47
PANDUAN TEORI RANGKAIAN LISTRIK Penyusun: Ir. Syahril Ardi, MT Afianto POLITEKNIK MANUFAKTUR ASTRA Jl. Gaya Motor Raya 8 Sunter II Jakarta Utara 14330 Telepon: 6519555, Fax: 6519821, email: [email protected]

Panduan Teori Rangkaian Listrik

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Panduan Teori Rangkaian Listrik

PANDUAN TEORI

RANGKAIAN LISTRIK

Penyusun:

Ir. Syahril Ardi, MT

Afianto

POLITEKNIK MANUFAKTUR ASTRAJl. Gaya Motor Raya 8 Sunter II Jakarta Utara 14330

Telepon: 6519555, Fax: 6519821, email: [email protected]

Page 2: Panduan Teori Rangkaian Listrik

DAFTAR ISI

KATA PENGANTARDAFTAR ISI

BAB I ALAT-ALAT UKUR LISTRIK I-1

1.1 Pendahuluan I-1

1.2 Alat Ukur Kumparan Putar I-1

1.3 Alat Pengukur Amper dan Volt untuk Arus Bolak-Balik I-2

1.4 Alat Pengukur Daya I-3

1.5 Alat Ukur Elektronik I-6

BAB II RANGKAIAN RESISTIF II-1

2.1 Pendahuluan II-1

2.2 Hukum Ohm II-2

2.3 Hukum Kirchhoff II-2

2.4 Rangkaian Seri II-3

2.5 Rangkaian Paralel II-4

2.6 Rangkaian seri-Paralel II-5

2.7 Pembagian Tegangan II-5

2.8 Pembagian Arus II-6

2.9 Daya II-7

BAB III METODE ANALISIS RANGKAIAN III-1

3.1 Pendahuluan III-1

3.2 Persamaan Simpul (Node) III-1

3.3 Persamaan Mesh III-2

3.4 Teorema Superposisi III-3

3.5 Teorema Thevenin dan Norton III-5

3.6 Transformasi Wye-Delta III-7

3.7 Transfer Daya Maksimum III-9

IV KAPASITANSI DAN INDUKTANSI IV-1

4.1 Pendahuluan IV-1

4.2 Kapasitor/Kapasitansi IV-1

4.3 Kapasitor Paralel IV-3

Page 3: Panduan Teori Rangkaian Listrik

4.4 Kapasitor Seri IV-4

4.5 Induktor IV-4

4.6 Induktor Seri IV-5

4.7 Induktor Paralel IV-6

BAB V ARUS DAN TEGANGAN BOLAK-BALIK V-1

5.1 Pendahuluan V-1

5.2 Rangkaian Arus Bolak-Balik V-2

BAB VI DAYA DAN FAKTOR DAYA VI-1

6.1 Daya Dalam Kawasan Waktu VI-1

6.2 Daya dalam Keadaan Tunak (Steady-State) Sinusoida VI-1

6.3 Segitiga Daya, Daya Kompleks VI-3

6.4 Peningkatan/Perbaikan Faktor Daya VI-4

BAB VII LAMPU TABUNG FLUORESEN VII-1

7.1 Pendahuluan VII-1

7.2 Kumparan Hambat (Ballast) VII-2

7.3 Starter VII-2

7.4 Kompensasi Fakto Daya (cos ) VII-3

7.5 Efek Stroboskop dan Hubungan Duo VII-4

DAFTAR PUSTAKA

Page 4: Panduan Teori Rangkaian Listrik

BAB I

ALAT-ALAT UKUR LISTRIK

1.1 Pendahuluan

Besaran listrik seperti arus, tegangan, daya dan sebagainya tidak dapat secara

langsung kita respons dengan panca indera kita. Untuk pengukurannya maka besaran listrik

ditransformasikan melalui suatu fenomena fisis sehingga dapat diamati oleh panca indera

kita. Misalnya arus listrik ditransformasikan ke dalam besaran mekanis. Perubahan tersebut

bisa merupakan suatu rotasi melalui suatu sumbu tertentu, di mana besar sudut rotasi

berhubungan langsung dengan besarnya arus listrik yang diamati.

1.2 Alat Ukur Kumparan Putar

Adalah alat ukur yang bekerja atas dasar prinsip adanya suatu kumparan listrik,

yang ditempatkan pada medan magnet, yang berasal dari suatu magnet permanen. Arus

yang dialirkan melalui kumparan akan menyebabkan kumparan tersebut berputar. Jenis

arusnya dapat arus searah maupun arus bolak-balik dan dapat digunakan untuk mengukur

besaran arus dan tegangan.

Keterangan:

1. Magnet tetap

2. Kutub sepatu

3. Inti besi lunak

4. Kumparan putar

5. Pegas spiral

6. Jarum penunjuk

7. Rangka kumparan

putar

8. Tiang poros

Page 5: Panduan Teori Rangkaian Listrik

Gambar 1.1 Prinsip kerja alat ukur jenis kumparan putar.

Gambar 1.2 Skala alat ukur jenis kumparan putar.

Gambar 1.3 Konstruksi bagian-bagian bergerak suatu alat ukur kumparan putar

1.3 Alat Pengukur Amper dan Volt untuk Arus Bolak Balik

Alat ukur kumparan putar tidak dapat digunakan untuk pengukuran arus bolak balik.

Akan tetapi karena kepekaannya yang baik dan pula pemakaian sendirinya yang kecil,

maka berbagai peralatan pembantu telah ditemukan sehingga alat ukur kumparan putar

dapat digunakan sebagai alat pengukur arus maupun tegangan pada arus bolak-balik.

Alat pembantu tersebut beraneka macam, diantaranya: penyearah arus (rectifier) bisa

dengan dioda, dengan bantuan thermoelektris dan transistor.

Ada 3 besaran arus dan tegangan pada arus bolak-balik, yaitu:

Page 6: Panduan Teori Rangkaian Listrik

a. Harga maksimum. Harga maksimum atau harga puncak (peak), adalah harga

maksimum dari amplitudo arus bolak-balik. Diperlihatkan sebagai Im pada gambar

gelombangnya. Harga puncak ini menyatakan besarnya sinyal atau gangguan dalam

rangkaian elektronika.

b. Harga rata-rata. Yaitu harga rata-rata dari besar arus yang diambil melalui suatu

jangka waktu selama setengah periode dari arus bolak-balik. Alasan setengah periode

karena bentuk gelombang arus bolak-balik adalah simetris.

c. Harga efektif (rms: root mean square): kalau arus I dialirkan ke dalam tahanan R,

maka daya sebesar I2R dipakai dalam tahanan R. Fenomena ini juga terjadi jika arus

bolak balik I dialirkan melalui tahanan R, maka daya sebesar I2R dipakai pula di dalam

tahanan. Tetapi nilai efektif I bolak-baliknya = 0,707. Im

Tabel 1.1 Beberapa bentuk gelombang arus Bolak-Balik

1.4. Alat Pengukur Daya (Wattmeter)

Untuk arus searah, maka daya yang dipakai dalam beban dari tahanan R dapat

dinyatakan sebagai berikut:

P = VI = I2R = V2/R

Dimana V adalah tegangan beban dan I adalah arus beban.

Untuk jala-jala arus bolak-balik, daya yang dipakai dalam beban pada saat dimana

tegangan beban dan arus beban adalah v dan i, maka harga sesaat daya dapat dinyatakan

sebagai berikut:

p = vi

Bila sekarang tegangan dapat dinyatakan sebagai fungsi sinus dan ditulis sebagai

v = Vm sin t

Bila tahanan beban adalah R maka arus beban dapat dinyatakan sebagai:

tIti mRmV

sinsin

Page 7: Panduan Teori Rangkaian Listrik

Dengan demikian p dapat dinyatakan sebagai:

Sesuai dengan definisi dari harga efektif, maka harga rata-rata daya p melalui suatu periode,

yaitu harga rata-rata P, dinyatakan sebagai:

Di mana V dan I adalah harga efektif dari v dan i masing-masing.

Misalkan sekarang beban adalah kombinasi antara tahanan dan reaktansi, yaitu dinyatakan

sebagai Z = R + j.x di mana R adalah tahanan dan x adalah reaktansi, maka:

Dengan tan = X/R, dan akan didapat:

Gambar 1.4 Beban umum vs. daya arus Bolak-Balik

Harga rata-rata P adalah;

V.I disebut daya semu, dan cos sebagai faktor daya.

tIVp mm 2sin

)cos( tp mImV21

2

RVmImV

RIVIp22

2

)sin(.sin

sin

ttIVp

tIi

mm

m

tVItVIp 221 sinsin)cos(cos

cosVIp

Page 8: Panduan Teori Rangkaian Listrik

1.4.1 Pengukuran Daya dengan Alat Ukur Volt-meter dan Alat Ukur Amper-meter

Daya arus searah dapat diukur dengan alat pengukur volt-meter dan alat pengukur

amper-meter, yang dihubungkan seperti diperlihatkan Gambar 1.5 di bawah. Dalam hal ini

maka penting untuk memperhitungkan rugi-rugi yang terjadi karena alat ukur itu sendiri.

Gambar 1.5 Pengukuran daya memakai volt-meter dan ammeter.

Misalkan bahwa bila beban tahanan adalah R, tegangan beban adalah V dan arus

beban adalah I, sedangkan alat-alat ukur volt-meter dan amper-meter mempunyai tahanan-

tahanan dalamnya Rv dan Ra, menunjukkan Vv dan Ia. Dari Gambar 1.5 (a) akan

didapatkan:

Vv = I.R + I.Ra; Ia = I

Maka daya yang akan diukur adalah:

W = I2.R = Vv.Ia - I2a.Ra

Dan dari Gambar 1.5 (b)

W = V.I = Vv.Ia - V2v/Rv

Jika tahanan dalam alat ukur volt-meter adalah 10 k, sedangkan volt-meter

menunjukkan 100 V, dan pembacaan pada alat ukur amper-meter sama dengan 5 A, maka

daya pada beban adalah:

W = 100 x 5 - (1002/104) = 499 W.

1.4.2 Pengukuran Daya Tiga Fase

Page 9: Panduan Teori Rangkaian Listrik

Daya dalam jaringan-jaringan tiga fase dengan tiga penghantar dapat diukur dengan

menggunakan 2 alat ukur watt-meter satu fase, seperti pada gambar di bawah, dan dengan

menjumlahkan secara aljabar hasil-hasil penunjukannya. Cara ini disebut dengan metode

dengan dua alat ukur watt-meter.

Gambar 1.6 Pengukuran daya tiga fase dengan metode 2 watt-meter

Persamaan yang didapat sebagai berikut:

Bila tegangan dalam jaringan-jaringan tiga fase ini seimbang, maka V1,2 = V2,3 = V3,1 dan 1

= 3 = 300, lagipula bila bebannya seimbang maka I1 = I3 = I, dan 1 = 3 = . Sehingga

didapat:

1.5 Alat Ukur Elektronik

1.5.1 Alat ukur digital

Alat ukur digital menunjukkan besaran yang diukur (tegangan, arus, tahanan, dll)

dalam bentuk angka. Dengan alat ukur digital, kesalahan (error) pembacaan dapat

333322

111121

cos

cos

IVW

IVW

02

01

30

30

cos

cos

VIW

VIW

Page 10: Panduan Teori Rangkaian Listrik

dihilangkan oleh penunjukan langsung dengan angka dari besaran yang diukur, dan titik

desimal ditunjukkan pula secara langsung untuk memudahkan pengukurannya.

Di samping itu, keuntungan lainnya adalah penggunaan sinyal digital untuk

pencetakan atau perekaman langsung yang kemudian dapat diolah dengan komputer.

Gejala-gejala yang diukur kebanyakan berubah secara kontinyu (dalam bentuk analog).

Jika digunakan alat ukur digital untuk gejala-gejala tersebut, maka perlu diubah menjadi

besaran-besaran digital.

Alat yang dipakai untuk mengubah ini disebut pengubah analog-digital (A-D

converter), merupakan bagian penting dari alat ukur digital.

Gambar 1.7 Prinsip voltmeter digital (dengan metode perbandingan)

1.5.2 Osiloskop (Oscilloscope)

1.5.2.1 Real Time Oscilloscope

Jenis ini dipakai untuk mengamati bentuk-bentuk gelombang tunggal, dan banyak

dipakai karena mudah sinkronisasinya serta kerjanya baik sekali untuk pengamatan-

pengamatan bentuk gelombang.

Pertimbangan osiloskop dalam operasinya: daerah frekuensi dan sensitivitas. Jenis

Real Time mempunyai harga maksimum 500 MHz dan 10 mV/cm bergantung pada lebar

band dalam band amplifier atau jika tanpa memakai amplifier, DC sampai 1 GHz dan 5

V/cm.

Tabung cathode-ray yang dipakai di sini adalah dasar dari teknik serat optik (fibre

optics). Layar (screen) dibuat dari bundel serat optik, dan dipakai sebuah lapisan

fluorescence pada permukaannya untuk memperbaiki terangnya.

Page 11: Panduan Teori Rangkaian Listrik

Gambar 1.8 Penyimpangan suatu sinar elektron dalam suatu CRT

1.5.2.2 Storage Oscilloscope

Pada osiloskop biasa, bentuk cahaya akan menghilang cepat dengan bergeraknya

sinar elektron pada layar fluorescence CRT, dan agar bentuk gelombang yang diamati

merupakan suatu gambar diam pada CRT, dipersyaratkan sinar elektron menyinari jejak

yang sama secara periodik. Tetapi hal ini bukanlah suatu kerugian, karena sering

dikehendaki agar bintik cahaya yang dihasilkan oleh penyinaran dari sinar elektron

menghilang cepat.

Tabung-tabung storage telah dibuat yang memungkinkan perekaman tetap dari

gejala yang cepat atau untuk mengamati gejala yang hanya terjadi sekali pada CRT.

Osiloskop yang dilengkapi dengan tabung storage disebut storage oscilloscope.

Prinsip tabung storage adalah: jika suatu sinar elektron mengenai layar fluorescene

atau CRT, maka terjadi pemancaran elektron sekunder. Jika elektron-elektron dipercepat,

satu elektron akan menyebabkan terjadinya pancaran dua atau lebih elektron sekunder, dan

titik di mana elektron-elektron dipancarkan akan bermuatan +.

Gambar 1.9 Prinsip penyimpanan "storage CRT"

Page 12: Panduan Teori Rangkaian Listrik

BAB II

RANGKAIAN RESISTIF

2.1 Pendahuluan

Semua benda tersusun atas atom-atom, dan setiap atom terdiri atas pertikel-partikel

yang dinamakan proton, elektron, dan neutron. Elektron bermuatan negatif, proton

bermuatan positif, sedangkan neutron tidak bermuatan (netral).

Satuan dari muatan adalah Couloumb, dan disimbolkan dengan Q. Dalam hal ini muatan

sebuah elektron adalah –1,60219 10-19 C.

Bila dalam suatu konduktor, muatan bergerak terus-menerus, kita katakan bahwa

pada konduktor tersebut terdapat arus. Bila pergerakan muatan mempunyai arah yang tetap

(tak berubah oleh waktu) dikatakan arus searah (DC: Direct Current), tetapi jika

pergerakannya berubah terhadap waktu disebut arus bolak-balik (AC: Alternating Current).

Jika muatan sebesar q (C) bergerak melalui suatu luasan penampang suatu

konduktor selama t detik (s), arusnya adalah:

Atau

Satuan dari arus adalah ampere (A) dan disimbolkan dengan huruf I atau i.

Arus akan mengalir apabila dalam ujung-ujung kawat penghatar terdapat beda

potensial atau tegangan. Satuan tegangan adalah Volt dan dilambangkan dengan huruf V

atau v terkadang juga disimbolkan dengan E atau e.

Penggunaan simbol dengan huuf besar untuk menyatakan nilai-nilai rms, rata-rata

atau nilai maximum, sedangkan simbol dengan huruf kecil digunakan untuk menyatakan

nilai sesaat atau nilai yang terhadap waktu.

2.2 Hukum Ohm

t

qi

dt

dqi

Page 13: Panduan Teori Rangkaian Listrik

Hukum Ohm mengatakan bahwa arus yang mengalir dalam suatu rangkaian adalah

berbanding lurus dengan tegangan dan berbanding terbalik dengan resistansi (hambatan).

Satuan hambatan adalah ohm dan dilambangkan dengan huruf .

2.3 Hukum Kirchhoff

2.3.1 Hukum Arus Kirchhoff

Hukum Arus kirchhoff mengatakan bahwa jumlah aljabar dari semua arus yang

memasuki suatu node (titik percabangan) sama dengan nol.

In = 0

Biasanya kita memberi tanda positif untuk arus yang masuk dari titik percabangan

dari tanda negatif untuk arus yang keluar titik percabangan. Dalam kasus seperti Gambar

2.1. kita dapat menuliskan persamaan hukum arus kirchhoff sebagai berikut :

I1 + I2 + I3 - I4 = 0

Gambar 2.1 Hukum arus Kirchhoff

2.3.2 Hukum Tegangan Kirchhoff

Hukum tegangan ini mengatakan bahwa jumlah aljabar dari tegangan-tegangan di

sekeliling suatu rangkaian tertutup sama dengan nol.

RVi

I1

I2I

3

I4

Page 14: Panduan Teori Rangkaian Listrik

En = 0

Untuk tegangan searah jarum jam kita beri tanda positif dan untuk yang berlawanan

dengan arah jarum jam kita beri tanda negatif. Dalam kasus seperti Gambar 2.2 kita dapat

menuliskan hukun tegangan kirchhoff sebagai berikut:

E1 + I1.R1 + I2.R2 + I3.R3 - E2 + I4.R4 = 0

Gambar 2.2 Hukum tegangan Kichhoff.

2.4 Rangkaian Seri

Dua elemen dikatakan seri, jika dan hanya jika:

1. Ujung terminal dari dua elemen tersebut terhubung dalam suatu simpul.

2. Ujung elemen yang lain tidak terhubung dalam satu (terpisah).

Jika kita memiliki rangkaian gabungan seri dari n tahanan seperti Gambar 2.3, maka kita

dapat mengganti tahanan-tahanan ini dengan satu tahanan tunggal yaitu Rek atau dapat

pengganti, di mana:

Rek = R1 + R2 + … + Rn

I1 I

2

I3

I4

E1

E2

R1

R2

R3

R4

R1

R2 R

n

E

V1

V2 V

n+ + +- - -

RekE

Page 15: Panduan Teori Rangkaian Listrik

Gambar 2.3 Rangkaian yang berisi gabungan seri n tahanan

2.5 Rangkaian Paralel

Dua elemen dikatakan paralel, jika dan hanya jika:

1. ujung dari dua elemen terhubung dalam satu simpul.

2. Ujung-ujung elemen yang lain terhubung dalam satu simpul yang lain pula.

Jika kita mempunyai gabungan paralel dari n tahanan, seperti yang ditunjukkan pada

Gambar 2.4, maka kita dapat mengganti tahanan ini dengan satu tahanan tunggal:

Gambar 2.4 Rangkaian yang berisi gabungan paralel n tahanan

2.6 Rangkaian Seri-Paralel

Rangkaian ini terdiri dari beberapa tahanan yang tersusun seri maupun paralel yang

dapat diganti dengan satu tahanan yang lebih sederhana.

Adapun tahapan-tahapan dalam menyelesaikan rangkaian gabungan seri-paralel ini adalah

sebagai berikut;

1. Gambarkan lagi rangkaian aslinya dengan rangkaian baru yang lebih mudah dimengerti.

nRRRekR1

2

1

1

11 ...

I1 I

2I

n

R1

R2

Rn

ER

ekE

I

Page 16: Panduan Teori Rangkaian Listrik

2. Jika dalam suatu rangkaian kombinasi paralel terdapat dua atau lebih tahanan seri,

dapatkan nilai total dari tahanan seri tersebut dengan menjumlahkannya.

3. Gunakan rumus tahanan paralel untuk mendapatkan tahanan total dari rangkaian bagian

paralel.

4. Tambahkan rangkaian yang tersusun paralel tersebut dengan yang tersusun seri

dengannya.

2.7 Pembagian Tegangan

Seringkali terjadi dalam suatu analisis rangkaian, kita sudah mengetahui tegangan

total dari resistor yang terhubung seri, kemudian kita ingin mendapatkan tegangan di salah

satu resistornya seperti Gambar 2.5.

Karena arus yang mengalir dalam rangkaian yang terhubung seri adalah sama di

setiap elemennya, maka kita dapat menyelesaikannya melalui persamaan arus I..

Gambar 2.5 Pembagian Tegangan

Dengan menggunakan hukum Ohm pada R2, maka:

Dengan cara yang sama kita bisa mendapatkan tegangan di R1.

2.8 Pembagian Arus

Diberikan arus total I0 untuk 2 resistor yang terhubung paralel seperti Gambar 2.6

di bawah. Arus I0 bercabang menjadi I1 dan I2.

21

00RR

V

ekR

VI

021

2

22

V

RIV

RR

R.

.

021

11 VV

RR

R.

I

R1

R2

+

+

-

-

V1

V2V

0

+

-

Page 17: Panduan Teori Rangkaian Listrik

Karena tegangan pada resistor yang terhubung paralel adalah sama, maka kita dapat

menyelesaikannya melalui persamaan tegangan V.

Gambar 2.6 Pembagian Arus

Kemudian:

Dengan cara yang sama kita bisa mendapatkan I2:

2.9 Daya

Jika arus I mengalir melalui hambatan R dan tegangan pada ujung-ujung hambatan

adalah V, maka daya yang diserap oleh hambatan tersebut adalah:

P = V.I

Satuan daya adalah Watt = Joule/detik.

Karena I = V/R dan V = I.R, maka rumus daya di atas dapat dinyatakan pula:

21

210

0

RR

RR

ek

I

RIV

..

.

21

20

1

RR

RI

R

VI

.

21

102

RR

RII .

RIP

PR

V

.2

2

I0

R1 R

2V

+

-

I1

I2

Page 18: Panduan Teori Rangkaian Listrik

BAB III

METODE ANALISIS RANGKAIAN

3.1 Pendahuluan

Ada berbagai macam cara untuk menyelesaikan suatu jaringan listrik, diantaranya :

Persamaan Simpul

Persamaan Mesh

Teorima superposisi

Teorima Thevenin dan Norton

Transformasi Wye – Delta

Transfer Daya Maksimum

3.2 Persamaan Simpul (Node)

Metode ini didasarkan atas hukum arus Kirchhoff. Langkah-langkah penggunannya

bisa dijelaskan sebagai berikut :

Gambarlah diagram rangkaian yang lebih sederhana. Anggaplah bahwa rangkaian

mempunyai n simpul. Pilih salah satu simpul referensi, lalu groundkan simpul referensi

tersebut.

Tuliskan persamaan untuk masing-masing tegangan sumber.

a. Besarnya tegangan pada setiap simpul yang terhubung ke ground dengan sumber

tegangan sama dengan sumber tegangan itu sendiri.

b. Untuk sumber tegangan yang tidak terhubung ke ground, tulislah persamaan

tegangan dari tegangan simpul yang satu ke tegangan simpul yang lain.

Tulislah persamaan KCL (Kirchhoff Current Law) untuk masing-masing simpul yang

tersisa. (V1-V2) diartikan sebagai tegangan simpul 1 terhadap tegangan simpul 2.

Selesaikan persamaan pada step 1 dan step 3.

Page 19: Panduan Teori Rangkaian Listrik

Contoh 1:

Penyelesaian :

Step 1 Node d mempunyai 2 sumber tegangan yang terhubung dengannya. Sedang node

yang lain mempunyai satu atau tidak sama sekali. Groundkan node d.

Step 2 Va = 6V dan Vc =2 2V

Step 3 pada node b i1 + i2 + i3 = 0

Di mana: V1 = Va – Vb = 6 - Vb

V2 = Vc – Vb = 22 – Vb

Step 4

Vb = 12 V

Maka kita akan mendapatkan arus:

3.3 Persamaan Mesh

Metode ini didasarka atas hukum tegangan Kirchhoff (KVL). Konsep dasar dari

analisa ini adalah loop arus.

Metode ini bisa dijelaskan sebagai berikut :

Pastikan bahwa rangkaian adalah sebidang (tidak terjadi cross over).

033

22

61

VVV

032

22

6

6

bVbVbV

AIIi

Ai

Ai

bV

bV

4

5

1

213

2

222

6

61

3 ohm

2 ohm6 ohm

6 V 22 V

a bc

d

3 ohm

2 ohm6 ohm

6 V 22 V

a bc

d

i1 i

3

i2

+ v1

- - v2

+

+

v3

-

Page 20: Panduan Teori Rangkaian Listrik

Dengan menganggap rangkaian mempunyai n mesh, tentukan arus mesh sesuai dengan

arah jarum jam atau sebaliknya.

Tulislah persamaan tegangan dari masing-masing resistor yang dilalui arus mesh.

Selesaikan persamaan-persamaan yang sudah ditentukan tadi.

Contoh 2:

Penyelesaian :

26 – 3ia – 1ia + 1ib = 0

- 1ia – 1ib – 2ib – 12 = 0

atau 4ia – 1ib = 26

- 1ia + 3ib = -12

sehingga ia = 6 A

dan ib = - 2 A

dengan demikian elemen – elemen yang lain bisa diperoleh dengan cepat :

i1 = ia = 6A V1 = i1.R1 = 18 V

i2 = -ib = 2A V2 = i2.R2 = 4 V

i3 = ia – ib = 8 A V3 = i3.R3 = 8V

3.4 Teorema Superposisi

Teorema Superposisi menyatakan bahwa: Arus yang mengalir dalam suatu jaringan

yang mengandung beberapa sumber tegangan atau arus, atau kombinasi keduanya

merupakan penjumlahan dari arus-arus yang mengalir dalam rangkaian tersebut jika setiap

sumber bekerja dengan sumber lain diganti dengan impedensi dalamnya masing-masing,

yaitu terhubung singkat untuk sumber tegangan dan terbuka untuk sumber arus.

Contoh 3:

Carilah Va dan I dari rangkaian di bawah ini :

1 ohm

2 ohm3 ohm

26 V 12 V

1 ohm

2 ohm3 ohm

6 V 12 V

i3

i2

+ v1

- - v2

+

+

v3

-

i1

+ -

+

-

-

+

+ -

Page 21: Panduan Teori Rangkaian Listrik

Penyelesaian:

Pertama set-lah sumber tegangan menjadi nol dengan membuat rangkaian menjadi

hubung singkat, seperti rangkaian berikut ini :

Kemudian carilah i1 dan V1. Dengan pembagian arus kita dapatkan:

Kemudian set-lah sumber arus menjadi nol dengan membuat rangkaian menjadi terbuka

seperti gambar berikut ini:

VRiV

Ai

38

34

11

34

1

2

24

42

..

2ohm

2 ohm4 ohm

i

2 A

10 V

a

2ohm

2 ohm4 ohm

i1

2 A

v1

2ohm

2 ohm4 ohm

i2

v2

10 V

Page 22: Panduan Teori Rangkaian Listrik

Dengan pembagian tegangan kita bisa mendapatkan i2 dan V2:

Setelah itu jumlahkan masing-masing arus dan tegangan yang sudah didapat tadi :

3.5 Teorema Thevenin dan Norton

Jika kita ingin menentukan arus, tegangan dan daya yang diberikan pada tahanan

beban yang berbeda-beda dari suatu rangkaian yang mungkin terdiri dari beberapa sumber

dan tahanan, maka dengan teorema Thevenin kita bisa menyelesaikannya dengan mudah.

Sedangkan teorema Norton merupakan kelanjutan dari adanya teorema Thevenin.

Teorema Thevenin menyatakan bahwa: Adalah mungkin mengganti semua

rangkaian kecuali tahanan beban, dengan sebuah rangkaian ekivalen yang hanya

mengandung sumber tegangan bebas yang seri dengan sebuah tahanan.

Dengan menggunakan teorema Norton kita dapatkan sebuah rangkaian ekivalen

yang terdiri dari sebuah sumber arus bebas dan paralel dengan sebuah tahanan.

Ada beberapa hal yang harus diingat berkenaan dengan rangkaian ekivalen

Thevenin dan Norton :

Sumber tegangan dalam rangkaian ekivalen Thevenin (VTH) adalah tegangan open

circuit.

Sumber arus dalam rangkaian ekivalen Norton adalah arus short circuit (ISC).

Resistor seri dalam rangkaian Thevenin identik dengan resistor paralel dalam rangkaian

Norton. Nama lain dari rangkaian tersebut adalah RTH dan RN.

Sesuai dengan hukum Ohm, hubungan antara VTH, RTH, dan ISC adalah VTH = ISC. RTH.

Contoh 4:

Dapatkan rangkaian ekivalen Thevenin dan Norton untuk rangkaian yang

ditunjukkan pada gambar di bawah ini.

Ai

VV

R

V

353

102

2

310

2

2

42

210

AV

iiiVVV

36

55

34

310

38

2121

Page 23: Panduan Teori Rangkaian Listrik

Penyelesaian:

Selesaikan rangkaian untuk tegangan open circuit dengan pembagian tegangan:

Selesaikan rangkaian untuk arus short circuit :

Tidak ada arus yang mengalir di tahanan 3 , sehingga :

Tahanan output (RTH = RN) diperoleh dengan mengganti sumber 10 V dengan rangkaian

short circuit.

Dengan demikian rangkaian ekivalen Thevenin dan Norton bisa digambarkan seperti

rangkaian berikut ini :

THOC

OCab

VVV

VV

6

1023

3.

NSC IAii 52

10

3ohm

2 ohm

10 V

3ohm

2 ohm

10 V 3ohm

2 ohm

Risc

6/5 ohm

6 V 6/5 ohm 5 A

Page 24: Panduan Teori Rangkaian Listrik

Hasil ini bisa dicek dengan hukum Ohm:

VTH = IN . RTH 6 = 5(6/5)

3.6 Transformasi Wye - Delta

Sebelumnya sudah dibahas rangkaian ekivalen dari resistor-resistor hubungan seri

maupun paralel. Sekarang kita akan memperoleh rangkaian ekivalen dari resistor-resistor

yang terhubung pada tiga terminal, yang biasa dikenal dengan rangkaian wye dan delta.

Lihat gambar 3.1, asumsikan bahwa resistor delta R1, R2, dan R3 diketahui. Maka

nilai Ra, Rb, dan Rc dari rangkaian wye bisa diturunkan lewat persamaan di bawah ini:

Gambar 3.1 jaringan resistive 3 terminal hubungan delta dan hubungan wye.

Resistensi pada titik a-b = Ra+Rb = R3//(R1+R2)

Resistansi pada titik b-c = Rb+Rc = R1//(R2+R3)

Resistansi pada titik a-c = Ra+Rc = R2//(R1+R3)

5

623

23 )(NTH RRR

321

213

RRR

RRRRR ba

321

321

RRR

RRRRR cb

321

312

RRR

RRRRR ca

Page 25: Panduan Teori Rangkaian Listrik

Kalikan persamaan kedua dengan -1, kemudian jumlahkan ketiga persamaan

tersebut, maka hasilnya adalah:

Untuk mengubah nilai resistansi wye menjadi resistansi delta, didapatkan:

Contoh 5:

Dapatkan tahanan ekivalen rangkaian Gambar (a). Semua tahanan bernilai 1

Penyelesaian:

Gunakan tranformasi wye-delta. Lihat gambar (b), dari persamaan diperoleh :

Kemudian pada gambar (c), tahanan 3 paralel dengan 1 :

321

21

321

31

321

32

RRR

RRR

RRR

RRR

RRR

RRR

c

b

a

.

.

.

a

accbba

a

accbba

a

accbba

R

RRRRRRR

R

RRRRRRR

R

RRRRRRR

...

...

...

1

1

1

3

1111R

4

313

13 )(pR

Page 26: Panduan Teori Rangkaian Listrik

Sehingga :

3.7 Transfer Daya Maksimum

Dalam suatu rangkaian yang hanya terdiri dari arus-arus searah (DC), daya

maksimum ditransfer ke suatu elemen ketika resistensinya sama dengan resistensi ekivalen

Thevenin dari rangkaian yang tersisa.

Pernyataan ini adalah prinsip transfer daya maksimum versi dc.

Gambar 3.2 rangkaian ekivalen Thevenin dengan resistansi beban variabel.

Dalam Gambar 3.2, tegangan dan hambatan Thevenin E’ dan R’ harus dipandang sebagai

rangkaian ekivalen yang sederhana atau lomplek. RL adalah elemen, di mana kita

menginginkan untuk memaksimalkan daya.

1463

463 )(ekR

R'=10 ohm

10 V

I

RL

PL

2

2

2

22

10

10

)(

)(

'

'.

'

'

L

L

L

LLL

LL

R

R

RR

RERIP

RR

EI

Page 27: Panduan Teori Rangkaian Listrik

BAB IV

KAPASITANSI DAN INDUKTANSI

4.1 Pendahuluan

Pada bab ini akan dijelaskan dua elemen rangkaian penyimpan energi, yaitu

kapasitor dan induktor. Dua elemen ini mempunyai kemampuan untuk menyerap energi

dalam suatu rangkaian. Energi ini disimpan sementara kemudian dikembalikan lagi ke

rangkaian.

Kapasitor menyimpan energi dalam bentuk medan listrik, sedangkan induktor

menyimpan energi dalam bentuk medan magnet.

4.2 Kapasitor/Kapasitansi

Gambar 4.1 memperlihatkan bagian yang penting dari suatu kapasitor. Dia terbuat

dari dua pelat penghantar paralel yang dipisahkan oleh bahan yang bersifat insulator, yang

dinamakan dielektrik. Sebuah sumber tegangan dihubungkan ke ujung-ujung kapasitor

akan membangkitkan medan listrik di antara pelat penghantar, di mana energi yang

disimpan diambil dari sumber.

Gambar 4.1 (a) kapasitor dengan 2 pelat penghantar paralel

(b) Simbol kapasitor

Page 28: Panduan Teori Rangkaian Listrik

(a) (b)

(c)

Gambar 4.2 Berbagai jenis kapasitor: (a) kapasitor elektrolit;

(b) kapasitor kertas; (c) kapasitor variabel

Dielektrik akan mencegah arus yang megalir saat tegangannya konstan (dc), tetapi

pada tegangan yang berubah terhadap waktu akan menghasilkan arus yang proporsional

terhadap kecepatan perubahan tegangan, yaitu :

Kapasitas dari suatu kapsitor (C), menyatakan suatu kemampuan untuk menyimpan

energi, diukur dalam satuan Farad. Besarnya kapasitansi itu sendiri dinyatakan sebagai:

Di mana A adalah luas penampang pelat, d jarak antara dua pelat paralel, sedangkan

permitivitas dari bahan dielektrik, untuk ruang hampa o= 8.854 pF/m. Simbol kapasitor

ditunjukkan pada Gambar 4.1b.

Muatan kapasitor berbanding langsung dengan tegangan:

dtdvCti )(

dAC

)(tvCq

Page 29: Panduan Teori Rangkaian Listrik

Gambar 4.3 Kapasitor dihubungkan dengan sumber tegangan V

Ini menunjukkan bahwa tegangan tidak dapat berubah dengan tiba-tiba dari satu nilai ke

nilai yang lain.

Sedangkan energi yang tersimpan di dalam kapasitor dirumuskan:

4.3 Kapasitor Paralel

Kapasitansi ekivalen Cp dari dua kapasitor yag terhubung paralel, dapat dihitung

secara mudah. Lihat Gambar 4.4, arus total ip adalah jumlah dari arus yang melewati tiap-

tiap kapasitor, sedangkan tegangannya adalah sama.

Gambar 4.4 Kapasitor Paralel.

C

q

ratarata

CVVq

VqW

2

212

21

21

.

.

dt

pdv

p

dt

pdv

dt

pdv

p

dt

pdv

pp

CCi

CCiii

Ci

)( 21

2121

Page 30: Panduan Teori Rangkaian Listrik

Kita bandingkan, terlihat bahwa kapasitor ekivalen dari dua kapasitor yang tersusun paralel

adalah:

Cp = C1 + C2

4.4 Kapasitor Seri

Kapasitor ekivalen seri dari dua kapasitor C1 dan C2 dapat ditentukan dengan cara

yang sama. Dalam hubungan seri, arus masing-masing kapasitor adalah sama. Tegangan

pada kapasitor ekivalen tunggal pada tiap-tiap kapasitor, lihat Gambar 4.5.

Gambar 4.5 Kapasitor Seri

4.5 Induktor

Sebuah induktor fisis dapat dibuat dengan melilitkan sepotong kawat menjadi

sebuah koil. Energi disimpan dalam medan magnet di sekitar koil tersebut saat arus

melewatinya. Tidak ada tegangan yang melintasi sebuah konduktor pada arus yang konstan.

Dengan kata lain, induktor dapat dipandang sebagai hubungan pendek bagi arus dc, tetapi

pada arus yang berubah-ubah terhadap waktu, tegangan yang melintasi induktor akan

sebanding dengan laju perubahan arus yang melewati induktor terhadap waktu, pernyataan

ini bisa dituliskan sebagai :

21

21

2

1

1

11

CC

CCs

CCsC

C

Page 31: Panduan Teori Rangkaian Listrik

L adalah induktansi dari suatu konduktor, yang menyatakan kemampuan untuk

menyimpan energi dalam suatu medan magnet, atau kemampuan suatu induktor untuk

menghasilkan e.m.f induksi. Diukur dalam satuan Henry (H).

Nilai induktansi (L), dipengaruhi oleh jumlah lilitan (N), luas penampang (A), dan

panjang kawat (I), sesuai dengan persamaan di bawah ini :

Persamaan energi yang disimpan dalam suatu konduktor:

Induktor terdapat pada gulungan kumparan dalam motor listrik, transformator dan

alat-alat yang serupa memiliki induktansi dalam model-model rangkaiannya.

4.6 Induktor Seri

Kita bisa mendapatkan induksi ekivalen Ls dan dua induktor L1 dan L2 yang

terhubung seri dengan menjumlahkan tegangan pada masing-masing induktor, seperti

Gambar 4.6.

Gambar 4.6 Induktor Seri.

Kita dapatkan bahwa untuk induktor seri berlaku:

dtdiLtv )(

I

ANL

.. 2

221 iLW .

Page 32: Panduan Teori Rangkaian Listrik

Ls = L1 + L2

4.7 Induktor Paralel

Induktansi ekivalen Lp dari dua induktor L1 dam L2 dalam hubungan paralel bisa

diperoleh dengan rumus berikut ini. Kita lihat Gambar 4.7

Gambar 4.7 Induktor Paralel

2

1

1

11LLpL

Page 33: Panduan Teori Rangkaian Listrik

BAB V

ARUS DAN TEGANGAN BOLAK-BALIK

5.1 Pendahuluan

Arus atau tegangan bolak-balik adalah arus atau tegangan yang mengalir dalam dua

arah dan nilainya selalu berubah terhadap waktu. Bentuk sinyal arus atau tegangan bolak-

balik ini kalau dilihat dengan menggunakan osiloskop merupakan bentuk gelombang sinus.

Bentuk gelombang sinus dapat digambarkan sbb:

Gambar 5.1 Gelombang sinus

Secara matematis, tegangan gelombang sinus ini dapat dinyatakan dengan persamaan:

Atau

Di mana kita biasanya akan menganggap t dinyatakan dalam radian dan dalam derajat.

Frekuensi gelombang f dalam Hz dan periode T dalam detik, diberikan oleh:

Di mana adalah dalam rad/detik.

Sedangkan untuk arus listrik:

Atau

)sin( tVv

)cos( 090 tVv

2

1 T

f

)cos( tIi

)sin( 090 tIi

Page 34: Panduan Teori Rangkaian Listrik

5.2 Rangkaian Arus Bolak-Balik

5.2.1 Resistor

Perhatikan rangkaian arus bolak-balik yang terdiri dari sebuah resistor seperti Gambar di

bawah.

Gambar 5.2 (a) Rangkaian seri resistor R dengan sumber tegangan ac;

(b) grafik arus dan tegangan mempunyai fase yang sama;

(c) diagram fasornya

Tegangan pada resitor Vr sama dengan tegangan sumber ac sehingga untuk rangkaian

resistif dapat ditulis:

5.2.2 RL Seri

Rangkaian yang diperlihatkan pada Gambar 5.3 di bawah, memiliki arus terpasang

i = I.sint. Maka:

XL = L (Ohm), disebut juga sebagai reaktansi induktif.

Sedangkan tegangan totalnya:

tItI

tVV

mRmV

R

mR

sinsin

sin

)sin(

sin.

090

tLILV

tViRV

dtdi

L

mR

22LR VVV

Page 35: Panduan Teori Rangkaian Listrik

Gambar 5.3 (a) Rangkaian RL seri; (b) grafik sinusoida tegangan dan arus

Beda fasenya dapat menggunakan hubungan:

Gambar 5.4 Diagram fasor

5.2.3 RC Seri

Rangkaian yang diperlihatkan pada gambar di bawah, memiliki arus terpasang I = I.sint.

Maka:

RVLV

tan

I

V

VR

VL

)sin(.

sin.

.01 90

tIiXV

tViRV

CCC

mR

Page 36: Panduan Teori Rangkaian Listrik

XC = 1/C (Ohm), disebut juga sebagai reaktansi kapasitif.

Gambar 5.5 Arus (i) tertinggal (lagging) terhadap tegangan (v)

Gambar 5.6 Diagram fasor

5.2.4 RLC Seri

Rangkaian yang diperlihatkan pada Gambar 5.7 di bawah,

Gambar 5.7 Rangkaian RLC seri

I

V

VR

VC

Page 37: Panduan Teori Rangkaian Listrik

Efek hambatan total yang diakibatkan oleh R, XL, dan XC dalam rangkaian arus bolak-balik

disebut impedansi (simbol Z). Persamaannya:

Gambar 5.8 Diagram fasor

22

22

22

CL

CL

CLR

XXRIZI

XIXIRIZI

VVVV

.

....

R

XC

XL

XL-X

CZ

Page 38: Panduan Teori Rangkaian Listrik

BAB VI

DAYA DAN FAKTOR DAYA

6.1 Daya Dalam Kawasan Waktu

Sebuah jaringan pasif yang umum, dengan tegangan v(t) dan arus yang dihasilkan

i(t) diperlihatkan pada Gambar 6.1. Daya yang berubah terhadap waktu (time variable

power) atau daya sesaat (instantenous power) ke dalam jaringan adalah perkalian tegangan

dan arus:

p(t) = v(t).i(t) (W)

Jika v(t) adalah sinusoida, maka setelah periode peralihan lewat, tegangan dan arus

periodik menghasilkan suatu daya periodik pula. Di mana daya positif sesuai dengan

pengalihan energi dari sumber ke jaringan (beban); dan daya negarif sesuai dengan

pengembalian energi dari jaringan ke sumber. Tentunya pada sebuah jaringan pasif,

pengalihan energi total haruslah dari sumber ke jaringan, karena itu daya rata-rata waktu

haruslah salah satu dari positif atau nol. Daya rata-rata nol akan diperoleh dari sebuah

jaringan reaktif murni, di mana terjadi penyimpanan energi secara periodik tetapi tanpa

adanya disipasi (pengeluaran) energi.

Gambar 6.1

6.2 Daya dalam Keadaan Tunak (Steady-State) Sinusoida

Pada sebuah jaringan pasif yang mengandung elemen induktif tunggal (sebuah

induktor/kumparan), tegangan terpasang v = Vm.cos t akan menghasilkan suatu arus

sinus yang tertinggal (lagging) sejauh 900, I = Im.cos (t - 900). Maka daya sesaat

diberikan oleh:

tIVttIVivp mmmm 290210 sincos.cos.

Page 39: Panduan Teori Rangkaian Listrik

Hasil ini dilukiskan pada Gambar 6.2 dan Gambar 6.3. Dalam selang waktu di

mana v dan i adalah dari tanda yang sama misal 0 t /2, p adalah positif. Energi akan

dialihkan dari sumber ke elemen rangkaian induktif selama waktu-waktu tersebut. Dalam

selang waktu lainnya seperti /2 t , p adalah negatif dan energi dikembalikan dari

elemen rangkaian ke sumber.

Gambar 6.2

Gambar 6.3

Nilai efektif atau rms (root mean square) adalah:

Daya rata-rata P = Veff.Ieff cos

Perkalian Veff.Ieff disebut daya nyata (apparent power), yang diberikan oleh simbol S dan

diukur dalam volt-amper, VA, di mana 1 VA = 1V.A = 1 W. Faktor dengan mana daya

2

2

/

/

meff

meff

II

VV

Page 40: Panduan Teori Rangkaian Listrik

nyata harus dikalikan agar mendapatkan daya rata-rata disebut faktor daya (power factor,

pf).

Pf cos

Sewaktu menyebut faktor daya, adalah lazim memasukkan informasi mengenai

tanda dengan menyatakan sebuah faktor daya tertinggal (lagging) jika 0 (arus

tertinggal dari tegangan), atau faktor daya mendahului (leading) jika 0 (arus

mendahului tegangan). Dalam setiap hal, 0 faktor daya 1.

6.3 Segitiga Daya, Daya Kompleks

Dengan menyatakan jaringan pasif dalam kawasan frekuensi dengan impedansi

pengganti Z = Z, diperoleh

Faktor daya = cos = R/Z

Dan, karena Veff = Ieff.Z,

Daya nyata S = Veff.Ieff =

Daya rata-rata P P = Veff.Ieff.cos =

Selanjutnya S dan P dapat dinyatakan secara geometris sebagai sisi miring dan sisi

horisontal dari sebuah segitiga siku-siku. Segitiga ini secara sederhana merupakan diagram

impedansi yang diskala dengan faktor Ieff2 . Lihat gambar 6.4.

Gambar 6.4

Daya kuadratur

Satuan Q adalah voltamper reaktif, var, di mana sekali lagi, 1 var = 1 W. Adalah lazim

mengambil Q sebagai bukan negatif. Jadi, bila 0 (seperti Gambar 6.5), kita

ZIeff .2

RIeff .2

(var)sin XIIVQ effeffeff2

Page 41: Panduan Teori Rangkaian Listrik

menyebutkan "Q = 13,2 var (kapasitif)" sebagai pengganti "Q = -13,2 var". Bila Q 0; Q

diberikan dalam var (induktif).

Gambar 6.5

Berbagai besaran daya semuanya dapat diturunkan secara menyenangkan dari:

Daya kompleks

Di mana Veff adalah tegangan efektif fasor dan Ieff* adalah konyugasi kompleks dari arus

fasor efektif. Rumus penggantinya adalah S = Ieff2.Z

Contoh 1. Sebuah jaringan pasif tertentu mempunyai impedansi pengganti Z = 3 +j4

dan tegangan terpasang: v = 42,5 cos(1000t + 300) (V)

Berikan informasi lengkap mengenai daya.

Jawab:

Maka:

P = 108,4 Watt; Q = 144,5 var (induktif); S = 180,6 VA, dan faktor daya = cos 53,130 =

0,6 tertinggal (lagging).

6.4 Peningkatan/Perbaikan Faktor Daya

Pelayanan listrik untuk konsumen industri adalah tiga fase, sedangkan konsumen

rumah tangga biasanya menggunakan daya satu fase. Pemakai-pemakai besar daya listrik

berusaha mendapatkan keuntungan dengan menurunkan komponen kuadratur dari segitiga

jQPSIVS effeff *

5144410813536180

1323

30

0

0

2

58013535

0302542

0

2

542

,,,,

,

*

,

,

)/,(

,

jIVS

I

V

effeff

ekZ

effV

eff

eff

Page 42: Panduan Teori Rangkaian Listrik

dayanya; ini disebut "peningkatan faktor daya". Sistem-sistem industri umumnya

mempunyai komponen induktif menyeluruh karena jumlah motornya banyak.

Guna memperbaiki faktor daya, kapasitor-kapasitor dalam tumpukan-tumpukan

tiga fase (bank-bank capacitors) dihubungkan ke sistem pada salah satu sisi primer atau

sisi sekunder transformator utama sedemikian, sehingga gabungan beban bangunan dan

tumpukan-tumpukan kapasitor menyatakan sebuah beban guna melayani keperluan yang

lebih mendekati faktor daya satu.

Contoh 2. Berapa besarnya Q yang harus disediakan oleh tumpukan kapasitor pada

Gambar di bawah untuk meningkatkan faktor daya menyusul menjadi 0,95?

Sebelum penambahan tumpukan kapasitor, faktor daya menyusul = cos 250 = 0,906, dan

Setelah peningkatan, segitiga mempunyai P yang sama, tetapi sudutnya adalah cos-10,95 =

18,190. Maka

Nilai baru dari daya nyata adalah S' = 7854 VA jika dibandingkan dengan yang mula-mula

S = 8232 VA. Pengurangan 378 VA adalah sebesar 4,6%.

Transformator, sistem distribusi, dan alternator keperluan perusahaan-perusahaan

semuanya dinilai dalam kVA atau MVA. Akibatnya, suatu peningkatan dalam faktor daya

dengan pengurangan dalam kVA yang sesuai, membebaskan sebagian dari pembangkitan

dan kemampuan transmisi ini sehingga dia dapat digunakan untuk melayani langganan lain.

34797461258232250

25668

00

2

6680

2

240

002553

002401

jIVS

I

effeff

,*

,,

)var(

,tan

kapasitifQ

Q

c

c

1027

19187461

3479 0

Page 43: Panduan Teori Rangkaian Listrik

BAB VII

LAMPU TABUNG FLUORESEN

7.1 Pendahuluan

Bentuk standar tabung fluoresen dipasarkan oleh Philips menggunakan kode TL.

Diameter tabungnya 38 mm; sedangkan panjangnya tergantung pada besarnya daya tabung.

Bagian dalam tabung diberi lapisan serbuk fluoresen.

Pada setiap ujung tabung terdapat sebuah elektroda. Elektroda ini terdiri dari kawat pijar

dari wolfram dengan sebuah emitter untuk memudahkan emisi elektron.

Tabung fluoresen diisi dengan uap air raksa dan gas mulia argon. Dalam keadaan

menyala, tekanan uap air raksa dalam tabung sangat rendah. Uap air raksa ini

memancarkan sinar ultaungu yang memiliki panjang gelombang 253,7 m. Sinar ini

kemudian diserap oleh serbuk fluoresen dan diubah menjadi cahaya tampak.

Gambar 7.1 Rangkaian dasar pemasangan lampu fluoresen (TL):

(1) kumparan hambat (ballast); (2) filamen (elektroda);

(3) starter; (4) detil starter

Page 44: Panduan Teori Rangkaian Listrik

Gambar 7.2 Pemasangan 2 buah lampu TL dengan auto transformator

(1) tabung lampu TL; (2) starter; (3) auto transformator;

(4) dua buah ballast; (5) sumber listrik AC.

7.2 Kumparan Hambat (Ballast)

Kumparan hambat (ballast) pada lampu fluoresen terdiri dari: kawat tembaga A,

bahan isolasi B, teras besi D, massa pengisi poliester E. Ballast pada dasarnya merupakan

kumparan hambat (choke coil) yang berinti besi, fungsinya:

Memberikan pemasangan awal pada elektroda guna menyediakan elektron bebas dalam

jumlah yang banyak.

Memberikan gelombang potensial yang cukup besar untuk mengadakan bunga api

antara kedua elektrodanya.

Mencegah terjadinya peningkatan arus bunga api yang melebihi batas tertentu bagi

setiap ukuran lampu.

7.3 Starter

Starter terdiri dari sebuah balon kaca kecil yang diisi dengan gas mulia. Di dalam

balon kaca terdapat dua elektroda dwilogram A dan B.

Page 45: Panduan Teori Rangkaian Listrik

Tabel 7.1 Data tabung TL

Daya Tabung 4 W 6 W 8 W 20 W 25 W 40 W 65 W 125 W

Tegangan tabung (V) 30 45 58 58 95 103 108 100

Arus tabung (A) 0.15 0.155 0.165 0.39 0.30 0.44 0.7 1.5

Panjang tabung (mm) 136 212 288 590 970 1199 1500 1500

7.4 Kompensasi Faktor Daya (cos )

Karena adanya induktansi kumparan hambat (ballast), maka arus tabung akan

menyusul (leading) tegangannya. Faktor dayanya antara 0.35 sampai 0.5. Untuk

memperbaiki faktor daya ini digunakan kondensator yang dihubungkan secara seri dengan

kumparan hambat. Kapasitas kondensator ini dipilih sedemikian rupa sehingga membuat

rangkaiannya cukup kapasitif untuk mengimbangi cos dari rangkaian kedua yang

induktif. Hubungan demikian disebut hubungan duo.

Hubungan duo ini tidak hanya memberi kompensasi bagi cos kedua rangkaian, tetapi

juga mengurangi efek stroboskopnya. Untuk tabung-tabung TL 20 W digunakan hubungan

tandem, yaitu dua tabung dihubungkan seri.

Gambar 7.3 hubungan kapasitif

Gambar 7.4 Hubungan tandem

Page 46: Panduan Teori Rangkaian Listrik

7.5 Efek Stroboskop dan Hubungan Duo

Dimisalkan suatu piringan dengan tanda titik di pinggirnya. Kalau piringan ini

diputar, dan hanya diterangi setiap kali tanda titiknya berada di sebelah atas, maka piringan

itu akan tampak seolah-olah tidak bergerak.

Misalkan kemudian piringan tersebut membuat satu putaran per detik. Kalau

diterangi setiap 0,9 detik, maka piringan ini akan tampak seolah-olah berputar mundur

dengan kecepatan satu putaran setiap 9 detik.

Kalau diterangi setiap 1,1 detik, piringannya akan tampak seolah-olah berputar

maju dengan kecepatan satu putaran setiap 11 detik.

Gejala seperti diuraikan di atas disebut efek stroboskop, dan akan tampak di ruangan-

ruangan yang diberi penerangan lampu tabung gas.

Flux cahaya lampu tabung yang sedang menyala selalu berkurang pada saat-saat

arus bolak-baliknya mencapai nilai sesaat nol, jadi setiap 1/1000 detik. Reaksi mata

manusia tidak cukup cepat untuk menangkap perubahan-perubahan ini. Jadi bagi mata

manusia cahaya lampu TL tampak seolah-olah konstan.

Efek stroboskop dapat dihilangkan dengan hubungan duo atau dengan membagi

rata semua lampu dalam suatu ruangan menjadi tiga fase.

Gambar 7.5 Hubungan duo

Page 47: Panduan Teori Rangkaian Listrik

DAFTAR PUSTAKA

1. Rangkaian Listrik, Seri Buku Schaum, Joseph A. Edminister, Penerbit

Erlangga, Edisi kedua.

2. Hukum Kirchhhoff, penuntun berencana 07, Siemens, Alois Koller.

3. Instalasi Listrik Arus Kuat 2, P.van.Harten, Penerbit Binacipta, 1995

4. Pengukuran dan Alat-alat Ukur Listrik, Soedjana Sapiie & Osamu Nishino,

Pradnya Paramita, cet. 6, 2000.

5. Ketrampilan Teknik Listrik Praktis, John B Robertson, Penerbit Yrama Widya,

cet.3, 1995.

6. Teknik Pengerjaan Listrik, Daryanto, Penerbit Bumi Aksara, cet.1, 2000.

7. Teknik Listrik Instalasi Penerangan, F Suryatmo, Penerbit Rineka Cipta, 1998.

8. Panduan Teori Instalasi Listrik, Polman Astra, Syahril Ardi, 2002.

9. Belajar Instalalasi Listrik, Dedi Rusmadi, Penerbit CV Pionir Jaya, Juli 2001.

10.Elektronik Industri, Frank D Petruzella, Penerbit ANDI Yogyakarta, 2001.

11.Pemasangan Instalasi Listrik Dasar, Priyo Handoko, Penerbit kanisius, 2000.