8
Sistem Peringatan Dini untuk Bencana Banjir/Longsor Berbasis Data Penginderaan Jauh Studi Kasus: Banjir/Longsor di Kabupaten Cianjur, Nopember 2008 Parwati a) , Nanik Suryo Haryani b) , Any Zubaidah a) dan Fajar Yulianto b) a) Peneliti Iklim b) Peneliti banjir dan longsor Bidang Pemantauan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional Email: parwati [email protected] Ringkasan Bencana banjir/longsor sering melanda Indonesia terutama pada musim hujan. Sistem Peringatan Dini bahaya banjir sangat bermanfaat bagi masyarakat untuk meminimalisir dampak yang ditimbulkan. Penelitian ini menunjukkan kemampuan teknologi remote sensing dalam memberikan informasi yang berkaitan dengan banjir/longsor secara cepat dan terkini terutama dalam memantau kondisi curah hujan secara intensif dan kondisi penutup lahannya. Studi kasus yang dipilih adalah kejadian banjir/longsor di Kabupaten Cianjur Jawa Barat pada tanggal 14 Nopember 2008, yang menelan korban jiwa sebanyak 15 orang. Analisis data satelit cuaca MTSAT, TRMM, dan Qmorph menunjukkan curah hujan yang cukup tinggi dan intensif selama periode tanggal 11-13 Nopember 2008. Curah hujan yang tinggi dan intensif ditambah dengan kondisi kelerengan yang terjal serta adanya perubahan tutupan lahan yang signifikan di Kecamatan Campaka dan Kecamatan Cibeber, Kabupaten Cianjur Jawa Barat menyebabkan banjir/longsor. Antisipasi bencana banjir/longsor dapat dilakukan dengan melakukan pemantauan intensif kondisi curah hujan yang bersifat dinamis di atas wilayah- wilayah yang berpotensi terjadinya banjir/longsor. Data penginderaan jauh dapat digunakan sebagai salah satu alat untuk mendukung Sistem Peringatan Dini bencana banjir/longsor. Kata kunci : Banjir/longsor, curah hujan, penutup lahan, lereng, data satelit penginde- raan jauh (TRMM, MTSAT,QMorph, MODIS, SRTM) 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Bencana banjir sejak awal bulan Nopember 2008 telah melanda di sebagian wilayah Indone- sia seperti di Pontianak (Kalimantan Barat), Langkat dan Medan (Sumatera Utara), Mamuju (Sulawesi Barat), Samarinda (Kalimantan Timur), Cianjur (Jawa Barat), Padang (Sumatera Barat), dan Banyumas (Jawa Tengah). Curah hujan yang tinggi dan intensif, serta adanya perubahan kondisi penutup lahan dari bervegetasi menjadi tak bervegetasi menjadi unsur uta- ma penyebab terjadinya banjir/longsor di berbagai tempat. Untuk mengantisipasi terjadinya bencana banjir/longsor dibutuhkan pemantauan curah hujan secara intensif (harian atau tiap jam) yang up to date di wilayah-wilayah yang rawan banjir/longsor. Pengamatan secara langsung di lapangan dalam cakupan wilayah yang luas dirasakan tidak efisien dalam segi waktu dan biaya, sementara bencana banjir dan longsor datang tidak mengenal waktu sehingga diperlukan informasi secara cepat dan terkini guna mengantisipasi kejadian dan dampak bencana banjir/longsor. Teknologi penginderaan jauh yang mempunyai kemampuan untuk memantau kondisi lahan serta curah hujan secara intensif dan up to date berusaha untuk menjawab tantangan dalam memberikan informasi tersebut sebagai salah satu bagian dari upaya Sistem Peringatan Dini terhadap bencana banjir dan longsor. PIT MAPIN XVII, Bandung 10-12-2008 407

Par Wati

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Par Wati

Sistem Peringatan Dini untuk Bencana Banjir/LongsorBerbasis Data Penginderaan Jauh

Studi Kasus: Banjir/Longsor di Kabupaten Cianjur, Nopember 2008

Parwatia), Nanik Suryo Haryanib), Any Zubaidaha) dan Fajar Yuliantob)

a)Peneliti Iklimb)Peneliti banjir dan longsor

Bidang Pemantauan Sumberdaya Alam dan LingkunganLembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional

Email: parwati [email protected]

Ringkasan

Bencana banjir/longsor sering melanda Indonesia terutama pada musim hujan. SistemPeringatan Dini bahaya banjir sangat bermanfaat bagi masyarakat untuk meminimalisirdampak yang ditimbulkan. Penelitian ini menunjukkan kemampuan teknologi remote sensingdalam memberikan informasi yang berkaitan dengan banjir/longsor secara cepat dan terkiniterutama dalam memantau kondisi curah hujan secara intensif dan kondisi penutup lahannya.Studi kasus yang dipilih adalah kejadian banjir/longsor di Kabupaten Cianjur Jawa Baratpada tanggal 14 Nopember 2008, yang menelan korban jiwa sebanyak 15 orang. Analisis datasatelit cuaca MTSAT, TRMM, dan Qmorph menunjukkan curah hujan yang cukup tinggi danintensif selama periode tanggal 11-13 Nopember 2008. Curah hujan yang tinggi dan intensifditambah dengan kondisi kelerengan yang terjal serta adanya perubahan tutupan lahan yangsignifikan di Kecamatan Campaka dan Kecamatan Cibeber, Kabupaten Cianjur Jawa Baratmenyebabkan banjir/longsor. Antisipasi bencana banjir/longsor dapat dilakukan denganmelakukan pemantauan intensif kondisi curah hujan yang bersifat dinamis di atas wilayah-wilayah yang berpotensi terjadinya banjir/longsor. Data penginderaan jauh dapat digunakansebagai salah satu alat untuk mendukung Sistem Peringatan Dini bencana banjir/longsor.

Kata kunci : Banjir/longsor, curah hujan, penutup lahan, lereng, data satelit penginde-raan jauh (TRMM, MTSAT,QMorph, MODIS, SRTM)

1 Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Bencana banjir sejak awal bulan Nopember 2008 telah melanda di sebagian wilayah Indone-sia seperti di Pontianak (Kalimantan Barat), Langkat dan Medan (Sumatera Utara), Mamuju(Sulawesi Barat), Samarinda (Kalimantan Timur), Cianjur (Jawa Barat), Padang (SumateraBarat), dan Banyumas (Jawa Tengah). Curah hujan yang tinggi dan intensif, serta adanyaperubahan kondisi penutup lahan dari bervegetasi menjadi tak bervegetasi menjadi unsur uta-ma penyebab terjadinya banjir/longsor di berbagai tempat. Untuk mengantisipasi terjadinyabencana banjir/longsor dibutuhkan pemantauan curah hujan secara intensif (harian atau tiapjam) yang up to date di wilayah-wilayah yang rawan banjir/longsor.

Pengamatan secara langsung di lapangan dalam cakupan wilayah yang luas dirasakan tidakefisien dalam segi waktu dan biaya, sementara bencana banjir dan longsor datang tidak mengenalwaktu sehingga diperlukan informasi secara cepat dan terkini guna mengantisipasi kejadian dandampak bencana banjir/longsor. Teknologi penginderaan jauh yang mempunyai kemampuanuntuk memantau kondisi lahan serta curah hujan secara intensif dan up to date berusaha untukmenjawab tantangan dalam memberikan informasi tersebut sebagai salah satu bagian dari upayaSistem Peringatan Dini terhadap bencana banjir dan longsor.

PIT MAPIN XVII, Bandung 10-12-2008

407

Page 2: Par Wati

Pemanfaatan teknologi satelit penginderaan jauh untuk memantau kondisi curah hujan dapatdilakukan melalui satelit lingkungan dan cuaca, seperti MTSAT (Multifunction Transport Sate-llite), TRMM (Tropical Rainfall Measurement Mission), dan data QMorph yang curah hujannyadiperoleh dari beberapa satelit geostasioner. Data MTSAT memberikan informasi kondisi liput-an awan yang dapat merepresentasikan peluang hujan rendah hingga tinggi. Data MTSAT dapatdiperoleh setiap jam dengan resolusi spasial 5 km. Data TRMM memberikan informasi curahhujan setiap 3 jam dengan resolusi spasial 27 km, sedangkan data QMorph dapat memberikaninformasi curah hujan setiap 30 menit dengan resolusi spasial 8 km. Aplikasi data TRMM jugatelah banyak digunakan untuk menganalisis bencana banjir dan longsor diantaranya yaitu Honget al (2006, 2007), dan Naranjo (2007).

Sementara itu, kondisi fisik lahan dari data satelit yang dapat dianalisis berkaitan dengan ben-cana banjir/lonsor adalah kelerangan dari DEM (Digital Elevation Model) SRTM (Shuttle Ra-dar Topography Mission) dan penutup lahan dari data MODIS (Moderate Resolution ImagingSpectroradiometer). Antisipasi bencana banjir/longsor semestinya dapat dilakukan dengan me-lakukan pemantauan intensif kondisi curah hujan yang bersifat dinamis di atas wilayah-wilayahyang berpotensi menyebabkan terjadinya banjir/longsor. Data penginderaan jauh dapat digu-nakan sebagai salah satu alat untuk mendukung Sistem Peringatan Dini bencana banjir/longsor.

1.2 Tujuan

Tulisan ini akan mengemukakan bagaimana data penginderaan jauh dalam memonitoring cu-rah hujan serta kondisi lahan dalam kaitannya dengan bencana banjir/longsor di KabupatenCianjur (Jawa Barat) yang terjadi pada tanggal 14 November 2008. Seperti diketahui, bencanabanjir/longsor di Cianjur telah menimbulkan korban jiwa sedikitnya 15 orang meninggal, 276unit rumah mengalami rusak berat dan 226 unit rumah rusak ringan (BNPB, 2008).

2 Data dan Metode

2.1 Data

Data satelit lingkungan dan cuaca yang digunakan untuk menganalisis terjadinya banjir/longsordalam kajian ini adalah data MTSAT, QMorph dan TRMM periode tanggal 11 14 Nopember2008. Sedangkan untuk memprediksi kondisi curah hujan bulanan digunakan informasi curahhujan yang diperoleh dari prediksi OLR (Outgoing Longwave Radiation) dari data NOAA.

Kondisi perubahan penutup lahan dianalisis dengan menggunakan data MODIS resolusi 250 mtanggal 18 Mei 2007 dan 28 Mei 2008. Kemudian untuk mengetahui kondisi topografi wilayahdigunakan data DEM (Digital Elevation Model) dari SRTM (Shuttle Radar Topography Mission)dengan resolusi 90 m.

Data lapangan yang digunakan adalah data daerah genangan dari Departemen Pekerjaan Umumyang sudah diupdate dengan informasi genangan yang dianalisis dari citra satelit Landsat tahun2006.

2.2 Metode

Analisis yang dilakukan dibagi menjadi 2 bagian, yaitu: a). analisis terjadinya banjir/longsor,dan b). analisis prediksi banjir. Pada analisis terjadinya banjir/longsor dilakukan pengamatankondisi curah hujan secara temporal pada periode tanggal 11-14 Nopember 2008, kemudianjuga dianalisis perubahan kondisi tutupan lahan dengan data MODIS, serta kondisi topografidengan data DEM-SRTM di wilayah Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Sementara itu, padaanalisis prediksi banjir dilakukan overlay antara informasi daerah genangan dengan prediksi

408

Page 3: Par Wati

curah hujan bulanan hasil keluaran model prediksi OLR. Pada penelitian ini ditampilkan prediksibanjir 2008/2009 wilayah Pulau Jawa.

3 Hasil dan Pembahasan

3.1 Analisis Terjadinya Banjir/Longsor di Kabupaten Cianjur-Jawa Barat

3.1.1 Kondisi dan Prediksi Curah Hujan

Berkaitan dengan musim hujan 2008/2009, terlihat dari citra satelit MTSAT kondisi keawananmeliputi hampir seluruh wilayah Indonesia pada tanggal 13 November 2008. Hal ini dipenga-ruhi oleh posisi matahari yang berada di belahan bumi selatan pada bulan November yangmenyebabkan adanya penguapan intensif serta konveksi awan yang cukup kuat di belahan bumiselatan. Pada citra MTSAT juga terlihat bahwa kondisi liputan awan meliputi hampir selu-ruh wilayah P.Jawa, khususnya di wilayah Jawa Barat yang cukup tinggi sehingga berpotensimenimbulkan curah hujan yang lebat (Gambar 1).

Gambar 1: Citra MTSAT tanggal 13 Nopember 2008 jam 10 WIB.

Data MTSAT kanal inframerah yang diterima kemudian diolah menjadi suhu kecerahannya(brightness temperature) dan diklasifikasikan potensi hujannya berdasarkan tinggi rendahnyasuhu kecerahan awan. Semakin rendah suhu awan akan menyebabkan terjadinya kondensasisehingga berpotensi tinggi untuk menimbulkan hujan, sebaliknya semakin tinggi suhu awan makapotensi hujannya rendah. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya diketahui bahwa potensihujan sangat lebat terdapat pada suhu kecerahan awan di bawah 200 K, potensi hujan lebatpada kisaran 200-220K, potensi hujan sedang pada kisaran 220-240 K, potensi hujan ringanpada kisaran 240-260 K, dan kondisi cerah pada suhu kecarahan di atas 260 K.

Hasil pemantauan liputan awan dari data MTSAT periode 11 14 November 2008 di KabupatenCianjur (Jawa Barat) menunjukkan bahwa kondisi awan yang berpotensi menimbulkan curahhujan lebat (berwarna kuning) hingga sangat lebat (berwarna merah) meliputi wilayah Kabu-paten Cianjur dan sekitarnya sejak tanggal 11 November hingga 14 November 2008 (Gambar2).Sementara itu, hasil pemantauan curah hujan dari data TRMM pada Gambar 3 terlihat bahwahujan telah terjadi di wilayah Sukabumi Cianjur sejak tanggal 11 hingga 14 Nopember 2008

409

Page 4: Par Wati

Gambar 2: Liputan awan berpeluang hujan rendah (warna cyan) hingga tinggi (warna merah)dari data MTSAT periode tanggal 11 14 Nopember 2008. Wilayah Cianjur dan sekitarnyaditandai dengan lingkaran merah.

dengan intensitas curah hujan sebesar 5 35 mm di setiap 3 jam. Terpantau dari TRMM padatanggal 13 Nopember 2008 selama 3 jam (19.00 22.00 WIB) terjadi hujan di wilayah SukabumiCianjur dengan intensitas sebesar 25 35 mm.

Gambar 3: Curah hujan durasi 3 jam dari TRMM periode tanggal 11 14 Nopember 2008.Wilayah Cianjur dan sekitarnya ditandai dengan lingkaran merah.

410

Page 5: Par Wati

Secara lebih detil dalam skala jam, data Qmorph mampu mengamati kondisi curah hujan yangmemicu terjadinya bencana longsor di Cianjur pada tanggal 14 Nopember 2008. Terlihat padaGambar 4 curah hujan di wilayah Sukabumi Cianjur secara intensif telah terjadi selama 6 jamdengan intensitas sebesar 5-15 mm/jam pada tanggal 13 Nopember 2008 dari jam 19.00 24.00WIB.

Gambar 4: Curah hujan durasi 1 jam dari QMorph tanggal 13 Nopember 2008 jam 19.00 24.00WIB. Wilayah Cianjur dan sekitarnya ditandai dengan lingkaran merah.

Sejak tahun 1999 LAPAN telah mengembangkan dan mengoperasionalkan model prediksi curahhujan bulanan di Indonesia berdasarkan suhu permukaan laut Pasifik Tropik. Model prediksicurah hujan ini dapat memprediksi kondisi curah hujan secara global di Indonesia untuk 4 bulanke depan. Adapun hasil prediksi curah hujan di Indonesia berdasarkan data suhu permukaanlaut Pasifik Tropik bulan Oktober 2008 untuk periode Desember 2008 hingga Maret 2009 dapatdilihat pada Gambar 5. Khusus untuk P. Jawa, kondisi hujan pada bulan Desember 2008diprediksikan mencapai 250-300 mm, kemudian meningkat mencapai 250 350 mm pada bulanJanuari 2009 terutama di wilayah Jawa Tengah dan sebagian Jawa Timur. Curah hujan diP.Jawa pada bulan Februari 2009 diprediksikan menurun dibandingkan bulan Januari 2009,yaitu berkisar antara 250 300 mm, kemudian curah hujan cenderung menurun pada bulanMaret 2008 berkisar antara 200 300 mm. Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa curahhujan di P.Jawa diprediksikan akan mengalami puncaknya pada bulan Januari 2009, terutamawilayah di Provinsi Jawa Tengah dan sebagian Provinsi Jawa Timur bagian utara.

411

Page 6: Par Wati

Gambar 5: Prediksi curah hujan bulan Desember 2008 hingga Maret 2009 berdasarkan datasuhu permukaan laut Pasifik Tropik bulan Oktober 2008.

3.1.2 Kondisi Fisik Lahan

Kondisi fisik lahan yang dapat diamati melalui data satelit penginderaan jauh dalam kaitannyadengan bencana banjir adalah kondisi topografi lahan dan kondisi penutup lahan. Kondisi topo-grafi lahan bisa dianalisis berdasarkan data DEM dari SRTM dengan resolusi 90 m, sedangkankondisi liputan lahan bisa dianalisis dari data MODIS dengan resolusi spasial 250 m.

Dari Citra Digital Elevation Model (DEM-SRTM ) pada Gambar 6 terlihat bahwa topografidi lokasi kejadian longsor di Kecamatan Campaka dan Kecamatan Cibeber merupakan dae-rah perbukitan yang bergelombang agak terjal hingga terjal, dengan ketinggian antara 500 msampai dengan 2000 m. Kemiringan lereng yang terjal menyebabkan material longsoran akanmudah bergerak dan lereng menjadi tidak stabil dan arah pergerakannya mencari keseimbangan,sehingga terjadi gerakan tanah atau yang disebut longsor.Sementara itu, kondisi penutup lahan dari citra satelit MODIS tahun 2007 (perekaman tanggal18 Mei 2007) dan citra satelit MODIS tahun 2008 (perekaman tanggal 28 Mei 2008) tampak jelasadanya perubahan penutup lahan di lokasi bencana longsor (pada batas warna biru tua). Daricitra MODIS Tahun 2007 yang semula masih berupa lahan yang bervegetasi pada citra tampakwarna hijau, sedangkan pada citra MODIS Tahun 2008 sudah berubah menjadi lahan terbukadan pemukiman/lahan yang terbangun dimana pada citra tampak warna pink dan merah. Halini akan sangat berpengaruh terhadap kondisi lahan di daerah tersebut. Perubahan penutuplahan selain di lokasi kejadian longsor, juga terjadi perubahan penutup lahan di sekitar lokasikejadian longsor tersebut. Hal ini dapat dilihat pada citra penutup lahan daerah sekitarnyayang ditandai batas warna merah, hijau muda dan hijau tua dan pink (Gambar 7).

Lahan yang ada di sekitar lokasi kejadian longsor pada umumnya berupa kebun campuran padalereng bagian atas, sedangkan pada lereng bagian tengah berupa permukiman, dan lereng padabagian kaki bukit berupa pesawahan. Tata guna lahan pada lokasi kejadian longsor yang berupakebun campuran sifat tanahnya selalu gembur. Jika kondisi tanah yang gembur ditambah denganadanya curah hujan yang terus menerus sehingga air mudah meresap ke dalam tanah, akibatnyabobot tanah bertambah dan tanah menjadi tidak stabil atau mudah bergerak sehingga akanmudah terjadi longsor.

412

Page 7: Par Wati

Gambar 6: Citra DEM-SRTM wilayah Kabupaten Cianjur dan sekitarnya.

Gambar 7: Perubahan tutupan lahan dari citra MODIS pada bulan Mei tahun 2007 dan 2008

3.2 Analisis Prediksi Banjir/Longsor 2008/2009

Pada wilayah-wilayah yang mengalami perubahan penutup lahan dalam cakupan yang cukup lu-as terlebih wilayah tersebut merupakan daerah rawan bencana banjir/longsor maka perlu diwas-padai ancaman bencana banjir/longsor jika suatu saat hujan lebat datang dalam kurun waktuyang intensif. Oleh karenanya dengan mengetahui prediksi kondisi curah hujan, maka bencanabanjir/longsor dapat diantisipasi terutama pada daerah-daerah yang rawan banjir/longsor.

Contoh aplikasi prediksi curah hujan dalam memprediksi bencana banjir pada bulan Desember2008 dapat diuraikan sebagai berikut. Berdasarkan prediksi curah hujan bulan Desember 2008yang dioverlay dengan peta daerah genangan P. Jawa, telah dihasilkan prediksi daerah potensibanjir di wilayah tersebut. Hasil prediksi daerah potensi banjir di Pulau Jawa untuk bulanDesember 2008 dapat dilihat pada Gambar 8. Lokasi prediksi potensi banjir di P. Jawa, terjadidi 5 provinsi yaitu Provinsi Banten (6 kabupaten), DKI Jakarta (5 kota kodya), Provinsi JawaBarat (19 kabupaten), Provinsi Jawa Tengah (29 kabupaten) dan Provinsi Jawa Timur (13kabupaten).

413

Page 8: Par Wati

Gambar 8: Prediksi potensi banjir di Pulau Jawa pada bulan Desember 2008

4 Kesimpulan

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa data satelit penginderaan jauhmampu memberikan informasi kondisi bencana banjir/longsor melalui pemantauan kondisi cu-rah hujan serta dari kondisi fisik lahan berupa kelerengan dan perubahan tutupan lahannya.Kondisi curah hujan yang terjadi intensif ditambah dengan kondisi kelerengan yang terjal daridata DEM-SRTM serta adanya perubahan tutupan lahan dari data MODIS yang signifikan diKecamatan Campaka dan Kecamatan Cibeber, Kabupaten Cianjur Jawa Barat telah menye-babkan terjadinya banjir/longsor di wilayah tersebut.

Antisipasi bencana banjir/longsor semestinya dapat dilakukan dengan melakukan pemantau-an intensif kondisi curah hujan yang bersifat dinamis di atas wilayah-wilayah yang berpotensimenyebabkan terjadinya banjir/longsor. Namun hendaknya antara informasi yang disampaikanditindaklanjuti dengan tindakan pencegahan di lapangan, untuk itu perlu dilakukan upaya sosi-alisasi dan kerjasama yang intensif antara instansi pemerintah serta berbagai pihak yang terkaitguna mengurangi kerugian yang terjadi akibat bencana banjir/longsor.

Daftar Pustaka

Hong, Yang, R.F. Adler, A. Negri, and G.J. Huffman, 2007: Flood and Landslide Applications ofNear Real-time Satellite Rainfall Estimation, Journal of Natural Hazards, DOI: 10.1007/s11069-006-9106-x.

Hong, Y., Adler, R., and Huffman, G. ( 2006). Evaluation of the potential of NASA multi-satellite precipitation analysis in global landslide hazard assessment. Geophysical ResearchLetters, 33, L22402, doi:10.1029/2006GL028010.

Naranjo, L. 2007. Satellite Monitors Rains that Trigger Landslides. Earth Observatory. NASA.

414