Pankreatit is Kron i k

Embed Size (px)

DESCRIPTION

prankeitis

Citation preview

BAB IPENDAHULUAN1. Latar Belakang Masalah

Pancreatitis kronis merupakan suatu gangguan kerusakan nekroinflamasi pada pancreas yang progresif yag ditandai ole fibrosis ireversibel disertai kegagalan nyata dari fungsi eksokrin dan endokrin. Karena kemajuan di bidang pencitraan kedokteran, insiden pancreatitis kronik menigkat empat kali lipat dalam 30 tahun terakhir.Ada tiga bentuk pancreatitis kronis, yaitu : klasifikasi kronik, obstruksi kronik, dan inflamasi kronik. Penyalahgunaan alcohol dan atau malnutrisi merupakan penyebab utama tipe klasifikasi. Obstruksi duktus pankreatikus mayor dengan fibrosis sekunder pada bagian proksimal dari obstruksi menyebabkan tipe obstruktif. Pankratitis inflamantory kronik tidak memiliki cirri yang jelas dan banyak pasien dengan pancreatitis kronik tidak diketahui penyebabnya masuk ke dalam tipe ini.Insiden peyakit pkreatitis kronik di Negara maju / industry kira-kira 4-6 per 100.000 penduduk pertahun, dan semakin meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan data dari rumah sakt di amerika serikat, sekitar 87.000 kasus pancreatitis terjadi setiap tahun, dengan tingkat rawat inap untuk orang kulit hitam adalah 3 kali lebih tiggi daripada kulit putih, dimana perbandingan laki-laki dan perempuan 6,7 : 3,2 per 100.000 penduduk dan rata-rata usia saat diagnosis adalah 46 tahun. Kejadian tahunan di eropa barat sekitar lima kasus per 100.000 penduduk. Rasio laki-laki : wanita 7 : 1 dan usia rata-rata onset 36 tahun dan 55 tahun. Di asia insiden pancreatitis kronis diperkirakan 14,4 per 100.000 peduduk dan hanya 18,8% disebabkan oleh alcohol, dengan perbandingan laki-laki dan perempuan 1,9:1 dimana usia rata-rata 33 tahun.

2. Tujuan

a. Mengetahui dan mempelajari anatomi dan fisiologi pankreasb. Mempelajari Etiologi, Epidemiologi dan patofisiologi pancreatitis kronisc. Mempelajari gejala klinis, diagnosis serta penatalaksanaan pancreatitis kronisd. Mempelajari tinjuan pustaka jurnal Update OPERASI UNTUK PANKREATITIS KRONIS

BAB IITNJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Pancreatitis kronis merupakan proses inflmasi pancreas yang progresif dan menyebabkan kerusakan parenkim pancreas yang irreversible berupa fibrosis serta mengakibatkan disfungsi eksokrin dan endokrin.

2.2 Anatomi Pancreas terletak melintang di bagian ats bdome di belakang gaster dalam ruang retroperitoneal. Di sebelah kiri, ekor pancreas mencapai hilus lima diarah kraniodorsal. Bagian atas kiri kaput pancreas dihubungkan dengan korpus pancreas oleh leher pancreas, yaitu bagian pancreas yang lebarnya biasanya tidak lebih dari 4 cm. arteri dan vena mesenterika superior berada di dorsal leher pancreas dan berjalan di ventral duodenum III dan dan dorsal duodenum I, yang melingkari arteri dan vena mesenterika superior tersebut.2.2.1 sistem saluransaluran wirsung bermula dari ekor pancreas sampai ke huu pancreas, dan di tempat ini bergabung dengan saluran empedu di ampula hepato-pankreatika untuk selanjutnya bermuara pada papilla vater saluran pancreas minor santorini atau duktuk pankreatikus asesorius bermuara di papilla minor yang terletak kira-kira 2cm proksimal dari papilla mayor. Ditemuan 60-70% variasi dari anatomi normal. kira-kira 30% saluran santorini tidak masuk ke duodenum, 5-10% saluran santorini bergabung dengan dutus wirsung menjadi saluran utama masuk ke papilla mayor atau sama sekali tidak ada saluran santorini. Variasi anatomi terakhir ini disebut pancreas divisum. Diameter saluran pancreas yang awalnya 3-4mm pada dewasa muda, dengan bertambahnya usia, dapat mencapai diameter 5-6mm.

2.2.2 peredaran darahpancreas kaya akan pasikan darah arteri dan relative tidak ada variasi. Hulu pancreas didarahi oleh lengkung anterior dan posterior yang berasal dari arteri gastroduodenalis, sementara korpus dan ekor pancreas di pedarahi oleh cabang arteri lienalis.

2.2.3 aliran limfe dan sarafaliran limfe dari pancreas bagian cranial masuk ke kelenjar limfe di daerah hilus limpa, ke kelenjar limfe yang terletak di alur antara duodenum dan pancreas, dan kelenjar subpilorik. Aliran limfe dari bagian anterior masuk ke kelenjar limfe di sekitar pembuluh pankreatika uperior, gastrika superior, da kelenjar limfe sepajang arteri hepatica, sedangkan dari bagian posterior aliran limfe masuk ke kelenjar limfe di sekitar pembuluh pankratika inferior, mesokolika, mesenteria superior dan aorta. Saraf simpatis ke pancreas berasal dari nervus splanikus mayor dan minor melalui pleksus dan ganglion seliakus. Serat saraf ini membawa serat nyeri eferen dari pancreas.

2.3 Etiologi Penyebab dari pankreatitis kronis ini pertama tama dikategorikan atas tiga penyebab yaitu alkohol, idiopatik dan penyebab lain, tetapi dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, semenjak tahun 2001, etiopatogenesis dari pankreatitis kronis ini berdasarkan pada sistem klasifikasi TIGAR-O ( Tabel 1 ).Tabel 1. TIGAR-O klasifikasi 7.Toxic metabolicAlkoholTembakauHiperkalsemiaGagal ginjal kronikRacun

IdiopatikOnset awalOnset lanjutTropis

GenetikPankreatitis herediter (cationictrypsinogen mutation)Mutasi CFTR , Mutasi SPINK-1Defisiensi Alfa-1 antitripsin

AutoimunIsolated Autoimmune CPSyndromic autoimmune CP (PSC, Sjogren associated,.

Recurrent and severe APPost nekrotikPankreatitis akut rekurenIskemik/ vaskuler

ObstruktifPankreas divisumTumor musinous intrapapilariAdenokarsinoma duktal

Kemudian berkembang lagi sistem klasifikasi M-ANNHEIM , dasar dari sistem ini bahwa kemungkinan pankreatitis kronis merupakan hasil interaksi banyak faktor resiko (M), konsumsi alkohol (A), konsumsi Nikotin (N), faktor herediter (H), faktor duktus pankreatik eferen(E), faktor imunologi ( I ), dan faktor metabolik (M) Alkohol bertanggung jawab atas 70-80% kasus pankreatitis kronis . Tidak ada ambang seragam untuk efek racun dari alkohol pada pankreas, namun jumlah dan durasi konsumsi alkohol berhubungan dengan perkembangan pankreatitis kronis. Beberapa bukti menunjukkan bahwa jenis atau pola konsumsi penting. Dikemukakan bahwa konsumsi 150-200 ml > 40% etanol setiap hari selama 10-15 tahun menyebabkan perkembangan pankreatitis kronis klinis dengan signifikan, tapi asumsi lain pasien memiliki penyakit yang dipicu oleh alkohol jika mereka mempunyai riwayat penggunaan alkohol berat. Bukti ini menunjukkan bahwa pankreas seseorang mungkin jauh lebih sensitif terhadap alkohol dari pada yang lain, dan bahwa faktor genetik yang tak dikenal mungkin bertanggung jawab untuk perbedaan ini.Penelitian Mullhaupt et al (2005), dari 343 pasien pankreatitis kronis , 265 pasien disebabkan karena alkohol, 57 pasien idiopatik dan 11 pasien herediter, dengan umur rata- rata 36 tahun.Maisonneuve P et al (2005) melaporkan bahwa dari 930 pasien pankreatitis kronis , mempunyai hubungan antara perokok dengan diagnosis pankreatitis kronis pada usia tua.Disamping alkohol, rokok juga merupakan faktor resiko untuk terjadinya pankreatitis kronis serta terdapatnya hubungan antara rokok dengan progresifitas pankreatitis kronis Di India, prevalensi tertinggi pankreatitis kronis yang diamati (830 orang) adalah pankreatitis tropis, onset usia dini (usia rata-rata, 3313 tahun ), kurangnya paparan alkohol, dan perkembangan kalsifikasi yang cepat, serta kegagalan kelenjar.Spekulasi tentang etiologi telah berpusat pada mutasi peptidase serin inhibitor, tipe gen 1 Kazal, SPINK1.

2.4 Patofisiologi Dalam beberapa dekade terakhir telah dimunculkan empat teori utama untuk menjelaskan patogenesis dari pankreatitis kronik yaitu : toxik- metabolik, stress oksidatif, obstruksi batu dan duktus, dan nekrosis-fibrosis. Setiap teori ini memberikan mekanisme yang menjelaskan sekuensi patogenik. Lebih jauh, perkembangan ilmu pengetahuan yang terakumulasi dalam beberapa tahun terakhir meliputi mekanisme seluler , genetik serta molekuler fibrosis pankreatitis, dan teori patogenik baru dikembangkan.a. Teori Stres Oksidatif Braganza dkk. mengajukan bahwa penyebab dari penyakit pankreas adalah overaktivitas enzim detoksifikasi di hati yang menghasilkan radikal bebas oksidan . Meskipun enzim-enzim ini membantu proses detoksifikasi substansi dalam darah, hasil sampingannya termasuk molekul reaktif yang menyebabkan kerusakan oksidatif. Pankreas terekspos oleh stress oksidatif melalui sirkulasi sistemik atau refluks empedu ke dalam duktus pankreatikus menyebabkan inflamasi dan kerusakan jaringan.Gambar 1. Hipotesis stress oksidatif. Hasil sampingan oksidasi yang terjadi dalam sel-sel hepatosit disekresikan ke dalam empedu. Empedu berefluks ke dalam duktus pankreatikus menyebabkan kerusakan oksidatif pada level sel asinar dan sel duktus. Paparan kronik terhadap stress oksidatif menyebabkan fibrosis.b. Teori Toksik MetabolikBordalo dan kawan-kawan mengajukan teori bahwa alkohol secara langsung menjadi toksik bagi sel-sel asinar melalui perubahan pada metabolisme seluler. Alkohol memproduksi lipid sitoplasmik yang berakumulasi dalam sel-sel asinar, yang menyebabkan degenerasi lemak, nekrosis seluler, dan kemudian fibrosis yang meluas.c. Teori Obstruksi batu dan duktusHenri Sarles menegaskan dualitas pankreatitis akut dan kronik , keduanya merupakan penyakit yang terpisah dengan patogenesis yang berbeda. Pankreatitis akut disebabkan oleh aktivasi tripsin dan autodigesti parenkimal yang tidak teratur, pankreatitis kronik dimulai dalam lumen duktus pankreatikus. Alkohol memodulasi fungsi endokrin untuk meningkatkan litogenisitas cairan pankreas, menyebabkan bentuk plak protein dan batu. Kontak kronik batu dengan sel-sel epithelial duktus menyebabkan ulserasi dan perlukaan, menyebabkan obstruksi, stasis, dan pembentukan batu lebih lanjut. Pada akhirnya, atrofi dan fibrosis berkembang sebagai dampak dari proses obstruksi. d. Teori Nekrosis FibrosisSebagai kebalikan dari teori batu, hipotesis nekrosis fibrosis membayangkan perkembangan fibrosis dari pankreatitis akut yang rekuren. Inflamasi dan nekrosis dari beberapa episode pankreatitis akut menyebabkan perlukaan pada daerah periduktal yang menyebabkan obstruksi duktus dan berkembang menjadi stasis dalam duktus dengan pembentukan batu sekunder. Obstruksi berat menyebabkan atrofi dan nekrosis.Gambar 2. Teori nekrosis fibrosis. (A) suatu episode pankreatitis akut menyebabkan infiltrate sel-sel inflamasi akut dalam periduktal. (B) Fase penyembuhan pankreatitis akut melibatkan deposisi kolagen yang berefek pada daerah periduktal. (C) kompresi ekstrinsik duktus oleh kolagen menyebabkan obstruksi kompleks sel asinar. (D) obstruksi yang memburuk menyebabkan atrofi sel asinar, stasis dan efek sekunder pembentukan batu.Konsep-konsep baru pada fibrogenesis pankreatik berupa hipotesis primary duct dan Sentinel Acute Pankreatitis EventPrimary duct hypothesisCavallini dan kawan-kawan mengajukan sebuah hipotesis yang didasarkan pada observasi pada pasien pankreatitis kronik nonalkoholik dengan duktus lebar. Faktor patogenik primer menyebabkan kerusakan duktus sebagai suatu immunologic attack dari epithelium duktus, yang menyebabkan inflamasi dan perlukaan pada struktur duktus. Targetnya mungkin adalah beberapa genetik spesifik atau antigen yang dibutuhkan pada epithelium duktus. Pada proses ini, pankreatitis kronik merupakan suatu penyakit autoimun yang menyebabkan kerusakan duktus, yang merupakan analog dari primary sclerosing cholangitis.Sentinel acute pankreatitis event hypothesisSel-sel stellata pankreas profibrotikSel-sel penyimpan vitamin A ini, telah lama diketahui berperan pada fibrosis pankreas. Yang terbaru, ditemukan pada pankreas tikus dan manusia dan memiliki peran yang sama dalam fibrosis pankreas. Sel-sel stellata pankreas inaktif berbentuk segitiga, sel-sel berisi lemak predominan berlokasi di region perivaskular. Ketika aktif, sel-sel stellata kehilangan droplet lipid dan berubah bentuk menjadi gambaran bentuk menyerupai fibroblast, bermigrasi ke area periasinar, mengekspresikan protein-protein spesifik, kehilangan droplet lipid sitoplasmik dan memungkinkan sintesis kolagen tipe I, III dan fibronektin. Beberapa penelitian terbaru menemukan faktor-faktor spesifik yang mencetuskan transformasi sel-sel stellata menjadi bentuk aktif. Alkohol secara langsung mengaktivasi sel-sel stellata pankreas terisolasi invitro. Penelitian yang sama mendemonstrasikan bahwa stress oksidatif secara independen mengaktivasi sel stellata. Sitokin penting dalam fibrogenesisTelah diketahui bahwa profil sitokin pada penderita pankreatitis kronik berbeda dengan pankreas normal. Sel stellata pankreas disimulasi oleh berbagai sitokin, kebanyakan ( PDGF, TGF , IL-1, IL-6, TNF ) muncul selama fase inflamasi pankreatitis akut. Tampaknya pathogenesis fibrosis pankreas meliputi :1. Infiltrat sel-sel inflamasi kronik seperti sel mononuclear, makrofag2. Pelepasan sitokin spesifik (terutama TGF-1) oleh sel-sel inflamasi3. Respon sel stellata pankreas terhadap sitokin,4. Jalur akhir deposisi kolagen yang distimulasi oleh sel stellataJalur SAPEWhitcomb dkk.(2007) mengajukan sekuensi patogenik. Mekanisme ini menyediakan suatu jalur umum final untuk berbagai etiologi pankreas. Pentingnya episode pertama pada pankreatitis akut merupakan tanda waspada untuk perkembangan lanjut dari pankreatitis kronik.2.5 Gejala KlinisGambaran klinik pankreatitis kronik dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok klinis yaitu : nyeri abdomen , gagal pankreas (eksokrin dan endokrin) dan komplikasi .

1. Nyeri Pada kebanyakan pasien pankreatitis kronik, nyeri perut merupakan gejala predominan dan salah satu yang paling mempengaruhi kualitas hidup. Pada pankreatitis, ada dua pola nyeri, terus menerus dan intermiten. Pada nyeri intermiten, episode nyeri dipisahkan oleh masa bebas nyeri selama beberapa bulan atau tahun. Klasiknya, nyeri pankreas dirasakan pada epigastrium atau abdomen bagian atas, dengan penetrasi ke punggung atau menjalar ke regio interkostal kiri. Nyeri menghilang saat membungkuk atau tidur melengkung dengan paha menekan abdomen atau lutut dilipat. Intensitas nyeri dapat bervariasi dari ringan hingga berat. Penyebabnya multifaktorial, dan belum diketahui dengan jelas. Faktor yang berperan termasuk inflamasi pada kelenjar atau mengenai serabut saraf nyeri yang mensuplai pankreas melalui plexus seliak, tekanan yang meningkat dalam sistim duktus pankreatikus atau parenkim kelenjar, dikaitkan dengan komplikasi ekstra pankreas seperti obstruksi duktus bilier atau duodenum, pseudokista pankreas, dan hiperstimulasi pankreas akibat gangguan pada kontrol feedback negative pankreas.Mullhaupt et al, (2005 ) melaporkan bahwa 240 (95,6%) dari 251 pasien pankreatitis alkaholik mengalami nyeri yang hilang timbul selama kurang lebih 10 tahun.2. MalabsorbsiSteatorea akibat insufisiensi eksokrin pankreas tidak hanya terjadi hingga kapasitas sekresi pankreas menurun kurang dari 10% normal. Malabsorbsi tidak hanya akibat sekresi enzim pankreas yang berkurang, penurunan sekresi bikarbonat pada sistem duktus pankreas juga menurunkan pH duodenal yang mempengaruhi pencernaan. Penurunan berat badan terjadi sebagai konsekuensi malabsorbsi, tetapi dapat memburuk dengan kurang makan akibat nyeri atau intake makanan yang tidak adekuat akibat alkoholisme kronik.

3. Diabetes mellitusSel islet pankreas tampaknya lebih jarang rusak dibandingkan sel asinar dan duktus, sehingga diabetes lebih jarang dibandingkan steatore. Diabetes melitus terjadi terutama pada pankreatitis difus. Diabetes sekunder ini ditandai oleh episode hipoglikemi akibat cadangan glukagon yang tidak adekuat dan jarang oleh ketoasidosis.Pada beberapa kasus, gambarannya disertai komplikasi struktural yang berakibat pada proses inflamasi pankreatitis kronik, dimana pseudokista dan stenosis caput retropankreatik dari duktus bilier oleh striktur fibrotik pada kaput pankreas sering ditemukan. Komplikasi yang lain berupa obstruksi duodenal, thrombosis vena portal atau splenika disertai varises gaster atau esophagus, pseudo aneurisma arteri, abses pankreas, fistula kutaneus dan ascites pankreas. Bhasin DK, et all (2009) melaporkan 95,1% pasien pankreatitis kronik dengan gejala nyeri, 17,1% pasien dengan diabetes dan 46,3% pasien dengan kalsifikasi pancreas.2.6 Diagnosis 1. Pemeriksaan FisikSangat sedikit pemeriksaan fisik untuk mendiagnosis atau spesifik pada pankreatitis kronik. Pasien umumnya tampak bergizi cukup dan nyeri abdomen ringan hingga sedang. Pada pasien alkoholik kronik dengan stadium lanjut, penurunan berat badan dan malnutrisi dapat ditemukan, atau ditemukan tanda-tanda stigmata penyakit hati alkoholik primer. Ikterus dapat ditemukan pada penyakit hati alkoholik atau kompresi duktus biliaris pada caput pankreas. Pembesaran limpa jarang ditemukan, limpa membesar pada pasien dengan trombosis vena splenikus. Eritema pada epigastrium dan punggung dapat ditemukan akibat penggunaan obat topikal untuk mengurangi rasa sakit. 2. Pemeriksaan penunjangSejumlah besar pemeriksaan diagnostik untuk evaluasi fungsi dan struktur pankreas dapat dilakukan.2.1 pemeriksaan labolatoriumPada pemeriksaan laboratorium abnormal dapat ditemukan (1) inflamasi pankreas, (2) Insufisiensi eksokrin pankreas, (3) diabetes melitus, (4) obstruksi duktus bilier, (5) atau komplikasi lain seperti pseudokista atau thrombosis vena splenika.1. Pemeriksaan darah -Serum amylase dan lipase dapat sedikit meningkat atau tidak melebihi 3x batas normal pada pankratitis kronik, nilai yang tinggi ditemukan hanya pada serangan akut pankreatits.Pada stadium lanjut pankreatitis kronik, atrofi parenkim pankreas menyebabkan enzim serum dalam batas normal karena fibrosis pada pankreas yang berdampak pada konsentrasi enzim-enzim ini dalam pankreas.- Konsentrasi rendah serum tripsin relatif spesifik pada pankreatitis kronik stadium lanjut, tidak cukup sensitif pada pasien derajat ringan hingga sedang.-Pemeriksaan laboratorium kalsium serum dan trigliserida untuk mengindentifikasi faktor penyebab.2. Pengujian fesesSteatorea jika dicurigai dapat dinilai secara kualitatif dengan pewarnaan sudan. Karena uji kualitatif tidak cukup peka, test perlu dilakukan dengan diet tinggi lemak pada pasien. Steatore juga bisa dinilai secara kuantitatif dengan menentukan eksresi lemak tinja dalam 24jam setelah pasien memperoleh diet lemak 100gram. Tes biasanya dilakukan dalam 72 jam, dengan eksresi lebih dari 7gram lemak perhari dianggap diagnostic untuk malabsorpsi. Pasien dengan steatorea sering mengeluarkan lebih dari 20gram lemak perhari.3. Tes fungsi pancreasTes fungsi pancreas dapat membantu dalam mendiagnosis pasien yang mengalami sakit perut berulang tetapi memiliki hasil pencitraan dan labolatorium yang normal. Tes fungsi pancreas bisa dilakukan indirek (sederhana dan non-invansif) atau direk (invansif). Indirek tes mengukur kosekuensi dari insufisiensi pancreas. Pada tes fungsi pancreas direk, pancreas dirangsang melalui pemberian makanan atau sekretagog hormone. Setelah itu cairan duodenum di kumpulkan dan dianalisis untuk mengukur isi sekretori pancreas normal. Masalah utama dengan beberapa tes direk adalah sensitivitas rendah, terutama pada penyakit ringan. Hasil tes fungsi pancreas negative, tidak boleh mengenyampingkan diagnosis pancreatitis kronis.

2.2 pemeriksaan radiologi1. foto polos abdomenFoto rontgen memperlihatkan klasifikasi pancreas pada 25-59% pasien yang merupakan patogmonik pada pancreatitis konik. Klasifikasi primer muncul pada kalkuli intaductal baik pada duktus pankreatikus mayor maupun minor. Klasifikasi ini paling sering ditemukan pada pancreatitis alcohol.2.pemeriksaan bariumPada traktus gastrointestinal dapat memberikan informasi yang penting pada penanganan pasien pankreatitis kronik. Keterlibatan esophagus dan obstruksi biasanya disebabkabkan oleh ekstensi mediastinal oleh pseudokista. Pembesaran pankreas dapat menekan gaster. Varises gaster sebagai dampak sekunder thrombosis vena splenika dapat memberikan gambaran yang sama.3.ultrasonografi4.CT scanCT scan sangat baik untuk pencitraan retroperitoneum, dan bermanfaat membedakan pankreatitis kronik dengan karsinoma pankreas. Perubahan yang dapat ditampilkan pada CT Scan berupa dilatasi duktus pankreatikus mayor, kalsifikasi, perubahan ukuran, bentuk, dan kontur, pseudokista, dan perubahan pada duktus bilier.CT Scan lebih sensitif dibandingkan foto polos dan ultrasonografi dalam pencitraan kalsifikasi.Tetapi kelemahannya, tidak bisa mendeteksi perubahan awal pankreatitis kronis dan menentukan tingkat kelainan duktus.5.Endoscopic retrograde cholangiopancreatography (ERCP)ERCP merupakan teknik yang sensitif dan spesifik untuk pankreatitis kronik walaupun invasif dan dapat menyebabkan episode akut pankreatitis dan ascending cholangitis. Kegunaan terpenting ERCP adalah untuk menilai kelainan stuktur seperti stenosis saluran, batu, dan kista.ERCP hanya digunakan untuk diagnostic karena komplikasi yang di timbulkannya.

2.7 Penatalaksanaan Penatalaksaan pankreatitis kronik bertujuan untuk menetapkan diagnosis, mengelola gejala dan komplikasi, secara medis atau non bedah, endoskopi dan bedah.

a. Penatalaksanaan Non Bedah

1. Perubahan pola hidupBerhenti mengkonsumsi alkohol dan rokok tembakau memiliki arti penting. Pasien yang terus mengkonsumsi alkohol mengalami gangguan fisik dan memiliki resiko kematian tiga kali lebih tinggi dibandingkan dengan yang berhenti.Rokok tembakau merupakan faktor resiko morbiditas dan mortalitas yang kuat dan independen pada pankreatitis kronik alkoholik.2. Penanganan nyeri abdomenUrutan penggunaan analgesik menurut World Health Organization (WHO) dimulai dengan analgesik non opioid, kemudian opioid ringan , sebelum menggunakan opioid yang lebih potent. Pada keadaan yang jarang, neurolisis plexux celiac (alkohol atau fenol) dan blok (bupivacaine dan triamcinolone) dapat diberikan dengan bantuan radiologi (tuntunan CT) atau endoskopi (EUS) , tetapi tingkat responnya relatif rendah dan jangka pendek. Intervensi terbaru untuk mengurangi nyeri difokuskan pada penggunaan octreotide ( untuk mengurangi sekresi pankreas dan cholesistokinin /CCK) atau proglumide dan loxiglumide (antagonis reseptor CCK), penekanan pada pentingnya stimulasi berlanjut CCK pada produksi nyeri pankreatik kronik.Celiac Plexus Blocade (CPB) telah digunakan untuk pengobatan nyeri selama beberapa tahun, yaitu dengan memberikan kortikosteroid dan anestesi lokal.LeBlank et all (2009) ,EUS CPB dengan kortikosteroid cukup bermakna untuk mengurangi nyeri pada pankreatitis kronik, tetapi tidak ada perbedaan yang bermagna pemberian 1 atau 2 injeksi kortikosteroid terhadap lama dan kekambuhan nyeri.3. Kegagalan fungsi endokrin dan eksokrina. SteatoreaTerapi untuk steatorea diarahkan pada memberikan jumlah enzim eksogen pankreas yang cukup ke dalam lumen usus. Penggunaan yang sesuai mengobati diare dan penurunan berat badan meskipun steatorea biasanya tidak terkoreksi sempurna. . Dosis enzim pankreas yang diberikan harus cukup tinggi untuk mengobati steatorea, tapi kenaikan berat badan yang signifikan jarang tercapai. Penanganan yang efektif biasanya membutuhkan setidaknya 30.000 IU lipase selama periode 4 jam prandial dan postprandial tetapi dosis yang lebih tinggi atau kombinasi dengan pompa proton inhibitor mungkin diperlukan.Manipulasi diet juga dapat membantu menangani malnutrisi dan malabsorbsi. Diet setidaknya mengandung jumlah sedang lemak (30%), tinggi protein (24%), dan rendah karbohidrat (40%). b. Diabetes melitusTerapi diabetes pada pasien pankreatitis kronik sama dengan penanganan pada pasien diabetes biasa, pemberian insulin juga dibutuhkan, tujuannya untuk mengontrol kehilangan glukosa melalui urin dibandingkan upaya mengontrol gula darah. Kontrol ketat gula darah biasanya diindikasikan pada satu subgroup, pasien dengan hiperlipidemik pankreatitis. Pada kelompok ini, diabetes merupakan penyakit primer dan kontrol ketat gula darah memungkinkan kontrol serum trigliserida.4. Diet makananDiet makanan rendah lemak dan tinggi protein dan karbohidrat direkomendasikan, terutama pada pasien dengan steatore. Batasannya tergantung pada keparahan malabsorbsi lemak, umumnya cukup intake 20 gram atau kurang.Defisiensi protein dan lemak bermakna tidak terjaadi hingga fungsi pankreas 90% hilang. Steatorea biasanya terjadi sebelum defisiensi protein karena penurunan aktivitas lipolisis lebih proteolisis.1Rekomendasi spesifik termasuk diet harian 2000-3000 kalori, terdiri dari 1,5 2 g/kgBB protein, 5-6 g/kg karbohidrat , dan 20-25% total kalori berupa lemak (kira-kira 50 75 gr) perhari.17Malabsorbsi vitamin larut lemak (A, D, E, dan K) dan vitamin B-12 mungkin terjadi. Suplemen oral enzim-enzim direkemondasikan.205. EndoskopiIndikasi terapetik ERCP termasuk penanganan batu, striktur, dan pseudokista. Dekompresi duktus dengan spincterotomy atau pemasangan stent menghilangkan nyeri pada kebanyakan pasien. Drainase endoskopi diindikasikan gejala atau komplikasi; regresi terjadi pada 70 hingga 86 persen pasien. Drainase ERCP pseudokista memberikan tingkat hilang nyeri serupa dengan pembedahan, dengan tingkat mortalitas yang sama atau lebih rendah. Pada pasien dengan batu bermakna , extracorporeal shock wave lithotripsy , dengan atau tanpa drainase endoskopi duktus pankreatikus, telah diajukan sebagai teknik yang aman, metaanalisis terbaru menyimpulkan bahwa teknik ini efektif untuk membersihkan duktus dan menghilangkan nyeri.b. PembedahanTindak bedah terdiri atas pankreatektomi parsial atau total, tergantung letak kelainannya. Beberapa pertimbangan untuk memilih tindakan bedah adalah ukuran dan anatomi saluran pancreas, distribusi pancreatitis pad apankreas, ada tidaknya pseudokista atau striktura saluran empedu, dan keadaan umum pasien. Jika dilatasi saluran pancreas 6cm, bedah riseksilah pilihannya. Hipertensi portal, ketagihan alcohol atau ketagihan opiate merupakan kontraindikasi pembedahan.Melalui foto rontgen dengan kontras yang diberikan melalui endoskop, di peroleh gambaran kelainan seluruh duktus. Jika kelainan terutama terletak di hulu pancreas, dapat dilakukan pankreatiko-duodenektomi menurut whipple.Untuk mempertahankan pylorus, dapat dilakukan operasi beger, yang merupakan ekstirpasi hulu pancreas tanpa menggangu lambung dan duodenum. Keuntungan operasi ini adalah jalan saluran tetap utuh, sehingga keadaan gizi penderita lebih baik. Tambahan lagi ekresi endokrin dan eksokrin pancreas umumnya dapat dipertahankan. Bila seluruh pancreas menunjukkan kelainan dan duktus pancreas tampak melebar, biasanya dilakukan yeyunoprankreatikkostomi menurut partington dan Rochelle. Pada operasi ini, duktus pancreas dibuka sepanjang pancreas dan diadakan anastomosis dengan jejunum secara roux-en-Y sehingga penyaluran eksresi eksrokrin tetap bebas.Bila kelainan hanya terletak diekor pancreas, dapat dipertimbangkan tindakan pankreatektomi parsial. Bila hulu pancreas rusak dan mengalami fibrosis, dapat dikerjakan autotranplantasi korpus dan ekor pancreas. Cangkokan ini ditempatkan di fosa iliaka memlalui anastomosis arteri lienalis pada arteri iliaca komunis atau pada arteri iliaca eksterna.

2.8 Prognosis Bergantung pada usia dan asupan alcohol yang masih di teruskan dan keseluruhannya kira-kira 25-30% meninggal dalam 10 tahun.

BAB IIIJURNAL UPDATE3.1 Abstrak Pankreatitis kronis (CP) adalah proses inflamasi progresif pankreas. Nyeri perut merupakan gejala tetap yang paling yang mempengaruhi kualitas hidup, selain diabetes mellitus, steatorea dan penurunan berat badan. Pilihan pengobatan telah berubah selama beberapa dekade terakhir dan bertujuan untuk meringankan gejala dengan upaya yang mungkin untuk mendukung atau meningkatkan fungsi endokrin dan eksokrin yang gagal. Pilihan pengobatan dengan cara operasi telah menunjukkan potensi untuk memberikan hasil yang lebih baik dalam waktu jangka panjang dibandingkan dengan peberian obat-obatan dan endoskopi dan luas dibagi ke dalam drainase, reseksi dan prosedur kombinasi hibrida. Pilihan ini didasarkan pada morfologi saluran pankreas utama, kehadiran massa kepala dan komplikasi terkait dari CP. Mengetahui sifat dasar dari penyakit, pancreatectomy keseluruhan tampaknya pilihan kuratif tetapi tidak tanpa morbiditas yang signifikan. Ada pergeseran paradigma baru terhadap organ sparing prosedur bedah dengan kesuksesan yang wajar. Meskipun kemajuan terbaru dalam modalitas pengobatan untuk CP kualitas hidup secara keseluruhan tetap moderat yang perlu lebih addressal.Keywords: Chronic pancreatitis, Surgical treatment, Drainage operation

3.2 Latar Belakang

Pankreatitis kronis (CP) merupakan karakteristik proses inflamasi jinak mampu menyebabkan sakit parah, diabetes mellitus, steatorea dan penurunan berat badan. Semua ini menyebabkan penurunan yang signifikan dalam kualitas hidup (QOL) pada pasien dengan CP. Dengan meningkatnya pemahaman tentang patofisiologi CP, modalitas berbagai terapi telah berkembang selama beberapa dekade terakhir. Selain modalitas farmakologis dan endoskopi, drainase dan reseksi bedah semakin sering dilakukan. Ketika ditunjukkan, operasi dapat mengatasi berbagai masalah klinis yang terkait dengan CP dan memiliki potensi untuk memberikan pereda nyeri tahan lama dan memadai dan perbaikan dalam kualitas hidup.

3.3 Indikasi untuk operasiSakit keras tetap indikasi umum. Indikasi lainnya adalah komplikasi dari CP, yaitu obstruksi bilier, obstruksi duodenum, gejala pseudocysts , fistula pankreas internal atau ascites pankreas yang gagal setelah pengobatan konservatif atau endoskopik, hipertensi portal, gejala setelah trombosis vena limpa atau portal, pseudoaneurysms dan massa di kepala pankreas atau kecurigaan keganasan. Indikasi kontroversial lainnya untuk operasi adalah pencegahan kekurangan eksokrin atau endokrin.

3.4 Tujuan operasi

Pembedahan harus sesuai dengan patomekanisme dari asal-usul nyeri pada CP untuk menghilangkan rasa sakit dan sekaligus mengatasi komplikasi terkait yang mungkin timbul akibat CP. Ada hipotesis yang berbeda yang mendukung peran operasi yang dilakukan tepat waktu dalam pelestarian endokrin dan fungsi eksokrin. Dengan mengurangi gejala-gejala yang tahan lama dan memadai, operasi harus memberikan kontribusi untuk rehabilitasi sosial dan peningkatan kualitas hidup. Keputusan memilih prosedur pembedahan yang tepat tergantung pada morfologi kelenjar, terutama ukuran saluran pankreas utama (MPD), kehadiran massa di kepala pancreas yang inflamasi, komplikasi terkait seperti obstruksi bilier, stenosis duodenum dan pseudocysts. Pasien dengan riwayat perdarahan gastrointestinal atau hipertensi portal memerlukan seleksi yang teliti. Massa di kepala pancreas, inflamasi CP sering kali sulit membedakan dari keganasan, baik sebelum operasi oleh radiologi penyelidikan atau selama operasi. Jaringan diagnosis negatif dari massa kepala pankreas yang diperoleh selama operasi harus ditafsirkan dengan hati-hati karena desmoplasia peritumoral dikenal. Meskipun prosedur resectional seperti pancreaticoduodenectomy (PD) dapat memecahkan masalah tersebut, pemilihan prosedur radikal seperti untuk massa kepala potensial pasti tetap menjadi keputusan yang sulit.

3.5 Prosedur

Intervensi bedah dikelompokkan dengan salah satu prosedur drainase atau reseksi dan telah berubah dari waktu ke waktu ke kategori ketiga gabungan drainase dan prosedur reseksiDrainase

-Duval Prosedur

- Puestow-Gillesby Prosedur

- Partington-Rochelle varian dari prosedur Puestow

reseksi

- Kausch-Whipple PD

- Pilorus-melestarikan pancreaticoduodenectomy (pppd)

- Beger operasi (duodenum-melestarikan pankreas reseksi kepala [DPPHR])Reseksi dan Drainase

- Frey prosedur

- Izbicki prosedur

Modifikasi Prosedur

- Berne modifikasi prosedur Beger

-Hamburg modifikasi prosedur Frey

Distal pancreatectomy

-Distal pancreatectomy-Subtotal atau total pancreatectomy dengan autotransplantation pankreas

3.6 Alasan untuk Prosedur Drainase

Dekompresi bedah saluran pankreas didasarkan pada asumsi bahwa saluran melebar merupakan hipertensi parenkim intraductal pankreas dan mungkin salah satu ayang menyebabkan nyeri pada CP. Konsep ini pertama kali didefinisikan oleh Coffey dan Link, namun, aplikasi klinis ditunjukkan oleh Duval dan Zollinger dengan melakukan pancreatectomy distal dan splenektomi, dan saluran di ekor pankreas terkuras melalui sebuah pancreaticojejunostomy end-to-side (PJ) yang dikenal sebagai Duval Prosedur (A). Prosedur ini secara teoritis efektif untuk obstruksi dominan antara ekor pankreas dan ampula. "Rantai danau ', yang bersifat dikenal CP, biasanya memiliki beberapa striktur duktus dan mungkin tidak dapat dikeringkan secara memadai oleh prosedur ini yang kemudian diwujudkan dengan terjadinya nyeri hebat yang berulang pasca operasi. Pada tahun 1956, Puestow dan Gillesby (B) Prosedur dimodifikasi Duval dengan menambahkan pancreaticojejunostomy longitudinal (LPJ) dengan tujuan secara efektif untuk mengalirkan saluran pankreas dengan beberapa striktur atau batu. Partington dan Rochelle (C) kemudian dimodifikasi prosedur Puestow-Gillesby dengan menghindari splenektomi dan pancreatectomy distal sebagai bagian dari prosedur dan menunjukkan bahwa nyeri dapat dicapai dengan LPJ saja sementara konsekuensi dari pancreatectomy distal dan splenektomi dapat dihindari .

3.7 Alasan untuk Prosedur Resectional

Tumor inflamasi kepala pankreas hadir dalam 30-50% pasien dengan CP dan telah didalilkan sebagai salah satu alasan yang mungkin untuk nyeri pada CP, selain itu dapat mengakibatkan stenosis dan obstruksi pada saluran empedu distal, stenosis duodenum dan MPD. Kepala pankreas disebut sebagai 'alat pacu jantung' dari penyakit tersebut. Resectional prosedur berurusan dengan massa kepala pankreas, dan karenanya prosedur Whipple (D) digunakan untuk pengobatan untuk CP di masa lalu. Kelemahan dari prosedur tersebut adalah reseksi organ lain yang normal seperti lambung distal, duodenum dan saluran empedu. Kemudian, pppd (E) dicoba dimana bagian perut yang diawetkan dengan harapan untuk meningkatkan hasil gizi. The radicality prosedur tetap sama dengan PD, meskipun manfaat tidak tercermin secara klinis. Meskipun terlalu radikal untuk CP, prosedur ini pada saat yang sama dapat menangani komplikasi terkait seperti saluran empedu pada stenosis, stenosis duodenum dan fistula pankreas internal. Massa kepala pankreas dengan kecurigaan keganasan yang terbaik ditangani oleh PD.

Beger (F) meliputi prosedur reseksi dari transeksi kepala pankreas termasuk vena portal pankreas sementara kontinuitas bilioenteric yang diawetkan. Pankreas distal dikeringkan oleh loop Roux dari jejunum melalui end-to-end atau end-to-side PJ, dan rongga resectional di kepala pankreas dikeringkan oleh lingkaran jejunum yang sama dengan anastomosis sisi ke sisi untuk sisa jaringan pankreas.

Lintang dari pankreas atas vena portal diperlukan di hampir semua prosedur resectional, yang pada CP tetap bagian yang paling menantang karena perpindahan atau kompresi sumbu vena portomesenteric. Ini mengarah pada perubahan prosedur drainase, yang berkaitan dengan hipertensi intraductal dan intraparenchymal bersama dengan perubahan morfologi di kepala pankreas dengan menghindari transaksi pankreas di leher.

Frey (G) memperkenalkan prototipe prosedur yang terdiri dari coring kepala pankreas dikombinasikan dengan LPJ seperti yang dijelaskan oleh Partington dan Rochelle, dan prosedur menghindari transeksi leher di atas vena portal. Menjadi sederhana untuk melakukan, telah diterima secara luas dan telah dimodifikasi dengan berbagai tingkat reseksi kepala pankreas bersama dengan proses uncinate dikenal sebagai modifikasi Hamburg. Prosedur ini tambahan berkaitan dengan saluran untuk proses uncinate serta mempertahankan bagian lambung dan kelangsungan saluran empedu umum, memberikan manfaat fisiologis dari kedua prosedur Frey dan duodenum-mempertahankan KEPALA PANKREAS pada prosedur reseksi yang dijelaskan oleh Beger.

3.8 Drainase Prosedur dan MPD Dilated

Diameter dari MPD bervariasi dari 3 sampai 5 mm. Debat pada ukuran saluran pankreas untuk membenarkan beberapa prosedur drainase bukanlah hal yang baru. Pusat pankreas utama percaya bahwa definisi dari saluran melebar tergantung pada pandangan ahli bedah terhadap kelayakan teknis untuk melakukan PJ daripada ukuran sebenarnya. Kebanyakan menganggap ukuran saluran minimal 8 mm cukup untuk melakukan PJ, sedangkan yang lain menganggap ukuran saluran dari 5 mm sebagai batas untuk melakukan operasi drainase dengan melakukan pancreatojejunostomy daripada PJ. Baru-baru ini Izbicki telah dijelaskan memanjang berbentuk V eksisi aspek ventral pankreas dikombinasikan dengan LPJ dijahit ke kapsul pankreas. Ini memiliki potensi untuk mengatasi kasus yang jarang terjadi pada pankreatitis duktal sclerosing atau 'penyakit saluran kecil' dengan diameter MPD kurang dari 3 mm.

3.9 Drainase Prosedur

PJ Lateral adalah prosedur yang aman dengan mortalitas di bawah 5%, dan nyeri jangka pendek adalah sekitar 80%, terutama pada pasien dengan MPD melebar. Fungsi eksokrin dan endokrin terjaga dengan baik setelah operasi, karena hilangnya jaringan pankreas fungsional minimal, namun peningkatan secara keseluruhan dalam parameter ini masi diperdebatkan. Peradangan berkelanjutan dapat terus meskipun sudah di operasi, yang akhirnya dapat menyebabkan kerusakan kelenjar. Jangka panjang tindak lanjut dari pasien menunjukkan bahwa rasa sakit sering kambuh selama periode waktu dan sekitar 40% dari mereka mengeluh sakit 2 tahun setelah operasi. Selain itu, manifestasi dari striktur bilier atau duodenum menjadi bukti lebih sering CPpada saluran besar, yang selanjutnya membatasi penerapan prosedur drainase murni.

3.10 Resectional Prosedur

Kausch-Whipple PD telah berkembang menjadi suatu prosedur yang aman, terutama pada pusat-pusat volume tinggi dengan tingkat kematian kurang dari 3%. Selain mencapai bantuan jangka pendek nyeri yang wajar, kepala pankreas yang berhubungan dengan komplikasi dapat ditangani secara bersamaan. Jangka panjang hasil di CP, bagaimanapun, adalah kurang. Pascaoperasi morbiditas berkisar antara 30% dan 50% dengan fungsi endokrin dan eksokrin yang kurang baik dibandingkan dengan prosedur reseksi lainnya. Dengan demikian, PD tidak lagi menjadi pilihan yang lebih disukai pada pasien dengan CP. Hasil dari pppd atas orang-orang dari PD klasik dicampur, mengenai manfaat yang sebenarnya. Meskipun percobaan terkontrol acak (RCT) yang tersedia untuk kanker kepala pankreas menunjukkan hasil yang sebanding, tidak ada penelitian secara acak ada untuk pengetahuan membandingkan PD dengan pppd pada pasien dengan CP. Jimenez et al. retrospektif mempelajari 72 pasien yang menjalani PD atau pppd untuk CP, menampilkan sebanding nyeri jangka panjang, status gizi, insiden diabetes mellitus dan kebutuhan penambahan enzim setelah operasi. Pasien menjalani pppd menunjukkan insiden yang lebih tinggi dari pengosongan lambung tertunda (33% vs 12%). Kedua prosedur ini awalnya dirancang untuk mengobati kanker kepala pankreas, sedangkan CP adalah penyakit jinak dan reseksi radikal seperti itu mungkin menjadi kontraproduktif.

Prosedur Beger berpotensi dapat menangani penghalang saluran empedu, saluran pankreas stenosis dan penyumbatan pembuluh retropancreatic dengan menghilangkan massa kepala pankreas yang inflamasi. Prosedur yang berhubungan dengan kematian bervariasi dari 0% sampai 2% dan morbiditas antara 15% dan 54%. Pada 5 tahun dari tindak lanjut, nyeri berkurangdengan melihat di sekitar 80% dari pasien fungsi eksokrin dan endokrin terjaga dengan baik. Dalam hal QOL, 69% dari pasien secara profesional direhabilitasi dan di 72% dari pasien indeks Karnofsky adalah antara 90% dan 100%. Tingkat kematian pada pasien dengan CP yang telah menjalani prosedur Beger pada 5 tahun masa tindak lanjut telah dilaporkan 9-12,6%, yang kontras dengan kematian dilaporkan dari 20-35% pada pasien CP tanpa pengobatan yang diamati selama periode 6-10 tahun. Ini mendukung manfaat jangka panjang dari prosedur Beger.

Beberapa RCT dibandingkan prosedur Beger dengan PD dan pppd. Klempa et al. melaporkan prosedur yang berhubungan dengan mortalitas dan morbiditas, 100% dari pasien setelah DPPHR adalah sakit gratis di tindak lanjut dari 3,5-5 tahun dibandingkan dengan 69% setelah PD. Prosedur Beger menyebabkan peningkatan yang signifikan dalam indeks massa tubuh (80% vs 29%). Buchler et al. pada 6 bulan follow-up disukai DPPHR atas pppd dalam hal penambahan berat badan yang signifikan (4.4 1.0 kg vs 2,1 1,2 kg) dan pereda nyeri (74% vs 47%,\). Makowiec et al. menunjukkan bahwa waktu operasi lebih pendek untuk DPPHR daripada untuk PD atau pppd (368 menit vs 435 menit). Meskipun berat badan yang lebih baik terlihat pada pasien setelah DPPHR, QOL adalah sama antara kedua prosedur. Sedangkan Witzigmann et al. melaporkan lebih QOL pada kelompok DPPHR, yang dikonfirmasi oleh Mbius et al. dalam studi non-radomized dengan tindak lanjut lebih dari 5 tahun. Hasil ini menunjukkan keunggulan DPPHR daripada PD dan pppd.

Sebuah penelitian terkontrol acak membandingkan prosedur Frey dengan pppd menunjukkan morbiditas signifikan lebih rendah untuk mantan (19% vs 53%), sedangkan setelah median follow up 24 bulan kedua kelompok mengalami nyeri sebanding (94% vs 95%) , tapi QOL lebih baik dengan prosedur Frey (71% vs 43%). Membandingkan prosedur Beger dengan Frey prosedur (RCT), penghilang rasa sakit (berkisar antara 93% dan 95%), kontrol komplikasi ke organ yang berdekatan (Frey 91%, 92% Beger) dan perbaikan dalam kualitas hidup (kenaikan 58-67% dalam indeks kualitas hidup secara keseluruhan) adalah hamper sama. Fungsi endokrin dan eksokrin pankreas tidak berbeda antara kedua kelompok. Ada kecenderungan morbiditas keseluruhan yang lebih rendah untuk Frey prosedur (Frey: 9-22% vs Beger: 20-32%). Meskipun hasil jangka panjang tampaknya menunjukkan bahwa kedua pendekatan mungkin sama-sama efektif, prosedur tidak dapat disukai dibanding yang lain berdasarkan laporan saat ini .. Baru-baru ini, GLOOR et al. memperkenalkan modifikasi prosedur Beger dan Frey, yang menggabungkan keunggulan dari kedua (Berne modifikasi). Farkas et al. melaporkan hasil prosedur Berne pada 30 pasien selama rata-rata tindak lanjut dari 10 bulan. Semua pasien bebas dari gejala, tidak terkait dengan pembedahan komplikasi parah dan menunjukkan fungsi eksokrin ditingkatkan dengan fungsi endokrin tidak berubah. Temuan ini didukung oleh penelitian lain oleh Andersen dan Topazian. Sebuah RCT sedang berlangsung untuk membandingkan prosedur ini dengan bentuk-bentuk DPPHR (Beger dan Frey), dan laporan yang ditunggu.Prosedur Izbicki pada 13 pasien dengan rata-rata tindak lanjut dari 30 bulan menunjukkan bahwa itu adalah (angka kematian 0%, morbiditas 15,4%) aman dan efektif (92% menghilangkan gejala) alternatif untuk prosedur reseksi lain dan memberikan rasa sakit (nyeri median skor menurun 95%) dan peningkatan dalam indeks kualitas hidup global sebesar 67%).

Disebutkan di atas prosedur yang dirancang untuk mengobati CP dengan massa kepala pankreas. Namun, kasus yang jarang terjadi dari CP dalam tubuh pankreas atau ekor dapat berhasil diobati dengan pancreatectomy distal, sedangkan laporan dari pancreatectomy total CP telah menunjukkan hasil yang buruk untuk keseluruhan.

3.11 Salvage Operasi

Bahkan dengan hasil awal yang sangat baik setelah operasi untuk CP, kekambuh memang terjadi. Ini menimbulkan pertanyaan dari pemilihan pasien yang tepat dan pilihan prosedur. Sebagian besar kambuh timbul dalam sisa kepala pankreas, menunjukkan bahwa baik reseksi bedah tidak memadai atau penyakit itu lebih agresif. Pankreas reseksi kepala Revisional dapat disarankan jika operasi utama telah meninggalkan terlalu banyak jaringan di daerah kepala pankreas atau alternatif pppd / PD dapat dilakukan untuk pengendalian pasti dari penyakit ini terbatas pada kepala pankreas. Karena tidak ada prosedur Redo sederhana, mereka harus dilakukan di pusat-pusat yang berpengalaman. Kehadiran striktur bilier di sisa kepala pankreas setelah prosedur Beger atau Frey tanpa bukti morfologi kekambuhan penyakit ini kemungkinan karena iskemia dari saluran empedu intrapancreatic. Dalam situasi ini, sebuah anastomosis bilioenteric adalah prosedur pilihan. Dalam kasus kekambuhan penyakit dari tubuh dan ekor, baik setelah prosedur Beger atau setelah PD / pppd, V-berbentuk drainase prosedur seperti yang dijelaskan oleh Izbicki adalah pilihan yang layak, karena alternatif pancreatectomy total terlalu parah untuk penyakit jinak.

3.12 Bedah vs EndoTherapy

Karena kemajuan dalam instrumentasi endoskopi, telah terjadi munculnya terapi endoskopik untuk pengelolaan nyeri pada CP. Beberapa laporan telah menunjukkan bahwa terapi endoskopi bertujuan untuk dekompresi sebuah saluran pankreas yang terhambat dapat dikaitkan dengan rasa sakit. Beberapa penelitian telah membandingkan pendekatan endoskopik dengan operasi. Sebuah uji coba terakhir Belanda acak terkontrol dibandingkan terapi endoskopik dengan drainase bedah dan menyarankan bahwa drainase bedah lebih efektif dalam mengurangi obstruksi dan mencapai rasa sakit. Namun, sebagian besar pusat masih mencoba terapi endoskopi sebelum operasi kecuali ada kecurigaan untuk kanker pankreas mungkin karena bias rujukan.

3.13 Bedah Neuroablative vs Prosedur

Data neurolysis ganglion celiac untuk pengelolaan nyeri pada CP yang terbatas dan peran yang tepat tidak jelas. Endoskopi ultrasound-dipandu prosedur telah menunjukkan keberhasilan yang wajar dan dianggap paling tidak invasif dan relatif aman. Satu-sepertiga sampai setengah dari pasien telah menunjukkan penurunan baik dari rasa sakit dalam jangka pendek tindak lanjut, namun hanya 10% dari mereka tampaknya menunjukkan manfaat pada 24 minggu. Banyak penelitian menunjukkan bahwa hasil yang baik awal dicapai oleh penurunan prosedur neuroablative dengan waktu berlalu dibandingkan dengan lega tahan lama yang diperoleh dari prosedur bedah konvensional. Lebih dari dua-pertiga dari pasien pada akhirnya akan memerlukan pembedahan lagi. Pasien yang berada pada risiko tinggi untuk operasi atau menyangkalnya dan siapa yang telah gagal untuk menanggapi manajemen bedah dapat ditawarkan prosedur neuroablative, meskipun data yang lebih besar diperlukan untuk mendukung peran rutinnya.

3.14 Peran autotransplantation Pankreas

Pembedahan untuk CP telah berevolusi menuju organ-sparing prosedur, menjaga tubuh dan ekor kelenjar. Kebutuhan untuk reseksi pankreas yang luas subtotal atau total karena itu sangat terbatas dan harus digunakan sebagai pengobatan pilihan terakhir karena insufisiensi endokrin parah. Dalam kelompok-kelompok kecil pasien yang menjalani pancreatectomy luas, upaya harus dilakukan untuk mempertahankan fungsi islet dengan menawarkan autotransplantation pankreas segmental atau autotransplantation islet sel. Hasil fungsional dari prosedur tergantung pada jumlah massa sel islet residual fungsional, hilangnya sel selama teknik transplantasi yang digunakan dan keberhasilan dari prosedur itu sendiri. Cangkok segmental telah menunjukkan hasil jangka panjang lebih baik fungsi dari autotransplantation sel islet, namun, baik teknik yang berkembang dan lebih banyak pengalaman dengan mereka diperlukan. Meskipun persentase yang tinggi dari pasien akhirnya membutuhkan insulin, diabetes mellitus dapat dicegah di beberapa dan tertunda pada orang lain. Sebagian besar penderita diabetes stabil dan lebih mudah untuk mengelola dibandingkan dengan pasien yang menjalani pancreatectomy total dan tidak ada autotransplant.

3.15 Kualitas Kehidupan setelah Bedah untuk CP

Data pada kualitas hidup setelah operasi untuk CP jarang dan hasilnya sulit untuk menafsirkan dengan alasan bahwa kuesioner yang berbeda dan non-spesifik yang digunakan. Sebuah laporan baru-baru ini di Belanda menganalisis 155 pasien setelah operasi untuk CP menggunakan kuesioner divalidasi selama rata-rata tindak lanjut dari 5-6 tahun. Sebanyak 111 dilakukan reseksi dan 46 prosedur drainase. Lima puluh tujuh pasien mengalami komplikasi utama, dan tingkat kematian di rumah sakit adalah 1-3%. Setelah operasi jumlah pasien yang membutuhkan analgesik berkurang (P