19
1 Case Report ORBITAL EXTRAPLEURAL SOLITARY FIBROUS TUMOR Ni Made Laksmi Utari BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA RSUP SANGLAH DENPASAR 2016

ORBITAL EXTRAPLEURAL SOLITARY FIBROUS TUMOR

  • Upload
    others

  • View
    4

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: ORBITAL EXTRAPLEURAL SOLITARY FIBROUS TUMOR

1

Case Report

ORBITAL EXTRAPLEURAL SOLITARY FIBROUS TUMOR

Ni Made Laksmi Utari

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA

RSUP SANGLAH DENPASAR

2016

Page 2: ORBITAL EXTRAPLEURAL SOLITARY FIBROUS TUMOR

2

ABSTRAK

Orbital Extrapleural Solitary Fibrous Tumor

Ni Made Laksmi Utari

Bagian Ilmu Kesehatan Mata, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/Rumah

Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar Bali Jalan P.B Sudirman, Denpasar 80232. Bag. I.K. Mata, Telp/fax (0361)244364

Email: [email protected]

Pendahuluan:

Orbital Extrapleural Solitary Fibrous Tumor (Orbital Extrapleural SFT)

merupakan tumor sel spindel yang berasal dari sel mesenkimal atau fibroblas.

Orbital Extrapleural SFT dilaporkan terjadi lebih dari 50 kasus pada literatur

oftalmologi dan patologi. Manifestasi klinis utama adalah proptosis unilateral

tanpa rasa nyeri serta bersifat progresif. Penatalaksanaan utama adalah bedah

reseksi. Orbital Extrapleural SFT merupakan tumor yang sangat jarang ditemukan

dan seringkali salah terdiagnosa. Laporan ini memaparkan kasus Orbital

Extrapleural SFT terutama mengenai penegakan diagnosa serta

penatalaksanaannya.

Deskripsi Kasus:

Kasus adalah seorang perempuan berusia 38 tahun dengan keluhan

benjolan pada mata kanan tambah membesar perlahan dalam 4 tahun, tampak

proptosis dengan massa berbatas tegas ukuran 7,3 cm x 6,5 cm x 5,5 cm,

permukaan kulit licin, terfiksir, warna kemerahan, konsistensi padat, berdarah,

dan nyeri. Kesimpulan hasil pemeriksaan histopatologi adalah Orbital

Extrapleural SFT. Pemeriksaan immunohistokimia CD34 menunjukkan hasil

ekspresi kuat dan difus. Pasien didiagnosa dengan OD tumor orbita e.c. Orbital

Extrapleural SFT, dilakukan tindakan OD eksenterasi orbita dan rekonstruksi

dengan temporal muscle flap + glabelar cutaneous flap.

Diskusi:

Solitary Fibrous Tumor merupakan neoplasma sel spindel yang biasanya

dijumpai pada pleura, namun dapat pula terjadi ekstrapleura. Angka kejadian SFT

pada orbita relatif jarang terjadi. Gambaran yang diperoleh dari pemeriksaan

radiologi tidak cukup spesifik untuk menegakkan diagnosa Orbital Extrapleural

SFT karena sulit dibedakan dari tumor dengan lesi vaskular lainnya, sehingga

dibutuhkan pemeriksaan histopatologi dan imunohistokimia untuk penegakan

diagnosa.

Page 3: ORBITAL EXTRAPLEURAL SOLITARY FIBROUS TUMOR

3

ABSTRACT

Orbital Extrapleural Solitary Fibrous Tumor

Ni Made Laksmi Utari

Bagian Ilmu Kesehatan Mata, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/Rumah

Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar Bali Jalan P.B Sudirman, Denpasar 80232. Bag. I.K. Mata, Telp/fax (0361)244364

Email: [email protected]

Introduction:

Orbital Extrapleural Solitary Fibrous Tumor (Orbital Extrapleural SFT) is

a spindle cell tumor arising from mesenchymal cells or fibroblasts. More than 50

cases of Orbital Extrapleural SFT have been reported in the ophthalmologic and

pathologic literature. Main clinical manifestation is a progressive painless

unilateral proptosis. Treatment for Orbital Extrapleural SFT is surgical resection.

Orbital Extrapleural SFT is a very rare tumor and very often misdiagnosed. This

report describes a case of Orbital Extrapleural SFT with focus on diagnosis

making and treatments.

Case Description:

Case is a female 38 years old with complain of a mass on her right eye,

slowly enlarging within 4 years, appearing as proptosis with mass sized at 7,3 cm

x 6,5 cm x 5,5 cm, smooth surface, fixated, reddish in color with solid

consistency, bleeding and pain. Conclusion from histopathology report is Orbital

Extrapleural SFT. Immunohistochemical CD34 result shows strong and diffuse

expression. Patient was diagnosed with RE orbital tumor e.c. Orbital Extrapleural

SFT, and was managed with RE orbital exenteration and reconstructed with

temporal muscle flap + glabelar cutaneous flap.

Discussion:

Solitary Fibrous Tumor is a spindle cell neoplasm most occur in the

pleura, but can arise from extrapleural. The incidence of Orbital Extrapleural SFT

is relatively rare. Radiological imaging is most often not specific enough to

diagnose as Orbital Extrapleural SFT because this tumor is difficult to

differentiate with other vascular lesions tumors, so histopatological and

immunohistochemical examinations are needed to make a proper diagnosis.

Page 4: ORBITAL EXTRAPLEURAL SOLITARY FIBROUS TUMOR

4

PENDAHULUAN

Solitary Fibrous Tumor (SFT) merupakan tumor sel spindel yang berasal dari sel

mesenkimal atau fibroblas. Tumor ini pada umumnya terjadi pada parietal atau

visceral dari pleura, perikardium, dan mediastinum yang mengenai pasien dengan

rentang usia 9-76 tahun (terutama dekade keempat). Solitary Fibrous Tumor

merupakan tumor yang jarang dan belakangan ini dilaporkan terjadi pada

ekstrapleural seperti hepar, sinus nasal dan paranasal, thyroid, kelenjar ludah dan

parotis, tulang belakang, dan orbita. Orbital Extrapleural SFT dilaporkan terjadi

lebih dari 50 kasus pada literatur oftalmologi dan patologi (Ingrid, et al., 1996 ;

Francesco, et al., 2002).

Orbital Extrapleural SFT tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin, dengan

manifestasi klinis utama adalah proptosis unilateral tanpa rasa nyeri serta bersifat

progresif. Orbital Extrapleural SFT juga dapat mengakibatkan penurunan tajam

penglihatan dan hambatan gerak bola mata. Tumor ini menginvasi jaringan sekitar

orbita seperti sinus paranasal dan ruang intrakranial. Diagnosa Orbital

Extrapleural SFT tidak dapat ditegakkan hanya berdasarkan gambaran klinis atau

evaluasi radiologi, namun membutuhkan pemeriksaan histopatologi dan

imunohistokimia untuk konfirmasi (Ali, et al., 2011 ; Cheang, et al., 2013).

Orbital Extrapleural SFT pertama kali dilaporkan oleh Westra et al. dan

Dorfman et al. pada tahun 1994, yang menjelaskan gambaran histopatologi klasik

dan karakteristik imunohistokimia dari SFT. Penegakan diagnosa Orbital

Extrapleural SFT sebenarnya sudah dapat ditegakkan dengan temuan

histopatologi walaupun kadang sulit dibedakan dengan tumor jinak orbita lainnya

sehingga dibutuhkan pemeriksaan imunohistokimia untuk memastikan penegakan

diagnosa (Bernardini, et al., 2003 ; Kim, et al., 2008).

Gambaran histopatologi dasar dari Orbital Extrapleural SFT adalah tumor

bulat batas tegas tanpa kapsul dengan pola yang tidak teratur, tampak sel spindel

dengan latar belakang serabut-serabut kolagen dengan area hiposeluler dan

hiperseluler. Beberapa kasus dapat dijumpai focal hemangiopericytoma-like

pattern berupa cabang pembuluh darah iregular, fibrous histiocytoma-like

storiform pattern, dan neural-like pattern dengan area palisade dan sarkomatosa

Page 5: ORBITAL EXTRAPLEURAL SOLITARY FIBROUS TUMOR

5

sinovial. Variasi hasil pemeriksaan mikrobiologi inilah yang dapat menyebabkan

terjadinya kesalahan diagnosa terutama jika jaringan yang patologis diambil lebih

sedikit dibandingkan jaringan normal (Bernardini, et al., 2003 ; Kim, et al., 2008).

Penanda diagnostik yang paling penting dalam menegakkan diagnosa

Orbital Extrapleural SFT adalah CD34 (merupakan suatu hematopoietic

progenitor cell antigen). Orbital Extrapleural SFT menunjukkan imunopositif

yang kuat dan difus untuk CD34 (pada 79-100% kasus), vimentin, bcl-2 (B-cell

lymphoma 2), dan imunonegatif untuk keratin, cytokeratin, antigen epitel

membran, S100, smooth muscle actin, dan desmin pada pewarnaan

imunohistokimia (Demicco, et al., 2012 ; Cheang, et al., 2013).

Diagnosa banding utama dari Orbital Extrapleural SFT antara lain

haemangiopericytoma, schwannoma, fibrous histiocytoma dan optic nerve sheath

meningioma. Selain itu tumor orbita lainnya seperti neurofibroma, fibrosarkoma,

giant cell angiofibroma, dan giant cell fibroblastoma juga menunjukkan derajat

reaktivitas CD34 yang bervariasi. Smooth muscle tumor seperti leiomyoma dan

leiomyosarkoma menunjukkan hasil positif kuat untuk smooth muscle actin dan

desmin, dan hasil negatif pada S100, BCL2, dan CD34. Tumor neural sperti

schwannoma dan neurofibroma dapat menunjukkan positif fokal pada CD34 dan

BCL2 serta positif kuat pada protein S100. Kondisi reaktif seperti nodular fasciitis

menunjukkan hasil negatif untuk BCL2 dan CD34. Pada fibrous histiocytoma

menunjukkan positif fokal untuk BCL2 dan CD34 serta pewarnaan intens dengan

variasi keratin dan alpha-1-antichymotrypsin. Solitary Fibrous Tumor dibedakan

dari haemangiopericytoma berdasarkan hasil CD34, dimana pada

haemangiopericytoma tampak CD34 yang pudar dan patchy (Girnita, et al., 2009 ;

Ali, et al., 2013).

Pemeriksaan radiologi menunjukkan Orbital Extrapleural SFT sebagai

well-defined soft tissue mass dengan enhancement kuat heterogen atau homogen

pada CT-Scan atau MRI. Dibandingkan dengan korteks serebri atau muskulus,

intensitas sinyal SFT tampak sebagai isointens pada T1-wighted dan isointens ke

hipointens pada T2-weighted, refleksi jaringan fibrous dengan susunan kolagen

yang tinggi. Perubahan tulang terutama yang mengarah pada kondisi destruksi

Page 6: ORBITAL EXTRAPLEURAL SOLITARY FIBROUS TUMOR

6

disekitar massa tumor yang tampak dari pemeriksaan CT-Scan harus menjadi

perhatian serius terhadap kecurigaan ke arah maligna (Hsu, et al., 2004 ; Kim, et

al., 2008).

Penatalaksanaan utama pada Orbital Extrapleural SFT adalah bedah

reseksi. Pada umumnya SFT bersifat jinak sehingga sebagian besar diterapi

dengan eksisi lokal. Transformasi maligna dan rekurensi jarang terjadi pada SFT.

Pada beberapa kasus diperlukan pembedahan ulang untuk membersihkan sisa

tumor karena belum ada penelitian yang menunjukkan manfaat dari radioterapi

atau kemoterapi pada residual SFT. Rekurensi lokal biasanya terkait eksisi

inkomplit pada tumor terutama Orbital Extrapleural SFT yang mengalami

perluasan ke jaringan dan tulang sekitar orbita, dimana dilaporkan bahwa eksisi

komplit sekunder lebih sulit (Kim, et al., 2008 ; Ali, et al., 2013).

Orbital Extrapleural SFT merupakan tumor yang sangat jarang ditemukan

dan seringkali salah terdiagnosa, sehingga penulis tertarik melaporkan kasus ini

untuk menambah wawasan mengenai Orbital Extrapleural SFT terutama

mengenai penegakan diagnosa serta penatalaksanaannya.

LAPORAN KASUS

Kasus adalah seorang perempuan berusia 38 tahun datang ke Unit Gawat Darurat

(UGD) RSUP Sanglah diantar keluarganya pada tanggal 26 februari 2014, dengan

keluhan tumbuh benjolan pada mata kanan yang membesar secara perlahan sejak

4 tahun yang lalu, nyeri pada mata kanan hingga kepala. Pasien juga mengeluhkan

penglihatan kanan bertambah kabur terutama sejak 2 tahun yang lalu dan saat ini

sudah tidak dapat melihat dengan mata kanan. Pasien sebelumnya berobat ke

Puskesmas dan disarankan ke RSUP Sanglah. Riwayat trauma dan penyakit yang

sama dalam keluarga disangkal. Riwayat memakai kaca mata disangkal. Keluhan

penyakit lainnya disangkal. Sehari-hari pasien bekerja sebagai petani.

Page 7: ORBITAL EXTRAPLEURAL SOLITARY FIBROUS TUMOR

7

Gambar 1. Proptosis mata kanan (Courtesy : Oka).

Hasil pemeriksaan oftalmologis didapatkan visus mata kanan No Light

Perception (NLP), hambatan gerak bola mata ke segala arah. Tampak proptosis

dengan massa berbatas tegas ukuran 7,3 cm x 6,5 cm x 5,5 cm, permukaan kulit

licin, terfiksir, warna kemerahan, konsistensi padat, berdarah, dan nyeri. Kornea

tampak keruh dengan segmen anterior dan posterior bola mata tidak dapat

dievaluasi. Pada mata kiri didapatkan visus 6/6 dengan segmen anterior dan

posterior bola mata dalam batas normal.

Pasien didiagnosa dengan Oculo Dextra (OD) proptosis e.c. tumor orbita.

Disarankan rawat inap, pemeriksaan laboratorium darah lengkap dan hematologi,

serta CT-Scan kepala fokus orbita potongan axial-coronal dengan dan tanpa

kontras. Pasien mendapat terapi asam mefenamat 3 x 500 mg dan gentamycin

salep mata 3x sehari.

Hasil pemeriksaan darah lengkap pada tanggal 26 Februari 2014

menunjukkan hasil leukositosis (WBC = 12.400/µL), Hb = 12.0 g/dL, dan pada

pemeriksaan hematologi menunjukkan hasil dalam batas normal.

CT-Scan kepala fokus orbita dengan kontras dilakukan pada tanggal 5

Maret 2014 memperoleh hasil massa solid heterogen di kavum orbita kanan

(intraconal) yang mendesak dinding lateral, medial, inferior dan superior orbita,

menyebabkan pelebaran kavum orbita disertai scaloping dan erosi sebagian atap

orbita kanan, mengobliterasi nervus optikus, muskulus rektus superior, inferior,

lateral dan medial kanan, muskulus obliquus superior dan inferior kanan, tanpa

mengifiltrasi bulbus okuli kanan, curiga massa malignant retroorbita kanan.

Pasien kemudian didiagnosa dengan OD tumor orbita e.c. suspect meningioma

serta rencana dilakukan insisional biopsi dengan anestesi lokal.

Page 8: ORBITAL EXTRAPLEURAL SOLITARY FIBROUS TUMOR

8

Gambar 2. CT-Scan kepala fokus orbita. Tampak massa solid heterogen di kavum

orbita kanan (Courtesy : Oka).

Hasil histopatologi mikroskopis dari insisional biopsi palpebra superior

yang dikerjakan pada tanggal 19 Maret 2014 menunjukkan potongan jaringan

tumor yang tersusun atas sel-sel neoplastik berbentuk ovoid sampai spindel,

neoplasma pucat eosinofilik dengan batas antarsel yang tidak jelas dan inti yang

vesikular, sel-sel neoplastik tersebut tampak dipisahkan oleh matriks jaringan ikat

kolagen yang tebal yang pada beberapa fokus tampak mengalami hyalinisasi,

disekitarnya banyak ditemukan pembuluh darah bercabang yang berdinding tipis

(haemangiopericytoma-like vessels), dengan kesimpulan Extrapleural Solitary

Fibrous Tumor.

Gambar 3. Gambaran mikroskopis tampak haemangiopericytoma-like vessels

(Courtesy : Oka).

Pasien kemudian didiagnosa dengan OD Orbital Extrapleural SFT rencana

dikonsultasikan ke bagian radioterapi untuk mengecilkan massa tumor sebelum

Page 9: ORBITAL EXTRAPLEURAL SOLITARY FIBROUS TUMOR

9

dilakukan tindakan eksenterasi orbita, dilakukan pemeriksaan laboratorium (darah

lengkap dan kimia klinik) serta rontgen thorax.

Hasil pemeriksaan darah lengkap pada tanggal 28 Maret 2014

menunjukkan anemia ringan (RBC = 3,19 x 106/µl, HGB = 9,2 g/dL, HCT = 23,3

%, MCV = 72,8 fL, MCH = 28,7 g/dL, MCHC = 39,4 g/dL), pemeriksaan kimia

klinik menunjukkan peningkatan SGPT (9,7 µL) dan peningkatan kreatinin (1,09

mg/dL). Hasil rontgen thorax dalam batas normal.

Tanggal 30 Maret 2014 pasien datang kembali ke UGD dengan keluhan

ukuran tumor bertambah besar dan mudah berdarah. Dari pemeriksaan didapatkan

ukuran tumor 8,5 cm x 7 cm x 6 cm. Pasien disarankan rawat inap kembali untuk

mendapat terapi radiasi yang direncanakan pada tanggal 16 April 2014.

Pasien dikonsultasikan ke bagian Bedah Onkologi pada tanggal 3 April

2014 yang kemudian direncanakan operasi bersama (OD eksenterasi dan

rekonstruksi dengan temporal muscle flap + glabelar cutaneous flap dibawah

anestesi umum) pada tanggal 16 April 2016 dan terapi radiasi tidak dilakukan.

Pasien kemudian dikonsultasikan ke bagian Penyakit Dalam dan Anestesi

untuk kelayakan operasi pada tanggal 7 April 2014. Bagian Penyakit Dalam

mendiagnosis dengan anemia ringan dan resiko untuk tindakan operasi. Bagian

Anestesi menyatakan pasien dengan status fisik ASA II, anemia ringan dan saran

untuk dikonsultasikan ke bagian Hematologi. Bagian Hematologi menyatakan

pasien dengan Anemia Ringan Hipokromik Mikrositer e.c. Anemia Defisiensi

Besi (ADB), dengan resiko untuk dilakukan tindakan operasi dan disarankan

untuk transfusi PRC (Packed Red Cell) hingga HGB >10 g/dL pre operasi.

Dilakukan pemeriksaan darah lengkap pada tanggal 8 April 2014 dengan

hasil RBC = 3,67 x 106/µl, HGB = 8,6 g/dL, HCT = 25 %, MCV = 68,2 fL, MCH

= 23,4 g/dL, MCHC = 34,4 g/dL, pemeriksaan imunologi menunjukkan

penurunan ferritin (3.65 ng/ml), serta kimia klinik menunjukkan penurunan BUN

(6 mg/dL) dan serum iron (6,2 µg/dL).

Pasien rawat inap kembali pada tanggal 14 April 2014. Transfusi PRC

pertama dilakukan pada tanggal 16 April 2014 sebanyak 1 kolf kemudian pada

tanggal 17 April sebanyak 1 kolf dengan HGB post transfusi = 10,7 g/dL (18

Page 10: ORBITAL EXTRAPLEURAL SOLITARY FIBROUS TUMOR

10

April 2014), operasi ditunda atas saran dari anestesi karena kondisi pasien tidak

optimal untuk operasi.

Tanggal 2 Mei 2014 pasien menjalani operasi OD eksenterasi orbita dan

rekonstruksi dengan temporal muscle flap + glabelar cutaneous flap. Eksenterasi

orbita merupakan tindakan pengangkatan seluruh orbita termasuk bola mata,

jaringan lunak orbita, serta kelopak mata dan adneksa mata. Tindakan eksenterasi

dilakukan dengan membuat sayatan sampai ke tulang orbita, perdarahan diatasi

dengan kauter dan injeksi pehacain. Insisi dilakukan dari kulit dengan batas tepi

tumor diperdalam lapis demi lapis hingga periosteum sepanjang tepi rima orbita

sampai ke apeks orbita. Periosteum dipisahkan dari tulang sampai apeks orbita.

Diseksi tumor dilakukan sejauh mungkin sampai ke apeks dan jaringan orbita.

Ligasi pembuluh darah dengan silk 3.0, kemudian massa tumor diangkat dan

dilepaskan dengan menggunakan gunting bengkok. Perdarahan diatasi dan

dilanjutkan dengan tindakan rekonstruksi.

Rekonstruksi dimulai dengan membuat insisi bentuk “question mark” di

regio temporal dextra diperdalam sampai periosteum. Preservasi muskulus

temporalis, muskulus dirotasikan ke arah orbita kemudian muskulus temporalis

ditambatkan ke rima orbita untuk menutup defek eksenterasi dan berfungsi

sebagai bantalan outerline. Outerline diambil dari forehead flap atau glabelar

flap. Flap dirotasikan dan diposisikan diatas muskulus temporalis. Luka dijahit

lapis demi lapis. Sisa defek forehead ditutup dengan skin graft dari regio femur

sinistra. Pasang drain dan tutup luka.

Pasien kemudian mendapat terapi Ceftriaxon 2 x 1 gram (intravena),

Morfin 10 mg dalam 24 cc NaCl (1 cc/jam), Paracetamol 4 x 500 mg per oral

(selama 5 hari), rawat luka resipien hari ke-6, rawat luka donor hari ke-14, rawat

luka lainnya setiap 2 hari, pertahankan drain dalam keadaan vakum, pasien

dirawat untuk observasi nyeri dan perdarahan di ruangan.

Page 11: ORBITAL EXTRAPLEURAL SOLITARY FIBROUS TUMOR

11

Gambar 4. OD eksenterasi dan rekonstruksi dengan temporal muscle flap +

glabelar cutaneous flap (Courtesy : Oka).

Dilakukan pemeriksaan histopatologi dari sediaan jaringan tumor dengan

bola mata menunjukkan gambaran morfologi sesuai dengan gambaran Orbital

Extrapleural SFT, tidak tampak infiltrasi sel tumor ke dalam bola mata. Hasil

immunohistokimia CD34 menunjukkan ekspresi kuat dan difus.

Page 12: ORBITAL EXTRAPLEURAL SOLITARY FIBROUS TUMOR

12

Gambar 5. A. Tampak irisan jaringan tumor yang berbatas tegas disertai bercak

kemerahan di bagian tengah. B. Tampak tumor berbatas tegas dan hiperselular

terdiri dari proliferasi sel neoplastik membentuk struktur fasikulus pendek sebagian

tersusun acak (patternless pattern) (HE, 4X) (Courtesy : Oka).

Gambar 6. A. Sel tumor berbentuk oval hingga spindle diselingi pembuluh darah

yang berdinding tipis dan bercabang terjepit di antara sel neoplastik membentuk

struktur haemangipericytoma-like pattern. B. Mitosis (Courtesy : Oka).

Gambar 7. Pulasan Imunohistokimia CD34 menunjukkan ekspresi kuat dan difus

(Courtesy : Oka).

A B

A

A

B

B

A

Page 13: ORBITAL EXTRAPLEURAL SOLITARY FIBROUS TUMOR

13

Bedah onkologi merencanakan tindakan potong flap pada tanggal 24 mei

namun pasien menolak dan menyatakan ingin melakukan perawatan luka di

Rumah Sakit terdekat daerah asal (Rehak Flores).

Gambar 8. Foto kondisi terakhir pasien (Courtesy : Oka).

PEMBAHASAN

Solitary Fibrous Tumor merupakan neoplasma sel spindel yang biasanya dijumpai

pada pleura, namun dapat pula terjadi ekstrapleura. Angka kejadian SFT pada

orbita relatif jarang terjadi. Penelitian oleh Khrisnakumar et al. pada tahun 2003

menunjukkan Orbital Extrapleural SFT terjadi lebih banyak pada pria dari pada

wanita dengan rentang usia yang panjang (9-44 tahun). Sedangkan penelitian

sebelumnya oleh Scott et al. pada tahun 1996 menyatakan bahwa Orbital

Extrapleural SFT terjadi pada usia dekade kelima sampai ketujuh tanpa

dipengaruhi jenis kelamin dengan manifestasi klinis berupa proptosis unilateral

tanpa rasa nyeri pada beberapa pasien, dan disertai nyeri pada beberapa pasien

lainnya (Scott, et al., 1996 ; Khrisnakumar, et al., 2003). Pada laporan kasus ini,

pasien adalah seorang perempuan berusia 38 tahun dengan keluhan tumbuh

benjolan pada mata kanan yang tambah membesar secara perlahan sejak 4 tahun

yang lalu, nyeri pada mata kanan hingga kepala, tampak proptosis unilateral.

Page 14: ORBITAL EXTRAPLEURAL SOLITARY FIBROUS TUMOR

14

Orbital Extrapleural SFT dapat mengakibatkan penurunan tajam

penglihatan dan hambatan gerak bola mata. Penelitian oleh Khrisnakumar et al.

pada 6 kasus didapatkan 3 kasus dengan tajam penglihatan (VA) normal (6/6), 2

kasus dengan VA 6/24, dan 1 kasus dengan VA 1/300, dimana 4 kasus mengalami

perbaikan visus menjadi 6/6 pasca operasi (Khrisnakumar, et al., 2003 ; Ali, et al.,

2013). Pada kasus, pasien mengeluhkan penglihatan kanan bertambah kabur

terutama sejak 2 tahun yang lalu dan saat ini sudah tidak dapat digunakan untuk

melihat (VOD NLP) disertai hambatan gerak bola mata ke segala arah. Tajam

penglihatan NLP dapat sebagai akibat infiltrasi sel tumor ke N.II dan kompresi

massa tumor di N.II serta keterlambatan penanganan dimana pasien datang

berobat sudah dalam kondisi lanjut.

Lokasi Orbital Extrapleural SFT bervariasi, meliputi ruang intrakonal

maupun ekstrakonal dari orbita, glandula lakrimal, sakus lakrimal, maupun

kelopak mata. Orbital Extrapleural SFT seringkali berlokasi di bagian superior

dari orbita. Penelitian oleh Kim et al. pada 6 kasus SFT orbita, didapatkan 3 lesi

pada ruang intrakonal dan ekstrakonal, 2 lesi pada sakus lakrimal, dan 1 lesi pada

kelopak mata inferior (Kim, et al., 2008). Pada kasus ini massa solid heterogen

terdapat di kavum orbita kanan (intraconal) yang mendesak dinding lateral,

medial, inferior dan superior orbita.

Gambaran histopatologi dasar dari Orbital Extrapleural SFT adalah tumor

bulat batas tegas tanpa kapsul dengan pola yang tidak teratur, serabut-serabut

kolagen yang tebal, area hiposeluler dan hiperseluler pada sel spindel, serta focal

hemangiopericytoma-like pattern pada cabang pembuluh darah iregular. Pada

beberapa kasus dapat dijumpai fibrous histiocytoma-like storiform pattern,

sarkoma sinovial dan neural-like pattern pada susunan palisade regional

(Bernardini, et al., 2003 ; Kim, et al., 2008). Pada kasus didapatkan hasil

mikroskopis berupa potongan jaringan tumor yang tersusun atas sel-sel neoplastik

berbentuk ovoid sampai spindel, neoplasma pucat eosinofilik dengan batas antar

sel yang tidak jelas dan inti yang vesikular, sel-sel neoplastik tersebut tampak

dipisahkan oleh matriks jaringan ikat kolagen yang tebal yang pada beberapa

fokus tampak mengalami hyalinisasi, disekitarnya banyak ditemukan pembuluh

Page 15: ORBITAL EXTRAPLEURAL SOLITARY FIBROUS TUMOR

15

darah bercabang yang berdinding tipis (haemangiopericytoma-like vessels),

dengan kesimpulan Ekstrapleural Solitary Fibrous Tumor.

Orbital Extrapleural SFT menunjukkan respon imunopositif yang kuat dan

difus untuk CD34 (pada 79-100% kasus), vimentin, bcl-2 (B-cell lymphoma 2),

dan imunonegatif untuk keratin, cytokeratin, antigen epitel membran, S100,

smooth muscle actin, dan desmin pada pewarnaan imunohistokimia (Demicco, et

al., 2012 ; Cheang, et al., 2013). Penelitian Krishnakumar et al. menunjukkan

hasil CD34 immunoreactivity pada sebagian besar kasus serta aktivitas mitotic

yang negatif atau minimal pada tipe SFT jinak. Namun, pada beberapa kasus SFT

yang ganas dapat pula menunjukkan hilangnya imunoreaktivitas CD34 dan

jumlah mitotik yang tinggi (Girnita, et al., 2009). Pada kasus didapatkan respon

imunopositif yang kuat dan difus untuk CD34.

Laporan kasus oleh Cheang et al. pada tahun 2013 menunjukkan SFT

sebagai well-defined soft tissue mass dengan enhancement kuat heterogen atau

homogen pada CT-Scan. Sedangkan pada MRI intensitas sinyal SFT tampak

sebagai isointens pada T1-wighted dan isointens ke hipointens pada T2-weighted,

refleksi jaringan fibrous dengan susunan kolagen yang tinggi (Kim, et al., 2008 ;

Cheang, et al., 2013). Hasil CT-Scan kepala fokus orbita pada laporan kasus ini

menunjukkan massa solid heterogen di kavum orbita kanan (intraconal) yang

mendesak dinding lateral, medial, inferior dan superior orbita, menyebabkan

pelebaran kavum orbita disertai scaloping dan erosi sebagian atap orbita kanan,

mengobliterasi nervus optikus, muskulus rektus superior, inferior, lateral dan

medial kanan, muskulus obliquus superior dan inferior kanan, tanpa mengifiltrasi

bulbus okuli kanan, curiga massa malignant retroorbita kanan. Namun, gambaran

yang diperoleh dari pemeriksaan radiologi tidak cukup spesifik untuk menegakkan

diagnosa Orbital Extrapleural SFT karena sulit dibedakan dari tumor dengan lesi

vaskular lainnya.

Penatalaksanaan utama pada Orbital Extrapleural SFT adalah bedah

reseksi. Pada umumnya Orbital Extrapleural SFT bersifat jinak sehingga sebagian

besar diterapi dengan eksisi lokal. Reseksi massa tumor disesuaikan dengan

ukuran dan lokasi tumor. Defek yang terjadi dilakukan rekonstruksi dengan

Page 16: ORBITAL EXTRAPLEURAL SOLITARY FIBROUS TUMOR

16

menggunakan flap. Pada beberapa kasus, diperlukan pembedahan ulang untuk

membersihkan sisa tumor karena belum ada penelitian yang menunjukkan

manfaat dari radioterapi atau kemoterapi pada residual Orbital Extrapleural SFT.

Rekurensi lokal biasanya terkait eksisi inkomplit pada tumor terutama SFT yang

mengalami perluasan ke jaringan dan tulang sekitar orbita, dimana dilaporkan

bahwa eksisi komplit sekunder lebih sulit (Kim, et al., 2008 ; Ali, et al., 2013).

Pada kasus dilakukan tindakan OD eksenterasi orbita dan rekonstruksi dengan

temporal muscle flap + glabelar cutaneous flap.

Flap kulit lokal merupakan pilihan utama pada forehead reconstruction.

Flap lokal pada regio ini memungkinkan penggantian jaringan yang hilang dengan

jaringan yang serupa dengan kelenturan jaringan yang sesuai. Tiga hal utama

dalam melakukan rekonstruksi adalah pemilihan jaringan yang sesuai, mekanisme

pergerakan jaringan dan posisi bekas luka. Jaringan donor yang dipilih idealnya

memiliki struktur dan warna yang serupa dengan jaringan resipien. Rekonstruksi

forehead regional dapat berupa midline forehead, paramedian forehead, dan

lateral forehead (Ling, et al., 1996). Pada kasus, flap diambil dari sub unit yang

terdekat dari defek untuk mendapatkan jaringan yang serupa dengan defek, dipilih

paramedian forehead hingga lateral forehead karena dibutuhkan muskulus

temporalis dextra sebagai bantalan dan sekaligus menutup defek.

Skin graft merupakan suatu tindakan pembedahan dengan pemindahan

sebagian atau seluruh ketebalan kulit dari satu daerah asal (donor) tanpa disertai

vaskularisasi ke daerah lain (resipien) untuk menutup suatu defek. Syarat-syarat

Skin graft yang baik adalah vaskularisasi resipien yang baik, kontak yang akurat

antara skin graft dengan resipien dan imobilisasi. Skin graft dibedakan menjadi

split thickness skin graft (STSG) dan full thickness skin graft. Donor skin graft

dapat diambil dari daerah mana saja di tubuh seperti perut, dada, punggung,

bokong, dan ekstremitas. Umumnya yang sering dilakukan adalah diambil dari

paha. Alat yang digunakan pada STSG dapat berupa pisau / blade, pisau khusus

(Humby), atau dermatom. Penyembuhan atau epitelialisasi pada STSG

membutuhkan waktu antara 7-14 hari (Ramona, 2008).

Page 17: ORBITAL EXTRAPLEURAL SOLITARY FIBROUS TUMOR

17

Rekurensi dan keganasan pada Orbital Extrapleural SFT jarang dilaporkan

terjadi. Penelitian oleh Cheang et al. pada dua pasien menunjukkan bebas

rekurensi setelah reseksi komplit untuk jangka waktu yang lama. Penelitian lain

Bernardini et al., menyebutkan 4 dari 6 kasus SFT mengalami rekurensi yang

diduga sebagai akibat eksisi inkomplit pada saat eksisi awal. Serta 1 kasus

mengalami rekurensi berulang hingga 3 kali reseksi dan menunjukkan perubahan

kearah keganasan (Bernardini, et al., 2003 ; Cheang, et al., 2013). Pada kasus

sudah dilakukan eksisi luas massa tumor secara komplit dengan tujuan untuk

mencegah rekurensi, tetapi resiko rekurensi belum dapat belum dapat disingkirkan

karena pasien tidak datang kembali untuk evaluasi kondisi pasca operasi dan tidak

melanjutkan penatalaksanaan.

RINGKASAN

Seorang perempuan berusia 38 tahun dengan keluhan tumbuh benjolan pada mata

kanan yang tambah membesar secara perlahan sejak 4 tahun yang lalu, nyeri pada

mata kanan hingga kepala, penglihatan kanan bertambah kabur. Visus mata kanan

NLP, hambatan gerak bola mata ke segala arah, tampak proptosis dengan massa

berbatas tegas ukuran 7,3 cm x 6,5 cm x 5,5 cm, permukaan kulit licin, terfiksir,

warna kemerahan, konsistensi padat, berdarah, dan nyeri, serta kornea tampak

keruh dengan segmen anterior dan posterior bola mata tidak dapat dievaluasi.

Kesimpulan dari hasil mikroskopis dari insisional biopsi palpebra superior adalah

Ekstrapleural Solitary Fibrous Tumor. Pasien didiagnosa dengan Orbital

Extrapleural SFT. Dilakukan tindakan OD eksenterasi orbita dan rekonstruksi

dengan temporal muscle flap + glabelar cutaneous flap.

Page 18: ORBITAL EXTRAPLEURAL SOLITARY FIBROUS TUMOR

18

DAFTAR PUSTAKA

Ali, M. J., Honavar, S.G., Naik, M.N., Vemuganti, G.K., 2013. Orbital solitary

fibrous tumor: A rare clinicopathologic correlation and review of

literature. Journal of Research in Medical Sciences, 18(6), p. 529-531.

Ali, M. J., Honavar, S.G., Naik, M.N., Vemuganti, G.K., 2011. Orbital solitary

fibrous tumor: A clinicopathologic correlation and review of literature.

Oman Journal of Ophthlamology, 4(3), p. 147-149.

Bernardini, F.P., Conciliis, C.D., Scheider, S., Kersten, R.C., Kulwin, D.R., 2003.

Solitary Fibrous Tumor of the Orbit, Is it Rare? Report of a Case Series

and Review of the Literature. American Academy of Ophthalmology,

Vol.110, No.7, p.1442-1448.

Cheang, W., Wei, L., Wang, J., Tsai, H., 2013. Orbital solitary fibrous tumor: A

report of two cases. Taiwan Journal of Ophthalmology, 3, p.120-122.

Demicco, E.G., Park, M.S., Araujo, D.M., Fox, P.S., Basset, R.L., Pollock, R.E.,

Lazar, A.J., Wang, W., 2012. Solitary fibrous tumor: a clinicopathological

study of 110 cases and proposed risk assessment model. Modern

Pathology (25), p. 1298-1306.

Girnita, L., Sahlin, S., Orrego, A., Seregard, S., 2009. Malignant solitary fibrous

tumour of the orbit. Acta Ophthalmologica, p. 464-467.

Hsu, S., Lai, P., Wang, J., Yip, C., 2004. Case Report – Solitary Fibrous Tumor of

the Orbit. Journal of the Chinese Medical Association Vol.67, No.9,

p.483-486.

Kim, H.J., Kim, H.-J., Kim, Y.-D., Yim, Y.J., Kim, S.T., Jeon, P., Kim, K.H.,

Byun, H.S., Song, H.J., 2008. Solitary Fibrous Tumor of the Orbit: CT and

MR Imaging Findings. AJNR Am J Neuroradiol, 29:857-62.

Krishnakumar, S., Subramanian, N., Mohan, R., Mahesh, L., Biswas, J., Rao,

N.A., 2003. Solitary Fibrous Tumor of the Orbit: A Clinicopathologic

Study of Six Cases With Review of the Literature. Survey of

Ophthalmology, Vol.48, No.5, p.544-554.

Page 19: ORBITAL EXTRAPLEURAL SOLITARY FIBROUS TUMOR

19

Ling, E.H., Wang, T.D., 1996. Local flaps in forehead and temporal

reconstruction. Facial Plast. Surg. Clin. North Amer. 4, no. 4: 469-479.

Ramona, D.L., 2008. Skin Graft. Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. P.1-11.

Scott, I.U., Tanenbaum, M., Rubin, D., Lores, E., 1996. Solitary Fibrous Tumor of

the Lacrimal Gland Fossa. Ophthalmology Vol.103, No.10, p.1613-8.