4
PACU JAWI Tanah Datar – Sumatera Barat Sumatera Barat yang lebih akrab dipanggil Ranah Minang adalah salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki tradisi adat dan kebudayaan yang begitu kuat dan cukup dikenal luas seluk beluknya oleh masyarakat Indonesia secara umum. Bisa dikatakan memang budaya Minang sangat populer setelah budaya Jawa dan Sunda di Indonesia. Kondisi umum masyarakat Minangkabau yang umumnya menjadi petani juga melahirkan tradisi sendiri yang erat kaitannya dengan kehidupan agraris masyarakat tersebut. Tradisi masyarakat Minang yang erat kaitannya dengan pertanian adalah kegiatan Pacu Jawi. Pacu Jawi biasanya umum dilaksanakan di daerah Tanah Datar yang dikenal sebagai daerah nenek moyang Minangkabau dan sudah berlangsung ratusan tahun namun masih dipertahankan keberadaannya. Pacu Jawi adalah bahasa Minang dari Balapan Sapi. Balapan Sapi mungkin erat kaitannya dengan tradisi masyarakat Madura yang dikenal dengan nama Karapan Sapinya. Secara garis besar memang kedua balapan sapi ini sama konsepnya di mana sama-sama terdiri dari 2 ekor sapi dan 1 orang joki. Hanya saja yang membedakannya adalah lokasi serta medan yang harus ditempuh. Pacu Jawi bisa dikatakan memiliki medan yang lebih sulit dan lebih menantang daripada Karapan Sapi sehingga terlihat lebih menarik. Pacu Jawi dilakukan di lahan sawah yang masih berupa lumpur sehingga lebih sulit karena sapi akan lebih berat melangkahkan kakinya, namun tentu saja lebih menarik. Pacu Jawi memang biasanya hanya dilakukan di daerah Tanah Datar yang secara spesifik hanya dilakukan di 4 daerah di sana yaitu di Pariangan, Sungai Tarab, Limo Kaum dan Rambatan. Perjalanan dari kota Padang ke Tanah Datar sekitar 1,5 jam perjalanan darata, sedangkan dari Bukittinggi sekitar 1 jam perjalanan. Tradisi Minangkabau Sumatra Barat Muhammad Furqani B32/2

Pacu Jawi (Tgs Sosialisasi Mas Fadil)

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Pacu Jawi di Sumatra Barat

Citation preview

PACU JAWITradisi MinangkabauSumatra BaratMuhammad FurqaniB32/2

Tanah Datar Sumatera Barat

Sumatera Barat yang lebih akrab dipanggil Ranah Minang adalah salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki tradisi adat dan kebudayaan yang begitu kuat dan cukup dikenal luas seluk beluknya oleh masyarakat Indonesia secara umum. Bisa dikatakan memang budaya Minang sangat populer setelah budaya Jawa dan Sunda di Indonesia.Kondisi umum masyarakat Minangkabau yang umumnya menjadi petani juga melahirkan tradisi sendiri yang erat kaitannya dengan kehidupan agraris masyarakat tersebut. Tradisi masyarakat Minang yang erat kaitannya dengan pertanian adalah kegiatan Pacu Jawi. Pacu Jawi biasanya umum dilaksanakan di daerah Tanah Datar yang dikenal sebagai daerah nenek moyang Minangkabau dan sudah berlangsung ratusan tahun namun masih dipertahankan keberadaannya.Pacu Jawi adalah bahasa Minang dari Balapan Sapi. Balapan Sapi mungkin erat kaitannya dengan tradisi masyarakat Madura yang dikenal dengan nama Karapan Sapinya. Secara garis besar memang kedua balapan sapi ini sama konsepnya di mana sama-sama terdiri dari 2 ekor sapi dan 1 orang joki. Hanya saja yang membedakannya adalah lokasi serta medan yang harus ditempuh. Pacu Jawi bisa dikatakan memiliki medan yang lebih sulit dan lebih menantang daripada Karapan Sapi sehingga terlihat lebih menarik.Pacu Jawi dilakukan di lahan sawah yang masih berupa lumpur sehingga lebih sulit karena sapi akan lebih berat melangkahkan kakinya, namun tentu saja lebih menarik. Pacu Jawi memang biasanya hanya dilakukan di daerah Tanah Datar yang secara spesifik hanya dilakukan di 4 daerah di sana yaitu di Pariangan, Sungai Tarab, Limo Kaum dan Rambatan. Perjalanan dari kota Padang ke Tanah Datar sekitar 1,5 jam perjalanan darata, sedangkan dari Bukittinggi sekitar 1 jam perjalanan.Biasanya wisatawan yang datang menyaksikan Pacu Jawi sekalian datang setelah berwisata ke Lembah Harau dan sekitarnya. Untuk bisa menyaksikan tradisi Pacu Jawi ini, Anda harus datang pada saat tanggal-tanggal tertentu di bulan sebelum musim panen tiba. Biasanya pacu jawi diadakan 3x setahun yang lokasinya bergantian di antara 4 kecamatan tersebut, pada bulan Juni atau Julia tau Oktober. Biasanya yang sudah menjadi agenda pariwisata di sini adalah sekitar Bulan Juli.Hal unik lainnya dari Pacu Jawi ini adalah bagaimana cara joki mengendalikan sapinya yang memang dihubungkan ke sebuah gerobak (alat bajak sawah) tempat joki berpijak. Selain menarik tali pada tubuh sapi untuk memacu gerak cepat bagi sapi adalah dengan menggigit juga kedua buntut sapi agar mereka lebih cepat berlari sebab medan yang memberatkan kaki mereka. Penilaian bagi pemenang untuk peserta yang ikut adalah bukan berupa perlombaan di mana yang tercepat sampai dari lawan adalah yang menang.Yang membedakannya adalah joki dan sapinya ketika berpacu di lumpur tidak memiliki lawan pacu namun dinilai berdasarkan kelurusan jalan sapi yang tidak berbelok sampai garis finish yang memang tidak semua bisa melakukannya. Untuk menentukan lagi pemenang dari finalis yang berhasil memenuhi criteria adalah waktu yang dibutuhkan sampai di garis finish untuk tiap pasangan joki dan sapi. Pemandangan saat sapi-sapi tersebut lari di atas tanah berlumpur rasanya seperti melihat aksi yang menghasilkan karya seni indah terlihat dari cipratan-cipratan lumpur yang ada.Selain itu, selama perhelatan berlangsung lantunan musik-musik tradisional Minang menambah kesan meriah dan etniknya tradisi ini. Jumlah sapi yang ikut berkompetisi juga tidak main-main yaitu hingga ratusan ekor sapi. Tak heran bila kegiatan yang awalnya hanya berupa tradisi warga lokal ini dijadikan objek wisata bagi para wisatawan dan menjadi agenda besar bagi pemerintah daerah setempat. Tidak ada hadiah khusus dari pemerintah daerah atau warga untuk pemenang hanya saja ada keuntungan tersendiri bagi pemenang secara tidak langsung.Sapi-sapi yang memenangkan perlombaan pacuan tentu akan memiliki nilai jual yang melambung tinggi. Bagi pemilik lahan sawah yang dijadikan tempat pacuan juga akan diberikan kompensasi dengan jaminan bantuan pembenahan dan penanaman kembali menjadi sawah secara gotong royong saat musim tanam tiba. Konon memang tradisi ini sudah berlangsung sejak zaman Imam Bonjol atau masa-masa Perang Paderi di Tanah Minang ini sebagai kegiatan mengisi waktu luang setelah masa panen dan menjelang musim tanam tiba.Tradisi Pacu Jawi ini kabarnya hanya ada satu-satunya di dunia yang melakukannya di tanah berlumpur (lahan sawah) sehingga pada saat kegiatan ini berlangsung banyak sekali fotografer-fotografer mancanegara yang sengaja datang ke Tanah Datar untuk mengabadikan momen unik milik Sumbar satu-satunya. Inilah yang menjadi kebanggaan Tanah Datar dengan tradisi unik nan meriahnya.Keramaian warga dan wisatawan yang bersatu menyaksikan pacuan jawi sambil terkenal cipratan lumpur menambah kesan merakyat dan kehangatan masyarakat Minang ini. Untuk itu, ketika datang menyaksikan pacu jawi berjaga-jagalah membawa pakaian yang nyaman dan sopan. Bila Anda lapar atau haus jangan khawatir walau ada di tengah sawah namun ketika gelaran pacu jawi berlangsung para pedagang akan tumpah ruah di sekitar lokasi sebab Pacu Jawi sudah sama diibaratkan dengan Pesta Rakyat Minang.