84
PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy) Oleh: ABDURRAHMAN SALEH BUGIS NIM: 1111044100021 K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A 1436 H/2014 M

PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI Di krepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30393/1...PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI. Skripsi . Di. ajukan Untu

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI Di krepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30393/1...PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI. Skripsi . Di. ajukan Untu

PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh

Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh:

ABDURRAHMAN SALEH BUGIS

NIM: 1111044100021

K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

1436 H/2014 M

Page 2: PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI Di krepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30393/1...PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI. Skripsi . Di. ajukan Untu
Page 3: PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI Di krepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30393/1...PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI. Skripsi . Di. ajukan Untu
Page 4: PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI Di krepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30393/1...PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI. Skripsi . Di. ajukan Untu
Page 5: PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI Di krepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30393/1...PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI. Skripsi . Di. ajukan Untu

iv

ABSTRAK

Abdurrahman Saleh Bugis. NIM 1111044100021. PANDANGAN ULAMA

JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI. Konsentrasi Peradilan Agama,

Program Studi Hukum Keluarga, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1435 H/2014 M. X + 72 halaman + lampiran-

lampiran.

Masalah utama dalam skripsi ini adalah bagaimanakah sebenarnya Pandangan

Ulama Jakarta Utara Tentang Poligami? Skripsi ini bertujuan mendeskripsikan dan

menganalisa Pengetahuan Hukum, Pemahaman Hukum, Sikap Hukum dan

Pandangan Hukum Pengurus.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dimana penyusun

berpijak dari peristiwa yang berlangsung, sumber data diperoleh melalui wawancara.

Dari ketiga ulama yang penyusun wawancarai kesemuanya memiliki

pengetahuan yang sama, tetapi memiliki pemahaman yang berbeda yaitu dua

diantaranya menyebutkan bahwa hukum poligami adalah Rukhsah, dan satu orang

ulama lagi menyebutkan Azimah, hal ini berakibat pada pemahaman dari dua ulama

bahwa poligami itu hanya bisa dilakukan pada kondisi darurat atau adanya alasan

saja. Sedangkan yang satu ulama lagi membolehkan poligami tanpa ada alasan atau

kondisi darurat apapun.

Begitu juga, pemahaman tentang syarat adil sebagai syarat hukum atau syarat

agama, dua di antara mereka memahami bahwa syarat adil adalah syarat hukum dan

satu diantara mereka memahaminya sebagai syarat agama. Perbedaan pemahaman itu

berakibat pada sah atau tidak perkawinan poligami. Jika orang yang berpoligami itu

tidak adil, bagi ulama yang menyatakan adil itu sebagai syarat hukum, maka poligami

tidak sah jika suami tidak adil.Sedangkan bagi ulama yang menyatakan adil itu

sebagai syarat agama, maka suami hanya berdosa jika tidak berlaku adil. Tidak

berpengaruh pada sah atau tidak sah nya hukum perkawinan poligami tersebut.

Terkait izin poligami dari Pengadilan Agama dan Istri dua diantaranya

menyatakan setuju dengan peraturan tersebut dan satu diantaranya menyatakan tidak

setuju. Ulama yang menyatakan tidak setuju dengan peraturan bahwa poligami baru

dapat dilakukan apabila telah ada izin dari Pengadilan Agama, beralasan bahwa

aturan yang demikian tidak terdapat dalam Al-Quran dan Hadits.Dari perbedaan

pemahaman inilah yang berakibat pada prilaku ketiga ulama tersebut yaitu dua

diantaranya tidak melakukan poligami dan satu diantaranya melakukan poligami.

Ketiga ulama tersebut menyatakan bahwa urusan perkawinan adalah urusan

pribadi jadi tidak masalah bila dalam kepengurusan MUI kota administrasi Jakarta

utara melakukan perkawinan poligami tanpa melalui proses izin terlebih dahulu

melalui pengadilan agama.

Kata Kunci : Pengetahuan Hukum, Pemahaman Hukum, Sikap Hukum

dan Pandangan Hukum, MUI Jakarta Utara.

Pembimbing : Dr. Hj. Mesraini. MAg.

Daftar Pustaka : Tahun 1981 s.d. Tahun 2012.

Page 6: PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI Di krepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30393/1...PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI. Skripsi . Di. ajukan Untu

v

KATA PENGANTAR

بسن الله الرحوي الرحين

يا والديي، والصالة والسالم عل ى أشرف الورسليي، بيا الحود هلل رب العالويي، وبه ستعيي على أهىر الد

آله وأصحابه والتابعيي وهي تبعهن بإحساى إلى يىم الدييهحود صلى اهلل عليه وسلن وعلى

Segala puji hanya milik Allah Rabb Alam Semesta, kepada Allah kita memohon

pertolongan atas segala urusan dunia dan agama, shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah

atas sebaik-baik Rasul yaitu Nabi Muhammad SAW, dan atas semua keluarganya, para

sahabatnya, para tabi`in, dan semua yang mengikuti mereka dengan baik sampai hari

pembalasan.

Dengan izin dan ridho Allah SWT, skripsi dengan judul “PANDANGAN MUI

JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI” telah selesai disusun guna memenuhi salah

satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana syariah (S.sy) strata satu dalam Konsentrasi

Peradilan Agama Program Studi Hukum Keluarga Fakultas Syariah dan Hukum Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud

tanpa ada bantuan dari berbagai pihak. Maka tidak lupa penyusun mengucapkan terimakasih dan

jazakumullah khoirujaza kepada:

1. Asep Saepudin Jahar, MA., Ph.D selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas

Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta beserta seluruh jajarannya, baik

bapak/ibu dosen yang telah membekali penyusun dengan ilmu pengetahuan, maupun para

staff yang telah membantu kelancaran administrasi.

Page 7: PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI Di krepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30393/1...PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI. Skripsi . Di. ajukan Untu

vi

2. Kamarusdiana, S.Ag., M.H selaku Ketua Program Studi Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah dan

Sri Hidayati, M.Ag selaku Sekretaris Prodi Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah.

3. Dr. Hj. Mesraini, MAg selaku Dosen Pembimbing yang telah rela meluangkan waktu di

tengah kesibukan untuk membimbing dan mengarahkan penyusun dalam pembuatan

skripsi.

4. Dr. H. M. Supriyadi Ahmad selaku Dosen Penasehat Akademik yang telah banyak

memberikan sokongan dan dukungan kepada penyusun hingga skripsi ini selesai.

5. Pengurus Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum yang telah

menyediakan berbagai macam literature dalam proses belajar di Universitas Islam Negeri

(UIN) Syaruf Hidayatullah Jakarta, khususnya pada saat pembuatan skripsi.

6. Kepala seluruh Ulama dalam kepengurusan Majelis Ulama Indonesia Kota Administrasi

Jakarta Utara yang telah meluangkan waktu dan bersedia diwawancara sebagai

narasumber dalam penelitian ini.

7. Orang tua saya, Drs. Muhammad Basri Ghazali, Nur Barokah, Kakak dan adik saya, dan

semua keluarga baik yang dari suku Jawa maupun dari suku Bugis yang telah

memberikan semangat dan motivasi.

8. Kepada seluruh teman-teman di organisasi HMI ciputat baik cabang maupun di

komisariat, yang selalu mendoakan.

9. Sahabat-sahabat dari HMPS (Himpunan Mahasiswa Program Studi) Hukum Keluarga,

Terima kasih atas kebersamaan selama penyusun menuntut ilmu di Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Page 8: PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI Di krepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30393/1...PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI. Skripsi . Di. ajukan Untu

vii

10. Kepada seluruh teman-teman di LKBHMI (Lembaga Kajian dan Bantuan Hukum

Mahasiswa Islam) yang telah memberikan motivasi dan mendukung kelancaran dalam

menyusun skripsi.

11. Serta berbagai pihak yang tidak dapat penyusun sebutkan seluruhnya, semoga amal baik

mereka diterima Allah SWT dan skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Amin.

Saran dan kritik yang membangun, sangat ditunggu demi kesempurnaan penulisan

skripsi ini dan wawasan ilmu penyusun. Besar harapan penyusun, skripsi ini dapat

bermanfaat bagi penyusun khususnya dan bagi pembaca umumnya. Amin.

Jakarta, 20 Maret 2015

Abdurrahman Saleh Bugis

NIM : 1111044100021

Page 9: PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI Di krepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30393/1...PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI. Skripsi . Di. ajukan Untu

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL…………………………………………………

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING………………………………………………….i

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI………………………………………………………….ii

LEMBAR KEASLIAN SKRIPSI………………………………………………………………iii

ABSTRAK……………………………………………………………………………………….iv

KATA PENGANTAR……………………………………………………………………………v

DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………...viii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ................................................................................... 1

B. Pembatasan dan Rumusan masalah .................................................................. 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ......................................................................... 7

D. Review Studi Terdahulu ................................................................................... 9

E. Metode Penelitian ........................................................................................... 11

F. Sistematika Penulisan ..................................................................................... 15

BAB II KERANGKA TEORI

A. Pengertian Poligami dan Sejarahnya .............................................................. 18

B. Poligami dalam Pandangan Fuqaha

1. Hukum Melakukan Poligami .................................................................... 26

2. Jumlah Istri dalam Poligami …………………………………………….27

3. Syarat Boleh Melakukan Poligami ........................................................... 29

C. Poligami Menurut Peraturan Perkawinan di Indonesia

1. Hukum Melakukan Poligami…………………………………………….31

2. Jumlah Istri dalam Poligami ………………………………………….…33

3. Tata Cara dan Prosedur Poligami …………………………………….....34

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Gambaran Umum tentang Majelis Ulama Indonesia Kota Administrasi Jakarta

Utara

1. Sejarah Terbentuknya Majelis Ulama Indonesia ..................................... 37

2. Sruktur Organisasi………………………………………………….…....40

B. Poligami Menurut Pandangan Pengurus MUI Kota Administrasi Jakarta Utara

Periode 2015-2020

Page 10: PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI Di krepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30393/1...PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI. Skripsi . Di. ajukan Untu

ix

1. Pengetahuan Hukum Pengurus MUI Jakarta Utara tentang Syarat dan

Prosedur Poligami di Indonesia ................................................................ 43

2. Pemahaman Hukum Pengurus MUI Jakarta Utara Tentang Syarat dan

Prosedur Poligami di Indonesia ................................................................ 45

3. Sikap Hukum atau Prilaku Pengurus MUI Jakarta Utara Tentang

Poligami.. .................................................................................................. 50

4. Pandangan atau Sikap Pengurus MUI Jakarta Utara Jika Ada Pengurus

MUI Jakarta Utara Yang Melakukan Poligami Tanpa Memenuhi

Persyaratan dan Prosedur Yang Sudah Diatur dalam Peraturan Perundang-

Undangan Indonesia……………………………………………………...53

BAB IV ANALISIS DATA

A. Analisis Terhadap Pengetahuan Hukum Pengurus MUI Jakarta Utara tentang

Syarat dan Prosedur Poligami ......................................................................... 57

B. Analisis Terahadap Pemahaman Hukum Pengurus MUI Jakarta Utara tentang

Syarat dan Prosedur Poligami ......................................................................... 57

C. Analisis Terhadap Sikap Hukum atau Prilaku Pengurus MUI Jakarta Utara

tentang Poligami ............................................................................................. 63

D. Analisis Terhadap Pandangan atau Sikap Pengurus MUI Jakarta Utara Jika

Ada Pengurus MUI Jakarta Utara Yang Melakukan Poligami Tanpa

Memenuhi Persyaratan dan Prosedur Yang Sudah diatur Dalam Peraturan

Perundang-Undangan di Indonesia ................................................................. 66

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ..................................................................................................... 69

B. Saran-saran ...................................................................................................... 71

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 72

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Page 11: PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI Di krepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30393/1...PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI. Skripsi . Di. ajukan Untu

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dan

perempuan sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah

tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang maha esa.1

Secara realita perkawinan adalah bertemunya dua makhluk lawan jenis

yang mempunyai kepentingan dan pandangan hidup yang sejalan.2 Sedangkan

tujuan perkawinan itu adalah supaya manusia mempunyai kehidupan yang

bahagia dunia dan akhirat, atau dengan kata lain perkawinan bertujuan untuk

mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawadah, warohmah.

Perkawinan merupakan sunnatullah yamg umum dan berlaku pada semua

makhluk-nya, baik pada manusia, hewan, maupun tumbuh-tumbuhan. Ia

adalah suatu cara yang dipilih oleh Allah SWT., sebagai jalan bagi makhluk-

Nya untuk berkembang biak, dan melestarikan hidupnya.3

Salah satu bentuk perkawinan yang sering diperbincangkan dalam

masyarakat adalah poligami. Poligami adalah system perkawinan si suami

1 Tim Redaksi Fokusmedia, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan tentang

Perkawinan, (Bandung: Fokus Media, 2005), cet, ke-1 hal, 1. 2 Titik Triwulan Tutik, Poligami Perspektif Perikatan Nikah, (Jakarta : Prestasi Pustaka Raya,

2007) set, hal. 4. 3 Slamet Abidin dan Aminuddin, fiqh munakahat I (Bandung: Pustaka Setia, 1999), hlm 9;

Page 12: PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI Di krepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30393/1...PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI. Skripsi . Di. ajukan Untu

2

yang memiliki/mengawini beberapa lawan jenisnya dalam satu kurun waktu.4

Para ahli membedakan istilah bagi seorang laki-laki yang mempunyai lebih

dari seorang istri dengan istilah poligini yang berasal dari kata polus berarti

banyak dan gune berarti perempuan. Sedangkan bagi seorang istri yang

mempunyai lebih dari seorang suami disebut poliandri yang berasal dari kata

Polus yang berarti banyak dan Andros berarti laki-laki.5 Akan tetapi yang

dimaksud dengan poligami dalam skripsi ini adalah dalam arti poligini.

(seorang suami memiliki lebih dari sorang istri pada waktu yang bersamaan).

Keberadaaan poligami atau menikah lebih dari seorang isteri dalam

lintasan sejarah bukan merupakan masalah baru. Poligami telah ada dalam

kehidupan manusia sejak dahulu kala diantara berbagai kelompok masyarakat

diberbagai kawasan dunia. Orang-orang arab telah berpoligami jauh sebelum

kedatangan Islam. Demikian pula masyarakat di luar Bangsa Arab, bahkan di

Arab sebelum Islam telah dipraktekan poligami yang tanpa batas. Bentuk

poligami ini dikenal pula oleh orang-orang Babilonia, Abbesinia, dan Persia.6

Terkait dengan hal tersebut di dalam Negara Kesatuan Republik

Indonesia (NKRI) sebagai Negara Hukum yang berkedaulatan rakyat dengan

berdasar kepada Pancasila, sebagaimana tercantum dalam konstitusi

4 Tim Reality, Kamus Besar Bahasa Indonesia. (Surabaya: Reality Publisher, 2008) Cet. I hal.

525. 5 Zakiah Darajat, Membina Nilai-nilai Moral di Indonesia (Jakarta: Bulan Bintang, 1985) hal.

17. 6 Titik Triwulan tutik, Poligami Perspektif Nikah, (Jakarta : Prestasi Pustaka, 2007), cet. 1.

hal. 57.

Page 13: PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI Di krepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30393/1...PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI. Skripsi . Di. ajukan Untu

3

Indonesia, Indonesia bukanlah Negara Islam, namun sebuah Negara yang

dihuni umat Islam terbesar di dunia yang menetapkan Pancasila sebagai dasar

Negara, hukum Islam secara tidak langsung mempunyai posisi yang penting.

Sila Ketuhanan Yang Maha Esa adalah sejalan dengan ajaran tauhid sebagai

sendi pokok ajaran Islam dan hukum Islam telah memberikan landasan dasar

yang cukup kokoh untuk melaksanakan ketentuan hukum Islam dalam negara

hukum yang berdasarkan Pancasila. Dalam Pasal 29 UUD 1945 ditegaskan

pula bahwa Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk

memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan

kepercayaannya itu. Landasan konstitusional ini adalah merupakan jaminan

formal dari setiap muslim dan umat Islam di Indonesia untuk melaksanakan

ketentuan-ketentuan hukum Islam dalam kehidupannya di tengah-tengah

masyarakat dan bangsa Indonesia serta dalam kehidupan bernegara.7

Dari uraian di atas penulis menyimpulkan bahwa di dalam Negara

Kesatuan Republik Indonesia menjamin bagi umat Islam untuk melakukan

atau menjalankan ibadah menurut syariatnya sepanjang menurut aturan yang

ditetapkan oleh undang-undang.Salah satu dari hukum Islam yang

ditransformasikan ke dalam hukum nasional tersebut adalah tentang

Perkawinan yaitu diatur dalam UU. NO.1 Tahun 1974, termasuk dalam hal

poligami pun sudah diatur dalam Undang-Undang tersebut.

7 Yayan sopyan, Islam dan Negara “transformasi hukum perkawinan islam dalam hukum

nasional”, (Jakarta : wahana semesta intermedia, 2012), cet . 2. Hal. 66.

Page 14: PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI Di krepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30393/1...PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI. Skripsi . Di. ajukan Untu

4

Bila ditinjau dari segi ayat Al-Quran, Allah SWT membolehkan

berpoligami sampai 4 orang istri dengan syarat berlaku adil kepada mereka.

yaitu adil dalam melayani istri, seperti urusan nafkah, tempat tinggal, pakaian,

giliran dan segala hal yang bersifat lahiriyah dan bathiniyah sebagaimana

yang tertera di dalam surah an nissa ayat 3.

Tetapi tidaklah cukup dengan hal tersebut, rupanya peraturan

Perundang-undangan di Indonesia melakukan pembatasan ketat terhadap

poligami. Diantaranya yang diatur di dalam Pasal 4 UU. No.1 Tahun 1974,

dengan memberlakukan beberapa ketentuan yang harus dipenuhi oleh

seseorang ketika hendak berpoligami, yaitu dengan mengajukan permohonan

kepada pengadilan, diantaranya adalah:

a. Istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri;

b. Istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan;

c. Istri tidak dapat melahirkan keturunan.8

Selain itu, suami juga harus memenuhi beberapa persyaratan lain yang

disebutkan dalam pasal 5 UU. No.1 Tahun 1974 diantaranya adalah :

a. Adanya persetujuan dari isteri/isteri-isteri;

b. Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan

hidup isteri-isteri dan anak-anak mereka

c. Adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap isteri-isteri dan

anak-anak mereka.9

Tetapi dalam praktek kehidupan sehari-hari ternyata ketentuan dalam

pasal 4 dan 5 UU. No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan yang mengatur

8 Pasal 4 UU. No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

9 Pasal 5 UU. No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

Page 15: PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI Di krepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30393/1...PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI. Skripsi . Di. ajukan Untu

5

tentang persyaratan poligami tersebut sering tidak dijalankan atau boleh jadi

hampir sudah tidak dihiraukan, baik dari kalangan awam maupun dari

kalangan intelektual Islam sekalipun, yang melakukan poligami tanpa

meminta izin pengadilan. Hal ini dibuktikan dengan sangat rendahnya

permohonan izin poligami yang diproses oleh pengadilan-pengadilan. Sebut

saja misalnya Pengadilan Agama Jakarta Utara selama tahun 2014 hanya

memutus perkara izin poligami sebanyak1 Permohonan.10

Dalam realita atau kehidupan sehari-hari penyusun melihat praktik-

praktik poligami dalam kota administrasi Jakarta Utara yang tidak tercatat

atau meminta izin terlebih dahulu melalui Pengadilan Agama, hal ini bukan

saja dilakukan oleh masyarakat awam melainkan dari kalangan intelektual

islam termasuk intelektual islam dalam kepengurusan MUI Jakarta Utara.

Menurut Bapak KH. Ahmad Munir. BA (Dewan Penasehat Majelis

Ulama Indonesia Kota Administrasi Jakarta Utara) mengatakan, sering sekali

orang yang telah mempunyai istri dan dia ingin menikah lagi tetapi tidak mau

meminta izin dari pengadilan, akhirya orang tersebut menggunakan cara

dengan berkata bohong atau berpura-pura dengan mengakui statusnya masih

bujangan lalu ia menggunakan cara lain untuk memperkuat pengakuannya

atau mempertajam bukti dengan mengubah KTP nya dengan Status „Belum

10

Data Perkara Pengadilan Agama Jakarta Utara, diakses pada tanggal 12 February 2015

http:// www.infoperkara.badilag.net

Page 16: PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI Di krepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30393/1...PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI. Skripsi . Di. ajukan Untu

6

Menikah‟ alias bujangan padahal sudah menikah. Perbuatan tersebut dapat

dikatakan pula melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku di

Indonesia sekaligus masuk dalam kategori tindak kriminal penipuan

identitas,sehingga perlu diberikan arahan yang tepat agar pembentukan

keluarga Sakinah, Mawadah, Warahmah dapat berjalan dengan baik dan tidak

menimbulkan masalah yang cukup rumit.11

Pernikahan tersebut yang di paparkan oleh Bapak KH. Ahmad Munir

BA (Dewan Penasehat MUI Jakarta Utara) akan mendapatkan sangsi

administrative oleh Negara yaitu tidak diakui keabsahan pernikahannya atau

tidak mempunyai kekuatan hokum. Sebagaimana yang telah dijelaskan pada

pasal 56 ayat 2 sebagai berikut : “Perkawinan yang dilakukan dengan istri

kedua, ketiga, atau keempat tanpa izin dari Pengadilan Agama, tidak

mempunyai kekuatan hukum.

Dari hasil pengamatan sementara penulis di masayarakat khususnya

masyarakat dalam kota administrasi Jakarta utara, terkesan bahwa praktik

poligami tanpa melalui proses izin pengadilan tersebut, tidak hanya dilakukan

oleh masyarakat awam, tetapi juga banyak dilakukan oleh ulama sebagai

uswatun hasanah bagi masyarakat awam. Apakah penyebab banyaknya

11

Wawancara pribadi dengan KH. Ahmad Munir, BA selaku Penasehat MUI Kota

Administrasi Jakarta Utara pada tanggal 17 Desember 2014

Page 17: PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI Di krepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30393/1...PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI. Skripsi . Di. ajukan Untu

7

praktik poligami yang demikian? Dan bagaimana sebenarnya pandangan MUI

Jakarta Utara terhadap aturan poligami di Indonesia?

Atas dasar itulah penulis merasa tertarik untuk membahas dan

mengangkatnya dalam sebuah skripsi dengan judul “Pandangan MUI

Jakarta Utara Tentang Poligami”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Berdasarkan uraian terdahulu, maka masalah dalam penelitian ini

dibatasi sebagai berikut :

a. Poligami dibatasi pada pengertian seorang suami memiliki istri

lebih dari satu orang

b. Ulama Jakarta Utara dibatasi pada para ulama dalam

Struktural Organisasi Majelis Ulama Indonesia Kota

Administrasi Jakarta Utara Periode 2015–2020

2. Perumusan Masalah

Menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku di

Indonesia, masyarakat Indonesia yang ingin melakukan poligami harus

meminta izin terlebih dahulu kepada Pengadilan dalam hal ini untuk

umat islam adalah Pengadilan Agama. Suami yang mengajukan izin

poligami tersebut harus memenuhi syarat-syarat yang berlaku dalam

peraturan perundang-undangan di Indonesia. Akan tetapi dalam

Page 18: PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI Di krepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30393/1...PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI. Skripsi . Di. ajukan Untu

8

prakteknya sering terjadi pelanggaran-pelanggaran, diantaranya orang

yang ingin melakukan poligami tidak meminta izin terlebih dahulu

kepada pengadilan, tidak jarang juga para ulama atau intelektual Islam

yang melakukan hal tersebut. Dari masalah itulah Penulis tertarik

melakukan Penelitian ini. Adapun rumusan masalah ini dapat dirinci

kedalam beberapa bentuk pertanyaan sebagai berikut :

1. Bagaimana pengetahuan hukum Pengurus Majelis Ulama

Indonesia Jakarta Utara tentang syarat dan prosedur poligami

di Indonesia?

2. Bagaimana pemahaman hukum Pengurus Majelis Ulama

Indonesia Jakarta Utara tentang syarat dan prosedur poligami

di Indonesia?

3. Bagaimana perilaku hukum Pengurus Majelis Ulama

Indonesia Jakarta Utara tentang poligami?

4. Bagaimana pandangan/sikap pengurus Majelis Ulama

Indonesia Jakarta Utara jika ada pengurus MUI Jakarta Utara

yang melakukan poligami tanpa memenuhi persyaratan dan

prosedur yang sudah diatur dalam perundang-undangan di

Indonesia?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Dengan menganalisa latar belakang dan perumusan masalah tersebut

maka penelitian ini bertujuan:

Page 19: PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI Di krepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30393/1...PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI. Skripsi . Di. ajukan Untu

9

1. Menjelaskan pengetahuan hukum pengurus Majelis Ulama Indonesia Kota

Administrasi Jakarta Utara tentang syarat dan prosedur Poligami.

2. Menjelaskan pemahamanhukum pengurus Majelis Ulama Indonesia

Jakarta Utara tentang syarat dan prosedur poligami di Indonesia.

3. Menjelaskan prilaku hukum pengurus Majelis Ulama Indonesia Jakarta

Utara tentang poligami.

4. Menjelaskan pandangan/sikap pengurus Majelis Ulama Indonesia Jakarta

Utara jika ada pengurus MUI Jakarta Utara yang melakukan poligami

tanpa memenuhi persyaratan dan prosedur yang sudah diatur dalam

Perundang-undangan di Indonesia.

Adapun manfaat atau kegunaannya adalah :

1. Secara akademis

Yaitu untuk memenuhi salah satu syarat dalam mendapatkan gelar

kesarjanaan srata satu pada fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif

Hidayatullah jakarta

2. Secara ilmiah

a. Bagi fakultas Syariah dan Hukum, memberikan sumbangan

kepustakaan dalam rangka pengembangan pengetahuan akademis pada

umumnya.

b. Bagi penulis merupakan pengembangan pengetahuan yang didapat

selama belajar di Fakulas Syariah dan Hukum.

Page 20: PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI Di krepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30393/1...PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI. Skripsi . Di. ajukan Untu

10

c. Bagi Ulama Jakarta Utara dapat memberikan informasi yang Objektif

dan Akurat.

d. Bagi masyarakat dapat memahami atau menambah wawasan seputar

permasalahan poligami yang terjadi dimasyarakat.

D. Review Studi Terdahulu

Hasil penelitian terdahulu yang berhubungan dan sesuai dengan aspek-

aspek dalam penelitian tentang poligami iniyaitu:

Karya Idi Sugandi dengan judul “Dampak Positif Poligami dalam

Perspektif Hukum Islam” (Studi Kasus Desa Saninten Kecamatan Kadu Hejo

Kabupaten Pandeglang)” Tahun 2011 M/1432 H. Di dalam skripsi tersebut

menjelaskan tentang faktor dan dampak terhadap poligami. Faktor terssebut

diantaranya: Faktor Agama, Faktor Social Ekonomi, Faktor Pendidikan,

Faktor Sosial Budaya, Faktor Biologis. Adapun dampak positif poligami

diantaranya: terhindar dari maksiat, memperbanyak keturunan, melindungi

para janda, dan kelebihan perempuan, melatih kesabaran dan egoisme, status

yang jelas bagi perempuan yang dinikahinya.

Karya Abdul Khoir yang berjudul “Konsep Adil dalam Poligami”

(Analisis Perspektif Hukum Islam dan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974).

Tahun 2010 M/1431 H. dalam Skripsi tersebut menjelaskan mengenai: makna

adil dalam poligami perspektif Hukum Islam dan makna adil menurut

perspektif UU. No. 1 Tahun 1974 yaitu poligami merupakan solusi yang

ditawarkan Islam terhadap masyarakat jahiliyah pada waktu itu yang ingin

Page 21: PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI Di krepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30393/1...PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI. Skripsi . Di. ajukan Untu

11

merendahkan harkat wanita. Untuk itu dalam dalam UU. No. 1 Tahun 1974

melakukan pembatasan ketat terhadap poligami, agar tidak sang suami tidak

sewenang-wenang terhadap perempuan.

Karya Ahmad Fauzi dengan judul “Pengaruh Poligami Terhadap

Ketidakharmonisan Rumah Tangga” (Pandangan istri yang dipoligami di

kecamatan Karang Tengah)Tahun 2010 M/1431 H dalam skripsi tersebut

menjelaskan: pandangan responden tersebut yang menyebabkan

ketidakharmonisan rumah tangga yaitu kebanyakan seorang suami yang

melakukan poligami hanya karena hawa nafsu atau kebutuhan biologis,

sehingga kerugiannya lebih besar dibandingkan dengan keuntungan.

Dari ketiga tinjauan kepustakaan tersebut, penulis melihat bahwa

terdapat perbedaan pembahasan skripsi ini dengan skripsi-skripsi terdahulu

yakni, selain dari lokasi penelitian yang berbeda penulis juga lebih

menitikberatkan kepada pendapat ulama dalam hal ini Majelis Ulama

Indonesia khususnya Majelis Ulama Indonesia Kota Administrasi Jakarta

Utara sebagai objek bahasannya.

E. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

kualitatif. Dimana penelitian kualitatif adalah berpijak dari realita atau

peristiwa yang berlangsung di lapangan. Apa yang dihadapi dalam

penelitian adalah dunia sosial kehidupan sehari-hari. Penelitian seperti ini

Page 22: PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI Di krepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30393/1...PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI. Skripsi . Di. ajukan Untu

12

berupaya memandang apa yang sedang terjadi dalam dunia tersebut dan

melekatkan temuan-temuan yang diperoleh di dalamnya. Oleh karena itu,

apa yang dilakukan oleh peneliti selama dilapangan termasuk dalam suatu

posisi yang berdasar kasus, yang mengarahkan perhatian pada spesifikasi

kasus-kasus tertentu.12

2. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini berupa pendekatan

hukum sosiologi atau penelitian hukum empirik, yaitu penelitian yang

berdasarkan bukti kenyataan di lapangan atau realitas sosial. Metode

penelitian dalam skripsi ini adalah dengan menggunakan pendekatan

analisis kualitatif yaitu pendekatan yang ditujukan untuk meneliti pada

hasil wawancara mendalam (deep interview) , kemudian menganalisis

hasil data yang diperoleh untuk mendapatkan kesimpulan penelitian.

Pendekatan ini dimaksud untuk mengetahui Pandangan MUI Jakarta Utara

Tentang Poligami

3. Sumber data

a. Sumber Primer

Dalam penelitian hukum empiric, data primer diperoleh dari Pengurus

MUI Jakarta Utara yang berupa hasil wawancara dengan subjek

penelitian.

12

Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada,

2001), cet. 3. hal. 82

Page 23: PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI Di krepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30393/1...PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI. Skripsi . Di. ajukan Untu

13

b. Di dalam penelitian ini, digunakan pula data sekunder yang memiliki

kekuatan mengikat yang dibedakan dalam beberapa macam:

1) Bahan hukum primer yaitu: bahan-bahan hukum yang mengikat.

Dalam buku ini adalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974

tentang Perkawinan, Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975

tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974, dan

Kompilasi Hukum Islam (KHI).

2) Bahan hukum sekunder yaitu: berupa buku-buku, makalah

seminar, jurnal-jurnal, laporan penelitian, artikel, majalah, situs,

testimony, koran maupun blog.

3) Bahan hukum tersier yaitu: berupa kamus hukum, ensiklopedia,

dan sebagainya.

4. Subjek dan Objek Penelitian

Untuk lebih fokusnya penelitian ini, lokasi yang akan digunakan

adalah Kantor Majelis Ulama Indonesia Kota Administrasi Jakarta Utara

dan Objek yang dituju adalah Pengurus Majelis Ulama Indonesia Kota

Administrasi Jakarta Utara masa tugas 2015–2020.Oleh karena tidak

mungkin mewawancarai seluruh pengurus tersebut, penulis hanya bisa

mewawancarai sebanyak 3 orang pengurus saja. Penunjukan 3 orang yang

diwawancarai itu ditentukan langsung oleh ketua MUI Jakarta Utara.

Page 24: PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI Di krepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30393/1...PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI. Skripsi . Di. ajukan Untu

14

Adapun Subjek dalam penelitian ini adalah penulis sendiri yang

berkeinginan untuk mengetahui bagaimana pandangan ulama perihal

poligami, khususnya pandangan pengurus Majelis Ulama Indonesia Kota

Administrasi Jakarta Utara masa tugas tahun 2015–2020.

5. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian hukum empirik ini, teknik yang digunakan untuk

mengumpulkan data adalah sebagai berikut :

a. Wawancara : dilakukan dengan pengurus atau struktur keorganisasian

Majelis Ulama Indonesia Kota Administrasi Jakarta Utara untuk

mendapatkan data mengenai pendapat mereka tentang poligami.

Wawancara dilakukan dengan cara terstruktur yaitu wawancara yang

pewawancaranya menerapkan sendiri masalah dan pertanyaan yang

akan diajukan.13

b. Studi Pustaka : dilakukan untuk mendapatkan data tentang teori-teori

tentang poligami baik Hukum Islam maupun peraturan perundang-

undangandiIndonesia.

6. Pedoman Penulisan Laporan

Teknik penulisan skripsi ini memiliki dasar acuan buku “Pedoman

Penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta”

yang diterbitkan oleh UIN Jakarta Press tahun 2012.

13

Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2004),

cet. 3 hal. 109.

Page 25: PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI Di krepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30393/1...PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI. Skripsi . Di. ajukan Untu

15

7. Metode Analisis Data

Tahap terakhir dalam sebuah penelitian setelah data dikumpulkan

adalah analisis data. Tahapan tersebut dilakukan dengan menganalisis data

yang telah terkumpul dengan tujuan memperoleh suatu kesimpulan dalam

penelitian. Sedangkan kesimpulan ditarik dari metode induktif, yaitu

dengan menghimpun data dari konsep-konsep Al-Qur‟an dan Hadist, serta

ditunjang dalam Perundang-undangan yang telah diberlakukan dan hasil

wawancara dari Ulama dalam structural/pengurus Majelis Ulama

Indonesia Kota Administrasi Jakarta Utara. Data yang telah terkumpul

tersebut dianalisis dan ditarik kesimpulan sehingga dapat menjawab inti

batasan dan rumusan masalah penelitian.

F. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan Skripsi yang berjudul “PANDANGAN MUI

JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI” ini dibagi menjadi lima Subab

dan susunan pembahasannya sebagai berikut :

BAB I, Pendahuluan, Mengenai uraian masalah tekhnis penulisan yakni :

Latar Belakang, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat

Penelitian, Metode Penelitian, Riview Studi Terdahulu, Sistematika

Penulisan.

BAB II, Kerangka Teoritis, A. Pengertian Poligami, B. Poligami Dalam

Pandangan Fukaha: 1. Hokum melakukan poligami. 2. Jumlah istri dalam

poligami. 3. Syarat melakukan poligami. C. Poligami Menurut Peraturan

Page 26: PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI Di krepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30393/1...PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI. Skripsi . Di. ajukan Untu

16

Perkawinan di Indonesia: 1. Hukum melakukan poligami 2. Jumlah istri

dalam poligami 3. Tata cara dan prosedur poligami.

BAB III, Metodologi Penelitian A. Gambaran umum tentang Majelis Ulama

Indonesia Kota Administrasi Jakarta Utara:1. Sejarah Terbentuknya Majelis

Ulama Indonesia.2. Struktur Organisasi.3. Tugas Pokok dan Fungsi.B.

Poligami menurut pengurus Majelis Ulama Indonesia Kota Administrasi

Jakarta Utara periode 2015– 2020: 1. Pengetahuan hukum pengurus MUI

Jakarta utara tentang syarat dan prosedur poligami di Indonesia. 2.

Pemahaman hukum pengurus MUI Jakarta utara tentang syarat dan prosedur

poligami di Indonesia. 3. Sikap Hukum atau Prilaku pengurus MUI Jakarta

utara tentang poligami. 4. Pandangan/sikap pengurus MUI Jakarta utara jika

ada pengurus MUI Jakarta utara yang melakukan poligami tanpa memenuhi

persyaratan dan prosedur yang sudah diatur dalam perundang-undangan di

Indonesia.

BAB IV, Analisis Data A. Analisis terhadap pengetahuan hukum pengurus

MUI Jakarta utara tentang syarat dan prosedur poligami. B. analisis terhadap

pemahaman hukum pengurus MUI Jakarta utara tentang persyaratan dan

prosedur poligami di Indonesia. C. Analisis terhadap sikap hukum atau

prilaku pengurus MUI Jakarta utara tentang poligami. D. Analisis terhadap

Pandangan/sikap pengurus MUI Jakarta utara yang melakukan poligami tanpa

memenuhii persyaratan dan prosedur yang sudah diatur dalam perundang-

undangan di Indonesia

Page 27: PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI Di krepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30393/1...PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI. Skripsi . Di. ajukan Untu

17

BAB V, Penutup, Bab ini berisi Kesimpulan dan Saran.

Page 28: PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI Di krepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30393/1...PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI. Skripsi . Di. ajukan Untu

18

BAB II

LANDASAN TEORITIS

A. Pengertian Poligami dan Sejarahnya

Kata poligami berasal dari bahasa Yunani. Secara etimologis, poligami

merupakan derivasi dari kata apolus yang berarti banyak, dan gamos yang

berarti istri atau pasangan. Poligami bisa dikatakan sebagai mempunyai istri

lebih dari satu orang secara bersamaan.1 Adapun secara terminologis,

poligami dapat dipahami sebagai suatu keadaan di mana seorang suami

memiliki istri lebih dari satu orang. Seorang suami yang berpoligami dapat

saja beristri dua orang, tiga orang, empat orang, atau bahkan lebih, dalam

waktu bersamaan.

Dalam bahasa Arab poligami disebut Ta‟addud al-Zaujat, sedangkan

dalam bahasa Indonesia disebut “madu”.2 Menurut Arij Abdurrahman al-

sanan dalam bukunya Al-„adl Baina Al-Zaujat, yang dimaksud dengan

Ta‟addud Al-Zaujat adalah perbuatan seorang laki-laki mengumpulkan dalam

tanggungannya dua sampai empat orang istri, tidak lebih darinya.3 Seseorang

1 Nashruddin Baidan, Tafsir Bial-Ra‟yi, Upaya Penggalian Konsep Perempuan dalam Al-

quran (Mencermati Konsep Kesejajaran Perempuan dalam Al-quran), Cet. I, Yogyakarta: Pustaka

pelajar, 1999, 94. 2 Islah Gusmian, Mengapa Nabi Muhammad Berpoligami, (Yogyakarta : Pustaa Marwa,

2007) Cet 1, h. 29. 3 Arij Abdurrahman al-Sanan, Memahami Keadilan dalam Poligami, (Jakarta : PT. Global

Media Cipra Publishing, 2003), h. 25.

Page 29: PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI Di krepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30393/1...PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI. Skripsi . Di. ajukan Untu

19

dikatakan melakukan poligami berdasarkan jumlah istri yang dimilikinya pada

saat yang bersamaan, dan bukan jumlah perkawinan yang pernah dilakukan.

Suami yang ditinggal mati istri pertamanya, kemudian menikah lagi tidak

dapat dikatakan berpoligami, karena dia hanya menikahi satu orang istri pada

satu waktu. Sehingga apabila seseorang melakukan pernikahan sebanyak

empat kali atau lebih, tetapi istri yang terakhir berjumlah satu orang, maka dia

tidak dapat dikatakan poligami.

Penjelasan di atas berbeda dengan pendapat Henry Pratt Farchild, yang

mengatakan bahwa uraian tentang poligami tersebut tidak tepat bila dikatakan

sebagai poligami, tetapi lebih tepat disebut poligini. Sebab istilah poligami

dapat diartikan sebagai perkawinan antara seorang laki-laki dengan lebih dari

seorang istri, atau antara seorang perempuan dengan lebih dari seorang suami.

Istilah poligami dapat dilakukan oleh suami dan juga istri, sedangkan istilah

poligini hanya untuk seorang suami.4

Menurut Islah Gusman, ia mengartikan poligami adalah banyak nikah.

Istilah ini digunakan untuk menunjuk pada praktik perkawinan lebih dari satu

suami atau istri sesuai dengan jenis kelamin orang yang bersangkutan. Ia

berpendapat bahwa poligami dan poligini adalah berbeda. Poligini

menurutnya adalah banyak perempuan, istilah ini digunakan untk menunjuk

4 Henry Pratt Fairchild, Dictionary of Sosiology, dikutip oleh J.N.D. Anderson, Hukum Islam

di Dunia Modern, terj. Machnun Husein, Cet. I, Surabaya: Amarpress, 1991, 45.

Page 30: PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI Di krepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30393/1...PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI. Skripsi . Di. ajukan Untu

20

pada seorang pria yang melakukan praktik banyak nikah dengan banyak

perempuan (pada masa yang sama, dan bukan karena kawin cerai).5

Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan poligami

adalah ikatan perkawinan yang salah satu pihak memiliki atau mengawini

beberapa lawan jenisnya dalam waktu yang bersamaan dan berpoligini berarti

menjalankan poligami.6

Namun perbedaan pemaknaan istilah tersebut tidak menjadi

permasalahan dalam pemaknaan terhadap perilaku suami yang memiliki lebih

dari satu istri. Sebab pada perkembangan selanjutnya, istilah poligami

dihadapkan pada istilah poliandri, yaitu seorang istri yang memiliki lebih dari

satu suami dalam waktu yang bersamaan. Oleh karena itu, dengan sendirinya

istilah poligami menjadi bersifat khusus, yaitu seorang lelaki yang

mempunyai lebih dari satu isteri secara bersamaan.

Islam dikenal sebagai agama yang rahmatan lil ‘alamin, yaitu agama

pembawa kesejahteraan bagi seluruh alam. Salah satu yang diperkenalkan

islam untuk mewujudkan hal tersebut adalah dengan perkawinan, yang

bertujuan membangun keluarga yang tentram dan penuh cinta kasih antara

orang yang ada di dalamnya. Hal ini ditunjukan dalam firman Allah dalam

Surah ar-Ruum (30): 21 sebagai berikut:

5 Islah Gusmian, Mengapa Nabi Muhammad Berpoligami, (Yogyakarta : Pustaka Marwa,

2007) h. 26. 6 Depdikbud, kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1996), Cet. Ke-7, h.

Page 31: PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI Di krepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30393/1...PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI. Skripsi . Di. ajukan Untu

21

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang

berfikir”.7

Menurut Islam, perkawinan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan

manusia dengan tanpa mengabaikan hak dan kewajiban suami dan istri dalam

posisinya sebagai makhluk yang sama, baik di mata masyarakat ataupun di

mata Allah SWT. Terdapat satu jenis perkawinan yang dibolehkan oleh islam

untuk dilakukan umat Islam. Bentuk perkawinan itu ialah poligami,

sebagaimana firman Allah SWT dalam Surah an-Nisaa‟ (4): 3:

“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu

miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya”.8

7 Al-quran dan terjemahnya, semarang: CV. Toha Putra, 1989, 644

8 Al-quran dan terjemahnya, semarang: CV. Toha Putra, 1989., 115

Page 32: PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI Di krepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30393/1...PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI. Skripsi . Di. ajukan Untu

22

Perhatian penuh islam terhadap poligami sebagaimana ayat di atas ini

tidak semata-mata tanpa syarat. Islam menetapkannya dengan syarat, yaitu

keadilan dan pembatasan jumlah. Keadilan menjadi syarat karena istri

mempunyai hak untuk hidup dan bahagia. Adapun pembatasan jumlah

menjadi syarat karena jika tidak dibatasi maka keadilan akan sulit ditegakkan.

Pembatasan ini juga memberikan toleransi yang tinggi baik kepada laki-laki

maupun perempuan. Seorang laki-laki dengan segala kelebihannya dapat saja

beristri lebih dari empat, tetapi Islam memberikan jalan tengah dengan beristri

maksimal empat orang. Bagi perempuan pun, persyaratan tersebut dapat

membuat lebih terjaganya kehidupan dan kebahagiaan, dibandingkan dengan

tanpa pembatasan jumlah.

Islam bukanlah agama pertama yang melegitimasi poligini. Karena

sejarah membuktikan bahwa poligini sudah umum dilakukan sebelum

datangnya Islam oleh berbagai suku bangsa. Diantaranya bangsa Ebre dan

arab pada zaman Jahiliyah, juga terdapat pada suku bangsa „salafiyun‟ yaitu

Negara-negara yang sekarang disebut Rusia, letonia, Cekoslawakia dan

Yugoslavia juga terdapat disebagian Negara jerman dan inggris. Tidak hanya

hal itu, rupanya Agama Yahudi memperbolehkan poligami tanpa batas. Nabi-

nabi yang namanya disebut dalam Taurat, semuanya berpoligami tanpa

pengecualian. Ada keterangan dalam Taurat, bahwa Nabi Sulaiman AS

Page 33: PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI Di krepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30393/1...PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI. Skripsi . Di. ajukan Untu

23

mempunyai tujuh ratus orang isteri yang merdeka dan tiga ratus isteri yang

berasal dari budak.9

Meskipun dalam Taurat tidak melarang poligami dan tidak

menghalangi seorang laki-laki untuk menikahi dengan berapa saja banyaknya

isteri, namun pendeta-pendeta Yahudi membenci poligami itu. Lalu mereka

berusaha mempersempit poligami dengan mengadakan pembatasan

banyaknya isteri hanya empat saja, dan menetapkan harus ada faktor-faktor

pendorong yang sah menurut agama, untuk bolehnya laki-laki menikah

dengan isteri baru.10

Agama Kristen pun pada asalnya tidak melarang poligami. Karena

larangan itu tidak ditentukan dalam injil maupun dalam surat-surat para Rasul

(Sahabat-sahabat Yesus) yang dikenal dengan kitab Perjanjian Baru. Dalam

kitab itu tidak ada keterangan yang jelas mengenai larangan poligami. Dr.

Kahfi sebagaimana yang dikutip oleh Abbuttawab Haikal mengatakan bahwa

kebiasaan poligami itu sudah ada pada Bangsa Israil sebelum Nabi Isa diutus,

ia kemudian menetapkan kebiasaan poligami itu. Bahkan Nabi Musa

mewajibkan seseorang untuk mengawini janda saudara laki-laki sendiri yang

meninggal dan tidak memiliki anak, walaupun ia sendiri sudah berkeluarga.

Apa yang diperbolehkan dalam taurat, sejauh tidak ada nash yang pasti dalam

9 Musthafa as Siba‟I, Wanita diantara Hukum Islam dan Perundang-undangan, (Jakarta :

Bulan Bintang, 1997), cet. 1. h. 100. 10

Abdul Nasir Taufiq al-„Atthar, Poligami ditinjau dari Agama, Sosial dan Perundang-

undangan, (Jakarta : Bulan Bintang, 1976), cet. 1. H. 80.

Page 34: PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI Di krepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30393/1...PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI. Skripsi . Di. ajukan Untu

24

Injil yang melarangnya, maka diperbolehkan juga dalam agama Kristen,

termasuk di dalamnya poligami. Karena tidak ada nash (keterangan) yang

melarang poligami dalam injil. Sejarah membuktikan bahwa umat-umat

Kristen terdahulu dan para pemuka agama banyak melakukan poligami.11

George Zaidan, sebagaimana yang dikutip al-Siba‟I berkata bahwa tidak ada

keterangan yang jelas dalam agama Kristen yang melarang para pengikutnya

berpoligami dengan dua orang isteri ataupun lebih. Kalau sekiranya orang-

orang Kristen itu mau, tentu saja mereka boleh berbuat demikian. Sebaliknya

terjadi bagi bapak-bapak gereja itu yang mencukupkan seorang isteri saja, hal

itu demi untuk menjaga kerukunan rumah tangga mereka, seperti terdahulu

yang terjadi di kalangan Romawi. Kemudian mereka membawa idenya itu

dalam menafsirkan ayat-ayat tentang perkawinan dalam kitab suci mereka,

seperti yang sudah kita ketahui secara popular.12

Sekarang kita lihat gereja-gereja di Afrika mengakui bolehnya

poligami, karena para petugas penyiar agama Kristen itu menemukan diri

mereka berhadapan dengan susunan masyarakat yang biasa berpoligami, yaitu

di kalangan bangsa-bangsa Afrika yang beragama Animisme. Bapak-bapak

gereja berpendapat bahwa kalau mereka terus-menerus melarang poligami,

maka akhirnya masalah poligami itu akan menjadi penghalang bagi bangsa-

11

Abduttawab Haikal, Rahasia Perkawinan Rasulullah SAW. Poligami dalam Islam VS

Monogami Barat, (Jakarta ; Pedoman Ilmu Jaya, 1993), cet. 1. H. 49. 12

Mustafa al-Siba‟I, Wanita diantara Hukum Islam dan Perundang-undangan, (Jakarta :

Bulan Bintang, 1997), h. 104.

Page 35: PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI Di krepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30393/1...PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI. Skripsi . Di. ajukan Untu

25

bangsa Afrika untuk memasuki agama Kristen. Mereka lalu

mempropagandakan bolehnya poligami tanpa batas. Dan dalam masyarakat

tradisional Afrika, banyaknya jumlah istri merupakan kebanggaan tersendiri,

lambang kesuksesan dan status social tinggi serta menandakan kesejahteraan.

Poligami merupakan adat warisan leluhur orang-orang Afrika, buka saja

dianggap sebagai kewajaran bahkan hampir sebagai kelembagaan.13

Di Jazirah Arab sendiri jauh sebelum Islam, masyarakatnya telah

mempraktikan poligami bahkan tak terbatas. Sejumlah riwayat menceritakan

bahwa rata-rata pemimpin suku memiliki puluhan istri, bahkan tidak sedikit

kepala suku yang mempunyai sampai ratusan istri.14

Nabi Muhammad SAW

melakukan poligami diantara masyarakatnya karena hal itu telah dipraktikan

juga oleh orang-orang Yunani dan bangsa-bangsa lain. Bahkan seorang istri

bukan hanya dapat dipertukarkan, tetapi juga bisa diperjualbelikan secara

lazim antara mereka.15

Dalam konteks perkawinan, kedatangan islam jelas

memberikan suatu arah baru untuk memperoleh kebahagiaan dan rahmat bagi

kedua belah pihak. Inheren di dalamnya adalah usaha-usaha pembelan dan

sekaligus pemberdayaan atas perempuan. Ini dilakukan Islam, karena

perempuan sebelumnya pada masyarakat Arab pra Islam sama sekali tidak

13

Rahmat Hakim, Hukum Perkawinan Islam, (Bandung : Pustaka Setia, 2000), cet. 1. H. 120. 14

Musdah Mulia, Islam menggugat poligami, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2007). 15

Titik Triwulan Tutik, Poligami Perspektif Perikatan Nikah, (Jakarta : Prestasi Pustaka,

2007), cet. 1. H. 57.

Page 36: PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI Di krepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30393/1...PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI. Skripsi . Di. ajukan Untu

26

dihargai dan bahkan dilecehkan. Lalu perempuan diangkat martabatnya oleh

Islam menjadi subjek yang bermanfaat.16

Dalam analisa Rahmat Hakim, kedatangan Islam sekedar membatasi

jumlah wanita yang dapat dimiliki pria dalam berpoligami agar tidak

terjadinya kesewenang-wenangan laki-laki terhadap wanita. Jadi, kalau diteliti

lebih jauh, lahirnya syariat ini adalah dalam upaya mengangkat derajat wanita,

seperti apa yang diharapkan dalam hakikat perkawinan itu sendiri.17

B. Poligami Dalam Pandangan Fuqoha

1. Hukum Melakukan Poligami

Para ulama sepakat menyatakan bahwa poligami adalah

diperbolehkan, namun tidak menjadikan poligami sebagai suatu kewajiban

bagi kaum muslimin.

Adapun dasar hukumnya dalam Surah An-Nisa ayat 3 dan 4 sebagai

berikut :

16

Islah Gusmian, Mengapa Muhammad berpoligami, (Yogyakarta : Pustaka Marwa, 2007), h.

38. 17

Ibid.

Page 37: PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI Di krepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30393/1...PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI. Skripsi . Di. ajukan Untu

27

Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya. Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi

baik akibatnya.18

Perbedaan pendapat dikalangan mereka terjadi berkenaan dengan

status hokum kebolehan tersebut, azimah dan rukhsah dan Tidak ada

perbedaan pendapat di kalangan ulama bahwa yang dimaksud dengan adil

di sini adalah adil secara lahir, yakni keadilan yang dapat dilakukan

manusia seperti adil dalam masalah tempat tinggal, pakaian, dan

sebagainya. Bukan adil secara bathin seperti kecenderungan hati kepada

salah seorang istri, karena adil secara batin tidak dapat disanggupi oleh

manusia sebagaimana diketahui dari ayat tersebut.19

2. Jumlah istri dalam poligami

Jumhur ulama berpendapat bahwa kebolehan berpoligami terbatas

sampai empat wanita, pendapat jumhur ulama mengacu kepada Surah An-

Nissa ayat 3 :

18

Al-quran dan terjemahnya, semarang: CV. Toha Putra, 1989, 644 19

Ibrahim Hosen, Fiqh Perbandingan Masalah Pernikahan, (Jakarta : Pustaka Firdaus,

2003), cet 1.

Page 38: PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI Di krepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30393/1...PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI. Skripsi . Di. ajukan Untu

28

Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.20

Dan juga hadist tentang Qais Ibnu Al-Harits yang diriwayatkan oleh

Abu Daud dan Ibnu Majah:

ي ثما ن وسىة. فا تيت الىبي عه قيش به الحارث قال: اسلمت وعىد

صل اهلل علي وسلم: فقلت ذ لك , فقال: اختر مىهه اربعا. رواي ابه ماج

“Dari Qais Ibnu Al-Harits ia berkata: ketika masuk islam saya memiliki

delapan istri, saya menemui Rasulullah dan menceritakan keadaan saya,

lalu beliau bersabda: “pilih empat diantara mereka”. (H.R. Ibnu Majah).21

Jadi penulis menyimpulkan jumlah batasan berpoligami dalam islam

hanya diperbolehkan hingga 4 (empat orang istri saja) dan selebihnya

tidak boleh atau bisa dikatakan haram

.

20

Badran Abu al-‘Ainain Badran, az-Zawaj wa at-Talaq fi al-Islam, hal, 88-92; asy-Syaukani, Nail al-Autar, juz VI, hal. 289-290 dan 320; Rasyid Rida, Tafsir Al-Manar, juz IV. Hal. 374-375; Fakhr ar-Razi, Tafsir Fakhir ar-Razi, jilid III, hal. 137-138; Ibn Rusyd, Bidayah al-Mujtahid, juz II, hal. 40.

21 Ibrahim Hosen, Fiqh Perbandingan Masalah Perkawinan, (Jakarta : Pustaka Firdaus,

2003), cet 1.

Page 39: PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI Di krepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30393/1...PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI. Skripsi . Di. ajukan Untu

29

3. Syarat dibolehkan melakukan Poligami

Syarat dibolehkan poligami menimbulkan perbedaan pendapat,

Perbedaan pendapat di sini adalah antara kalangan Ulama Fiqh dengan

Ulama Tafsir terkait memahami ayat 3 surat An-Nisa‟ yang menjadi dasar

kebolehan poligami menurut mereka. Karena cara mereka memahami,

mengonsep dan memberikan solusi berbeda, menurut Ulama Fiqh syarat

berpoligami adalah syarat agama sedangkan menurut Ulama Tafsir syarat

berpoligami adalah syarat hukum.22

Berikut adalah pendapat mereka

masing-masing:

a. Menurut Ulama Tafsir

Syarat adil bagi kebolehan berpoligami dipandang oleh mereka

selaku syarat hukum, dengan arti kata ketika terdapat keadilan

maka terdapatlah hukum kebolehan berpoligami dan ketika tidak

terdapat keadilan maka terdapatlah hukum larangan berpoligami.

Larangan membawa kepada batalnya pekerjaan yang dilarang.

Mereka menggunakan kaidah yang berbunyi ‘annahyu yadullu

‘alalfasaadi’ larangan itu menunjukan fasadnya hukum.

b. Menurut Ulama Fiqh

Syarat adil bagi kebolehan berpoligami bukanlah syarat hukum

sebagaimana menurut jalan fikir kalangan Ulama Tafsir, akan

22

Ibrahim Hosen, Fiqh Perbandingan Masalah Perkawinan, (Jakarta : Pustaka Firdaus,

2003), cet 1

Page 40: PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI Di krepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30393/1...PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI. Skripsi . Di. ajukan Untu

30

tetapi ia adalah syarat Agama dengan pengertian bahwa agama

yang menghendakinya. Karena yang dikatakan syarat hukum itu

adalah yang dituntut adalah sebelum adanya hukum, dengan

pengertian bahwa syarat seperti itu tidak dapat berpisah dari

hokum. Contohnya wudhu‟ selaku syarat hukum syahnya dalam

menunaikan shalat, dituntut untuk dilakukan sebelum shalat,

karena shalat tidak akan sah dilakukan kecuali dengan wudhu‟

terlebih dahulu. Maka shalat dengan wudhu‟ tidak dapat

dipisahkan. Sama halnya adil tidak dapat dijadikan syarat hukum

sahnya poligami karena adil itu belum dapat diwujudkan sebelum

terwujudnya poligami. Oleh karena itulah syarat adil dalam

melakukan poligami tidak dapat dikatakan syarat hukum, akan

tetapi ialah syarat agama yang oleh karenannya ia menjadi salah

satu kewajiban si suami setelah melakukan poligami. Selain dari

pada itu syarat hokum itu mengakibatkan batalnya hukum ketika

batal syaratnya, tetapi syarat agama tidak demikian halnya,

melainkan ia hanya mengakibatkan dosa kepada tuhan. Jadi suami

yang tidak berlaku adil dia berdosa dan dapat diajukan kepada

hakim perkaranya dan hakim pun dapat menjatuhkan kepadanya

hukuman. Akan tetapi jikalau adil menjadi syarat hukum bagi

Page 41: PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI Di krepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30393/1...PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI. Skripsi . Di. ajukan Untu

31

kebolehan berpoligami, maka jika suami tidak berlaku adil

nikahnya menjadi batal.23

C. Poligami Menurut Peraturan Perkawinan di Indonesia

1. Hukum Melakukan Poligami

Penulis sudah menjelaskan di atas mengenai hukum melakukan

poligami, dalam Hukum Islam seorang suami boleh berpoligami atau

memiliki isteri lebih dari satu sampai empat, tetapi di dalam Peraturan

Perundang-Undangan Indonesia Poligami dilakukan pembatasan secara

ketat.

Dalam Undang-Undang Perkawinan Nasional kita UU. Nomor.1

Tahun 1974 yaitu pasal 3 ayat 1 dikatakan „Pada asasnya dalam suatu

perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai seorang istri. Seorang

wanita hanya boleh mempunyai seorang suami‟.24

Dari penjabaran pasal

tersebut diketahui bahwa dalam peraturan perundang-undangan Indonesia

menganut asas Monogami.

Tetapi walaupun dinyatakan bahwa pada prinsipmya dasar perkawinan

adalah seorang pria hanya boleh mempunyai seorang isteri/monogamy

[Lex Generalis], namun dalam kondisi-kondisi tertentu pria tersebut

diperbolehkan untuk menikah dengan beberapa isteri dengan syarat-syarat

tertentu [Lex Spesialis]. Hal ini ditegaskan dalam pasal 3 ayat 2 dijelaskan

23

https://rahmatyudistiawan.worpress.com/2013/01/page/2/ 24

UU. No. 1 Tahun 1974 : Tentang Perkawinan.

Page 42: PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI Di krepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30393/1...PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI. Skripsi . Di. ajukan Untu

32

tentang pengecualian dari pasal 3 ayat 1 yakni „Pengadilan dapat memberi

izin kepada seorang suami untuk beristeri lebih dari seorang apabila

dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan‟.25

Alasan-alasan tersebut tercantum di dalam pasal 4 ayat 2 dan pasal 5

yaitu :

Pasal 4 ayat 2

Pengadilan dimaksud dalam ayat (1) pasal ini hanya memberikan izin

kepada seorang suami yang akan beristeri lebih dari seorang apabila:

a. Isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri;

b. Isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat

disembuhkan;

c. Isteri tidak dapat melahirkan keturunan.

Pasal 5

Untuk dapat mengajukan permohonan kepada pengadilan,

sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (1) Undang-undang ini, harus

dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

a. Adanya persetujuan dari isteri/isteri;

b. Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-

keperluan hidup isteri-isteri dan anak-anak mereka;

c. Adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap isteri-

isteri dan anak-anak mereka.26

Dalam Pasal 57 KHI pun mengaturnya:

Pengadilan Agama hanya memberikan izin kepada seorang suami

yang akan beristeri lebih dari seorang apabila :

a. Isteri tidak dapat menjalankan berkewajiban sebagi isteri

b. Isteri mendapat cacad badan atau penyakit yang tidak dapat

disembuhkan.

c. Isteri tidak dapat melahirkan keturunan.27

Adapun poligami khusus untuk Pegawai Negeri Sipil yang di atur

dalam PP. No. 10 Tahun 1983 yaitu :

25

UU. No 1 Tahun 1974 : Tentang Perkawinan. 26

UU. No. 1 Tahun 1974 : Tentang Perkawinan 27

Inpres No. 1 Tahun 1991 : Kompilasi Hukum Islam

Page 43: PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI Di krepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30393/1...PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI. Skripsi . Di. ajukan Untu

33

Pasal 4

a. Pegawai Negeri Sipil pria yang akan beristeri lebih dari seorang,

wajib memperoleh izin lebih dahulu dari pejabat

b. Pegawai Negeri Sipil wanita tidak diizinkan untuk menjadi isteri

kedua/ketiga/keempat dari Pegawai Negeri Sipil

c. Pegawai Negeri Sipil wanita yang akan menjadi isteri

kedua/ketiga/keempat dari bukan Pegawai Negeri Sipil, wajib

memperoleh izin lebih dahulu dari Pejabat.

d. Permintaan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (3)

diajukan secara tertulis.

e. Dalam surat permintaan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat

(4), harus dicantumkan alasan yang lengkap yang mendasari

permintaan izin untuk beristeri lebih dari seorang atau untuk

menjadi isteri kedua/ketiga/keempat.28

2. Jumlah Isteri Dalam Poligami

Dalam peraturan perundang-undangan Indonesia tidak mengatur

secara jelas berapa jumlah isteri yang diperbolehkan oleh suami dalam

melakukan poligami, tetapi secara eksplisit kita bisa menjumpai ketentuan

tersebut.

Di dalam pasal 2 ayat 1 UU. No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

disebutkan: „Perkawinan sah apabila dilakukan menurut hukum masing-

masing agamanya dan kepercayaannya itu‟.29

Dalam hal ini umat islam di Indonesia perkawinannya berpedoman

kepada Instruksi Presiden No. 1 tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum

Islam yang diatur dalam Pasal 55 yaitu : „Beristeri lebih dari satu orang

pada waktu bersamaan, terbatas hanya sampai empat orang‟.

28

PP. No. 45 Tahun 1983 : Tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri

Sipil 29

UU. No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

Page 44: PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI Di krepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30393/1...PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI. Skripsi . Di. ajukan Untu

34

Jadi penulis menyimpulkan bahwa jumlah istri dalam berpoligami

dalam Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia khususnya untuk umat

islam berjumlah hingga 4 (empat) orang istri.

3. Tata Cara dan Prosedur Poligami

Mengenai tata cara dan prosedur pelaksanaan poligami diatur didalam

Pasal 40, 41, 43 PP No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yaitu :

Pasal 40

Apabila seorang suami bermaksud untuk beristri lebih dari seorang maka

ia wajib mengajukan permohonan secara tertulis kepada pengadilan.

Pasal 41

Pengadilan kemudian memeriksa mengenai :

a. Ada atau tidaknya alsan yang memungkinkan seorang suami kawin

lagi, ialah :

- Bahwa istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri;

- Bahwa isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat

disembuhkan;

- Bahwa isteri tidak dapat melahirkan keturunan.

b. Ada atau tidaknya persetujuan dari isteri, baik persetujuan lisan

maupun tertulis, apabila persetujuan merupakan persetujuan lisan,

persetujuan itu harus diucapkan di depan sidang Pengadilan;

c. Ada atau tida adanya kemampuan suami untuk menjamin keperluan

hidup isteri-isteri dan anak-anak, dengan memperlihatkan:

i. Surat keterangan mengenai penghasilan suami yang

ditandtangani oleh bendahara tempat bekerja; atau

ii. Surat keterangan pajak penghasilan; atau

iii. Surat keteragan lain yang dapat diterima oleh pengadilan;

d. Ada atau tidak adanya jaminan, bahwa suami akan berlaku adil

terhadap isteri-isteri dan anak-anak mereka dengan pernyataaan atau

janji dari suami yang dibuat dalam bentuk yang ditetapkan untuk itu.

Pasal 43

Apabila pengadilan berpendapat, bahwa cukup alasan bagi pemohon

untuk beristeri lebih dari seorang, maka pengadilan memberikan

putusannya yang berupa izin untuk beristeri lebih dari seorang.

Berdasarkan ketentuan perundang-undangan tersebut diatas, oleh

Menteri Agama RI mengeluarkan ketentuan-ketentuan pelaksanaanya

Page 45: PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI Di krepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30393/1...PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI. Skripsi . Di. ajukan Untu

35

yang dituangkan dalam peraturan Menteri Agama (Permenag) No. 3

Tahun 1975. Ketentuan ini sebagai pedoman pelaksanaan teknis yang

harus dipatuhi oleh Hakim Pengadilan Agama dalam memberikan

putusan/penetapan Izin Berpoligami, maupun oleh Pejabat Pencatat Nikah

dalam penyelenggarakan Pencatatan Perkawinan Poligami.30

Ketentuan-ketentuan dari Permenag No. 3 Tahun 1975 antara lain :

Pasal 8 ayat 2

Bagi suami yang hendak beristeri lebih dari seorang, harus membawa

surat izin dari Pengadilan Agama.

Pasal 1 ayat 2h

Izin beristeri lebih dari seorang dari pengadilan Agama ialah

penetapan yang berupa izin beristeri lebih dari seorang.

Pasal 14 ayat 1

Apabila seorang suami bermaksud untuk beristeri lebih dari seorang

maka ia wajib mengajukan permohonan secara tertulis disertai alasan-

alasannya kepada Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat tinggalnya

dengan membawa kutipan akte nikah yang terdahulu dan surat-surat lain

yang diperlukan; (Permenag No. 3/1975 pasal14 (1) ).

Yang dimaksud oleh permenag pasal 1 ayat 1 di atas adalah atau

syarat-syarat yang disebutkan dalam pasal 4 ayat 2 dan pasal 5 UUP,

sebagaimana pula dalam PP pasal 41. Selanjutnya Permenag No. 3 Tahun

1975 tadi, menentukan:

Pasal 15 ayat 4

Apabila Pengadilan Agama berpendapat, bahwa cukup alasan bagi

pemohon untuk beristeri lebih dari seorang, maka Pengadilan Agama

memberikan penetapan yang berupa izin untuk beristeri lebih dari

seorang kepada pemohon yang bersangkutan.31

Dapat ditambahkan, bahwa dalam UU No. 1 tahun 1974 pasal 5 ayat 2

menentukan: Persetujuan yang dimaksud pada ayat (1) huruf a pasal ini

tidak diperlukan bagi seorang suami apabila isteri/isteri-isterinya tidak

mungkin dimintai persetujuannya dan tidak dapat menjadi pihak dalam

perjanjian, atau apabila tidak ada kabar dari isterinya selama sekurang-

30

Anwar Sitompul, Kewenangan dan Tata Cara Berperkara di Peradilan Agama (Bandung:

CV. ARMICO, 1984). Cet. 1. Hal. 67 31

Peraturan Menteri Agama No. 3 Tahun 1975

Page 46: PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI Di krepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30393/1...PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI. Skripsi . Di. ajukan Untu

36

kurangnya 2 (dua) tahun, atau karena sebab-sebab lainnya yang perlu

mendapat penilaian dari Hakim Pengadilan.

Jadi penulis menyimpulkan bahwa suami yang ingin melakukan

poligami harus mendapatkan izin terlebih dahulu dari Pengadilan Agama,

dan surat izin dari Pengadilan Agama tersebut harus dibawa ketika

mendaftarkan perkawinan poligaminya di KUA, surat tersebut akan

dijadikan bukti untuk dicatatkan oleh Pegawai Pencatat Nikah.

Pegawai Pencatat Nikah tidak boleh atau dilarang mencatatkan

perkawinan poligami seorang suami, jika sang suami tersebut tidak

mempunyai atau mendapatkan surat izin tertulis dari Pengadilan Agama,

sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 44 PP. No. 9. Tahun 1975.32

32

Tim Citra Umbara, UU. No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, (Bandung : Citra

Umbara), cet. IV, hal. 59

Page 47: PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI Di krepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30393/1...PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI. Skripsi . Di. ajukan Untu

37

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Gambaran Umum tentang Majelis Ulama Indonesia Kota Administasi

Jakarta Utara.

1. Sejarah Terbentuknya Majelis Ulama Indonesia

Peristiwa terbentuknya Majelis Ulama Indonesia tidak dapat

dilepaskan dari kondisi pasang-surutnya peran ulama di tengah

masyarakat, baik sebelum maupun sesudah kolonialisme. Peran

tersebut, tidak terbatas pada persoalan-persoalan ibadah dan agama

saja, melainkan juga menyangkut persoalan-persoalan politik.

Munculnya kerajaan-kerajaan Islam di Jawa seperti Demak, Cirebon

dan Banten pada abad keenam belas tidak dapat dilepaskan sebagai

hasil dari perjuangan dan peran serta para ulama.1 Ini tentunya

merupakan bukti kongkrit di mana peran ulama mencakup dari

keseluruhan aspek social dan politik di masyarakat.

Pada tanggal 1 juli 1975, Departemen Agama mengumumkan

penunjukan sebuah panitia pembentukan majelis ulama tingkat

nasional. Panitia waktu itu terdiri dari : H. Sudirman, pensiunan

Jenderal Angkatan Darat, selaku ketua, serta Tiga orang ulama

terkenal selaku penasehat : Dr. Hamka, K.H Syukri Ghozali dan K.H

1 M. Atho Mudzhar, Fatwa-fatwa Majelis Ulama Indonesia : Sebuah studi tentang Pemikiran

Hukum Islam di Indonesia 1975-1988, (Jakarta : INIS, 1993), h. 53.

Page 48: PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI Di krepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30393/1...PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI. Skripsi . Di. ajukan Untu

38

Abdullah Syafi’i. tiga minggu kemudian muktamar nasional

dilangsungkan sejak tanggal 21 hingga 27 juli 1975, yang dihadiri oleh

para wakil majelis-majelis ulama daerah, para wali pengurus pusat

sepuluh organisasi islam, sejumlah ulama bebas dan empat

cendikiawan Islam dari ABRI. Pada akhir muktmar dibuat suatu

deklarasi yang ditandatangani oleh 53 orang peserta, yang

mengumumkan terbentuknya Majelis Ulama Indonesia (MUI) degan

ketua terpilih, Dr. Hamka.2

Lahirya Majelis Ulama Indonesia memang melalui perjalanan

yang cukup panjang dan ini tidak dapat dilepaskan dari kekecewaan

yang menyelimuti umat islam terhadap pemerintah yang dianggap

merugikan umat di massa sebelumnya kekecewaan yang berujung

pada kecurigaan ini sangat beralasan. Atho Mudhzar mencatat tiga hal

mengapa umat islam kurang respon atas usul pemerintah tentang

pembentukan majelis ulama ini. Pertama adalah pemilihan umum

tahun 1971, yang dimenangkan oleh Golkar (sebuah organisasi

konfederasi golongan-golongan karya), telah mengecewakan umat

islam. Apalagi partai islam terbesar, masyumi tidak diperkenankan

oleh pemerintah untuk dihidupkan kembali. Pemilih yang curang

merupakan pukulan yang telak bagi partai-partai islam waktu itu.

2 M. Atho Mudzhar, fatwa-fatwa Majelis Ulama Indonesia : Sebuah Studi tentang Pemikiran

Hukum Islam di Indonesia, 1975-1988, (Jakarta : INIS, 1993), h. 56

Page 49: PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI Di krepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30393/1...PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI. Skripsi . Di. ajukan Untu

39

Mereka hanya memperoleh 26% suara dari 360% kursi yang

diperebutkan. Sedang Golkar memenangkan 65% suara. Angka yang

diperoleh partai Islam saat itu jauh sekali bila dibandingkan dengan

pemilu pertama 1955, yakni memperoleh 45% dari jumlah kursi yang

diperebutkan.3

Kedua, adanya upaya-upaya depolitisasi umat islam melalui

fraksi sejumlah partai-partai politik yang berhaluan sama pada tahun

1973. Melalui undang-undang ditetapkan bahwa hanya dua partai

politik dan satu golongan karyalah yang akan menjadi kontestan

pemilu pada masa-masa yang akan datang. Bagi umat islam sendiri

ketetapan ini tentunya amat mengecewakan. Sebab bagaimanapun bagi

umat, partai islam itu identik dengan Islam itu sendiri.4

Terakhir adalah rancangan undang-undang perkawinan yang

bersifat sekular, yang diajukan pemerintah kepada parlemen tanggal

31 juli 1973. Ada beberapa pasal oleh umat Islam dianggap tidak

sesuai dengan kaidah-kaidah agama. Misalnya, tentang sahnya suatu

pernikahan hanya jika telah terdaftar oleh badan-badan pemerintah

yang bersangkutan tanpa menyebutkan segi keagamaan dari keabsahan

itu. Rancangan undang-undang itu menimbulkan kemarahan yang luar

3 Atho Mudzhar, Fatwa-fatwa Majelis Ulama Indonesia : Sebuah Studi tentang Pemikiran

Hukum Islam di Indonesia, 1975-1988, (Jakarta : INIS, 1993), h. 58-59 4 Atho Mudzhar, Fatwa-fatwa Majelis Ulama Indonesia : Sebuah Studi tentang Pemikiran

Hukum Islam di Indonesia, 1975-1988, (Jakarta : INIS, 1993). H. 59-60

Page 50: PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI Di krepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30393/1...PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI. Skripsi . Di. ajukan Untu

40

biasa dari umat Islam. Demonstrasi-demonstrasi pun digelar sembari

meneriakan yel-yel “Allahu Akbar”.5

Demikianlah peristiwa-peristiwa yang terjadi menjelang,

dibentuknya majelis ulama oleh pemerintah. Dengan mengikuti

peristiwa-peristiwa yang mengiringi kemunculan majelis ulama itu

dapat dimaklumi jika kemudian penolakan dan kecurigaan menjadi

sebab kenapa umat sulit menerima kehadiran majelis tersebut.

2. Struktur Organisasi

SURAT KEPUTUSAN DEWAN PIMPINAN

MAJELIS ULAMA INDONESIA PROVINSI DKI JAKARTA

Nomor : 01.B-SK/MUI-DKI/I/2015

Tentang

PENGUKUHAN DEWAN PENASEHAT MAJELIS ULAMA

INDONESIA KOTA ADMINISTRASI JAKARTA UTARA MASA

KHIDMAT : 2015-2020

Ketua : KH. Zulfa Mustofa MY

Wakil Ketua : 1. Walikota Administrasi Jakarta Utara

2. Asisten Kesmas Setko. Adm. Jakarta Utara

3. Ka.Kantor Kemenag Kota Adm. Jakarta Utara

4. H. Bambang Sugiyono, SE, M.Si

5. DR.KH. Nur Alam Bakhtiar

6. Drs. KH. Oman Syahroni

7. Drs. KH. Musytari A. Gani

8. H. Abdul Halim, SE

Sekretaris Ex. Officio. Sekretaris Umum MUI Kota Administrasi

Jakarta Utara

5 Atho Mudzhar, Fatwa-fatwa Majelis Ulama Indonesia : Sebuah Studi tentang Pemikiran

Hukum Islam di Indonesia, 1975-1988, (Jakarta : INIS, 1993). H. 60-61

Page 51: PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI Di krepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30393/1...PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI. Skripsi . Di. ajukan Untu

41

Anggota-anggota : 1. Habib Abdullah Al-Atthos

2. KH. Achmad Munir

3. KH. Ihsanudin

4. KH. Sfafi’I Al-Fudhola

5. KH. Mulki bin H. Dali

6. DR. H. Nasir Hartono, M.Pd

7. KH. A. Madjazi

8. KH. M. Faizin

9. Habib Yusuf As-Syatiry

10. Drs. H. Mansyur Syape’I, HS

11. H. Ramly Hi Muhammad, M. Si

12. Capt. H. Subandi

13. H. Tubagus Arif, S. Ag

Ditetapkan di : Jakarta

Pada Tanggal : 06 Januari 2015 M

15 Rabiul Awwal 1436 H

SURAT KEPUTUSAN DEWAN PIMPINAN

MAJELIS ULAMA INDONESIA PROVINSI DKI JAKARTA

Nomor : 01.A-SK/MUI-DKI/I/2015

Tentang

PENGUKUHAN DEWAN PIMPINAN MAJELIS ULAMA

INDONESIA KOTA ADMINISTRASI JAKARTA UTARA MASA

KHIDMAT : 2015-2020

Ketua Umum : KH. A. Ibnu Abidin, Lc

Sekertaris Umum : Drs. KH. Wirta Amin Assalaf, M.Si

Bendahara Umum : Hj. Yusriyah Dzinnun

Komisi Fatwa

Ketua : Drs. KH. Sodikin Maksudi

Sekretaris : Drs. KH Misbahul Munir

Komisi Pendidikan

Ketua : Drs. KH.Masyuf Sudarto

Sekretaris : A. Chalabi, MA

Komisi Ukhuwah

Ketua : Drs. Abi Ichwanuddin, M.Si

Sekretaris : Drs. KH. Ade Purnama Hadi, Lc

Komisi Dakwah

Page 52: PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI Di krepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30393/1...PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI. Skripsi . Di. ajukan Untu

42

Ketua : Drs. KH. Wahid Sya’roni

Sekretaris : DR. KH. Masruhin

Komisi Sosial Politik

Ketua : KH. Angku Safdinal

Sekretaris : Drs. H. Asep Lukman Hamzah, M,Ag

Komisi Informasi dan Komunikasi

Ketua : Drs. H. M. Thoif A. Manan, MM

Sekretaris : Drs. A. Toyib

Komisi Litbang

Ketua : Drs. H. Makmun Al-Ayyubi

Sekretaris : Drs. Daloh Abdaloh, M.Kom.I

Komisi Perempuan dan PA

Ketua : Hj. Ummu Kalsum

Sekretaris : Hj. Khulwatin Syafi’ah, S,Th.I

Di tetapkan di : Jakarta

Pada Tanggal : 06 januari 2015 M

15 Robiul Awwal 1436 H

3. Peran dan Fungsi

a. Komisi Fatwa : Memberikan solusi tentang problem-problem sosial

kemasyarakatan mengenai penetapan hukum agama.

b. Komisi Pendidikan : Mengelola PDU (pendidikan dasar ulama) yang

diselengarakan oleh MUI untuk penerimaan anggota MUI yang baru

c. Komisi Ukhuwah : Memberikan pengarahan guna memperkecil

kesenjangan antar umat beragama agar tidak ada perselisihan yang

berada dimasyarakat.

d. Komisi Dakwah : Memberikan atau melaksanakan program-program

dakwah yang diselenggarakan dimasjid-masjid pada umumnya.

e. Komisi Sospolek : Memberikan pengarahan kepada masyarakat

mengenai masalah-masalah sosial maupun politik.

Page 53: PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI Di krepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30393/1...PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI. Skripsi . Di. ajukan Untu

43

f. Komisi Infokom : Memberikan informasi dan komunikasi terkait

kepengurusan pada MUI Kota Administrasi Jakarta Utara.

g. Komisi Litbang : Menyelenggarakan penelitian-penelitian yang

dilakukan oleh pengurus MUI guna menghasilkan penemuan-

penemuan yang digunakan sebagai bahan pengembangan.

B. Poligami Menurut Pandangan Pengurus MUI Kota Administrasi Jakarta

Utara Periode 2015-2020

Poligami adalah salah satu hal dalam perkawinan yang kerap menjadi

persoalan yang sudah lama terjadi. Poligami pun biasanya dipandang oleh

masyarakat dengan sangat kontroversi, ada yang memandangnya sebagai

suatu hal yang biasa dan ada juga yang memandangnya sebagai suatu

masalah. Bagi mereka yang Pro terhadap poligami biasanya menanggapi

poligami merupakan sunnah Nabi Muhammad SAW yang memiliki esensi

ibadah, lain halnya bagi mereka yang kontra biasanya beranggapan poligami

merupakan hal yang dianggap diskriminatif dan melecehkan perempuan.

Berikut adalah Pandangan Pengurus MUI Jakarta Utara terhadap Poligami:

1. Pengetahuan Hukum Pengurus MUI Jakarta Utara tentang Syarat

dan Prosedur Poligami di Indonesia

Menurut pandangan Bapak Drs. KH. Sodikin Maksudi (ketua komisi

fatwa) MUI Jakut, poligami bukan sesuatu yang wajib melainkan hanya

kebolehan saja(halal) tetapi dengan atau melalui proses ridha atau izin dari

Page 54: PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI Di krepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30393/1...PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI. Skripsi . Di. ajukan Untu

44

sang istri tidak serta merta sang suami begitu saja meninggalkan sang istri

pertama sebagaimana dalam surat An-Nissa ayat 3 :

Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.

Adapun proses melalui peraturan perundang-undangan beliau

mengetahui tentang syarat dan prosedur poligami yang di atur di dalam

UU. No. 1 Tahun 1974 Pasal 4 ayat 2 dan 5 ayat 1 yaitu sebagai berikut :

pasal 4 ayat 2; pengadilan hanya memberikan izin kepada seorang suami

yang akan beristri lebih dari seorang apabila, a. isteri tidak dapat

menjalankan kewajibannya sebagai isteri; b. isteri mendapat cacat badan

atau penyakit yng tidak dapat disembuhkan; c. isteri tidak dapat

melahirkan keturunan.6

Begitu pula sama hal nya dengan pendapat Bapak KH. Drs. Misbahul

Munir (sekretaris bidang fatwa) beliau pun mengetahui syarat dan

prosedur poligami yang diatur didalam peratuan perundang-undangan di

6 Wawancara pribadi dengan Drs. KH. Sodikin Marsudi (ketua komisi fatwa), jl. Kp Bahari 2

tg. Priuk Jakarta utara 6 february 2015.

Page 55: PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI Di krepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30393/1...PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI. Skripsi . Di. ajukan Untu

45

Indonesia yaitu UU. No. 1 Tahun 1974 dan Komilasi Hukum Islam bahwa

syarat dan prosedur poligami harus mendapatkan izin terlebih dahulu

melalui pengadilan agama.7

Kemudian menurut Pandangan Drs. KH. Masryuf Sudarto (ketua

komisi pendidikan) sama pula halnya dengan kedua pendapat diatas

bahwa syarat dan prosedur polgami di Indonesia yang diatur didalam UU.

No. 1 Tahun 1974 harus melalui proses izin dari pengadilan agama dan

memenuhi persyaratan-persyaratan yang berlaku.8

2. Pemahaman Hukum Pengurus MUI Jakut tentang syarat dan

prosedur poligami di Indonesia

Menurut Bapak Drs. KH. Masyruf Sudarto (ketua komisi pendidikan)

mengenai pemahaman syarat dan prosedur poligami adalah beliau lebih

mengedepankan pendapat syarat adil dalam berpoligami adalah syarat

hukum jika suami berlaku adil dalam berpoligami, maka hukum

poligaminya itu sah dan jika ternyata sang suami tidak dapat berlaku adil

maka hukum perkawinannya adalah fasid.9

Mengenai persyaratan dan prosedur poligami dalam Perundang-

undangan di Indonesia yaitu UU. No. 1 Tahun 1974 beliau sangat setuju

sekali dengan diberlakukan peraturan seperti itu (kebetulan beliau adalah

7 Wawancara pribadi dengan Drs. KH. Misbahul Munir (sekretaris komisi fatwa), PBNU

jl.salemba, Jakarta pusat 18 february 2015. 8 Wawancara pribadi dengan Drs. KH. Masryuf sudarto(ketua komisi pendidikan), kantor

MUI Jakarta utara, jl. Yos sudarto, 11 february 2015. 9 Wawancara pribadi dengan Drs. KH. Masryuf sudarto(ketua komisi pendidikan), kantor

MUI Jakarta utara, jl. Yos sudarto, 11 february 2015.

Page 56: PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI Di krepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30393/1...PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI. Skripsi . Di. ajukan Untu

46

kepala KUA dalam daerah kota Administrasi Jakarta Utara) yang diatur

didalam pasal 4 ayat 2 dan 5 ayat 1 yang berisikan : pengadilan dapat

memberikan izin kepada sang suami yang akan beristeri lebih dari satu

jika memenuhi syarat sebagai berikut: 1. Isteri tidak dapat menjalankan

kewajibannya sebagai isteri. 2. Isteri mendapat cacat badan atau penyakit

yang tidak dapat disembuhkan. 3. Isteri tidak dapat melahirkan keturunan.

Adapun syaratnya dalam pasal 5 ayat 1 sebagai berikut: 1. Adanya

persetujuan isteri. 2. Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin

keperluan-keperluan hidup isteri-isteri dan anak-anak mereka; 3. Adanya

jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anak-

anak mereka.

Adapun tata cara menurut beliau yaitu dengan melapor ke KUA,

kemudian KUA membuat berkas, meminta izin dari isterinya lalu datang

ke pengadilan agama untuk meminta izin dari pengadilan, lalu diperiksa

oleh hakim tentang ketentuan yang berlaku, lalu setelah mendapatkan

penetapan oleh hakim berkas dari pengadilan dibawa ke KUA lalu

pegawai pencatat nikah langsung menikahkan sang suami tersebut.10

Menurut Bapak Drs. KH. Sodikin Maksudi (ketua komisi fatwa)

mengenai pemahaman syarat dan prosedur poligami adalah bila sang

suami ingin menikah lebih dari satu orang atau lebih harus melalui proses

10

Wawancara pribadi dengan Drs. KH. Masryuf sudarto(ketua komisi pendidikan), kantor

MUI Jakarta utara, jl. Yos sudarto, 11 february 2015.

Page 57: PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI Di krepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30393/1...PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI. Skripsi . Di. ajukan Untu

47

izin dari istri tidak serta merta istri dibiarkan tetapi harus melalui proses

musyawarah dan harus mempunyai sifat adil. Dalam hal ini adil secara

keseluruhan yang meliputi segi ekonomi, biologis dan kasih sayang. Yang

terpenting mengharapkan ridho dari sang istri karena bagaimana pun

manusia tidak akan bisa berlaku adil. Sebagaimana yang telah dijelaskan

dalam surah An-Nissa ayat 3 : “Fankihu maa thabalakhum minannissai,

mattsna, wasullasa, waruba”. “Fainkhifthum alla ta’dilu

fawwaakhidataan au maamalakat aimaanukum”. (maka kawinilah wanita-

wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika

kamu takut tidak dapat berlaku adil maka (kawinilah) seorang saja, atau

budak-budak yang kamu miliki.11

Adapun persyaratan berpoligami dalam peraturan perundang-

undangan di Indonesia yaitu UU. No. 1 Tahun 1974 yaitu pasal 4 ayat 2

dan 5 ayat 1 hanya sebatas untuk melakukan perlindungan terhadap kaum

perempuan karena orang yang melakukan poligami tidak semua berlatar

belakang baik/sama, ada orang yang melakukan poligami hanya karena

hawa nafsu, adapula karena sudah banyak uang atau merasa mampu

membiayainya.12

11

Wawancara pribadi dengan Drs. KH. Sodikin Marsudi (ketua komisi fatwa), jl. Kp Bahari 2

tg. Priuk Jakarta utara 6 february 2015. 12

Wawancara pribadi dengan Drs. KH. Sodikin Marsudi (ketua komisi fatwa), jl. Kp Bahari 2

tg. Priuk Jakarta utara 6 february 2015.

Page 58: PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI Di krepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30393/1...PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI. Skripsi . Di. ajukan Untu

48

Beliau berpendapat bahwa syarat bolehnya berpoligami dalam Al-

Quran tidak ada larangan atau anjuran untuk meminta izin terlebih dahulu

kepada pengadilan, tetapi hanya saja pemerintah melakukan hal tersebut

untuk melindungi kaum perempuan dari kesewenang-wenangan pria.13

Tetapi tidak dengan pendapat Bapak Drs KH. Misbahul

Munir(sekretaris komisi fatwa) menurutnya beliau memandang syarat

untuk berpoligami hanya sebatas tidak melanggar rukun nikah, baik itu

yang sharih atau kinayat, tidak perlu meminta izin dari Pengadilan.

Menurut pemikiran beliau tidak ada kalimat yang mengatakan harus

meminta izin terlebih dahulu dengan istri untuk mendapatkan keabsahan

dalam nikah. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalan surah An-Nissa ayat 3 :

“Fankihu maa thabalakhum minnanisa’I, matsna, wasullasa, waruba”

(maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau

empat.14

Beliau memandang dari ayat tersebut perintah awalnya sebetulnya

bukan satu (monogami) tetapi langsung dua (asas poligami), lalu ada

pengecualian “Fainkhiftum alla ta’dillu fawwa hidattan au mmaa

mallakat aiimaanukum” (kemudian jika kamu takut tidak akan dapat

berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja).

13

Wawancara pribadi dengan Drs. KH. Sodikin Marsudi (ketua komisi fatwa), jl. Kp Bahari 2

tg. Priuk Jakarta utara 6 february 2015. 14

Wawancara pribadi dengan Drs. KH. Misbahul Munir (sekretaris komisi fatwa), PBNU

jl.salemba, Jakarta pusat 18 february 2015.

Page 59: PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI Di krepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30393/1...PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI. Skripsi . Di. ajukan Untu

49

Dan menurutnya perintah dalam A-Quran tidak harus bermakna wajib

tetapi bisa bermakna mubah(boleh). Kemudian syarat berpoligami

menurut beliau adalah adil, dan adil menurutnya adalah hanya sebatas

persoalan zhahir saja seperti (nafkah, tempat tinggal, waktu). Tidak

dengan kasih sayang sebab menurutnya pada dasarnya manusia tidak akan

mampu berbuat adil dalam hal kasih saying. Kata beliau akan repot dan

Al-Quran pun tahu bahwa manusia walau bagaimana pun tidak akan

mampu berlaku adil dalam hal kasih sayang. Tetapi jangan pula

keterlaluan cueknya, karena hati itu tidak bisa diukur untuk lebih

mencintai siapa, tetapi yang dituntut adalah “Fainkhiftum alla ta’dillu

(berbuat adil). Dan beliau memandang syarat adil dalam poligami adalah

syarat agama bukan syarat hokum, suami berlaku adil atau tidak, tidak

menjadi batalnya pernikahan tetapi hanya mendapatkan dosa saja.

Adapun persyaratan Poligami dalam Perundang-undangan di

Indonesia yaitu UU. No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan yaitu pasal 4

ayat 2 dan 5 ayat 1 menurut kacamata beliau, beliau tidak

sependapat/setuju dengan Peraturan perundang-undangan tersebut tetapi

beliau tidak mau membenturkannya, itu hanya syarat administrative dan

tidak mungkin syariat diatur-atur oleh pemerintah sebab menurutnya

syariat itu sudah ada koridornya yaitu A-Quran, Hadist, Ijma dan Qiyas.15

15

Wawancara pribadi dengan Drs. KH. Misbahul Munir (sekretaris komisi fatwa), PBNU

jl.salemba, Jakarta pusat 18 february 2015.

Page 60: PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI Di krepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30393/1...PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI. Skripsi . Di. ajukan Untu

50

Asal hokum poligami adalah boleh, kalau misalnya asalnya halal lalu

diharamkan maka orang yang mengharamkan tersebut sudah murtad,

tetapi ini dipahami upaya pemerintah untuk optimalisasi kinerja PNS,

menurutnya apapun peraturan pemerintah tidak boleh melebihi peraturan

yang lebih tinggi yaitu Hukum Agama.16

Hal ini tentu saja berbeda dengan pendapat Bapak Drs. KH. Sodikin

Maksudi dan Bapak Drs. KH. Masryuf Sudarto yang menyatakan bahwa

syarat untuk melakukan poligami adalah harus melalui izin dari istri atau

meminta ridha nya. Baik menurut hukum Islam maupun Peraturan

Perundang_undangan di Indonesia yaitu UU. No. 1 Tahun 1974 dan beliau

pun sepakat dengan aturan tersebut.

3. Sikap Hukum atau Perilaku Pengurus MUI Jakarta Utara tentang

Poligami

Mengenai sikap hokum atau prilaku pengurus MUI Jakarta utara

masing-masing bisa kita lihat sebagai berikut.

Pertama yaitu oleh Bapak Drs. KH.Masryuf Sudarto (ketua komisi

pendidikan) beliau tidak melakukan Poligami, dengan alasan, beliau

belum mampu untuk mempunyai istri lebih dari dua dan beliau pun takut

tidak akan mampu berlaku adil. Beliau menegaskan bahwa beliau

menganut monogamy tetapi tidak menutup kemungkinan beliau untuk

16

Wawancara pribadi dengan Drs. KH. Misbahul Munir (sekretaris komisi fatwa), PBNU

jl.salemba, Jakarta pusat 18 february 2015.

Page 61: PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI Di krepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30393/1...PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI. Skripsi . Di. ajukan Untu

51

mempunyai istri lagi atau berpoligami jika beliau menyatakan mampu,

mampu dalam bidang lahiriyah maupun bathiniyah.17

Hal ini bisa kita lihat dari pengetahuan dan pemahaman beliau terkait

permasalahan syarat dan prosedur poligami yakni beliau lebih

mengedepankan peraturan Perundang-undangan yang berlaku di Indonesia

yaitu UU. No. 1 Tahun 1974 yang terdapat dalam pasal 3 ayat 1 yang

menegaskan bahwa: pada asasnya dalam suatu perkawinan seorang pria

hanya boleh mempunyai seorang istri. Seorang wanita hanya boleh

mempunyai seorang suami.

Sehingga beliau sangat menghargai kaum wanita atau menyayanginya

seorang. Dan menurutnya bahwa poligami hanyalah solusi terhadap

manusia dalam keadaan yang darurat. Beliau mengibaratkan poligami

sebagai pintu darurat jika pintu utamanya masih baik dan layak untuk

dilalui maka pintu darurat dilarang dibuka tetapi jika kondisi keadaan yang

mendesak dan pintu utamanya rusak maka poligami adalah pintu darurat

tersebut.18

Kedua, Bapak Drs. KH. Sodikin Marsudi (ketua komisi fatwa) beliau

pun tidak melakukan poligami sama seperti Bapak KH. Masryuf Sudarto.

Alasan beliau adalah istrinya masih sehat dan mampu melaksanakan

17

Wawancara pribadi dengan Drs. KH. Masryuf sudarto(ketua komisi pendidikan), kantor

MUI Jakarta utara, jl. Yos sudarto, 11 february 2015. 18

Wawancara pribadi dengan Drs. KH. Masryuf sudarto(ketua komisi pendidikan), kantor

MUI Jakarta utara, jl. Yos sudarto, 11 february 2015.

Page 62: PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI Di krepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30393/1...PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI. Skripsi . Di. ajukan Untu

52

kewajiban sebagaimana mestinya seorang istri, dan menurut pemikiran

beliau poligami bukanlah hal yang wajib tetapi hanya dibolehkan

saja(halal). Sebagaimana pengetahuan dan pemahaman beliau diatas

bahwa dalam Islam poligami hanyalah pintu darurat atau keadaan genting

dan untuk melakukan poligami harus mendapatkan ridha dari sang istri

tidak serta merta istri ditinggalkan begitu saja tetapi harus

dimusyawarahkan bersama atau mendapatkan izin darinya dan harus

mempunyai sifat adil, dalam hal ini adil secara keseluruhan yang meliputi

segi ekonomi, biologis dan kasih sayang.19

Kemudian yang ketiga, berbeda hal nya dengan Drs. KH. Misbahul

Munir (sekretaris komisi fatwa), beliau mempunyai pandangan tersendiri.

Beliau adalah pelaku poligami, dengan alasan ingin memperbanyak

keturunan Menurutnya banyak keluarga adalah bagus dan indah, banyak

keturunan itu baik. Yang terbangun dalam pemikiran beliau adalah ingin

memperbanyak umat muslim sebagaimana kata Rasulullah berbangga-

bangga dengan banyak umatku yang baik dan berkualitas.20

Pernikahan beliau yang kedua ini tidak tercatat pada Kantor Urusan

Agama atau tidak meminta izin dari Pengadilan Agama, sebagaimana

telah penulis jelaskan diatas tentang pengetahuan dan pemahaman beliau

19

Wawancara pribadi dengan Drs. KH. Sodikin Marsudi (ketua komisi fatwa), jl. Kp Bahari 2

tg. Priuk Jakarta utara 6 february 2015. 20

Wawancara pribadi dengan Drs. KH. Misbahul Munir (sekretaris komisi fatwa), PBNU

jl.salemba, Jakarta pusat 18 february 2015.

Page 63: PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI Di krepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30393/1...PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI. Skripsi . Di. ajukan Untu

53

bahwa beliau tidak setuju dengan adanya Peraturan Perundang-undangan

yang berlaku di Indonesia yang menyatakan harus meminta izin terlebih

dahulu kepada pengadilan terkait pernikahan yang kedua atau

berpoligami. Menurut beliau, meminta izin Pengadilan Agama untuk

menikah lebih dari satu atau berpoligami bukanlah menjadi rukun nikah.

Kemudian beliau pun mengatakan bahwa dalam Al-Quran sebetulnya

tidak menganut asas monogamy tetapi asas poligami sebagaimana dalam

surat An-Nissa ayat 3 tersebut: “Fankihu maa thabalakhum minnanisa’I,

matsna, wasullasa, waruba” (maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang

kamu senangi : dua, tiga atau empat). Dan beliau mengatakan bahwa tidak

ada dalil yang mengatakan bahwa harus meminta izin terlebih dahulu dari

istri untuk mendapatkan keabsahan berpoligami.21

Dari pendapat inilah yang menyebabkan beliau melakukan poligami

yang tidak melalui izin dari istri maupun pengadilan agama.

4. Pandangan Atau Sikap Pengurus MUI Jakarta Utara Jika Ada

Pengurus MUI Jakarta Utara Yang Melakukan Poligami Tanpa

Memenuhi Persyaratan dan Prosedur Yang Sudah Diatur dalam

Perundang-Undangan Indonesia.

Dari ketiga ulama di atas berpendapat sama, bahwa tidak ada larangan

atau sanksi di dalam structural organisasi MUI Jakarta Utara mengenai

21

Wawancara pribadi dengan Drs. KH. Misbahul Munir (sekretaris komisi fatwa), PBNU

jl.salemba, Jakarta pusat 18 february 2015.

Page 64: PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI Di krepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30393/1...PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI. Skripsi . Di. ajukan Untu

54

poligami yang tanpa memenuhi persyaratan dan prosedur yang sudah

diatur dalam perundang-undangan indonesia. Berikut adalah uraiannya:

Bapak Drs. KH. Masryuf Sudarto (ketua komisi pendidikan)

berpandangan bahwa bila ada pengurus MUI Jakarta Utara yang

melakukan poligami tanpa memenuhi syarat dan prosedur yang sudah

diatur dalam perundang-undangan di Indonesia, maka tidak apa-apa.

Beliau berpendapat bahwa yang namanya pernikahan, termasuk poligami

itu menyangkut kekeluargaan itu adalah urusan privat, selagi dia tidak

melanggar syariat agama dan aturan.

Dan di MUI Jakarta utara sendiri tidak ada sanksi atau larangan untuk

berpoligami. Meskipun ia menikah secara sirri tetapi dia memenuhi syarat

fiqh ya tidak bermasalah, kecuali dia melakukan perbuatan zina atau

melakukan pelecehan sexual.22

Kemudian menurut pandangan Bapak Drs KH. Sodikin Mursidi(ketua

komisi fatwa) pun sama soal pernikahan, poligami dan kekeluargaan

urusan privat(pribadi). Selagi tidak melanggar syariat kecuali timbul

masalah dalam keluarganya, misalnya ada sang sitri yang tidak terima

dengan perlakuan suaminya yang nikah lagi lalu sang istri tersebut

mengadu kepada MUI dimana sang suami tersebut bekerja, nah itu yang

akan dikenakan sanksi oleh Pengurus MUI. Dan selagi keluarganya

22

Wawancara pribadi dengan Drs. KH. Masryuf sudarto(ketua komisi pendidikan), kantor

MUI Jakarta utara, jl. Yos sudarto, 11 february 2015.

Page 65: PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI Di krepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30393/1...PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI. Skripsi . Di. ajukan Untu

55

berjalan aman-tentram, damai, tidak ada larangan atau sanksi apapun dari

kepengurusan MUI tersebut.23

Dan sama pula dengan pendapat Drs. KH. Misbahul Munir (sekretaris

komisi fatwa) tidak ada larangan yang dalam structural organisasi MUI

Jakarta Utara terkait masalah poligami tanpa memenuhi persyaratan yang

berlaku dalam Perundang-undangan Indonesia. Dan urusan seperti

pernikahan, poligami, kekeluargaan dsb tersebut menjadi urusan privat

(pribadi).24

23

Wawancara pribadi dengan Drs. KH. Sodikin Marsudi (ketua komisi fatwa), jl. Kp Bahari 2

tg. Priuk Jakarta utara 6 february 2015. 24

Wawancara pribadi dengan Drs. KH. Misbahul Munir (sekretaris komisi fatwa), PBNU

jl.salemba, Jakarta pusat 18 february 2015.

Page 66: PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI Di krepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30393/1...PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI. Skripsi . Di. ajukan Untu

57

BAB IV

ANALISIS DATA

A. Analisis Pengetahuan Hukum Pengurus MUI Jakarta Utara Tentang

Syarat Dan Prosedur Poligami Di Indonesia

Dari ketiga ulama yang telah diwawancarai oleh penulis, tampak

bahwa pengetahuan mereka sejalan dengan syarat dan prosedur poligami yang

diatur di dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia yaitu UU. 1

Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam yang menyatakan harus ada izin

dari Pengadilan Agama bila ingin melakukan poligami dan izin dari istri

disertai alasan-alasan seperti yang diatur dalam peraturan perundang-

undangan yaitu : a. isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri;

b. isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan; c.

isteri tidak dapat melahirkan keturunan.

Jadi penulis menyimpulkan bahwa dari ketiga ulama tersebut memiliki

pengetahuan tentang syarat dan prosedur poligami yang diatur didalam

peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.

B. Analisis Pemahaman Hukum Pengurus MUI Jakarta Utara Tentang

Syarat Dan Prosedur Poligami Di Indonesia

Menurut Bapak Drs. KH. Masyruf Sudarto (ketua komisi pendidikan)

mengenai pemahaman syarat dan prosedur poligami adalah beliau lebih

mengedepankan pendapat syarat adil dalam berpoligami adalah syarat

Page 67: PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI Di krepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30393/1...PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI. Skripsi . Di. ajukan Untu

58

hukum jika suami berlaku adil dalam berpoligami, maka hukum

poligaminya itu sah dan jika ternyata sang suami tidak dapat berlaku adil

maka hukum perkawinannya adalah fasid.1

Mengenai persyaratan dan prosedur poligami dalam Perundang-

undangan di Indonesia yaitu UU. No. 1 Tahun 1974 beliau sangat setuju

sekali dengan diberlakukan peraturan seperti itu (kebetulan beliau adalah

kepala KUA dalam daerah kota Administrasi Jakarta Utara) yang diatur

didalam pasal 4 ayat 2 dan 5 ayat 1 yang berisikan : pengadilan dapat

memberikan izin kepada sang suami yang akan beristeri lebih dari satu

jika memenuhi syarat sebagai berikut: 1. Isteri tidak dapat menjalankan

kewajibannya sebagai isteri. 2. Isteri mendapat cacat badan atau penyakit

yang tidak dapat disembuhkan. 3. Isteri tidak dapat melahirkan keturunan.

Adapun syaratnya dalam pasal 5 ayat 1 sebagai berikut: 1. Adanya

persetujuan isteri. 2. Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin

keperluan-keperluan hidup isteri-isteri dan anak-anak mereka; 3. Adanya

jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anak-

anak mereka.

Adapun tata cara menurut beliau yaitu dengan melapor ke KUA,

kemudian KUA membuat berkas, meminta izin dari isterinya lalu datang

ke pengadilan agama untuk meminta izin dari pengadilan, lalu diperiksa

1 Wawancara pribadi dengan Drs. KH. Masryuf sudarto(ketua komisi pendidikan), kantor

MUI Jakarta utara, jl. Yos sudarto, 11 february 2015.

Page 68: PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI Di krepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30393/1...PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI. Skripsi . Di. ajukan Untu

59

oleh hakim tentang ketentuan yang berlaku, lalu setelah mendapatkan

penetapan oleh hakim berkas dari pengadilan dibawa ke KUA lalu

pegawai pencatat nikah langsung menikahkan sang suami tersebut.2

Menurut Bapak Drs. KH. Sodikin Maksudi (ketua komisi fatwa)

mengenai pemahaman syarat dan prosedur poligami adalah bila sang

suami ingin menikah lebih dari satu orang atau lebih harus melalui proses

izin dari istri tidak serta merta istri dibiarkan tetapi harus melalui proses

musyawarah dan harus mempunyai sifat adil. Dalam hal ini adil secara

keseluruhan yang meliputi segi ekonomi, biologis dan kasih sayang. Yang

terpenting mengharapkan ridho dari sang istri karena bagaimana pun

manusia tidak akan bisa berlaku adil. Sebagaimana yang telah dijelaskan

dalam surah An-Nissa ayat 3 : “Fankihu maa thabalakhum minannissai,

mattsna, wasullasa, waruba”. “Fainkhifthum alla ta’dilu

fawwaakhidataan au maamalakat aimaanukum”. (maka kawinilah wanita-

wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika

kamu takut tidak dapat berlaku adil maka (kawinilah) seorang saja, atau

budak-budak yang kamu miliki.3

Adapun persyaratan berpoligami dalam peraturan perundang-

undangan di Indonesia yaitu UU. No. 1 Tahun 1974 yaitu pasal 4 ayat 2

2 Wawancara pribadi dengan Drs. KH. Masryuf sudarto(ketua komisi pendidikan), kantor

MUI Jakarta utara, jl. Yos sudarto, 11 february 2015. 3 Wawancara pribadi dengan Drs. KH. Sodikin Marsudi (ketua komisi fatwa), jl. Kp Bahari 2

tg. Priuk Jakarta utara 6 february 2015.

Page 69: PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI Di krepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30393/1...PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI. Skripsi . Di. ajukan Untu

60

dan 5 ayat 1 hanya sebatas untuk melakukan perlindungan terhadap kaum

perempuan karena orang yang melakukan poligami tidak semua berlatar

belakang baik/sama, ada orang yang melakukan poligami hanya karena

hawa nafsu, adapula karena sudah banyak uang atau merasa mampu

membiayainya.4

Beliau berpendapat bahwa syarat bolehnya berpoligami dalam Al-

Quran tidak ada larangan atau anjuran untuk meminta izin terlebih dahulu

kepada pengadilan, tetapi hanya saja pemerintah melakukan hal tersebut

untuk melindungi kaum perempuan dari kesewenang-wenangan pria.5

Tetapi tidak dengan pendapat Bapak Drs KH. Misbahul Munir

(sekretaris komisi fatwa) menurutnya beliau memandang syarat untuk

berpoligami hanya sebatas tidak melanggar rukun nikah, baik itu yang

sharih atau kinayat, tidak perlu meminta izin dari Pengadilan. Menurut

pemikiran beliau tidak ada kalimat yang mengatakan harus meminta izin

terlebih dahulu dengan istri untuk mendapatkan keabsahan dalam nikah.

Hal ini sebagaimana dijelaskan dalan surah An-Nissa ayat 3 : “Fankihu

maa thabalakhum minnanisa’I, matsna, wasullasa, waruba” (maka

kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat.6

4 Wawancara pribadi dengan Drs. KH. Sodikin Marsudi (ketua komisi fatwa), jl. Kp Bahari 2

tg. Priuk Jakarta utara 6 february 2015. 5 Wawancara pribadi dengan Drs. KH. Sodikin Marsudi (ketua komisi fatwa), jl. Kp Bahari 2

tg. Priuk Jakarta utara 6 february 2015. 6 Wawancara pribadi dengan Drs. KH. Misbahul Munir (sekretaris komisi fatwa), PBNU

jl.salemba, Jakarta pusat 18 february 2015.

Page 70: PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI Di krepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30393/1...PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI. Skripsi . Di. ajukan Untu

61

Beliau memandang dari ayat tersebut perintah awalnya sebetulnya

bukan satu (monogami) tetapi langsung dua (asas poligami), lalu ada

pengecualian “Fainkhiftum alla ta’dillu fawwa hidattan au mmaa

mallakat aiimaanukum” (kemudian jika kamu takut tidak akan dapat

berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja).

Dan menurutnya perintah dalam Al-Quran tidak harus bermakna wajib

tetapi bisa bermakna mubah(boleh). Kemudian syarat berpoligami

menurut beliau adalah adil, dan adil menurutnya adalah hanya sebatas

persoalan zhahir saja seperti (nafkah, tempat tinggal, waktu). Tidak

dengan kasih sayang sebab menurutnya pada dasarnya manusia tidak akan

mampu berbuat adil dalam hal kasih saying. Kata beliau akan repot dan

Al-Quran pun tahu bahwa manusia walau bagaimana pun tidak akan

mampu berlaku adil dalam hal kasih sayang. Tetapi jangan pula

keterlaluan cueknya, karena hati itu tidak bisa diukur untuk lebih

mencintai siapa, tetapi yang dituntut adalah “Fainkhiftum alla ta’dillu

(berbuat adil). Dan beliau memandang syarat adil dalam poligami adalah

syarat agama bukan syarat hokum, suami berlaku adil atau tidak, tidak

menjadi batalnya pernikahan tetapi hanya mendapatkan dosa saja.

Adapun persyaratan Poligami dalam Perundang-undangan di

Indonesia yaitu UU. No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan yaitu pasal 4

ayat 2 dan 5 ayat 1 menurut kacamata beliau, beliau tidak

sependapat/setuju dengan Peraturan perundang-undangan tersebut tetapi

Page 71: PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI Di krepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30393/1...PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI. Skripsi . Di. ajukan Untu

62

beliau tidak mau membenturkannya, itu hanya syarat administrative dan

tidak mungkin syariat diatur-atur oleh pemerintah sebab menurutnya

syariat itu sudah ada koridornya yaitu A-Quran, Hadist, Ijma dan Qiyas.7

Asal hokum poligami adalah boleh, kalau misalnya asalnya halal lalu

diharamkan maka orang yang mengharamkan tersebut sudah murtad,

tetapi ini dipahami upaya pemerintah untuk optimalisasi kinerja PNS,

menurutnya apapun peraturan pemerintah tidak boleh melebihi peraturan

yang lebih tinggi yaitu Hukum Agama.8

Hal ini tentu saja berbeda dengan pendapat Bapak Drs. KH. Sodikin

Maksudi dan Bapak Drs. KH. Masryuf Sudarto yang menyatakan bahwa

syarat untuk melakukan poligami adalah harus melalui izin dari istri atau

meminta ridha nya. Baik menurut hukum Islam maupun Peraturan

Perundang_undangan di Indonesia yaitu UU. No. 1 Tahun 1974 dan beliau

pun sepakat dengan aturan tersebut.

Dari ketiga ulama yang tersebut ternyata memiliki pemahaman yang

berbeda yaitu dua diantaranya menyebutkan bahwa hukum poligami adalah

Rukhsah, dan satu orang ulama lagi menyebutkan Azimah, hal ini berakibat

pada pemahaman dari dua ulama bahwa poligami itu hanya bisa dilakukan

7 Wawancara pribadi dengan Drs. KH. Misbahul Munir (sekretaris komisi fatwa), PBNU

jl.salemba, Jakarta pusat 18 february 2015. 8 Wawancara pribadi dengan Drs. KH. Misbahul Munir (sekretaris komisi fatwa), PBNU

jl.salemba, Jakarta pusat 18 february 2015.

Page 72: PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI Di krepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30393/1...PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI. Skripsi . Di. ajukan Untu

63

pada kondisi darurat atau adanya alasan saja. Sedangkan yang satu ulama lagi

membolehkan poligami tanpa ada alasan atau kondisi darurat apapun.

Begitu juga, pemahaman tentang syarat adil sebagai syarat hukum atau

syarat agama, dua di antara mereka memahami bahwa syarat adil adalah

syarat hukum dan satu diantara mereka memahaminya sebagai syarat agama.

Perbedaan pemahaman itu berakibat pada sah atau tidak perkawinan poligami.

Jika orang yang berpoligami itu tidak adil, bagi ulama yang menyatakan adil

itu sebagai syarat hukum, maka poligami tidak sah jika suami tidak adil.

Sedangkan bagi ulama yang menyatakan adil itu sebagai syarat agama, maka

suami hanya berdosa jika tidak berlaku adil. Tidak berpengaruh pada sah atau

tidak sah nya hukum perkawinan poligami tersebut.

Terkait izin poligami dari Pengadilan Agama dan Istri dua diantaranya

menyatakan setuju dengan peraturan tersebut dan satu diantaranya

menyatakan tidak setuju. Ulama yang menyatakan tidak setuju dengan

peraturan bahwa poligami baru dapat dilakukan apabila telah ada izin dari

Pengadilan Agama, beralasan bahwa aturan yang demikian tidak terdapat

dalam Al-Quran dan Hadits.

C. Analisis Sikap Hukum atau Prilaku Pengurus MUI Jakarta Utara

Tentang Poligami

Dari ketiga ulama tersebut yang melakukan poligami hanya Bapak

Drs. KH. Misbahul Munir. Hal ini sejalan dengan pengetahuan dan

pemahaman ketiga ulama tersebut. Dua pengurus MUI Jakarta Utara yaitu

Page 73: PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI Di krepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30393/1...PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI. Skripsi . Di. ajukan Untu

64

Bapak Drs. KH. Masyruf Sudarto dan Bapak Drs. KH. Sodikin Marsyudi

tidak melakukan perkawinan poligami. Perilaku mereka berdua yang tidak

melakukan perkawinan poligami ini sangat dipengaruhi oleh pengetahuan dan

pemahaman mereka tentang poligami.

Mereka berpendapat bahwa hukum poligami itu hanyalah rukhsah,

bukan azimah. Begitu juga poligami harus didasarkan atas izin istri dan izin

Pengadilan Agama, sehingga mereka tidak melakukan poligami karena

pemahaman tersebut. Sedangkan menurut pemhaman Bapak Drs. KH.

Misbahul Munir, poligami tidaklah harus meminta izin terlebih dahulu kepada

pengadilan, dan tidak ada dalil yang mengatakan bahwa harus ada izin

terlebih dahulu kepada sang istri. Pemahaman itulah yang membuat beliau

melakukan poligami tanpa proses ke pengadilan.

Menurut penulis, pemahaman dan prilaku ulama yang melakukan

poligami tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang

berlaku di Indonesia yaitu Pasal 4 ayat 2 dan Pasal 5 ayat 1 yang menyatakan

sebagai berikut : pasal 4 ayat 2 : pengadilan dapat memberikan izin kepada

sang suami yang akan beristeri lebih dari satu jika memenuhi syarat sebagai

berikut: 1. Isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri. 2. Isteri

mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan. 3. Isteri

tidak dapat melahirkan keturunan. Adapun syaratnya dalam pasal 5 ayat 1

disebutkan sebagai berikut: 1. Adanya persetujuan isteri. 2. Adanya kepastian

bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan hidup isteri-isteri dan

Page 74: PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI Di krepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30393/1...PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI. Skripsi . Di. ajukan Untu

65

anak-anak mereka; 3. Adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil

terhadap isteri-isteri dan anak-anak mereka.

Penulis juga berpendapat bahwa Pemahaman Pengurus MUI yang

menyatakan bahwa tidak ada dalil yang mengatakan bahwa harus meminta

izin terlebih dahulu dari istri atau Pengadilan Agama untuk mendapatkan

keabsahan berpoligami itu hanya lah alasan pembenaran ulama itu saja, agar

beliau bisa melakukan poligami tanpa seizin Pengadilan Agama atau sang istri

terlebih dahulu. Menurut penulis sebagai umat islam dan warga negara yang

baik, Allah SWT sudah memerintahkan kita untuk mematuhi peraturan yang

dibuat oleh negara atau ulil amri. Dalam Al-Quran Surat An-nisa ayat 59 :

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri

di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka

kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar

beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih

baik akibatnya.

Dari ayat tersebut dipahami bahwa umat islam tidak hanya harus

mentaati Al_Quran dan Hadits semata tetapi juga produk hukum yang sudah

ditentukan oleh pemerintah atau ulil amri. Dalam poligami pemerintah sudah

Page 75: PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI Di krepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30393/1...PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI. Skripsi . Di. ajukan Untu

66

mengatur bahwa poligami dapat dilakukan jika sudah ada izin dari istri dan

Pengadilan Agama. Dengan demikian, semestinya aturan tentang poligami ini

juga harus dipatuhi oleh warga Negara Indonesia yang beragama Islam,

sebagai wujud kepatuhannya kepada ayat Al-Quran itu sendiri.

Kemudian dalam kaidah fiqh juga dijelaskan :

د رء المفـاسـد مـقـدم على جلـب المـصا لح

Bahwa semua warga negara wajib mentaati atau menjalankan

peraturan perundang-undangan di Indonesia untuk mewujudkan kemaslahatan

dan menolak kemudharatan.

D. Analisis Pandangan Atau Sikap Pengurus MUI Jakarta Utara Jika Ada

Pengurus MUI Jakarta Utara yang Melakukan Poligami Tanpa

Memenuhi Persyaratan dan Prosedur Yang Sudah Diatur Dalam

Perundang-Undangan di Indonesia

Dalam BAB 3 penulis sudah jelaskan dari keterangan ketiga ulama

tersebut bahwa urusan perkawinan adalah urusan pribadi jadi tidak masalah

bila dalam kepengurusan MUI kota administrasi Jakarta utara itu melakukan

perkawinan poligami tanpa melalui proses izin terlebih dahulu melalui

pengadilan agama dan tidak ada sanksi di dalam structural/organisasi MUI

Jakarta utara yang melakukan poligami tanpa memenuhi persyaratan yang

sudah diatur di dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia.

Menurut penulis harus ada peraturan yang mengatur tentang wajibnya

para ulama dalam structural/kepengurusan MUI untuk melakukan/mentaati

Page 76: PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI Di krepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30393/1...PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI. Skripsi . Di. ajukan Untu

67

peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Sebab MUI di mata

masayarakat adalah sebagai contoh tauladan dan pemberi pencerahan

mengenai Hukum Agama, baik yang ada didalam Al-Quran dan Hadist

maupun didalam peraturan perundang-undangan di Indonesia.

Penulis berpendapat bahwa bilamana kepengurusan MUI Jakarta Utara

tidak mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia di

khawatirkan akan menjadi citra buruk di mata masyarakat, sebab bagaimana

masyarakat akan mematuhi peraturan perundang-undangan juga apabila ulama

sebagai suri tauladan mereka juga tidak mematuhi peraturan perundang-

undangan yang ada.

Untuk itu penulis menyarankan agar segera dilahirkan peraturan

mengenai wajibnya kepengurusan pada Majelis Ulama Indonesia khususnya

Kota Administrasi Jakarta Utara untuk mentaati segala peraturan perundang-

undangan yang berlaku di Indonesia.

Agar sejalan dengan hadits Nabi SAW sebagai berikut :

العـلماء ورثة اآلنبيا

Artinya: “Ulama adalah pewaris para nabi.” (HR At-Tirmidzi dari Abu Ad-

Darda radhiallahu „anhu).

Penulis menyimpulkan bahwa Rasulullah SAW sebagai suri tauladan

yang baik dan selalu mencontohkan perbuatan-perbuatan yang mulia,

semestinya ulama sebagai penerus perjuangan dan pelanjut tauladan nabi juga

harus bisa memberikan contoh dan tauladan tersebut pada masyarakat,

Page 77: PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI Di krepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30393/1...PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI. Skripsi . Di. ajukan Untu

68

termasuk dalam hal ini kepatuhan ulama untuk mematuhi segala peraturan

perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.

Page 78: PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI Di krepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30393/1...PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI. Skripsi . Di. ajukan Untu

69

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pada bab ini penulis akan mengemas beberapa kesimpulan dari

perumusan masalah pada bab bab terdahulu yaitu sebagai berikut :

1. Dari ketiga ulama yang diwawancarai dalam penelitian ini, tampak bahwa

mereka memiliki pengetahuan yang benar dan sejalan dengan peraturan

perundang-undangan tentang syarat dan prosedur poligami yang berlaku

di Indonesia yaitu harus meminta izin terlebih dahulu kepada Pengadilan

Agama dengan beberapa syarat dan ketentuan sebagai syarat boleh

melakukan poligami di Indonesia.

2. Ketiga ulama tersebut memiliki pemahaman yang berbeda, dua

diantaranya menyebutkan bahwa hukum poligami adalah Rukhsah yaitu

poligami hanya diperbolehkan bilamana dalam keadaan darurat, dan satu

orang ulama lagi menyebutkan Azimah yaitu poligami bisa dilakukan

kapan pun walaupun tidak dalam kondisi darurat atau rumah taangga

dalam keadaan baik-baik saja, hal ini berakibat pada pemahaman dari dua

ulama bahwa poligami itu hanya bisa dilakukan pada kondisi darurat atau

alasan saja. Sedangkan yang satu ulama lagi membolehkan poligami tanpa

ada alasan atau kondisi darurat apapun. Begitu juga, pemahaman tentang

syarat adil sebagai syarat hukum atau syarat agama, dua di antara mereka

Page 79: PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI Di krepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30393/1...PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI. Skripsi . Di. ajukan Untu

70

memahami bahwa syarat adil adalah syarat hukum dan satu diantara

mereka memahaminya sebagai syarat agama, syarat adil sebagai syarat

hukum atau syarat agama, perbedaan pemahaman itu berakibat pada sah

atau tidak perkawinan poligami, jika orang yang berpoligami itu tidak

adil, bagi ulama yang menyatakan syarat hukum, poligami tidak sah jika

suami tidak adil, dan suami hanya berdosa bagi yang memahami sebagai

syarat agama. Sedangkan terkait izin poligami dari Pengadilan Agama dan

Istri dua diantaranya menyatakan setuju dengan peraturan tersebut dan

satu diantaranya menyatakan tidak setuju. Ulama yang menyatakan tidak

setuju dengan peraturan bahwa poligami baru dapat dilakukan apabila

telah ada izin dari Pengadilan Agama, beralasan bahwa aturan yang

demikian tidak terdapat dalam Al-Quran dan Hadits.

3. Tiga ulama yang diwawancarai Dua diantaranya tidak melakukan

poligami dan satunya lagi melakukan poligami. sikap ulama yang

melakukan poligami ini di dasarkan atas pemahaman yang berbeda yang

mengakibatkan beliau tidak mematuhi peraturan perundang-undangan

yang berlaku di Indonesia. Karena beliau memahami bahwa tidak ada ayat

atau hadist yang menyuruh meminta izin pada istri dan Pengadilan Agama

sebelum poligami, maka beliaupun melakukan poligami tanpa izin istri

dan Pengadilan Agama.

4. Ketiga ulama tersebut menyatakan bahwa urusan perkawinan adalah

urusan pribadi jadi tidak masalah bila dalam kepengurusan MUI kota

Page 80: PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI Di krepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30393/1...PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI. Skripsi . Di. ajukan Untu

71

administrasi Jakarta utara itu melakukan perkawinan poligami tanpa

melalui proses izin terlebih dahulu melalui pengadilan agama.

B. Saran

Dari uraian yang telah penulis jabarkan dalam bab-bab skripsi

tersebut, penulis mengemukakan saran kepada para ulama se Indonesia

khususnya pada kepengurusan dalam struktural MUI Jakarta Utara agar selalu

mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Sebab MUI di mata masyarakat adalah sebagai contoh tauladan dan

pemberi pencerahan mengenai hukum agama, baik yang ada di Al-Quran dan

Hadist maupun dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku di

Indonesia.

Untuk itu penyusun juga memberikan saran kepada MUI Jakarta Utara

agar memberikan aturan mengenai wajibnya para pengurus untuk mentaati

segala peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Dan aturan

tersebut juga memuat sangsi bagi pengurus yang melanggarnya.

Lalu kepada masyarakat agar selalu mematuhi peraturan-peraturan

perundang-undangan yang berlaku di Indonesia baik mengenai peraturan

tentang perkawinan maupun peratura-peraturan yang lainnya.

Dan kepada praktisi hukum agar selalu diperhatikan mengenai

penegakan hokum di Indonesia atau lebih bekerja secara profesionalitas agar

tidak terjadi lagi bentuk penyelewengan-penyelewengan yang dilakukan oleh

masyarakat luas.

Page 81: PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI Di krepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30393/1...PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI. Skripsi . Di. ajukan Untu

72

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Slamet dan Aminudin, fiqh munakahat I (Bandung : Pustaka Setia, 1999),

hlm 9; Supiana dan M. Karman, Materi Pendidikan Agama Islam (Bandung:

Remaja Rosdakarya, 2004), cet ke-3,

Arij, Al sanan Abdurrahman, memahami keadilan dalam berpoligami, (Jakarta : PT.

Gobal Media Cipra Publishing, 2003),

As Siba’I, Musthafa, Wanita diantara Hukum Islam dan Perundang-undangan,

(Jakarta : Bulan Bintang, 1997), cet. 1.

Baidan, Nashruddin, Tafsir Bial-Ra’yi, Upaya Penggalian Konsep Perempuan

Dalam Al-Quran (mencermati konsep kesejajaran perempuan dalam al-

quran), (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1999), cet. 1

Boland, BJ, Pergumulan Islam di Indonesia 1945-1970, (Jakarta : Grafitti, 1985), cet.

I,

Bungin, Burhan, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Jakarta : Raja Grafindo Persada,

2004). Cet 3

Darajat, Zakiyah, Membina Nilai-nilai Moral di Indonesia (Jakarta: Bulan Bintang,

1985)

Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1996), cet. 7,

Fairchild, Henry Pratt, Dictionary Of Sosiology, dikutip oleh J.N.D. Anderson,

Hukum Islam di Dunia Modern, (Surabaya : Amarpress, 1991), cet 1.

Gusmian, Islah, Mengapa Nabi Muhammad Berpoligami, (Yogyakarta : Pustaka

Marwa, 2007)

Haikal, Abduttawab, rahasia perkawinan rasulullah SAW. Poligami dalam islam VS

Monogami Barat, (Jakarta ; Pedoman Ilmu Jaya, 1993), cet. 1

Hakim, Rahmat, Hukum Perkawinan Islam, (Bandung : Pustaka Setia, 2000), cet. 1.

Hosen, Ibrahim, fiqh masalah perbandingan pernikahan, (Jakarta : Pustaka Firdaus,

2003), cet. 1.

Majelis Ulama Indonesia, Muqadimah Pedoman Dasar Pedoman Rumah Tangga,

(Jakarta : MUI, tt),

Page 82: PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI Di krepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30393/1...PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI. Skripsi . Di. ajukan Untu

73

Mudzhar, M Atho, Fatwa-fatwa Majelis Ulama Indonesia : sebuah Studi tentang

pemikiran Hukum Islam di Indonesia, 1975-1988, (Jakarta : INIS, 1993).

Mulia, Musdah, Islam menggugat poligami, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama,

2007).

Noer, Deliar, Administrasi Islma di Indonesia, (Jakarta : Rajawali Press, 1983), cet, I,

Sitompul, Anwar, kewenangan dan tata cara berperkara di Peradilan Agama

(Bandung : CV.ARMICO, 1984). Cet. 1.

Sopyan, Yayan, Islam dan Negara “ Transformasi hokum perkawinan islam dalm

hokum nasional”, (Jakarta : Wahana semesta intermedia, 2012), cet. 2.

Sukandarrumidi, Metodologi Penelitian :Petunjuk Praktis Untuk Peneliti Pemula,

(Gadjah Mada Universitas Press, 2004), cet. 2

Taufiq, Nasir Abdul Al-‘atthar, Poligami ditinjau Dari Agama, Sosial dan Perundang-

undangan, (Jakarta : Bulan Bintang, 1976), cet 1.

Tim Reality, Kamus Besar Bahasa Indonesia. (Surabaya: Reality Publhiser, 2008)

cet. I

Tim Redaksi Fokusmedia, Himpunan Peraturan Perundang-undangan tentang

Perkawinan, (Bandung: Fokus Media, 2005), cet, ke-1

Tutik, Titik Triwulan, Poligami Perspektif Perikatan Nikah, (Jakarta : Prestasi

Pustaka raya, 2007) set,

Page 83: PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI Di krepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30393/1...PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI. Skripsi . Di. ajukan Untu
Page 84: PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI Di krepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30393/1...PANDANGAN MUI JAKARTA UTARA TENTANG POLIGAMI. Skripsi . Di. ajukan Untu