Upload
putrifitriacahyani
View
11
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
s
Citation preview
DEFINISI
Gangguan obsesif kompulsif (OCD) melibatkan obsesi, kompulsi, atau keduanya, yang tidak
disebabkan oleh obat-obatan atau oleh gangguan fisik, dan yang menyebabkan penderitaan
pribadi yang signifikan atau disfungsi sosial. Kelainan mungkin memiliki sifat kronis atau
episodik. Obsesi sendiri adalah sesuatu gagasan yang berulang, memiliki gambaran atau
impuls yang menyebabkan kecemasan yang terlihat. Kompulsi adalah perilaku berulang atau
tindakan mental yang dilakukan dalam menanggapi obsesi atau berdasarkan aturan
tertentu, yang bertujuan untuk mengurangi distress atau mencegah membayangkan
peristiwa tertentu yang ditakuti. Ada perbedaan kecil dalam kriteria untuk OCD antara DSM-
III, DSM-III-R, dan DSM-IV [1] dan ICD-10 tersebut (Soomro, 2012).
Dalam DSM-V obsesi didefinisikan sebagai berikut :
1. Pikiran, impuls, atau bayangan yang berulang-ulang dan menetap yang dialami, pada
suatu saat selama gangguan, dirasakan mengganggu dan tidak sesuai, dan menyebabkan
kecemasan dan penderitaan yang jelas.
2. Pikiran, impuls, atau bayangan tidak hanya kekhawatiran berlebihan tentang masalah
kehidupan yang nyata.
3. Orang berusaha untuk mengabaikan atau menekan pikiran, impuls, atau bayangan
tersebut untuk menetralkannya dengan pikiran atau tindakan lain.
4. Orang menyadari bahwa pikiran, impuls, atau bayangan obsesional adalah hasil dari
pikirannya sendiri (tidak disebabkan dari luar seperti penyisipan pikiran)
Dalam DSM-V TR mendefinisikan kompulsi sebagai berikut :
1. Perilaku berulang (misalnya, mencuci tangan, mengurutkan, memeriksa)atau tindakan mental
(misalnya berdoa, menghitung, mengulangi kata-kata dalam hati) yang dirasakannya
mendorong untuk melakukan sebagai respon terhadap suatu obsesi, atau menurut dengan
aturan yang harus dipenuhi secara kaku.
2. Perilaku atau tindakan mental ditujukan untuk mencegah atau
mengurangi penderitaan atau mencegah suatu kejadian atau situasi yang
menakutkan, akan tetapi, perilaku atau tindakan mental tersebut tidak dihubungkan
dengan cara yang realistik dengan apa yang mereka maksudkan untuk menetralkan
atau mencegah, atau secara jelas berlebihan (Maslim, 2013)
Sedangkan menurut Kaplan et al, 2010 mengatakan bahwa obsesi dapat didefinisikan
menjadi pikiran, gagasan, atau sensasi yang berulang dan menggangu. Berlawanan dengan
obsesi yang merupakan peristiwa mental, kompulsi adalah suatu perilaku. Secara rinci,
kompulsi adalah perilaku yang disadari, standar dan berulang. Pasien dengan OCD
menyadari ketidakrasionalan obsesi dan merasakan obsesi serta kompulsi sebagai ego-
distonik.
EPIDEMIOLOGI
Epidemiologi telah mendokumentasikan bahwa tingkat prevalensi seumur hidup
gangguan obsesif kompulsif adalah sebesar 2-3%. Pada pria biasanya pengembangan OCD
antara usia 6 dan 15 tahun, dan pada wanita biasanya pengembangan OCD antara
usia 20 dan 29 tahun. Beberapa peneliti telah memperkirakan bahwa gangguan obsesif
kompulsif ditemukan pada sebanyak 10% pasien rawat jalan di klinik psikiatrik. Angka
tersebut menyebabkan gangguan obsesif kompulsif sebagai diagnosis psikiatrik
tersering yang keempat setelah fobia, gangguan berhubungan zat, dan gangguan
depresif berat. Penelitian epidemiologis di Eropa, Asia, dan Afrika telah menegakkan angka
tersebut melewati ikatan kultural (Kaplan et al, 2010).
Untuk orang dewasa, laki-laki dan wanita memiliki faktor resiko yang sama untuk terkena;
tetapi untuk remaja, laki-laki lebih sering terkena gangguan obsesif-kompulsif dibandingkan
perempuan. Usia onset rata-rata adalah kira-kira 20 tahun walaupun laki-laki memiliki onset
usia yang agak lebih awal (rata-rata sekitar usia 19 tahun) dibandingkan wanita (rata-rata
sekitar 22 tahun). Secara keseluruhan, kira-kira dua pertiga dari pasien memiliki onset gejala
sebelum usia 25 tahun, dan kurang dari 15 persen pasien memiliki onset gejala setelah usia
35 tahun. Gangguan obsesif-kompulsif dapat memiliki onset pada remaja atau masa anak-
anak pada beberapa kasus dapat terjadi pada usia 2 tahun. Orang yang hidup sendirian lebih
banyak terkena gangguan obsesif-kompulsif dibandingkan orang yang menikah, walaupun
temuan tersebut kemungkinan mencerminkan kesulitan yang di miliki pasien dengan
gangguan obsesif-kompulsif dalam mempertahankan suatu hubungan. Gangguan obsesif-
kompulsif ditemukan lebih jarang diantara golongan kulit hitam dibandingkan kulit putih
walaupun tersedianya jalur ke pelayanan kesehatan dapat menjelaskan sebagian besar
variasi tersebut ketimbang perbedaan prevalensi antara ras-ras (Maramis et al, 2009).
Pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif umumnya dipengaruhi oleh gangguan mental
lain. Prevalensi seumur hidup untuk gangguan depresif berat pada pasien dengan gangguan
obsesif-kompulsif adalah kira-kira 67 persen dan untuk fobia sosial adalah 25 persen.
Diagnosis psikiatrik komorbid lainnya pada pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif
adalah gangguan pengaruh alkohol, fobia spesifik, gangguan panik, dan gangguan makan
(Kaplan et al, 2010).
SEJARAH
Sampai tahun 1850-an, fenomena obsesif-kompulsif dianggap varian dari gagasan penyakit
gangguan jiwa. Lalu menjadi penyakit yang terpisah yaitu sebagai: pertama, anggota dari
kelas lama neurosis; kemudian, sebagai varian dari gagasan baru terbentuknya psikosis; dan
akhirnya, sebagai penyakit neurosis saja (dalam pasca-1880-an). Perubahan ini tercermin
dari pergeseran teoritis dalam definisi kategori psikiatri besar. Setelah tahun 1860, hipotesis
kausal organik untuk OCD termasuk disfungsi dari sistem saraf otonom dan suplai darah
kortikal. Hipotesis psikologis menyarankan OCD mungkin timbul dari kehendak, intelektual,
emosional atau gangguan, yang terakhir yang didominasi setelah 1890. Masalah yang
berkaitan OCD untuk tipe kepribadian dan hereditability ditangani dengan dalam hal teori
degenerasi. Oleh 1880-an, OCD mencapai definisi klinis dan nosological penuh (Berrios,
2012).
Insiden Obsessive-Compulsive Disorder (OCD), atau Obsessive-Compulsive Neurosis seperti
bagaimana ia dikenal dulunya, adalah kelainan yang cukup umum dan bisa ditelusuri dari
sejarah, antar kultur, dan antar spektrum sosial yang lebar dan nampaknya tidak terbatas
pada grup atau individu yang spesifik. Sebaliknya, ketersediaan informasi yang lebih
menunjukkan banyak contoh OCD, dan kasus-kasusnya yang terjadi pada berbagai figur
terkenal sepanjang masa. Martin Luther (1483 - 1546), pemimpin pertama dan paling
penting dari Reformasi Protestan di Eropa ini menderita OCD. Anak didik Luther, Phulip
Melanchthon menulis bahwa sering saat merenungkan kemarahan Tuhan ia sering
mencampuri doanya dan kemudian mengklaim. “Bahwa teror yang yang ia rasakan untuk
pertama kalinya, terjadi pada tahun di mana ia ditinggalkan teman favoritnya, yang
kehilangan hidupnya oleh suatu kecelakaan yang tidak saya ketahui” (Cloke, 2012).
John Bunyan (1628 - 1688) juga dipercaya menderita OCD. Penulis dan penceramah,
terkenal untuk tulisannya Pilgrim’s Progress, menderita pikiran mengganggu yang tidak
diinginkan tentang alam yang menghujatnya. Ia memberikan cerita yang jelas tentang hal ini
pada buku autobiografinya ‘Grace abounding to the chief of sinners’ (Rahmat yang
berlimpah untuk pendosa utama) yang diterbitkan di tahun 1666. Salah satu ketakutan
paling besarnya adalah bukannya memuji Tuhan, tapi ia malah mungkin mengkhianati
Tuhan dan mengucapkan tuduhan sangat buruk dan menghujat terhadapnya (Cloke, 2012).
Dr. Samuel Johnson (1709 - 1784), diakui sebagai penyusun kamus bahasa Inggris pertama,
menderita keharusan melakukan ‘gerakan aneh’ seperti dideskripsikan temannya, ditulis
225 tahun lalu. Johnson akan melakukan gerakan ritual yang terperinci dan keanehan lain
saat melewati batas pintu. Sesaat sebelum melewati batasan, ia akan berputar, melakukan
gerakan tangan yang sudah jadi ritualnya dan kemudian melompati batasan dengan langkah
yang besar. Ia tidak akan menginjak celah antara batu paving. Saat ia berjalan-jalan, ia akan
menyentuh setiap tiang yang ia lewati. Jika ia melewati satu, ia kembali untuk
menyentuhnya. Pada doa yang disahkan atas nama Dr Johnson pada 1766 ia menulis ‘Ya
Tuhan, berikan saya pengampunan, berikan saya reformasi. Semoga saya tidak lagi diganggu
oleh keraguan dan teror yang percuma’ (Cloke, 2012).
Evolutionis terkenal Charles Darwin (1809 - 1882) juga menderita OCD. Darwin menulis
tentang berbagai pemikiran obsesif dan bagaimana ia tidak bisa melepaskannya. Pada surat
kepada teman ia menulis ‘Aku tidak bisa tidur dan apapun yang aku lakukan pada pagi hari
menghantuiku saat malam hari dengan pengulangan yang sangat jelas dan benar-benar
melelahkan’. Pikiran ini, sebagaimana ia jelaskan sendiri, adalah ‘pemandangan mengerikan’
termasuk pikiran bahwa anak-anaknya akan mewarisi penyakitnya dan untuk menghentikan
pikiran ini ia akan mencoba ‘memejamkan matanya’ tapi pikiran ini tetap tidak hilang.
Pikiran buruk saat malam hari ini lebih melekat daripada yang di pagi hari, karena pada
malam hari ia tidak terganggu dengan aktivitas lain. Darwin juga mencari mendambakan
dukungan dari orang lain dan kritis pada dirinya sendiri dan juga meras bahwa dirinya jelek
dan ia akan mengulangi mantranya sendiri beratus kali ‘Saya sudah berusaha sekeras yang
saya bisa, dan tidak ada orang yang bisa melakukan lebih dari ini’ (Cloke, 2012).
Orang paling terkenal yang diketahui menderita OCD pada abad 20 ini adalah penerbang,
insinyur, industrialis, produser film, sutradara, donor, dan salah satu orang terkaya di dunia
yang berasal dari Amerika, Howard Hughes (1905 - 1976) yang hikayatnya diceritakan di film
tahun 2004, ‘The Aviator’, yang disutradarai oleh Martin Scorsese dan dibintangi Leonardo
DiCaprio. Di balik kekayaan finansialnya yang tak terukur, ia menghabiskan hari-hari
terakhirnya dipenjara secara fisik dan mental oleh teror kontaminasinya sendiri dan ritual
pembersihannya yang sangat terperinci. Walaupun tidak ada bukti nyata yang mengesankan
bahwa salah satu wanita pilihan Hughes, Katherine Hepburn, mempunyai OCD, Howard
Hughes pernah dilaporkan mengatakan ‘bahwa, untuk seorang wanita yang mandi 18 kali
sehari, ia (Hepburn) tidak dalam posisi yang layak untuk menertawai obsesinya (Hughes)!’
(Cloke, 2012).
Banyak selebriti terkenal di beberapa tahun terakhir yang dilaporkan menderita penyakit ini,
atau mengikuti tren yang sedang naik daun yaitu mengklaim dirinya sendiri ‘sedikit OCD’.
Banyak dari klaim ini tidak bisa diverifikasi dengan akurasi seperti diagnosis. Walaupun kita
tidak bisa melihat apa yang terjadi di balik layar, atau di pikiran seseorang, kita bisa
mengatakan bahwa ada perbedaan besar antara kebiasaan obsesif, yang jarang
menyebabkan penderitaan atau kegelisahan dan tidak memerlukan diagnosis OCD,
dibandingkan dengan pengalaman obsesi dan keharusan yang menyusahkan dan tidak
diinginkan yang mempengaruhi fungsi sehari-hari seseorang, dan bisa menyebabkan
seseorang melemahkannya untuk berjam-jam - OCD asli (Cloke, 2012).
Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Kaplan dan Sadock Sinopsis Psikiatri IlmuPengetahuan
Perilaku Psikiatri Klinis. 2rd rev. ed. Kusuma M, translator. Jakarta:Erlangga; 2010, 56-67 p.
Maramis WF, Maramis AA. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. 2rd rev. ed.Surabaya: Airlangga
University Press; 2009, 312-313 p.3.
Soomro, G.M. 2012. Obsessive compulsive disorder. Clinical Evidence 2012;01:1004 © BMJ
Publishing Group Ltd 2012. Search date April 2011
Cloke, K. 2012. History of OCD. Nottingham: OCD-UK Supporting children and adults affected
by Obsessive-Compulsive Disorder.
Berrios, G.E. 2012. Obsessive-compulsive disorder: its conceptual history in France during
the 19th century. Compr Psychiatry: Jul-Aug: 30():283-95.