47
Fara PRESENTASI KASUS REHABILITASI MEDIS SEORANG ANAK 5 TAHUN DENGAN OMSK AURICULA DEXTRA, MASTOIDITIS BILATERAL, SINUSITIS MAKSILARIS, ETHMOIDALIS, SPHENOIDALIS BILATERAL DAN PARESE NERVUS FACIALIS PERIFER SINISTRA oleh: Salma Asri Nova G9911112126 Pembimbing dr. Tri Lastiti W., Sp.KFR., M.Kes dr. Dessy Kurniawati T, Sp. KFR

Parese n Vii Perifer Salma Asri112126

Embed Size (px)

DESCRIPTION

kslkfkslfklds

Citation preview

STATUS PASIEN

Fara

PRESENTASI KASUS REHABILITASI MEDIS

SEORANG ANAK 5 TAHUN DENGAN OMSK AURICULA DEXTRA, MASTOIDITIS BILATERAL, SINUSITIS MAKSILARIS, ETHMOIDALIS, SPHENOIDALIS BILATERAL DAN PARESE NERVUS FACIALIS PERIFER SINISTRA

oleh:Salma Asri NovaG9911112126

Pembimbingdr. Tri Lastiti W., Sp.KFR., M.Kesdr. Dessy Kurniawati T, Sp. KFR

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN REHABILITASI MEDIKFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARETRSUD DR.MOEWARDI2012

BAB ISTATUS PASIEN

I. ANAMNESISA. Identitas PasienNama: An. FUmur: 5 tahunJenis Kelamin: Laki-lakiAgama: IslamPekerjaan: PelajarAlamat: Pelem rt Jatisrono WonogiriStatus: Belum menikahTanggal Masuk: 22 September 2012Tanggal Periksa: 1 Oktober 2012No RM: 01151242

B. Keluhan UtamaMata kiri tidak dapat menutup dan keluar cairan dari telinga kanan

C. Riwayat Penyakit Sekarang 1 bulan SMRS keluar cairan bening dari telinga kiri pasien, bau (-), nanah (-), darah (-). Sejak saat itu wajah pasien tampak merot, mata kiri tidak dapat menutup, dahi sebelah kiri tidak bisa dikerutkan, sudut mulut kiri juga tidak bisa diangkat. Pasien juga mengeluhkan sulit mengunyah makanan di sebelah kiri. Bila pasien makan, makanan yang di mulut sebelah kiri cenderung terkumpul disamping depan. Pasien tidak mengalami gangguan pengecapan. Oleh keluarga pasien dibawa berobat ke RSUD Wonogiri dan tidak lagi keluar cairan dari telinga kiri. Tapi telinga kanan kemudian mengeluarkan cairan, bau (-), nanah (-), darah (-). Pasien kemudian dibawa ke RSDM.D. Riwayat Penyakit DahuluRiwayat sakit serupa: disangkalRiwayat trauma: disangkalRiwayat mondok: disangkalRiwayat hipertensi: disangkalRiwayat penyakit jantung: disangkalRiwayat sakit gula: disangkalRiwayat asma: disangkal

E. Riwayat Penyakit KeluargaRiwayat hipertensi: disangkalRiwayat sakit gula: disangkalRiwayat penyakit jantung: disangkalRiwayat asma: disangkalRiwayat sakit serupa: disangkalF. Riwayat Kebiasaan dan GiziRiwayat minum jamu: disangkal

G. Riwayat Sosial EkonomiPasien adalah seorang anak laki-laki, tinggal dengan ayah dan ibunya dirumah. Pasien bersekolah di taman kanak-kanak. Saat ini pasien mondok di RSUD DR. Moewardi dengan menggunakan fasilitas Jamkesmas.

II. PEMERIKSAAN FISIKA. Status GeneralisKeadaan umum lemah, compos mentis E4V5M6, gizi kesan cukup.B. Tanda VitalNadi: 84x / menitRespirasi: 24x / menitSuhu: 36,5 C per aksilerC. KulitWarna sawo matang, pucat (-), ikterik (-), petechie (-)D. KepalaBentuk kepala mesochepal, kedudukan kepala simetrisE. MataLagoftalmus (-/+), Conjunctiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya langsung (+/+), pupil isokor (3mm/3mm)F. HidungNafas cuping hidung (-), deformitas (-), darah (-/-), sekret (-/-)G. TelingaDeformitas (-/-), darah (-/-), sekret (+/-), keluar cairan bening dari telinga kanan, nanah (-), bau (-).H. MulutBibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-)I. LeherSimetris, trakea di tengah, JVP (R+2) ,limfonodi tidak membesar, nyeri tekan (-), benjolan (-)J. Thorax1. Retraksi (-)2. JantungInspeksi: Ictus Cordis tidak tampakPalpasi: Ictus Cordis tidak kuat angkatPerkusi: Konfigurasi Jantung kesan tidak melebarAuskultasi: Bunyi Jantung I dan II intensitas normal, reguler, bising (-)3. ParuInspeksi: Pengembangan dada kanan = kiri Palpasi: Fremitus raba kanan = kiriPerkusi: Sonor / SonorAuskultasi: Suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-)K. TrunkInspeksi: deformitas (-), skoliosis (-), kifosis (-), lordosis (-)Palpasi: massa (-), nyeri tekan (-), oedem (-)Perkusi: nyeri ketok costovertebra (-)L. AbdomenInspeksi: Dinding perut lebih rendah daripada dinding dadaAuskultasi: Peristaltik (+) normalPerkusi: TympaniPalpasi: Supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak terabaM. Ektremitas

Oedem Akral dingin--------N. Status PsikiatriDeskripsi Umum1.Penampilan : Laki-laki, tampak sesuai umur, perawatan diri cukup2.Kesadaran : Compos mentis3.Perilaku dan Aktivitas Motorik : Normoaktif4. Pembicaraan : Normal5. Sikap terhadap Pemeriksa : Kurang kooperatif, kontak mata cukupAfek dan MoodAfek: AppropiateMood: NormalGangguan PersepsiHalusinasi: (-)Ilusi: (-)Proses PikirBentuk: realistikIsi: waham (-)Arus: koherenSensorium dan KognitifDaya konsentrasi: baikOrientasi: Orang: baik Waktu: baik Tempat: baikDaya Ingat: Jangka panjang: baik Jangka pendek: baikDaya Nilai: Daya nilai realitas dan sosial baikInsight: baikO. Status NeurologisKesadaran: GCS E4V5M6Fungsi Luhur: normalFungsi Vegetatif: IV lineFungsi Sensorik: dalam batas normalFungsi Motorik dan ReflekKekuatan Tonus R.FisiologisR.patologis55NN +2 +2 -- 55NN +2+2 --Pemeriksaan nervi cranialesN. III : pupil isokor (3mm/3mm), RC (+/+)N. VII : parese (S) LMNN. XII : dalam batas normal

Range of Motion (ROM)ROM NECKROM

AktifPasif

Flexi0 7000 700

Extensi0 4000 400

Lateral bend0 6000 600

Rotasi0 900 0 900

Ekstremitas Superior ROM AKTIF ROM pasif

DextraSinistra Dextra Sinistra

ShoulderFleksi0-30 0-180 0-180 0-180

Ekstensi0-30 0-30 0-30 0-30

Abduksi0-30 0 -150 0-150 0-150

Adduksi0 0 - 75 0-75 0-70

External Rotasi0 0 - 90 0-90 0-90

Internal Rotasi0 0 - 90 0-90 0-90

ElbowFleksi0 0 -150 0-150 0-150

Ekstensi0 150-0 150-0 150-0

Pronasi0 0 -90 0-90 0-90

Supinasi0 0-90 0-90 0-90

WristFleksi0 0 -90 0-90 0-90

Ekstensi00-70 0-70 0-70

Ulnar deviasi00-30 0-30 0-30

Radius deviasi00-30 0-30 0-30

FingerMCP I fleksi 0-30 0-90 0-90 0-90

MCP II-IV fleksi0-30 0-90 0-90 0-90

DIP II-V fleksi0-30 0-90 0-90 0-90

PIP II-V fleksi0-300-100 0-100 0-100

MCP I ekstensi0 0-30 0-30 0-30

EKSTREMITASINFERIORROM AKTIFROM PASIF

DextraSinistraDextraSinistra

Hip Fleksi0-800-1200-1200-120

Ekstensi0-100-300-300-30

Abduksi0-150-450-450-45

Adduksi0-100-300-300-30

Eksorotasi0-300-800-300-30

Endorotasi0-300-800-300-30

KneeFleksi0-600-1200-1200-120

Ekstensi0000

AnkleDorsofleksi0-200-200-300-30

Plantarfleksi0-200-300-300-30

Manual Muscle Testing (MMT)

Ekstremitas SuperiorDextraSinistra

ShoulderFleksorM Deltoideus anterior55

M Biseps55

EkstensorM Deltoideus anterior55

M Teres mayor55

AbduktorM Deltoideus55

M Biceps55

AdduktorM Lattissimus dorsi55

M Pectoralis mayor55

Internal RotasiM Lattissimus dorsi 55

M Pectoralis mayor55

Eksternal RotasiM Teres mayor55

M Infra supinatus55

ElbowFleksorM Biceps55

M Brachialis55

EkstensorM Triceps55

SupinatorM Supinator55

PronatorM Pronator teres55

WristFleksorM Fleksor carpi radialis55

EkstensorM Ekstensor digitorum55

AbduktorM Ekstensor carpi radialis55

AdduktorM ekstensor carpi ulnaris55

FingerFleksorM Fleksor digitorum55

EkstensorM Ekstensor digitorum55

Ekstremitas inferiorDextraSinistra

HipFleksorM Psoas mayor55

EkstensorM Gluteus maksimus55

AbduktorM Gluteus medius55

AdduktorM Adduktor longus55

KneeFleksorHarmstring muscle55

EkstensorQuadriceps femoris55

AnkleFleksorM Tibialis55

EkstensorM Soleus55

MMT OTOT WAJAH (Skala Daniels-Worthingham)MusculusDektraSinistra

M. Frontalis51

M. Buccinator51

M. Orbicularis oculli51

M. Nasalis51

M. Zigomaticum51

M. Orbicularis oris51

M. Corugator supercilli51

Untuk menilai kekuatan otot fasialis yang mengalami paralisis digunakan skala Daniel and Worthinghoms Manual Muscle Testing, Yaitu :0 : Zero, tidak ada kontraksi1 : Trace, kontraksi minimal3 : Fair, kontraksi, dilakukan susah payah5 : Normal, kontraksi dan terkontrol

Status AmbulasiIndeks BarthelActivityScore

Feeding0 = unable5 = butuh bantuan memotong, mengoleskan mentega, dll, atau membutuhkan modifikasi diet10 = independen 5

Bathing0 = dependen5 = independen (atau menggunakan shower)

5

Grooming0 = membutuhkan bantuan untuk perawatan diri5 = independen dalam perawatan muka, rambut, gigi, dan bercukur0

Dressing0 = dependen5 = membutuhkan bantuan, tapi dapat melakukan sebagian pekerjaan sendiri10 = independen (termasuk mengancingkan resleting, menalikan pita, dll.5

Bowel0 = inkontinensia (atau membutuhkan enema)5 = occasional accident10 = kontinensia10

Bladder0 = inkontinensia atau memakai kateter dan tidak mampu menangani sendiri5 = occasional accident10 = kontinensia10

Toilet use0 = dependen5 = membutuhkan bantuan, tapi dapat melakukan beberapa hal sendiri10 = independen (on and off, dressing)10

Transfer0 = unable, tidak ada keseimbangan duduk5 = butuh bantuan besar (satu atau dua orang, fisik), dapat duduk10 = bantuan kecil (verbal atau fisik)15 = independen15

Mobility0 = immobile atau < 50 yard5 = wheelchair independen, > 50 yard10 = berjalan dengan bantuan satu orang (verbal atau fisik) > 50 yard15 = independen (tapi dapat menggunakan alat bantu apapun, tongkat) > 50 yard15

Stairs 0 = unable5 = membutuhkan bantuan (verbal, fisik, alat bantu)10 = independen10

Total (0-100)85

Klasifikasi Indeks Barthel:1-20: Totally dependent21-60: Severely dependent61-90: Moderate dependent91-99: Mild dependent 100: Independent

III. PEMERIKSAAN PENUNJANGA. Laboratorium Darah Pemeriksaan22/0926/09SatuanNilai normal

Hb9.013.4g/dl11.8 - 17.5

Hct284033 45

AL19.813.0106/l4.5 - 11.0

AE3.665.04103/l4.50 - 5.90

AT140101103/l150-450

GDS82mg/dl60-140

Golongan darahB

SGOT17u/l0-35

SGPT9u/l0-45

Kreatinin0.5mg/dl0.8 -1.3

Ureum19mg/dl< 50

Na139mmol/l136 145

K4.4mmol/l3.3 - 5.1

Cl103mmol/l98 106

HbsAgnon reaktif

B. Multi Slice CT-ScanKesan: Mastoiditis bilateralSinusitis maksilaris bilateral, ethmoidalis bilateral dan sphenoidalis

IV. ASSESMENTKlinis : Parese n.VII (S) LMNTopis: N. VII LMNEtiologi : Parese n.VII (S) LMN e.c OMSK AD dd Mastoiditis

V. DAFTAR MASALAHA. Problem Medis1. Parese n.VII (S) LMN2. OMSK AD3. Mastoiditis bilateral4. Sinusitis maksilaris, ethmoidalis, sphenoidalis bilateral. B. Problem Rehabilitasi Medik1. Fisioterapi : kelemahan pada otot-otot wajah kiri2. Terapi Wicara : tidak ada3. Terapi Okupasi : Gangguan otot wajah sebelah kiri dan makanan cenderung terkumpul sebelah kiri depan, kesulitan mengunyah makanan. Pada saat gosok gigi dan berkumur sedikit kesulitan di sisi sebelah kiri4. Sosiomedik : tidak ada5. Ortesa-protesa: kelopak mata tidak bisa menutup penuh sebelah kiri, mulut tertarik ke kanan.6. Psikologis : stres akibat penyakit yang dideritanya

VI. PENATALAKSANAANA. Terapi Medikamentosa1. Infus D S 12 tpm2. Injeksi Cefotaxim 500mg/ 6 jam3. Injeksi Dexamethason 2mg/ 8 jam4. Injeksi Ketorolac 3mg/ 12 jamB. Terapi Rehabilitasi Medik1. Fisioterapi:a. Pemanasan dengan infra red. Pemanasan superfisial berupa infra red pada wajah sebelah kiri selama 10 menit.b. Gentle Massage sebelum latihan gerak volunter otot wajah, lamanya 5-10 menit. Setelah lewat fase akut diberi Deep Kneading Massage sebelum latihan gerak volunter otot wajah.c. Latihan gerak volunter wajah sisi kiri di depan cermin dengan gerakan mengerutkan dahi, menutup mata, tersenyum, bersiul/meniup, mengangkat sudut mulut.d. Electrical Stimulation2. Terapi Wicara: Tidak dilakukan3. Okupasi Terapia. Latihan penguat otot wajah dengan memberikan latihan menutup mata, mengerutkan dahi, meniup lilin, tersenyum, meringisb. Latihan meningkatkan aktivitas kerja sehari-hari dengan berkumur, latihan makan dengan mengunyah di sisi kiri, minum dengan sedotan.4. SosiomedikEdukasi keluarga mangenai penyakit yang diderita pasien. Motivasi dan konseling keluarga pasien untuk selalu berusaha menjalankan home program maupun program di RS. 5. Ortesa-protesa: Y plester6. Psikologia. Memberikan motivasi kepada pasien agar selalu melaksanakan program rehabilitasi. b. Memberikan dorongan mental supaya penderita tidak merasa cemas dan malu dengan penyakitnya.7. Home programa. Perawatan mata: Beri obat tetes mata 3x sehari Memakai kacamata hitam saat bepergian siang hari Sebelum tidur, kelopak mata ditutup secara pasifb. Kompres dengan air hangat pada sisi wajah sebelah kiri selama 20 menitc. Massage wajah sebelah kiri ke arah atas dengan menggunakan tangan dari sebelah kanan.d. Latihan meniup lilin dengan jarak semakin dijauhkan, makan dengan mengunyah di sisi kanan, minum dengan sedotan dan mengunyah permen karet.

VII. IMPAIRMENT, DISABILITAS, dan HANDICAPA. Impairment: parese n.VII perifer (S), Lagoftalmus (S)B. Disabilitas: penurunan fungsi otot wajah sebelah kiriC. Handicap: keterbatasan dalam berinteraksi di sekolahVIII. PLANNING Planning Diagnostik: ElectromyelografiPlanning terapi: Pasien mondok untuk penatalaksanaan bagian tht, anak, dan rehabilitasi medikPlanning monitoring : Evaluasi hasil medika mentosa dan rehabilitasi medik

IX. TUJUAN1. Perbaikan keadaan umum sehingga mempersingkat waktu perawatan2. Mencegah terjadinya komplikasi yang dapat memperburuk keadaan3. Meminimalkan impairment, disability dan handicap4. Membantu penderita sehingga mampu mandiri dalam menjalankan aktivitas sehari-hari5. Edukasi perihal home exercise

X. PROGNOSISAd vitam: bonamAd sanam: bonamAd fungsionam: bonam

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. DefinisiKelumpuhan nervus fasialis ( N VII ) merupakan kelumpuhan otot-otot wajah dimana pasien tidak atau kurang dapat menggerakkan otot wajah, sehingga wajah pasien tidak simetris. Hal ini tampak sekali ketika pasien diminta untuk menggembungkan pipi dan mengerutkan dahi.1

B. Anatomi dan Fisiologi Nervus FasialisSaraf fasialis mempunyai 2 subdivisi , yaitu:5,6 1. Nervus fasialis yang sebenarnya: yaitu nervus fasialis yang murni untuk mempersarafi otot-otot ekspresi wajah, otot platisma, stilohioid, digastrikus bagian posterior dan stapedius di telinga tengah.2. Saraf intermediet (pars intermedius wisberg), yaitu subdivisi saraf yang lebih tipis yang membawa saraf aferen otonom, eferen otonom, aferen somatis. Aferen otonom: mengantar impuls dari alat pengecap di dua pertiga depan lidah. Sensasi pengecapan dari 2/3 bagian depan lidah dihantar melalui saraf lingual ke korda timpani dan kemudian ke ganglion genikulatum dan kemudian ke nukleus traktus solitarius. Eferen otonom (parasimpatik eferen): datang dari nukleus salivatorius superior. Terletak di kaudal nukleus. Satu kelompok akson dari nukleus ini, berpisah dari saraf fasilalis pada tingkat ganglion genikulatum dan diperjalanannya akan bercabang dua yaitu ke glandula lakrimalis dan glandula mukosa nasal. Kelompok akson lain akan berjalan terus ke kaudal dan menyertai korda timpani serta saraf lingualis ke ganglion submandibularis. Dari sana, impuls berjalan ke glandula sublingualis dan submandibularis, dimana impuls merangsang salivasi. Aferen somatik: rasa nyeri (dan mungkin juga rasa suhu dan rasa raba) dari sebagian daerah kulit dan mukosa yang disarafi oleh nervus trigeminus. Daerah overlapping (disarafi oleh lebih dari satu saraf atau tumpang tindih) ini terdapat di lidah, palatum, meatus akustikus eksterna, dan bagian luar membran timpani.Inti motorik nervus VII terletak di pons. Serabutnya mengitari nervus VI, dan keluar di bagian lateral pons. Nervus intermedius keluar di permukaan lateral pons di antara nervus VII dan nervus VIII. Ketiga nervus ini bersama-sama memasuki meatus akustikus internus. (lihat gambar 2) Di dalam meatus ini, saraf fasialis dan intermediet berpisah dari saraf VIII dan terus ke lateral dalam kanalis fasialis, kemudian ke atas ke tingkat ganglion genikulatum. Pada ujung akhir kanalis , saraf fasialis meninggalkan kranium melalui foramen stilomastoideus. Dari titik ini, serat motorik menyebar di atas wajah. Dalam melakukan penyebaran itu, beberapa melubangi glandula parotis.5,6Sewaktu meninggalkan pons, nervus fasialis beserta nervus intermedius dan nervus VIII masuk ke dalam tulang temporal melalui porus akustikus internus. Dalam perjalanan di dalam tulang temporal, nervus VII dibagi dalam 3 segmen, yaitu segmen labirin, segman timpani dan segmen mastoid.1Segmen labirin terletak antara akhir kanal akustik internus dan ganglion genikulatum . panjang segmen ini 2-4 milimeter.1Segmen timpani (segmen vertikal), terletak di antara bagian distal ganglion genikulatum dan berjalan ke arah posterior telinga tengah , kemudian naik ke arah tingkap lonjong (venestra ovalis) dan stapes, lalu turun kemudian terletak sejajar dengan kanal semisirkularis horizontal. Panjang segmen ini kira-kira 12 milimeter.1 Segmen mastoid ( segmen vertikal) mulai dari dinding medial dan superior kavum timpani . perubahan posisi dari segman timpani menjadi segmen mastoid, disebut segman piramidal atau genu eksterna. Bagian ini merupakan bagian paling posterior dari nervus VII, sehingga mudah terkena trauma pada saat operasi. Selanjutnya segmen ini berjalan ke arah kaudal menuju segmen stilomaoid . panjang segmen ini 15-20 milimeter.1Nukleus fasialis juga menerima impuls dari talamus yang mengarahkan yang mengarahkan gerakan ekspresi emosional pada otot-otot wajah. Juga ada hubungan dengan gangglion basalis. Jika bagian ini atau bagian lain dari sistem piramidal menderita penyakit penyakit, mungkin terdapat penurunan atau hilangnya ekspresi wajah (hipomimia atau amimi).6

C. EtiologiPenyebab kelumpuhan nervus fasialis bisa disebabkan oleh kelainan congenital, infeksi, tumor, trauma, gangguan pembuluh darah, idiopatik, dan penyakit-penyakit tertentu.1,31. KongenitalKelumpuhan yang didapat sejak lahir ( congenital ) bersifat irreversible dan terdapat bersamaan dengan anomaly pada telinga dan tulang pendengaran.1 Pada parese nervus fasialis bilateral dapat terjadi karena adanya gangguan perkembangan nervus fasialis dan seringkali bersamaan dengan kelemahan okular (sindrom Moibeus).32. InfeksiProses infeksi di intracranial atau infeksi telinga tengah dapat menyebabkan kelumpuhan nervus fasialis. Infeksi intracranial yang menyebabkan kelumpuhan ini seperti pada Sindrom Ramsay-Hunt, Herpes otikus. Infeksi Telinga tengah yang dapat menimbulkan parese nervus fasialis adalah otitis media supuratif kronik ( OMSK ) yang telah merusak Kanal Fallopi.13. TumorTumor yang bermetastasis ke tulang temporal merupakan penyebab yang paling sering ditemukan. Biasanya berasal dari tumor payudara, paru-paru, dan prostat. Juga dilaporkan bahwa penyebaran langsung dari tumor regional dan sel schwann, kista dan tumor ganas maupun jinak dari kelenjar parotis bisa menginvasi cabang akhir dari nervus fasialis yang berdampak sebagai bermacam-macam tingkat kelumpuhan. Pada kasus yang sangat jarang, karena pelebaran aneurisma arteri karotis dapat mengganggu fungsi motorik nervus fasialis secara ipsilateral.24. TraumaParese nervus fasialis bisa terjadi karena trauma kepala, terutama jika terjadi fraktur basis cranii, khususnya bila terjadi fraktur longitudinal. Selain itu luka tusuk, luka tembak serta penekanan forsep saat lahir juga bisa menjadi penyebab. Nervus fasialis pun dapat cedera pada operasi mastoid, operasi neuroma akustik/neuralgia trigeminal dan operasi kelenjar parotis.25. Gangguan Pembuluh DarahGangguan pembuluh darah yang dapat menyebabkan parese nervus fasialis diantaranya thrombosis arteri karotis, arteri maksilaris dan arteri serebri media.16. Idiopatik ( Bells Palsy )Parese Bell merupakan lesi nervus fasialis yang tidak diketahui penyebabnya atau tidak menyertai penyakit lain.Pada parese Bell terjadi edema nervus fasialis. Karena terjepit di dalam foramen stilomastoideus dan menimbulkan kelumpuhan tipe LMN yang disebut sebagai Bells Palsy.37. Penyakti-penyakit tertentuParese fasialis perifer dapat terjadi pada penyakit-penyakit tertentu, misalnya DM, hepertensi berat, anestesi local pada pencabutan gigi, infeksi telinga tengah, sindrom Guillian Barre.3

D. Gejala dan Manifestasi KlinisOtot-otot bagian atas wajah mendapat persarafan dari 2 sisi. Karena itu, terdapat perbedaan antara gejala kelumpuhan saraf VII jenis sentral dan perifer. Pada gangguan sentral, sekitar mata dan dahi yang mendapat persarafan dari 2 sisi, tidak lumpuh ; yang lumpuh ialah bagian bawah dari wajah. Pada gangguan N VII jenis perifer (gangguan berada di inti atau di serabut saraf) maka semua otot sesisi wajah lumpuh dan mungkin juga termasuk cabang saraf yang mengurus pengecapan dan sekresi ludah yang berjalan bersama N. Fasialis.5Bagian inti motorik yang mengurus wajah bagian bawah mendapat persarafan dari korteks motorik kontralateral, sedangkan yang mengurus wajah bagian atas mendapat persarafan dari kedua sisi korteks motorik (bilateral) (gambar 3). Karenanya kerusakan sesisi pada upper motor neuron dari nervus VII (lesi pada traktus piramidalis atau korteks motorik) akan mengakibatkan kelumpuhan pada otot-otot wajah bagian bawah, sedangkan bagian atasnya tidak. Penderitanya masih dapat mengangkat alis, mengerutkan dahi dan menutup mata (persarafan bilateral) ; tetapi pasien kurang dapat mengangkat sudut mulut (menyeringai, memperlihatkan gigi geligi) pada sisi yang lumpuh bila disuruh. Kontraksi involunter masih dapat terjadi, bila penderita tertawa secara spontan, maka sudut mulut dapat terangkat.5Pada lesi motor neuron, semua gerakan otot wajah, baik yang volunter maupun yang involunter, lumpuh. Lesi supranuklir (upper motor neuron) nervus VII sering merupakan bagian dari hemiplegia. Hal ini dapat dijumpai pada strok dan lesi-butuh-ruang (space occupying lesion) yang mengenai korteks motorik, kapsula interna, talamus, mesensefalon dan pons di atas inti nervus VII. Dalam hal demikian pengecapan dan salivasi tidak terganggu. Kelumpuhan nervus VII supranuklir pada kedua sisi dapat dijumpai pada paralisis pseudobulber. 5 Gejala dan tanda klinik yang berhubungan dengan lokasi lesi . 1. Lesi di luar foramen stilomastoideusMulut tertarik kearah sisi mulut yang sehat, makan terkumpul di antara pipi dan gusi. Lipatan kulit dahi menghilang. Apabila mata yang terkena tidak ditutup atau tidak dilindungi maka air mata akan keluar terus menerus.2. Lesi di kanalis fasialis (melibatkan korda timpani)Gejala dan tanda klinik seperti pada (1), ditambah dengan hilangnya ketajaman pengecapan lidah (2/3 bagian depan) dan salivasi di sisi yang terkena berkurang. Hilangnya daya pengecapan pada lidah menunjukkan terlibatnya nervus intermedius, sekaligus menunjukkan lesi di antara pons dan titik dimana korda timpani bergabung dengan nervus fasialis di kanalis fasialis. 3. Lesi di kanalis fasialis lebih tinggi lagi (melibatkan muskulus stapedius)Gejala dan tanda klinik seperti (1) dan (2) di tambah dengan hiperakusis.4. Lesi ditempat yang lebih tinggi lagi (melibatkan ganglion genikulatumGejala dan tanda kilinik seperti pada (1),(2),(3) disertai dengan nyeri di belakang dan didalam liang telinga, dan kegagalan lakrimal. Kasus seperti ini dapat terjadi pascaherpes di membrana timpani dan konka. Sindrom Ramsay-Hunt adalah parese fasialis perifer yang berhubungan dengan herpes zoster di ganglion genikulatum. Tanda-tandanya adalah herpes zoster otikus , dengan nyeri dan pembentukan vesikel dalam kanalis auditorius dan dibelakang aurikel (saraf aurikularis posterior), terjadi tinitus, kegagalan pendengaran, gangguan pengecapan, pengeluaran air mata dan salivasi.5. Lesi di meatus akustikus internusGejala dan tanda klinik seperti diatas ditambah dengan tuli akibat terlibatnya nervus akustikus.6. Lesi ditempat keluarnya nervus fasialis dari ponsGejala dan tanda klinik sama dengan diatas, disertai gejala dan tanda terlibatnya nervus trigeminus, nervus akustikus dan kadang kadang juga nervus abdusen, nervus aksesorius dan nervus hipoglossus.

E. Klasifikasi Parese FasialisGambaran dari disfungsi motorik fasial ini sangat luas dan karakteristik dari parese ini sangat sulit. Beberapa sistem telah usulkan tetapi semenjak pertengahan 1980. Sistem house-Brackmann yang selalu atau sangat dianjurkan . pada klasifikasi ini grade 1 merupakan fungsi yang normal dan grade 6 merupakan parese yang komplit. Pertengahan grade ini sistem berbeda penyesuaian dari fungsi ini pada istirahat dan dengan kegiatan. Ini diringkas dalam tabel:7GradePenjelasanKarakteristik

INormalFungsi fasial normal

IIDisfungsi ringanKelemahan yang sedikit yang terlihat pada inspeksi dekat, bisa ada sedikit sinkinesis. Pada istirahat simetri dan selaras. Pergerakan dahi sedang sampai baikMenutup mata dengan usaha yang minimalTerdapat sedikit asimetris pada mulut jika melakukan pergerakan

IIIDisfungsi sedangTerlihat tapi tidak tampak adanya perbedaan antara kedua sisiAdanya sinkinesis ringanDapat ditemukam spasme atau kontraktur hemifasialPada istirahat simetris dan selarasPergerakan dahi ringan sampai sedangMenutup mata dengan usahaMulut sedikit lemah dengan pergerakan yang maksimum

IVDisfungsi sedang beratTampak kelemahan bagian wajah yang jelas dan asimetriKemampuan menggerakkan dahi tidak adaTidak dapat menutup mata dengan sempurnaMulut tampak asimetris dan sulit digerakkan.

VDisfungsi beratWajah tampak asimetrisPergerakan wajah tidak ada dan sulit dinilaiDahi tidak dapat digerakkanTidak dapat menutup mataMulut tidak simetris dan sulit digerakkan

VITotal pareseTidak ada pergerakkan

F. Uji DiagnostikDiagnosis ditegakkan dengan melakukan pemeriksaan fungsi nervus fasialis. Tujuan pemeriksaan fungsi nervus fasialis adalah untuk menentukan letak lesi dan menentukan derajat kelumpuhannya.11. Pemeriksaan fungsi saraf motorikTerdapat 10 otot-otot utama wajah yang bertanggung jawab untuk terciptanya mimic dan ekspresi wajah seseorang. Adapun urutan ke-10 otot-otot tersebut dari sisi superior adalah sebagai berikut :a. M. Frontalis : diperiksa dengan cara mengangkat alis ke atas.b. M. Sourcilier : diperiksa dengan cara mengerutkan alisc. M. Piramidalis : diperiksa dengan cara mengangkat dan mengerutkan hidung ke atasd. M. Orbikularis Okuli : diperiksa dengan cara memejamkan kedua mata kuat-kuate. M. Zigomatikus : diperiksa dengan cara tertawa lebar sambil memperlihatkan gigif. M. Relever Komunis: diperiksa dengan cara memoncongkan mulut kedepan sambil memperlihatkan gigig. M. Businator : diperiksa dengan cara menggembungkan kedua pipih. M. Orbikularis Oris :diperiksa dengan cara menyuruh penderita bersiuli. M. Triangularis : diperiksa dengan cara menarik kedua sudut bibir ke bawahj. M. Mentalis : diperiksa dengan cara memoncongkan mulut yang tertutup rapat ke depanPada tiap gerakan dari ke 10 otot tersebut, kita bandingkan antara kanan dan kiri :a. Untuk gerakan yang normal dan simetris dinilai dengan angka tiga (3)b. Sedikit ada gerakan dinilai dengan angka satu (1)c. Diantaranya dinilai dengan angka dua (2)d. Tidak ada gerakan sama sekali dinilai dengan angka nol (0)Seluruh otot ekspresi tiap sisi muka dalam keadaan normal akan mempunyai nilai tiga puluh ( 30 ).12. TonusPada keadaan istirahat tanpa kontraksi maka tonus otot menentukan terhadap kesempurnaan mimic / ekspresi muka. Freyss menganggap penting akan fungsi tonus sehingga mengadakan penilaian pada setiap tingkatan kelompok otot muka, bukan pada setiap otot. Cawthorne mengemukakan bahwa tonus yang jelek memberikan gambaran prognosis yang jelek. Penilaian tonus seluruhnya berjumlah lima belas (15) yaitu seluruhnya terdapat lima tingkatan dikalikan tiga untuk setiap tingkatan. Apabila terdapat hipotonus maka nilai tersebut dikurangi satu (-1) sampai minus dua (-2) pada setiap tingkatan tergantung dari gradasinya.13. GustometriSistem pengecapan pada 2/3 anterior lidah dipersarafi oleh n. Korda timpani, salah satu cabang nervus fasialis.1 Kerusakan pada N VII sebelum percabangan korda timpani dapat menyebabkan ageusi (hilangnya pengecapan).2Pemeriksaan dilakukan dengan cara penderita disuruh menjulurkan lidah, kemudian pemeriksa menaruh bubuk gula, kina, asam sitrat atau garam pada lidah penderita. Hali ini dilakukan secara bergiliran dan diselingi istirahat. Bila bubuk ditaruh, penderita tidak boleh menarik lidahnya ke dalam mulut, sebab bubuk akan tersebar melalui ludah ke sisis lidah lainnya atau ke bagian belakang lidah yang persarafannya diurus oleh saraf lain. Penderita disuruh untuk menyatakan pengecapan yang dirasakannya dengan isyarat, misalnya 1 untuk rasa manis, 2 untuk rasa pahit, 3 untuk rasa asin, dan 4 untuk rasa asam.2Pada pemeriksaan fungsi korda timpani adalah perbedaan ambang rangsang antara kanan dan kiri. Freyss menetapkan bahwa beda 50% antara kedua sisi adalah patologis.14. SalivasiPemeriksaan uji salivasi dapat dilakukan dengan melakukan kanulasi kelenjar submandibularis. Caranya dengan menyelipkan tabung polietilen no 50 kedalam duktus Wharton. Sepotong kapas yang telah dicelupkan kedalam jus lemon ditempatkan dalam mulut dan pemeriksa harus melihat aliran ludah pada kedua tabung. Volume dapat dibandingkan dalam 1 menit. Berkurangnya aliran ludah sebesar 25 % dianggap abnormal. Gangguan yang sama dapat terjadi pada jalur ini dan juga pengecapan, karena keduanya ditransmisi oleh saraf korda timpani.25. Schimer Test atau Naso-Lacrymal ReflexDianggap sebagai pemeriksaan terbaik untuk pemeriksaan fungsi serabut-serabut pada simpatis dari nervus fasialis yang disalurkan melalui nervus petrosus superfisialis mayor setinggi ganglion genikulatum. Kerusakan pada atau di atas nervus petrosus mayor dapat menyebabkan berkurangnya produksi air mata.1,2Tes Schimer dilakukan untuk menilai fungsi lakrimasi dari mata. Cara pemeriksaan dengan meletakkan kertas hisap atau lakmus lebar 0,5 cm panjang 5-10 cm pada dasar konjungtiva. Setelah tiga menit, panjang dari bagian strip yang menjadi basah dibandingkan dengan sisi satunya. Freys menyatakan bahwa kalau ada beda kanan dan kiri lebih atau sama dengan 50% dianggap patologis.1,26. Refleks StapediusUntuk menilai reflex stapedius digunakan elektoakustik impedans meter, yaitu dengan cara memberikan ransangan pada muskulus stapedius yang bertujuan untuk mengetahui fungsi N. stapedius cabang N.VII.7. Uji audiologikSetiap pasien yang menderita paralisis nervus fasialis perlu menjalani pemeriksaan audiogram lengkap. Pengujian termasuk hantaran udara dan hantaran tulang, timpanometri dan reflex stapes. Fungsi saraf cranial kedelapan dapat dinilai dengan menggunakan uji respon auditorik yang dibangkitkan dari batang otak. Uji ini bermanfaat dalam mendeteksi patologi kanalis akustikus internus. Suatu tuli konduktif dapat memberikan kesan suatu kelainan dalam telinga tengah, dan dengan memandang syaraf fasialis yang terpapar pada daerah ini, perlu dipertimbangkan suatu sumber infeksi. Jika terjadi parese saraf ketujuh pada waktu otitis media akut, maka mungkin gangguan saraf pada telinga tengah. Pengujian reflek dapat dilakukan pada telinga ipsilateral atau kontralateral dengan menggunakan suatu nada yang keras, yang akan membangkitkan respon suatu gerakan reflek dari otot stapedius. Gerakan ini mengubah tegangan membrane timpani dan menyebabkan perubahan impedansi rantai osikular. Jika nada tersebut diperdengarkan pada belahan telinga yang normal, dan reflek ini pada perangsangan kedua telinga mengesankan suatu kelainan pada bagian aferen saraf kranialis.28. SinkinesisSinkinesis menetukan suatu komplikasi dari parese nervus fasialis yang sering kita jumpai. Cara mengetahui ada tidaknya sinkinesis adalah sebagai berikut :1a. Penderita diminta untuk memenjamkan mata kuat-kuat kemudian kita melihat pergerakan otot-otot pada daerah sudut bibir atas. Kalau pergerakan normal pada kedua sisi dinilai dengan angka dua (2). Kalau pergerakan pada sisi paresis lebih (hiper) dibandingkan dengan sisi normal nilainya dikurangi satu (-1) atau dua (-2), tergantung dari gradasinya.b. Penderita diminta untuk tertawa lebar sambil memperlihatkan gigi, kemudian kita melihat pergerakan otot-otot pada sudut mata bawah. Penilaian seperti pada (a).c. Sinkinesis juga dapat dilihat pada waktu penderita berbicara (gerakan emosi) dengan memperhatikan pergerakan otot-otot sekitar mulut. Nilai satu (1) kalau pergerakan normal. Nilai nol (0) kalau pergerakan tidak simetris.9. HemispasmeHemispasme merupakan suatu komplikasi yang sering dijumpai pada penyembuhan parese fasialis yang berat. Diperiksa dengan cara penderita diminta untuk melakukan gerakan-gerakan bersahaya seperti mengedip-ngedipkan mata berulang-ulang maka bibir akan jelas tampak gerakan otot-otot pada sudut bibir bawah atau sudut mata bawah. Pada penderita yang berat kadang-kadang otot-otot platisma di daerah leher juga ikut bergerak. Untuk setiap gerakan hemispasme dinilai dengan angka (-1).1Fungsi motorik otot-otot tiap sisi wajah orang normal seluruhnya berjumlah lima puluh (50) atau 100%. Gradasi paresis fasialis dibandingkan dengan nilai tersebut dikalikan dua untuk persentasenya.1G. Pemeriksaan PenunjangSalah satu pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mengetahui parese nervus fasialis adalah dengan uji fungsi saraf. Terdapat beberapa uji fungsi saraf yang tersedia antara lain Elektromigrafi (EMG), Elektroneuronografi (ENOG), dan uji stimulasi maksimal.21. Elektromiografi (EMG)EMG sering kali dilakukan oleh bagian neurologi. Pemeriksaan ini bermanfaat untuk menentukan perjalanan respons reinervasi pasien. Pola EMG dapat diklasifikasikan sebagai respon normal, pola denervasi, pola fibrilasi, atau suatu pola yang kacau yang mengesankan suatu miopati atau neuropati. Namun, nilai suatu EMG sangat terbatas kurang dari 21 hari setelah paralisis akut. Sebelum 21 hari, jika wajah tidak bergerak, EMG akan memperlihatkan potensial denervasi. Potensial fibrilasi merupakan suatu tanda positif yang menunjukkan kepulihan sebagian serabut. Potensial ini terlihat sebelum 21 hari.22. Elektroneuronografi (ENOG)ENOG memberi informasi lebih awal dibandingkan dengan EMG. ENOG melakukan stimulasi pada satu titik dan pengukuran EMG pada satu titik yang lebih distal dari saraf. Kecepatan hantaran saraf dapat diperhitungkan. Bila terdapat reduksi 90% pada ENOG bila dibandingkan dengan sisi lainnya dalam sepuluh hari, maka kemungkinan sembuh juga berkurang secara bermakna. Fisch Eselin melaporkan bahwa suatu penurunan sebesar 25 persen berakibat penyembuhan tidak lengkap pada 88 persen pasien mereka, sementara 77 persen pasien yang mampu mempertahankan respons di atas angka tersebut mengalami penyembuhan normal saraf fasialis.23. Uji Stimulasi MaksimalUji stimulasi merupakan suatu uji dengan meletakkan sonde ditekankan pada wajah di daerah saraf fasialis. Arus kemudian dinaikkan perlahan-lahan hingga 5 ma, atau sampai pasien merasa tidak nyaman. Dahi, alis, daerah periorbital, pipi, ala nasi, dan bibir bawah diuji dengan menyapukan elektroda secara perlahan. Tiap gerakan di daerah-daerah ini menunjukkan suatu respons normal. Perbedaan respons yang kecil antara sisi yang normal dengan sisi yang lumpuh dianggap sebagai suatu tanda kesembuhan. Penurunan yang nyata adalah apabila terjadi kedutan pada sisi yang lumpuh dengan besar arus hanya 25 persen dari arus yang digunakan pada sisi yang normal. Bila dibandingkan setelah 10 hari, 92 persen penderita Bells Palsy kembali dapat melakukan beberapa fungsi. Bila respon elektris hilang, maka 100 persen akan mengalami pemulihan fungsi yang tidak lengkap. Statistik menganjurkan bahwa bentuk pengujian yang paling dapat diandalkan adalah uji fungsi saraf secara langsung.2

H. PenatalaksanaanPengobatan terhadap parese nervus VII dapat dikelompokkan dalam 3 bagian : 1,2,81. Pengobatan terhadap parese nervus fasialisa. Fisioterapi1) Heat Theraphy, Face Massage, Facial ExcerciseBasahkan handuk dengan air panas, setelah itu handuk diperas dan diletakkan dimuka hingga handuk mendingin. Kemudian pasien diminta untuk memasase otot-otot wajah yang lumpuh terutama daerah sekitar mata, mulut dan daerah tengah wajah.Masase dilakukan dengan menggunakan krim wajah dan idealnya juga dengan menggunakan alat penggetar listrik. Setelah itu pasien diminta untuk berdiri didepan cermin dan melakukan beberapa latihan wajah seperti mengangkat alis mata, memejamkan kedua mata kuat-kuat, mengangkat dan mengerutkan hidung, bersiul, menggembungkan pipi dan menyeringai.3,8Kegiatan ini dilakukan selama 5 menit 2 kali sehari.32) Electrical StimulationStimulasi energi listrik dengan aliran galvanic berenergi lemah.2 Tindakan ini bertujuan untuk memicu kontraksi buatan pada otot-otot yang lumpuh dan juga berfungsi untuk mempertahankan aliran darah serta tonus otot.8b. Farmakologi Obat-obatan yang dapat diberikan dalam penatalaksanaan parese nervus fasialis antara lain8:1) Asam NikotinikPada parese nervus fasialis yang dikarenakan iskemia. Asam nikotinik dan obat-obatan yang bekerja menghambat ganglion simpatik servikal digunakan untuk memicu vasodilatasi sehingga dapat meningkatkan suplai darah ke nervus fasialis. 2) Vasokonstriktor, AntimikrobaObat ini diberikan pada kelumpuhan nervus fasialis yang disebabkan oleh kompresi nervus fasialis pada kanal falopi. Obat ini bekerja mengurangi bendungan , pembengkakkan, dan inflamasi pada keadaan diatas.3) SteroidObat ini diberikan untuk mengurangi proses inflamasi yang menyebabkan Bells Palsy.4) Sodium KromoglikatDiberikan pada parese nervus fasialis jika dipikirkan adanya reaksi alergi.5) AntivirusBaru-baru ini antivirus diberikan dengan atau tanpa penggunaan prednisone secara simultan.c. Pengobatan Psikofisikal Akupuntur, biofeedback, dan electromyographic feedback dilaporkan dapat membantu pentembuhan Bells Palsy.82.Pengobatan Sekuele ( Gejala Sisa )Pengobatan terhadap gejala sisa yang dapat dilakukan antara lain 8:a. DepresiPasien dengan parese nervus fasialis memiliki ketakutan bahwa mereka memiliki penyakit yang mengancam jiwa ataupun penyakit yang melibatkan pembuluh darah otak. Konseling dan terapi kelompok yang melibatkan penderita dengan usia yang sama terbukti efektif untuk mengatasi depresi tersebut.b. NyeriSebagian pasien dengan Bells Palsy dan hampir seluruh pasien dengan Herpes Zooster Cephalic merasakan nyeri. Nyeri ini dapat diatasi dengan analgesic non-narkotik. Dapat diberikan steroid dengan dosis awal 1 mg/ kg BB/ hari dan tapering off setelah 10 hari penggunaan.c. Perawatan MataSecara umum, Perawatan mata ditujukan untuk menjaga kelembaban mata agar tidak terjadi keratitis dan kerusakan kornea. Pasien diminta untuk meengedipkan mata 2 sampai 4 kali permenit disamping penggunaan obat tetes mata.3.Indikasi Untuk Operasi Pada kasus dengan gangguan hantaran berat atau sudah terjadi denervasi total, tindakan operatif segera harus dilakukan dengan teknik dekompresi nervus fasialis transmastoid.1

I. KomplikasiSetelah kelumpuhan fasial perifer, regenerasi saraf yang rusak, terutama serat otonom dapat sebagian atau pada arah yang salah. Serat yang terlindung mungkin memberikan akson baru yang tumbuh ke dalam bagian yang rusak. Persarafan baru yang abnormal ini, dapat menjelaskan kontraktur atau sinkinesis (gerakan yang berhubungan) dalam otot-otot mimik wajah6. Sindrom air mata buaya (refleks gastrolakrimalis paradoksikal) tampaknya didasarkan oleh persarafan baru yang salah. Di perkirakan bahwa serat sekretoris untuk kelenjar air liur tumbuh ke dalam selubung Schwann dari serat yang cedera yang berdegenerasi dan pada asalnya serat tersebut bertanggung jawab untuk glandula lakrimalis6.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sjarifuddin, Bashiruddin J, Bramantyo B. Kelumpuhan Nervus Fasialis Perifer. In : Soepardi EA, Iskandar N editors. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. 6th ed. Jakarta : Balai Penerbit FK-UI, 2007.2. Maisel R, Levine S, 1997. Gangguan Saraf Fasialis. Dalam Boies Buku Ajar Penyakit THT edisi 6. Jakarta : EGC.3. K.J.Lee. Essential Otolaryngology and Head and Neck Surgery. IIIrd Edition, Chapter 10 : Facial Nerve Paralysis.2006.4. Facial Nerve Anatomy : Diakses dari http/facialparalysisinstitute.com.Oktober 20085. SM. Lumbotobing. Neurologi Klinik, Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta : Balai Penerbit FK-UI,2006.6. Peter Duus. Diagnosis Topik Neurologi Anatomi, Fisiologi, Tanda, Gejala. Jakarta : Balai Pustaka.1996.7. John YS Kim. Facial Nerve Paralysis. Diakses dari www.emedicine.com/plastic/topic522.htm.20 November 20088. May, Mark and Barry M. Schaizkin. The Facial Nerve. New York : Thieme. 2000.

11