Upload
nurina-khimatus-sholihah
View
112
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS FARMASI
PERCOBAAN 4
ANALISIS SEDIAAN KOSMETIK
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 2
Rupa Lesty (G1F009059)
Putri Kusuma Wardani (G1F010001)
Rara Amalia Fadiyah (G1F010003)
Rahminawati Ritonga (G1F010005)
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN FARMASI
PURWOKERTO
2012
ANALISIS SEDIAAN KOSMETIK
Analisis Kadar Kalsium dalam Sediaan Pasta Gigi
A. TUJUAN
Mahasiswa mampu memilih dan menerapkan metode analisis untuk analisis sediaan
kosmetik.
B. ALAT DAN BAHAN
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum adalah labu piala 250 ml, beaker glass 50 mL,
pipet ukur 5 mL, labu erlenmeyer 250 mL 3 buah, labu ukur 50 mL, buret 25 mL, filler, spatula,
batang pengaduk, dan corong.
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum adalah pasta gigi, NaOH 1 N, Na2EDTA
0,01 M, indikator EBT dan aquades.
C. DATA PENGAMATAN
D. PERHITUNGAN
Penimbangan pasta gigi : Berat Kertas = 1 gram Berat odol+kertas = 16 gram Berat sisa = 15 gram Berat odol = (16-1) = 15 gram
Berdasarkan label, kandungan kasium dalam odol = 0,13% sehingga 0,13% dari 15 gram yaitu :
0,13100
X 15 = 0,0195 gram atau = 19,5 mg
Titrasi :V titran I = 10,5 ml
V titran II = 13,5 ml
V titran III = 18,5 ml
% kadar kalsium = 10,5 x 0,01 x 2 x 100 %
15000
= 0,0014 %
% kadar kalsium = 13,5 x 0,01 x 2 x 100 %
15000
= 0,0018 %
% kadar kalsium = 18,5 x 0,01 x 2 x 100 %
15000
= 0,0024 %
X (x- )2
0,0014 16x10-6
0,0018 0,00186 36x10-6
0,0024 25x10-6
77x10-6
SD=√ ∑D 2n−1
SD=√ 77 x 10−62
SD = 5,44 x 10-5
E. PEMBAHASAN
Titrasi kompleksometri
Kompleksometri merupakan jenis titrasi dimana titran dan titrat saling mengkompleks,
membentuk hasil berupa kompleks. Reaksi–reaksi pembentukan kompleks atau yang
menyangkut kompleks banyak sekali dan penerapannya juga banyak, tidak hanya dalam titrasi.
Karena itu perlu pengertian yang cukup luas tentang kompleks, sekalipun disini pertama-tama
akan diterapkan pada titrasi. Salah satu tipe reaksi kimia yang berlaku sebagai dasar penentuan
titrimetrik melibatkan pembentukan (formasi) kompleks atau ion kompleks yang larut namun
sedikit terdisosiasi. Kompleks yang dimaksud di sini adalah kompleks yang dibentuk melalui
reaksi ion logam, sebuah kation, dengan sebuah anion atau molekul netral. (Khopkar, 2002).
Titrasi kompleksometri yaitu titrasi berdasarkan pembentukan persenyawaan kompleks
(ion kompleks atau garam yang sukar mengion). Kompleksometri merupakan jenis titrasi dimana
titran dan titrat saling mengkompleks, membentuk hasil berupa kompleks. Reaksi - reaksi pembentukan
kompleks atau yang menyangkut kompleks banyak sekali dan penerapannya juga banyak, tidak hanya dalam
titrasi. Karena itu perlu pengertian yang cukup luastentang kompleks, sekalipun disini pertama-
tama akan diterapkan pada titrasi (Underwood, 1994).
Macam-macam titrasi komplesometri
A. Titrasi langsung
Merupakan metode yang paling sederhana dan sering dipakai. Larutan ion yang akan
ditetapkan ditambah dengan buffer, misalnya buffer pH 10 lalu ditambah indicator logam
yang sesuai dan dititrasi langsung dangan larutan baku dinatrium edetat. Untuk mecegah
pengendapan logam hidroksida atau garam basa dengan buffer, dilakukan dengan
penambahan pembentuka kopleks pembantu misalnya tartrat, sitrat, atau trietanol amin.
B. Titrasi kembali
Cara ini penting untuk logam yang mengendap dengan hidrokasida pada pH yang
dikehendaki untuk titrasi, untuk senyaw yang tidak larut misalnya: sulfat, kalsium oksalat,
untuk senyawa yang membentuk kompleks yang sangat lambat dan ion logam yang
membentuk kompleks lebih stabildengan natrium edeta daripada dengan indicator. Pada
keadaan demikian, dapat ditambahkan larutan baku dinatrium edetat berlebihan kemudian
larutan ditambah buffer pada pH yang diinginkan, dan kelebihan dinatrium edetat dititrasi
kembali dengan larutan baku ion logam. Titik akhir ditunjukkan dengan pertolongan
indikator logam.
C. Titrasi subtitusi
Cara ini dilakukan bila ion logam tersebut memberikan itik akhir yang jelas apabila dititrasi
secara langsung atau dengan titrasi kembali, atau juga ion logam tersebut membentuk
komples dengna dinatrium edetat lebih stabil daripada logam lain seperti magnesium dan
kalsium. Kalsium, timbal dan raksa dapat ditetapkan dengan cara ini dengan indikator hitam
eriokrom dengan hasil yang memuaskan.
D. Titrasi tidak langsung
Cara titrasi tidak langsung dapat digunakan untuk menetukan kadar ion-ion seperti anion
yang tidak bereaksi dengna pengkelat. Sebagi contoh barbiturate tidat bereaksi dengan
EDTA, akan tetapi secara kuantitatif dapt diendapkan dengan ion merkuri dalam keadaan bas
sebagai ion kompleks. Setelah pengendapan dengan kelebihan Hg(II), kompleks dipindahkan
dengan cara penyaringan dan dilarutkan kembali dalam larutan baku EDTA berlebihan.
E. Titrasi alkalimetri
Pada titrasi ini, proton dari dinatrium edetat, Na2H2Y dibebaskan oleh logam berat dan
dititrasi dengan larutan baku alkali sesuai dengan persamaan reaksi berikut:
Mn+ + H2Y2- (MY)+n-4 + 2H- [1]
Logam larutan yang ditetapkan dengan metode ini sebelum dititrasi harus dalam suasana
netral terhadap indikator yang digunakan. Penetapan titik akhir menggunakan indikator
asam-basa atau secara potensiometri (Gandjar, 2007).
EDTA merupakan salah satu jenis asam amina polikarboksilat. EDTA sebenarnya
adalah ligan seksidentat yang dapat berkoordinasi dengan suatu ion logam lewat kedua nitrogen
dan keempat gugus karboksil-nya atau disebut ligan multidentat yang mengandung lebih dari dua
atom koordinasi per molekul. Suatu EDTA dapat membentuk senyawa kompleks yang mantap
dengan sejumlah besar ion logam sehingga EDTA merupakan ligan yang tidak selektif. Dalam
larutan yang agak asam, dapat terjadi protonasi parsial EDTA tanpa pematahan sempurna
kompleks logam, yang menghasilkan produk baru seperti CuHY-.
Faktor-faktor yang membuat EDTA sebagai titrimetri:
1. selalu membentuk kompleks ketika direaksikan dengan ion logam
2. kestabilannya dalam membentuk kelat sangat konstan sehingga reaksi berjalan sempurna
(kecuali dengan logam alkali)
3. dapat bereaksi cepat dengan banyak jenis ion logam
4. telah dikembangkan indikatornya secara khusus
5. mudah diperoleh bahan baku primernya
6. dapat digunakan baik sebagai bahan yang dianalisis maupun sebagai bahan untuk
standardisasi.
Persyaratan mendasar terbentuknya kompleks adalah tingkat kelarutan tinggi. Selain
titrasi kompleks seperti biasa, dikenal pula kompleksometri yang dikenal sebagai kelatometri
seperti yang menyangkut penggunaan EDTA. Gugus yang terikat pada ion pusat, disebut ligan
(polidentat). Selektivitas kompleks dapat diatur dengan pengendalian pH, missal Mg, Ca, Cr dan
Ba dapat dilihat pada pH = 10. Sebagian besar titrasi kompleksometri mempergunakan indicator
mempergunakan indicator yang juga bertindak sebagai pengompleks dan tentu saja kompleks
logamnya mempunyai warna yang berbeda dengan pengompleksnya sendiri. Indicator demikian
disebut indicator metalokromat. Indicator jenis ini contohnya Eriochome black T (Khopkar,
1990). Persamaan reaksi umum pada titrasi kompleksometri adalah:
Mn+ + Na2EDTA (MEDTA)n-4 + 2H+ [1]
Titrasi dapat ditentukan dengan adanya penambahan indikator yang berguna sebagai
tanda tercapai titik akhir titrasi. Ada lima syarat suatu indikator ion logam dapat digunakan pada
pendekteksian visual dari titik akhir yaitu reaksi warna harus sedemikian sehingga sebelum titik
akhir, bila hampir semua ion logam telah berkompleks dengan EDTA, larutan akan berwarna
kuat. Kedua, reaksi warna itu haruslah spesifik (khusus), atau sedikitnya selektif. Ketiga,
kompleks-indikator logam itu harus memiliki kestabilan yang cukup, kalau tidak karena disosiasi
tak akan diperoleh perubahan warna yang tajam. Namun kompleks-indikator logam itu harus
kurang stabil dibanding kompleks logam. EDTA untuk menjamin agar pada titik akhir titrasi,
EDTA memindahkan ion-ion logam dari kompleks-indikator logam ke kompleks logam EDTA
harus tajam dan cepat. Kelima, kontras warna antara indikator bebas dan kompleks-indikator
logam harus sedemikian sehingga mudah diamati. Indikator harus sangat peka terhadap ion
logam (yaitu, terhadap pM) sehingga perubahan warna terjadi sedikit mungkin dengan titik
ekuivalen. Terakhir, penentuan Ca dan Mg dapat dilakukan dengan titrasi EDTA, pH untuk
titrasi adalah 10 dengan indikator eriochrom black T (EBT) (Basset, 1994).
Indikator yang dapat digunakan untuk titrasi kompleksometri ini antara lain:
1. Mureksida
garam monium dari asam purpurat dan anionnya mempunyai struktur (1), marupakan
indikator ion logam pertama yang digunakan dalam titrasi EDTA, berwarna ungu kemerahan
pH 9 sampai pH 11 dan biru di atas pH 11.
2. Biru Tua Solokrom atau Kalkon
Nama lain hitam eriokrom RC mempunyai 2 atom hidrogen fenolat yang dapat terionisasi
secara bertahap dengna pK masing-masing 7,4 dan 13,5, pada titrasi kalsium secara
kompleksometri dengna adanya magnesium ini harus dilakukan pada pH kira-kira
12,3.Perubahan warnanya dari merah jambu menjadi biru murni.
3. Kalmagit
Indikator ini mempunyai perubahan warna ayng sama seperti hitam solokrom, tetapi
warnanya agak lebih jelas dan tajam. Larutan indikator ini stabil hampir tanpa batas waktu.
4. Kalsikrom
Mempunyai struktur lingkaran dan sangat selektif untuk kalsium. Zat ini sebenarnya tidak
begitu sesuai sebagai indikator EDTA. [3]
5. Hitam Solokrom (Hitam Eriokrom T)
Indikator ini peka terhadap perubahan kadar logam dan pH larutan. Pada pH 8 -10 senyawa
ini berwarna biru dan kompleksnya berwarna merah anggur. Pada pH 5 senyawa itu sendiri
berwarna merah, sehingga titik akhir sukar diamati, demikian juga pada pH 12. Umumnya
titrasi dengan indikator ini dilakukan pada pH 10.
6. Jingga xilenol
Indikator ini berwarna kuning sitrun dalam suasana asam dan merah dalam suasana alkali.
Kompleks logam-jingga xilenol berwarna merah, karena itu digunakan pada titrasi dalam
suasana asam (Anonim,2012).
Persyaratan mendasar terbentuknya kompleks adalah tingkat kelarutan tinggi. Selain
tirasi kompleks seperti biasa, dikenal pula kompleksometri yang dikenal sebagai kelatometri
seperti yang menyangkut penggunaan EDTA. Gugus yang terikat pada ion pusat, disebut ligan
(polidentat). Selektivitas kompleks dapat diatur dengan pengendalian pH, missal Mg, Ca, Cr dan
Ba dapat dilihat pada pH = 10. Sebagian besar titrasi kompleksometri mempergunakan indicator
mempergunakan indicator yang juga bertindak sebagai pengompleks dan tentu saja kompleks
logamnya mempunyai warna yang berbeda dengan pengompleksnya sendiri. Indicator demikian
disebut indicator metalokromat. Indicator jenis ini contohnya Eriochome black T (Khopkar,
1990).
Kesulitan yang timbul dari kompleks yang lebih rendah dapat dihindari dengan
penggunaan bahan pengkelat sebagai titran. Bahan pengkelat yang mengandung baik oksigen
maupun nitrogen secara umum efektif dalam membentuk kompleks-kompleks yang stabil dengan
berbagai macam logam. Keunggulan EDTA adalah mudah larut dalam air, dapat diperoleh dalam
keadaan murni, sehingga EDTA banyak dipakai dalam melakukan percobaan kompleksometri.
Namun, karena adanya sejumlah tidak tertentu air, sebaiknya EDTA distandarisasikan dahulu
misalnya dengan menggunakan larutan kadmium (Harjadi, 1993).
Monografi bahan :
1. Pasta gigi
Pasta gigi adalah sediaan untuk memoles dan membersihkan permukaan gigi terdiri dari
kalsium karbonat yang halus, dicampur dengan gliserin ditambah dengan ramuan untuk
menghambat tumbuhnya bakteri dan memberi rasa segar supaya disukai pemakai atau
konsumen, biasanya digunakan dengan sikat gigi (Van Hoeve, 1984).
2. Air suling
Nama resmi : Aqua destillata
Nama lain : Air suling
RM/BM : H2O / 18, 02
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak mempunyai
rasa.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
Kegunaan : Sebagai pelarut.
( Anonim, 1979 )
3. Natrium hidroksida (NaOH)
Pemerian: putih atau praktis putih, massa melebur, berbentuk pellet, serpihan atau batang
atau bentuk lain, keras, rapuh, dan menunjukkan pecahan hablur, bila dibiarkan di udara
akan cepat menyerap karbondioksida dan lembab (Anonim, 1995).
4. EBT (Erichrom Black T)
EBT adalah sebuah indicator yang digunakan untuk menentukan titik akhir titrasi. EBT
merupakan salah satu indicator logam range pH 7-11, dengan pK2 = 6,9 dan pK5 = 11,5.
Titik akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna dari merah menjadi biru (Khopkar,
1990).
Struktur indikator EBT:
Na+SO3-
5. Dinatrium EDTA
Asam etilen diamin tetra asetat atau yang lebih dikenal dengan EDTA merupakan salah
satu jenis asam amina polikarboksilat. EDTA sebenarnya adalah ligan seksidentat yang
dapat berkoordinasi dengan suatu ion logam lewat keduanitrogen dan keempat gugus
karboksil-nya atau disebut ligan multidentat yangmengandung lebih dari dua atom
koordinasi permolekul, misalnya asam 1,2-diaminoetanatetraasetat (asametilenadiamina
N = N
OH
NO2
OH
tetraasetat, EDTA) yang mempunyai dua atom nitrogen ± penyumbang dan empat atom
oksigen penyumbang dalammolekul (Rival, 1995).
Titrasi dapat ditentukan dengan adanya penambahan indikator yang berguna sebagai
tanda tercapai titik akhir titrasi. Ada lima syarat suatu indikator ion logam dapat digunakan pada
pendeteksian visual dari titik-titik akhir yaitu reaksi warna harus sedemikian sehingga sebelum
titik akhir, bila hampir semua ion logam telah berkompleks dengan EDTA, larutan akan
berwarna kuat. Kedua, reaksi warna itu haruslah spesifik (khusus), atau sedikitnya selektif.
Ketiga, kompleks-indikator logam itu harus memiliki kestabilan yang cukup, kalau tidak, karena
disosiasi, tak akan diperoleh perubahan warna yang tajam. Namun, kompleks-indikator logam itu
harus kurang stabil dibanding kompleks logam-EDTA untuk menjamin agar pada titik akhir,
EDTA memindahkan ion-ion logam dari kompleks-indikator logam ke kompleks logam-EDTA
harus tajam dan cepat. Kelima, kontras warna antara indikator bebas dan kompleks-indikator
logam harus sedemikian sehingga mudah diamati. Indikator harus sangat peka terhadap ion
logam sehingga perubahan warna terjadi sedikit mungkin dengan titik ekuivalen. Terakhir,
penentuan Ca dapat dilakukan dengan titrasi EDTA, pH untuk titrasi adalah 10 dengan indikator
eriochrome black T (Basset, 1994).
Suatu EDTA dapat membentuk senyawa kompleks yang mantap dengan sejumlah besar
ion logam sehingga EDTA merupakan ligan yang tidak selektif. Dalam larutan yang sedikit
asam, dapat terjadi protonasi parsial EDTA tanpa pematahan sempurna kompleks logam, yang
menghasilkan spesies seperti CuHY-. Ternyata bila beberapa ion logam yang ada dalam larutan
tersebut maka titrasi dengan EDTA akan menunjukkan jumlah semua ion logam yang ada dalam
larutan tersebut (Harjadi, 1993).
Rumus EDTA :
HOOC CH2 HOOC CH2
N CH2 CH2 N
HOOC CH2 HOOC CH2
(Rivai, 1995).
Dari strukturnya, bahwa molekul tersebut (EDTA) mengandung baik donor elektron dari
atom oksigen maupun donor dari atom nitrogen sehingga dapat menghasilkan khelat bercincin
sampai dengan enam secara serentak. EDTA mudah larut dalam air, dapat diperoleh dalam
keadaan murni, tapi karena adanya dengan jumlah yang tidak tertentu, sebaiknya distandarisasi
dulu. EDTA berpotensi sebagai ligan seksidentat yang dapat berkoordinasi dengan sebuah ion
logam melalui gugus dua nitrogen dan empat karboksilnya. Dalam kasus lainnya, EDTA dapat
bertindak sebagai ligan kuinkedendat atau kuadridentat dengan satu atau dua gugus karboksilnya
bebas dari interaksi kuat dengan logam.
Pada percobaan pembuatan larutan EDTA, pertama-tama yang
dilakukan adalah mengambil 5 ml larutan EDTA, lalu dimasukkan kedalam
labu ukur 25 ml dan di add sampai tanda batas. Setelah pembuatan larutan
EDTA 0,01 M selanjutnya dilakukan persiapan sampel. Mula-mula ditimbang
15 gram sampel (pasta gigi) kemudian di masukkan ke dalam beaker gelas
dan di larutkan dengan air hangat. Penggunaan air hangat dalam
pelarutannya karena pasta gigi mudah larut dalam air hangat. Kemudian di
ambil secara kuantitatif dan dimasukkan ke dalam labu ukur 250 ml dan di
add sampai tanda batas.
Prosedur uji kuantitatif kadar kalsium secara kompleksometri dilakukan
dengan mengambil larutan sampel sebanyak 50 ml dan dimasukkan ke
dalam erlemmeyer 25o ml lalu ditambahkan 2 ml larutan NaOH 1 N ( dicek
pH =12), tapi dalam praktikum ini tidak dilakukan pengecekan pH karena
tidak tersedianya indikator pH. Penetapan Ca dengan EDTA dapat dilakukan
pada pH 10 karena Ca akan membentuk kompleks yang tidak stabil pada pH
rendah. Larutan sampel kemudian ditambahkan indikator Erichrome Black T
(EBT) sebanyak 3 tetes lalu dititrasi dengan Na2EDTA 0,01 M. Tujuan
ditambahkan indikator EBT karena indikator tersebut peka terhadap kadar
logam dan pH larutan sehingga titik akhir titrasinya pun diketahui. Setelah
dititrasi dengan EDTA seharusnya larutan berubah warna dari ungu menjadi
merah muda, tapi pada praktikum ini tidak terjadi perubahan warna. Hal ini
mungkin disebabkan oleh beberapa hal seperti pH yang tidak tepat (10), zat
aktif (Ca) yang belum lepas dari basisnya, kelarutan yang Ca yang belum
sempurna pada proses pretreatment. Volume titran yang diperoleh dari 3
kali percobaan yaitu, V1 = 10,5 ml, V2 = 13,5 ml, V3 = 18,5 ml. Dari hasil
perhitungan kadar Ca yang didapat dari percobaan ini adalah 1,43%, hasil ini
tidak sesuai dengan kadar teoris Ca yaitu 0,13%.
F. KESIMPULAN
1. Metode analisis yang kami pilih untuk penentuan kadar kalsium (Ca) dalam sediaan
pasta gigi yaitu titrasi kompleksometri dimana prinsip dari titrasi kompleksometri ini
adalah berdasarkan pernbentukan senyawa kompleks antara kation dengan zat
pembentuk kompleks. Sebagai zat pembentuk kompleks yang banyak digunakan
dalam titrasi kompleksometri adalah garam dinatrium etilendiamina tetraasetat (Na2-
EDTA).
2. Kadar kalsium yang didapatkan dalam sediaan pasta gigi adalah 0,205 % b/b
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1979, Farmakope Indonesia Edisi III, Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
Jakarta.
Anonim, 1995, Farmakope Indonesia Edisi IV, Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
Jakarta.
Anonim, 2012, Indikator, http://www.wikipedia.com. Diakses 30 November 2012.
Basset, J., et al., 1994, Buku Ajar Vogel: Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik Terjemahan A.
Hadyana Pudjaatmaka dan L. Setiono, Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Day, R.A., Underwood, A.L., 1994, Analisa Kimia Kuantitatif Edisi Keempat, Erlangga, Jakarta.
Gandjar I.G, 2007, Kimia Analisis Farmasi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Harjadi, W., 1993, Ilmu Kimia Analitik Dasar, Gramedia, Jakarta.
Rivai, Harrizul, 1995, Asas Pemeriksaan Kimia, Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Khopkar, S.M., 1990, Konsep Dasar Kimia Analitik, Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Van Hoeve, 1984, EraiHopedi Nasional Indonesia, PT. Ichtiar Baru, Jakarta.