15

Click here to load reader

Partus Prematurus

Embed Size (px)

DESCRIPTION

tugas

Citation preview

Page 1: Partus Prematurus

Partus Prematurus

Pengertian

Pada haid yang teratur, persalinan preterm dapat di definisikan sebagai persalinan yang terjadi antara usia kehamilan 20-37 minggu dihitung dari hari pertama haid teraskhir (ACOG,1997). Menurut Wibowo (1997) yang mengutip pendapat Herron,dkk , persalinan prematur adalah kontraksi uterus yang teratur setelah kehamilan 20 minggu dan sebelum 37 minggu , dengan interval kontraksi 5 hingga 8 menit atau kurang dan disertai dengan satu atau lebih tanda berikut : (1) perubahan serviks yang progresif, (2) dilatasi serviks 2 sentimeter atau lebih, (3) penipisan serviks 80 persen atau lebih.

Firmansyah (2006) mengatakan partus prematur adalah kelahiran bayi pada saat masa kehamilan kurang dari 259 hari dihitung dari hari terakhir haid ibu. Menurut Mochtar (1998) partus prematurus yaitu persalinan pada kehamilan 28 sampai 37 minggu, berat badan lahir 1000 sampai 2500 gram. Partus prematurus adalah persalinan pada umur kehamilan kurang dari 37 minggu atau berat badan lahir antara 500 sampai 2499 gram (Sastrawinata, 2003). Sedangkan menurut Manuaba (1998) partus prematurus adalah persalinan yang terjadi di bawah umur kehamilan 37 minggu dengan perkiraan berat janin kurang dari 2.500 gram.

Jadi dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa Partus Prematurus adalah persalinan yang terjadi pada saat usia kehamilan ibu 20 sampai 37 minggu dengan berat badan bayi kurang dari 2500 gram.

2. Etiologi

Pada kebanyakan kasus, penyebab pasti persalinan preterm tidak diketahui. Namun menurut Rompas (2004) ada beberapa resiko yang dapat menyebabkan partus prematurus yaitu :

a. Faktor resiko mayor

Kehamilan multiple, hidramnion, anomali uterus, serviks terbuka lebih dari 1 cm pada kehamilan 32 minggu, serviks mendatar/memendek kurang dari 1 cm pada kehamilan 32 minggu, riwayat abortus

Page 2: Partus Prematurus

pada trimester II lebih dari 1 kali, riwayat persalinan pretem sebelumnya, operasi abdominal pada kehamilan preterm, riwayat operasi konisasi, dan iritabilitas uterus.

b. Faktor resiko minor

Penyakit yang disertai demam, perdarahan pervaginam setelah kehamilan 12 minggu, riwayat pielonefritis, merokok lebih dari 10 batang perhari, riwayat abortus pada trimester II, riwayat abortus pada trimester I lebih dari 2 kali.

Menurut Manuaba (1998), faktor predisposisi partus prematurus adalah sebagai berikut:

Faktor ibu

Gizi saat hamil kurang, umur kurang dari 20 tahun atau diatas 35 tahun, jarak hamil dan bersalin terlalu dekat, penyakit menahun ibu seperti; hipertensi, jantung, ganguan pembuluh darah (perokok), faktor pekerjaan yang terlalu berat.

Faktor kehamilan

Hamil dengan hidramnion, hamil ganda, perdarahan antepartum, komplikasi hamil seperti pre eklampsi dan eklampsi, ketuban pecah dini.

Faktor janin

Cacat bawaan, infeksi dalam rahim.

3. Penilaian klinik

Menurut Saifuddin (2001), kriteria persalinan prematur antara lain kontraksi yang teratur dengan jarak 7-8 menit atau kurang dan adanya pengeluaraan lendir kemerahan atau cairan pervaginam dan diikuti salah satu berikut ini :

Page 3: Partus Prematurus

a. Pada periksa dalam, pendataran 50-80 persen atau lebih, pembukaan 2 cm atau lebih.

b. Mengukur panjang serviks dengan vaginal probe USG: panjang servik kurang dari 2 cm pasti akan terjadi persalinan prematur, tujuan utama adalah bagaimana mengetahui dan menghalangi terjadinya persalinan prematur, cara edukasi pasien bahkan dengan monitoring kegiatan di rumah tampaknya tidak memberi perubahan dalam insidensi kelahiran prematur.

Menurut Mansjoer (2000) manifestasi klinik persalinan pretem adalah:

a. Kontraksi uterus yang teratur sedikitnya 3 sampai 5 menit sekali selama 45 detik dalam waktu minimal 2 jam .

b. Pada fase aktif , intensitas dan frekuensi kontraksi meningkat saat pasien melakukan aktivitas.

c. Tanya dan cari gejala yang termasuk faktor risiko mayor dan minor

d. Usia kehamilan antara 20 samapi 37 minggu

e. Taksiran berat janin sesuai dengan usia kehamilan antara 20 sampai 37 minggu.

f. Presentasi janin abnormal lebih sering ditemukan pada persalinan preterm.

4. Pencegahan

a. Melakukan pengawasan hamil dengan seksama dan teratur

Page 4: Partus Prematurus

b. Melakukan konsultasi terhadap penyakit yang dapat menyebabkan kehamilan dan persalinan preterm.

c. Memberikan nasehat tentang gizi saat kehamilan, meningkatkan pengertian KB-interval, memperhatikan tentang berbagai kelainan yang timbul dan sgera melakukan konsultasi, menganjurkan untuk pemeriksaan tambahan sehingga secara dini penyakit ibu dapat diketahui dan diawasi / diobati.

d. Meningkatakan keadaan sosial – ekonomi keluarga dan kesehatan lingkungan (Manuaba, 1998).

Partus prematurus menurut Mochtar (1998) dapat dicegah dengan mengambil langkah-langkah berikut ini :

a. Jangan kawin terlalu muda dan jangan pula terlalu tua (idealnya 20 sampai 30 tahun).

b. Perbaiki keadaan sosial ekonomi

c. Cegah infeksi saluran kencing

d. Berikan makana ibu yang baik, cukup lemak , dan protein

e. Cuti hamil

f. Prenatal care yang baik dan teratur

g. Pakailah kontrasepsi untuk menjarangkan anak

5. Penanganan Umum

Page 5: Partus Prematurus

Prinsip penanganan Persalinan preterm lakukan evakuasi keadaan umum ibu , upayakan melakukan konfirmasi umur kehamilan bayi.Adapun hal yang perlu diketahui dalam penanganan umum persalinan preterm adalah :

a. Umur kehamilan, karena lebih bisa dipercaya untuk penentuan prognosis daripada berat janin.

b. Demam atau tidak

c. Kondisi janin (jumlahnya, letak / presentasi, taksiran berat janin, hidup/gawat janin/mati, kelainan kongenital dan sebagainya dengan USG)

d. Letak plasenta perlu diketahui untuk mengantisipasi irisan sectio cesarea

e. Fasilitas dari petugas yang mampu menangani calon bayi terutama adanya seorang neonatologis, bila perlu dirujuk (Saifuddin, 2002).

Kontraindikasi penundaan persalinan yaitu:

a. Mutlak ; Gawat janin, korioamnionitis, perdarahan antepartum yang banyak

b. Relatif ; diabetes mellitus (beta-mimetik), pertumbuhan janin terhambat, pembukaan serviks lebih dari 4 cm (Rompas, 2004).

6. Penanganan di RS

Page 6: Partus Prematurus

Kemungkinan obat-obat tokolitik hanya berhasil sebentar tapi penting untuk dipakai memberikan kortikosteroid sebagi induksi maturasi paru bila usia gestosis kurang dari 34 minggu. Ibu masuk rumah sakit (rawat inap), lakukan evaluasi terhadap his dan pembukaan dan tindakan sebagai berikut:

a. Berikan kortikosteroid untuk memperbaiki kematangan paru janin

b. Berikan 2 dosis betamethason 12 mg IM selang 12 jam (atau berikan 4 dosis deksamethason 5 mg IM selang 6 jam)

c. Steroid tidak boleh diberikan bila ada infeksi yang jelas.

Pemberian obat-obatan tokolitik(salbutamol,MgSo4,Nifedipin, Nitrat) tidak lebih dari 48 jam.Monitor keadaan janin dan ibu (nadi, tekanan darah, tanda distres nafas, kontraksi uterus, pengeluaran cairan ketuban atau darah pervaginam, DJJ, balance cairan , gula darah) (Saifuddin, 2002).

7. Cara persalinan

Lakukan persalinan pervaginam bila janin presentasi kepala atau dilakukan episiotomi lebar dan lakukan perlindungan forceps terutama pada kehamilan 35 minggu. Lakukan persalinan dengan seksio sesarea bila janin letak sunggsang , gawat janin dengan syarat partus pervaginam tidak terpenuhi , janin letak lintang, placenta previa dan taksiran berat janin 1.500 gram (Mansjoer, 2002).

Pimpinan partus prematurus bertujuan untuk menghindari trauma bagi anak yang masih lemah :

a. Partus tidak boleh berlangsung terlalu lama tapi sebaliknya jangan pula terlalu cepat

b. Jangan memecah ketuban sebelum pembukaan lengkap

c. Buatlah episiotomi medialis

Page 7: Partus Prematurus

d. Kalau persalinan perlu diselesaikan, pilihlah forceps diatas ekstraksi vakum

e. Jangan menggunakan narcose

f. Tali pusat secepat mungkin digunting untuk menghindarkan ikterus neonatorum yang berat (Sastrawinata , 1984).

8. Prognosis

Pada pusat pelayanan yang maju dengan fasilitas yang optimal, bayi yang lahir dengan berat 2.000 sampai 2.500 gram mempunyai harapan hidup lebih dari 97 persen. 1500 sampai 2.000 gram lebih dari 90 persen dan 1.000 sampai 1.500 gram sebesar 65-80 persen (Mansjoer, 2002).

Prematurnya masa gestasi akan dapat mengakibatkan ketidakmatangan pada semua sistem organ. Baik itu pada sistem pernapasan (organ paru-paru), sistem peredaran darah (jantung), sistem pencernaan dan sistem saraf pusat (otak). Ketidakmatangan pada sistem-sistem organ itulah yang membuat bayi prematur cenderung mengalami kelainan dibandingkan bayi normal. Kelainan itu bisa berupa :

a. Sindroma gangguan pernapasan.

Kelainan ini terjadi karena kurang matangnya paru-paru, sehingga jumlah surfaktan (cairan pelapis paru-paru) kurang dari normal. Ini menyebabkan paru-paru tidak dapat berkembang sempurna.

b. Perdarahan otak

Biasanya terjadi pada minggu pertama kelahiran, terutama pada bayi prematur yang lahir kurang dari 34 minggu. Pendarahan otak ini menyebabkan bayi prematur tumbuh menjadi anak yang relatif kurang cerdas, dibanding anak yang lahir normal.

Page 8: Partus Prematurus

c. Kelainan jantung

Yang sering terjadi adalah Patent Ductus Arteriosus, yaitu adanya hubungan antara aorta dengan pembuluh darah jantung yang menuju paru-paru.

d. Kelainan usus

Ini disebabkan akibat imaturitas atau kurang mampu dalam menerima nutrisi.

e. Anemia dan infeksi

Belum matangnya fungsi semua organ tubuh, membuat bayi prematur menghadapi berbagai masalah. Seperti mudah dingin, lupa napas, mudah infeksi karena sensor otaknya belum sempurna, pengosongan lambung terhambat (refluks), kuning dan kebutaan (Rinawati, 2007).

Page 9: Partus Prematurus

IMUNISASI pada KONDISI TERTENTU: PREMATUR dan BAYI dengan BERAT LAHIR RENDAH (2500 gram)

September 8, 2008

Bayi prematur kurang dari 37 minggu usia kehamilan dan bayi cukup bulan dengan berat lahir rendah (kurang dari 2500 gram), dengan beberapa pengecualian, seharusnya mendapatkan imunisasi rutin seperti yang diperoleh bayi-bayi lain sesuai usia kronologisnya. Usia kehamilan dan berat lahir bukanlah faktor penghalang bagi seorang bayi prematur yang sehat dan stabil untuk mendapatkan imunisasi sesuai jadwal.

Walaupun beberapa penelitian menunjukan respon imunitas yang kurang terhadap beberapa vaksin yang diberikan pada bayi dengan berat lahir kurang dari 1500 gram dan bayi yang kurang dari 29 minggu usia kehamilan, sebagian besar bayi prematur, termasuk bayi yang menerima dexametason (steroid) untuk pengobatan penyakit kronik paru, mampu membuat sistem kekebalan yang dipicu oleh vaksin untuk mencegah penyakit. Dosis vaksin pun seharusnya tidak dikurangi atau dibagi-bagi.

Bayi prematur dan bayi dengan berat lahir rendah mempunyai toleransi yang sama seperti bayi cukup bulan terhadap sebagian besar vaksin. Kejadian henti napas dilaporkan pernah terjadi pada bayi dengan berat lahir kurang dari 1000 gram atau usia gestasi kurang dari 31 minggu setelah pemberian vaksin DTP, tetapi tidak pernah dilaporkan pada pemberian vaksin DTaP. Meskipun demikian, pada pemberian vaksin pneumokokus (PCV7) bersamaan dengan DTP dan Hib pada bayi prematur dilaporkan kejadian kejang demam yang ringan yang lebih sering jika dibandingkan dengan bayi cukup bulan. Gangguan jantung dan pembuluh darah, seperti henti napas dan penurunan denyut jantung disertai penurunan oksigen meningkat kejadiannya pada bayi dengan berat lahir kurang dari 1500 gram yang diberikan kombinasi vaksin DTaP, IPV (polio suntik), Hepatitis B dan Hib. Meskipun demikian, kejadian-kejadian ini bukanlah sesuatu hal yang berbahaya bagi pertumbuhan dan perkembangan bayi yang diimunisasi.

Bayi prematur yang secara medis stabil dan masih dirawat di rumah sakit saat 2 bulan usia kronologisnya seharusnya diberikan semua vaksin yang direkomendasikan pada usia tersebut. Bayi prematur dikatakan stabil secara medis adalah bayi yang tidak memerlukan manajemen berkelanjutan untuk infeksi serius, penyakit metabolik atau gangguan ginjal akut, gangguan jantung dan pembuluh darah atau gangguan saluran pernapasan dan bayi prematur yang menunjukkan perbaikan dan pertumbuhan yang stabil.

Page 10: Partus Prematurus

Semua vaksin yang harus diberikan pada usia 2 bulan dapat dilakukan secara simultan baik pada bayi prematur maupun bayi dengan berat lahir rendah. Untuk mengurangi banyaknya suntikan dapat diberikan vaksin kombo. Jika tidak dapat dilakukan secara simultan karena terbatasnya area suntikan, maka pemberian vaksin boleh dipisah dengan interval waktu kapan saja karena vaksin yang diberikan merupakan vaksin yang inaktif. Akan tetapi, untuk menghindari reaksi lokal yang tumpang tindih, interval yang dianggap rasional adalah 2 minggu. Ukuran jarum yang digunakan untuk menyuntikkan vaksin ke dalam otot tergantung dari massa otot tempat suntikan akan diberikan.

Semua bayi prematur dan bayi dengan berat lahir rendah beresiko terhadap penyakit pneumokokus yang invasif. Oleh karena itu, apabila secara medis stabil pada usia 2 bulan bayi-bayi ini harus menerima dosis penuh vaksin PCV7 (data artikel ini diambil dari data di Amerika Serikat-American Academy Pediatric). Begitu pula halnya dengan vaksin DTaP, mengingat angka kejadian pertusis yang fatal meningkat pada bayi-bayi di bawah usia 6 bulan.

Vaksin Hepatitis B yang diberikan kepada bayi prematur dan bayi dengan berat lahir lebih dari 2000 gram menimbulkan respon imun yang mirip dengan respon imun yang timbul pada bayi cukup bulan. Oleh sebab itu, bayi dengan berat lahir 2000 gram yang stabil secara medis dengan ibu HBsAg negatif boleh diberikan dosis pertama vaksin Hepatitis B segera setelah lahir. Untuk yang tidak stabil, dapat ditunda sampai kondisi klinisnya stabil. Sementara untuk bayi yang lahir dengan berat kurang dari 2000 gram, imunisasi dengan vaksin Hepatitis B segera setelah lahir ternyata memberikan respon imun yang kurang jika dibandingkan dengan bayi cukup bulan ataupun bayi prematur yang lebih dari 2000 gram. Meskipun demikian, bayi prematur yang lahir dari ibu dengan HbsAg positif memiliki perlindungan dari komplikasi perinatal yang mungkin timbul akibat penyakit Hepatitis B jika diberikan vaksin Hepatitis B tanpa melihat berat lahirnya. Dari beberapa penelitian didapatkan 2 hal yang dapat dijadikan faktor prediksi terhadap kesuksesan munculnya antibodi terhadap Hepatitis B setelah dilakukan vaksinasi, yaitu: usia kronologis bayi prematur yang stabil secara medis saat pertama kali menerima dosis pertama vaksinasi Hepatitis B tanpa melihat berat lahir maupun usia kehamilan saat lahir dan penambahan berat badan yang konsisten sebelum menerima dosis pertama vaksin Hepatitis B.

Bayi dengan berat kurang dari 2000 gram yang secara medis stabil dan menunjukkan penambahan berat badan harus mendapatkan dosis pertama vaksin Hepatitis B secepat-cepatnya saat usia 30 hari tanpa melihat usia kehamilan atau berat lahirnya. Bayi prematur dengan berat kurang dari 2000 gram yang cukup sehat sehingga diperbolehkan meninggalkan rumah sakit sebelum usia 30 hari boleh diberikan vaksin Hepatitis B saat meninggalkan rumah sakit. Memberikan vaksin Hepatitis B dosis pertama saat usia bayi 1 bulan tanpa melihat beratnya memberikan pilihan untuk menjalankan imunisasi selanjutnya sesuai jadwal, mengurangi jumlah injeksi simultan imunisasi yang diberikan saat usia 2 bulan,

Page 11: Partus Prematurus

memberikan perlindungan dini terhadap bayi prematur yang harus ditransfusi dan dioperasi dan menurunkan transmisi penularan secara horisontal dari carier Hepatitis B di dalam keluarga, pengunjung rumah sakit dan petugas medis lainnya. Penelitian juga menunjukkan bahwa semakin awal vaksin Hepatitis B diberikan maka semakin besar kemungkinan untuk menyelesaikan vaksin-vaksin yang lain tepat waktu.

Semua bayi prematur dan bayi dengan berat lahir rendah yang lahir dari seorang ibu dengan HbsAg positif harus menerima Imunoglobulin Hepatitis B (HBIG) dalam 12 jam sesudah lahir dan vaksin hepatitis B (lihat penjelasan mengenai vaksin Hepatitis B di atas). Jika status HbsAg ibu tidak diketahui, maka bayi harus mendapat vaksin Hepatitis B sesuai rekomendasi untuk bayi yang lahir dari ibu dengan HbsAg positif. Bayi prematur dan bayi dengan berat lahir rendah yang diberikan vaksin Hepatitis B saat lahir harus diberikan 3 dosis tambahan.

Hanya vaksin Hepatitis B monovalen yang boleh digunakan saat bayi berusia 6 minggu atau kurang. Memberikan dosis vaksin Hepatitis B monovalen saat lahir sementara kombinasi vaksin yang mengandung vaksin Hepatitis B digunakan berarti bahwa bayi tersebut akan mendapatkan total 4 dosis. Kombinasi vaksin yang mengandung komponen Hepatitis B belum pernah diteliti mengenai keamanannya untuk diberikan pada bayi dengan ibu yang HbsAg positif.

Karena semua bayi prematur dianggap memiliki resiko terhadap komplikasi influenza, 2 dosis vaksin inflluenza inaktif dengan jarak 1 bulan harus ditawarkan kepada orang tua bayi untuk diberikan ke bayi saat berusia 6 bulan sebelum musim influenza dimulai. Karena sebab itu pula, maka orang-orang yang berkontak dengan bayi tersebut harus mendapatkan vaksin influenza inaktif. Bayi prematur yang kurang dari 32 minggu usia kehamilan dan bayi dengan penyakit paru kronik dan kondisi jantung pembuluh darah tertentu sampai usia 2 bulan mungkin mendapat manfaat dengan profilaksis untuk infeksi RSV (palivizumab) selama musim infeksi RSV. Palivizumab tidak mempengaruhi vaksinasi rutin lainnya untuk bayi prematur atau bayi dengan berat lahir rendah.

Page 12: Partus Prematurus