7
Oksigen di dalam Darah Oksigen yang berada di dalam darah dalam kondisi bebas dan tidakterikat disebut oksigen terlarut. Volume gas yang terlarut di dalam suatu cairan tergantung pada koefisien kelarutan gas tersebut pada cairan tertentu. Gas dengan koefisien kelarutan yang tinggi mempunyai volume terlarut yang lebih besar dari pada gas dengan koefisien kelarutan yang lebih rendah meskipun keduanya memiliki tekanan parsial yang sama. Koefisien kelarutan oksigen didalam darah pada suhu 370C adalah 0,003 ml O2/100 ml darah/mm Hg. Sehingga ketika PO2 100 mm Hg, maka volume oksigen yang terlarut 0,3 vol%. Terdapat hubungan yang linier antara PO2 dan jumlah oksigen yang terlarut, dimana semakin tinggi PO2 maka jumlah oksigen yang terlarut semakin besar. (Malley,1990) Volume oksigen yang terlarut sangat tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan matabolisme tubuh. Namun di dalam darah terdapat hemoglobin yang mampu mengikat oksigen dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh dan kemudian melepaskannya pada jaringan dengan mudah. Hemoglobin menempati sepertiga dari komponen intraseluler eritrosit. Hemoglobin juga memberikan karakteristik warana merah pada darah. Konsentrasi normal hemoglobin 15 g/100 ml pada laki-laki dan 13-14 g/100 ml pada wanita. Setiap molekul hemoglobin mampu mengikat empat molekul oksigen. Hemoglobin yang telah mengikat oksigen disebut oksihemoglobin. Persentase hemoglobin yang membawa oksigen di dalam pembuluh darah arteri disebut saturasi oksigen (SaO2). (Malley, 1990) Kurva Disosiasi Oksihemoglobin Persentase hemoglobin yang membawa oksigen tergantung pada beberapa faktor, namun faktor yang paling penting adalah tekanan parsial oksigen (PaO2). Terdapat hubungan yang langsung namun tidak linier antara PaO2 dan SaO2. Hubungan tersebut tergambar dalam kurva disosiasi oksihemoglobin. Kurva disosiasi oksihemoglobin terdiri dari dua bagian kurva, yaitu bagian curam

Oksigen Di Dalam Darah

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Oksigen Di Dalam Darah

Oksigen di dalam Darah

Oksigen yang berada di dalam darah dalam kondisi bebas dan tidakterikat disebut oksigen

terlarut. Volume gas yang terlarut di dalam suatu cairan tergantung pada koefisien kelarutan gas

tersebut pada cairan tertentu. Gas dengan koefisien kelarutan yang tinggi mempunyai volume

terlarut yang lebih besar dari pada gas dengan koefisien kelarutan yang lebih rendah meskipun

keduanya memiliki tekanan parsial yang sama. Koefisien kelarutan oksigen didalam darah pada

suhu 370C adalah 0,003 ml O2/100 ml darah/mm Hg. Sehingga ketika PO2 100 mm Hg, maka

volume oksigen yang terlarut 0,3 vol%. Terdapat hubungan yang linier antara PO2 dan jumlah

oksigen yang terlarut, dimana semakin tinggi PO2 maka jumlah oksigen yang terlarut semakin

besar. (Malley,1990) Volume oksigen yang terlarut sangat tidak adekuat untuk memenuhi

kebutuhan matabolisme tubuh. Namun di dalam darah terdapat hemoglobin yang mampu

mengikat oksigen dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh dan

kemudian melepaskannya pada jaringan dengan mudah. Hemoglobin menempati sepertiga dari

komponen intraseluler eritrosit. Hemoglobin juga memberikan karakteristik warana merah pada

darah. Konsentrasi normal hemoglobin 15 g/100 ml pada laki-laki dan 13-14 g/100 ml pada

wanita. Setiap molekul hemoglobin mampu mengikat empat molekul oksigen. Hemoglobin yang

telah mengikat oksigen disebut oksihemoglobin. Persentase hemoglobin yang membawa oksigen

di dalam pembuluh darah arteri disebut saturasi oksigen (SaO2). (Malley, 1990)

Kurva Disosiasi Oksihemoglobin

Persentase hemoglobin yang membawa oksigen tergantung pada beberapa faktor, namun

faktor yang paling penting adalah tekanan parsial oksigen (PaO2). Terdapat hubungan yang

langsung namun tidak linier antara PaO2 dan SaO2. Hubungan tersebut tergambar dalam kurva

disosiasi oksihemoglobin. Kurva disosiasi oksihemoglobin terdiri dari dua bagian kurva, yaitu

bagian curam (PO20-60 mm Hg) dan bagian mendatar (PO2>60 mm Hg). Perbedaan dua bagian

ini adalah pada bagian kurva curam perubahan kecil pada PO2 menghasilkan perubahan besar

pada saturasi oksigen. Sebaliknya, pada bagian kurva yang mendatar, perubahan besar pada

PO2hanya menghasilkan perubahan kecil pada SaO2.

Contohnya ketika PO2 meningkat 40 mm Hg dari20mm Hg menjadi 60 mmHg, saturaasi

meningkat dari 35 % menjadi 90 % (total55%). Sebaliknya, ketika PO2 meningkat 40 mmHg

dari 60 mm Hg menjadi 100mm Hg, saturasi meningkat dari 90 % menjadi 97 % (total 7 %).

Ternyata prinsip ini juga berlaku ketika PO2 diturunkan. (Malley, 1990) Kurva disosiasi

oksihemoglobin juga dibagi menjadi bagian asosiasi dan bagian disosiasi. Penggabungan oksigen

Page 2: Oksigen Di Dalam Darah

dan hemoglobin terjadi di paru dimana PO2 meningkat dari 40 mm Hg pada pembuluh darah

vena menjadi 100 mm Hg.Oleh karena akhir dari proses ini adalah masuknya oksigen ke dalam

darah yang terjadi pada fase kurva yang mendatar, maka bagian ini sering disebut juga bagian

asosiasi. Sebaliknya, bagian curam kurva ini sering disebut juga bagian disosiasi, karena

merupakan kurva bagian akhir pelepasan oksigen yang terjadi ketika PO2 turun dari 100 mm Hg

menjadi 40 mm Hg pada kapiler sistemik.(Malley, 1990) PO2 pada dewasa kurang lebih 100 mm

Hg. SaO2 normal sekitar 97-98 %. Pada PO2 normal ketika menghirup udara bebas, hemoglobin

hampir 100 % tersaturasi. Hal ini dipandang memiliki manfaat fisiologis karena hemoglobin

telah mampu membawa oksigen ke seluruh tubuh dalam kondisi normal. Sebaliknya, bagian

kurva asosiasi secara fisiologis dipandang merugikan jika tubuh mencoba untuk menambah

jumlah oksigen di dalam darah. Peningkatan PO2 di atas normal hanya menambah oksigen yang

relatif sedikit karena hemoglobin telah tersaturasi secara maksimal. Hal yang menarik adalah

bahwa PO2 dapat turun 40 mm Hg dibawah normal tetapi SaO2 masih 90 %. Hal ini merupakan

sistem pertahanan tubuh dimana PO2 mungkin mengalami penurunan yang cukup bermakna

namun kombinasi oksigen dan hemoglobin hanya mengalami sedikit penurunan. Penurunan

PaO2 mungkin bisa terjadi pada daerah dataran tinggi atau pada proses penuaan, namun hal ini

tidak menyebabkan penurunan SaO2 yang berarti selama masih berada pada bagian kurva yang

mendatar. Manfaat diagnostik kurva disosiasi adalah untuk mendeteksi dini penyakit paru

stadium awal dimana terjadi penurunan PO2 dan hal ini dapat segera ditangani sebelum terjadi

penurunan SaO2 yang bermakna.(Malley, 1990) Tekanan parsial oksigen dimana saturasi

hemoglobin 50 % adalah sebesar 26.6 mm Hg pada orang sehat, dikenal dengan P50. P50 adalah

perkiraan konvensional afinitas hemoglobin terhadap oksigen. Adanya penyakit tertentu yang

mengubah afinitas hemoglobin dan mengubah kurva bergerak ke kiri atau kanan maka juga akan

mengubah P50. Peningkatan P50 menandakan kurva bergerak ke kanan yang berarti diperlukan

tekanan parsial yang besar untuk mempertahankan saturasi oksigen sebesar 50%. Ini

menandakan penurunan afinitas. Begitu juga sebaliknya. (Nielufar, 2000). Faktor-faktor yang

Menggeser Kurva Disosiasi Oksigen-Hemoglobin Efektifitas ikatan hemoglobin dan oksigen

dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor ini juga yang kemudian mengubah kurva

disosiasi. Pergeseran kurva ke kanan disebabkan oleh peningkatan suhu, peningkatan 2,3-DPG,

peningkatan PCO2, atau penurunan pH. Untuk kondisi sebaliknya, kurva bergeser ke kiri.

Pergeseran kurva ke kanan menyebabkan penurunan afinitas hemoglobin terhadap oksigen.

Sehingga hemoglobin sulit berikatan dengan oksigen (memerlukan tekanan parsial yang tinggi

bagi hemoglobin untuk mengikat oksigen). (Nielufar, 2000). Pergeseran kurva ke kiri dan

peningkatan afinitas tampak memberikan manfaat bagi pasien karena hemoglobin dapat

mengikat oksigen lebih mudah. Bagaimanapun, hemoglobin telah tersaturasi 97 % dengan

afinitas yang normal, sehingga tidak terdapat penambhan oksigen yang cukup bermakna dengan

Page 3: Oksigen Di Dalam Darah

adanya pergeseran kurva ke kiri. Bahkan, peningkatan afinitas Hb-O ini dapat mengganggu

pelepasan oksigen ke dalam jaringan dan pada umumnya menimbulkan dampak yang merugikan.

(Malley, 1990)Di sisi lain, penurunan afinitas Hb-O dan pergeseran kurva ke kanan,biasanya

meningkatkan pelepasan oksigen ke jaringan dan sering merupakan mekanisme kompensasi yang

berharga. Pergeseran kurva ke kanan menyebabkan seseorang dengan PO290 mm Hg mampu

meningkatkan pelepasan oksigen hingga 60 %. Namun, pergeseran ini akan memiliki dampak

yang merugikan ketika seseorang memiliki PO2 kurang dari 60 mmHg. Ketika terjadi

hipoksemia, pergeseran kurva ke kanan dapat menurunkan masuknya oksigen ke dalam darah

dengan cukup bermakna. Kerugian ini sepertinya lebihberat daripada manfaatnya. (Malley,

1990)DPG normal dalam darah mempertahankan kurva disosiasi oksigen-hemoglobin sedikit

bergeser ke kanan setiap saat. Tetapi, pada keadaan hipoksia yang berlangsung lebih dari

beberapa jam, jumlah DPG akan meningkat, dengan demikian, menggeser kurva disosiasi

oksigen-hemoglobin lebih ke kanan. Ini menyebabkan oksigen dilepaskan ke jaringan pada

tekananoksigen 10 mm Hg lebih besar daripada keadaan tanpa peningkatan DPG ini. Oleh

karena itu, pada beberapa keadaan, hal ini dapat menjadi suatu mekanisme penting untuk

menyesuaikan diri terhadap hipoksia, khususnya terhadap hipoksia akibat aliran darah jaringan

yang kurang baik. Namun, adanya kelebihan DPG juga akan menyulitkan hemoglobin untuk

bergabung dengan oksigen dalam parubila PO2 alveolus dikurangi, dengan demikian kadang-

kadang menimbulkan resiko juga selain manfaat. Oleh karena itu pergeseran kurva disosiasi

DPG memberi manfaat pada keadaan tertentu tetapi merugikan pada keadaan lain.(Brandis,

2006)

Pergeseran kurva disosiasi oksigen-hemoglobin sebagai respon terhadap perubahan

karbon dioksida dan ion hidrogen memberi pengaruh penting dalam meninggikan oksigenasi

darah dalam paru serta meningkatkan pelepasan oksigen dari darah dalam jaringan. Ini disebut

Efek Bohr , dan dapat dijelaskan sebagai berikut: Ketika darah melalui paru, karbon dioksida

berdifusi dari darah ke dalam alveoli. Ini menurunkan PCO2 darah dan konsentrasi ion hidrogen

sebagai akibat penurunan asam karbonat darah. Efek dari dua keadaan ini menggeser

kurvadisosiasi oksigen-hemoglobin ke kiri dan ke atas. Oleh karena itu, jumlah oksigen yang

berikatan dengan hemoglobin menyebabkan PO2 alveolus meningkat, dengan demikian transpor

oksigen ke jaringan lebih besar. Biladarah mencapai jaringan kapiler, terjadi efek yang tepat

berlawanan. Karbon dioksida yang memasuki darah dari jaringan menggeser kurva kekanan,

memindahkan oksigen dari hemoglobin ke jaringan dengan PO2 yang lebih tinggi dari pada

seandainya tidak terjadi demikian. (Brandis,2006)

Faktor-faktor lain yang bisa menyebabkan pergeseran kurva disosiasi :

Page 4: Oksigen Di Dalam Darah

·      Effects of carbon dioxide

      Carbon dioxide mempengaruhi kurva dengan2 cara : pertama, dengan mempengaruhi

intracellular pH (the Bohr effect), dan kedua, akumulasi CO2 menyebabkan

penggunaancarbamine. Penurunan carbamin akan menggeser kurva ke kiri. (Brandis,2006)

·      Carbon Monoxide

      Karbon monoksida mengikat hemoglobin 240 kalilebih kuat daripada dengan oksigen, oleh

karena itu keberadaan karbonmonoksida dapat mempengaruhi ikatan hemoglobin dengan

oksigen.Selain dapat menurunkan potensi ikatan hemoglobin dengan oksigen,karbon monoksida

juga memiliki efek dengan menggeser kurva ke kiri.Dengan meningkatnya jumlah karbon

monoksida, seseorang dapatmenderita hipoksemia berat pada saat mempertahankan PO2 normal.

(Brandis, 2006)

·      Effects of Methemoglobinemia (bentuk hemoglobin yang abnormal). Methemoglobinemia

menyebabkan pergeseran kurva ke kiri.

·      Fetal Hemoglobin

      Fetal hemoglobin (HbF) berbeda secara struktur darinormal hemoglobin (Hb). Kurva

disosiasi fetal cenderung bergerak ke kiridibanding dewasa. Umumnya, tekanan oksigen arteri

pada fetal rendah,sehingga pengaruh pergeseran ke kiri adalah peningkatan uptakeoksigen

melalui plasenta.(Brandis, 2006)

Disosiasi Oksigen

Kurva disosiasi oksigen pada ikan berhubungan dengan aktivitasnya. Pada ikanyang aktif

dan berenang cepat, seperti misalnya ikan tuna, dan biasanya hidup di air yang kaya oksigen,

kurva disosiasinya lebih kekanan dibandingkan ikan-ikan lain.Afinitas oksigen yang rendah

tersebut diperlukan untuk pelepasan oksigen ke jaringan pada aktivitas metabolik

tinggi.Sebaliknya, pada ikan yang bergerak lamban dan berada di dasar perairan yangkandungan

oksigennya rendah biasanya toleran terhadap kekurangan oksigen. Afinitasoksigen hemoglobin

ikan semacam ini tinggi, kurva disosiasinya di kiri. Karena ikan inihidup di perairan yang miskin

oksigen dan laju metaboliknya rendah, maka kebutuhanuntuk pengambilan oksigen lebih penting

daripada kebutuhan untuk melepaskanoksigen ke jaringan Pada hewan invertebrata, Hb memiliki

afinitas oksigen yang sangat tinggi dan kurvadisosiasinya terletak dipinggir kiri. Misalnya pada

Page 5: Oksigen Di Dalam Darah

moluska bivalvia Phacoides dan juga larva Chironomus, kedua spesies hewan tersebut sering

berada pada perairan yangmiskin oksigen. Nampaknya bilamana oksigen sangat tipis

hemoglobin menjadi sangat penting.Daphnia yang dipelihara dalam air yang kandungan

oksigennya rendah akanmemiliki konsentrasi hemoglobin tinggi (lihat Gambar). Daphnia yang

memilikikonsentrasi hemoglobin tinggi akan lulus hidup dalam perairan dimana Daphnia

yangkonsentrasi hemoglobinyya rendah mati (Kobayashi and Hoshi, 1982). Hal yang sama juga

terjadi pada Artemia, larva Chironomus dan invertebrata lainnya.

Page 6: Oksigen Di Dalam Darah

DAFTAR PUSTAKA

Guyton A.C., Hall J.E. 2001. Physical Principle of Gas Excange; Diffusion of Oxygen and Carbon Dioxide Through the Respiratory Membrane. In:Textbook of Medical Physiology; 10th edition Pennsylvania: W.B.Saunder

Nielufar, MD. 2000.The Interactive Oxyhaemoglobin Dissociation Curve .Pennsylvania : Department of Medicine