Upload
hqzhen
View
9
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
obes
Citation preview
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Obesitas adalah kondisi kelebihan lemak, baik di seluruh tubuh atau
terlokalisasi pada bagian bagian tertentu. Obesitas merupakan peningkatan total
lemak tubuh, yaitu apabila ditemukan kelebihan berat badan >20% pada pria dan
>25% pada wanita karena lemak 1. Obesitas telah menjadi pandemik global di
seluruh dunia dan dinyatakan oleh World Health Organization (WHO) sebagai
masalah kesehatan kronis terbesar 2.
Prevalensi dari obesitas mengalami peningkatan terutama pada Negara-
negara industri, sebagai contoh adalah Amerika Serikat, Kanada dan negara-
negara di Eropa lainnya. Data yang sama juga ditemukan pada negara-negara
berkembang sebagai contoh adalah Malaysia, Jepang, Australia, Selandia Baru,
China dan negara-negara Timur Tengah yaitu mengalami peningkatan sebesar
40% dalam waktu sekitar 20 tahun belakangan ini. Di seluruh dunia angka
obesitas lebih tinggi ditemukan pada wanita dibandingkan pria. Hal disebabkan
oleh tingginya persentase lemak yang berada pada tubuh wanita 3.
Masalah gizi di Indonesia saat ini memasuki masalah gizi ganda. Artinya,
masalah gizi kurang masih belum teratasi sepenuhnya, sementara sudah muncul
masalah gizi lebih. Kelebihan gizi yang menimbulkan obesitas dapat terjadi baik
pada anak-anak hingga usia dewasa. Obesitas disebabkan oleh ketidakseimbangan
antara jumlah energi yang masuk dengan yang dibutuhkan oleh tubuh untuk
berbagai fungsi biologis seperti pertumbuhan fisik, perkembangan, aktivitas,
pemeliharaan kesehatan 4.
Masalah kegemukan dan obesitas di Indonesia terjadi pada semua
kelompok umur dan pada semua strata sosial ekonomi. Pada anak sekolah,
kejadian kegemukan dan obesitas merupakan masalah yang serius karena akan
berlanjut hingga usia dewasa. Kegemukan dan obesitas pada anak berisiko
berlanjut ke masa dewasa, dan merupakan faktor risiko terjadinya berbagai
1
penyakit metabolik dan degeneratif seperti penyakit kardiovaskuler, diabetes
mellitus, kanker, osteoarthritis 5
Hasil RISKESDAS tahun 2010 menunjukkan prevalensi kegemukan dan
obesitas pada anak sekolah (6-12 tahun) sebesar 9,2%. Sebelas propinsi, seperti
D.I. Aceh (11,6%), Sumatera Utara (10,5%), Sumatera Selatan (11,4%), Riau
(10,9%), Lampung (11,6%), Kepulauan Riau (9,7%), DKI Jakarta (12,8%), Jawa
Tengah (10,9%), Jawa Timur (12,4%), Sulawesi Tenggara (14,7%), Papua Barat
(14,4%) berada di atas prevalensi nasional 5.
2
BAB 2
OBESITAS
2.1. DEFENISI
Obesitas didefenisikan sebagai akumulasi lemak abnormal atau berlebih
yang memiliki risiko terhadap kesehatan. Normalnya pria sehat memiliki
persentase lemak tubuh 15-20%, sedangkan pada perempuan 25-30%. Meskipun
demikian, kareena perbedaan berat badan antar individu hanya merupakan bagian
dari berbagai variasi lemak tubuh, berat badan terbatas sebagai indeks obesitas,
tetapi pengukurannya mudah diperoleh6.
Indeks massa tubuh ( IMT) digunakan jauh lebih sering daripada
persentase lemak tubuh untuk mendefinisikan obesitas. Secara umum, IMT
berkorelasi erat dengan lemak tubuh di sebagian besar pengukuran7.
Dengan sistem metrik, rumus untuk IMT adalah berat badan dalam
kilogram dibagi dengan tinggi dalam meter kuadrat. Karena ketinggian umumnya
diukur dalam sentimeter, membagi tinggi dalam sentimeter dengan 100 untuk
mendapatkan tinggi badan dalam meter.8 Kategori status berat badan yang terkait
dengan IMT untuk orang dewasa ditunjukkan dalam tabel berikut.
Tabel 1.Klasifikasi Berat Badan Pada Orang Dewasa menurut kriteria WHO
Kg/m2 Klasifikasi IMT
<18.5 Underweight
18.5 – 24.9 Normal
25.0 – 29.9 Overweight
>30.0 Obese
Tabel 2. Klasifikasi Berat Badan Lebih dan Obesitas Pada Orang Dewasa menurut
criteria Asia Pasifik
Kg/m2 Klasifikasi IMT
3
< 18.0 Underweight
18 – 22.9 Normal
23 – 24.9 Overweight
25 – 29.9 Obesitas I
>30.0 Obesitas II
2.2. PREVALENSI
2.2.1. PREVALENSI DI INDONESIA
Prevalensi obesitas penduduk > 18 tahun di Indonesia sebesar 11,7%, sebesar
7,8% pada laki-laki dan 15,5% pada perempuan. Berikut ini gambaran prevalensi
obesitas menurut provinsi di Indonesia.9
Gambar 1. Prevalensi Obesitas Penduduk >18 Tahun
Menurut Provinsi Di Indonesia Tahun 2007 Dan 2010
Sumber: Balitbangkes, Kemenkes RI, Riskesdas 2007 dan 2010
Menurut laporan Riskesdas tahun 2010 provinsi dengan prevalensi
kelebihan berat badan pada penduduk >18 tahun terendah yaitu Nusa Tenggara
Timur (13,0%), Sulawesi Tenggara (16,3%), dan Nusa Tenggara Barat (16,8%).
4
Provinsi dengan prevalensi kelebihan berat badan tertinggi yaitu Sulawesi Utara
(37,1%), Kepulauan Riau (30,8%), dan Kalimantan Timur (29,4%). Sedangkan
provinsi dengan prevalensi IMT normal tertinggi yaitu Sulawesi Tenggara
(72,8%), Lampung (70,7%) dan Riau (69,4%). Berdasarkan karakteristik, masalah
obesitas cenderung lebih tinggi pada penduduk yang tinggal di perkotaan,
berpendidikan lebih tinggi dan pada kelompok status ekonomi yang tertinggi.9
Pada semua kelompok umur penduduk dewasa, kelebihan berat badan
lebih tinggi pada perempuan dibandingkan laki-laki. Rata-rata prevalensi
kelebihan berat badan relatif tinggi terdapat pada usia 35-59 tahun pada laki-laki
maupun perempuan. Pada usia tersebut, sekitar sepertiganya mengalami kelebihan
berat badan di kelompok perempuan dan sekitar seperlimanya di kelompok laki-
laki. Pada Gambar 1 berikut ini disajikan prevalensi berat badan lebih dan obesitas
pada penduduk usia > 18 tahun menurut jenis kelamin dan kelompok umur.9
5
Gambar 2. Prevalensi Kelebihan Berat Badan Penduduk >18 Tahun (Berat
Badan Lebih + Obesitas) Berdasarkan Indeks Massa Tubuh Menurut
Kelompok Umur Di Indonesia Tahun 2010
Sumber: Badan Litbangkes, Kemenkes RI, Riskesdas 2010
2.2.2. PREVALENSI DI DUNIA
Secara global, sekitar 12 % orang dewasa berusia 20 tahun ke atas
mengalami obesitas.10 Di seluruh dunia, setidaknya 2,8 juta orang meninggal
setiap tahun akibat kelebihan berat badan dan obesitas. Prevalensi obesitas di
seluruh dunia meningkat hampir dua kali lipat antara tahun 1980 dan 2008 . Pada
tahun 2008 , 10 % pria dan 14 % wanita di dunia mengalami obesitas ( BMI ≥ 30
kg/m2 ) , dibandingkan dengan 5 % untuk pria dan 8 % untuk wanita . Pada tahun
1980 diperkirakan 205 juta orang dan 297 juta wanita di atas usia 20 mengalami
obesitas, total lebih dari setengah miliar orang dewasa di seluruh dunia. Prevalensi
kelebihan berat badan dan obesitas yang tertinggi menurut WHO terdapat di
kawasan Amerika (62% untuk kelebihan berat badan pada kedua jenis kelamin,
dan 26% untuk obesitas) dan terendah terdapat di Asia Tenggara (14% kelebihan
berat badan pada kedua jenis kelamin dan 3% untuk obesitas). Di wilayah Eropa
dan daerah untuk Mediterania Timur dan daerah Amerika lebih dari 50% dari
perempuan yang kelebihan berat badan. Untuk ketiga daerah ini, sekitar setengah
6
dari wanita kelebihan berat badan mengalami obesitas (23% di Eropa, 24% di
Mediterania Timur, 29% di Amerika). Di semua wilayah perempuan lebih
cenderung obesitas daripada laki-laki. Di daerah Afrika, Mediterania Timur dan
Asia Tenggara, perempuan memiliki kira-kira dua kali lipat prevalensi obesitas
manusia.10
Sumber : WHO, 2007
Prevalensi peningkatan indeks massa tubuh meningkat dengan level
pendapatan negara dari tingkat pendapatan menengah ke atas. Prevalensi obesitas
di negara-negara berpenghasilan menengah ke atas lebih dari dua kali lipat dari
negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah bawah. Untuk obesitas,
perbedaan lebih dari tiga kali lipat dari 7% obesitas pada kedua jenis kelamin di
negara-negara berpenghasilan menengah ke bawah menjadi 24% di negara-negara
berpenghasilan menengah ke atas. Wanita obesitas secara signifikan lebih tinggi
daripada laki-laki, dengan pengecualian negara-negara berpenghasilan tinggi di
mana itu mirip. Di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah rendah,
obesitas di kalangan perempuan adalah sekitar dua kali lipat di kalangan pria.10
7
2.3. ETIOLOGI
Etiologi obesitas jauh lebih kompleks dari sekadar keidakseimbangan
antara asupan energi dan keluarga energi. Meskipun pandangan ini
memungkinkan mudah konseptualisasi dari berbagai mekanisme yang terlibat
dalam perkembangnan obesitas, obesitas jauh dari sekadar hasil makan terlallu
banyak dan atau berolahraga terlalu sedikit. Kemungkinan faktor dalam
perkembangan obesitas meliputi berikut ini;
Faktor metabolik
Faktor genetik
Tingkat aktivitas
Faktor endokrin
Ras, jenis kelamin, dan faktor usia
Status sosial ekonomi
Kebiasaan diet
Berhenti merokok
Kehamilan dan menopause
Faktor psikologis
Riwayat diabetes gestational
Riwayat menyusui
Faktor genetik
Parental fatness merupakan faktor genetik yang berperanan besar.Bila
kedua orang tua obesitas, 80% anaknya menjadi obesitas.Bila salah satu orang tua
obesitas, kejadian obesitas menjadi 40% dan bila kedua orang tua tidak obesitas,
prevalensi menjadi 14% 11
Faktor lingkungan
a. Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan
kebutuhan energi, sehingga apabila aktivitas fisik rendah maka kemungkinan
terjadinya obesitas akan meningkat. Misalnya pada anak seperti berkurangnya
8
lapangan tempat bermain serta tersedianya hiburan dalam bentuk game elektonik
atau playstation dan tontonan televisi . Kurangnya aktivitas fisik inilah yang
menjadi penyebab obesitas karena kurangnya pembakaran lemak dan sedikitnya
energi yang dipergunakan.11
b. Gaya hidup
Kecenderungan anak-anak sekarang suka makan “fast food” yang
berkalori tinggi seperti hamburger, pizza, ayam goring dengan kentang goring, es
krim, aneka macam mie dan lain-lain.11
c. Sosial ekonomi
Perubahan pengetahuan, sikap, perilaku dan gaya hidup, pola makan, serta
peningkatan pendapatan mempengaruhi pemilihan jenis dan jumlah makanan
yang dikonsumsi.11
d. Nutrisi
Peranan faktor nutrisi dimulai sejak dalam kandungan dimana jumlah
lemak tubuh dan pertumbuhan bayi dipengaruhi berat badan ibu.Kenaikan berat
badan dan lemak anak dipengaruhi oleh waktu pertama kali mendapat makanan
padat, asupan tinggi kalori dari karbohidrat dan lemak.11
Terjadinya obesitas merupakan dampak dari terjadinya kelebihan asupan
energy (energy intake) dibandingkan dengan yang diperlukan (energyexpenditure)
oleh tubuh sehingga kelebihan asupan energi disimpan dalam bentuk lemak.11
Makanan merupakan sumber dari asupan energi. Di dalam makanan yang
akan diubah menjadi energi adalah karbohidrat, protein dan lemak. Apabila
asupan karbohidrat, protein dan lemak berlebih, maka karbohidrat akan disimpan
sebagai glikogen dalam jumlah terbatas dan sisanya lemak, protein akan dibentuk
sebagai protein tubuh dan sisanya lemak, sedangkan lemak akan disimpan sebagai
lemak. Tubuh memiliki kemampuan menyimpan lemak tidak terbatas.11
Faktor-faktor yang berpengaruh dari asupan makanan yang menyebabkan
obesitas adalah kuantitas, porsi sekali makan, kepadatan energi dari makanan
yang dimakan, kebiasaan makan.11
Regulasi dan metabolisme di dalam tubuh terdiri dari dua faktor yaitu
controller (otak) dan controlled system/nutrient partitioning yaitu organ lain di
9
luar otak yang berperan dalam menggunakan dan menyimpan energi seperti
saluran cerna, liver, otot, ginjal dan jaringan adipose.11
Otak akan menerima sinyal (input) dari lingkungan ataupun dari dalam
tubuh sendiri dalam bentuk menghambat atau mengaktivasi motor sistem dan
memodulasi sistem saraf dan hormonal untuk mencari atau menjauhi makanan.
Hasil (output) dari sinyal yang diterima oleh otak akan mempengaruhi pemilihan
jenis makanan, porsi makan, lama makan, absorpsi serta metabolisme zat gizi di
dalam tubuh. Zat gizi tertentu yang secara khusus berpengaruh terhadap otak
untuk meningkatkan asupan makanan adalah zat lemak.11
Sinyal neural dan humoral yang mempengaruhi otak diantaranya berasal
dari saluran cerna. Saluran cerna diketahui mengeluarkan beberapa peptida yang
mempengaruhi asupan makanan diantaranya adalah kolesistokinin, gastrin-
releasing peptide, oksintomodulin, neuromedin B dan neuropeptida YY3-36 yang
akan mengurangi asupan makanan. Terdapat pula hormom-hormon yang
mempengaruhi asupan makanan melalui rangsangan ke otak baik meningkatkan
ataupun menurunkan yaitu norepinefrin, serotonin, dopaminin dan histamin.
Diantaranya histamin, apabila sekresi histamin berkurang, maka asupan makanan
akan meningkat.11
Peptida lain adalah leptin. Leptin terutama disekresi oleh sel adipositi
meskipun juga dapat dihasilkan oleh plasenta dan gaster. Leptin akan bekerja pada
reseptor leptin di otak yang akan menghambat produksi peptide neuropeptida Y
(NPY) dan peptide agouti-related (AGRP) yang merupakan peptin yang poten
untuk merangsang makanan. Gangguan pada produksi leptin atau reseptornya
akan mengakibatkan keinginan makan yang berlebihan.11
Orang gemuk dapat menjadi resisten terhadap insulin, menyebabkan penambahan
insulin dalam sirkulasi.Insulin mengurangi lipolisis dan menambah sintesis dan
ambilan lemak.11
2.3. PENATALAKSANAAN PADA OBESITAS
10
Keberhasilan penurunan berat badan dapat dilakukan dengan cara
menyiapkan tujuan dan membuat perubahan perilaku seperti mengurangi kalori
saat makan dan meningkatkan aktivitas fisik. Penggunaan obat-obatan dan operasi
untuk penurunan berat badan juga dapat menjadi pilihan untuk beberapa orang
yang tak berhasil dalam melakukan perubahan perilaku 12.
Pengaturan Makan
Prinsip pengaturan diet pada anak obesitas adalah diet seimbang sesuai
dengan angka kecukupan gizi, hal ini karena anak masih mengalami pertumbuhan
dan perkembangan. Intervensi diet harus disesuaikan dengan usia, derajat obesitas
dan ada tidaknya penyakit penyerta. Pada obesitas sedang dan tanpa penyakit
penyerta, diberikan diet seimbang rendah kalori dengan pengurangan asupan
kalori sebesar 30%. Sedang pada obesitas berat (IMT > 97 persentile) dan yang
disertai penyakit penyerta, diberikan diet dengan kalori sangat rendah (very low
calorie diet ) Dalam pengaturan diet ini perlu diperhatikan beberapa hal, yaitu :
• Menurunkan berat badan dengan tetap mempertahankan pertumbuhan
normal. Diet seimbang dengan komposisi karbohidrat 50-60%, lemak
20-30% dengan lemak jenuh < 10% dan protein 15-20% energi total
serta kolesterol < 300 mg per hari.13
• Sebelum melakukan pengaturan makan, lakukan penetapan berat
tujuan penurunan berat badan, pada orang dewasa dapat dilakukan
penurunan 5 – 10 % dari berat badan awal selama 6 bulan, dimana hal
ini dapat mengurangi resiko terjadinya penyakit jantung koroner dan
kondisi lainnya. Cara yang baik untuk menurunkan berat badan adalah
secara perlahan.12
• Pengurangan kalori untuk asupan energy dapat membantu menurunkan
berat badan, untuk itu konsumsi per hari 500-1.000 kalori per hari.
Secara umum konsumsi 1.000-1.200 kalori perhari dapat membantu
wanita untuk menurunkan berat badan secara aman sedangkan untuk
laki-laki konsumsi 1.200-1.600 kalori per hari.12
Pengaturan Perilaku
11
Perubahan perilaku akan berguna jika digabungkan dengan pengaturan
makan dan peningkatan aktivitas fisik untuk pengurangan berat badan jangka
panjang. Pengaturan perilaku biasanya dilakukan oleh dokter yang menganalisa
makanan, aktivitas fisik dan kebiasaan yang dilakukan. cognitive behavioural
theraphy adalah contoh yang dapat membuat perubahan perilaku dan membuat
tanggung jawab dalam perubahan perilaku. Strategi lainnya adalah control stress,
mnghindari relaps, konseling, dan beberapa tekhnik perubahan perilaku seperti
hypnosis dan psikoterapi.14
Tujuan dari pengaturan perilaku adalah untuk memungkinkan pasien
mengurangi dan mengatur berat badannya dengan cara memantau dan mengubah
asupan makanan, meningkatkan aktivitas fisik dan mengetahui serta mengontrol
penurunan sesuatu yang dapat memicu makan yang berlebihan. Program ini telah
menunjukkan hasil yang baik dalam penurunan berat badan. Pada intensitas
intervensi yang tinggi penurunan berat badan akan lebih banyak. Intensitas
intervensi yang tinggi meliputi, oemantauan rutin terhadap diri sendiri, pengaturan
tujuan dan perencanaan perubahan gaya hidup dalam jangka waktu yang
panjang.15
Untuk perubahan perilaku ini diperlukan peran serta orang lain sebagai
komponen intervensi, yaitu orangtua, kerabat, teman, dan orang-orang yang
berada dalam lingkungan penderita obesitas. Pada hal ini, dukungan orang lain
yang berada dalam lingkungan sekitar yaitu dengan cara :
• Pengawasan sendiri terhadap: berat badan, asupan makanan dan
aktifitas fisik serta mencatat perkembangannya.
• Mengontrol rangsangan untuk makan. Orang yang berada di
lingkungan penderita obesitas diharapkan dapat menyingkirkan
rangsangan disekitar anak yang dapat memicu keinginan untuk makan.
• Mengubah perilaku makan, dengan mengontrol porsi dan jenis
makanan yang dikonsumsi dan mengurangi makanan camilan.
• Memberikan penghargaan dan hukuman.
12
• Pengendalian diri, dengan menghindari makanan berkalori tinggi yang
pada umumnya lezat dan memilih makanan berkalori rendah.13
Pengaturan Aktivitas Fisik
Sebelum menentukan program olahraga yang intensif, dokter harus
melakukan skrining pasien untuk menentukan kemampuan system kardiovaskular
dan pernafasan. Apabila ditemukan kelainan yang berarti harus dilakukan evaluasi
secara keseluruhan oleh dokter spesialis yang bersangkutan, setelah penyebab
diatur dan telah stabil pasien dapat melanjutkan program olahraga kembali3.
Olahraga aerobic adalah suatu olahraga yang baik dilakukan untuk orang
yang mengalami obesitas. Tujuan minimal dapat dicapai dalam 30-30 menit dari
olahrag aerobic berkelanjutan 5-7 kali per minggu. Peningkatan aktivitas fisik
dan olahraga selama 300 menit per minggunya dapat membuat penurunan berat
badan yang signifikan dan wkatu yang lebih lama dalam menjaga penurunan berat
badan3.
Olahraga juga dapat meningkatkan aktivitas metabolic dan mengurangi
lemak di tubuh. Meskipun banyak pasien yang tidak dapat memenuhi olahraga
yang cukup untuk dapat menurunkan berat badan, olahraga yang sedang penting
untuk menjaga berat badan dan meningkatkan kesehatan sistem kardiovaskular
dan pernafasan3.
Farmakoterapi
Farmakoterapi adjuvan untuk pengobatan obesitas dipertimbangkan untuk
pasien dengan IMT > 30 kg/m2 atau untuk pasien dengan IMT >27 kg/m2 disertai
dengan penyakit yang berhubungan dengan obeditas. Farmakiterapi juga
dipertimbangkan untuk pasien yang gagal terapi diet dan aktivitas fisik. 16
Terdapat beberapa target farmakologis untuk pengobatgan obesitas. Target
terapi pertama adalah obat anoreksian yang bekerja sentral yaitu penekanan nafsu
makan dengan obat yang mempengaruhi susunan saraf pusat yang mengubah
13
neurotransmitter monoamine. Target terapi kedia adalah obat yang bekerja pada
perifer dimana obat ini mengurangi penyerapan makronutrien selektif dari saluran
gastrointestinal. Target terapi yang terbaru adalah blocking selektif sistem
endokanabinoid. 16
Obat penekan nafsu makan atau anoreksian mempengaruhi rasa kenyang dan
rasa lapar. Dengan meningkatkan rasa kenyang dan menurunkan rasa lapar, obat
ini membantu pasien mengurangi asupan kalori. Target organ obat anoreksian
adalah ventromedial dan lateral daerah hipotalamus dalam susunan saraf pusat.
Efek biologis obat obat anoreksian untuk regulasi nafsu makan hasilkan dengan
meningkatkan yang neurotransmisi dari tiga monoamina, yaitu norepinefrin,
serotonin, dan dopamin. Obat-obat yang dapat digunakan yaitu golongan
adrenergik simpatomimetik (benzphetamine, phendimetrazine, diethylpropion,
mazindol, dan phentermine) dan sibutramin. 16
Obat adrenergik simpatomimetik bekerja dengan merangsang pelepasan
norepinefrin atau dengan menghalangi reuptake norepinefrin. Sibutramin
berfungsi sebagai serotonin dan norepinefrin reuptake inhibitor . Farmakologis
sibutramin tidak berhubungan dengan amfetamin dan tidak menyebabkan
ketergantungan. 16
Sibutramin merupakan satu-satunya obat anoreksian yang diizinkan oleh
Food and Drug Administration (FDA) untuk penggunaan jangka panjang.
Sibutramin menghasilkan penurunan berat badan sekitar 5-9% dari berat badan
awal pada 12 bulan pertama, dan dapat mempertahankan pwnurunan berat badan
sampai 2 tahun. Efek samping yang dilaporkan adalah mulut kering, sakit kepala,
insomnia, dan konstipasi. Terdapat hubungan dosis pemberian sibutramin dengan
peningkatan tekanan darah dan denyut jantung dimana dosis 10-15 mg/hari
menyebabkan peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolik darah rata-rata 2-4
mmHg dan peningkatan denyut jantung 4-6 x/menit. Kontraidikasi penggunaan
sibutramin adalah hipertensi yang tidak terkontrol, gagal jantung congestif,
penyakit jantung koroner yang menunjukkan, aritmia, dan adanya riwayat stroke.
14
Orlistat (Xenical) merupakan sintetik terhidrogenasi turunan dari lipase
inhibitor alami , lipostatin , diproduksi oleh Streptomyces cetakan toxytricini.
Orlistat merupakan inhibitor kuat dan reversibel dari lipase carboxylester (dari
pankreas dan lambung) dan fosfolipase A2, yang dibutuhkan untuk hidrolisis
lemak menjadi asam lemak dan monoasikgliserol. Obat bekerja pada lumen
lambung dan usus halus dengan membentuk suatu ikatan kovalen dengan sisi aktif
lipase. Dosis terapi 120 mg, orlistat menghambat pencernaan dan penyerapan
sekitar 30 % lemak makanan. 16
Pada studi yang mambandingkan penggunaan oslistat dengan plasebo,
didapatkan penurunan berat badan 6-9% pada pengguna orlistat, dan 4-6% pada
plasebo. Orlistat diserap hanya 1%, sehingga efek samping sistemik tidak
ditemukan. Efek samping pada saluran pencernaan dialami setidaknya 10% dari
pasien yang menggunakan orlistat. Efek samping tersebut adalah flatus dengan
cairan, fecal urgency, tinja berlemak , dan peningkatan defekasi. Konsentrasi
serum vitamin larut lemak seperti vitamin D dan E dan β - karoten berkurang,
suplemen vitamin yang dianjurkan untuk mencegah defisiensi. 16
Reseptor kanabinoid dan ligan endogennya berperan dalam berbagai fungsi
fisiologis, termasuk asupan makan, modulasi nyeri, perilaku emosional, dan
metabolisme lipid perifer. Kanabis dan bahan utamanya, Δ9 –
tetrahydrocannabinol (THC) , merupakan senyawa kanabinoid eksogen. Dua
endocannabinoids yang telah teridentifikasi adalah anandamide dan 2 -
arachidonyl gliserida dan dua reseptor kanabinoid telah teridentifikasi yaitu CB1
(melimpah di otak) dan CB2 (terdapat dalam sel-sel kekebalan). Sistem
endokanabinoid otak diperkirakan mengontrol asupan makanan dengan
memperkuat motivasi untuk mencari dan mengkonsumsi makanan dan untuk
mengatur kerja mediator nafsu makan yang lainnnya. Antagonis reseptor
cannabinoid CB1 pertama selektif, rimonabant, ditemukan pada tahun 1994 . Obat
antagonis efek oreksigenik THC menekan nafsu makan pada hewan model.
Beberapa studi prospektif uji coba terkontrol secara acak yang besar telah
menunjukkan efektivitas rimonabant sebagai agen penurunan berat badan. Pada
15
penggunaan dosis 20 mg, selama setahun penurunan berat badan rata-rata 6,5 kg
dibandingkan dengan p 1,5 kg pada plasebo. Penurunan lingkar pinggang dan
penurunan resiko kardiovaskular didapatkan dari penggunaan rimonabant.Efek
samping yang paling umum dilaporkan adalah depresi, kecemasan, dan mual.
Persetujuan FDA Rimonabant masih tertunda. 16
Pembedahan
Bedah bariatrik dipertimbangkan untuk pasien dengan obesitas berat (IMT ≥
40 kg/m2) atau orang-orang dengan obesitas sedang (BMI ≥ 35 kg/m2) dengan
kondisi medis tertentu. Pembedahan berfungsi menurunakan berat badan dengan
mengurangi asupan kalori dan penyerapan makronutrien.
Bedah bariatrik memiliki dia kategori, yaitu restriktif dan restriktif-
malabsortif. Bedah restriktif membatasi jumlah makanan lambung, dan
memperlambat laju pengosongan lambung. Vertical banded gastroplasty (VBG)
prototipe bedah restriktif, tetapi saat ini jarang dilakukan karena efektivitas jangka
panjang yang kurang memuaskan. Laparoscopic adjustable silicone gastric
banding (LASGB) menggantikan VBG. 16
Bedah bypass restriktif-malabsortif mengkombinasikan restriksi lambung
dan malabsorpsi selektif. Terdapat tiga prosedur bedah bypass restriktif-
malabsortif yaitu Roux-en-Y gastric bypass (RYGB), biliopancreatic diversion
(BPD), and biliopancreatic diversion with duodenal switch (BPDDS). RYGB
adalah prosedur bypass yang paling umum dilakukan dan diterima .Ini dapat
dilakukan dengan insisi terbuka atau laparoskopi.beberapa studi menyebutkan
bahwa bedah bariatrik merupakan terapi penurunan berat badan yang paling
efektif untuk obesitas berat. Prosedur ini umumnya menghasilkan penurunan berat
badan total rata-rata 30-35% dan dapat dipertahankan sampai 5 tahun olah 60%
pasien. Banyak studi yang mendukung dampak positif bedak bariatrik terhadap
penyakit yang berhubungan dengan obesitas, diantaranya diabetes melitus,
hipertensi, obstrctive sleep apnea, dislipidemia, dan perlemakan hati non-alkohol. 16
16
Mortalitas pembedahan bariatrik secara umum 1%. Komplikasi paling sering
pembedahan bariatrik adalah stomal stenosis atau marginal ulcer dengan gejala
mual dan muntah yang berkepanjangan serta ketidakmampuan menerima
makanan padat. Pada pasien LASGB tidak ditemukan malabsorpsi intestinal,
tetapi kebiasaan makan takseimbang ditemukan. Sedangkan pada pembedahan
rastriktif-absorptif beresiko defisiensi mikronutrien vitamin B12, zat besi, asam
folat, kalsium, dan Vitamin D sehingga dianjurkan untuk mengkonsumsi
suplementasi makanan. 16
2.4. Dampak Obesitas Terhadap Berbagai Penyakit
Kelainan Reproduksi
Kelainan yang mempengaruhi fungsi reproduksi berhubungan dengan
obesitas pada pria maupun wanita. Hipogonadisme pria berhubungan dengan
peningkatan jumlah jaringan lemak. Pada pria denganberat badan> 160%berat
badan ideal,kadar testosteron plasma dan sex hormone–binding globulin (SHBG)
seringkali menurun, sementara level estrogen (yang berasal dari konversi
androgen adrenal di jaringan lemak) meningkat. Ginekomastia dapat dijumpai
pada keadaan ini. Namun, maskulinisasi, libido, potensi, dan spermatogenesis
masih berjalan normal pada kebanyakan individu. Testosteron bebas mungkin
menurun pada laki-laki obesitas dengan berat badan >200% berat badan ideal.16
Obesitas berhubungan dengan abnormalitas menstruasi pada wanita,
terutama pada wanita obesitas bagian tubuh atas. Biasanya ditemukan peningkatan
produksi androgen, penurunan SHBG, dan peningkatan konversi andrgen menjadi
estrogen. Kebanyakan wanita obesitas degan oligomenorrhea menderita
polycystic ovarian syndrome (PCOS) yang juga terkait dengan anovulasi dan
hiperandrogenisme ovarium; 40% dari wanita penderita PCOS adalah penderita
obesitas.16
Kebanyakan penderita PCOS non-obesitas juga enderita resistensi insulin,
mengacu pada resistensi insulin, hiperinsulinemia, atau kombinasi keduanya
berperan dalam patofisiologi terjadinya PCOS pada individu obesitas atau normal.
17
Pada wanita obesitas dengan PCOS, penurunan berat badan atau pengobatan
dengan insulin-sensitizing drugsseringkali dapat mengembalikan siklus
menstruasi menjadi normal. Peningkatan konversi androstenedione menjadi
estrogen, yang meningkat pada wanita dengan obesitas bagian tubuh bawah, dapat
berkontribusi meningkatkan kejadian kanker uterus pada wanita postmenopause
yang obesitas.16
Penyakit Kardiovaskular
Studi Framingham menyatakan bahwa obesitas merupakan faktor resiko
independen dalam 26 tahun insidensi penyakit kardiovaskular pada pria dan
wanita (termasuk diantaranya penyakit jantung koroner, stroke, dan penyakit
jantung kongestif). Rasio lingkar pinggang/panggul merupakan prediktor terbaik
dalam hal ini. Ketika efek tambahan dari hipertensi dan intoleransi glukosa
berhubungan dengan obesitas digabungkan maka komplikasi akibat obesitas lebih
terlihat. Efek dari obesitas pada mortalitas penyait kardiovaskular pada wanita
dapat terlihat pada BMI rendah 25. Obesitas, terutama obesitas abdominal
berkaitan dengan profil lipid atherogenic; dengan peningkatankolesterollow-
density lipoprotein (LDL), very low density lipoprotein(VLDL), dan trigliserida;
dan dengan penurunan kolesterol high-density lipoprotein (HDL) serta vascular
protective adipokine adiponectin.16
Adiponektin adalah salah satu protein spesifik yang disekresikan jaringan
lemak. Adiponektin dapat dideteksi didalam sirkulasi dan mempunyai efek
protektif sebagai antiaterogenik. Adiponektin dapat menekan penempelan lekosit
pada endotel sehingga menghambat perkembangan aterogenesis. Adiponektin
akan bekerja menghambat rangsangan dari tumor necrosing factor (TNF) pada
endotel untuk mengekspresikan molekul adesi.17
Pada penelitian sebelumnya telah didapatkan bahwa pada obesitas sentral
akan terjadi penurunan kadar adiponektin dimana hal tersebut akan
18
mengakibatkan semakin rendahnya mekanisme proteksi anti inflamasi dan
antithrombosis yang dapat menyebabkan penyakit jantung koroner. Penelitian
pada kultur jarungan mendapatkan beberapa mekanisme adiponektin menekan
proses aterosklerosis yaitu: menghambat tranformasi makrofag menjadi sel busa,
menekan ekspresi TNF, menghambat ekspresi molekul adesi dan menekan
proliferasi otot-otot arteri. Pencegahan terhadap kejadian obesitas sentral sangat
diperlukan untuk menghambat kejadian dan progresifitas dari arterosklerosis
tersebut.17
Dislipidemia
Dislipidemia yang ditandai dengan peningkatan konsentrasi trigliserida
dan penurunan kolesterol HDL merupakan akibat dari pengaruh insulin terhadap
Cholesterol Ester Transfer Protein (CETP) yang memperlancar transfer
Cholesteryl Ester (CE) dari HDL ke VLDL (trigliserida) dan mengakibatkan
terjadinya katabolisme dari apoA, komponen protein HDL.18
Pada orang yang kegemukan menunjukkan output VLDL trigliserida yang
tinggi dan kadar trigliserida plasma yang lebih tinggi. Trigliserida berlebihan
dalam sirkulasi juga mempengaruhi lipoprotein lain. Bila trigliserida LDL dan
HDL mengalami lipolisis, akan menjadi small dense LDL dan HDL, abnormalitas
ini secara tipikal ditandai dengan kadar HDL kolesterol yang rendah.18
Aktivitas fisik yang kurang dan asupan tinggi kalori mempengarruhi profil
metabolik dengan menurunkan tingkat asam lemak bebas dan oksidasi glukosa
dalam otot skeletal dan otot jantung, yang berpotensi menimbulkan penumpukan
lemak tubuh dan resistensi terhadap kerja biologis insulin, karena banyak jenis
sitokin, seperti tumor necrosis factor (TNF) yang disekresikan oleh jaringan
adiposa, peninkatan kadar obesitas berkaitan erat dengan meningkatnya
konsentrasi sitokin proinflamasi tersebut.17
TNF menurunkan supresi insulin terinduksi dari produki glukosa hepatik,
meningkatkan asam lemak dan sintesis kolestero, meningkatkan produksi VLDL
hepatik, dan meningkatkan lipolisis adiposa. Peningkatan lipolisis mengakibatkan
19
peningkatan konsentrasi non-esterified fatty acid (NEFA) yang menstimulus
sintesis trigliserida hepatik, sekresi VLDL hepatik, penurunan kolesterol HDL,
dan peningkatan konsentrasi kolesterol LDL.17
Penyakit Paru
Obesitas dapat berkaitan dengan beberapa abnormalitas pulmonar.
Beberapa diantaranya adalah bekurangnya compliance dinding dada,
meningkatnya usaha untuk bernafas, meningkatnya ventilasi dikarenakan
peningkatan laju metabolisme, dan menurunnya kapasitas residual dan expiratory
reserve volume. Obesitas berat dapat menyebabkan obstructive sleep apnea dan
“obesity hypoventilation syndrome” disertai respon ventilasi hipoksik dan
hiperkapnik. Sleep apnea dapat bersifat obstruktif, sentral, atau gabungan
keduanya dan berkaitan dengan hipertensi. Penurunan berat badan (10-20 kg)
dapat memperbaiki hal ini, begitu juga dengan penurunan berat badan pada gastric
bypassatau operasi restriktif.16
Batu Empedu
Obesitas berkaitan dengan peningkatan sekresi kolesterol biliar,
supersaturasi cairan empedu, dan peningkatan insidensi batu empedu, terutama
batu empedu kolesterol. Seseorang dengan kelebihan berat badan >50% dari berat
badan ideal memiliki kira-kira peningkatan resiko insidensi batu empedu yang
simptomatik. Puasa juga dapat meningkatkan supersaturasi cairan empedu dengan
cara menurunkan komponen fosfolipid. Pengurangan asupan makanan yang
ekstrim dapat menyebabkan kolesistitis.16
Kanker
Obesitas pada pria berkaitan dengan resiko mortalitas yang lebih besar
akibat kanker, diantaranya kanker esofagus, kanker kolon, kanker rektum, kanker
pankreas, kanker hati, dan kanker prostat.Obesitas pada wanita berkaitan dengan
20
resiko mortalotas yang lebih besar akibat kanker empedu, kanker payudara,
kanker endometrium, kanker serviks, dan kanker ovarium. Hal yang mungkin
terkait dengan hal ini yaitu terjadinya peningkatan konversi androstenedione
menjadi estrone di jaringan lemak pada penderita obesitas. Hasil studi di Amerika
Serikat menyatakan obesitas berkontribusi pada 14% angka kematian kanker pada
pria dan 20% pada wanita.16
Penyakit Tulang, Sendi, dan Kulit
Obesitas berkaitan dengan peningkatan resiko ostheoarthritis, hal ini
dikarenakan peningkatan beban tubuh dan malalignment sendi. Resiko terjadinya
gout arthritis jga kemungkinan besar bertambah. Penyakit kulit yang paling sering
terjadi berkaitan dengan obesitas yaitu acanthosis nigricans yang bermanifestasi
klinis dengan wana penebalan kulit disertai warna kulit yang menggelap pada
leher, siku, dan sela-sela jari. Acanthosis menandakan keparahan dari resistensi
insulin dan dapat menghilang seiring dengan penurunan berat badan yang terjadi.
Terkait dengan obesitas, kulit semakin rentan dengan infeksi jamur. Kejadian
stasis vena juga meningkat pada penderita obesitas.16
Diabetes Mellitus
Obesitas merupakan suatu penyakit yang diakibatkan oleh jaringan lemak
yang berlebihan, sehingga dapat mengakibatkan timbulnya penyakit lain. Salah
satu dampak dari obesitas adalah diabetes mellitus.19 Diabetes Mellitus (DM)
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua-duanya20. Menurut WHO, Diabetes Mellitus adalah penyakit kronik yang
terjadi ketika pankreas tidak mampu lagi untuk memproduksi insulin yang cukup
atau tubuh tidak dapat menggunakan insulin secara efektif. Insulin adalah hormon
yang mengontrol kadar glukosa di dalam darah. Kadar glukosa di dalam darah
21
meningkat (Hiperglikemia) adalah kondisi yang ditimbulkan akibat hormon
insulin tidak adekuat.21
Obesitas merupakan salah satu penyebab dari timbulnya diabetes mellitus,
khususnya diabetes mellitus tipe 2. Obesitas diyakini menaikkan resiko
pengembangan diabetes tipe 2 hingga 80-85%. Bahkan penelitian terbaru
menunjukkan bahwa orang dengan obesitas dengan indeks massa tubuh lebih dari
30 memiliki resiko 80 kali mengakibatkan diabetes mellitus tipe 2 dibandingkan
mereka dengan indeks massa tubuh kurang dari 22.22
Obesitas mengakibatkan sel-sel beta pankreas mengalami hipertropi yang
akan berpengaruh terhadap penurunan produksi insulin. Hipertropi pankreas
disebabkan karena peningkatan beban metabolisme glukosa pada penderita
obesitas untuk mencukupi energi sel yang terlalu banyak.23
Teori lain mengatakan bahwa sel-sel lemak yang banyak pada orang yang
menderita obesitas mengeluarkan bahan kimia yang disebut pro-inflamasi, yang
bisa membuat tubuh kurang sensitif terhadap insulin yang dihasilkan oleh
pankreas dengan mengganggu fungsi sel untuk tanggap terhadap insulin. Hal ini
dikenal sebagai resistensi insulin, salah satu pemicu utama untuk diabetes
mellitus, khususnya diabetes mellitus tipe 2.22
Arthritis
Arthritis atau radang sendi juga sering dicetus oleh obesitas. Radang sendi
yang paling berkaitan dengan obesitas adalah osteoatritis. Osteoatritis merupakan
penyakit sendi degeneratif yang berkaitan dengan kerusakan kartilago sendi.24
Osteoatritis merupakan penyakit gangguan homeostasis dari metabolism
kartilago dengan kerusakan struktur proteoglikan kartilago yang penyebabnya
masih belum jelas. Namun salah satu penyebab dari kerusakan tersebut adalah
adanya jejas mekanis maupun kimiawi pada sinovia sendi yang terjadi
multifaktorial, salah satunya adalah kegemukan (obesitas). Obesitas meningkatkan
resiko terjadinya osteoatritis baik pria maupun wanita. Pada obesitas, sendi lebih
banyak menanggung beban. Hal ini mengakibatkan adanya jejas mekanis yang
22
merangsang terbentuknya molekul abnormal dan produk degradasi kartilago di
dalam cairan synovial sendi yang mengakibatkan terjadinya inflamasi sendi,
kerusakan kondrosit dan rasa nyeri.24
Sendi-sendi yang dapat terkena adalah carpometacarpal I,
metatarsophalangeal I, sendi apofiseal tulang belakang, lutut dan paha. Keluhan
yang timbul pada osteoatritis adalah nyeri sendi saat bergerak, hambatan gerakan
sendi, kaku pada pagi hari, krepitasi pada sendi yang sakit, pembesaran sendi,
sampai perubahan gaya berjalan.24
Hipertensi
Hipertensi adalah adalah tekanan darah yang tinggi pada arteri.25
Hipertensi juga dapat terjadi pada orang dengan obesitas. Obesitas meningkatkan
faktor risiko kardiovaskuler, meningkatkan resistensi insulin dan dislipidemia.
Disebutkan pula adanya peningkatan tekanan darah pada orang dengan indeks
massa tubuh yang tinggi dibandingkan dengan orang dengan indeks massa tubuh
lebih rendah, sehingga pencegahan obesitas sangat penting dalam menurunkan
resiko penyakit kardiovaskuler di masa yang akan datang.26
Patofisiologi terjadinya hipertensi pada obesitas telah diteliti pada anak
dan dewasa. Penelitian dilakukan pada mekanisme dasar yaitu gangguan fungsi
otonom, resistensi insulin, abnormalitas struktur dan fungsi vaskuler. Hubungan
antara obesitas dan hipertensi berkaitan dengan hiperaktivitas sistem saraf
simpatis. Hiperaktivitas tersebut termasuk peningkatan denyut jantung dan
tekanan darah.26
Orang dengan obesitas memiliki denyut nadi dan tekanan darah lebih
tinggi dibandingkan dengan orang non obesitas. Hal ini disebabkan perubahan
keseimbangan sistem saraf simpatis dan saraf parasimpatis. Fungsi otonom
berpengaruh pada patogenesis hipertensi orang dengan obesitas.26 Individu obes
mengalami aktivasi saraf simpatis yang berperan penting dalam terjadinya
hipertensi pada obesitas. Diet tinggi lemak dan karbohidrat meningkatkan
23
konsentrasi norepinefrin di jaringan perifer. Hal ini menyebabkan stimulasi
reseptor a1 dan b-adrenergik dan meningkatkan aktivitas saraf simpatis serta
hipertensi. Peningkatan aktivitas saraf simpatis sangat umum terjadi pada individu
obes dan bila terjadi dalam waktu lama akan meningkatkan tekanan arteri serta
vasokonstriksi perifer.26
Perubahan struktur dan fungsi vaskuler berhubungan dengan patogenesis
hipertensi pada obesitas. Perubahan struktur dan fungsi vaskuler terjadi karena
gangguan bioavailabilitas nitrit oksida (NO), suatu vasodilator yang dapat
mencegah adesi monosit, agregasi trombosit dan proliferasi sel otot polos
vaskuler. Insulin juga mempengaruhi terjadinya gangguan pelepasan nitrit oksida.
Juga disebabkan oleh menurunnya lipolisis dan peningkatan asam lemak bebas.
Selain itu jaringan adiposit mensekresi berbagai peptida dan sitokin yang dapat
merusak fungsi endotel vaskuler.26
Beberapa penelitian juga melaporkan hubungan antara resistensi insulin
dengan hipertensi pada obesitas. Insulin meningkatkan retensi natrium,
meningkatkan aktivitas saraf simpatis dan menstimulasi pertumbuhan otot polos
pada vaskuler. Resistensi insulin dipengaruhi oleh peningkatan berat badan, dan
presentase lemak tubuh.26
Penelitian lain berpendapat bahwa terdapat bukti peranan sistem renin-
angiotensin (RAS) pada obesitas dalam timbulnya hipertensi. RAS yang berasal
dari jaringan lemak telah mendapat perhatian akhir-akhir ini karena peranannya
dalam hipertensi pada obesitas. Percobaan pada hewan menunjukkan pelepasan
angiotensinogen jaringan adiposit ke sirkulasi darah berpengaruh pada
pembentukan jaringan lemak intraabdominal dibandingkan dengan lokasi lain.
Hal ini berpengaruh juga pada peningkatan tekanan darah.26
Aldosteron juga berperan dalam hipertensi pada obesitas. Kadar aldosteron
plasma meningkat pada sebagian individu obes khususnya dengan obesitas
visceral. Proses ini belum diketahui jelas, namun diduga karena produksi
mineralocorticoid-releasing factor oleh jaringan adiposit atau derivat oksidatif
24
asam linoleat yang menginduksi sintesis aldosteron. Aldosteron meningkatkan
tekanan darah melalui reseptor mineralokortikoid yang berlokasi di berbagai
jaringan misalnya ginjal dan vaskularisasi.26
Penelitian terakhir menunjukkan peranan leptin pada hipotalamus untuk
meningkatkan tekanan darah melalui aktivasi saraf simpatis. Adanya resistensi
terhadap leptin dapat menjelaskan mekanisme aktivitas berlebih saraf simpatis
pada obesitas. Akan tetapi mekanisme leptin dapat menyebabkan hipertensi pada
obesitas masih belum jelas.26
DAFTAR PUSTAKA
1. Ganong WF. Review of Medical Physiology. Edisi ke-21. New York: Lange
Medical Books/McGraw-Hill Medical Publishing Division. 2010.
25
2. World Health Organization, 2000. Obesity: Preventing and Management
The Global Epidemic. World Health Organization. Diunduh dari website:
http://whqlibdoc.who.int/trs/WHO_TRS_894.pdf?ua=1. Diakses pada 28
Mei 2014
3. Hamdy O, 2014. Obesity. WebMD Health Professional Network. Diunduh
dri website: http://emedicine.medscape.com/article/123702-overview.
diakses pada 28 Mei 2014
4. Sartika RAD, 2011. Faktor Risiko Obesitas Pada Anak 5-15 Tahun di
Indonesia. Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
5. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2012. Pedoman Pencegahan
dan Penanggulangan Kegemukan dan Obesitas Pada anak Sekolah.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
6. World Health Organisation, 2014. Obesity. Available from:
http://www.who.int/topics/obesity/en/ [Accessed 27th Mey 2014]
7. Handi Osama et al, 2014. Obesity. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/123702-overview#a0101. [Accessed
27th May 2014]
8. CDC, 2014. Healthy Weight- it’s not a diet, it’s a lifestyle. Available from:
http://www.cdc.gov/healthyweight/assessing/bmi/adult_bmi/index.html?
s_cid=tw_ob064. [Accessed 27th May 2014]
9. Depkes, 2011. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2011. Available from :
www.depkes.go.id/downloads/Profil2011-v3.pdf. [Accessed 27th May 2014]
10. World Health Organisation, 2007. Global Health Observatory (GHO)
Obesity. Available from :
http://www.who.int/gho/ncd/risk_factors/overweight/en/ [Accessed 27th
Mey 2014]
11. Putri, CM, 2012. Obesitas. Available from :
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31665/4/Chapter%20II.pdf /
[Accessed 27th May 2014]
26
12. National Institute of Health, 2012. How Are Overweight and Obesity
Treated?. National Institute of Health. Diunduh dari website:
http://www.nhlbi.nih.gov/health/health-topics/topics/obe/treatment.html
13. Hidayati SN, Irawan R, Hidayat B, 2006. Obesitas Pada Anak. Divisi
Nutrisi dan Penyakit Metabolik Bagian / SMF Ilmu Kesehatan Anak FK
Unair/RS. Dr. Soetomo Surabaya. Diunduh dari:
http://old.pediatrik.com/buletin/06224113652-048qwc.pdf [ diakses 28 Mei
2014]
14. Virtual Medical Centre, 2014. Lifestyle changes for Obesity and Weight
Loss. Virtual Medical Centre. Diunduh dari http://www.myvmc.com.
[diakses 29 Mei 2014]
15. American Academy of Family Physician, 2013. Diagnosis and
Management of Obesity. American Academy of Family Physician.
Diunduh dari :
http://www.aafp.org/dam/AAFP/documents/patient_care/fitness/obesity-
diagnosis-management.pdf [diakses 28 Mei 2014]
16. Harrison T, Fauci A. Harrison's principles of internal medicine. 1st ed. New
York: McGraw-Hill; 2008. P.468-473
17. Aryana IGPS, Santoso A, Suastika K. The correlation between plasma
soluble intercellular adhesion molecules and plasma adiponectin in coronary
heart disease patients in Denpasar, Bali. Proceding ASMIHA, Surabaya
2005.
18. IPD UI
19. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I., Simadibrata MK, Setiati S. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Jakarta: FK UI. 2009. P. 1973-1983.
20. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I., Simadibrata MK, Setiati S. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Jakarta: FK UI. 2009. P. 1880-1883.
21. World Health Organization, 2013. Diabetes. World Health Organization.
Diunduh dari website:
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs312/en/index.html. pada 26
Mei 2014
27
22. Diabetes.co.uk, 2014. Diabetes and Obesity. The Global Diabetes
Community Part of Sitefinders Net Ltd. Diunduh dari website:
http://www.diabetes.co.uk/diabetes-and-obesity.html. pada 26 Mei 2014
23. Riyadi S & Sukarmin. Asuhan Keperawatan pada Pasien Dengan Gangguan
Eksokrin & Endokrin pada Pankreas. Yogyakarta: Graha Ilmu. 2008. P. 69-
143.
24. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I., Simadibrata MK, Setiati S. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Jakarta: FK UI. 2009. P. 2538-2555.
25. MedicineNet, 2014. High Blood Pressure ( Hypertension ). MedicineNet.
Diunduh dari website :
http://www.medicinenet.com/high_blood_pressure_hypertension/article.ht
m. pada 2 6 Mei 2014
26. Saraswati I & Rachmadi D. Hipertensi dan Obesitas Pada Anak. 2010.
Diunduh dari website
http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/Pustaka_Unpad_Hip
ertensi_-dan_-obasitas.pdf.pdf. pada 27 Mei 2014
28