan dapat pula mengunakan simpanannya denagan mengunakan cheque, wesel, dan surat-surat lainnya. B. Rumusan Masalah Dari latar belakang masalah di atas dapat ditarik rumusan masalah, diantaranya: a. Apa Pegertian Asuransi dan Bunga Bank ? b. Bagaimana Hukumnya Asuransi dan Bunga Bank Menurut Syariat Islam ? c. Kenapa Asuransi dan Bank menjadi Khilafiyah dikalangan Para Ulama ?

3

BAB II PEMBAHASAN A. ASURANSI I. Pengertian

Menurut pasal 246 Watboek zan Koophandel, (kitab Undang-undang Perniagaan) bahwa yang dimaksud dengan asuransi adalah suatu persetuan di mana pihak yang meminjam berjanji kepada pihak yang dijamin untuk menerima sejumlah uang premi sebagai peganti kerugian, yang mungkin akan diderita oleh yang dijamin karena akibat dari suatu peristiwa yang belum jelas akan terjadi.1 Menurut Fuad Mohd. Fachruddin yang dimaksud dengan asuransi adalah suatu perjanjian-peruntungan.2 Sebelumnya beliau menjelaskan definisi asuransi menurut Kitab Undang-Undang perniagaan pasal 246. II. Macam-Macam Asuransi

Asuransi yang terdapat pada negara-negara di dunia ini bermacam-macam. Hal ini terjadi karena bermacam-macam pula sesuatu yang diasuransikan. Untuk lebih jelasnya , berikut ini macam-macam asuransi itu. a. Asuransi timbal balik maksud asuransi timbal balik adalah beberapa orang memberikan iuran tertentu yang dikumpulkan dengan maksud meringankan atau melepaskan beban seseorang dari mereka saat mendapat kecelakaan. Jika uang yang dikumpulkan tersebut telah habis, dipungut lagi iura yang baru untuk persiapan selanjutnya, demikian seterusnya. b. Asuransi Dagang asuransi dagang adalah beberapa manusia yang senasib bermufakat dala mengadakan pertanggungjawaban bersama untuk memikul kerugian yang menimpa salah seorang anggota mereka. Apababila timbul kecelakaan yang merugikan salah seorang anggota kelompok yang telah berjanji itu, seluruh orang yang tergabung dalam perjanjian tersdebut memikul beban kerugian itu dengan cara memungut derma (iuran) yang telah ditetapkan atas dasar kerja sama untuk meringankan teman semasyarakat.31 Masyfuk Zuhdi, Islam dan Keluarga Berencana di Indonesia, Bina Ilmu: Surabaya, 1986, hal. 162. 2 Fuad Mohammad Fachruddin, Riba dalam bank, Koperasi, Perseroan dan Asuransi. PT. Al-Maarif: Bandung, 1985, hal. 201. 3 Ibid., hal. 205.

4

c. Asuransi Pemerintah asuransi pemerintah adalah menjamin pembayaran harga kerugian kepada siapa saja yang menderita diwaktu terjadinya suatu kejadian yang merugiakan tanpa mempertimbangkan keuntungannya, bahkan pemerintahan menaggung kekurangan yang ada karena uang yang dipungut sebagai iuran dan asuransi lebih kecil daripada harga pembayaran kerugian yang harus diberikan kepada penderita diwatu kerugian itu terjadi. Asuransi pemerintah dilakukan secara oblligator atau paksaan dan dilakukan oleh badan-badan yang telah ditentukan untuk masing-masing keperluan.4 d. Asuransi jiwa Maksud asuransi jiwa adalah asuransi atas jiwa orang-orang yang mempertanggungkan atas jiwa oranglain, penanggung (asurador) berjanji akan membayar sejumlah uang kepada orang yang disebutkan namanya dalam polis apabila yang mempertanggungkan (yang ditanggung) meninggal dunia atau sesudah melewati masa-masa tertentu.5 e. Asuransi atas Bahaya Yang Menimpa Badan asuransi atas bahaya yang menimpa badan adalah asuransi dengan keadaan-keadaan tertentu pada asuransi jiwa atas kerusakan-kerusakan diri seseorang, seperti asuransi mata, asuransi telinga, asuransi tangan, atau asuransi atas penyakit-penyakit tertentu. Asuransi ini banyak dilakukan oleh buruh-buruh industri yang menghadapi bermacam-macam kecelakaan dalam meninaikan tugasnya.6 f. Asuransi Terhadap Bahaya-bahaya Pertanggungjawaban sipil Maksud asuransi terhadap bahaya-bahaya pertanggungjawaban sipil adalah asuransi yang diadakan terhadap benda-benda, seperti asuransi rumah, perusahaan, mobil, kapal udara, kapal laut motor, dan yang lainnya. Di RPA asuransi mengenai mobil dipaksaan.7 III. Pendapat Ulama Tentang Asuransi Masalah asuransi dalam pandangan ajaran Islam termasuk masalah ijtihadiyah, artinya hukumnya perlu dikaji sedalam mungkin karena tidak dijelaskan leh Alquran dan4 Ibid., hal. 206-207 5 Ibid., hal. 207-208 6 Ibid., hal 209 7 Ibid., hal. 209

5

Al-Sunnah secara eksplisit. Para imam mujtahid seperti Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafii, Imam Ahmad bin Hanbal dan para mujtahid yang semasa dengannya tidak memberikan fatwa mengenai asuransi karena pada masanya asuransi belum dikenal. Sistem asuransi baru dikenal di dunia Timur pada abad XIX Masehi. Dunia Barat sudah mengenal sistem asuransi ini sejak abad XIV Masehi, sedangkan para ulama mujtahid besar hidup pada sekitar abad II s.d IX Masehi. Di kalangan ulama atau cendekiawan Muslim terhadap empat pendapat tentang hukum asuransi, yaitu: a. mengharamkan asuransi dalam segala macam dan bentuknya seperti sekarang ini, termasuk asuransi jiwa, klmpok ini antara lain antara lain Sayyid Sabiq yang diungkap dalam kitabnya Fiqh al-Sunnah, Abdullah al-Qalqili, Muhammad Yusuf alQardhawi, dan Muhammad Bakhit al-Muthi, alasannya antara lain: asuransi pada hakikatnya sama dengan judi; mengandung nsur tidak jelas dan tidak pasti; mengandung unsur riba/rente; mengandung unsur eksploitasi karena apabila pemegang polis tidak bisa melanjutkan pembayaran preminya yang telah dibayarkan; premi-premi yang telah dibayarkan oleh para pemegang poils diputar dalam praktik riba (karena uang tersebut dikreditkan dan dibungakan); asuransi termasuk akad sharfi, artinya jual beli atau tukar-menukur mata uang tidak dengan uang tunai; hidup dan matinya manusia dijadikan objek bisnis, yang berarti mendahului takdir Tuhan Yang Maha Esa.8 b. Membolehkan semua asuransi dalam praktiknya dewasa ini. Pendapat ini dikemukakan oleh Abdul Wahab Khalaf, Mustafa Ahmad Zarqa, Muhammad Yusuf Musa dan alasan-alasan yang dikemukakan sebagai berikut: tidak ada nash Alquran maupun nash al-Hadis yang melarang asuransi; kedua pihak yang berjanji (asuradatordan yang mempertanggungkan) dengan penuh kerelaan menerima oprasi ini dilakukan dengan memikultanggung jawab masing-masing;8 Zuhdi, op.cit., hal. 164-168

6

asuransi tidak merugikan salah satu atau kedua belah pihak dan bahkan asuransi menguntungkan kedua belah pihak; asuransi mengandung kepentingan umum, sebab premi-premi yang terkemul dapat diinvestasikan (disalurkan kembali untuk dijadikan modal) untuk proyek-proyek yang priduktif dan untuk pembangunan;

asuransi termasuk akad mudharabah, maksudnya asuransi merupakan akad kerja sama bagi hasil antara pemegang polis (pemilik modal) dengan pihak perusahaan asuransi yang mengatur modal atas dasar bagi hasil (profit and loss sharing);

asuransi termasuk syirkah taawuniyah; dianalogikan atau diqiaskan dengan sistem pensiun, seperti taspen; operasi asuransi dilakukan untuk kemaslahatan umum dan kepentingan bersama; asuransi menjaga banyak manusia dari kecelakaan harta benda, kekayaan, dan keperibadian. Dengan alasan-alasan yang demikian, asuransi dianggap membawa manfaat bagi

pesertanya dan perusahaan asuransi secara bersamaan. Praktik atau tindakan yang dapat mendatangkan kemaslahatan orang banyak dibenarkan oleh agama.9 Lebih jauh Fuad Mohammad Fachrudin menjelaskan bahwa asuransi sosisal, seperti asuransi kesehatan dan asuransi kecelakaan, diakibatkan oleh pekerjaan. Negara melakukannya terhadap setiap orang yang membayar iuran premi yang ditentukan untuk itu, negara pula yang memenuhi kekurangan yang terdapat dalam perbedaan uang yang telah dipungut dengan uang pembayar kerugian. Maka asuransi ini menuju kearah kemaslahatan umum yang bersifat sosial. Oleh karena itu , asuransi ini dibenarkan oleh agama Islam. Asuransi terhadap kecelakaan, jika asuransinya tergolong kepada asuransi campur (asuransi yang di dalamnya termasuk penabungan). Hakikat asuransi campur mencakup dua premi, yaitu ubntuk menutup bahaya kematian dan untuk menyiapkan uang yang harus dibayar jika dia tidak meninggal dunia dalm jangka waktu yang telah ditentukan, maka hukumnya dibolehkan oleh agama Islam karena asuransicampur didalamnya terdapat dorongan untuk menabung dan penabungan itu untuk kemaslahatan umum. Syaratnya, perusahaan asuransi berjanji kepada para pemegang polis bahwa uang preminya tidak dikerjakan untuk pekerjaan-pekerjaan riba, hal ini sama dengan hhukm9 Fachruddin, op.cit., hal. 211

7

penabungan pada pos, adapun asuransi keclakaan yang diadakan (dilaksanakn) dengan asuransi biasa menurut Fuad Mohammad Fachruddin tidak dibolehkan, karena asuransi ini tidak menuju ke arah kemaslahatan umum dan kepentingan bersama.10 c. membolehkan asuransi yang bersifat sosial dan mengharamkan asuransi yang bersifat komersial semata. Pendapat ini dikemukakan oleh Muhamad Abu Zahrah. Alasan yang dapat digunakan untuk membolehkan asuransi yang berifat sosial sama dengan alasan pendapat kedua, sedangkan alasan penggharaman asuransi bersifat komersial semata-mata pada garis besarnya sama dengan alasan pendapat pertama. d. Menganggap bahwa asuransi bersifat syubhat karena tidak ada dalil-dalil syari yang secara jelas mengharamkan ataupun secara jelas menghalalkannya. Apabila hukum asuransi dikatagorika syubhat, konsekuensinya adalah umat Islam dtuntut untuk berhati-hati (al-ihtiyath) dalam menghadapi asuransi. Umat Islam baru dibolehkan menjadi polis atau mendirikan perusahaan asuransi apabila dalam keadaan darurat.11 IV. Harapan Zuhudi Terhadap Asuransi

Setelah masfuk Zuhdi mengkaji dan menjelaskan asuransi, beliau berusaha menyimpulkan dan mengemukakan beberapa harapanya. Kesimpulan dan harapan Zuhdi adalah sebagai berikkut. a. Pada dasarnya harapan asuransi termasuk asuransi jiwa adalah dibolehkan oleh agama Islam. b. Untuk memasyarakatkan asuransi dikalangan bangasa Indonesia yang kebanyakan beragama Islam, hendaknya pihak asuransi mengadakan asuransi pembaharuan manajemen dengan memperhatikan prinsip-prinsip dan jiwa syariat Islam. c. Dana yang terkumpul berupa premi-premi yang dibayar oleh para pemegang polis kepada perusahaan asuransi hendaknya dimanfaatkan untuk proyekproyek yang produktif dan peembangunan. d. Sebagai keuntungan dari perusahaan suransi hendaknya digunakan untuk kepentingan-kepentingan kemasyarakatan dan keagamaan;10 Ibid., hal. 212 11 Tarjih Muhammadiyah, hal. 309-312

8

e. Majelis Ulma Indonesia (MUI) pusat sebagai pembawa aspirasi umat Islam Indonesia hendaknya segera mengeluarkan fatwa hukum asuransi, agar umat islam di Indonesia mempunyai pandangan dan pegangan yang lebih mantap terhadap asuransi.12 V. Keputusan Konfrensi Negara-Negara Islam Sedunia Di Kualalumpur Mengenai Asuransi Mengingat asuransi sudah terdapat dan berjalan di sebagian besar negara yang sebagian besar penduduknya beragama Islam maka negara-negara Islam sedunia berkonfermasi dengan keputusan-keputusan sebagainberikut. a. Asuransi yang di dalamnya terdapat unsur riba dan eksploitasi adalah haram. b. Asuransi yang bersifat koperatif hukumnya halal: Asuransi yang khusus untuk suatu usaha dapat dilakukan oleh manusia (sekumpul manusia) atas dasar koperatif; Suatu asuransi yang tidak terbatas untuk sesuatu usaha dapat dilakukan oleh pemerintah; Konferensi Islam. Peserta-peserta asuransi ini membayar iuran berupa uang yang tidak boleh diambil kembali kecuali pada saat ia berhak menerimanya. c. mengingat pentingnya perdagangan internasional, maka asuransi dalam lingkup internasional yang ada sekarang diangga halal, berdasarkan hukum darurat.13 VI. Asuransi Dalam Sistem Islam Dijelaskan oleh Muhammad Nejatullah Shiddiqi bahwa asuransi merupakan suatu kebutuhan dasar bagi manusia karena kecelakaan dan konsekuensi finansialnya memerlukan santunan. Asuransi merupakan organisasi penyantun masalah-masalah yang universal, seperti kematian mendadak, cacat, penyakit pengangguran, kebakaran, banjir, badai, dan kecelakaan- kecelakaan yang bersangkutan dengan transportasi serta kerugianfinansial yang disebabkannya. Kecelakaan-kecelakaan seperti diatas tidak hanya bergantung pada tindakan para sukarelawan, kenyataan ini menuntut asuransi untuk12 Fatwa-fatwa MUI tahun 1988, hal. 168 13 Fachruddin, loc.cit., hal 222

menganjurkan

pemerintah-pemerintah

Islam

untuk

mengadakan asurans yang bersifat koperatif antara negara-negara

9

diperlakukan sebagai kebutuhan dasar manusia pada ruang lingkup yang sangat luas dari kegiatan-kegiatan dan situasi manusia.14 Keperluan perindungan menghadapi malapetaka dan kerugian finansial yang berkaitan dengan yang dihadapi setiap orang sama pentingnya dengan pemeliharaan ketertiban. Untuk melenyapkan akibat buruk dari jenis kecelakaan yang diungkapkan di atas yang berkaitan dengan ketentuan kesejahtraan umum dan jaminan sosial, dalam suatu sistem yang Islami merupakan tugas negara untuk memberikan pertolongan kepada orang-orang yang sedang mengalami kesulitan dan memenuhi kebutuhan yang muncul akibat kecelakaan mendadak, cacat bawaan, pengangguran sementara, usia lanjut ataupun kematian wajar dari pencari nafkah keluarga. Pada umumnya negara-negara akan mengandalkan pendapatnya sendiri untuk memenuhi kewajiban-kewajiban ini. Dalam kasus tertentu, sejumlah sumber khusus dapat juga disadap untuk keperluan ini, misalkan pihak majikan dibebani atas nama para pegawai dan pekerja mereka, pihak pemerintah dibebani atas nama para pegawai negeri sebagaimana halnya upah atau gaji.15 Rancangan asuransi yang dipandang sejalan dengan nilai-nilai Islam diajukan oleh uhammad Neta-Jatullah Shiddiqi sebagai berikut. a. Semua asuransi yang menyangkut bahaya pada jiwa manusia, baik mengenai angota badan maupun kesehatan harus ditangani secara eksklusif di bawah pengawasan negara. Jika nyawa anggota badan atau kesehatan manusia tertimpa akibat kecelakaan pada industri atau ketika sedang melaksanakan tugas yang diperintahkan oleh majikannya, badan pertolongan dan ganti rugi dibebankan pada pemilik pabrik atau majikannya. Prinsip yang sama dapat diterapkan ketika memutuskan masalah pengangguaran, apakah tindakan yang harus dilakuka oleh majikan atau pemilik pabrik setelah mengakibatkan menganggurannya orang yang bersangkutan. Bersama dengan ini haruslah individu diberi kebebasan mengambil asuransi guna menanggulangi kerugian yang terjadi pada kepentingan dirinya dan keluarganya oleh berbagai kecelakaan sehingga ia dapat memelihara produktivitas ekonomi serta kelanjutan bisnisnya. Asuransi seperti diatas juga harus menjadi kepentingan negara dengan membawa semua asuransi ke bawah wewenang dilaksanakan oleh negara. Negara harus mengambil langkah-langkah untuk melindungi kekayaan dan harta milik orang banyak dari kebakaran, banjir, kerusakan gempa bumi, badai, dan pencurian.14 Muh. Nejatullah Shiddiqi, Asuransi dalam Islam, (Pustaka: Bandung, 1987) 15 Ibid., hal. 52-54

10

Kesempatan haruslah diberikan kepada setiap individu untuk mengambil asuransi terhadap kerugian finansial yang terjadi. Uang ganti rugi hendaklah ditetapkan dalam setiap kasus menurut persetujuan kontrak sebelumnya yang menjadi dasar pembayaran premi oleh pemilik kekayaan. Dalam seseorang jatuh miskin disebabkan oleh suatu musibah, orang tersebut harus ditolong dari kemiskinannya dengan sistem jaminan sosial. Jaminan ini mesti dapat diperoleh tanpa pembayaran premi apa pun. Akan cocok kiranya jika perusahaan-perusahaan besar seperti industri pesawat terbang wajib untuk diasuransikan, rumah tempa tingal juga dapat dipertimbangan menurut jalur-jalurini, badan swasta yang melakukan usaha asuransi bagi brangbarang kekayaan juga dapat diizinkan. b. Hendaklah sebagian besar bentuk asuransi yang berkaitan dengan jiwa, perdagangan laut, kebakaran, dan kecelakaan dimasukan dalam sektor negara. Beberapa di antaranya yang berurusan dengan kecelakaan-kecelakaan tertentu, hak-hak, dan kepentingan-kepentingan serta kntrak-kontrak yang bisa diserahkan kepada sektor swasta.16 B. PENDAPAT PARA ULAMA TENTANG BANK I. Pengertian Menurut Fuad Mohd Fachruddin,17 bank berasal kata bangko ( Bahasa Italia), sedangkan menurut Yan Pramadyapuspa (t.t: 71) sebagai mana dikutip Mohd. Fchruddin, banyak berasal dari Bahasa Inggris atau Belanda yang berarti kantor penyimpanan uang. Bank adalah symbol bahwa para penukar uang (monez canger) meletakan uang penukaran di atas meja, meja ini dinamakan Banko zaitu bangku dalam Bahasa Indonesia. Jadi, kata Bank diambil dari kata bankosebagai simbol ppenukaran uang di Italia. Fuad Mohd. Fachruddin18 berpendapat bahwa yang dimaksud bank menurut istilah adalah perusahaan yang meperdagangkan utang-piutang, baik yang berupa uangnya sendiri maupun uang orang lain. Masifuk zhudi19 berpendapat bahwa zang dimaksud dengan bank non Islam adalah sebuah lembaga keuangan yang pungsi utamanya untuk menghimpun dana yang kemudian disalurkan kepada orang ataw lembaga yang membutuhkannya guna inventasi16 Ibid., hal. 60-62

17 Sulaiman, Thahir Abdul Muhsin. Menaggulangi Krisis Ekonomi secara islam, alih basa oleh , Anshari Umar Sitanggal. Bandung: 1985 Al-Maarif, hal-109 18 Ibid., hal.11019 Masail Fiqhiyah, CV. Haji Masagung, Jakarta, 1988: 143.

11

(penanaman modal) dalam usaha-usaha yang produkti dengan sistem bunga. II. Sejarah Pendirian Bank Bank merupakan hasil perkembangan cara-cara penyimpanan harta benda. Para saudagar merasa khawatir membawa perhiasan dan yang lain-lainnya dari suatu tempat ke tempat lainnya karena di pelabuahan dan tempat-tempat yang lain banyak pencuri. Maka, bank merupakan aternatif yang terdapat untuk menitipkan barang-barang yang berharga, karena bank dapat dipercaya dan dapat menjaga harta dengan kekuatan tenaga. Dengan demikian berdirilah bank-bank dengan cara-caranya. Bank memberikan jaminan kepada penyimpan dan penyimpan dapat pula mengunakan simpanannya denagan mengunakan cheque, wesel, dan surat-surat lainnya. Bank pertama berdiri di Venisia dan Geno di Italia, kira-kira abad ke-14.20 kotakota tersebut dikenal sebagai kota perdagangan. Dari kedua kota ini berpindahlah sistem bank ke Eropa barat. Di Inggris didirikan Bank of england pada tahun 1696. III. Pendapat Ulama Tentang Bunga Bank Hinga dewasa ini di dunia Islam (masyarakat Islam) masih dirasakan perlu membicarakan masalah perbankan yang berlaku di Dunia yang mengguanakan sistem Bunga hal ini dirasakan wajar mengingat para ulam dalam menghadapi bunga bank ini berbeda pendapat, baik perbedaan itu kontroversial (bertentangan) maupun penyimpangan. Pada garis besarnya para ulama terbagi menjadi tiga bagian (tiga golongan) dalam menghadapi bunga perbankan ini, yaitu kelompok yang mengharamkan, kelompok yang menganganggap subhat (samar) dan kelompok menganggap halal. 1. Pendapat yang Mengharamkan Bunga Bank Muhammad abu zahrah, abul ala al-maududi, muhammad abdul al-arobi, dan muhammad neja tulloh siddiqi adalah kelompok yeng mengharamkan bunga bank, baik yang mengambilnya maupun .,yang mengeluarkannya. Alasan-alasan bunga diharamkan menurut muhammad Neta-Jullah Siddiqi21 adalah sebagai berikut : a. bunga bersifat menindas (dolim) yang menyangkut pemerasan. Dalam pinjaman konsumtif seharusnya yang lemah (kekurangan) di tolong oleh yang kuat (mampu)20 Fuad Mohammad Fachruddin, Riba dalam bank, Koperasi, Perseroan dan Asuransi. PT. Al-Maarif: Bandung, 1985, hal. 110 21 Pemikiran Ekonomi Islam, alih bahasa A.M. Saefuddin, LIPPM, Jakarta, 1986 hal. 138

12

tetapi bunga bank pada awalnya orang lemah ditolong kemudian diharuskan membayar bunga, itu tidak titolong, tetapi memeras. Hal ini dapat dikatakan bahwa yang kuat menggunakan kesempatan dalam kesempitan. Dalam pinjaman produktif dianggap pinjaman tidak adil, mengingat bunga yang harus dibyar sudah ditentukan dalam meminjam, sementara keuntungan dalam usaha belum pasti. b. Bunga memindahkan kekayaan dari orang miskin (lemah) kepada orang kaya (kuat) yang kemudian dapat menciptakan ketidakseimbanagan kekayaan. Ini bertentangan dengan kepentingan sosial dan berlawanan dengan kehendak Allah yang menghendaki pnyebaran pendapat dan kekayaan yang adil. Islam menganjurkan kerja sama dan persaudaraan dan bunga bertentangan dengan itu. c. Bunga dapat menciptakan kondisi manusia penganggur, yaitu para penanam modal dapat menerima setumpukan kekayaan dari bunga-bunga modalnya sehingga nereka tidak bekerja untuk menutupi kebutuhannya. Cara seperti ini berbahaya bagi masyarakat juga bagi pribadi orang tersebut. Muhammad abu zahrah menegaskan bahwa rente (bunga) bank termasuk Riba nasiah yang diharamkan dalam agama Islam oleh Allan dan Rasul-Nya. Anwar Iqbal Qureshi dalam buku Islam dan teori pembungaan uang22, menegaskan bahwa beliau sepakat dengan pendapat Muhammad al-Fakhri yang menyatakan bahwa: a. b. Bunga pada dasarnya bertentangan dengan prinsip liberal Islam yang merupakan dasar pokok susunan masyarakat islam; Sanagat salah suatu pandangan yang mengatakan bahwa Islam tidak melarang bunga bias, tetapi hanya melarang bunga yang berlipat ganda. Sebetulnya dalam ajaran Islam setiap jenis bunga betapapun kecilnya dinyatakan terlarang; c. Sebagian masyarakat berpendapat bahwa bank menolong industri dan transaksi-transaksi dagang sehingga pemungutan bunga diijiankan pendapat ini ternyata keliru, yang jelas bunga bank sama dengan bunga yangdiambil oleh sahukar, yaitu seorang yahudi tua yang pekerjaannyamemberikan pinjaman uang dan mengambil bunganya; d. Untuk mencoba membenarkan bahwa bunga bank bertentangan dengan pandangan islam, maka kewajiban umat islam untuk mengemukakan perinsipprinsip dasar ajaran islam yang berhubungan dengan hal itu dan bukan menyembunyikan22 Tintamas Jakarta, hal. 116-117

kelemahan-kelemahan

dengan

cara

membenarkan

13

pengambilan bunga bank tersebut. Alasan-alasan yang dikemukakan imam pachrudin razi tentang larangan pembungaan uang yang dikemukakan dalam kitabnya mafatih al-Ghoib atau terkenal dengan tafsir kabir,23 adalah sebagai berikut: a. setiap perubahan atau penambahan disebut riba nasyiah dan riba nasyiah diharamkan oleh agama. b. Bunga memungkinkan seseorangmemaksakan pemilihan harta benda orang lain tanpa alasan-alasan yang diijinkan oleh aturan-aturan sehingga perampas tidak memperdulikan haka-hak orang lain. c. Secara nyata pengahasilan yang diterma dari bunga uang menghamabat pemberi utang untuk berusaha memasuki suatu jaban atau pekerjaan dimasyarakat karna dia tidak berusahapun kebutuhan hidupnya sudah terpenuhi. d. Hutang selalu menurunkan harga diri dan kehormatan seseorang dimasyarakat. Apabila pembayaran ditambah dengan bunga, maka akan menghasilkan perasaan akan saling menghormati sfat-sifat yang baik dan perasaan berhutang budi. e. Apabila dalam transaksi pijam-memijam diijinkan pembungaan maka akan terjadi kesenjangan sosial, yakni yang meminjamkan akan semakin kaya dan yang meminjam akan semakin tercekik. f. Alasan terakhir bunga bank dilarang ialah karena bunga bank bertentangan dengan frinsif-prinsip ajaran Allah yang terdapat dalam Al-Quran dan Rasull-Nya. 2. Pendapat yang Mensamarkan/Mensyubhatkan Bunga Bank Ulama Muhammadiyah dalam mutamar Tarjih di Sidoarjo Jawa Timur pada tahun 1968 memutuskan bahwa bynga bank yang diberikan oleh bank-bank milik negara kepada para nasabahnya dan sebaliknya termasuk masalah musytabihat. Masalah musytabihat adalah perkara yang belum ditemukan kejelasan hukum halal atau haramnya, sebab mengandung unsur-unsur yang mungkin dapat disimpulkan sebagai perkara yang haram. Namun, ditinjau dari lain, ada pula unsur-unsur lain yang meringankan keharamannya. Di pihak lain bunga masih termasuk riba sebab merupakan tambahan dari pinjaman pokok. Meskipun tidak terlalu besar, tetapi disisi lain bunga yang relatif kecil itu bukan merupakan keuntungan perorangan, melainkan keuntungan yang digunakan untuk kepentingan umum. Pertimbangan besar kecilnya bunga dan segi penggunaannya dirasakan agak meringankan sifat larangn riba yang unsur utamanya adalah pemerasan dari orang-orang kaya terhadap orang-orang miskin meskipun bunga bank dianggap23 Ibid., hal. 83-86

14

musytabihat tidak berarti umat Islam diberikan kebebasan untuk mengembangkan bunga. Nabi Saw. Memerintahkan umat Islam hati-hati terhadap perkara subhat dengan cara mejauhinya.24 Menyimak pendapat Musthafa Ahmad al-zarqa dan ulama muhammadiyah di atas, kiranya dapat dipahami bahwa umat Islam diperbolehkan bermuamalah dengan bank negara karna bunga juga kecil dan penggunaan keuntungan dari bank tersebut untuk kepntingan umum. Permasalahnnya ialah bagaimana dengan bank swasta, apakah boleh bermuamalah dengannya atau tidak. Musthafa Ahmad al-zarqa dan ulama Muhammadiyah menekankan segi darurat dan suku bunga yang relatif kecil. Bermuamalah dengan bank suasta dibolehkan, karena keadaan darurat dan bank swasta bunganya relatif sama dengan bank negara, akan tetapi, apabila yang ditekankan segi pengunaan,umat islam tiak boleh bermuamalah dengan bank swasta sebab keuntungan dari bunga bank negara digunakan untuk kepentingan umum, sedangkan pengunaan keuntungan dari bank swasta adalah hanya orang-orang tertentu, yaitu para penanam modal (saham) dan para pekerjanya. 3. Pendapat yang Menghalalkan Bunga Bank Pendapat yang ketiga adalah pendapat yang menghalalkan pengambilan atau pembayaran bunga di bank yang ada dewasa ini, baik bank negara maupun bank swasta. Pendapat ini dipelopori oleh A.Hassan yang juga dikenal dengan Hasan Bandung, meskipun sudah bertahun-tahun tingal di Pesantren Bngil (persis). Alasan yang digunakan adalah firman Allah Swt. Artinya: Janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda (Ali-imran: 130) Jadi, yang termasuk riba menurut A. Hassan adalah bunga yang berlipat ganda. Bila bunga hanya dua persen dari modal pinjaman itu, itu tidak berlipat ganda sehingga tidak termasuk riba yang diharamkan oleh agama Islam.25 Pendapat A. Hasan ini dibantah oleh fuad mohd. Fachruddin dalam bukunya yang berjudul riba dalam bank, koperasi, perseroan dan asuransi.26 Menurut fuad mohd. Fachruddin dalam surat al-imran ayat 130 dijelaskan riba yang berlipat ganda atau riba jahiliyah, sedangkan bunga tidak berlipat ganda. Hal ini tidak berarti bahwa bunga yang berlipat ganda itu boleh, adhafah mudhaafah adalah sebagai qayid, mafhum mukhalafah ditolak apa biala ada qayid yang mengatakan suatu kejadian. Jadi, adhafan mudhaafah24 Ibid., hal 29 25 Soal jawab tentang Berbagai Masalah Agama, CV. Dipenogoro, Bandung, 1988 hal. 1191 26 Ibid., hal 44

15

adalah menjelaskan kejadian yang sedemikian hebatnya riba di Zaman Jahiliyah. Hal ini sesuai dengan kaidah: Asal pada qayid adalah mejelaskan suatu kejadi IV. Bank Islam Maksud bank Islam adalah suatu lembaga keuangan yang fungsi utamanya menghimpun dana untuk disalurkan kepada orang atau lembaga yang membutuhkanya dengan sistem tanpa bunga.27 Tujuan bank islam adalah memacu perkembangan ekonomi dan kemajuan sosial dari negara-negara anggota dan masyarakat Muslim, baik secara individual maupun secara kolektif. Tujuan utamanya didirikan bank Islam ialah untuk menghindari bunga uang yang dilaksanakan oleh bank-bank konvensional (Conventional Bank).manfaat atau kegunaan bank Islam adalah sebagai berikut: a. turut serta dalam bentuk modal berimbang dari usaha-usaha produktif di negara-negara anggota, menanam modal pada proyek prasarana okonomi dan sosial di negara-negara anggota dengan cara penyertaan; b. memberikan pijaman pada sektor swasta dan negara untuk membiayai proyek-proyek usaha dan program-program yang produktif; c. membentuk dan mengoperasikan dana khusus untuk keperluan-keperluan khusus, termasuk dana sosial untuk membantu masyarakat Muslim yang berada di luar anggoata; d. menyediakan bantuan teknis kepada negara-negara anggota dan memajukan internasional; e. melaksanakan penelitian agara kegiatan ekonomi, keuangan, dan perbsnksn di negara-negara Islam dapat disesuaikan dengan ketentuan syariah; f. bank mecoba mencari sebuah rasio yang layak untuk mempertahankan suatu perbandingan yang cocok antara penanam modal yang diberikan kepda negara-negara amggota; g. bank akan mempertahankan hak dan kebebasannya untuk menjual saham penyertaannya h. berusaha mempertahankan suatu keanekaragaman yang wajar dal penanam modal;27 Masyfuk Zuhdi, Islam dan Keluarga Berencana di Indonesia, Bina Ilmu: Surabaya, 1986, hal. 143

16

i. memungut suatu biaya atas jasa-jasanya guna menutupi ongkos admministrasi;28 V. Pengganti Sistem Bunga Apabila bunga bank wajib dihapuskan agar semua umat yang terkait terbebas dari perbutan riba, maka perlu ditentukan aternatif lain untuk mengatasi persoalan-persoalan yang akan timbul, antara lain dengan cara-cara sebagai berikut. a. Wadiah (titipan uang, barang, dan surat-surat berharga), dalam oprasinya bank Islam menghimpun dana dari masyarakat dengan cara menerima deposito berpa uang, benda, dan surat-surat berharga sebagai amanat yang wajib dijaga keselamatannya oleh bank Islam, bank berhak mengunakan dana yang didepositolan tanpa harus membayar imbalannya. Namun, bank harus menjamin bahwa danaitu dapat memerlukannya.29 b. Mudharabah (kerja sama antara pemilik modal dengan pelaksana), denagan Muharabah ini bank Islam dapat memberikan tambahan modal kepada pengusaha untuk perusahaannya dengan perjajian bagi hasil, baik untung ataupun rugi sesuai perjanjian yang telah ditentukan sebelumnya.30 Pendapat ini di banta oleh Muhammad Muslaehuddin pada sebuah makalah yang berjudul; Interest Free Banking and Feasibility of Mudharobah yang disajikan pada Konferensi Internasional Ilmu-Ekonomi Islam Pertama, pada tahun 1976 di Mekkah. Menurut muhammad Muslaehuddin kontrak mudhararabah hanya dpat dilalaksanakan dua orang, yaitu antara pemilik modal yaitu antara pemilik modal dan pelaksana. Alasan yang kedua ialah pihak yang bekerja tidak dapat menanamkan modal miliknya sendiri didalam usaha yang dimodali oleh bank. Alasan yang terakhir ialah bank islam tidak akan memberi pinjaman pada perusahaan-perusahaan yang baru saja menanamkan modalnya sendiri pada usaha-usaha mereka.31 c. Musyarakah/ syirkah (persekutuan), dengan musyarakah ini pihak bank dan pihak penuasa sama-sama mempunyai andil (saham) pada usaha patungan, maka kebelah dua pihak turut berpartisipasi mengelola usaha patungan dan menanggung dikembaliakantepat pada waktu pemilik deposito

28 Pemikiran Ekonomi Islam, alih bahasa A.M. Saefuddin, LIPPM, Jakarta, 1986 hal. 82-84 29 Masyfuk Zuhdi, Islam dan Keluarga Berencana di Indonesia, Bina Ilmu: Surabaya, 1986, hal. 143-144 30 Ibid., hal.144 31 Hasbi Ash-Shiddieqy, Pengantar Fiqih Muamalah, Bulan Bintang, Jakarta, 1984, hal. 27

17

untung ruginya bersama atas dasar perjanjian propit and loss sharing.32 d. Murabahah (jual beli barang dengan tambahan harga atas dasar harga pembelian yang pertama secara jujur). Dengan murabahah ini pada hakikatnya seseorang ini ingin mengubah bentuk bisnisnya dari kegiatan pinjam meminjam menjadi transaksi jual beli. Dengan sistem ini bank dapat menyediakan barang-barang yang diperlukan oleh para pengusaha untuk dijual lagi dan bank meminta tambahan harga atas harga pembeliannya. Syarat murabahah antara lain bahwa bank harus memberikan informasi selengkapnya (sebenarnya) kepada pembeli tentang harga pembeliannya dan keuntungan bersihnya dari cost plus-nya.33 e. Qaradh Hasan (pinjaman yang baik), bank islam dapat memberikan pinjaman tanpa bunga kepada para nasabah yang baik, terutama nasabah yang memiliki deposito di Bank Islam.34 Peminjaman tnapa bung ini dilakukan sebagai service dan penghargaan kepada para Deposan karena Deposan tidak menerima bunga atas Devositonya dari Bank Islam. Bank Islam juga dibolehkan juga menggunakan modalnya dan dana yang terkumpul untuk investasi langsung dalam bebagaiu bidang usaha yang dapat menghasilkan laba. Dalam hal ini Bank sendiri yang melakukan pengaturannya secar langsung, berbeda dengan investasi patungan, yakni pengaturannya dilakukan oleh Bank bersama partnernya dengan perjanjian propit and loss sharing. f. Bank Islam boleh mengelola zakat di Negara yang pemerintahannya tidak mengelola zakat secara langsung. Bank Islam juga dapat menggunakan sebagian zakat yang terkumpul untuk proyek-proyek yang produktif yang hasilnya untuk kepentingan Agama dan umum.35 g. Bank Islam juga boleh menerima dan memungut pembayaran untuk: 1. menganti biaya-biaya yang langsung dikeluarkan langsung oleh Bank dalam melaksanakan pekerjaannya untuk melayani kepentingan para nasabah, misalnya biaya materai, telepon dalam memberitahukan rekening dan yang lain-lainnya: 2. membayar gaji para karyawan Bank yang melakukan pekerjaan untuk kepentingan nasabah, untuk sara dan prasarana yang

32 Masyfuk Zuhdi, Islam dan Keluarga Berencana di Indonesia, Bina Ilmu: Surabaya, 1986, hal. 144 33 Ibid., hal. 144 34 Ibid., hal. 144-145 35 Ibid., hal. 145

18

disediakan oleh Bank, dan biaya administrasi pada umumnya.36 VI. Kedudukan Bank Dalam Islam Dalam dunia perekonomian modern Bank merupakan alat yang pital, tanpa lembaga Bank perekonomian tak akan lancar.37 Islam adalah agama yang mengatur umatnya dalam kehidupan dunia dan akhirat demi kemaslahatan yang termasuk di dalamnya kemaslahata perekonomian. MAka kedudukan Bank dalam Islam merupaka salah satu bentuk perekonomian yan di anjurakan oleh Islam, yaitu membentuk salah satu perekonomian modern. Bank didirikan untuk menciptakan kemaslahatan umat Islam, maka dalam praktiknya Bank tidak boleh bertentangan dengan ajaran-ajaran atau tuntutan-tuntutan Agama Islam itu sendiri. Salah satu penyimpangan utama yang terdapat pada Bank kovensional adalam sistem bungan. Sistiem ini bertentangan dengan prinsip-prinsip ajaran Islam. Berddasarkan pendapat para ulama, sistem bunga inilah yang perlu dihapuskan. Penghapusan sistem bunga Bank berarti melaksanakn islamisasi perbankan. Setelah Bank dihapuskan ,maka akan timbul beberapa masalah, antara lain kepada siapa dibebankan ongkos administrasi Bank dan bagaimana dengan Bank-Bank konversional yang terdapat di negar Islam? Sesungguhnya hal ini sudah dijelaskan pemecahan masalahnya oleh para ahli yang sudah dijelaskan di muka. Sebagai tambahan disini akan dikemukakan pendapat Anwar Iqbal Qureshi38 bahwa ongkos administrasi perbankan tanpa bunga dibebankan kepada negara. Bank-Bank konvensional dibolehkan melakukan operasinya di negara Islam dengan syarat sebagai berikut. a. Bank-Bank konvensional dilarang membayar bunga kepada para penyimpan depositnya. b. Bank-Bank peminjamnya.39 Setelah menyimak pendapat di atas, kiranya dapat dipahami bahwa penghapusan bunga berarti Islamisasi perbankan dan peminjaman uang tidak boleh membayar bunga kepada Bank dan Bank tidak pula mengeluarkan bunga untuk para nasabahnya. Biaya36 Ibid., hal. 145 37 Ahmad Azhar Basyir, Riba, Utang-piutang dan Gadai, PT. Al-Maarif, Bandung, 1983, hal. 28 38 Islam dan Teori Pembungaan Uang, Tintamas, Jakarta, 1985, hal. 161 39 Ibid.,

konvensional

juga

dilarang

memungut

bunga

dari

para

19

administrasi perbankan dibebankan kepada negara. Menurut Qureshi dan Zuhdi, Bank islam dibolehkan mengambil biaya administrasi dari para penyimpan dan peminjam uang.

BAB III KESIMPULAN Menurut pasal 246 Watboek zan Koophandel, (kitab Undang-undang Perniagaan) bahwa yang dimaksud dengan asuransi adalah suatu persetuan di mana pihak yang meminjam berjanji kepada pihak yang dijamin untuk menerima sejumlah uang premi sebagai peganti kerugian, yang mungkin akan diderita oleh yang dijamin karena akibat 20

dari suatu peristiwa yang belum jelas akan terjadi Macam-Macam Asuransi a. Asuransi timbal balik b. Asuransi Dagang c. Asuransi Pemerintah d. Asuransi jiwa e. Asuransi atas Bahaya Yang Menimpa Badan f. Asuransi Terhadap Bahaya-bahaya Pertanggungjawaban sipil Pendapat Ulama Tentang Asuransi a. Mengharamkan asuransi dalam segala macam dan bentuknya seperti sekarang ini, termasuk asuransi jiwa, klmpok ini antara lain antara lain Sayyid Sabiq yang b. Membolehkan semua asuransi dalam praktiknya dewasa ini. c. Membolehkan asuransi yang bersifat sosial dan mengharamkan asuransi yang bersifat komersial semata. d. Menganggap bahwa asuransi bersifat syubhat karena tidak ada dalil-dalil syari yang secara jelas mengharamkan ataupun secara jelas menghalalkannya. Apabila hukum Menurut Fuad Mohd Fachruddin,40 bank berasal kata bangko ( Bahasa Italia), sedangkan menurut Yan Pramadyapuspa (t.t: 71) sebagai mana dikutip Mohd. Fchruddin, banyak berasal dari Bahasa Inggris atau Belanda yang berarti kantor penyimpanan uang. Bank adalah symbol bahwa para penukar uang (monez canger) meletakan uang penukaran di atas meja, meja ini dinamakan Banko zaitu bangku dalam Bahasa Indonesia. Jadi, kata Bank diambil dari kata bank sebagai simbol penukaran uang di Italia. Bank pertama berdiri di Venisia dan Geno di Italia, kira-kira abad ke-14.41 kotakota tersebut dikenal sebagai kota perdagangan. Dari kedua kota ini berpindahlah sistem bank ke Eropa barat. Di Inggris didirikan Bank of england pada tahun 1696. Pendapat Ulama Tentang Bunga Bank 1. Pendapat yang Mengharamkan Bunga Bank 2. Pendapat yang Mensamarkan/Mensyubhatkan Bunga Bank 3. Pendapat yang Menghalalkan Bunga Bank Maksud bank Islam adalah suatu lembaga keuangan yang fungsi utamanya menghimpun dana untuk disalurkan kepada orang atau lembaga yang membutuhkanya 40 Sulaiman, Thahir Abdul Muhsin. Menaggulangi Krisis Ekonomi secara islam, alih basa oleh , Anshari Umar Sitanggal. Bandung: 1985 Al-Maarif, hal-10941 Fuad Mohammad Fachruddin, Riba dalam bank, Koperasi, Perseroan dan Asuransi. PT. Al-Maarif: Bandung, 1985, hal. 110

21

dengan sistem tanpa bunga Pengganti Sistem Bunga 1. Wadiah (titipan uang, barang, dan surat-surat berharga) 2. Mudharabah (kerja sama antara pemilik modal dengan pelaksana), 3. Musyarakah/ syirkah (persekutuan), 4. Murabahah (jual beli barang dengan tambahan harga atas dasar harga pembelian yang pertama secara jujur). 5. Qaradh Hasan (pinjaman yang baik), 6. Bank Islam boleh mengelola zakat di Negara yang pemerintahannya tidak mengelola zakat secara langsung. 7. Bank Islam juga boleh menerima dan memungut pembayaran Kedudukan Bank Dalam Islam Dalam dunia perekonomian modern Bank merupakan alat yang pital, tanpa lembaga Bank perekonomian tak akan lancar.42 Islam adalah agama yang mengatur umatnya dalam kehidupan dunia dan akhirat demi kemaslahatan yang termasuk di dalamnya kemaslahata perekonomian. MAka kedudukan Bank dalam Islam merupaka salah satu bentuk perekonomian yan di anjurakan oleh Islam, yaitu membentuk salah satu perekonomian modern.

DAFTAR PUSTAKA Ahmad Azhar Basyir, Riba, Utang-piutang dan Gadai, PT. Al-Maarif, Bandung, 1983. Fuad Mohammad Fachruddin, Riba dalam bank, Koperasi, Perseroan dan Asuransi. PT. Al-Maarif: Bandung, 1985. Hasbi Ash-Shiddieqy, Pengantar Fiqih Muamalah, Bulan Bintang, Jakarta, 1984. Islam dan Teori Pembungaan Uang, Tintamas, Jakarta, 1985. Masyfuk Zuhdi, Islam dan Keluarga Berencana di Indonesia, Bina Ilmu: Surabaya, 1986. Masail Fiqhiyah, CV. Haji Masagung, Jakarta, 1988. Muh. Nejatullah Shiddiqi, Asuransi dalam Islam, (Pustaka: Bandung, 1987). Pemikiran Ekonomi Islam, alih bahasa A.M. Saefuddin, LIPPM, Jakarta, 1986.42 Ahmad Azhar Basyir, Riba, Utang-piutang dan Gadai, PT. Al-Maarif, Bandung, 1983, hal. 28

22

Sulaiman, Thahir Abdul Muhsin. Menaggulangi Krisis Ekonomi secara islam, alih basa oleh , Anshari Umar Sitanggal. Bandung: 1985 Al-Maarif.

23