179

OPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI … · OPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN Cetakan Pertama 2015 ... gan pedoman sektoral bidang pendidikan sebagai kebijakan

  • Upload
    vodieu

  • View
    235

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

Cetakan Pertama 2015Diterbitkan oleh Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Prof. Dr. Moestopo BeragamaAlamat : Jln. Hang Lekir I, No. 8, Senayan, Jakarta Pusat, 10270Telepon : (021) 7220269, 7252682Fax : (021) 7252682

Design Sampul : Resta. JLayout : Resta. J

No. ISBN : 9-786029-006391

OPTIMALISASI INVESTIGASIMALAdMINISTrASI OMBUdSMANGuna Meningkatkan Kualitas Pelayanan Publik

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

III IV

Hak cipta dilindungi undang-undangDilarang mengutip atau memperbanyaksebagian atau keseluruhan isi bukuTanpa izin dari penerbit

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

III IV

Kata Pengantar

Swedia merupakan negara Nordik di Skandinavia dengan ibukota Stockholm. Di beberapa literatur, negara ini yang pertama kalimelahirkan institusi bernama Ombudsman. Namun demikian, Swedia bukanlah negara pertama yang membangun sistem pengawasan

seperti Ombudsman. Seperti disebutkan Bryan Giling dalam tulisannya yang berjudul The Ombudsman In New Zealand mengungkapkan bahwa pada zaman kekaisaran Romawi terdapat sebuah institusi bernama Tribuni Plebis yang tugasnya hampir sama dengan Ombudsman yaitu melindungi hak-hak masyarakat lemah dari penyalahgunaan kekuasaan oleh para bang-sawan.

Beberapa literatur tentang Ombudsman, Institusi Ombudsman pertama kali datang dari Raja Charles XII (1697-1718) di Swedia, setelah pada ta-hun 1709 melarikan diri ke Turki karena kalah perang dengan Rusia dalam The Great Northern War (1700-1721). Sepulang dari perasingan, tahun 1718 Raja Charles XII memutuskan untuk membentuk Office of The King’s Highest Ombudsman. Keputusan Raja Charles XII membentuk Office of The King’s Ombudsman dewasa ini terpengaruh dengan konsep pengawasan dalam sistem Turkish Office of Chief Justice.

Di Indonesia sendiri wacana pembentukan Ombudsman telah berkem-bang lebih kurang dua puluh tahun yang lalu, dan baru menjadi ke-nyataan pada tahun 2000. Menurut Antonious Sujata dkk pada tahun 2002 dalam bukunya berjudul “Ombudsman Indonesia, masa lalu, sekarang dan masa mendatang”, diceritakan bahwa pada awal November 1999 Presiden Republik Indonesia KH.Abudurrahman Wahid (Gus Dur) berinisi-atif memanggil Jaksa Agung Marzuki Darusman untuk mendiskusikan kon-sep pengawasan terhadap penyelenggara negara yang sama sekali baru.Diskusi tersebut juga melibatkan Antonius Sujata seorang mantan Jampidsus pada saat Kejaksaan Agung dipimpin oleh Andi Ghalib. Setelah melakukan serangkaian pembicara Gus Dur menyepakati sebuah konsep pengawasan untuk mendukung proses pemberantasan KKN yaitu Ombudsman.

Maka, pada 8 Desember 1999 Gus Dur menerbitkan Keppres No. 155 Tahun 1999 tentang Tim Pengkajian Pembentukan Lembaga Ombuds-man. Keppres tersebut ternyata keluar dari hasil pembicaraan yang telah

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

disepakati sebelumnya antara Gus Dur, Marzuki Darusman, dan Antonius Sujata. Keppres Nomor 155 tahun 1999 hanya membentuk Tim Pengkaji-an Ombudsman, sedangkan lembaga Ombudsman secara kongkrit tidak jadi dibentuk. Antonius Sujata melihat hal ini sebagai sesuatu yang lam-ban sementara desakan masyarakat terhadap perbaikan pelayanan umum dan pemberantasan KKN sudah sedemikian kuat. Akhirnya pada tanggal 18 Desember 1999 Antonius Sujata bersama Jaksa Agung Marzuki Darusman kembali menghadap Gus Dur dan menuntut klarifikasi tentang kebaradaan Keppres Nomor 155 tahun 1999, sehingga akhirnya pada tanggal 10 Maret 2000 Gus Dur mengeluarkan Keppres (pengganti) nomor 44 tahun 2000 tentang pembentukan Komisi Ombudsman Nasional yang sekaligus menetapkan Ketua, Wakil Ketua dan Anggota Ombudsman.

Meningkatkan mutu pelayanan negara di segala bidang sehingga se-tiap warga negara dan penduduk Indonesia memperoleh keadilan, rasa aman serta peningkatan kesejahteraan. Membantu menciptakan serta meningkatkan upaya pemberantasan praktek-praktek maladministrasi, diskriminasi, dan KKN. Meningkatkan budaya hukum nasional dan mem-bangun kesadaran hukum masyarakat, sehingga supremasi hukum dapat ditegakkan untuk mencapai kebenaran dan keadilan. Keempat tujuan di atas dapat terpenuhi ketika Ombudsman dapat melaksanakan tugas pengawasannya dengan baik, terkait dengan supra struktur berupa pe-rundang-undangan dan infrastruktur berupa sarana dan pra sarana yang menunjang kegiatan dan pelaksanaan kerja Ombudsman. Lebih dari pada itu, kami berharap, di tengah tugasnya yang berat dan beragam sebagai pelayan publik, Ombudsman bisa menjadi sebuah institusi non pemerintah yang memiliki kekuatan hukum di dalam UUD 1945 melalui amandemen. Dan kami sangat berharap hal tersebut menjadi keniscayaan.

Untuk selanjutnya, kami mengucapkan banyak terimakasih kepada se-mua pihak yang telah membantu terbitnya buku berjudul Pentingnya Op-timalisasi Peningkatan Investigasi Maladministrasi Ombudsman Republik Indonesia. Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan Publik. Semoga buku yang saat ini berada di tangan Anda bisa berguna untuk kini, esok, dan masa mendatang.

Dr. Taufiqurokhman, S.Sos., M.Si.Penulis

V VI

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

V VI

Perbaikan pelayanan publik sangat ditunggu oleh banyak pihak,terutama masyarakat di Indonesia. Oleh sebab itu, Ombudsman perlu didorong agar maksimal mengawasi pelayanan publik. Banyak cara

yang bisa dilakukan, antara lain peran pembaruan manajemen perkara. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa semua informasi yang dikelola bisa dikelola secara lebih efektif dan efisien. Informasi perkara yang meliputi informasi persidangan seperti jadwal sidang, perkembangan persidangan, hingga salinan putusan pengadilan penting untuk disajikan kepada publik untuk keperluan transparansi.

Tujuan akhirnya adalah untuk meningkatkan pelayanan publik dan pelayanan publik merupakan salah satu dari delapan komponen evaluasi reformasi birokrasi. peningkatan pelayanan publik akan menentukan sebaik mana kinerja aparatur pemerintahan, termasuk lembaga hukum. Khusu-nya di dunia peradilan, banyak yang berbicara tentang mafia peradilan. Pengertian saya mengenai mafia berbeda dengan pengertian orang lain. Pengertian mafia itu selalu dikaitkan dengan well organized. Kalau soal ma-fia peradilan kita bicara soal well organized itu, ya tidak akan ketemu. Saya mengartikan mafia peradilan itu sebagai behavior, yaitu tingkah laku yang tidak terpuji. Jadi, criminal behavior.

Mafia peradilan itu tidak hanya di pengadilan, tetapi mulai dari tingkat penyelidikan, penyidikan, calo perkara, dan macam-macam. Masyarakat harus memiliki keberanian melaporkan apa yang menjadi penyelewengan, apa pun bentuknya. Memang ada problema perlindungan saksi. Karena itu, memang perlu ada UU tentang perlindungan saksi. UU 31/ 1999 (tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi-Red) memang memberikan per-lindungan saksi. Tetapi, bunyi pasalnya tidak bagus, karena kira-kira isinya nama saksi bisa dirahasiakan. Di pengadilan ini menjadi tidak bermakna, karena hakim dapat meminta saksi itu untuk dihadirkan dan didengar keterangannya.

Ombudsman Republik Indonesia dengan kewenangannya dan lembaga yang dibentuk untuk menghadapi penyalahgunaan kekuasaan oleh aparatur pemerintah dan membantu aparatur agar melaksanakan pemerintahan secara efisien dan adil, juga untuk mendorong pemegang kekuasaan melaksanakan tanggungjawab serta pelayanan secara baik.

SaMBUtan

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

Ombudsman yang dikenal sebagai lembaga independen dapat menerima dan meyelidiki keluhan-keluhan masyarakat yang menjadi korban kesalahan administrasi (maladministration) publik bisa mejalankan tugas dan fungsinya secara efektif.

Apa yang menjadi tugas Ombudsman, sesuai dengan SK KMA No.026/KMA/SK/II/2012 tentang Standar Pelayanan Pengadilan yang ditetapkan 9 Februari 2012. Kebijakan ini berbicara standar layanan yang harus diterima oleh pengguna jasa peradilan, yang merupakan amanat dari UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Berlakunya standar pelayanan publik bagi pengadilan mendorong badan peradilan ke zona baru, yaitu zona kebebasan yang bertanggung jawab, untuk lebih berhati-hati dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya, yang notabene adalah memberikan pelayanan.

Secara pribadi saya mengucapkan selamat atas diterbitkannya buku berjudul Optimalisasi Investigasi Maladministrasi Ombudsman RI. Apa yang ada di dalam buku yang ditulis oleh Sdr. Taufiqurokhman diharapkan mampu memberikan pengayaan wawasan dan menambah motivasi men-genai Ombusman Republik Indonesia.

Prof. Dr. H. Bagir Manan, S.H., M.CL.Mantan Ketua Mahkamah Agung

VII VIII

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

VII VIII

SaMBUtanTuntutan akan lulusan lembaga pendidikan yang bermutu semakin men-

desak dan menjadi keniscayaan karena semakin ketatnya persaingan da-lam lapangan kerja. Oleh sebab itu diperlukan praktik good governance dalam bidang pendidikan mengingat kita memerlukan metodologi yang tepat untuk mencapai mutu pendidikan terbaik. Karenanya, penerapan manajemen mutu terpadu (MMT) atau dikenal dengan Total Quality Man-agement (TQM) dalam bidang pendidikan yang dibutuhkan.

Untuk itu sangat diperlukan kebijakan umum dan strategis di tingkat na-sional agar implementasi MMT dapat berjalan dengan lancar. Selain itu, perlu juga kebijakan manajerial, baik untuk lembaga pendidikan maupun publik secara keseluruhan. Kebijakan tersebut kemudian ditindaklanjuti den-gan pedoman sektoral bidang pendidikan sebagai kebijakan teknis ten-tang MMT. Upaya untuk mencapai mutu pendidikan terbaik juga memerlu-kan pendekatan khusus, seperti diperlukannya penekanan perubahan cara pandang (mindset), penyuluhan, pendampingan, dan pemberdayaan un-sur penyelenggara negara dan lembaga dalam bidang pendidikan.

Tidak lupa, aplikasi teknologi yang menunjang sistem manajemen pen-didikan dan pilihan-pilihan strategis lain juga diperlukan. Sebab, perkemban-gan teknologi yang cepat menuntut pula aplikasi teknologi dalam pendidi-kan pada era informasi seperti sekarang ini, baik dalam tataran kebijakan strategis, kebijakan manajerial maupun kebijakan teknis. Dengan demikian, semuanya dapat mendukung perwujudan good governance, khususnya di bidang pendidikan. Tidak bisa dipungkiri, penerapan good governance bidang pendidikan juga tidak lepas dari hambatan dan masalah. Prob-lematika penerapan good governance dalam bidang pendidikan tersebut antara lain perlunya peningkatan pelayanan publik, kapabilitas kebijakan dalam tataran implementasi yang harus bisa dilaksanakan tanpa birokrasi yang berbelit-belit, dan system manajemen keuangan yang perlu diper-baiki dari yang sudah ada. Tidak hanya itu, peraturan dan prosedur standar pelayanan public yang berkualitas juga sangat diperlukan, sehingga tidak birokratis serta inefisiensi alokasi sumber-sumber publik juga turut menyum-bang hambatan efektifnya penerapan good governance dalam bidang pendidikan.

Menurut hemat saya, keberadaan Ombudsman RI memang sangat

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

IX

dibutuhkan dan kinerjanya harus lebih ditingkatkan. Seperti yang disimpul-kan oleh Bank Dunia yang dilaporkan dalam World Development Report 2002, pelayanan publik di Indonesia masih perlu ditingkatkan. Hasil peneli-tian Governance and Desentralization Survey (GDS) 2002 menemukan tiga masalah penting yang banyak terjadi di lapangan dalam penyelengga-raan pelayanan publik, yaitu pertama, besarnya diskriminasi pelayanan. Penyelenggaraan pelayanan masih amat dipengaruhi oleh nepotisme, kesamaan afiliasi politik, etnis, dan agama. Fenomena semacam ini tetap marak walaupun telah diberlakukan UU No. 28 Tahun 1999, tentang Penye-lenggaraan Negara yang Bersih dari KKN yang secara tegas menyatakan keharusan adanya kesamaan pelayanan, bukannya diskriminasi.

Kedua, tidak adanya kepastian biaya dan waktu pelayanan. Ketidak-pastian ini sering menjadi penyebab munculnya KKN, sebab para peng-guna jasa cenderung memilih menyogok dengan biaya tinggi kepada penyelenggara pelayanan untuk mendapatkan kepastian dan kualitas pelayanan. Ketiga, rendahnya tingkat kepuasan masyarakat terhadap layanan publik. Ini merupakan konsekuensi logis dari adanya diskriminasi pelayanan dan ketidakpastian. Namun demikian, optimalisasi pelayanan publik oleh birokrasi pemerintahan bukanlah pekerjaan mudah, mengingat optimalisasi menyangkut berbagai aspek yang telah membudaya dalam lingkaran birokrasi pemerintahan. Oleh sebab itu, dibutuhkan kerjasama se-mua pihak dan sebagai pemandunya adalah Ombudsman RI dan buku yang saat ini tengah Anda baca merupakan hal terbaik di tengah carut-marutnya pelayanan publik di Indonesia. Tidak lupa, saya ucapkan sela-mat atas diterbitkannya buku ini.

Prof. Dr. H. Ravik Karsidi, M.S.Ketua Forum Rektor Indonesia (FRI) Tahun 2014

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

X

BaB IKenaLI OMBUDSManPengertian Ombudsman

PenYeBaran OMBUDSMan Ke BerBagaI negara Sejarah Ombudsman dan Penyebarannya

tUgaS Dan WeWenang OMBUDSMan

InStItUSI OMBUDSMan DI InDOneSIa Sejarah dan Perkembangan Ombudsman di Indonesia

Ombudsman dan Undang-undang

Yogyakarta sebagai Pionir Ombudsman Daerah

Fungsi Komisi Ombudsman

Komisi Ombudsman Daerah dan Menggagas Fungsinya

Strategi Pembentukan Komisi Ombudsman Daerah 16

Pembahasan Pembentukan Strategi Pembetukan Ombudsman

Daerah 16

Ombudsman Daerah dan Good Governance 19

BaB IItUgaS Dan WeWenang OMBUDSMan rIDaLaM PeLaYanan PUBLIK 21Asal Usul Ombudsman 21

Sejarah Parlianmentary Ombudsman Swedia dan Chief Justice 22

Berbagai Jenis Ombudsman 23

Pengawasan 24

Kewenangan 25

Pengertian Kewenangan 27

Macam-Macam Cara Memperoleh Kewenangan 27

Teori Kewenangan 28

Daftar ISI0

01

01

0203

04

05

0507

091113

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

XI

Mencermati Sejarah Ombudsman Nasional 29

Permasalahan 32

Pembahasan 32

RUU Disahkan menjadi UU Ombudsman 33

BaB IIIOPtIMaLISaSI PeLaYanan PUBLIK DI InDOneSIa 38Menciptakan Praktek Terbaik Pelayanan Publik di Indonesia 40

Ombudsman sebagai Kontrol Pelayanan Publik 44

OPtIMaLISaSI KInerJa OMBUDSMan rePUBLIK InDOneSIa 48Tinjauan tentang Reformasi Birokrasi 54

Upaya Hukum untuk Meningkatkan Peranan Ombudsman 56

efeKtIVItaS KInerJa LeMBaga OMBUDSMan DaLaM MengaWaSI PeLaYanan PUBLIK 58Pelayanan Publik dan Kinerja Ombudsman di Gorontalo 61

Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Gorontalo Berdayakan Masyarakat 61

OMBUDSMan DaeraH Dan PeMBerDaYaannYa 62Dalam Hal Kelembagaan 67

Secara Personal 68

BaB IVInVeStIgaSI DUgaan MaLaDMInIStraSI PeLaYanan PUBLIK Meningkatkan Kualitas Pelayanan Tugas ORI 70

Tujuan Program Perubahan 72

Manfaat Program Perubahan 73

Ruang Lingkup dan Strategi 73

Output Kunci Program Perubahan 74

DeSKrIPSI PrOgraM PerUBaHan 75

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

XII

PeLaKSanaan PrOgraM PerUBaHan 82Tata Kelola Program Perubahan 82

Faktor Kunci Keberhasilan 83

BaB VUrgenSI PengatUran OMBUDSMan DaLaM UUD 1945 85Ombudsman Semakin Dibutuhkan 85

Prosedur Perubahannya 90

Kedudukan dan Fungsi OmbudsmanSebagai Lembaga

Perlindungan Rakyat 101

Kedudukan Dan Fungsi Ombudsman Sebagai Lembaga

Perlindungan Rakyat 103

Fungsi Ombudsman Sebagai Lembaga Perlindungan Rakyat 103

BaB VIOPtIMaLISaSI KInerJa OrI 107Upaya Reformasi Birokrasi Pasca UU No. 37 Tahun 2008 107

Tinjauan tentang Ombudsman Republik Indonesia 109

Tinjauan tentang Reformasi Birokrasi 114

Latar Belakang Pembentukan ORI Terkait Upaya Reformasi Birokrasi 115

Keterkaitan ORI dengan Upaya Reformasi Birokrasi 121

BaB VIIMeMaHaMI MaLaDMInIStraSI Maladministrasi dalam Penyelenggaraan Pelayanan Publik 125

APA YANG DIMAKSUD DENGAN MALADMINISTRASI 129

Definisi Maladministrasi menurut Undang-Undang Ombudsman RI

Bentuk-bentuk Maladminstrasi yang Paling Umum

LANDASAN HUKUM TENTANG PENCEGAHAN DAN

PENYELESAIAN MALADMINISTRASI

KONSEKUENSI HUKUM DARI TINDAKAN, KEPUTUSAN, DAN PERISTIWA 133

APAKAH MALADMINISTRASI HANYA DILAKUKAN OLEH PENYELENGGARA NEGARA

DAN PEMERINTAHAN? 134

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

XI

MENGAPA MALADMINISTRASI DILAKUKAN OLEHPENYELENGGARA NEGARA ATAU

PEGAWAI NEGERI PERLU DICEGAH DALAM SUATU INSTANSI/KEMENTERIAN/LEM-

BAGA? 134

BAGAIMANA MENGIDENTIFIKASI MALADMINISTRASI? 135

BENTUK-BENTUK MALADMINISTRASI 136

BENTUK-BENTUK LAIN 138

JIKA SAYA MELAKUKAN MALADMINISTRASI APA YANG HARUS

SAYA LAKUKAN? 141

MENGAPA HARUS MELAPOR KE OMBUDSMAN JIKA MENJADI KORBAN

MALADMINISTRASI? 141

APA SAJA YANG HARUS ANDA SIAPKAN UNTUK MELAPOR KE OMBUDSMAN? 142

BAGAIMANA JIKA ANDA TIDAK MELENGKAPI BERKAS LAPORAN

DALAM WAKTU 30 (TIGA PULUH HARI? 143

[CONTOH 1] PENUNDAAN BERLARUT 145

[CONTOH 2] PENYALAHGUNAAN WEWENANG 146

[CONTOH 3] PENYIMPANGAN PROSEDUR 147

[CONTOH 4] PENGABAIAN KEWAJIBAN HUKUM 148

[CONTOH 5] TIDAK TRANSPARAN DALAM PENGENAAN TARIF 149

[CONTOH 6] KELALAIAN 150

[CONTOH 7] DISKRIMINASI 151

[CONTOH 8] TIDAK PROFESIONAL 152

[CONTOH 9] KETIDAKJELASAN INFORMASI 153

[CONTOH 10] TINDAKAN SEWENANG-WENANG 154

[CONTOH 11] KETIDAKPASTIAN HUKUM 156

[CONTOH 12] SALAH PENGELOLAAN 156

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

1

Pengertian Ombudsman Ombudsman merupakan lembaga yang dibentuk untuk menghadapi

penyalahgunaan kekuasaan oleh aparatur pemerintah dan membantu aparatur agar melaksanakan pemerintahan secara efisien dan adil, juga untuk mendorong pemegang kekuasaan melaksanakan tanggungjawab serta pelayanan secara baik. Ombudsman dikenal sebagai lembaga independen yang menerima dan meyelidiki keluhan-keluhan masyarakat yang menjadi korban kesalahan administrasi (maladministration) publik.

Akan tetapi, sesungguhnya Ombudsman tidak sekedar sebuah sistem untuk menyelesaikan keluhan masyarakat kasus demi kasus, yang utama mengambil inisiatif untuk mengkhususkan perbaikan administratif atau sitemik dalam upayanya meningkatkan mutu pelayanan masyarakat. Maladministrasi adalah perbuatan koruptif yang meskipun tidak menimbul-kan kerugian negara, namun mengakibatkan kerugian bagi masyarakat (warga negara dan penduduk) karena tidak mendapatkan pelayanan publik yang baik, mudah, murah, cepat, tepat, dan berkualitas.

Bryan Gilling dalam tulisannya yang berjudul The Ombudsman In New Zealand mengungkapkan bahwa pada zaman kekaisaran Romawi terdapat insitusi Tribuni Plebis yang tugasnya melindungi hak-hak masyarakat lemah dari penyalahgunaan kekuasaan oleh para bangsawan. Ini berarti, tugas-nya sama dengan apa yang ditunjukkan Ombudsman yang menurut seja-rah pertama kali lahir di Swedia. Selain di New Zealand atau di Indonesia lebih dikenal dengan sebutan Selandia Baru, bentuk pengawasan seperti Ombudsman juga telah banyak ditemui pada masa kekaisaran Cina (Pope: 1999:115). ketika pada tahun 221 SM, Dinasti Tsin mendirikan lembaga pengawasan bernama Control Yuan atau Censorate. Institusi tersebut bertugas melakukan pengawasan terhadap pejabat-pejabat kekaisaran dan sebagai ‘perantara’ bagi masyarakat yang ingin menyampaikan aspirasi, laporan, atau keluhan kepada Kaisar.

Menurut Deean M. Gottehrer, pada dasarnya Ombudsman berakar dari

BaB IKenaLI OMBUDSMan

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

2

prinsip-prinsip keadilan yang menjadi bagian dari mekanisme pengawasan dalam sistem ketatanegaraan Islam. Hal tersebut dapat dilihat pada masa Khalifah Umar bin Khatab (634-644) yang saat itu memposisikan diri sebagai Muhtasib, yaitu orang yang menerima keluhan dan termasuk dapa t m e n y e l e s a i ka n p e r s e l i s i h a n a n t a r a m a s y a r a ka t d e n g a n pejabat pemerintah. Tugas sebagai Muhtasib dijalani Khalifah Umar den-gan melakukan penyamaran dan mengunjungi berbagai wilayah secara diam-diam guna mendengar sendiri keluhan langsung dari rakyat ter-hadap Pemerintah (Gottehrer:2000). Khalifah Umar kemudian mem-bentuk lembaga Qadi Al Quadat (Ketua Hakim Agung) dengan tugas khusus melindungi warga masyarakat dari tindakan sewenang-wenang dan penyalahgunaan kekuasaan pejabat pemerintah (Gilling:1998).

PenYeBaran OMBUDSMan Ke BerBagaI negaraSejarah Ombudsman dan Penyebarannya

Ide pembentukan Institusi Ombudsman pertama kali datang dari Raja Charles XII (1697-1718) di Swedia setelah tahun dia 1709 melarikan diri ke Turki karena kalah perang dengan Rusia dalam The Great Northern War (1700-1721). Sepulang dari pengasingan tersebut, pada 1718 Raja Charles XII memutuskan untuk membentuk Office of The King’s Highest Ombudsman. Keputusan Raja Charles XII membentuk Office of The King’s Ombudsman terpengaruh dengan konsep pengawasan dalam sistem Turkish Office of Chief Justice.

Selanjutnya, sistem pengawasan Ombudsman di Swedia terus menga-lami perkembangan hingga secara resmi The King’s Highest Ombudsman yang pada awalnya merupakan Executive Ombudsman berkembang men-jadi Parlianmentary Ombudsman dengan dimasukkannya Ombudsman dalam Konstitusi Swedia Tahun 1809. Selama satu setengah abad berlalu, institusi Ombudsman hanya dikenal di Swedia dan baru setengah abad belakangan sistem Ombudsman menyebar ke berbagai penjuru dunia (Sujata dan Surachman: 2002:29).

Meski lambat, namun akhirnya sistem pengawasan Ombudsman terus berkembang. Saat ini lebih dari seratus negara yang memiliki institusi Ombudsman atau mirip Ombudsman. Kurang lebih lima puluh negara bah-kan telah mencantumkan pengaturan Ombudsman dalam konstitusi, antara lain Denmark, Finlandia, Filipina, Thailand, Afrika Selatan, Argentina, dan Meksiko. Thailand yang usia Ombudsman-nya notabene lebih muda dari komisi Ombudsman nasional, telah lebih dahulu mencantumkan ketentuan tentang Ombudsman dalam konstitusi (Masturi:2004).

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

3

Seperti sudah dijelaskan sebelumnya, akar sejarah perkembangan Ombudsman modern dapat dilacak dari istilah justitie ombudsman (Ombudsman for justice) di Swedia yang didirikan pada tahun 1809.

Institusi Ombudsman mulai menyebar ke negara-negara lain pada abad ke dua puluh, yaitu ketika negara-negara Skandinavia mulai mengadop-sinya: Finlandia (1919), Denmark (1955), dan Norwegia (1962). Popularitas institusi Ombudsman kemudian meningkat sejak dekade 1960-an, ketika banyak negara-negara persemakmuran dan negara-negara lain, teruta-ma negara-negara Eropa mendirikan institusi Ombudsman seperti halnya Selandia Baru (1962), Inggris (1967), Provinsi-provinsi di Kanada (mulai ta-hun 1967), Tanzania (1968), Israel (1971), Puerto Rico (1977), Australia (1977 pada tingkat federal, 1972-1979 pada tingkat negara), Perancis (1973), Por-tugal (1975), Austria (1977), Spanyol (1981) dan Belanda (1981).

Pada tahun 1998, lebih dari 100 negara di seluruh dunia telah memben-tuk lembaga Ombudsman. Di beberapa negara ada Ombudsman yang eksistensinya berada pada tingkat regional, provinsi, negara bagian atau pada tingkat distrik (kabupaten/kotamadya). Beberapa negara mempunyai institusi Ombudsman pada tingkat nasional, regional, dan sub-nasional sep-erti Australia, Argentina, Meksiko, dan Spanyol. Sementara negara-negara lain mempunyai institusi Ombudsman pada tingkat sub-nasional pemerin-tahan seperti Kanada, India, dan Italia. Institusi Ombudsman sektor publik banyak ditemukan di negara-negara Eropa, Amerika Utara, Amerika Latin, Karibia, Afrika, Australia, Pasifik, dan Asia.

Walaupun dapat dikatakan lambat tetapi pada akhirnya sistem pengawasan Ombudsman terus berkembang dan saat ini kurang lebih lima puluh negara bahkan telah mencantumkan pengaturan Ombudsman dalam Konstitusi, seperti Denmark, Finlandia, Filipina, Thailand, Afrika Selatan, Argentina, dan Meksiko. Thailand yang usia Ombudman-nya notabene lebih muda dari Komisi Ombudsman Nasional, telah terlebih dahulu mencantumkan ketentuan tentang Ombudsman dalam Konstitusi.

Di negara-negara yang pernah mengalami totalitarian dengan rezim militer yang kuat seperti Afrika misalnya, awalnya juga membentuk KON sebagai bagian dari proses transisi menuju demokrasi. Negara-negara yang berfaham Komunis seperti RRC bahkan memiliki institusi semacam Ombudsman yang sangat kuat bernama Minister of Supervision, begitu juga dengan Vietnam. Sehingga meskipun Ombudsman menjadi suatu

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

4

keharusan dalam negara demokratis, bukan berarti ia (atau setidaknya institusi sejenis Ombudsman) tidak dapat berkembang di negara-negara yang tidak menjadikan demokrasi sebagai pijakan

tUgaS Dan WeWenang OMBUDSManTugas :

1.Menerima laporan dari masyarakat mengenai pelayanan publik yang tidak sesuai. Dengan syarat pelapor adalah Orang yang mempunyai kepentingan terhadap kasus yang dilaporkan.2. Melakukan (investigasi) pemeriksaan atas laporan dari masyarakat. Investigasi dalam konteks Ombudsman merupakan proses penyelidikan terhadap apakah laporan/ keluhan atau informasi yang memang menjadi kewenangannya dapat menemukan bukti-bukti, bahwa pihak terlapor terbukti telah melakukan atau tidak melakukan tindakan sebagaimana dilaporkan atau dikeluhkan. 3. Menindaklanjuti laporan masyarakat dengan dasar wewenang yang dimiliki. 4.Memberi alternatif penyelesaian atau memberi rekomendasi kebijakan atau penyelesaian atas pengaduan tersebut. 5.Melakukan usaha pencegahan dalam ketidaksesuaian pelayanan publik.

Wewenang :

1. Meminta keterangan dari pelapor mengenai laporan yang dilaporkan tersebut 2. Memeriksa berkas-berkas kelengkapan mengenai laporan tersebut 3. Meminta salinan berkas yang diperlukan untuk pemeriksaan4. Melakukan pemanggilan terhadap pelapor dan semua pihak yang terlibat5. Menyelesaikan laporan dengan cara yang disepakati oleh pihak yang bersangkutan6. Membuat rekomendasi untuk penyelesaian laporan7. Mengumumkan hasil pertemuan8. Menyampaikan saran kepada lembaga negara dengan tujuan perbaikan demi pelayanan publik yang lebih baik

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

5

InStItUSI OMBUDSMan DI InDOneSIaSejarah dan Perkembangan Ombudsman di Indonesia

Di Indonesia wacana pembentukan Ombudsman sekitar dua puluh tahun lalu. dan baru menjadi kenyataan pada tahun 2000. Itu sebabnya, mengapa belum banyak buku yang menceritakan sejarah terbentuknya Ombudsman di Indonesia. Satu-satunya rekaman yang dapat kita kutip adalah buku yang ditulis Antonius Sujata dan kawan-kawan pada tahun 2002 berjudul Ombudsman Indonesia, Masa Lalu, Sekarang, dan Masa Men-datang. Dalam buku tersebut diceritakan bahwa pada awal November 1999 Presiden Republik Indonesia KH.Abudurrahman Wahid (Gus Dur) berinisiatif memanggil Jaksa Agung Marzuki Darusman untuk mendiskusikan konsep pengawasan terhadap penyelenggara negara yang sama sekali baru. Diskusi tersebut juga melibatkan Antonius Sujata seorang mantan Jampidsus pada saat Kejaksaan Agung dipimpin Andi Ghalib.

Setelah melakukan serangkaian pembicaraan, Gus Dur menyepakati sebuah konsep pengawasan untuk mendukung proses pemberantasan KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) yaitu Ombudsman. Kemudian pada 08 Desember 1999, Gus Dur menerbitkan Keputusan Presiden Nomor 155 Tahun 1999, tentang Tim Pengkajian Pembentukan Lembaga Ombudsman. Keppres tersebut ternyara keluar dari hasil pembicaraan yang telah disepakati sebelumnya antara Gus Dur, Marzuki Darusman, dan Antonius Sujata. Keppres Nomor 155 tahun 1999 hanya membentuk Tim Pengkajian Ombudsman, se-dangkan lembaga Ombudsman secara kongkrit tidak jadi dibentuk. Hal ini dirasakan Antonius Sujata sangat lamban sementara desakan masyarakat terhadap perbaikan pelayanan umum dan pemberantasan KKN sudah sedemikian kuat.

Oleh karena itu pada, 18 Desember 1999, Antonius Sujata bersama Jaksa Agung Marzuki Darusman kembali menghadap Gus Dur dan meminta klarifikasi tentang kebaradaan Keppres Nomor 155 tahun 1999, keduanya tetap pada rekomendasi hasil pembicaraan yang telah disepakati sebelumnya. Akhirnya 10 Maret 2000 Gus Dur mengeluarkan Keppres (pengganti) nomor 44 tahun 2000 tentang pembentukan Komisi Ombudsman Nasional yang sekaligus menetapkan Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Ombudsman. (Sujata,et al: 2002:hal 2-4).

Tidak sama dengan di Swedia, pembentukan Komisi Ombudsman Nasional (Ombudsman) di Indonesia dilatarbelakangi suasana transisi

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

6

menuju demokrasi. Dengan segala kekurangannya, bagaimanapun kita patut memuji keputusan Gus Dur karena telah berani membentuk Ombudsman sebagai lembaga yang diberi wewenang mengawasi kinerja pemerintahan (termasuk dirinya sendiri) dan pelayanan umum lembaga peradilan.

Tentunya tidak dapat mensejajarkan sejarah pembentuk Ombudsman Swedia dengan Ombudsman di Indonesia. Masing-masing memiliki nilai kesejarahan-sendiri-sendiri, tetapi setidaknya kita bisa melihat adanya kesamaan dalam hal kerendahan hati seorang pemimpin yang sedang, berkuasa karena bersedia membentuk Ombudsman yang akan mengawasi dirinya sendiri.

Saat Gus Dur sadar, bahwa Ombudsman yang dibentuk tersebut nantinya dapat berseberangan dirinya ketika membuat kebijakan ataupun keputu-san baik yang bersifat administratif maupun politis. Dalam perkembangan-nya, meskipun diangkat melalui Keputusan Presiden, Ombudsman memang tidak takut berbeda pendapat dengan Gus Dur sebagai Presiden saat itu. Sikap tersebut ditunjukkan para Anggota Ombudsman saat terjadi polemik berkepanjangan dalam pengangkatan Ketua Mahkamah Agung. Saat itu Gus Dur sebagai Presiden tidak berkenan menetapkan dan mengangkat satu dari dua orang calon Ketua Mahkamah Agung yang diusulkan DPR.

Dalam hal ini, Ombudsman menegaskan berbeda pendapat dengan Gus Dur dan menyatakan bahwa berdasarkan UU No.14 tahun 1985 ten-tang Mahkamah Agung, khususnya pasal 8 ayat (1) pada dasarnya bersifat imperatif, maka semestinya Gus Dur selaku Presiden waktu itu dalam kapasi-tasnya sebagai Kepala Negara wajib menentukan salah satu dari dua calon yang telah diusulkan DPR, karena pasal tersebut tidak memberikan alternatif tindakan lain yang dapat dilakukan Gus Dur sebagai seorang Presiden (Sa-juta dan Surachman: 2003: 10-11). Karena Ombudsman memberikan reko-mendasi yang isinya menyarankan agar Gus Dur selaku Presiden memilih dan menetapkan satu dari dua calon yang sudah diusulkan oleh DPR.

Ternyata Gus Dur mengikuti saran Ombudsman dengan memilih Prof. Dr. Bagir Manan, S.H,MCL sebagai Ketua Mahkamah Agung yang baru. Dengan demikian selesailah polemik yang berkepanjangan di tengah masyarakat. Sejak ,awal Ombudsman memilih bersikap low profile. Sikap ini didasari atas pertimbangan bahwa Ombudsman masih dalam proses pembangunan

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

7

kapasitas kerja dan cesara politis kedudukan Keputusan Presiden juga sangat rantan terhadap ‘fluktuasi’ politik yang berkembang saat itu. Tindakan high profile tanpa didasari perhitungan matang justru akan menjadi kontra produktif bagi Ombudsman yang sedang membangun eksistensi. Bagaimanapun, bila dibandingkan dengan undang-undang, Keputusan Presiden lebih lemah kedudukannya karena dapat dan dengan mudah dicabut sewaktu-waktu.

Ombudsman dan Undang-undangStrategi low profile tersebut membuahkan hasil bagi semakin kuatnya

dukungan terhadap eksistensi Ombudsman, dari mulai pencantuman Om-budsman dalam Undang-undang Nomor 25 tahun 2000, tentang Propenas hingga diterbitkannya TAP MPR Nomor VII/MPR/2001 yang memberikan man-dat kepada eksekutif dan legislatif agar menyusun Undang-undnag Om-budsman.

Bahkan yang terakhir, komisi Konstitusi memasukkan usulan pasal ten-tang Ombudsman dalam naskah Amandemen UUD 1945 yang di susun dan telah diserahkan kepada MPR RI. Usul pengaturan Ombudsman dalam Amandemen UUD 1945 oleh Komisi Konstitusi dimasukkan dalam pasal 24 G ayat (1), berbunyi : Ombudsman Republik Indonesia adalah Ombudsman yang mandiri guna mengawasi penyelenggaraan pelayanan umum pada masyarakat. ayat (2) berbunyi: Susunan, kedudukan, dan kewenangan Om-budsman Republik Indonesia diatur dengan Undang-undang.

Ombudsman merupakan keniscayaan dalam sebuah negara yang di dalamnya menempatkan transparasi publik sebagai faktor penting. Se-bagian kita orang bertanya-tanya apa hubungan Ombudsman dengan demokratis? Sebelum diuraikan lebih lanjut perlu dipahami terlebih dahulu apakah makna demokrasi dan apa pula yang dimaksud transparasi publik. Dalam kebanyakan literatur, secara sederhana demokrasi dapat difahami sebagai bentuk pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. sehingga demokratisasi dapat diartikan sebagai suatu proses yang menga-rahkan agar pemerintahan yang sedang berjalan secara sensitif fapat me-nangkap aspirasi, melibatkan partisipasi, dan mengutamakan kepentingan rakyat dari pada kepentingan penguasa. Rakyat ditempatkan sebagai do-main utama dalam pengertian demokrasi karena pada dasarnya mereka (rakyat) adalah pemegang kedaulatan tertinggi dalam sebuah negara.

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

8

Pada sistem pengawasan Ombudsman, pertisipasi persyaratan penting dan menjadi mainstream utama. Untuk mencapai tujuannya atau mewujudkan good governance. Ombudsman di Indonesia bertugas antara lain mengupayakan partisipasi masyarakat dengan menciptakan keadaan kondusif bagi terwujudnya birokrasi sederhana yang bersih, pelayanan umum yang baik, penyelenggaraan peradilan yang efis ien dan profesional termasuk proses peradilan (persidangan) yang independen dan fair sehingga dapat di jamin t idak akan ada keberpihakan (Sajuta dan Surachman:2002:88).

Dengan demikian apa yang menjadi concern Ombudsman di indonesia pada dasarnya adalah bagian penting dari prasarat terselenggaranya proses demokratisasi dan mendukung upaya mewujudkan transparansi publik. Lebih khusus lagi dalam proses demokratisasi di Indonesia, Ombudsman merupakan bagian oenting dari upaya-upaya untuk mendorong adanya jaminan kebebasan memperoleh informasi, pengawasan yang efektif terhadap eksekutif (chek and balance system) dan penengakan hukum, menjadikan keadi-lan sebagai isu pokok. Jaminan kebebasan memperoleh informasi (termasuk kebebasan pers) sangat dibutuhkan dalam proses trasnsisi menuju demokrasi. Hal tersebut diyakini akan mendorong tingkat partisipasi yang tinggi dari masyarakat untuk ikut melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan negara, baik langsung maupun melalui Ombudsman.

Oleh sebab, itu sudah tepat apabila pada 09 November 2001, Maje-lis Permusyawaratan Rakyat mengeluarkan TAP MPR No.VIII/MPR/2001 yang isinya memberikan mandat kepada Pemerintah dan DPR agar membuat Undang-undang, antara lain tentang kebebasan memperoleh informasi, undang-undang Ombudsman dan Undnag-undang perlindungan saksi. Meskipun MPR sudah memberi mandat sejak 2001, sayangnya ketiga UU tersebut sampai saat ini belum terwujud. Selama lebih dari tiga dasawarsa di bawah kepemimpinan Orde Baru, peran kekuasaan pemerintah (eksekutif) sungguh amat dominan sehingga masyarakat lebih banyak menjadi subjek yang diawasi daripada sebagai subjek yang mengawasi (sajuta dan Surachman : 2002:4).

Usai masa orde baru, proses demokratisasi mengalami masa transisi panjang dan berliku, pada masa itulah Ombudsman di Indonesia lahir dan menjadi bagian penting dalam sejarah transisi menuju demokrasi. Kondisi transional seperti itu sebebnarnya memberikan peluang bagi Ombudsman

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

9

di Indonesia menjadi aktor penting yang ikut mendorong jalannya proses demokratisasi dan memperjuangkan jaminan adanya transparansi publik dari pemerintah dalam setiap proses pembentukan dan pelaksanaan ke-bijakan publik.

Yogyakarta sebagai Pionir Ombudsman daerahSampai saat ini telah tebentuk dua lembaga Ombudsman Daerah di

Ombudsman mencatat, setidaknya ada lebih dari dua puluh daerah yang berniat membentuk Ombudsman daerah. Daerah Istimewa Yogyakarta adalah provinsi pertama yang membentuk lembaga Ombudsman Daerah, dan Asahan (Sumatera Utara) adalah kabupaten pertama yang membentuk Ombudsman Kabupaten.

Munculnya gagasan mengenai otonomi daerah yang ditandai dengan kelahiran Undang-undang (UU) Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah dan UU No.25 Tahun 1999, Tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah kemudian diperbaharui dengan lahirnya UU No.32/2004 dan UU No.33/2004 . Kedua UU tersebut menempatkan daerah sebagai daerah otonom dengan kewenangan yang sangat luas. Otonomi daerah sendiri oleh Pasal 1 angka 4 UU No. 32/2004 dimaknai sebagai hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri uru-san pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai peraturan perundang-undangan.

Pemerintahan daerah memiliki kewenangan dalam seluruh bidang pe-merintahan, kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertah-anan keamanan, peradilan, moneter dan fiscal, dan agama. Munculnya banyak kewenangan yang diberikan kepada daerah tersebut, tentu sangat berseberangan dengan masa orde baru, di mana kewenangan dipegang oleh pemerintah pusat. Karl D. Jason sebagaimana dikutip Yahya Muhaimin menyatakan, bahwa politik orde baru adalah bereucratic politic (politik birokrasi), yaitu suatu kondisi politik yang menempatkan negara pada posisi sangat dominan. Sejalan dengan konsepsi Jason di atas, Harry J. Benda menyebut (pemerintahan) negara orde baru yang lahir pasca kolonial-isasi sebagai Beamtenstaat, yang oleh Arief Budiman dimaknai sebagai Beamtenstaat Indonesia yang di dukung oleh militer sebagai motornya.

Dengan karakteristik demikian watak pemerintahan di bawah rezim orde baru lebih dekat dengan karakteristik rezim totaliter, Suatu rezim yang menurut Alfian ditandai dengan tertutupnya ideologi. Ideologi yang tertu-tup tersebut , karena adanya monopoli ideologi oleh penguasa. Penguasa menggunakan monopoli ideologi sebagai senjata ampuh untuk melumpuh-

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

10

kan dan menghancurkan siapa saja yang mengkritik apalagi menentang kekuasaannya. Komunikasi politik antara penguasa dan rakyat tidak ber-jalan, sebab penguasa melakukan doktrinisasi ideologi, dimana kebenaran ideologi menurut penapsiran penguasa tak dapat dipertanyakan, apalagi dibantah.

Dalam sistem politik totaliter, penguasa biasanya mendminasi atau men-gontrol semua jaringan politik, baik supra struktur politik (eksekutif, legislatif, yudikatif), maupun inpra struktur politik, seperti partai politik, preasure group, pers dan lain-lain. Hal tersebut turut berpengaruh pada hubungan antara pemerintahan pusat dan daerah di era orde baru, dimana pada saat itu seluruh kebijakan berpusat pada pemerintahan pusat (sentralisasi).

Reformasi di pertengahan 1998 memberikan implikasi besar pada kon-disi makro sosio-politik, termasuk perubahan hubungan pemerintahan pusat dan daerah, dari sentralisasi menjadi desentralisasi. Pemerintahan daerah diberi berbagai kewenangan untuk mengurus dan mengatur pemerintahan serta masyarakatnya. Pemberian kewenangan yang sangat besar tersebut dalam implikasinya membuat ketidaksiapan di level daerah. Di lapangan praktis, otonomi daerah memunculkan ‘dilema’. Di satu sisi pemberian ke-wenangan yang besar kepada pemerintahan daerah yang tidak didukung oleh kesiapan memadai, membuat pemerintahan daerah tidak dapat se-cara optimal menggunakan kewenangan tersebut untuk mengurus dan mengatur daerahnya.

Sedangkan di lain sisi, masyarakat daerah terus mengharapkan suatu pemerintahan daerah yang demokratis, yang dapat diakses, transparan, serta akuntabel. Dalam kontek ini, otonomi daerah yang sejatinya adalah pemberdayaan masyarakat dan potensi daerah dalam rangka pemban-gunan daerah, lebih didominasi oleh praktek-praktek korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) dan maladministrasi di semua lini birokrasi, serta kurang transparan dan minimnya publikasi peraturan-peraturan umum.

Sementara berbagai instrumen yang dimiliki pemerintah daerah juga belum mampu menunjukkan signifikasinya dalam mengatasi berbagai ‘kebobrokan’ pemerintahan daerah di atas. Sehingga untuk mengatasi permasalahan tersebut dibutuhkan suatu media yang dapat menjadi jembatan antara pemerintahan daerah dengan masyarakatnya atau sebaliknya. Dalam kontek ini wacana pembentukan Komisi Ombudsman Daerah sebagai suatu komisi yang memiliki fungsi dasar untuk menampung aspirasi masyarakat, sekaligus menjadikan masyarakat sebagai penga-was bagi pemerintahan daerah menjadi menarik untuk segera direalisasi-kan. Dan hal yang perlu dikaji adalah :

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

11

1. Fungsi Komisi Ombudsman Daerah 2. Strategi Pembentukannya di Daerah 3. Relasi antara Good Governance dan Ombudsman Daerah

Fungsi Komisi Ombudsman Sama halnya dengan Ombudsman Pusat, Komisi Ombudsman Daerah

pada dasarnya merupakan sebuah lembaga yang secara mandiri men-erima dan menyelidiki tuduhan-tuduhan kesalahan administrasi (maladmin-istrasi). Menurut Jeremy Pope fungsi dari komisi ombudsman adalah :

1. Pertama : Memeriksa keputusan, proses, rekomendasi, tindakan kela-laian atau perbuatan yang bertentangan dengan hukum, aturan-aturan atau peraturan, atau pembebasan dari praktek atau prosudur yang sudah ada, kecuali kalau dilakukan dengan itikad baik dan mempunyai alasan yang masuk akal yang berlawanan, sewenang-wenang atau tidak masuk akal, tidak adil, menyimpang, intimidatif, atau diskriminasi, yang berland-askan dasar-dasar yang tidak relevan atau yang melibatkan penggunaan kekuasaan, atau menolak hal serupa itu karena alasan korupsi, kolusi dan nepotisme, atau motif yang tidak patut seperti penyogokan, kebobrokan, akses administratif.

2. Kedua : memeriksa keteledoran, ketiadaan perhatian, kelambanan,ketidakberwenangan, ketidak efisienan dan ketidakcakapan dalam administrasi atau pelaksanaan tugas dan tanggung jawab.

Sedangkan Teten Masduki menyebutkan fungsi ombudsman sebagai :

1. Pertama : mengakomodasi partisipasi masyarakat dalam upayamemperoleh pelayanan umum yang berkualitas dan efisien,penyelenggaraan peradilan yang adil, tidak memihak dan jujur.

2. Kedua : meningkatkan perlindungan perorangan dalam memperoleh pelayanan publik, keadilan dan kesejahteraan, serta mempertahankan hak-haknya terhadap kejanggalan tindakan penyalahgunaan wewenang (abuse of power), keterlambatan yang berlarut-larut (undue delay), serta diskresi yang tidak layak.

Di banyak negara, Ombudsman telah menjadi lembaga alternatif bagi warga masyarakat untuk menyelesaikan keluhan atau ketidakpuasan terhadap birokrasi pemerintah secara cepat, gratis, tidak perlu mem-

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

12

bayar pengacara dan aman (kerahasiaan pelapor terlindungi). Penye-lesaian melalui lembaga peradilan untuk masalah maladministrasi telah banyak ditinggalkan karena sangat lamban, mahal dan jauh dari kemudahan, disebabkan proses dan prosedurnya. Sebagai gambaran, berikut akan digambarkan secara singkat mengenai keberadaan, serta fungsi komisi Ombudsan di beberapa negara :

Ombudsman di Swedia - Di Swedia Ombudsman berdiri pada tahun 1809, sebagai pelopor pertama berdirinya Ombudsman di dunia, bahkan sekitar 200 tahun sebelum kejaksaan modern berdiri di Perancis dan polisi modern di Inggris, merupakan Ombudsman yang bertanngungjawab ke-pada parlemen. Tugasnya melakukan pengawasan terhadap pengadilan dan administrasi publik untuk kepentingan para individu, bekerja secara independen dari pemerintah dan atas nama parlemen.

Cakupan tugas dan wewenang dari ombudsman di Swedia adalah seluruh lembaga peradilan, pemerintahan, pejabat eksekutif, pejabat publik, namun tidak mengawasi parlemen, hal ini dikarenakan pertanggung jawabannya kepada parlemen. Dalam hubungannya dengan lembaga peradilan, ombudsman menghindari masalah substantif keputusan dari Pengadilan Umum dan Pengadilan Tata Usaha Negara dan hanya mengerjakan masalah-masalah prosudural. Mempunyai wewenang untuk menuntut dan melakukan investigasi terhadap para pejabat birokrasi dan pegawai pemerintah, militer dan hakim. Sedangkan bila ombudsaman sendiri melakukan penyimpangan, maka yang berwenang mengadili adalah Mahkamah Agung Swedia.

Ombudsman di Belanda - Ombudsman di Belanda diatur dalam konstitusi negara tersebut, Anggotanya dipilih oleh Majelis Rendah Parlemen atas re-komendasi Wakil Ketua Dewan Negara, Ketua Mahkamah Agung dan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan. Para anggota tersebut tidak diperkenankan merangkap jabatan. Rekomendasi yang di keluarkan ombudsman bersifat tidak mengikat, sehingga tergantung otoritas administrasi pemerintah.

Ombudsman di Selandia Baru - Ombudsman dibentuk beradasarkan rekomendasi DPR, anggotanya tidak boleh merangkap jabatan. Masa jabatannya sama dengan masa jabatan DPR dan hanya dapat dicopot oleh Gubernur Jenderal. Investigasi yang dilakukan Ombudsman di Selandia Baru mencakup segala hal yang berkaitan dengan tindakan

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

13

menyimpang/melalaikan kewajiban dari aparat pemerintah.

Ombudsman Nasional - Sedangkan Komisi Ombudsman Nasional di In-donesia yang dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 44 Tahun 2000 tidaklah mengatur secara terperinci mengenai peran, fungsi, maupun wewenang komisi tersebut. Dalam Pasal 2 Kepres tersebut disebut-kan :

Ombudsman Nasional adalah lembaga pengawasan masyarakat yang berasaskan Pancasila dan bersifat mandiri, serta berwenang melakukan klarifikasi, monitoring atau pemeriksaan atas laporan masyarakat mengenai penyelenggaraan negara khususnya pelaksanaan oleh aparatur pemerin-tahan termasuk lembaga peradilan terutama dalam memberikan pelayan-an kepada masyarakat.

Adapun tugas dari Komisi Ombudsman Nasional ini berdasarkan pasal 4 Kepres di atas adalah :

1. Menyebarluaskan pemahaman mengenai lembaga Ombudsman2. Melakukan koordinasi dan atau kerjasama dengan Instansi Pemerintah, Perguruan Tinggi, Lembaga Swadaya Masyarakat, Para Ahli, Praktisi, Organisasi Profesi, dan lain-lain.3. Melakukan langkah untuk menindaklanjuti laporan atau informasi mengenai terjadinya penyimpangan oleh penyelenggara negara dalam melaksanakan tugasnya maupun dalam memberikan pelayanan umum.4. Mempersiapkan konsep Rancangan Undang-undang tentang Ombudsman Nasional

Komisi Ombudsman daerah dan Menggagas FungsinyaDi dalam Kepres No.4/2000 tidak disebutkan mengenai adanya Komisi

Ombudsman Daerah, padahal sebagaimana disebutkan di atas urgensi pembentukan Komisi Ombudsman Daerah seiring dengan diterapkannya otonomi daerah sangatlah penting. Sementara RUU mengenai Komisi Ombudsman Nasional yang diamanatkan pasal 4 Kepres No 44/2000 di atas belum terealisasi menjadi UU sampai sekarang.

Pemberian kewenangan yang besar kepada daerah pasca diterapkannya otonomi daerah mengandung konsekwensi bahwa banyak persoalan yang berkaitan dengan publik di tangani daerah, bukan pusat

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

14

seperti sebelum diterapkannya otonomi daerah. Sehingga Kedudukan Komisi Ombudsman yang berada di pusat dirasa kurang relevan. Pembentukan Komisi Ombudsman Daerah akan jauh lebih efektif, atas ala-san kedekatannya dengan masyarakat setempat serta dengan pemerintahan daerah. Pertanyaannya bagaimana fungsi Komisi Ombudsman Daerah agar dapat bekerja secara efektif dan menjawab berbagai persoalan maladministrasi publik di daerah.

Fungsi dari Komisi Ombudsman Daerah, sama dengan komisi Ombuds-man pada umumnya, sebagaimana digambarkan di atas, yaitu :

1. Sebagai lembaga pengawasan eksternal terhadap pelayanan umum yang merupakan kewenangan pemerintahan daerah.

2. Memberikan rekomendasi yang bersifat non legal binding kepada pejabat dan atau badan tata usaha di daerah yang berwenang sesuai dengan persoalan yang ditangani. Dalam kontek ini ombudsman daerah di posisikan sebagai “mahkamah pemberi pengaruh”, sehingga ombudsman daerah harus berwibawa dengan cara mendapat rekognisi politik yang kuat dan kedudukan hukum yang tinggi.

3. Sebagai lembaga yang memiliki kekuasaan untuk : Memeriksa, mengajukan pertanyaan-pertanyaan tertulis dan memaksa untuk meminta jawaban kepada lembaga atau pejabat di daerah sesuai dengan kewenangannya. Juga memiliki kekuasaan untuk mengakses dokumen dan memaksa orang atau instansi untuk menyerahkan dokumen dan bukti-bukti yang relevan. Ombudsman daerah pun memiliki hak inisiatif dan diskresi untuk melakukan penyelidikan dan mengajukan perbaikan sistemik, dan menyampaikan hasil penyelidikan, penilaian dan rekomendasi yang diusulkan kepada publik.

Kewenangan yang dimiliki oleh daerah otonom sebagaimana ditegaskan dalam pasal 7 UU No.22/199 yang di pertegas kembali setelah berlakunya UU No.32/2004 dalam pasal 10 ayat (3) UU tersebut, menyatakan bahwa pemerintahan daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, kecuali kewenangan-kewenangan di bidang :

1. Politik luar negeri2. Pertahanan3. Keamanan

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

15

4. Yustisi5. Moneter dan fiskal nasional6. Agama

Bersandar pada kewenangan daerah di atas, maka menurut yurisdiksi Ombudsman daerah berada di bidang public administration yang dilimpahkan ke daerah. Sedangkan berkaitan dengan enam kewenangan yang dimiliki pemerintahan pusat, Komisi Ombudsman Daerah dapat melakukan koordinasi dengan Komisi Ombudsman Nasional. Langkah demikian dipraktikkan dalam konteks komisi ombudsman federal Australia, yang memiliki kewenangan mengawasi kualitas pelayanan publik di negara federal.

Dalam menjalankan fungsi tersebut, hendaknya Komisi Ombudsman Daerah di arahkan untuk :

1. Independen dalam melakukan kerjanya. Ombudsman sedapat mungkin bersifat mandiri (independen) dan tidak memiliki hubungan organik dengan lembaga-lembaga lain atau disubordinasi oleh kekuasaan negara, meskipun Ombudsman dirancang untuk dipilih oleh DPRD dan di-angkat oleh Gubernur atau Bupati/Walikota dan harus memberikan laporan pertanggungjawaban kepada yang memilihnya.

2. Dapat langsung memberikan rekomendasi kepada atasan pejabat yang diduga melakukan maladministrasi, tak terkecuali Gubernur dan atau Bupati/Walikota.

3. Dapat mempublikasikan rekomendasi-rekomendasi yang dikeluarkannya di media massa. Hal ini penting agar Ombudsman daerah dapat diakses oleh semua lapisan masyarakat, sehingga Ombudsman tidak melayani atau dinikmati oleh segelintir orang saja, sekaligus sebagai shock therapy atas perilaku maladministrasi.

4. Secara hukum, ombudsman daerah sedapat mungkin diberikan hak imunitas dari berbagai tuntutan dan gugatan di pengadilan atas tindakan-benar dalam menjalankan kewenangannya.

5. Dari sisi anggaran, Ombudsman daerah harus didukung oleh pembi-ayaan yang cukup, rutin dan teralokasikan secara khusus dalam pos ang-garan.

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

16

Strategi Pembentukan Komisi Ombudsman DaerahStrategi pembentukan komisi ombudsman di daerah berkaitan dengan

beberapa hal, yaitu ;

1. Kedudukan Komisi Ombudsman Daerah2. Lembaga pembentuk Komisi Ombudsman Daerah3. Alas hukum yang di gunakan dalam rangka pembentukan Komisi Ombudsman Daerah.

Pembahasan Pembentukan StrategiPembetukan Ombudsman daerah

Kedudukan Komisi Ombudsman Daerah - Perdebatan yang menarik dari kedudukan Komisi Ombudsman Daerah adalah, dimana seharusnya komisi ombudsman diletakkan dalam rangka mewujudkan pemerintahan daerah yang baik. Dari kaca mata hukum tata negara, perdebatan tersebut dijawab dengan mendasarkan pada di mana kewenangan otonomi daerah itu di berikan secara luas.

Berdasarkan UU No.32/2004 kewenangan pemerintahan daerah provinsi lebih luas di banding pemerintahan daerah kabupaten dan/atau kota, hal ini dapat di telusuri dalam pasal 13 UU tersebut, di mana pemerintahan daerah provinsi mencakup urusan yang berkaitan dengan lintas kabupaten dan/ atau kota, begitu pula dengan kewenangan Gubernur selaku kepada daerah provinsi di berikan kewenangan untuk menyelesaikan perselisihan dalam penyelenggaraan fungsi pemerintahan antar kabupaten/kota.

Dalam konteks kewenangan provinsi yang mencakup urusan lintas kabupaten/kota itu, kiranya relevan untuk membentuk Komisi Ombudsman Daerah di level provinsi. Hal ini juga dimaksudkan sebagai embrio awal lahirnya komisi ombudsman lainnya di level kabupaten/kota.

Lembaga Pembentuk Komisi Ombudsman Daerah - Menurut Pratikno, ada dua (2) jenis Ombudsman dilihat dari segi lembaga pembentuknya, yaitu :

a. Ombudsman Parlementer. Ombudsman ini dipilih oleh parlemen atau kepala negara, tetapi bertanggungjawab kepada parlemen.b. Ombudsman Eksekutif. Ombudsman ini diangkat oleh Kepala Negara dan bertanggung jawab kepada kepala negara.

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

17

Kedua jenis Ombudsman tersebut tentu memiliki keuntungan, sekaligus kelemahan masing-masing:

a. Ombudsman Parlementer memiliki legitimasi yang jauh lebih kuat dibanding Ombudsman Eksekutif, hal tersebut dikarenakan pembentukan Ombudsman tersebut oleh parlemen yang dalam teori demokrasi merupakan wakil-wakil rakyat. Kendati demikian Ombudsman parlementer sangat rawan akan terjadinya kepentingan-kepentingan politik, karena tidak dapat dihindari orang-orang yang duduk di parlemen sejatinya adalah mereka yang berlatar belakang entitas politik tertentu.

b. Sedangkan Ombudsman Eksekutif secara legitimasi tidak sekuatOmbudsman yang dibentuk oleh parlemen, karena ia hanya dibentuk oleh suatu organ yang sejatinya akan menjadi objek kerjanya. Atas dasar hal tersebutlah, ombudsman eksekutif menjadi ambigu, karena di satu sisi ia di bentuk oleh eksekutif dan di lain sisi ia harus bekerja sebagai lembaga pengawasan eksternal atas eksekutif itu sendiri.

Dalam kontek pembentukan Komisi Ombudsman Daerah, melihat dari kedua jenis Ombudsman tersebut. Sejatinya, Komisi Ombudsman Daerah akan lebih efektif untuk dibentuk oleh DPRD dari pada oleh kepala daerah, hal tersebut dikarenakan :

1. Komisi Ombudsman Daerah adalah lembaga pengawasan ekternal atas kinerja pelayanan publik yang secara riil dilakukan eksekutif, sehingga ia tidak relevan untuk dibentuk oleh eksekutif itu sendiri.

2. Legitimasi Komisi Ombudsman Daerah yang di bentuk oleh DPRD jauh lebih kuat di bandingkan dengan pembentukan komisi tersebut oleh eksekutif.

Pemberian kewenangan pembentukan Komisi Ombudsman Daerah oleh DPRD memang tidak ditegaskan dalam Pasal 42 UU No.32/2004 tentang tugas dan wewenang DPRD. Tetapi hal tersebut dapat dipahami, jika mengacu kepada pasal 41 UU No.32/2004 tentang fungsi DPRD, yaitu se-bagai unsur penyelenggaraan pemerintahan daerah yang memiliki fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan. Dalam menjalankan fungsi terakhir (pengawasan) tersebut, DPRD dapat membentuk Komisi Ombudsman Daerah yang pada dasarnya merupakan lembaga pengawasan eksternal yang bersifat non-legal binding, yang dalam kinerjanya dapat membantu fungsi

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

18

pengawasan oleh DPRD.Rekomendasi yang dikeluarkan oleh Komisi Ombudsman Daerah dapat ditindaklanjuti oleh DPRD sebagai lembaga pengawas eksekutif daerah.

Hal lain yang perlu mendapat perhatian dalam rangka pembentukan Komisi Ombudsman Daerah ini adalah mengenai kreteria keanggotaan komisi tersebut, hal ini menjadi penting sebab para anggota inilah yang akan menjalankan fungsi Ombudsman Daerah nantinya.

Alas Hukum Pembentukan Komisi Ombudsman Daerah - Alas hukum pembentukan Komisi Ombudsman Daerah berkaitan dengan lembaga mana yang menjadi pembentuk ombudsman tersebut. Sebagaimana dikatakan di atas, Komisi Ombudsman Daerah sedapat mungkin di bentuk oleh DPRD setempat dengan alasan legitimasi dan efektifitas kerjanya. Persoalan yang muncul adalah, apa yang menjadi alas hukum pembentukan komisi om-budsman darah oleh DPRD? Selama ini tidak dikenal produk hukum yang dikeluarkan oleh DPRD, kalaupun ada bentuknya adalah peraturan daerah (perda) yang sesungguhnya merupakan produk DPRD dan pemerintah daerah sebagaimana di tegaskan dalam pasal 136 ayat (1) UU No.32/2004 , yaitu ; Perda ditetapkan oleh kepala daerah setelah mendapat persetujuan DPRD, serta pasal 140 ayat (1) UU No.32/2004 yang menyatakan ; Rancangan Perda dapat berasal dari DPRD, Gubernur, atau Bupati/Walikota.

Jika perda yang dijadikan alas hukumnya, hal tersebut tidak mungkin untuk dilakukan, sebab berdasarkan pasal 136 ayat (3) UU No.32/2004 me-nyatakan bahwa : Perda merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan ciri khas masing-masing daerah. Dalam kontek Komisi Ombudsman Daerah, UU yang mengatur mengenai hal tersebut tidak ada, sehingga dengan sendirinya perda mengenai hal itupun tidak dapat dilakukan.

Sehingga alas hukum yang peling memungkinkan dalam rangka pembentukan Komisi Ombudsman Daerah adalah surat keputusan (SK) kepala daerah, yang dalam hal ini berupa SK Gubernur. Sebab SK Gubernur dalam konsep hukum administrasi negara merupakan keputusan tata usaha negara yang bersifat sepihak, yang artinya tidak diperlukan persetujuan oleh pihak lain, termasuk DPRD.

Hal ini tentu terlihat akan semakin rancu, sebab pembentukan komisi

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

19

ombudsman dilakukan oleh DPRD, sementara alas hukum pembentuknya berupa SK Gubernur yang merupakan produk eksekutif. Sehingga untuk me-nyiasati persoalan tersebut perlu kiranya diatur dalam SK Gubernur tersebut mengenai tata cara pemilihan anggota komisi Ombudsman yang menurut penulis wewenangnya diberikan kepada DPRD, sedangkan pengesahan anggota Komisi Ombudsman Daerah yang telah dipilih oleh DPRD dilakukan oleh Gubernur. Pola demikian adalah pola yang paling memungkinkan, ditengah belum diaturnya Komisi Ombudsman Daerah dalam suatu UU, sementara di lain sisi pembentukan Komisi Ombudsman Daerah mendesak untuk dilakukan.

Ombudsman daerah dan Good GovernanceGood Governance muncul setelah adanya kritik atas dominasi institusi

pemerintah (government) dalam menjalankan fungsi governing (pemerintahan). Dalam terminologi good governance, pemerintah hanyalah salah satu pilar dari beberapa penyelenggara fungsi pemerintahan, di samping private sector (dunia usaha) dan civil society (masyarakat sipil). Terciptanya Good Governance (tata kelola pemerintahan yang baik) yang secara prinsip terdiri atas tiga pilar, yaitu, akuntabilitas, transparansi, dan aksestabilitas, salah satunya dapat dicapai melalui penguatan lembaga pengawasan, baik lembaga pengawasan intern seperti DPR, DPD, BPK, Irjen sampai dengan Bawasda, maupun lembaga pengawasan ekstern, seperti NGO, Pers, termasuk Ombudsman.

Sebagai bagian dari lembaga pengawasan, Ombudsman memiliki be-berapa ‘harapan’ dalam mewujudkan good governance.

1. Pertama : Ombudsman Daerah memposisikan masyarakat sebagai aktor dalam tata kelola (governance) pemerintahan daerah. Selama ini masyarakat diposisikan sebagai objek tata kelola pemerintahan daerah. Pola interaksi pemerintah dan masyarakat nyaris tak terbangun dan menghasilkan pola pemerintahan yang tak aspiratif dan sulit dikontrol masyarakat. Ombudsman dapat menembus dinding tersebut dengan membangun partnership (kemitraan) dengan pemerintah. Di sinilah akan terbangun checks and balances antara keduanya dalam bentuk yang elegan.

2. Kedua : Ombudsman sebagai lembaga pengawasan ekstern yang menggunakan masyarakat sebagai kekuatan utamanya menjadi harapan paling mutakhir ditengah mandulnya berbagai sistem, mekanisme dan lembaga

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN20

pengawasan yang ada (khususnya di daerah) saat ini. Harapan itu muncul, sebab selama ini lembaga pengawasan yang ada belum satupun yang dapat menggunakan kekuatan masyarakat secara otonom untuk mengon-trol jalannya tata kelola pemerintahan. Kekuatan masyarakat yang otonom sebagai lembaga pengawasan sangat relevan untuk diwujudkan detik ini, seiring dengan semakin menguatnya kekuatan masyarakat sipil pro-demokrasi pasca reformasi.

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN 21

Ombudsman Republik Indonesia adalah lembaga yang memiliki kemandirian, tidak memiliki hubungan organik dengan negara dan lembaga-lembaga pemerintahan lain dan juga saat menjalankan tugas bebas dari keterlobatan lembaga lainnya. Lembaga ini memiliki hak untuk mengontrol pelayanan publik. Hak Ombudsman terdapat dalam pasal 8 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia. Selain itu, Ombudsman diperbolehkan untuk memberi-kan nasehat kepada pemerintah untuk melakukan perbaikan dan penyem-purnaan organisasi dan prosedur pelayanan publik dalam rangka untuk menghindari masalah administrasi.

Asal Usul OmbudsmanInstitusi pengawasan yang bernama Ombudsman pertama kali lahir di

Swedia, namun demikian sebenarnya Swedia bukanlah negara pertama yang membangun sistem pengawasan Ombudsman. Pada zaman Romawi telah terdapat institusi Tribunal Plebis yang tugasnya hampir sama dengan Ombudsman, yaitu melindungi hak masyarakat lemah dan penyalahgu-naan kekuasaan oleh para bangsawan. Model yang demikian juga dapat dijumpai pada Kekaisaran Cina Dinasty Tsin tahun 221 SM.

Sebagai suatu institusi yang secara tegas melembaga, sistem Ombudsman justru sebenarnya pertama kali dikenal pada masa Kekhalifahan Islam. Menurut Dean M. Gottehrer, mantan Presiden Asosiasi Ombudsman Amerika Serikat, menemukan bahwa pada dasarnya Ombudsman berakar dari prinsip-prinsip keadilan yang menjadi bagian dari mekanisme pengawasan dalam sistem ketatanegaraan Islam, hal ini dapat dilihat pada masa Kalifah Umar bin Khatab (634-644) yang pada masa itu memposisikan diri sebagai Muhtasib yaitu orang yang menerima keluhan dan juga menjadi mediator dalam mengupayakan proses penyelesaian perselisihan antara masyarakat dengan pejabat pemerintah.

BaB IItUgaS Dan WeWenang OMBUDSMan rIDaLaM PeLaYanan PUBLIK

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN22

Tugas sebagai Muhtasib dilakukan secara langsung oleh Umar bin Khatab dengan cara mendengar secara langsung keluhan dari rakyat. Umar bin Khatab kemudian membentuk lembaga Qadi Al Quadat (Ketua Hakim Agung) dengan tugas khusus melindungi warga masyarakat dari tin-dakan sewenang-wenang dan penyalahgunaan kekuasaan oleh pejabat pemerintah.

Sejarah Parlianmentary OmbudsmanSwedia dan Chief Justice

Agar kita tidak melupakan sejarah, ide pembentukan Ombudsman datang dari Keputusan Raja Charles XII (1697-1718) dengan membentuk Office of the King’s Highest Ombudsman. Keputusan Raja Charles XII ini terpengaruh oleh sistem Turkish Office of Chief Justice (Chief Justice). Pada sistem ketatanegaraan Turki, Chief Justice sangat berperan melaku-kan pengawasan terhadap penyelenggaraan negara guna menjamin di-taatinya hukum Islam oleh seluruh penyelenggara negara, termasuk Sultan sebagai pemimpin tertinggi.

Chief Justice di Turki juga bertugas melindungi hak-hak rakyat yang diperlakukan tidak adil oleh penguasa. Keberadaan Chief Justice berpen-garuh terhadap penegakan hukum dalam sistem ketatanegaraan Turki, mekanisme check and balance seperti ini yang mengilhami Raja Charles XII membentuk Hights Ombudsman di Swedia. Pembentukan Hights Ombuds-man oleh Raja Charles XII dapat dinilai sebagai kerelaan Raja membuka ruang pengawasan oleh masyarakat terhadap jalannya roda pemerintahan, serta Raja itu sendiri rela diawasi oleh masyarakat.

Setelah Raja Charles XII wafat, Hights Ombudsman, berganti nama menjadi the Office of Chancellor of Justice (Chancellor of Justice), yang dipilih oleh Tuan Tanah (Estate) yang kemudian selanjutnya berubah dipilih oleh parlemen yang bertugas antara lain menjamin hak-hak publik, perlindungan individi, serta mengawasi ketaatan hakim dan pejabat negara terhadap hukum, mencegah dan menindak maladministrasi.

Pada tahun 1809, Swedia secara resmi mencantumkan Ombudsman Parlement dalam konstitusi. Kewenangan Ombudsman ini antara lain memiliki kewenangan penuntutan terhadap tindakan maladministrasi (malfeasance) yang dilakukan oleh hakim dan pejabat negara lainnya. Pada tahun 1915 dibentuk Ombudsman Militer, kemudian pada tahun 1968 Ombudsman

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN 23

Parlementer dan Militer digabung menjadi satu.

Berbagai Jenis OmbudsmanPada mulanya institusi Ombudsman dikenal di Swedia dan baru satu

setengah abad belakangan ini sistem Ombudsman menyebar ke berbagai penjuru dunia. Ombudsman Parlementer kedua dibentuk tahun 1919 di Finlandia dan tahun 1955 di Denmark. Sistem Ombudsman telah mencantumkan institusi Ombudsman ke dalam konstitusinya.

Berdasarkan beberapa aspek, Ombudsman dapat dibagi menjadi beberapa jenis. Dari kurun waktu pembentukannya, dapat dibedakan menjadi Ombudsman Klasik dan Ombudsman Modern. Ombudsman Klasik dapat ditelusuri sejak pertama kali Raja Chares XII membentuk Highest Ombudsman, Chief Justice di Turki dan Qadi Al Quadat pada zaman Umar bin Khatab. Ombudsman Modern berdiri sejak tahun 1953 di Denmark dan 1962 di New Zealand. Ombudsman Parlementer di Swedia dikategorikan sebagai Ombudsman Modern.

Apabila dilihat dari mandat dan mekanismen pertanggungjawabannya, dibedakan menjaid dua jenis, yakni :

1. Pertama, Ombudsman Parlementer yakni Ombudsman yang dipilih oleh Parlemen dan bertanggungjawab (laporan) kepada Parlemen. Contohnya Swedia, Finlandia, dan Denmark

2. Kedua, Ombudsman Eksekutif yakni yang dipilih oleh Presiden,Perdana Menteri, atau Kepala Daerah. Contohnya, Indonesia dan Australia.

Apabila dilihat dari isu dan institusi yang membentuk, maka Ombudsman dibagi menjadi tiga, antara lain :

1. Pertama, Ombudsman Publik yang dibentuk oleh institusi publik untuk mengawasi proses pemberian pelayanan umum bagi masyarakat sebuah negara. Contohnya Indonesia, Irlandia Utara, dan Tahiland.

2. Kedua, Ombudsman Swasta yang dibentuk oleh swasta untuk melayani proses pelayanan umum perusahaan swasta terhadap konsumen-nya. Contohnya Ombudsman Perusahaan Asuransi, Real Estate.

3. Ketiga, Ombudsman Hybrid yang dibentuk oleh swasta atas mandat yang diberikan oleh negara untuk mengawasi proses pelayanan umum di sektor swasta. Pada dasarnya ini merupakan Ombudsman Swasta, tapi keberadaannya diamanatkan oleh negara dengan undang-undang tertentu. Contohnya Ombudsman Pers di Swedia.

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

24

Apabila dilihat dari batas wilayah yurudiksinya, maka Ombudsman dibagi menjadi tiga, yaitu :

1. Ombudsman Nasional, yakni yang wilayah kerjanya menyangkut seluruh wilayah negara di mana Ombudsman itu berada. Contohnya Komisi Ombudsman Indonesia, Ombudsman Asutralia.

2. Ombudsman Daerah yakni wilayah kerjanya hanya terbatas pada daerah tertentu saja di sebuah negara. Contohnya Ombudsman Yogya-karta, Pangkal Pinang, dan lain-lain.

3. Ombudsman Multinasional, yakni yang wilayah kerjanya meliputi beberapa negara. Ombudsman ini dibentuk atas kesepakatan masing-masing negara akan perlunya membangun sistem pengawasan bersama, contohnya Ombudsman Eropa.

PengawasanPengawasan adalah salah satu fungsi organik manajemen yang merupakan

proses kegiatan pimpinan untuk memastikan dan menjamin bahwa tujuan dan sasaran serta tugas-tugas organisasi akan dan telah terlaksana dengan baik sesuai rencana, kebijaksamaan, instruksi, dan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan dan yang berlaku. Hakikat pengawasan adalah untuk mencegah sedini mungkin terjadinya penyimpangan, pemborosan, penyelewengan, hambatan, kesalahan dan kegagalan dalam pencapaian tujuan dan sasaran serta pelaksanaan tugas-tugas organisasi.

Di dalam buku Diana H.K., Lord Action menyatakan bahwa setiap kekuasaan sekecil apapun cenderung untuk disalahgunakan. Dengan adanya keleluasaan bertindak dari administrasi negara yang memasuki semua sektor kehidupan masyarakat, terkadang dapat menimbulkan kerugian bagi masyarakat itu sendiri, maka wajar apabila diadakan pengawasan terhadap jalannya pemerintahan yang merupakan jaminan agar jangan sampai keadaan negara menjurus ke arah diktator tanpa batas yang bertentangan dengan ciri negara hukum. Di sisi lain berarti pula ada suatu sistem perlindungan bagi yang diperintah oleh karena adanya tindakan diskresi (freies ermessen) serta perlindungan terhadap administrasi negara itu sendiri agar sikap dan tindakannya baik dan benar menurut hukum, baik yang tertulis maupun yanng tidak tertulis.

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

25

Cara-cara pengawasan dalam penyelenggaraan pemerintahan dapat diperinci sebagai berikut :

1. Ditinjau dari kedudukan badan/organisasi yang melaksanakan pengawasan intern dan ektern.2. Ditinjau dari segi saat/waktu dilaksanakannya maka terdapat pengawasan preventif pengawasan apriori dan pengawasan represif/pengawasan aposteriori.3.Pengawasan dari segi hukum

Pengawasan adalah proses kegiatan-kegiatan yang membandingkan apa yang dijalankan, dilaksanakan, atau diselenggarakan tiu dengan apa yang dikehendaki, direncanakan, atau diperintahkan. Hasil pengawasan ada yang mempunyai akibat hukum, namun sebagian besar bersifat politis, administratif (ketatausaan, organisasional, manajerial, operasional), atau teknis-fungsional.

KewenanganMenurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kewenangan adalah hak dan

kekuasaan yang dimiliki untuk melakukan sesuatu. Kewenangan (yang bi-asanya terdiri atas beberapa wewenang) adalah kekuasaan terhadap segolongan orang-orang tertentu atau kekuasaanterhadap sesuatu bidang pemerintahan (atau bidang urusan) tertentu yang bulat, sedangkan we-wenang hanya mengenai suatu onderdil tertentu saja.

Wewenang memiliki arti kemampuan melakukan tindakan hukum tertentu. Dalam buku Ridwan H.R., H.D. Stout menyatakan bahwa wewenang adalah pengertian yang berasal dari hukum organisasi pemerintahan yang dapat dijelaskan sebagai keseluruhan aturan-aturan yang berkenaan dengan perolehan dan penggunaan wewenang pemerintahan oleh subjek hukum publik dalam hubungan hukum publik.

Ridwan H.R juga mengutip pendapat dari Bagir Manan bahwa wewenang dalam bahasa hukum tidak sama dengan kekuasaan (macht). Kekuasaan hanya menggambarkan hak untuk berbuat atau tidak berbuat, sedangkan dalam hukum, wewenang sekaligus berarti hak dan kewajiban (rechten en plichten). Setiap kewenangan dibatasi oleh isi/materi, wilayah dan waktu. Cacat dalam aspek-aspek tersebut menimbulkan cacat kewenangan (onbevoegdheid) yang menyangkut cacat isi (onbevoegheid

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

26

ratione materiae); cacat wilayah (ondevoegdheid ratione loci); dan cacat waktu (ondevoegdheid ratione temporis).

MaladministrasiMenurut pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang

Ombudsman Republik Indonesia yang dimaksud dengan maladministrasi adalah perilaku atau perbuatan melawan hukum, melampaui wewenang, menggunakan wewenang untuk tujuan lain dari yang menjadi tujuan wewenang tersebut, termasuk kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan yang menimbulkan kerugian materiil dan/atau immateriil bagi masyarakat dan orang perseorangan.

Pengertian maladministrasi secara umum adalah perilaku yang tidak wajar (termasuk penundaan pemberi pelayanan), tidak sopan dan kurang peduli terhadap masalah yang menimpa seseirang disebabkan oleh perbuatan penyalahgunaan kekuasaan, termasuk menggunaan kekuasaan secara semena-mena atau kekuasaan yang digunakan untuk perbuatan yang tidak wajar, tidak adil, intimidatif, atau diskriminatif dan tidak patut didasarkan sebagian atau seluruhnya atas ketentuan undang-undang atau fakta, serta tidak masuk akal.

Maladministrasi adalah suatu praktik yang menyimpang dari etika administrasi, atau suatu praktik administrasi yang menjauhkan dari pencapaian tujuan administrasi. Terminologi dari maladministrasi dipahami lebih luas dari sekedar penyimpangan terhadap ketatabukuan. Meskipun demikian, maladministrasi juga harus dipahami tidak sekedar sebagai penyimpangan terhadap hal tulis menulis, tata buku, dan sebagainya, tetapi lebih luas mencakup penyimpangan terhadap fungsi-fungsi pelayanan publik yang dilakukan setiap penyelenggara negara (termasuk anggota parlemen) ke-pada masyarakat.

Secara leb ih umum maladmin i s t ras i d i d ia r t i kan sebagai penyimpangan, pelanggaran atau mengabaikan kewajiban hukum dan kepatutan masyarakat sehingga tindakan yang dilakukan tidak sesuai dengan asas umum pemerintahan yang baik (good governance). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa parameter yang dijadikan sebagai ukuran maladministrasi adalah peraturan hukum dan kepatutan masyarakat serta asas umum pemerintahan yang baik.

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

27

Dalam buku Budhi Masthuri, Crossman mengklarifikasikan bentuk tindakan yang dapat dikategorikan sebagai maladministrasi, yaitu : berprasangka, kelalaian, kurang peduli, keterlambatan, bukan kewenangan, tindakan tidak layak, jahat, kejam, dan semena-mena.

Pengertian KewenanganAsas legalitas merupakan suatu prinsip utama dalam setiap negara

hukum, merupakan dasar dalam setiap penyelenggaraan kenegaraan dan pemerintahan. Dengan kata lain, setiap penyelenggaraan kenegaraan dan pemerintahan harus memiliki legitimasi yaitu kewenangan yang diberikan oleh undang-undangan. Dengan demikian, substansi asas legalitas adalah wewenang, yaitu kemampuan untuk melakukan tindakan-tindakan hukum tertentu. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kewenangan berasal dari kata wewenang yang berarti hak dan kekuasaan untuk bertindak.

Kewenangan adalah kekuasaan membuat keputusan pemerintah dan melimpahkan tanggungjawab kepada orang lain. Definisi kewenangan menurut FPCL. Tonnaer yaitu kewenangan pemerintah dalam kaitan ini dianggap sebagai kemampuan untuk melaksanakan hukum positif dan dengan begitu dapat diciptakan hubungan hukum antara pemerintah dan warga negara.

Kewenangan memiliki kedudukan penting dalam kajian hukum tata negara dan hukum administrasi. Begitu pentingnya kedudukan kewenan-gan ini, sehingga FAM. Stroink dan JG. Steenbeek menyebutnya sebagai konsep inti dalam hukum tata negara dan hukum administrasi. Kewenan-gan yang di dalamnya terkandung hak dan kewajiban, menurut P. Ni-cola, kewenangan adalah kemampuan untuk melakukan tindakan hukum tertentu, yaitu tindakan-tindakan yang dimaksudkan untuk menimbulkan akibat hukum dan mencakup timbulnya dan lenyapnya akibat hukum ter-tentu, hak berisi kebebasan untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan tertentu atau menuntut pihak lain untuk melakukan tindakan tertentu, sedangkan kewajiban memuat keharusan untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan tertentu.

Macam-Macam Cara Memperoleh KewenanganSecara teoritik kewenangan yang bersumber dari peraturan

perundang-undangan tersebut diperoleh melalui tiga cara, yaitu atribusi, delegasi, dan mandat. Mengenai hal ini HD. Van Wijk/Willem Konijnenbelt

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

28

dalam bukunya Ridwan HR., mendefinisikan ketiga cara perolehan ke-wenangan. Attribute didefinisikan sebagai toekening van een besstuurs-bevoegheid door een wetgever aan een bestuursorgaan, (atribusi adalah pemberian wewenang pemerintah oleh pembuat undang-undang kepada pemerintahan).

Delegatie didefinisikan sebagai overdracht van een bevoigheid van het ene bestuursorgaan aan een ander (delegasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan dari satu organ pemerintahan kepada organ pemerintahan lainnya). Sedangkan mandat didefinisikan sebagai een bestuursorgaanlat zijn bevoigheid namens hem uitoemfenen door een ander (mandat terjadi ketika organ pemerintahan mengizinkan kewenangannya dijalankan oleh organ lain atas namanya).

Kewenangan pemerintah provinsi sesuai dengan kedudukannya sebagai daerah otonom menjadi penyelenggara kewenangan pemerintahan otonom yang bersifat lintas kabupaten/kota dan kewenangan pemerintahan lainnya. Sementara itu kewenangan provinsi sebagai wilayah administrasi merupakan pelaksanaan kewenangan pemerintah yang didekonsentrasikan kepada gubernur (dilimpahkan kepada gubernur sebagai wakil pemerintahan).

Teori KewenanganKewenangan atau wewenang adalah suatu istilah yang biasa digunakan

dalam lapangan hukum publik. Namun sesungguhnya terdapat perbedaan di antara keduanya. Kewenangan adalah apa yang disebut ‘kekuasaan formal’, yaitu kekuasaan yang berasal dari kekuasaan yang diberikan oleh undang-undang atau legislatif dari kekuasaan eksekutif atau administratif. Karenanya, merupakan kekuasaan dasri segolongan orang tertentu atau kekuasaan terhadap suatu bidang pemerintahan atau urusan pemerintahan tertentu yang bulat. Sedangkan wewenang hanya mengenai suatu bagian tertentu saja dari kewenangan.

Wewenang (authority) adalah hak untuk memberi perintah dan kekuasaan untuk meminta dipatuhi.

Menurut Bagir Manan, wewenang dalam bahasa hukum tidak sama dengan kekuasaan (macht). Kekuasaan hanya menggambarkan hak untuk berbuat atau tidak berbuat, Dalam hukum, wewenang sekaligus berar-ti hak dan kewajiban (recten en plichten). Hak mengandung pengertian

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

29

kekuasaan untuk mengatur sendiri (zelf regelen) dan mengelola sendiri (zelf besturen), sedangkan kewajiban secara horizontal berarti kekuasaan untuk menyelenggarakan pemerintahan sebagaimana mestinya. Vertikal berarti kekuasaan untuk menjalankan pemerintahan dalam satu tertib ikatan pemerintahan negara secara keseluruhan.

Menurut Prajudi Atmosudirdjo yang dimaksud dengan wewenang adalah kekuasaan untuk melakukan sesuatu tindakan hukum publik, misalnya wewenang menandatangani atau menerbitkan surat-surat ijin dari seorang pejabat atas nama meneteri, sednagkan kewenangan tetap berada di tangan menteri (delegasi wewenang). Wewenang hukum publik adalah wewenang untuk menimbulkan akibat-akibat hukum yang sifatnya hukum publik, seperti mengeluarkan aturan-aturan, menngambil keputusan-keputusan atau menetapkan suatu rencana dengan akibat-akibat hukum.

Secara teoritik, kewenangan yang bersumber dari peraturan perundangan tersebut diperoleh melalui dua cara yaitu atribusi dan pelimpahan wewenang yang berupa delegasi dan mandat. Atribusi adalah wewenang yang melekat pada suatu jabatan. Dalam tinjauan hukum tata negara, atribusi iniditunjukkan dalam wewenang yang dimiliki oleh organ pemerintah dalam menjalankan pemerintahannya berdasarkan kewenangan yang dibentuk oleh pembuat undang-undang. Atribusi ini menunjuk pada kewenangan asli atas dasar konstitusi (UUD) atau peratusan perundang-undangan.

Pelimpahan wewenangnadalah penyerahan sebagian dari wewenang pejabat atasan kepada bawahan tersebut untuk membantu dalam melaksanakan tugas-tugas kewajibannya untuk bertindak sendiri. Pelimpahan wewenang ini dimaksudkan untuk menunjang kelancaran tugas dan ke-tertiban alur komunikasi yang bertanggungjawab dan sepanjang tidak ditentukan secara khusus oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku, wewenang yang diperoleh melalui proses pelimpahan yang disebut delegasi dan mandat. Pendelegasian diberikan biasanya antara organ pemerintah satu dengan organ pemerintah lainnya dan biasanya pihak pemberi wewenang memiliki kedudukan lebih tinggi dari pihak yang diberikan wewenang. Mandat umumnya diberikan dalam hubungan kerja internal antara atasan dan bawahan.

Mencermati Sejarah Ombudsman NasionalDalam makalahnya yang berjudul Sejarah Pembentukan Dan Perkemban-

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

30

gan Ombudsman Di Indonesia, Dr. Drs. Ws. Ongky Setio Kuncono, SH, MM menulis, Komisi Ombudsman Nasional terbentu pada tanggal 10 Maret tahun 2000 dengan Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 2000. Menurut Keputusan Presiden tersebut, Komisi Ombudsman Nasional adalah lembaga pengawasan masyarakat yang berasaskan Pancasila dan bersifat mandiri, serta berwenang melakukan klarifikasi, monitoring atau pemeriksaan atas laporan masyarakat mengenai penyelenggaraan masyarakat khusunya pelaksanaan oleh aparatur pemerintahan termasuk lembaga peradilan terutama dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat (pasal 2).

Adapun tujuan pembentukan Komisi Ombudsman Nasional tersebut, adalah untuk membantu menciptakan dan atau mengembangkan kondisi yang kondusif dalam melaksanakan pemberantasan korupsi, kolusi, dan Nepotisme melalui peran serta masyarakat. Selain itu, untuk meningkatkan perlindungan hak-hak masyarakat agar memperoleh pelayanan umum, keadilan, dan kesejahteraan secara lebih baik. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, Ombudsman Nasional diberi tugas pokok antara lain melakukan langkah-langkah untuk menindaklanjuti laporan atau informasi mengenai terjadinya penyimpangan penyelenggaran Negara dalam melaksanakan tugasnya maupun dalam memberikan pelayanan umum.

Gagasan pembentukan Ombudsman di Indonesia sesungguhnya sudah pernah muncul di tahun 1999. Tanggal 8 Desember 1999 Presiden KH Ab-durrahman Wahid (Gus Dur) pernah menerbitkan Keputusan Presiden Nomor 155 Tahun 1999 Tentang Tim Pengkajian Pembentukan Lembaga Ombudsman. Keppres tersebut ternyata keluar dari hasil pembicaraan yang telah disepakati sebelumnya antara Gus Dur, Marzuki Darusman dan Antonius Sujata. Kepres Nomor 155 Tahun 1999 hanya membentuk Tim Pengkajian Ombudsman, sedangkan lembaga Ombudsman secara kongkrit tidak jadi dibentuk dengan Keppres tersebut.

Pada 18 Desember 1999 Antonius Sujata bersama Jaksa Agung Marzuki Darusman kembali menghadap Gus Dur dan meminta klarifikasi tentang keberadaan Keppres Nomor 155 Tahun 1999, keduanya tetap pada rekomendasi hasil pembicaraan yang telah disepakati sebelumnya. Sehingga akhirnya pada tanggal 20 Maret 2000 Gus Dur mengeluarkan Keppres Nomor 44 Tahun 2000 tentang Pembentukan Komisi Ombudsman Nasional yang sekali-gus menetapkan Ketua, Wakil Ketua dan Anggota Ombudsman. Bila dibaca Keppres Nomor 44 Tahun 2000, setidaknya terdapat tiga gagasan penting-

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

31

nya kehadiran Komisi Ombudsman Nasional :

1. Bahwa pemberdayaan masyarakat melalui peran serta mereka untuk melakukan pengawasan akan lebih menjamin penyelenggaraan negara yang jujur, bersih, transparan, bebas korupsi, kolusi dan nepotisme;

2. Bahwa pemberdayaan pengawasan oleh masyarakat terhadap penyelenggaraan negara merupakan implementasi demokratisasi yang perlu dikembangkan serta diaplikasikan agar penyalahgunaan kekuasaan, wewenang ataupun jabatan oleh aparatur dapat diminimalisasi;

3. Bahwa dalam penyelenggaraan negara khususnya penyelenggaraan pemerintahan memberikan pelayanan dan perlindungan terhadap hak-hak anggota masyarakat oleh aparatur pemerintah termasuk pada peradilan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari upaya untuk menciptakan keadilan dan kesejahteraan;

Komisi Ombudsman Nasional yang dibentuk berdasarkan Keputusan presiden Nomor 44Tahun 2000 tersebut kemudian mengalami perubahan dengan dikeluarkannya UU Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia. Perubahan dimaksud antara lain menyangkut nama, status kelembagaan, ruang lingkup kewenangan dll. Mengenai nama, UU Nomor 37 Tahun 2008 mengubah nama Komisi Ombudsman Nasional dengan Ombudsman Republik Indonesia (ORI). Mengenai status kelembagaan, UU Nomor 37 Tahun 2008 secara tegas menyebutkan ombudsman Republik Indonesia sebagai Lembaga Negara (Pasal 2).

Menyangkut wewenangnya, UU Nomor 37 Tahun 2008 lebih memperluasnya, yakni mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik baik yang dis-elenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Badan Hukum Milik Negara serta badan swasta atau perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja Negara/anggaran pendapatan dan belanja daerah.

Kecuali itu, obyek pengawasan lembaga Ombudsman oleh UU Nomor 37 Tahun 2008 juga lebih dipertegas dan secara terperinci disebutkan yakni berupa: perbuatan melawan hukum, melampaui batas wewenang, menggunakan wewenang untuk tujuan lain dari yang menjadi tujuan

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

32

wewenang tersebut, termasuk kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum pelayanan publik yang dilakukan oleh Penyelenggaraan Negara dan pemerintahan yang menimbulkan kerugian materiil dan /immaterial bagi masyarakat dan orang perseorangan. Perbuatan-perbuatan tersebut dalam UU Nomor 37 Tahun 2008 disebut dengan istilah Maladministrasi.

Apabila diperhatikan isi Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 2000 maupun ketentuan di dalam UU Nomor 37 Tahun 2008, pada hakikatnya komisi Ombudsman Nasional ataupun Ombudsman Republik Indonesia tidak lain merupakan suatu lembaga publik yang bersifat otonom dan berfungsi untuk mengawasi pelaksanaan pemerintahan, sekaligus sebagai sarana perlindungan hukum bagi rakyat.

PermasalahanPermasalahannya adalah apakah lembaga Ombudsman di Indonesia

memiliki persamaan dengan dibeberapa Negara lain ? Dan Bagaimanakah pelaksanaan Ombudsman di Indonesia pada saat sekarang?

Pembahasan Akar sejarah perkembangan Ombudsman modern dapat dilacak dari

istilah “justitie ombudsman” (Ombudsman for justice) di Swedia yang didirikan pada tahun 1809. Institusi Ombudsman mulai menyebar ke negara-negara lain pada abad ke dua puluh, yaitu ketika negera-negara Skandinavia mulai mengadopsinya: Finlandia pada 1919, Denmark (1955) dan Norwegia (1962). Popularitas institusi Ombudsman kemudian meningkat sejak dekade 1960-an, ketika banyak negara-negara persemakmuran dan negara-nega-ra lain, terutama negara-negara Eropa mendirikan institusi Ombudsman seperti halnya Selandia Baru (1962), Inggris (1967), Provinsi-provinsi di Kanada (mulai tahun 1967), Tanzania (1968), Israel (1971), Puerto Rico (1977), Australia (1977 pada tingkat federal, 1972-1979 pada tingkat negara), Perancis (1973), Portugal (1975), Austria (1977), Spanyol (1981) dan Belanda (1981).

Tahun 1998, lebih dari 100 negara di seluruh dunia telah membentuk lembaga ombudsman. Di beberapa negara ada Ombudsman yang eksistensinya berada pada tingkat regional, provinsi, negara bagian atau pada tingkat distrik (kabupaten/kotamadya). Beberapa negara mempunyai institusi Ombudsman pada tingkat nasional, regional dan sub-nasional seperti halnya Australia, Argentina, Meksiko, dan Spanyol, sementara negara-negara

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

33

yang lain mempunyai institusi Ombudsman pada tingkat sub-nasional pe-merintahan seperti Kanada, India dan Italia. Institusi Ombudsman sektor publik banyak ditemukan di negara-negara Eropa, Amerika Utara, Amerika latin, Karibia, Afrika, Australia, Pasifik dan Asia.

Walaupun dapat dikatakan lambat tetapi pada akhirnya sistem pen-gawasan Ombudsman terus berkembang, kurang lebih lima puluh negara bahkan telah mencantumkan pengaturan Ombudsman dalam Konstitusi, seperti antara lain Denmark, Finlandia, Filipina, Thailand, Afrika Selatan, Ar-gentina, dan Meksiko. Thailand yang usia Ombudman-nya notabene lebih muda dari Komisi Ombudsman Nasional, telah terlebih dahulu mencantum-kan ketentuan tentang Ombudsman dalam Konstitusi.

Di negara-negara yang pernah mengalami totalitarian dengan rezim Militer yang kuat seperti Afrika misalnya, awalnya juga membentuk KON se-bagai bagian dari proses transisi menuju demokrasi. Negara-negara yang berfaham Komunis seperti RRC bahkan memiliki institusi semacam Ombudsman yang sangat kuat bernamaMinister of Supervision, begitu juga dengan Viet-nam. Sehingga meskipun Ombudsman menjadi suatu keharusan dalam negara demokratis, bukan berarti (atau setidaknya institusi sejenis Ombudsman) tidak dapat berkembang di negara yang tidak menjadikan demokrasi sebagai pijakan.

Perkembangan terakhir, Komisi Konstitusi memasukkan usulan pasal tentang Ombudsman dalam naskah amandemen UUD 1945 yang mereka susun dan telah diserahkan kepada MPR RI. Usul pengaturan Ombudsman dalam Amandemen UUD 1945 oleh Komisi Konstitusi dimasukan dalam pasal Pasal 24 G ayat (1), berbunyi: Ombudsman Republik Indonesia adalah ombudsman yang mandiri guna mengawasi penyelenggaraan pelayanan umum kepada masyarakat. Dan Ayat (2) berbunyi: Susunan, kedudukan dan kewenangan Ombudsman Republik Indonesia diatur dengan Undang-Undang. Barangkali, bila amandemen kelima bergulir, keberadaan KON di tingkat konstitusi akan dapat terwujud.

rUU disahkan menjadi UU OmbudsmanMengacu kepada Nomor 25/2000 tentang Propenas, pengundangan

Ombudsman menjadi salah satu indikator keberhasilan program pembangunan hukum nasional. Sejalan dengan itu Presiden melalui Keppres Nomor 44 Tahun 2000 memberi tugas kepada Ombudsman untuk mempersiapkan

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

34

Rancangan Undang-Undang Ombudsman (RUU Ombudsman). Sejalan dengan itu, dalam Sidang Umum MPR Tanggal 9 Nopember 2001, MPR mengeluarkan TAP MPR No. VIII/MPR/2001 yang isinya memberikan mandat kepada Pemerintah dan DPR agar membuat undang-undang antara lain tentang kebebasan memperoleh informasi, undang-undang ombudsman dan undang-undang perlindungan saksi.

Draft RUU Ombudsman diselesaikan oleh KON sejak tahun 2001 dan pada tahun 2002 menjadi inisiatif DPR RI. Namun sampai tahun 2004 pemerintah tidak merespon sebagaimana mestinya, karena tidak segera mengeluarkan Amanat Presiden untuk menunjuk wakil pemerintah dalam pembahasan RUU Ombudsman. RUU KON yang sudah menjadi inisiatif DPR, kandas begitu saja ketika tidak ada keinginan dari Presiden Megawati saat itu mengeluarkan Amanat Presiden yang menunjuk wakil pemerintah untuk membahasnya dengan DPR. Meskipun DPR telah mangajukan hal tersebut jauh sebelum putaran suksesi dalam Pemilu 2004 dimulai. Demikian juga halnya pemerintahan SBY yang tidak memasukkan UU Ombudsman sebagai prioritas dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2004-2009. Untungya dalam hal ini DPR periode 2004-2009 melalui Komisi III dan Badan Legislasi memberikan komitmennya untuk tetap mendukung agar UU Ombudsman dapat segera disahkan dalam masa jabatan mereka.

Pada tahun 2005 DPR kembali memasukkan RUU Ombudsman RI sebagai usul inisiatif, dan pada tahun 2007 dimulai pembahasannya di DPR. Menteri Hukum dan HAM ditunjuk Presiden sebagai wakil pemerintah pembahasan bersama dengan Komisi III DPR RI. RUU ini secara maraton, namun rencana tersebut dibatalkan. Sampai akhir tahun 2007 ini DPR dan Pemerintah baru menyelesaikan pembahasan sejumlah 16 DIM. Artinya masih tersisa 199 harus dibahas pada tahun 2008. Mengingat pembahasan RUU Ombudsman belum diselesaikan, maka pada tahun 2007 DPR RI untuk kedua kalinya memasukkan RUU Ombudsman RI dalam Prolegnas dan dibahas serta disahkan pada tahun 2008.

DPR akhirnya mengesahkan RUU tentang Ombudsman. Melalui forum Rapat Paripurna Tanggal 9 September 2008 seluruh fraksi, RUU yang dibahas sejak tahun 2005 itu menjadi Undang-undang. Undang-undang Nomor 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman Republik Indonesia telah berlaku menggantikan Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 2000 yang lebih dari delapan tahun menjadi landasan hukum Komisi Ombudsman Nasional dalam menjalankan

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

35

tugasnya. Setelah berlakunya Undang-undang Ombudsman Republik Indonesia, maka Komisi Ombudsman Nasional berubah menjadi Ombudsman Republik Indonesia.

Dengan pemberlakuan UU 37/2008, memberikan makna penting bagi Ombudsman RI, yakni Ombudsman bukan lagi berbentuk komisi,melainkan lembaga negara sejajar dengan kepolisian dan kejaksaan. Kewenangan lembaga ini juga bertambah. Ombudsman memiliki kewenangan lebih dalam melakukan perannya menindaklanjuti laporan masyarakat.

Dulu, di bawah Keppres 44 Tahun 2000, KON hanya berfungsi sebagai pemberi pengaruh (magistrature of influence) bukan pemberi sanksi (mag-istrature of sanction). KON tidak dibekali atau tidak membekali diri dengan instrumen pemaksa (legally binding/su poena power). Walaupun dalam beberapa kasus (ternyata) pengaruh Ombudsman tetap sangat kuat. Ini dikarenakan figur seorang Ombudsman yang benar-benar dapat diper-caya integritas, kredibilitas dan kapabilitasnya, sebab pemilihannya dilaku-kan melalui proses yang partisipatif, transparan dan accountable. Pengaruh Ombudsman masuk melalui rekomendasi yang disusun dan diberikan pada Penyelenggaran Negara.

Walaupun rekomendasi Ombudsman tidak mengikat secara hukum, bu-kan berarti dapat diabaikan begitu saja. Dalam hal ini Ombudsman memi-liki mekanisme pelaporan kepada DPR. Untuk kasus-kasus tertentu yang signifikan dan krusial, melalui mekanisme yang tersedia, DPR juga dapat memanggil pejabat publik (eksekutif) atas tindakan pengabaiannya terh-adap eksistensi dan rekomendasi Ombudsman. Namun dalam prakteknya dulu, tidak sedikit rekomendasi KON yang dikesampingkan atau bahkan dipinggirkan.

Di bawah UU 37/2008, sebelumnya rekomendasi Ombudsman bersifat tidak mengikat, kini rekomendasi itu wajib. Artinya, setiap instansi menjadi pihak terlapor, wajib menjalankan rekomendasi. Jika rekomendasi tidak di-laksanakan akan dikenakan sanksi administratif. Pengaturan Ombudsman dalam undang-undang tidak hanya mengandung konsekuensi posisi politik kelembagaan, namun juga perluasan kewenangan dan cakupan kerja ombudsman yang akan sampai di daerah-daerah.

Dalam undang-undang ini dimungkinkan mendirikan kantor perwakilan

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

36

Ombudsman di daerah provinsi, kabupaten/kota. Dalam hal penanganan laporan juga terdapat perubahan yang fundamental karena Ombudsman diberi kewenangan besar dan memiliki subpoena power, rekomendasi bersifat mengikat, investigasi, serta sanksi pidana bagi yang menghalang-halangi Ombudsman dalam menangani laporan. Mengingat besarnya wenangan dalam undang-undang, Ombudsman RI perlu melakukan langkah-langkah untuk mencapai tujuan yang diamanatkan undang-undang. Kewenangan yang besar harus ditunjang oleh infrastruktur yang kuat dan sumberdaya manusia yang profesional. Bila Ombudsman tidak didukung dengan infrastruktur yang memadai maka kewenangan yang diberikan oleh undang-undang menjadi tidak berarti.

Selain itu, UU 37/2008 memberi penambahan kewenangan Ombudsman dalam menyelesaikan laporan melalui mediasi dan konsiliasi atas permintaan para pihak (Pasal 8 ayat (1) huruf e). UU ini juga merampingkan komposisi Ombudsman yang awalnya berdasarkan Keppres 44/2000 ber-jumlah 11 orang, menjadi hanya tujuh orang. Masa jabatan ditetapkan berlaku selama lima tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk satu kali masa jabatan tambahan.

Dalam menangani laporan, setiap pimpinan dan anggota Ombudsman diwajibkan merahasiakan identitas pelapor. Kewajiban ini melekat terus meski pimpinan dan anggota yang bersangkutan berhenti atau diberhen-tikan. Namun, kewajiban ini dapat dikesampingkan dengan alasan demi kepentingan publik yang meliputi kepentingan bangsa dan negara serta masyarakat luas. Demi efektivitas kerjanya, Ombudsman juga diberi untuk melakukan pemeriksaan lapangan ke objek pelayanan publik yang di-laporkan, tanpa pemberitahuan terlebih dahulu. Hal ini tidak pernah diatur dalam Keppres 40/2000. Inspeksi ‘dadakan’ ini tetap harus memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan, ketertiban dan kesusilaan. Untuk menjaga netralitas, UU Ombudsman memuat aturan yang melarang pimpinan atau anggota Ombudsman turut serta memeriksa laporan jika di dalamnya memuat informasi yang mengandung atau dapat menimbulkan konflik kepentingan.

UU 37/2008 ini juga memberikan dua hak ekslusif untuk Ombudsman. 1. Pertama, hak imunitas atau kekebalan sebagai dukungan penuh

terhadap pelaksanaan tugas dan wewenang Ombudsman. (sebagaimana

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

37

diatur dalam Pasal 10), Ombudsman tidak dapat ditangkap, ditahan, di-interogasi, dituntut atau digugat di muka pengadilan.

2. Kedua, upaya pemanggilan paksa. Pasal 31 menyatakan “Dalam hal terlapor dan saksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) huruf a telah dipanggil tiga kali berturut-turut tidak memenuhi panggilan dengan alasan yang sah, Ombudsman dapat meminta bantuan Kepolisian untuk menghadirkan yang bersangkutan secara paksa”.

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

38

Berdampak Langsung pada Iklim InvestasiMenurunnya kepercayaan masyarakat terhadap sektor pelayanan publik

merupakan masalah serius bagi suatu negara, tidak terkecuali di Indonesia. Banyak dampak negatif yang ditimbulkan dari hal tersebut, salah satunya di sektor ekonomi. Pelayanan publik berdampak langsung terhadap iklim investasi yang mempengaruhi perekonomian suatu negara. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh World Bank, pada tahun 2010 Indonesia bera-da pada peringkat 122 dari 183 negara dalam hal pelayanan publik, dan mengalami penurunan pada tahun 2011 hingga peringkat ke 129. Data tersebut memperlihatkan betapa lemahnya sektor pelayanan publik di In-donesia jika dibandingkan dengan negara lain, terutama negara yang be-rada dalam Regional Asia Tenggara yang mendapat peringkat lebih baik, seperti Singapura, Brunei Darussalam, Malaysia, Thailand, dan Vietnam.

Faktanya Indonesia merupakan negara yang memiliki perekonomian paling besar di Asia Tenggara. Namun, lemahnya sektor pelayanan publik menjadi kendala yang bagi iklim investasi di Indonesia. Akibatnya, para investor akan ragu menanamkan modalnya di Indonesia. Realita di lapangan seakan membenarkan survei tersebut. Walaupun kondisi di setiap daerah berbeda, namun secara keseluruhan masih jauh dari kata memuaskan. Banyak indikator mencerminkan suramnya kinerja aparat pelayanan publik di Indonesia, antara lain pelayanan bertele-tele dan cenderung birokratis, biaya yang tinggi, pungutan-pungutan tambahan, perilaku aparat yang lebih bersikap sebagai pejabat ketimbang abdi masyarakat, pelayanan diskriminatif, dan sederetan persoalan lainnya (Abas dan Triandyani, 2001).

Selain itu, ada beberapa sikap di kalangan aparat pemerintah merugikan kepentingan publik seperti kurang berminat mensosialisasikan berbagai peraturan pada masyarakat, mendahulukan kepentingan pribadi, golongan atau kelompok, termasuk kepentingan atasannya ketimbang kepentingan publik, masih kuatnya kecenderungan menunggu petunjuk atasan, adanya perilaku malas dalam mengambil inisiatif di luar peraturan, sikap acuh terhadap keluhan masyarakat, lamban dalam memberikan pelayanan,

BaB IIIOPtIMaLISaSI PeLaYanan PUBLIKDI InDOneSIa

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

39

dan sebagainya.

Undang-undang No. 25 tahun 2009 mendefinisikan pelayanan publik sebagai kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Sedangkan penyelenggara pelayanan publik yang selanjutnya disebut penyelenggara adalah setiap institusi penyelenggara negara, koorporasi, lembaga independen yang dibentuk berdasarkan Undang-undang untuk kegiatan pelayanan publik, dan badan hukum lain yang dibentuk semata-mata untuk kegiatan pelayanan publik.

Penyelenggaraan pelayanan publik merupakan upaya negara untuk memenuhi kebutuhan dasar dan hak-hak sipil setiap warga negara atas barang, jasa, dan pelayanan administrasi yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Di Indonesia, Undang-undang Dasar 1945 mengamanatkan kepada negara agar memenuhi kebutuhan dasar setiap warganya demi kesejahteraannya, sehingga efektivitas suatu sistem pemerintahan sangat ditentukan baik buruk penyelenggaraan pelayanan publik. Walaupun dalam Undang-undang No. 25/2009 sudah mengatur secara jelas dan tegas tentang bagaimana pelayanan publik di Indonesia, namun untuk melakukan optimalisasi sektor pelayanan publik di Indonesia bukanlah pekerjaan mudah seperti halnya membalikkan telapak tangan, karena pembaharuan yang dilakukan menyentuh berbagai aspek yang telah membudaya dalam lingkaran birokrasi pemerintahan.

Di antara beberapa aspek tersebut adalah kultur birokrasi yang tidak kondusif yang telah lama mewarnai pola pikir birokrat sejak era kolonial dahulu. Prosedur dan etika pelayanan berkembang dalam birokrasi di Indonesia sangat jauh dari nilai- nilai dan praktik yang menghargai warga bangsa sebagai warga negara yang berdaulat. Prosedur pelayanan misalnya, tidak dibuat untuk mempermudah pelayanan, tetapi lebih untuk melakukan kontrol terhadap perilaku warga sehingga prosedurnya berbelit- belit dan rumit (Agus Dwiyanto, 1998).

Selain itu, adanya paradigma yang terbangun di tengah masyarakat sejak masa orde baru hingga kini tentang kedudukan Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang dipandang terhormat sehingga sangat dihargai dan diidolakan

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

40

publik, sedikit banyaknya mengabaikan filosofi PNS sebagai pelayan publik (public servant) dalam arti riil. Hal ini terbukti dengan sebutan pangreh raja (pemerintah negara) dan pamong praja (pemelihara pemerintahan) untuk pemerintahan yang ada pada masa tersebut yang menunjukkan bahwa mereka siap dilayani bukan melayani.

Bersamaan dengan, juga terdapat kendala infrastruktur organisasi yang belum mendukung pola pelayanan prima yang diinginkan. Hal tersebut bisa dibuktikan dengan belum terbangunnya kaidah-kaidah atau prosedur baku pelayanan yang memihak publik serta standar kualitas minimal yang semestinya diketahui publik selaku konsumennya, di samping rincian tugas-tugas organisasi pelayanan publik secara komplit. Selain itu, Standard Operating Procedure (SOP) masing-masing service provider belum diidentifikasi dan disusun, sehingga tujuan pelayanan pertanyaan besar. Akibatnya, pada satu pihak penyedia pelayanan dapat bertindak semaunya tanpa merasa bersalah (guilty feeling) pada masyarakat.

Pemerintah pusat maupun daerah telah melakukan berbagai upaya un-tuk mencari solusi bagaimana penerapan praktik terbaik (best practices) dalam hal pelayanan publik. Lebih lagi, Indonesia memiliki keberagaman dan kemajemukan dengan segala kompleksitasnya, baik dari segi wilayah, sosial kultural masyarakat, kualitas sumber daya manusia, hingga infrastruk-tur yang berbeda di setiap daerah. Tentu hal ini menjadi tantangan tersend-iri dalam upaya mewujudkan pelayanan publik yang prima.

Menciptakan Praktek Terbaik Pelayanan Publik di IndonesiaRabu, 9 September 2015, Presiden Joko Widodo (Jokowi) membuat ke-

bijakan yang disebut sebagai gerakan ekonomi dengan meluncurkan Pa-ket Kebijakan Tahap I dalam upaya menciptakan kondisi ekonomi makro yang kondusif. Kebijakan tersebut antara lain, mendorong percepatan belanja pemerintah, melalui percepatan daya serap anggaran, dan juga melakukan langkah-langkah penguatan neraca pembayaran. Akan tetapi, Presiden Jokowi yang ketika membuat pengumuman tersebut didampingi Gubernur BI, Ketua OJK, dan sejumlah menteri, mengakui langkah-langkah tersebut belum cukup.

Paket Kebijakan tersebut terdiri atas 3 (tiga langkah), yaitu:1.Mendorong daya saing industri nasional melalui deregulasi, debirokrat-

isasi, serta penegakan hukum, dan kepastian usaha yang menurut Jokowi,

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

41

terdapat 89 peraturan yang dirombak dari 154 peraturan yang masuk ke tim, sehingga dianggap bisa menghilangkan duplikasi sekaligus mem-perkuat koherensi dan konsistensi yang akan dibarengi dengan pemang-kasan peraturan yang tidak relevan atau menghambat daya saing industri nasional.

2. Mempercepat proyek strategis nasional dengan menghilangkan ber-bagai hambatan, sumbatan dalam pelaksanaan dan penyelesaian proyek strategis nasional tersebut antara lain, penyederhanaan izin, penyelesaian tata ruang dan penyediaan lahan, percepatan pengadaan barang dan jasa pemerintah, serta diskresi dalam penyelesaian hambatan dan perlind-ungan hukum.

3. Meningkatkan investasi di sektor property untuk mendorong pemban-gunan perumahan khususnya untuk masyarakat berpenghasilan rendah, serta membuka peluang investasi yang lebih besar di sektor properti. Kebi-jakan ini bertujuan untuk menggerakkkan kembali sektor riil yang akhirnya memberikan pondasi bagi lompatan kemajuan perekonomian Indonesia pada masa mendatang.

Tiga langkah di dalam Paket Kebijakan Ekonomi Tahap I tersebut diyakini Presiden Jokowi akan memperkuat industri nasional, akan mengembangkan usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi. Termasuk akan memperlancar perdagangan antar-daerah, akan membuat pariwisata semakin bergairah, akan menjadikan kesejahteraan nelayan semakin membaik dengan menai-kkan produksi ikan tangkap dan penghematan biaya bahan bakar sebesar 70% melalui konversi minyak solar ke elpiji.

Dalam menghadapi era globalisasi yang penuh tantangan dan peluang, aparatur negara dituntut untuk dapat memberikan pelayanan yang sebaik–baiknya berorientasi pada kebutuhan dan kepuasan peneri-ma layanan, sehingga dapat meningkatkan daya saing dalam pemberian layanan, baik berupa barang maupun jasa. Undang–undang No. 32 tahun 2004 tentang Otonomi Daerah mengandung spirit terciptanya peningkatan pelayanan kepada masyarakat.

Pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah memungkinkan terjadinya penyelenggaraan pelayanan dengan jalur birokrasi yang lebih ringkas dan memberikan peluang bagi pemerintah daerah dalam pemberian dan peningkatan kualitas layanan. Pengembangan terhadap penyelenggaraan pelayanan publik merupakan salah satu

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

42

pilihan strategis untuk mengembangkan pemerintah yang baik (good gov-ernance) di Indonesia.

Untuk memperbaiki kualitas pelayanan publik sehingga terciptanya best practice, maka harus dilakukan berbagai inovasi yang disesuaikan dengan kondisi dan potensi yang dimiliki. Penyeragaman sistem pelayanan publik di setiap daerah tidak mungkin dilakukan karena Indonesia memiliki keber-agaman dan kemajemukan dengan segala kompleksitasnya, baik dari segi wilayah, sosial kultural masyarakat, kualitas sumber daya manusia, hingga infrastruktur yang berbeda di setiap daerah. Tapi harus dipastikan adalah pada setiap sistem pelayanan public harus berdasarkan kriteria best practices yang ditelah ditetapkan. Kriteriabest practices menurut United Nations (Komarudin, 2007) adalah :

1. Dampak (impact), yaitu dampak positif, dapat dilihat (tangible) dalam meningkatkan kondisi kehidupan masyarakat.2. Kemitraan (partnership), yaitu kemitraan aktor-aktor yang terlibat.3. Keberlanjutan (sustainability), yaitu membawa perubahan (institusi, legislasi, sosial, ekonomi;. efisiensi, efektivitas, transparansi, dan akuntabilitas).4. Kepemimpinan (leadership) dan pemberdayaan masyarakat (community empowerment), yaitu transfer (transferability) dan replikasi, tepat bagi kebutuhan lokal.5. Kesetaraan gender dan pengecualian sosial (gender equality and social inclusion), yaitu kesetaraan dan keadilan gender.6. Inovasi (innovation), innovation within local context and transferability, yaitu bagaimana pihak lain memperoleh manfaat dan inisiatif, alih pengetahuan dan keahlian.

Dari kriteria tersebut dapat diidentifikasi berbagai sistem pelayanan publik yang ada di berbagai jenjang pemerintahan dan instasi yang ada. Ada beberapa hal baru dan inovatif yang kiranya bisa dilakukan dalam rangka pembenahan kinerja SDM aparat pemerintah di tanah air. Beberapa catatan yang dianggap ‘urgen’ dapat dilihat dari beberapa hal berikut ini:

1. Upaya pembenahan kinerja SDM aparat pemerintah harus diawali dengan komitmen politik yang besar, baik pada tingkat makro maupun mik-ro. Pengalaman negara Australia memperlihatkan langkah pembenahan ki-nerja harus diwadahi dalam sebuah aturan hukum yang secara tegas men-

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

43

gatur perilaku aparat, adopsi nilai-nilai baru, pembenahan manajemen, struktur, sistem, dan sebagainya. Langkah legislatif secara konsisten dengan langkah administratif yang antara lain terlihat dari adanya alokasi badan implementasi tertentu, otoritas, serta sumberdaya pendukung lainnya.

2. Proses pembenahan kinerja senantiasa dilihat sebagai upaya yang sangat serius dan perlu segera dilakukan. Negara Australia memiliki badan atau komisi khusus yang diberi tanggung jawab untuk mengawal proses pembenahan tersebut. Bahkan, badan tersebut langsung berada di bawah pengawasan Perdana Menteri. Selain itu, badan tersebut sekaligus juga bertugas melakukan evaluasi, perbaikan, peninjauan kembali, dan seba-gainya. Sekilas, langkah ini merefleksikan adanya sense of urgency dari pemerintah di negara tersebut untuk menempatkan pembenahan kinerja sebagai prioritas utama dengan berbagai alasan yang juga sudah diurai-kan sebelumnya.

3. Semua pembenahan yang dilakukan memberikan perhatian besar pada aspek manusia. Perhatian diberikan pada setiap aspek pembena-han seperti ketentuan rekruitmen, penempatan, dan promosi. Dalam kaitan dengan hal itu, masalah nilai menempati sentral pada upaya pembena-han. Etos kerja, akuntabilitas, responsivitas, meritokrasi, profesionalisme, sen-sitivitas, dan produktivitas adalah beberapa nilai penting yang mendapat perhatain khusus diAustralia. Realisasi nilai-nilai tersebut menjadi sasaran utama dari program pembenahan sudah dan sedang dilakukan. Nilai-nilai itu selanjutnya dibakukan sebagai bagian integral dari beberapa public service code of conduct yang juga sudah diuraikan di atas. Realisasi nilai-nilai tersebut juga sangat bergantung pada beberapa hal seperti mencip-takan struktur dan mekanisme manajerial yang kondusif, reformasi berbagai aturan pelayanan publik memperkenalkan dan mengadopsi nilai-nilai tersebut, implementasi sistem rekruitmen, pengembangan karir, dan gaji yang berdasarkat prinsip meritokrasi, dan perbaikan teknologi pendukung serta program-program pelatihan (UN, 2000).

4. Kendati sudah dijalankan secara sungguh-sungguh dengan tinggi, namun langkah pembenahan kinerja pelayan publik tidak dengan serta-merta membawa hasil yang diinginkan. Realisasi sasaran pembenahan sangat tergantung pada beberapa variabel lain. Dengan demikian, baik komitmen, otoritas, sumber daya finasial, dan kerangka kelembagaan saja tidak cukup. Langkah pembenahan harus ketersediaan orang-orang yang

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

44

berkualitas untuk mendukung proses tersebut.

5. Walaupun masih mengandung sejumlah keterbatasan, negara Australia di atas setidaknya sudah memberikan gambaran sekilas tentang bagaimana kinerja aparat pemerintah seharusnya diukur. Hal yang perlu diperhatikan adalah, bahwa proses pengukuran tersebut harus merupakan proses sistemik yang didasarkan pada aturan yang jelas. Aturan yang dimaksud tidak hanya semata-mata berorientasi pada ‘tertib administrasi’ tetapi harus didasarkan pada nilai-nilai yang sudah diuraikan pada poin sebelumnya. Dengan kata lain, proses penilaian kinerja aparat tidak ditujukan untuk kepentingan administrasi semata, seperti melihat tingkat loyalitas seorang aparat terhadap unit kerja dan atasannya, tetapi lebih sebagai bagian integral untuk meningkatkan kinerja dan produktivitas pelayanan publik secara umum. Oleh karenanya, butir-butir penilaian yang bersifat subjektif harus dieliminasi dengan menempatkan butir-butir penilaian sub-stantif berkaitan dengan kontribusi seseorang terhadap proses penyelenggaraan pelayanan publik.

Ombudsman sebagai Kontrol Pelayanan PublikSumber daya manusia yang kurang memadai, birokrasi yang belum

berjalan sebagaimana mestinya dan tanpa dukungan sarana-prasarana telah menegasikan hak masyarakat dalam memperoleh pelayanan publik. Masyarakat kerap di ping-pong ataupun diperas dengan alasan se-ikhlasnya untuk mengganti biaya administrasi yang jelas-jelas sudah ditanggung negara ketika sedang membutuhkan pelayanan publik. Untuk sikap atau perilaku dari aparat pelayanan publik yang merugikan masyarakat, maka diperlukan pengawasan. Selama ini, pengawasan terhadap pelayanan publik hanya dilakukan secara internal kelembagaan dan cenderung tidak memperbaiki atau meningkatkan kualitas pelayanan publik. Sejalan dengan asas umum penyelenggaraan pelayanan publik yang baik, yakni bersifat partisipatif, maka pengawasannya juga dilakukan dengan jalan melibatkan peran serta masyarakat.

Dalam UU No. 25/2009 telah dijelaskan tentang peningkatan kualitas pelayanan publik agar menjadi baik, yakni dengan cara melakukan pengawasan aparat pelayanan publik. Pengawasan penyelenggaraan pelayanan publik dilakukan dengan dua jalan, pertama pengawasan intern, dilakukan atasan dan aparat pengawasan fungsional. Kedua, pengawas ekstern yang dilakukan masyarakat secara langsung dan

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

45

pengawasan yang dilakukan oleh Ombudsman untuk memberikan perlind-ungan hak-hak masyarakat, keadilan dan kesejahteraan memperoleh pelayanan publik yang baik.

Adapun tujuan dari diadakannya pengawasan terhadap pelayanan publik adalah terpenuhinya hak masyarakat mengakses layanan yang terse-dia. Tanpa adanya pengawasan ekstern sangat sulit untuk dapat menin-gkatkan kualitas pelayanan publik. Sebab, selama ini aparat public servant tidak sedikit yang masih belum memahami tugas dan peng-abdiannya dalam memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat. Ombudsman Republik Indonesia sebagai lembaga pengawas badan atau lembaga penyelenggara pelayanan publik merupakan lembaga yang sangat penting dalam mewujudkan good governance. Hal ini disebabkan karena lembaga penyelenggara pelayanan publik yang baik harus dapat memberikan pelayanan yang baik juga kepada masyarakat.

Ini berkaitan erat dengan Indonesia yang merupakan negara hukum materil di mana tujuan negara hukum materil adalah untuk mensejahterakan rakyat. Penguatan dan optimalisasi peran Ombudsman dalam percepatan reformasi birokrasi. Berbagai upaya dan peranan yang harus dilakukan Ombudsman Republik Indonesia di antaranya adalah :

1. Rekomendasi yang dikeluarkan oleh Ombudsman Republik Indonesia memiliki kekuatan hukum yang mengikat. Namun, pada faktanya sampai saat ini rekomendasi yang dikeluarkan oleh Ombudsman Republik Indonesia tidak mempunyai daya paksa terhadap instansi yang mendapatkan rekomendasi tersebut sehingga seringkali tidak ada tindak lanjutnya. Walaupun dalam Undang-undang No. 37 tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia dinyatakan bahwa bagi instansi yang tidak melaksanakan rekomendasi akan dilaporkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat atau Presiden, tetapi tetap saja tidak efektif. Artinya, bisa dikatakan bahwa kinerja yang dilakukan oleh Ombudsman Republik Indo-nesia belum optimal. Perlu diberikan wewenang kepada Ombudsman Republik Indonesia, agar rekomendasi yang dikeluarkannya mempunyai daya paksa yang mengikat sehingga harus dilaksanakan oleh instansi terkait.

2. Pemberian reward and punishment kepada instansi penyelenggara pelayanan publik. Upaya ini dimaksudkan untuk memberikan penghargaan kepada instansi penyelenggara pelayanan umum. Wewenang ini menerapkan prinsip stick and carrots, yaitu pemberian sanksi dan penghargaan. Sanksi tersebut diberikan kepada instansi yang melanggar prinsip pelayanan

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

46

publik, sedangkan penghargaan diperuntukkan bagi yang melaksanakan pelayanan publik dengan baik.

3. Pengadaan peninjauan secara berkala yang dilakukan oleh Ombudsman Republik Indonesia kepada instansi penyelenggara pelayanan publik. Ombudsman Republik Indonesia harus melakukan peninjauan secara berkala dan spontanitas ke instansi-instansi yang masuk dalam pengawasannya. Hal ini dilakukan dengan menjalankan amanah dari Pasal 43 Undang-Undang Nomor 37 tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia yaitu dengan membentuk perwakilan Ombudsman Republik Indonesia di daerah-daerah agar pelaksanaan wewenang ini bisa dilakukan secara optimal.

Pembentukan Ombudsman sehingga kehadirannya betul-betul dapat menjadi lubrikasi bagi kelancaran sistem birokrasi atau sistem peradilan guna meningkatkan mutu pelayanan publik, perlu diapresiasi sebagaimana andil Ombudsman di negara-negara maju. Belajar dari pengalaman, sejauh ini patut dikuatirkan agenda reformasi hukum dan kelembagaan nasional hanya bersifat seremonial politik atau latah, tanpa dilandasi niat untuk menyempurnakan tata pemerintahan yang baik (good governance). Maladministrasi Publik kendati kata ombudsman (wakil sah seseorang) berasal dari Skandinavia, tapi sesungguhnya lembaga semacam Ombudsman pernah dipraktikkan di Cina sekitar 2000 tahun lalu selama Dinasti Han dan di Korea pada era Dinasti Choseon.

Saat itu ibarat seseorang yang dipercayai rakyat dan didengar nasehatnya oleh raja, sehingga dapat memainkan peran dalam menjembatani penyelesaian masalah kerajaan dengan rakyatnya atau sebaliknya. Adalah Swedia yang pertama kali mendirikan lembaga ombudsman klasik (Justice Ombudsman) pada tahun 1809.

Lembaga Parliamentary Ombudsman (Folketingets Ombudsman) yang lebih modern mulai didirikan di Denmark tahun 1955 dan kemudian New Zealand pada tahun 1962. Hingga sekarang lembaga ombudsman sedikitnya telah ada di 107 negara termasuk Indonesia, kurang lebih 50 di antaranya berlandaskan konstitusi dan lainnya diatur oleh undang-undang tersendiri.

Umumnya tetap menggunakan nama ombudsman, meskipun di sejumlah negara (Perancis), Public Protector (Afrika Selatan), Wafaki

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

47

Mohtasib (Pakistan), Lok Ayukta (India). Umumnya ombudsman dikenal seba-gai lembaga independen yang menerima dan menyelidiki keluhan-keluhan masyarakat yang menjadi korban kesalahan administrasi (maladministration) publik. Yaitu meliputi keputusan-keputusan atau tindakan pejabat publik yang ganjil (inappropriate), menyimpang (deviate), sewenang-wenang (arbitrary), melanggar ketentuan (irregular/illegitimate), penyalahgunaan kekuasaan (abuses of power) atau keterlambatan yang tidak perlu (undue delay) atau pelanggaran kepatutan (equity).

Tetapi, sesungguhnya ombudsman tidak sekedar sebuah sistem untuk menyelesaikan keluhan masyarakat kasus demi kasus, yang utama mengambil inisiatif untuk mengkhususkan perbaikan administratif atau sistemik dalam upayanya meningkatkan mutu pelayanan masyarakat. Perkembangannya tidak saja state ombudsman yang mengurusi maladministrasi publik, tumbuh juga ombudsman yang dibentuk kalangan civil society dengan wilayah kerja yang lebih khusus. Di Inggris dan Australia, misalnya, selain ada state ombudsman, juga marak ombudsman industri seperti untuk sektor perbankan, telekomunikasi, perumahan, rumah sakit dan sebagainya. Di Swedia ombudsman pers yang dibentuk oleh asosiasi wartawan dan industri pers sangat efektif menangani keluhan-keluhan masyarakat yang dirugikan oleh pemberitaan media massa.

Di tanah air penerbit pers yang telah memiliki ombudsman misalnya Kom-pas dan Jawa Pos. Dewan Pers pada tingkat tertentu juga telah menjalank-an fungsi ombudsman pers. Dalam hal pemberantasan korupsi, ombuds-man berbeda dengan fungsi lembaga represif antikorupsi seperti kejaksaan dan kepolisian. Walau begitu, dari waktu ke waktu fungsi dan wilayah kerja ombudsman juga mengalami perkembangan. Di negara-negara Amerika Latin dan Eropa Timur, ombudsman juga melakukan pengawasan terhadap masalah pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Bahkan misalnya, di Philip-pina, Papua Nugini, Taiwan, atau Uganda ombudsman memiliki kewenan-gan lebih luas yaitu melakukan penyidikan tindak pidana korupsi, layaknya Independen Commission Against Corruption (ICAC) atau kejaksaan di ban-yak negara.

Fungsi ombudsman lebih tertuju pada perbaikan administrasi guna me-mastikan bahwa sistem-sistem tersebut membatasi korupsi sampai tingkat mini-mum, yakni penyelenggaraan administrasi yang transparan, efisien dan dapat dipertanggungjawabkan kepada publik. Dalam konteks good gov-ernance sumbangan terbesar ombudsman melalui kewenangannya dalam

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

48

melakukan peninjauan kebijakan publik mewakili publik, memberi peran langsung dalam upaya memperkuat dan melembagakan partisipasi masyarakat dalam mengontrol pemerintahan agar lebih transparan, akuntabel dan partisipatif. Ini penting mengingat tata pemerintahan yang baik hanya dimungkinkan kalau ada keseimbangan hubungan yang sehat antara negara, masyarakat dan sektor swasta, tidak boleh ada aktor kelembagaan di dalam governance yang mempunyai kontrol yang absolut. Korupsi tumbuh subur dalam situasi ketidakseimbangan hubungan tadi.

OPtIMaLISaSI KInerJaOMBUDSMan rePUBLIK InDOneSIa

Ditinjau dari sudut hukum tatanegara, negara adalah suatu organisasi kekuasaan, dan organisasi tersebut merupakan tata kerja dari alat-alat perlengkapan negara yang merupakan suatu keutuhan. Tata kerja itu melukiskan hubungan serta pembagian tugas dan kewajiban antara masing-masing alat perlengkapan negara itu mencapai suatu tujuan yang tertentu.[1]Sebagai sebuah organisasi kekuasaan, negara dilekati banyak fungsi diantaranya fungsi reguler dan fungsi agent of development.

Fungsi reguler berkaitan dengan pelaksanaan tugas yang mempunyai akibat langsung yang dirasakan oleh seluruh masyarakat, fungsi tersebut meliputi negara sebagai political state, negara sebagai diplomatik, nega-ra sebagai sumber hukum, dan negara sebagai administratif. Sedangkan fungsi agent of development meliputi sebagai stabilisator stabilisasi politik, ekonomi, sosial dan budaya serta sebagai inovator dalam menciptakan ide-ide yang berhubungan dengan pembangunan.

Indonesia adalah negara hukum, hal tersebut secara tegas dinyata-kan dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Ta-hun 1945. Seiring dengan perkembangan zaman, Indonesia juga mulai berkembang menjadi Negara hukum materiil atau welfare state dimana semua kegiatan dari segala aspek ditujukan untuk kesejahteraan rakyat. Welfare state menuntut adanya peran aktif birokrasi untuk mengatur peran warga negaranya. Kewenangan birokrasi yang demikian luasnya mengaki-batkan timbulnya perbuatan tercela dalam birokrasi. Salah satu penyele-wengan tersebut adalah adanya maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik.

Adanya penyelewengan dalam pelaksanaan wewenang birokrasi me-

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

49

merlukan upaya reformasi birokrasi agar pelaksanaan wewenang tersebut tetap ditujukan untuk kesejahteraan rakyat. Salah satu upaya reformasi birokrasi tersebut antara lain adalah pengawasan terhadap tindakan birokrasi. Pengawasan tersebut ada dua macam yaitu pengawasan eksternal dan pengawasan internal. Dalam hal ini Ombudsman Republik Indonesia masuk ke dalam pelaksana pengawasan eksternal dari penyelenggara pelayanan publik.

Ombudsman Republik Indonesia diperlukan sebagai upaya reformasi birokrasi dalam bidang pelayanan publik. Komisi Ombudsman Nasional ini berdiri pada tanggal 10 Maret 2000 berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2000 Tentang Komisi Ombudsman Nasional. Sejak berdiri Komisi Ombudsman Nasional sering mendapat pertanyaan terkait dengan fungsi dan peranan mendukung terwujudnya pemerintahan yang bersih dan berwibawa (good governance). Bahkan ada yang menyatakan bahwa lembaga Ombudsman kurang efektif serta kurang memberi pengaruh dalam usaha perwujudan pemerintahan yang bersih.

Saat ini, landasan hukum Ombudsman adalah Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman Republik Indonesia. Gagasan perlunya dibentuk Undang-undang Ombudsman didasari niat untuk memperkokoh keberadaan KON sebagai lembaga pengawas eksternal atas penyelenggaraan negara. Dasar hukum yang baru ini juga mempengaruhi nama Komisi Ombudsman Nasional berubah menjadi Ombudsman Republik Indonesia (ORI). Keberadaan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia hanya mempertegas keberadaan Ombudsman secara yuridis saja tanpa adanya perluasan wewenang terhadap lembaga tersebut.

Realitanya pada saat ini fungsi dari lembaga ini untuk mengawasi pe-nyelenggaraan pelayanan publik kurang terlihat manfaatnya. Mengurus sebuah surat sertifikat tanah, akta atau dokumen lainnya, kenyataannya sangat sulit dan memakan waktu lama. Masyarakat kerap kali mengeluhkan buruknya pelayanan publik seperti ini. Hal ini menyebabkan bahwa keberadaan Ombudsman kurang dirasakan oleh masyarakat dan belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat sebagai sarana pengaduan akan pelayanan publik tersebut. Selain itu, out put dari Ombudsman hanyalah berupa rekomendasi yang mana tidak mempunyai sanksi mengikat bagi badan pelayanan publik untuk melaksanakan rekomendasi tersebut sehingga belum dapat

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

50

menjadi solusi untuk mewujudkan reformasi birokrasi.

Ombudsman Indonesia muncul ditandai dengan adanya landasan yu-ridis berupa Keputusan Presiden (Keppres) Republik Indonesia Nomor 44/ 2000 Tentang Komisi Ombudsman Nasional. Keberadaan Komisi Ombudsman Nasional dengan dasar hukum berupa Keppres tidaklah kuat. Banyak pihak yang menganggap keberadaan Komisi Ombudsman Nasional tidak efektif bila diterapkan di Indonesia. Namun dalam prak20 menyampaikan keluhan-keluhan dan pengaduan lainnya mengenai sikap tindak para penyelenggara negara dan penyelenggara pemerintahan yang tidak memberikan pelayanan publik yang baik. Untuk itu, perlu adanya dasar hukum yang lebih kuat bagi Komisi Ombudsman Nasional, agar keberadaan dan tanggung jawabnya dapat dilaksanakan dengan lancar.

Ombudsman adalah institusionalisasi dari hak-hak sipil (hak-hak hukum) yang dimiliki oleh setiap warga negara untuk mendapatkan pelayanan yang baik dari institusi pemerintah. Dengan demikian, Ombudsman adalah lembaga yang memperjuangkan hak-hak sipil warga negara dalam berhubungan dengan pemerintah, karena pemerintah bertanggung jawab untuk merealisasikan hak-hak warga negara tersebut. Fungsi ombudsman pada dasarnya adalah fungsi mediasi antara pihak pelapor (anggota masyarakat) dan terlapor (aparatur negara dan aparatur pemerintah). Agar fungsi ini dapat berjalan dengan baik, maka setiap institusi pemerintah harus mempunyai prosedur dan alur administratif pelayanan publik dan aturan tingkah laku (code of conduct) aparatur negara di lingkungan pekerjaan masing-masing.

Ombudsman dikenal sebagai lembaga independen yang menerima dan menyelidiki keluhan-keluhan masyarakat yang menjadi korban kesalahan administrasi (maladministration) publik. Dalam hal ini meliputi keputusan-keputusan atau tindakan pejabat publik yang ganjil (inap-propriate), menyimpang (deviate), sewenang-wenang (arbitrary), melanggar keten-tuan (irregular/illegitimate), penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power), keterlambatan yang tidak perlu (undue-delay), atau pelanggaran ke-patutan (equity). Tetapi sesungguhnya Ombudsman tidak sekedar sebuah sistem untuk menyelesaikan keluhan masyarakat kasus demi kasus, namun yang utama adalah mengambil inisiatif untuk mengkhususkan perbaikan administratif atau sistemik dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

51

masyarakat.

Keberadaan Komisi Ombudsman Nasional (KON) yang dibentuk pada tanggal 10 Maret 2000 berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 2000 bertujuan meningkatkan pelayanan dan perlindungan hukum oleh aparat pemerintah dan peradilan kepada masyarakat. Saat ini telah dicabut dengan adanya pengesahan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman Republik Indonesia. Dengan demikian nama Komisi Ombudsman Nasional juga berubah menjadi Ombudsman Republik Indonesia (ORI). Ombudsman Indonesia dapat disebut sebagai lembaga negara yang berbentuk badan hukum publik, karena Ombudsman dibentuk oleh kekuasaan umum dan dimaksudkan untuk menyelenggara-kan kegiatan yang mempunyai tujuan untuk kepentingan umum. Ombudsman perperan sebagai perantara/ penghubung aspirasi dan kelu-han dari masyarakat.

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman Republik Indonesia memberi definisi tentang Ombudsman Republik Indonesia yaitu lembaga negara yang mempunyai kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik baik yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan termasuk yang diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan Badan Hukum Milik Negara serta badan swasta atau perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu yang se-bagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah. Komisi Ombudsman Nasional dibentuk dengan pertimbangan bahwa : Pemberdayaan masyarakat melalui peran serta mereka untuk melakukan pengawasan akan lebih menjamin penyelenggaraan negara yang jujur, bersih, transparan, bebas korupsi, kolusi dan nepotisme.

Pasal 2 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman Republik Indonesia menyebutkan Ombudsman merupakan lembaga negara yang bersifat mandiri dan tidak memiliki hubungan organik dengan lembaga negara dan instansi pemerintahan lainnya, serta dalam menjalankan tugas dan wewenangnya bebas dari campur tangan kekuasaan lainnya. Pasal 3 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman Republik Indonesia menyebutkan Ombudsman dalam menjalankan tugas dan wewenangnya berasaskan kepatutan, keadilan, non-diskriminasi, tidak

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

52

memihak, akuntabilitas, keseimbangan, keterbukaan dan kerahasiaan.

Pasal 4 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman Republik Indonesia menyebutkan Ombudsman bertujuan:

1. Mewujudkan negara hukum yang demokratis, adil, dan sejahtera2. Mendorong penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang efektif dan efisien, jujur, terbuka, bersih, serta bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme 3. Meningkatkan mutu pelayanan negara di segala bidang agar setiap warga negara dan penduduk memperoleh keadilan, rasa aman, dan kesejahteraan yang semakin baik4. Membantu menciptakan dan meningkatkan upaya untuk pemberantasan dan pencegahan praktek-praktek Maladministrasi, diskriminasi, kolusi, korupsi, serta nepotisme;5. Meningkatkan budaya hukum nasional, kesadaran hukum masyarakat, dan supremasi hukum yang berintikan kebenaran serta keadilan.

Mengenai Tugas dan Wewenang Ombudsman RI tercantum dalam Pasal 7 dan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman Republik Indonesia, yang selengkapnya

Pasal 7, Tugas Ombudsman adalah :1. Menerima Laporan atas dugaan Maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik;2. Melakukan pemeriksaan substansi atas Laporan;3. Menindaklanjuti Laporan yang tercakup dalam ruang lingkup kewenangan Ombudsman;4. Melakukan investigasi atas prakarsa sendiri terhadap dugaan Maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik;5. Melakukan koordinasi dan kerja sama dengan lembaga negara atau lembaga pemerintahan lainnya serta lembaga kemasyarakatan dan perseorangan;6. Membangun jaringan kerja;7. Melakukan upaya pencegahan Maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik; dan8. Melakukan tugas lain yang diberikan oleh undang-undang.

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

53

Pasal 8 ayat (1), Wewenang Ombudsman adalah :1. Meminta keterangan secara lisan dan/atau tertulis dari Pelapor,

Terlapor, atau pihak lain yang terkait mengenai Laporan yang disampaikan kepada Ombudsman;

2. Memeriksa keputusan, surat-menyurat, atau dokumen lain yang ada pada Pelapor ataupun Terlapor untuk mendapatkan kebenaran suatuLaporan;

3. Meminta klarifikasi dan/atau salinan atau fotokopi dokumen yang diperlukan dari instansi mana pun untuk pemeriksaan Laporan dari instansi Terlapor;

4. Melakukan pemanggilan terhadap Pelapor, Terlapor, dan pihak lain yang terkait dengan Laporan;

5. Menyelesaikan laporan melalui mediasi dan konsiliasi atas permintaan para pihak;

6. Membuat Rekomendasi mengenai penyelesaian Laporan, termasuk Rekomendasi untuk membayar ganti rugi dan/atau rehabilitasi kepada pihak yang dirugikan;

7. Demi kepentingan umum mengumumkan hasil temuan, kesimpulan, dan Rekomendasi.

Pasal 8 ayat (2), Selain wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Ombudsman berwenang:

1. Menyampaikan saran kepada Presiden, kepala daerah, ataupimpinan Penyelenggara Negara lainnya guna perbaikan dan penyempur-naan organisasi dan/atau prosedur pelayanan publik;

2. Menyampaikan saran kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan/atau Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan/atau kepala daerah agar terhadap undang-undang dan peraturan perundang-undangan lainnya diadakan perubahan dalam rangka mencegah Maladministrasi.

Mengenai rekomendasi Ombudsman, Rekomendasi adalah kesimpulan, pendapat, dan saran yang disusun berdasarkan hasil investigasi Ombudsman, kepada atasan Terlapor untuk dilaksanakan dan/atau ditindaklanjuti dalam rangka peningkatan mutu penyelenggaraan administrasi pemerintahan yang baik. Ombudsman menerima Laporan dan memberikan Rekomen-dasi apabila ditemukan Maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayan-an publik. Rekomendasi disampaikan kepada Pelapor, Terlapor, dan atasan Terlapor dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal Rekomendasi ditandatangani oleh Ketua Ombudsman. Menurut Pasal 37 ayat (2) Rekomendasi memuat sekurang-kurangnya:

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

54

1. Uraian tentang Laporan yang disampaikan kepada Ombudsman;2. Uraian tentang hasil pemeriksaan;3. Bentuk Maladministrasi yang telah terjadi; dan4. Kesimpulan dan pendapat Ombudsman mengenai hal-hal yang perlu dilaksanakan Terlapor dan atasan Terlapor.

Terlapor dan atasan Terlapor wajib melaksanakan Rekomendasi Ombudsman. Walaupun demikian, sebenarnya rekomendasi dari Ombuds-man Republik Indonesia tidak mempunyai kekuatan hukum (non legally binding), tetapi bersifat morally binding. Rekomendasi yang bersifat morally binding pada dasarnya mecoba menempatkan manusia pada martabat mulia sehingga untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu seorang pejabat publik tidak harus diancam dengan sanksi hukum, melainkan melalui kesadaran moral yang tumbuh dari lubuk hati.

Apabila dipandang perlu, Ombudsman dapat mendirikan perwakilan Ombudsman di daerah provinsi atau kabupaten/kota. Perwakilan Ombudsman mempunyai hubungan hierarkis dengan Ombudsman dan dipimpin oleh seorang kepala perwakilan. Kepala perwakilan dibantu oleh asisten Ombudsman. Ketentuan mengenai fungsi, tugas, dan wewenang Ombudsman secara mutatis mutandis berlaku bagi perwakilan Ombudsman. Saat ini telah ada beberapa perwakilan Ombudsman di daerah antara lain di wilayah DI Yogyakarta dan Jawa Tengah, wilayah Sumatra Utara dan NAD, wilayah NTT dan NTB, dan Wilayah Sulawesi Utara dan Gorontalo.

Tinjauan tentang reformasi BirokrasiReformasi berarti perubahan terhadap suatu sistem yang telah ada

pada suatu masa. Sistem sendiri diartikan suatu kesatuan yang terdiri dari komponen atau elemen yang dihubungkan bersama untuk memudahkan aliran informasi, materi atau energi. Menurut Umar Said, pemimpin redaksi Harian Ekonomi Nasional 1965, Reformasi adalah mengubah, merombak, membangun kembali atau menyusun kembali. Reformasi bertujuan untuk memperbaiki kerusakan-kerusakan yang telah diwariskan. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, reformasi adalah perubahan radikal untuk perbai-kan (bidang sosial, politik atau agama) di suatu masyarakat atau negara.

Birokrasi dapat diartikan sebagai suatu organisasi pemerintahan yang terdiri dari sub-sub struktur yang memiliki hubungan satu dengan yang lain,

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

55

yang memiliki fungsi, peran, dan kewenangan melaksanakan pemerintahan, dalam rangka mencapai suatu visi, misi, tujuan, dan program yang telah ditetapkan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Birokrasi adalah sistem pemerintahan yang dijalankan oleh pegawai pemerintah karena telah berpegang pada hierarki dan jenjang jabatan. Pada dasarnya birokrasi adalah sama dengan pemerintahan secara luas meliputi penyelengga-raan pemerintahan untuk mensejahterakan rakyat.

Sedangkan reformasi birokrasi pada hakikatnya merupakan upaya untuk melakukan pembaruan dan perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan, terutama menyangkut aspek-aspek kelembagaan (organisasi), ketatalaksanaan (business process), sumber daya manusia aparatur. Reformasi Birokrasi dilaksanakan dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Dengan kata lain, Reformasi Birokrasi adalah langkah strategis untuk membangun aparatur negara agar lebih berdaya guna dan berhasil guna dalam mengemban tugas umum pemerintahan dan pembangunan na-sional.

Tap MPR-RI Nomor VI/2001 mengamanatkan agar Presiden membangun kultur birokrasi Indonesia yang transparan, akuntabel, bersih dan bertanggungjawab, serta dapat menjadi pelayan masyarakat abdi negara, contoh dan teladan masyarakat. Dalam Tap MPR-RI Nomor VII Ta-hun 2001 tentang Visi Indonesia Masa Depan, salah satu Visi Indonesia 2020 yang dinyatakan dalam bab IV angka 9 yaitu baik dan bersih dalam penyelenggaraan negara yang terdiri dari 3 (tiga) aspek, yaitu:

1. Terwujudnya penyelenggaraan negara yang profesional, transparan, akuntabel, memilik kreadibilitas dan bebas KKN

2. Terbentuknya penyelenggaraan negara yang peka dan tanggapterhadap kepentingan dan aspirasi rakyat di seluruh wilayah negaratermasuk derah terpencil dan perbatasan

3. Berkembangnya transparansi dalam budaya dan perilaku sertaaktivitas politik dan pemerintah.

Tap MPR-RI Nomor XI Tahun 1998 juga menyatakan bahwa Penyelenggara negara pada lembaga-lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif harus melaksanakan fungsi dan tugasnya dengan baik dan bertanggung jawab

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

56

kepada masyarakat, bangsa, dan negara. Untuk menjalankan fungsi dan tugasnya tersebut, penyelenggara negara harus jujur, adil, terbuka, dan terpercaya serta mampu membebaskan diri dari praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme. Segala peraturan yang ada walaupun tidak menyebut secara implisit mengenai reformasi birokrasi tetapi secara eksplisit cita-cita penyelenggaraan yang bersih salah satunya adalah dengan reformasi birokrasi. Reformasi birokrasi sebagai suatu bentuk demokrasi pelayanan publik.

Pelayanan publik mengacu kepada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Asas-asas pelayanan publik atau penye-lenggaraan negara berdasarkan Pasal 3 undang-undang tersebut, di antaranya:

1. Asas Kepastian Hukum2. Asas Tertib Penyelenggaraan Negara3. Asas Kepentingan Umum4. Asas Keterbukaan5. Asas Proporsionalitas6. Asas Profesionalitas7. Asas Akuntabilitas.

Upaya Hukum untuk Meningkatkan Peranan Ombudsman Ombudsman Republik Indonesia sebagai lembaga pengawas badan

atau lembaga penyelenggara pelayanan publik merupakan lembaga yang sangat penting dalam mewujudkan good governance. Hal ini disebabkan karena lembaga penyelenggara pelayanan publik yang baik harus dapat memberikan pelayanan yang baik juga kepada masyarakat. Hal ini berkaitan erat dengan Indonesia yang merupakan negara hukum materiil dimana tujuan negara hukum materiil adalah untuk mensejahterakan rakyat.

Ombudsman Republik Indonesia sudah dibentuk dengan undang-un-dang yang berarti landasannya lebih kuat tetapi masih banyak kekuran-gan dalam lembaga tersebut. Kekurangan tersebut sangat berpengaruh pada kinerja Ombudsman Republik Indonesia dan kinerja yang kurang op-timal tersebut menjadikan Ombudsman Republik Indonesia belum da-pat melaksanakan apa yang diamanahkan oleh Undang-Undang Nomor 25/2009 tentang Pelayanan Publik. Ketidaksinkronan tersebut menjadikan diperlukan pembenahan-pembenahan dengan meningkatkan peranan dari Ombudsman Republik Indonesia agar dapat mengimbangi semangat

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

57

reformasi birokrasi sehingga pencapaian good governance tidak hanya menjadi wacana semata.

Upaya hukum yang dapat dilakukan untuk meningkatkan peranan Ombudsman Republik Indonesia di antaranya, yaitu:

Kekuatan Mengikat Rekomendasi Ombudsman Republik Indonesia Upaya hukum yang pertama ini dengan memperluas wewenang Ombudsman Republik Indonesia yaitu memberikan wewenang dalam hal menindaklanjuti terhadap output dari pemeriksaan. Sampai saat ini rekomendasi yang dikeluarkan Ombudsman Republik Indonesia tidak mempunyai daya paksa terhadap instansi yang diberikan rekomendasi tersebut sehingga seringkali rekomendasi tersebut tidak ada tindak lanjutnya. Walaupun dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia dinyatakan bahwa bagi instansi yang tidak melaksanakan rekomendasi akan dilaporkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat atau Presiden tetapi tetap saja tidak efektif.

Hal ini sama saja kinerja yang dilakukan oleh Ombudsman Republik Indonesia tidak ada hasilnya. Oleh karena itu, perlu diberikan wewenang kepada Ombudsman Republik Indonesia agar keluaran dari Ombudsman Republik Indonesia mempunyai daya paksa yang mengikat sehingga harus dilaksanakan oleh instansi terkait. Wewenang yang dapat ditambahkan untuk Ombudsman Republik Indonesia berkaitan dengan rekomendasi yang dikeluarkan, misalnya:

1. Pemberian rekomendasi kepada suatu instansi dianggap sah apabila diumumkan dalam satu surat kabar nasional dan dua surat kabar harian lokal;2. Pemberian rekomendasi harus disertai sekaligus dengan sanksi administratif apabila tidak dilaksanakan3. Disertai denda

Pemberian Reward kepada Instansi Penyelenggara Pelayanan Publik - Upaya ini adalah pemberian wewenang Ombudsman Republik Indonesia untuk memberikan penghargaan atau reward kepada instansi penyeleng-gara pelayanan umum. Wewenang ini menerapkan prinsip stick and carrot-syaitu pemberian sanksi dan penghargaan. Bagi instansi yang melanggar prinsip pelayanan publik maka dikenai sanksi sedangkan yang melaksana-kan pelayanan publik dengan baik diberikan penghargaan. Penghargaan ataureward ada dua macam, yaitu:

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

58

1. Bagi instansi yang paling bersih, memberikan pelayanan publik yang sesuai dan tidak ada keluhan dari masyarakat akan pelayanan yang diber-ikan atau dugaan penyimpangan diberikan reward berupa best public in-stitution sebagai sebuah prestasi bagi instansi tersebut; dan

2. Bagi instansi yang paling banyak pengaduan dari masyarakat dan penyimpangannya diberikan penghargaan berupa worst public institution dengan maksud agar instansi tersebut berupaya memperbaiki kinerjanya.

Peninjauan Berkala Ombudsman Republik Indonesia kepada Instansi Penyelenggara Pelayanan Publik - Untuk menunjang wewenang yang kedua maka Ombudsman Republik Indonesia diberikan wewenang untuk mengadakan peninjauan secara berkala dan spontanitas ke instansi-instansi yang masuk ke dalam pengawasannya. Hal ini dilakukan dengan menjalankan amanah dari Pasal 43 Undang-Undang Nomor 37 tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia yaitu dengan membentuk perwakilan Ombudsman Republik Indonesia di daerah-daerah agar pelaksanaan wewenang ini bisa optimal. Permasalahan yang mungkin timbul adalah ketika di daerah tersebut sudah ada lembaga yang mempunyai kewenangan seperti Ombudsman Republik Indonesia hasil bentukan daerah tersebut. Hal ini mengakibatkan tumpang tindihnya kelembagaan apabila dibentuk perwakilan Ombudsman Republik Indonesia di daerah yang sudah ada lembaga sejenis misalnya di Medan, Bandung atau Yogyakarta.

Restrukturisasi Kelembagaan Ombudsman Republik Indonesia Untuk menanggulangi upaya hukum yang ketiga maka perlu diadakan restruktur isasi kelembagaan Ombudsman Republik Indonesia. Upaya hukum ini termasuk juga perombakan lembaga sejenis yang telah ada dan merupakan bentukan daerah menjadi sebuah lembaga perwakilan Ombudsman Republik Indonesia di daerah tersebut sehingga struktur kelembagaannya menjadi jelas dan tidak tumpang tindih.

efeKtIVItaS KInerJa LeMBaga OMBUDSManDaLaM MengaWaSI PeLaYanan PUBLIK Pelayanan Publik dan Kinerja Ombudsman di Gorontalo

Dalam Studi di Kantor Lembaga Ombudsman Perwakilan Provinsi Goron-talo, Fahrian Saleh menulis tentang efektivitas kinerja Lembaga Ombuds-man dalam Mengawasi Pelayanan Publik. Dalam tulisannya, Fahrian Saleh menyebutkan, Lembaga Ombudsman memiliki peran yang sangat

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

59

kuat dalam terciptanya pelayanan publik yang baik. Terhitung sebagai lembaga baru yang baru didirikan berdasarkan UU yang ada, Lembaga Ombudsman menekankan pada kinerja dalam mengawasi penyelenggara pelayanan publik. Termasuk dalam menjalankan program-programnya seperti dengan menjalankan kegiatan sosialisasi berupa pengenalan mengenai lembaga Ombudsman, kegiatan investigasi, monitoring dan supervisi terhadap penyelenggara pelayanan publik berdasarkan isu-isu laporan maladministrasi yang ada.

Dilanjutkannya, ditinjau dari Laporan tahunan Lembaga Ombudsman Perwakilan Provinsi Gorontalo, terhitung laporang yang masuk berjumlah 123 laporan. Hal ini tergolong sedikit dari keseluruhan wilayah jangkauan di provinsi Gorontalo. Pada penerapan kinerjanya Lembaga Ombudsman Perwakilan Provinsi Gorontalo juga mendapati berbagai macam kendala seperti Minimnya anggaran yang ada untuk dapat menjalankan kegiatan pengawasan dan kurangnya anggota atau personil yang ada di lembaga Ombudsman Perwakilan Provinsi Gorontalo. hal ini ini berdampak pada jumlah laporan yang masuk dalam lembaga ombudsman serta masih banyaknya tindakan-tindakan maladministrasi yang dilakukan oleh penyelenggara pelayanan publik di Provinsi Gorontalo sehingga sangat merugikan masyarakat dan pihak yang terkait.

Selain dengan minimnya anggaran, Lembaga Ombudsman juga mendapati hambatan erupa kurangnya personil dalam menjalankan program-program kerjanya. Dilihat berdasarkan UU yang ada Ombudsman Perwakilan Provinsi Gorontalo seharunya memiliki jumlah asisten sebanyak 5 anggota namun pada kenyataannya Ombudsman Perwakilan Provinsi Gorontalo hanya memiliki 3 asisten saja. Hal ini membuat asisten dari Ombudsman perwakilan provinsi Gorontalo harus bekerja lebih keras. Seperti dengan menggabungkan tugas pada bidang-bidangnya yang berbeda. Sehingga selain menjalankan tugas secara struktural asisten ombudsman perwakilan provinsi gorontalo juga harus menjalankan tugas secara fungsional.

Melihat penjelasan yang tertulis sebelumnya mengenai Pelayanan publik dan segala penjelasan mengenai Lembaga Ombudsman, dapat dikatikan hubungannya dengan keadaan sekarang yaitu bagaimana kinerja dari lembaga ombudman sebagai Lembaga Pengawas penyelenggara Pelayanan Publik. Pada Konsep kenyataannya kinerja dari lembaga ombudsman patut dipertanyakan efektivitasnya dalam men-

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

60

jalankan tugas pokok dan fungsi serta wewenangnya. Hal ini ditandai dengan masih buruknya pelayanan publik yang terjadi selama ini karena tidak adanya paradigma yang jelas mengenai penyelenggara pelayanan publik. Kinerja pelayanan yang diberikan oleh birokrasi yang ada di indonesia masih cukup kuat watak yang mengabdi pada kekuasaan.

Agus Sudrajat, dalam hasil surveinya menyebutkan ‘’pelayanan bidang pendidikan, kesehatan, transportasi, fasilitas sosial dan berbagi pelayanan yang dikelola oleh pemerintah daerah belum memuaskan masyarakat, kalah bersaing dengan pelayanan yang dikelola oleh pihak swasta’’. Dilihat dari permasalahan yang ada belum adanya kejelasan mengenai efektivitas dari kinerja Lembaga Ombudsman. Mengambil contoh kecil yang terjadi di Kota Gorontalo Provinsi Gorontalo. Banyak dari masyarakat biasa dan sebagian masyarakat yang ada dalam ruang lingkup pendidikan belum mengetahui dengan jelas mengenai keberadaan Lembaga Ombudsman dan kinerjannya sebagai lembaga pengawas penyelenggara pelayanan publik perwakilan Provinsi Gorontalo.

Masyarakat terkesan menutup mata akan buruknyanya pelayanan publik yang ada di lingkungan sekitarnya karena belum mengetahui dengan jelas pemahaman akan tupoksi dari lembaga Ombudsman perwakilan Gorontalo. Hal ini menimbulkan pertanyaan apakah ada program sosial-isasi dan publikasi yang dilakukan dari pihak Lembaga Ombudsman Per-wakilan Gorontalo pada masyarakat secara langsung. Ditinjau berdasar-kan pengamatan hal ini menjadi dasar terciptanya keefektivan kinerja dari lembaga Ombudsman dan bisa dilihat ini menjadi standar ukuran baik buruknya pelayanan publik terhitung setelah dikeluarkannya UU NO 37/2008.

Berdasarkan Observasi Fahrian Saleh, banyak juga sumber yang mengatakan bahwa permasalahan yang dihadapi oleh lembaga Ombudsman khususnya Lembaga Ombudsman perwakilan Provinsi Gorontalo juga terletak pada anggaran untuk melakukan kinerjanya karena terhitung sangat sedikit. Hal ini menjadi hambatan dalam pelaksanaan kinerjanya. Disamping itu juga banyak para penyelenggara pelayanan publik yang masih menganggap remeh laporan dari lembaga ombudsman kepada pihak terkait karena belum mengetahui dengan jelas kewenangan yang ada dalam lembaga Ombudsman.

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

61

Daerah Gorontalo sebagai salah satu bagian dari Negara Indonesia masih didapati buruknya pelayanan publik yang ada didaerah ini. Salah satu indikasi dari permasalahan yang ada yaitu masih banyaknya masyarakat yang mendapatkan perlakuan buruk dalam pelayanan publik ketika hendak mengurus sesuatu yang berhubungan dengan administrasi. Seperti masih berbelit belitnya masyarakat dalam pengurusan pembuatan surat izin mendirikan bangunan dan pengurusan pembuatan KTP serta pembuatan sertifikat tanah dan lain-lain. Berbagai hal yang dikeluhkan masyarakat sehingga tidak membawa perubahan yang besar setelah dikeluarkannya UU NO 37 TAHUN 2008 mengenai Lembaga Ombudsman.

Provinsi Gorontalo terletak antara Oo 19’-1° 15’ Lintang Utara dan 121° 23’-123° 43’ Bujur Timur. Wilayah provinsi ini berbatasan langsung dengan dua provinsi lain, diantaranya Provinsi Sulawesi Tengah di sebelah Barat dan Provinsi Sulawesi Utara di sebelah Timur. Sedangkan di sebelah Utara berhadapan langsung dengan Laut Sulawesi dan di sebelah Selatan di-batasi oleh Teluk Tomini. Luas Provinsi Gorontalo secara keseluruhan adalah 11.967,64 km2. Jika dibandingkan dengan wilayah Indonesia, luas wilayah provinsi ini hanya sebesar O,63 persen. Provinsi Gorontalo terdiri dari 5 (lima) kabupaten dan 1 (kota), yaitu Kabupaten Boalemo, Kabupaten Goronta-lo, Kabupaten Pohuwato, Kabupaten Bone Bolango, Kabupaten Gorontalo Utara, dan Kota Gorontalo.

Suhu udara di suatu tempat antara lain ditentukan tinggi rendahnya tempat tersebut dari permukaan laut dan jaraknya dari pantai. Dengan kondisi wilayah Provinsi Gorontalo yang letaknya di dekat garis khatulistiwa, menjadikan daerah ini mempunyai suhu udara yang cukup panas. Permukaan tanah di Provinsi Gorontalo sebagian besar adalah perbukitan. Oleh karenanya, provinsi ini mempunyai banyak gunung dengan ketinggian yang berbeda beda. Gunung Tabongo yang terletak di Kabupaten Boalemo merupakan gunung yang tertinggi di Provinsi Gorontalo. Sedangkan Gunung Litu Litu yang terletak di Kabupaten Gorontalo merupakan gunung terendah.

Ombudsman rI Perwakilan Provinsi GorontaloBerdayakan Masyarakat

Dalam memberdayakan masyarakat, pihak ombudsman perwakilan melakukan penyebarluasan informasi keberbagai bentuk antara lain : sosialisasi, talk show, dialog interaktif, sarasehan, kuliah umum, dan lainnya.

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

62

Tujuan kegiatan sosialisasi adalah dengan memberikan pemahaman kepada masyarakat, memeberikan kesadaran kepada masyarakat atas hak mendapatkan layanan pemerintahan instansi penyelenggara pelayanan publik, mendorong institusi penyelenggara pelayanan publik untuk meningkatkan keptuhan terhadap peraturan perundang-undangan serta menginventarisasi permasalahan yang berkaitan dengan penyelenggara pelayanan publik sebagai bahan masukan dalam rangka perbaikan kepada instansi penyelenggara pelayanan publik.

Pada tahun 2014 Ombudsman R1 Perwakilan Gorontalo, melaksanakan sosialisasi sebagai upaya pencegahan terjadinya maladministrasi antara lain :

1. Sosialisasi dan klinik pengaduan masyarakat secara langsung2. Sosialisasi untuk jajaran pemerintah kota/kabupaten3. Sosialisasi UU No 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman RI dan UU NO 25 Tahun 2009 tentang pelayanan public4. Sosialisasi tentang tugas, fungsi, wewenang untuk jajaran instansi5. Sosialisasi dan pengawasan melalui pembukaan posko pengaduan penerimaan6. Sosialisasi melalui radio, TV, dalam bentuk dialog interaktif. 7. Penyelenggara pelayanan publik diwilayah kerja RI peseta didik baru sebagai salah satu bentuk pencegahan

OMBUDSMan DaeraH Dan PeMBerDaYaannYaTulisan Teten Masduki berjudul Ombudsman Daerah dan Pemberdayaannya

disampaikan dalam Seminar dan Lokakarya tentang Pembentukan Lembaga Ombudsman Daerah di Daerah Istimewa Yogyakarta yang diselenggarakan oleh Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia bekerja sama dengan Partnership for Governance Reform in Indonesia di Yogyakarta, 23 Oktober 2003 dirasa sangat bermanfaat untuk melengkapi ini buku ini. Pada awal tulisannya, Teten Masduki mengingatkan bahwa, Ombudsman merupakan salah satu kelembagaan antikorupsi yang direkomendasikan ketetapan (TAP) MPR Nomor VIII tahun 2001 tentang Rekomendasi Arah Kebijakan Negara yang Bersih dan Bebas KKN. Lembaga antikorupsi lain, yang juga direkomendasikan dibentuk perundang-undangannya meli-puti Komisi Antikorupsi, Pencucian Uang, Perlindungan Saksi, Kebebasan Memperoleh Informasi dan sebagainya.

Selanjutnya Teten menyebutkan, sesungguhnya rancangan undang-

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

63

undang (RUU) Komisi Antikorupsi dan Pencucian Uang kini tengah dibahas di DPR RI. Sementara Komisi Ombudsman Nasional (KON) pada masa pemerintahan Abdurrahman Wahid sudah dibentuk melalui Keppres Nomor 44 tahun 2000, dan sekarang berarti eksekutif ombudsman itu mau ditingkatkan menjadi parliamentary ombudsman dengan landasan hukum (constitutional basis) yang lebih tinggi untuk memberi keluasan jurisdiksi, wewenang dan kedudukan yang kokoh dan independen.

Di masyarakat awam ombudsman belum banyak dikenal. Bahkan di ka-langan praktisi hukum, DPR dan pemerintah, masih banyak yang meno-lak pembentukan ombudsman dengan berbagai alasan. Umumnya mereka berpandangan lebih baik membenahi kelembagaan pengawasan yang telah ada, dan memberdayakan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). di negeri Belanda perdebatan signifikansi pembentukan ombudsman ber-langsung hampir 20 tahun sebelum akhirnya pada tahun 1981 diakomodasi di dalam konstitusi mereka, meskipun di sana sistem peradilan dan institusi demokrasi lainnya telah berjalan relatif sempurna. Hal yang sama juga terjadi di Perancis, pada mulanya mereka menentang pembentukan ombudsman karena menganggap PTUN paling efektif di dunia, meski kemudian pada tahun 1973 ombudsman didirikan.

Yang sekarang relevan diperdebatkan barangkali bukan lagi perlu tidaknya, ombudsman. Prasyarat-prasyarat apa yang diperlukan dalam pembentukan ombudsman, sehingga kehadirannya betul-betul dapat menjadi lubrikasi bagi kelancaran sistem birokrasi atau sistem peradilan guna meningkatkan mutu pelayanan umum sebagaimana andil ombudsman di negara-negara maju. Pertanyaan ini perlu diajukan, sebab belajar dari pengalaman sejauh ini patut dikuatirkan agenda reformasi hukum dan kelembagaan nasional hanya bersifat seremonial politik atau latah, tanpa dilandasi niat untuk menyempurnakan tata pemerintahan yang baik (good governance). Maladministrasi Publik Kendati kata ombudsman (wakil sah seseorang) berasal dari Skandinavia, tapi sesungguhnya lembaga semacam ombudsman pernah dipraktikkan di Cina sekitar 2000 tahun lalu selama Dinasti Han dan di Korea pada era Dinasti Choseon.

Saat itu ibarat seseorang yang dipercayai rakyat dan didengar nasehatnya oleh raja, sehingga dapat memainkan peran dalam menjembatani penyelesaian masalah kerajaan dengan rakyatnya atau sebaliknya. Adalah Swedia yang pertama kali mendirikan lembaga

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

64

ombudsman klasik (Justice Ombudsman) pada tahun 1809. Lembaga Parliamentary Ombudsman (Folketingets Ombudsman) yang lebih modern mulai didirikan di Denmark tahun 1955 dan kemudian New Zealand pada tahun 1962. Hingga sekarang lembaga ombudsman sedikitnya telah ada di 107 negara termasuk Indonesia, kurang lebih 50 diantaranya berlandaskan konstitusi dan lainnya diatur oleh undang-undang tersendiri. Umumnya tetap menggunakan nama ombudsman, meskipun di sejumlah negara (Perancis), Public Protector (Afrika Selatan), Wafaki Mohtasib (Pakistan), Lok Ayukta (India).

Umumnya ombudsman dikenal sebagai lembaga independen yang menerima dan menyelidiki keluhan-keluhan masyarakat yang men-jadi korban kesalahan administrasi (maladministration) publik. Yaitu meliputi keputusan-keputusan atau tindakan pejabat publik yang ganjil (inappropri-ate), menyimpang (deviate), sewenang-wenang (arbitrary), melanggar ke-tentuan (irregular/illegitimate), penyalahgunaan kekuasaan (abuses of power) atau keterlambatan yang tidak perlu (undue delay) atau pelanggaran ke-patutan (equity). Tetapi, sesungguhnya ombudsman tidak sekedar sebuah sistem untuk menyelesaikan keluhan masyarakat kasus demi kasus, yang utama mengambil inisiatif untuk mengkhususkan perbaikan administratif atau sistemik dalam upayanya meningkatkan mutu pelayanan masyarakat.

Pada perkembangannya tidak saja state ombudsman yang mengurusi maladministrasi publik, tumbuh juga ombudsman yang dibentuk kalangan civil society dengan wilayah kerja yang lebih khusus. Di Inggris dan Australia, misalnya, selain ada state ombudsman, juga marak ombudsman industri seperti untuk sektor perbankan, telekomunikasi, perumahan, rumah sakit dan sebagainya. Di Swedia ombudsman pers yang dibentuk oleh asosiasi wartawan dan industri pers sangat efektif menangani keluhan-keluhan masyarakat yang dirugikan oleh pemberitaan media massa. Di tanah air penerbit pers yang telah memiliki ombudsman misalnya Kompas dan Jawa Pos. Dewan Pers pada tingkat tertentu juga telah menjalankan fungsi ombudsman pers. Dalam hal pemberantasan korupsi, ombudsman berbeda dengan fungsi lembaga represif antikorupsi seperti kejaksaan dan kepolisian.

Walau begitu, dari waktu ke waktu fungsi dan wilayah kerja ombudsman juga mengalami perkembangan. Di negara-negara Amerika Latin dan Eropa Timur, ombudsman juga melakukan pengawasan terhadap masalah

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

65

pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Bahkan misalnya, di Philippina, Papua Nugini, Taiwan, atau Uganda ombudsman memiliki kewenangan lebih luas yaitu melakukan penyidikan tindak pidana korupsi, layaknya Independen Commission Against Corruption (ICAC) atau kejaksaan di banyak negara. Fungsi ombudsman lebih tertuju pada perbaikan administrasi guna memastikan bahwa sistem-sistem tersebut membatasi korupsi sampai tingkat minimum, yakni penyelenggaraan administrasi yang transparan, efisien dan dapat dipertanggungjawabkan kepada publik.

Dalam konteks good governance sumbangan terbesar ombudsman melalui kewenangannya dalam melakukan peninjauan kebijakan publik mewakili publik, memberi peran langsung dalam upaya memperkuat dan melembagakan partisipasi masyarakat dalam mengontrol pemerintahan agar lebih transparan, akuntabel dan partisipatif. Ini penting mengingat tata pemerintahan yang baik hanya dimungkinkan kalau ada keseimbangan hubungan yang sehat antara negara, masyarakat dan sektor swasta, tidak boleh ada aktor kelembagaan di dalam governance yang mempunyai kontrol yang absolut. Korupsi tumbuh subur dalam situasi ketidakseimbangan hubungan tadi.

Oleh Teten Masdui, kembali disebutkan bahwa fungsi Komisi Ombudsman Nasional di Indonesia tidaklah jauh berbeda dengan Ombudsman di banyak negara. Yaitu :

1. Mengakomodasi partisipasi masyarakat dalam upaya memperoleh pelayanan umum yang berkualitas dan efisien, penyelenggaraanperadilan yang adil, tidak memihak dan jujur;

2. Meningkatkan perlindungan perorangan dalam memperoleh pelayanan publik, keadilan, kesejahteraan dan dalam mempertahankan hakhaknya terhadap kejanggalan tindakan penyalahgunaan wewenang (abuse of power), keterlambatan yang berlarut-larut (undue delay), serta diskresi yang tidak layak. Di banyak negara, ombudsman telah menjadi lembaga alternatif bagi warga masyarakat untuk menyelesaikan keluhan atau ketidakpuasan terhadap birokrasi pemerintah secara cepat, gratis, tidak perlu bayar pengacara dan aman (kerahasiaan pelapor terlindungi).

Penyelesaian melalui lembaga peradilan untuk masalah maladministrasi telah banyak ditinggalkan karena lamban, mahal dan jauh dari kemudahan (non-user friendly). Pada tahun 2001 di KON tercatat ada 511 pengaduan

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

66

masyarakat, diantaranya sebanyak 45% menyangkut lembaga peradilan, polisi 11%, instansi pemerintah lainnya 7%. Bandingkan dengan Common-wealth Ombudsman Australia yang didirikan sekitar 25 tahun lalu, pada ta-hun 2000-2001 menerima keluhan sebanyak 20.000 kasus, yang sebagian besar (60%) berhubungan dengan masalah pajak. Kelihatan sekali efektifi-tas KON memang masih belum seberapa, karena akses dan kepercayaan masyarakat terhadap ombudsman masih rendah.

Untuk konteks Indonesia, dengan luas wilayah kepulauan dan jumlah penduduk yang sangat besar, barangkali tidak mungkin semua masalah maladministrasi publik bisa ditangani oleh ombudsman nasional secara cepat dan murah. Dan dalam konteks otonomi daerah sesuai dengan UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, dimana hampir seluruh ke-wenangan public administration dilimpahkan ke daerah kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan, peradilan, moneter dan fiskal, dan agama; lima bidang. Maka harus dimungkinkan dibentuk ombudsman daerah ditingkat propinsi, kabupaten atau walikota yang independen. Bisa saja jurisdiksi dan kewenangan ombudsman daerah itu terbatas pada bidang public administration yang dilimpahkan daerah, sementara lima bidang vertikal yang menjadi kewenangan pusat ditangani ombudsman nasional. Jadi ada dua kelembagaan ombudsman di daerah, yaitu ombudsman daerah dan representatif ombudsman nasional.

Atau bisa juga di daerah hanya ada satu ombudsman, yaitu ombudsman daerah yang melakukan dua fungsi sekaligus selain menangani administrasi publik di daerah, tapi juga berperan sebagai liaison official ombudsman nasional untuk menangani lima bidang kelembagaan vertikal tadi. Efektifitas dan Kekuatan Ombudsman Banyak pihak yang meragukan efektifitas ombudsman mengingat teguran atau rekomendasi-rekomendasi ombudsman bukan merupakan putusan pengadilan yang mengikat secara hukum (legal binding) sehingga tidak ada kewajiban untuk mematuhinya, karena ombudsman lebih merupakan mahkamah pemberi pengaruh (magistratur of influence).

Hal itu barangkali ada benarnya, apalagi di tanah air, jangankan beru-pa anjuran moral, putusan pengadilan yang sudah berketetapan hukum tetap pun masih sulit untuk dijalankan. Tetapi disitulah justru kekuatan ombudsman yang menarik. Pendekatan yang ingin dibawa ombudsman adalah menyentuh kesadaran dan komitmen pribadi dari pejabat publik untuk mau

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

67

mentaati asas, hukum, prosedur, sistem, mengoreksi segala penyimpangan demi meningkatkan mutu pelayanan kepada masyarakat seadil-adilnya. Tanpa ada kesadaran itu, sekharismatik dan sepiawai apapun person ombudsman-nya dalam mediasi dan negosiasi, atau sehebat apapun bobot rekomendasinya, ombudsman tidak akan pernah efektif. Seperti tadi putusan pengadilan yang mengikatpun tidak banyak artinya kalau tidak ada ketulusan untuk mematuhinya.

Karena itu prasyarat dasar pembentukan ombudsman harus dimulai oleh suatu hasrat luhur dari bangsa ini untuk memperbaiki diri, mentaati asas, hukum atau sistem, menghormati HAM untuk meminimalkan pelbagai bentuk penyimpangan kekuasaan atau maladministrasi guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Tanpa dilandasi prinsip itu pembentukan ombudsman hanya akan sia-sia. Kekuatan ombudsman yang lain terletak pada kepercayaan semua pihak atas pertimbangan-pertimbangannya yang kredibel dan tidak berpihak (impartial), sehingga tidak boleh ada pihak-pihak atau institusi yang bisa mempengaruhi atau mengintervensi ombudsman dalam menjalankan wewenangnya (independent).

Dalam hal ini menyangkut independensi kelembagaan, personal, maupun fungsional. Karena itu sedikitnya ada beberapa prasyarat utama yang perlu mendapat jaminan hokum :

dalam Hal Kelembagaan 1. Ombudsman harus bersifat mandiri dan tidak memiliki hubungan

organik dengan lembaga-lemabaga lain atau disubordinasi atau diawasi oleh kekuasaan negara, meskipun ombudsman dipilih DPR dan diangkat Presiden serta harus memberikan laporan pertanggungjawaban kepada yang memilihnya;

2. Sebagai ‘mahkamah pemberi pengaruh’, secara kelembagaanombudsman harus berwibawa, sehingga perlu mendapatkan rekognisipolitik yang kuat atau diberi kedudukan hukum yang tinggi (constitutional basis) setara dengan lembaga konstitusi lainnya;

3. Memiliki kekuasaan untuk memeriksa, mengajukan pertanyaan tertulis dan memaksanya untuk memberikan jawaban; memiliki keleluasaan untuk mengakses dokumen dan memaksa orang atau instansi untuk menyerah-kan dokumen dan bukti-bukti yang relevan; memiliki hak inisiatif dan diskresi

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

melakukan penyelidikan dan mengajukan perbaikan sistemik; menyampaikan hasil penyelidikan, penilaian dan rekomendasi yang diusulkan kepada publik.

4. Banyak negara, efektifitas ombudsman dalam melakukan investigasi atau klarifikasi atas keluhan-keluhan masyarakat banyak ditentukan sejauh mana pengakuan hak rakyat untuk mengakses informasi dan mendapat informasi publik yang benar, yang diatur di dalam Undang-undang Kebebasan Memperoleh Informasi Pemerintah (Freedom of Information Act). Bahkan ada sejumlah ombudsman yang landasan hukumnya UU tersebut. Dalam hal ini ada semacam government liability yang “‘mewajibkan” kepada pejabat publik agar mematuhi teguran ataui permintaan klarifikasi keluhan masyarakat yang pada dasarnya bersifat sukarela;

5. Menjalankan wewenangnya ombudsman harus diberikan kecukupan dana, dukungan manajerial dan administrasi;

6. Memiliki kekebalan (imunitas) dari berbagai tuntutan dan gugatan di pengadilan atas tindakan-tindakan dalam menjalankan kewenangannya;

7. Dapat diakses oleh semua lapisan masyarakat, sehingga ombudsman tidak melayani atau dinikmati hanya oleh segelintir orang.

Secara Personal1. Person ombudsman harus mendapat kepercayaan publik, nonpartisan,

kompeten, memiliki kejujuran yang tinggi dan kedudukannya harus kuat, tidak mudah dipecat oleh pihak yang mengangkatnya. Karenanya, pemilihan person ombudsman harus melalui satu proses yang ketat dan terbuka bagi uji publik, dan kewenangan dan syarat-syarat pemberhentian Ombudsman harus diatur secara jelas dan hanya atas dasar alasan yang terbatas.

2. Karena tidak bisa memaksa, person ombudsman harus memilikikemampuan persuasi (influencer), negosiasi, mediasi (arbiter), advokasi, lobbying, intermediasi (jembatan kepentingan publik dan negara), conflict resolver, dan advisor;

3. Memiliki kepercayaan diri dan keberanian dalam menjalankankewenangannya.

68

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

69

OPtIMaLISaSI InVeStIgaSIMaLaDMInIStraSI OMBUDSManGuna Meningkatkan Kualitas Pelayanan Publik

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

Meningkatkan Kualitas Pelayanan Tugas OrITantangan aktual dalam perspektif implementasi kebijakan publik yang

mengatur penyelenggaraan pelayanan publik di berbagai sektor dan tingkatan adalah bahwa pelayanan publik masih dihadapkan pada kondisi yang belum sesuai dengan kebutuhan dan perubahan di berbagai bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Hal tersebut disebabkan antara lain ketidaksiapan untuk mengantisipasi transformasi nilai yang kompleks.

Padahal, tatanan baru masyarakat Indonesia dihadapkan pada harapan dan tantangan global yang dipicu oleh kemajuan di bidang ilmu pengetahuan, informasi, komunikasi, transportasi, investasi, dan perdagan-gan. Oleh sebab itu, konsepsi pelayanan publik yang berisi nilai, dan acuan perilaku yang mampu mewujudkan hak asasi manusia dan mem-beri kepuasan kepada penerima layanan masih belum dapat diterap-kan sehingga masyarakat belum memperoleh pelayanan sesuai dengan harapan dan cita-cita tujuan nasional.

Kondisi pelayanan publik yang demikian itu antara lain teridentifikasi dari publikasi World Bank tentang Ease of Doing Business (Juni 2014) yang dilansir oleh International Finance Corporation (IFC), menempatkan Indonesia pada peringkat ke-114, atau membaik 14 peringkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya, terkait dengan kemudahan memulai usaha (prosedur, waktu, biaya, dan pembayaran kebutuhan modal nominal). Posisi Indonesia da-lam daftar tersebut diantara Palau dan Equador. Transparency Internasional Indonesia (TII) meluncurkan Corruption Perception Index (CPI) atau indeks persepsi korupsi 2014.

Hasilnya : Indonesia belum maksimal memberantas korupsi. Survey CPI 2014 ini dilakukann terhadap 175 negara di dunia, Indonesia memiliki skor CPI 34 dengan peringkat 107. Terjadi kenaikan 7 peringkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Namun demikian, dengan skor 34 artinya

BaB IVInVeStIgaSI DUgaan MaLaDMInIStraSIPeLaYanan PUBLIK

70

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

komitmen berantas korupsi di Indonesia masih rendah. Sementara itu penilaian kepatuhan penyelenggaraan pelayanan public terhadap Undang-Undang Nomor 25 tahun 2009 yang dilaksanakan Ombudsman RI, dengan hasil kepatuhan masih rendah.

Berdasarkan kondisi yang demikian itu, maka intensitas, progresitas, dan efektivitas pelaksanaan tugas Ombudsman perlu ditingkatkan dan diper-luas agar pelaksanaan fungsi Ombudsman menjadi optimal dalam men-dorong terwujudnya kondisi pelayanan publik yang prima di seluruh sektor dan tingkatan pelayanan.

Fungsi Ombudsman RI berdasarkan pada Pasal 6 Undang-Undang Nomor 37/2008 adalah mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik yang diselenggarakan oleh Penyelenggara Negara dan pemerintahan baik di pusat maupun di daerah termasuk yang diselenggarakan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan Badan Hukum Milik Negara serat badan swasta atau perorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu.

Sedangkan tugas Ombudsman sebagaimana dinyatakan 7 Undang-Undang Nomor 37/2008 adalah:

1. Menerima laporan atas dugaan maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik; 2. Melakukan pemeriksaan substansi atas laporan; 3. Menindaklanjuti laporan yang tercakup dalam ruang lingkup kewenangan Ombudsman; 4. Melakukan investigasi atas prakarsa sendiri terhadap dugaan maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik; 5. Melakukan koordinasi dan kerja sama dengan lembaga negara, lembaga pemerintahan, serat lembaga kemasyarakatan dan perseorangan; 6. Membangun jaringan kerja; 7. Melakukan upaya pencegahan maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan public; 8. Melakukan tugas lain yang diberikan oleh undang-undang

Guna mengetahui areal organisasi bermasalah dalam pelaksanaan tu-gas Ombudsman dilakukan Analisis Causal Map menggunakan Program

71

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

Vensim. Analisis Causal Map berfungsi untuk mengetahui salah satu tugas Ombudsman yang paling dominan untuk dijadikan faktor pengungkit (leverage factor) bagi pelaksanaan seluruh tugas Ombudsman.

Dari hasil Analisis Causal Map (lampiran) diketahui bahwa tugas Ombudsman yang paling dominan untuk dijadikan faktor pengungkit ada-lah tugas : Melaksanakan invest igas i atas prakarsa sendi r i te rhadap dugaan maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan skor 1.225; sedang faktor pengungkit lainnya adalah tugas : Mambangun jaringan kerja dengan skor 1.175, dan tugas : Melakukan tugas lain yang diberikan Undang-Undang dengan skor 1.171. Dengan hasil Analisis Causal Map terindetifikasi bahwa areal organisasi Ombuds-man yang bermasalah adalah belum optimalnya Ombudsman dalam ”Melaksanakan investigasi atas prakarsa sendiri terhadap dugaan maladministrasi pelayanan publik”.

Belum optimalnya Ombudsman dalam melaksanakan investigasi atas prakarsa sendiri terhadap dugaaan maladministrasi pelayanan publik dapat diartikan bahwa intensitas, progresitas dan efektivitas pelaksanaan t u g a s O m b u d s m a n s e l a m a i n i b e l u m o p t i m a l d a l a m m e n g a k t u a l i s a s i k a n tugas dan fungsi kelembagaannya dalam mempercepat terwjuudnya kondisi pelayanan publik yang prima di seluruh jenis dan tingkatan pelayanan.

Oleh sebab itu, dengan tetap mengapresiasi kinerja dan eksistensi Om-budsman selama ini, dipandang perlu dilakukan optimalisasi pelaksanaan investigasi atas prakarsa sendiri terhadap duguaan maladmnistrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik, terutama terhadap maladministrasi dalam proses pelayanan publik yang bernilai strategis dan berdampak luas terhadap kepentingan publik. Untuk itu, disusun Program Perubahan dengan judul : Optimalisasi Investigasi Terhadap Dugaan Maladministrasi Pelayanan Publik Dalam Rangka Mengoptimalisasikan Pelaksanaan Tugas Ombusdman Untuk Meningkatkan Kualitas Pelayanan Publik”

Tujuan Program PerubahanDengan latar belakang yang dikemukakan maka ditetapkan Tujuan

Program Perubahan berikut :1. Mengoptimalisasikan intensitas, progresitas dan efektivitaspelaksanaan investigasi atas prakarsa sendiri Terhadap Dugaan

72

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

Maladministrasi Pelayanan Publik yang bernilai strategis.2. Mengoptimalisasikan pelaksanaan fungsi jaringan kerja pelaksanaan

investigasi atas prakarsa sendiri Terhadap Dugaan Maladministrasi Pelayanan Publik di seluruh provinsi.

3. Mengoptimlisasikan pelaksanaan tugas lain yang diberikan olehUndang-Undang Nomor 25/2009 tentang Pelayanan Publik dan Undang-

Undang Nomor 23/2014 Tentang Pemerintahan Daerah.

Manfaat Program Perubahan Dengan tujuan-tujuan tersebut maka manfaat yang diharapkan dari

pelaksanaan Program Perubahan adalah berikut :

1. Bagi masyarakat adalah terwujudnya kinerja pelayanan publik yang optimal dalam memenuhi kebutuhan dan harapan setiap warga masyarakat.

2. Bagi pengusaha adalah terwujudnya kinerja pelayanan publik yang optimal dalam memenuhi kebutuhan dan harapan para pengusaha yang berinvestasi.

3. Bagi Pemerintah dan Pemerintah Daerah adalah meningkatnyaprofesionalisme dan profesionalitas aparatur dalam meningkatkankualitas pelayanan publik yang memenuhi kebutuhan dan harapan publik.

ruang Lingkup dan StrategiRuang lingkup dan strategi pelaksanaan Program Perubahan adalah

berikut :

Ruang lingkup pelaksanaan Program Perubahan meliputi :1. Mengotimalisasikan intensitas, progresitas dan efektivitas pelaksanaan

investigasi atas prakarsa sendiri Terhadap Dugaan Maladministrasi Pelayan-an Publik bernilai strategis.

2. Mengoptimalisasikan pelaksanaan fungsi jaringan kerja pelaksanaan investigasi atas prakarsa sendiri Terhadap Dugaan Maladministrasi Pelayan-an Publik di seluruh provinsi.

3. Mengoptimalisasikan pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Undang-Undang Nomor 25/2009 tentang Pelayanan Publik dan Undang-Undang Nomor 23/2014 Tentang Pemerintahan Daerah.

73

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

Strategi Program Perubahan dilakukan dengan mengubah kondisi saat ini menjadi kondisi yang diharapkan. Kondisi saat ini adalah :

1. Belum optimalnya intensitas, progresitas dan efektivitas pelaksanaan investigasi atas prakarsa sendiri terhadap dugaan maladministrasi pelayan-an publik yang bernilai strategis;

2. Belum optimal pelaksanaan fungsi jaringan kerja pelaksanaan inves-tigasi atas prakarsa sendiri terhadap dugaan maladministrasi pelayanan publik di seluruh provinsi

3. Belum optimalnya pelaksanaan tugas lain yang diberikan olehUndang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik daUndang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.

Kondisi yang diharapkan adalah : 1. Optimalnya intensitas, progresitas dan efektivitas pelaksanaan inves-

tigasi atas prakarsa sendiri terhadap dugaan maladministrasi pelayanan publik yang bernilai strategis;

2. Optimalnya pelaksanaan fungsi jaringan kerja pelaksanaan investiga-si atas prakarsa sendiri terhadap dugaan maladministrasi pelayanan publik di seluruh provinsi

3. Optimalnya pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Undang-Undang Nomor 25/2009 tentang Pelayanan Publik dan Undang-Undang No-mor 23/2014 Tentang Pemerintahan Daerah.

Output Kunci Program PerubahanOutput Kunci atau indikator keberhasilan pelaksanaan Program Perubahan

adalah sebagai berikut :1. Terlaksananya kegiatan optimalisasi intensitas, progresitas dan

efektivitas pelaksanaan investigasi atas prakarsa sendiri terhadap dugaan maladministrasi pelayanan publik yang bernilai strategis.

2. Terlaksananya kegiatan optimalisasi pelaksanaan fungsi jaringan kerja pelaksanaan investigasi atas prakarsa sendiri terhadap dugaan maladministrasi pelayanan publik di seluruh provinsi.

3.Terlaksananya kegiatan optimalisasi pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.

74

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

DeSKrIPSI PrOgraM PerUBaHanroadmap Pelaksanaan Program Perubahan

Tahap-tahap pelaksanaan Program Perubahan dalam perspektif pelak-sanaan tugas dan fungsi Ombudsman adalah berikut :

Jangka Pendek(dilaksanakan dalam Kurun Waktu Enam Bulan)

Untuk tahapan jangka pendek kegiatan yang perlu dilaksanakan ada-lah :

a. Persiapan Administrativeb. Kegiatan Promosi dan Koordinasic. Pembentukan Tim Pelaksana Kegiatand. Penyusunan Petunjuk Teknis Kegiatane. Pengajuan Anggaran Kinerjaf. Koordinasi dengan instansi terkaitg. Persiapan teknis kegiatan.

Jangka Menengah(dilaksanakan dalam Kurun Waktu dua Tahun)

Untuk tahapan jangka menengah capaiannya adalah :a. Terlaksananya kegiatan optimalisasi intensitas, progresitas dan

efektivitas pelaksanaan investigasi atas prakarsa sendiri terhadap dugaan maladministrasi pelayanan publik yang bernilai strategis

b. Terlaksananya kegiatan optimalisasi pelaksanaan fungsi jaringan kerja pelaksanaan investigasi atas prakarsa sendiri terhadap dugaan maladministrasi pelayanan publik di seluruh provinsi

c. Terlaksananya kegiatan optimalisasi pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Undang-Undang Nomor 25/2009 tentang Pelayanan Publik dan Undang-Undang Nomor 23/2014 Tentang Pemerintahan Daerah.

Jangka Panjang(dilaksanakan dalam Kurun Waktu Lima Tahun)

Untuk tahapan jangka panjang capaiannya adalah optimalisasi pelaksanaan seluruh tugas dan fungsi Ombudsman di seluruh sektor dan tingkatan pelayanan publik serta diharapkan eksistensi Ombudsman dapat meraih

75

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

popularitas kelembagaan seperti Komisi Pemberantasan Korupsi.

Stakeholders proyek perubahanStakeholder (para pemangku kepentingan) proyek perubahan pada

Badan Kepegawaian Daerah adalah berikut :

a. Lingkungan Internal - Lingkungan internal Program Perubahan adalah lingkungan internal Ombudsman yang mencakup seluruh Komisioner Ombudsman; seluruh unsur pimpinan dan staf kesekretariatan Ombudsman; dan seluruh unsur perwakilan Ombudsman di seluruh provinsi.

b. Lingkungan Eksternal - Lingkungan eksternal Program Peruba-han adalah lingkungan eksternal Ombudsman yang mencakup seluruh Kementerian/ Lembaga Negara yang terkait; seluruh Satuan Kerja Perangkat Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota; seluruh Lembaga/Organisasi Non Pemerintah; seluruh media; dan seluruh komunitas di berbagai kalangan.

Membangun Kepemimpinan Penggerak Perubahan Untuk mewujudkan kinerja Program Perubahan yang optimal tentu

dibutuhkan dukungan kepemimpinan penggerak perubahan yang mampu berperan optimal dalam setiap momen perubahan. Kepemimpinan penggerak perubahan tersebut mengembangkan Perilaku Kepemimpinan yang merujuk pada pandangan Yukl (2007:80) mengenai

Perilaku yang Berorientasi Tugas - Perilaku yang Berorientasi Hubungan; dan Perilaku yang Berorientasi Perubahan. Perilaku yangBerorientasi Tugas meliputi :

1. Mengatur aktivitas kerja untuk meningkatkan efisiensi2. Merencanakan operasi jangka pendek3. Menugaskan pekerjaan kepada kelompok atau perorangan4. Menjelaskan harapan, peran dan sasaran tugas5. Menjelaskan peraturan, kebijakan, dan standar prosedur operasi6. Mengarahkan dan mengkoordinasikan aktivitas unit7. Mengawasi operasi dan kinerja8. Menyelesaikan masalah mendesak yang akan menganggu pekerjaan9. Menekankan pentingnya efisiensi, produktivitas dan kualitas10. Menetapkan standar tinggi untuk kinerja unit.

76

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

Perilaku yang Berorientasi Hubungan - meliputi : 1. Memberikan dukungan dan dorongan2. Memperlihatkan kepercayaan bahwa orang dapat mencapai tujuan yang menantang3. Bersosialisasi dengan orang untuk membangun hubungan4. Mengakui kontribusi dan keberhasilan5. Memberikan latihan dan bantuan6. Berkonsultasi dengan orang atas keputusan yang mempengaruhi mereka7. Memberikan informasi kepada orang tentang tindakan yang mempengaruhi mereka8. Membantu menyelesaikan konflik9. Menggunakan simbol, upacara, ritual dan cerita untuk membangun identitas tim10. Memberi contoh dengan model perilu yang patut dicontoh.

Perilaku yang Berorientasi Perubahan - meliputi 1. Menerjemahkan peristiwa untuk menjelaskan kebutuhan mendesak akan perubahan2. Mempelajari kompetitor dan orang luar untuk mendapat ide-ide perbaikan3. Memimpikan kemungkinan baru yang menarik bagi organisasi4. Mendorong orang untuk memandang masalah atau kesempatan dalam cara berbeda5. Mengembangkan strategi baru yang inovatif yang berhubungan dengan kompetensi penting6. Mendorong dan memudahkan inovasi dan kewirausahaan oleh orang lain7. Mendorong dan memudahkan belajar oleh individu dan tim8. Bereksperimen dengan pendekatan baru9. Membangun koalisi orang-orang penting untuk mendapatkan persetujuan atas perubahan10. Membuat perubahan simbolis yang konsisten dengan visi atau strategi baru11. Memberikan wewenang kepada orang untuk menerapkan stratgei baru12. Mengumumkan dan merayakan kemajuan dalam menetapkan perubahan.

77

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

Strategi komunikasi yang dibangun untuk mengefektifkan pelaksanaan Program Perubahan adalah strategi komunikasi yang dilakukan dengan Pola Pendekatan CMO (Comprehensive Multidisciplanary Outline Approach) yang diterapkan dengan pola-pola pendekatan berikut :

Pendekatan Profesional - adalah penggalangan dan pendayagu-naan kompetensi profesional individu, kelompok dan lembaga yang diper-lukan dan relevan untuk mengoptimalisasikan pelaksanaan kegiatan jang-ka pendek, kegiatan jangka menengah dan kegiatan jangka panjang.

Kegiatan jangka pendek meliputi: a. Persiapan administrativeb. Kegiatan Promosi dan Koordinasic. Pembentukan Tim Penggerak Perubahand. Penyusunan Petunjuk Teknis Kegiatane. Pengajuan Anggaran Kinerjaf. Koordinasi dengan instansi terkaitg. Persiapan teknis kegiatan.

Kegiatan jangka menengah meliputi :a. Kegiatan optimalisasi intensitas, progresitas dan efektivitas pelaksanaan

investigasi atas prakarsa sendiri terhadap dugaan maladministrasi pelayanan publik yang bernilai strategis

b. Kegiatan optimalisasi pelaksanaan fungsi jaringan kerja pelaksanaan investigasi atas prakarsa sendiri terhadap dugaan maladministrasi pelayanan publik di seluruh provinsi

c.Kegiatan optimalisasi pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh UU Nomor 25/2009 tentang Pelayanan Publik dan Undang-Undang Nomor 23 /2014 Tentang Pemerintahan Daerah.

Kegiatan jangka panjang adalah :a. Optimalisasi pelaksanaan seluruh tugas dan fungsi Ombudsman di

seluruh sektor dan tingkatan pelayanan publik serta diharapkan eksistensi Ombudsman dapat meraih popularitas kelembagaan seperti Komisi Pemberantasan Korupsi.

Pendekatan Sistem Nilai - adalah penggalangan dan pendaya-gunaan sistem nilai pemerintahan dan kemasyarakatan yang meliputi

78

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

norma, etika dan etos kerja yang diperlukan untuk meningkatkan produk-tivitas kerja, efektivitas kegiatan dan efisiensi penggunaan anggaran serta kualitas pelayanan yang diperlukan dan relevan untuk mengoptimalisasi-kan pelaksanaan kegiatan jangka pendek, kegiatan jangka menengah dan kegiatan jangka panjang.

Kegiatan jangka pendek meliputi : a. Persiapan administrativeb. Kegiatan Promosi dan Koordinasic. Pembentukan Tim Penggerak Perubahand. Penyusunan Petunjuk Teknis Kegiatane. Pengajuan Anggaran Kinerjaf. Koordinasi dengan instansi terkaitg. Persiapan teknis kegiatan.

Kegiatan jangka menengah meliputi :a. Kegiatan optimalisasi intensitas, progresitas dan efektivitas pelaksanaan

investigasi atas prakarsa sendiri terhadap dugaan maladministrasi pelayanan publik yang bernilai strategis

b. Kegiatan optimalisasi pelaksanaan fungsi jaringan kerja pelaksanaan investigasi atas prakarsa sendiri terhadap dugaan maladministrasi pelayan-an publik di seluruh provinsi

c. Kegiatan optimalisasi pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.

Kegiatan jangka panjang adalah :a. Optimalisasi pelaksanaan seluruh tugas dan fungsi Ombudsman di

seluruh sektor dan tingkatan pelayanan publik serta diharapkan eksistensi Ombudsman dapat meraih popularitas kelembagaan seperti Komisi Pemberantasan Korupsi.

Pendekatan Fungsional - adalah penggalangan dan pendaya-gunaan fungsi-fungsi kelembagaan/instansi pemerintahan; fungsi-fungsi kelembagaan/organisasi non pemerintah; fungsi-fungsi media dan fungsi-fungsi komunitas untuk mengoptimalisasikan pelaksanaan kegiatan jangka pendek, kegiatan jangka menengah dan kegiatan jangka panjang.

79

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

Kegiatan jangka pendek meliputi : b. Persiapan administrativec. Kegiatan Promosi dan Koordinasid. Pembentukan Tim Penggerak Perubahane. Penyusunan Petunjuk Teknis Kegiatanf. Pengajuan Anggaran Kinerjag. Koordinasi dengan instansi terkaith. Persiapan teknis kegiatan.

Kegiatan jangka menengah meliputi : i. Kegiatan optimalisasi intensitas, progresitas dan efektivitas pelaksan-

aan investigasi atas prakarsa sendiri terhadap dugaan maladministrasi pe-layanan publik yang bernilai strategis

j. Kegiatan optimalisasi pelaksanaan fungsi jaringan kerja pelaksanaan investigasi atas prakarsa sendiri terhadap dugaan maladministrasi pelayan-an publik di seluruh provinsi

k. Kegiatan optimalisasi pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Undang-Undang Nomor 25/2009 tentang Pelayanan Publik dan Undang-Undang Nomor 23/2014 Tentang Pemerintahan Daerah.

Kegiatan jangka panjang adalah : a. Optimalisasi pelaksanaan seluruh tugas dan fungsi Ombudsman di

seluruh sector dan tingkatan pelayanan public serta diharapkan eksistensi Ombudsman dapat meraih popularitas kelembagaan seperti Komisi Pemberantasan Korupsi.

Pendekatan Institusional - adalah penggalangan dan pendaya-gunaan potensi dan partisipasi masyarakat serta media untuk mengopti-malisasikan pelaksanaan kegiatan jangka pendek, kegiatan jangka menengah dan kegiatan jangka panjang.

Kegiatan jangka pendek meliputi :b. Persiapan administrativec. Kegiatan Promosi dan Koordinasi; d. Pembentukan Tim Penggerak Perubahane. Penyusunan Petunjuk Teknis Kegiatan

80

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

f. Pengajuan Anggaran Kinerjag. Koordinasi dengan instansi terkaith. Persiapan teknis kegiatan.

Kegiatan jangka menengah meliputi : i. Kegiatan optimalisasi intensitas, progresitas dan efektivitas pelaksanaan

investigasi atas prakarsa sendiri terhadap dugaan maladministrasi pelayanan publik yang bernilai strategis

j. Kegiatan optimalisasi pelaksanaan fungsi jaringan kerja pelaksanaan investigasi atas prakarsa sendiri terhadap dugaan maladministrasi pelayanan publik di seluruh provinsi

k. Kegiatan optimalisasi pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah

Kegiatan jangka panjang adalah : a. Optimalisasi pelaksanaan seluruh tugas dan fungsi Ombudsman di

seluruh sector dan tingkatan pelayanan public serta diharapkan eksistensi Ombudsman dapat meraih popularitas kelembagaan seperti Komisi Pem-berantasan Korupsi

Pendekatan Integrasional - adalah pengintegrasian, pengkoor-dinasian, penyatupaduan dan penyelarasan kegiatan pendekatan pro-fesional, pendekatan sistem nilai, pendekatan fungsional dan pendeka-tan institusional untuk mengoptimalisasikan pelaksanaan kegiatan jangka pendek, kegiatan jangka menengah dan kegiatan jangka panjang.

Kegiatan jangka pendek meliputi :b. Persiapan administrativec. Kegiatan Promosi dan Koordinasid. Pembentukan Tim Penggerak Perubahane. Penyusunan Petunjuk Teknis Kegiatanf. Pengajuan Anggaran Kinerjag. Koordinasi dengan instansi terkaith. Persiapan teknis kegiatan

Kegiatan jangka menengah meliputi :

81

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

a. Kegiatan optimalisasi intensitas, progresitas dan efektivitas pelaksan-aan investigasi atas prakarsa sendiri terhadap dugaan maladministrasi pe-layanan publik yang bernilai strategis

b. Kegiatan optimalisasi pelaksanaan fungsi jaringan kerja pelaksanaan investigasi atas prakarsa sendiri terhadap dugaan maladministrasi pelayan-an publik di seluruh provinsi

c. Kegiatan optimalisasi pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik dan Un-dang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.

Kegiatan jangka panjang adalah :a. Optimalisasi pelaksanaan seluruh tugas dan fungsi Ombudsman di

seluruh sector dan tingkatan pelayanan public serta diharapkan eksistensi Ombudsman dapat meraih popularitas kelembagaan seperti Komisi Pem-berantasan Korupsi

PeLaKSanaan PrOgraM PerUBaHanTata Kelola Program Perubahan

Tata kelola Program Perubahan adalah proses manajemen yang diatur, diarahkan dan dikendalikan untuk mencapai tujuan-tujuan Program Pe-rubahan secara optimal. Proses manajemen yang dimaksud mencakup fungsi perencanaan, fungsi pengorganisasian, fungsi pelaksanaan, fungsi pemantauan, dan fungsi pelaporan. Fungsi perencanaan mencakup perencanaan kegiatan, perencanaan anggaran dan perencanaan teknis kegiatan. Fungsi pengorganisasian mencakup mencakup pembentukan Tim Penggerak Perubahan dan penataan kinerja tim. Fungsi pelaksanaan mencakup uraian kegiatan dan waktu pelaksanaan kegiatan. Fungsi pe-mantauan mencakup peninjauan dan penelaahan atas pelaksanaan kegiatan dan penggunaan sumber daya. Fungsi pelaporan mencakup pendataan dan penilaian atas pelaksanaan kegiatan dan penggunaan sumber daya.

Capaian Program PerubahanSecara bertahap dan berkelanjutan sasaran pelaksanaan Program

Perubahan meliputi tahapan kegiatan berikut :

82

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

Pada tahapan jangka pendek adalah :b. Terlaksananya kegiatan persiapan administratifc. Terlaksananya kegiatan Promosi dan Koordinasid. Terbentuknya Tim Penggerake. Tersusunnya Petunjuk Teknis Kegiatanf. Diajukannya Anggaran Kinerjag. Terlaksananya koordinasi dengan instansi terkaith. Terlaksananya persiapan teknis program perubahan.

Pada tahapan jangka menengah adalah :a. Terlaksananya kegiatan optimalisasi intensitas, progresitas dan efek-

tivitas pelaksanaan investigasi atas prakarsa sendiri terhadap dugaan mal-administrasi pelayanan publik yang bernilai strategis

b. Kegiatan optimalisasi pelaksanaan fungsi jaringan kerja pelaksanaan investigasi atas prakarsa sendiri terhadap dugaan maladministrasi pelayan-an publik di seluruh provinsi

c. Kegiatan optimalisasi pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh UU Nomor 25 / 2009 tentang Pelayanan Publik dan Undang-Undang Nomor 23 / 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.

Pada tahapan jangka panjang adalah :a. Terlaksananya seluruh tugas dan fungsi Ombudsman secara optiml

di seluruh sektor dan tingkatan pelayanan publik serta diharapkan eksis-tensi Ombudsman dapat meraih popularitas kelembagaan seperti Komisi Pemberantasan Korupsi.

Faktor Kunci Keberhasilan Faktor-faktor kunci keberhasilan pelaksanaan Program Perubahan ada-

lah berikut :Dukungan internal Ombudsman yang melibatkan seluruh Komisioner

Ombudsman; seluruh unsur pimpinan dan staf kesekretariatan Ombudsman; dan seluruh unsur perwakilan Ombudsman di seluruh provinsi.

Dukungan eksternal yang melibatkan Kementerian/ Lembaga Negara yang terkait; seluruh Satuan Kerja Perangkat Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota; seluruh Lembaga/Organisasi Non Pemerintah; seluruh media; dan selu-

83

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

ruh komunitas di berbagai kalangan yang terkait, berkepentingan dengan upaya mewujudkan kinerja pelayanan publik yang optimal dan memenuhi kebutuhan masyarakat.

1. Kerjasama Tim Penggerak Perubahan dan Koordinasi dengan berbagai pihak.2. Dukungan alokasi anggaran kinerja3. Rencana kerja dan rencana anggaran kinerja yang feasible dan flexible

84

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

Ombudsman Semakin dibutuhkanBudhi Masthuri, S.H., salah seorang Asisten Ombudsman pada Komisi

Ombudsman Nasional menulis sebuah makalah berjudul Urgensi Pengaturan Ombudsman dalam UUD 1945 yang ungkapan awalnya terkesan begitu puitis, “Meskipun kerap memperoleh sambutan skeptis dari beberapa kalangan, tampaknya kini kehadiran Ombudsman di Indonesia mulai dibutuhkan masyarakat.” Menurut Masthuri, hal tersebut ditan-dai dengan semakin kuatnya pengakuan dari masyarakat dan lembaga negara. “Pengakuan masyarakat dapat dilihat dari banyaknya daerah yang mengharapkan terbentuknya Ombudsman Daerah. Pengakuan lembaga negara dapat dilihat antara lain dari dukungan MPR dan DPR dalam memperkuat landasan hukum Ombudsman Republik Indonesia,” ungkap Masthuri pada awal tulisannya.

Sepanjang tiga halaman, Masthuri menulis, dalam catatan Komisi Ombudsman Nasional (KON), setidaknya ada lebih dari dua puluh satu daerah yang berniat membentuk Ombudsman Daerah. Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta adalah satu di antara daerah-daerah yang telah menunjukkan keinginan kuat membentuk Ombudsman Daerah. Direncanakan, akhir tahun 2004 ini Yogyakarta telah memiliki Ombudsman daerah. Apabila KON dibentuk melalui Keputusan Presiden dengan mandat agar anggota meny-iapkan draf RUU Ombudsman, nantinya Ombudsman Yogyakarta dibentuk dengan Keputusan Gubernur DI Yogyakarta, Sri Sultan Hamengkubuwono X dengan memberikan mandat yang sama kepada Anggota Ombudsman Yogyakarta untuk menyiapkan draf Rancangan Peraturan Daerah.

Dalam kondisi seperti ini, tulis Masthuri, secara objektif Ombudsman di Indonesia sangat membutuhkan landasan yuridis yang memadai. Keputusan Presiden saja tidaklah cukup kuat dijadikan sebagai landasan yuridis keberadaan Ombudsman di Indonesia. Secara politis kedudukan Keputusan Presiden sangat rentan dan mudah dicabut. Ini mengakibatkan sebagian masyarakat meragukan independensi Ombudsman. Di sisi lain, penyelenggara negara juga menjadi kurang memberikan apresiasi kepada lembaga

BaB VUrgenSI PengatUranOMBUDSMan DaLaM UUD 1945

85

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

Ombudsman. Mereka menganggap mandat pengawasan yang diberikan kepada Ombudsman dasar hukumnya sangatlah lemah.

Landasan yuridis yang memadai menjadi penting karena akan mem-perkuat dasar operasional dan keberadaan Ombudsman di Indonesia. Badan Legislasi DPR telah menyelesaikan RUU Ombudsman Republik Indonesia dan menjadikannya sebagai RUU Usul Inisiatif DPR. Adapun Presi-den Republik Indonesia saat ini sedang mempersiapkan Amanat Presiden terkait dengan pembahasan RUU Ombudsman Republik Indonesia dengan DPR. Sayangnya, Amanat Presiden dimaksud belum juga turun meskipun pengajuannya telah disampaikan oleh DPR beberapa bulan lalu.

Pengakuan terhadap keberadaan Ombudsman di Indonesia terus men-galir dan menjadi semakin kuat, khususnya setelah dimasukkannya pasal tentang Ombudsman Republik Indonesia dalam usul Amandemen UUD 1945 yang disusun Komisi Konstitusi. Sebelumnya MPR juga telah menge-luarkan Ketetapan MPR No. VIII Tahun 2001 berisi mandat agar DPR dan Eksekutif segera membuat UU yang mendorong proses pencegahan dan pemberantasan KKN, antara lain UU Ombudsman. Usul pengaturan Om-budsman dalam Amandemen UUD 1945 oleh Komisi Konstitusi dimasukan dalam pasal Pasal 24 G ayat (1), berbunyi: Ombudsman Republik Indonesia adalah ombudsman yang mandiri guna mengawasi penyelenggaraan pe-layanan umum kepada masyarakat. Selanjutnya, ayat (2) berbunyi: Susu-nan, kedudukan dan kewenangan Ombudsman Republik Indonesia diatur dengan Undang-Undang.

Sebagaimana kita ketahui bahwa Ombudsman Republik Indonesia adalah lembaga pengawasan masyarakat yang independen memiliki ke-wenangan melakukan klarifikasi, monitoring atau pemeriksaan atas lapo-ran masyarakat mengenai penyelenggaraan negara terkait dengan proses pemberian pelayanan umum kepada masyarakat. Produk yang dikeluarkan Ombudsman antara lain adalah rekomendasi, yaitu saran tertentu kepada Penyelenggara Negara dalam rangka melakukan perbaikan proses pem-berian pelayanan umum kepada masyarakat. Rekomendasi yang dikeluar-kan Ombudsman tidak mengikat secara hukum (non-legally binding), tetapi mengikat secara moral (morally binding).

Prinsip bahwa rekomendasi Ombudsman mengikat secara moral ada-lah berlaku universal. Dengan demikian efektifitas kerja pengawasan dari

86

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

Ombudsman di Indonesia pada masa akan datang sangat ditentukan oleh empat hal.

1. Pertama, ada tidaknya political will penyelenggara negara melakukan perbaikan mutu pelayanan umum. 2. Kedua, dukungan politik dari DPR dalam mengesahkan UU Ombudsman Republik Indonesia. 3. Ketiga, dukungan konstitusional dari MPR dalam mengesahkan pengaturan Ombudsman dalam amandemen UUD 1945. 4. Keempat, dukungan masyarakat termasuk Pers.

Sebagai lembaga pengawas eksternal yang independen, Ombudsman memiliki karakteristik yang relatif berbeda dengan pengawas-pengawas yang selama ini telah ada. Ombudsman memberikan peluang yang luas bagi terjadinya pelibatan partisipasi masyarakat dalam menentukan siapa “pejabat pengawas” yang mereka tunjuk dan patut dipercaya. Proses pemilihan anggota Ombudsman umumnya dilakukan melalui mekanisme yang partisipatif, transparan dan akuntabel. Hal ini penting, mengingat kecenderungan selama ini masyarakat kurang mempercayai independensi dari lembaga dan orang-orang yang ditunjuk oleh penguasa sebagai pengawas, baik di pusat maupun di daerah.

Tulisan panjang Masthuri ini juga mengungkap, karakteristik lainnya adalah bahwa Ombudsman berfungsi sebagai pemberi pengaruh (magistrature of influence) bukan pemberi sanksi (magistrature of sanction). Meskipun tidak dibekali atau tidak membekali diri dengan instrumen pemaksa (legally binding/sub poena power) pengaruh Ombudsman tetap sangat kuat. Ini disebabkan figur seorang Ombudsman yang benar-benar dapat dipercaya integritas, kredibilitas dan kapabilitasnya. Sebab, pemilihannya dilakukan melalui proses yang partisipatif, transparan dan akuntabel.

Lebih jauh dituliskannya, pengaruh Ombudsman masuk melalui rekomendasi yang disusun dan diberikan kepada Penyelenggaraan Negara. Walaupun rekomendasi Ombudsman tidak mengikat secara hukum, bukan berarti dapat diabaikan begitu saja. Dalam hal ini Ombudsman memiliki mekanisme pelaporan kepada DPR. Untuk kasus-kasus tertentu yang signifikan dan krusial, melalui mekanisme yang tersedia, DPR juga dapat memanggil pejabat publik (eksekutif) atas tindakan pengabaiannya terhadap eksistensi dan rekomendasi Ombudsman.

87

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

Inilah sebabnya mengapa Ombudsman menjadi sangat penting diatur dalam Amandemen UUD 1945. Rekomendasi Ombudsman yang tidak mengikat secara hukum memerlukan landasan politis yang sangat kuat. Pencantuman Ombudsman dalam Amandemen UUD 1945 akan menempatkan keberadaan rekomendasi Ombudsman secara filosofis (sekaligus secara politis) bernilai tinggi. Sehingga meskipun tidak mengikat secara hukum tetap dipatuhi oleh Penyelenggara Negara. Saat ini lebih dari lima puluh negara telah mencantumkan pengaturan Ombudsman dalam konstitusi, antara lain Denmark, Finlandia, Filipina, Thailand, Afrika Selatan, Argentina, dan Meksiko. Ombudsman Thailand yang notabene usianya lebih muda dari KON, telah terlebih dahulu mencan-tumkan ketentuan tentang Ombudsman dalam Konstitusi Thailand.

Pengaturan Ombudsman dalam konstitusi (Amandemen UUD 1945) menjadi sangat penting bagi Anggota MPR 2004. Bagi negara yang menganut sistem presidensial seperti Indonesia, Ombudsman semestinya tidak hanya diatur dalam UU (apalagi Keputusan Presiden) tetapi sudah sepantasnya dipayungi dengan konstitusi. Di negara-negara yang menganut sistem Parlementer dan memilih bentuk Parliamentary Ombudsman, efektifitas Ombudsman juga sangat ditentukan dengan sistem check and balance yang berlaku antara legislatif dan eksekutif.

Dalam sistem parlementer, menteri bertanggungjawab kepada parlemen bukan kepada presiden. Sehingga, parlemen dapat sewaktu-waktu meminta pertanggungjawaban menteri. Dengan demikian menteri-menteri tersebut sangat menghormati (baca: menakuti) dan mematuhi rekomendasi Ombudsman yang notabene bertindak sebagai perpanjangan tangan parlemen dalam mengawasi proses-proses pemberian pelayanan umum penyelenggara negara.

Bagaimana dengan Ombudsman di negara yang menganut sistem presidensial seperti Indonesia? Tentu saja Ombudsman di Indonesia tetap memiliki peluang yang sama untuk memperoleh kepatuhan dan dihormati penyelenggara negara. Lebih-lebih apabila DPR dan MPR nantinya telah memperkuat landasan yuridis dengan mengesahkan UU Ombudsman RI, dan landasan konstitusional dengan mengesahkan pengaturan Ombuds-man dalam Amandemen UUD 1945 sebagaimana telah diajukan Komisi Konstitusi.

88

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

Pada akhir tulisannya, Masthuri menulis, meskipun secara formal Indonesia menganut sistem presidensial, dalam prakteknya banyak mengadopsi prinsip-prinsip parlementarian. Apalagi nanti bila DPR telah mengesahkan RUU Lembaga Kepresidenan yang notabene akan memangkas “kekuasaan administratif” presiden dan memberikan fungsi kontrol yang kuat kepada DPR, tentu Parliamentary Ombudsman di Indonesia akan memiliki peluang signifikan dalam memainkan peran pengawasannya untuk mewujudkan good governance.

Sebelum tulisan ini dilanjutkan, ada baiknya kita menelaaan tentang makna dari kata urgensi. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, urgensi terjelaskan sebagai sesuatu keharusan yang mendesak, hal yang sangat penting. Lalu Amandemen UUD 1945 merupakan suatu konstitusi yang ter-modifikasi bagi Indonesia. Proses sejarah menegaskan bahwa konstitusi Indonesia telah dilakukan empat kali tahapan Amandemen dari tahun 1999 hingga 2002. Menurut KC. Wheare konstitusi adalah Resultante atau kesepakatan politik lembaga yang berhak mentapkannya, Mafud MD menambahkan harus disesuaikan dengan situasi Polseksosbud ketika dibuat. Oleh sebab itu konstitusi dapat diubah kalau ada perubahan situasi yang menghendaki.

Mengkaji lebih lanjut ‘suara’ pengamendemenan sebetulnya merupakan keniscayaan bagi sebuah negara. Konstitusi Indonesia bersifat terbuka, berdasarkan hal tersebut telah tersusun sebuah kerangka argumentasi atas pengamandemenan bahwa:

1. Perubahan adalah sebuah keniscayaan2. UUD 1945 setelah amandemen lebih baik dari sebelum Amandemen dalam beberapa sisi3. Amandemen keempat tidaklah sempurna. Sehingga diperlukan penyempurnaan melihat kondisi yang ada dalam substansial UUD 1945 masih harus dilakukan perubahan.

R. Herlambang Perdana Wiratraman mengatakan bahwa konteks perubahan adalah sebuah keniscayaan karena :

1. Pertama, negara manapun tidak ada yang memiliki konstitusi secara sempurna tanpa ada kekurangan atau kelemahan tertentu, khususnya dalam suatu sistem penataan negara dan hubungan antara lembaga negara berikut rakyatnya.

89

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

2. Kedua, bahwa UUD 1945 lebih baik dari sebelum amandemen, akan tetapi tetap harus dilakukan amandemen kelima karena, dengan konstitusi yang jauh lebih baik pun belumlah cukup menjamin bahwa implementasi dari mandat konstitusi tersebut bisa dijalankan sebagaimana rumusan sub-stantifnya. Di situlah letak eksistensi konstitusi, dimana pemahaman maupun tafsir atas implementasi konstitusi diperlukan kekuatan politik yang konsisten memegang teguh nilai-nilai serta tujuan bangsa serta progresif dalam men-erobos kekakuan dan ketimpangan struktural politik ekonomi (progressive realization against political economy structural injustice).

Terhitung sejak tahun 2002 yakni hampir 11 tahun perjalanan reformasi dengan UUD 1945 hasil amandemen, masih terdapat beberapa hal yang membuat sistem ketatanegaraan belum berjalan produktif dan efisien. Ban-yak kekurangan yang harus dibenahi dalam UUD 1945 setelah amande-men. Setelah pembenahan serta perumusan UUD 1945, ada enam yang bisa ditunjukan, di antaranya :

1. Memperjelas kewenangan DPD2. Memperkuat sistem presidensil3. Mengefektifkan kinerja MPR4. Memperjelas dan mempertegas lembaga Komisi Yudisial dan Ombudsman Republik Indonesia5. Memperjelas keberadaan masyarakat adat6. Pengusulan Presiden Independen 7. Memasukan pengaturan Pers, bukan hanya digabungkan pada Bab X tentang HAM mengenai kebebasan berpendapat, perlu sebuah Bab khusus pengaturan kebebasan Pers

Prosedur PerubahannyaSejarah amandemen UUD 1945 periode tahun 1999-2002 dilatarbelakangi

oleh gejolak sosial bangsa Indonesia atas reformasi kehidupan negerinya. Akan tetapi hal tersebut bukalah sebuah dasar bahwa tidak akan pernah ada pengamandemenan kembali sebelum terjadi gejolak berikutnya. Menggunakan kacamata ruang akademis Amandemen (kembali) UUD 1945 tidak perlu dimaknai dengan terlebih dahulu munculnya gejolak sosial. Rasionalisasi momentum pengamandemenan seharusnya didasarkan pada keterbutuhan bangsa dengan segenap permasalahan dan mempercepat terwujudnya cita negara ini dibentuk.

Secara prosedural saya berpendapat lebih tepat menggunakan mekanisme

90

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

Elitis Partisipatoris, dimana tidak menggunakan seluruh rakyat Indonesia dari sabang sampai marouke pembahasannya. Sama halnya dengan amandemen tahun 1999. Akan tetapi secara absah tetap diperlukan pembentukan komisi konstitusi yang independen dengan pembahasan secara elitis dalam naungan MPR dari hasil partisipan yang berada pada DPR/DPD, Komisi konstitusi akan menjadi kontroling terhadap analisis UUD 1945.

Hal inilah yang perlu diperhatikan oleh bangsa Indonesia, sebuah pengaturan terlebih hukum dasar sebagai pijakan kehidupan berbangsa dan bernegara memerlukan sebuah model atau format yang sesuai oleh jati diri bangsa. Amerika Serikat memerlukan waktu 200 tahun untuk membangun berjalannya demokrasi, bukanlah tidak mungkin jikalau hal tersebut menjadi gambaran negeri ini yang masih terus mencari bentuk ketatanegaraan yang sesuai dengan keterbutuhan bangsa Indonesia.

Pada dasarnya korupsi juga merupakan salah satu bentuk maladministrasi, misalnya permintaan imbalan dalam bentuk uang, barang ataupun jasa, pungutan melebihi tarif resmi yang ditetapkan pera-turan, pungutan liar atau pungutan tanpa dasar hukum yang sah saat masyarakat mengurus administrasi kependudukan di kantor-kantor pemerintah. Kurangnya kesadaran masyarakat, budaya ewuh pakewuh (takut, risih, dan segan), banyaknya pungli (pungutan liar), penundaan berlarut, panjang dan rumitnya birokrasi, serta kebiasaan pejabat publik yang minta dilayani; bukan melayani dalam pengurusan administrasi di kantor pemerintahan, adalah merupakan gambaran keadaan birokrasi yang ada di Indonesia saat ini.

Situasi ini mengakibatkan masyarakat lebih memilih jalan pintas untuk melakukan tindakan yang melanggar hukum karena tidak ingin repot dalam mendapatkan pelayanan di kantor-kantor pemerintah dan instansi pelayanan publik lainnya. Penyelenggara pelayanan publik juga memanfaatkan situasi ini untuk keuntungan dan kepentingan pribadi. Maladministrasi mer-upakan salah satu unsur utama penghambat reformasi birokrasi selama ini, dengan banyaknya bentuk atau tipe maladministrasi ini terkadang men-imbulkan pertanyaan atau kesulitan bagi kita untuk menetapkan apak-ah tindakan A termasuk maladministrasi, apakah dengan mengeluarkan keputusan X pejabat B telah melakukan maladministrasi, dan pertanyaan-pertanyaan lain akibat luasnya definisi dan banyaknya bentuk dari maladministrasi.

91

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

Reformasi mengamanatkan perubahan kehidupan bernegara, ber-bangsa, dan bermasyarakat yaitu kehidupan yang didasarkan pada penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang demokratis dalam rangka meningkatkan kesejahteraan, menciptakan keadilan, dan kepastian hukum bagi seluruh warga negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Sebelum reformasi penyelenggaraan negara dan pemerintahan diwar-nai dengan praktek Maladministrasi antara lain terjadinya korupsi, kolusi, dan nepotisme sehingga mutlak diperlukan reformasi birokrasi penyeleng-garaan negara dan pemerintahan demi terwujudnya penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang efektif dan efisien, jujur, bersih, terbuka serta bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang baik hanya dapat tercapai dengan peningkatan mutu aparatur Penyelenggara Negara dan pemerintahan dan penegakan asas-asas pemerintahan umum yang baik. Untuk penyelenggaraan pe-merintahan yang baik dan upaya meningkatkan pelayanan publik dan penegakan hukum diperlukan keberadaan lembaga pengawas eksternal yang secara efektif mampu mengontrol tugas Penyelenggara Negara dan pemerintahan.

Pengawasan internal yang dilakukan oleh pemerintah sendiri dalam implementasinya ternyata tidak memenuhi harapan masyarakat, baik dari sisi obyektifitas maupun akuntabilitasnya. Dari kondisi di atas, pada Tahun 2000, Presiden berupaya untuk mewujudkan reformasi penyelenggaraan negara dan pemerintahan dengan membentuk Komisi Ombudsman Na-sional melalui Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 2000. Komisi Ombuds-man Nasional bertujuan membantu menciptakan dan mengembangkan kondisi yang kondusif dalam melaksanakan pemberantasan korupsi, kolusi, nepotisme serta meningkatkan perlindungan hak masyarakat agar mem-peroleh pelayanan publik, keadilan, dan kesejahteraan.

Untuk lebih mengoptimalkan fungsi, tugas, dan wewenang Komisi Ombudsman Nasional, perlu dibentuk Undang-Undang tentang Ombudsman Republik Indonesia sebagai landasan hukum yang lebih j e la s dan kua t . Ha l i n i se sua i pu la dengan amana t Ke te tapan Ma je l i s

92

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

Rekomendasi Arah Kebijakan Pemberantasan dan Pencegahan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme yang salah satunya memerintahkan dibentuknya Ombudsman dengan undang-undang.

Sebelum ada Komisi Ombudsman Nasional pengaduan pelayanan pub-lik hanya disampaikan kepada instansi yang dilaporkan dan penanganan-nya sering dilakukan oleh pejabat yang dilaporkan sehingga masyarakat belum memperoleh perlindungan yang memadai. Selain itu, untuk menye-lesaikan pengaduan pelayan publik, selama ini dilakukan dengan menga-jukan gugatan melalui pengadilan.

Penyelesaian melalui pengadilan tersebut memerlukan waktu cukup lama dan biaya yang tidak sedikit. Untuk itu, diperlukan lembaga tersendiri yakni Ombudsman Republik Indonesia yang dapat menangani pengaduan pelayanan public dengan mudah dan dengan tidak memungut biaya. Ombudsman Republik Indonesia tersebut merupakan lembaga negara yang dalam menjalankan tugas dan wewenangnya bebas dari campur tangan kekuasaan lainnya.

Undang-Undang ini, ditegaskan bahwa yang dimaksud Ombudsman RI adalah lembaga negara yang mempunyai wewenang mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik yang diselenggarakan oleh Penye-lenggara Negara dan pemerintahan termasuk yang diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan Badan Hukum Milik Negara serta badan swasta atau perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah.

Tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu, yang dilakukan oleh swasta atau perseorangan tersebut, antara lain pekerjaan yang di-lakukan oleh swasta atau perseorangan berdasarkan kontrak yang dibiayai dari anggaran pendapatan dan belanja negara atau anggaran penda-patan dan belanja daerah. Dalam Undang-Undang ini ditentukan menge-nai pedoman Ombudsman dalam menjalankan tugas dan wewenangnya dengan mendasarkan beberapa asas yakni kepatutan, keadilan, non-dis-kriminasi, tidak memihak, akuntabilitas, keseimbangan, keterbukaan, dan kerahasiaan. Dalam Undang-Undang ini diatur mengenai tugas Ombudsman, antara lain memeriksa Laporan atas dugaan Maladministrasi dalam penye-lenggaraan pelayanan publik.

93

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

Maladministrasi adalah perilaku atau perbuatan melawan hukum, melampaui wewenang, menggunakan wewenang untuk tujuan lain dari yang menjadi tujuan wewenang tersebut, termasuk kelalaian atau peng-abaian kewajiban hukum dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan oleh Penyelenggara Negara dan pemerintahan yang menimbul-kan kerugian materiil dan/atau immateriil bagi masyarakat dan orang perse-orangan. Dalam pelaksanaan tugas memeriksa Laporan, Ombudsman wa-jib berpedoman pada prinsip independen, non-diskriminasi, tidak memihak, dan tidak memungut biaya serta wajib mendengarkan dan mempertim-bangkan pendapat para pihak dan mempermudah Pelapor.

Dengan demikian Ombudsman dalam memeriksa Laporan tidak hanya mengutamakan kewenangan yang bersifat memaksa, misal, namun Ombudsman dituntut untuk mengutamakan pendekatan persuasif kepada para pihak agar Penyelenggara Negara dan pemerintahan mempunyai kesa-daran sendiri dapat menyelesaikan Laporan atas dugaan Maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Dengan menggunakan pendekatan ini berarti tidak semua Laporan harus diselesaikan melalui mekanisme Reko-mendasi. Hal ini yang membedakan Ombudsman dengan lembaga pen-egak hukum atau pengadilan dalam menyelesaikan Laporan.

Dalam melakukan pemeriksaan atas Laporan yang diterimanya, Ombudsman dapat memanggil Terlapor dan saksi untuk dimintai keterangan. Apabila Terlapor dan saksi telah dipanggil tiga kali berturut-turut tidak me-menuhi panggilan dengan alasan yang sah, budsman dapat meminta bantuan Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk menghadirkan yang bersangkutan secara paksa (subpoena power). Dalam Undang-Undang ini ditentukan pula bahwa Ombudsman menyampaikan laporan berkala dan laporan tahunan, atau dapat menyampaikan laporan khusus kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden yang dapat dijadikan bahan bagi Dewan Perwakilan Rakyat atau Presiden untuk mengambil kebijakan dalam membangun pelayanan publik yang lebih baik.

Untuk memperlancar pelaksanaan tugas dan wewenang Ombudsman di daerah, Dipandang perlu Ombudsman dapat mendirikan perwakilan Ombudsman di daerah provinsi atau kabupaten/kota yang mempunyai hubungan hierarkis dengan Ombudsman dan dipimpin oleh seorang kepala perwakilan. Untuk menegakkan Undang-Undang ini diatur mengenai pemberian sanksi administratif dan pidana. Sanksi administrastif diber-

94

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

lakukan bagi Terlapor dan atasan Terlapor yang tidak melaksanakan Reko-mendasi Ombudsman, sedangkan sanksi pidana diberlakukan bagi setiap orang yang menghalangi Ombudsman dalam melakukan pemeriksaan.

Pembentukan Komisi Ombudsman Nasional (Ombudsman) di Indonesia dilatarbelakangi oleh suasana transisi menuju demokrasi. Pada saat itulah Gus Dur sebagai presiden RI memutuskan Ombudsman sebagai lembaga yang diberi wewenang mengawasi kinerja pemerintahan (termasuk dirinya sendiri) dan pelayanan umum lembaga peradilan. Pembentukan Ombudsman telah ia persiapkan bersama Marzuki Darusman dan Antonius Sujata. Ombudsman mulai dibentuk di Indonesia pada tanggal 10 maret 2000 yang ditandai dengan Keppres (pengganti) Nomor 44 /2000 tentang pembentukan Komisi Ombudsman Nasional.

Dalam perkembangan selanjutnya, meskipun diangkat melalui Kepu-tusan Presiden (Keppres), namun Ombudsman dituntut untuk tidak hanya mengikuti kemauan pemerintah, namun mampu menjadi kontrol pemerin-tahan waktu itu. Hal ini terbukti pada saat terjadinya polemik antara Ombudsman dengan Gus Dur saat pengangkatan Ketua Mahkamah Agung. Gus Dur sebagai Presiden tidak berkenan menetapkan dan mengangkat satu dari dua orang calon Ketua Mahkamah Agung yang diusulkan DPR. Dalam hal ini, Ombudsman menegaskan berbeda pendapat dengan Gus Dur dan menyatakan bahwa berdasarkan UU Nomor 14/1985 tentang Mah-kamah Agung, yang pada dasarnya bersifat impreratif, semestinya Gus Dur selaku Presiden dan dalam kapasitasnya sebagai Kepala Negara wajib me-nentukan salah satu dari dua calon yang diusulkan DPR, karena pasal terse-but tidak memberikan alternatif tindakan lain yang dapat dilakukan Gus Dur sebagai soerang Presiden (Sujata & Surachman:2003:10-11). Oleh karena itu, Ombudsman memberikan rekomendasi yang isinya menyarankan agar Gus Dur selaku Presiden memilih dan menetapkan satu dari dua calon yang sudah diusulkan oleh DPR, dan akhirnya Gus Dur mengikuti saran dari Ombudsman, polemik pun selesai.

Sejak awal berdiri, tampaknya Ombudsman memang memilih untuk bersikap low profile. Sikap ini secara objektif dapat dimaklumi karena Ombudsman masih dalam proses membangun kapasitas kerja dan secara politis kedudukan keputusan presiden juga sangat rentan terhadap “fluk-tuasi” politik yang berkembang. Tindakan high profile tanpa didasari per-hitungan matang justru akan menjadi kontra produktif bagi Ombudsman

95

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

yang sedang memnbangun eksisitensi. Bagaimanapun, bila dibandingkan dengan UU, keputusan presiden lebih lemah kedudukannya karena dapat dan lebih mudah dicabut sewaktu-waktu oleh Presiden. Strategi low profile tersebut justru menjadikan Ombudsman semakin memperoleh dukungan publik dari pihak-pihak eksternal.

Dukungan tersebut dapat diinventarisir antara lain dari pencantuman Ombudsman dalam UU No. 25 tahun 2000 tentang Propenas (Program Pem-bangunan Nasional) sampai dengan diterbitkannya TAP MPR Nomor VIII/MPR/2001 yang memberi mandat kepada eksekutif dan legislatif agar me-nyusun undang-undang Ombudsman. Bahkan yang terakhir, Komisi Konstitusi (KK) memasukkan usulan pasal tentang Ombudsman dalam naskah aman-demen UUD 1945 yang mereka susun dan telah diserahkan kepada MPR periode 1999-2004. Usul pengaturan Ombudsman itu dimasukkan dalam pasal 24 G ayat (1), berbunyi : Ombudsman Republik Indonesia adalah ombudsman yang mandiri guna mengawasi penyelenggaraan pelayanan umum kepada masyarakat, dan ayat (2) berbunyi : Susunan, kedudukan, dan kewenangan Ombudsman Republik Indonesia diatur dengan undang-undang.

Sampai saat ini, sudah terbentuk tiga Ombudsman daerah di Indonesia. Dalam catatan Ombudsman, setidaknya lebih dari dua puluh daerah yang berniat membentuk Ombudsman daerah. Adapun ketiga daerah yang di-maksud adalah Daerah Istimewa Yogyakarta, Kabupaten Asahan Sumatera Utara, dan Pangkal Pinang Bangka Belitung. Pembentukan Ombudsman di daerah dapat menjadi lembaga yang independen, tanpa intervensi politik dan pemerintah dalam menjalankan pelayanan umum yang baik terhadap masyarakat.

Kedudukan dan Fungsi Ombudsman Sebagai Lembaga Perlindungan Rakyat Indonesia merupakan negara demokrasi yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat. Oleh karena itu lewat undang-undang pemerintah menjamin hak-hak dari setiap warga negaranya. Negara wajib melindungi setiap warga negara dengan memberikan perlindungan serta pelayanan yang maksimal terhadap setiap warga negara dan warga negarapun berhak memperoleh pelayanan yang adil. Setiap warga negara selalu mengharapkan pemerintahan yang bersih, jujur dan adil serta dapat men-erima setiap aspirasi dari warga negaranya. Untuk mencapai pemerintahan yang bersih maka perlu di bentuk sebuah lembaga negara yang berfungsi

96

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

mengawasi penyelenggaraan pemerintahan agar tidak menyealahguna-kan kewenangannya secara tidak terbatas karena dalam praktek bernega-ra sering terjadi penyalahgunaan wewenang oleh aparatur penyelenggara negara dan pemerintahan.

Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 2000 tentang komisi ombudsman nasional merupakan salah satu langkah untuk meningkatkan pengawasan terhadap penyelenggaraan negara serta untuk menjamin perlindungan hak-hak masyarakat. Selanjutnya Keppres ini di ubah menjadi Undang-un-dang yaitu Undang-undang nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia. Undang-undang ini disahkan dalam rapat paripurna DPR-RI tanggal 9 September 2008. Pasal 1 Undang-undang nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia menjelaskan bahwa :

dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:Ombudsman Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Ombudsman

adalah lembaga negara yang mempunyai kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik baik yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan termasuk yang diselenggara-kan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah,dan Badan Hukum Milik Negara serta badan swasta atau perseorangan yang diberi tu-gas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu yang sebagian atau se-luruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah.

Pengaturan mengenai ombudsman sebagai lembaga yang menga-wasi penyelenggaraan pelayanan publik, sudah sangat jelas diatur dalam konstitusi Republik Indonesia. Namun meskipun demikian ombudsman atau ombudsman republik Indonesia merupakan lembaga negara yang tidak terdapat dalam UUD. Kelahirannya dilakukan oleh UU dalam rangka pengawasan kinerja aparatur negara dan pemerintahan serta menam-pung keluhan masyarakat. Lembaga yang menjalankan fungsi seperti ini belum diatur dalam UUD. Selanjutnya meskipun ombudsman sebagai lem-baga pengawas sudah diatur sejak tahun 2000 dan selanjutnya menjadi UU pada/2008, pada kenyataannya masih banyak masyarakat yang tidak mengenal dan tidak mengetahui keberadaan lembaga pengawas ini. Masih banyak pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh penyeleng-gara negara dan pemerintahan dalam menjalankan tugas dan fungsinya untuk melayani masyarakat. Oleh karena itu lembaga ombudsman sangat

97

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

penting untuk negara Indonesia dalam rangka mengawasi kinerja dari pe-nyelenggara negara dan pemerintahan.

Pengaturan mengenai Ombudsman sudah sangat jelas diatur dalam konstitusi republik Indonesia. Meskipun demikian, lembaga ombudsman be-lum diatur dalam Undang-undang Dasar negara Indonesia. Selain itu pada kenyataannya masih banyak pelanggaran yang dilakukan oleh penye-lenggara negara dan pemerintah dalam melaksanakan tugasnya, ditam-bah lagi dengan kurangnya pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang keberadaan ombudsman sebagai lembaga negara yang memiliki tugas mengawasi penyelenggaran negara dan pemerintah. Sehubungan dengan itu, maka yang akan menjadi perumusan masalah adalah :

1. Bagaimana pengaturan mengenai ombudsman dalam sistem hukum di Indonesia?2. Bagaimana kedudukan dan fungsi ombudsman sebagai lembaga perlindungan rakyat?

Pengaturan Mengenai Ombudsman Dalam Sistem Hukum Indonesia - Bagian ini akan membahas mengenai pengaturan ombuds-man dalam sistem hukum Indonesia. ombudsman diatur dalam undang-un-dang nomor 37/2008 yaitu tentang ombudsman republik Indonesia. Sebelum diatur dalam bentuk undang-undang, ombudsman telah lebih dulu diatur dalam bentuk Keppres pada tahun 2000 yaitu Keputusan Presiden nomor 44 tahun 2000 tentang Komisi ombudsman nasional. Di bawah ini akan dijelas-kan pengaturan ombudsman menurut Keppres nomor 44 tahun 2000 ten-tang Komisi ombudsman nasional dan ombudsman dalam undang-undang nomor 37/2008 yaitu tentang ombudsman republik Indonesia.

Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 2000 Tentang Komisi Ombudsman Nasional - Keppres nomor 44 tahun 2000 tentang Komisi ombudsman na-sional, menjelaskan pengertian mengenai ombudsman nasional seperti yang di atur pada pasal 2, yaitu Ombudsman Nasional adalah lembaga pengawasan masyarakat yang berasaskan Pancasila dan bersifatmandiri, serta berwenang melakukan klarifikasi, monitoring atau pemeriksaan atas laporan masyarakat mengenaipenyelenggaraan negara khususnya pelak-sanaan oleh aparatur pemerintahan termasuk lembaga peradilan terutama dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.

Dalam pelaksanaannya, ombudsman nasional memiliki tujuan yaitu :

98

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

1. Melalui peran serta masyarakat membantu menciptakan dan atau mengembangkan kondisi yang kondusif dalam melaksanakan pemberan-tasan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.

2. Meningkatkan perlindungan hak-hak masyarakat agar memperoleh pelayanan umum, keadilan, dan kesejahteraan secara lebih baik.

Ombudsman Republik Indonesia bermula dari dibentuknya Komisi Ombudsman Nasional pada tanggal 20 Maret 2000 berdasarkan Kepu-tusan Presiden Nomor 44 Tahun 2000. Peran Komisi Ombudsman Nasional saat itu adalah melakukan pengawasan terhadap pemberian pelayanan publik oleh penyelenggara negara, termasuk BUMN/BUMD, lembaga pen-gadilan, Badan Pertanahan Nasional, Kepolisian, Kejaksaan, Pemerintah Daerah, Departemen dan Kementerian, Instansi Non Departemen, Pergu-ruan Tinggi Negeri, TNI, dan sebagainya. Dalam menjalankan kewenangan-nya Komisi Ombudsman Nasional berpegang pada asas mendengarkan kedua belah pihak (imparsial) serta tidak menerima imbalan apapun baik dari masyarakat yang melapor atau pun instansi yang dilaporkan.

Komisi Ombudsman Nasional tidak memiliki kewenangan menuntut maupun menjatuhkan sanksi kepada instansi yang dilaporkan, namun memberikan rekomendasi kepada instansi untuk melakukan self-correction. Penyelesaian keluhan oleh Komisi Ombudsman Nasional merupakan salah satu upaya alternatif penyelesaian masalah (alternative dispute resolution) di samping cara lainnya yang membutuhkan waktu yang relatif lama dan biaya yang harus dikeluarkan.

Adapun tugas pokok dari komisi ombudsman nasional sebagaimana yang dimuat dalam pasal 4 Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 2000 adalah sebagai berikut.

1. Menyebarluaskan pemahaman mengenai lembaga Ombudsman.2. Melakukan koordinasi dan atau kerjasama dengan Instansi Pemerintah, Perguruan Tinggi, Lembaga Swadaya Masyarakat, Para Ahli, Praktisi, Organisasi Profesi dan lain-lain.3. Melakukan langkah untuk menindaklanjuti laporan atau informasi mengenai terjadinya penyimpangan oleh penyelenggara negara dalam melaksanakan tugasnya maupun dalam memberikan pelayanan umum.4. Mempersiapkan konsep Rancangan Undang-undang tentang

99

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

Ombudsman Nasional.

ndang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 Yaitu Tentang Ombudsman Re-publik Indonesia - Undang-undang nomor 37 tahun 2008 tentang ombuds-man republik Indonesia adalah undang-undang yang baru mengatur ten-tang ombudsman menggantikan keppres nomor 44 tahun 2000. Huruf a Pasal 45 bab XI tentang ketentuan peralihan dalam undang-undang nomor 37 tahun 2008 menjelaskan bahwa :

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku: Komisi Ombudsman Na-sional yang dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 2000 tentang Komisi Ombudsman Nasional dinyatakan sebagai Ombuds-man menurut Undang-Undang ini;

Pengertian ombudsman dalam undang-undang ini sebagaimana yang dimuat dalam pasal 1 angka 1, yaitu : Ombudsman Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Ombudsman adalah lembaga negara yang mempunyai kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik baik yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan pemerintah-an termasuk yang diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan Badan Hukum Milik Negara serta badan swasta atau perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan pub-lik tertentu yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah.”

Penyelenggara negara yang dimaksud adalah pejabat yang men-jalankan fungsi pelayanan publik yang tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Adapun perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pe-nyelenggara negara dan pemerintahan yang dapat dilaporkan oleh masyarakat adalah maladministrasi. Maladministrasi sesuai dengan pasal 1 angka 3 undang-undang nomor 37 tahun 2008 adalah : “perilaku atau perbuatan melawan hukum, melampaui wewenang, menggunakan we-wenang untuk tujuan lain dari yang menjadi tujuan wewenang tersebut, termasuk kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum dalam penyeleng-garaan pelayanan publik yang dilakukan oleh Penyelenggara Negara dan pemerintahan yang menimbulkan kerugian materiil dan/atau immaterial bagi masyarakat dan orang perseorangan.” Apabila masyarakat menjadi korban dari maladministrasi ini maka berhak melaporkan baik secara lisan

100

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

maupun tulisan kepada lembaga ombudsman.Tujuan ombudsman menurutundang-undang ini diatur dalam pasal 4 :Ombudsman bertujuan:

1. Mewujudkan negara hukum yang demokratis, adil, dan sejahtera;2. Mendorong penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang efektif dan efisien, jujur, terbuka, bersih, serta bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme3. Meningkatkan mutu pelayanan negara di segala bidang agar setiap warga negara dan penduduk memperoleh keadilan, rasa aman, dan kesejahteraan yang semakin baik;4. Membantu menciptakan dan meningkatkan upaya untuk pemberantasan dan pencegahan praktekpraktek Maladministrasi, diskriminasi, kolusi, korupsi, serta nepotisme;5. Meningkatkan budaya hukum nasional, kesadaran hukum masyarakat, dan supremasi hukum yang berintikan kebenaran serta keadilan.

Kedudukan Dan Fungsi OmbudsmanSebagai Lembaga Perlindungan Rakyat

Lembaga ombudsman republik Indonesia diatur dalam UU nomor 37 /2008 dengan menimbang bahwa pelayanan pada masyarakat dan pen-egakan hukum yang dilakukan dalam rangka penyelenggaraan negara dan pemerintahan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari upaya untuk menciptakan pemerintahan yang baik, bersih, dan efisien guna men-ingkatkan kesejahteraan serta menciptakan keadilan dan kepastian hukum bagi seluruh warga negara sebagaimana dimaksud dalam UU Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; selanjutnya bahwa pengawasan pelayanan yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan pe-merintahan merupakan unsur penting dalam upaya menciptakan pemerin-tahan yang baik, bersih, dan efisien serta sekaligus merupakan implemen-tasi prinsip demokrasi yang perlu ditumbuh kembangkan dan diaplikasikan guna mencegah dan menghapuskan penyalahgunaan wewenang oleh aparatur penyeleggara negara dan pemerintahan.

Lembaga ombudsman merupakan lembaga negara yang melakukan tugas pengawasan terhadap penyelenggara negara dan pemerintahan. Namun pada kenyataannya, masih banyak masyarakat yang tidak menge-nal lembaga pengawas ini. Oleh karena itu sangat penting bagi masyarakat

101

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

luas agar dapat mengetahui keberadaan serta kedudukan ombudsman se-bagai lembaga pengawas yang secara langsung adalah sebagai lemba-ga yang memberi perlindungan kepada rakyat. Pemerintah juga berkewa-jiban untuk mensosialisasikan kepada masyarakat luas tentang keberadaan serta kedudukan dan fungsi dari lembaga ini agar secara bersama-sama masyarakat dan lembaga ombudsman berperan dalam pengawasan un-tuk mencapai pemerintahan yang baik, adil dan bersih.

Kedudukan Ombudsman Sebagai Lembaga Perlindungan Rakyat - Om-budsman atau ombudsman republik Indonesia merupakan lembaga neg-ara yang tidak terdapat dalam Undang-Undang Dasar 1945. Kelahirannya dilakukan oleh Undang-undang dalam rangka pengawasan kinerja apara-tur negara dan pemerintahan serta menampung keluhan masyarakat. Lem-baga yang menjalankan fungsi seperti ini belum diatur dalam UUD 1945. Oleh sebab itu, dalam sistem pemisahan kekuasaan, Ombudsman Republik Indonesia dapat dikatagorikan sejajar dan tidak dibawah pengaruh satu kekuasaan lain. Dengan tugas dan fungsi seperti itu, keberadaan Ombuds-man Republik Indonesia sangat vital dalam pemenuhan perlindungan dan kesejahteraan masyarakat sebagai bagian tujuan bernegara.

Sehubungan dengan kedudukan ombudsman republik Indonesia seperti di atas, maka Ombudsman bukan lagi menjadi domain pemerintah seperti halnya masa berlakunya Keppres No.44 /2000. Pemerintah sudah tidak dapat lagi membentuk Ombudsman atau badan-badan dengan nama lain yang secara prinsip menjalankan tugas dan fungsi Ombudsman Republik Indonesia. Tugas mengawasi kinerja lembaga negara dan pemerintahan serta menampung keluhan masyarakat telah beralih dan dilakukan oleh lembaga negara tersendiri dan menjalankan tugas dan fungsinya secara mandiri.

Ketatanegaraan Indonesia menurut amandemen UUD 1945 juga menem-patkan lembaga negara penunjangyaitu lembaga-lembaga negara yang diatur dalam konstitusi untuk membantu lembaga negara yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi negara demi terwujudnya tujuan negara. Pasal 2 UU No. 37 Tahun 2008 menegaskan bahwa kedudukan Ombudsman adalah : Lembaga negara yang bersifat mandiri dan tidak memiliki hubungan organik dengan lembaga negara dan instansi pemerintahan lainnya, serta dalam menjalankan tugas dan wewenangnya bebas dari campur tangan kekuasaan lainnya.

102

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

Berikut akan dijelaskan kedudukan ombudsman dalam menjalankan tu-gasnya sebagaimana yang dimuat dalam UU Nomor 37 tahun 2008 pasal 5, yaitu :

1. Ombudsman berkedudukan di ibu kota negara Republik Indonesia dengan wilayah kerja meliputi seluruh wilayah negara Republik Indonesia2. Ombudsman dapat mendirikan perwakilan Ombudsman di provinsi dan/atau kabupaten/kota3. Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan, susunan, dan tata kerja perwakilan Ombudsman di daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah

Ombudsman berkedudukan di ibukota negara republik Indonesia yaitu kota Jakarta, namun wilayah kerja dari ombudsman itu sendiri mencakup seluruh wilayah di Indonesia. Untuk bisa menjangkau kedaerah pelosok, ser-ta memberikan pelayanan yang optimal maka ombudsman dapat mendi-rikan perwakilannya di wilayah provinsi, atau kabupaten/kota. Pengaturan mengenai ombudsman dengan perwakilannya di daerah, lebih lanjut diatur dengan peraturan pemerintah setempat. Pengaturan Ombudsman dalam Undang-undang tidak hanya mengandung konsekuensi posisi politik kelem-bagaan, namun juga perluasan kewenangan dan cakupan kerja Ombuds-man yang akan sampai di daerah-daerah.

Dalam undang-undang ini dimungkinkan mendirikan kantor perwakilan Ombudsman di daerah Provinsi, Kabupaten/Kota. Dalam hal penanganan laporan juga terdapat perubahan yang fundamental karena Ombudsman diberi kewenangan besar dan memiliki kekuatan memaksa (subpoena power), rekomendasi yang bersifat mengikat, investigasi, serta sanksipidana bagi yang mengahalang-halangi ombudsmandalam menangani laporan.

Fungsi Ombudsman Sebagai Lembaga Perlindungan rakyatFungsi ombudsman diatur dalam pasal 6 undang-undang nomor 37

tahun 2008 yaitu : Ombudsman berfungsi mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik yang diselenggarakan oleh Penyelenggara Negara dan pemerintahan baik di pusat maupun di daerah termasuk yang diseleng-garakan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan Badan Hukum Milik Negara serta badan swasta atau perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu.

103

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

Ombudsman republik Indonesia bertugas untuk :1. Menerima Laporan atas dugaan Maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik;2. Melakukan pemeriksaan substansi atas Laporan;3. Menindaklanjuti Laporan yang tercakup dalam ruang lingkup kewenangan Ombudsman;4. Melakukan investigasi atas prakarsa sendiri terhadap dugaan Maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik;5. Melakukan koordinasi dan kerja sama dengan lembaga negara atau lembaga pemerintahan lainnya serta lembaga kemasyarakatan dan perseorangan6. Membangun jaringan kerja7. Melakukan upaya pencegahan Maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik; da8. Melakukan tugas lain yang diberikan oleh undangundang

Dalam menjalankan fungsi dan tugasnya sebagai lembaga pengawas, ombudsman memiliki wewenang untuk:

1. Meminta keterangan secara lisan dan/atau tertulis dari Pelapor, Ter-lapor, atau pihak lain yang terkait mengenai Laporan yang disampaikan kepada Ombudsman;

2. Memeriksa keputusan, surat-menyurat, atau dokumen lain yang ada pada Pelapor ataupun Terlapor untuk mendapatkan kebenaran suatu Lapo-ran;

3. Meminta klarifikasi dan/atau salinan atau fotokopi dokumen yang diperlukan dari instansi mana pun untuk pemeriksaan Laporan dari instansi Terlapor;

4. Melakukan pemanggilan terhadap Pelapor, Terlapor, dan pihak lain yang terkait dengan Laporan;

5. Menyelesaikan laporan melalui mediasi dan konsiliasi atas permintaan para pihak;

6. Membuat Rekomendasi mengenai penyelesaian Laporan, termasuk Rekomendasi untuk membayar ganti rugi dan/atau rehabilitasi kepada pihak yang dirugikan;

7. Demi kepentingan umum mengumumkan hasil temuan, kesimpulan, dan Rekomendasi.

8. Menyampaikan saran kepada Presiden, kepala daerah, atau pimpi-nan Penyelenggara Negara lainnya guna perbaikan dan penyempurnaan

104

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

organisasi dan/atau prosedur pelayanan publik;9. Menyampaikan saran kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan/atau

Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan/atau kepala daerah agar terhadap undang-undang dan peraturan perundang-undangan lainnya diadakan perubahan dalam rangka mencegah Maladministrasi.

Pasal 8 ayat (2) undang-undang nomor 37 tahun 2008, menjelaskan wewenang lainnya dari ombudsman sebagai lembaga pengawas yaitu, menyampaikan saran kepada Presiden, kepaladaerah, atau pimpinan Penyelenggara Negara lainnya guna perbaikan dan penyempurnaan or-ganisasi dan/atau prosedur pelayanan publik serta menyampaikan saran kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan/atau Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan/atau kepala daerah agar terhadap undang-undang dan peraturan perundang-undangan lainnya diadakan perubahan dalam rangka mencegah Maladministrasi.

Melalui UU No. 37 Tahun 2008, sekarang Indonesia telah memiliki Om-budsman, yang disebut Ombudsman Republik Indonesia yang telah diper-kuat kedudukan, fungsi dan kewenangannya. Ombudsman Republik Indo-nesia yang selanjutnya disebut Ombudsman adalah lembaga negara yang mempunyai kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik baik yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan pemerintah-an termasuk yang diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan Badan Hukum Milik Negara serta badan swasta atau perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan pub-lik tertentu yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah.

Lembaga ombudsman merupakan lembaga negara yang tidak ter-dapat dalam Undang-Undang Dasar. Kelahirannya dilakukan Keppres se-lanjutnya diperkuat menjadi Undang-undang dalam rangka pengawasan kinerja aparatur negara dan pemerintahan serta menampung keluhan masyarakat. Lembaga yang menjalankan fungsi seperti ini belum diatur dalam UUD republik Indonesia. Ketatanegaraan Indonesia menurut aman-demen UUD 1945 juga menempatkan lembaga negara penunjang yaitu lembaga-lembaga negara yang diatur dalam konstitusi untuk membantu lembaga negara yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi negara demi terwujudnya tujuan negara. Pasal 2 UU No. 37 Tahun 2008 menegas-

105

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

kan bahwa kedudukan Ombudsman adalah lembaga negara yang bersi-fat mandiri dan tidak memiliki hubungan organik dengan lembaga negara dan instansi pemerintahan lainnya, serta dalam menjalankan tugas dan wewenangnya bebas dari campur tangan kekuasaan lainnya.

Dari kedudukan ini, perlu diperjelas bahwa UUD 1945 menempatkan semua lembaga negara berada dalam posisi saling imbang dan kontrol Tidak ada lembaga negara yang lebih dominan dari pada lemba-ga negara lainnya. Dalam melaksanakan tugasnya lembaga ombudsman berkedudukan di ibu kota negara Republik Indonesia dengan wilayah kerja meliputi seluruh wilayah negara Republik Indonesia selain itu lem-baga ombudsman dapat mendirikan perwakilan ombudsman di provinsi dan/atau kabupaten/kota.

106

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

Upaya reformasi Birokrasi Pasca UU No. 37 Tahun 2008Ditinjau dari sudut hukum tatanegara, negara adalah suatu organisa-

si kekuasaan, dan organisasi tersebut merupakan tata kerja dari alat-alat perlengkapan negara yang merupakan suatu keutuhan. Tata kerja itu me-lukiskan hubungan serta pembagian tugas dan kewajiban antara masing-masing alat perlengkapan negara itu mencapai suatu tujuan yang tertentu. Sebagai sebuah organisasi kekuasaan, negara dilekati banyak fungsi di antaranya fungsi reguler dan fungsi agent of development.

Fungsi reguler berkaitan dengan pelaksanaan tugas yang mempunyai akibat langsung yang dirasakan oleh seluruh masyarakat, fungsi tersebut meliputi negara sebagai political state, negara sebagai diplomatik, negara sebagai sumber hukum, dan negara sebagai administratif. Sedangkan fungsi agent of development meliputi sebagai stabilisator dalam menciptakan stabilisasi politik, ekonomi, sosial dan budaya serta sebagai inovator dalam menciptakan ide-ide yang berhubungan dengan pembangunan.

Indonesia adalah negara hukum, yang secara tegas dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Seir-ing dengan perkembangan zaman, Indonesia juga mulai berkembang men-jadi Negara hukum materiil atau welfare state dimana semua kegiatan dari segala aspek ditujukan untuk kesejahteraan rakyat. Welfare state menuntut adanya peran aktif birokrasi untuk mengatur peran warga negaranya. Ke-wenangan birokrasi yang demikian luasnya mengakibatkan timbulnya per-buatan tercela dalam birokrasi. Salah satu penyelewengan tersebut adalah adanya maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik.

Adanya penyelewengan dalam pelaksanaan wewenang birokrasi me-merlukan upaya reformasi birokrasi agar pelaksanaan wewenang terse-but tetap ditujukan untuk kesejahteraan rakyat. Salah satu upaya refor-masi birokrasi tersebut antara lain adalah pengawasan terhadap tindakan birokrasi. Pengawasan tersebut ada dua macam yaitu pengawasan ekster-

BaB VIOPtIMaLISaSI KInerJa OrI

107

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

nal dan pengawasan internal. Dalam hal ini Ombudsman Republik Indonesia masuk ke dalam pelaksana pengawasan eksternal dari penyelenggara pelayanan publik.

Ombudsman Republik Indonesia diperlukan sebagai upaya reformasi birokrasi dalam bidang pelayanan publik. Komisi Ombudsman Nasional ini berdiri pada tanggal 10 Maret 2000 berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2000 Tentang Komisi Ombudsman Nasional. Sejak berdiri Komisi Ombudsman Nasional masih ser-ing mendapat pertanyaan terkait dengan fungsi dan peranan dalam men-dukung terwujudnya pemerintahan yang bersih dan berwibawa (good governance). Bahkan ada yang menyatakan lembaga Ombudsman kurang efektif serta kurang memberi pengaruh dalam usaha perwujudan pemerintahan yang bersih.

Saat ini, landasan hukum Ombudsman adalah Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman Republik Indonesia. Gagasan perlu-nya dibentuk Undang-undang Ombudsman didasari niat untuk memperko-koh keberadaan KON sebagai lembaga pengawas eksternal atas penye-lenggaraan negara. Dasar hukum yang baru ini juga mempengaruhi nama Komisi Ombudsman Nasional berubah menjadi Ombudsman Republik In-donesia (ORI). Keberadaan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia hanya mempertegas keberadaan Om-budsman secara yuridis saja tanpa adanya perluasan wewenang terhadap lembaga tersebut.

Realitanya pada saat ini fungsi dari lembaga ini untuk mengawasi pe-nyelenggaraan pelayanan publik kurang terlihat manfaatnya. Mengurus sebuah surat sertifikat tanah, akta atau dokumen lainnya, kenyataannya sangat sulit dan memakan waktu lama. Masyarakat kerap kali mengeluh-kan buruknya pelayanan publik seperti ini. Hal ini menyebabkan bahwa keberadaan Ombudsman kurang dirasakan oleh masyarakat dan belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat sebagai sarana pengaduan akan pelayanan publik tersebut. Selain itu, out put dari Ombudsman hanyalah berupa rekomendasi yang mana tidak mempunyai sanksi mengikat bagi badan pelayanan publik untuk melaksanakan rekomendasi. Belum dapat menjadi solusi untuk mewujudkan reformasi birokrasi.

108

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

Tinjauan tentang Ombudsman republik IndonesiaOmbudsman Indonesia muncul ditandai dengan adanya landasan

yuridis berupa Keputusan Presiden (Keppres) Republik Indonesia No 44 Tahun 2000 Tentang Komisi Ombudsman Nasional. Keberadaan Komisi Ombuds-man Nasional dengan dasar hukum berupa Keppres tidaklah kuat. Ban-yak pihak yang menganggap keberadaan Komisi Ombudsman Nasional tidak efektif bila diterapkan di Indonesia. Namun dalam prakteknya, setelah Komisi Ombudsman Nasional dibentuk, masyarakat mulai menyampaikan keluhan-keluhan dan pengaduan lainnya mengenai sikap tindak para pe-nyelenggara negara dan penyelenggara pemerintahan yang tidak mem-berikan pelayanan publik yang baik. Untuk itu, perlu adanya dasar hukum yang lebih kuat bagi Komisi Ombudsman Nasional, agar keberadaan dan tanggung jawabnya dapat dilaksanakan dengan lancar.

Ombudsman adalah institusionalisasi dari hak-hak sipil (hak-hak hukum) yang dimiliki oleh setiap warga negara untuk mendapatkan pelayanan yang baik dari institusi pemerintah. Dengan demikian, Ombudsman ada-lah lembaga yang memperjuangkan hak-hak sipil warga negara dalam berhubungan dengan pemerintah, karena pemerintah bertanggung jawab untuk merealisasikan hak-hak warga negara tersebut. Fungsi Ombudsman pada dasarnya adalah fungsi mediasi antara pihak pelapor (anggota masyarakat) dan terlapor (aparatur negara dan aparatur pemerintah). Agar fungsi ini dapat berjalan dengan baik, maka setiap institusi pemerintah har-us mempunyai prosedur dan alur administratif pelayanan publik dan aturan tingkah laku (code of conduct) aparatur negara di lingkungan pekerjaan masing-masing.

Ombudsman dikenal sebagai lembaga independen yang menerima dan menyelidiki keluhan-keluhan masyarakat yang menjadi korban kesala-han administrasi (maladministration) publik. Dalam hal ini meliputi keputu-san-keputusan atau tindakan pejabat publik yang ganjil (inap-propriate), menyimpang (deviate), sewenang-wenang (arbitrary), melanggar ketentu-an (irregular/illegitimate), penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power), ke-terlambatan yang tidak perlu (undue-delay), atau pelanggaran kepatutan (equity). Tetapi sesungguhnya Ombudsman tidak sekedar sebuah sistem un-tuk menyelesaikan keluhan masyarakat kasus demi kasus, namun yang uta-ma adalah mengambil inisiatif untuk mengkhususkan perbaikan administratif atau sistemik dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan masyarakat.

109

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

Fungsi Komisi Ombudsman Nasional di Indonesia tidaklah jauh berbeda dengan Ombudsman di banyak negara, yaitu :

1. Mengakomodasi partisipasi masyarakat dalam upaya memperoleh pelayanan umum yang berkualitas dan efisien, menyelenggarakan peradi-lan yang adil, tidak memihak dan jujur

2. Meningkatkan perlindungan perorangan dalam memperoleh pe-layanan publik, keadilan dan kesejahteraan, serta mempertahankan hak-haknya terhadap kejanggalan tindakan penyalahgunaan wewenang (abuse of power), keterlambatan yang berlarut-larut (undue delay), serta diskresi yang tidak layak.

Keberadaan Komisi Ombudsman Nasional (KON) yang dibentuk pada tanggal 10 Maret 2000 berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 2000 bertujuan meningkatkan pelayanan dan perlindungan hukum oleh aparat pemerintah dan peradilan kepada masyarakat. Saat ini telah di-cabut dengan adanya pengesahan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman Republik Indonesia. Dengan demikian nama Komisi Ombudsman Nasional juga berubah menjadi Ombudsman RI (ORI). Ombudsman Indonesia dapat disebut sebagai lembaga negara yang ber-bentuk badan hukum publik, karena Ombudsman dibentuk oleh kekuasaan umum dan dimaksudkan untuk menyelenggarakan kegiatan yang mem-punyai tujuan untuk kepentingan umum. Ombudsman perperan sebagai perantara/penghubung aspirasi dan keluhan dari masyarakat.

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman Republik Indonesia memberi definisi tentang Ombudsman Republik Indonesia yaitu lembaga negara yang mempunyai kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik baik diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan yang diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan Badan Hu-kum Milik Negara serta badan swasta atau perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah.

Komisi Ombudsman Nasional dibentuk dengan pertimbangan bahwa : Pemberdayaan masyarakat melalui peran serta mereka untuk melakukan pengawasan akan lebih menjamin penyelenggaraan negara yang jujur, bersih, transparan, bebas korupsi, kolusi dan nepotisme.

110

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

Pasal 2 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman Republik Indonesia menyebutkan Ombudsman merupakan lembaga negara yang bersifat mandiri dan tidak memiliki hubungan organik den-gan lembaga negara dan instansi pemerintahan lainnya, serta dalam men-jalankan tugas dan wewenangnya bebas dari campur tangan kekuasaan lainnya. Pasal 3 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 Tentang Ombuds-man RI menyebutkan Ombudsman dalam menjalankan tugas dan we-wenangnya berasaskan kepatutan, keadilan, non-diskriminasi, tidak memi-hak, akuntabilitas,keseimbangan, keterbukaan dan kerahasiaan.

Pasal 4 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman Re-publik Indonesia menyebutkan Ombudsman bertujuan:

1. Mewujudkan negara hukum yang demokratis, adil, dan sejahtera2. Mendorong penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang efektif dan efisien, jujur, terbuka, bersih, serta bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme3. Meningkatkan mutu pelayanan negara di segala bidang agar setiap warga negara dan penduduk memperoleh keadilan, rasa aman, dan kesejahteraan yang semakin baik4. Membantu menciptakan dan meningkatkan upaya untuk pemberantasan dan pencegahan praktek-praktek Maladministrasi, diskriminasi, kolusi, korupsi, serta nepotisme5. Meningkatkan budaya hukum nasional, kesadaran hukum masyarakat, dan supremasi hukum yang berintikan kebenaran serta keadilan.

Mengenai Tugas dan Wewenang Ombudsman Republik Indonesia ter-cantum dalam Pasal 7 dan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman Republik Indonesia, selengkapnya pasal tersebut berbunyi :

di Pasal 7 Ombudsman bertugas:a. Menerima Laporan atas dugaan Maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publikb. Melakukan pemeriksaan substansi atas Laporan;c. Menindaklanjuti Laporan yang tercakup dalam ruang lingkup kewenangan Ombudsmand. Melakukan investigasi atas prakarsa sendiri terhadap dugaan Maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik

111

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

e. Melakukan koordinasi dan kerja sama dengan lembaga negara atau lembaga pemerintahan lainnya serta lembaga kemasyarakatan dan perseoranganf. Membangun jaringan kerjag. Melakukan upaya pencegahan Maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publikh. Melakukan tugas lain yang diberikan oleh undang-undang

di Pasal 8 ayat (1) Ombudsman berwenang :a. Meminta keterangan secara lisan dan/atau tertulis dari Pelapor, Ter-

lapor, atau pihak lain yang terkait mengenai Laporan yang disampaikan kepada Ombudsman

b. Memeriksa keputusan, surat-menyurat, atau dokumen lain yang ada pada Pelapor ataupun Terlapor untuk mendapatkan kebenaran suatu Lapo-ran

c. Meminta klarifikasi dan/atau salinan atau fotokopi dokumen yang diperlukan dari instansi mana pun untuk pemeriksaan Laporan dari instansi Terlapor

d. Melakukan pemanggilan terhadap Pelapor, Terlapor, dan pihak lain yang terkait dengan Laporan

e. Menyelesaikan laporan melalui mediasi dan konsiliasi atas permint-aan para pihak

f. Membuat Rekomendasi mengenai penyelesaian Laporan, termasuk Rekomendasi untuk membayar ganti rugi dan/atau rehabilitasi kepada pihak yang dirugikan

g. Demi kepentingan umum mengumumkan hasil temuan, kesimpulan, dan Rekomendasi.

Pasal 8 ayat (2), selain wewenang sebagaimanadimaksud pada ayat (1), Ombudsman berwenang:

a. Menyampaikan saran pada Presiden, pala daerah, atau pimpinan Penyelenggara Negara lainnya guna perbaikan dan penyempurnaan organisasi dan/atau prosedur pelayanan publik;

112

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

b. Menyampaikan saran kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan/atau Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan/atau kepala daerah agar terhadap undang-undang dan peraturan perundang-undangan lainnya diadakan perubahan dalam rangka mencegah Maladministrasi.

Mengenai rekomendasi Ombudsman, Rekomendasi adalah kesimpulan, pendapat, dan saran yang disusun berdasarkan hasil investigasi Ombudsman, kepada atasan Terlapor untuk dilaksanakan dan/atau ditin-daklanjuti dalam rangka peningkatan mutu penyelenggaraan administrasi pemerintahan yang baik. Ombudsman menerima Laporan dan memberikan Rekomendasi apabila ditemukan Maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Rekomendasi disampaikan kepada Pelapor, Terlapor, dan atasan Terlapor dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari terhi-tung sejak tanggal Rekomendasi ditandatangani oleh Ketua Ombudsman. Menurut Pasal 37 ayat (2) Rekomendasi memuat sekurang-kurangnya:

Uraian tentang Laporan yang disampaikan kepada Ombudsman1. Uraian tentang hasil pemeriksaan2. Bentuk Maladministrasi yang telah terjadi3. Kesimpulan dan pendapat Ombudsman mengenai hal-hal yang perlu dilaksanakan Terlapor dan atasan Terlapor

Terlapor dan atasan Terlapor wajib melaksanakan Rekomendasi Ombudsman. Walaupun demikian, sebenarnya rekomendasi dari Ombudsman Republik Indonesia tidak mempunyai kekuatan hukum (non legally binding), tetapi bersifat morally binding. Rekomendasi yang bersi-fat morally binding pada dasarnya mecoba menempatkan manusia pada martabat mulia sehingga untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu seorang pejabat publik tidak harus diancam dengan sanksi hukum, melainkan melalui kesadaran moral yang tumbuh dari lubuk hati.

Apabila dipandang perlu, Ombudsman dapat mendirikan perwakilan Ombudsman di daerah provinsi atau kabupaten/kota. Perwakilan Ombudsman mempunyai hubungan hierarkis dengan Ombudsman dan dipimpin oleh seorang kepala perwakilan. Kepala perwakilan dibantu oleh asisten Ombudsman. Ketentuan mengenai fungsi, tugas, dan wewenang Ombudsman secara mutatis mutandis berlaku bagi perwakilan Ombudsman. Saat ini telah ada beberapa perwakilan Ombudsman di daerah antara lain di wilayah DI Yogyakarta dan Jawa Tengah, wilayah Su-

113

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

matra Utara dan NAD, wilayah NTT dan NTB, dan Wilayah Sulawesi Utara dan Gorontalo.

Tinjauan tentang reformasi BirokrasiReformasi berarti perubahan terhadap suatu sistem yang telah ada

pada suatu masa. Sistem sendiri diartikan suatu kesatuan yang terdiri dari komponen atau elemen yang dihubungkan bersama untuk memudahkan aliran informasi, materi atau energi. Menurut Umar Said, pemimpin redaksi Harian Ekonomi Nasional 1965, Reformasi adalah mengubah, merombak, membangun kembali atau menyusun kembali. Reformasi bertujuan untuk memperbaiki kerusakan-kerusakan yang telah diwariskan.[9] Menurut Ka-musUmum Bahasa Indonesia, reformasi adalah perubahan radikal untuk perbaikan (bidang sosial, politik atau agama) di suatu masyarakat atau negara.

Birokrasi dapat diartikan sebagai suatu organisasi pemerintahan yang terdiri dari sub-sub struktur yang memiliki hubungan satu dengan yang lain, yang memiliki fungsi, peran, dan kewenangan dalam melaksanakan pemerintahan, dalam rangka mencapai suatu visi, misi, tujuan, dan program yang telah ditetapkan.[10] Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Birokrasi adalah sistem pemerintahan yang dijalankan oleh pegawai pe-merintah karena telah berpegang pada hierarki dan jenjang jabatan. Pada dasarnya birokrasi adalah sama dengan pemerintahan secara luas yang meliputi penyelenggaraan pemerintahan untuk mensejahterakan rakyat.

Sedangkan reformasi birokrasi pada hakikatnya merupakan upaya melakukan pembaruan dan perubahan mendasar terhadap sistem pe-nyelenggaraan pemerintahan, terutama menyangkut aspek-aspek kelem-bagaan (organisasi), ketatalaksanaan (business process), sumber daya manusia aparatur.[11] Reformasi Birokrasi dilaksanakan dalam rangka mewu-judkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). istilah lain, Reformasi Birokrasi adalah langkah strategis untuk membangun aparatur negara agar lebih berdaya guna dan berhasil guna dalam mengemban tugas umum pemerintahan dan pembangunan nasional.

Tap MPR-RI Nomor VI/2001 mengamanatkan agar Presiden membangun kultur birokrasi Indonesia yang transparan, akuntabel, bersih dan bertang-gungjawab, serta dapat menjadi pelayan masyarakat abdi negara, contoh dan teladan masyarakat.[12] Dalam Tap MPR-RI No VII/2001 tentang Visi

114

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

Indonesia Masa Depan, salah satu Visi Indonesia 2020 yang dinyatakan da-lam bab IV angka 9 yaitu baik dan bersih dalam penyelenggaraan negara yang terdiri dari 3 (tiga) aspek, yaitu:

1 Terwujudnya penyelenggaraan negara yang profesional, transparan, akuntabel, memilik kreadibilitas dan bebas KKN2. Terbentuknya penyelenggaraan negara yang peka dan tanggap terhadap kepentingan dan aspirasi rakyat di seluruh wilayah negara termasuk derah terpencil dan perbatasan3. Berkembangnya transparansi dalam budaya dan perilaku serta aktivitas politik dan pemerintah

Tap MPR-RI Nomor XI Tahun 1998 juga menyatakan bahwa Penyelengg-ara negara pada lembaga-lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif harus melaksanakan fungsi dan tugasnya dengan baik dan bertanggung jawab kepada masyarakat, bangsa, dan negara. Untuk menjalankan fungsi dan tugasnya tersebut, penyelenggara negara harus jujur, adil, terbuka, dan terpercaya serta mampu membebaskan diri dari praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Segala peraturan yang ada walaupun tidak menyebut secara implisit mengenai reformasi birokrasi tetapi secara eksplisit cita-cita penyelengga-raan yang bersih salah satunya adalah dengan reformasi birokrasi. Refor-masi birokrasi sebagai suatu bentuk demokrasi pelayanan publik. Pelayan-an publik mengacu kepada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Asas-asas pelayanan publik atau penyelenggaraan negara berdasarkan Pasal 3 undang-undang tersebut, di antaranya:

1. Asas Kepastian Hukum2. Asas Tertib Penyelenggaraan Negara3. Asas Kepentingan Umum4. Asas Keterbukaan5. Asas Proporsionalitas6. Asas Profesionalitas7. Asas Akuntabilitas

Latar Belakang Pembentukan OrITerkait Upaya reformasi Birokrasi

Sebelum Ombudsman Republik Indonesia, Ombudsman adalah komisi Ombudsman Nasional yang dibentuk dengan Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 2000 tentang Komisi Ombudsman Nasional. Pertimbangan yang

115

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

melatarbelakangi pada waktu pembentukan Komisi Ombudsman Nasional (KON) antara lain :

1. Pertama - peran serta masyarakat dalam melakukan pengawasan akan lebih menjamin penyelenggaraan negara yang jujur, bersih, transpar-an, bebas korupsi, kolusi dan nepotisme;

2. Kedua - pemberdayaan pengawasan oleh masyarakat perlu dikem-bangkan serta diaplikasikan agar penyalahgunaan kekuasaan, wewenang, ataupun jabatan oleh aparatur dapat diminimalisasi;

3. Ketiga - pelayanan dan perlindungan terhadap hak-hak anggota masyarakat oleh aparatur pemerintah merupakan bagian integral dari up-aya untuk menciptakan keadilan dan kesejahteraan;

4. Keempat - pembentukan KON diperlukan menyiapkan Rancangan Undang-undang yang mengatur mengenai Lembaga Ombudsman Nasion-al secara Iengkap. Implicitly, pembentukan KON dengan Keppres diang-gap kurang ‘ampuh’ sebagai dasar hukum karena sebagai lembaga yang memiliki peran strategis dalam mengawasi penyelenggaraan negara, KON tidak semestinya berada di bawah Presiden tapi berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah dengan komisi¬komisi pembantu negara lain yang dibentuk dengan undang-undang.

Adanya KON yang dibentuk dengan Keppes Nomor 44 Tahun 2000 ke-mudian diperkuat dengan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 ten-tang Ombudsman Republik Indonesia. Hal ini sesuai pula dengan amanat Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor VIII/MPR/2001 tentang Rekomendasi Arah Kebijakan Pemberantasan dan Pencegahan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme salah satunya memerintahkan dibentuknya Ombudsman dengan undang-undang.

Latar belakang pembentukan Ombudsman Republik Indonesia yaitu : 1. Pertama bahwa pelayanan kepada masyarakat dan penegakanhukum yang dilakukan dalam rangka penyelenggaraan negara dan

pemerintahan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari upaya untuk menciptakan pemerintahan yang baik, bersih, dan efisien guna meningkat-kan kesejahteraan serta menciptakan keadilan dan kepastian hukum bagi seluruh warga negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

116

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

2. Kedua, bahwa pengawasan pelayanan yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan merupakan unsur penting dalam menciptakan pemerintahan yang baik, bersih, dan efisien serta sekaligus merupakan implementasi prinsip demokrasi yang perlu ditumbuhkembang-kan dan diaplikasikan guna mencegah dan menghapuskan penyalahgu-naan wewenang oleh aparatur penyeleggara negara dan pemerintahan

3. Ketiga, bahwa dengan memperhatikan aspirasi yang berkembang dalam masyarakat agar terwujud aparatur penyelenggara negara dan pe-merintahan yang efektif dan efisien, jujur, bersih, terbuka serta bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Hal ini mengacu pada pencapaian Good Governance yang mencakup asas kepastian hukum, asas tertib penyeleng-garaan negara, asas kepentingan umum, asas keterbukaan, asas propor-sionalitas, asas profesionalitas dan asas akuntabilitas. Oleh karena alasan di atas maka perlu dibentuk Ombudsman Republik Indonesia.

Walaupun dasar hukum Ombudsman telah mengalami perubahan men-jadi Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman RI, pada prakteknya masih menerima keluhan dan laporan masyarakat mengenai terjadi penyimpangan-penyimpangan di dunia peradilan. Data statistik Ombudsman menyebutkan bahwa pada Triwulan III (Januari-Oktober 2008) Ombudsman menerima laporan dari Kepolisian yaitu sejumlah 160 (seratus enam puluh) laporan atau 28,93%, Lembaga Peradilan sebanyak 72 (tujuh puluh dua) laporan atau 13,02%, Kejaksaan sebanyak 40 (empat puluh) laporan atau 7,23%.

Pemikiran yang melatarbelakangi pembentukan ombudsman Republik Indonesia pada dasarnya yaitu yang pertama, lembaga negara telah ada kinerjanya tidak bagus, korup dan tidak efektif. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya laporan akan kekecewaan masyarakat terhadap pelayanan publik. Pemikiran yang kedua adalah untuk mempercepat proses konsoli-dasi good governance karena adanya persoalan-persoalan dalam masa transisi sehingga diperlukan penyelenggaraan negara yang kredibel untuk memecahkan persoalan tersebut. Pemikiran yang ketiga yaitu untuk memo-tivasi pengawasan instansi-instansi penyelenggara pelayanan publik agar tujuan Indonesia sebagai welfare state terpenuhi.

Sinkronisasi Kinerja ORI dengan Pelayanan PublikPembentukan Ombudsman Republik Indonesia pada dasarnya dituju-

117

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

kan untuk mewujudkan Good Governance. Salah satu upaya untuk mewu-judkan Good Governance adalah dengan reformasi birokrasi. Sebelum mengaitkan dengan reformasi birokrasi, tujuan dari adanya Ombudsman Republik Indonesia adalah melakukan pengawasan terhadap pelayanan publik agar terhindar dari adanya maladministrasi. Meninjau dari konsep pelayanan publik mengacu pada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik perlu dilihat apakah kinerja Ombudsman Republik Indonesia telah sinkron dengan pelayanan publik yang mengacu dalam undang-undang tersebut.

Dalam Undang-Undang Pelayanan Publik tersebut, pengertian pelayan-an publik yaitu kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenu-han kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik mengamanahkan kepada Ombudsman Republik Indonesia untuk:

1. Wajib menerima dan berwenang memproses pengaduan dari masyarakat mengenai penyelenggaraan pelayanan publik sesuai dengan Undang-Undang ini

2. Wajib menyelesaikan pengaduan masyarakat apabila pengadu menghendaki penyelesaian pengaduan tidak dilakukan oleh Penyeleng-gara

3. Wajib membentuk perwakilan di daerah yang bersifat hierarkis untuk mendukung tugas dan fungsi ombudsman dalam kegiatan pelayanan pub-lik paling lambat 3 (tiga) tahun sejak diundangkannya Undang-Undang No-mor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik

4. Wajib melakukan mediasi dan konsiliasi dalam menyelesaikan pen-gaduan atas permintaan para pihak.

Untuk mensinkronkan antara kinerja Ombudsman Republik Indonesia dengan Pelayanan Publik adalah mengacu pada amanah yang diberikan oleh Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Pe-nilaian kinerja merupakan suatu kegiatan yang sangat penting karena dapat digunakan sebagai ukuran keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai misinya. Agus Dwiyanto mengukur kinerja birokrasi publik dengan menggu-

118

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

nakan aspek-aspek produktivitas, kualitas layanan, responsivitas, responsi-bilitas dan akuntabilitas.

Aspek yang pertama yaitu produktivitas, konsep produktivitas tidak hanya mengukur tingkat efisiensi tetapi juga kualitas pelayanan. Kinerja Ombudsman Republik Indonesia dinilai dari input dan output. Berikut adalah tabel pelayanan Ombudsman Republik Indonesia pada tahun 2008.

Tindak Lanjut Ombudsman

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bagaimana produktivitas dari Ombudsman Republik Indonesia. Dari 200 pengaduan yang masuk yang ada outputnya berupa rekomendasi yang merupakan kewenangan dari Ombudsman Republik Indonesia hanya 11,00%. Bahkan tidak ada satu pun rekomendasi yang ditindaklanjuti oleh instansi terkait sehingga hal ini meru-pakan ketidakproduktivan Ombudsman Republik Indonesia yang sudah in-dependen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. Tidak ada law enforcement yang memadai untuk menindaklanjuti hasil kinerja Ombudsman Republik Indonesia. Penyelenggara pelayanan publik yang telah mendzalimi rakyat pun tetap dapat berlenggang tanpa memperduli-kan rekomendasi yang dikeluarkan oleh Ombudsman Republik Indonesia.

Aspek yang kedua ditinjau dari kualitas pelayanan dimana kualitas pe-layanan dalam lembaga ini diukur dari tingkat kepuasan masyarakat yang dilayaninya yaitu masyarakat yang dirugikan atau tidak puas dengan pe-layanan yang diberikan penyelenggara pelayanan Publik. Dalam hal ini terlihat juga dari tabel di atas, bahwa masyarakat tidak dapat puas apabila

119

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

pengaduannya tersebut tidak menimbulkan efek apapun bagi penyeleng-gara pelayanan publik yang telah mendzaliminya.

Aspek yang ketiga adalah responsivitas yaitu kemampuan organisasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan dan mengembangkan program-program pelayanan publik se-suai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Ombudsman Republik Indonesia bersikap pasif dalam arti menunggu adanya pengaduan bukan aktif untuk mencari kesalahan-kesalahan penyelenggara pelayanan publik tanpa adanya laporan. Hal ini menyebabkan Ombudsman Republik Indo-nesia tidak mempunyai wewenang untuk mengenali kebutuhan masyarakat dengan inisiatif menyelidikinya. Selain itu, tidak ada program dari Ombuds-man Republik Indonesia untuk menarik perhatian masyarakat agar mau menggunakan fasilitas Ombudsman Republik Indonesia.

Keempat adalah aspek responsibilitas yaitu apakah pelaksanaan keg-iatan sudah dilakukan dengan prinsip-prinsip administrasi yang benar. Ombudsman Republik Indonesia dalam melaksanakan tugasnya sudah se-suai dengan segala peraturan yang mengaturnya. Dalam memberikan pe-layanan pun sudah sesuai dengan mekanisme pelayanan dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia dan peraturan internal termasuk maklumat Ombudsman dan sebagainya.

Aspek yang terakhir yaitu akuntabilitas yang menunjuk pada seberapa besar kebijakan dan kegiatan organisasi publik sesuai dengan nilai dan norma yang berkembang dalam masyarakat. Dalam hal ini, menyangkut pertanggungjawaban Ombudsman Republik Indonesia lepada masyarakat. Ombudsman Republik Indonesia yang telah independen, tidak lagi di bawah eksekutif berarti bertanggungjawab lepada rakyat. Sampai saat ini, masyarakat belum merasakan perbaikan yang berarti dengan adanya Ombudsman Republik Indonesia. Selain itu, tidak ada bentuk tangggung-jawab Ombudsman Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya.

Uraian di atas menggambarkan bahwa kinerja Ombudsman Republik Indonesia belum memenuhi tuntutan pelayanan publik. Ketidaksinkronan antara kinerja Ombudsman Republik Indonesia dengan pelayanan publik disebabkan oleh beberapa hal, di antaranya:

Kurangnya transparansi kinerja

120

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

Ombudsman republik Indonesia1. Struktur organisasi atau kelembagaan yang kurang memadai, seba-

gaimana diamanahkan oleh Undang-Undang nomor 25 tahun 2009 tentang pelayanan publik terlihat jelas bahwasannya belum dibentuk Ombudsman di daerah sebagai perwakilan dari Ombudsman Republik Indonesia pusat untuk memudahkan pelayanan bagi masyarakat

2. Tidak adanya mekanisme law enforcement untuk melaksanakan se-cara paksa hasil rekomendasi karena mengingat kewenangan Ombudsman Republik Indonesia yang hanya sampai pada tahap mem-berikan rekomendasi dan tidak memberikan akibat hukum paksa bagi lem-baga terkait untuk melaksanakan rekomendasi tersebut, hal ini mengakibat-kan Ombudsman Republik Indonesia bagai macan tak bertaring.

Keterkaitan OrI dengan Upaya reformasi BirokrasiSemangat reformasi birokrasi untuk mewujudkan good governance

yang menjadi tujuan pokok dari adanya Ombudsman Republik Indonesia masih sangat tinggi. Akan tetapi semangat tersebut tidak diimbangi den-gan kinerja yang sesuai dengan pelayanan terhadap masyarakat. Agar dapat mewujudkan kinerja Ombudsman Republik Indonesia sesuai dengan pelayanan publik untuk mewujudkan good governance maka diperlukan sebuah upaya reformasi birokrasi dalam Ombudsman Republik Indonesia itu sendiri.

Pembentukan Ombudsman Republik Indonesia dengan undang-undang yang dilatarbelakangi pemikiran seperti yang diuraikan dalam sub pem-bahasan pertama adalah salah satu wujud dari adanya upaya reformasi birokrasi. Banyaknya kelemahan dalam Komisi Ombudsman Nasional men-jadi sebuah alasan untuk melakukan reformasi birokrasi dengan pemba-haruan pada komisi tersebut yaitu dengan mengubahnya menjadi seperti sekarang.

Akan tetapi, ternyata permasalahan-permasalahan yang ada tidak turut serta hilang dengan perubahan tersebut. Masih banyak kelemahan-kele-mahan dalam Ombudsman Republik Indonesia yang menjadikan kinerja dari Ombudsman tersebut menjadi kurang optimal. Kinerja Ombudsman RI dengan segala tugas, fungsi, dan wewenang yang dimilikinya sekarang belum dapat mewujudkan good governance. Karenanya itu, kinerja Om-

121

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

budsman Republik Indonesia perlu diperbaharui sebagai upaya reformasi birokrasi.

Ombudsman Republik Indonesia sebagai lembaga pengawas badan atau lembaga penyelenggara pelayanan publik merupakan lembaga yang sangat penting dalam mewujudkan good governance. Hal ini disebabkan karena lembaga penyelenggara pelayanan publik yang baik harus dapat memberikan pelayanan yang baik juga kepada masyarakat. Hal ini berkaitan erat dengan Indonesia yang merupakan negara hukum materiil dimana tujuan negara hukum materiil adalah untuk mensejahtera-kan rakyat.

Dalam pembahasan pertama bahwasannya walaupun Ombudsman Republik Indonesia sudah dibentuk dengan undang-undang yang berarti landasannya lebih kuat tetapi masih banyak kekurangan dalam lembaga tersebut. Kekurangan tersebut sangat berpengaruh pada kinerja Ombudsman Republik Indonesia dan kinerja yang kurang optimal tersebut menjadikan Ombudsman Republik Indonesia belum dapat melaksanakan apa yang diamanahkan oleh Undang-Undang Nomor 25 tahun 2009 tentang Pe-layanan Publik.

Ketidaksinkronan tersebut menjadikan diperlukannya pembenahan-pembenahan dengan meningkatkan peranan dari Ombudsman Republik Indonesia agar dapat mengimbangi semangat reformasi birokrasi sehingga pencapaian good governance tidak hanya menjadi wacana semata. Up-aya hukum yang dapat dilakukan untuk meningkatkan peranan Ombuds-man Republik Indonesia di antaranya, yaitu:

Kekuatan Mengikat Rekomendasi Ombudsman Republik Indonesia upaya hukum yang pertama ini dengan memperluas wewenang Ombudsman RI yaitu memberikan wewenang dalam hal penindaklanjutan terhadap out put dari pemeriksaan. Sampai saat ini rekomendasi dikeluarkan Ombuds-man Republik Indonesia tidak mempunyai daya paksa terhadap instansi yang diberikan rekomendasi tersebut sehingga seringkali rekomendasi tersebut tidak ada tindak lanjutnya. Walaupun dalam Undang-Undang No-mor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia dinyatakan bahwa bagi instansi yang tidak melaksanakan rekomendasi akan dilapor-kan kepada Dewan Perwakilan Rakyat atau Presiden tetapi tetap saja tidak efektif. Hal ini sama saja kinerja yang dilakukan oleh Ombudsman Republik

122

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

Indonesia tidak ada hasilnya.

Oleh karena itu, perlu diberikan wewenang kepada Ombudsman RI agar keluaran dari Ombudsman Republik Indonesia mempunyai daya paksa yang mengikat sehingga harus dilaksanakan oleh instansi terkait. Wewenang yang dapat ditambahkan untuk Ombudsman Republik Indonesia berkaitan dengan rekomendasi yang dikeluarkan, misalnya:

1. Pemberian rekomendasi kepada suatu instansi dianggap sah apabila diumumkan dalam satu surat kabar nasional dan dua surat kabar harian lokal2. Pemberian rekomendasi harus disertai sekaligus dengan sanksi administratif apabila tidak dilaksanakan3. Disertai denda.

Pemberian Reward kepada InstansiPenyelenggara Pelayanan Publik - Upaya ini adalah pemberian wewenang Ombudsman Republik Indonesia untuk memberikan penghar-gaan atau reward kepada instansi penyelenggara pelayanan umum. We-wenang ini menerapkan prinsip stick and carrots yaitu pemberian sanksi dan penghargaan. Bagi instansi yang melanggar prinsip pelayanan pub-lik maka dikenai sanksi sedangkan yang melaksanakan pelayanan publik dengan baik diberikan penghargaan. Penghargaan atau reward ada dua macam, yaitu:

1. Bagi instansi yang paling bersih, memberikan pelayanan publik yang sesuai dan tidak ada keluhan dari masyarakat akan pelayanan yang diber-ikan atau dugaan penyimpangan diberikan reward berupa best public institution sebagai sebuah prestasi bagi instansi tersebut

2. Bagi instansi yang paling banyak pengaduan dari masyarakat dan penyimpangannya diberikan penghargaan berupa worst public institution dengan maksud agar instansi tersebut berupaya memperbaiki kinerjanya.

Peninjauan Berkala ORI kepada Instansi PenyelenggaraPelayanan Publik - Untuk menunjang wewenang yang kedua maka Ombudsman Republik Indonesia diberikan wewenang untuk mengadakan peninjauan secara berkala dan spontanitas ke instansi-instansi yang masuk ke dalam pengawasannya. Hal ini dilakukan dengan menjalankan ama-nah dari Pasal 43 Undang-Undang Nomor 37 tahun 2008 tentang Ombudsman RI

123

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

Indonesia yaitu dengan membentuk perwakilan Ombudsman Republik Indonesia di daerah-daerah agar pelaksanaan wewenang ini bisa optimal. Permasalahan yang mungkin timbul adalah ketika di daerah tersebut sudah ada lembaga yang mempunyai kewenangan seperti Ombudsman Repub-lik Indonesia hasil bentukan daerah tersebut. Hal ini mengakibatkan tump-ang tindihnya kelembagaan apabila dibentuk perwakilan Ombudsman Re-publik Indonesia di daerah yang sudah ada lembaga sejenis misalnya di Medan, Bandung atau Yogyakarta.

Restrukturisasi Kelembagaan Ombudsman RepublikIndonesia - Untuk menanggulangi upaya hukum yang ketiga maka perlu diadakan restrukturisasi kelembagaan Ombudsman Republik Indonesia. Upaya hukum ini termasuk juga perombakan lembaga sejenis yang telah ada dan merupakan bentukan daerah menjadi sebuah lembaga perwaki-lan Ombudsman Republik Indonesia di daerah tersebut sehingga struktur kelembagaannya menjadi jelas dan tidak tumpang tindih.

120124

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

Maladministrasi dalam Penyelenggaraan Pelayanan PublikMaladministrasi merupakan salah satu kata yang sangat lekat dengan

tugas dan fungsi Ombudsman. Kata ini telah memasyarakat dan menjadi pembicaraan sehari-hari seiring dengan berita tentang kinerja Ombuds-man Republik Indonesia (ORI) dalam mengawal reformasi birokrasi. Pada umumnya, masyarakat memahami ‘maladministrasi’ sebagai kesalahan administratif ‘sepele‘ yang tidak terlalu penting (trivial matters). Padahal menurut pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman Republik Indonesia, pengertian maladministrasi tersebut san-gat luas dan mencakup banyak hal yang dapat menimbulkan kerugian materiil maupun immateriil serta situasi ketidakadilan yang merugikan hak-hak warga negara.

Dalam hukum positif Indonesia ada 9 kriteria yang menjadi kategori mal-administrasi, di antaranya :

1. Perilaku dan perbuatan melawan hukum 2. Perilaku dan perbuatan melampaui wewenang3. Menggunakan wewenang untuk tujuan lain dari yang menjadi tujuan wewenang tersebut4. Kelalaian 5. Pengabaian kewajiban hukum 6. Dalam penyelenggaraan pelayanan publik 7. Dilakukan oleh Penyelenggara Negara dan pemerintahan 8. Menimbulkan kerugian materiil dan/atau immaterial 9. Bagi masyarakat dan orang perseorangan.

Kesembilan kategori tersebut dijelaskan dalam buku praktis Ombudsman Series berjudul Memahami Maladministrasi yang disusun oleh Hendra Nurt-jahyo, Yustus Maturbongs, dan Diani Indah Rachmitasari dan diterbitkan oleh Ombudsma Republik Indonesia, Cetakan Pertama , Agustus 2013. Tujuan-nya tidak lain adalah agar masyarakat mudah untuk memahami apa itu maladministrasi. Upaya untuk menjelaskan secara gamblang tentang mal-administrasi ini juga merupakan cara agar masyarakat dan penyelenggara

BaB VIIMeMaHaMI MaLaDMInIStraSI

121125

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

pelayanan publik tidak melakukan tindakan yang masuk dalam kategori maladministrasi. Dengan kata lain hal ini merupakan upaya pencegahan maladministrasi.

Meskipun sudah diterangkan di dalam undang-undang, ternyata masih banyak masyarakat Indonesia yang belum memahami definisi atau penger-tian maladministrasi, bahkan para akademisipun masih mempertanyakan hal ini. Dengan latar belakang kurangnya pemahaman masyarakat Indonesia tentang maladministrasi yang banyak terjadi di sektor publik, maka di dalam buku ini disediakan satu bab khusus untuk handbook Ombudsman Series tentang Maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Diharapkan tulisan ini dapat menjadi pedoman atau referensi bagi seluruh masyarakat Indonesia untuk memahami definisi dan konsep maladministrasi serta mengetahui harus bersikap bagaimana apabila mengetahui adanya tindakan, putusan, dan peristiwa maladministrasi.

Undang-Undang No. 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia secara jelas menetapkan tugas dan wewenang ORI yakni menerima dan menyelesaikan laporan atas dugaan Maladministrasi dalam penyeleng-garaan pelayanan publik. Kata-kata Maladministrasi dengan definisinya untuk pertama kalinya secara khusus tercantum di dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang No. 37 Tahun 2008 tentang ORI. Dalam Pasal 1 angka 3 ini, maladministrasi bukan hanya berbentuk perilaku/tindakan tetapi juga meliputi Keputusan dan Peristiwa yang melawan hukum, melampaui we-wenang, menggunakan wewenang untuk tujuan lain dari yang menjadi tu-juan wewenang tersebut, termasuk kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan oleh Penyelenggara Negara dan pemerintahan, termasuk perseorangan yang membantu pemerintah memberikan pelayanan publik yang menimbulkan kerugian materiil dan/atau immateriil bagi masyarakat dan orang perse-orangan.

Diaturnya klausul tentang maladministrasi di dalam Undang-Undang No. 37/2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia sebagai sebuah terobo-san, karena di dalam sejumlah besar peraturan perundang-undangan me-mang sudah tercantum berbagai bentuk maladministrasi dan sanksi yang dapat dijatuhkan kepada pelakunya. Pelaku dalam hal ini adalah penye-lenggara negara dan pemerintahan baik di pusat maupun daerah, ter-masuk perseorangan yang membantu pemerintah memberikan pelayanan publik. Salah satu undang-undang yang khusus memberikan sanksi tegas

126

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

untuk itu adalah Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik Pasal 54 antara lain sanksi pembebasan dari jabatan, pemberhen-tian dengan tidak hormat, penurunan gaji, dan lain-lain.

Undang-Undang No.37 Tahun 2008 tentang Ombudsman RI ini hanya merangkum kembali bahwa penyelenggaraan pelayanan publik yang bu-ruk akibat maladministrasi harus dicegah dan diberantas, sebagaimana halnya tindak pidana korupsi. Pada dasarnya korupsi juga merupakan salah satu bentuk maladministrasi, misalnya permintaan imbalan dalam bentuk uang, barang ataupun jasa, pungutan melebihi tarif resmi yang ditetapkan peraturan, pungutan liar atau pungutan tanpa dasar hukum yang sah saat masyarakat mengurus administrasi kependudukan di kantor-kantor pemer-intah. Kurangnya kesadaran masyarakat, budaya ewuh pakewuh (takut, risih, dan segan), banyaknya pungli (pungutan liar), penundaan berlarut, panjang dan rumitnya birokrasi, serta kebiasaan pejabat publik yang minta dilayani; bukan melayani dalam pengurusan administrasi di kantor pemer-intahan, adalah merupakan gambaran keadaan birokrasi yang ada di In-donesia saat ini.

Situasi ini mengakibatkan masyarakat lebih memilih jalan pintas untuk melakukan tindakan yang melanggar hukum karena tidak ingin repot da-lam mendapatkan pelayanan di kantor-kantor pemerintah dan instansi pe-layanan publik lainnya. Penyelenggara pelayanan publik juga memanfaat-kan situasi ini untuk keuntungan dan kepentingan pribadi. Maladministrasi merupakan salah satu unsur utama penghambat reformasi birokrasi selama ini, dengan banyaknya bentuk atau tipe maladministrasi ini terkadang men-imbulkan pertanyaan atau kesulitan bagi kita untuk menetapkan apakah tindakan A termasuk maladministrasi, apakah dengan mengeluarkan kepu-tusan X pejabat B telah melakukan maladministrasi, dan pertanyaan-per-tanyaan lain akibat luasnya definisi dan banyaknya bentuk dari maladmin-istrasi.

Misalnya: apa sajakah bentuk-bentuk maladministrasi? Sampai batas mana sebuah tindakan/perilaku, keputusan, dan peristiwa disebut malad-ministrasi dan bukan maladministrasi? Bagaimana cara melaporkan dan ke-pada siapa laporan diberikan jika ada maladministrasi? Jika seorang Kepala Sekolah Menengah Atas menyalahgunakan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan mengambil kebijakan tersebut tanpa bermusyawarah dengan guru maupun Komite Sekolah maka hal ini dapat dikategorikan sebagai maladministrasi dalam bentuk penyimpangan prosedur. Apabila

127

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

terdapat bukti penyimpangan penggunaan dana, maka ini adalah peng-abaian kewajiban hukum.

Dana BOS seharusnya digunakan untuk pengadaan fasilitas sekolah, seperti ruang koperasi, ruang olah raga, toilet, dan lain-lain, yang menda-patkan persetujuan dari Komite Sekolah. Maladministrasi dalam bentuk pe-nyalahgunaan dana BOS ini dapat terungkap dari Kepala Sekolah yang juga membebani murid membayar biaya kegiatan belajar yang harus-nya biaya tersebut sudah dibebankan pada dana BOS. Apakah kebijakan Kepala Sekolah tersebut termasuk Maladministrasi atau dapat menjadi dis-kresi Kepala Sekolah untuk menetapkan kebijakan yang terbaik untuk seko-lahnya? Jawabannya adalah iya bahwa hal tersebut merupakan tindakan maladministrasi dan bukan merupakan diskresi karena melanggar prosedur dan asas legalitas.

Contoh kasus faktual yang paling jamak terjadi misalnya pada bulan Desember 2006, X membeli sebidang tanah dari I terletak di Perumahan Sekar seluas 1,5 Are yang dibayar melalui Notaris G. Pada bulan Februari 2007, X mengajukan permohonan penerbitan sertifikat atas bidang tanah ke Kantor Pertanahan Kota D. Hampir 1 (satu) tahun belum memperoleh ke-jelasan atas sertifikat dimaksud dan X menanyakan perkembangan permo-honan sertifikat kepada Kantor Pertanahan Kota D dengan jawaban sedang dilakukan pengukuran saat beberapa kali datang ke Kantor Pertanahan Kota D. Pada bulan Oktober 2009, X mendapat informasi bahwa pengu-kuran telah selesai dan dalam jangka waktu 3 bulan setelah pengukuran, sertifikat dapat diterbitkan.

Namun sudah lebih dari 5 (lima) bulan X belum juga memperoleh kepastian kapan sertifikat tersebut selesai. Inilah yang disebut dengan pe-nundaan berlarut (undue delay), salah satu bentuk maladministrasi yang sering dilakukan oleh pejabat publik dalam memberikan pelayanan kepa-da masyarakat. Oleh karena beragam dan banyaknya laporan masyarakat terkait maladministrasi yang dilakukan oleh pejabat publik atau penyeleng-gara pelayanan publik, Ombudsman sebagai lembaga negara diberi wewenang oleh Undang-Undang No.37 Tahun 2008 untuk menerima dan menyelesaikan laporan masyarakat terkait maladministrasi. Ombudsman berkewajiban untuk memberikan informasi dan meningkatkan pemahaman kepada masyarakat, penyelenggara negara dan pemerintahan, pegawai negeri, pengurus perusahaan milik swasta dan pemerintah mengenai hal-

128

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

hal yang berkaitan dengan bentuk maladministrasi.

Pada bab ini khusus akan dijelaskan pengetahuan dan pemahaman yang lebih baik khusus kepada penyelenggara negara dan pemerintah-an, pegawai negeri, pengurus perusahaan milik swasta dan pemerintah, dan umumnya kepada masyarakat tentang maladministrasi sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang No.37 Tahun 2008. Di dalam Buku Saku ini dijelaskan tentang tugas dan wewenang Ombudsman untuk menegak-kan peraturan tersebut, contoh-contoh laporan faktual dan nyata terjadi di masyarakat terkait maladministrasi sebagian dikutip/diambil dari buku ‘Ombudsprudensi’ (Buku kompilasi kasus yang telah ditangani oleh Ombuds-man).

aPa Yang DIMaKSUD Dengan MaLaDMInIStraSI Secara umum maladministrasi diartikan sebagai perilaku atau perbua-

tan melawan hukum dan etika dalam suatu proses administrasi pelayanan publik, yakni meliputi penyalahgunaan wewenang/jabatan, kelalaian da-lam tindakan dan pengambilan keputusan, pengabaian kewajiban hukum, melakukan penundaan berlarut, tindakan diskriminatif, permintaan imbalan, dan lain-lain yang dapat dinilai sekualitas dengan kesalahan tersebut.

Definisi Maladministrasi menurut Undang-Undang Ombudsman RI Perilaku atau perbuatan melawan hukum, melampaui wewenang, meng-

gunakan wewenang untuk tujuan lain dari yang menjadi wewenang terse-but, termasuk kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum dalam penye-lenggaraan pelayanan publik yang dilakukan oleh Penyelenggara Negara dan pemerintahan, termasuk perseorangan yang membantu pemerintah memberikan pelayanan publik yang menimbulkan kerugian materiil dan/atau imateriil bagi masyarakat dan orang perseorangan

Pasal 1 butir 3 UU No. 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman RI

Bentuk-bentuk Maladminstrasi yang Paling Umum Penundaan berlarut, Penyalahgunaan wewenang, Penyimpangan prose-

dur, Pengabaian kewajiban hukum, Tidak transparan, Kelalaian, Diskriminasi, Tidak profesional, Ketidakjelasan informasi, Tindakan sewenang-wenang, Ketidakpastian hukum, Salah pengelolaan.

129

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

LanDaSan HUKUM tentang PenCegaHan Dan PenYeLeSaIan MaLaDMInIStraSI

Secara umum, sebenarnya ketentuan tentang maladministrasi sudah ada dan tersebar di sejumlah besar peraturan perundang-undangan yang dibuat Pemerintah dan DPR. Ketentuan perundangan yang memuat ten-tang berbagai bentuk maladministrasi itu khususnya yang mengatur tentang tindakan, perilaku, pembuatan kebijakan, dan peristiwa yang menyalahi hukum dan etika administrasi yang dilakukan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan, pegawai negeri, pengurus perusahaan milik swasta dan pemerintah, termasuk perseorangan yang membantu pemerintah member-ikan pelayanan publik. Ketentuan-ketentuan tentang bentuk Maladminis-trasi itu memang tidak disebutkan secara literal (secara langsung) sebagai maladministrasi. Ketentuanketentuan tentang bentuk Maladministrasi yang tersebar di dalam berbagai undang-undang lebih lanjut hanya dikaitkan dengan tugas pokok dan fungsi kelembagaan yang menjadi penyeleng-gara pelayanan publik.

Adapun landasan hukum yang langsung menyebut tentang pencega-han dan penyelesaian maladministrasi adalah sebagai berikut: 1.

1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia

Membantu menciptakan dan meningkatkan upaya untuk pemberan-tasan dan pencegahan praktek-praktek maladministrasi, diskriminasi, kolusi, korupsi, serta nepotisme.

Pasal 4 huruf d UU No. 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman RI

Ombudsman Bertugas : 2. Menerima Laporan atas dugaan maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan public3. Melakukan investigasi atas prakarsa sendiri terhadap dugaan maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan public4. Melakukan upaya pencegahan maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik

Pasal 7 UU No. 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman RI

130

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

Ombudsman Berwenang : a. Meminta keterangan secara lisan dan/atau tertulis dari Pelapor, Terlapor, atau pihak lain yang terkait mengenai Laporan yang disampaikan kepada Ombudsmanb. Memeriksa keputusan, surat-menyurat, atau dokumen lain yang ada pada Pelapor ataupun Terlapor untuk mendapatkan kebenaran suatu Laporanc. Meminta klarifikasi dan/atau salinan atau fotokopi dokumen yang diperlukan dari instansi mana pun untuk pemeriksaan Laporan dari instansi Terlapord. Melakukan pemanggilan terhadap Pelapor, Terlapor, dan pihak lain yang terkait dengan Laporane. Menyelesaikan laporan melalui mediasi dan konsiliasi atas permintaan para pihakf. Membuat Rekomendasi mengenai penyelesaian Laporan, termasuk Rekomendasi untuk membayar ganti rugi dan/atau rehabilitasi kepada pihak yang dirugikang. Demi kepentingan umum mengumumkan hasil temuan, kesimpulan, dan Rekomendasi

Selain wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Ombudsman berwenang :

a. Menyampaikan saran kepada Presiden, kepala daerah, atau pimpinan Penyelenggara Negara lainnya guna perbaikan dan penyempurnaan organisasi dan/atau prosedur pelayanan publik;b. Menyampaikan saran kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan/atau Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan/atau kepala daerah agar terhadap undang-undang dan peraturan perundang-undangan lainnya diadakan perubahan dalam rangka mencegah Maladministrasi.

Pasal 8 UU No. 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman RI

2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik

Secara garis besar, penyebutan kata-kata Maladministrasi tidak ditemu-kan di dalam Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Pub-lik, yang ada hanyalah kata-kata Penyelenggara pelayanan publik harus

131

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

melaksanakan kewajiban dan tidak boleh melanggar larangan, Pelaksana pelayanan publik harus memberi pelayanan yang sesuai dengan standar pelayanan. Sementara itu, di dalam klausul lain ditetapkan bahwa Pelak-sana pelayanan publik dalam menyelenggarakan pelayanan publik harus berperilaku sebagai berikut:

a. Adil dan tidak diskriminatifb. Cermatc. Santun dan ramahd. Tegas, andal, dan tidak memberikan putusan yang berlarut-larute. Profesionalf. Tidak mempersulitg. Patuh pada perintah atasan yang sah dan wajarh. Menjunjung tinggi nilai-nilai akuntabilitas dan integritas institusi penyelenggarai. Tidak membocorkan informasi atau dokumen yang wajib dirahasiakan sesuai dengan peraturan perundang-undanganj. Terbuka dan mengambil langkah yang tepat untuk menghindari benturan kepentingank. Tidak menyalahgunakan sarana dan prasarana serta fasilitas pelayanan publicl. Tidak memberikan informasi yang salah atau menyesatkan dalam menanggapi permintaan informasi serta proaktif dalam memenuhi kepentingan masyarakatm. Tidak menyalahgunakan informasi, jabatan, dan/atau kewenangan yang dimilikin. Sesuai dengan kepantasano. Tidak menyimpang dari prosedur

Pasal 11 s.d. Pasal 17 UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik

Pasal 20, Pasal 23, Pasal 25 s.d. Pasal 31 UU No. 25 Tahun 2009 tentangPelayanan Publik

Pasal 33 s.d. Pasal 34 UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik

Pasal 36 s.d. Pasal 38 UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik

132

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

KOnSeKUenSI HUKUM DarI tInDaKan,KePUtUSan, Dan PerIStIWa MaLaDMInIStraSI

Apabila terjadi tindakan, keputusan, atau peristiwa maladministrasi maka penyelenggara pelayanan publik wajib untuk segera memperbaikinya atau memberikan ganti rugi (bila sudah ada ketentuan tentang ajudikasi khusus), baik atas saran atau rekomendasi Ombudsman maupun atas inisiatif dari penyelenggara pelayanan publik (pejabat sektor publik) itu sendiri. Kon-sekuensi hukum ini harus diambil oleh penyelenggara pelayan publik se-bagai bentuk tanggungjawab dan kewajibannya sesuai dengan Undang-Undang Pelayanan Publik. Apabila tanggungjawab dan kewajiban ini tidak dilaksanakan, maka Ombudsman dapat menilai bahwa penyelenggara pelayanan publik tersebut dapat diberikan rekomendasi berupa sanksi ad-ministratif.

Pasal 39 UU No. 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman

Pasal 54 UU 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik

Di dalam UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, masyarakat yang menjadi korban Maladministrasi dapat menggugat Penyelenggara pelayanan publik atau Pelaksana pelayanan publik melalui peradilan tata usaha negara apabila pelayanan yang diberikan menimbulkan kerugian di bidang tata usaha negara, masyarakat dapat menggugat perdata kar-ena Penyelenggara pelayanan publik atau Pelaksana pelayanan publik melakukan perbuatan melawan hukum secara perdata. Masyarakat juga dapat melaporkan/menuntut secara pidana kepada kepolisian bahwa pe-nyelenggara pelayanan publik atau Pelaksana pelayanan publik diduga melakukan tindak pidana, dimana proses ini tidak menghapus kewajiban pelaku maladministrasi untuk melaksanakan keputusan Ombudsman dan/atau atasan pejabat pelaku maladministrasi.

Jika terjadi maladministrasi, Ombudsman dapat merekomendasikan sanksi yang berupa sanksi administrasi. Sanksi-sanksi yang dapat direko-mendasikan oleh Ombudsman yakni sanksi teguran tertulis, sanksi pem-bebasan dari jabatan, sanksi penurunan gaji sebesar satu kali kenaikan gaji berkala untuk paling lama 1 (satu) tahun, sanksi penurunan pangkat pada pangkat yang setingkat lebih rendah untuk paling lama 1 (satu) ta-hun, sanksi pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri, sanksi pemberhentian tidak dengan hormat, sanksi pembekuan misi dan/

133

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

atau izin yang diterbitkan oleh instansi pemerintah, sanksi pencabutan izin yang diterbitkan oleh instansi pemerintah. Selain itu, Ombudsman hanya menyarankan penjatuhan sanksi pidana sesuai peraturan perundang-un-dangan yang berlaku, sanksi membayar ganti rugi dan pengenaan denda yang ditetapkan berdasarkan putusan pengadilan yang merupakan ranah hukum perdata. Dengan keputusan selanjutnya menjadi wewenang Atasan pejabat terlapor.

aPaKaH MaLaDMInIStraSI HanYa DILaKUKan OLeH PenYeLenggara negara DanPeMerIntaHan?

Tidak! Termasuk di dalamnya juga Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), Badan Hukum Milik Negara (BHMN) serta badan swasta atau perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu yang sebagian atau seluruh dananya bersum-ber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah.

MengaPa MaLaDMInIStraSI DILaKUKan OLeH PenYeLenggara negara ataU PegaWaI negerI PerLU DICegaH DaLaM SUatInStanSI/ KeMenterIan/LeMBaga?

1. Sebagai upaya menciptakan pemerintahan yang efektif, efisien, jujur, terbuka, bersih, serta bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme serta sekaligus merupakan implementasi prinsip demokrasi guna mencegah dan menghapuskan penyalahgunaan wewenang oleh aparatur penyeleggara negara dan pemerintahan

2. Untuk meningkatkan mutu pelayanan negara di segala bidang agar setiap warga negara dan penduduk memperoleh keadilan, rasa aman, dan kesejahteraan yang semakin baik sesuai hak asasi manusia yang ter-cantum di dalam UUD 1945

3. Pencegahan terhadap Maladministrasi secara nyata dapat menin-gkatkan kinerja dan performa dari pejabat publik, pegawai/stafnya, dan institusi yang dipimpinnya sehingga masyarakat luas secara nasional dan internasional mempercayai hasil kerja pejabat publik, pegawai/staf, dan institusinya tersebut

134

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

4. Dengan kemampuan mencegah terjadinya Maladministrasi, penila-ian dan daya saing atas lembaga tidak kalah dengan lembaga lainnya di dalam dan di luar negeri, sehingga jika lembaga pelayanan publik ini memberikan jasa publik atau menghasilkan barang publik, dan pelayanan administratif akan memberikan keuntungan atau bernilai ekonomi tinggi yang dapat membantu pemerintah meningkatkan pendapatan Negara

5. Berkurangnya Maladministrasi yang terjadi di instansi pemerintah penyelenggara pelayanan publik, menunjukkan bahwa penegakan hukum berjalan searah dan sebanding sehigga semakin berkurangnya perilaku menyimpang dan perilaku pelanggaran hukum termasuk tindak pidana ko-rupsi oleh pejabat public

6. Agar pejabat publik dan pegawai/stafnya mampu menjawab tantan-gan dan harapan dalam membangun tatanan baru masyarakat Indonesia sehingga mampu menghadapi perubahan dan kemajuan di bidang ilmu pengetahuan, informasi, komunikasi, transportasi, investasi, dan perdagan-gan.

BagaIMana MengIDentIfIKaSIMaLaDMInIStraSI?

Pada dasarnya setiap pelayanan publik yang tidak sesuai dengan prose-dur, tidak sesuai dengan etika administrasi, tidak sesuai dengan ketentuan perundangundangan yang berlaku adalah Maladministrasi. Agar tepat menyelesaikan mana laporan yang merupakan Maladministrasi dan mana yang bukan Maladministrasi, harus dipisahkan antara pemenuhan prose-dur pelayanan publik atau proses administrasi yang berjalan dan mana substansi laporan sebenarnya. Dengan memperhatikan fakta-fakta, dasar hukum yang dilanggar, peristiwa yang relevan, bukti-bukti yang terkait, saksi atau pihak lainnya yang terkait, dengan menggunakan indikator sejauh mana peristiwa tersebut bertentangan dengan hukum dan peraturan yang berlaku, dan asas-asas umum penyelenggaraan pemerintahan yang baik.

Jika suatu laporan masyarakat termasuk Maladministrasi sehingga men-jadi wewenang Ombudsman, untuk ditindaklanjuti harus memenuhi sejum-lah syarat yang ditetapkan misalnya sudah menyampaikan Laporan secara langsung kepada pihak Terlapor atau atasannya, tetapi Laporan tersebut tidak mendapat penyelesaian sebagaimana mestinya.

Pasal 8 ayat (1)-(2) UU No. 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman RI

135

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

Pasal 24 ayat (1)-(4) UU No. 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman RI

BentUK-BentUK MaLaDMInIStraSI Secara sintaksis substansi Pasal 1 butir 3 UU No. 37 Tahun 2008 tentang

Ombudsman RI yang memberikan definisi tentang Maladministrasi dapat diurai sebagai berikut: “Maladministrasi adalah:

1. Perilaku dan perbuatan melawan hokum2. Perilaku dan perbuatan melampaui wewenang3. Menggunakan wewenang untuk tujuan lain dari yang menjadi tujuan wewenang itu4. Kelalaian5. Pengabaian kewajiban hokum6.Dalam penyelenggaraan pelayanan public7. Dilakukan oleh Penyelenggara Negara dan pemerintahan8. Menimbulkan kerugian materiil dan/atau immaterial9. Bagi masyarakat dan orang perseorangan.

Termasuk bentuk tindakan maladministrasi adalah tindakan-tindakan yang dilakukan aparatur pemerintah dikarenakan adanya:

1. Mis Conduct yaitu melakukan sesuatu di kantor yang bertentangan dengan kepentingan kantor

2. Deceitful practice yaitu praktek-praktek kebohongan, tidak jujur terhadap publik. Masyarakat disuguhi informasi yang menjebak, informasi yang tidak sebenarnya, untuk kepentingan birokrat

3. Korupsi yang terjadi karena penyalahgunaan wewenang yang dimi-likinya, termasuk di dalamnya mempergunakan kewenangan untuk tujuan lain dari tujuan pemberian kewenangan, dan dengan tindakan tersebut untuk kepentingan memperkaya dirinya, orang lain kelompok maupun korporasi yang merugikan keuangan Negara

4. Defective Policy implementation yaitu kebijakan yang tidak berakhir dengan implementasi. Keputusan-keputusan atau komitmen-komitmen poli-tik hanya berhenti sampai pembahasan undang-undang atau pengesahan undang-undang, tetapi tidak sampai ditindak lanjuti menjadi kenyataan

5. Bureaupathologis adalah penyakit-penyakit birokrasi ini antara lain:

a. Indecision yaitu tidak adanya keputusan yang jelas atas suatu ka-sus. Jadi suatu kasus yang pernah terjadi dibiarkan setengah jalan, atau dibiarkan mengambang, tanpa ada keputusan akhir yang jelas. Biasanya kasus-kasus seperti bila menyangkut sejumlah pejabat tinggi. Banyak dalam

136

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

praktik muncul kasus-kasus yang di peti es kanb. Red Tape yaitu penyakit birokrasi yang berkaitan dengan penyeleng-

garaan pelayanan yang berbelit-belit, memakan waktu lama, meski sebe-narnya bias diselesaikan secara singkat

c. Cicumloution yaitu Penyakit para birokrat yang terbiasa mengguna-kan katakata terlalu banyak. Banyak janji tetapi tidak ditepati. Banyak kata manis untuk menenangkan gejolak masa. Kadang-kadang banyak kata-kata kontroversi antar elit yang sifatnya bisa membingungkan masyarakat

d. Rigidity yaitu penyakit birokrasi yang sifatnya kaku. Ini efek dari mod-el pemisahan dan impersonality dari karakter birokrasi itu sendiri. Penya-kit ini nampak, dalam pelayanan birokrasi yang kaku, tidak fleksibel, yang pokoknya baku menurut aturan, tanpa melihat kasus-perkasus

e. Psycophancy yaitu kecenderungan penyakit birokrat untuk menjilat pada atasannya. Ada gejala Asal Bapak senang. Kecenderungan birokrat melayani individu atasannya, bukan melayani publik dan hati nurani. Ge-jala ini bisa juga dikatakan loyalitas pada individu, bukan loyalitas pada public

f. Over staffing yaitu Gejala penyakit dalam birokrasi dalam bentuk pem-bengkakan staf. Terlalu banyak staf sehingga mengurangi efisiensi

g. Paperasserie adalah kecenderungan birokrasi menggunakan banyak kertas, banyak formulir-formulir, banyak laporan-laporan, tetapi tidak per-nah dipergunakan sebagaimana mestinya fungsinya

h. Defective accounting yaitu pemeriksaan keuangan yang cacat. Arti-nya pelaporan keuangan tidak sebagaimana mestinya, ada pelaporan keuangan ganda untuk kepentingan mengelabui. Biasanya kesalahan da-lam keuangan ini adalah mark up proyek keuangan.

Ada pendapat lain mengenai bentuk maladministrasi yang dilakukan oleh birokrat yaitu :

1. Ketidak jujuran (dishonesty), Berbagai tindakan ketidak jujuran antara lain: menggunakan barang publik untuk kepentingan pribadi, menerima uang, dan lain-lain

2. Perilaku yang buruk (unethical behavior), tindakan tidak etis iniadalah tindakan yang mungkin tidak bersalah secara hukum, tetapimelanggar etika sebagai administrator

3. Mengabaikan hukum (disregard of law), Tindakan mengabaikanhukum mencakup juga tindakan menyepelekan hukum untuk kepentingan dirinya sendiri, atau kepentingan kelompoknya

4. Favoritisme dalam menafsirkan hukum, Tindakan menafsirkan hukum

137

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

untuk kepentingan kelompok, dan cenderung memilih penerapan hukum yang menguntungkan kelompoknya

5. Perlakuan yang tidak adil terhadap pegawai, tindakan ini cenderung ke perlakuan pimpinan kepada bawahannya berdasarkan faktor like and dislike. Yaitu orang yang disenangi cenderung mendapatkan fasilitas lebih, meski prestasinya tidak begus. Sebaliknya untuk orang yang tidak disenangi cenderung diperlakukan terbatas

6. Inefisiensi bruto (gross inefficiency), adalah kecenderungan suatuinstansi publik memboroskan keuangan Negara

7. Menutup-nutupi kesalahan, Kecenderungan menutupi kesalahandirinya, kesalahan bawahannya, kesalahan instansinya dan menolak diliput kesalahannya

8.Gagal menunjukkan inisiatif, kecenderungan tidak berinisiatif tetapi menunggu perintah dari atas, meski secara peraturan memungkinkan dia untuk bertindak atau mengambil inisiatif kebijakan

BentUK-BentUK LaIn :1. Bentuk-bentuk maladministrasi yang terkait dengan ketepatan waktu

dalam proses pemberian pelayanan umum, terdiri dari tindakan penundaan berlarut, tidak menangani dan melalaikan kewajiban.

a. Penundaan Berlarut: dalam proses pemberian pelayanan umum ke-pada masyarakat, seorang pejabat publik secara berkali-kali menunda atau mengulur-ulur waktu sehingga proses administrasi yang sedang dik-erjakan menjadi tidak tepat waktu sebagaimana ditentukan (secara patut) mengakibatkan pelayanan umum yang tidak ada kepastian

b. Tidak Menangani: seorang pejabat publik sama sekali tidak melaku-kantindakan yang semestinya wajib dilakukan dalam rangka memberikan pelayanan umum kepada masyarakat

c. Melalaikan Kewajiban: dalam proses pemberian pelayanan umum, seorang pejabat publik bertindak kurang hati-hati dan tidak mengindahkan apa yang semestinya menjadi tanggungjawabnya

2. Bentuk-bentuk maladministrasi yang mencerminkan keberpihakan sehingga menimbulkan rasa ketidakadilan dan diskriminasi. Kelompok ini terdiri dari persekongkolan, kolusi dan nepotisme, bertindak tidak adil, dan nyata-nyata berpihak

a. Persekongkolan: beberapa pejabat publik yang bersekutu dan tu-rut serta melakukan kejahatan, kecurangan, melawan hukum sehingga masyarakat merasa tidak memperoleh pelayanan secara baik

138

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

b. Kolusi dan Nepotisme: dalam proses pemberian pelayanan umum ke-pada masyarakat, seorang pejabat publik melakukan tindakan tertentu un-tuk mengutamakan keluarga/sanak famili, teman dan kolega sendiri tanpa kriteria objektif dan tidak dapat dipertanggungjawabkan (tidak akuntabel), baik dalam hal pemberian pelayanan umum maupun untuk dapat duduk di jabatan atau posisi dalam lingkungan pemerintahan

c. Bertindak Tidak Adil: dalam proses pemberian pelayanan umum, se-orang pejabat publik melakukan tindakan memihak, melebihi atau mengu-rangi dari yang sewajarnya sehingga masyarakat memperoleh pelayanan umum tidak sebagaimana mestinya

d. Nyata-nyata Berpihak: dalam proses pemberian pelayanan umum, seorang pejabat publik bertindak berat sebelah dan lebih mementingkan salah satu pihak tanpa memperhatikan ketentuan berlaku sehingga kepu-tusan yang diambil merugikan pihak lainnya

3. Bentuk-bentuk maladministrasi yang lebih mencerminkan sebagai bentuk pelanggaran terhadap hukum dan peraturan perundangan. Kelom-pok ini terdiri dari pemalsuan, pelanggaran undang-undang, dan perbua-tan melawan hukum.

a. Pemalsuan: perbuatan meniru sesuatu secara tidak sah atau melawan hukum untuk kepentingan menguntungkan diri sendiri, orang lain dan/ atau kelompok sehingga menyebabkan masyarakat tidak memperoleh pelayan-an umum secara baik

b. Pelanggaran Undang-Undang: dalam proses pemberian pelayanan umum, seorang pejabat publik secara sengaja melakukan tindakan meny-alahi atau tidak mematuhi ketentuan perundangan yang berlaku sehingga masyarakat tidak memperoleh pelayanan secara baik

c. Perbuatan Melawan Hukum: dalam proses pemberian pelayanan umum, seorang pejabat publik melakukan perbuatan bertentangan den-gan ketentuan berlaku dan kepatutan sehingga merugikan masyarakat yang semestinya memperoleh pelayanan umum

4. Bentuk-bentuk maladministrasi yang terkait dengan kewenangan/ kom-petensi atau ketentuan yang berdampak pada kualitas pelayanan umum pejabat publik kepada masyarakat. Kelompok ini terdiri dari tindakan diluar kompetensi, pejabat yang tidak kompeten menjalankan tugas, intervensi yang mempengaruhi proses pemberian pelayanan umum, dan tindakan yang menyimpangi prosudur tetap.

a. Di luar Kompetensi: dalam proses pemberian pelayanan umum, se-

139

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

orang pejabat publik memutuskan sesuatu yang bukan menjadi wewenang-nya sehingga masyarakat tidak memperoleh pelayanan secara baik

b. Tidak Kompeten: dalam proses pemberian pelayanan umum, seorang pejabat publik tidak mampu atau tidak cakap dalam memutuskan sesuatu sehingga pelayanan yang diberikan kepada masyarakat menjadi tidak memadai (tidak cukup baik)

c. Intervensi: seorang pejabat publik melakukan campur tangan terh-adap kegiatan yang bukan menjadi tugas dan kewenangannya sehingga mempengaruhi proses pemberian pelayanan umum kepada masyarakat

d. Penyimpangan Prosedur: dalam proses pemberikan pelayanan umum, seorang pejabat publik tidak mematuhi tahapan kegiatan yang telah diten-tukan dan secara patut sehingga masyarakat tidak memperoleh pelayanan umum secara baik

5. Bentuk-bentuk maladministrasi yang mencerminkan sikap arogansi se-orang pejabat publik dalam proses pemberian pelayanan umum kepada masyarakat. Kelompok ini terdiri dari tindakan sewenang-wenang, peny-alahgunaan wewenang, dan tindakan yang tidak layak.

a. Bertindak Sewenang-wenang: seorang pejabat publik menggunakan wewenangnya (hak dan kekuasaan untuk bertindak) melebihi apa yang se-patutnya dilakukan sehingga tindakan dimaksud bertentangan dengan ke-tentuan yang berlaku, menjadikan pelayanan umum tidak dapat diterima secara baik oleh masyarakat

b. Penyalahgunaan Wewenang: seorang pejabat publik menggunakan wewenangnya (hak dan kekuasaan untuk bertindak) untuk keperluan yang tidak sepatutnya sehingga menjadikan pelayanan umum yang diberikan tidak sebagaimana mestinya

c. Bertindak Tidak Layak/ Tidak Patut: dalam proses pemberian pelayan-an umum, seorang pejabat publik melakukan sesuatu yang tidak wajar, tidak patut, dan tidak pantas sehingga masyarakat tidak mendapatkan pe-layanan sebagaimana mestinya

6. Bentuk-bentuk maladministrasi yang mencerminkan sebagai bentuk korupsi secara aktif. Kelompok ini terdiri dari tindakan pemerasan atau per-mintaan imbalan uang (korupsi), tindakan penguasaan barang orang lain tanpa hak, dan penggelapan barang bukti.

a. Permintaan Imbalan Uang/Korupsi: Dalam proses pemberian pelayan-an umum kepada masyarakat, seorang pejabat publik meminta imbalan uang dan sebagainya atas pekerjaan yang sudah semestinya dia lakukan

140

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

(secara cuma-cuma) karena merupakan tanggung jawabnyab. Seorang pejabat publik menggelapkan uang negara, perusahaan

(negara), dan sebagainya untuk kepentingan pribadi atau orang lain se-hingga menyebabkan pelayanan umum tidak dapat diberikan kepada masyarakat secara baik.

c. Penguasaan Tanpa Hak: seorang pejabat publik memenguasai se-suatu yang bukan milik atau kepunyaannya secara melawan hak, pada-hal semestinya sesuatu tersebut menjadi bagian dari kewajiban pelayanan umum yang harus diberikan kepada masyarakat.

d. Penggelapan Barang Bukti: seorang pejabat publik terkait dengan proses penegakan hukum telah menggunakan barang, uang dan seba-gainya secara tidak sah, yang merupakan alat bukti suatu perkara. Akibat-nya, ketika fihak yang berperkara meminta barang bukti tersebut (misalkan setelah tuduhan tidak terbukti) pejabat publik terkait tidak dapat memenuhi kewajibannya

JIKa SaYa MeLaKUKan MaLaDMInIStraSIaPa Yang HarUS SaYa LaKUKan?

Jika Anda telah melakukan Maladministrasi, langkah terbaik yang bisa Anda lakukan adalah melaporkan diri Anda secara langsung kepada atasan Anda dengan memberikan bukti yang Anda miliki/berupa laporan masyarakat yang ditujukan kepada Anda karena telah melakukan Malad-ministrasi. Untuk selanjutnya, laporan Anda dan laporan masyarakat terkait perbuatan Maladministrasi yang Anda lakukan akan ditindaklanjuti oleh pe-jabat atasan Anda. Pejabat Atasan Anda berkewajiban menyediakan sa-rana pengaduan dan menugaskan Pelaksana yang kompeten dalam pen-gelolaan pengaduan untuk memperbaiki keadaan. Anda dan atasan anda berkewajiban memperbaiki kekeliruan yang terjadi (Maladministrasi).

MengaPa HarUS MeLaPOr Ke OMBUDSManJIKa MenJaDI KOrBan MaLaDMInIStraSI?

Karena selain berfungsi mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik, Ombudsman juga bertugas di antaranya menerima Laporan atas dugaan MALADMINISTRASI, melakukan investigasi atas prakarsa sendiri terhadap du-gaan MALADMINISTRASI, melakukan upaya pencegahan MALADMINISTRASI

141

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

dalam penyelenggaraan pelayanan publik.

APA SAJA YANG HArUS ANdA SIAPKAN UNTUKMELAPOr KE OMBUdSMAN?

a. Memuat nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, status perkawinan, pekerjaan dan alamat lengkap

b. Memuat uraian peristiwa, tindakan atau keputusan yang dilaporkan secara rinci

c. Sudah menyampaikan Laporan secara langsung kepada pihak Ter-lapor atau atasannya, tetapi Laporan tersebut tidak mendapat penyelesa-ian sebagaimana mestinya.

Pasal 24 ayat (1) UU No. 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman RI

APAKAH LAPOrAN ANdA dAPAT dIrAHASIAKAN? Ya! Dalam keadaan tertentu, nama dan identitas Pelapor dapat diraha-

siakan.

Pasal 24 ayat (2) UU No. 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman RI

APAKAH OrANG LAIN dAPAT MELAPOrATAS NAMA ANdA?

Ya! Dalam keadaan tertentu, penyampaian laporan dapat dikuasakan kepada orang lain.

Pasal 24 ayat (4) UU No. 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman RI

APA YANG OMBUdSMAN LAKUKAN dALAM MEMErIKSA dAN MENYELESAIKAN LAPOrAN ANdA?

Jika terdapat kekurangan data administratif dalam laporan anda, maka Ombudsman akan memberitahukan secara tertulis dan dalam waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak anda menerima surat pemberitahuan dari Ombudsman untuk melengkapi laporan.

Pasal 25 ayat (2) dan (3) UU No. 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman RI

BAGAIMANA JIKA ANdA TIdAK MELENGKAPI BErKAS LAPOrAN dALAM WAKTU 30 (TIGA PULUH HArI?

142

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

Jika Anda tidak melengkapi berkas laporan dalam waktu yang telah di-tentukan maka anda dianggap mencabut laporan di Ombudsman.

Pasal 25 ayat (4) UU No. 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman RI

BAGAIMANA JIKA LAPOrAN ANdA dINYATAKAN LENGKAP? Jika laporan Anda lengkap, Ombudsman segera melakukan pemerik-

saan substantif dan berdasarkan hasil pemeriksaan substansif, Ombudsman menetapkan tidak berwenang melanjutkan pemeriksaan atau berwenang melanjutkan pemeriksaan.

Pasal 26 UU No. 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman RI

APA YANG OMBUdSMAN LAKUKAN JIKA BErWENANG MELAN-JUTKAN PEMErIKSAAN LAPOrAN ANdA?

Dalam hal Ombudsman berwenang melanjutkan pemeriksaan, maka Ombudsman dapat :

a. Memanggil secara tertulis Terlapor, saksi, ahli, dan/atau penerjemah b. Meminta penjelasan secara tertulis kepada Terlapor; dan/atau melakukan pemeriksaan lapanganc. Melihat dokumen asli dan meminta salinan dokumen yang berkaitan dengan pemeriksaan.

Pasal 28 UU No. 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman RI

BAGAIMANA JIKA dALAM PEMErIKSAAN dITEMUKANMALAdMINISTrASI?

Jika laporan diterima dan dalam hal ditemukan maladministrasi maka Ombudsman melakukan klarifikasi/ investigasi, dan dapat memberikan re-komendasi bila dipandang perlu.

APA SAJA YANG dIMUAT dALAM rEKOMENdASI OMBUdSMAN?

a. Uraian tentang Laporan yang disampaikan kepada Ombudsman b. Uraian tentang hasil pemeriksaan c. Bentuk maladministrasi yang telah terjadi d. Kesimpulan dan pendapat Ombudsman mengenai hal-hal yang perlu

dilaksanakan Terlapor dan atasan Terlapor.

143

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

APAKAH AKIBAT YANG dAPAT dIALAMI OLEH PEJABAT PUBLIK ATAU PENYELENGGArA PELAYANAN PUBLIK YANG MENGHALANGI TUGAS OM-BUdSMAN dALAM MELAKUKAN PEMErIKSAANKASUS MALAdMINISTrASI?

Bagi setiap orang yang menghalangi Ombudsman melakukan tugas dan wewenangnya dalam memberantas Maladministrasi maka orang tersebut akan dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Pasal 44 UU No. 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman RI

APAKAH OMBUdSMAN MEMILIKI HAK ISTIMEWAUNTUK MEMBErANTAS MALAdMINISTrASI?

1. Ombudsman memiliki hak imunitas yakni dalam rangka pelaksanaan tugas dan wewenangnya, Ombudsman tidak dapat ditangkap, ditahan, diinterogasi, dituntut, atau digugat di muka pengadilan.

Pasal 10 UU No. 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman RI

2. Ombudsman dapat meminta bantuan Kepolisian RI untuk menghadir-kan Terlapor secara paksa apabila telah dipanggil 3 (tiga) kali berturut-turut tanpa alasan yang sah (Sub poena power).

Pasal 31 UU No. 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman RI

3. Siapapun yang menghalangi tugas Ombudsman dalam melakukan investigasi dapat dipidana penjara maupun denda.

Pasal 44 UU No. 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman RI

4. Ombudsman dapat melakukan pemeriksaan tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada pejabat atau instansi yang dilaporkan dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan, ketertiban, dan kesusilaan.

Pasal 34 UU No. 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman RI

Contoh-Contoh Kasus Maladministrasi

144

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

[CONTOH 1] PENUNdAAN BErLArUT Penundaan Berlarut atas proses Perbaikan Putusan Kasasi Mahkamah

Agung No. XXXXK/PDT/2008 yang sudah Memakan Waktu 22 (dua puluh dua bulan (hampir 2 tahun) Sejak Diputus.

Laporan Pelapor sebagai Pemohon Kasasi mengirimkan surat kepada Ketua Mah-

kamah Agung RI dengan No. Y/S-BLT/SBY/II/2012 tanggal 3 Februari 2012, berisi pertanyaan kepastian pengiriman Perbaikan Putusan Kasasi MA No. XXXXK/ PDT/2008. Sebab Pelapor menerima surat dari Pengadilan Negeri A dengan No. Surat WXX-U13/806/Pdt.01.01/XII/2011 tanggal 20 Desember 2011, berisi penyampaian adanya kesalahan penulisan dalam putusan No. XXXXK/PDT/2008 yang harus diperbaiki. Mengingat salinan putusan Mahka-mah Agung RI dengan Kasasi No. XXXXK/PDT/2008 tanggal 14 Juli 2010 sam-pai saat ini sudah memakan waktu 22 (dua puluh dua bulan) sejak diputus, belum diterima perbaikannya oleh Pelapor. Pelapor telah mempertanyakan Standard Operational Procedure (SOP) jangka waktu putusan harus diterima oleh Pengadilan, karena ini menimbulkan kerugian bagi Pelapor dan ke-mungkinan pungutan liar oleh pihak tidak bertanggungjawab.

Tindakan lanjut Ombudsman rI Ombudsman RI meminta penjelasan/klarifikasi pertama kepada Ketua

Mahkamah Agung RI pada tanggal 31 Mei 2012 melalui surat No. 0XXX/KLA/0601-2011/IT- 02/Tim.2/V/2011, intinya menanyakan berlarut-larut proses perbaikan salinan putusan perkara perdata sesuai putusan Kasasi Mahka-mah Agung RI register No. XXXXK/PDT/2008 yang telah diputuskan pada tanggal 14 Juli 2010 yang sampai saat ini belum diperbaiki dan dikirim ke-pada Pengadilan Negeri A. Surat permintaan penjelasan/klarifikasi kedua dikirim kepada Ketua Mahkamah Agung RI pada tanggal 9 Juli 2012, den-gan No. 0XXX/KLA/0601-2011/IT-02/Tim.2/ VII/2011.

respons/Implementasi Laporan ini berhasil diselesaikan Ombudsman RI dengan adanya ket-

erangan Panitera Mahkamah Agung R.I.dalam pertemuan dengan Tim Ombudsman RI bertempat di Kantor Panitera Mahkamah Agung R.I. tang-gal 20 Mei 2012. Panitera Mahkamah Agung R.I. menjawab bahwa putu-san tersebut dalam proses renvoi dan Mahkamah Agung R.I. sudah men-

145

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

girimkan surat kepada Pelapor tanggal 21 Mei 2012 dengan Nomor:XXXX/PAN.2/241/P/2011/SK/Perd yang berisi berdasarkan surat Pelapor tertanggal 16 Mei 2011 No. 0XXX/V/2011, putusan kasasi dimaksud masih dalam proses minutasi.

[CONTOH 2] PENYALAHGUNAAN WEWENANG Permintaan Imbalan Uang yang Tidak Sesuai dengan Ketentuan dalam

Penerbitan Perpanjangan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP).

Laporan Pelapor adalah Direktur Perusahaan yang bergerak dibidang perdagan-

gan barang, perusahaan berdiri tahun 1999, memperoleh Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP) Nomor A/BB/P1/09-01/PB/IV/99 tertanggal 27 April 1999, dengan kategori usaha besar dari Kantor Wilayah Departemen Perindustrian dan Perdagangan Propinsi X. Pada tanggal 6 Juli 2009 Pelapor ingin mem-perpanjang Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP) di Kantor Dinas Koperasi, UMKM dan Perdagangan Propinsi X, Jl. Y Nomor 3 Prop.X, dengan biaya penerbitan SIUP kategori usaha besar tertera pada papan pengumuman sebesar Rp. 250.000,-. Pelapor menemui petugas dengan mengatakan per-syaratan perpanjangan SIUP telah lengkap, tetapi Pelapor diminta memba-yar sebesar Rp. 1.000.000,- dan jika tidak membayar sejumlah tersebut SIUP tidak dapat diperoleh. Pelapor tidak bersedia membayar uang sebesar Rp. 1.000.000,- karena biaya sesuai prosedur hanya sebesar Rp. 250.000,-.

Tindakan lanjut Ombudsman rI Ombudsman RI meminta penjelasan/klarifikasi melalui surat tanggal 4

Agustus 2009 dan tanggal 07 Desember 2009 kepada Kepala Dinas Kop-erasi, UMKM dan Perdagangan Propinsi X. Ombudsman RI juga sudah men-ghubungi melalui telepon langsung ke Kantor Dinas Koperasi, UMKM dan Perdagangan Propinsi X untuk mengetahui proses penyelesaian.

respons/Implementasi Laporan ini berhasil diselesaikan Ombudsman RI karena Kepala Dinas

Koperasi, UMKM dan Perdagangan Propinsi X mengirimkan surat tertanggal 27 Januari 2010 yang berisi perpanjangan SIUP yang diajukan Pelapor telah diterbitkan pada tanggal 23 Desember 2010 tanpa adanya pemungutan

146

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

uang yang diminta Petugas.

[CONTOH 3] PENYIMPANGAN PrOSEdUr Penolakan Direktur Merek Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia

tentang Permohonan Merek Dagang Bernama X.

Laporan Pelapor adalah pengusaha konveksi pakaian mendaftarkan Hak Paten

Merk ”X” di Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM Prop. A, sesuai surat permohonan pendaftaran merk tanggal 6 Mei 2008. Kepala Kan-tor Wilayah Departemen Hukum dan HAM Prop. A mengirim permohonan pendaftaran merk kepada Direktur Merk di Tangerang, melalui surat tanggal 6 Mei 2008 beserta kelengkapan berkas. Diketahui pihak lain bernama O juga mendaftarkan merek serupa (X) tertanggal 26 Mei 2008. Pelapor per-nah mengupayakan jalan damai dengan O, namun ditolak. Melalui surat tertanggal 21 Desember 2009, Pelapor diwakili oleh P. (Konsultan HKI dari BNL Patent) mengajukan keberatan atas permintaan pendaftaran merk serupa oleh O tertanggal 26 Mei 2008. Karena Pelapor mengajukan pendaftaran merk lebih dulu dari pada yang diajukan O yaitu tertanggal 6 Mei 2008. Direktur Merek Departemen Hukum dan HAM menjawab keberatan Pelapor melalui surat tertanggal 25 Februari 2010, menyatakan bahwa permoho-nan pendaftaran merk dari Pelapor tertanggal 6 Mei 2008 ditolak karena mempunyai persamaan dengan permohonan merk yang diajukan oleh O tertanggal 26 Mei 2008. Pelapor menanggapi penolakan dari Direktur Merk Departemen Hukum dan HAM, melalui surat tertanggal 6 Maret 2010 yang menyatakan keberatan karena Nomor Agenda yang semula diperoleh ter-tanggal 6 Mei 2008 bukan tertanggal 26 Mei 2008. Pelapor menyampaikan bahwa tanggal penerimaan (filing date) adalah sama dengan pemenuhan kelengkapan berkas diajukan. Atas penolakan Direktur Merk Departemen Hukum dan HAM, usaha Pelapor mengalami kerugian karena ada perintah lisan dari O kepada Pelapor untuk tidak menjual produk yang tersisa dan menarik semua produk yang telah dipasarkan.

Tindakan lanjut Ombudsman rI Ombudsman RI meminta penjelasan/klarifikasi kepada Direktur Merek Ke-

menterian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI dengan surat tertanggal 7 Mei 2010. Pada tanggal 2 Agustus 2010, Tim Ombudsman RI melakukan inves-tigasi ke Direktur Merek Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI dan memperoleh penjelasan bahwa ditemukan beberapa kejanggalan terkait

147

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

dengan waktu penerimaan berkas permohonan dari Pelapor. Pihak Ditjen HKI tidak dapat memberikan bukti/ tanda terima atau menunjukkan siapa petugas yang menerima berkas permohonan pertama kali, buku agenda/ tanda terima ekspedisi permohonan tahun 2007 hilang dan baru ada set-elah bulan September 2008. Pada tanggal 31 Agustus 2010, pelapor mem-berikan informasi kepada Ombudsman RI bahwa perkara tersebut sedang diproses pada persidangan di Pengadilan Niaga.

respons/Implementasi Laporan ini berhasil diselesaikan Ombudsman R.I, karena pada tanggal

11 November 2010, Pelapor mengirimkan surat ucapan terimakasih kepada Ombudsman RI bahwa permasalahannya telah selesai, Direktur Merek ber-sedia menjadi saksi ahli dalam perkara Pelapor. Pengadilan Niaga Sura-baya mengabulkan gugatan pelapor seluruhnya atas perkara pembatalan sertifikat merek X atas nama O dan menetapkan :

1. Pendaftaran merek X tertanggal 6 Mei 2008 adalah atas nama Q. 2. Menyatakan merek X atas nama O didasarkan atas itikad tidak baik3. Membatalkan sertifikat merek X atas nama O. 4. Memerintahkan Direktorat Merek untuk mencoret pendaftaran merek dagang X dari daftar umum merek DItjen HKI.

[CONTOH 4] PENGABAIAN KEWAJIBAN HUKUM Belum Dilaksanakannya Putusan Pengadilan yang Telah Berkekuatan Hu-

kum Tetap.

Laporan Ombudsman RI menerima laporan dari Sdr. X, tentang dugaan peny-

impangan dalam pengangkatan pejabat struktural setingkat Eselon III De-partemen Kebudayaan dan Pariwisata pada tanggal 30 September 2005, karena pada saat itu masalah yang dilaporkan sedang dalam proses pen-gadilan, maka Ombudsman RI tidak berwenang mengintervensi sehingga Ombudsman RI tidak dapat menindaklanjuti. Ombudsman RI menerima surat tembusan dari Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta Nomor: XX/HK.06/V/2009 tanggal 12 Mei 2009 kepada Sekretaris Jenderal Depar-temen Kebudayaan dan Pariwisata perihal pengawasan pelaksanaan pu-tusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dalam perkara ini Sdr. X. sebagai pihak Penggugat melawan Sekretaris Jenderal Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata sebagai pihak Tergugat. Sdr. X dalam suratnya kepada Pengadilan Tala Usaha Negara melampirkan copy surat Sekretar-

148

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

is Jenderal Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Nomor: XX/ SEKJEN/DKP/2009 tanggal 15 Juli 2009 perihal “Pelaksanaan Putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap” yang ditujukan kepada Ketua Penga-dilan Tata Usaha Negara di Jakarta. Amar Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta Nomor: XXX/B/2006/PT.TUN-JKT, tanggal 11 Januari 2007, yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, antara lain berbunyi dalam Pokok Perkara:

a. Mengabulkan gugatan Penggugat seluruhnyab. Menyatakan batal Keputusan Sekretaris Jenderal Departemen Kebu-

dayaan dan Pariwisata No. SK XXX/KP.XXX/SEKJEN/DKP/05 tanggal 28 Sep-tember 2005 tentang pemberhentian dalam jabatan di lingkungan Kemen-terian Kebudayaan dan Pariwisata, Dalam Lampiran Keputusan tersebut No.3 atas nama Sdr. X

c. Memerintahkan kepada Tergugat untuk mencabut Keputusan Sekre-taris Jenderal Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata. Dalam Lampiran Keputusan No.3 atas Sdr. X

d. Mengembalikan status dan posisi Pengggugat/Pembanding menjadi Pejabat Struktural setingkat Eselon III. Sdr. X.

Investigasi/Tindakan dan pertimbangan Ombudsman Ombudsman RI telah menindaklanjuti dengan mengirimkan rekomendasi

Nomor 000X/REK/ 0XXX.2006/MM-04/V/2009 tanggal 19 Mei 2009. Kemudian lanjutan 00XX/LNJ/0XXX.2006/MM-04/III/2009 tanggal 28 Agustus 2009.

Respons/Implementasi Laporan ini berhasil.

[CONTOH 5] TIdAK TrANSPArAN dALAM PENGENAAN TArIF Tidak Adanya Kejelasan Tarif Berobat Bagi Pasien Pengguna Askes.

Laporan Pelapor adalah salah seorang pengguna Askes di suatu rumah sakit/RSUP

di Prop.X. Untuk check up bagi pasien yang menggunakan Askes, diwajib-kan membayar selisih tarif RSUP dengan tarif bantuan Askes, kecuali yang tidak mau membayar dapat diberi dispensasi (tidak membayar). Pelapor selaku pengguna Askes menghendaki agar pengenaan pembayaran bia-ya berobat bagi pengguna Askes ada prosedur dan ketentuan yang jelas karena untuk apa dikenakan biaya jika sudah diberi dispensasi.

Tindakan lanjut Ombudsman rI

149

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

Ombudsman RI meminta penjelasan/klarifikasi melalui surat tertang-gal 01 Juni 2010 ditujukan kepada Direktur Rumah Sakit Umum Pemerintah (RSUP) yang bersangkutan dan pada intinya meminta agar pihak rumah sakit memberikan penjelasan kepada para pengguna Askes mengenai ketentuan biaya yang dikenakan dengan tidak adanya diskriminasi serta tidak memungut biaya di luar ketentuan.

respons/Implementasi Rumah Sakit Umum Pusat tersebut menanggapi melalui surat tertanggal

9 Juni 2010 dan menyampaikan bahwa bagi para pengguna Askes tidak dikenakan biaya di luar ketentuan berdasarkan perjanjian rumah sakit den-gan PT Askes. Biaya yang harus dibayarkan oleh pengguna Askes adalah biaya untuk pelayanan di luar perjanjian rumah sakit dengan PT Askes terse-but.

[CONTOH 6] KELALAIAN Kelalaian dalam Pengiriman Salinan Putusan Perkara oleh Mahkamah

Agung RI yang Telah Diputus Pada Tanggal 12 Agustus 2008 ke Pengadilan Negeri X.

Laporan Pelapor memberitahukan bahwa ada oknum yang mengaku sebagai

pegawai Mahkamah Agung RI telah menelpon Pelapor dengan meminta sejumlah uang sehingga salinan putusan dapat segera dikirim ke Penga-dilan Negeri X untuk disampaikan kepada para pihak. Laporan tersebut disampaikan Ombudsman Republik Indonesia kepada Ketua Mahkamah Agung RI beserta jajarannya pada tanggal 25 Februari 2009, yaitu menge-nai pelaksanaan putusan peninjauan kembali Mahkamah Agung RI tanggal 12 Juli 2005, yang tertunda karena adanya perkara perlawanan di Mahka-mah Agung RI yang telah diputus pada tanggal 12 Agustus 2008. Sampai keluhan ini dilaporkan kepada Ombudsman Republik Indonesia, salinan pu-tusan belum juga dikirim kepada para pihak. Penelusuran staf Ombudsman RI saat mengunjungi Panitera Muda Perdata Mahkamah Agung RI diperoleh informasi bahwa minutasi perkara perdata Nomor: XXXXK/Pdt/2005/ MARI telah disiapkan dan masih di Panitera Muda Perdata Mahkamah Agung RI untuk ditandatangani dan dikirim.

Tindakan lanjut Ombudsman rI

150

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

Ombudsman RI meminta penjelasan/klarifikasi kepada Ketua Mahkamah Agung RI dengan surat Nomor 00XX/LNJ/0065-2003/AS-02/III/2009 tertang-gal 16 April 2009.

respons/Implementasi Laporan ini berhasil. Pelapor telah menerima salinan putusannya.

[CONTOH 7] dISKrIMINASI

Diskriminasi dalam Pengajuan Daftar Nama Usulan Sertifikasi Dosen Poli-teknik Kesehatan Kemenkes Provinsi X.

Laporan Pelapor adalah dosen Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Kemenkes Propinsi

X yang telah bekerja sekitar 24 tahun 6 bulan, jabatan Lektor Kepala, pang-kat Pembina Tk 1/IV b. Pada bulan Juli tahun 2009, Pelapor diusulkan oleh Jurusan Gizi untuk memperoleh sertifikasi dosen. Dalam daftar nama yang diajukan ke Badan PPSDM Kesehatan, Kemenkes RI, nama Pelapor pada urutan ke sepuluh dengan jumlah dosen yang diusulkan ke pusat sebanyak dua puluh (20) orang. Akan tetapi ketika akan dikirimkan ke Badan PPSDM Kesehatan, Kemenkes RI tidak terdapat nama Pelapor, bahkan diganti den-gan nama seorang dosen lain yang tidak tercantum dalam daftar nama tersebut sebelumnya. Pelapor menyampaikan dosen lain yang mengganti-kan namanya cukup dekat dengan jajaran pejabat di Politeknik Kesehatan Kemenkes Provinsi X, sehingga nama Pelapor tidak jadi diajukan. Pelapor merasa diperlakukan diskriminatif atas tindakan dimaksud, padahal Pelapor memenuhi syarat untuk diajukan sertifikasi dosen dan pencoretan tersebut tanpa pemberitahuan kepada Pelapor. Pada bulan Juli 2009, Pelapor me-minta penjelasan kepada Direktur dan Senat Politeknik kesehatan Kemenkes Propinsi X mengenai permasalahan tersebut, tetapi tidak memperoleh pe-nyelesaian. Pelapor berharap ada transparansi dalam menentukan calon sertifikasi Dosen.

Tindakan lanjut Ombudsman rI Ombudsman RI meminta penjelasan/klarifikasi kepada Direktur Politeknik

Kesehatan Kemenkes Propinsi X dengan surat tertanggal 16 Februari 2011 dan meminta bertemu langsung dengan jajaran Direksi Poltekes Propinsi X. Ombudsman RI meminta agar dilakukan penelitian berkenaan alasan tidak

151

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

masuknya nama Pelapor dalam daftar usulan sertifikasi dosen yang diaju-kan ke pusat.

respon/Implementasi Politeknik Kesehatan Depkes menjelaskan status Pelapor sudah mengaju-

kan permohonan pindah tugas/mutasi dosen fungsional kepada Kepala Ju-rusan Gizi Poltekkes Kemenkes Propinsi X ke Universitas Y. Pada tanggal 7 April 2010, permohonan pindah tugas Pelapor disetujui oleh direktur dan diterus-kan ke Ka. Badan PPSDM Kesehatan Kemenkes RI. Oleh PPSDM permohonan tersebut disetujui. Tanggal 22 Desember 2010, Biro Hukum dan Organisasi Sekjen Kemenkes memperkuat keputusan untuk tidak mengikutsertakan ser-tifikasi dosen Pelapor yang isinya antara lain hasil koordinasi antara Sekre-tariat Jenderal dengan Sekretariat Badan PPSDMS bahwa yang bersangku-tan telah mengajukan permohonan pindah tugas/mutasi dosen fungsional dari Poltekkes Kemenkes Propinsi X ke Universitas Y dan permohonan pindah tersebut telah disetujui sebelum ada sertifikasi dosen dilingkungan Politeknis Kesehatan tahun 2010. Pelapor diharapkan mengajukan sertifikasi dosen di tempat kerja Pelapor yang baru. Laporan ini selesai.

[CONTOH 8] TIdAK PrOFESIONAL Keluhan atas pelayanan yang kurang baik dalam pembuatan Surat Izin

Mengemudi (SIM) C di Direktorat Lalu Lintas Polda X.

Laporan Pada tanggal 18 Februari 2011 Pelapor datang ke Direktorat Lalu Lintas

Polda X di Jl. Y Jakarta untuk mengajukan permohonan pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM) C. Petugas memberikan arahan untuk mendaftarkan ke loket dan membayar biaya yang telah ditentukan, berkas yang harus ada antara lain memiliki Kartu Tanda Penduduk, mengisi formulir permo-honan rumusan sidik jari dan kesehatan, yang mana hal tersebut telah dipenuhi sehingga mendapat nomor pendaftaran: 311944XX. Selanjutnya Pelapor mengikuti ujian tertulis namun dinyatakan tidak lulus sehingga Pe-lapor mengikuti ujian ulang, namun ujian ulang tersebut tidak lulus juga. Pe-lapor bertanya kepada Petugas mengapa ujian selalu tidak lulus dan dima-na letak kesalahannya, namun Petugas tidak memberitahu serta bersikap kurang baik dalam menanggapi pertanyaan tersebut. Petugas kemudian memberikan informasi jika ingin lulus dan mendapatkan SIM secara cepat dapat membayar Rp. 550.000 (lima ratus lima puluh ribu rupiah). Pelapor mengikuti ujian teori ketiga kalinya namun tidak diperkenankan karena te-

152

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

lah dua kali mengikuti ujian. Pelapor meminta penjelasan mengenai SOP terkait proses ujian teori, praktek dan mengapa tidak ada kejelasan tentang kesalahan jawaban ujian, namun tidak dijawab oleh Petugas. Pelapor dita-warkan Petugas jika ingin cepat lewat biro jasa, ujian pasti lulus dan tinggal foto saja SIM cepat jadi.

Tindakan lanjut Ombudsman rI Ombudsman RI meminta penjelasan/klarifikasi kepada Direktur Lalu Lin-

tas Polda X terkait keluhan Pelapor mengenai pelayanan yang kurang baik pada saat pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM) sesuai surat Nomor: 0XXX/ KLA/0118.2011/PD-20/III/2011, tertanggal 28 Maret 2011. Pada tanggal 3 Mei 2011, Asisten Ombudsman R.I. yang menangani Laporan mengkroscek kepada Pelapor melalui Telepon apakah keluhanya telah di tindaklanjuti, jawaban Pelapor telah mendapat pelayanan dengan baik sesuai prosedur yang berlaku.

respons/Implementasi Laporan ini berhasil diselesaikan Ombudsman R.I. karena pada tanggal

26 April 2011 melalui Surat Nomor: XXXX/147-Kec.Srp Direktur Lalu Lintas Pol-da X menyampaikan Jawaban kepada Ombudsman RI, bahwa keluhannya Pelapor telah ditindaklanjuti, sehingga Pelapor bisa mengajukan permoho-nan SIM ulang dan setelah dilakukan tes ulang mendapatkan SIM C. Penye-lesaian Laporan Masyarakat dilakukan pada tanggal 8 Juni 2012 dengan pembuatan Berita Acara Penutupan laporan/Pengaduan Masyarakat No. 0XXX/BP/01/2012/JKT.

[CONTOH 9] KETIdAKJELASAN INFOrMASI Laporan Mengenai Pengenaan Biaya Obat yang Tidak Jelas Bagi Pasien

Melahirkan di RSUD X.

Laporan Pelapor memiliki kakak yang melahirkan di RSUD X dan dirawat di ru-

ang VK/ RN karena melahirkan bayi prematur pada bulan April 2010. Pada saat kakak Pelapor akan keluar dari RSUD X, Pelapor diminta menebus resep dokter senilai Rp. 500.000,- untuk mengganti biaya obat yang diberikan pihak RSUD X kepada pasien selama menginap di ruang VK/RN. Pelapor dan pasien mengatakan tidak ada obat yang diberikan oleh pihak RSUD X di ruang inap, pasien mengkonsumsi obat yang ditebus sendiri pada setiap

153

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

harinya. Pasien dapat memastikan bahwa resep yang harus dibayar bukan untuk membayar obat yang harus dibawa pulang, tetapi pihak RSUD X men-erangkan resep tersebut terdiri dari obat yang diberikan di ruangan pasien. Dengan demikian, Pelapor menanyakan kepada pihak RSUD X kepastian untuk apa biaya sebesar Rp. 500.000,- tersebut tetapi mendapatkan pen-jelasan yang kurang memuaskan.

Tindakan lanjut Ombudsman rI Ombudsman RI meminta penjelasan/klarifikasi kepada Direktur RSUD X

terkait pengenaan biaya sebesar Rp. 500.000,- saat pasien akan keluar RSUD X dan obatobatan yang tidak pernah diterima kakak Pelapor selama rawat inap di RSUD X sesuai surat Nomor: 0XXX/KLA/0XXX.2011/KI-32/VI/2011, tertanggal 14 Juni 2011).

respons/Implementasi Laporan ini berhasil diselesaikan Ombudsman R.I.dengan menutup

laporan melalui Berita Acara Penutupan Laporan/Pengaduan Masyarakat No. 00XX/ BP/I/2012/JKT tanggal 25 Januari 2012. Karena sudah ada surat klarifikasi RSUD X dengan surat No. XXX/XX13/RSX/YAN/2011 tanggal 6 Juli 2011, yang intinya Pelapor datang tanggal 20 April 2011 ke ruang nifas dan diberikan resep oleh Bidan untuk ditebus tetapi Pelapor keberatan kar-ena resep Rp. 500.000,- dinilai terlalu mahal. Padahal resep sudah termasuk obat emergensi milik RSUD X yang diberikan melalui suntikan dan infusan saat persalinan sehingga pasien dan keluarga tidak mengetahui, salinan tanggapan dari RSUD X sudah disampaikan kepada Pelapor dan Pelapor tidak ada tanggapan.

[CONTOH 10] TINdAKAN SEWENANG-WENANG Tindakan Sewenang-wenang Bupati X dalam Rangka Pendataan Guru

SMP/SMA/ SMK Honorer yang Dinyatakan Tidak Valid dan Tidak Memenuhi Syarat Kategori.

Laporan Berdasarkan Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara

dan Reformasi Birokrasi No. 5 Tahun 2010 tanggal 28 Juni 2010 tentang Pen-dataan Tenaga Honorer yang Bekerja di Lingkungan Instansi Pemerintah, BKD Kabupaten X melakukan pendataan dan mengusulkan sejumlah 347 orang tenaga honorer untuk dimasukan dalam kategori I (satu) kepada Badan

154

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

Kepegawaian Negara (BKN) melalui surat No. XXX/XX25 / 2010 tertanggal 30 Agustus 2010. Pada tanggal 30 September 2010 BKN mengirimkan surat No. X/Y.Z-2/50 tentang verifikasi dan validasi tenaga honorer kategori 1 (satu) ke-pada BKD Kabupaten X. Verifikasi dan validasi dilaksanakan pada tanggal 11-17 Oktober 2010. Selanjutnya pada tanggal 2-17 September 2010 Bu-pati X melakukan uji publik guna meminta masukan dan saran terkait data tenaga honorer. Berdasar hasil uji publik tersebut, Bupati X melalui surat No. XXX/XX40/2010 tanggal 8 Oktober 2010 perihal revisi pendataan tenaga honorer yang ditujukan kepada Kepala BKN menyatakan pendataan tena-ga honorer khususnya Guru SMP/SMA/SMK tidak valid dan tidak memenuhi syarat kategori 1 (satu), mohon untuk diverifikasi ulang untuk dimasukkan dalam kategori 2 (dua) dan data yang memenuhi syarat kategori 1 (satu) sebanyak 145 orang. Pada tanggal 8 November 2010 Pelapor konsultasi ke BKN, disarankan untuk menyampaikan laporan kepada Menteri PAN dan RB dan Kepala BKN. Pada tanggal 22 November 2010 Pelapor melapor ke BKD, memperoleh tanggapan bahwa BKD hanya mengikuti perintah atasan (Bupati X). Pada tanggal 24 November 2010 Pelapor mengirim surat kepada Bupati X, isinya meminta Bupati X mencabut surat No. XXX/XX40/2010 tang-gal 8 Oktober 2010 dan menerbitkan surat baru yang menyatakan guru tenaga honorer SMP, SMA, dan SMK Kabupaten X memenuhi syarat untuk masuk kategori 1 (satu), namun belum memperoleh tanggapan.

Tindakan lanjut Ombudsman rI Ombudsman RI meminta penjelasan/klarifikasi kepada kepada Bupati X

terkait keluhan Pelapor mengenai surat Bupati X No. XXX/XX40/2010 tanggal 8 Oktober 2010 tentang revisi pendataan tenaga Guru SMP/SMA/SMK honor-er yang tidak valid dan tidak memenuhi syarat kategori 1 (satu) tetapi masuk kategori 2 (dua) sebanyak 145 orang dan hasil uji publik yang dilakukan oleh Bupati X sesuai surat Nomor: 00XX/KLA/0001.2011/MM-23/I/2011 tang-gal 21 Januari 2011.

respons/Implementasi Laporan ini berhasil diselesaikan Ombudsman RI dengan menutup

laporan melalui Berita Acara Penutupan Laporan/Pengaduan Masyarakat No.00XX/ BP/I/2012/JKT tanggal 16 Januari 2012, karena Pelapor sudah mendapatkan tanggapan dari Bupati X dan substansi laporan telah dis-elesaikan dan Pelapor bersama rekan-rekannya sudah masuk dalam da-tabase BKN.

[CONTOH 11] KETIdAKPASTIAN HUKUM

155

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

Ketidakpastian Hukum Kelanjutan Proses Persidangan Praperadilan di Pengadilan Negeri Y.

Laporan Pada tanggal 10 November 2010 Pelapor mengajukan gugatan prap-

eradilan atas Surat Pemberitahuan Penghentian Penyidikan (SP3) yang diter-bitkan Kepolisian Resort X. Pelapor telah menghadiri persidangan Pra pera-dilan satu kali, namun proses selanjutnya tidak diketahui karena menurut Pelapor Pengadilan Negeri Y tidak pernah menginformasikan kelanjutan pe-meriksaan Pra peradilan yang diajukannya. Pelapor pernah menanyakan kepada Panitera Pengadilan Negeri Y, dan dijawab bahwa Pelapor diminta menunggu karena masih diproses. Hingga saat ini Pelapor belum mengeta-hui perkembangan proses persidangan Praperadilan.

Tindakan lanjut Ombudsman rI Ombudsman RI meminta penjelasan/klarifikasi kepada Ketua Pengadilan

Negeri Y yang intinya meminta penjelasan bagaimana proses pemeriksaan gugatan Pra peradilan yang dimohonkan Pelapor sejauh ini sesuai surat No-mor: 00XX/ KLA/0015.2011/PD-23/II/2011 tanggal 28 Februari 2011.

respons/Implementasi Laporan ini berhasil diselesaikan Ombudsman RI, karena sudah ada

tanggapan yang memadai dari PN Subang di mana menyatakan bahwa substansi laporan masih dalam proses pemeriksaan di pengadilan, infor-masi tindaklanjut pemeriksaan telah diketahui Pelapor.

[CONTOH 12] SALAH PENGELOLAAN Permintaan Biaya Balik Nama Seorang Penghuni Rusunawa oleh UPT Pen-

gelola Rumah Susun Dinas Perumahan dan Gedung Pemerintah Provinsi X.

Laporan/Pengaduan Pengelola Rusunawa tidak melaksanakan kewajiban menjalankan surat

perjanjian dengan penghuni rusun dan tidak transparan menjelaskan biaya yang dipungut dari penghuni rusun. Pelapor bernama Sdr. A beralamat di Jalan Rawamangun RT. X/Y Blok Z Jakarta Timur. Awal Maret 2010, Pelapor telah membayar Rp 15.000.000 kepada Pengelola Rusunawa melalui Sdr. B untuk biaya balik nama dan perbaikan rusun, tetapi Pelapor tidak men-erima tanda terima pembayaran dari Sdr. B Pelapor menempati Rusunawa

156

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

sejak 18 Maret 2010 berdasarkan Surat Perjanjian Nomor: X/076.43 antara Pelapor dengan Kepala UPT. Pengelola Rusunawa. Pada 19 Mei 2011, Pe-lapor tidak dapat menempati Rusunawa karena kondisi kesehatan yang ter-ganggu untuk tinggal di rusun. Pada Mei 2011, atas persetujuan pengelola Rusunawa (Sdr. B, Sdr. C dan Sdr. D), Pelapor mengalihkan satuan unit rusun-nya kepada pihak lain, tetapi pengalihan dibatalkan sepihak pada akhir Mei 2011. Pada Juni 2011, Pelapor ingin memasuki satuan unit rusunnya tetapi tidak diperbolehkan oleh Pengelola Rusunawa (Sdr. B, Sdr. C dan Sdr. D) tanpa alasan yang jelas. Pada akhir Juli 2011, Pelapor bertemu kembali dengan Pengelola Rusunawa yang meminta lagi uang Rp 4.000.000 den-gan alasan untuk biaya balik nama padahal Surat Perjanjian antara Kepala UPT Rusunawa dan Pelapor Nomor: X/076.43 masih berlaku sampai dengan Februari 2012. Pelapor dirugikan secara materil karena rusunnya tidak da-pat ditempati selama 2 bulan.

Tindakan lanjut Ombudsman rI Ombudsman RI meminta penjelasan/klarifikasi kepada Kepala UPT Pen-

gelola Rumah Susun pada Dinas Perumahan dan Gedung Pemerintah Provinsi X dengan surat bulan September 2011.

respons/Implementasi Pada 13 Oktober 2011, Kepala UPT Pengelola Rumah Susun pada Dinas

Perumahan dan Gedung Pemerintah Provinsi X menanggapi surat klarifikasi dari Ombudsman RI yang menjelaskan bahwa sesuai hasil pemeriksaan, unit yang dimaksud masih dikuasai oleh Pelapor Sdr. A (dengan kunci unit masih dipegang Sdr. A), unit rusun tersebut masih kosong dan tidak ada satu barang/benda milik Pelapor, informasi dari pengelola bahwa Pelapor memi-liki tunggakan Retribusi dari Juli hingga September 2011, tidak ada dasar peraturan apapun untuk menarik pungutan kecuali retribusi/uang sewa yang dipungut oleh Pengelola, Surat Perjanjian Nomor X/076.43 tertanggal 18 Maret 2010 masih berlaku, unit tersebut dapat dihunikan oleh pemegang Surat Perjanjian, untuk pengisian unit terkait Pelapor wajib menaati pera-turan tentang penghunian, Tata tertib dan isi dari Surat Perjanjian khususnya pada Pasal 6 ayat (1) dan Pasal 7 ayat (6). Pada 20 Desember 2011, Pelapor menyampaikan surat ucapan terima kasih karena adanya Surat Pengajuan Permohonan untuk menyelesaikan masalah tentang Hak Sewa Rumah Susun Sederhana Wilayah X Pondok X, Kecamatan X Jakarta-Timur. Maka laporan ditutup.

157

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

Konsep negara modern, pelayanan publik telah menjadi lembaga dan profesi yang semakin penting. Ia tidak lagi merupakan aktivitas sambilan tanpa payung hukum, gaji, dan jaminan sosial yang memadai sebagaima-na terjadi di banyak negara berkembang masa lalu. Sebagai sebuah lem-baga, pelayanan publik menjamin keberlangsungan administrasi negara yang melibatkan pengembangan kebijakan pelayanan dan pengelolaan sumber daya yang berasal dari dan untuk kepentingan publik. Sebagai profesi, pelayanan publik berpijak pada prinsip-prinsip profesionalisme dan etika seperti akuntabilitas, efektivitas, efisiensi, integritas, netralitas, dan kea-dilan bagi semua penerima pelayanan.

Indonesia sebagai bangsa yang besar harus mampu memberikan prak-tik terbaik (best practice) di setiap sektor pelayanan publik. Birokrasi publik harus dapat memberikan layanan publik lebih profesional, efektif, sederha-na, transparan, terbuka, tepat waktu, responsif dan adaptif serta sekaligus dapat membangun kualitas manusia dalam arti meningkatkan kapasitas individu dan masyarakat untuk secara aktif menentukan masa depannya sendiri. Negara memiliki kewajiban untuk melayani setiap warga negara dan penduduk memenuhi hak dan kebutuhan dasarnya dalam kerangka pelayanan publik. Selain itu, hal tersebut juga merupakan amanat dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 yang harus dilaksanakan. Jadi, tidak ada alasan untuk tidak memberikan pelayanan terbaik di negeri ini.

Ombudsman Republik Indonesia termasuk di daerah memiliki fungsi dasar sebagai lembaga pengawasan yang diperankan oleh masyarakat secara otonom diharapkan dapat mewujudkan cita-cita banyak pihak pas-ca diterapkannya otonomi daerah, yaitu terciptanya pemerintahan daerah yang pro-rakyat. Pemerintahan daerah yang mengedepankan tata kelola pemerintahannya secara akuntabel, transparan dan aksestabel sebagai jalan bagi terwujudnya good governance (tata kelola pemerintahan yang baik) di daerah.

Pelaksanaan Program Perubahan dalam perspektif pelaksanaan tugas dan fungsi Ombudsman, tentu tidak hanya bertujuan mengoptimalisasi-kan Kepemimpinan dan Manajemen Ombudsman; namun bertujuan un-tuk mengoptimalisasikan peran strategis Ombudsman dalam pelaksanaan

PENUTUP

158

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

fungsi-fungsi pelyanan publik di berbagai sektor dan tingkatan. Dengan mengatasi kemungkinan munculnya kendala internal dan eksternal, di-harapkan Pentingnya Optimalisasi Peningkatan Investigasi Ombudsman Republik Indonesia – Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan Publik dapat mengoptimalisasikan peran strategis Ombudsman dalam penyelengga-raan pelayanan publik di Indonesia.

Dr. Taufiqurokhman, S.Sos., M.Si.Penulis

158

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

BUKU1. Antonius Sujata dan Surahman.2002.Ombudsman Indonesia di Tengah Ombudsman Internasional.Komis Ombudsman Nasional.Jakarta. 2. Abas, Muhamad, & Luh Nyoman Dewi Triandyani (eds.), 2001. “Pelayanan Publik: Apa Kata Warga”, Jakarta: PSPK.3. Agus Dwiyanto dan Bevaola Kusumasari, 2003. “Reformasi Pelayanan Publik: Apa yang Harus Dilakukan?” dalam Policy Brief, No. II/PB/2003. 4. Agus Dwiyanto, dkk., Reformasi Tata Pemerintahan dan Otonomi Daerah, Yogayakarta: PSKK- UGM, 2003.Kompas, 23 September 2003.5. Ellison, Christopher, 1999. “Values: The Keys to High Performance in the Australian Public service”, Media Release, February 24 (http://www.finance.gov.au/scripts/media. asp?table=SMOS&Id=60).6. Morrish, Kathleen, 2000. Strategic People Planning: An Overview of Workforce Planning, Perth: Public Sector Management Division, Ministry of the Premier and Cabinet.7. Williams, Helen, 2001. “Perceptions and Performance: The Australian Public Service Experience,” International Review of Administrative Science, Vol. 67, No. 1 (march), Pp. 1-50.8. OECD, Public Management Development in Australia (Http://www.oecd.org/puma/ gvrnance/survey/report98/sur98au.htm#D).9. Asmara Galang, Ombudsman Republik Indonesia, dalam sistem ketatanegaraan republik Indonesia, Laksbang Yustitia, Surabaya, 201210. H.M.Galang Asmara.2012.Ombudsman Republik Indonesia. dalam sistem ketatanegaraan republik Indonesia. Laksbang Yustitia:Surabaya.17211. Tim Penyusun.2010.Perpustakaan Elektronik Fakultas Hukum Unsrat, Manado.Fakultas Hukum Unsrat:Manado.Undang-Undang No.37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia Pasal12. Tim Penyusun.2010.Perpustakaan Elektronik Fakultas Hukum Unsrat, Manado.Fakultas Hukum Unsrat:Manado.Keppres No.44 Tahun 200 tentang Komisi Ombudsman Nasioanal.Pasal 313. Alfian, Komunikasi Politik dan Sistem Politik di Indonesia, PT.Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 199314. Muhadjir Darwin, Good Governance dan Kebijakan Publik dalam Good

Daftar PUStaKa

160

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

Governance Untuk Daulat Siapa ?, Forum LSM DIY-Yappika, 200115. Moh.Mahfud MD, Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, Juli 200016. Syafinuddin Al-Mandari, HMI & Wacana Sosial, Hijau Hitam Pusat Studi Paradigma Ilmu, Jakarta, 200317. Suparman Marzuki dkk, Ombudsman Daerah, Mendorong Pemerintahan Yang Bersih, Kerjasama PUSHAM UII dengan Partnership Kemitraan dan Governance Reform in Indonesia, 200318. Yahya Muhaimin, Beberapa Segi Birokrasi di Indonesia, Majalah Prisma Nomor 10 tahun 198019. Alfian, Komunikasi Politik dan Sistem Politik di Indonesia, PT.Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1993, hlm 5.20. Yahya Muhaimin, Beberapa Segi Birokrasi di Indonesia, Majalah Prisma Nomor 10 tahun 1980.21. Harry J.Benda sebagaimana dikutip oleh Moh.Mahfud MD, Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, Juli 2000, hlm 105.22. Arief Budiman, Negara Kelas dan Formasi Sosial (wawancara) majalah Keadilan, edisi I, tahun XII/1985, hlm 39, dalam Ibid.23. Eko Prasetya, dkk. 2003. Ombudsman Daerah Mendorong Terwujudnya Pemerintahan yang Bersih. Yogyakarta : Pusham UII.hal:64.24. Suparman Marzuki, Ombudsman Daerah dan Good Governance dalam Ombudsman Daerah, Mendorong Pemerintahan Yang Bersih, Kerjasama PUSHAM UII dengan Partnership Kemitraan dan Governance Reform in Indonesia, 2003, hlm 1225. Sobirin Malian, Menimbang Perlunya Komisi Ombudsman di Daerah dalam Ombudsman Daerah, Mendorong Pemerintahan Yang Bersih, Kerjasama PUSHAM UII dengan Partnership Kemitraan dan Governance Reform in Indonesia, 2003, hlm 4.26. Jeremy Pope dalam Ibid, hlm 4-5.27. Teten Masduki, Ombudsman (Daerah) dan Pemberdayaannya dalam dalam Ombudsman Daerah, Mendorong Pemerintahan Yang Bersih, Kerjasama PUSHAM UII dengan Partnership Kemitraan dan Governance Reform in Indonesia, 2003, hlm 146.28. Pratikno, Relevansi pembentukan Ombudsman Daerah dalam Ombudsman Daerah, Mendorong Pemerintahan Yang Bersih, Kerjasama PUSHAM UII dengan Partnership Kemitraan dan Governance Reform in Indonesia, 2003, hlm 127-128.29. Francis Fukuyama, The Great Discruption : Human Nature and the

161

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

Recontruction of Social Order , New York : The Free Press, 1999. dalam Muhadjir Darwin, Good Governance dan Kebijakan Publik dalam Good Governance Untuk Daulat Siapa ?, Forum LSM DIY-Yappika, 2001, hal 27.30. Asmara Galang.2020.Ombudsman Republik Indonesia Dalam Sistem Ketenagaran Republik Indonesia, Laksbang Yustitia Surabaya. Cetakan 15. 31. Saldi Isra.2013.Ombudsman Dalam Bingkai Ketatanegaraan RI.Makalah32. Lihat Teten Masduki dalam Ibid.hal:144.33. Lihat Soetandyo Wignjosoebroto, 2002, hal 148-157.34. Eko Prasetya, dkk. 2003. Ombudsman Daerah Mendorong Terwujudnya Pemerintahan yang Bersih. Yogyakarta : Pusham UII.hal:64.

UNdANG-UNdANG1. Undang-Undang Republik Indonesia No.25 tahun 2009. Pelayanan Publik. Jakarta.2. Undang-Undang Republik Indonesia No.37 tahun 2008. Ombudsman Republik Indonesia. Jakarta.3. Undang-Undang Republik Indonesia No.32 tahun 2004. Otonomi Daerah. Jakarta.4. Undang-Undang No.37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia.Pasal 1 angka 15. Republik Indonesia, Undang-Undang No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.6. Keputusan Presiden Republik Indonesia No.4 tahun 2000 Tentang Komisi Ombudsman Daerah.7. Lihat Pasal 18 ayat (5) UUD 1945 jo pasal 10 UU No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.8. Monopoli ideologi oleh pemerintahan orde baru dapat dilihat dari dikeluarkannya UU Nomor 3 Tahun 1985 yang mensyaratkan kewajiban menggunakan asas Pancasila oleh seluruh organisasi sosial, politik dan kemasyarakatan.

dOKUMEN1. Lihat Suara Ombudsman Nomor 3 Tahun 2008.2. Lihat Suara Ombudsman Edisi 1 tahun 2008.hal:6-7.3. Dalam laporan penelitian yang dilakukan PUSHAM UII terhadap proses

162

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

pelayanan publik di DIY muncul beberapa persoalan mengenai pelayanan publik yang dilakukan oleh pemerintah daerah, seperti perizinan, transpar-ansi yang rendah, rendahnya akuntabilitas dan mahalnya berurusan den-gan polisi serta pelayanan kesehatan yang tidak manusiawi.

4. Lihat dalam Menuju Ombudsman daerah: Suatu Tinjauan Lapangan di DIY dalam Ombudsman Daerah, Mendorong Pemerintahan Yang Bersih, Ker-jasama PUSHAM UII dengan Partnership Kemitraan dan Governance Reform in Indonesia, 2003, hlm 101-109.

WEBSITE/BLOG1. Lihat Soehino.2000.Ilmu Negara.hal:149.2. Lihat http://community.gunadharma.ac.id/blog/view/id_11683/tittle_ hakikat-bangsa-dan-negara/ yang diakses di Surakarta tanggal 4 April 2010 pukul 13.12.3. http://www.ombudsman.go.id/index.php?module=Pagesetter&func= viewpub&tid=10002&pid=93 4. http://www.ombudsman.go.id/Website/detailArchieve/327/id5. Lihat Suara Ombudsman Nomor 3 Tahun 2008.6. http://peranap.blogspot.com/2009/07/reformasi-rasionalisasi-restrukturisa si.html diakses di Surakarta tanggal 7 April 2010.7. Lihat http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:l0ZFXH 1J6toJ:blog.unila.ac.id/denden/files/2009/07/birokrasi. pdf+pengertian+birokrasi&cd=1&hl=id&ct=clnk&gl=id&client= firefox-a diakses di Surakarta pada tanggal 7 April 2010.8. http://www.kejaksaan.go.id/reformasi.php?idkat=1&id=2 diakses di Surakarta tanggal 7 April 2010.

9. Lihat http://docs.google.com/viewer?a=v&q=cache:lRa0Ld2e520J:www.setneg.go.id/index2.php%3Foption%3Dcom_content%26do_pdf%3D1%26id%3D87+strategi+reformasi+birokra-si&hl=id&gl=id&pid=bl&srcid=ADGEESgtV7EpcFXWt5sd-PjRA64OJ9N3WIs3K86S0GQxll5ow6YvHUuNDz4Ea7j3KA8YUxNOZoZmuz4wBhg8cNl9Mw0R-GOYonfkHFmQKz_GTicr7EsxifpiAYIcUSTbewpAK7xqh4Wu8&sig=AHIEtbTn0odj6rZ6DyqapbqfQtUbYUcBlA diakses di Surakarta tanggal 7 April 2010.

10. www.solusihukum.com/artikel/artikel47.php11. http://community.gunadharma.ac.id/blog/view/id_11683/tittle_hakikat- bangsa-dan-negara/

163

Guna Meningkatkan Kualitas Pelayanan PublikOPTIMALISASI INVESTIGASI MALAdMINISTrASI OMBUdSMAN

12. http://www.ombudsman.go.id/index.php?module=Pagesetter&func= viewpub&tid=10002&pid=9313. http://www.ombudsman.go.id/Website/detailArchieve/327/id), diakses di Surakarta tanggal 4 Maret 201014. http://peranap.blogspot.com/2009/07/reformasi-rasionalisasi-restrukturi sasi.html 15. Lihat http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:l0ZFXH1J6toJ:blog.unila.ac.id/denden/files/2009/07/birokrasi.pdf+pengertian+birokrasi&cd=1&hl=id&ct=clnk&gl=id&client=firefox-a diakses di Surakarta pada tanggal 7 April 2010.

16. http://www.kejaksaan.go.id/reformasi.php?idkat=1&id=2 diakses di Surakarta tanggal 7 April 2010.17. http://docs.google.com/viewer?a=v&q=cache:lRa0Ld2e520J:www.setneg.go.id/index2.php%3Foption%3Dcom_content%26do_pdf%3D1%26id%3D87+strategi+reformasi+birokrasi&hl=id&gl=id&pid=bl&srcid=ADGEESgtV7EpcFXWt5sd-PjRA64OJ9N3WIs3K86S0GQxll5ow6YvHUuNDz4Ea7j3KA8YUxNOZoZmuz4wBhg8cNl9Mw0RGOYonfkHFmQKz_GTicr7EsxifpiAYIcUSTbewpAK7xqh4Wu8&sig=AHIEtbTn0odj6rZ6DyqapbqfQtUbYUcBlA di-akses di Surakarta tanggal 7 April 2010.

18. www.solusihukum.com/artikel/artikel47.php

164