5
Opiat Opioid atau opiat berasal dari kata opium, getah dari bunga opium, Papaver somniverum, yang mengandung kira-kira 20 alkaloid opium, termasuk morfin. Nama Opioid juga digunakan untuk opiat, yaitu suatu preparat atau derivat dari opium dan narkotik sintetik yang kerjanya menyerupai opiat tetapi tidak didapatkan dari opium.Obat-obat yang termasuk dalam golongan opiat adalah candu, morfin, heroin, demerol, metadon. Semua obat-obat tersebut, jika disalhgunakan dapat menimbulkan adiksi (kecanduan). Opioid adalah semua zat baik sintetik atau natural yang dapat berikatan dengan reseptor morfin, misalnya. Opioid disebut juga sebagai analgesia narkotik yang sering digunakan dalam anastesia untuk mengendalikan nyeri saat pembedahan dan nyeri paska pembedahan. Morfin adalah salah satu alkaloid dari opium Selain morfin, opium mengandung alkaloid tanpa aktivitas analgesik, e. g., papaverine spasmolitik. Semua semisintetik turunan (hidromorfon) dan sepenuhnya sintetik derivatif (pentazocine, pethidine = meperidin, l-metadon, dan fentanil) yang memiliki efek analgesik morfin secara kolektif disebut sebagai opiat dan opioid, masing-masing. Sebagian besar neuron bereaksi terhadap opioid dengan suatu hyperpolarization, mencerminkan peningkatan konduktansi K. Ca2 masuknya ke terminal saraf selama eksitasi menurun, mengarah ke penurunan pelepasan pemancar dan penurunan sinaptik aktivitas (A). Tergantung pada populasi sel

Opiat

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Opiat

Opiat

Opioid atau opiat berasal dari kata opium, getah dari bunga opium, Papaver somniverum,

yang mengandung kira-kira 20 alkaloid opium, termasuk morfin. Nama Opioid juga

digunakan untuk opiat, yaitu suatu preparat atau derivat dari opium dan narkotik sintetik

yang kerjanya menyerupai opiat tetapi tidak didapatkan dari opium.Obat-obat yang

termasuk dalam golongan opiat adalah candu, morfin, heroin, demerol, metadon. Semua

obat-obat tersebut, jika disalhgunakan dapat menimbulkan adiksi (kecanduan).

Opioid adalah semua zat baik sintetik atau natural yang dapat berikatan dengan reseptor

morfin, misalnya. Opioid disebut juga sebagai analgesia narkotik yang sering digunakan

dalam anastesia untuk mengendalikan nyeri saat pembedahan dan nyeri paska

pembedahan.

Morfin adalah salah satu alkaloid dari opium Selain morfin, opium mengandung alkaloid

tanpa aktivitas analgesik, e. g., papaverine spasmolitik. Semua semisintetik turunan

(hidromorfon) dan sepenuhnya sintetik derivatif (pentazocine, pethidine = meperidin, l-

metadon, dan fentanil) yang memiliki efek analgesik morfin secara kolektif disebut sebagai

opiat dan opioid, masing-masing.

Sebagian besar neuron bereaksi terhadap opioid dengan suatu hyperpolarization,

mencerminkan peningkatan konduktansi K. Ca2 masuknya ke terminal saraf selama eksitasi

menurun, mengarah ke penurunan pelepasan pemancar dan penurunan sinaptik aktivitas

(A). Tergantung pada populasi sel terpengaruh, ini inhibisi sinaptik menerjemahkan menjadi

efek depresan atau Perangsang (B).

RESEPTOR OPIOID

Reseptor opioid yang terdapat didalam susunan saraf pusat sama baiknya dengan yang ada

disepanjang jaringan periper. Reseptor – reseptor ini normalnya distimulasi oleh peptida

endogen (endorphins, enkephalins, dan dynorphins) diproduksi untuk merespon rangsangan

yang berbahaya. Dalam dokumen – dokumen yunani nama – nama dari reseptor opioid

berdasarkan atas bentuk dasar agonistnya (tabel 1).(4)

Page 2: Opiat

Mu (µ) (agonis morphine) reseptor – reseptor Mu terutama ditemukan di batang

otak, dan thalamus medial. Reseptor – reseptor Mu bertanggung jawab pada

analgesia supraspinal, depresi pernapasan, euphoria, sedasi, mengurangi motilitas

gastrointestinal, ketergantungan fisik. Yang termasuk bgiannya ialah Mu1 dan Mu2,

yang mana Mu1 berhubungan dengan analgesia, euphoria, dan penenang, Mu2

berhubungan dengan depresi pernapasan, preritus, pelepasan prolaktin,

ketergantungan, anoreksia, dan sedasi. Ini juga disebut sebagai OP3 atau MOR

(morphine opioid receptors).

Kappa (κ) (agonis ketocyklazocine) reseptor – reseptor Kappa dijumpai didaerah

limbik, area diensephalon, batang otak, dan spinal cord, dan bertanggung jawab

pada analgesia spinal, sedasi, dyspnea, ketergantungan, dysphoria, dan depresi

pernapasan. Ini juga dikenal dengan nama OP2 atau KOR (kappa opioid receptors).

Delta (δ) (agonis delta-alanine-delta-leucine-enkephalin) reseptor – reseptor Delta

lokasinya luas di otak dan efek – efeknya belum deketahui dengan baik. Mungkin

bertanggung jawab pada psykomimetik dan efek dysphoria. Ini juga dikenal dengan

nama OP1 dan DOR (delta opioid receptors).

Sigma (σ) (agonis N-allylnormetazocine) reseptor – reseptor Sigma bertanggung

jawab pada efek – efek psykomimetik, dysphoria, dan stres-hingga depresi.

MEKANISME KERJA

Reseptor opioid sebenarnya tersebar luas diseluruh jaringan system saraf pusat, tetapi lebih

terkonsentrasi di otak tengah yaitu di sistem limbic, thalamus, hipothalamus corpus

striatum, system aktivasi retikuler dan di korda spinalis yaitu substantia gelatinosa dan

dijumpai pula di pleksus saraf usus. Molekul opioid dan polipeptida endogen (metenkefalin,

beta-endorfin, dinorfin) berinteraksi dengan reseptor morfin dan menghasilkan efek.

Reseptor tempat terikatnya opioid disel otak disebut reseptor opioid (keterangan tentang

reseptor opioit telah dijelaskan sebelumnya). Suatu opioid mungkin dapat berinteraksi

dengan semua jenis reseptor akan tetapi dengan afinitas yang berbeda, dan dapat bekerja

sebagai agonis, antagonis, dan campuran. Opioid mempunyai persamaan dalam hal

pengaruhnya pada reseptor, karena itu efeknya pada berbagai organ tubuh juga mirip.

Page 3: Opiat

Perbedaan yang ada menyangkut kuantitas, afinitas pada reseptor dan tentu juga kinetik

obat yang bersangkutan.

Secara umum, efek obat-obat narkotik/opioid antaralain:

A. Efek sentral

Menurunkan persepsi nyeri dengan stimulasi (pacuan) pada reseptor opioid

(efekanalgesi).

Pada dosis terapik normal, tidak mempengaruhi sensasi lain.

Mengurangi aktivitas mental (efek sedative).

Menghilangkan konflik dan kecemasan (efek transqualizer).

Meningkatkan suasana hati (efek euforia), walaupun sejumlah pasien merasakan

sebaliknya (efek disforia).

Menghambat pusat respirasi dan batuk (efek depresi respirasi dan antitusif)

Pada awalnya menimbulkan mual-muntah (efek emetik), tapi pada akhirnya

menghambat pusat emetik (efek antiemetik)

Menyebabkan miosis (efek miotik)

Memicu pelepasan hormon anti deuretik (efek anti deuretik)

Menunjukkan perkembangan toleransi dan dependensi dengan pemberian dosis

yang berkepanjangan.(2)

B. Efek Perifer

Menunda pengosongan lambung dengan kontriksi piloru.

Mengurangi motilitas gastrointestinal dan menaikkan tonus (konstipasi spastik).

Kontraksi sfingter saluran empedu.

Menaikkan tonus otot kandung kencing.

Menurunkan tonus vaskuler dan menaikkan resiko reaksi ortostastik.

Menaikkan insidensi reaksi kulit, urtikaria dan rasa gatal karena pelepasan histamin,

dan memicu bronkospasme pada pasien asma.

Page 4: Opiat