26
 Latar Belakang Manusia memiliki kemampuan untuk bergerak dan melakuk an aktivitas, seperti berjalan, berlari, menari, dan lain-lain. Bagaimana manusia dapat melakukan gerakan tersebut? Kemauan melakukan gerakan tubuh pada manusia didukung adanya sistem gerak, yang merupakan hasil kerjasama yang serasi antar organ sistem gerak, seperti rangka (tulang), persendian dan otot. istem gerak tubuh manusia itu sangatlah kompleks. !ontohnya saja, untuk melakukan gerakan "eksi lengan ba#ah (menekuk lengan ba#ah mendekati badan) di perlukan kerjasama antar tulang radius dan ulna dengan otot-otot "eksor yang ada pada lengan ba#ah. $ungsi rangka (tulang) adalah sebagai alat gerak pasi%, yang hanya dapat bergerak bila dibantu oleh otot. $ungsi persendian adalah menghubungkan antara tulang yang satu dengan tulang yang lainnya . edangkan %ungsi otot adalah sebagai alat gerak akti%, yang dapat menggerakkan organ lain sehingga terjadi suatu gerakan.  & ulang dan o tot manusia ter susun atas b erbagai miner al, terklasi'k asi menjadi berbagai maam, dan mengalami pertumbuhan serta metabolisme setiap hari. Ketika salah satu bagian terganggu, maka dampaknya akan sangat berpengaruh pada sistem gerak manusia.(%riyanto, *++)  & ubuh manus ia seara umum t ersusun ol eh jaringan k eras dan jari ngan lunak.  & ulang dan g igi termas uk jaringan k eras yang merup akan or gan biologi d inamik yang tersusun oleh sel akti% metabiologi yang terintegrasi ke dalam rangka yang kaku. alam pertumbuhannya, tulang memerlukan banyak senya#a mineral. enya#a mineral yang diperlukan untuk pertumbuhan banyak dikonsumsi dari luar tubuh seperti makanan dan susu. enya#a mineral yang berada di dalam tulang pada umumnya berbentuk senya#a kalsium. Kalsium pada tulang berikatan dengan gugus-gugus diantaranya %os%at, hidroksida, dan karbonat. enya#a kalsium dalam tulang banyak berikatan dengan %os%at sehingga senya#anya dikenal dengan nama kalsium %os%at. (Lesmana,*++)  /aringan 0to t 11.*. Klasi'kasi /aringan 0tot. da tiga jenis otot yaitu otot rangka, otot polos, dan otot jantung. 0tot rangka adalah otot yang menimbulkan pergerakan pada rangka2 kadang-kadang otot ini disebut otot volunter. 0tot polos merupakan otot yang bekerja dalam keadaan tidak sadar. edangkan otot jantung adalah otot yang memiliki struktur seperti otot rangka namun bekerja dalam keadaan tidak sadar seperti otot polos. (nell, *++3)

Pbl blok 5

Embed Size (px)

DESCRIPTION

mariiii

Citation preview

Latar Belakang

Manusia memiliki kemampuan untuk bergerak dan melakukan aktivitas, seperti berjalan, berlari, menari, dan lain-lain. Bagaimana manusia dapat melakukan gerakan tersebut? Kemauan melakukan gerakan tubuh pada manusia didukung adanya sistem gerak, yang merupakan hasil kerjasama yang serasi antar organ sistem gerak, seperti rangka (tulang), persendian dan otot. Sistem gerak tubuh manusia itu sangatlah kompleks. Contohnya saja, untuk melakukan gerakan fleksi lengan bawah (menekuk lengan bawah mendekati badan) di perlukan kerjasama antar tulang radius dan ulna dengan otot-otot fleksor yang ada pada lengan bawah. Fungsi rangka (tulang) adalah sebagai alat gerak pasif, yang hanya dapat bergerak bila dibantu oleh otot. Fungsi persendian adalah menghubungkan antara tulang yang satu dengan tulang yang lainnya . Sedangkan fungsi otot adalah sebagai alat gerak aktif, yang dapat menggerakkan organ lain sehingga terjadi suatu gerakan.Tulang dan otot manusia tersusun atas berbagai mineral, terklasifikasi menjadi berbagai macam, dan mengalami pertumbuhan serta metabolisme setiap hari. Ketika salah satu bagian terganggu, maka dampaknya akan sangat berpengaruh pada sistem gerak manusia.(Afriyanto, 2010)Tubuh manusia secara umum tersusun oleh jaringan keras dan jaringan lunak. Tulang dan gigi termasuk jaringan keras yang merupakan organ biologi dinamik yang tersusun oleh sel aktif metabiologi yang terintegrasi ke dalam rangka yang kaku. Dalam pertumbuhannya, tulang memerlukan banyak senyawa mineral. Senyawa mineral yang diperlukan untuk pertumbuhan banyak dikonsumsi dari luar tubuh seperti makanan dan susu. Senyawa mineral yang berada di dalam tulang pada umumnya berbentuk senyawa kalsium. Kalsium pada tulang berikatan dengan gugus-gugus diantaranya fosfat, hidroksida, dan karbonat. Senyawa kalsium dalam tulang banyak berikatan dengan fosfat sehingga senyawanya dikenal dengan nama kalsium fosfat. (Lesmana,2007)

Jaringan OtotII.2.1 Klasifikasi Jaringan Otot.

Ada tiga jenis otot yaitu otot rangka, otot polos, dan otot jantung. Otot rangka adalah otot yang menimbulkan pergerakan pada rangka; kadang-kadang otot ini disebut otot volunter. Otot polos merupakan otot yang bekerja dalam keadaan tidak sadar. Sedangkan otot jantung adalah otot yang memiliki struktur seperti otot rangka namun bekerja dalam keadaan tidak sadar seperti otot polos. (Snell, 2006)a.Otot RangkaOtot ini tersusun dari serabut-serabut otot lurik. Serat otot rangka adalah sel multinukleus silindris panjang, dengan inti-inti tersebar di perifer. Otot ini memiliki banyak nukleus karena penyatuan prekusor sel otot mioblas selama perkembangan embrionik. Setiap serat otot terdiri dari subunit-subunit yang disebut miofibril yang terentang di sepanjang serat. Miofibril, selanjutnya terdiri dari banyak miofilamen yang dibentuk oleh protein kontraktil tipis, aktin, dan protein kontraktil tebal, miosin. (Snell, 2006)Otot rangka dikelilingi oleh jaringan ikat padat tidak teratur yang dinamakan epimmisium. Dari epimisium, lapisan jaringan ikat kurang padat tidak teratur namanya perimisium, masuk dan memisahkan bagian dalam otot menjadi berkas-berkas yang lebih kecil yaitu fasikulus; setiap fasikulus dikelilingi oleh perimisium. Selapis tipis serat jaringan ikat retikular, endomisium, membungkus setiap serat otot. Diselubung jaringan ikat terdapat pembuluh darah, saraf, dan pembuluh limfe.

Gambar II.2.1 Otot rangka. (Sumber: Atlas Histologi diFiore)

Otot rangka mempunyai dua pelekatan atau lebih. Pelekatan yang gerakannya paling sedikit disebut origo, dan yang pergerakannya paling banyak disebut insersio. Pergerakan otot dilakukan dengan mengaktifkan sejumlah unit motorik dan pada waktu yang bersamaan mengurangi keaktifan unit motorik dari otot-otot yang bekerja berlawanan atau antagonis. Bila dibutuhkan kekuatan maksimum, seluruh unit motorik otot itu akan bekerja.Semua pergerakan merupakan hasil kerja koordinasi banyak otot. Namun, untuk mengerti kerja otot diperlukan pengetahuan mengenai masing-masing otot.Sebuah otot dapat bekerja melalui empat cara berikut:1.Penggerak utama : sebuah otot adalah penggerak utama apabila otot tersebut merupakan otot utama atau anggota kelompok otot utama yang bertanggung jawab untuk pergerakan tertentu.2.Antagonis : setiap otot yang kerjanya berlawanan dari penggerak utama. Sebelum penggerak utama dapat berkontraksi, otot antagonis harus dalam keadaan relaksasi yang seimbang; yang dihasilkan oleh inhibisi refleks saraf.3.Fiksator : otot ini merupakan otot yang berkontraksi secara isometric (Contohnya, kontraksi yang meningkatkan tonus otot tetapi tidak menimbulkan pergerakan) untuk menstabilkan origo otot penggerak utama sehingga dapat bekerja secara efisien. 4.Sinergis : pada banyak tempat dalam tubuh, otot penggerak utama melewati beberapa sendi sebelum otot itu mencapai sendi tempat pergerakan utama terjadi. Untuk mencegah terjadinya pergerakan yang tidak diinginkan pada sendi-sendi yang dilewati tersebut, sekelompok otot yang disebut otot-otot sinergis berkontraksi dan menstabilkan sendi-sendi tersebut.

Trunkus saraf yang menuju ke sebuah otot merupakan saraf campuran, kira-kira 60% merupakan saraf motoris dan 40% saraf sensoris, dan juga mengandung beberapa serabut saraf otonom simpatis. Saraf masuk ke otot kurang lebih pada pertengahan kedalaman otot, dan sering dekat pinggir; tempat masuk ini dikenal sebagai titik motoris. Susunan ini memungkinkan otot bergerak dengan pengaruh minimum dar trunkus saraf. Saraf simpatis merupakan serabut tidak bermielin dan menuju ke otot polos di dalam dinding pembuluh darah yang mendarahi otot. Fungsinya adalah mengatur aliran darah ke otot.

b.Otot PolosOtot polos memiliki distribusi yang luas dan ditemukan di banyak organ berongga. Terdiri atas sel-sel panjang berbentuk gelondong yang tersusun dalam berkas atau lembaran. Serat ototnya mengandung filamen kontraktil aktin dan miosin; namun, filamen-filamen ini tidak tersusun dalam cross-striation teratur seperti pada otot rangka dan otot jantung. Akibatnya, serat otot ini tampak tidak berserat/polos. Merupakan otot involunter, oleh karena itu berada dibawah saraf otonom dan hormon. Serat-seratnya kecil berbentuk fumiformis dan mengandung satu inti di tengah. (snell,2006)

Gambar II.2.2 Otot polos. (Sumber: Atlas Histologi diFiore)Pada sistem pencernaan, otot polos juga menyebabkan makanan dapat bercampur seluruhnya dengan enzim pencernaan. Kontraksi ritmik dari serabut-serabut sirkular yang ada sepanjang saluran memeras isi saluran ke luar. Kontraksi serabut-serabut longitudinal membawa dinding saluran menjauhi isi saluran ke arah proksimal. Gerakan mendorong dengan cara seperti ini disebut peristaltis.

a.Otot JantungOtot jantung terdiri dari atas serabut otot lurik yang bercabang-cabang dan satu dengan yang lain saling berhubungan. Serat otot jantung bentuknya silindris. Serat ini terutama terdapat di dinding dan sekat jantung, dan dinding pembuluh darah besar yang melekat pada jantung.Seperti otot rangka, serat otot jantung memperlihatkan cross-striation yang jelas karena filamen aktin dan miosin tersusun teratur. Pemeriksaan dengan mikroskop elektron memperlihatkan adanya stria A, stria I, linea Z, dan unit sarkomer berulang. Namun, berbeda dari otot rangka, otot jantung hanya memperlihatkan satu atau dua inti di tengah, yang lebih pendek dan bercabang.Ujung terminal otot yang berdekatan membentuk complexus junctionalis end-to-end terpulas gelap yang disebut diskus interkalaris. Diskus ini adalah tempat pelekatan khusus yang menyilang sel-sel jantung pada interval yang tidak teratur dengan pola seperti tangga. Di diskus ini terdapat nexus yang memungkinkan komunikasi ionik dan kontinuitas antara serat-serat otot jantung yang berdekatan.

Gambar II.2.3 Otot jantung. (Sumber: Atlas Histologi diFiore)

Otot ini membentuk miokardium jantung. Serabut-serabutnya cenderung tersusun dalam bentuk ulir dan spiral, dan otot ini mempunyai sifat kontraksi yang spontan dan berirama. Serabut otot jantung khusus membentuk sistem konduksi jantung.Otot jantung dipersarafi oleh serabut saraf otonom yang berakhir pada nodus sistem konduksi jantung dan miokardium.

Gambar II.2.4 klasifikasi otot (Sumber: Gunawan,2001) Gambar II.2.5 struktur otot (Sumber:Atlas Histologi diFiore)II.2.2 Mekanisme Kontraksi OtotII. Mekanism OtotSetelah struktur otot dan komponen-komponen penyusunnya ditinjau, mekanisme atau interaksi antar komponen-komponen itu akan dapat menjelaskan proses kontraksi otot.Timbul dan berakhirnya kontraksi otot terjadi dalam urutan-urutan tahap tertentu(Guyton,2007). Berikut tahapannya:1.Suatu potential aksi berjalan di sepanjang sebuah saraf motorik sampai ke ujungnya pada serabut otot. 2.Di setiap ujung, saraf menyekresi substansi neurotransmitter, yaitu asetilkolin, dalam jumlah sedikit. 3.Asetilkolin bekerja pada area setempat pada membran serabut otot untuk membuka banyak kanal bergerbang asetilkolin melalui molekul-molekul protein yang terapung pada membran. 4.Terbukanya kanal bergerbang asetilkolin memungkinkan sejumlah besar ion natrium untuk berdifusi ke bagian dalam membran serabut otot. Peristiwa ini akan menimbulkan suatu potensial aksi pada membran.5.Potensial aksi akan berjalan di sepanjang membran serabut otot dengan cara yang sama seperti potensial aksi berjalan di sepanjang membran serabut saraf.6.Potensial aksi akan menimbulkan depolarisasi membran otot, dan banyakaliran listrik potensial aksi mengalir melalui pusat serabut otot. Di sini, potensial aksi menyebabkan retikulum sarkoplasma melepaskan sejumlah besar ion kalsium, yang telah tersimpan di dalam retikulum ini.7.Ion-ion kalsium menimbulkan kekuatan menarik antara filamen aktin dan miosin, yang menyebabkan kedua filamen tersebut bergeser satu sama lain, dan menghasilkan proses kontraksi.8.Setelah kurang dari satu detik, ion kalsium dipompa kembali ke dalam retikulum sarkoplasma oleh pompa membran Ca++, dan ion-ion ini akan tetap disimpan dalam retikulum sampai potensial aksi otot yang baru datang lagi; pengeluaran ion kalsium dari miofibril akan menyebabkan kontraksi otot terhenti.

Menurut fakta, kita telah mengetahui bahwa panjang otot yang terkontraksi akan lebih pendek daripada panjang awalnya saat otot sedang rileks. Pemendekan ini rata-rata sekitar sepertiga panjang awal. Melalui mikrograf elektron, pemendekan ini dapat dilihat sebagai konsekuensi dari pemendekan sarkomer. Sebenarnya, pada saat pemendekan berlangsung, panjang filamen tebal dan tipis tetap dan tak berubah (dengan melihat tetapnya lebar lurik A dan jarak disk Z sampai ujung daerah H tetangga) namun lurik I dan daerah H mengalami reduksi yang sama besarnya. Model pergeseran filamen tadi hanya menjelaskan mekanika kontraksinya dan bukan asal-usul gaya kontraktil. Pada tahun 1940, Szent- Gyorgi kembali menunjukkan mekanisme kontraksi. Pencampuran larutan aktin dan miosin untuk membentuk kom-pleks bernama Aktomiosin ternyata disertai oleh peningkatan kekentalan larutan yang cukup besar. Kekentalan ini dapat dikurangi dengan menambahkan ATP ke dalam larutan aktomiosin. Maka dari itu, ATP mengurangi daya tarik atau afinitas miosin terhadap aktin. Selanjutnya, untuk dapat mendapatkan penjelasan lebih tentang peranan ATP dalam proses kontraksi itu, kita memerlukan studi kinetika. (Gunawan, 2001)Miosin, yang merupakan produk proses ini memiliki ikatan dengan ATP. Selanjutnya, pada tahap kedua, ATP yang terikat dengan miosin tadi terhidrolisis dengan cepat membentuk kompleks miosin- ADP-Pi. Kompleks tersebut yang kemudian berikatan dengan Aktin pada tahap ketiga. Pada tahap keempat yang merupakan tahap untuk relaksasi konformasional, kompleks aktin-miosin-ADP-Pi tadi secara tahap demi tahap melepaskan ikatan dengan Pi dan ADP sehingga kompleks yang tersisa hanyalah kompleks Aktin- Miosin yang siap untuk siklus hidrolisis ATP selanjutnya. Akhirnya dapat disimpulkan bahwa proses terkait dan terlepasnya aktin yang diatur oleh ATP tersebut menghasilkan gaya vektorial untuk kontraksi otot.Hidrolisis ATP dapat dikaitkan dengan model pergeseran filamen. Pada mulanya, kita mengasumsikan jika cross-bridges miosin memiliki letak yang konstan tanpa berpindah-pindah, maka model ini tak dapat dibenarkan. Sebaliknya, cross-bridges (jembatan silang) itu harus berulangkali terputus dan terkait kembali pada posisi lain namun masih di daerah sepanjang filamen dengan arah menuju disk Z. Melalui pengamatan dengan sinar X terhadap struktur filamen dan kondisinya saat proses hidrolisis terjadi, Rayment, Holden, dan Milligan mengeluarkan postulat bahwa tertutupnya celah aktin akibat rangsangan (berupa ejeksi ADP) itu berperan besar untuk sebuah perubahan konformasional (yang menghasilkan hentakan daya miosin) dalam siklus kontraksi otot. Postulat ini selanjutnya mengarah pada model perahu dayung untuk siklus kontraktil yang telah banyak diterima berbagai pihak. Pada mulanya, ATP muncul dan mengikatkan diri pada kepala miosin S1 sehingga celah aktin terbuka. Sebagai akibatnya, kepala melepaskan ikatannya pada aktin. Pada tahap kedua, celah aktin akan menutup kembali bersamaan dengan proses hidrolisis ATP yang menyebabkan tegaknya posisi kepala S1. Posisi tegak itu merupakan keadaan molekul dengan energi tinggi (jelas-jelas memerlukan energi). Untuk mengikatkan diri dengan lemah pada suatu monomer aktin yang posisinya lebih dekat dengan disk Z dibandingkan dengan monomer aktin sebelumnya. Pada tahap keempat, Kepala S1 melepaskan Pi yang mengakibatkan tertutupnya celah aktin sehingga afinitas kepala S1 terhadap aktin membesar. Keadaan itu disebut keadaan transien. Selanjutnya, pada tahap kelima, hentakan daya terjadi dan suatu geseran yang turut menarik ekor kepala S1 tadi terjadi sepanjang 60 Angstrom menuju disk Z. Lalu, pada tahap akhir, ADP dilepaskan oleh lengkap.Gerakan otot lurik tentu dibawah komando atau suatu kontrol yang disebut impuls saraf motor. Sejak tahun 1940, ion Kalsium diyakini turut berperan serta dalam pengaturan konraksi otot. Kemudian, sebelum 1960, Setsuro Ebashi menunjukkan bahwa pengaruh Ca2+ ditengahi oleh Troponin dan Tropomiosin. Ia menunjukkan aktomiosin yang diekstrak langsung dari otot (sehingga mengandung ikatan dengan troponin dan tropomiosin) berkontraksi karena ATP hanya jika Ca2+ ada pula. Kehadiran troponin dan tropomiosin pada sistem aktomiosin tersebut meningkatkan sensitivitas sistem terhadap Ca2+ . Di samping itu, subunit dari troponin, TnC, merupakan satu-satunya komponen pengikat Ca2+.Sebuah impuls saraf yang tiba pada sebuah persambungan neuromuskular (sambungan antara neuron dan otot) akan dihantar langsung kepada tiap-tiap sarkomer oleh sebuah sistem tubula transversal / T. Tubula tersebut merupakan pembungkus-pembungkus semacam saraf pada membran plasma fiber. Tubula tersebut mengelilingi tiap miofibril pada disk Z masing-masing. maka semua sarkomer pada sebuah otot akan menerima sinyal untuk berkontraksi sehingga otot dapat berkontraksi sebagai satu kesatuan utuh. Sinyal elektrik itu dihantar (dengan proses yang belum begitu dimengerti) menuju retikulum sarkoplasmik (SR). SR merupakan suatu sistem dari vesikel (saluran yang mengandung air di dalamnya) yang pipih, bersifat membran, dan berasal dari retikulum endoplasma. Sistem tersebut membungkus tiap-tiap miofibril hamper seperti rajutan kain. Membran SR yang secara normal non-permeabel terhadap Ca2+ itu mengandung sebuah transmembran Ca2+ -ATPase yang memompa Ca2+ kedalam SR untuk mempertahankan konsentrasi [Ca2+] bagi otot rileks. Kemampuan SR untuk dapat menyimpan Ca2+ ditingkatkan lagi oleh adanya protein yang bersifat amat asam yaitu kalsequestrin (memiliki situs lebih dari 40 untuk berikatan dengan Ca2+ ). Kedatangan impuls saraf membuat SR menjadi permeable terhadap Ca2+ .Akibatnya, Ca2+ berdifusi melalui saluran-saluran Ca2+ khusus menuju interior miofibril, dan konsentrasi internal [Ca2+] akan bertambah. Peningkatan konsentrasi Ca2+ ini cukup untuk memicu perubahan konformasional dalam troponin dan tropomiosin. Akhirnya, kontraksi otot terjadi dengan mekanisme perahu dayung tadi. Saat rangsangan saraf berakhir, membran SR kembali menjadi impermeabel terhadap Ca2+ sehingga Ca2+ dalam miofibril akan terpompa keluar menuju SR. Kemudian otot menjadi rileks seperti sediakala.

Gambar II.2.6 mekanisme kontraksi otot (Sumber:Gunawan,2001)

II.3 KalsiumKalsium adalah kation ekstrasel utama. Peran utama kalsium adalah untuk kontraksi dan eksitasi otot jantung dan otot lainnya, transmisi sinap sistem saraf, koagulasi, dan sekresi hormon dan regulator lain yang memerlukan eksositosis. Kadar kalsium normal dalam plasma 8,5-10,4 mg/dL, 45% terikat protein plasma terutama albumin, 10% terikat dengan dapar anion seperti sitrat dan fosfat. Empat puluh lima persen sisanya ada dalam bentuk ion dan merupakan bentuk aktif. Kadar kalsium dalam cairan ekstrasel 1% dari keseluruhan total kalsium tubuh sementara kadarnya dalam sel dijaga sekitar 1/10.000 dari kadar ekstrasel. Fungsi utama kalsium intrasel adalah second messenger intraselular untuk mengatur pembelahan sel, kontraktilitas otot, pergerakan sel, dan sekresi. Sumber kalsium utama dan satu-satunya adalah diet antara lain susu dan produknya seperti keju dan yogurt, sayur-sayuran berwarna hijau, ikan dalam kaleng yang lengkap dengan tulangnya seperti sardin, kacang-kacangan, dan makanan jadi yang difortifikasi dengan kalsium seperti jus, dan sereal. (Setyorini, 2009)Absorbsi kalsium di saluran cerna terjadi di proksimal duodenum yang tergantung pada vitamin D aktif dan bersifat difusi aktif yang memerlukan calsium binding protein (CaBP) atau kalbindin. Efektivitas absorbsi kalsium di usus dipengaruhi oleh asupan kalsium. Semakin rendah kadar kalsium dalam makanan yang dikonsumsi, semakin aktif pula usus melakukan absorbsi. Sembilan puluh sembilan persen kalsium ekstrasel terdapat dalam tulang dalam bentuk hidroksiapatit yang mencerminkan keseimbangan antara proses pembentukan dan resorpsi tulang. Keseimbangan metabolisme kalsium diatur oleh tiga faktor, hormon paratiroid, vitamin D, dan kalsitonin yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid. Membran sel kelenjar paratiroid mengandung sensor kalsium yang dapat mendeteksi kadar kalsium darah. Aktivasi reseptor kalsium terjadi bila kadar kalsium darah tinggi, menyebabkan pelepasan fosfolipase A2, asam arakidonat, dan leukotrien. Leukotrien menginhibisi sekresi hormon paratiroid melalui degradasi 90% granul sekretori yang mengandung bentuk preformed hormon paratiroid. Aktivasi reseptor kalsium tidak akan terjadi bila kadar kalsium darah rendah. Hormon paratiroid bekerja dengan berikatan dengan reseptor membran sel organ target, yaitu reseptor hormon paratiroid 1 di ginjal dan tulang. Hormon paratiroid meningkatkan reabsorbsi kalsium dengan mempermudah pori kalsium di tubulus distal ginjal terbuka. Hormon paratiroid meningkatkan degradasi tulang dengan bekerja pada osteoblas melalui RANKL di tulang. Hormon paratiroid juga menstimulasi hidroksilasi 25-OH-vitamin D3 menjadi bentuk aktifnya (kalsitriol). Efek kalsitonin terhadap kalsium bertentangan dengan efek hormon paratiroid. Kalsitonin menginhibisi aktivitas osteoklas, mengurangi resorpsi tulang, dan meningkatkan ekskresi kalsium melalui ginjal, jadi fungsi kalsitonin menurunkan kadar kalsium darah. (Setyorini, 2009)

II.4 Vitamin DII.4.1 Sumber Vitamin D

Sumber vitamin D utama manusia adalah sinar matahari dan diet. Sinar ultraviolet B (290-315 nm) yang diabsorbsi kulit mengubah 7-dehidrokolesterol menjadi previtamin D3 yang tidak stabil dan cepatdiubah menjadi vitamin D3 ( kolekalsiferol). Vitamin D3 kemudian keluar dari sel kulit, masuk ke pembuluh kapiler kulit, dan diikat oleh vitamin D binding protein (DBP). Vitamin D dalam makanan diabsorbsi di usus halus dan dengan bantuan asam empedu, diubah menjadi vitamin D2 (ergokalsiferol). Vitamin D3 masuk ke pembuluh limfe setelah diabsorbsi untuk kemudian masuk ke sirkulasi dan berikatan dengan DBP dan lipoprotein. Vitamin D3 kemudian dimetabolisme di hati oleh calciol-25-hydroxylase menjadi pre-hormon 25-OH D3 (kalsidiol) yang masuk ke dalam darah dan di sirkulasi berikatan dengan DBP. Bentuk 25-OH D3 memiliki waktu paruh dua minggu dan kadarnya mencerminkan kadar vitamin D secara keseluruhan, kadar normal 15-50 ng/mL. Konsentrasi kurang dari 25 ng/mL menyebabkan peningkatan hormon paratiroid dan resorpsi tulang. Pre-hormon 25-OH D3 dilepas dari ikatannya dengan DBP di ginjal, berikatan dengan megalin sel tubulus, masuk ke dalam sel tubulus dan mengalami hidroksilase di mitokondria. Calcidiol-1- hydroxylase menghasilkan bentuk aktif vitamin D yaitu 1,25-dihidroksi D3 (kalsitriol) sedangkan calcidiol- 24-hydroxylase menghasilkan bentuk tidak aktif yaitu 24,25-dihidroksi vitamin D (24-hidroksikalsidiol). Kalsitriol menjalankan fungsinya dengan berikatan dengan vitamin D receptor (VDR) di usus halus. Kompleks kalsitriol-VDR berikatan lagi dengan retinoic acid X receptor (RXR) di nukleus dan kompleks kalsitriol- VDR-RXR ini kemudian berikatan dengan vitamin D responsive element (VDRE) kalsium epitel. (Setyorini, 2009)

II.4.2 Fungsi Vitamin D

Fungsi utama vitamin D adalah sebagai pengatur keseimbangan kadar kalsium dengan mengatur absorbsi kalsium di usus halus, interaksi dengan hormon paratiroid sehingga mobilisasi kalsium dari tulang meningkat, dan mengurangi ekskresi kalsium melalui ginjal. Bukti nyata efektivitas vitamin D meningkatkan mineralisasi belum terbukti walaupun defisiensi vitamin D sering menyebabkan defisit nyata mineral tulang. Deposisi mineral tulang normal memerlukan konsentrasi kalsium dan fosfat optimal yang tergantung keadekuatan absorbsi kalsium. Osteoblas adalah satu-satunya komponen sel tulang yang mengandung reseptor kalsitriol. Ikatan kalsitriol dengan osteoblas menginduksi pelepasan osteokalsin, protein yang mengandung residu asam-karboksiglutamat dan IL-1 yang meningkatkan proses resorpsi. Efek vitamin D pada metabolisme kalsium di ginjal adalah sebaliknya, yaitu meningkatkan reabsorbsi kalsium oleh sel tubulus. Defisiensi vitamin D menyebabkan absorbsi dan reabsorbsi kalsium dan fosfat tidak adekuat sehingga terjadi penurunan konsentrasi kalsium plasma. Penurunan konsentrasi kalsium plasma menyebabkan peningkatan sekresi hormon paratiroid yang bertujuan mengembalikan konsentrasi kalsium plasma tetapi dengan resorpsi dari tulang. Kadar fosfat sendiri akan tetap di bawah normal karena hormon paratiroid justru akan menyebabkan ekskresi fosfat melalui urin sehingga tidak terjadi mineralisasi tulang baru dan matriks kartilago yang menyebabkan tulang menjadi rapuh. (Setyorino,2009)Kekurangan Vitamin D pada anak-anak dapat bermanifestasi sebagai rakhitis (itu adalah penyebab paling umum dari rakhitis gizi), yang menyajikan sebagai membungkuk dari kaki. Kekurangan vitamin D dalam hasil orang dewasa dalam osteomalacia, yang menyajikan sebagai matriks tulang termineralisasi buruk. Ini orang dewasa dapat mengalami nyeri otot kronis dan nyeri. Vitamin D juga meningkatkan penyerapan fosfor dari distal usus kecil. Kalsium dan fosfor dari penyerapan usus juga penting untuk mineralisasi yang tepat dari tulang. Fungsi utama kedua dari vitamin D adalah keterlibatan dalam pematangan osteoklas, yang mengisap kalsium dari tulang.Istilah vitamin D mengacu kepada vitamin D2 atau D3 vitamin. Vitamin D3, juga dikenal sebagai cholecalciferol, yang baik dibuat di kulit atau diperoleh dalam makanan dari lemak ikan. Vitamin D2, juga dikenal sebagai ergocalciferol, diperoleh dari jamur iradiasi, seperti ragi. Vitamin D2 dan vitamin D3 yang digunakan untuk melengkapi produk makanan atau terkandung dalam multivitamin. (Setyorini, 2009)

II.4.3 Fisiologi Vitamin D

Produksi vitamin D3 di kulit melibatkan serangkaian reaksi memulai dengan 7-dehydrocholesterol. Setelah paparan ultraviolet (UVB) radiasi B antara panjang gelombang 290-315 nm, 7-dehydrocholesterol diubah menjadi previtamin D3, yang kemudian diubah menjadi vitamin D3 setelah reaksi isomerisasi termal diinduksi dalam kulit. Dari kulit, baru dibentuk vitamin D3 memasuki sirkulasi dengan cara mengikat protein yang mengikat vitamin D (DBP). Untuk menjadi aktif, vitamin D membutuhkan 2 hydroxylations berurutan untuk membentuk 1,25-dihydroxy vitamin D (1,25 [OH] 2 D).Vitamin D awalnya dihidroksilasi dalam posisi 25 dengan mikrosoma hati dan / atau mitokondria enzim vitamin D 25-hidroksilase. Hidroksilasi kedua terjadi di ginjal dan dilakukan oleh enzim P450 25-hydroxy vitamin D-1 alpha-hidroksilase.Setelah memasuki sel, 1,25 (OH) 2 D hormon berikatan dengan reseptor vitamin D (VDR). Reseptor vitamin D terikat kemudian membentuk heterodimer dengan reseptor asam retinoat X (RXR). Heterodimer ini kemudian pergi ke inti untuk mengikat asam deoksiribonukleat (DNA) dan meningkatkan transkripsi vitamin D-gen terkait. (Tangpricha,2012)

OTOT POLOS VISCERALAktivitas listrik dan aktifitas mekanikKekhasan otot polos visceral adalah ketidakmantaban potensial membrannya dan adanya kontraksi-kontraksi yang berkesinambungan, tidak teratur, yang tidak bergantung kepada persyarafannya. Kontraksi parsial yang tiada hentinya itu disebut sebagai tonus. Potensial membrantidak mempunyai nilai potensial istirahat yang, sebenarnya, relative rendah saat jaringan tersebut aktida, dan lebih tinggi bila dihambat, tetapi pada masa masa yang relative tenang, rata-rata nilai potensial membrane istirahatnya sekitar -50mV. Berimpitan pada potensial membrane, terdapat berbagtai jenis gelombang. Tampak adanya gambaran fluktuasi yang menyerupai gelombang sinusoid lambat dengan amplitude beberapa milivolts, dan gelombang-gelombang runcing potensial aksi yang kadang melampaui garis potensial nol, kadang tidak dalam banyak jaringan otot polos, gelombang potensial aksi seperti itu berdurasi sekitar 50mdet. Tetapi di beberapa jaringan otot polos, potensial aksinya memperlihatkan dataran (plateau) memanjang selama repolarisasi, seperti potensial aksi otot jantung. Potensial aksi dapat muncul pada saat naik atau turunnya osilasi gelombang sinusoid. Juga terdapat potensial pemicu seperti yang terdapat pada sel-sel picu jantung. Namun, di otot polos, potensial pemicu ini tercetus dari banyak focus yang berpindah dari sati tempat ke tempat lain. Potensial aksi yang tercetus di focus-fokus pemicu, dihantarkan untuk jarak tertentu pada otot. Oleh karena kegiatannya yang berkesinambungan, hubungan antara peristiwa listrik dan mekanik di otot polos visceral sulit untuk dipelajari, tetapi dengan menggunakan sediaan otot polos yang relative tidak aktif, potensial aksi tunggal dapat dibangkitkan. Otot mulai berkontraksi kira-kira 200mdet setelah mulainya potensial aksi. Puncak kontraksi dicapai selama 500mdet setelah potensial aksi. Jadi, proses eksitasi-kontraksi otot polos visceral adalah proses yanhg sangat lambat dibandingkan dengan yang terjadi pada otot rangka dan otot jantung, yang jarak waktu antara mulainya kontraksi kurang dari 10 mdet.

Dasar molecular kontraksi Ca2+ berperan dalam inisiasi kontraksi otot polos, seperti halnya pada otot rangka. Akan tetapi, secara umum reticulum sarkoplasmik otot polos visceral kurang berkembang, dan peningkatan kadar Ca2+ intrasel yang membangkitkan kontraksi disebabkan terutama oleh influx Ca2+ dari CES melalui saluran Ca2+ yang memiliki bergerbang voltasi. Di samping itu, myosin otot polos harus terfosforilasi untuk dapat menggiatkan myosin ATPase. Fosforilasi dan defosforilasi myosin juga terjadi pada otot rangka, tetapi fosdforilasi pada otot rangka tidak diperlukan untuk pengaktifan ATPase. Pada otot polos, Ca2+ berikatan dengan kalmodulin, dan kompleks yang terbentuk akan mengaktifkan kinase myosin rantai ringan yang bergantung pada kalmodulin, yaitu enzim katalisator proses fosforilasi myosin rantai tipis pada serin di posisis 19. Fosforilasi ini akan mengaktifkan ATPase myosin, dan aktin kemudian bergeser pada myosin, menghasilkan kontraksi. Berbeda dengan otot rangka dan otot jantung, yang kontraksinya dipicu oleh pengikatan Ca2+ pada troponin C. Myosin mengalami defosforilasi oleh fosfatase myosin yang terdapat dalam sel. Enzim ini dihambat oleh fosforilasi, dan diaktifkan oleh defosforilasi. Defosforilasi fosfatase myosin terjadi oleh rho-associated kinase yang diaktifkan oleh ligand, yang akan menghambat kegiatan otot polos. Namun, otot defosforilasi kinase rantai tipis myosin ini tidak berarti akan menyebabkan relaksasi otot polos. Bahkan, tampaknya otot polos mempunyai mekanisme jembatan pengunci (latch bridge), yang mempertahankan ikatan antara jembatan silang (cross bridge) myosin dengan aktin untuk ebberapa saat setelah konsentrasi Ca2+ menurun. Dengan demikian, kontraksi akan bertahan dengan penggunaan energy yang kecil, yang pentingterutama pada otot polos pembuluh darah. Relaksasi otot kemungkinan terjadi terjadi bila proses disosiasi kompleks Ca2+ -kalmodium telah berakhir, atau bila terjadi mekanisme lain. Kejadian di otot polos multi unit pada dasarnya serupa. Perlu diperhatikan perbedaan-perbedaan antara otot jantung dan otot polos pembuluh darah, karena keduanya berperan dalam pengendalian fungsi kerdiovaskular. Pada jantung, respons bersifat fasik, yaitu kontraksi bergantian dengan relaksasi, sedangkan pada otot polos, kontraksi sering bersifat tonik karena adanya mekanisme jembatan pengunci. Disamping itu, peningkatan kadar AMP siklik intrasel meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung, sedangkan AMP siklik mengakibatkan relaksasi otot polos vascular karena AMP siklik menghambat proses fosforilasi kinase myosin rantai ringanPerangsanganOtot polos visceral bersifat unik, tidak seperti jenis otot lain, otot polos visceral berkontraksi bila teregang tanpa persyarafan ekstrinsik. Peregangan diikuti oleh penurunan potensi membrane, peningkatan frekuensi potensial aksi, dan peningkatan tonus secara umum. Bila sediaan otot polos usus halus yang ditata untuk perekaman potensial aksi intrasel in vitro diberi epinefrin atau norepinefrin, potensial membrane biasanya meningkat, frekuensi potensial aksi menurun, dan otot relaksasi. Norepinefrin merupakan mediator kimia yang dilepaskan di ujunt- syaraf noradrenergin, dan perangsangan syaraf noradrenergin pada sediaan itu menghasilkan potensial hambatan,. Perangsangan syaraf noradregenik pada usus menghambat kontraksi in vivo. Norepinefrin mempengaruhi oto polos melalui reseptor a dan b. penggiatan reseptor b, yang menurunkan tegangan otot sebagai respons terhadap rangsang, berlangsung melalui AMP siklik dan mungkin disebabkan oleh meningkatnya pengikatan Ca2+ intrasel. Penggiatan reseptor a, yang juga menghambat kontraksi , disebabkan oleh meningkatnya efluks Ca2+ +dari sel-sel otot Asetilkolin mempunyai pengaruh yang berlawanan dengan norepinefrin terhadap potensial membrane dan kegiatan kontraksi otot polos usus halus. Bila asetilkolin diberikan pada cairan perendam sediaan otot polos in vitro, potensial membrane menurun dan frekuensi potensial aksi meningkat. Otot menjadi lebih aktif, dengan meningkatnya kontraksi tonik dan jumlah kontraksi ritmik. Hal ini berlangsung dfengan perantaraan fosfolipasi C dan IP3, yang meningkatkan konsentrasi Ca2+ intrasel. Pada hewan hidup, perangsangan syaraf kolinergik menyebabkan pelepasan asetilkolin, potensial usus, in vitro, hal yang serupa timbul akibat suhu dingin dan peregangan Fungsi persyarafan pada otot polosEfek asetilkoliun dan norepinefrin pada otot polos visceral mempunyai makna untuk menegaskan kedua sifat penting otot polos :1. Kegiatan spontan otot polos visceral tanpa adanya rangsang syaraf,2. Kepekaannya terhadap zat kimia yang dilepaskan syaraf setempat atau yang dibawa dalam aliran darah.Pada mamalia, otot visceral biasanya mempunyai persyarafan ganda dari kedua divisi system syaraf otonom. Struktur dan fungsi hubungan syaraf otonom. Fungsi persyarafan bukan untuk memicu, tetapi untuk memodifikasi gerakan otot. Perangsangan idivisi yang lain telah menurunkannya. Namun, pada beberapa organ otot polos, sedangkan perangsangan kolinergik menurunkannyaHubungan panjang dan tegangan plastisitasCirri khas otot polos adalah keragaman tegangan yang dihasilkan pada setiap panjang tertentu, biloa sepotong otot polos direnganggkan, mula-mula terjadi peningkatan tegangan. Namun bila otot itu ditarik lebih panjang lagi setelah direnggangkan, tanganku berangsur menurun. Kadang kadang tegangan menurun sampai atau di bawah tingkat tegangan otot sebelum direnggangkan. Oleh karena itu, tidak mungkin untuk membandingkan panjang dan tegangan yang timbul secara tepat. Dan panjang istirahat tidak dapat di tetapkan. Jadi, dalam beberapa hal, otot polos lebih bersifat seperti massa yang kental daripada bersifat seperti strujktur jaringan yang kaku, dan sifat inilah yang dikenal sebagai plastisipatis otot polosWujud sifat plastisitas dapat diperlihatkan pada manusia hidup. Misalnya, tegangan yang dihasilkan oleh dinding otot polos kandung kemih dapat diukur pada berbagai derajat peregangan ketika cairan dimasukkan ke dalam kandung kemih melalui kateter, mula-mula terdapat peningkatan tegangan yang relative kecil ketika volume ditingkatkan, karena plastisitas dinding kandung kemih. Namun, akhirnya tercapai suatu titik saat kandung kemih berkontraksi dengan kuatOtot polos multi unitBerbeda dengan otot polos visceral, otot polos multi unit tidak mempunyai sinsitium dan kontraksi tidak menyebar melalui sinstium, oleh karena itu, kontraksi otot polos multi unit lebih jelas, halus, terlokalisasi dibandingkan dengan otot polos visceral. Seperti otot polos visceral, otot polos multi unit sangat peka terhadap zat-zat kimia yang ada dalam peredaran darah, dan terangsang oleh neurotransmitter yang dilepaskan di ujung-ujung syaraf motorik yang mempersyarafinya. Khususnya norepinefrin cenderung menetap dan menimbulkan pencetusan potensial aksi yang berulang, dan bukan suatu potensial aksi tunggal, setelah suatu rangsang tunggal, oleh karena itu, respons kontraktil yang dihasilkan biasanya merupakan kontraksi tetanus yang tidak teratur, dan bukan suatu kontraksi kedutan tunggal. Bila kontraksi kedutan tunggal yang dihasilkan, kontraksinya menyerupai kontraksi kedutan otot rangka, tetapi berlangsung 10 kali lebih lama

MEKANISME KONTRAKSI DAN RELAKSASI OTOT

Filamen aktin biasanya berhubungan dengan myosin yang mana bertanggung jawab untuk berbagai pergerakan sel. Myosin adalah prototipe dari penggerak molekuler - sebuah protein yang mengubah energi kimia dalam bentuk ATP menjadi energi gerak yang menghasilkan kekuatan dan pergerakan. Kebanyakan pergerakan umumnya adalah kontraksi otot yang memberi model untuk memahami interaksi aktin dan myosin dan aktivitas penggerak dari molekul myosin. Bagaimanapun juga, interaksi aktin dan myosin tidak hanya bertanggung jawab pada kontraksi otot tetapi juga untuk berbagai pergerakan sel non otot termasuk pembelahan sel. Sehingga interaksi diataranya memerankan peran yang penting di biologi sel. Lebih jauh, sitoskeleton aktin bertanggung jawab untuk pergerakan lambat sel menyeberangi permukaan yang terlihat digerakkan secara langsung oleh polimerisasi aktin dengan baik oleh intreaksi aktin - myosin.1. PendahuluanSel otot merupakan sel yang terspesialisasi untuk satu tugas, kontraksi dan spesialisasi ini berada dalam struktur dan fungsi yang membentuk otot, prototipe untuk mempelajari pergerakan pada tingkat sel dan molekuler. Terdapat 3 jenis otot pada vertebrata yaitu : otot rangka yang berperan untuk semua pergerakan yang sadar. Otot jantung yang memompa darah dari jantung serta otot polos yang berperan untuk pergerakan yang tak sadar dari organ seperti lambung, intestine, uterus dan pembuluh darah. Pada otot rangka dan jantung elemen kontraktil sitoskeleton terdapat pada susunan teratur yang memunculkan pola karakteristik dari garis yang berseling. Berikut adalah karakterisasi struktur pada otot rangka :Otot rangka diikat oleh serabut otot yang merupakan sel tunggal yang besar yang dibentuk dari penggabungan banyak sel tunggal selama perkembangannya. Kebanyakan pada sitoplasma terdiri dari myofibril yang merupakan serabut silindris dari 2 tipe filamen : filamen tebal myosin (d = 15 nm) dan filamen tipis aktin (d = 7 nm). Setiap myofibril diatur sebagai ikatan unit kontraktil yang disebut sarkomer yang berperan pada kenampakan garis dari otot rangka dan jantung.Sarkomer terdiri dari beberapa daerah yang dapat terlihat secara jelas menggunakan mikroskop elektron. Ujung tiap sarkomer disebut garis Z. Di dalam tiap sarkomer, daerah gelap (disebut daerah A karena mereka anisotropik ketika dilihat dengan cahaya terpolarisasi) berseling dengan daerah terang (disebut daerah I karena isotropik). Daerah-daerah ini berhubungan dengan kehadiran atau ketidakhadiran filamen myosin. Daerah I hanya terdiri dari filamen yang tipis : aktin. Sedangkan daerah A terdiri dari filamen yang tebal : myosin. Filamen myosin dan aktin tumpang tindih di daerah tepi dari daerah A, sedangkan daerah tengah (disebut zona H) hanya terdiri dari myosin. Filamen aktin diikat pada ujung positifnya pada garis Z yang termasuk penghubung protein -actinin. Filamen myosin terjangkar pada garis M di bagian tengah sarkomer.Penambahan 2 protein (titin dan nebulin) juga berkontribusi pada struktur sarkomer dan stabilitasnya. Titin adalah protein yang besar dan molekul titin tunggal memanjang dari garis M sampai garis Z. Molekul titin yang panjang diduga menyerupai pegas yang menjaga filamen myosin tetap berada di pusat sarkomer dan memelihara tegangan yang membuat otot akan menyentak jika terlalu panjang. Filamen nebulin berhubungan dengan aktin dan diduga untuk meregulasi kumpulan filamen aktin dengan bertindak sebgai pembatas yang menentukan panjangnya.

2. Mekanisme Kontraksi OtotDasar untuk mengetahui kontraksi otot adalah Model Pergeseran Filamen yang pertama kali dikemukakan tahun 1954 oleh Andrew Huxley dan Ralph Niederge dan oleh Hugh Huxley dan Jean Hanson. Selama kontraksi otot, setiap sarkomer memendek, menyebabkan garis Z menutup bersama. Tidak ada perubahan pada ukuran daerah A tetapi daerah I dan zona H hampir tidak terlihat. Perubahan ini diterangkan oleh filamen aktin dan myosin yang bergeser melewati satu sama lain, sehingga filamen aktin berpindah menuju daerah A dan zona H. Kontraksi otot dengan demikian akibat dari interaksi diantara filamen aktin dan myosin yang menghasilkan pergerakan yang relatif satu sama lain. Dasar molekuler untuk interaksi ini adalah ikatan myosin ke filamen aktin menyebabkan myosin berfungsi sebagai penggerak pergeseran filamen.Tipe myosin yang terdapat pada otot (myosin II) adalah jenis protein yang besar (sekitar 500 kd) yang terdiri dari dua rantai berat yang identik dan dua pasang rantai ringan. Setiap ikatan gelap terdiri atas gugus kepala globuler dan ujung -heliks yang panjang. Ujung -heliks dari dua rantai berat yang kembar di sekitar satu sama lain di dalam struktur gulungan untuk membentuk dimer dan dua rantai ringan yang terhubung dengan bagian leher tiap gugus kepala untuk membentuk molekul myosin yang komplet.Filamen tebal otot terdiri dari beberapa ribu molekul myosin yang berhubungan dalam pergiliran pararel disusun oleh interaksi diantara ujung-ujungnya. Kepala globuler myosin mengikat aktin membentuk jembatan diantara filamen tebal dan tipis. Ini penting dicatat bahwa orientasi molekul myosin pada filamen tipis berkebalikan pada garis M sarkomer. Polaritas filamen aktin sama berkebalikan pada garis M sehingga orientasi filamen aktin dan myosin adalah sama pada kedua bagian sarkomer. Aktivitas penggerak myosin memindahkan gugus kepalanya sepanjang filamen aktin pada arah ujung positif. Pergerakan ini mengegeser filamen aktin dari kedua sisi sarkomer terhadap garis M, memendekkan sarkomer dan menyebabkan kontraksi otot. Penambahan ikatan aktin, kepala myosin mengikat dan kemudian menghidrolisis ATP yang menyediakan energi untuk menggerakkan pergeseran filamen. Pengubahan energi kimia untuk pegerakan ditengahi oleh perubahan bentuk myosin akibat pengikatan ATP. Model ini secara luas diterima bahwa hidrolisis ATP mengakibatkan siklus yang berulang pada interaksi diantara kepala myosin dan aktin. Selama tiap siklus, perubahan bentuk pada myosin mengakibtkan pergerakan kepala myosin sepanjang filamen aktin.Walaupun mekanisme molekuler masih belum sepenuhnya diketahui, model yang diterima secara luas untuk menjelaskan fungsi myosin diturunkan dari penelitian in vitro tentang pergerakan myosin di sepanjang filamen aktin (oleh James Spudich dan Michael Sheetz) dan dari determinasi struktur 3 dimensi myosin (oleh Ivan Rayment dan koleganya). Siklus dimulai dari myosin (tanpa adanya ATP) yang berikatan dengan aktin. Pengikatan ATP memisahkan kompleks myosin-aktin dan hidrolisis ATP kemudian menyebabkan perubahan bentuk di myosin. Perubahan ini mempengaruhi daerah leher myosin yang terikat pada ikatan terang yang bertindak sebagai lengan pengungkit untuk memindahkan kepala myosin sekitar 5 nm. Produk hidrolisis meninggalkan ikatan pada kepala myosin yang disebut posisi teracung. Kepala myosin kemudian mengikat kembali filamen aktin pada posisi baru, menyebabakan pelepasan ADP + Pi yang menggerakkannya.Kejadian biokimiawi yang penting dalam mekanisme kontraksi dan relaksasi otot dapat digambarkan dalam 5 tahap yakni sebagai berikut :a. Dalam fase relaksasi pada kontraksi otot, kepala S1 myosin menghidrolisis ATP menjadi ADP dan Pi, namun kedua produk ini tetap terikat. Kompleks ADP-Pi- myosin telah mendapatkan energi dan berada dalam bentuk yang dikatakan sebagai bentuk energi tinggi.b. Kalau kontraksi otot distimulasi maka aktin akan dapat terjangkau dan kepala myosin akan menemukannya, mengikatnya serta membentuk kompleks aktin-myosin-ADP-Pi.c. Pembentukan kompleks ini meningkatkan Pi yang akan memulai cetusan kekuatan. Peristiwa ini diikuti oleh pelepasan ADP dan disertai dengan perubahan bentuk yang besar pada kepala myosin dalam sekitar hubungannya dengan bagian ekornya yang akan menarik aktin sekitar 10 nm ke arah bagian pusat sarkomer. Kejadian ini disebut cetusan kekuatan (power stroke). Myosin kini berada dalam keadaan berenergi rendah yang ditunjukkan dengan kompleks aktin-myosin.d. Molekul ATP yang lain terikat pada kepala S1 dengan membentuk kompleks aktin-myosin-ATP.e. Kompleks aktin-ATP mempunyai afinitas yang rendah terhadap aktin dan dengan demikian aktin akan dilepaskan. Tahap terakhir ini merupakan kunci dalam relaksasi dan bergantung pada pengikatan ATP dengan kompleks aktin-myosin.

Jadi, hidrolisis ATP digunakan untuk menggerakkan siklus tersebut dengan cara cetusan kekuatan yang sebenarnya berupa perubahan bentuk kepala S1 yang terjadi setelah pelepasan ADP.Kontraksi otot rangka digerakkan oleh impuls syaraf yang merangsang pelepasan Ca2+ dari retikulum sarkoplasmik (jaringan khusus membran internal yang mirip dengan retikulum endoplasma yang menyimpan ion Ca2+ dengan konsentrasi yang tinggi). Pelepasan Ca2+ dari retikulum sarkoplasmik meningkatkan konsentrasi Ca2+ di sitosol kira-kira dari 10-7 menjadi 10-5 M. Berikut kerja retikulum sarkoplasma mengatur kadar ion Ca2+ intraselular dalam otot rangka :Dalam sarkoplasma otot yang tengah istirahat, kontraksi ion Ca2+ adalah 10-7-10-8 mol/L. Keadaan istirahat tercapai karena ion Ca2+ dipompakan ke dalam retikulum sarkoplasma lewat kerja sistem pengangkutan aktif yang dinamakan Ca2+ ATPase yang memulai relaksasi. Retikulum sarkoplasma merupakan jalinan kantong membran yang halus. Di dalam tretikulum sarkoplasma, ion Ca2+ terikat pada protein pengikat Ca2+ yang spesifik yang disebut kalsekuestrin. Sarkomer dikelilingi oleh membran yang dapat tereksitasi (sistem tubulus T) yang tersusun dari saluran transversal (T) yang berhubungan erat dengan retikulum sarkoplasma.Ketika membran sarkomer tereksitasi oleh impuls syaraf, sinyal yang ditimbulkan disalurkan ke dalam sistem tubulus T dan saluran pelepasan ion Ca2+ dalam retikulum sarkoplasma di sekitarnya akan membuka dengan cepat serta melepaskan ion Ca2+ ke dalam sarkoplasma dari retikulum sarkoplasma. Konsentrasi ion Ca2+ dalam sarkoplasma meningkat dengan cepat hingga 10-5 mol/L. Tempat pengikatan Ca2+ pada TpC dalam filamen tipis dengan cepat diduduki oleh Ca2+. Kompleks TpC- 4 Ca2+ berinteraksi dengan TpI dan TpT untuk mengubah interaksinya dengan tropomyosin ini. Jadi, tropomyosin ini hanya keluar dari jalannya atau mengubah bentuk F aktin sehingga kepala myosin ADP-Pi dapat berinteraksi dengan F aktin untuk mengawali siklus kontraksi.Peningkatan konsentrasi ion Ca2+ memberi sinyal kontraksi otot melalui gerakan prekursor protein yang terikat pada filamen aktin : tropomyosin dan troponin. Tropomyosin adalah protein serabut yang terikat di sepanjang alur filamen aktin. Pada otot lurik, tiap molekul tropomyosin terikat pada troponin yang merupakan komplek 3 polipeptida: troponin C (mengikat Ca2+), troponin I (inhibitor), dan troponin T (mengikat tropomyosin). Ketika konsentrasi Ca2+ rendah, kompleks troponin dengan tropomyosin menghalangi kontraksi aktin dan myosin sehingga otot tidak berkontraksi. Pada konsentrasi ion Ca2+ tinggi, Ca2+ terikat pada troponin C menggeser posisi kompleks dengan mengganti posisi inhibisi dan mengakibatkan proses kontraksi terjadi.

3. Mekanisme Relaksasi Otot. Relaksasi terjadi kalau : a. Konsentrasi Ca2+ menurun hingga di bawah 10-7 mol/L sebagai akibat dari pelepasannya kembali ke dalam retikulum sarkoplasma oleh Ca2+ ATPase.b. TpC- 4 Ca2+ kehilangan Ca2+c. Troponin lewat interaksinya dengan tropomyosin menghambat interaksi selanjutnya kepala myosin- F aktin.d. Dengan adanya ATP kepala myosin terlepas dari F aktin.Dengan demikian ion Ca2+ mengendalikan kontraksi otot lewat mekanisme alosterik yang diantarai di dalam otot oleh TpC, TpI, TpT, tropomyosin dan F aktin.4. Ion Ca2+ Memerankan Peranan Sentral Dalam Pengaturan Kontraksi Otot.a. Pengaturan berdasarkan aktin (terdapat dalam otot lurik)Pengaturan berdasarkan aktin terdapat pada otot rangka serta jantung vertebrata yang memiliki corak yang sama, lurik. Satu-satunya faktor yang potensial untuk membatasi proses pengaturan dalam siklus kontraksi otot kemungkinan adalah ATP. Sistem otot rangka dihambat pada saat istirahat; penghambatan ini dihilangkan untuk mengaktifkan kontraksi. Faktor penghambat otot lurik adalah sistem troponin yang terikat dengan tropomyosin dan F aktin dalam filamen tipis. Dalam otot lurik tidak terdapat kontrol kontraksi kecuali sistem troponin-tropomyosin terdapat bersama-sama dengan filamen aktin dan myosin. Tropomyosin terletak di sepanjang alur F aktin dan 3 buah kompleks troponin yaitu TpT, TpC, dan TpI. TpI mencegah ikatan kepala myosin dengan tempat pelekatan F aktin melalui perubahan bentuk F aktin via molekul tropomyosin atau hanya melalui pengguliran tropomyosin ke dalam posisi yang merintangi langsung tempat melekatnya kepala myosin pada F aktin. Kedua cara tersebut mencegah pengaktifan enzim ATPase myosin yang terjadi dengan perantaraan pengikatan kepala myosin pada F aktin. Dengan cara demikian, sistem TpI menghalangi siklus kontraksi.b. Pengaturan berdasarkan myosin (terdapat dalam otot polos)Otot polos mempunyai struktur molekuler yang serupa dengan struktur molekuler otot lurik kendati sarkomernya tidak segaris. Otot polos mengandung molekul -aktinin dan tropomyosin sebagaiman halnya otot lurik. Otot polos tidak memiliki sistem troponin dan rantai ringan myosin otot polos berbeda dengan otot lurik. Sekalipun begitu, kontraksi otot polos juga diatur oleh ion Ca2+. Berikut mekanisme kontraksi pada otot polos: i. Fosforilasi rantai tipis-p myosin memulai kontraksi otot polosMyosin otot polos mengandung rantai ringan-p yang mencegah pengikatan kepala myosin pada F aktin. Rantai tipis-p harus mengalami fosforilasi dahulu sebelum memungkinkan pengaktifan myosinATPase oleh F aktin. Kemudian aktivitas ATPase akan menyebabkan hidrolisis ATP. Fosfat pada rantai ringan myosin dapat membentuk khelasi dengfan ion Ca2+ yang terikat pada kompleks tropomyosin-TpC-aktin sehingga terjadi peningkatan kecepatan pembentukan jembatan silang antara kepala myosin dengan aktin. Fosforilasi rantai ringan-p memulai siklus kontraksi pelekatan-pelepasan pada otot polos. ii. Enzim kinase rantai myosin diaktifkan oleh kalmodulin 4 Ca2+ dan kemudian melakukan fosforilasi rantai tipis-p.Sarkoplasma otot polos mengandung enzim kinase rantai ringan myosin yang bergantung kalsium. Aktivasi ion Ca2+ pada enzim kinase rantai ringan memerlukan pengikatan kalmodulin Ca2+. Enzim kinase rantai ringan yang diaktifkan oleh kalmodulin 4 Ca2+ melakukan fosforilasi rantai ringan-p yang kemudian akan berhenti menghambat interaksi myosin-F aktin. Siklus kontraksi kemudian dimulai.DAFTAR PUSTAKA

Bahri, S., Sigit, J I., Ditia Y. 2009. Kadar Asam Laktat Hasil Metabolisme Anaerob pada Atlet. Jurnal IPTEK Olahraga, Vol 11 No 1.Bogor.Eroschenko, V P. 2010. Atlas Histologi diFiore. Penerbit Buku KedokteranEGC: Jakarta.Guyton, A C, 1990, Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta.Guyton, A C, dan Hall, John E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi11. EGC: Jakarta.Gunawan A. 2001. Mekanisme dan Mekanika Pergerakan Otot.INTEGRAL,Vol.6, No.2. Snell, R E. 2006. Anatomi Klinik Dasar ed.6. EGC: JakartaSetyorini, A. 2009. Pencegahan Osteoporosis dengan Suplementasi Kalsiumdan Vitamin D pada Penggunaan Korti Kosteroid Jangka Panjang. SariPediatri, Vol.11, No.1. BaliKirby, B J. 2011. Skeletal Recovery After Weaning Does Not Require PTHrP. Journal of Bone and Mineral Research, Vol.26, No.6, pp 1242-1251.Rosenzweig, H L. 2011. NOD2 Deficiency Results in Increased Susceptibility to Peptidoglycan-Induced Uveitis in Mice. IOVS, Vol.52, No.7.Hirose, S. 2007. A Histological Assessment on the Distribution of the Osteocytic Lakunar Canalicular System Using Silver Staining. J Bone Miner Metab 25:374-380.Pounds, J G. 1991. Cellular and Molecular Toxicity of Lead in Bone. Enviromental Health Perspective, Vol.91, pp 17-32.Steenvoorden. 2007. RAGE and Activation of Chondrocytes and Finroblast-Like Synoviocytes in Joint Disease.Doctoral Thesis Verden University.Premkumar, S. 2011. Textbook of Craniofacial Growth. Jitendar P Vij.