Upload
utari-tresna
View
196
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
OBAT ANTIINFLAMASI NON STEROID
Nonsteroidal Anti-inflamatori
Nonsteroidal anti-inflamatory drugs (NSAIDs) memiliki variasi
penggunaan klinis sebagai antipiretik, analgesic, dan agen antiinflamasi. Obat ini
dapat mengurangi demam sehingga dapat digunakan sebagai antipyretic. Obat ini
juga dapat digunakan sebagai analgesic, sehingga dapat mengurangi rasa nyeri
yang ringan sampai berat seperti myalgia, nyeri gigi, dysmenorrhea, dan sakit
kepala. Tidak seperti opioid analgesic, obat ini tidak menyebabkan depresi
neurologi atau ketergantungan. Sebagai agen anti-inflamasi, NSAIDs juga
digunakan dalam perawatan seperti nyeri kronik dan inflamasi pada rheumatoid
arthritis, osteoarthritis, dan arthritic lainnya seperti gout artritik dan ankilosis
spondylitis.
Mekanisme
Kerja anti-inflamatori dari NSAIDs dijelasakan dengan menghambat
sintesis prostaglandin dengan COX-2. COX-2 merupakan COX yang utama yang
menghasilkan prostaglandin selama proses inflamasi. Prostaglandin E dan F
menimbulkan gejala inflamasi seperti vasodilatasi, hyperemia, meningkatkan
permeabilitas vascular, pembengkakan, nyeri, dan meningkatkan migrasi leukosit.
Sebagai tambahan, mereka memperkuat mediator inflamatoi seperti histamine,
bradykinin, dan 5-hydroxytryptamine. Semua NSAIDs kecuali COX-2-selsctive
agen mencegah atau menghambat COX isoform; derajat penghambatan COX-1
bervariasi dari obat yang satu ke obat yang lain.
Efek Samping
Sejumlah kasus toksisitas yang diakibatkan NSAIDs sebagai hasil dari
penghambatan sintesis prostaglandin dapat terjadi. Kemampuan NSAIDs dapat
meningkatkan sekresi asam lambung dan mencegah pembekuan darah sehingga
dapat menimbulkan toksisitas sistem penceranaan. Reaksi ringan seperti heartburn
dan indigestion, dapat menurun dengan pengaturan kembali dosis, penggunaan
antasida, atau memakan obat setelah makan. Hilangnya darah dari GI tract dan
anemia defisiensi iron dalam penggunaan NSAIDs berkepanjangan, termasuk
peptic ulserasi dan GI hermorage walaupun jarang terjadi.
NSAIDs dapat menghalangi atau mengganggu fungsi ginjal, menyebabkan
retensi cairan dan meninmbulkan reaksi hipersensitivitas, termasuk
bronchospasm, asthma, urticaria, polip, dan reaksi anafilaktik (meskipun jarang
terjadi). Spectrum toksisitas yang ditimbulkan setiap NSAIDs berhubungan
dengan penghambatan COX isoform yang spesifik. Kebanyakan obat
dikembangkan yang menghambat COX-2 dan karena itu tidak mengganggu GI
tract, dan efek samping dari antiplatelet ditimbulkan oleh penghambatan COX-1.
Spesifik NSAIDs
Salicylates
Kelompok salisilat yang banyak digunakan yaitu aspirin dan sodium
salicylate. Salicylate banyak digunakan untuk perawatan gangguan minor
musculoskeletal seperti bursitis, synovitis, tendinitis, myositosis, dan myalgia.
Dapat juga digunakan untuk mengurangi demam dan sakit kepala. Dapat juga
digunakan untuk perawatan penyakit inflamasi seperti acute rheumatic fever,
rheumatoid arthritis, osteoarthritis, dan rheumatoid lainnya seperti ankilosis
spondulitis, Reiter’s syndrome, dan psoriatic arthritis. Bagaimanapun, NSAIDs
lainnya biasanya digunakan sebagai obai yang lebih sering dipakai karena efek
samping terhadap gastrointestinal rendah. Aspirin digunakan untuk perawatan dan
prophylaxis infark miokard dan ischemic stroke.
Farmakokinetik
Aspirin tersedia dalam kapsul, tablet, enteric-tableh coated (Ecotrin,
timed-release tablets (ZORprin), buffered tablets (Ascriptin, Bufferin), and as
rectal suppositories. Salisilat cepat diabsorbsi dari lambung dan usus halus bagian
atas, kadar puncak dalam plasma dicapai dalam waktu 1-2 jam. Suasana asam di
dalam lambung menyebabkan sebagian besar dari salisilat terdapat dalam bentuk
nonionisasi, sehingga memudahkan absorpsi. Walaupun begitu, bila salisilat
dalam konsentrasi tinggi memasuki sel mukosa, maka obat tersebut dapat merusak
barier mukosa. Jika pH lambung ditingkatkan oleh penyangga yang cocok sampai
pH3,5 atau lebih, maka iritasi terhadap lambung berkurang.
Aspirin diabsorbsi begitu saja dan dihidrolisis menjadi asam asetat dan salisilat
oleh esterase di dalam jaringan dan darah. Salisilat terikat albumin, tetapi karena
konsentrasi salisilat dalam serum meningkat, sebagian besar tetap tidak terikat dan
terdapat dalam jaringan. Salisilat yang ditelan dan yang berasal dari hidrolisis
aspirin diekstresikan dalam bentuk tidak berubah, tetapi sebagian besar dikonversi
menjadi konyugat yang larut dalam air. Jika aspirin digunakan dalam dosis rendah
(600mg), eliminasi sesuai dengan first-order kinetics dan waktu paruh serum 3-5
jam. Dengan dosis yang lebih besar, zero-order kinetics akan besar; pada dosis
antiinflamasi (≥4g/hari), waktu paruh meningkat sampai 15 jam atau lebih. Efek
ini timbul sekitar seminggu dan berhubungan dengan kejenuhan enzim hati yang
mengkatalisis pembentukan metabolit salisilat salisilat fenilglukuronida dan asam
salisilurat.
Farmakodinamik
Efektifitas aspirin terutama disebabkan oelh kemampuannya menghambat
biosintesis prostaglandin. Kerjanya mengambat enzim siklooksigenase secara
ireversibel, yang mengkatalisis perubagan asam arakidonat menjadi senyawa
edoperoksida, pada dosis yang tepat, obat ini akan menurunkan pembentukan
prostaglandin maupun tromboksan A2, tetapi tidak leukotren. Sebagian besar dosis
antiinflamasi aspirin cepat dideasetilasi membentuk metabolit aktif salisilat.
Salisilat menghambat sintesis prostaglandin secara reversible.
Selain mengurangi sintesis mediator eikosanid, aspirin juga mempengaruhi
mediator kimia sistem kalikrein. Akibatnya, aspirin menghambat perlekatan
granulosit pada pembuluh darah yang rusak, menstabilkan membrane lisosom,
dan menghambat migrasi leukosit polimorfonuklear dan makrofag ke tempat
peradangan.
Aspirin sangat efektif dalam meredakan nyeri dengan intensitas ringan
sampai sedang. Aspirin menghilangkan nyeri dari berbagai penyebab seperti yang
berasal dari otot, pembuluh darah, gigi, keadaan pasca persalinan, arthritis, dan
bursitis. Aspirin bekerja secara perifer melalui efeknya terhadap peradangan,
tetapi mungkin juga menekan rangsang nyeri di tingkat subkorteks.
Aspirin menurunkan demam, tetapi hanya sedikit mempengaruhi suhu
badan yang normal. Penurunan suhu badan berhubungan dengan peningkatan
pengeluaran panas karena pelebaran pembuluh daraf superficial. Antipiresis
mungkin disertai dengan pembentukan banyak keringat.
Aspirin mempengaruhi hemotasis. Aspirin dosis tunggal sedikit
memanjangkan waktu perdarahan dan menjadi dua kali lipat, bila diteruskan
selama seminggu. Karena kerja ini bersifat ireversibel, aspirin menghambat
agregasi trombosit selama 8 hari, sampai terbentuk trombosit baru, sebaiknya
aspirin dihentikan pemakaiannya 1 minggu sebelum operasi.
Penggunaan Terapi
Efek analgesia dan anti-infalmasi. Aspirin adalah salah satu obat yang
paling sering digunakan untuk meredakan nyeri ringan sampai sedang dari
berbagai sebab. Aspirin sering dikombinasikan dengan obat analgetik. Sifat anti-
inflamasi salisilat dosis tinggi bertanggung jawab terhadap dianjurkannya obati ini
sebagai terapi awal arthritis rematoid, demam rematik, dan peradangan sendi
lainnya. pada arthritis ringan, banyak penderita dapat diobati dengan
menggunakan aspirin sebagai obat satu-satunya.
Antipiresis. Aspirin adalah obat terbaik yang ada untuk menurunkan
demam bila dikehendaki dan bila tak ada kontraindikasi penggunaannya.
Penggunaan lainnya sebagai penghambatan agregasi trombosit. Ada juga yang
mengatakan aspirin dapat digunakan untuk mengurangi pembentukan katarak.
Dosis
Dosis optimum analgesic atau antipiretik aspirin, lebih kecil dari dosis oral
0,6 mg yang biasanya digunakan. Dosis yang lebih besar dapat memperpanjang
efeknya. Dosis biasanya dapat diulang setiap 4 jam dan dosis lebih kecil 0,3 gram
setiap 3 jam. Dosis untuk anak-anak sebesar 50-75mg/kg/hari dalam dosis terbagi.
Dosis antiinflamasi rata-rata 4 g per hari dapat ditolerangsi oleh
kebanyakan orang dewasa. Pada anak-anak, biasanya dosis 50-75 mg/kg/hari
menghasilkan kadar darah yang adekuat. Kadar darah 15-30 mg/dl disertai dengan
efek anti-inflamasi. Waktu paruh metabolit aktif aspirin panjang sekitar 12 jam.
Intoksikasi berat timbul bila jumlah yang ditelan lebih dari 150-175
mg/kg/berat badan. Obat yang meningkatkan intoksikasi salisilat meliputi
asetazolamid dan ammonium klorida. Kortikosteroid dapat menurunkan
konsentrasi salisilat.
IBUPROFEN
Ibuprofen merupakan turunan sederhana asam fenilpropionat. Pada dosis
sekitar 2400 mg per hari, efek antiinflamasi ibuprofen setara dengan 4 g aspirin.
Obat ini sering diresepkan dalam dosis rendah, yang bersifat analgesik tetapi
mempunyai efek anti-inflamasi rendah. Ibuprofen tersedia sebagai obat bebas
dengan dosis rendah dengan berbagai nama dagang.
Ibuprofen dimetabolisme secara luas di hati, sedikit diekskresikan dalam
bentuk tidak berubah. Iritasi saluran cerna dan perdarahan dapat terjadi, walaupun
kurang sering dibandingkan aspirin. Penggunaan ibuprofen bersama aspirin dapat
dapat menurunkan efek total antiinflamasi. Obat ini dikontraindikasikan untuk
mereka yang menderita polip hidung, angioedema, dan aktifitas bronkopastik
terhadap aspirin. Di samping gejala saluran cerna (yang dapat diubah oleh
penelanan bersama makanan), telah dilaporkan adanya rush, pruritus, pusing,
nyeri kepala, meningitis aseptik, dan retensi cairan. Interaksi dengan antikoagulan
jarang terjadi. Efek hematologik yang berat meliputi agranulositosis dan anemia
aplastik; efek terhadap ginjal, meliputi ginjal akut, nefritis intersitialis, dan
sindrom nefrotik.
Nama kimia: asam 2-(4-isobutil-fenil)-propionat
merk dagang: Advil, Motril, Nuprin dan Brufen.
Rumus kima ibuprofen
Ibuprofen merupakan derivat asam propionat yang diperkenalkan pertama
kali di banyak negara. Obat ini bersifat analgesik dengan daya anti-inflamasi yang
tidak terlalu kuat. Efek analgesiknya sama seperti apsirin: efek anti-inflamasinya
terlihat dengan dosis 1200-2400 mg sehari. Absorpsi ibuprofen cepat melalui
lambung dan kadar maksimum dalam plasma dicapai setelah 1-2 jam. Waktu
paruh dalam plasma sekitar 2 jam. Sembilan puluh % ibuprofen terikat pada
protesin plasma. Ekskresinya berlangsung cepat dan lengkap. Kira-kira 90% dari
dosis yang diabsorpsi akan diekskresi melalui urin sebagai metabolit atau
konyugatnya. Metabolit utama merupakan hasil hidroksilasi dan karboksilasi.
Obat AINS derivat asam propionat hampir seluruhnya terikat pada protein
plasma, efek interaksi misalnya penggeseran obat warfarin dan oral hipoglikemik
hampir tidak ada. Tetapi pada pemberian bersama kepada warafarin, tetap harus
waspada karena adanya gangguan fungsi trombosit yang memperpanjang masa
perdarahan. Derivat asam propionat dapat mengurangi efek diuresis dan
natriuresis furesemid dan tiazid, juga mengurangi efek antihipertensi obat beta
bloker, prazosin dan kaptopril. Efek ini mungkin akibat hambatan biosintesis PG
ginjal. Efek samping terhadap saluran cerna lebih ringan dibandingkan dengan
aspirin, indometasin atau naproksen. Efek samping lainnya yang jarang ialah
eritema kulit, sakit kepala, trombositopenia, ambliopia toksik yang reversibel.
Dosis sebagai analgesik 4 kali 400 mg sehari tetapi sebaiknya dosis optimal pada
tiap orang ditentukan secara individual. Ibuprofen tidak dianjurkan diminum oleh
wanita hamil dan menyusui. Dengan alasan bahwa ibuprofen relatif lebih lama
dikenal dan tidak menimbulkan efek samping serius pada dosis analgesik, maka
ibuprofen dijual sebagai obat generik bebas di beberapa negara antara lain
Amerika Serikat dan Inggris.
PEROKSIKAM
Peroksikam, suatu oksikam adalah obat AINS dengan struktur baru.
Waktu paruhnya panjang, sehingga diberikan dosis kecil sekali sehari, yang
membantu kepatuhan penderita. Obat ini cepat diabsorpsi di dalam lambung dan
usus halus bagian atas, dan mencapai 80% dari kadar puncak dalam plasma dalam
waktu 1 jam. Piroksikam diekskresikan sebagai konyugat glukuronida dan dalam
jumlah kecil dengan bentuk tidak berubah.
Gejala saluran cerna terjadi pada 20% penderita. Efek samping lain
meliputi pusing, nyeri kepla, dan rush. Obat ini dapat digunakan pada pengobatan
atritis rematoid, spondilitas ankilosa, dan osteoartritis.
INDOMETASIN
Merupakan derivate indole-asam asetat. Obat ini sudah dikenal sejak 1963
untuk pengobatan arthritis rheumatoid dan sejenisnya. Walaupun obat ini efektif
tetapi karena toksik maka penggunaan obat ini dibatasi. Indometasin memiliki
efek anti inflamasi lebih kuat dari aspirin dan analgesic-antipireutic yang kira-kira
sebanding dengan aspirin. Telah terbukti bahwa indometasin memiliki efek
analgesic perifer maupun sentral. In-vitro, indometasin menghambat enzim siklo-
oksigenase. Seperti kolkisin, indometasin menghambat motilitas leukosit
polimorfonuklear. Indometasin bekerja dengan menghambat siklooksigenase
secara reversible.
A. Farmakokinetika
Absorpsi indometasin setelah pemberian oral cukup baik ; 92-99%
indometasin terikat pada protein plasma. Metaboloismenya terjadi di hati.
Indometasin diekskresi dalam bentuk asal maupun metabolit melalui urine
atau empedu. Waktu paruh plasma kira-kira 2-4 jam.
B. Mekanisme kerja
Mekanisme kerja dari indometasin adalah dengan menghambat
siklooksigenase secara reversible ( produksi prostaglandin ).
C. Indikasi
Indometasin dapat digunakan untuk mengontrol rasa nyeri pada uveitis
dan postoperative ophthalmic procedure. Digunakan juga sebagai antipyretic
pada Hodgkins`s disease, dan seperti aspirin, indometasin dapat menunda
labor (kerja) dengan menekan (suppressing) kontraksi uterus.
Karena sifat toksiknya, Indometasin tidak dianjurkan untuk pemakaian
umum sebagai antipiretik dan analgesic. Kecuali untuk pengobatan duktus
arterious paten, sebaiknya jangan diberikan pada anak-anak. Obat ini berguna
pada keadaan khusus, termasuk arthritis gout akut, spondilitis ankilosa, dan
osteoarthritis pada panngul dan juga efektif pada keadaan peradangan ekstra-
artikular seperti perikarditis, dan pleuritis. Pada gout akut, pada hakikatnya
indometasin menggantikan kolkisin sebagai terapi awal.
Penggunaan khusus indometasin adalah mengobati duktus arteriosus paten
pada bayi premature. Karena strukturnya kuat dan paten pada janin akibat
produksi kontinu prostaglandin; penutupan bias dipercepat pada bayi
premature jika diberikan obat ini secara intravena.dalam sitiasi ini, produksi
prostaglandin tidak pada proses peradangan, jadi lebih tergantung pada COX I
daripada COX II. Seperti tercata diatas, indometasin adalah selektif relative
untuk COX I. pada kebanyakan kasus, operasi dapat dihindari dengan
menggunakan indometasin.
Indometasin telah dianjurkan pemakaiannya sebagaintocolytic pada
persalinan dengan kehamilan yang kurang dari 32 minggu; penghambatan
sintesis prostaglandin mengurangi frekuensi dan kontraksi uterus. Walaupun
begitu, yang lain memperdebatkan penggunaan ini sebagai dasar pengenalan
toksisitas obat ini terhadap janin dan ibu.
D. Kontraindikasi
Karena toksisitasnya, indometasin tidak dianjurkan diberikan pada anak,
wanita hamil, penderita gangguan psikiatris, dan penderita penyakit lambung.
Penggunaan kini dianjurkan hanya bila AINS lain kurang berhasil misalnya
pada spondilitis ankilosa, arthritis pirai akut dan osteoatritis tungkai.
Indometasin tidak berguna pada penyakit pirai kronik karena tidak berefek
urikosurik. Penggunaan indometasin juga harus dihindari pada penderita polip
hidung atau angiodema, dimana mungkin dapat mencetuskan asma. Dosis
indometasin yang lazim ialah 2-4 kali 25 mg sehari bersama makanan atau
segera setelah makan. Untuk mengurangi gejalan reumatik di malam hari,
indometasin diberikan 50-100 mg sebelum tidur.
E. Efek samping
Efek samping indometasin tergantung dosis. Pada dosis terapi, sepertiga
penderita menghentikan pengobatan karena efek samping. Efek samping
saluran cerna berupa nyeri abdomen , diare, perdarahan lambung dan
pankreastis. Sakit kepala hebat dialami oleh kira-kira 20-25% penderita dan
sering disertai pusing, depresi dan rasa bingung. Halusinasi dan psikosis
pernah dilaporkan. Indometasin juga menyebabkan agranulositis, anemia, dan
trombositopenia. Vasokontriksi pembuluh koroner pernah dilaporkan.
Hiperkalemia dapat terjadi akibat hambatan yang kuat terhadap biosintesis PG
di ginjal. Alergi dapat pula timbul dengan manifestasi urtikaria, gatal, dan
serangan asma.
F. Terapeutic in dentistry
Tidak ada indikasi untuk indometasin dalam kedokteran gigi.
ACETAMINOPHEN
Acetaminophen ( paracetamol, N-acetyl-p-aminophenol, tylenol, dan yang
lainnya ) merupakan metabolit aktif dari phenaletin, jadi disebut coal tar
anakgetik. Acetaminophen merupakan alternatif yang efektif untuk pengganti
aspirin sebagai anakgetik-antipiretik. Bagaimanapun juga, acetaminophen ini
tidak seperti aspirin, aktivitas antiinflamasinya rendah dan tidak bekerja sebagai
agen yang berguna untuk mengobati kondisi inflamasi. Karena acetaminophen
sangat toleran, maka obat ini memiliki kekurangan dan obat ini juga dijual bebas
dipasaran tanpa perlu menggunakan resep.Overdosis akut acetaminophen dapat
menyebabkan kerusakan hati yang fatal, keracunan, dan kematian, hal ini telah
berkembang pesat dalam beberapa tahun terkahir ini.
a.Farmakokinetik
Acetaminophen diserap dengan cepat dari traktus gastrointestinal.
Konsentrasi plasma mencapai 30-60 menit dan waktu paruh dalam plasma sekitar
2 jam setelah pemberian terapi obat. Acetaminophen didistribusikan melalui
cairan tubuh. Pengikatan obat dengan protein plasma bervariasi, hanya 20%-50%
berikatan pada konsentrasi selama keadaan toksik akut. Setelah pemberian terapi
obat, 90%-100% obat ini ditemukan di urin selama hari pertama, setelah
konjugasi hepatik dengan asam gluconamid ( sekitar 60% ), asam sulfur ( sekitar
35% ), atau asan sistein kuronik ( sekitar 3% ), sejumlah kecil hydroxulated dan
deacelated juga terdeteksi. Anak-anak memiliki kapasitas yang rendah untuk
glukoronidasi obat di banding orang dewasa. Proporsi kecil dari acetaminophen
melewati sitokrom P450-mediated N-hydroxylation ke bentuk N-acetyl-
benzoquinoneimine, intermediet reaktif tinggi. Metabolit ini bereaksi secara
normal dengan grup sulfhydryl dalam glutathione. Bagaimanapun juga, setelah
ingesti sejumlah besar dosis acetaminophen, metabolit sudah terbentuk dalam
jumlah yang cukup untuk menghilangkan hepatic glutathione.
b.Mekanisme Kerja
Mekanismenya bahwa acetaminophen ( paracetamol ) mengurangi demam
dan nyeri telah diperdebtakna secara luas karena ini mengurangi produksi
prostaglandin ( bahan kima yang mendukung inflamasi ). Aspirin juga memblok
produksi prostaglandin, tapi tidak seperti aspirin, paracetamol hanya memiliki
aksi anti inflamasi yang lemah. Demikian juga, mengingat aspirin memblok
produksi dari thromboxanes, paracetamol tidak. Aspirin diketahui untuk memblok
golongan enzim cyclooxygenase ( COX ), dan karena aksi paracetamol serupa
dengan aspirin, banyak penelitian difokuskan pada apakah paracetamol juga
memblok COX. Sekarang telah jelas bahwa paracetamol bereaksi melewati dua
jalan.
Golongan enzim COX bertanggung jawab terhadap metabolisme
arachidonic acid dan prostaglandin H2, sebuah molekul yang tidak stabil, yanng
mana mengubah kepada banyak bahan anti inflamasi lainnya. Anti inflamatori
klasik, seperti OAINS, memblok tahap ini. Hanya ketika oksidasi enzim COX
sangat aktif secara tepat. Pracetamol mereduksi bentuk enzim COX yang telah
dioksidasi, mencegah ini dari pembentukan bahan kimia pro-anti inflamasi.
Paracetamol juga mengatur endogenous cannabinoid system. Paracetamol
dimetabolisasikan pada AM04, sebuah bahan campuran dengan serangkaian aksi,
yang paling penting, untuk memblok endogenous cannaboid atau vanilloid
anandamide oleh neuron. Ananmide akan menghasilkan aktivasi dari reseptor
nyeri utama dari tubuh, TRPV1( dahulu bernama reseptor vanniloid ).
Selanjutnya, AM04 memblok saluran natrium, seperti yang dilakukan oleh
anastesik lidocaine dan procaine. Tiap reaksi ini menunjukan kemampuan untuk
mengurangi rasa nyeri, dan terdapat mekanisme yang memungkinkan bagi
paracetamol, meskipun telah didemonstrasikan sebelumnya, setelah pemblokiran
resptor cannabinoid dan oleh sebab itu membuat aksi apapun dari cannabinoid
menjadi tidak relevan, paracetamol kehilangan efek analgesik, diperkirakan aksi
pengurangan rasa nyerinya dimediasi oleh sistem endogenous cannabinoid.
Satu teori bahwa paracetamol bekerja dengan memblok COX-3 isoform
dari grup enzim COX. Enzim ini, ketika diperlihatkan pada anjing, membagi
kesamaan kekuatan pada enzim COX lainnya, memproduksi bahan kima pro-anti
inflamasi, dan secara selektif memblok paracetamol. Bagaimanapun, beberapa
penelitian telah dikembangkan pada manusia dan tikus, enzim COX3 adalah tanpa
akti anti inflamasi. Kemungkinan lain adalah bahwa pracetamol memblok
cyclooxygenase ( seperti aspirin ), namun hal ini terjasi dalam lingkungan yang
inflamasi, dimana konsentrasi dari peroksida tinggi, bagian oksidasi dari
paracetamol tinggi untuk menghalangi aksinya. Hal ini berarti bahwa paracetamol
tidak memiliki efek langsung terhadap bagian inflamasi namun aksi terhadap CNS
untuk mereduksi temperatur, dimana lingkungan tidak oksidatif. Mekanisme yang
pasti dimana paracetamol dipercaya untuk mempengaruhi COX3 telah dibantah.
c.Adverse Event
Pada dosis yang direkomendasikan, paracetamol tidak mengiritasi
lambung, setelah koagulasi darah sebanyak pada OAINS, atau mempengaruhi
fungsi ginjal. Bagaimanapun, penelitian telah menunjukan bahwa penggunaan
dosis tinggi ( lebih dari 2000 mg per hari ) dapat meningkatkan kerusakan pada
bagian atas gastrointestinal seperti pendarahan pada lambung. Paracetamol aman
dikonsumsi oleh wanita hamil, dan tidak memberikan efek penutupan ductus
arterious pada janin seperti OAINS. Tidak seperti aspirin, obat ini aman bagi
anak-anak.
Seperti OAINS dan tidak seperti analgesik opioid, paracetamol tidak
ditemukan sebagai penyebab euphoria atau yang lainnya. Walaupun paracetamol
dan OAINS dapat membahayakan hati, mereka tidak menunjukan kemungkinan
adiksi, ketergantungan, toleransi, dan penarikan. Paracetaml dalam kombinasi
dengan opioid yang lemah, lebih mirip dengan OAINS dapat digunakan untuk
sakit kepala, walaupun tidak seperti ergotamine atau triptans yang digunakan
untuk migrain.
Pada tahun 2008, Lancet mempublikasikan penelitian tentang efek
samping paracetamol terhadap anak-anak. Pada lebih dari 200.000 anak-anak di
31 negara, penggunaan paracetamol untuk demam pada tahun pertama dari
kelahiran dapat meingkatkan kemungkinan terjadi asma ketika usia 6-7 tahun.
Lebih lanjut, penggunaan paracetamol pada usia sekitar 6-7 tahun dapat
meningkatkan kemungkinan terjadinya rhinocnjuctivits dan eczema.
d.Indikasi
Acetaminophen merupakan pengganti yang tepat untuk aspirin bagi
analgesik atau penggunaan antipiretik, acetaminophen ini digunakan pada pasien
yang memiliki kontraindikasi terhadap aspirin atau ketika pemanjangan waktu
pendarahan yang disebabkan oleh aspirin dapat menjadi suatu kelemahan.
Konvensional dosis oral acetaminophen adalah 325-1000 mg, dosis total harian
sebaiknya tidak mencapai 4000mg. Untuk anak-anak, dosis satuan sekitar 40-
80mg, tergantung pada umur dan berat badan, tidak lebih dari 5 dosis sebaiknya
diberikan dalam 24 jam.
Analgesik-antipiretik terhadap pasien yang alergi pada aspirin, gangguan
hemostatic, pendarahan diatheses, gangguan GI bagian atas, gouty arthritis.
Penyakit arthrisi dan rematik meningkatkan neri musculoskeletal.
Flu, infeksi yang disebabkan oleh virus dan bakteri yang disertai nyeri dan
demam.
Prophilaktis untuk anak-anak yang mendapatkan vaksinasi DPT untuk
mengurangi nyeri dan demam.
e. Kontraindikasi
Kontraindikasi terjadi pada orang yang memiliki alergi terhadap
acetaminophen.
Diperlukan perhatian khusus bagi pengguna yang memiliki kerusakan fungsi
hati, mengkonsumsi alkohol, wanita hamil dan menyusui.
f.Intoksikasi
Pada rekomendasi dosis terapeutik, acetaminophen biasanya ditoleransi
dengan cukup baik. Bercak pada kulit dan reaksi alergi lain jarang terjadi. Bercak
biasanya merupakan erythematous atau urtikarial, tapi terkadang dapat menjadi
lebih serius dan bersamaan dengan demam dan lesi mukosal. Pasien yang
menunjukan reaksi hipersensitif terhadap salisilat hanya sedikit yang menunjukan
sensitivitas pada acetaminophen. Dalam beberapa kasus yang telah diisolasi,
penggunaan acataminophen telah diasosiasikan dengan neutropenia,
thrombocypenia, dan pancytopenia.
Efek merugikan yang paling serius dari overdosis akut acetaminophen
adalah dose-dependent yang secara potensial dapat menyebabkan fatal hepatik
nekrosis. Nekrosis tubukar ginjal dan hypoglycemic coma dapat pula terjadi.
Mekanisme yang disebabkan oleh overdosis acetaminophen menuju pada luka
hepatocellular dan kematian menyertakan perubahannya terhadap metabolisme
toksik yang reaktif. Jalan singkat dari eliminasi acetaminhophen adalah melalui
konjungasi dengan glucorunide dan sulfat. Jalan utama dari metabolisme adalah
melalui sitokrom P450s ke intermediet, N-acetyl-para-benzoquinonimine, yang
mana jalan ini sangat elektrofilik. Pada keadaan normal, intermediet ini
dieliminasi oleh kinjungasi dengan glutathione (GTH) dan kemudian metabolisme
selanjutnya ke asam mercapturic dan dieksekrikan ke dalam urin. Bagaimanapun,
pada pengaturan overdosis acetamiophen level hepatocellular dari GTH menjadi
berkurang. Dua akibat sebagai hasil dari pengurangan GTH. Karena GSH adalah
faktor penting dalam pertahanan terhadap antioksidan, hepatosit dapat
menyumbangkan kerentanan yang tinggi pada oxydant injury. Pengurangan GSH
dapat juga menyebabkan intermediet reaksi untuk berikatan pada makromolekul
sel, menuju kerusakan dari sistem enzim.
Toksisitas akut
Akibat dosis toksik yang paling serius ialah nekrosis hati. Nekrosis tubuli
renalis serta koma hiposlikemik dapat juga terjadi. Hepatotoksisitas dapat terjadi
pada pemberian dosis tunggal 10-15 gram (200-250 mg/KgBB) parasetamol.
Gejala pada hari pertama keracunan akut parasetamol belum mencerminkan
bahaya yang mengancam. Anoreksi, mual, dan muntah serta sakit perut terjadi
dalam 24 jam pertama dan dapat berlangsung selama 1 minggu atau lebih.
Gangguan hepar dapat terjadi pada hari kedua, dan gejala peningkatan aktivitas
serum transaminase, laktat dehidrogenase, kadar bilirubin serum serta
pemanjangan masa protrombin. Aktivitas alkali fosfatase dan kadar albumin
serum tetap normal. Kerusakan hati dapat mengakibatkan ensefalopati, koma, dan
kematian. Kerusakan hati yang tidak berat pulih dalam beberapa minggu sampai
beberapa bulan.
Masa paruh parasetamol pada hari pertama keracunan merupakan petunjuk
beratnya keracunan. Masa paruh lebih dari 4 jam merupakan petunjuk akan
terjadinya nekrosis hati dan masa paruh lebih dari 24 jam meramalkan akan
terjadinya kerusakan hati. Kerusakan in tidak hanya disebabkan oleh parasetamol,
tetapi juga oleh radikal bebas, metabolit yang sangat reaktif yang berkaitan secara
kovalen dengan makromolekul vital sel hati. Karena itu hepatotolsisitas
parasetamol meningkat pada penderita yang juga mendapat barbiturate,
antikonvulsi lain atau pada alkoholik kronis. Kerusakan yang timbul berupa
nekrosis sentrilobularis. Keracunan akut ini biasanya diobati secara simtomatik
dan suportif, tetapi pemberian senyawa sulfhidril tampaknya dapat bermanfaat,
yaitu dengan memperbaiki cadangan glutation hati. N-aserilsistein cukup efektif
bila diberikan per oral 24 jam setelah minum dosis toksik parasetamol.
NABUMETONE
Nabumetone adalah naphthylalkanone yang rumus kimianya adalah 4-(6-
methoxy-2-naphthalenyl)-2-butanone. Nabumetone adalah substansi crystalline
putih dengan berat molecular 228,3. Merupakan nonacidic dan pada kenyataannya
tidak larut dalam air, namun larut dalam alkohol dan kebanyakan pelarut organik.
a.Farmakokinetik
Setelah oral administration, hampir 80% dari dosis nabumetone ditemukan
dalam urin, yang menunjukkan bahwa nabumetone terabsorpsi dengan baik pada
gastrointestinal tract.
b.Adverse Event
Efek samping yang paling sering dilaporkan berhubungan dengan system
gastrointestinal, termasuk diare, gangguan pencernaan, dan abdominal pain.
c.Indikasi
Meringankan tanda-tanda dan gejala dari osteoarthritis dan rheumatoid arthritis.
d.Kontraindikasi
Berisiko terhadap cardiovascular
OAINS bisa menyebabkan peningkatan risiko akan terjadinya thrombotic
cardiovascular, myocardial infarction, dan stroke yang bisa fatal. Risiko ini
bisa meningkat seiring dengan durasi penggunaan. Pasien dengan penyakit
cardiovascular berisiko lebih besar dalam menggunakan obat ini.
Piroxicam berkontraindikasi terhadap perawatan pada CABG (Coronary
Artery Bypass Graft) surgery.
Berisiko terhadap Gastrointestinal
OAINS bisa meningkatkan risiko pada gastrointestinal antara lain,
perdarahan, ulceration, dan perforasi pada perut atau usus yang bisa menjadi
fatal. Hal ini bisa terjadi kapan saja seama penggunaan dan tanpa gejala
peringatan. Pasien usia lanjut berisiko lebih besar gastrointestinalnya dalam
penggunaan obat ini.
e. Dosis
Dosis dan frekuensi diberikan sesuai dengan kebutuhan pasien. Pada pasien
penderita osteoarthritis and rheumatoid arthritis, dosis awal yang
direkomendasikan adalah 1000 mg sebagai dosis tunggal, baik dengan atau tanpa
makanan. Nabumetone bisa diberikan sekali atau dua kali dalam sehari. Pasien
dengan berat badan di bawah 50 kg mungkin saja tidak memerlukan dosis
melebihi 1000 mg. Oleh karena itu, setelah mengamati respon dari terapi pertama,
dosis harus disesuaikan sesuai dengan kebutuhan individual tiap pasien.
f.Interaksi Obat
ACE-inhibitors
Dilaporkan bahwa OAINS bisa mengurangi efek antihypertensive dari ACE-
inhibitors. Interaksi ini harus dipertimbangkan pada pasien yang
mengonsumsi OAINS bersamaan dengan ACE-inhibitors.
Aspirin
Ketika nabumetone berinteraksi dengan aspirin, ikatan proteinnya berkurang,
meskipun efek dari interaksi ini secara klinis belum diketahui signifikan atau
tidaknya. Oleh karena itu, seperti OAINS lainnya, administrasi bersamaan
antara nabumetone dan aspirin tidak dianjurkan dikarenakan potensinya
dalam meningkatkan adverse event.
Methotrexate
Berdasarkan penelitian, OAINS (nabumetone) mempertinggi toksisitas dari
methotrexate. Oleh karena itu, ketika OAINS digunakan bersamaan dengan
methotrexate mesti hati-hati.
Warfarin
Efek warfarin dan OAINS (nabumetone) dalam perdarahan gastrointestinal
adalah sinergis. Orang yang mengonsumsi kedua obat secara bersamaan
memiiki risiko perdarahan gastrointestinal yang lebih serius dibandingkan
dengan yang hanya mengonsumsi salah satu obat saja.
ASAM MEFENAMAT
Asam mefenamat adalah obat anti inflamasi non steroid yang digunakan
untuk mengobati rasa sakit, termasuk sakit ketika menstruasi. Dianjurkan secara
khusus untuk digunakan secara oral.
Asam mefenamat menurunkan inflamasi dan kontraksi uterus dengan mekasime
yang sampai sekarang belum diketahui. Tetapi mekanisme kerjanya berhubungan
dengan menghambat sintetis prostaglandin.
Analog dari asam fenamat, merupakan campuran yang disintesis dari asam 2-
chlorobenzoat dan 2,3-xylidine.
a.Farmakodinamik
Ponstan ( asam mefenamat ) adalah obat anti inflamasi non steroid
( OAINS ) dikenal sebagai anti inflamasi, analgetik, dan antipiretik aktif pada
studi hewan. Mekanisme kerja dari ponstan, sama seperti obat OAINS lainnya,
secara keseluruhan belum dimengerti betul tetapi berkaitan dengan penghambatan
sintesis prostaglandin.
b.Farmakokinetik
Absorpsi
Asam mefenamat sangat cepat diabsorpsi setelah administrasi oral. Dalam dua
kali 500 mg dosis oral yang diteliti, menunjukkan luas daerah absorpsi sebesar
30,5 mcg/hr/mL ( 17% CV ).
Berdasarkan 1 gr dosis oral single, level puncak plasma mulai dari 10 sampai 20
mcg/mL3. Level puncak plasma dimulai dari 2 sampai 4 jam dam eliminasi waktu
paruh kira-kira 2 jam.
Efek makanan kecepatan dan luas daerah absorbsi dari asam mefenamat belum
diteliti. Ingesi dari antacid yang mengandung magnesium hidrokside bersamaan
dengan asam mefenamat, menunjukkan peningkatan yang signifikan dari
kecepatan dan luas daerah absorbsi asam mefenamat tersebut.
Distribusi
Asam mefenamat dinyatakan lebih dari 90% dikelilingi albumin. Volume
distribusi yang jelas ( Vzss/F ) diperkirakan mengikuti 500 mg dosis oral asam
mefenamat yaitu 1,06 L/kg. Berdasarkan sifat fisik dan kimianya, ponstan diduga
dieksresikan pada air susu ibu pada manusia.
Metabolisme
Asam mefenamat dimetabolisme oleh enzim sitokrom P450 CYP2C9 menjadi 3-
hydroxymethyl mefenamic acid ( metabolite I ). Mengalami proses oksidasi lebih
lanjut mejjadi 3- carboxymefenamic acid ( metabolite II ). Level puncak plasma
kira-kira 20 mcg/mL setelah 3 jam untuk hydroxy metabolite dan level puncak
plasma untuk carboxy metabolite adalah 8 mcg/mL setelah 6 sampai 8 jam.
Eksresi
Kira-kira 52 % dari dosis asam mefenamat dieksresikan melalui urine terutama
sebagai glucuronida asam mefenamat ( 6% ), 3-hydroxymefenamic acid ( 25% ),
dan 3- carboxymefenamic acid ( 21% ). Pengeluaran melalui feses sejumlah 20%
dari dosis, sebagian besar dalam bentuk 3-carboxymefenamic acid yang belum
dikonjugasi. Waktu paruh dari asam mefenamat kira-kira 2 jam.
c. Adverse Event
Asam mefenamat diketahui menyebabkan gangguan pada perut, antara lain
iritasi lambung, kolik usus dan mual. Oleh karena itu disarankan untuk
dikonsumsi bersamaan dengan makanan atau susu. Dapat menyebabkan
mengantuk. Disarankan untuk menghidari menyetir atau mengkonsumsi alkohol
selaam mengkonsumsi obat ini.
Efek lain yang diketahui dari asam mefenamat adalah sakit kepala, pusing,
vertigo, dispepsia, menimbulkan kegelisahan, dan muntah. Efek lain yang lebih
serius seperti diare, muntah berdarah, penglihatan kabur, ruam kulit, gatal-gatal
dan pembengkakan, sakit tenggorokkan dan demam. Disarankan untuk
berkonsultasi dengan dokter secepatnya bila timbul gejala-gejala seperti di atas
selama mengkonsumsi obat tersebut.
Obat anti inflamasi non steroid memperburuk hipertensi. Orang dengan
hipertensi, disfungsi bilik kiri jantung, dan gangguan pada hati disarankan untuk
menghidari obat-obat AINS. Pada penggunaan terus menerus dengan dosis 2000
mg atau lebih dari sehari dapat mengakibatkan agranulositosis dan anemia
hemolitik.
d.Indikasi
Dapat menghilangkan nyeri akut dan kronik, ringan sampai sedang
sehubungan dengan sakit kepala, sakit gigi, dismenore primer, termasuk nyeri
karena trauma, nyeri sendi, nyeri otot, nyeri sehabis operasi, nyeri pada
persalinan.
e.Kontraindikasi
Pada penderita tukak lambung, radang usus, gangguan ginjal, asma,
urtikaria dan hipersensitif terhadap asam mefenamat. Pemakaian secara hati-hati
pada penderita penyakit ginjal atau hati dan peradangan saluran cerna.
f. Dosis
Digunakan melalui mulut (per oral), sebaiknya sewaktu makan. Untuk
dewasa dan anak di atas 14 tahun dosis awal yang dianjurkan 500 mg kemudian
dilanjutkan 250 mg tiap 6 jam. Untuk mengobati dismenore atau sakit saat
menstruasi dosisnya sebanyak 500 mg 3 kali sehari, diberikan pada saat mulai
menstruasi ataupun sakit dan dilanjutkan selama 2-3 hari. Untuk mengobati
menoragia yaitu 500 mg 3 kali sehari, diberikan pada saat mulai menstruasi dan
dilanjutkan selama 5 hari atau sampai perdarahan berhenti.
g.Interaksi Obat
Asam mefenamat berinteraksi dengan obat-obat anti koagulan oral seperti
warfarizn, asetosal (aspirin), diuretik, methotrexate dan insulin.
OBAT ANTIINFLAMASI STEROID
KORTIKOSTEROID
HYDROCORTISONE
Hidrokortison senyawa antiinflamasi dari golongan kortikosteroid yang
sangat efektif untuk obat kulit. Pada penyakit kulit yang disebabkan oleh alergi,
krim Hidrokortison akan segera memberi efek berkurangnya radang, rasa gatal
dan sakit. Nama Generik : hydrocortisone. Merk Dagang: Hydrocortone, Cortef.
Interaksi Obat
Hidrokortison mencegah keluarnya subtansi pada tubuh yang menyebabkan
inflamasi dengan cara menstimulasi glukogenesis, memecah protein dan lemak
untuk menyediakan metabolit yang dapat dikonversikan dengan glukosa dihati
hingga mengaktivasi jalur anti stress dan anti inflamasi.
Hidrokortison digunakan untuk menggantikan hormon alami yang
mengalami difisiensi akibat kegagalan pembentukan hidrokortison oleh kelenjar
korteks adrenal atau kegagalan adrenal akibat kekurangan ACTH yang dihasilkan
pituitary.
Indikasi
RAS (Rekuren Aptous Stomatitis). Kondisi Inflamasi Rheumatoid
arthritis,lupus sistemik, gouty arthritis akut, artritis psoriasis, ulcerative colitis.
Dermatitis herpetiformis, pemphigus, dan Addison Disease.
Kontra Indikasi
Penderita yang hipersensitif terhadap hidrokortison. Infeksi virus.
Tuberkulosis kulit. Pada acne, rosasea, dermatitis perioral dapat memperburuk
keadaan.
Efek Samping
Rasa terbakar, gatal, kekeringan, atropi kulit serta infeksi sekunder. Retensi
cairan. Bertambahnya berat badan. Kenaikan tekanan darah. Sakit kepala. Lemas
otot. Ulserasi lambung. Memperburuk diabetes
Klasifikasi
antifungal agent, topical corticosteroid
Kegunaan
Untuk terapi angular cheilitis.
Interaksi
Dengan Obat Lain Obat-obat yang menginduksi enzim-enzim hepatik,
seperti fenobarbital, fenitoin, dan rifampisin dapat meningkatkan klirens
kortikosteroid jika diberikan bersama-sama maka dosis kortikosteroid harus
ditingkatkan untuk mendapatkan hasil yang diharapkan.
Obat-obat seperti troleandomisin dan ketokonazol menghambat
metabolisme kortikosteroid dan menurunkan klirens atau ekskresi kortikosteroid
jika diberikan bersamaan maka dosis kortikosteroid harus disesuaikan untuk
menghindari toksisitas steroid.
Aspirin harus digunakan secara hati-hati bila diberikan bersamaan dengan
kortikosteroid pada pasien yang menderita hipoprotrombinemia.
Dengan Makanan Ketika dalam terapi dengan hidrokortison sistemik,
sebaiknya kurangi konsumsi garam, dan makan makanan yang banyak
mengandung kalium dan tinggi protein
Pengaruh
Terhadap Kehamilan Faktor risiko C. Terhadap Ibu Menyusui
Distribusi hidrokortison di dalam air susu tidak diketahui. Terhadap Anak-anak
terjadi penghambatan pertumbuhan yang tak dapat pulih kembali, jadi tidak boleh
diberikan jangka panjang.
Bentuk Sediaan
Tablet, Salep, Krim, Serbuk untuk Injeksi.
TRIAMCINOLONE
Triamcinolon merupakan kortikosteroid sintetik untuk mengobati sejumlah
autoimun dan kondisi alergi.
Aksi antiinflamasi triamcinolon mencegah tanda inflamasi seperti panas
lokal, kemerahan, lembek, bengkak, tanpa menghiraukan penyebabnya.
Indikasi
Untuk mengobati gangguan alergi, kondisi kulit, ulcerative colitis, arthritis,
lupus, psoriasis, atau gangguan pernapasan.
Kontra indikasi
Hipersensitif terhadap triamcinolon atau bahan lain dalam formulasi. Infeksi
jamur sistemik, infeksi serius, terapi utama pada keadaan asmatikus, infeksi
jamur, virus atau bakteri pada mulut dan tenggorokan.
Efek Samping
Gatal-gatal, alergi dermatitis kontak, kekeringan, folikulitis, infeksi kulit
(kedua), hipertrikosis, erupsi menyerupai bentuk jerawat, hipopigmentasi,
maserasi kulit, atrofi kulit, striae, miliaria, dermatitis perioral, atrofi mukosa oral.
Mekanisme Aksi
Menurunkan inflamasi dengan menekan migrasi leukosit polimorfonuklear
dan menurunkan permeabilitas kapiler, menekan sistem imun dengan menurunkan
aktivitas dan volum sistem limfatik, menekan fungsi adrenal (pada dosis tinggi)
Macam-macam
Triamcinolone Acetonide, Aerosol & parenteral.
Triamcinolone Hexacetonide
Triamcinolone, Oral
Dosis
Cream, salep 0,025% , aplikasikan tipis pada daerah yang terkena 2-4
kali/hari. 0,1% atau 0,5%, aplikasikan tipis pada daerah yang terkena 2-3kali/hari
Spray aplikasikan pada daerah yang terkena 3-4 kali/hari
Aplikasi pada KG
Oral lesi inflamasi /ulser, dewasa Oral topical tekan setetes kecil
(sekitar 1 / 4 inci) ke lesi sampai selapis tipis, jumlah yang lebih besar mungkin
diperlukan untuk beberapa lesi. Aplikasikan sebelum tidur atau sesudah makan
bila aplikasi dibutuhkan sepanjang hari. Ex: kenalog.
BETAMETASON
Betametason adalah obat kortikosteroid yang digunakan untuk bermacam-
macam kondisi, seperti inflamasi, bengkak,dan lain lain.
Indikasi
Topikal Dermatitis kontak, dermatitis atopi, psoriasis, dermatitis
seboroik, liken planus.
Injeksi rheumatoid arthritis. Oral atau injeksi Penyakit yang
berhubungan dengan kelenjar pituitary dan adrenal, dan penyakit yang
berhubungan dengan darah.
Kontraindikasi
Infeksi jamur sistemik. Topikal: Jangan digunakan sebagai monoterapi pada
infeksi bakteri primer. Jangan gunakan di wajah, pangkal paha, atau ketiak atau
untuk perawatan mata. Penyakit infeksi kulit yang tidak diobati, kulit yang
terkelupas, rosasea, jerawat, dermatitis sekitar mulut.
Side effect
Pada pemakaian jangka pendek, dosis yang rendah dan sedang jarang
mengakibatkan efek yang serius. Pemakaian dosis tinggi atau pemakaian yang
terus dapat menyebabkan beberapa symptoms : pada pemakaian oral jangka
panjang dapat mengakibatkan peptic ulser, thin skin, tulang yang rapuh, otot
lemah, tekanan pada kelenjar adrenal. Pada pemakaian topical jangka panjang
dapat mengakibatkan penipisan kulit.
Betametason juga dapat memperhambat pertumbuhan pada anak.
Cara Kerja Obat
Kombinasi kortikosteroid betamethasone dan antihistamin
dexchlorpheniramine maleate yang mempunyai sifat anti inflamasi, anti alergi.
BECLOMETHASONE
Beclomethasone merupakan golongan kortikosteroid yang higher potency
dan termasuk dalam kortikosteroid inhalasi. Merek dagangnya adalah Becloment.
Farmakokinetik
Obat inhalasi diabsorbsi secara minimal, meskipun jika dosis bertambah
absorpsi juga meningkat.
Farmakodinamik
Beclomethasone bekerja menghambat produksi sitokinin, leukotrienes, dan
prostaglandin dengan cara mengerahkan eosinofil dan melepaskan mediator
antiinflamasi lainnya
Farmakotherapeutik
Biasa digunakan untuk pengobatan asma akut.
Mekanisme kerja
Beclometasone mengontrol laju sintesis protein, menekan migrasi leukosit
PMN, fibroblas, membalikkan permeabilitas kapiler dan stabilisasi lisosomal pada
tingkat sel untuk mencegah atau mengendalikan peradangan.
Absorbsi yang siap diserap setelah aplikasi lokal. Distribusi: Cepat
didistribusikan ke seluruh jaringan tubuh. Metabolisme: Terutama hati tetapi juga
di jaringan lain termasuk saluran GI dan paru-paru. Ekskresi: terutama di urin dan
sebagai metabolit dalam tinja.
Dosis
Inhalasi aerosol: 200μg , 2 kali sehari. anak: 50-100 μg 2 kali sehari.
Topikal, dewasa: dioleskan 0.025% krim ke area yang terkena.
Efek samping
Berkurangnya serat kolagen pada kulit kulit menjadi kering,
hipopigmentasi pada kulit. bau yang mengganggu. mulut iritasi. kandidiasis oral .
infeksi saluran pernapasan bagian atas.