94
OPTIMALISASI PERAN MAHKAMAH KEHORMATAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA DALAM PENEGAKAN KODE ETIK (Analisis Pelanggaran Kode Etik Periode 2004-2019) Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H) Oleh: PUTRI AMALIA NIM: 1112048000032 KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438 H/2016 M

OPTIMALISASI PERAN MAHKAMAH KEHORMATAN DEWAN …

  • Upload
    others

  • View
    11

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: OPTIMALISASI PERAN MAHKAMAH KEHORMATAN DEWAN …

OPTIMALISASI PERAN MAHKAMAH KEHORMATAN

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DALAM PENEGAKAN KODE ETIK

(Analisis Pelanggaran Kode Etik Periode 2004-2019)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Oleh:

PUTRI AMALIA

NIM: 1112048000032

KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1438 H/2016 M

Page 2: OPTIMALISASI PERAN MAHKAMAH KEHORMATAN DEWAN …
Page 3: OPTIMALISASI PERAN MAHKAMAH KEHORMATAN DEWAN …
Page 4: OPTIMALISASI PERAN MAHKAMAH KEHORMATAN DEWAN …
Page 5: OPTIMALISASI PERAN MAHKAMAH KEHORMATAN DEWAN …

v

ABSTRAK

Putri Amalia NIM 1112048000032. OPTIMALISASI PERAN MAHKAMAH

KEHORMATAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK

INDONESIA DALAM PENEGAKAN KODE ETIK (ANALISIS

PELANGGARAN KODE ETIK PERIODE 2004-2019). Program Studi Ilmu

Hukum, Konsentrasi Kelembagaan Negara, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta, 1437 H/2016 M. x + 86halaman.

Etika berfungsi untuk mengatur moral seseorang. Dalam hal ini para wakil

rakyat yaitu, anggota DPR. Untuk menegakan etika seorang wakil

rakyat ,memerlukan suatu pedoman yaitu kode etik, yang berarti sebuah norma

yang wajib dipatuhi oleh setiap wakil rakyat selama menjalankan tugasnya.

Selain itu, dapat juga dikatan kode etik adalah suatu alat untuk menunjang

pencapaian tujuan suatu organisasi atau suborganisasi atau bahkan kelompok-

kelompok yang belum terikat dalam suatu organisasi. Penegakan kode etik DPR

dilaksanakan oleh Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) yang merupakakan

Alat Kelengkapan Dewan (AKD) yang bersifat tetap dan berfungsi menegakan

etika anggota wakil rakyat. Keberadaannya tidak lain adalah demi mewujudkan

pemerintahan yang bersih dan bertanggungjawab (good and clean governance).

Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif empiris dengan

melakukan penelitian kepustakaan atau studi dokumen dan wawancara dengan

pihak terkait. Skripsi ini menganalisis peran MKD dalam menegakan kode etik

dengan mengkualifikasikan jenis pelanggaran dan sanksi dalam proses

penegakannya. Dalam memberikan sanksi memerlukan faktor-faktor pendorong

dalam memutus sehingga dapat diketahui sejauh mana peran MKD dalam

menegakan kode etik sebagai pedomannya, dan meminimalisir terjadinya

pelanggaran etika oleh para wakil rakyat dan agar menumbuhkan keindahan moral

para wakil rakyat dalam pelaksanaan fungsi dan tugasnya.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa mekanisme penetapan sanksi

dilakukan melalui pengaduan dan atau verifikasi data oleh Sekretariat MKD

dalam rapat MKD, lalu diadakan sidang. Kemudian, ditindaklanjuti dalam rapat

MKD untuk memutus sanksi yang akan diberlakukan. Sedangkan peran MKD

dalam meminimalisir terjadinya pelanggaran dilakukan melalui upaya pencegahan

dan upaya penindakan.

Kata kunci: Etika hukum, kode etik, Mahkamah Kehormatan Dewan, serta

pelanggaran dan sanksi kode etik.

Page 6: OPTIMALISASI PERAN MAHKAMAH KEHORMATAN DEWAN …

vi

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah swt yang telah memberikan rahmat dan karunia-

Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Rasulullah saw yang telah

mengantarkan manusia dari zaman jahiliyah kezaman penuh ilmu pengetahuan ini.

Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi sebagian syarat-syarat guna

mencapai gelar Sarjana Hukum di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta. Penulis menyadari bahwa penulisan ini tidak dapat terselesaikan tanpa

dukungan dari berbagai pihak, baik moril maupun materiil. Oleh karena itu,

penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada semua pihak yang telah

membantu dalam penyusunan skripsi ini terutama kepada:

1. Dr. H. Asep SaepudinJahar, M.A.,Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

UniversitasIslam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Drs. H. Asep Syarifuddin Hidayat, S.H., M.H dan, Drs. Abu Tamrin, S.H., M.

Hum, Ketua dan Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum.

3. Dr. H. Mujar Ibnu Syarif, S.H., M.Ag dan Fitria, S.H., M.R, dosen

Pembimbing Skripsi I dan Pembimbing Skripsi 2 yang telah berkenan

meluangkan banyak waktu untuk memberikan ilmu dan solusi atas setiap

permasalahan atau kesulitan yang penulis hadapi selama menyusun skripsi ini.

4. Bapak dan Ibu dosen Fakultas Syariah dan Hukum yang telah memberikan

pengetahuan yang sangat bermanfaat selama masa perkuliahan.

5. Seluruh staf dan karyawan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta yang telah memberikan bantuan kepada penulis.

Page 7: OPTIMALISASI PERAN MAHKAMAH KEHORMATAN DEWAN …

vii

6. Bapak Yusuf, S.Ag.,M.Si beserta staf Tenaga Ahli dan Sekretariat Mahkamah

Kehormatan DPR RI.

7. Kedua orang tua, ayahanda Dahlan dan ibunda almh. Nuria serta ibu Nuraeni

yang telah memberikan dukungan baik moril maupun materiil serta doa yang

tiadak henti-hentinya kepada penulis.

8. Adikku Vivin Agustianingsih dan Gusnandar Prihatin beserta segenap

keluarga yang telah menyemangati dan membantu penyelesaian skripsi ini.

9. Keluarga besar Bidik Misi 2012 dan sahabat-sahabat satu atap selama

menimba ilmu terutama Indah, Ela, Meti, Qoni, dan Rereyang telah

memberikan segala bentuk motivasi dan semangat kepada penulis untuk tetap

giat belajar.

10. Teman-teman Fakultas Syariah dan Hukum. Khususnya Prodi Ilmu Hukum

Kelembagaan Negara dan Hukum Bisnis 2012, teman-teman KKN Gelas

Kaca, dan Sahabat JJM, serta Teman-teman UIN Karate Club, terimakasih

atas informasi, bantuan, semangat, dan doa yang telah diberikan. Sukses

mulia untuk kita semua.

11. Semua pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini yang tidak

dapat penulis sebutkan satu persatu.

Semoga skripsi ini bermanfaa tbagi para pembaca khususnya yang konsen

dalam bidang IlmuHukum.

Jakarta, 12 Oktober 2016

Penulis

Page 8: OPTIMALISASI PERAN MAHKAMAH KEHORMATAN DEWAN …

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……………………………………………………………...i

PERSETUJUAN PEMBIMBING………………………………………………ii

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI…………………………………………iii

LEMBAR PERNYATAAN……………………………………………………..iv

ABSTRAK………………………………………………………………………..v

KATA PENGANTAR…………………………………………………………...vi

DAFTAR ISI…………………………………………………………………...viii

DAFTAR TABEL………………………………………………………………...x

DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………….xi

BAB I PENDAHULUAN

A. LatarBelakangMasalah…………………………………………...1

B. IdentifikasiMasalah……………………………………………….6

C. PembatasandanRumusanMasalah……………………………….6

D. TujuandanManfaatPenelitian……………………………………7

E. MetodePenelitian………………………………………………….8

F. Tinjauan (Review) KajianTerdahulu…………………………….11

G. SistematikaPenulisan…………………………………………….12

BAB II KERANGKA TEORI TENTANG KODE ETIK

A. PengertianKodeEtik……………………………………………..14

B. Jenis-jenisPelanggaranKodeEtik……………………………….21

Page 9: OPTIMALISASI PERAN MAHKAMAH KEHORMATAN DEWAN …

ix

C. Macam-MacamSanksi...………………………………………....23

D. FaktorPenjatuhanSanksiKodeEtik……………………………..26

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG MAHKAMAH KEHORMATAN

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT RI

A. PengertianMahkamahKehormatan DPR RI RI………………….29

B. KomposisiPimpinanMahkamahKehormatan DPR RI………….32

C. TugasdanKewenanganMahkamahKehormatan DPR RI RI…...35

D. MekanismePengambilanKeputusanMahkamahKehormatan DPR

RI…………………………………………………………………40

BAB IV ANALISIS PERAN MAHKAMAH KEHORMATAN DEWAN

PERWAKILAN RAKYAT RI DALAM PENEGAKAN KODE

ETIK

A. PelanggaranKodeEtikAnggota DPR RI Periode 2004-2019…...47

B. Kualifikasi Pelanggaran dan Sanksi Kode Etik…………………..55

C. AnalisisPeranMahkamahKehormatanDewanPerwakilan Rakyat RI

dalamPenegakanKodeEtik…………………………………..60

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan…………………………………………..…………..68

B. Saran……………………………………………………………...69

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………...70

LAMPIRAN……………………………………………………………………..74

Page 10: OPTIMALISASI PERAN MAHKAMAH KEHORMATAN DEWAN …

x

DAFTAR TABEL

Tabel. 1.1. Tinjauan (Review) KajianTerdahulu..................................................11

Tabel. 2.1. JenisPelanggarandanPenjatuhanSanksi............................................24

Tabel. 3.1. Komposisi Pimpinan MKD Periode 2004-2009..................................33

Tabel. 3.2. Komposisi Pimpinan MKD Periode 2009-2014..................................33

Tabel. 3.3. Komposisi Pimpinan MKD Periode 2014-2019..................................34

Tabel. 4.1. PelanggaranPeriode 2004-2009……………………………………………..48

Tabel. 4.2. Pelanggaran Periode 2009-2014..........................................................51

Tabel. 4.3. Pelanggaran Periode 2014-2019..........................................................52

Tabel. 4.4. JumlahPelanggaranKodeEtik............................................................54

Tabel. 4.5. RekapitulasiSanksiMahkamahKehormatan DPR RI………………65

Page 11: OPTIMALISASI PERAN MAHKAMAH KEHORMATAN DEWAN …

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar. 3.1. Tata Cara PengaduanKe MKD........................................................41

Gambar. 3.2. MekanismePengaduan Perkara.......................................................44

Page 12: OPTIMALISASI PERAN MAHKAMAH KEHORMATAN DEWAN …

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Salah satu ciri negara hukum adalah adanya pembatasan kekuasaan dalam

penyelenggaraaan kekuasaan negara.1

Upaya pembatasan kekuasaan itu

dilakukan dengan mengadakan pola-pola pembatasan di dalam pengelolaan

internal kekuasaan negara itu sendiri. Berdasarkan Perubahan Pertama

Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, kehadiran Dewan Perwakilan Rakyat

(DPR) juga dalam Pasal 20, yang diadopsikan dalam naskah UUD 1945 di

mana DPR merupakan lembaga perwakilan rakyat yang memiliki fungsi

legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan. Dalam UUD 1945

tergambar jelas bahwa dalam rangka fungsi legislatif dan pengawasan, lembaga

utamanya adalah DPR.2 DPR memutus dengan musyawarah mufakat atau

dengan pemungutan suara.3 DPR merupakan Lembaga legislatif yang para

anggotanya terpilih melalui mekanisme Pemilihan Umum.

Sebagai sebuah institusi, keberadaannya sangat penting dan strategis

dalam melaksanakan perannya guna mewujudkan pemerintahan yang baik dan

1Jimly Assiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013),

h.281

2Jimly Assiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi,

(Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Kostitusi RI), 2006, h. 134

3Jimly Assiddiqie, Gagasan Amandemen UUD 1945 dan Pemilihan Presiden Secara

Langsung, (Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Kostitusi RI), 2006, h.

20

Page 13: OPTIMALISASI PERAN MAHKAMAH KEHORMATAN DEWAN …

2

bersih (good and clean governance) dalam menjalankan fungsinya perlu

senantiasa mengedepankan komitmen moral dan profesionalitas. Komitmen

tersebut menjadi sangat penting sebagai upaya untuk mewujudkan DPR yang

produktif, terpecaya, dan beribawa.4Pembentukan DPR dimaksudkan dalam

rangka mereformasi struktur parlemen Indonesia. Perubahan terhadap

ketentuan tersebut diadopsikan dalam naskah Perubahan Pertama dan Kedua,

DPR merupakan lembaga perwakilan berdasarkan aspirasi dan paham politik

rakyat berdasarkan jumlah penduduk secara generik.5

Kedudukan DPR adalah kuat, dewan ini tidak dapat dibubarkan oleh

Presiden. Untuk menjaga, memelihara, dan mengembangkan kedudukan dan

peran dasar, DPR memerlukan aturan main yang tegas dan jelas yang

diperuntukan bagi dirinya sendiri maupun dalam hubungan kerjanya dengan

badan pemerintahan lainnya. Dalam tradisi tata kelola pemerintahan di

Indonesia, aturan main ini dirumuskan dalam Undang-Undang MPR, DPR,

DPD, dan DPRD serta Tata Tertib (Tatib) DPR yang berlaku khusus untuk

urusan internal DPR, yang termasuk dalam Tatib DPR adalah batasan-batasan

perilaku anggota yang secara khusus dirumuskan dalam Kode Etik dengan unit

penegaknya, yaitu Badan Kehormatan (BK) DPR.6 Ketentuan tersebut juga

dimaksudkan untuk menjadikan DPR berfungsi secara optimal sebagai

4Marulak Pardede, Efektivitas Putusan Badan Kehormatan DPR/DPRD, (Jakarta: Badan

Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan Ham, 2011), h. 18

5A.M. Fatwa, Potret Konstitusi, Pasca Amandemen UUD 1945, (Jakarta: Kompas, 2009),

h. 313

6Sebastian Salang, M. Djadijono, dan I Made Leo Wiratma, TA. Legowo, Panduan

Kinerja DPR/DPRD, Menghindari Jeratan Hukum Bagi Anggota Dewan, (Jakarta: Forum

Sahabat, 2009), h. 11

Page 14: OPTIMALISASI PERAN MAHKAMAH KEHORMATAN DEWAN …

3

lembaga perwakilan rakyat sekaligus memperkukuh pelaksanaan saling

mengawasi dan saling mengimbangi oleh DPR.7

Sementara itu banyak hal-hal buruk yang mewarnai kiprah DPR dalam

pelanggaran kode etik seperti terungkapnya berbagai skandal korupsi, bahkan

DPR pernah diberi label sebagai lembaga terkorup, di samping peradilan, partai

politik, dan kepolisian, atau sarang penyamun. Salah satu dasar dari ungkapan

bahwa DPR merupakan sarang penyamun adalah terungkapnya seorang

anggota Komisi VII DPR-RI yang menandatangani kwitansi kosong dan

dianggap suatu kebiasaan oleh pihak Sekretariat Jenderal DPR. Ungkapan itu

menggambarkan betapa negatifnya citra dewan yang dijuluki sebagai lembaga

wakil rakyat yang terhormat itu.8

Selain itu, pelanggaran kode etik dewan juga terjadi di dalam pelaksanaan

tugas lembaga negara, seperti halnya yang terjadi pada anggota DPR periode

2009-2014 yaitu Frans Agung yang dilaporkan mantan stafnya, Denty Noviany

Sari atas kasus dugaan penggunaan gelar doktor palsu. Denty mengaku, bahwa

Frans sempat meminta dirinya untuk membuat kartu nama dengan

mencantumkan gelar tersebut.9 Kemudian ada pula Anggota DPR RI Fraksi

Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Fanny Safriansyah alias Ivan Haz yang

telah menjalani pemeriksaan di Polda Metro Jaya, Jakarta pada tanggal 29

7A.M. Fatwa, Potret Konstitusi Pasca Amandemen UUD 1945, (Jakarta: Kompas, 2009),

h. 116

8Sebastian Salang, M. Djadijono, dan I Made Leo Wiratma, TA. Legowo, Panduan

Kinerja DPR/DPRD, Menghindari Jeratan Hukum Bagi Anggota Dewan, (Jakarta: Forum

Sahabat, 2009), h. 22

9

PPP Pastikan Beri Sanksi Berat, artikel diakses pada 11 Juli 2016 dari

https://nasional.tempo.co/read/news/2016/02/25/078748307/ppp-pastikan-beri-sanksi-berat

Page 15: OPTIMALISASI PERAN MAHKAMAH KEHORMATAN DEWAN …

4

Februari 2016. Ivan Haz diperiksa sebagai tersangka kasus dugaan

penganiayaan terhadap pembantu rumah tangga. Menurut hasil pemeriksaan

Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD), Ivan terbukti menganiaya asisten

rumah tangganya bernama Toipah. Bukti tersebut ditemukan tim panel MKD

saat memeriksa Toipah, tiga rekan Toipah, serta pemilik warung di kawasan

apartemen yang dihuni Ivan.

Tidak hanya mengenai pelanggaran etik yang telah diproses hukum,

beberapa kasus yang menggambarkan keadaan isu korupsi di DPR dan belum

dilakukan tindak lanjut pembuktian pun merupakan pekerjaan rumah di

internal DPR karena belum dapat menindak dengan cepat dan tegas ketika

adanya dugaan pelanggaran etik tersebut. Di antara pelanggaran etik tersebut

ada pula pelanggaran yang melibatkan 46 anggota DPR yang menunaikan

ibadah haji dengan alasan kunjungan kerja ke Arab Saudi menggunakan

fasilitas negara. Serta mengenai kasus pengakuan beberapa anggota DPR

mengenai suap yang dilakukan BPPN (Komisi IX) yang juga tidak pernah

ditanggapi.10

Dengan berbagai pelanggaran yang sering terjadi di internal DPR, maka

DPR sendiri sebagai bagian dari pada penguatan aspirasi masyarakat Indonesia

tentu memerlukan alat kelengkapan yang berfungsi sebagai pengawas dalam

menegakan dan meningkatkan moril anggotanya agar pelanggaran-pelanggaran

tersebut dapat dikontrol dan diminimalisir terjadinya, dalam hal ini adanya

peran besar Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) diharapkan bisa

10

Sebastian Salang, M. Djadijono, dan I Made Leo Wiratma, TA. Legowo, Panduan

Kinerja DPR/DPRD, Menghindari Jeratan Hukum Bagi Anggota Dewan, (Jakarta: Forum

Sahabat, 2009), h. 38

Page 16: OPTIMALISASI PERAN MAHKAMAH KEHORMATAN DEWAN …

5

memperkecil pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh anggota DPR. Pasal

119 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Mahkamah

Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan

Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Badan Kehormatan (BK) atau

selanjutnya disebut MKD merupakan alat kelengkapan DPR yang bersifat tetap

dan bertugas melakukan penyelidikan dan verifikasi atas pengaduan

pelanggaran terhadap anggota DPR. Selain itu MKD juga bertugas melakukan

evaluasi dan penyempurnaan tata tertib dan kode etik DPR. MKD secara ideal

dapat difungsikan untuk mengawal dari dalam gerak perubahan dan pencitraan

DPR menjadi lembaga negara yang populis dan responsif.

Keberadaan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) dijelaskan dalam Tata

Tertib DPR RI. Rapat-rapat MK DPR bersifat tertutup. Jika Mahkamah

Kehormatan bertujuan untuk mengambil keputusan maka rapat tersebut harus

memenuhi kuorum. Mahkamah Kehormatan DPR bertugas melakukan

penyelidikan dan verifikasi atas pengaduan terhadap anggota DPR. Selain itu

Mahkamah Kehormatan DPR juga bertugas melakukan evaluasi dan

penyempurnaan DPR tentang tata tertib dan kode etik DPR.

Dengan demikian, berdasarkan paparan di atas penulis memilih judul

penelitian skripsi tentang “OPTIMALISASI PERAN MAHKAMAH

KEHORMATAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK

INDONESIA DALAM PENEGAKAN KODE ETIK (Analisis

Pelanggaran Kode Etik Periode 2004-2019)”.

Page 17: OPTIMALISASI PERAN MAHKAMAH KEHORMATAN DEWAN …

6

B. Identifikasi Masalah

Sesuai dengan latar belakang di atas, dengan adanya perubahan terhadap

lembaga perwakilan di Indonesia salah satunya terhadap DPR RI, seringkali

terjadi beberapa permasalahan di dalam lembaga DPR RI itu sendiri yaitu

adanya pelanggaran etik yang dilakukan oleh anggota dewan. Sehingga DPR

RI perlu lebih meningkatkan lagi efektifitas peran dan kewenangan dari pada

Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) sebagai suatu alat kelengkapan yang

bersifat tetap untuk memaksimalkan kinerja anggota DPR RI, dan bertugas

dalam sistem kontrol moril anggotanya terkait adanya pelanggaran kode etik

tersebut di dalam internal DPR RI sebagai lembaga negara.

C. Pembatasan dan Rumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Ruang lingkup penulisan skripsi ini menjelaskan tentang penetapan sanksi

kode etik serta mengaktualisasikan secara optimal peran Mahkamah

Kehormatan DPR RI sebagai alat kelengkapan yang menangani pelanggaran

kode etik anggota DPR Periode 2004-2019.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, permasalahan

yang akan dibahas dalam penelitian skripsi ini adalah:

a. Bagaimana mekanisme penetapan sanksi kode etik DPR RI dalam

Peraturan Perundang-Undangan?

b. Bagaimana peran Mahkamah Kehormatan DPR RI dalam meyelesaikan

pelanggaran kode etik periode 2004-2019?

Page 18: OPTIMALISASI PERAN MAHKAMAH KEHORMATAN DEWAN …

7

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan permasalahan yang telah dijelaskan maka, tujuan

penulisan penelitian adalah sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui mekanisme penetapan sanksi kode etik DPR RI dalam

Peraturan Perundang-Undangan.

b. Untuk mengetahui peran Mahkamah Kehormatan DPR RI dalam

meyelesaikan pelanggaran kode etik periode 2004-2019.

2. Manfaat Penelitian

Berawal dari rumusan penelitian yang telah dijelaskan di atas, ada

beberapa manfaat yang ingin penulis peroleh, yaitu:

a. Manfaat Teoritis

1) Untuk lebih memperkaya pemikiran ilmu pengetahuan baik di bidang

hukum pada umumnya maupun di bidang hukum ketatanegaraan pada

khususnya.

2) Untuk mengetahui teori yang diperoleh di perkuliahan dengan fakta

hukum yang terjadi di masyarakat, khususnya bagi Hukum Tata

Negara mengenai peran Mahkamah Kehormatan sebagai alat

kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat yang bersifat tetap sebagai

penegak etik anggota dewan dalam Sistem Pemerintahan di Indonesia.

3) Untuk menjadi pedoman bagi pihak yang ingin memperoleh khasanah

keilmuan di bidang Hukum Tata Negara, khususnya mengenai

Page 19: OPTIMALISASI PERAN MAHKAMAH KEHORMATAN DEWAN …

8

keberadaan Mahkamah Kehormatan sebagai alat kelengkapan Dewan

Perwakilan Rakyat dalam tata hukum Indonesia.

b. Manfaat Praktis

Penelitian ini bermanfaat bagi praktisi hukum, pengamat, dan pejabat

pemerintah, dan mahasiswa ilmu hukum pada khususnya tentang wujud

keberadaan Mahkamah Kehormatan sebagai alat kelengkapan Dewan

Perwakilan Rakyat dalam tata hukum Indonesia dalam pelaksanaan

penegakan kode etik, sehingga diharapkan dapat turut aktif dalam proses

pemerintahan yang demokratis dalam rangka mewujudkan tujuan

bernegara yang diamanatkan dalam Alinea IV UUD Negara Republik

Indonesia Tahun 1945. Kemudian, agar penelitian ini menjadi perhatian

dan dapat digunakan bagi semua pihak khususnya yang hidup di

lingkungan Hukum Tata Negara.

E. Metode Penelitian

Dalam bagian ini penulis akan menjelaskan secara rinci tentang hal-hal

yang terkait dengan metode penelitian dari skripsi ini, yaitu:

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian hukum yang diteliti ini menggunakan penelitian hukum

normatif empiris yang bersifat kualitatif. Penelitian kualitatif dilakukan

melalui tahap demi tahap dan makna disimpulkan selama proses berlangsung

dari awal sampai akhir kegiatan, bersifat naratif, dan holistik.11

Penelitian

ilmiah ini dimaksudkan untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika

11

A. Muri Yusuf, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Gabungan, (Jakarta:

Kencana, 2014), h. 328

Page 20: OPTIMALISASI PERAN MAHKAMAH KEHORMATAN DEWAN …

9

keilmuan hukum. Metode ini juga sering disebut sebagai penelitian

kepustakaan atau studi dokumen dan wawancara.

2. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini dibedakan antara data yang diperoleh

secara langsung dari masyarakat atau pihak terkait dalam penelitian ini dan

dari bahan-bahan pustaka. Data yang diperoleh dari masyarakat dinamakan

data primer (atau data dasar), sedangkan yang diperoleh dari bahan-bahan

pustaka lazimnya dinamakan data sekunder.12

Adapun yang termasuk dalam sumber data primer dan sekunder dalam

penelitian ini adalah:

a. Sumber Hukum Primer

Sumber hukum primer yang dimaksud adalah yang bersifat autoritatif,

artinya mempunyai otoritas. Data hukum primer merupakan data yang

diperoleh dari sumbernya, baik melalui wawancara, observasi, maupun

laporan dalam bentuk dokumen tidak resmi yang kemudian diolah sendiri

oleh peneliti.

Bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan

resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan-

putusan hakim.13

Bahan hukum primer yang digunakan oleh penulis adalah

melalui wawancara secara langsung, sedianya penulis ingin melakukan

wawancara dengan anggota MKD namun dalam pelaksanaannya penulis

12

Soejono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada, 2003), h. 12

13

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana, 2005), h. 181

Page 21: OPTIMALISASI PERAN MAHKAMAH KEHORMATAN DEWAN …

10

mengalami kendala untuk bertemu, kemudian Tenaga Ahli MKD Bapak

Yusuf, S.Ag., M.Si bersedia untuk melakukan wawancara. Hasil wawancara

sebagai bahan hukum primer kemudian dikaitkan dengan perundang-

undangan yang berlaku. Adapun peraturan perundang-undangan yang

termasuk dalam sumber hukum primer penelitian ini, yaitu:

1) Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 19 tentang Dewan Perwakilan Rakyat.

2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2014 tentang

Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan

Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

3) Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat RI Nomor 1 Tahun 2014 tentang

Tata Tertib DPR RI.

4) Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat RI Nomor 1 Tahun 2015 tentang

Kode Etik Mahkamah Kehormatan DPR RI.

5) Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat RI Nomor 2 Tahun 2015 tentang

Tata Beracara Mahkamah Kehormatan DPR RI.

6) Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor:

16/DPR RI/I/2004-2005 tentang Kode Etik DPR RI.

b. Bahan Hukum Sekunder

Sumber hukum sekunder merupakan data yang dikumpulkan oleh pihak

lain, pada waktu penelitian data telah tersedia.14

Berupa publikasi tentang

hukum meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum,

dan komentar-komentar atas putusan pengadilan.

14

Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,

2007), h. 37

Page 22: OPTIMALISASI PERAN MAHKAMAH KEHORMATAN DEWAN …

11

c. Metode Analisis Data

Metode analisis data dalam penelitian ini berupa hasil studi literatur

(kepustakaan). Cara pengolahan bahan hukum dilakukan secara deduktif yakni

menarik kesimpulan dari suatu permasalahan yang bersifat umum terhadap

permasalahan yang bersifat khusus yang dihadapi. Selanjutnya bahan hukum

yang ada dianalisis untuk mengetahui apa peran dari pada Mahkamah

Kehormatan Dewan Perwakilan Rakyat sebagai alat kelengkapan yang bersifat

tetap.

d. Tehnik Penulisan

Adapun tehnik yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah

berpedoman pada “Buku Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan

Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2012”

yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta.

F. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu

Penelitian maupun pembuatan skripsi, sering terjadi kesamaan tema yang

diambil meskipun berbeda arah dan tujuan yang diteliti. Berikut pemaparan

beberapa penelitian sebelumnya.

Tabel 1.1 Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu

No. Tinjauan Kajian Substansi Pembeda

1. Skripsi: Muhammad

Al Miyzaan

NIM: 108048000023

Judul: Penanganan

Pelanggaran Kode

Etik POLRI

Membahas mengenai

penanganan

pelanggaran kode etik

POLRI di kota

Tangerang

Pembahasan penulis

membahas tentang

penanganan

pelanggaran kode etik

terhadap anggota DPR

2. Skripsi: Rizky Membahas mengenai Pembahasan penulis

Page 23: OPTIMALISASI PERAN MAHKAMAH KEHORMATAN DEWAN …

12

Ramandhika

NIM:

1111048000074

Judul: Persetujuan

DPR Dalam

Pengangkatan

Kepolisian RI

Menurut Undang-

Undang No. 2 Tahun

2002 Tentang

Kepolisian

peran DPR dalam

pengangkatan

Kepolisian RI

mengenai peran DPR

dalam penegakan

kode etik anggota

dewan

3. Buku: Sebastian

Salang dkk

Judul: Panduan

Kinerja DPR/DPRD,

Menghindari Jeratan

Hukum Bagi

Anggota Dewan

Membahas mengenai

panduan etik anggota

DPR agar tidak

bertindak sewenang-

wenang dalam

berperilaku

Pembahasan penulis

mengenai penegakan

etik yang diadili oleh

MKD DPR

G. Sistematika Penulisan

Untuk dapat menuangkan hasil penelitian ke dalam bentuk penulisan yang

teratur dan sistematis, maka skripsi ini disusun dengan sistematika penulisan

yang terdiri dari 5 (lima) bab. Adapun sistematika yang dimaksud adalah

sebagai berikut:

BAB I Berisi pendahuluan, yang memuat latar belakang masalah,

identifikasi masalah, pembatasan dan rumusan masalah, tujuan dan

manfaat penelitian, metode penelitian, tinjauan (review) kajian

terdahulu, dan sistematika penulisan.

BAB II Berisi tentang kerangka teori kode etik yang membahas mengenai

pengertian kode etik, jenis-jenis pelanggaran kode etik, macam-

macam sanksi, dan faktor penjatuhan sanksi kode etik.

Page 24: OPTIMALISASI PERAN MAHKAMAH KEHORMATAN DEWAN …

13

BAB III Berisi tinjauan umum tentang Mahkamah Kehormatan DPR, yang

memberikan penjelasan tentang pengertian Mahkamah Kehormatan

DPR RI, komposisi pmpinan Mahkamah Kehormatan DPR RI, tugas

dan kewenangan Mahkamah Kehormatan DPR RI, mekanisme

pengambilan keputusan Mahkamah Kehormatan DPR RI.

BAB IV Bab ini berisi pokok bahasan dalam skripsi ini yaitu mengenai

pelanggaran kode etik anggota DPR RI periode 2004-2019,

kualifikasi pelanggaran dan sanksi kode etik, dan analisis peran

Mahkamah Kehormatan DPR RI dalam penegakan kode etik.

BAB V Bab ini adalah bagian penutup yang merupakan kesimpulan dari

hasil penelitian skripsi ini dan saran penulis terhadap penelitian yang

telah dibahas.

Page 25: OPTIMALISASI PERAN MAHKAMAH KEHORMATAN DEWAN …

14

BAB II

KERANGKA TEORI KODE ETIK

A. Pengertian Kode Etik

Kode etik terdiri dari dua kata, yakni kode (code) yang semula berarti

tanda, kemudian kode diartikan sebagai kumpulan peraturan yang bersistem,

dan kumpulan prinsip yang bersistem. Sementara, etika secara etimologis

berasal dari bahasa Yunani, “ethos” yang mengandung dua makna, sebagai

berikut: (1) prinsip-prinsip benar dan salah yang diterima oleh individu atau

kelompok sosial, (2) sistem prinsip yang mengatur moralitas dan perilaku yang

dapat diterima.1

Dalam istilah lain, etika disebut juga moral, yang berasal dari bahasa Latin

yakni “mos” yang artinya cara hidup atau kebiasaan.2 Etika menurut bahasa

Sansekerta lebih berorientasi kepada dasar-dasar, prinsip, aturan hidup (sila)

yang lebih baik (su). Etika merupakan kata benda abstrak yang bersifat umum.

Etika merupakan cabang filsafat yang berbicara mengenai tindakan manusia

dalam kaitannya dengan tujuan utama hidupnya. Etika mebahas baik buruk

atau benar tidaknya tingkah laku dan tindakan manusia serta sekaligus

menyoroti kewajiban-kewajiban manusia, etika mempersoalkan bagaimana

1Mujar Ibnu Syarif, Contemporary Islamic Political Discourse On The Political Ethics Of

State Officials, Shariah Journal, Vol. 22, No. 2, 2014, Artikel diakses pada 29 September

2016, dari http://e-journal.um.edu.my/public/article-view.php?id=6883., h. 163

2Wahyudi Kumorotomo, Etika Administrasi Negara, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,

2008), h. 6

Page 26: OPTIMALISASI PERAN MAHKAMAH KEHORMATAN DEWAN …

15

seharusnya manusia berbuat atau bertindak.3 Secara khusus penggunaan etika

ialah misalnya etika profesi, kode etik, dan perilaku etis.4 Ada beberapa para

ahli yang mengungkapkan pengertian-pengertian etika, diantaranya:5

1. James J. Spillane SJ

Etika ialah mempertimbangkan atau memperhatikan tingkah laku manusia

dalam mengambil suatu keputusan yang berkaitan dengan moral. Etika lebih

mengarah pada penggunaan akal budi manusia dengan objektivitas untuk

menentukan benar atau salahnya serta tingkah laku seseorang kepada orang

lain.

2. Prof. DR. Franz Magnis Suseno

Etika merupakan suatu ilmu yang memberikan arahan, acuan dan pijakan

kepada tindakan manusia.

3. Aristoteles

Mengemukakan etika kedalam dua pengertian yakni Terminius Technicus

dan Manner and Custom. Terminius Technicus ialah etika dipelajari sebagai

ilmu pengetahuan yang mempelajari suatu problema tindakan atau perbuatan

manusia. Sedangkan yang kedua yaitu, manner and custom ialah suatu

pembahasan etika yang terkait dengan tata cara dan adat kebiasaan yang

3Muhamad Mufid, Etika dan Filsafat Komunikasi, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2009),

h. 174

4Dewan Pewkilan Daerah Republik Indonesia, Menegakkan Etika Memajukan Parlemen,

Rekaman Seminar Nasional Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia: “Peran Badan

Kehormatan Dalam Menjaga Harkat, Martabat, Kehormatan, dan Citra Lembaga Legislatif”,

(Jakarta: Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia, 2013), h. 92

5Pengertian Etika Menurut Para Ahli, artikel diakses pada 3 September 2016, dari

http://www.seputarpengetahuan.com/2015/10/15-pengertian-etika-menurut-para-ahli-

terlengkap.html

Page 27: OPTIMALISASI PERAN MAHKAMAH KEHORMATAN DEWAN …

16

melekat dalam kodrat manusia (in herent in human nature) yang sangat terikat

dengan arti “baik dan buruk” suatu perilaku, tingkah laku atau perbuatan

manusia.

4. Al-Farabi6

Konsep etika yang ditawarkan Al-Farabi dan menjadi salah satu hal

penting dalam karya-karyanya, berkaitan erat dengan pembicaraan tentang jiwa

dan politik. Begitu juga erat kaitanya dengan persoalan etika ini adalah

persoalan kebahagiaan, di dalam kitab At-tanbih fi sabili al-Sa’adah dan

Tanshil al-Sa’adah, Al-Farabi menyebutkan bahwa kebahagiaan adalah

pencapaian kesempurnaan akhir bagi manusia, Al-Farabi juga menekankan

empat jenis sifat utama yang harus menjadi perhatian untuk mencapai

kebahagiaan di dunia dan di ahirat bagi bangsa-bangsa dan setiap warga

negara, yakni :

1. Keutamaan teoritis, yaitu prinsip-prinsip pengetahuan yang diperoleh sejak

awal tanpa diketahui cara dan asalnya, juga yang diperoleh dengan

kontemplasi, penelitian, dan melalui belajar.

2. Keutamaan pemikiran, adalah yang memungkinkan orang mengetahui hal-

hal yang bermanfaat dalam tujuan. Termasuk dalm hal ini, kemampuan

membuat aturan-aturan, karena itu disebut keutamaan pemikiran budaya

(fadhail fikriyah madaniyyah).

3. Keutamaan akhlak, bertujuan mencari kebaikan. Jenis keutamaan ini

berada di bawah dan menjadi syarat keutamaan pemikiran, kedua jenis

6Konsep Etika Menurut Para Filosof Muslim, artikel diakses pada 22 September 2016,

dari https://8tunas8.wordpress.com/2010/04/07/etika-menurut-para-filosof-muslim

Page 28: OPTIMALISASI PERAN MAHKAMAH KEHORMATAN DEWAN …

17

keutamaan tersebut, terjadi dengan tabiatnya dan bisa juga terjadi dengan

kehendak sebagai penyempurna tabiat atau watak manusia.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian etika adalah

aturan perilaku yang menjadi kebiasaan masyarakat, bersifat baik terhadap

suatu peristiwa tertentu dengan mengindahkan sesuatu yang diperbolehkan

dalam suatu wilayah tertentu dan bersifat buruk ketika tidak diindahkan dengan

suatu perbuatan yang dilarang.

Ada pun perbedaan etika dan moral. Etika lebih condong kearah ilmu

tentang baik atau buruk, selain itu etika lebih sering dikenal dengan kode etik.

Moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan atau nilai yang

berkenaan dengan baik buruk. Kemudian moral dan hukum juga dapat

dibedakan walau sebenarnya atau keduanya terdapat hubungan yang cukup erat

karena antara yang satu dengan yang lain saling mempengaruhi dan saling

membutuhkan.

Kualitas hukum ditentukan oleh moralnya, karena itu hukum harus dinilai

atau diukur dengan norma moral. Undang-undang moral tidak dapat diganti

apabila dalam suatu masyarakat kesadaran moralnya mencapai tahap cukup

matang. Sebaiknya moral pun membutuhkan hukum, moral akan mengambang

saja apabila tidak dikukuhkan, diungkapkan, dan dilembagakan dalam

masyarakat. Dengan demikian hukum dapat meningkatkan dampak sosial

moralitas. Adapun perbedaan moral dan hukum tersebut antara lain:7

7Muhamad Mufid, Etika dan Filsafat Komunikasi, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2009),

h. 179

Page 29: OPTIMALISASI PERAN MAHKAMAH KEHORMATAN DEWAN …

18

1. Hukum bersifat objektif karena hukum dituliskan dan disusun dalam kitab

undang-undang maka hukum lebih memiliki kepastian yang lebih besar.

2. Norma bersifat subjektif dan akibatnya sering kali diganggu oleh

pertanyaan atau diskusi yang menginginkan kejelasan tentang etis dan

tidaknya.

3. Hukum hanya membatasi ruang lingkupnya pada tingkah laku lahiriah

manusia saja.

4. Sedangkan moralitas menyangkut perilaku batin seseorang.

5. Sanksi hukum biasanya dapat dipaksakan.

6. Sedangkan sanksi moral satu-satunya adalah pada kenyataan bahwa hati

nuraninya akan merasa tidak tenang.

7. Sanksi hukum pada dasarnya didasarkan pada kehendak masyarakat.

8. Sedangkan moralitas tidak akan dapat diubah oleh masyarakat.

Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa masalah etika selalu

berhubungan dengan kebiasaan atau watak manusia (sebagai individu atau

dalam kedudukan tertentu), baik kebiasaan atau watak yang baik maupun

kebiasaan atau watak yang buruk. Watak baik yang termanifestasikan dalam

kelakuan baik, sering dikatakan sebagai sesuatu yang patut atau sepatutnya.

Sedangkan watak buruk yang termanifestasikan dalam kelakuan buruk, sering

dikatakan sebagai sesuatu yang tidak patut atau tidak sepatutnya.8

Sebelumnya, Kode Etik DPR RI didasarkan pada Keputusan Dewan

Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor: 16/DPR RI/I/2004-2005

8Holilah, Etika Administrasi Publik, Jurnal Review Politik Volume 03 Nomor 02,

Desember, 2013, h. 234

Page 30: OPTIMALISASI PERAN MAHKAMAH KEHORMATAN DEWAN …

19

tentang Kode Etik dan telah mengalami beberapa kali perubahan yaitu pada

tahun 2009, 2011, dan 2015. Kode Etik DPR, selanjutnya disebut Kode Etik

adalah norma yang wajib dipatuhi oleh setiap Anggota selama menjalankan

tugasnya untuk menjaga martabat, kehormatan, citra, dan kredibilitas DPR.

Etika menyangkut hal-hal terkait dengan kepatutan yaitu, hal-hal yang boleh

dan tidak boleh dilakukan oleh Anggota DPR RI.

Perkembangan saat ini perilaku politik telah mengalami disorientasi, di

sinilah etika berperan membantu bangsa dalam mencari orientasi yang

tujuannya untuk memberikan panduan dan pedoman dalam bertindak dan

bersikap. Kode Etik merupakan instrument untuk pengendalian sikap dan

tindakan anggota legislatif guna mencegah terjadinya penyalahgunaan

wewenang dan atau kesewenang-wenangan dalam menjalankan tugas dan

fungsinya. Kode etik memerlukan suatu Mahkamah Kehormatan Dewan

(MKD) untuk mengawasi pelaksanaan profesi dan pelaksanaan kode etik.9

Selain itu pendirian MKD didasarkan pada dua hal, yaitu dasar filosofis

dan dasar yuridis. Pada dasar filosofis, etika politik merupakan dasar

konseptual. Etika Politik merupakan ilmu yang fundamental untuk melihat

gejala-gejala politik dari sisi moralitas. Sedangkan dasar yuridis, dapat dilihat

melalui pendekatan kelembagaan dalam lingkup tata hukum nasional.10

Selain nilai-nilai etika di atas, kode etik juga bisa dijadikan sebagai

pedoman bagi seorang legislator dalam menjalankan tugas dan

9Muhammad Nuh, Etika Profesi Hukum, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2011), h. 50

10

Rizqi Ramadhani, Dilema Badan Kehormatan DPR Antara Penegak Etika Anggota

Dewan Dan Kepentingan Fraksi, (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013), h. 27

Page 31: OPTIMALISASI PERAN MAHKAMAH KEHORMATAN DEWAN …

20

kewenangannya. Pada dasarnya kode etik adalah suatu hukum etik. Hukum etik

biasanya dibuat oleh suatu organisasi atau suatu kelompok, sebagai suatu

patokan tentang sikap mental yang wajib dipatuhi oleh para anggotanya dalam

menjalankan tugasnya.11

Kode etik sendiri bertujuan membantu anggota DPR RI dalam

melaksanakan setiap wewenang, tugas, kewajiban, dan tanggung jawabnya

kepada negara, masyarakat dan konstituen. Kode etik membantu kinerja

anggota DPR RI yang berada dalam Mahkamah Kehormatan guna memantau

perilaku politik yang etis, melalui wewenang tugas, kewajiban dan tanggung

jawabnya. Kode etik dalam hal ini dapat disebut sebagai penjaga profesi yang

berorientasi pada peran seorang anggota legislatif. Etika diperlukan dalam

menjaga profesionalisme. Etika berfungsi menjaga agar pelaku profesi tetap

terikat (committed) pada tujuan sosial profesi, sehingga etika profesi dapat

berfungsi memelihara agar profesi itu tetap dijalankan sesuai dengan harapan

lingkungan sosialnya.12

Materi kode etik berisikan kepribadian dan tanggung jawab anggota,

penyampaian pernyataan, ketentuan dalam rapat dan perjalanan dinas. Lalu,

materi tentang kekayaan, imbalan dan pemberian hadiah. Konflik kepentingan

dan perangkapan jabatan. Materi tentang kerahasiaan negara, hubungan dengan

mitra kerja serta sanksi dan rehabilitasi. Kode etik bersifat mengikat dan wajib

11

Holilah, Etika Administrasi Publik, Jurnal Review Politik, Volume 03 Nomor 02,

Desember, 2013, h. 245

12

Elizabeth Elza Astari Retaduari dan Lukas S. Ispandriarno, Hubungan Keanggotaan

Wartawan dalam Organisasi Pers dengan Pengetahuan tentang Kode Etik Jurnalistik (Studi

Eksplanatif terhadap Wartawan Anggota PWI Cabang Yogyakarta), h. 2

Page 32: OPTIMALISASI PERAN MAHKAMAH KEHORMATAN DEWAN …

21

dipatuhi anggota DPR RI selama di dalam maupun di luar gedung, demi

menjaga martabat, kehormatan, citra dan kredibilitas DPR RI. Saat ini, kode

etik DPR RI sudah berbentuk Peraturan. Yang menjaga martabat DPR RI

bukanlah lembaga semacam Mahkamah Kehormatan Dewan, tetapi kode etik

itu sendiri. Ini berarti kode etik adalah produk yang amat penting dan bahkan

kode etik menjadi perisai pelindung DPR RI.

B. Jenis-jenis Pelanggaran Kode Etik

Pelanggaran kode etik dewan adalah persoalan klasik yang selalu menjadi

persoalan dalam kehidupan nasional maupun internasional. Dalam kehidupan

berlembaga, berorganisasi, dan bernegara, pelanggaran kode etik oleh para

elitnya merupakan hal penting bagi masyarakat dalam menilai intergritas

seseorang dalam menjalankan jabatan publiknya maupun kredibilitas

lembaganya.13

Adapun jenis-jenis pelanggaran etik sesuai dengan Peraturan

DPR RI Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Kode Etik Dewan Perwakilan Rakyat

Republik Indonesia antara lain yaitu:

1. Pelanggaran Ringan

Pelanggaran ringan adalah pelanggaran Kode Etik dengan kriteria sebagai

berikut:

a. Tidak mengandung pelanggaran hukum

b. Tidak menghadiri rapat yang merupakan fungsi, tugas, dan

wewenangnya sebanyak 40% (empat puluh persen) dari jumlah rapat

paripurna dalam 1 (satu) masa sidang atau 40% (empat puluh persen) dari

jumlah rapat Alat Kelengkapan DPR dalam 1 (satu) masa sidang tanpa

keterangan yang sah dari pimpinan fraksi atau ketua kelompok fraksi

13

Dewan Pewkilan Daerah Republik Indonesia, Menegakkan Etika Memajukan Parlemen,

Rekaman Seminar Nasional Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia: “Peran Badan

Kehormatan Dalam Menjaga Harkat, Martabat, Kehormatan, dan Citra Lembaga Legislatif”,

(Jakarta: Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia, 2013), h. 38

Page 33: OPTIMALISASI PERAN MAHKAMAH KEHORMATAN DEWAN …

22

c. Menyangkut etika pribadi dan keluarga

d. Menyangkut Tata Tertib rapat yang tidak diliput media massa

2. Pelanggaran Sedang

Pelanggaran sedang adalah pelanggaran Kode Etik dengan kriteria sebagai

berikut:

a. Mengandung pelanggaran hukum

b. Mengulangi perbuatannya yang telah dikenai sanksi ringan oleh MKD

c. Mengulangi ketidakhadiran dalam rapat yang merupakan fungsi, tugas,

dan wewenangnya sebanyak 40% (empat puluh persen) dari jumlah rapat

paripurna dalam 1 (satu) masa sidang atau 40% (empat puluh persen) dari

jumlah rapat Alat Kelengkapan DPR dalam 1 (satu) masa sidang tanpa

keterangan yang sah dari pimpinan fraksi atau ketua kelompok fraksi

setelah sebelumnya mendapatkan sanksi ringan

d. Menyangkut pelanggaran tata tertib rapat yang menjadi perhatian publik.

3. Pelanggaran Berat

Pelanggaran berat adalah pelanggaran Kode Etik dengan kriteria sebagai

berikut:

a. Mengulangi perbuatannya yang telah dikenai sanksi sedang oleh MKD

b. Tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam undang-

undang yang mengatur mengenai Majelis Permusyawaratan Rakyat,

Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah

c. Tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan

tetap sebagai Anggota selama 3 (tiga) bulan berturut-turut tanpa

keterangan yang sah

d. Tidak lagi memenuhi syarat sebagai Anggota sebagaimana ketentuan

mengenai syarat calon Anggota yang diatur dalam undang–undang yang

mengatur mengenai pemilihan umum anggota Dewan Perwakilan

Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah

e. Melanggar ketentuan larangan sebagaimana diatur dalam undang-undang

yang mengatur mengenai Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan

Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah

f. Tertangkap tangan melakukan tindak pidana

g. Terbukti melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana penjara

paling singkat 5 (lima) tahun dan telah memperoleh putusan yang

berkekuatan hukum tetap.

Page 34: OPTIMALISASI PERAN MAHKAMAH KEHORMATAN DEWAN …

23

C. Macam-Macam Sanksi

Setiap aturan diciptakan untuk mengatur kontrol hidup seseorang agar

tetap menjalankan hidup sesuai dengan kelakuan yang baik yang telah

ditetapkan dalam suatu tatanan kehidupan, adapun ketika seseorang telah

melanggar aturan tersebut maka akan ada suatu hal yang disebut sebagai sanksi

yang berfungsi sebagai proses jera agar orang tersebut tidak lagi mengulangi

kesalahan lainnya.

Penerapan sanksi atas suatu pelanggaran merupakan bagian penutup yang

penting di dalam penegakan hukum pemerintahan. Adanya penjatuhan sanksi

terhadap pelanggaran norma-norma pemerintahan pasti akan menimbulkan

konsekuensi bagi pemerintah untuk melakukan suatu tindakan atau perbuatan

berupa penerapan sanksi hukum kepada warga masyarakat yang telah

melakukan perbuatan melanggar norma pemerintahan, seperti tidak ditaatinya

izin yang telah dikeluarkan oleh pemerintah atau tidak sesuai dengan

peruntukan dari izin tersebut sehingga menimbulkan kerugian bagi pemerintah.

Sehingga dalam hal ini pemerintah harus melakukan suatu tindakan berupa

penerapan sanksi baik yang berkaitan dengan pengenaan denda administrasi,

paksaan pemerintah (bestuursdwang), pengenaan uang paksa (dwangsom),

maupun pencabutan kembali terhadap izin yang telah dikeluarkan.14

Jenis sanksi pemerintahan dapat dilihat dari segi sasarannya, yakni berupa

sanksi reparatoir artinya sanksi yang diterapkan sebagai reaksi atas terjadinya

pelanggaran norma-norma pemerintahan, sehingga ditujukan untuk

14

Aminuddin Ilmar, Hukum Tata Pemerintahan, (Jakarta: Kencana, 2014), h. 299

Page 35: OPTIMALISASI PERAN MAHKAMAH KEHORMATAN DEWAN …

24

mengembalikan pada kondisi semula sebelum terjadinya pelanggaran tersebut.

Selain itu sanksi tidak hanya bersifat sanksi punitif yang artinya sanksi yang

ditujukan untuk memberikan hukuman pada seseorang, misalnya berupa denda

administrasi, akan tetapi juga sanksi regresif yaitu sanksi yang diterapkan

sebagai reaksi atas ketidakpatuhan terhadap ketentuan yang terdapat pada

keputusan atau ketetapan yang diterbitkan.15

Seiring dengan luasnya ruang lingkup dalam penegakan kode etik yang

diatur dalam peraturan tentang kode etik, macam-macam sanksi dalam rangka

penegakan peraturan itu menjadi beragam. Peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun

2015 tentang Kode Etik Dewan Perwakilan Rakyat RI, adapun jenis sanksi

yang diberikan kepada anggota yang dinyatakan bersalah berdasarkan putusan

MKD berupa:

1. Sanksi ringan dengan teguran lisan atau teguran tertulis

2. Sanksi sedang dengan pemindahan keanggotaan pada alat kelengkapan

DPR atau pemberhentian dari jabatan pimpinan DPR atau pimpinan alat

kelengkapan DPR

3. Sanksi berat dengan pemberhentian sementara paling singkat 3 (tiga) bulan

atau pemberhentian sebagai anggota.

Tabel 2.1 Jenis Pelanggaran dan Penjatuhan Sanksi

No. Jenis Pelanggaran Sanksi

1. Menjadi narapidana saat dilantik Berat

2. Sakit selama 1 tahun Berat

15

Aminuddin Ilmar, Hukum Tata Pemerintahan, (Jakarta: Kencana, 2014), h. 301

Page 36: OPTIMALISASI PERAN MAHKAMAH KEHORMATAN DEWAN …

25

3. Menjadi terdakwa pada kasus tipikor Berat

4. Diindikasi adanya konflik kepentingan Sedang

5. Terbukti melanggar kode etik Ringan

Berdasarkan Peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2015 tentang Kode Etik

Terkait jenis pelanggaran dan penjatuhan sanksi di atas, terbagi menjadi tiga

yaitu sanksi ringan, sanksi sedang, dan sanksi berat. Misalnya seperti kasus

anggota dewan menjadi seorang narapidana ketika dilantik, dan sakit selama 1

tahun karena yang bersangkutan tidak dapat melaksanakan tugas secara

berkelanjutan sebagai anggota dewan, pelanggaran ini termasuk dalam

kualifikasi sanksi berat dengan pemberhentian tetap sebagai anggota DPR RI.

Menjadi terdakwa pada kasus tipikor termasuk dalam pelanggaran berat dan

dikenakan sanksi pemberhentian sementara.

Adanya konlik kepentingan dapat dikenakan sanksi sedang yaitu seperti

pemindahan dari Alat Kelengkapan Dewan (AKD). Sanksi pelanggaran ringan

apabila terbukti melanggar kode etik seperti tidak menghadiri rapat 40 persen

(%) dalam 1 masa sidang tanpa keterangan yang sah dari pimpinan fraksi.

Selain itu, sanksi ringan dapat dijatuhkan apabila suatu pelanggaran tidak

mengandung pelanggaran hukum.

Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 2 Tahun

2015 tentang Tata Beracara Mahkamah Kehormatan Dewan Perwakilan Rakyat

Republik Indonesia dalam hal Teradu tidak terbukti melanggar Kode Etik,

putusan disertai rehabilitasi kepada Teradu.

Page 37: OPTIMALISASI PERAN MAHKAMAH KEHORMATAN DEWAN …

26

D. Faktor Penjatuhan Sanksi Kode Etik

Seorang anggota dewan dikatakan telah melakukan pelanggaran kode etik

ketika adanya laporan terhadap yang bersangkutan baik melalui perkara

pengaduan maupun perkara tanpa pengaduan, selain itu adanya penyelidikan

dari pihak MKD sendiri merupakan suatu tindaklanjut atas pengaduan yang

ada. Diperlukan sebuah fakta-fakta untuk menjelaskan bahwa telah terjadi

suatu pelanggaran kode etik oleh anggota dewan.

Fakta adalah hal atau keadaan yang merupakan kenyataan atau sesuatu

yang benar-benar ada atau terjadi. Fakta bersifat objektif. Setiap orang akan

memiliki kesamaan dalam pengamatan suatu fakta. Sebuah fakta mempunyai

kebenaran mutlak dan tidak bisa dibantah. Sebelum adanya penjatuhan sanksi

terhadap anggota dewan yang diduga telah melanggar kode etik maka, fakta-

fakta diperlukan sebagai alat bukti dalam pelaksanaan perkara, adapun

beberapa faktor yang mempengaruhi penjatuhan sanksi melalui putusan MKD.

Bukti pelanggaran etik DPR terbagi atas 2 yaitu, bukti yang bersifat

administrasi dan bukti yang bersifat materi. Bukti administrasi adalah bukti

yang diajukan oleh Pengadu atas kelengkapan pengaduan seperti identitas

Pengadu dan Teradu yang kemudian diserahkan kepada Sekretariat MKD

untuk ditindaklanjuti. Sedangkan bukti yang bersifat materi terkait

permasalahan yang diadukan dan berkaitan dengan fakta dan peristiwa

pengaduan.

Pembuktian menjadi dasar pengambilan keputusan dalam sidang

verifikasi. Proses pengambilan keputusan adalah verifikasi terhadap risalah

Page 38: OPTIMALISASI PERAN MAHKAMAH KEHORMATAN DEWAN …

27

atau transkrip rekaman rapat dan/atau sidang verifikasi, pendapat etik seluruh

pimpinan dan anggota MKD. MKD menetapkan keputusan hasil penyelidikan

dan verifikasi. Sebelum mengambil keputusan, seluruh hasil sidang rapat MKD

diverifikasi dan hasilnya ditulis dalam lembar keputusan. Peraturan DPR RI

Nomor 2 Tahun 2015 tentang Tata Beracara Mahkamah Kehormatan Dewan

Perwakilan Rakyat Republik Indonesia putusan MKD tersebut didasarkan atas:

1. Asas kepatutan, moral, dan etika16

Asas ini didasarkan atas penilaian seorang hakim secara hati nuraninya

dalam memutuskan suatu perkara dengan memperhitungkan kepatutan, moral,

dan etika pelaku pelanggar kode etik yang telah dianggap menjadi cerminan

bagi rakyat.

2. Fakta dalam hasil Sidang MKD

Merupakan bukti-bukti yang didapatkan ketika adanya dugaan

pelanggaran sampai proses persidangan berlangsung dan telah terbukti adanya

pelanggaran sampai putusan bersifat final.

3. Fakta dalam pembuktian

Merupakan hasil verifikasi dan penyelidikan atas perkara pengaduan atau

pengamatan dan evaluasi atas perkara tanpa pengaduan untuk digunakan

sebagai bukti bahwa anggota tertentu diduga telah melakukan pelanggaran.

4. Fakta dalam pembelaan

Fakta pembelaan yaitu bukti sebagai pembelaan atas dugaan pelanggaran

yang telah diajukan kepada MKD sebagai penegak etik anggota dewan.

16

Wawancara pribadi dengan Yusuf, Staf Tenaga Ahli Mahkamah Kehormatan DPR RI,

(Jakarta, 2 September 2016)

Page 39: OPTIMALISASI PERAN MAHKAMAH KEHORMATAN DEWAN …

28

5. Tata Tertib dan Kode Etik

Sebagai pedoman dalam memutuskan suatu perkara ketika rapat, sidang,

sampai penjatuhan putusan dengan memperhatikan peraturan tentang Tata

Tertib dan Kode Etik.

Page 40: OPTIMALISASI PERAN MAHKAMAH KEHORMATAN DEWAN …

29

BAB III

TINJAUAN UMUM TENTANG MAHKAMAH KEHORMATAN

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT RI

A. Mahkamah Kehormatan Dewan Perwakilan Rakyat RI

Pada awalnya lembaga ini bernama Dewan Kehormatan (DK) sebelum

diresmikan sebagai alat kelengkapan yang bersifat tetap dan berganti nama

menjadi Badan Kehormatan (BK) pada tahun 2003 dan kemudian diubah

menjadi Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) seperti saat ini.1 Perubahan

nama MKD dibentuk berdasarkan amanat Pasal 83 ayat (1) UU Nomor 17

Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD sebagaimana telah diubah

dengan UU Nomor 42 Tahun 2014. Pada 2 periode sebelumnya, MKD

bernama BK, kemudian dengan adanya revisi UU Nomor 27 Tahun 2012

tentang MPR, DPR, DPD, DPRD, BK berganti nama menjadi MKD. Beberapa

perubahan terkait MKD, yaitu:

1. Jumlah anggota yang semula 13 orang menjadi 17 orang.

2. Pimpinan MKD semula 3 orang terdiri dari 1 orang ketua dan dua orang

wakil ketua, berdasarkan UU Nomor 42 Tahun 2015 perubahan atas UU

Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD ditambah 1 orang

wakil ketua.

1Nur Habibi, Praktik Pengawasan Etika Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia,

Jurnal Cita Hukum, Volume 1, Juni 2014, h. 47

Page 41: OPTIMALISASI PERAN MAHKAMAH KEHORMATAN DEWAN …

30

3. Pembentukan Panel. Berdasarkan Pasal 148 UU Nomor 17 Tahun 2014

tentang MPR, DPR, DPD, DPRD, MKD harus membentuk Panel yang

terdiri dari 3 orang anggota MKD dan 4 orang dari unsur masyarakat.

Mahkamah Kehormatan Dewan yang selanjutnya disebut MKD

merupakan lembaga baru di parlemen Indonesia, MKD di DPR pada periode

sebelumnya diberi nama ”Dewan Kehormatan” yang tidak bersifat tetap dan

hanya dibentuk bila terdapat kasus dan disepakati untuk menuntaskan suatu

kasus yang menimpa anggota DPR.2 Berbeda halnya dengan periode 1999–

2004 yang menyebut: ”Dewan Kehormatan” sebagai kelembagaan yang tidak

bersifat tetap (ad hoc) karena lembaga ini dapat dibentuk oleh DPR RI bila

terdapat kasus terkait dengan perilaku anggota DPR RI. Hingga periode 1999–

2004 berakhir, tidak ada kasus yang berhasil diproses oleh ”Dewan

Kehormatan”, sehingga dalam periode tersebut ”Dewan Kehormatan” belum

pernah terbentuk guna menjalankan tugas dan fungsinya dalam penegakan

Kode Etik DPR RI.3

MKD merupakan salah satu AKD yang dibentuk berdasarkan amanat

Pasal 98 ayat (2) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan

Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD serta Keputusan DPR Nomor

08/DPR RI/2005-2006 tentang Peraturan Tata Tertib DPR RI Pasal 56-63 yang

ditetapkan tanggal 27 September 2005. Berdasarkan Pasal 57 Peraturan Tata

2Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan Ham RI, Efektivitas

Putusan Badan Kehormatan DPR/DPRD, (Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional

Kementerian Hukum dan Ham RI, 2011), h. 27

3Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan Ham RI, Efektivitas

Putusan Badan Kehormatan DPR/DPRD, (Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional

Kementerian Hukum dan Ham RI, 2011), h. 16

Page 42: OPTIMALISASI PERAN MAHKAMAH KEHORMATAN DEWAN …

31

Tertib DPR, Dewan menetapkan susunan dan keanggotaan MKD menurut

perimbangan dan pemerataan jumlah anggota tiap-tiap fraksi, pada permulaan

masa keanggotaan DPR dan permulaan Tahun Sidang dengan jumlah anggota

13 orang, yang terdiri dari tiga orang Pimpinan dan 10 anggota.4 Semenjak

bergulirnya UU No.22 Tahun 2003, MKD menjadi alat kelengkapan DPR yang

bersifat tetap dan senantiasa diartikan sebagai penjaga dan penegak etik.5

Mahkamah Kehormatan bekerja dan kode etik adalah pedoman

perilakunya. Dalam pelaksanaannya, MKD memiliki dua sanksi yang sangat

penting, yaitu sanksi moral dan sanksi hukum.6 Dapat dipahami bahwa sanksi

moral terjadi secara langsung menunjuk dirinya sendiri bersalah atau telah

melakukan suatu perbuatan tercela sehingga efeknya menyangkut psikologis

seseorang dalam berfikir dan berperilaku sehingga apa yang dirasakan dalam

batinnya tidak dapat diketahui orang lain, sedangkan sanksi hukum sendiri

jelas terlihat dan dapat dirasakan.

Sesuai UU MPR, DPR, DPD, dan DPRD saat ini pembentukan MKD

bersifat tetap dan bertujuan menjaga serta menegakan kehormatan dan

keluhuran martabat DPR sebagai lembaga perwakilan rakyat. Pembentukan

MKD sendiri merupakan respon atas sorotan publik akan kinerja para anggota

dewan yang dinilai buruk. Berdasarkan Pasal 79 Peraturan DPR RI Nomor 1

4Sekretariat Jenderal DPR RI, Laporan Lima Tahun DPR RI 2004-2009: Mengemban

Amanat dan Aspirasi Rakyat, (Jakarta: Sekretariat Jenderal DPR RI, 2009), h. 129

5Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia, Menegakkan Etika Memajukan

Parlemen, Rekaman Seminar Nasional Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia: Peran

Badan Kehormatan Dalam Menjaga Harkat, Martabat, Kehormatan, dan Citra Lembaga

Legislatif, (Jakarta: Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia, 2013), h. 46

6Nur Habibi, Praktik Pengawasan Etika Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia,

Jurnal Cita Hukum, Volume 1, Juni 2014, h. 42

Page 43: OPTIMALISASI PERAN MAHKAMAH KEHORMATAN DEWAN …

32

Tahun 2014 tentang Tata Tertib DPR RI menetapkan susunan dan keanggotaan

MKD yang terdiri atas semua Fraksi dengan memperhatikan perimbangan dan

pemerataan jumlah anggota setiap Fraksi pada permulaan masa keanggotaan

DPR dan permulaan tahun sidang.

Perubahan nama BK menjadi MKD juga bertujuan untuk memperkuat

sebuah Mahkamah Kehormatan Dewan dalam menjaga dan menertibkan moril

dan perilaku buruk seorang anggota dewan serta melindungi anggota DPR dari

citra buruk pelaku pelanggar etik. Perubahan nomenklatur ini tidak semata-

mata berupa perubahan nama, namun juga peningkatan kewenangan MKD.

Tugas dan kewenangan MKD hampir sama dengan BK yaitu melakukan

penyelidikan dan verifikasi atas pengaduan terhadap anggota, namun MKD

memiliki tujuan eksplisit untuk menjaga serta menegakkan kehormatan dan

keluhuran martabat DPR sebagai lembaga perwakilan rakyat,7 juga untuk

memperkuat suatu alat kelengkapan yang berfungsi dalam menyelesaikan

perkara etik.

B. Komposisi Pimpinan Mahkamah Kehormatan DPR RI

Berdasarkan ketentuan Tartib DPR pasal 80 ayat (1) dan (2), Pimpinan

MKD merupakan satu kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif dan kolegial.

Pimpinan MKD terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan paling banyak 2 (dua)

orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh anggota MKD dalam satu paket

yang bersifat tetap berdasarkan usulan Fraksi sesuai dengan prinsip

musyawarah untuk mufakat. Berikut komposisi pimpinan MKD.

7 Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Langkah DPR Menuju Parlemen

Modern Dalam Demokrasi Indonesia Laporan Kinerja DPR (1 Oktober 2014—13 Agustus

2015), (Jakarta, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, 2015), h. 64

Page 44: OPTIMALISASI PERAN MAHKAMAH KEHORMATAN DEWAN …

33

1. Periode 2004-2009

Tabel 3.1 Komposisi Pimpinan MKD Periode 2004-2009

Jabatan Nama Fraksi Masa Jabatan

Ketua Drs. H. Slamet

Yusuf Effendi,

M.si

FPG Menjabat dari 29 Oktober 2004

sampai 23 Agustus 2007

Drs. H.M Irsyad

Sudiro M,Si

FPG Menjabat selama sisa periode

Wakil

Ketua

Drs. Soewarno FPDIP Menjabat pada Tahun pertama

Ir. Soetjipto (Alm) FPDIP Menjabat pada Tahun ketiga

Permadi, SH FPDIP Hanya Menjabat selama 3 Bulan

pada tahun ke 3

Prof.Dr.T. Gayus

Lumbuun, SH, MH

FPDIP Menjabat selama tahun ke 5

Wakil

Ketua

Tiurlan Basaria

Hutagoul, S.Th,

MA

FPDS Menjabat penuh selama periode.

Tidak pernah

digantikan oleh Fraksi

2. Periode 2009-2014

Tabel 3.2 Komposisi Pimpinan MKD Periode 2009-2014

Jabatan Nama Fraksi Masa Jabatan

Ketua Prof. Dr. T.

Gayus Lumbuun,

SH, MH

FPDIP Menjabat selama 1 tahun.

Diberhentikan oleh Fraksi

karena konflik Internal BK

DPR Tahun 2010

H.Tri Tamtomo,

SH

FPDIP Hanya menjabat selama tiga

bulan lalu digantikan kembali

oleh Gayus Lumbuun

Dr. M. Prakosa FPDIP Menjabat selama 2 tahun

Page 45: OPTIMALISASI PERAN MAHKAMAH KEHORMATAN DEWAN …

34

menggantikan Gayus Lumbuun

dari Fraksi yang sama

Trimedya

Panjaitan, Sh,

MH.

FPDIP Baru menjabat selama 4 bulan

dari bulan Maret 2013

Wakil

Ketua

H. Abdul Wahab

Dalimuntthe, SH

F-PD Wakil ketua BK dari Fraksi

Demokrat yang tidak pernah

digantikan oleh Fraksi.

Wakil

Ketua..

Chairumman

Harahap, SH, MH

F-PG Hanya menjabat pada tahun

pertama periode 2009-20014

Nudirman Munir,

SH, MH

F-PG Menjabat selama 2 Tahun

(2010-2012)

Dr.(Hc) Ir.

Siswono Yudo

Husodo.

F-PG Menjabat dari tahun 2012-2014

3. Periode 2014-2019

Tabel 3.3 Komposisi Pimpinan MKD Periode 2014-2019

Jabatan Nama Fraksi Masa Jabatan

Ketua Dr. K. H.

Surahman

Hidayat, MA

FPKS Menjabat dari tahun 2014-

2016

Ir. Sufmi Dasco

Ahmad

FPGerind

ra

Mulai menjabat pada tahun

2016

Wakil

Ketua

Dr. Ir. Lili

Asdjudiredja,

SE, P.hd

FPGolkar Menjabat dari tahun 2014

hingga sekarang

Dr. Junimart

Girsang, SH,

MBA, MH

FPDIP Menjabat dari tahun 2014

hingga sekarang

Ir. Sufmi Dasco FPGerind Menjabat dari tahun 2014-

Page 46: OPTIMALISASI PERAN MAHKAMAH KEHORMATAN DEWAN …

35

Ahmad ra 2016

Prof. Dr. H.

Hamka Haq,

MA

FPDIP Baru menjabat pada tahun

2016

H. Sarifuddin

Sudding, SH,

MH

FHanura Menjabat pada tahun 2016

C. Tugas dan Kewenangan Mahkamah Kehormatan Dewan Perwakilan

Rakyat RI

Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 2 Tahun

2015 Tentang Tata Beracara Mahkamah Kehormatan Dewan Perwakilan

Rakyat Republik Indonesia Mahkamah Kehormatan Dewan Perwakilan Rakyat

RI (MKD RI) memiliki tugas sebagai berikut:

1. Melakukan pemantauan dalam rangka fungsi pencegahan terhadap

perilaku anggota agar tidak melakukan pelanggaran atas kewajiban

anggota sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur

mengenai Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat,

Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah serta

peraturan DPR yang mengatur mengenai Tata Tertib dan Kode Etik.

2. Melakukan penyelidikan dan verifikasi atas pengaduan terhadap Anggota

karena:

a. Tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam undang-

undang yang mengatur mengenai Majelis Permusyawaratan Rakyat,

Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah.

b. Tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan

tetap sebagai Anggota selama 3 (tiga) bulan berturut-turut tanpa

keterangan yang sah.

c. Tidak lagi memenuhi syarat sebagai Anggota sebagaimana ketentuan

mengenai syarat calon Anggota yang diatur dalam undang–undang

mengenai pemilihan umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan

Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

d. Melanggar ketentuan larangan sebagaimana diatur dalam undang-

undang yang mengatur mengenai Majelis Permusyawaratan Rakyat,

Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah.

Page 47: OPTIMALISASI PERAN MAHKAMAH KEHORMATAN DEWAN …

36

3. Mengadakan sidang untuk menerima tindakan dan/atau peristiwa yang

patut diduga dilakukan oleh Anggota sebagai pelanggaran terhadap

undang-undang yang mengatur mengenai Majelis Permusyawaratan

Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, serta peraturan DPR yang mengatur

mengenai Tata Tertib dan Kode Etik.

4. Menerima surat dari pihak penegak hukum tentang pemberitahuan

dan/atau pemanggilan dan/atau penyidikan kepada Anggota atas dugaan

melakukan tindak pidana.

5. Meminta keterangan dari pihak penegak hukum tentang pemberitahuan

dan/atau pemanggilan dan/atau penyidikan kepada Anggota atas dugaan

melakukan tindak pidana.

6. Meminta keterangan dari Anggota yang diduga melakukan tindak pidana.

7. Memberikan persetujuan atau tidak memberikan persetujuan secara tertulis

mengenai pemanggilan dan permintaan keterangan dari pihak penegak

hukum kepada Anggota yang diduga melakukan tindak pidana.

8. Mendampingi penegak hukum dalam melakukan penggeledahan dan

penyitaan di tempat Anggota yang diduga melakukan tindak pidana.

Dalam menjalankan fungsi dan tugasnya, Mahkamah Kehormatan Dewan

Perwakilan Rakyat RI (MKD RI) berwenang untuk:

1. Menerbitkan surat edaran mengenai anjuran untuk menaati Tata Tertib

serta mencegah pelanggaran Kode Etik kepada seluruh Anggota.

2. Memantau perilaku dan kehadiran Anggota dalam rapat DPR.

3. Memberikan rekomendasi kepada pihak terkait untuk mencegah terjadinya

pelanggaran Kode Etik dan menjaga martabat, kehormatan, citra, dan

kredibilitas DPR.

4. Melakukan tindak lanjut atas dugaan pelanggaran Kode Etik yang

dilakukan oleh Anggota, baik berdasarkan Pengaduan maupun tanpa

Pengaduan.

5. Memanggil dan memeriksa setiap orang yang terkait tindakan dan/atau

peristiwa yang patut diduga dilakukan oleh Anggota yang tidak

melaksanakan salah satu kewajiban atau lebih dan/atau melanggar

ketentuan larangan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan DPR tentang

Tata Tertib dalam Sidang MKD.

6. Melakukan kerja sama dengan lembaga lain.

7. Memanggil pihak terkait.

8. Menghentikan proses pemeriksaan perkara dalam setiap persidangan

dalam hal Pengadu mencabut aduannya atau diputuskan oleh Rapat MKD.

9. Memutus perkara pelanggaran yang patut diduga dilakukan oleh Anggota

yang tidak melaksanakan salah satu kewajiban atau lebih dan/atau

melanggar ketentuan larangan sebagaimana dimaksud dalam undang-

undang yang mengatur mengenai Majelis Permusyawaratan Rakyat,

Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan

Page 48: OPTIMALISASI PERAN MAHKAMAH KEHORMATAN DEWAN …

37

Perwakilan Rakyat Daerah, Peraturan DPR yang mengatur tentang Tata

Tertib dan Kode Etik.

10. Menyusun rancangan anggaran untuk pelaksanaan tugasnya sesuai dengan

kebutuhan yang selanjutnya disampaikan kepada badan urusan rumah

tangga.

11. Melakukan evaluasi dan penyempurnaan Peraturan DPR yang mengatur

tentang Kode Etik.

Dalam melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenangnya, Anggota tidak

diperkenankan memenuhi panggilan penegak hukum tanpa ada persetujuan

tertulis dari MKD, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang yang mengatur

mengenai Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat,

Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Setelah pengesahan Peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2015 tentang Kode

Etik dan Peraturan DPR RI Nomor 2 Tahun 2015 tentang Tata Beracara

Mahkamah Kehormatan Dewan, MKD melaksanakan fungsi penegakan Kode

Etik demi menjaga keluhuran dan kehormatan martabat Anggota Dewan.

Fungsi tersebut terbagi kepada 3 (tiga) kinerja sistemik:8

1. Sistem Penindakan

Sistem penindakan adalah sistem kinerja yang terkait dengan fungsi, tugas

dan wewenang MKD dalam menindaklanjuti perkara-perkara pengaduan

maupun tanpa pengaduan yang melibatkan anggota dewan. Fungsi tersebut

terurai dalam tugas dan wewenang verifikasi, penyelidikan dan pemberian

keputusan. Sistem penindakan meliputi beberapa kegiatan yaitu:

8Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Langkah DPR Menuju Parlemen

Modern Dalam Demokrasi Indonesia Laporan Kinerja DPR (1 Oktober 2014—13 Agustus

2015), (Jakarta, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, 2015), h. 68

Page 49: OPTIMALISASI PERAN MAHKAMAH KEHORMATAN DEWAN …

38

a. Surat pengaduan diverifikasi terlebih dahulu oleh Sekretariat dan

Tenaga Ahli baik secara administrasi maupun terhadap materi

aduannya. Apabila terdapat kekuranglengkapan pengaduan maka

Sekretariat memberitahukan kekuranglengkapan pengaduan terhadap

pengadu melalui surat pemberitahuan.

b. Jika hasil verifikasi sudah terpenuhi baik secara administratif maupun

materi aduannya maka disampaikan kepada MKD untuk dibahas

dalam rapat yang memutuskan tindak lanjut perkara pengaduan.

c. MKD melaksanakan sidang penyelidikan untuk mendengarkan

keterangan baik dari pengadu, para saksi maupun teradu. Apabila

diperlukan, MKD dapat mengundang ahli terkait perkara yang sedang

ditangani.

d. Apabila penyelidikan telah cukup bukti maka perkara dapat segera

diambil keputusan untuk menentukan jenis pelanggaran dan

pemberian sanksi atau rehabilitasi jika tidak terbukti adanya

pelanggaran.

2. Sistem Pencegahan

Sistem pencegahan adalah sistem kinerja yang terkait dengan upaya MKD

dalam menjaga keluhuran dan kehormatan martabat Anggota DPR. Kinerja

tersebut ditunjukkan dengan berbagai kegiatan sosialisasi yang dilakukan

dalam rangka memberi pemahaman dan pencerahan tentang Kode Etik dan

Tata Beracara MKD. Pemahaman dan pencerahan tersebut disampaikan kepada

Badan Kehormatan di berbagai kabupaten, kota, dan provinsi. Sosialisasi Kode

Page 50: OPTIMALISASI PERAN MAHKAMAH KEHORMATAN DEWAN …

39

Etik dan Tata Beracara juga akan dilakukan dilakukan bersama dengan Fraksi,

Alat Kelengkapan Dewan dan Unit Pendukung, baik dari Kesekjenan DPR

maupun dari Tenaga Ahli Fraksi, Anggota, AKD serta Sekretaris Pribadi

Anggota DPR.

Sosialisasi ini diperlukan dalam rangka penyatuan pemahaman tentang

Kode Etik dalam lingkup internal DPR. Selain sosialisasi Kode Etik dan Tata

Beracara dalam lingkup internal, MKD juga mengadakan sosialisasi dalam

lingkup eksternal, khususnya lembaga-lembaga yang berkaitan langsung

dengan kinerja MKD, seperti Kepolisian, Kejaksaan serta Komisi

Pemberantasan Korupsi (KPK). Sosialisasi ini diperlukan mengingat beberapa

tugas dan wewenang MKD membutuhkan kerja sama dengan lembaga-

lembaga tersebut.

3. Sistem Administrasi

Perubahan nomenklatur MKD dari BK mengharuskan perubahan tatanan

administrasi kesekretariatan sebagai penunjang kinerja MKD secara

keseluruhan. Perubahan tersebut berupa kebutuhan penambahan pegawai

kesekretariatan dalam mendukung kinerja verifikasi dan penyelidikan.

Demikian juga kebutuhan sistem data base serta fasilitas teknologi informasi

yang memadai. MKD juga membutuhkan perubahan tata ruang kesekretariatan,

keanggotaan, Pimpinan dan unit pendukung lainnya persidangan dalam rangka

menunjang kapasitas dan kualitas yang berdampak pada wibawa MKD dalam

melakukan aktivitas persidangan.

Page 51: OPTIMALISASI PERAN MAHKAMAH KEHORMATAN DEWAN …

40

D. Mekanisme Pengambilan Keputusan Mahkamah Kehormatan Dewan

Perwakilan Rakyat RI

Pengambilan putusan dalam Rapat MKD diambil dengan cara

musyawarah untuk mencapai mufakat. Sidang MKD adalah proses

mendengarkan keterangan Pengadu dan Teradu, memeriksa alat bukti, dan

mendengarkan pembelaan Teradu terhadap materi Pengaduan berdasarkan Tata

Tertib dan Kode Etik yang dihadiri Pengadu, Teradu, Saksi, Ahli, atau pihak

lain yang diperlukan oleh MKD, baik bersama-sama maupun sendiri-sendiri

dan dilaksanakan dalam ruang sidang MKD.

Setelah melakukan penyelidikan dan verifikasi dengan memanggil

pengadu, teradu, dan saksi-saksi terkait, MKD mengadakan rapat internal

untuk mengambil keputusan dengan menetapkan sanksi bagi teradu. Sanksi

yang dijatuhkan berdasarkan Tata Cara Pelaksanaan Tugas dan Wewenang

MKD DPR RI adalah Teguran Lisan, Teguran Tertulis, Pemindahan

keanggotaan, di Alat Kelengakapan Dewan (AKD), Pemberhentian dari jabatan

Pimpinan DPR atau Pimpinan AKD, dan Pemberhentian sebagai anggota DPR.

Namun, apabila anggota DPR tidak terbukti melanggar, maka MKD dapat

menetapkan rehabilitasi untuk memulihkan nama baik anggota yang terbukti

tidak melanggar kode etik dan diumumkan dalam Rapat Paripurna DPR.9

Berikut penyampaian rehabilitasi:

9Sekretariat Jenderal DPR RI, Laporan Lima Tahun DPR RI 2004-2009: Mengemban

Amanat dan Aspirasi Rakyat, (Jakarta: Sekretariat Jenderal DPR RI, 2009), h. 132

Page 52: OPTIMALISASI PERAN MAHKAMAH KEHORMATAN DEWAN …

41

a. MKD menyampaikan putusan rehabilitasi kepada Pimpinan DPR dengan

tembusan kepada pimpinan fraksi dari Anggota yang bersangkutan paling

lama 5 (lima) hari sejak tanggal putusan berlaku.

b. Putusan rehabilitasi diumumkan dalam rapat paripurna DPR yang pertama

sejak diterimanya putusan MKD oleh Pimpinan DPR dan dibagikan

kepada semua Anggota.

Adapun tata cara pengaduan pelanggaran kepada MKD, sebagai berikut:

Gambar 3.1 Tata Cara Pengaduan Ke MKD10

10

Sekretariat Jenderal DPR RI, Laporan Lima Tahun DPR RI 2004-2009: Mengemban

Amanat dan Aspirasi Rakyat, (Jakarta: Sekretariat Jenderal DPR RI, 2009), h. 129

Rapat

BK

Pengaduan Sekretariat

BK

Rapat

BK

Sidang

Verifikasi

Rapat

BK Rapat

BK

Verifikasi:

a. a. Sekretariat BK

- - Aduan

- - Absensi

kehadiran anggota

dalam rapat (tanpa

aduan)

b. b. Tenaga Ahli BK

- - Analisa materi

aduan

c. c. Hasil:

- - Lengkap;

diajukan rapat BK

- - Belum lengkap;

lengkapi

- - Tidak lengkap;

tidak diregistrasi

Pengaduan dari:

a. Pimpinan DPR

RI

1. Aspirasi

Masyarakat

2. Aspirasi

anggota DPR

RI

3. Perkembangan

dalam

masyarakat

b. Dari

Masyarakat

atau pemilih

1. Bahas:

a. Aduan

b. Ketidakhadiran

anggota dalam

rapat

2. Hasil/Keputusa

n Rapat BK:

a. Bahan

lengkap:

- Sidang

verifikasi

- Beritahu teradu

b. Bahan belum

lengkap

- Panggil

pengadu

c. Bahan tidak

lengkap:

- Drop

Data Tidak Lengkap

1. Verifikasi

dengan pengadu

2. Hasil/Keputusan

Rapat BK

a. Data lengkap:

- Sidang verifikasi

- Beritahu teradu

b. Data belum

lengkap:

- BK adalah rapat-

rapat lanjutan

untuk

mendapatkan

dana

c. Data tidak

lengkap:

- Drop

Verifikasi:

- - Pengaduan

ketidakhadiran

anggota dalam

rapat

- - Pembuktian

- - Pembelaan

1. Pengambilan

keputusan

a. Tidak terbukti

- Rehabilitasi

b. Terbukti

- Sanksi:

1. Teguran lisan

2. Teguran tertulis

3. Pindah

penugasan

4. Pemberhentian

dari jabatan

5. Pemberhentian

dari anggota

Data Lengkap

Page 53: OPTIMALISASI PERAN MAHKAMAH KEHORMATAN DEWAN …

42

Mekanisme pengaduan ke MKD diatur dalam Peraturan DPR RI Nomor 2

Tahun 2015 tentang Tata Beracara MKD DPR RI.

1. Pengaduan adalah laporan yang dibuat secara tertulis disertai bukti awal

yang cukup terhadap tindakan dan/atau peristiwa yang patut diduga

dilakukan oleh Anggota sebagai pelanggaran terhadap undang-undang

yang mengatur mengenai Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan

Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan perwakilan

Rakyat Daerah, serta peraturan DPR yang mengatur mengenai Tata Tertib

dan Kode Etik.

2. Sekretariat MKD, selanjutnya disebut Sekretariat adalah unsur pendukung

teknis administratif kepada MKD.

3. Rapat MKD adalah rapat yang dipimpin oleh Pimpinan MKD dan dihadiri

oleh Anggota guna melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenang MKD.

4. Sidang MKD adalah proses mendengarkan keterangan Pengadu dan

Teradu, memeriksa alat bukti, dan mendengarkan pembelaan Teradu

terhadap materi Pengaduan berdasarkan Tata Tertib dan Kode Etik yang

dihadiri Pengadu, Teradu, Saksi, Ahli, atau pihak lain yang diperlukan

oleh MKD, baik bersama-sama maupun sendiri-sendiri dan dilaksanakan

dalam ruang sidang MKD.

5. Verifikasi adalah proses pemeriksaan terhadap unsur administratif dan

materi pengaduan.

6. Pengadu adalah Pimpinan DPR, Anggota, setiap orang, kelompok, atau

organisasi yang menyampaikan pengaduan.

Page 54: OPTIMALISASI PERAN MAHKAMAH KEHORMATAN DEWAN …

43

7. Teradu adalah Anggota, termasuk Pimpinan AKD dan Pimpinan DPR

yang diduga tidak melaksanakan salah satu kewajiban atau lebih dan/atau

melanggar ketentuan larangan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan

DPR yang mengatur mengenai Tata Tertib.

8. Penyelidik adalah Pimpinan dan seluruh Anggota MKD dengan dibantu

Sekretariat dan Tenaga Ahli. Rapat MKD adalah rapat yang dipimpin oleh

Pimpinan MKD dan dihadiri oleh Anggota guna melaksanakan fungsi,

tugas, dan wewenang MKD.

9. Penyelidikan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan sebelum dan

pada saat Sidang MKD untuk mencari dan menemukan bukti terkait

dengan suatu peristiwa yang diduga sebagai pelanggaran terhadap undang-

undang yang mengatur mengenai MD3, serta peraturan DPR yang

mengatur mengenai Tata Tertib dan Kode Etik.

Berdasarkan Pasal 5-12 Peraturan DPR RI tentang Tata Beracara

Mahkamah Kehormatan DPR RI Nomor 2 Tahun 2015 jenis perkara terdiri

atas Perkara Pengaduan dan Perkara Tanpa Pengaduan.

Page 55: OPTIMALISASI PERAN MAHKAMAH KEHORMATAN DEWAN …

44

Gambar 3.2 Mekanisme Pengaduan Perkara11

1. Perkara Tanpa Pengaduan adalah dugaan pelanggaran sebagaimana

dimaksud dalam Peraturan ini tanpa melalui prosedur pengaduan, yang telah

diputuskan dalam Rapat MKD untuk ditindaklanjuti.

a. Sidang dilaksanakan atas:

1) Usulan Anggota/Pimpinan MKD;

2) Hasil verifikasi oleh Sekretariat dan Tenaga Ahli.

b. Sidang meliputi:

1) Mendengarkan keterangan dan sekaligus pembelaan Teradu;

2) Memeriksa Alat Bukti.

2. Perkara Pengaduan adalah Pengaduan yang telah diputuskan dalam Rapat

MKD untuk ditindaklanjuti.

a. Dugaan Pelanggaran disampaikan oleh:

1) Pimpinan DPR;

11

Keterangan: Penyelidikan dipahami sebagai tindakan untuk turun ke lapangan.

Verifikasi dipahami sebagai tindakan untuk memeriksa dokumen terkait. Klarifikasi dipahami

sebagai rapat untuk meminta keterangan Pengadu dan Teradu

- Mengamati,

mengevaluasi

disiplin etika dan

moral anggota

DPR

- Meneliti dugaan

pelanggaran yang

dilakukan

Perkara Tanpa

Pengaduan (aktif)

Mahkamah

Kehormatan

DPR RI

Keputusan Rapat

Mahkamah

Kehormatan DPR

RI

- Penyelidikan,

verifikasi, dan

klarifikasi atas

pengaduan

Perkara

Pengaduan (pasif)

Kesimpulan

Rekomendasi Rapat

Mahkamah

Kehormatan DPR RI

Page 56: OPTIMALISASI PERAN MAHKAMAH KEHORMATAN DEWAN …

45

2) Anggota DPR;

3) Masyarkat: baik perorangan atau pun kelompok.

b. Muatan Aduan berisi:

1) Identitas Pengadu;

2) Identitas Teradu;

3) Uraian dugaan pelanggaran.

c. Sidang meliputi:

1) Mendengarkan pokok permasalahan yang diajukan oleh Pengadu;

2) Mendengarkan keterangan Teradu;

3) Memeriksa Alat Bukti;

4) Mendengarkan pembelaan Teradu.

Selain mengenai jenis pengaduan perkara, dalam melaksanakan tugasnya

MKD memiliki anggota sidang yang terdiri atas:

1. Kelompok Kerja

Pembentukan Kelompok Kerja ada dalam rapat untuk penanganan perkara,

beranggotakan paling banyak 7 (tujuh) orang yang mewakili unsur fraksi. Tiap

Kelompok Kerja dipimpin oleh salah satu Pimpinan MKD.

2. Panel

MKD membentuk Panel untuk menangani kasus pelanggaran kode etik

yang bersifat berat dan berdampak pada sanksi pemberhentian anggota. Sidang

Panel bersifat ad hoc dan anggota Panel terdiri atas 3 orang anggota MKD dan

4 orang dari unsur masyarakat.

Page 57: OPTIMALISASI PERAN MAHKAMAH KEHORMATAN DEWAN …

46

Semua putusan MKD yang dilaporkan dan atau dibacakan dalam rapat

paripurna wajib ditindaklanjuti secara administratif oleh Sekretaris Jenderal

DPR. Sekretaris Jenderal DPR harus memberikan laporan tentang tindak lanjut

putusan MKD kepada Pimpinan DPR paling lama 14 (empat belas) hari sejak

dilaporkan dan/atau dibacakan dalam rapat paripurna dengan ditembuskan

kepada MKD. MKD mengevaluasi pelaksanaan putusan dalam waktu 30 (tiga

puluh) hari sejak putusan dilaporkan dan/atau dibacakan dalam rapat paripurna.

Putusan MKD mengenai pemberhentian tetap anggota harus mendapatkan

persetujuan rapat paripurna. Dalam hal putusan MKD mengenai pemberhentian

tetap anggota sebagaimana dimaksud putusan berlaku sejak tanggal

mendapatkan persetujuan rapat paripurna.

Selanjutnya hasil keputusan MKD disampaikan kepada pimpinan DPR.

Keputusan MKD bersifat final dan mengikat kecuali mengenai putusan

pemberhentian tetap anggota. Isi putusan terkait dengan terbukti atau tidaknya

suatu pelanggaran, disertai adanya pemberian sanksi atau rehabilitasi.

Sedangkan Jenis Amar Putusan MKD dalam Pasal 56 ayat (7) Peraturan DPR

Nomor 2 Tahun 2015, menyatakan:

1. Teradu tidak terbukti melanggar, atau;

2. Teradu terbukti melanggar.

Page 58: OPTIMALISASI PERAN MAHKAMAH KEHORMATAN DEWAN …

47

BAB IV

PERAN MAHKAMAH KEHORMATAN DEWAN PERWAKILAN

RAKYAT DALAM PENEGAKAN KODE ETIK

A. Pelanggaran Kode Etik Anggota DPR RI Periode 2004-2019

Keberadaan MKD saat ini didasarkan pada Undang-Undang Nomor 17

Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD sebagaimana telah diubah

dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014, bahwa MKD dibentuk sebagai

alat kelengkapan DPR yang bersifat tetap dan bertujuan untuk menjaga serta

menegakan kehormatan dan keluhuran martabat DPR sebagai lembaga

perwakilan rakyat. Sedangkan tugas MKD sendiri adalah melakukan

penyelidikan dan verifikasi atas pengaduan terhadap anggota yang diduga telah

melakukan pelanggaran kode etik. Dalam hal ini MKD berperan untuk

menegakan persoalan etik yang telah dilakukan anggota DPR.

Terlepas dari adanya peran tersebut MKD telah memproses beberapa

pelanggaran etik, adapun pelanggaran kode etik anggota DPR yang pernah

terjadi pada periode 2004-2009 hingga 2014-2019, data yang didapat dari

sumber-sumber terkait digabungkan menjadi satu dan disajikan dalam bentuk

tabel agar mudah dipahami.

Page 59: OPTIMALISASI PERAN MAHKAMAH KEHORMATAN DEWAN …

48

1. Pelanggaran Periode 2004-2009

BK sebelumnya menerima sejumlah pengaduan dari masyarakat sepanjang

Periode 2004-2009. Berikut ini adalah beberapa dari pengaduan yang masuk

tersebut, terutama yang sempat menarik perhatian masyarakat.1

Tabel 4.1 Pelanggaran Periode 2004-2009

Tahun Sidang Pengadu Materi Pengaduan

2004-2005 Emilia Puspita, Pinping

Wiranata, Rudi Sugianto,

Rohmadi, Lingkar Studi

Indonesia Maju, Perempuan

PPD, Aliansi Pemuda Peduli

Parlemen

Mengenai kericuhan dalam

Rapat Paripurna DPR

2004-2005 Lembaga Advokasi

Reformasi Indonesia

Mengenai dugaan korupsi

dan penyelundupan beras

60.000 Metrik Ton asal

Vietnam

2004-2005 Staf Pemda Pesisir Selatan Mengenai kunjungan kerja

beberapa anggota DPR

yang telah menguras uang

daerah sebesar RP 100 juta

2004-2005 Amalya Murad Mengenai penyalahgunaan

status keanggotaan dalam

pemeriksaan di Polda

2004-2005 Sutardjo dan Chalid Masjkur Mengenai penggunaan

ijazah palsu dalam

pencalonan anggota DPR

2004-2005 DPC PAN Pesisir Selatan Mengenai pelanggaran

oleh anggota DPR dalam

Pilkada

2005-2006 Surat dari Pimpinan DPR RI Perihal isu negatif terhadap

anggota DPR

1Sekretariat Jenderal DPR RI, Laporan Lima Tahun DPR RI 2004-2009: Mengemban

Amanat dan Aspirasi Rakyat, (Jakarta: Sekretariat Jenderal DPR RI, 2009), h. 130

Page 60: OPTIMALISASI PERAN MAHKAMAH KEHORMATAN DEWAN …

49

2005-2006 Bupati Semeulue Mengenai dugaan

pemerasan

2005-2006 Aliansi Mahasiswa dan

Masyarakat Riau dan Yusri

Sabri

Mengenai dugaan

keterlibatan seorang

anggota DPR dalam

peristiwa pemboman di

Provinsi Kepulauan Riau

2005-2006 Anggota DPD Mengenai permintaan

pengembalian uang sewa-

menyewa rumah dinas

Blok E/412, Kalibata

2005-2006 Surat dari Pimpinan DPR RI Perihal tindak lanjut

laporan uang pansus RUU

tentang Pemerintahan

Aceh

2005-2006 Sekretariat Bersama Pokja

Petisi 50, Komite Waspada

Orde Baru (TEWAS ORBA),

Gerakan Rakyat Marhaen

(GRM), dan Himpunan

Mahasiswa Islam (HMI)

Mengenai kasus percaloan

di pemondokan haji dan

katering

2006-2007 Laporan ICW Tentang kasus dugaan

aliran dana non-bujeter

DKP senilai Rp. 1 miliar

ke anggota DPR2

2006-2007 - BK melakukan kunjungan

ke daerah Provinsi

Yogykarta dalam kasus

percaloan dana bencana

alam

2006-2007 Abdul Aziz Bahlmar Kunjungan ke Semarang

mengenai tindakan ikut

campur dalam pengadilan

2006-2007 - Kunjungan Provinsi Jawa

Timur dalam kasus ijazah

2Kasus ini telah ditindaklanjuti dan diputus melalui proses hukum

Page 61: OPTIMALISASI PERAN MAHKAMAH KEHORMATAN DEWAN …

50

palsu

2006-2007 - Provinsi Sulawesi Selatan

dalam kasus ijazah palsu

2007-2008 Koalisi Penegak Citra DPR

RI

Mengenai kasus dugaan

aliran dana BI ke DPR

2007-2008 Masyarakat Profesional

Madani

Terkait skandal keuangan

antar lembaga negara

2008-2009 - Tuduhan menerima

gratifikasi senilai

US$6,6000 terkait

pengadaan kapal patroli di

Ditjen Perhubungan Laut3

2008-2009 ICW Dugaan pelanggaran Tatib

oleh Ketua DPR pada saat

memimpin Rapat

Paripurna Pengambilan

Keputusan atas RUU

tentang Mahkamah Agung

Pada periode 2004-2009 terdapat 125 pelanggaran yang masuk dan telah

melalui proses persidangan BK DPR, sebagai contoh adanya pelanggaran

tersebut penulis menyebutkan 21 materi pelanggaran seperti yang terdapat pada

tabel di atas. Berdasarkan tahun sidang 2004-2005 terdapat 6 (enam) materi

pengaduan diantaranya mengenai kericuhan dalam Rapat Paripurna, dugaan

korupsi dan penyelundupan beras, menguras uang daerah saat melakukan

kunjungan kerja, menyalahgunakan status keanggotaan, penggunaan ijazah

palsu, serta pelanggaran mengenai kecurangan dalam pilkada. Kemudian pada

tahun sidang 2005-2006 dibahas enam jumlah pelanggaran perihal isu negatif

3 MKD Beri Pelanggaran Etika Berat, artikel diakses pada 11 Juli 2016, dari

http://www.kompasiana.com/hendisetiawan/pelanggaran-etika-berat-yang-mengherankan

Page 62: OPTIMALISASI PERAN MAHKAMAH KEHORMATAN DEWAN …

51

anggota DPR, dugaan pemerasan, dugaan keterlibatan dalam peristiwa

pemboman, terkait kasus permintaan pengembalian uang sewa rumah dinas,

perihal tindak lanjut laporan uang pansus RUU, dan mengenai kasus percaloan

di pemondokan haji dan katering.

Sedangkan pada tahun sidang 2006-2007 terdapat 5 (lima) jenis

pelanggaran seperti kasus dugaan aliran dana non-bujeter DKP, terkait 4

(empat) pengaduan terhadap pelanggaran lainnya MKD melakukan kunjungan

untuk menemukan bukti-bukti terkait pelanggaran tersebut seperti kunjungan

ke provinsi Yogyakarta dalam kasus percaloan dana bencana alam, di

Semarang mengenai tindakan ikut campur dalam pengadilan, serta di provinsi

Jawa Timur dan provinsi Sulawesi Selatan dalam kasus penggunaan ijazah

palsu. Sedangkan pada Tahun sidang 2007-2008 terdapat dua kasus

pelanggaran yaitu mengenai kasus dugaan aliran dana BI, dan skandal

keuangan antar lembaga negara. Tahun sidang 2008-2009 terdapat dua

pelanggaran diantaranya tuduhan menerima gratifikasi, dan dugaan

pelanggaran Tatib.

2. Pelanggaran Periode 2009-2014

BK DPR telah menerima 58 pengaduan terkait berbagai dugaan

pelanggaran yang dilakukan oleh anggota DPR dalam periode 2009-2014.4

Tabel 4.2 Pelanggaran Periode 2009-2014

Tahun Sidang Pengadu Materi Pengaduan

4BK Tindak 45 Kasus Kode Etik Anggota DPR, artikel diakses pada 13 Juli 2016, dari

http://m.inilah.com/news/detail/1808641/bk-tindak-45-kasus-kode-etik-anggota-dpr

Page 63: OPTIMALISASI PERAN MAHKAMAH KEHORMATAN DEWAN …

52

2011-2012 - Perkara korupsi proyek

pembangunan jaringan

pembangkit listrik tenaga

diesel sungai Bahar, Muoro

Jambi

2012-2013 Menteri BUMN, Dahlan

Iskan

Terkait dugaan pemerasan5

2012-2013 - Ketidakhadiran anggota

dewan6

2012-2013 - Ketidakhadiran anggota

dewan7

Dari 58 pengaduan terkait dugaan pelanggaran kode etik penulis

menguraikan empat contoh pelanggaran pada tahun sidang 2011-2012 yaitu

perkara korupsi proyek, dan pada tahun sidang 2012-2013 terdapat dua jenis

pelanggaran seperti dugaan pemerasan, dan kurangnya kehadiran anggota.

3. Pelanggaran Periode 2014-2019

Tabel 4.3 Pelanggaran Periode 2014-2019

Tahun Sidang Pengadu Materi Pengaduan

2015-2016 Devi Nurmayanti Telah menelantarkan dan tidak

pernah memberikannya nafkah

keluarga8

5DPR Rehabilitasi Empat Nama Anggotanya Terkait Laporan Dahlan Iskan, artikel

diakses pada 28 juli 2016, dari http://www.tribunnews.com/nasional/2012/12/14/dpr-

rehabilitasi-4-nama-anggotanya-terkait-laporan-dahlan-iskan

6Tingkat kehadiran anggota dalam Rapat Paripurna mengenai peringatan ulang tahun ke

68 DPR RI pada saat itu anggota dewan yang hadir hanya 345 orang dari total anggota 560

orang

7Dalam Rapat Paripurna lainnya yaitu rapat paripurna penutupan masa sidang IV tahun

sidang 2012-2013, di mana kehadiran anggota DPR juga hanya berjumlah 288 orang, dengan

batas kuorum 281 anggota. Padahal dalam Paripurna tersebut mengagendakan empat

pembahasan penting, yaitu: laporan Banggar soal penyusunan RAPBN 2014, pandangan fraksi

terkait dengan RUU Pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN 2012 yang diajukan

pemerintah, Laporan Badan Legislasi (Baleg) DPR tentang penetapan dan penambahan RUU

prioritas dalam prolegnas tahun 2013 serta pidato penutupan masa sidang IV tahun 2012-2013

Page 64: OPTIMALISASI PERAN MAHKAMAH KEHORMATAN DEWAN …

53

2015-2016 Denty Noviany Sari Kasus dugaan penggunaan gelar

doktor palsu

2015-2016 Mantan Kepala

Pusat Penerangan

Hukum Kejagung,

Soehandoyo

Dugaan pelanggaran kode etik

karena menggunakan kop surat

lembaga DPR untuk kepentingan

pribadi dan intervensi terhadap

pihak kepolisian9

2015-2016 - Telah melakukan tindak kekerasan

pada asisten rumah tangga10

2015-2016 - Kehadiran yang kurang dalam rapat

2015-2016 Tertangkap tangan

oleh POM Kostrad

Telah membawa narkoba saat

berpesta narkoba bersama 13

orang11

2015-2016 Menteri ESDM

Sudirman Said

Tindakan ikut campur dan

terindikasi mencatut nama Presiden

Joko Widodo dan nama Wakil

Presiden Jusuf Kalla dalam proses

perpanjangan kontrak Freeport12

Sepanjang periode 2014-2019 ini terdapat 68 materi pelanggaran pada

yang telah diproses oleh MKD. Dijelaskan pelanggaran yang pernah terjadi

dalam Tahun sidang 2015-2016 diantaranya yaitu menelantarkan dan tidak

8MKD Putuskan Empat Kasus Dugaan Pelanggaran Kode Etik Hari Ini, artikel diakses

pada 13 Juni 2016, dari http://nasional.sindonews.com/read/1048502/12/mkd-putuskan-4-

kasus-dugaan-pelanggaran-kode-etik-hari-ini-1443410068

9Tak Ada Sanksi Berat Untuk Anggota DPR Pelanggar Etik, artikel diakses pada 28 Juli

2016, dari

http://nasional.kompas.com/Tak.Ada.Sanksi.Berat.untuk.Anggota.DPR.Pelanggar.Etika

10

MKD Beri Sanksi Berat, artikel diakses pada 28 Juli 2016, dari

http://www.dpr.go.id/berita/detail/id/12449

11

PPP Pastikan Beri Sanksi Berat Buat Ivan Haz, artikel diakses pada 11 Juli 2016, dari

https://nasional.tempo.co/read/news/2016/02/25/078748307/ppp-pastikan-beri-sanksi-berat-

buat-ivan-haz 12

Pertama Kali Dalam Sejarah MKD Putuskan Melalui Voting, artikel diakses pada 11

Juli 2016, dari http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/politik/15/12/01/nyogb5330-

pertama-kali-dalam-sejarah-mkd-putuskan-melalui-voting

Page 65: OPTIMALISASI PERAN MAHKAMAH KEHORMATAN DEWAN …

54

pernah memberikan nafkah keluarga, dugaan penggunaan gelar palsu, dugaan

pelanggaran kode etik, perihal tindak kekerasan, kurangnya kehadiran dalam

rapat, dan tertangkap tangan membawa narkoba, serta tindakan ikut campur

bisnis negara.

Berbagai pelanggaran di atas adalah beberapa contoh dari banyaknya

pelanggaran yang telah terjadi selama tiga periode mulai dari periode 2004-

2019. Adapun jumlah pelanggaran yang terjadi pada periode 2004 hingga

tahun 2019 dapat dilihat sebagai berikut:

Tabel 4.4 Jumlah Pelanggaran Kode Etik13

Periode Jumlah Pelanggaran

2004-2009 125

2009-2014 58

2014-2019 68

Berdasarkan jumlah pelanggaran yang terjadi pada periode 2004-2009 ke

periode 2009-2014 terjadi penurunan jumlah pelanggaran yaitu sebesar 3,35

persen sedangkan dari periode 2009-2014 ke 2014-2019 terjadi peningkatan

jumlah pelanggaran sebesar 0,5 persen.

Meskipun sebelumnya terjadi penurunan yang cukup signifikan terhadap

pelanggaran kode etik sehingga dapat dikatakan kinerja MKD sudah cukup

baik dalam menyelesaikan tingkat pelanggaran, tetapi pada periode selanjutnya

ternyata MKD menjadi lemah dalam melakukan pencegahan sehingga pada

periode 2014-2019 terjadi peningkatan pelanggaran, walaupun peningkatan

13

Sumber: Sekretariat Mahkamah Kehormatan DPR RI

Page 66: OPTIMALISASI PERAN MAHKAMAH KEHORMATAN DEWAN …

55

tersebut tidak cukup besar tetapi besar kemungkinan akan terjadinya

pelanggaran lebih banyak karena periode ini masih berlangsung.

Usia MKD saat ini sebagai pembaharu alat kelengkapan yang bertujuan

menegakan pelanggaran kode etik terhitung sangat dini untuk mengoptimalkan

perannya, tetapi baru 3 (tiga) tahun berjalan MKD sudah banyak menerima

berbagai pelanggaran etik, bahkan jumlah pelanggaran tersebut cukup

mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan periode sebelumnya yang

berjumlah 58 kasus pelanggaran dalam 1 (satu) periode.

Terkait jumlah pelanggaran yang terjadi bisa dikatakan bahwa MKD saat

ini belum melakukan fungsinya secara optimal sehingga belum terlihat dapat

memperkuat pencegahan secara aktif akibat meningkatnya jumlah pelanggaran,

belum lagi mengenai pelanggaran-pelanggaran yang tidak terselesaikan seperti

pelanggaran yang telah disebutkan pada bab sebelumnya, di mana pelanggaran

etik tersebut melibatkan 46 anggota DPR yang menunaikan ibadah haji dengan

alasan kunjungan kerja ke Arab Saudi menggunakan fasilitas negara. Serta

mengenai kasus pengakuan beberapa anggota DPR mengenai suap yang

dilakukan BPPN (Komisi IX) yang juga tidak pernah ditanggapi sehingga

memunculkan masalah baru terkait tugas MKD dalam pencegahan melalui

pemantauan terhadap anggota DPR.

B. Kualifikasi Pelanggaran dan Sanksi Kode Etik

Terkait penyelidikan dan verifikasi yang telah dilakukan, dalam Periode

2004-2019, MKD telah memberikan sanksi berupa teguran tertulis maupun

lisan, sampai pemberhentian sebagai anggota baik melalui pemanggilan

Page 67: OPTIMALISASI PERAN MAHKAMAH KEHORMATAN DEWAN …

56

langsung oleh MKD ataupun melalui Pimpinan Fraksi dari anggota yang

melanggar Tata Tertib dan Kode Etik DPR, antara lain:14

Tabel 4.5 Rekapitulasi Sanksi Mahkamah Kehormatan DPR RI15

Jenis/Nama Perkara Jenis Pelanggaran Jenis Sanksi

Perkara dugaan pelanggaran

pada peristiwa kericuhan Rapat

Paripurna

Ringan Teguran Tertulis

Perkara dugaan percaloan dana

bencana alam

Ringan Teguran Lisan

Perkara dugaan kunjungan kerja

teknis luar negeri ke Mesir

Ringan Teguran Lisan

Perkara dugaan pencemaran

nama baik dan fitnah terhadap

Kepala BIN

Ringan Teguran Lisan

Perkara dugaan pemukulan Ringan Teguran Lisan

Perkara dugaan pemerasan Ringan Teguran Tertulis

Perkara sewa-menyewa rumah

dinas di Kalibata

Ringan Teguran Tertulis

Perkara Uang Pansus RUU

tentang Pemerintahan Aceh

Ringan Teguran Tertulis

Pelecehan dan pencemaran

nama baik Presiden RI

Berat Diberhentikan dari

Pimpinan DPR

Penelantaran rumah tangga Ringan Teguran Tertulis

Intervensi terhadap proses

hukum

Ringan Teguran Tertulis

Kasus percaloan Pemondokan

Haji dan Katering

Berat Diberhentikan

sebagai anggota

DPR

14

Sekretariat Jenderal DPR RI, Laporan Lima Tahun DPR RI 2004-2009: Mengemban

Amanat dan Aspirasi Rakyat, (Jakarta: Sekretariat Jenderal DPR RI, 2009), h. 132

15

Sumber: Sekretariat Mahkamah Kehormaatan DPR RI

Page 68: OPTIMALISASI PERAN MAHKAMAH KEHORMATAN DEWAN …

57

Foto asusila anggota DPR yang

tersebar di media massa dan

pelanggaran terhadap tatib

Berat Pemberhentian

sebagai anggota

DPR

Dugaan pelanggaran Tata Tertib

dan Kode Etik DPR dan

gratifikasi dalam

penyelenggaraan haji

Tidak terbukti

melakukan

pelanggaran etik

Rehabilitasi

Penyelewengan dana block

grant dari Direktorat dan

Pembinaan dan Pendidikan Luar

Biasa

Sedang Pemindahan

keanggotaan di

AKD

Tindakan pendzaliman Sedang Pemindahan

keanggotaan di

AKD

Dugaan melanggar Tata Tertib

dan Kode Etik

Tidak terbukti

melakukan

pelanggaran etik

Rehabilitasi

Perkara dugaan pelanggaran

kode etik terkait dugaan

melanggar perjanjian kerjasama

dalam pembangun gudang

pupuk PT Bangkitgiat Usaha

Mandiri

Tidak terbukti

melakukan

pelanggaran etik

Rehabilitasi

Perkara dugaan pelanggaran

kode etik terkait dugaan

penggunaan gelar dan ijazah

Palsu

Tidak terbukti

melakukan

pelanggaran etik

Rehabilitasi

Perkara dugaan pelanggaran

kode etik terkait dugaan

merokok di ruang rapat

Ringan Teguran lisan

Perkara dugaan pelanggaran

kode etik terkait dugaan

penipuan dana BSM sebagai

kompensasi kenaikan BBM

bersubsidi

Tidak terbukti

melakukan

pelanggaran etik

Rehabilitasi

Page 69: OPTIMALISASI PERAN MAHKAMAH KEHORMATAN DEWAN …

58

Perkara dugaan pelanggaran

kode etik terkait dugaan

perbuatan melawan hukum dan

menguntungkan diri sendiri

dalam urusan kepailitan PT

Indonesia Antique

Tidak terbukti

melakukan

pelanggaran kode

etik

Rehabilitasi

Perkara dugaan pelanggaran

kode etik terkait dugaan telah

menelantarkan isteri

Ringan Teguran lisan

Perkara dugaan pelanggaran

kode etik terkait dugaan belum

membayarkan jahitan sebesar

Rp. 7 juta

Tidak terbukti

melakukan

pelanggaran kode

etik

Rehabilitasi

Perkara dugaan pelanggaran

kode etik terkait dugaan

tindakan sewenang-wenang

yang dilakukan oleh Teradu

terhadap Pegadu, dalam hal

pemberhentian pengadu sebagai

staf administrasi tanpa alasan

dan informasi yang jelas dan

dugaan penggunaan gelar

Doktor palsu pada kartu nama

anggota DPR RI

Ringan Teguran tertulis

Permintaan izin tertulis

pemanggilan dari Polda

Kalimantan Barat atas dugaan

tindak pidana penyimpangan

dana Bantuan KONI Provinsi

Kalimantan Barat

Diberikan izin

untuk pemanggilan

karena sudah

melewati batas

waktu 30 hari

Perkara dugaan pelanggaran

kode etik terkait dugaan

penyalahgunaan wewenang

sebagai anggota dewan berupa

penggunaan Kop Surat Sebagai

Anggota DPR untuk berurusan

dengan Kepolisian Republik

Indonesia dalam urusan

pribadinya

Sedang Pemindahan alat

kelengkapan dewan

Page 70: OPTIMALISASI PERAN MAHKAMAH KEHORMATAN DEWAN …

59

Perkara dugaan pelanggaran

kode etik terkait dugaan

penghinaan kepada agama lain

(Agama Islam). Menyinggung

atau menghina agama lain.

Menebarkan api permusuhan

antar umat beragama. Menekan

pihak kejaksanaan untuk

menghukum lawan politik.

Balas dendam terhadap lawan

politik.

Ringan Teguran Tertulis

Perkara tanpa pengaduan

pelanggaran kode etik dugaan

pemukulan terhadap anggota di

salah satu ruang komisi VII

DPR tanggal 8 April 2015

Berat Pemberhentian

sementara

(skorsing 3 bulan)

Perkara tanpa pengaduan

pelanggaran kode etik

penganiayaan terhadap pekerja

rumah tangga

Berat Pemberhentian

sebagai anggota

Perkara tanpa pengaduan

dugaan pelanggaran kode etik

dugaan mengucapkan perkataan

yang tidak layak pada saat RPD

dengan Polri tanggal 20 April

2016

Ringan Teguran Tertulis

Berdasarkan data di atas, terkait dengan kualifikasi jenis pelanggaran dan

sanksi disesuaikan atas pelanggaran yang terjadi dan bukti-bukti sebelum

persidangan sampai adanya putusan. Penentuan penetapan penjatuhan sanksi

saat persidangan juga didasarkan atas kepastian hukum, keyakinan hakim, dan

bukti-bukti terkait dugaan pelanggaran baik itu melalui perkara pengaduan atau

Page 71: OPTIMALISASI PERAN MAHKAMAH KEHORMATAN DEWAN …

60

perkara tanpa pengaduan yang telah dibahas dalam Rapat MKD dan sidang

MKD dalam memutus adanya pelanggaran.

Dikatakan jenis pelanggaran ringan apabila penjatuhan sanksi berupa

teguran tertulis dan teguran lisan, sedangkan penjatuhan sanksi berupa

pemindahan alat kelengkapan merupakan jenis pelanggaran yang bersifat

sedang, pada jenis pelanggaran yang bersifat berat maka penjatuhan sanksinya

adalah diberhentikan dari pimpinan DPR, pimpinan AKD, atau pemberhentian

tetap sebagai anggota DPR. Terkait rehabilitasi sesuai Pasal 22 Peraturan DPR

RI Nomor 1 Tahun 2015 tentang Kode Etik bahwa anggota yang tidak terbukti

brsalah melanggar kode etik maka putusan MKD memberikan rehabilitasi

untuk pemulihan nama baik anggota.

Perkara dugaan atau jenis Perkara Pengaduan yang dihasilkan dari adanya

dugaan pelanggaran terhadap anggota yang melakukan pelanggaran dan

diadukan oleh masyarakat, anggota DPR, maupun instansi kepada Sekretariat

MKD untuk ditindaklanjuti. Sedangkan jenis Perkara Tanpa Pengaduan

termasuk salah satu upaya yang dilakukan oleh MKD dalam meyelesaikan

suatu perkara etik didapatkan dari hasil verifikasi alat kelangkapan MKD

seperti bagian Sekretariat dan Tenaga Ahli MKD, secara langsung atau tidak

langsung misalnya melalui pemantauan MKD, anggota, dan Pimpinan DPR.

C. Analisis Peran Mahkamah Kehormatan Dewan Perwakilan Rakyat RI

dalam Penegakan Kode Etik

Pemberitaan buruk parlemen merupakan berita yang menarik minat

masyarakat. Pameo bad news is a good news merupakan pameo utama dalam

Page 72: OPTIMALISASI PERAN MAHKAMAH KEHORMATAN DEWAN …

61

dunia pers, ini merupakan sebuah permasalahan yang harus dihadapi oleh

Parlemen.16

MKD atau sebelumnya disebut dengan BK selama ini menjalankan

fungsinya melalui tata tertib DPR yang bersifat kaku dan mengekang. Posisi

MKD diatur sebagai pengawas internal yang kurang bisa membenahi adanya

pelanggaran etika anggota dewan akibat kurangnya wewenang MKD dalam

memproses suatu duagaan pelanggaran.

Sepanjang berdirinya MKD, telah banyak pelanggaran kode etik yang

diproses mulai dari kurangnya kehadiran anggota dalam rapat, percaloan

anggaran, intervensi terhadap hukum, sampai adanya pemberhentian sebagai

anggota akibat melakukan penganiayaan terhadap asisten rumah tangganya.

Seperti pelanggaran yang telah dijelaskan sebelumnya, merupakan sebagian

dari pada pelanggaran yang telah diselesaikan oleh MKD namun ada pula

beberapa kasus yang belum diselesaikan oleh MKD diperiode sebelumnya.

Empat komponen permasalahan yang berkaitan dengan kebijakan publik

telah diuraikan, yaitu permasalahan keadilan, sosial, partisipasi, dan aspirasi

masyarakat, lingkungan hidup serta pelayanan umum. Semuanya merupakan

merupakan persoalan yang cukup aktual di negara demokratis.17

Persoalan

etika menyeruak karena semakin kompleksnya kehidupan masyarakat modern

berbarengan dengan globalisasi masalah-masalah sosial politik, ekonomi, dan

16

Sekretariat Jenderal DPR RI, DPR RI Periode 2009-2014: Catatan Akhir Masa Bakti,

Pusat Pengkajian, Pengolahan Data, dan Informasi, (Jakarta: Sekretariat Jenderal DPR RI dan

Azza Grafika, 2013), h. 180

17

Wahyudi Kumorotomo, Etika Administrasi Negara, (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), h.

164

Page 73: OPTIMALISASI PERAN MAHKAMAH KEHORMATAN DEWAN …

62

budaya. Jangkauan telaah etika pun semakin luas, bukan saja melibatkan

hubungan antar kelompok masyarakat namun juga antar etnis atau negara.18

Kode etik merupakan bagian dari pelaksanaan fungsi dan tugas para wakil

rakyat. Kode etik memiliki peran dalam menjaga harkat dan martabat wakil

rakyat karenanya diperlukan strategi pelaksanaan tugas yang baik, yang dalam

hal ini didorong oleh adanya penilaian baik rakyat, terhadap kinerja anggota

dewan sebagai wakil rakyat. MKD diharapkan mampu menumbuhkan dan

menerapkan moral yang baik dalam pelaksanaannya menjaga harkat, martabat,

dan kredibilitas anggota DPR secara profesional tanpa intervensi dari pihak

lain guna meminimalisir adanya pelanggaran sehingga dapat memberikan citra

baik terhadap anggota DPR dan memberikan sumbangsih kesejahteraan bagi

rakyat.

Banyaknya pengaduan mengenai adanya dugaan pelanggaran etik oleh

anggota DPR diharapkan berperan sebagai komunikasi publik untuk

membangun kinerja positif dan memberikan gambaran yang utuh tentang

MKD. Hadirnya MKD sebagai alat kelengkapan DPR yang bersifat tetap

merupakan solusi dan terobosan baru untuk mengatasi berbagai pelanggaran

etik yang telah melahirkan bobroknya kepercayaan rakyat terhadap wakil

rakyat, serta mengikis ketamakan sikap yang tidak memperdulikan moral oleh

pengemban penegak etik.

Posisi MKD adalah sebagai alat yang mencegah terjadinya pelanggaran

yang dilakukan anggota dewan serta untuk memberikan sanksi pada setiap

18

Wahyudi Kumorotomo, Etika Administrasi Negara, (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), h.

23

Page 74: OPTIMALISASI PERAN MAHKAMAH KEHORMATAN DEWAN …

63

pelanggaran demi mengoptimalisasikan peran dan fungsinya. Sebagaimana

ungkapan bahwa setiap orang yang menerima satu pekerjaan harus bersedia

menerima tanggung jawab yang menyertainya dan mau menanggung

konsekuensi atas setiap kegagalan yang mungkin terjadi, pejabat negara pun

harus memikul tanggungjawab seperti itu.19

MKD dalam hal ini sebagai profesi penegak etik. Profesi penegak etik

adalah profesi yang mulia dan tidaklah mudah dalam pelaksanaannya, karena

sifat etik sendiri tidak terlihat tetapi menyerang jiwa seseorang karena moral

para wakil rakyat melenceng dari yang seharunya baik itu karena disengaja

maupun tidak disengaja, baik itu termasuk pelangaran yang bersifat ringan,

sedang, atau berat. Tugas MKD hanya sekedar melakukan pencegahan dan

penindakan sedangkan perilaku anggota dewan adalah hak dirinya sendiri, jadi

bagaimana seharusnya meluruskan sesuatu yang sudah melenceng itu dengan

atau tanpa melanggar hak anggota DPR itu sendiri? Terkait penyelesaian

persoalan etik dilembaga politik seperti DPR merupakan hal yang cukup sulit

di mana unsur politik akan selalu ada dalam hal memutus hukuman suatu

pelanggaran, berdasarkan hasil wawancara pribadi pengambilan keputusan oleh

MKD terhadap penjatuhan sanksi terkait pelanggaran etik memang memiliki

unsur politik tetapi tidak begitu dominan karena tidak dapat dipungkiri bahwa

keanggotaan MKD sendiri berasal dari anggota DPR yang merupakan

persentase dari partai politik.

19

Wahyudi Kumorotomo, Etika Administrasi Negara, (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), h.

164

Page 75: OPTIMALISASI PERAN MAHKAMAH KEHORMATAN DEWAN …

64

Memang tidak bisa dikatakan bahwa seseorang punya moralitas sedangkan

orang yang lain tidak punya moralitas, tetapi hanya bisa dikatakan bahwa orang

itu tidak punya moralitas yang rendah atau tinggi. Dorongan untuk mencari

kebenaran atau kebaikan senantiasa ada pada diri manusia, yang membedakan

tingkat moralitas adalah kadar atau kuat tidaknya dorongan tersebut. Maka,

sekali lagi moralitas juga berkenaan dengan nilai-nilai etika dan moral yang

terdapat di dalam nurani manusia beserta internalisasi nilai-nilai itu dalam

dirinya. Moralitas dimaksudkan untuk menetukan sampai seberapa jauh

seseorang memiliki dorongan untuk melaksanakan tindakan-tindakannya sesuai

dengan prinsip-prinsip etika dan moral. Latar belakang budaya, pendidikan,

pengalaman, dan karakter individu adalah sebagian di antara faktor-faktor yang

mempengaruhi tingkat moralitas seseorang, ukuran moralitas dalam hal ini

bukan bersifat pembedaan hitam putih, melainkan berada dalam suatu garis

kontinum.20

Meskipun pelaksaan MKD banyak mendapat apresiasi dan menjadi

preseden bagi perbaikan internal di DPR, publik tetap mempertanyakan adanya

indikasi tebang pilih. Apa lagi dalam memutuskan pelanggaran kode etik yang

serupa namun dilakukan oleh anggota dewan yang berbeda yang kemudian

mendapat sanksi yang berbeda pula. MKD sebagai salah satu alat kelengkapan

DPR beberapa tahun belakangan ini muncul ke permukaan karena lembaga ini

menyangkut masalah kehormatan para wakil rakyat di DPR, maka keberadaan

MKD menjadi sangat penting, dibandingkan dengan alat kelengkapan DPR

20

Wahyudi Kumorotomo, Etika Administrasi Negara, (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), h.

10

Page 76: OPTIMALISASI PERAN MAHKAMAH KEHORMATAN DEWAN …

65

lainnya.21

Di sisi lain, kinerja MKD dalam menegakan kode etik belum dapat

menimbulkan pembentukan yang baik atas sorotan publik terhadap kinerja

buruk sebagian anggota DPR.

Kekuasaan untuk menertibkan anggota merupakan kewenangan para

Pimpinan Fraksi, sedangkan MKD hanya menertibkan secara normatif

berdasarkan undang-undang. Hal ini mengakibatkan peran MKD sendiri sulit

menjadi independen, karena apabila para Pimpinan Fraksi tersebut tetap

membiarkan terjadinya pelanggaran, maka MKD juga tidak dapat berbuat

banyak dalam menegakan etik seorang legislator. Terungkapnya beberapa

kasus korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang melibatkan

anggota dewan dan kasus pelanggaran etik lainnya, menunjukkan bahwa

kontrol internal di lembaga DPR masih belum berfungsi efektif.

Upaya pencegahan dan penindakan dalam penegakan etik yang didasarkan

pada Pasal 19 Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2015 tentang Kode Etik

dianggap belum maksimal pelaksanaannya. Salah satu upaya pencegahan

dilakukan dengan sosialisasi, pelatihan, mengirimkan surat edaran dan

memberikan rekomendasi, atau cara lain yang ditetapkan oleh MKD sedangkan

upaya penindakan dilakukan oleh MKD berdasarkan peraturan DPR yang

mengatur mengenai tata beracara MKD. Pelaksanaan fungsi pencegahan dan

penindakan terhadap perilaku anggota agar tidak melakukan pelanggaran atas

kewajibannya pada prinsipnya merupakan tugas yang harus dilaksanakan MKD

dan alat kelengkapan DPR sesuai dengan amanat undang-undang yang

21

Ahmad Iqbal Fanani, dkk, Tugas Badan Kehormatan DPR Dalam Menjaga Martabat

dan Perilaku Para Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia, Artikel

Ilmiah Hasil Penelitian Mahasiswa, 2013, h. 7

Page 77: OPTIMALISASI PERAN MAHKAMAH KEHORMATAN DEWAN …

66

mengatur mengenai UU MPR, DPR, DPD, dan DPRD Nomor 17 Tahun 2014

dan Peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2015 tentang Kode Etik DPR RI.

Kinerja MKD pada periode sebelumnya belum menunjukkan hasil yang

signifikan sesuai dengan target yang diharapkan berdasarkan jumlah

pelanggaran yang telah terbukti atas pengaduan. Hal ini tidak lepas dari adanya

tantangan dan hambatan dalam menegakan etik anggota dewan, adapun

kendala yang dihadapi oleh MKD dalam menyelesaikan pelanggaran kode etik

seperti kendala yang bersifat formil dan materil.

Kendala yang bersifat formil misalnya, dalam memutus perkara

pelanggaran di mana ada unsur politik dalam memutuskan suatu perkara

namun tidak dominan karena tidak dapat dipungkiri bahwa objek dari pada

MKD sendiri dalam menegakan kode etik adalah anggota DPR sehingga hal

tersebut dapat menghambat kecepatan bertindak karena MKD merupakan

bagian dari fraksi atau partai politik yang tentu ada hal-hal yang diinginkan

oleh partai politik yang satu dengan partai politik lainnya. Selain kendala yang

bersifat formil ada pula kendala yang bersifat material yaitu persepsi publik,

MKD dituntut untuk bersikap dan menuntut seadil-adilnya dalam memutuskan

suatu perkara etik, seolah-olah dipahami dalam persepsi publik tersebut ketika

memutus perkara etik didasarkan atas pertimbangan politik dari pada hukum

dan keadilan. Hal tersebutlah yang menjadi pemicu terhambatnya MKD dalam

menyelesaikan pelanggaran etik yang ada baik melalui perkara tanpa

pengaduan atau pun melalui perkara pengaduan.

Page 78: OPTIMALISASI PERAN MAHKAMAH KEHORMATAN DEWAN …

67

Perkara yang terjadi dari periode 2004-2019 menimbulkan pertanyaan baru

sejauh mana peran MKD sebagai alat kelengkapan dewan yang berfungsi

mencegah dan menindak adanya pelanggaran etik, terkait jumlah pelanggaran

yang terjadi dalam setiap periode, di mana perubahan nama Badan Kehormatan

(BK) menjadi Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) belum dapat direalisasi

secara optimal. Bahwa sampai saat ini MKD belum dapat meminimalisir

terjadinya pelanggaran, bisa juga dikatakan bahwa MKD belum dapat

mengatasi perlakuan anggota DPR yang sewenang-wenang melanggar etik

tanpa berfikir panjang bahwa mereka sebagai wakil rakyat sudah sepatutnya

bisa menjaga harkat, martabat, dan kredibilitas dengan menyempurnakan moral

dan etika mereka sebagai wakil rakyat.

Selain itu, upaya yang dilakukan MKD saat ini untuk meminimalisir

terjadinya pelanggaran ternyata belum cukup untuk menindak setiap

pelanggaran yang terjadi baik itu melalui upaya pencegahan dan upaya

penindakan. Padahal posisi dan peran MKD sangatlah penting untuk menjamin

bahwa pelanggaran etik di DPR sudah ditegakan secara optimal sesuai dengan

ketentuan peraturan yang berlaku.

Page 79: OPTIMALISASI PERAN MAHKAMAH KEHORMATAN DEWAN …

68

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari pembahasan pada bab

sebelumnya, yaitu sebagai berikut:

1. Mekanisme penetapan sanksi kode etik didahului adanya pengaduan dan

atau verifikasi data Sekretariat MKD terkait dugaan pelanggaran etik

anggota DPR. Kemudian, ditindaklanjuti dalam rapat internal MKD untuk

memutus dan menyimpulkan bahwa telah terjadi pelanggaran, setelah itu,

MKD mengadakan sidang untuk melakukan pembuktian terkait

pelanggaran. Hasil akhir putusan dilaksanakan dalam rapat internal MKD

untuk memutus sanksi yang akan diberlakukan pada suatu pelanggaran.

2. Peran MKD dalam menegakan kode etik DPR dilakukan melalui upaya

pencegahan dan penindakan. Upaya pencegahan dilakukan dengan

sosialisasi, pelatihan, mengirimkan surat edaran dan memberikan

rekomendasi, atau cara lain yang ditetapkan oleh MKD. Upaya

pencegahan juga dilakukan atas Perkara Tanpa Pengaduan melalui tugas

pemantauan yang didapat dari hasil verifikasi alat kelangkapan MKD

seperti bagian Sekretariat dan Tenaga Ahli MKD, secara langsung atau

tidak langsung. Sedangkan upaya penindakan dilakukan oleh MKD terkait

Perkara Pengaduan yang dihasilkan dari laporan pelanggaran terhadap

anggota yang melakukan pelanggaran kode etik.

Page 80: OPTIMALISASI PERAN MAHKAMAH KEHORMATAN DEWAN …

69

B. Saran

Berdasarkan hasil analisis berbagai pelanggaran yang sering terjadi dalam

dunia legislatif parlemen penulis memberikan saran terhadap MKD DPR RI

sebagai alat kelengkapan yang sudah bersifat tetap.

1. Melakukan penyempurnaan mekanisme penegakan kode etik dewan oleh

MKD dengan berbagai cara seperti, MKD memerlukan penambahan

kewenangan, selain melalui upaya pencegahan dan penindakan MKD

dapat melakukan fungsi pengawasan secara total untuk bekerjasama

dengan lembaga negara lain yang berwenang.

2. Terkait meningkatkan perannya, MKD sebagai sebuah alat kelengkapan

dapat ditingkatkan menjadi sebuah peradilan khusus bagi anggota DPR

dalam penyelesaian pelanggaran kode etik.

3. Selain dalam penggunaan Kelompok Panel untuk menindak pelanggaran

dengan sanksi berat, MKD juga perlu menambahkan anggotanya yang

berasal dari eksternal DPR RI untuk menegakan pelanggaran yang bersifat

ringan maupun sedang seperti akademisi dan masyarakat umum yang

mempunyai kriteria di bidangnya demi terjaganya kenetralan satu putusan.

4. Perlu adanya keterbukaan publik dengan memberitakan atau

menyampaikan putusan-putusan pelanggaran yang sudah berkekuatan

hukum tetap, terutama pada pelanggaran dengan sanksi berat agar

masyarakat dapat menilai lebih jauh mengenai pelaksanaan kode etik

MKD sekaligus untuk mendorong percepatan peran dalam meningkatkan

sistem kode etik.

Page 81: OPTIMALISASI PERAN MAHKAMAH KEHORMATAN DEWAN …

70

DAFTAR PUSTAKA

Buku-Buku:

Assiddiqie, Jimly, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jakarta: Rajawali Pers,

2013.

- - - -, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi,

Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Kostitusi RI,

2006.

- - - - Gagasan Amandemen UUD 1945 dan Pemilihan Presiden Secara

Langsung, Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah

Kostitusi RI, 2006.

Fatwa, A.M., Potret Konstitusi, Pasca Amandemen UUD 1945, Jakarta: Kompas,

2009.

Ilmar, Aminuddin, Hukum Tata Pemerintahan, Jakarta: Kencana, 2014.

Kumorotomo, Wahyudi, Etika Administrasi Negara, Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada, 2008.

Laporan Lima Tahun DPR RI 2004-2009: Mengemban Amanat dan Aspirasi

Rakyat, Jakarta: Sekretariat Jenderal DPR RI, 2009.

Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana, 2005.

Mufid, Muhamad, Etika dan Filsafat Komunikasi, Jakarta: Prenadamedia Group,

2009.

Nuh, Muhammad, Etika Profesi Hukum, Bandung: CV. Pustaka Setia, 2011.

Pardede, Marulak, Efektivitas Putusan Badan Kehormatan DPR/DPRD, Jakarta:

Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum Dan Ham, 2011.

Ramadhani, Rizqi, Dilema Badan Kehormatan DPR Antara Penegak Etika

Anggota Dewan Dan Kepentingan Fraksi, Skripsi S1 Fakultas Ilmu Sosial

dan Ilmu Politik, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,

2013.

Page 82: OPTIMALISASI PERAN MAHKAMAH KEHORMATAN DEWAN …

71

Salang, Sebastian, M. Djadijono, dan I Made Leo Wiratma, TA. Legowo,

Panduan Kinerja DPR/DPRD, Menghindari Jeratan Hukum Bagi Anggota

Dewan, Jakarta: Forum Sahabat, 2009.

Sekretariat Jenderal DPR RI, DPR RI Periode 2009-2014: Catatan Akhir Masa

Bakti, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data, dan Informasi, Jakarta:

Sekretariat Jenderal DPR RI dan Azza Grafika, 2013.

Soekanto, Seojono dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta: Raja

Grafindo Persada, 2003.

Sunggono, Bambang, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada, 2007.

Yusuf, A. Muri, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Gabungan,

Jakarta: Kencana, 2014.

Peraturan Perundang-Undangan:

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Mahkamah Permusyawaratan

Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah dirubah Undang-

Undang Nomor 24 Tahun 2014.

Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 1 tahun 2015

tentang Kode Etik Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.

Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2015

tentang Tata Beracara Mahkamah Kehormatan Dewan Perwakilan Rakyat

Republik Indonesia.

Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014

tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.

Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 16/DPR

RI/I/2004-2005 tentang Kode Etik Dewan Perwakilan Rakyat Republik

Indonesia.

Page 83: OPTIMALISASI PERAN MAHKAMAH KEHORMATAN DEWAN …

72

Jurnal:

Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan Ham RI, Efektivitas

Putusan Badan Kehormatan DPR/DPRD, Jakarta: Badan Pembinaan

Hukum Nasional Kementerian Hukum dan Ham RI, 2013.

Dewan Perkilan Daerah Republik Indonesia, Menegakkan Etika Memajukan

Parlemen, Rekaman Seminar Nasional Dewan Perwakilan Daerah

Republik Indonesia: “Peran Badan Kehormatan Dalam Menjaga Harkat,

Martabat, Kehormatan, dan Citra Lembaga Legislatif”, Jakarta: Dewan

Perwakilan Daerah Republik Indonesia, 2013.

Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Langkah DPR Menuju Parlemen

Modern Dalam Demokrasi Indonesia Laporan Kinerja DPR (1 Oktober

2014—13 Agustus 2015), Jakarta: Dewan Perwakilan Rakyat Republik

Indonesia, 2015.

Elza Astari Retaduari, Elizabeth dan Lukas S. Ispandriarno, Hubungan

Keanggotaan Wartawan dalam Organisasi Pers dengan Pengetahuan

tentang Kode Etik Jurnalistik. Studi Eksplanatif terhadap Wartawan

Anggota PWI Cabang Yogyakarta.

Fanani, Ahmad Iqbal, dkk, Tugas Badan Kehormatan DPR Dalam Menjaga

Martabat dan Perilaku Para Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

Republik Indonesia, Artikel Ilmiah Hasil Penelitian Mahasiswa, 2013.

Habibi, Nur, Praktik Pengawasan Etika Dewan Perwakilan Rakyat Republik

Indonesia, Jurnal Cita Hukum, Volume 1, Juni 2014.

Holilah, Etika Administrasi Publik, Jurnal Review Politik, Volume 03 Nomor 02,

Desember, 2013.

Syarif, Mujar Ibnu, Contemporary Islamic Political Discourse On The Political

Ethics Of State Officials, Shariah Journal, Vol. 22, No. 2, 2014, Artikel

diakses pada 29 September 2016, dari http://e-

journal.um.edu.my/public/article-view.php?id=6883.

Media Sosial:

BK Tindak 45 Kasus Kode Etik Anggota DPR, artikel diakses pada 13 Juli 2016,

dari http://m.inilah.com/news/detail/1808641/bk-tindak-45-kasus-kode-

etik-anggota-dpr.

Page 84: OPTIMALISASI PERAN MAHKAMAH KEHORMATAN DEWAN …

73

DPR Rehabilitasi Empat Nama Anggotanya Terkait Laporan Dahlan Iskan, artikel

diakses pada 28 juli 2016, dari

http://www.tribunnews.com/nasional/2012/12/14/dpr-rehabilitasi-4-nama-

anggotanya-terkait-laporan-dahlan-iskan.

Konsep Etika Menurut Para Filosof Muslim, artikel diakses pada 22 September

2016, dari https://8tunas8.wordpress.com/2010/04/07/etika-menurut-para-

filosof-muslim.

MKD Beri Pelanggaran Etika Berat, artikel diakses pada 11 Juli 2016, dari

http://www.kompasiana.com/hendisetiawan/pelanggaran-etika-berat-yang-

mengherankan.

MKD Beri Sanksi Berat, artikel diakses pada 28 Juli 2016, dari

http://www.dpr.go.id/berita/detail/id/12449.

MKD Putuskan Empat Kasus Dugaan Pelanggaran Kode Etik Hari Ini, artikel

diakses pada 13 Juni 2016, dari

http://nasional.sindonews.com/read/1048502/12/mkd-putuskan-4-kasus-

dugaan-pelanggaran-kode-etik-hari-ini-1443410068.

Pengertian Etika Menurut Para Ahli, artikel diakses pada 3 September 2016, dari

http://www.seputarpengetahuan.com/2015/10/15-pengertian-etika-

menurut-para-ahli-terlengkap.html.

Pertama Kali Dalam Sejarah MKD Putuskan Melalui Voting, artikel diakses pada

11 Juli 2016, dari http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/

politik/15/12/01/nyogb5330-pertama-kali-dalam-sejarah-mkd-putuskan-

melalui-voting.

PPP Pastikan Beri Sanksi Berat Buat Ivan Haz, artikel diakses pada 11 Juli 2016,

dari https://nasional.tempo.co/read/news/2016/02/25/078748307/ppp-

pastikan-beri-sanksi-berat-buat-ivan-haz.

Tak Ada Sanksi Berat Untuk Anggota DPR Pelanggar Etik, artikel diakses pada

28 Juli 2016, dari http://nasional.kompas.com/Tak.Ada.Sanksi.Berat.

untuk.Anggota.DPR.Pelanggar.Etika.

Wawancara Pribadi dengan Yusuf., S.Ag., M.Si, Jakarta: 7 September, 2016.

www.dprri.go.id.

Page 85: OPTIMALISASI PERAN MAHKAMAH KEHORMATAN DEWAN …

76

Lampiran 4

Transkrip Wawancara dengan Bapak Yusuf, S.Ag., M.Si

Tenaga Ahli Mahkamah Kehormatan DPR RI

Hari Rabu, 7 September 2016, Pukul 11.30, di Gedung Nusantara I

Ruang Sekretariat MKD

Foto bersama dengan (Bapak Yusuf, S.Ag., M.Si: ditengah) beserta Staf Tenaga Ahli Mahkamah

Kehormatan DPR RI

Penulis:

Bagaimana pandangan Anda mengenai MKD saat ini, apakah pembentukan MKD

saat ini sebagai alat kelengkapan dewan sudah tepat?

Yusuf:

MKD saat ini merupakan up grading dari sebuah badan dengan nama

Badan Kehormatan ketika itu terbentuk dari tahun 2004, kemudian pada tahun

2014 melalui perubahan UU MD3 No. 17 Tahun 2014 tidak lagi disebut BK tetapi

MKD, filosofi perubahannya terkait dengan kewenangan sebuah AKD itu

bertugas dan menjaga martabat dewan sebagai lembaga peradilan yang itu lebih

memiliki taji untuk mengawasi dan memonitoring pelaksanaan kode etik di DPR,

maka dinamakan dengan Mahkamah walaupun nama Mahkamah itu

terminologinya adalah peradilan. Dikatakan sebagai lembaga etik di DPR ini tentu

pembentukan MDK itu sudah sangat tepat seiring dengan adanya semangat

memperikan kepuasan dan kepercayaan publik yang tinggi dari lembaga dewan di

mana dari segi tujuan MKD dibentuk untuk menjaga martabat dan keluhuran, hal

ini sangat terkait dengan kinerja kelembagaan eksistensi MKD itu sangat

berhubungan dengan bagaimana kinerja dewan melalui pengawasan dan

monitoring kede etik di DPR. Apabila kode etik dapat ditegakan dan anggota

Page 86: OPTIMALISASI PERAN MAHKAMAH KEHORMATAN DEWAN …

77

patuh pada kode etik itu secara otomatis akan terjadi penigkatan kinerja

kelembagaan DPR maka kita katakana itu sudah tepat.

Penulis:

Apa saja kendala yang dihadapi oleh MKD dalam menyelesaikan pelanggaran

kode etik?

Yusuf:

Kendala tentu ada yang sifatnya formil dan materil, tetapi itu tidak

menjadi hambatan untuk pelaksanaan fungsi dan tugas MKD sebagai terminologi

ini merupakan suatu hal yang baru, MKD ini hanya ada satu di dunia yaitu di

Indonesia tidak ada Badan Kehormatan lain yang menggunakan nama Mahkamah

karena ini masih baru tentu banyak hal-hal yang perlu diperbaiki dan

disempurnakan tentu sebagai sebuah peradilan etik ia dituntut untuk bersikap dan

menuntut seadil-adilnya nah ini juga menjadi tantangan karena ini berada dalam

sebuah lembaga DPR yang mana itu merupakan lembaga politik contohnya

anggota MKD itu kan bagian dari anggota fraksi yang ada di DPR ini dan itu

menjadi hal yang tentu bisa dikatakan menghambat kecepatan karena dia bagian

dair fraksi bagian dari partai politik tentu ada hal-hal yang diinginkan dari partai

politik ada hal-hal yang diinginkan parpol yang satu dengan parpol yang lain itu

berbeda terkait dengan kepentingan politik nah itu sebagai sebuah peradilan etik

yang berada dalam lembaga politik itu tidak bisa dipungkiri dan ditutupi ada

realitas kendala yang dihadapi terkait dengan kepentingan politik masing-masing

fraksi yang ada di DPR.

Misalnya di dalam soal anggota MKD melakukan pelanggaran kode etik

kan ada istilah tidak mungkin jeruk makan jeruk publik menghambat itu salah satu

hambatan lain lagi yang sifatnya materil yaitu persepsi publik melihat eksistensi

MKD mana mungkin menjatuhkan temannnya sendiri itulah yang dikatakan

kendala-kendala untuk bersikap dan memutus seadil-adilnya jadi persepsi publik

itu selalu menjadi kenadala dan ini harus diatasi oleh MKD karena dalam persepsi

publik toh MKD itu kan bagian dari lembaga politik adanya fraksi-fraksi adanya

parpol yang itu tidak selalu sama kepentingan politik dengan parti dengan

kepentingan rakyat nah itu kan persepsi publik itu kan begitu selalu berbeda

belum tentu yang diinginkan rakyat seperti itu partai politik itu sebenarnya adalah

bagian dari daerah berasal dari rakyat tapi itulah satu kendala yang kedua selain

adanya kepentingan politik yang terkadang berbeda untuk disatukan untuk

ditemukan itu tidak mudah yang kedua ada persepsi publik, MKD di mana ada

kepentingan politik di mana kepentingan politik itu tidak selalu sejalan dengan

rakyat nah maka di dalam menjalankan tugas dan fungsi di Mahkamah

Kehormatan Dewan itu tentu dia harus bisa memastikan apa yang dikehendaki

oleh rakyat di dalam mengawasi dan memonitoring di DPR kalau DPR nya itu

patuh kepada kode etik secara otomatis itu bisa dipahami dalam persepsi publik

mereka memahami kehendak rakyat nah itu.

Page 87: OPTIMALISASI PERAN MAHKAMAH KEHORMATAN DEWAN …

78

Penulis:

Adakah upaya-upaya yang dilakukan MKD untuk meminimalisir terjadinya

pelanggaran?

Yusuf:

Jadi di dalam peraturan DPR RI No. 1/2015 tentang Kode Etik ada satu

pasal disitu dijelaskan tentang sistem penegakan kode etik bisa dilihat sambil

mewawancara bab 3 pasal 19 penegakan kode etik ayat 2 nya penegakan kode etik

dilakukan melalui upaya pencegahan dan penindakan nah jadi yang melanggar itu

itu namanya penindakan ditindak dia disidangkan diputuskan melanggar atau

tidak terbukti melanggar kalau dia melanggar dikasih sanksi kalau dia tidak

melanggar tidak terbukti direhabilitasi. Pencegahan itu cukup luas misalnya kan

mencegah supaya anggota tidak melanggar, di dalam hal yang menjadi perhatian

publik melalui media massa itu kan ketidakhadiran angota, ketidakhadiran

anggota yang dimaksud kan sering lihat di tv anggota MKD telah berupaya

meminimalisir agar mereka tidak malas ketidakhadiran yang dimaksud oleh aturan

kode etik itu yang diberi sanksi itu yang melanggar tidak hadir terus diberi sanksi

berapa kali dia tidak hadir ada jumlah 40% dalam 1 kali masa sidang kalau masa

sidang nya 10 40% nya 4 jadi dia sudah pasti mendapatkan sanksi maka sebelum

itu terjadi MKD apabila menemukan dan mendapatkan data harus atas rekapitulasi

ketidakhadiran 1 kali aja dia tidak hadir tanpa keterangan dia sudah mendapatkan

surat cinta dari MKD peringatkan itulah salah satu upaya meminimalisir juga

untuk tidak melanggar sampai 40% nah alhamdulillah mereka-mereka yang

mendapatkan surat cinta atau peringatan tadi jangan sampai melakukan

pelanggaran untuk tidak hadir setelah mendapat mereka memperbaiki dan tidak

ditemukan lagi nah itu salah satu bentuk upaya kedua MKD lalu memberikan

edaran-edaran ada pemberitaan tentang bermasalah MKD cepat memberikan

edaran untuk buat laporan kungker.

Terus ada masalah LHKPN laporan harta kekayaan KPK MKD

memberikan edaran setiap tahun itu selalu mengingatkan kepada anggota untuk

membuat laporan kekayaan itu hal-hal yang sifatnya selain itu tentu kita selalu

mensosialisasikan melakukan sosialisasi kepada anggota DPR untuk tidak

melanggar itu jawabannya bahwa adakah upaya yang pelanggaran ada itulah

melalui sistem pencegahan dan penindakan. Kalau dari segi pengawasan MKD itu

monitoring dia tidak dikatakan di dalam tata beracara di peraturan selanjutnya no

2 tentang tata beracara itu disebutkan di sini tugas dan fungsi MKD itu tidak

disebutkan mengawasi tapi melakukan pemantauan monitoring dalam rangka

fungsi pencegahan jadi memantau itu bisa dilakukan setiap saat resmi dan tidak

resmi memantau, yang memantau itu bisa secara langsung juga secara tidak

langsung secara tidak langsung misalnya akses informasi-informasi yang beredar

di media massa tentu monitoringnya tidak lagi berdasarkan itu misalnya ada orang

membuat kerusuhan di dalam rapat, MKD kan tidak ada di sana ikut rapat tiba-

tiba tahunya dari mana dari media massa atau sosial media nah itu monitoring

dilakukan langsung dan tidak langsung kalau mengawasi itu terminologinya

langsung jadi semakin berbatas tentu semangat dari tujuan MKD menegakan dan

Page 88: OPTIMALISASI PERAN MAHKAMAH KEHORMATAN DEWAN …

79

menjaga maka cakupan yang lebih luas itu adalah memantau jadi anggota itu akan

lebih senang dipantau akan lebih patuh dipantau dari pada mengawasi.

Penulis:

Terkait fungsinya memantau, termasuk dalam jenis pengaduan perkara apakah

pemantauan itu?

Yusuf:

Nah tugas pemantauannya itu terkait dengan adanya pelanggaran tadi kan

pertanyaannya ada dua perkara pengaduan itu ada karena ada yang mengadukan

dari masyarakat baik secara individu maupun kelompok atau organisasi kalau ada

anggota yang mengadukan sesama anggota itu boleh atau pimpinan mengadukan,

nah itu adanya dari pengaduan tentu unsur pemantauannya tidak ada kalau itu

bicara tentang adanya pelanggaran memantau pelanggaran, baru unsur perkara itu

ada diperkara jenis kedua yaitu perkara tanpa pengaduan dari hasil pemanatau itu

dari kerja-kerja tugas pemantauan MKD itu bisa menimbulkan bisa melahirkan

adanya dugaan pelanggaran kode etik dalam kategori perkara tanpa pengaduan

perkara tanpa pengaduan itu ada karena yang pertama ada ususlan pimpinan dan

atau anggota MKD sendiri hasil memantaunya baik itu secara langsung maupun

tidak nah itu lebih luas memantau itu kan, apa hasil pantauan saya si A melanggar

saya isikan ini menjadi perkara tanpa pengaduan nah itu yang pertama pimpinan

dari pemantauan mereka apakah itu yang berhubungan dengan dengan orang-

keorang ngomong atau media sosial atau baca media massa konvensional, yang

kedua perkara tanpa pengaduan itu bisa muncul dari hasil verifikasi sekretariat

mkd tanpa anggota tahu tanpa pimpinan tahu, kita, tenaga ahli juga bisa

memverifikasikan bahwa ini pelanggaran namun kesimpulan dari semuanya itu

erat terkait dengan pelaksaan tugas pemantauan ada dan tidaknya perkara tanpa

pengaduan.

Penulis:

Terkait verifikasi tersebut apa saja indikatornya?

Yusuf:

Verifikasi sendiri selain dari absensi misalnya, ada keributan nah kita

verifikasi peristiwanya pengaduannya itu apa siapa yag terlibat ada anggota di situ

dan di mana kapan kita virifikasi agar orang-orang yang melihatnya di dalam

pemberitaan itu, kita verifikasi terus ternyata tidak ada unsur pelanggaran kode

etik ya kita abaikan kalau itu ada unsur pelanggaran kode etik kita sampaikan

kepada MKD bahwa ini dalam sosial media ada terjadi perselisihan yang itu

menimbulkan unsur pelanggaran kode etik, di antara masyarakat yang ada di

sosial media itu dengan angota misalnya seperti itu.

Page 89: OPTIMALISASI PERAN MAHKAMAH KEHORMATAN DEWAN …

80

Penulis:

Apa saja faktor yang mempengaruhi penjatuhan sanksi kode etik, ketika ada

anggota dewan yang terjerat kasus atau pelanggaran yang sama tetapi perlakuan

hukumnya berbeda?

Yusuf:

Tentu ketika melakukan tugas penindakan atas dugaan pelanggaran kode

etik yang dilakukan oleh anggota DPR yaitu tentang pertanyaan sanksi itu adalah

ujungnya, pelnggaran itu bisa dilahirkan dari orang yang adanya pengaduan

adanya tanpa pengaduan tentu diselidiki benar ga anggota ini melakukan

pelanggaran di mana dan kapan siapa saja diselidiki, bisa penyelidikan di luar

sidang sebelum sidang atau di dalam siding keputusan adanya sanksi itu

penyelidikan setelah melalui proses sidang, sidang MKD itu urutannya

mendengarkan kalau dia pengaduan ditanya medengarkan kesaksian pengadu

setelah itu teradu, tinggal memanggil pihak-pihak terkait memanggil saksi, saksi

itu bisa dari pengadu bisa dari teradu atau dari MKD sendiri, untuk membuktikan

benar ga anggota ini melanggar kode etik kan ada buktinya bisa jadi saksi bisa

jadi keterangan-keterangan misalnya dokumentasi rekaman video yang berbeda

atau ahli, kalau dia perkara tanpa pengaduan tentu ga ada pengaunya yang ada

keterangan teradu atau pun memanggil saksi-saksi.

Setelah diselidiki berdasarkan bukti-bukti yang ada dia melanggar ya

diputuskan, MKD tidak pernah memutuskan dugaan pelanggaran kode etik itu ada

buktinya melanggar diputuskan tidak melanggar, berdasarkan bukti dia melanggar

atau tidak kalau dia terbukti melanggar dia akan mendapatkan sanksi, sanksinya

ada tiga jenis. Sanksi ringan itu tertulis atau lisan, sanksi sedang diberhentikan

sebagai pimpinan atau jabatan dia dipindahkan dari keanggotaan di komisi satu ke

komisi lain kalau berat dia diberhentikan. Faktor-faktornya ya pertimbangan

hukum dan etika yang berlaku, sudah terbukti nih apakah dia ringan, sedang, atau

berat itu didasari oleh pertimbangan hukum dan etika. Sanksi sedang itu diberikan

ketika pelanggaran kode etiknya mengandung unsur perbuatan melanggar hukum

kalau yang sanksi ringan itu biasanya belum mencapai itu dia murni kode etik.

Misalnya pertimbangan etika ini kan tidak bisa universal ada yang sifatnya lokal

namanya kearifan lokal menurut masyarakat daerah tertentu melakukan perbuatan

begini itu melanggar etika tapi menurut masyarakat lain tidak, dia anggota dor

berasal dari dapil A yang dia melakukan perbuatan itu tidak melanggar, dia

melakukan kunjungan ke daerah lain yang ada suatu perbuatan yang asalnya dia

lakukan itu dia tidak melangar tapi daerah sana itu melanggar dia bisa dikenakan

sanksi berdasarkan pertimbangan etika yang berlaku di sana itu, makannya di sini

di dalam kode etik tentang pasal integritasnya pasal 3 bisa dibaca itu salah satu

pertimbangan etik, ayat satu anggota harus menghindari perilaku tidak pantas atau

tidak patut yang dapat merendahkan citra dan kehormatan DPR blablabla menurut

pandangan etika dan norma yang berlaku dalam masyarakat, tentu suatu

masyarakat itu berbeda pandangan moral dan etikanya ada yang sifatnya lokal dan

universal nah itu terkait faktor yang mempengaruhi.

Penulis:

Page 90: OPTIMALISASI PERAN MAHKAMAH KEHORMATAN DEWAN …

81

Banyak isu mengenai peran MKD yang dalam memutus cenderung lebih nampak

mempertimbangkan hak politis dari pada hukum dan keadilan, lalu bagaimana

memperkuat peran MKD terkait isu atau pembicaraan publik tersebut?

Yusuf:

Ya itu tadi salah satu kendalanya jadi itulah persepsi publik, jadi itu salah

satu tantangan yang harus dihadapi oleh MKD yang saudara tanya itu adalah

persepsi publik seolah-olah nah dipahami dalam persepsi publik itu MKD

memutus perkara itu berdasarkan pertimbangan politik dari pada hukum dan

keadilan itu tadi, ceritanya kan sudah banyak itu pertimbangan hukum sebagai

sebuah peradilan etik dalam lembaga politik kasat-kasat mata itu memang

persepsi tentang itu tidak bisa ditutup namanya persepsi publik ketika MKD

memutus perkara ini ya menurut MKD itu sudah adil berdasarkan pertimbangan

hukum dan etik tapi semangatnya MKD itu kan bagaimana mendekatkan apa yang

diinginkan oleh publik, tentu itu terus ditingkatkan harus bisa diatasi terkait

dengan persepsi itu yang dalam kasat mata memang itu sebagaimana kendala yang

pertama tadi kepentingan politik itu tidak bisa dipungkiri terkait dengan

memberikan sanski ringan berat sedang dikatakan itu politik ya namanya lemabga

politik tapi apakah dia dominan mempengaruhi nah itu pertanyaannya apakah dia

dominan tentu tidak ada pengaruh-pengaruh politik tetapi tidak dominan di kode

etik saja sudah diatur walaupun dia anggota fraksi, dipasal itu halaman 14 fraksi

itu tidak boleh mengintervensi MKD kalau itu dilakukan itu melanggar kode etik,

independensi pasal 11 bagian 10 tentang independensi anggota MKD harus

bersikap indpenden dan bebas dari fraksinya itulah yang dominan walaupun ya ini

mengatakan ada pengaruh fraksi maka dibuat aturan ini pertanyaannya adakah

pengaruh ya ada maka dia dibatasi yang kedua dibatasi lagi anggota fraksi dan

pimpinan DPR dilarang melakukan upaya intervensi terhadap putusan MKD

karena faktanya ada pengaruh polikit itu maka dia dilarang krena di dalam kode

etik dibatasi tidak boleh terpengaruh kepentingan politik orang yang

mempengaruhi apakah dia pimpinan DPR itu adalah pelanggaran kode etik

walaupun hanya bertanya misalnya anggota DPR bertanya bagaimana itu dugaan

pelanggarannya si A itu juga tidak boleh termasuk intervensi mau perkara itu ada

atau tidak ada jalan atau tidak jalan tetap tidak boleh karena itu sepenuhnya adalah

kewenangna MKD nah itu begitu ketatnya yang saya katakan adalah

pertimbangan hukum dan etika bukan pertimbangan politik.

Penulis:

Apakah dampak dari putusan MKD mengikat secara eksternal atau internal?

Yusuf:

Iya apalagi dia diputuskan itu diberhentikan dari jabatannya contohnya itu

tahun 2015 tahu kan ketua DPR disidang di MKD akhirya yang bersangkutan kan

mengundurkan diri dia tidak menginginkan mendapatkan sanksi karena setelah dia

melakukan dia akan mendapatkan sanksi pemberhentian untuk menjaga nama

Page 91: OPTIMALISASI PERAN MAHKAMAH KEHORMATAN DEWAN …

82

baiknya mungkin mengundurkan diri dari jabatan itu karena kalau tidak

mengundurkan diri, dari pendapat dominan pimpinan dan pendapat MKD akan

memberikan sanksi pemberhentian jabatan ketua DPR dia mengikat secara

internal dan eksternal tidak lagi ketua DPR nya si A karena sudah diadili.

Penulis:

Seberapa besar peran MKD sesungguhnya dalam menegakan kode etik?

Yusuf:

Cukup besar kembali kepada filosofi di dalam MD3 No. 17 Tahun 2014

Pasal 119 ayat (2) MKD bertujuan menjaga keluhuran serta martabat anggota

DPR sungguh luar biasa berat dan cukup luar biasa besar tugas MKD itu bicara

tentang bagaimana kehormatan itu tegak dan keluhuran itu terjaga itu di tangan

MKD dialah yang memastikan panggilan yang terhormat itu benar-benar

terhormat untuk bisa memastikan dan menjamin kehormatan dan keluhuran

martabat dewan itu tadi tegak dan terjaga itu jaminannya adalah kode etik ketika

anggota itu mematuhi kode etik kehormatannya tegak kalau dia tidak mematuhi

kode etik ya kehormatannya tidak tegak tercoreng tercemar nah tugas MKD

bagaimana caranya dijelaskan tadi adalah menegakan kode etik jadi cukup besar

dan cukup luar biasa berat tugas MKD itu sekali lagi bicara tentang meningkat

dan tidak meningkatnya kinerja kelembagaan dewan itu ada di MKD perannya

melalui penegakan kode etik.

Penulis:

Apakah MKD berwenang dalam memberhentikan anggota dewan?

Yusuf:

Sangat berwenang. Dalam undang-undang anggota DPR itu berhent karena

diberhentikan oleh pihak partainya sendiri melalui pencabutan keanggotaan atau

diberhentikan berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan tetap atau

inckrah sampai ke kasasi MA karena adanya dugaan tindak pidana yang dia

lakukan, yang ke dua sifatnya yang di luar eksternal itulah yang di internal MKD

berwenang memberhentikan, anggota DPR itu diberhentikan oleh MKD karena

dia mendapatkan sanksi berat setelah melanggar kode etik, seperti pelanggaran

seperti kekerasan terhadap pembantu rumah tangga, itu MKD tahunya ada

pelanggaran dari si korban mengadu ke pihak kepolisian disidik dulu dipolisi baru

MKD merespon, peradilannya belum selesai tetapi MKD telah memproses dan

menghasilkan putusan memberhentikan dan keputusan MKD itu final, hanya di

dalam mekanisme pemberhentian anggota DPR itu MKD tidak bisa menyelidiki

sendiri anggota, dia harus melibatkan perwakilan masyarakat itulah namanya

panel, panel itu sebuah majelis penyelidik pelanggaran kode etik yang bersifat

berat yang terdiri dari 7 orang 3 orang dari anggota MKD dan 4 orang lainnya dari

perwakilan masyarakat yang direkrut yang menyelidiki, bersidang, dan

Page 92: OPTIMALISASI PERAN MAHKAMAH KEHORMATAN DEWAN …

83

memutuskan orang itu hingga akhirnya dia diberhentikan setelah diputuskan

disampaikanlah lagi dalam rapat paripurna ditetapkan.

Penulis:

Bagaimana hakim sidang dalam pelanggaran kode etik ringan dan sedang?

Yusuf:

Kalau terkait pelanggaran kode etik yang sifatnya ringan sedang itu MKD

sendiri, makannya yang berat itu pasti diawali sidang-sidang MKD sendiri pas

mau mengambil keputusan terakhir hasil penyelidikan MKD oh ini ada dugaan

pelanggaran kode etik yang bersifat berat maka putusannya MKD memutuskan si

“A” telah terbukti melanggar kode etik berat sehingga harus dibentuk panel kalau

dia tidak berbentuk panel berarti dia ringna atau sedang. Hakim yang mengadili

yaitu semua anggota mengadili 17 orang itu walaupun di dalam tata beracara

boleh dibentuk kelompok tetapi sejauh ini belum pernah dibentuk kelompok, yang

ringan sedang itu karena semuanya itu masih bisa diatasi, kecuali yang panel

harus 7 orang.

Penulis:

Apa saja faktor yang mempengaruhi penjatuhan sanksi pelanggaran etik?

Yusuf:

Untuk memutuskan dia terbukti atau tidak terbukti ya berdasarkan bukti

untuk mentukan ringan, sedang, dan berat dalam kode etik tidak ada itu

pertimbangan hukum namanya tapi ada juga pertimbangan etika, etika itu beda

dengan hukum etika itu ada unsur subjektifitasnya ini ringan, sedang, dan berat

beda dengan hukum, hukum itu kalau sudah tertulis dia harus dilakukan semuanya

etika kan tidak tertulis ada dalam rasa ada dalam fikiran itulah yang berlaku di

tengah-tengah masyarakat ringan sedang dan berat hukumnya bicara ada

klasifikasinya tetapi di dalam hukum ini ada ruang pertimbangan etika yang itu

sifatnya subjektif tergantung hakim itu unsur masyarakat mana dalam

memutuskan, sama, putusan pegadilan hukumnya juga begitu di dalam KUHP kan

jelas, misalnya JPU menuntut sekian tahun mengapa hakim itu memutus 1 tahun

ya ada unsur subjektifitas hakim sehingga apa yang JPU itu tuntut tidak selalu

dipenuhi malah kadang kalau JPU nya menuntut ringan hakimnya malah

memberatkan hak itulah pertimbangna hukum dan etika keyakinan subjektif ada

di dalam setiap hakim untuk memfinalkan apakah dia kualifikasi ringan, sedang,

dan berat walaupun panduannya sudah ada tetapi ada pertimbangan hukum

subjektif.

Page 93: OPTIMALISASI PERAN MAHKAMAH KEHORMATAN DEWAN …

84

Penulis:

Peran MKD dalam menyidangkan suatu perkara perlukah dalam sidang perkara

yang bersifat ringan dan sedang juga ada unsur dari masyarakat untuk menjaga

kenetralan suatu putusan?

Yusuf:

Kalau dari persepsi publik ketika dalam perubahan MD3 ini itu ada seperti

itu sampai sekarang agar sisi yang ke tiga itu tadi MKD kuat, dihormati, dan

disegani dari internal dan eksternal salah satu strategi penguatan MKD itu adalah

melibatkan pihak eksternal di dalam penyelidikan perkara-perkara dugaan

pelanggaran kode etik di MKD apakah itu yang sifatnya permanen atau temporer

seperti panel itu tetapi setiap pelanggaran apa pun itu ada semangat itu ada hasil

dari kesepakatan sehingga sampai sekarang ini apa yang dikehendaki oleh publik

melibatkan masyarakat baru sebatas pelanggaran berat kan tadi harapannya kan

kita tidak tahu ke depan, sementara ini keinginan untuk memperkuat itu ada jadi

masyarakat kalau itu didorong terus bisa terjadi visi penguatan itu dengan

melibatkan masyarakat menjadi anggota MKD.

Penulis:

Seperti apakah kepantasan seorang anggota dewan itu sebagai wakil rakyat?

Yusuf:

Sikap etik yang pantas itulah yang memang berlaku di dalam masyarakat

tentu ada yang sifatnya universal berlaku untuk semuanya ada yang sifatnya lokal

itu namanya etik pemberlakuannya itu ada dari masyarakat, anggota dewan ketika

ada sebuah rapat membalikan meja pasti dikatakan itu marah dia, marah

berlebihan sehingga tidak etik nah itu berlaku di masyarakat pantaskan anggota

dewan itu di tengah rapat sambil ketawa-ketawa kan dilihat dulu ketawanya itu

mengejek mengganggu rapat atau tidak kalau semuanya lagi ketawa yang

ditertawakan itu hal yang berkaitan dengan masyarakat ya mungkin itu untuk

merilekskan suasana supaya tidak tegang tetapi ada anggota lain mengatakan

masyarakat si “A” mendengarkannya meresponnya dengan ketawa-ketawa itu

melanggar kode etik kan dia tidak menghargai menghormati rekannya ketika

menyampaikan aspirasi dia malah ketawa-ketawa sampai ada yang mengatakan

ada pelanggaran HAM hak asasi manusia dikatakan hak asasi monyet nah itu kan

melawan partainya aja jadi itu pantas dan tidak pantasnya itu tadi dirasa dalam

panca indera kita ada di tengah-tengah masyarkat dikatakan etik dan tidak etik

tetapi panduannya secara umum itu ada di sini bagaimana memahaminya ya ada

unsur subjektifitasnya itu tadi perbuatan pantas tidak pantasnya yang beelaku

dalam masyarakat bisa dibuat di sini lengkap.

Page 94: OPTIMALISASI PERAN MAHKAMAH KEHORMATAN DEWAN …

85

Penulis:

Apa harapan Anda terhadap MKD di masa mendatang?

Yusuf:

Sebagaimana kita katakan di awal tadi ternyata MKD ini sungguh kuat

lembaga penegak kode etik di parlemen dinamakan Mahkamah itu baru 1 di dunia

sebagai suatu hal yang baru tentu wajar kalau dia belum sempura dan banyak yang

harus diperbaiki terus harapannya tentu MKD ke depan semakin meningkat di

dalam menegakan kode etik semakin efektif dan semakin kuat target ke depennya

ya semakin kuat itu menjadi lembaga penegak etik di DPR yang disegani dan

dihormati oleh siapa pun baik di internal maupun eksternal ituah visi MKD

meningkat efektif dan kuat itu harapannya MKD yang menjadi visi dalam

program-program meningkat itu pasti terus efektif iya tapi yang paling berat itu

nantinya MKD adalah menjadi lembaga penegak hukum kode etik yang kuat baik

secara internal maupun secara eksternal itu lah harapan kita semua tentang MKD.