Upload
yuga-parsadaan
View
96
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
II. Parasitologi
SKABIES
A. Morfologi dan Siklus Hidup Skabies
Sarcoptes scabiei termasuk filum Arthopoda , kelas Arachnida, ordo Ackarina,
superfamili Sarcoptes. Pada manusia disebut Sarcoptes scabiei var. hominis. Kecuali itu
terdapat S. scabiei yang lainnya pada kambing dan babi.
Morfologi
Secara morfologik merupakan tungau kecil, berbentuk oval, punggungnya cembung
dan bagian perutnya rata. Tungau ini transient, berwarna putih kotor, dan tidak bermata.
Ukurannya yang betina berkisar antara 330 – 450 mikron x 250 – 350 mikron, sedangkan
yang jantan lebih kecil, yakni 200 – 240 mikron x 150 – 200 mikron. Bentuk dewasa
mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang kaki di depan sebagai alat alat untuk melekat dan 2
pasang kaki kedua pada betina berakhir dengan rambut, sedangkan pada yang jantan
pasangan kaki ketiga berakhir dengan rambut dan keempat berakhir dengan alat perekat.
Sarcoptes scabiei var hominis
Siklus Hidup
49 | P a g e
Siklus hidup tungau ini sebagai berikut. Setelah kopulasi (perkawinan) yang terjadi di
atas kulit, yang jantan akan mati, kadang-kadang masih dapat hidup dalam terowongan
yang digali oleh yang betina. Tungau betina yang telah dibuahi menggali terowongan
dalam stratum korneum, dengan kecepatan 2 -3 milimeter sehari dan sambil meletakkan
telurnya 2 atau 4 butir sehari sampai mencapai jumlah 40 atau 50 . Bentuk betina yang
telah dibuahi ini dapat hidup sebulan lamanya. Telurnya akan menetas, biasanya dalam
waktu 3-5 hari, dan menjadi larva yang mempunyai 3 pasang kaki. Larva ini dapat tinggal
dalam terowongan, tetapi dapat juga keluar. Setelah 2 -3 hari larva akan menjadi nimfa
yang mempunyai 2 bentuk, jantan dan betina, dengan 4 pasang kaki. Seluruh siklus
hidupnya mulai dari telur sampai bentuk dewasa memerlukan waktu antara 8 – 12 hari.
(Handoko, R, 2001).
Telur menetas menjadi larva dalam waktu 3 – 4 hari, kemudian larva meninggalkan
terowongan dan masuk ke dalam folikel rambut. Selanjutnya larva berubah menjadi nimfa
yang akan menjadi parasit dewasa. Tungau betina akan mati setelah meninggalkan telur,
sedangkan tungau jantan mati setelah kopulasi. ( Mulyono, 1986).
Sarcoptes scabiei betina dapat hidup diluar pada suhu kamar selama lebih kurang 7 –
14 hari. Yang diserang adalah bagian kulit yang tipis dan lembab, contohnya lipatan kulit
pada orang dewasa. Pada bayi, karena seluruh kulitnya masih tipis, maka seluruh badan
dapat terserang. (Orkin, 2008).
50 | P a g e
Siklus Hidup Skabies
B. Gejala Klinis Skabies
Gejala yang ditunjukkan adalah warna merah,iritasi dan rasa gatal pada kulit yang
umumnya muncul di sela-sela jari, siku, selangkangan, dan lipatan paha. Gejala lain
adalah munculnya garis halus yang berwarna kemerahan di bawah kulit yang merupakan
terowongan yang digali Sarcoptes betina. Gejala lainnya muncul gelembung berair
(vesikel) pada kulit.
Ada 4 tanda cardinal (Handoko, R, 2005) :
a. Pruritus nokturna, artinya gatal pada malam hari yang disebabkan karena
aktivitas tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas.
b. Penyakit ini menyerang manusia secara berkelompok, misalnya dalam sebuah
keluarga biasanya seluruh anggota keluarga terkena infeksi. Begitu pula dalam sebuah
perkampungan yang padat penduduknya, sebagian besar tetangga yang berdekatan
akan diserang oleh tungau tersebut. Dikenal keadaan hiposensitisasi, yang seluruh
anggota keluarganya terkena, walaupun mengalami infestasi tungau, tetapi tidak
memberikan gejala. Penderita ini bersifat sebagai pembawa (carrier).
c. Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang berwarna
putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata panjang 1 cm,
pada ujung terowongan ini ditemukan papul atau vesikel. Jika timbul infeksi sekunder
ruam kulitnya menjadi polimarf (pustule, ekskoriasi dan lain-lain). Tempat
predileksinya biasanya merupakan tempat dengan stratum korneum yang tipis, yaitu
sela-sela jari tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak
bagian depan, areola mammae (wanita), umbilicus, bokong, genitalia eksterna (pria)
dan perut bagian bawah. Pada bayi dapat menyerang telapak tangan dan telapak kaki.
d. Menemukan tungau, merupakan hal yang paling diagnostic. Dapat ditemukan satu
atau lebih stadium hidup tungau ini.
Diagnosis dapat dibuat dengan menemukan 2 dari 4 tanda cardinal tersebut.
C. DASAR PENEGAKKAN DIAGNOSIS PENYAKIT SKABIES
1. Anamnesis
51 | P a g e
Menurut Rahariyani (2007), beberapa hal yang perlu ditanyakan dalam anamnesis
antara lain:
1. Biodata
Perlu dikaji secara lengkap untuk umur, penyakit scabies bisa menyerang semua
kelompok umur, baik anak-anak maupun dewasa bisa terkena penyakit ini, tempat,
paling sering di lingkungan yang kebersihannya kurang dan padat penduduknya
seperti asrama dan penjara.
2. Keluhan Utama
Biasanya penderita datang dengan keluhan gatal dan ada lesi pada kulit.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Biasanya penderita mengeluh gatal terutama malam hari dan timbul lesi berbentuk
pustule pada sela-sela jari tangan, telapak tangan, ketiak, areola mammae, bokong,
atau perut bagian bawah. Untuk menghilangkan gatal, biasanya penderita
menggaruk lesi tersebut sehingga ditemukan adanya lesi tambahan akibat garukan.
4. Riwayat penyakit dahulu
Tidak ada penyakit lain yang dapat menimbulkan scabies kecuali kontak langsung
atau tidak langsung dengan penderita.
5. Riwayat penyakit keluarga
Pada penyakit skabies, biasanya ditemukan anggota keluarga lain, tetangga atau
juga teman yang menderita, atau mempunyai keluhan dan gejala yang sama.
6. Psikososial
Penderita skabies biasanya merasa malu, jijik, dan cemas dengan adanya lesi yang
berbentuk pustul. Mereka biasanya menyembunyikan daerah-daerah yang terkena
lesi pada saat interaksi sosial.
7. Pola kehidupan sehari-hari
Penyakit skabies terjadi karena hygiene pribadi yang buruk atau kurang (kebiasaan
mandi, cuci tangan dan ganti baju yang tidak baik). Pada saat anamnesis, perlu
ditanya secara jelas tentang pola kebersihan diri penderita maupun keluarga.
Dengan adanya rasa gatal dimalam hari, tidur penderita sering kali terganggu. Lesi
dan bau yang ridak sedap, yang tercium dari sela-sela jari atau telapak tangan akan
menimbulkan gangguan aktivitas dan interaksi sosial.
2. Pemeriksaan Fisik
Menurut Harahap (2000), dari pemeriksaan fisik didapatkan kelainan berupa:
52 | P a g e
1. Terowongan berupa garis hitam, lurus, berkelok, atau terputus-putus, berbentuk
benang.
2. Papula, urtikaria, ekskoriasi dalam perubahan eksematous ialah lesi-lesi sekunder
yang disebabkan sensitisasi terhadap parasit, serta ditemukan eksantem.
3. Terlihat infeksi bakteri sekunder dengan impegtinasi dan furunkulosis.
Lokasi biasanya pada tempat dengan stratum korneum yang tipis seperti: sela-sela jari
tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan,
areola mammae (wanita), umbilikus, bokong, genitalia eksterna (pria) dan perutbagian
bawah. Pada bayi dapat menyerang telapak tngan dan kaki bahkan diseluruh
permukaan kulit, sedangkan pada remaja dan dewasa dapat timbul pada kulit kepala
dan wajah (Siregar, 2005).
Sifat-sifat lesi berupa papula dan vesikel milier sampai lentikuler disertai ekskoriasi.
Bila terjadi infeksi sekunder tampak pustule lentiuler. Lesi yang khas adalah
terowongan (kanalikulus) milier, tampak berasal dari salah satu papula atau vesikel,
panjang kira-kira 1 cm, berwarna putih abu-abu. Ujung kanalikuli adalah tempat
persembunyian dan bertelur Sarcoptes scabiei (Siregar, 2005).
Gambar lesi skabies
3. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Tabri (2005), diagnosis pasti ditegakkan dengan ditemukannya tungau pada
pemeriksaan mikroskopis yang dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu:
1. Kerokan kulit.
Minyak mineral diteteskan di atas papul atau terowongan baru yang masih utuh,
kemudian dikerok dengan menggunakan scalpel steril untuk mengangkat atap
papul atau terowongan, lalu diletakkan di atas gelas objek, di tutup dengan gelas
penutup, dan diperiksa di bawah mikroskop. Hasil positif apabila tampak tungau,
53 | P a g e
telur, larva, nimfa, atau skibala. Pemeriksaan harus dilakukan dengan hati-hati
pada bayi dan anak-anak atau pasien yang tidak kooperatif
2. Mengambil tungau dengan jarum.
Jarum dimasukkan ke dalam terowongan pada bagian yang gelap, lalu digerakkan
secara tangensial. Tungau akan memegang ujung jarum dan dapat diangkat
keluar.
3. Epidermal shave biopsi.
Mencari terowongan atau papul yang dicurigai pada sela jari antara ibu jari dan
jari telunjuk, lalu dengan hati-hati diiris pada puncak lesi dengan scalpel no.16
yang dilakukan sejajar dengan permukaan kulit. Biopsi dilakukan sangat
superficial sehingga tidak terjadi perdarahan dan tidak memerlukan anestesi.
Spesimen kemudian diletakkan pada gelas objek, lalu ditetesi minyak mineral dan
periksa di bawah mikroskop.
4. Tes tinta Burrow.
Papul skabies dilapisi dengan tinta pena, kemudian segera dihapus dengan
alkohol. Jejak terowongan akan tampak sebagai garis yang karakteristik berbelok-
belok karena adanya tinta yang masuk. Tes ini mudah sehingga dapat dikerjakan
pada bayi/anak dan pasien nonkooperatif.
5. Kuretasi terowongan.
Kuretasi superficial sepanjang sumbu terowongan atau pada puncak papul, lalu
kerokan diperiksa dibawah mikroskop setelah ditetesi minyak mineral. Cara ini
dilakukan pada bayi, anak-anak dan pasien nonkooperatif.
D. Pengobatan
Menurut Handoko (2008), obat-obat anti skabies yang tersedia dalam bentuk topikal
antara lain:
1. Belerang endap (sulfur presipitatum), dengan kadar 4-20% dalam bentuk salep
atau krim. Dapat dipakai pada bayi berumur kurang dari 2 tahun.
Sulfur adalah antiskabietik tertua yang telah lama digunakan, sejak 25 M.
- Cara pemakaiannya: sangat sederhana, yakni mengoleskan salep setelah mandi
ke seluruh kulit tubuh selama 24 jam selama tiga hari berturut-turut.
- Keuntungannya: harganya yang murah dan mungkin merupakan satu-satunya
pilihan di negara yang membutuhkan terapi massal.Bila kontak dengan
jaringan hidup, preparat ini akan membentuk hydrogen sulfide dan
54 | P a g e
pentathionic acid (CH2S5O6) yang bersifat germicid dan fungicid. Secara
umum sulfur bersifat aman bila digunakan oleh anak-anak, wanita hamil dan
menyusui serta efektif dalam konsentrasi 2,5% pada bayi.
- Kerugian/Efek samping: pemakaian obat ini adalah bau tidak enak, mewarnai
pakaian dan kadang-kadang menimbulkan iritasi.
2. Emulsi benzil-benzoat (20-25%)
Benzil benzoat adalah ester asam benzoat dan alkohol benzil yang merupakan
bahan sintesis balsam peru.
- Cara Kerja: Benzil benzoat bersifat neurotoksik pada tungau skabies.
- Cara Pemakaian: Digunakan sebagai 25% emulsi dengan periode kontak 24
jam dan pada usia dewasa muda atau anak-anak, dosis dapat dikurangi
menjadi 12,5%. Benzil benzoate sangat efektif bila digunakan dengan baik dan
teratur dan secara kosmetik bisa diterima.
- Efek samping dari benzil benzoate dapat menyebabkan dermatitis iritan pada
wajah dan skrotum, karena itu penderita harus diingatkan untuk tidak
menggunakan secara berlebihan. Penggunaan berulang dapat menyebabkan
dermatitis alergi. Terapi ini dikontraindikasikan pada wanita hamil dan
menyusui, bayi, dan anak-anak kurang dari 2 tahun. Tapi benzil benzoate lebih
efektif dalam pengelolaan resistant crusted scabies.
3. Gama benzena heksa klorida (gameksan=gammexane ; Lindane
- Cara Kerja: Lindane juga dikenal sebagai hexaklorida gamma benzena, adalah
sebuah insektisida yang bekerja pada sistem saraf pusat (SSP) tungau. Lindane
diserap masuk ke mukosa paru-paru, mukosa usus, dan selaput lendir
kemudian keseluruh bagian tubuh tungau dengan konsentrasi tinggi pada
jaringan yang kaya lipid dan kulit yang menyebabkan eksitasi, konvulsi, dan
kematian tungau. Lindane dimetabolisme dan diekskresikan melalui urin dan
feses.
- Cara Pemakaian: Lindane tersedia dalam bentuk krim, lotion, gel, tidak
berbau dan tidak berwarna. Pemakaian secara tunggal dengan mengoleskan ke
seluruh tubuh dari leher ke bawah selama 12-24 jam dalam bentuk 1% krim
atau lotion. Setelah pemakaian dicuci bersih dan dapat diaplikasikan lagi
setelah 1 minggu. Hal ini untuk memusnahkan larva-larva yang menetas dan
tidak musnah oleh pengobatan sebelumnya. Beberapa penelitian menunjukkan
penggunaan Lindane selama 6 jam sudah efektif. Dianjurkan untuk tidak
55 | P a g e
mengulangi pengobatan dalam 7 hari, serta tidak menggunakan konsentrasi
lain selain 1%.
- Efek Samping: Efek samping lindane antara lain menyebabkan toksisitas SSP,
kejang, dan bahkan kematian pada anak atau bayi walaupun jarang terjadi.
Tanda-tanda klinis toksisitas SSP setelah keracunan lindane yaitu sakit kepala,
mual, pusing, muntah, gelisah, tremor, disorientasi, kelemahan, berkedut dari
kelopak mata, kejang, kegagalan pernapasan, koma, dan kematian. Beberapa
bukti menunjukkan lindane dapat mempengaruhi perjalanan fisiologis
kelainan darah seperti anemia aplastik, trombositopenia, dan pancytopenia.
4. Krotamiton 10%
Krotamion (crotonyl-N-etil-o-toluidin) digunakan sebagai krim 10% atau lotion.
Tingkat keberhasilan bervariasi antara 50% dan 70%.
- Cara pemakaian: Hasil terbaik telah diperoleh bila diaplikasikan dua kali
sehari selama lima hari berturut-turut setelah mandi dan mengganti pakaian
dari leher ke bawah selama 2 malam kemudian dicuci setelah aplikasi kedua.
- Efek samping yang ditimbulkan berupa iritasi bila digunakan jangka
panjang.Beberapa ahli beranggapan bahwa Krotamiton krim ini tidak memiliki
efektivitas yang tinggi terhadap skabies. Krotamiton 10% dalam krim atau
losion, tidak mempunyai efek sistemik dan aman digunakan pada wanita
hamil, bayi dan anak kecil
5. Permetrin dengan kadar 5%
- Cara kerja: Merupakan sintesa dari pyrethroid dan bekerja dengan cara
mengganggu polarisasi dinding sel saraf parasit yaitu melalui ikatan dengan
natrium. Hal ini memperlambat repolarisasi dinding sel dan akhirnya terjadi
paralise parasit. Obat ini merupakan pilihan pertama dalam pengobatan
scabies karena efek toksisitasnya terhadap mamalia sangat rendah dan
kecenderungan keracunan akibat kesalahan dalam penggunaannya sangat
kecil. Hal ini disebabkan karena hanya sedikit yang terabsorpsi di kulit dan
cepat dimetabolisme yang kemudian dikeluarkan kembali melalui keringat dan
sebum, dan juga melalui urin. Belum pernah dilaporkan resistensi setelah
penggunaan obat ini.
- Cara pemakaian: Permethrin tersedia dalam bentuk krim 5%, yang
diaplikasikan selama 8-12 jam dan setelah itu dicuci bersih. Apabila belum
sembuh bisa dilanjutkan dengan pemberian kedua setelah 1 minggu.
56 | P a g e
Permethrin jarang diberikan pada bayi-bayi yang berumur kurang dari 2 bulan,
wanita hamil dan ibu menyusui. Wanita hamil dapat diberikan dengan aplikasi
yang tidak lama sekitar 2 jam.
- Efek samping: jarang ditemukan, berupa rasa terbakar, perih dan gatal, namun
mungkin hal tersebut dikarenakan kulit yang sebelumnya memang sensitive
dan terekskoriasi.
E. Upaya Pencegahan
Untuk melakukan pencegahan terhadap penularan scabies, orang-orang yang kontak
langsung atau dekat dengan penderita harus diterapi dengan topikal skabisid. Terapi
pencegahan ini harus diberikan untuk mencegah penyebaran scabies karena seseorang
mungkin saja telah mengandung tungau scabies yang masih dalam periode inkubasi
asimptomatik. Selain itu untuk mencegah terjadinya reinfeksi melalui seprei, bantal,
handuk dan pakaian yang digunakan dalam 5 hari terakhir, harus dicuci bersih dan
dikeringkan dengan udara panas karena tungau scabies dapat hidup hingga 3 hari diluar
kulit, karpet dan kain pelapis lainnya sehingga harus dibersihkan (Orkin, 2005)
F. Diagnosis Banding
Diagnosis banding skabies adalah (Siregar, R.S,1996):
a. Prurigo
Diagnosis banding berupa prurigo hampir menimbulkan gejala yang sama dengan
skabies. Namun biasanya pada prurigo ditemukan papel-papel yang gatal, predileksi pada
bagian ekstensor ekstremitas. Hal ini berbeda dengan predileksi dari skabies yang
cenderung mengenai bagian tubuh yang memiliki stratum korneum kulit yang tipis,
seperti sela-sela jari tangan, pergelangan tangan, ketiak, dll.
57 | P a g e
Gambar lesi prurigo
b. Gigitan serangga
Diagnosis banding gigitan serangga biasanya gejalanya jelas timbul sesudah ada gigitan.
Efloresensinya urtikaria papuler yang hampir sama dengan skabies.
c. Folikulitis
Perbedaannya dengan skabies adalah bahwa pada folikulitis biasanya disertai nyeri berupa
pustule miliar dikelilingi daerah yang eritema.
Gambar lesi folikulitis superfisialis. Pustul multiple terlihat pada daerah jenggot.
58 | P a g e
PEDIKULOSIS KAPITIS
A. Morfologi dan Siklus Hidup Pediculosis Humanus Var Capitis
Bentuk pediculus humanus lonjong, pipih dorso-ventralkepala berbentuk segitiga,
segmen toraks bersatu dan abdomen bersegmen. Ujung setiap kaki dilengkapi dengan kuku.
Tuma kepala berjalan dari satu helai rambut ke rambut lain dengan menjepit rambut dengan
kuku-kukunya. Tuma dapat pindah ke hospes lain. Telur (nits) berwarna putih, dilekatkan
pada rambut dengan perekat kitin (chitin-like cement).Pediculus dewasa lebih menyukai
rambut di bagian belakang kepala daripada rambut bagian depan kepala. Tuma kepala
mengisap darah sedikit demi sedikit dalam jangka waktu lama. Waktu yang diperlukan untuk
pertumbuhan sejak telur sampai menjadi dewasa rata-rata 18 hari, sedangkan tuma dewasa
dapat hidup 27 hari (Sutanto, 2008)
Pediculosis humanus var capitis
Pediculosis humanus var capitis mempunyai 2 mata dan 3 pasang kaki, berwarna abu-
abu dan menjadi kemerahan jika telah menghisap darah. Terdapat 2 jenis kelamin ialah jantan
dan betina, yang betina dengan ukuran panjang 1,0-1,5 mm dan lebar kurang ½ panjangnya,
jantan lebih kecil dan jumlahnya hanya sedikit. Siklus hidupnya melalui stadium telur, larva,
59 | P a g e
nimfa, dan dewasa. Telur diletakkan di sepanjang rambut dan mengikuti tumbuhnya rambut,
yang berarti makin ke ujung terdapat telur yang lebih matang (Fitzpatrick, 2008).
Siklus hidup
B. Gejala Klinis Pedikulosis Kapitis
Gejala yang dominan hanya rasa gatal, terutama pada daerah oksiput dan temporal
serta dapat meluas ke seluruh kepala. Kemudian karena garukan, terjadi erosis, ekskoriasi,
dan infeksi sekunder (pus, krusta). Bila infeksi sekunder berat, rambut akan bergumpal,
disebabkan oleh banyaknya pus dan krusta (plikapelonika) dan disertai dengan pembesaran
kelenjar getah bening regional (oksiput dan retroaurikuler). Pada keadaan tersebut kepala
memberikan bau busuk (Mansjoer, 2000).
C. Dasar Penegakkan Diagnosis
1. Anamnesis
- Biodata : nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan
- Anamnesa yang berkaitan dengan pedikulosis
60 | P a g e
o Keluhan atau gejala yang dirasakan?
o Sejak kapan gejala dirasakan?
o Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan pasien?
o Apakah pasien pernah mengalami gatal-gatal di sekitar kulit kepala?
o Apakah pasien pernah pinjam-meminjam alat mandi, handuk, baju, sisir,
bantal, kasur, topi kepada orang lain atau anggota keluarga?
o Identifikasi aktifitas pasien selama di rumah.
o Riwayat penggunaan obat (bagaimana pengobatan sebelumnya)?
2. Pemeriksaan fisik
Kulit kepala: ditemukan telur-telur di rambut pada oksiput dan di atas telinga
(biasanya terdapat kurang dari 10 ekor kutu dewasa). Ditemukan impetigo sekunder
dan furunkulosis (Fitzpatrick, 2008)
3. Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis pasti adalah dengan menemukan kutu atau telur, terutama dicari di daerah
oksiput dan temporal, telur berwarna abu-abu dan berkilat (Mansjoer, 2000)
D. Pengobatan
1. Permethrin 1%
Permethrin 1% cream rinse diberikan ke kulit kepala dan rambut. Awalnya rambut
dicuci dengan shampo dan kemudian dikeringkan dengan handuk. Lalu diberikan
permethin 1% selama 10 menit kemudian dibilas. Hal ini diperkirakan dapat
membasmi sekitar 20-30% dari telur. Tetapi, disarankan pemakainnya diulang apabila
masih terlihat 7-10 hari setelahna. Permethrin mempunyai keuntungan efek toksin
yang rendah dan pengobatannya cepat.
2. Pyrethrin
Pyrethrin diperoleh dari suatu sari alami bunga chrysanthemum. Pytherin yang
dikombinasi dengan piperonyl butoxide adalah neurotoksik untuk kutu tetapi kurang
toksik terhadap manusia. Produk ini seperti sampo dimana diberikan pada rambut
yang kering dan didiamkan selama 10 menit sebelum dibilas. Penggunaan dapat
diulang 7-10 hari kemudian untuk membasmi kutu kepala yang baru.
3. Malathion
61 | P a g e
Malathion adalah penghambat kolinesterase dan telah digunakan selama 20 tahun
untuk pengobatan kutu kepala. Malathion 0,5% atau 1% digunakan dalam bentuk
lotion atau spray.
Caranya: malam sebelum tidur, rambut dicuci dengan sabun kemudian dipakai lotion
malathion, lalu kepala ditutup dengan kain. Keesokan harinya, rambut dicuci lagi
dengan sabun lalu disisir dengan sisir yang halus dan rapat. Pengobatan ini dapat
diulang lagi seminggu kemudian, jika masih terdapat kutu atau telur.
4. Lindane 1%
Lindane adalah organochloride yang mempunyai efek toksik terhadap CNS apabila
penggunaanya tidak benar. Penggunaannya seperti sampo dan dapat didiamkan
kurang lebih selama 10 menit dengan pemakaian yang berulang dalam 7-10 hari.
Dalam beberapa tahun kasus resisten pernah dilaporkan diseluruh dunia. Oleh karena
adanya efek toksik terhadap CNS yang dapat menyebabkan serangan dan kematian,
sehingga penggunaan lindane terhadap pasien harus dibatasi.
5. Krotamiton 10%
Krotamitron 10% dalam bentuk lotion digunakan untuk terapi. Pemakaiaanya adalah
dengan pengolesan di kulit kepala dan didiamkan selama 24 jam sebelum dibilas.
Aman untuk anak-anak, dewasa, dan wanita hamil.
E. Upaya Pencegahan
Penyakit ini pada dasarnya dapat dicegah melalui pola hidup yang bersih. Misalnya
dengan pemberantasan kutu yang berada dilingkungan sekitar. Benda-benda yang terpapar
dengan penderita (misalnya, kasur, bantal, linen, handuk, mainan, topi) seharusnya dicuci bila
memungkinkan kemudian dikeringkan. Air yang digunakan adalah air panas dengan suhu
lebih dari 50-55°C selama paling kurang 5 menit.
Membersihkan lingkungan tempat tinggal akan membantu mengurangi kesempatan
untuk terpapar kembali dengan kutu kepala. Periksalah setiap orang yang berada didalam
lingkungan rumah tangga pada saat bersamaan, sebelum membersihkan lingkungan tersebut.
Bersihkan semua lantai dengan alat penghisap debu, permadani, bantal, karpet, dan semua
pelapis meubel yang ada. Semua sisir dan sikat rambut yang digunakan oleh penderita kutu
kepala harus di rendam dalam air dengan suhu diatas 130°F( 540C) , alkohol atau pedikulosid
selama 1 jam.
62 | P a g e
Penjelasan kepada anak-anak terutama tentang cara mencegah penularan melalui
penggunaan topi, sisir, dan bandana bersama juga dapat dipertimbangkan. Menyediakan
tempat penyimpanan barang-barang milik anak secara terpisah di dalam ruang kelas juga
dapat mencegah penyebaran kutu ini.
F. Diagnosis banding
Diagnosis banding pedikulosis korporis (Mansjoer, 2000) :
1. Tinea kapitis
Adalah dermatofitosis pada kulit dan rambut kepala dimana terdapat kelainan berupa
lesi bersisik, kemerahan, kerion dan gatal. Pada pemeriksaan dengan KOH, akan
didapatkan spora dan hifa yang merupakan elemen jamur yang merupakan penyebab tinea
kapitis.
Gambar kerion
Persamaan antara pedikulosis kapitis dan tinea kapitis antara lain: Pada kedua kasus terdapat pruritus sebagai salah satu gejala Pada kedua kasus dapat timbul papula, namun papula yang timbul di pedikulosis
capitis diakibatkan karena gigitan sedangkan pada tinea kapitis karena peradangan yang timbul akibat infeksi jamur
63 | P a g e
Pada kedua kasus dapat timbul pus dan krusta, pada pedikulosis kapitis pus dan krusta timbul karena infeksi sekunder
Lesi pada kedua kasus dapat menjalar hingga alis mata dan dekat mata
No Pedikulosis Kapitis Tinea Kapitis1
2
3
4
5
6
7
8
Gejala pruritus merupakan gejala awal dan lebih berat pada malam hari, gejala pruritus dapat mengganggu aktivitas termasuk tidur di malam hari
Erosi dan ekskoriasi sering terjadi karena garukan akibat pruritus yang berat
Alopecia merupakan gejala yang jarang terjadi pada pedikulosis kapitis
Tidak terdapat perubahan warna rambut
Tidak terdapat kerion
Tidak terdapat black dot
Pada pemeriksaan wood lamp, fluoresensi yang didapat berwarna kuning kehijauan
Dapat ditemukan Pediculus humanus
Gejala awal dapat berupa papula eritema tous dan pruritus yang didapati memiliki derajat yang minimal
Erosi dan ekskoriasi sangat jarang terjadi
Alopecia sering terjadi
Grey patch ringworm merupakan tanda yang khas dengan terjadinya perubahan warna rambut menjadi abu-abu dan tidak berkilat lagi.
Kerion reaksi peradangan yang berat pada tinea kapitis yang berupa pembengkakan yang menyerupai sarang lebah dengan sebukan sel radang yang padat di sekitarnya, terutama jika penyebabnya adalah Microsporum canis dan Microsporum gypseum
Black dot ringworm merupakan salah satu tanda yang khas terutama jika disebabkan oleh Trichophyton tonsurans dan Trichophyton violaceum. Rambut yang terkena infeksi patah, tepat pada muara folikel dan yang tertinggal adalah ujung rambut yang penuh dengan spora. Ujung rambut yang hitam itu member gambaran yang khas, yaitu black dot
Pada pemeriksaan wood lamp dapat berwarna kehijauan sampai kuning kehijauan pada by M canis, M audouinii, M rivalieri, dan M ferrugineum atau hijau sampai biru keputihan pada Trichophyton schoenleinii
Tidak ditemukan Pediculus humanus
64 | P a g e
var. capitis pada rambut penderita var. capitis kecuali pada infeksi sekunder dari kedua belah pihak
2. Pioderma (Impetigo Krustosa)
Impetigo krustosa disebabkan oleh Staphylococcus beta hemolyticus ditandai dengan
eritema dan vesikel yang cepat memecah sehingga jika penderita datang berobat yang
terlihat adalah krusta tebal berwarna kuning seperti madu.
Gambar lesi impetigo krustosa
Persamaan antara pedikulosis kapitis dan impetigo krustosa, antara lain:
Pada kedua penyakit dapat ditemukan pus dan krusta Pruritus merupakan salah satu gejala penyakit yang dapat terjadi Limfadenopati regional dapat terjadi Pada kedua kasus dapat didapati gigitan serangga terutama jika pioderma ini
merupakan infeksi sekunder pedikulosis kapitis Sering terjadi pada anak-anak
Perbedaan antara pedikulosis kapitis dan impetigo krustosa:
No Pedikulosis Kapitis Impetigo krustosa1
2
3
4
Gejala pruritus merupakan gejala awal dan lebih berat pada malam hari, gejala pruritus dapat mengganggu aktivitas termasuk tidur di malam hari
Erosi dan ekskoriasi sering terjadi karena garukan akibat pruritus yang berat
Gejala dan gambaran klinik terjadi di kepala dan rambut pasien
Tidak ada komplikasi ke organ dalam
Gejala awal dapat berupa vesikel dan eritema yang mudah pecah sehingga kemudian meninggalkan eksudat pus diwajah, pruritus minimal.
Erosi dan ekskoriasi sangat jarang terjadi, namun dapat terjadi karena pruritus
Predileksi terjadinya lesi adalah di mwajah, yakni di sekitar hidung dan mulut karena dianggap merupakan sumber infeksi tersebut.
Dapat melibatkan ginjal sehingga menimbulkan glomerulonefritis
65 | P a g e
3. Dermatitis Seboroik
Dermatitis seboroik memberikan gambaran klinis berupa daerah eritema dan skuama
pada daerah kepala dan terasa gatal oleh penderita. Dapat dibedakan dengan pedikulosis
kapitis dengan tidak ditemukannya telur ataukutu pada daerah kepala yang gatal.
Gambar dermatitis seboroik
No Pedikulosis Kapitis Dermatitis seboroik1
2
3
4
56
Gejala pruritus merupakan gejala awal dan lebih berat pada malam hari, gejala pruritus dapat mengganggu aktivitas termasuk tidur di malam hari Erosi dan ekskoriasi sering terjadi karena garukan akibat pruritus yang beratTidak terdapat skuama
Kecenderungan rambut untuk rontak kurang
Tidak terjadi blefaritisHanya terjadi di kulit kepala dan rambut
Gejala awal dapat berupa eritema dan skuama berminyak dan pruritus terjadi pada dermatitis seboroik yang bermanifestasi secara aktifErosi dan ekskoriasi sangat jarang terjadi, namun dapat terjadi karena pruritusDapat terjadi skuama berminyak dengan batas yang tidak terlalu jelas dan agak kekuningan. Skuama yang halus mulai sebagai bercak kecil yang kemudian mengenai seluruh kulit kepala dengan skuama yang halus dan kasar. Kelainan ini disebut pitiariasis sikaRambut punya kecendenrungan untuk rontok, mulai di bagian vertex dan frontalDapat terjadi blefaritisDapat mengenai liang telinga luar,
66 | P a g e
7
sebagai tempat tinggal organism
Papula yang timbul di kulit kepala karena gigitan kutu
lipatan nasolabial, daerah sterna, areola mammae, lipatan di bawah mammae pada wanita, interskapular, umbilicus, lipat paha, dan daerah anogenitalPapula sering timbul di daerah pipi, hidung dan dahi
Perbedaan antara pedikulosis kapitis dan dermatitis seboroik: Persamaan antara pedikulosis kapitis dan dermatitis seboroik: Daerah predileksi yaitu di daerah kulit kepala Dapat terbentuk eksudat dan krusta yang tebal Pruritus merupakan salah satu gejala yang dapat terjadi pada kedua kasus Sering terjadi pada anak-anak, pada dermatitis seboroik dihubungkan dengan
aktifnya kelenjar sebasea.
PEDIKULOSIS KORPORIS
67 | P a g e
A. Morfologi dan Daur Hidup Pediculosis humanus var corporis
Pediculosis humanus var corporis mempunyai 2 jenis kelamin, yakni jantan dan
betina berukuran panjang 1,2-4,2 mm dan lebar kira-kira ½ panjangnya, sedangkan yang
jantan lebih kecil. Siklus hidup dan warna kutu ini sama dengan yang ditemukan pada kepala
(Fitzpatrick, 2008).
Pada kutu tubuh P.humanus var corporis lebih besar dari kutu kepala 30%, tapi pada
dasarnya memiliki morfologi yang sama. Rentang kehidupan rata-rata 18 hari dan selama
waktu ini kutu betina dapat menghasilkan 270-300 telur. Kutu ini biasanya ditularkan melalui
pakaian yang terkontaminasi atau tempat tidur. Kutu bisa bertahan hidup di lapisan pakaian
tanpa makan sampai 3 hari. Setelah terkena, tidak mencuci pakaian dan mengganti baju
memungkinkan kutu dapat bertahan (Fitzpatrick, 2008).
Pediculus humanus var corporis
Siklus hidup Pediculus humanus var corporis
68 | P a g e
B. Gejala Klinis Pedikulosis Korporis
Gejala klinisnya (Fitzpatrick, 2008):
- Makula, terutama pada daerah tubuh tempat pakaian terikat seperti pinggang,
bokong, dan paha.
- Bekas garukan berukuran 1,5 cm pada badan karena gatal baru berurang dengan
garukan yang lebih intensif.
- Kadang timbul infeksi sekunder dengan pembesaran kelenjar getah bening
regional/
- Pigmentasi pascainflamasi yang terjadi pada kasus kronis
C. Dasar Penegakkan Diagnosis
1. Anamnesis
- Biodata : nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan
- Anamnesa yang berkaitan dengan pedikulosis
o Keluhan atau gejala yang dirasakan?
o Sejak kapan gejala dirasakan?
o Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan pasien?
o Apakah pasien pernah mengalami gatal-gatal di sekitar badan?
o Apakah pasien pernah pinjam-meminjam alat mandi, handuk, baju, sisir,
bantal, kasur, topi kepada orang lain atau anggota keluarga?
o Identifikasi aktifitas pasien selama di rumah.
o Riwayat penggunaan obat (bagaimana pengobatan sebelumnya)?
2. Pemeriksaan Fisik
Terlihat jalur bekas garukan sejajar, perubahan-perubahan urtikaria, dan papula
erithematosa, lesi tampak jelas. Ditemukan kutu-kutu yang biasanya terdapat pada
lipatan-lipatan pakaian dan jarang sekali di kulit.
3. Pemeriksaan Penunjang
69 | P a g e
Diagnosis pasti adalah menemukan kutu dan telur pada serat kapas pakaian. Bisa juga
dilakukan pemeriksaan lampu wood pada lesi yang akan berfloresensi berwarna
kuning-kehijauan.
D. Pengobatan
1. Gameksan (Lindane)
Cara Kerja: Gameksan atau lindane adalah organoklorid yang dapat membunuh kutu
dengan menyebabkan aralisis system respiratorius. Obat ini menekan aksi parasit
dengan menyerap langsung pada parasit dan telurnya. GABA-gated chloride channel
menurunkan inhibisi neuronal yang mengakibatkan terjadinya hipereksitasi system
saraf pusat sehingga menyebabkan kematian. Cara Pemakaian: Gameksan 1%
dioleskan tipis diseluruh tubuh kemudian didiamkan 24 jam, setelah itu penderita
disuruh mandi. Efek samping: dapat menimbulkan risiko tokisisitas pada system saraf
pusat (Ko CJ, 2004).
2. Permethrin 5%
Cara Kerja : mengganggu transport sodium pada arthropoda, kemudian menimbulkan
depolarisasi neuromembran dan berakhir dengan paralisis system respiratoriusnya.
Cara Pemakaian: krim permethrin 5% dioleskan diseluruh tubuh sampai jempol,
kemudian didiamkan 8-10 jam lalu dibersihkan dengan cara mandi (Fitzpatrick, 2008)
3. Benzil benzoate
Cara kerja: merusak system saraf kutu dan akhirnya menyebabkan kematian hanya
dalam waktu 5 menit.
Cara Pemakaian: Digunakan sebagai 25% emulsi dengan periode kontak 24 jam dan
pada usia dewasa muda atau anak-anak, dosis dapat dikurangi menjadi 12,5%. Benzil
benzoate sangat efektif bila digunakan dengan baik dan teratur dan secara kosmetik
bisa diterima.
Efek samping dari benzil benzoate dapat menyebabkan dermatitis iritan, karena itu
penderita harus diingatkan untuk tidak menggunakan secara berlebihan. Penggunaan
berulang dapat menyebabkan dermatitis alergi. Terapi ini dikontraindikasikan pada
wanita hamil dan menyusui, bayi, dan anak-anak kurang dari 2 tahun.
4. Malathion
Malathion adalah senyawa organofosfat yang bekerja sebagai inhibitor kolinesterase
lemah dan menyebabkan paralisis system respiratorius arthropoda. Obat ini memiliki
rentang keamanan penggunaan yang baik. Malathion membutuhkan waktu 8 sampai
70 | P a g e
12 jam untuk waktu terapi dan tidak memunculkan bau yang tidak sedap. Lebih jauh
lagi, vehikulum malathion adalah 78% isopropanol sehingga mudah terbakar (Ko CJ,
2004)
Vehikulum pada malathion sangat mempengaruhi efikasinya. Dipentene terpineol dan
78% isopropanol adalah bahan vehikulum untuk esikasi malathion tertinggi.
Kelebihan dari malathion adalah sangat ampuh membunuh kutu golongan pediculus
humanis dan tidak menyebabkan urticaria serta insidensi rendah menimbulkan
dermatitis kontk alergi dan iritan.
E. Upaya Pencegahan
Edukasi pencegahan difokuskan kepada factor pencetus terjadinya penyakit
pedikulosis korporis. Edukasi pencegahan bisa dilakukan dengan cara pasien disarankan
untuk mandi, mengganti dan mencuci baju setiap hari. Menghindari kebiasaan bertukar baju
dengan orang lain dan tidur bersama-sama apalagi dengan jumlah yang padat. Media tempat
terdapatnya pediculosis humanis corporis seperti baju, selimut maupun sprei bisa dicuci
dengan air panas untuk menjaga kebersihan pakaian dari mikroorganisme penyebab
(Fitzpatrick, 2008).
F. Diagnosis Banding
1.Skabies
Skabies merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap
Sarcoptes scabiei var hominis dan produknya.
Persamaannya dengan pedikulosis korporis adalah: dari manifestasi klinis pruritus
nokturna, biasanya penyakit ini juga menyerang manusia secara berkelompok dengan
latar belakanga hygiene yang buruk yang sama dengan penyakit pedikulosis korporis.
Efloresensi manifestasi kliniknya juga ditemukan makula, ekskoriasi dan lesi bekas
garukan di kulit penderita.
Perbedaannya terletak pada : kalau skabies dalam pemeriksaan selanjutnya akan
ditemukan tungau sebagai penyebabnya dengan ekskoriasi yang lebih luas daripada
pedikulosis korporis. Pada skabies ditemukan lesi yang berbentuk terowongan/kunikulus.
Perbedaan selanjutnya terletak pada daerah predileksi lesi. Dimana skabies pada
umumnya menyerang daerah tubuh/kulit dengan stratum korneum yang tipis (sela-sela
71 | P a g e
jari tangan, ketiak, dll) sedangkan pedikulosis korporis pada daerah lipatan-lipatan baju
tempat terdapatnya kutu.
Gambar lesi akibat skabies
2. Neurotic Excoriation
Merupakan diagnosis diferensial dari pedikulosis korporis. Daerah predileksi biasanya
dipermukaan ekstensor ekstremitas, wajah bagian atas belakang. Gejala dan manifestai
yang ditemukan hampir sama dengan pedikulosis korporis. Perbedaannya pada penyakit
ini, pasien memiliki gangguan psikis dan neurogenik yang melatar-belakangi timbulnya
lesi garukan dikulit.Pasien merasa gatal, lesi berkerak, erosi linier, eritema. Erosi dan
Bekas luka tdk berbatas jelas, ukurannya sama, dan jumlah variabel. Erosi, kerak, dan
bekas luka hanya terletak di mana pasien dapat memilih (pasien sadar menggaruk diri
sendiri).
Gambar lesi ekskoriasi
PEDIKULOSIS PUBIS
72 | P a g e
A. Morfologi dan Siklus Hidup Phthirus pubis
P.pubis bentuknya pipih dorsoventral, bulat menyerupai ketam dengan kuku pada
ketiga pasang kakinya. Stadium dewasa berukuran 1,5-2 mm dan berwarna abu-abu. Karena
bentuknya menyerupai ketam , P.pubis juga disebut crab louse.
P.pubis hidup pada rambut kemaluan, dapat juga ditemukan pada rambut ketiak,
jenggot, kumis, alis dan bulu mata. Tuma memasukkan bagian mulutnya kedalam kulit untuk
jangka waktu beberapa hari sambil mengisap darah. Waktu yang diperlukan untuk
pertumbuhan telur menjadi tuma dewasa lebih kurang 3-4 minggu.
Phthirus pubis
B. Gejala klinis Phthiriasis Pubis
Menurut Djuanda (2010), gejala klinis yang terutama dari pedikulosis pubis adalah
gatal di daerah pubis dan di sekitarnya. Gatal ini dapat meluas sampai ke daerah abdomen
dan dada, disitu dijumai bercak-bercak yang berwarna abu-abu atau kebiruan yang disebut
sebagai makula serulae. Kutu ini dapat dilihat dengan mata biasa dan susah untuk dilepaskan
karena kepalanya dimasukkan ke dalam muara folikel rambut.
Gejala patognomonik lainnya adalah black dot, yaitu adanya bercak-bercak hitam
yang tampak jelas pada celana dalam berwarna putih yang dilihat oleh penderita pada waktu
bangun tidur. Bercak hitam ini merupakan krusta berasal dari darah yang sering di
interpretasikan salah sebagai hematuria. Kadang-kadang terjadi infeksi sekunder dengan
pembesaran kelenjar getah bening regional (Mensjoer, 2000)
C. Dasar Penegakkan Diagnosis
73 | P a g e
1. Anamnesis
- Biodata : nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan
- Anamnesa yang berkaitan dengan pedikulosis
o Keluhan atau gejala yang dirasakan?
o Sejak kapan gejala dirasakan?
o Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan pasien?
o Apakah pasien pernah mengalami gatal-gatal di sekitar pubis?
o Apakah pasien pernah pinjam-meminjam alat mandi, handuk, baju, sisir,
bantal, kasur, topi kepada orang lain atau anggota keluarga?
o Identifikasi aktifitas pasien selama di rumah.
o Riwayat hubungan seksual
o Riwayat penggunaan obat (bagaimana pengobatan sebelumnya)?
2. Pemeriksaan Fisik
Rambut pubis atau paha dihuni oleh beberapa buah telur (nits) saja atau sampai tak
terhitung jumlahnya.
Ditemukan noktah-noktah hitam kecil / black dot yang merupakan titik-titik darah
terhisap dalam kutu dewasa ataupun bagian kotorannya.
3. Pemeriksaan Penunjang
Dilakukan pemeriksaan dengan perhatian khusus terhadap kemaluan kalau perlu
dengan menggunakan kaca pembesar, biasanya ditemukan telur atau kutu bentuk
dewasa (Mansjoer, 2000).
D. Pengobatan
Pengobatannya sama dengan pengobatan pedikulosis korporis, yakni dengan krim
gameksan 1% atau emulsi benzyl benzoate 25% yang dioleskan dan didiamkan 4 hari
kemudian, jika belum sembuh. Sebaiknya rambut kelamin dicukur. Pakaian dalam direbus
atau diseterika. Mitra seksual harus pula diperiksa dan jika perlu diobati.
- Gameksan 1%
Cara Kerja: Gameksan atau lindane adalah organoklorid yang dapat membunuh
kutu dengan menyebabkan aralisis system respiratorius. Obat ini menekan aksi
74 | P a g e
parasit dengan menyerap langsung pada parasit dan telurnya. GABA-gated
chloride channel menurunkan inhibisi neuronal yang mengakibatkan terjadinya
hipereksitasi system saraf pusat sehingga menyebabkan kematian.
Cara Pemakaian: Gameksan 1% dioleskan tipis diseluruh tubuh kemudian
didiamkan 24 jam, setelah itu penderita disuruh mandi.
Efek samping: dapat menimbulkan risiko tokisisitas pada system saraf pusat (Ko
CJ, 2004).
- Benzyl benzoate 25%
Benzil benzoat adalah ester asam benzoat dan alkohol benzil yang merupakan
bahan sintesis balsam peru.
Cara Kerja: Benzil benzoat bersifat neurotoksik.
Cara Pemakaian: Digunakan sebagai 25% emulsi dengan periode kontak 24 jam
dan pada usia dewasa muda atau anak-anak, dosis dapat dikurangi menjadi 12,5%.
Benzil benzoate sangat efektif bila digunakan dengan baik dan teratur dan secara
kosmetik bisa diterima.
Efek samping dari benzil benzoate dapat menyebabkan dermatitis iritan , karena
itu penderita harus diingatkan untuk tidak menggunakan secara berlebihan.
Penggunaan berulang dapat menyebabkan dermatitis alergi. Terapi ini
dikontraindikasikan pada wanita hamil dan menyusui, bayi, dan anak-anak kurang
dari 2 tahun.
E. Upaya Pencegahan
Edukasi pencegahan difokuskan kepada factor pencetus terjadinya penyakit
pedikulosis pubis. Edukasi pencegahan dengan meningkatkan hygiene pasien dan
menghindari hubungan seksual dengan orang yang mengidap pedikulosis pubis sebagai salah
satu factor risiko dari penyakit hubungan seksual.
F. Diagnosis Banding
1. Dermatitis seboroik
Dermatitis seboroik memberikan gambaran klinis berupa daerah eritema dan skuama
pada daerah pubis dan terasa gatal oleh penderita.
75 | P a g e
Gambar dermatitis seboroik pada bayi
2. Dermatomikosis
Pada penyakit dermatomikosis, biasanya didapatkan ruam ataupun lesi dengan tepi
berskuama, eritematous, dan meninggi serta berbentuk lingkaran (siklik) dan gatal.
Penyebabnya adalah jamur.
Gambar salah satu bentuk lesi dermatomikosis
76 | P a g e
CUTANEUS LARVA MIGRANS
A. Siklus Hidup Cutaneus Larva Migrans
77 | P a g e
B. Gejala klinis creeping eruption / Cutaneus larva migrans
Masuknya larva ke kulit biasanya disertai rasa gatal dan panas. Mula-mula akan timbul papul, kemudian diikuti bentuk yang khas, yakni lesi berbentuk linier atau berkelok-kelok, menimbul dengan diameter 2-3 mm, dan berwarna kemerahan. Adanya lesi papul yang eritematosa ini menunjukkan bahwa larva tersebut telah berada di kulit selama beberapa jam atau hari. Perkembangan selanjutnya papul merah ini menjalar seperti benang berkelok-kelok, polisiklik, serpiginosa, menimbul, dan membentuk terowongan (burrow), mencapai panjang beberapa cm. rasa gatal biasanya lebih hebat pada malam hari. Tempat predileksi adalah di tungkai, plantar, tangan, anus, bokong dan paha, juga di bagian tubuh dimana saja yang sering berkontak dengan tempat larva berada (Aisah, 2007).
C. Dasar Penegakkan Diagnosis Cutenaeus larva migrans
1. Anamnesis
Beberapa hal yang perlu ditanyakan dalam anamnesis antara lain: a. Biodata
Perlu dikaji secara lengkap untuk umur, penyakit cuteneus larva migrant biasanya menyerang anak-anak dibandingkan dengan orang dewasa. Orang dewasa biasanya berhubungan dengan faktor resiko pekerjaan sebagai tukang kebun, petani, dan orang-orang dengan hobi atau aktivitas yang berhubungan dengan tanah lembab dan berpasir (Jusych, 2009).
b. Keluhan Utama
Biasanya penderita datang dengan keluhan rasa gatal yang menjalar yang merupakan karakteristik cutaneus larva migrant/ creeping eruption.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Biasanya pasien mengeluh rasa gatal dan panas ketika larva menembus kulit. Lesi berbentuk papul kemerahan disertai gatal yang hebat. Rasa gatal biasanya lebih hebat pada malam hari, sehingga pasien sulit tidur. Biasanya terdapat krusta akibat lesi dan bila pasien sering menggaruk, dapat menimbulkan iritasi yang rentan terhadap infeksi sekunder.Tempat predileksi adalah di tempat – tempat yang kontak langsung dengan tanah, baik saat beraktivitas duduk, ataupun berbaring, seperti di tungkai, plantar, tangan,
78 | P a g e
anus, bokong dan paha juga di bagian tubuh di mana saja yang sering berkontak dengan tempat larva berada.
d. Riwayat penyakit dahulu
Tidak ada penyakit lain yang dapat menimbulkan cutaneus larva migrans kecuali kontak langsung dengan tanah lembab atau berpasir, yang telah terkontaminasi dengan feces anjing atau kucingbiasanya menyembunyikan daerah-daerah yang terkena lesi pada saat interaksi sosial.
e. Pola kehidupan sehari-hari
Biasanya ditemukan pada orang-orang yang jarang menggunakan alas kaki pada tanah lembab ataupun pasir yang terkontaminasi agen penyebab.
2. Pemeriksaan Fisik
Menurut Aisah (2007), dari pemeriksaan fisik didapatkan kelainan berupa: Terdapatnya bentuk yang khas, yakni terdapatnya kelainan seperti benang yang lurus atau berkelok – kelok, menimbul dan terdapat papul atau vesikel di atasnya. Mula – mula , pada point of entry, akan timbul papul, kemudian diikuti oleh bentuk yang khas, yakni lesi berbentuk linear atau berkelok – kelok (snakelike appearance– bentuk seperti ular) yang terasa sangat gatal, menimbul dengan lebar 2 – 3 mm, panjang 3 – 4 cm dari point of entry, dan berwarna kemerahan. Adanya lesi papul yang eritematosa ini menunjukkan larva tersebut telah berada dikulit selama beberapa jam atau hari.
3. Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan eosinofilia perifer dan ditemukannya larva filariform nematode pada pemeriksaan biopsi kulit (Inderayanti, 2011).
D. Pengobatan
Sejak tahun 1963, telah diketahui bahwa antihelmintes berspektrum luas, misalnya tiabendazol (mintezol), ternyata efektif. Dosisnya 50mg/kgBB/hari, sehari 2 kali, diberikan berturut-turut selama 2 hari. Dosis maksimum 3 gram sehari, jika belum sembuh dapat diulangi setelah beberapa hari. Obat ini sukar didapat. Efek sampingnya mual, pusing, dan muntah. Eyster mencobakan pengobatan topical solusio tiabendazol dalam DMSO dan ternyata efektif. Demikian pula pengobatan dengan suspensi obat tersebut secara oklusi selama 24-48 jam telah dicoba oleh Davis dan Israel.
Obat lain adalah albendazol, dosis sehari 400 mg sebagai dosis tunggal, diberikan 3 hari berturut-turut. Cara terapi ialah dengan menggunakann CO2 snow (dry ice) dengan penekanan selama 45” sampai 1’, dua hari berturut-turut. Penggunaan N2
liqoid juga dicobakan. Cara beku dengan menyemprotkan kloretil sepanjang lesi.
79 | P a g e
Cara tersebut di atas agak sulit karena kita tidak mengetahui secara pasti dimana larva berada, dan bila terlalu lama dapat merusak jaringan disekitarnya. Pengobatan cara lama dan sudah ditinggalkan adalah dengan preparat antimon.
E. Upaya edukasi dan pencegahan :
Edukasi :
Konsumsi obat secara teratur.
Menjaga kebersihan lingkungan dan hewan peliharaan seperti kucing.
1. Terhadap Keluarga
Awasi pengkonsumsian obat pasien
Meningkatkan sistem sanitasi yang baik terutama yang terkait dengan feses.
Pemakaian sepatu pada area dimana banyak terdapat penyakit cacing tambang.
Memperhatikan kebersihan dan menghindari kontak yang terlalu banyak
dengan hewan-hewan yang merupakan karier cacing tambang.
2. Terhadap Lingkungan
Menjaga kebersihan dan sanitasi.
Pemakaian sepatu pada area yang banyak terdapat penyakit cacing tambang.
Menghindari kontak yang terlalu banyak dengan hewan-hewan yang
merupakan karier cacing tambang seperti kucing dan anjing.
F. Diagnosis Banding
1. Skabies
Gejala yang ditimbulkan hampir sama dengan skabies. Yang membedakan pada skabies terowongan yang terbentuk tidak sepanjang seperti pada penyakit cutaneus larva migran.
2. Dermatofitosis
Biasanya penyakit ini memiliki gejala yang sama dengan penyakit dermatofitosis. Lesi yang berbentuk polisiklik biasanya tumpang tindih dengan penyakit dermatofitosis yang disebabkan oleh mikroorganisme jamur.
3. Dermatitis insect bite
Diagmosis banding ini ditegakkan oleh karena gejala awal pada permulaan lesi berupa papul yang menyerupai cutaneus larva migran.
4. Herpes zooster
80 | P a g e
Bila invasi larva yang multipel timbul serentak, papul – papul lesi dini dapat menyerupai herpes zoster, oleh sebab itu penyakit herpes zoster bisa menjadi diferensial diagnosis pada penyakit cutaneus lava migran.
81 | P a g e