Pajak Internasional PPh Menengah 2012

Embed Size (px)

Citation preview

PAJAK INTERNASIONALAnang Mury Kurniawan

Dimensi Pajak Internasional

Aspek Pajak Internasional dalam UU PPh Pasal 2 ayat 4 Subjek Pajak Luar Negeri Pasal 2 ayat 5 Bentuk Usaha Tetap (BUT) Pasal 3 Pengecualian Subjek Pasal 5 Objek Pajak Bentuk Usaha Tetap Pasal 21 ayat 2 Pengecualian Sebagai Pemotong Pajak. Pasal 24 Pengkreditan Terbatas (ordinary tax credit) Pasal 26 ayat 1,2 Pemotong Pajak atas Penghasilan yang diterima oleh Subjek Pajak Luar Negeri Pasal 26 ayat 4 Laba setelah pajak dari bentuk usaha tetap Pasal 32 A Pemerintah berwenang melakukan perjanjian perpajakan dengan negara lain Pasal 18 Harmful tax practices

Pajak Berganda Pajak Berganda Ekonomis Pajak Berganda Yuridis

Azas Perpajakan Azas penduduk (residence principle) / Azas domisli (domicile principle): pengenaan pajak kepada resident (SPDN) atas seluruh penghasilan (worldwide income), dan kepada non-residents (SPLN) atas penghasilan yang bersumber dari negara itu. Azas sumber (source principle): yaitu pengenaan pajak atas penghasilan yang bersumber dari negara itu tanpa memandang dari status Subjek Pajak dari si penerima penghasilan. Azas kewarganegaraan (citizenship): adalah pengenaan pajak berdasarkan status warganegara.

Pajak Berganda Internasional PENYEBAB PBIPemajakan atas suatu penghasilan secara bersamaan oleh negara yang menerapkan azas domisili dan negara yang menerapkan azas sumber menimbulkan pajak ganda internasional.

DAMPAK PBI Tambahan beban ekonomi bagi pengusaha; Biaya tinggi; Terhambatnya mobilitas bisnis, perdagangan, investasi & sumber daya

PENDEKATAN PENGHINDARAN PBI1. Secara Unilateral melalui Undang-undang Pajak dan aturan pelaksanaanya, 2. Secara Bilateral/Multilateral melalui Tax Treaty,

www.themegallery.com

7

Metode-metode penghilangan pajak berganda Exemption Method: penghilangan pajak berganda dengan tidak memperhitungkan penghasilan dari luar negeri saat menghitung pajak terutang di dalam negeri Credit Method: penghilangan pajak berganda dengan memperhitungkan pajak yang dikenakan di luar negeri dengan pajak terutang di dalam negeri.

8

Untuk mengurangi dampak PBI: 1. Ikut serta dalam konvensi internasional 2. Mengadopsi kesepakatan internasional ke dalam Undang-undang pajak domestik 3. Mengadakan perjanjian perpajakan (tax treaty)

Konvensi/Traktat Azas Reprositas Kebiasaan internasional Daftar badan-badan dan organisasi internasional yang bukan merupakan subjek pajak Pajak penghasilan atas penerbangan dan pelayaran internasional Adopsi Undang-undang pajak nasional pasal-pasal dalam UU PPh yang mempunyai dimensi internasional

persetujuan penghindaran Pajak Berganda Model P3B Struktur P3B P3B Indonesia dengan negara mitra

AZAS-AZAS PERPAJAKAN DAN TIMBULNYA PAJAK BERGANDA

Azas-azas Perpajakan Azas Domisili Azas Sumber Azas kewarganegaraan Timbulnya pajak berganda Penerapan azas yang berbeda dari setiap negara Masing-masing negara mempunyai kedaulatan untuk mengenakan pajak

Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B)PENGERTIAN Treaty: suatu persetujuan internasional yang telah disepakati antar negara dan dibuat sesuai dengan hukum internasional. Tax treaty: persetujuan antara dua negara atau lebih dengan membagi hak untuk mengenakan pajak atas suatu penghasilan yang berasal dari suatu negara yang diperoleh penduduk negara lain.

P3B: Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda Istilah lain: double taxation agreement (DTA), double taxation convention (DTC), double taxation treaty, atau

tax conventions

12

persetujuan penghindaran Pajak Berganda (P3B) Tujuan P3B Melindungi wajib pajak Mendorong investasi Memudahkan perusahaan luar untuk berekspansi Mengurangi dan menanggulangi penghindaran dan penyelundupan pajak Harmonisasi kriteria pemajakan Mencegah diskriminasi

Model P3B, perbandingan

KEDUDUKAN HUKUM Kedudukan hukum P3B di hadapan hukum domestik sangat bervariasi di berbagai negara;

Di Indonesia, menurut Penjelasan Pasal 32A UU PPh: P3B adalah lex specialis dari UU PPh, Apabila ada konflik antara P3B dengan hukum domestik, maka P3B yang akan berlaku (Tax Treaty Superceeding

Domestic Tax Laws).

14

Siapa Yang Berhak Memanfaatkan P3B?-(1) Apabila ketentuan domestik kedua negara menganggap seseorang atau suatu badan adalah SPDN-nya, maka muncullah kasus Dual Residence, P3B menyediakan Tie-Breaker Rule, Pasal 4 ayat (2): Tie-Breaker Rule untuk Individu Lihat skema berikut. Pasal 4 ayat (3): Tie-Breaker Rule untuk Badan Persetujuan Bersama antara Pejabat Berwenang ke-2 negara.

15

Contoh Kasus Dual ResidenceMr. Bill adalah SPDN di Amerika menurut ketentuan pajak domestik Kanada.

Mr. Bill

SPDN Amerika Amerika Indonesia Melakukan usaha dan berada di Indonesia selama > 183 hari SP DN Negara Y

Mr. John menjadi SPDN Indonesia menurut ketentuan pajak domestik Indonesia. Bagaimana dual residence dapat menyebabkan pajak berganda?16

Tie-breaker untuk Dual Resident Orang PribadiApakah Orang Pribadi tsb mempunyai tempat tinggal tetap di salah satu atau di kedua negara? YaMemiliki tempat tinggal tetap di kedua negara?Tidak Dapatkah pusat kepentingan yang vital ditentukan? Tidak Apakah ia biasanya berdiam hanya di salah satu negara? Tidak Apakah Ia warganegara dari salah satu negara? Tidak Pejabat yang berwenang akan menyelesaikan kasus dengan Persetujuan Bersama. Tidak Ia adalah SPDN di negara dimana Ia memiliki tempat tinggal tetap. Ia adalah SPDN di negara Ia memiliki pusat kepentingan yang vital. Ia adalah SPDN di negara dimana Ia biasanya berdiam.

Ya

Ya

Ya

Ya

Ia adalah SPDN di negara ia menjadi Warganegara

17

Time Test Untuk Penentuan BUT Time Test Untuk Menentukan Keberadaan BUT menurut UU PPh Pasal 2 ayat (5) 60 hari dalam 12 bulan untuk pemberian jasa

Time Test Untuk Menentukan Keberadaan BUT menurut P3B Tergantung kesepakatan Tabel SE-03/PJ.101/1996 pada beberapa P3B, disepakati negara sumber dapat mengenakan pajak atas pembayaran jasa tanpa adanya suatu BUT

Mutual Agreement Procedure MAP dapat dipergunakan sebagai alternatif solusi apabila residen suatu negara menganggap bahwa tindakan otoritas perpajakan negara mitra mengakibatkan atau akan mengakibatkan pengenaan pajak yang tidak sesuai dengan P3B. Batas waktu pengajuan MAP adalah dua tahun sejak pemberitahuan pertama. Kedua otoritas perpajakan mengadakan MAP, baik melalui korespondensi, telpon, ataupun face-to-face

meeting.

19

Pertukaran Informasi dalam P3B

Tujuan:1. Untuk mencegah terjadinya penghindaran pajak dan pengelakan pajak,Mengumpulkan informasi untuk menyelesaikan kasus treaty shopping (i.e. beneficial owner), transfer pricing, atau tindak pidana fiskal.

2. Untuk menguji kewajiban self-assessment yang dijalankan WPDN, terkait dengan penghasilan yang bersumber dari luar negeri.Menyediakan informasi worldwide income. untuk menguji pelaksansaan

20

Pertukaran Informasi dalam P3B-(1)1. Sesuai dengan P3B, bertukar informasi adalah kewajiban,

2. No fishing expedition,3. Namun, EOI tidak wajib untuk dijawab, apabila: Untuk menjalankan hukum domestik yang menyimpang; Seandainya tersedia di domestik, tidak dapat diperoleh; Bersifat rahasia dagang, bisnis, atau profesional; Bertentangan dengan kebijakan publik (berkaitan dengan kedaulatan, keamanan negara, atau kepentingan nasional);

3. Wajib dijaga kerahasiaannya seperti informasi yang diperoleh dari WPDN.21

Pertukaran Informasi dalam P3B-(2)1. On request EOI: Competent Authorities meminta informasi yang spesifik tentang WP. 2. Automatic EOI: Pengiriman informasi secara teratur dengan jumlah data yang banyak. 3. Spontaneous EOI: Pengiriman informasi yang mungking bermanfaat bagi negara lain, tanpa diminta. 4. Simultaneous tax examinations: pelaksanaan pemeriksaan oleh 2 negara atau lebih secara bersamaan di negara masing-masing. 5. Kunjungan pegawai pajak ke luar negeri, untuk: - memeriksa catatan wajib pajak;- wawancara dengan wajib pajak; - berpartisipasi dalam pemeriksaan22

Pertukaran Informasi dalam P3B-(3) Unit DJP yang ingin mendalami transaksi internasional disarankan untuk meminta KPDJP melakukan permintaan informasi dengan memanfaatkan fasilitas P3B.

Surat permintaan tersebut ditujukan kepada Direktur Peraturan Perpajakan II dengan memperhatikan: Informasi yang diminta ke luar negeri sudah diupayakan untuk dicari terlebih dulu di dalam negeri (PR sendiri sudah diselesaikan), Bila informasi tersedia di dalam negeri, namun secara hukum domestik tidak dapat diakses, maka tidak perlu diminta ke negara mitra,

Apabila tersedia, informasi tentang WPLN yang berguna bagi kantor pajak di luar negeri dapat dikirimkan sebagai pemanis (sweetener).

23

Pertukaran Informasi dalam P3B-(4)Informasi-informasi permintaan: yang perlu dicantumkan dalam surat

Informasi lengkap mengenai pihak-pihak yang bertransaksi (nama, NPWP, status, alamat, hubungan, dsb.), Bila menyangkut informasi perbankan (nama bank, cabang, nomor rekening), Informasi dibutuhkan untuk suatu keperluan (dalam rangka penelitian, pemeriksaan, atau penyidikan), Tahun pajak yang sedang diteliti/diperiksa/disidik, Informasi spesifik yang dibutuhkan, alasan, dan latar belakang kebutuhan, Dokumen (fotokopi) yang perlu diketahui oleh negara mitra P3B, Kecurigaan otoritas pajak Indonesia atas transaksi, Urgensi untuk segera dijawab (deadline), apabila ada. Hal-hal lain yang dipandang perlu.24

BENTUK USAHA TETAP (BUT)

Elemen dasar suatu BUT:1. Suatu tempat usaha (a place of business), 2. Yang bersifat permanen, 3. Yang digunakan oleh SPLN (orang pribadi atau badan), 4. Untuk menjalankan usaha (business) atau melakukan kegiatan (activities).(Pasal 2 ayat (5) UU PPh dan Penjelasannya)

BUT FISIK ATAU AKTIVA: a. tempat kedudukan manajemen; b. cabang perusahaan; c. kantor perwakilan; d. gedung kantor; e. pabrik; f. bengkel; g. pertambangan dan penggalian sumber alam, wilayah kerja pengeboran yang digunakan untuk eksplorasi pertambangan; h. perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan; BUT PROYEK: i. proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan; BUT JASA: j. pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau oleh orang lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan;

BUT AGEN:k. orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas,

BUT

BUT ASURANSI: l. Agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung risiko di Indonesia.26

Objek Pajak bagi BUT:a.Atribusi Faktual: penghasilan dari usaha atau kegiatan BUT tersebut dan dari harta yang dimiliki atau dikuasai (Pasal 5 ayat (1) huruf a)

b.Force of Attraction: penghasilan kantor pusat dari usahaatau kegiatan, penjualan barang, atau pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan atau yang dilakukan oleh BUT di Indonesia (Pasal 5 ayat (1) huruf b)

c. Atribusi karena hubungan efektif: penghasilan sebagaimana tersebut dalam Pasal 26 yang diterima atau diperoleh kantor pusat, sepanjang terdapat hubungan efektif antara BUT dengan harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan dimaksud. (Pasal 5 ayat (1) huruf c).27

Atribusi Faktual: Pasal 5 ayat (1) huruf aX Corp.Negara XIncome BUT X Corp. Income Assets PT PQR Sales Product X Indonesia

PT ABC

Atribusi Faktual: Objek Pajak BUT dari kegiatan atau harta BUT tersebut.28

Force of Attraction: Pasal 5 ayat (1) huruf bIncome

X Corp.Negara X Indonesia

Sales Product X

BUT X Corp.

Income Sales Product X

PT ABC

KPP yang mengaudit PT ABC: jangan lupa memproduksi Alat Keterangan !!!

PT PQR

Force of attraction: Income kantor pusat dari PT ABC menjadi objek pajak BUT.29

Hubungan efektif: Pasal 5 ayat (1) huruf cRoyalty & fee Betah Corp.

Negara X Indonesia

License AgreementManagement Agreement

BUT Betah Corp.

PT ABC Bangunan Hotel

Terdapat hubungan efektif antara BUT dengan harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan kepada kantor pusat royalty dan fee adalah objek pajak BUT.30

Biaya-biaya untuk Menghitung Laba BUT1. Biaya untuk mendapatkan penghasilan yang diatribusi ke BUT (atribusi faktual, force of attraction, atau atribusi karena hubungan efektif). Pasal 5 ayat (2)

2.

Biaya administrasi kantor pusat yang berkaitan dengan usaha atau kegiatan BUT (Kep.Dirjen Pajak No.Kep62/PJ./1995). Pasal 5 ayat (3) huruf aKecuali, pembayaran kepada kantor pusat berupa: a. Royalti atau imbalan lain sehubungan dng penggunaan harta, paten, atau hak-hak lainnya, b. jasa manajemen dan jasa lainnya, c. bunga, kecuali bunga yang berkenaan dengan usaha perbankan.Pasal 5 ayat (3) huruf b8

3.

Harmful Tax Practices Tax Haven Country dan Preferential Tax Regime Controlled Foreign Corporations (CFC) Transfer Pricing Thin Capitalization Treaty Shopping

Tax Haven Country Negara yang mengenakan tarif pajak rendah atau negara yang tidak mengenakan PPh; atau Negara yang menerapkan kebijakan kerahasiaan bank dan tidak melakukan pertukaran informasi. Negara yang mengenakan tarif rendah adalah negara yang mengenakan tarif pajak atas penghasilan lebih rendah 50% dari tarif badan di Indonesia. (untuk tahun 2009 lebih rendah dari 14% dan untuk tahun 2010 lebih rendah dari 12,5%) Negara yang menerapkan kebijakan kerahasiaan bank dan tidak melakukan pertukaran informasi adalah negara atau jurisdiksi yang berdasarkan perundang-undangannya melarang pemberian informasi nasabahnya, termasuk untuk keperluan informasi yang berkaitan dengan perpajakan

Transfer Pricing Transfer pricing adalah kebijakan suatu perusahaan dalam menentukan harga transfer suatu transaksi. Transfer pricing intra-company transfer pricing inter-company transfer pricing

Pasal 18 ayat (3) UU PPhDirektur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan serta menentukan utang sebagai modal untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan Wajib Pajak lainnya sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa.

Metode Penentuan Harga Wajar Metode perbandingan harga antara pihak yang independen (comparable uncontrolled price/CUP) adalah metode Penentuan Harga Transfer yang dilakukan dengan membandingkan harga dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa dengan harga dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa dalam kondisi atau keadaan yang sebanding. Metode harga penjualan kembali (resale price method/RPM) adalah metode Penentuan Harga Transfer yang dilakukan dengan membandingkan harga dalam transaksi suatu produk yang dilakukan antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa dengan harga jual kembali produk tersebut setelah dikurangi laba kotor wajar, yang mencerminkan fungsi, aset dan risiko, atas penjualan kembali produk tersebut kepada pihak lain yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa atau penjualan kembali produk yang dilakukan dalam kondisi wajar. Metode biaya-plus (cost plus method/CPM) adalah metode Penentuan Harga Transfer yang dilakukan dengan menambahkan tingkat laba kotor wajar yang diperoleh perusahaan yang sama dari transaksi dengan pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa atau tingkat laba kotor wajar yang diperoleh perusahaan lain dari transaksi sebanding dengan pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa pada harga pokok penjualan yang telah sesuai dengan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha.

Metode pembagian laba (profit split method/PSM) adalah metode Penentuan Harga Transfer berbasis laba transaksional (transactional profit method) yang dilakukan dengan mengidentifikasi laba gabungan atas transaksi afiliasi yang akan dibagi oleh pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa tersebut dengan menggunakan dasar yang dapat diterima secara ekonomi yang memberikan perkiraan pembagian laba yang selayaknya akan terjadi dan akan tercermin dari kesepakatan antar pihak-pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa. Metode laba bersih transaksional (transactional net margin method/TNMM) adalah metode Penentuan Harga Transfer yang dilakukan dengan membandingkan persentase laba bersih operasi terhadap biaya, terhadap penjualan, terhadap aktiva, atau terhadap dasar lainnya atas transaksi antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa dengan persentase laba bersih operasi yang diperoleh atas transaksi sebanding dengan pihak lain yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa atau persentase laba bersih operasi yang diperoleh atas transaksi sebanding yang dilakukan oleh pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa lainnya

Controlled foreign corporations Melakukan penundaan pengakuan penghasilan dengan membuat perusahaan di luar negeri

pasal 18 ayat (2) UU PPh menteri keuangan menetapkan saat diperolehnya dividen oleh Wajib Pajak dalam negeri atas penyertaan modal pada badan usaha di luar negeri selain badan usaha yang menjual sahamnya di bursa efek dengan ketentuan sebagai berikut : memiliki penyertaan modal paling rendah 50% (lima puluh persen) dari jumlah saham yang disetor pada badan usaha di luar negeri; atau secara bersama-sama dengan Wajib Pajak dalam negeri lainnya memiliki penyertaan modal paling rendah 50% (lima puluh persen) dari jumlah saham yang disetor pada badan usaha di luar negeri.

saat diperolehnya dividen untuk wajib pajak tersebut adalah: pada bulan keempat setelah berakhirnya batas waktu kewajiban penyampaian surat pemberitahuan tahunan Pajak Penghasilan badan usaha di luar negeri tersebut untuk tahun pajak yang bersangkutan; atau pada bulan ketujuh setelah tahun pajak berakhir apabila badan usaha di luar negeri tersebut tidak memiliki kewajiban untuk menyampaikan surat pemberitahuan tahunan Pajak Penghasilan atau tidak ada ketentuan batas waktu penyampaian surat pemberitahuan tahunan Pajak Penghasilan.

Special Purpose Company Pendirian perusahaan dengan maksud tertentu

pasal 18 ayat (3b) UU PPh Wajib Pajak yang melakukan pembelian saham atau aktiva perusahaan melalui pihak lain atau badan yang dibentuk untuk maksud demikian (Special Purpose Company), dapat ditetapkan sebagai pihak yang sebenarnya melakukan pembelian tersebut sepanjang Wajib Pajak yang bersangkutan mempunyai hubungan istimewa dengan pihak lain atau badan tersebut dan terdapat ketidakwajaran penetapan harga.

Treaty Shopping Penyalahgunaan tax treaty dengan memanfaatkan tarif / perlakuan perpajakan yang diberikan dalam tax treaty

Beneficial Owner bertindak tidak sebagai Agen. Agen (agent) adalah orang atau badan yang bertindak sebagai perantara dan melakukan tindakan untuk dan/atau atas nama pihak lain bertindak tidak sebagai Nominee. Nominee adalah orang atau badan yang secara hukum memiliki (legal owner) suatu harta dan/atau penghasilan untuk kepentingan atau berdasarkan amanat pihak yang sebenarnya menjadi pemilik harta dan/atau pihak yang sebenarnya menikmati manfaat atas penghasilan bukan Perusahaan Conduit. Perusahaan Conduit adalah suatu perusahaan yang memperoleh manfaat dari suatu P3B sehubungan dengan penghasilan yang timbul di negara lain, sementara manfaat ekonomis dari penghasilan tersebut dimiliki oleh orang-orang di negara lain yang tidak akan dapat memperoleh hak pemanfaatan P3B apabila penghasilan tersebut diterima langsung

Thin Capitalization pembentukan struktur permodalan suatu perusahaan dengan proporsi hutang jauh lebih besar dari modal saham

Pasal 18 (1) UU PPhMenteri Keuangan berwenang mengeluarkan keputusan mengenai besarnya perbandingan antara utang dan modal perusahaan untuk keperluan penghitungan pajak berdasarkan Undang-undang ini.

KMK Nomor 1002/KMK.04/1984 Perbandingan antara hutang dan modal tidak boleh melebihi 3:1. Jumlah hutang adalah jumlah rata-rata hutang pada tiap akhir bulan. Jumlah modal adalah sebesar penyertaan modal oleh pemegang saham pada akhir tahun (termasuk Laba Ditahan). Apabila perbandingan antara hutang dan modal tersebut melebihi 3:1, maka biaya bunga yang dapat menjadi unsur pengurang harus dihitung kembali dengan mengoreksi terlebih dahulu jumlah hutang yang diizinkan sebesar 3 x jumlah modal.

KMK Nomor 1002/KMK.04/1984Contoh: Biaya bunga: Rata-rata jumlah hutang: Modal pada akhir tahun:

Rp 1.000.000.000 Rp 5.000.000.000 Rp 1.000.000.000

Biaya bunga dihitung kembali sebagai berikut: Hutang yang diizinkan = 3 x jumlah modal = 3 x Rp1.000.000.000 = Rp3.000.000.000 Biaya bunga yang diizinkan: Rp1.000.000.000 x (Rp3.000.000.000/Rp5.000.000.000) = Rp600.000.000

KMK Nomor 254/KMK.01/1985 Penentuan besarnya perbandingan antara hutang dan modal sebagaimana dimaksud dalam KMK Nomor 1002/KMK.04/1984 dikuatirkan dapat menghambat perkembangan dunia usaha Pelaksanaan KMK 1002/KMK.04/1984 ditangguhkan sampai saat yang ditentukan kemudian oleh Menteri Keuangan.