26
Optimasi Ekstrasi Minyak Limbah Padat Industri Jamu Ditinjau Dari Nisbah Pelarut dan Waktu Perendaman Optimation Oil Extraction From Herbal Industry Solid Waste As Revealed by Solvent Ratio and Soaking Time Oleh : Fentyarta Juli Chrisnani 652012005 TUGAS AKHIR Diajukan kepada Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Matematika guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Matematika Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga 2016

Optimasi Ekstrasi Minyak Limbah Padat Industri Jamu Ditinjau …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10415/2/T1... · 2017-03-21 · Optimasi Ekstrasi Minyak Limbah Padat Industri

Embed Size (px)

Citation preview

Optimasi Ekstrasi Minyak Limbah Padat Industri Jamu Ditinjau Dari Nisbah

Pelarut dan Waktu Perendaman

Optimation Oil Extraction From Herbal Industry Solid Waste As Revealed by Solvent

Ratio and Soaking Time

Oleh :

Fentyarta Juli Chrisnani

652012005

TUGAS AKHIR

Diajukan kepada Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Matematika

guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains

Program Studi Kimia

Fakultas Sains dan Matematika

Universitas Kristen Satya Wacana

Salatiga

2016

ii

iii

iv

v

DAFTAR ISI

Halaman Cover ............................................................................................................ i

Halaman Pengesahan ..................................................................................................ii

Pernyataan Keaslian Karya Tulis Tugas Akhir....................................................... iii

Pernyataan Persetujuan Publikasi ............................................................................ iv

Daftar Isi ....................................................................................................................... v

Abstract .......................................................................................................................... 1

I. Pendahuluan ....................................................................................................... 2

II. Metode Penelitian ............................................................................................... 4

2.1. Bahan dan Piranti ..................................................................................... 4

2.2. Metode ........................................................................................................ 4

2.2.1. Preparasi Sampel ............................................................................... 4

2.2.2. Ekstraksi Minyak Limbah Padat Industri Jamu............................ 4

2.2.3. Purifikasi Minyak .............................................................................. 5

2.2.4. Analisis Fisiko Kimia ......................................................................... 6

2.2.5. Bilangan Asam, Asam Lemak Bebas dan Derajat Asam ............... 6

2.2.6. Bilangan Penyabunan ........................................................................ 6

2.2.7. Bilangan Iodium ................................................................................. 7

2.2.8. Gas Chromatography - Mass Spectrometry Test (GC-MS) ............... 7

2.2.9. Analisis Data ....................................................................................... 8

III. Hasil dan Pembahasan ....................................................................................... 8

3.1. Analisis Pengaruh Waktu Perendaman dan Nisbah Pelarut

Terhadap Rendemen Minyak Limbah Padat Jamu .............................. 8

3.2. Purifikasi Minyak Dengan Degumming dan Netralisasi ...................... 10

3.3. Analisis Fisiko-Kimiawi ........................................................................... 12

3.4. Bilangan Asam ......................................................................................... 13

3.5. Asam Lemak Bebas .................................................................................. 13

3.6. Derajat Asam ............................................................................................ 13

3.7. Bilangan Penyabunan .............................................................................. 14

3.8. Bilangan Iodium ....................................................................................... 14

3.9. Gas Chromatography - Mass Spectrometry Test (GC-MS) ..................... 14

IV. Kesimpulan ........................................................................................................ 17

V. Saran ................................................................................................................... 17

Daftar Pustaka ............................................................................................................ 18

1

Optimasi Ekstrasi Minyak Limbah Padat Industri Jamu Ditinjau Dari Nisbah

Pelarut dan Waktu Perendaman

Optimation Oil Extraction From Herbal Industry Solid Waste As Revealed by Solvent

Ratio and Soaking Time

1Fentyarta Juli Chrisnani,

2Hartati Soetjipto,

2Sri Hartini

1Mahasiswa Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Matematika

2Dosen Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Matematika

Universitas Kristen Satya Wacana

Jl. Diponegoro 52-60, Jawa Tengah 50711, Telp:(0298)321212

[email protected]

Abstract

The objectives of the study are to determine the physico-chemical and composition

identification of herbal industry solid waste oil, to determine the yield optimation of herbal solid

waste oil, revealed by solvent ratio and soaking time, and the last to determine the yield and oil

loss after purification process. The physico-chemical of herbal solid waste oil was identified

according to SNI-01-3555-1998. Data were analyzed by Factorial Design (4x5) and it was laid

out with Randomized Completely Block Design (RCBD), with 3 replications. As the first factor

is solvent ratio consisted of 4 levels which are: 1:15, 1:20, 1:25, dan 1:30 (w/v)

respectively. The second factor is soaking time consisted of 5 levels: 1, 2, 4, 6, and 8

hours respectively, and as block is time analysis. To test the different between treatment

means the honestly significance difference was used 5% level of significance. The

highest yield (2,7556 ± 0,2651%) was obtained by treatment 1 hour soaking time and

solvent ratio 1:25 (w/v). The purification of herbal solid waste oil got the yield 38,79%

with oil loss 61,21%. The result show that physico-chemical oil compounds have

contents: acid value 56,4494 mg KOH

/g fat; free fatty acid 25,8017%; acid degree value

100,6228 ml NaOH

/g fat; saponification value 77,0299 mg KOH

/g fat and iodine value 1,9261

gI2/100 g fat. Meanwhile the result by Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS)

test shows that herbal industry solid waste oil contains of oleic acid, miristic acid,

palmitate acid, 4,4-dimetoxybenzoin and octadecan.

Keywords: herbal solid waste, physical-chemical, chemical compound, maceration,

purification.

2

I. PENDAHULUAN

Industri jamu di Indonesia mulai ada sejak tahun 1658 (Amir dan Lestari,

2013).Jamu dibuat dari campuran sari berbagai tanaman yang bermanfaat untuk

menyembuhkan penyakit. Jamu mulai dikomersialisasi dengan pesatnya

perkembangan industri jamu (Purnamasari dkk., 2013). Menurut Direktorat Jendral

Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, pasar obat herbal meningkat mencapai 13

triliun atau sekitar 2% dari total pasar obat herbal di dunia (Anonim, 2013).

Berkembangnya industri jamu berpengaruh terhadap limbah yang

dihasilkannya. Limbah padat jamu yang dihasilkan, dibiarkan menumpuk hingga

bertahun-tahun dan warnanya sampai menghitam (Purnamasari dkk., 2013).Limbah

padat jamu merupakan salah satu limbah padat yang dihasilkan dari proses

penggilingan simplisia maupun penyaringan serbuk jamu (Aula, 2015). Salah satu

pabrik yang memproduksi obat herbal (jamu) di Jawa Tengah, menghasilkan limbah

padat yang terdiri dari ampas rempah-rempah jumlahnya mencapai 17.000kg

/hari (Amir

dan Lestari, 2013).

Dampak negatif limbah tidak hanya berdampak bagi manusia saja, namun

juga berdampak bagi kehidupan makhluk hidup lain dan lingkungan sekitar. Beberapa

limbah jamu mengandung sekelompok fenol dan senyawa turunannya yang

mempunyai efek yang berbahaya bagi lingkungan. Menurut Hadiyanto dan

Christwardana (2012) sebuah industri jamu mampu menghasilkan limbah dengan

Chemical Oxygen Demand (COD) sekitar 200-20.000 ppm dan fenol 9,8 ppm. Adanya

limbah padat jamu di dalam lingkungan hidup dapat menimbulkan pencemaran seperti

kerusakan permukaan tanah dan timbulnya gas beracun seperti H2S, NH3, CH4 dan

CO2 yang dihasilkan dari pembusukan limbah padat yang ditimbun. Selain itu, limbah

padat jamu juga menimbulkan penurunan kualitas udara yang mengakibatkan mabuk

dan pusing. Limbah padat yang dibuang dalam perairan juga menyebabkan air menjadi

keruh dan mengubah pH air (Arief, 2012). Apabila air tercemar limbah yang

mengandung logam berat digunakan oleh manusia maka akan menyebabkan gangguan

infeksi pada kulit, sedangkan bila dikonsumsi maka dapat menimbulkan gangguan

yang mengarah pada kerusakan ginjal (Anonim, 2012).

Sampai saat ini limbah padat jamu hanya dimanfaatkan untuk pembuatan

pupuk organik untuk tanaman di lokasi pabrik dan sebagian dimanfaatkan oleh para

3

petani terutama petani binaan serta petani disekitar lingkungan pabrik untuk bahan

bakar (Amir dan Lestari, 2013). Salah satu hasil pengolahan limbah padat jamu adalah

dapat diolah menjadi pupuk cair, dan yang terbaru adalah pupuk dalam bentuk

granule (Purnamasari dkk., 2013).

Dalam bidang rekayasa pertanian, minyak berpotensi untuk dikembangkan

menjadi suatu bentuk energi bahan bakar yang terbaharukan yang disebut dengan

biodiesel. Biodiesel dihasilkan dari minyak nabati melalui proses reaksi

transesterfikasi antara minyak nabati, metanol dan katalis (Kristanto dan Winaya,

2003).

Beberapa negara di Eropa seperti Luksemburg, Belanda, Jerman, Prancis,

Denmark dan Swedia mengandalkan insinerasi sebagai pengolahan limbah padat

untuk menghasilkan 4,8% energi listrik dan 13,7% panas yang dikonsumsi negara

tersebut pada tahun 2015 (Arief, 2012).

Ekstrasi limbah jamu pada kondisi terbaik menghasilkan rendemen oleoresin

jahe yang tinggi dan bermutu baik diperoleh pada kombinasi perlakuan jenis pelarut

etanol, waktu 5,5 jam dan suhu 40°C dengan konsentrasi oleoresin 12,2% (Amir dan

Lestari, 2013). Regina (2015) melaporkan bahwa hasil rendemen minyak atsiri limbah

padat jamu dengan 3 jenis metoda distilasi menunjukkan rendemen minyak atsiri yang

sangat kecil, yaitu berkisar antara 0,0763±0,0033% sampai 0,1586±0,0050% tetapi

kandungan minyak non atsirinya relatif tinggi. Proses ekstraksi dalam pembuatan jamu

tersebut hanya menggunakan pelarut etanol dan air, maka kemungkinan besar di dalam

limbah padat jamu masih mengandung senyawa aktif fenolik, minyak atsiri dan

terpenoid.

Berdasarkan penelitian di atas, dilakukan re-ekstraksi minyak limbah padat

jamu dengan menggunakan metode maserasi. Pengembangan penelitian-penelitan di

atas membutuhkan penelitian lebih lanjut mengenai karakteristik minyak limbah padat

jamu baik secara fisiko-kimia maupun identifikasi komponen senyawa penyusunnya

secara Gas Chromatography – Mass Spectrometry (GC-MS).

Minyak limbah jamu yang akan diaplikasikan harus dipurifikasi terlebih

dahulu dengan cara proses adsorbsi. Proses purifikasi minyak terdiri dari dua tahap

yaitu degumming dan netralisasi. Degumming merupakan proses penghilangan

pengotor dalam minyak, sedangkan netralisasi merupakan proses penetralan biasanya

4

menggunakan NaOH. Hasil purifikasi minyak berpengaruh terhadap loss dan kualitas

minyak yang dihasilkan (Kartika dkk., 2010).

Penelitian ini bertujuan: pertama, menentukan sifat fisiko-kimiawi dan

komponen penyusun minyak limbah padat industri jamu herbal. Kedua, menentukan

optimasi rendemen minyak limbah padat jamu, ditinjau dari nisbah pelarut dan waktu

perendaman. Ketiga, menentukan yield dan loss minyak setelah proses purifikasi.

Penentuan sifat fisiko-kimiawi minyak limbah padat jamu ditentukan berdasarkan SNI

01-3555-1998.

II. METODE PENELITIAN

2.1. Bahan dan Piranti

Sampel limbah padat jamu diperoleh salah satu pabrik jamu di Jawa

Tengah. Bahan kimia yang digunakan antara lain yaitu akuades, cling wrap,

aluminium foil, kertas saring, H3PO4, n-heksana, NaOH, HCl, indikator jingga

metil, kanji, CH2Cl2, C2H5OH, H2SO4, KOH, Na2S2O3, KI, I2, K2Cr2O7,

Na2B4O7·10H2O, indikator Phenolpthalein (PP), indikator Metil Merah (MM) dan

indikator Metil Orange (MO) (semua reagen yang digunakan pro analysis, Merck).

Alat-alat yang digunakan antara lain rotary evaporator Buchi R-114,

neraca semi mikro O’haus, neraca digital O’haus, drying cabinet, waterbath,

magnetic stirrer, hot plate stirrer, pH-meter Hanna,Gas Chromatography-Mass

Spectrometry (GC-MS) QP2010 SE,pH-meter Hanna, serta peralatan gelas

laboratorium.

2.2. Metode

2.2.1. Preparasi Sampel (Wildan dkk., 2013, dimodifikasi)

Limbah padat jamu dikeringkan dalam drying cabinet selama 24 jam,

kemudian dihaluskan dengan grinder, lalu diayak dengan ayakan 20 mesh. Sampel

disimpan di dalam wadah bertutup rapat.

2.2.2. Ekstraksi Minyak dari Limbah Padat Industri Jamu Dengan Metoda

Maserasi Berpengaduk (Wildan dkk., 2013, dimodifikasi)

Sampel ditimbang sebanyak 10 g, selanjutnya dimasukkan dalam

erlenmeyer, kemudian ditambah pelarut n-heksana dengan variasi perbandingan

5

sampel:pelarut 1:15, 1:20, 1:25 dan 1:30 (b/V). Dilakukan pengadukan

menggunakan magnetic stirrer dengan variasi waktu ekstraksi 1, 2, 4, 6 dan 8

jam. Hasil ekstraksi kemudian didekantasi, lalu dievaporasi untuk menentukan

rendemen minyak kasar. Minyak hasil ekstraksi dipindahkan ke dalam botol

sampel yang telah ditimbang. Rendemen minyak kasar dapat ditentukan dengan

dilakukan penimbangan.

Rendemen =

Keterangan :

M1 = massa awal limbah jamu kasar

M2 = massa akhir minyak limbah jamu

2.2.3. Purifikasi Minyak Secara Degumming dan Netralisasi (Kartika dkk.,

2010)

Proses purifikasi terdiri dari dua tahap yaitu degumming yang merupakan

pengaruh dosis larutan H3PO4 (0,2%), dan netralisasi yaitu pengaruh NaOH

konsentrasi (18˚ Be) terhadap kualitas minyak limbah padat jamu murni yang

dihasilkan.

Degumming

Sampel minyak ditimbang sebanyak 3 g dalam erlenmeyer 100 ml. Larutan

H3PO4 20% sebanyak 0,2% (b/b) ke dalam minyak sampel yang telah

dipanaskan sebelumnya pada suhu 70˚C. Campuran minyak dan larutan H3PO4

terus dipanaskan pada suhu 70˚ dan diaduk selama 25 menit.

Netralisasi

Larutan minyak yang telah didegumming, kemudian ditambahkan larutan

NaOH konsentrasi 18˚Be, campuran ini diaduk selama 10-15 menit, didiamkan

selama 24 jam kemudian didekantasi. Minyak yang terpisah selanjutnya dicuci

dengan air (60˚C-70˚C) hingga pH netral, lalu diuapkan pada suhu 80˚C untuk

menguapkan air yang tersisa. Loss minyak dihitung dengan rumus :

Loss minyak (%) =

6

2.2.4. Analisis Fisiko-Kimiawi Minyak Limbah Padat Jamu

Penentuan aroma dan warna ditentukan dengan pemaparan secara

deskriptif, bilangan asam (SNI 01-3555-1998), asam lemak bebas (SNI 01-3555-

1998), derajat asam (SNI 01-3555-1998), bilangan penyabunan (SNI 01-3555-

1998) dan bilangan iodin.

2.2.5. Bilangan Asam, Asam Lemak Bebas dan Derajat Asam (SNI 01-3555-

1998)

Sampel minyak sebanyak 2 g dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml,

lalu ditambahkan 50 ml etanol netral 95% dan indikator PP sebanyak 3-5 tetes.

Sampel kemudian dititrasi dengan larutan standar KOH 0,1 N hingga warna

berubah menjadi merah muda tetap (tidak berubah selama 15 detik). Bilangan

asam ditentukan dengan rumus:

bilangan asam =

asam lemak bebas =

derajat asam =

Keterangan :

V = volume KOH yang diperlukan dalam penitaran dalam (ml)

T = normalitas KOH

m = bobot contoh, dalam gram

M = bobot molekul asam lemak

2.2.6. Bilangan Penyabunan (SNI 01-3555-1998)

Sebanyak 2 g sampel ditimbang dengan ketelitian 0,0001 g, dan

dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer 250 ml, kemudian 25 ml KOH alkohol

0,5N ditambahkan dengan menggunakan pipet. Erlenmeyer dihubungkan dengan

pendingin tegak dan dididihkan di atas pemanas listrik selama 1 jam. Sebanyak

0,5-1 ml indikator PP diteteskan ke dalam larutan tersebut dan dititrasi dengan

asam klorida HCl 0,5 N sampai warna indikator berubah menjadi tidak berwarna.

Bilangan penyabunan dihitung dengan rumus :

Bilangan penyabunan =

7

Keterangan :

T = Normalitas HCl 0,5N

Vo = Volume HCl 0,1 N yang diperlukan pada penitaran blanko (ml)

V1 = Volume HCl 0,1 N yang diperlukan pada penitaran contoh (ml)

m = bobot contoh (gram)

2.2.7. Bilangan Iodium

Sampel minyak ditimbang sebanyak 5 g, lalu dimasukkan dalam

erlenmeyer 250 ml, kemudian ditambahkan larutan Iod 5 ml, diklormetan 15 ml,

H2O 20 ml dan indikator amilum 2-3 tetes. Larutan ini kemudian dititrasi dengan

Na2S2O3 0,1 N. Blanko dikerjakan, lalu dihitung bilangan iodium dengan rumus :

Bilangan iod =

Keterangan :

T = Normalitas larutan standar natrium tiosulfat 0,1N

V3 = Volume larutan tio 0,1N yang diperlukan pada penitaran blanko (ml)

V4 = Volume larutan tio 0,1N yang diperlukan pada penitaran contoh (ml)

m = bobot contoh (gram)

2.2.8. Gas Chromatography-Mass Spectrometri Test(GC-MS)

Minyak limbah padat jamu diidentifikasi komponen kimianya dengan

menggunakan alat Gass Chromatography-Mass Spectrometry (SHIMADZU

QP2010SE) di Laboratorium Terpadu, Fakultas MIPA, Universitas Islam

Indonesia, Yogyakarta. Jenis kolom yang digunakan adalah Rtx-5MS, panjang 30

meter dan ID sebesar 0,25 mm. Kondisi pengoperasian alat menggunakan suhu

pemanasan kolom: 80˚C selama 30 detik, suhu injeksi: 300˚C selama 5 menit,

mode injeksi dengan split ratio sebesar 153:1 dan gas pembawa berupa helium

dengan tekanan 16,5 KPa, total aliran: 80,1 ml

/menit, aliran kolom: 0,50 ml

/menit serta

kelajuan linier: 26,1 cm

/detik. Sedangkan untuk MS dengan kondisi yaitu: waktu

awal (start time) 0 menit kemudian berlangsung sampai 27 menit (end time),

interval 0,50 detik dengan scan speed 1111, awal 40 m

/v; dan berakhir 550 m

/v.

Penentuan jenis komponen senyawa dilakukan dengan bantuan komputer

menggunakan perangkat data base Willey 7, NIST 12 dan NIST 62 Library.

8

2.2.9. Analisis Data (Steel and Torie, 1981)

Data hasil optimasi maserasi minyak limbah padat industri jamu dianalisis

dengan Rancangan Acak Kelompok Faktorial (RAKF) dengan 20 kali perlakuan

dan 3 kali ulangan. Sebagai faktor pertama adalah nisbah pelarut (bobot sampel :

volume pelarut) yaitu 1:15, 1:20, 1:25 dan 1:30 (b/v), sedangkan faktor kedua

adalah waktu perendaman yaitu 1, 2, 4, 6 dan 8 jam. Pengujian purata antar

perlakuan digunakan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) dengan tingkat kebermaknaan

5%.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Analisis Pengaruh Waktu Perendaman dan Nisbah Pelarut Terhadap

Rendemen Minyak Limbah Padat Jamu

Hasil rataan rendemen ekstraksi minyak limbah padat jamu yang diperoleh

adalah sebesar 2,2665 ± 0,1342% sampai 2,9763 ± 0,4051% (Tabel 3). Minyak

limbah padat jamu berwarna kuning kehijauan dengan aroma jamu yang khas.

Rendemen minyak hasil ekstraksi maserasi limbah padat jamu dengan pelarut n-

heksana disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Rataan Rendemen Minyak Hasil Maserasi Limbah Padat Jamu

(%±SE) Dengan Pelarut n-heksana Ditinjau Dari Nisbah Pelarut dan Waktu

Perendaman

9

Tabel 3. Hasil Interaksi Rendemen Minyak Limbah Padat Jamu Antara Nisbah Pelarut dan Waktu Perendaman

Nisbah

pelarut

Waktu

(% ± SE)

T1 T2 T4 T6 T8

1:15 2,5259 ± 0,1822 ab 2,4873 ± 0,0824 a 2,5472 ± 0,6026 a 2,5995 ± 0,2646 a 2,5758 ± 0,0887 a

W = 0,3392 a a a a a

1:20 2,3786 ± 0,7883 a 2,5682 ± 0,4590 a 2,5435 ± 0,3048 a 2,5745 ± 0,6750 ab 2,6966 ± 0,1539 a

W = 0,3392 a a a a a

1:25 2,7556 ± 0,2651 b 2,7752 ± 0,3998 a 2,7357 ± 0,2409 a 2,2665 ± 0,1342 b 2,6697 ± 0,0794 a

W = 0,3392 b b b a b

1:30 2,6426 ± 0,2382 b 2,6602 ± 0,2984 a 2,7684 ± 0,1115 a 2,9763 ± 0,4051 c 2,7111 ± 0,3215 a

W = 0,3392 a a a a a

W = 0,3181 W = 0,3181 W = 0,3181 W = 0,3181 W = 0,3181

Keterangan :

*SE = Simpangan Baku Taksiran

*W = BNJ 5 %

*T = Waktu perendaman

*Angka yang diikuti huruf yang tidak sama pada baris/lajur yang sama menunjukkan berbeda nyata, sedangkan angka yang diikuti

huruf

yang sama pada baris/lajur yang sama menunjukkan antar perlakuan tidak berbeda nyata.

*Garis biru menyatakan kisaran terkecil-terbesar rataan rendemen.

*Garis merah menyatakan rendemen optimal.

10

Dilihat secara keseluruhan nampaknya ratio nisbah pelarut lebih

berpengaruh terhadap rendemen daripada lama waktu perendaman. Sifat polaritas

sangat terkait dengan kelarutan bahan.

Tabel 3. menunjukkan bahwa rendemen pada penggunaan nisbah pelarut

1:15, 1:20 dan 1:30 (b/v) tidak terpengaruh oleh lama waktu perendaman,

sedangkan pada penggunaan pelarut nisbah 1:25 waktu perendaman 1, 2, 4 dan 8

jam menghasilkan rendemen yang sama dan lebih tinggi dibanding rendemen

lama perendaman 6 jam sehingga dapat diartikan waktu 1 jam-lah yang paling

efisien memberikan hasil rendemen tertinggi.

Nisbah pelarut tidak berpengaruh pada lama waktu perendaman 2, 4 dan 8

jam terhadap rendemen yang diperoleh. Namun pada lama waktu 1 jam nisbah

pelarut 1:25 dan 1:30 (b/v) menghasilkan rendemen tertinggi, sedangkan untuk

waktu 6 jam nisbah pelarut 1:30 (b/v) menghasilkan rendemen tertinggi.

Rendemen minyak cenderung mengalami peningkatan pada nisbah pelarut

1:25 (b/v) pada waktu perendaman 1, 2, dan 4 jam. Peningkatan rendemen ekstrak

seiring dengan lama waktu sampai dengan 4 jam pada nisbah 1:25 (b/v) diduga

karena pada waktu ekstraksi yang relatif singkat, banyak molekul minyak yang

terperangkap dalam jaringan sel (Handayani dkk., 2006). Sedangkan pada lama

waktu perendaman 6 jam, semua minyak telah terekstrak sehingga sampai lama

waktu 8 jam rataan rendemen cenderung turun.

Berdasarkan kedua interaksi di atas menunjukkan bahwa rendemen optimal

didapat pada perlakuan nisbah pelarut 1:25 (b/v) dan waktu perendaman 1 jam

dengan rataan sebesar 2,7556 ± 0,2651%.

3.2. Purifikasi Minyak Dengan Degumming dan Netralisasi

Pemisahan gum (degumming) merupakan proses pemisahan getah atau gum

yang terdiri dari fosfatida, protein, residu, karbohidrat, air, dan resin serta tidak

berpengaruh nyata terhadap kadar asam lemak bebas dalam minyak (Ketaren,

1986). Proses degumming yang dilakukan adalah acid degumming dimana reaksi

yang terjadi pada proses ini adalah minyak dipresipitasi dengan kondisi asam

(H3PO4) dan dihilangkan dengan pemisahan dengan metoda evaporasi manual.

Proses degumming dilakukan bertujuan untuk menghilangkan kotoran dan

11

memperbaiki stabilitas minyak dengan mengurangi jumlah ion logam terutama Fe

dan Cu. Selain itu proses degumming juga mengurangi bobot minyak. Proses

degumming dilakukan pada suhu sekitar 80°C selama 30 menit (Akbar dkk.,

2015).

Tahap pemurnian selanjutnya adalah netralisasi yang bertujuan untuk

menghilangkan Asam Lemak Bebas (ALB) (Murano, 2003 dalam Harahap, 2015).

Proses netralisasi dilakukan dengan menggunakan kaustik soda (NaOH) yang

berfungsi untuk menetralkan tingkat keasaman minyak (Kartika, dkk., 2010).

Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :

Gambar 1. Reaksi Netralisasi (Akbar dkk., 2015)

Purifikasi minyak hasil maserasi optimal limbah padat jamu dengan pelarut

n-heksana disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Hasil Pemurnian Massa Minyak Setelah Purifikasi

Ulangan

Massa Yield

setelah

purifikasi

(%)

Loss

minyak (%) Awal (g) Setelah

purifikasi (g)

I 3,0600 1,1205 36,62 63,38

II 3,0300 1,2344 40,74 59,26

III 3,0000 1,1711 39,04 60,96

3,03 1,1753 38,79 61,21%

12

Perhitungan purifikasi minyak :

Yield setelah purifikasi rata-rata (%) =

= 38,79%

Loss minyak rata-rata (%) =

= 61,21%

Pada Tabel 4, terlihat bahwa setelah proses purifikasi pada pH netral

diperoleh yield minyak limbah padat jamu sebesar 38,79%; sedangkan loss

minyak yang diperoleh sebesar 61,21%. Kartika dkk. (2010) melaporkan hasil

penelitiannya tentang loss minyak untuk minyak biji nyamplung sebesar 34,1%-

66,9%. Loss minyak limbah padat jamu masih berada dalam kisaran loss minyak

biji nyamplung. Semakin rendah nilai loss minyak maka kualitas minyak yang

dihasilkan semakin baik.

Loss minyak cenderung bertambah dengan peningkatan konsentrasi NaOH

yang digunakan untuk netralisasi. Semakin tinggi konsentrasi NaOH yang

digunakan untuk netralisasi, semakin tinggi loss minyaknya. Kombinasi proses

degumming dan netralisasi telah menyebabkan loss minyak yang cukup besar

(>30%) (Kartika dkk., 2010).

3.3. Analisis Fisiko-Kimiawi

Minyak limbah jamu yang dihasilkan berwarna kuning kehijauan dengan

aroma jamu yang khas. Warna kuning kehijauan disebabkan oleh zat warna

klorofil dan karoten yang secara alamiah ikut terekstrak bersama minyak pada saat

proses ekstraksi. Sifat fisiko-kimiawi minyak limbah padat jamu yang dihasilkan

disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Analisis Fisiko-Kimia Minyak Kasar Limbah Jamu

Jenis analisa Hasil SNI (7431-2015)

Warna Kuning kehijauan -

Bilangan asam 56,4494 mg KOH/g Maks. 4,0 mg KOH/g

Asam lemak bebas 25,8017 % -

Derajat asam 100,6228 ml NaOH/g -

Bilangan penyabunan 77,0299 mg KOH/g 180-265mg KOH/g

Bilangan iodium 1,9262 gI2/100g Maks. 115 gI2/100g

13

3.4. Bilangan Asam

Tabel 1 menunjukkan bahwa nilai bilangan asam minyak limbah jamu

sebesar 56,4494 mg KOH/g. Bilangan asam adalah jumlah miligram KOH yang

dibutuhkan untuk menetralkan asam-asam lemak bebas dari satu gram minyak

atau lemak. Bilangan asam digunakan untuk mengukur jumlah asam lemak bebas

yang terdapat dalam minyak atau lemak (Ketaren, 1986). Hasil ini berbeda

dengan nilai bilangan asam syarat mutu minyak nabati untuk biodiesel (SNI 7431-

2015) maksimal 4,0 mg KOH/g lemak. Nilai bilangan asam minyak limbah padat

jamu tergolong tinggi. Tingginya bilangan asam diduga karena terjadinya reaksi

hidrolisis, yang disebabkan oleh lipase yang berasal dari mikroorganisme, serta

adanya sejumlah air yang terkandung dalam minyak tersebut. Kandungan air yang

tinggi menyebabkan minyak mudah terhidrolisis menjadi gliserol dan asam lemak

bebas (Ketaren, 1986).

3.5. Asam Lemak Bebas

Asam lemak bebas diperoleh dari proses hidrolisis, yaitu dari penguraian

lemak atau trigliserida oleh molekul air yang menghasilkan gliserol dan asam

lemak bebas (Yoenoes, 2012). Tabel 1 menunjukkan bahwa nilai asam lemak

bebas minyak limbah padat jamu cukup tinggi yaitu sebesar 25,8017%, hal ini

seiring dengan tingginya nilai bilangan asam. Asam lemak bebas yang tinggi

dipengaruhi oleh hidrolisis minyak ataupun karena proses pengolahan minyak

yang kurang baik.

3.6. Derajat Asam

Derajat asam yaitu banyaknya mililiter KOH

/NaOH 0,1 N yang diperlukan

untuk menetralkan 100 gram minyak atau lemak (Sudarmadji, 1989). Tabel 1

menunjukkan bahwa nilai derajat asam minyak limbah padat jamu cukup tinggi

yaitu 100,6228 ml NaOH

/g, hal ini dipengaruhi oleh bilangan asam dan asam lemak

bebas yang tinggi.

14

3.7. Bilangan Penyabunan

Bilangan penyabunan menunjukkan jumlah alkali yang dibutuhkan untuk

menyabunkan sejumlah sampel minyak atau lemak (Dewi, 2012). Bilangan

penyabunan menunjukkan rata-rata massa molekul atau panjang rantai asam

lemak bebas (Kittiphoom, 2012). Tabel 1 menunjukkan bahwa nilai bilangan

penyabunan minyak limbah jamu sebesar 77,0299 mg KOH/g. Hasil ini berbeda

dengan nilai bilangan penyabunan syarat mutu minyak nabati untuk biodiesel

(SNI 7431-2015) yaitu 180-265 mg KOH

/g lemak. Nilai bilangan penyabunan minyak

limbah padat jamu tergolong rendah, hal ini terkait dengan kandungan asam

lemak bebas yang tinggi pada minyak limbah padat jamu. Namun minyak limbah

padat jamu juga mengandung senyawa-senyawa berantai panjang (BM tinggi)

yang ditunjukkan pada Tabel 2, akibatnya bilangan penyabunan yang dihasilkan

rendah (Kartika, dkk., 2010).

3.8. Bilangan Iodium

Bilangan iodium menunjukkan besarnya tingkat ketidakjenuhan asam lemak

yang menyusun minyak atau lemak. Banyaknya iodium menunjukkan banyaknya

ikatan rangkap (Sudarmadji, 1989). Tabel 1 menunjukkan bahwa nilai bilangan

iodium minyak limbah padat jamu sebesar 1,9262 g-I2/100g. Hasil ini sesuai

dengan nilai bilangan iodium syarat mutu minyak nabati untuk biodiesel (SNI

7431-2015) yaitu maksimal 115 g-I2/100g. Bilangan iodium rendah menunjukkan

rendahnya derajat ketidakjenuhan. Semakin tinggi titik cair semakin rendah

bilangan iodium dan kadar asam lemak tidak jenuh. Asam lemak jenuh berbentuk

padat dan asam lemak tidak jenuh berbentuk cair, karena semakin tinggi bilangan

iodium, maka semakin tidak jenuh dan semakin lunak lemak tersebut (Anonim,

2011).

3.9. Gas Chromatography-Mass Spectrometry Test (GC-MS)

Hasil analisis GC-MS disajikan pada Gambar 1 dan 2. Hasil analisa

menunjukkan bahwa sampel minyak tersusun dari 12 puncak senyawa dengan 7

senyawa dominan di dalamnya dengan kadar di atas 2% yang ditunjukkan oleh

15

masing-masing puncak bernomor 1, 2, 3, 4, 5, 6 dan 7 (Gambar 1, Tabel 2) pada

kromatogram.

Gambar 1. Kromatogram GC Minyak Limbah Padat Jamu

Sedangkan analisa data hasil spektroskopi massa tiap puncak dilakukan

dengan membandingkan spectra sampel dengan spectra data base Wiley yang

disajikan pada Gambar 2.

(2a)

(2b)

(2c)

(IlmuKimia, 2013)

Gambar 2.

(2a)Spektrum Puncak No.1 Sampel Minyak Limbah Padat Jamu.

(2b) Spektrum Asam Oleat Berdasarkan Data Referensi Wiley.

(2c) Struktur Molekul Asam Oleat.

16

Spektrum 2a (sampel) merupakan spektrum dari puncak nomor

1(Gambar1) dengan waktu retensi17,973 dan Mr 282,4614 (g/mol), memiliki

fragmentasi yang serupa dengan spektrum 2b (Wiley), yang teridentifikasi sebagai

asam oleat, sehingga dapat disimpulkan bahwa puncak nomor 1 (Gambar 1)

merupakan puncak dari asam oleat.

Dengan cara yang sama, spektrum puncak nomor 2, 3, 4, 5 dan 6 berturut-

turut teridentifikasi sebagai asam miristat, asam palmitat, asam oleat, asam

miristat, 4,4-dimetoksibenzoin dan oktadekan.

Komponen kimiawi penyusun minyak limbah padat jamu yang telah

teridentifikasi disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Komponen Kimia Penyusun Minyak Limbah Padat Jamu

No.

Puncak

Index

retensi Komponen kimia

Rumus

molekul BM (

g/mol)

Kandungan

(%)

1 17,973 Asam oleat C18H34O2 282.4614 41,10

2 13,907 Asam miristat C14H28O2 228.3709 24,55

3 16,143 Asam palmitat C16H32O2 256.4241 10,86

4 18,592 Asam oleat C18H34O2 282.4614 7,89

5 14,687 Asam miristat C14H28O2 228.3709 3,55

6 23,445 4,4 dimetoksibenzoin C16H16O4 272.2958 2,58

7 22,238 Oktadekan C18H37Cl 288,9379 2,16

Minyak limbah padat jamu didominasi oleh tiga komponen yang sama yang

muncul pada 5 puncak berbeda . Komponen pertama yaitu senyawa asam asam

oleat muncul pada 2 puncak no.1 dan 4 dengan indeks retensi 17,973 dan 18,592;

serta kadar masing-masing puncak sebesar 41,10% dan 7,89% atau 48,99%.

Sedangkan komponen senyawa dominan kedua adalah asam miristat yang

diperlihatkan pada puncak no.2 dan 5 dengan indeks retensi 13,907 dan 14,687;

serta kadar masing-masing puncak sebesar 24,55% dan 3,55% atau 28,10%.

Munculnya lebih dari satu puncak untuk senyawa yang sama dimungkinkan

karena terjadinya proses isomerisasi (Ristanti, et al., 2016 dalam Soetjipto dkk.,

17

2008). Senyawa dominan berikutnya adalah asam palmitat dengan indeks retensi

16,143 dan kadar 10,86%. Selanjutnya diikuti dengan 4,4-dimetoksibenzoin

dengan indeks retensi 23,445 dan kadar 2,58%, serta oktadekan dengan indeks

retensi 22,238 dan kadar 2,16%. Sehingga dari total komponen penyusun minyak

limbah padat jamu terdeteksi sebanyak 92,69%, sedangkan sisanya sebanyak 5

puncak merupakan campuran komponen dengan kadar kurang dari 2%.

IV. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa :

1. a. Hasil pengukuran fisiko-kimia antara lain: warna minyak berwarna kuning

kehijauan, bilangan asam 56,4494 mg KOH

/g lemak; asam lemak bebas 25,8017

%; derajat asam 100,6228 ml NaOH

/g lemak; bilangan penyabunan 77,0299 mg

KOH/g lemak; dan bilangan iodin sebesar 1,9261 gI2/100g lemak.

b. Komposisi senyawa penyusun minyak nabati limbah padat jamu didominasi

oleh 5 komponen kimiawi, yaitu asam oleat 48,99%, asam miristat 28,10%,

asam palmitat 10,86%, 4,4-dimetoksibenzoin 2,58% dan oktadekan 2,16%.

2. Rendemen minyak tertinggi dihasilkan pada waktu perendaman 1 jam dengan

nisbah pelarut 1:25 (b/v) yaitu 2,7556 ± 0,2651%.

1. Hasil purifikasi minyak limbah padat jamu diperoleh yield minyak 38,79%

dengan loss minyak sebesar 61,21%.

V. SARAN

Untuk penelitian selanjutnya, sebaiknya minyak dipurifikasi terlebih dahulu

sebelum dianalisis fisiko-kimia dan komponen kimia penyusunnya.

18

DAFTAR PUSTAKA

Akbar, A. A., Margarita, L., Yuliantari, R. dan Davis, J., 2015. Degumming dan

Netralisasi. http://documents.tips/documents/degumming-dan-netralisasi.html.

Diakses tanggal: 26 Juli 2016.

Amir, A.N. dan Lestari, P.F., 2013. Pengambilan Oleoresin dari Limbah Ampas Jahe

Industri Jamu (PT. Sido Muncul) Dengan Metode Ekstraksi. Jurnal Teknologi

Kimia dan Industri. 2(3):88-95.

Anonim, 2012. Bilangan Iodium. https://id.scribd.com/doc/51938109/Bilangan-Iodium.

Diakses tanggal: 1 Agustus 2016.

Anonim, 2012. Mengenal Limbah Industri.

http://www.kompasiana.com/kuntoro.suhardi/mengenal-limbah-

industri_551b2f7da333118f23b65ddb. Diakses tanggal: 29 Juli 2016.

Anonim, 2013. Pasar Obat Herbal Diharapkan Terus Meningkat. Berita Kesehatan,

Health Kompas.

Arief, L. M., 2012. Pengelolaan Limbah Padat di Industri. Makalah. Fakultas Kesehatan

Masyarakat, Universitas Esa Unggul, Jakarta.

Aula, L. E., 2015. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan PT. Sido Muncul. makalah.

Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.

Badan Standarisasi Nasional 1998. SNI 01-3555-1998 : Cara Uji Minyak dan Lemak.

Badan Standarisasi Nasional 1998. SNI 7415-2015 : Mutu dan Metode Uji Minyak

Nabati Murni Untuk Bahan Bakar Motor Diesel Putaran Sedang.

Dewi, R. K. 2012. Studi Awal Pemanfaatan Minyak Biji Mangga (Mangifera indica L.

var Arumnis) Sebagai Bahan Pembuatan Lotion. Skripsi. Fakultas Sains dan

Matematika, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga.

Hadiyanto dan Christwardana, M. 2012. Aplikasi Fitoremediasi Limbah Jamu dan

Pemanfaatannya Untuk Produksi Protein. Jurnal Ilmu Lingkungan. 10(1):32-

37.

Handayani, M, Putri., dan Subagus, W., 2008. Analisis Biji Ketapang (Terminalia

catappa L.) Sebagai Suatu Alternatif Sumber Minyak Nabati. Majalah Obat

Tradisional. 13(45).

Harahap, 2015. Proses Tahapan Pemurnian Minyak Kelapa Sawit. Prosiding. Fakultas

MIPA, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Ilmukimia, 2013. http://www.ilmukimia.org/2013/03/golongan-asam-karboksilat.html.

Diakses tanggal: 16 Agustus 2016.

Kartika, I. A., Fathiyah, S., Desrial dan Purwanto, Y. A., 2010. Permurnian Minyak

Nyamplung dan Aplikasinya Sebagai Bahan Bakar Nabati. Jurnal Industri

Pertanian. 20(2):122-129.

19

Kristanto, P. dan Winaya, R., 2002. Penggunaan Minyak Nabati Sebagai Bahan Bakar

Alternatif Pada Motor Diesel Sistim Injeksi Langsung. Jurnal Teknik Mesin.

4(2):99-103.

Ketaren, S., 1986. Minyak dan Lemak Pangan, Ed. 1. Jakarta: UI-Press.

Kittiphoom, S., Sutasinee, S., 2013. Mango Seed Kerjen Oil and Its Physic Chemical

Properties. International Food Research Journal, 20(3):1145-1149.

Purnamasari, D. A., Mulyasari, D., Wuladari, P. M., dan Lestari, T. A. 2013.

Peningkatan Perekonomian Masyarakat Melalui Pemanfaatan Limbah Jamu

Sebagai Pupuk Organik. Laporan Hasil Penelitian. SMA Negeri 1,

Purwoharjo, Banyuwangi.

Regina, C., Soetjipto, H., dan Kristijanto, A.I., 2015. Pengaruh Berbagai Metoda

Distilasi Dalam Proses Recovery Minyak Atsiri Limbah Padat Jamu Terhadap

Rendemen Minyak. Skripsi. Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan

Matematika, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga.

Soetjipto, H., Dewi, L. dan Prayitno, S. A., 2008. Isolasi dan Identifikasi Senyawa

Antibakteri Minyak Atsiri Daun Kembang Bulan (Tithonia diversifolia

(Hemsley) A. Gray). Jurnal Ilmiah Nasional. 9(2):155-162.

Steel, R.G.O., and J.H. Torie, 1981. Principle and Procedures of Statistics. New York:

Mc Graw – Hill Book Co.

Sudarmadji, S., 1989. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Liberti: Yogyakarta.

Wildan, A., Ingrid, D., Hartati, I. dan Widayat. 2013. Proses Pengambilan Minyak dari

Limbah Padat Biji Karet dengan Metode Ekstraksi Berpengaduk. Jurnal

Momentum. 9(1):1-5.

Yoenoes, S., 2012. Pemeriksaan Kadar Asam Lemak Bebas Pada Minyak Kelapa Sawit

(Elaeis guinensis jack). Makalah. Fakultas MIPA, Universitas Sumatera Utara,

Medan.