Upload
maria-woda
View
99
Download
16
Embed Size (px)
Citation preview
Oksigen di dalam Darah
Oksigen yang berada di dalam darah dalam kondisi bebas dan tidakterikat disebut oksigen
terlarut. Volume gas yang terlarut di dalam suatu cairan tergantung pada koefisien kelarutan gas
tersebut pada cairan tertentu. Gas dengan koefisien kelarutan yang tinggi mempunyai volume
terlarut yang lebih besar dari pada gas dengan koefisien kelarutan yang lebih rendah meskipun
keduanya memiliki tekanan parsial yang sama. Koefisien kelarutan oksigen didalam darah pada
suhu 370C adalah 0,003 ml O2/100 ml darah/mm Hg. Sehingga ketika PO2 100 mm Hg, maka
volume oksigen yang terlarut 0,3 vol%. Terdapat hubungan yang linier antara PO2 dan jumlah
oksigen yang terlarut, dimana semakin tinggi PO2 maka jumlah oksigen yang terlarut semakin
besar. (Malley,1990) Volume oksigen yang terlarut sangat tidak adekuat untuk memenuhi
kebutuhan matabolisme tubuh. Namun di dalam darah terdapat hemoglobin yang mampu
mengikat oksigen dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh dan
kemudian melepaskannya pada jaringan dengan mudah. Hemoglobin menempati sepertiga dari
komponen intraseluler eritrosit. Hemoglobin juga memberikan karakteristik warana merah pada
darah. Konsentrasi normal hemoglobin 15 g/100 ml pada laki-laki dan 13-14 g/100 ml pada
wanita. Setiap molekul hemoglobin mampu mengikat empat molekul oksigen. Hemoglobin yang
telah mengikat oksigen disebut oksihemoglobin. Persentase hemoglobin yang membawa oksigen
di dalam pembuluh darah arteri disebut saturasi oksigen (SaO2). (Malley, 1990)
Kurva Disosiasi Oksihemoglobin
Persentase hemoglobin yang membawa oksigen tergantung pada beberapa faktor, namun
faktor yang paling penting adalah tekanan parsial oksigen (PaO2). Terdapat hubungan yang
langsung namun tidak linier antara PaO2 dan SaO2. Hubungan tersebut tergambar dalam kurva
disosiasi oksihemoglobin. Kurva disosiasi oksihemoglobin terdiri dari dua bagian kurva, yaitu
bagian curam (PO20-60 mm Hg) dan bagian mendatar (PO2>60 mm Hg). Perbedaan dua bagian
ini adalah pada bagian kurva curam perubahan kecil pada PO2 menghasilkan perubahan besar
pada saturasi oksigen. Sebaliknya, pada bagian kurva yang mendatar, perubahan besar pada
PO2hanya menghasilkan perubahan kecil pada SaO2.
Contohnya ketika PO2 meningkat 40 mm Hg dari20mm Hg menjadi 60 mmHg, saturaasi
meningkat dari 35 % menjadi 90 % (total55%). Sebaliknya, ketika PO2 meningkat 40 mmHg
dari 60 mm Hg menjadi 100mm Hg, saturasi meningkat dari 90 % menjadi 97 % (total 7 %).
Ternyata prinsip ini juga berlaku ketika PO2 diturunkan. (Malley, 1990) Kurva disosiasi
oksihemoglobin juga dibagi menjadi bagian asosiasi dan bagian disosiasi. Penggabungan oksigen
dan hemoglobin terjadi di paru dimana PO2 meningkat dari 40 mm Hg pada pembuluh darah
vena menjadi 100 mm Hg.Oleh karena akhir dari proses ini adalah masuknya oksigen ke dalam
darah yang terjadi pada fase kurva yang mendatar, maka bagian ini sering disebut juga bagian
asosiasi. Sebaliknya, bagian curam kurva ini sering disebut juga bagian disosiasi, karena
merupakan kurva bagian akhir pelepasan oksigen yang terjadi ketika PO2 turun dari 100 mm Hg
menjadi 40 mm Hg pada kapiler sistemik.(Malley, 1990) PO2 pada dewasa kurang lebih 100 mm
Hg. SaO2 normal sekitar 97-98 %. Pada PO2 normal ketika menghirup udara bebas, hemoglobin
hampir 100 % tersaturasi. Hal ini dipandang memiliki manfaat fisiologis karena hemoglobin
telah mampu membawa oksigen ke seluruh tubuh dalam kondisi normal. Sebaliknya, bagian
kurva asosiasi secara fisiologis dipandang merugikan jika tubuh mencoba untuk menambah
jumlah oksigen di dalam darah. Peningkatan PO2 di atas normal hanya menambah oksigen yang
relatif sedikit karena hemoglobin telah tersaturasi secara maksimal. Hal yang menarik adalah
bahwa PO2 dapat turun 40 mm Hg dibawah normal tetapi SaO2 masih 90 %. Hal ini merupakan
sistem pertahanan tubuh dimana PO2 mungkin mengalami penurunan yang cukup bermakna
namun kombinasi oksigen dan hemoglobin hanya mengalami sedikit penurunan. Penurunan
PaO2 mungkin bisa terjadi pada daerah dataran tinggi atau pada proses penuaan, namun hal ini
tidak menyebabkan penurunan SaO2 yang berarti selama masih berada pada bagian kurva yang
mendatar. Manfaat diagnostik kurva disosiasi adalah untuk mendeteksi dini penyakit paru
stadium awal dimana terjadi penurunan PO2 dan hal ini dapat segera ditangani sebelum terjadi
penurunan SaO2 yang bermakna.(Malley, 1990) Tekanan parsial oksigen dimana saturasi
hemoglobin 50 % adalah sebesar 26.6 mm Hg pada orang sehat, dikenal dengan P50. P50 adalah
perkiraan konvensional afinitas hemoglobin terhadap oksigen. Adanya penyakit tertentu yang
mengubah afinitas hemoglobin dan mengubah kurva bergerak ke kiri atau kanan maka juga akan
mengubah P50. Peningkatan P50 menandakan kurva bergerak ke kanan yang berarti diperlukan
tekanan parsial yang besar untuk mempertahankan saturasi oksigen sebesar 50%. Ini
menandakan penurunan afinitas. Begitu juga sebaliknya. (Nielufar, 2000). Faktor-faktor yang
Menggeser Kurva Disosiasi Oksigen-Hemoglobin Efektifitas ikatan hemoglobin dan oksigen
dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor ini juga yang kemudian mengubah kurva
disosiasi. Pergeseran kurva ke kanan disebabkan oleh peningkatan suhu, peningkatan 2,3-DPG,
peningkatan PCO2, atau penurunan pH. Untuk kondisi sebaliknya, kurva bergeser ke kiri.
Pergeseran kurva ke kanan menyebabkan penurunan afinitas hemoglobin terhadap oksigen.
Sehingga hemoglobin sulit berikatan dengan oksigen (memerlukan tekanan parsial yang tinggi
bagi hemoglobin untuk mengikat oksigen). (Nielufar, 2000). Pergeseran kurva ke kiri dan
peningkatan afinitas tampak memberikan manfaat bagi pasien karena hemoglobin dapat
mengikat oksigen lebih mudah. Bagaimanapun, hemoglobin telah tersaturasi 97 % dengan
afinitas yang normal, sehingga tidak terdapat penambhan oksigen yang cukup bermakna dengan
adanya pergeseran kurva ke kiri. Bahkan, peningkatan afinitas Hb-O ini dapat mengganggu
pelepasan oksigen ke dalam jaringan dan pada umumnya menimbulkan dampak yang merugikan.
(Malley, 1990)Di sisi lain, penurunan afinitas Hb-O dan pergeseran kurva ke kanan,biasanya
meningkatkan pelepasan oksigen ke jaringan dan sering merupakan mekanisme kompensasi yang
berharga. Pergeseran kurva ke kanan menyebabkan seseorang dengan PO290 mm Hg mampu
meningkatkan pelepasan oksigen hingga 60 %. Namun, pergeseran ini akan memiliki dampak
yang merugikan ketika seseorang memiliki PO2 kurang dari 60 mmHg. Ketika terjadi
hipoksemia, pergeseran kurva ke kanan dapat menurunkan masuknya oksigen ke dalam darah
dengan cukup bermakna. Kerugian ini sepertinya lebihberat daripada manfaatnya. (Malley,
1990)DPG normal dalam darah mempertahankan kurva disosiasi oksigen-hemoglobin sedikit
bergeser ke kanan setiap saat. Tetapi, pada keadaan hipoksia yang berlangsung lebih dari
beberapa jam, jumlah DPG akan meningkat, dengan demikian, menggeser kurva disosiasi
oksigen-hemoglobin lebih ke kanan. Ini menyebabkan oksigen dilepaskan ke jaringan pada
tekananoksigen 10 mm Hg lebih besar daripada keadaan tanpa peningkatan DPG ini. Oleh
karena itu, pada beberapa keadaan, hal ini dapat menjadi suatu mekanisme penting untuk
menyesuaikan diri terhadap hipoksia, khususnya terhadap hipoksia akibat aliran darah jaringan
yang kurang baik. Namun, adanya kelebihan DPG juga akan menyulitkan hemoglobin untuk
bergabung dengan oksigen dalam parubila PO2 alveolus dikurangi, dengan demikian kadang-
kadang menimbulkan resiko juga selain manfaat. Oleh karena itu pergeseran kurva disosiasi
DPG memberi manfaat pada keadaan tertentu tetapi merugikan pada keadaan lain.(Brandis,
2006)
Pergeseran kurva disosiasi oksigen-hemoglobin sebagai respon terhadap perubahan
karbon dioksida dan ion hidrogen memberi pengaruh penting dalam meninggikan oksigenasi
darah dalam paru serta meningkatkan pelepasan oksigen dari darah dalam jaringan. Ini disebut
Efek Bohr , dan dapat dijelaskan sebagai berikut: Ketika darah melalui paru, karbon dioksida
berdifusi dari darah ke dalam alveoli. Ini menurunkan PCO2 darah dan konsentrasi ion hidrogen
sebagai akibat penurunan asam karbonat darah. Efek dari dua keadaan ini menggeser
kurvadisosiasi oksigen-hemoglobin ke kiri dan ke atas. Oleh karena itu, jumlah oksigen yang
berikatan dengan hemoglobin menyebabkan PO2 alveolus meningkat, dengan demikian transpor
oksigen ke jaringan lebih besar. Biladarah mencapai jaringan kapiler, terjadi efek yang tepat
berlawanan. Karbon dioksida yang memasuki darah dari jaringan menggeser kurva kekanan,
memindahkan oksigen dari hemoglobin ke jaringan dengan PO2 yang lebih tinggi dari pada
seandainya tidak terjadi demikian. (Brandis,2006)
Faktor-faktor lain yang bisa menyebabkan pergeseran kurva disosiasi :
· Effects of carbon dioxide
Carbon dioxide mempengaruhi kurva dengan2 cara : pertama, dengan mempengaruhi
intracellular pH (the Bohr effect), dan kedua, akumulasi CO2 menyebabkan
penggunaancarbamine. Penurunan carbamin akan menggeser kurva ke kiri. (Brandis,2006)
· Carbon Monoxide
Karbon monoksida mengikat hemoglobin 240 kalilebih kuat daripada dengan oksigen, oleh
karena itu keberadaan karbonmonoksida dapat mempengaruhi ikatan hemoglobin dengan
oksigen.Selain dapat menurunkan potensi ikatan hemoglobin dengan oksigen,karbon monoksida
juga memiliki efek dengan menggeser kurva ke kiri.Dengan meningkatnya jumlah karbon
monoksida, seseorang dapatmenderita hipoksemia berat pada saat mempertahankan PO2 normal.
(Brandis, 2006)
· Effects of Methemoglobinemia (bentuk hemoglobin yang abnormal). Methemoglobinemia
menyebabkan pergeseran kurva ke kiri.
· Fetal Hemoglobin
Fetal hemoglobin (HbF) berbeda secara struktur darinormal hemoglobin (Hb). Kurva
disosiasi fetal cenderung bergerak ke kiridibanding dewasa. Umumnya, tekanan oksigen arteri
pada fetal rendah,sehingga pengaruh pergeseran ke kiri adalah peningkatan uptakeoksigen
melalui plasenta.(Brandis, 2006)
Disosiasi Oksigen
Kurva disosiasi oksigen pada ikan berhubungan dengan aktivitasnya. Pada ikanyang aktif
dan berenang cepat, seperti misalnya ikan tuna, dan biasanya hidup di air yang kaya oksigen,
kurva disosiasinya lebih kekanan dibandingkan ikan-ikan lain.Afinitas oksigen yang rendah
tersebut diperlukan untuk pelepasan oksigen ke jaringan pada aktivitas metabolik
tinggi.Sebaliknya, pada ikan yang bergerak lamban dan berada di dasar perairan yangkandungan
oksigennya rendah biasanya toleran terhadap kekurangan oksigen. Afinitasoksigen hemoglobin
ikan semacam ini tinggi, kurva disosiasinya di kiri. Karena ikan inihidup di perairan yang miskin
oksigen dan laju metaboliknya rendah, maka kebutuhanuntuk pengambilan oksigen lebih penting
daripada kebutuhan untuk melepaskanoksigen ke jaringan Pada hewan invertebrata, Hb memiliki
afinitas oksigen yang sangat tinggi dan kurvadisosiasinya terletak dipinggir kiri. Misalnya pada
moluska bivalvia Phacoides dan juga larva Chironomus, kedua spesies hewan tersebut sering
berada pada perairan yangmiskin oksigen. Nampaknya bilamana oksigen sangat tipis
hemoglobin menjadi sangat penting.Daphnia yang dipelihara dalam air yang kandungan
oksigennya rendah akanmemiliki konsentrasi hemoglobin tinggi (lihat Gambar). Daphnia yang
memilikikonsentrasi hemoglobin tinggi akan lulus hidup dalam perairan dimana Daphnia
yangkonsentrasi hemoglobinyya rendah mati (Kobayashi and Hoshi, 1982). Hal yang sama juga
terjadi pada Artemia, larva Chironomus dan invertebrata lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Guyton A.C., Hall J.E. 2001. Physical Principle of Gas Excange; Diffusion of Oxygen and Carbon Dioxide Through the Respiratory Membrane. In:Textbook of Medical Physiology; 10th edition Pennsylvania: W.B.Saunder
Nielufar, MD. 2000.The Interactive Oxyhaemoglobin Dissociation Curve .Pennsylvania : Department of Medicine