Upload
fitri-lestari-haryani
View
196
Download
22
Embed Size (px)
Citation preview
LAPORAN PRAKTEK BELAJAR LAPANGAN
DI APOTEK DUNIA MEDIKA
Disusun Oleh :
FITRI LESTARI HARYANI G1F010004
SYAEFUL BAHRI G1F010018
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN FARMASI
PURWOKERTO
2014
1
2
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas segala berkat dan rahmat yang telah dilimpahkan-Nya, sehingga pelaksanaan
dan penyusunan laporan Praktek Belajar Lapangan (PBL) ini dapat terselesaikan
tepat pada waktunya.
Praktek Belajar Lapangan ini dilaksanakan untuk memenuhi tuntutan
kurikulum yang berlaku di Jurusan Farmasi Universitas Jenderal Soedirman.
Praktek Belajar Lapangan ini berlangsung selama kurang lebih 12 hari yang
dimulai pada tanggal 20 Januari - 1 Februari 2014 bertempat di Apotek Dunia
Medika Purwokerto.
Dalam proses penyusunan laporan ini, penulis mengalami banyak kesulitan,
khususnya diakibatkan oleh kurangnya ilmu pengetahuan. Namun, berkat
bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, akhirnya laporan praktek belajar
lapangan ini dapat terselesaikan walaupun masih banyak kekurangannya. Oleh
karenanya pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Dr. Warsinah, M.Si., Apt., selaku Dekan FKIK Universitas Jenderal
Soedirman.
2. Bapak Dhadhang Wahyu Kurniawan, M.Sc., Apt., selaku Ketua Jurusan
Farmasi Universitas Jenderal Soedirman.
3. Ibu Vitis Vini Fera, M.Sc., Apt., selaku dosen pembimbing PBL.
4. Ibu Hanif Nasiatul Baroroh, M.Sc., Apt., selaku Apoteker pengelola apotek
Dunia Medika
5. Karyawan Apotek Dunia Medika
6. Semua pihak yang tidak dapat kami tuliskan satu persatu, yang telah
membantu dan mendukung pelaksanaan kegiatan Praktek Belajar Lapangan
jurusan farmasi di Apotek Dunia Medika.
Penulis berharap semoga bekal pengetahuan dan pengalaman yang telah
diperoleh selama kegiatan Praktek Belajar Lapangan di Apotek Dunia Medika ini
dapat bermanfaat dan dapat menambah wawasan pembaca pada umumnya.
Penulis menyadari laporan ini masih belum sempurna yang disebabkan oleh
3
keterbatasan kemampuan dan pengalaman yang dimiliki oleh penulis. Oleh karena
itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan
laporan ini. Penulis berharap semoga bekal pengetahuan dan pengalaman yang
telah diperoleh selama kegiatan Praktek Belajar Lapangan di Apotek Dunia
Medika ini dapat bermanfaat dan dapat menambah wawasan pembaca pada
umumnya. Penulis berharap laporan ini dapat memperkaya ilmu pengetahuan dan
bermanfaat bagi kita semua, amin.
Purwokerto, Februari 2014
penulis
4
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN……………………………………………….. ii
KATA PENGANTAR……………………………………………..……… iii
DAFTAR ISI………………………………………………………………. v
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………. vi
A. PENDAHULUAN …………………………………………………….. 1
A. Latar Belakang Praktek Belajar Lapangan (PBL)…………………… 1
B. Tujuan Praktek Belajar Lapangan (PBL)……………………………. 2
C. Manfaat Praktek Belajar Lapangan (PBL)….……………..……..….. 2
B. TINJAUAN UMUM…………………………………………………… 3
A. Tinjauan apotek dan apoteker pengelola apotek…………………….. 3
B. Tinjauan Umum Apotek Dunia Medika …………………………….. 13
C. Pengelolaan Apotek…….…………………………………………… 13
D. Tinjauan umum obat………………………….……………..……… 35
C. KEGIATAN DAN HASIL …………………………………………… 42
a. Bidang Manajemen…………………………………………………. 42
b. Bidang Administrasi………………………………………………… 48
c. Bidang Pelayanan…………………………………………………… 53
D. KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………………. 68
A. Kesimpulan ………………………………………………………… 68
B. Saran ……………………………………………………………….. 68
E. DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………. 69
5
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Buku Penjualan Harian dan Pembelian...........................................72
Lampiran 2. Buku defekta...................................................................................73
Lampiran 3. Buku pencatatan resep.....................................................................74
Lampiran 4. Buku Pelaporan Psikotropika dan Narkotika..................................75
Lampiran 5. Faktur..............................................................................................76
Lampiran 6. Kartu Stok.......................................................................................77
Lampiran 7. Surat Pesanan..................................................................................78
Lampiran 8. Copy Resep.....................................................................................80
Lampiran 9. Etiket...............................................................................................81
Lampiran 10. Sarana dan Prasarana.....................................................................82
6
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Praktek Belajar Lapangan
Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur
kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia.
Hal ini terkandung dalam Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia tahun 1945. Kesehatan merupakan salah satu
indikator tingkat kesejahteraan manusia sehingga senantiasa menjadi prioritas
dalam pembangunan nasional suatu bangsa. Pembangunan kesehatan sebagai
bagian dari pembangunan Nasional bertujuan untuk mempertinggi derajat
kesehatan termasuk keadaan gizi masyarakat dan penyediaan obat-obatan di
Apotek dalam rangka peningkatan kualitas dan taraf hidup serta kecerdasan
dan kesejahteraan rakyat pada umumnya. Pembangunan kesehatan dapat
ditingkatkan dengan melakukan pelayanan kefarmasian.
Pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan
bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi
dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu
kehidupan pasien. Salah satu sarana pelayanan kefarmasian adalah apotek.
Usaha Apotek merupakan suatu kombinasi dari usaha pengabdian profesi
farmasi, usaha sosial dan usaha dagang yang masing-masing aspek ini tidak
dapat dipisah-pisahkan satu dengan lainnya dari usaha Apotek. Apotek adalah
suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran
sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat.
Pelayanan apotek pada saat ini telah bergeser orientasinya dari obat ke
pasien yang mengacu kepada Pharmaceutical Care. Kegiatan yang semula
hanya berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditi menjadi pelayanan
yang komprehensif yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dari
pasien. Sebagai konsekuensi perubahan orientasi tersebut, tenaga farmasis
dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perilaku agar
dapat melaksanakan interaksi langsung dengan pasien. Bentuk interaksi
tersebut antara lain adalah melaksanakan pemberian informasi, monitoring
7
penggunaan obat untuk mengetahui tujuan akhirnya sesuai harapan dan
terdokumentasi dengan baik (Anonim, 2011).
Pelaksanaan Praktek Belajar Lapangan (PBL) Apotek bagi mahasiswa
Jurusan Farmasi Universitas Jenderal Soedirman sangatlah perlu dilakukan
dalam rangka mempersiapkan diri untuk berperan langsung dalam pengelolaan
Apotek sesuai fungsi dan kompetensi sarjana farmasi.
B. Tujuan Praktek Belajar Lapangan
Tujuan diadakannya Praktek Kerja Lapangan Apotek ini adalah sebagai
berikut:
1. Meningkatkan pengetahuan dan skills mahasiswa sebagai calon
tenaga kerja teknis kefarmasian khususnya di bidang farmasi klinik
dan komunitas.
2. Meningkatkan kemampuan problem solving mahasiswa dalam
masalah-masalah praktek farmasi klinis dan komunitas.
3. Meningkatkan interaksi mahasiswa dengan praktisi farmasi klinik
dan komunitas.
C. Manfaat PBL
Manfaat yang didapat dari pelaksanaan praktek belajar lapangan ini yaitu
mahasiswa dapat memahami pekerjaan kefarmasian khususnya dalam bidang
manajemen, administrasi, dan pelayanan kepada pasien.
8
BAB II
TINJAUAN UMUM
A. Tinjauan Apotek dan Apoteker Pengelola Apotek
Apotek berasal dari bahasa yunani yaitu apotheca, yang secara harfiah
berarti “penyimpanan”. Sedangkan dalam bahasa Belanda, apotek disebut
apotheek, yang berarti tempat menjual dan meramu obat (Bogadenta, 2012).
Apotek adalah suatu tempat tertentu yang digunakan untuk melakukan
pekerjaan kefarmasian dan penyaluran perbekalan farmasi, perbekalan
kesehatan lainnya kepada masyarakat (Anonim, 2002).
Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi di
bidang farmasi, tugas dan fungsi apotek telah mengalami perubahan. Peraturan
Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 1965 menyebutkan bahwa tugas dan fungsi
apotek adalah tempat pembuatan, pengolahan, peracikan, pengubahan bentuk
pencampuran dan penyerahan obat atau bahan obat. Fungsi apotek kemudian
diubah menjadi tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah
rnengucapkan sumpah jabatan dan sebagai sarana penyalur perbekalan farmasi
yang harus menyebarkan obat yang diper1ukan masyarakat secara meluas dan
merata, dan hal ini telah disebutkan dalam PP Nomor 25 Tahun 1980. Adanya
perubahan tugas dan fungsi apotek ini telah mengubah persepsi bahwa apotek
yang pada awalnya hanya dimaksudkan untuk usaha dagang atau sumber mata
pencaharian apoteker, kemudian telah berubah menjadi tempat pengabdian
profesi apoteker dan mengaplikasikan ilmunya dan memberikan pelayanan
kefarmasian kepada masyarakat sesuai dengan standar dan etika kefarmasian
(Bogadenta, 2012).
Tugas dan fungsi apotek berdasarkan peraturan terbaru PP No. 51 Tahun
2009, yaitu :
1. Tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan
sumpah jabatan apoteker.
2. Sarana yang digunakan untuk melakukan pekerjaan kefarmasian.
3. Sarana yang digunakan untuk memproduksi dan mendistribusikan
sediaan farmasi, antara lain obat, bahan baku obat, obat tradisional, dan
kosmetika.
9
4. Sarana pembuatan dan pengendalian mutu sediaan farmasi,
pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau
penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter,
pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat, dan
obat tradisional (Anonim, 2009).
Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus pendidikan profesi dan
telah mengucapkan sumpah berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku
dan berhak melakukan pekerjaan kefarmasian di Indonesia sebagai apoteker
(Anonim, 2006). Pekerjaan kefarmasian memiliki cakupan kompleksitas sesuai
bidang pekerjaan yang terdapat di dalamnya. Dalam PP 51/2009 tentang
Pekerjaan Kefarmasian membagi pekerjaan kefarmasian ke dalam 4 (empat)
bidang pokok, sebagai berikut :
1. Bidang Pengadaaan
2. Bidang Produksi atau Industri Produksi
3. Bidang Distribusi atau Penyaluran
4. Bidang Pelayanan
Apoteker yang bekerja di bidang pelayanan bertanggung jawab penuh
dalam penetapan status farmakoterapi, pemantauan efek samping, pengasuhan
dan penjaminan keamanan penggunaan dalam suatu pelayanan di berbagai
fasilitas pelayanan kefarmasian, dan salah satu contohnya adalah di apotek
(Mashuda, 2012).
Apoteker harus memiliki Surat Tanda Registrasi (STRA) dan Surat Izin
Praktek Apoteker (SIPA) atau Surat Izin Kerja (SIK) untuk bisa melakukan
pekerjaan kefarmasian,. SIPA adalah surat izin yang diberikan kepada apoteker
untuk dapat melaksanakan pekerjaan kefarmasian pada apotek atau instalasi
farmasi rumah sakit, sedangkan SIK adalah surat izin yang diberikan kepada
apoteker atau tenaga teknis kefarmasian untuk dapat melaksanakan pekerjaan
kefarmasian pada fasilitas produksi dan fasilitas distribusi (Anonim, 2009).
Apoteker merupakan satu-satunya subjek yang diberi tugas sebagai pengelola
apotek, karena memang apotekerlah yang diberikan otoritas untuk kepentingan
tersebut (Bogadenta, 2012). Syarat lain yang harus dipenuhi oleh apoteker bila
10
ingin berpraktek di apotek adalah menerima Surat Izin Apotek (SIA) dari
Dinas Kesehatan setempat untuk menyelenggarakan apotek (Anonim, 2009).
Seorang apoteker pengelola apotek dalam melakukan pekerjaannya di
apotek mempunyai kewajiban yang telah diatur dalam undang-undang atau
peraturan pemerintah, yaitu :
1. Menyediakan, menyimpan, dan menyerahkan perbekalan farmasi yang
bermutu baik dan keabsahannya terjamin.
2. Melayani resep sesuai dengan tanggung jawab dan keahlian profesinya
yang dilandasi oleh kepentingan masyarakat.
3. Berkonsultasi dengan dokter untuk pemilihan obat yang lebih tepat.
4. Memberikan informasi berkaitan dengan penggunaan obat yang
disarankan kepada pasien dan penggunaan obat secara tepat, aman, dan
rasional atas permintaan masyarakat.
5. Apabila apoteker menganggap bahwa terdapat kekeliruan resep atau
penulisan resep yang tidak tepat, apoteker harus memberitahukan
kepada dokter penulis resep.
6. Menunjuk apoteker pendamping atau apoteker pengganti jika
berhalangan melaksanakan tugasnya.
7. Bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan yang dilakukan oleh
apoteker pendamping atau apoteker pengganti dalam pengelolaan
apotek.
8. Menyerahkan resep, narkotika, obat dan perbekalan farmasi lain.
9. Mengamankan perbekalan farmasi sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku (Anonim, 1993).
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1027/MENKES/SK/IX/2004, untuk menjalankan praktik apotek diperlukan
tenaga kerja atau personalia apotek yang terdiri dari :
a. Apoteker Pengelola Apotek (APA), yaitu Apoteker yang telah memiliki
Surat Izin Praktik Apotek (SIPA).
b. Apoteker Pendamping adalah Apoteker yang bekerja di apotek disamping
Apoteker Pengelola Apotek dan atau menggantikan pada jam-jam tertentu
pada hari buka apotek.
11
c. Apoteker Pengganti adalah Apoteker yang menggantikan APA selama
APA tersebut tidak berada di tempat lebih dari 3 (tiga) bulan secara terus
menerus, telah memiliki Surat Izin Kerja dan tidak bertindak sebagai APA
di apotek lain.
d. Asisten Apoteker adalah mereka yang bedasarkan peraturan perundang-
undangan berhak melakukan pekerjaan kefarmasian sebagai Asisten
Apoteker.
Sedangkan tenaga lainnya yang diperlukan untuk mendukung kegiatan di
apotek terdiri dari :
a. Juru resep adalah petugas yang membantu pekerjaan asisten apoteker.
b. Kasir adalah orang yang bertugas menerima uang, mencatat dan
pengeluaran uang.
c. Pegawai tata usaha adalah petugas yang melaksanakan administrasi apotek
dan membuat laporan pembelian, penjualan, penyimpanan dan keuangan
apotek.
Pengelolaan apotek oleh APA ada dua bentuk, yaitu pengelolaan bisnis
(non teknis kefarmasian) dan pengelolaan di bidang pelayanan/teknis
kefarmasian. Untuk dapat melaksanakan tugasnya dengan sukses seorang APA
harus melakukan kegiatan sebagai berikut :
1. Memastikan bahwa jumlah dan jenis produk yang dibutuhkan senatiasa
tersedia dan diserahkan kapada yang membutuhkan.
2. Menata apotek sedemikian rupa sehingga berkesan bahwa apotek
menyediakan berbagai obat dan perbekalan kesehatan lain secara lengkap.
3. Menetapkan harga produknya dengan harga bersaing.
4. Mempromosikan usaha apoteknya melalui berbagai upaya.
5. Mengelola apotek sedemikian rupa sehingga memberikan keuntungan.
6. Mengupayakan agar pelayanan di apotek dapat berkembang dengan cepat,
nyaman dan ekonomis.
Wewenang dan tanggung jawab APA meliputi :
1. Menentukan arah terhadap seluruh kegiatan.
2. Menentukan sistem (peraturan) terhadap seluruh kegiatan.
3. Mengawasi pelaksanaan seluruh kegiatan.
12
4. Bertanggung jawab terhadap kinerja yang dicapai.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 Tahun
2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasiaan apotek adalah sarana pelayanan
kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasiaan oleh apoteker. Praktek
kefarmasian meliputi pekerjaan dan pelayanan kefarmasian. Pekerjaan
kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu Sediaan Farmasi,
pengamanan, pengadaan, pernyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran
obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi
obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. Sedangkan
pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung
jawab kepada pasien yang berkaitan dengan Sedian Farmasi dengan maksud
mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien
(Anonim, 2009).
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 Tahun
2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasiaan apoteker yang menjalankan pekerjaan
kefarmasian harus memiliki sertifikat kompetensi profesi. Standar pendidikan
tenaga teknis kefarmasian harus memenuhi ketentuan peraturan perundang
undangan yang berlaku di bidang pendidikan. Peserta didik tenaga teknis
kefarmasian tersebut untuk dapat menjalankan pekerjaan kefarmasian harus
memiliki ijazah dari institusi pendidikan sesuai perundang undangan. Untuk
memperoleh STRA, apoteker harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1. Memiliki ijazah apoteker;
2. Memiliki sertifikat kompetensi profesi;
3. Mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji apoteker;
4. Mempunyai surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang
memiliki surat izin praktik; dan
5. Membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika
profesi.
STRA dikeluarkan oleh menteri. STRA berlaku selama 5 (lima) tahun dan
dapat diperpanjang untuk jangka waktu 5 (lima) tahun apabila memenuhi
syarat sebagaimana dimaksud dalam ketentuan di atas.
13
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No
1027/MENKES/SK/IX/2004 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian, apotek
harus berlokasi pada daerah yang dengan mudah dikenali oleh masyarakat.
Pada halaman terdapat petunjuk yang dengan jelas tertulis kata apotek. Apotek
harus dapat dengan mudah diakses oleh anggota masyarakat. Pelayanan produk
kefarmasiaan diberikan pada tempat yang terpisah dari aktivitas pelayanan dan
penjualan produk lainnya, hal ini berguna untuk menunjukan integritas dan
kualitas produk serta mengurangi resiko kesalahan penyerahan. Masyarakat
harus diberi akses secara langsung dan mudah oleh apoteker untuk memperoleh
informasi dan konseling. Lingkungan apotek harus dijaga kebersihannya.
Apotek harus bebas dari hewan pengerat, serangga/pest. Apotek memiliki
suplai listrik yang kostan, terutama untuk lemari pendingin (Anonim, 2004).
Apotek harus memiliki :
a. Ruang tunggu yang nyaman bagi pasien.
b. Tempat untuk mendisplai informasi bagi pasien, termasuk penempatan
brosur/materi informasi.
c. Ruangan tertutup untuk konseling bagi pasien yang dilengkapi dengan
meja dan kursi serta lemari untuk menyimpan catatan medikasi pasien.
d. Ruang racikan.
e. Keranjang sampah yang tersedian untuk staf maupun pasien.
Perabotan apotek harus tertata rapi, lengkap dengan rak-rak penyimpanan
obat dan barang-barang lain yang tersusun dengan rapi, terlindung dari debu,
kelembaban dan cahaya yang berlebihan serta diletakan pada kondisi ruangan
dengan temperatur yang telah ditetapkan.
Adapun rumusan terakhir mengenai standar profesi apoteker
sebagaimana terlampir dalam American Pharmaceutical Association (1984)
adalah sebagai berikut:
1. Seorang apoteker hendaknya mampu bertukar pikiran dengan dokter dan
praktisi perawatan kesehatan lain, menyangkut perawatan dan perlakuan
terhadap pasien, dan senantiasa mempertebal kepercayaan pasien akan
perawatannya. Apoteker hendaknya dapat menghargai esensi diagnosis
klinik dan memahami pengelolaan medis untuk pasien. Apoteker
14
hendaknya memiliki pengetahuan tentang obat yang akan digunakan
sebagai pengobatan pasien; mekanisme aksinya, bentuk sediaan, dan
kombinasiobat dalam perdagangan; nasib dan disposisi obat; faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi kemanfaatan fisiologis dan aktivitas biologis
obat dalam bentuk sediaan; pengaruh umur, seks, atau status sakit
sekunder yang dapat mempengaruhi lancarnya pengobatan; serta
kemungkinan interaksi dengan obat lain, makanan, dan prosedur diagnosis
yang dapat memodifikasi aktifitas obat.
2. Fungsi keseluruhan apoteker hendaknya menghasilkan terapi obat secara
maksimum. Apoteker hendaknya memahami penggunaan yang sesuai dan
regimen takaran dari terapi obat yang dilakukan, kontraindikasi, dan
kemungkinan reaksi yang tidak diinginkan yang diakibatkan oleh terapi
obat. Apoteker hendaknya mempunyai cukup informasi mengenai
kemungkinan obat paten tertentu yang mempunyai interaksi berlawanan
denga terapi atau mungkin berguna sebagai tambahan dalam memperbaiki
pemberian obat atau perawatan secara keseluruhan.
3. Apoteker harus mengetahui aksi terapi obat paten sesuai penegasan (claim)
yang dikemukakan, komposisi, dan keunikan maupun keterbatasan bentuk
sediaan tersebut. Seorang apoteker hendaknya mampu menilai secara
objektif kemampuan suatu produk sesuai iklannya. Jika diminta oleh
pasien, apoteker hendaknya mampu menegaskan kemungkinan kegunaan
terapetik suatu obat paten sehubungan dengan keluhan pasien.
4. Apoteker hendaknya mampu mengkaji publikasi ilmiah dan mampu
mencari implikasi praktis suatu hasil penelitian yang berkaitan dengan
kegunaan klinis suatu obat. Apoteker harus mampu menganalisis suatu
laporan pustaka percobaan klinis mengenai kesesuaian desain penelitian
dan analisis statistik yang dibuat dari data. Apoteker hendaknya mampu
menyiapkan suatu abstrak yang objektif mengenai kebermaknaan data dan
kesimpulan dari si penulis.
5. Apoteker hendaknya merupakan orang yang spesialis mengenai
karakteristik kestabilan dan persyaratan penyimpanan obat dan bahan obat,
faktor-faktor yang mempengaruhi pelepasan obat dari bentuk sediannya,
15
dan tempat pemberian obat atau lingkungan sekitar tempat sehingga
mempengaruhi absorbsi obat tertentu dari bentuk sediaan yang diberikan
serta kemungkinannya berinteraksi untuk mempengaruhi aksi awal (onset),
intensitas, atau lamanya (duration) aksi terapetik.
6. Apoteker hendaknya paham mengenai peraturan legal tentang pengadaan,
penyimpanan, dan distribusi obat. Apoteker hendaknya mengetahui
tentang penggunaan obat yang diizinkan seperti yang diperinci oleh
pejabat negara dan daerah, praktik medis yang benar, dan tanggung jawab
legalnya terhadap pasien dalam penggunaan obat pada prosedur terapeutik
eksperimental.
7. Apoteker hendaknya mampu merekomendasi produk obat atau bentuk
sediaan yang secara potensial berguna bagi kebutuhan terapetik tertentu.
Apoteker hendaknya secara objektif mampu mendukung pilihan yang
diambil. Apoteker hendaknya juga mampu mengidentifikasi produk obat
berdasarkan bentuk dan warna yang dirinci dan penggunaannya yang
dianjurkan dengan menggunakan bahan sumber yang sesuai.
8. Apoteker harus tanggap berdasarkan gejala yang akan diuraikan dalam
wawancara dengan pasien, tentang informasi tambahan yang masih perlu
diusahakan dari pasien mengenai kondisinya. Berdasarkan informasi ini,
apoteker hendaknya dapat merujuk pasien kepada praktisi medis yang
sesua, spesialis, atau badan yang paling berkompeten untuk membantu
pasien dalam kasus spesifik. Apoteker hendaknya memperoleh dan
menyimpan kartu data sakit (profil) pasien untuk digunakan dalam
melakukan keputusan farmasetis yang menyangkut perawatan. Melalui
pemanfaatan profil dan materi pembantu yang sesuai, apoteker hendaknya
melaksanakan program review pemanfaatan obat dalam lingkungan daerah
terapeutik. Apoteker hendaknya memantapkan dan melaksanakan program
untuk memastikan tidak lalainya pasien menggunakan obat dengan tujuan
terapeutik.
9. Apoteker hendaknya mempunyai pengetahuan tentang manifestasi toksis
dari obat dan tindakan yang diperlukan merupakan cara terbaik untuk
pengobatan gejala keracunan tersebut.
16
10. Apoteker hendaknya mampu berkomunikasi secara efektif dengan pasien
mengenai petunjuk penanganan yang sesuai resep dan obat paten.
Apoteker hendaknya mengetahui tentang pembatasan yang perlu
ditekankan pada konsumsi makanan, pengobatan lain, dan aktivitas fisik
lain.
11. Apoteker hendaknya mampu berkomunikasi dengan profesional kesehatan
lain atau orang awam tentang topik obat yang baik, masalah kesehatan
masyarakat, dan pendidikan kesehatan perorangan.
12. Apoteker hendaknya mampu meracik obat yang sesuai atau campuran obat
dalam bentuk sediaan yang baik. Apoteker hendaknya mampu
menginterpretasikan resep secara teliti dari penulis resep yang sepatutnya
berlisensi, meracik bahan terapetik yang sesuai, memeriksa ketepatan
resep yang sudah selesai sesuai isinya, dan menempelkan label petunjuk
yang sesuai untuk membantu pemahaman pasien tentang maksud dokter
penulis resep. Selanjutnya, Apoteker hendaknya memberi tahu pasien
secara lisan atau tertulis mengenai efek obat yang diracik, apabila
mengandung zat berbahaya bagi orang yang mengkonsumsinya. Apoteker
hendaknya memastikan bahwa pasien benar-benar mengerti mengenai
petunjuk obat yang ditulis.
13. Apoteker hendaknya memahami prinsip dan teknik prosedur manajemen
yang baik dan akan memberikan pelayanan kefarmasian yang efisien untuk
memastikan kesinambungan perawatan pasien. Apoteker hendaknya
menyadari tentang pertimbangan finansial dari perawatan kesehatan dan
senantiasa berusaha memberikan perawatan pasien yang berkualitas.
14. Apoteker akan mengambil langkah-langkah yang sesuai dalam
mempertahankan tingkat kompetensi dalam setiap bidang yang disebutkan
sebelumnya.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 Tahun
2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasiaan dalam menjalankan Pekerjaan
kefarmasian pada fasilitas Pelayanan Kefarmasian dalam hal ini adalah di
Apotek, Apoteker harus menetapkan standar Prosedur Operasional. Standar
prosedur operasional adalah prosedur tertulis berupa petunjuk operasional
17
tentang Pekerjaan Kefarmasian. Standar Prosedur Operasional harus dibuat
secara tertulis dan diperbaharui secara terus menerus sesuai perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang farmasi dan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Dalam melakukan Pekerjaan kefarmasian pada fasilitas
pelayanan kefarmasian, apoteker dapat:
a. Mengangkat seorang apoteker pendamping yang memiliki SIPA;
b. Mengganti obat merek dagang dengan obat generik yang sama komponen
aktifnya atau obat merek dagang lain atas persetujuan dokter dan/atau
pasien; dan
c. Menyerahkan obat keras, narkotika dan psikotropika kepada masyarakat
atas resep dari dokter sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 Tahun
2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasiaan apoteker dapat mendirikan apotek
dengan modal sendiri dan/atau modal dari pemilik modal baik perorangan
maupun perusahaan. Dalam hal apoteker yang mendirikan apotek bekerja sama
dengan pemilik modal maka pekerjaan kefarmasian harus tetap dilakukan
sepenuhnya oleh apoteker yang bersangkutan. Setiap tenaga kefarmasian dalam
menjalankan pekerjaan kefarmasian wajib menyimpan rahasia kedokteran dan
rahasia kefarmasian. Rahasia kedokteran adalah sesuatu yang berkaitan dengan
praktek kedokteran yang tidak boleh diketahui oleh umum sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Rahasia kefarmasian adalah
pekerjaan kefarmasian yang menyangkut proses produksi, proses penyaluran
dan proses pelayanan dari sediaan farmasi yang tidak boleh diketahui oleh
umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Rahasia
kedokteran dan rahasia kefarmasian hanya dapat dibuka untuk kepentingan
pasien, memenuhi permintaan hakim dalam rangka penegakan hukum,
permintaan pasien sendiri dan/atau berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan (Anonim, 2009).
18
B. Tinjauan Umum Apotek Dunia Medika
Apotek Dunia Medika didirikan pada tahun 2008 bertempat di Jalan
Riyanto No. 34, Sumampir, Purwokerto. Pada tahun 2012 Apotek Dunia
Medika berpindah di Jalan Riyanto, Gg. Anggrek No. 1, Sumampir,
Purwokerto dengan nomor SIA 090/SIA/P-Lok/BMS/P/XI/2012. APA
(Apoteker Pengelola Apotek) di Apotek Dunia Medika yaitu Ibu Hanif
Nasiatul Baroroh, M.Sc., Apt.
C. Pengelolaan Apotek
Pengelolaan apotek merupakan segala upaya dan kegiatan yang
dilakukan seorang apoteker dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai
pelayan apotek (Bogadenta, 2012). Menurut Permenkes
No.922/Menkes/Per/X/1993 pasal 10 dan 11, pengelolaan apotek meliputi :
1. Pembuatan, pengolahan, peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran,
penyimpanan dan penyerahan obat atau bahan obat.
2. Pengadaan, penyimpanan, penyaluran, dan penyerahan perbekalan farmasi
lainnya.
3. Pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi, yang meliputi informasi
obat dan perbekalan farmasi lainnya yang diberikan kepada dokter, tenaga
kesehatan lainnya, maupun masyarakat. Serta pengamatan dan pelaporan
informasi mengenai khasiat, keamanan, bahaya, serta mutu obat dan
perbekalan farmasi lainnya.
Kegiatan yang dilakukan di apotek dibagi menjadi 3 bidang yaitu
bidang manajemen apotek, bidang pelayanan, dan bidang administrasi.
1. Bidang Manajemen Apotek
a. Perencanaan
Perencanaan merupakan proses pemilihan jenis, jumlah, dan
harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan
anggaran, untuk menghindari kekosongan obat. Tujuan perencanaan
adalah agar proses pengadaan perbekalan farmasi atau obat yang ada
di apotek menjadi lebih efektif dan efisien dan sesuai dengan anggaran
yang tersedia. Tahap perencanaan merupakan hal yang penting dalam
19
pengadaan obat di apotek, sebab apabila suatu apotek lemah dalam
perencanaan maka akan mengakibatkan kekacauan siklus manajemen
secara keseluruhan, mulai dari pemborosan dalam penganggaran,
membengkaknya biaya pengadaan dan penyimpanan, serta tidak
tersalurkannya obat hingga rusak atau kadaluarsa (Bogadenta, 2012).
Perencanaan dalam pemilihan obat yang akan disediakan di
apotek dapat dilakukan dengan berdasarkan pada :
1.1 Anggaran yang ada di Apotek
Pemilihan obat mempertimbangkan anggaran yang ada di
apotek, dimaksudkan untuk menghindari terjadinya kekurangan dana
pada operasional apotek selanjutnya.
1.2 Budaya masyarakat
Pandangan masyarakat terhadap obat, pabrik obat, bahkan iklan
obat dapat mempengaruhi dalam hal pemilihan obat-obatan khususnya
obat-obat tanpa resep. Demikian juga budaya masyarakat yang senang
berobat ke dokter, maka apotek perlu memperhatikan obat-obat yang
sering diresepkan dokter tersebut.
1.3 Tingkat perekonomian
Tingkat ekonomi masyarakat disekitar apotek juga akan
mempengaruhi daya beli terhadap obat-obatan. Jika masyarakat
sekitar memiliki tingkat perekonomian menengah ke bawah, maka
apotek perlu menyimpan obat yang harganya terjangkau seperti obat
generik berlogo. Demikian pula sebaliknya, jika masyarakat sekitar
memiliki tingkat perekonomian menengah ke atas yang cenderung
memilih obat-obat paten, maka apotek juga harus menyediakan obat
paten yang sering diresepkan (Hartini, dkk. 2009).
b. Pengadaan
Pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan
yang telah direncanakan sebelumnya. Kegiatan ini dibatasi oleh
ketersediaan obat dan total biaya kesehatan. Tujuan dari pengadaan
barang adalah memperoleh obat yang dibutuhkan dengan harga layak,
mutu baik, pengiriman obat terjamin tepat waktu, serta proses berjalan
20
lancar dengan tidak memerlukan waktu dan tenaga yang berlebihan
(Bogadenta, 2012). Pengadaan sediaan farmasi Apotek termasuk di
dalamnya golongan obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras, obat
psikotropik dan narkotik dapat berasal langsung dari pabrik farmasi,
PBF, maupun ke apotek lain. Semua pembelian harus dengan faktur
dan jalur pembelian resmi.
Setelah mempertimbangkan jenis, sifat, dan nilai barang yang
akan diadakan, langkah selanjutnya adalah melakukan pengadaan
barang dan jasa. Sesuai Kepres No. 80 tahun 2003 tentang Pedoman
Pelaksanaan Barang dan Jasa Pemerintah, pengadaan sediaan farmasi
di dalam apotek dapat dilakukan melalui cara-cara berikut :
1.1 Pelelangan Umum
Pelelangan umum adalah metode pemilihan barang atau jasa
yang dilakukan secara terbuka dengan pengumuman secara luas
melalui media massa dan papan pengumuman resmi.
1.2 Pelelangan Terbatas
Apabila jumlah penyedia barang atau jasa yang mampu
melaksanakan pekerjaan yang kompleks diyakini terbatas, maka
pemilihan penyedia barang/jasa dapat dilakukan dengan metode
pelelangan terbatas.
1.3 Pemilihan Langsung
Pemilihan langsung merupakan pemilihan penyedia barang/jasa
yang dilakukan dengan membandingkan sebanyak-banyaknya
penawaran, sekurang-kurangnya tiga penawaran, serta dilakukan
negosiasi baik teknis maupun biaya.
1.4 Penunjukan Langsung
Dalam keadaan khusus dan tertentu, dapat dilakukan cara
penunjukan langsung terhadap suatu penyedia barang/jasa.
c. Penerimaan
Penerimaan dan pemeriksaan merupakan salah satu kegiatan
pengadaan agar obat yang diterima sesuai dengan jenis dan jumlah
serta sesuai dengan dokumen yang menyertainya. Apotek memperoleh
21
obat dan perbekalan farmasi bersumber dari Pedagang Besar Farmasi
(PBF) atau apotek lainnya. Untuk memperolehnya, Apoteker
Pengelola Apotek (APA) harus membuat surat pesanan (SP) obat
maupun perbekalan farmasi lainnya yang harus ditanda tangani oleh
APA dengan mencantumkan nama dan nomor SIPA (Anief, 2000).
Setelah membuat SP maka PBF atau apotek lain akan mengantar
obat atau perbekalan farmasi yang dipesan ke apotek disertai dengan
faktur pembelian. Ketika obat atau perbekalan farmasi lain datang
maka APA /APING/AA/TTK harus segera melakukan pengecekan
faktur dan surat pesanan serta memeriksa kesesuian barang yang
dipesan, meliputi; nama barang, jumlah, nomor batch, harga barang
serta expired date dengan keterangan yang tertera pada surat pesanan
dan faktur. Setelah semua barang sesuai yang dikehendaki maka
faktur ditanda tangani dan distempel apotek. Namun apabila terjadi
ketidaksesuaian barang maka pihak apotek meretur barang tersebut
disertai dengan bukti retur. Langkah terakhir yaitu faktur asli
diberikan kepada PBF sedangkan faktur copy disimpan di apotek
sebagai arsip apotek. Apabila pembayaran obat sudah lunas, maka
faktur asli yang berada di PBF diserahkan kepada apotek (Hartono,
1998).
d. Pencatatan
Setelah proses penerimaan barang, maka langkah selanjutnya
yaitu melakukan pencatatan obat dimana kegiatan pencatatan obat di
apotek merupakan rangkaian kegiatan dalam rangka penatausahaan
obat-obatan dan perbekalan lain secara tertib baik obat-obatan yang
diterima, disimpan, didistribusikan maupun yang digunakan di unit
pelayanan kesehatan lainnya. Secara umum pencatatan obat memiliki
fungsi dan tujuan antara lain:
- Mencatat mutasi obat (penerimaan, pengeluaran, hilang, rusak atau
kadaluarsa)
22
- Menyusun laporan, perencanaan pengadaan-distribuusi dan sebagai
pembanding terhadap keadaan fisik obat dalam tempat
penyimpanannya
- Mengetahui obat-obatan yang tergolong ke dalam fast moving atau
slow moving
- Bukti bahwa suatu kegiatan telah dilakukan
Kegiatan pencatatan pada kartu stock dilakukan secara rutin dari
hari ke hari dan setiap kali terjadi mutasi obat (penerimaan,
pengeluaran, hilang, rusak atau kadaluarsa) langsung dicatat di dalam
kartu stock. Dengan dilakukannya pencatatan pada kartu stock akan
dengan mudah kita peroleh informasi mengenai jumlah obat yang
tersedia (sisa stock), jumlah obat yang diterima, jumlah obat yang
keluar, jumlah obat yang hilang/ rusak atau kadaluarsa serta jangka
waktu kekosongan obat (Hantono, 1998).
Sedangkan pencatatan pada buku defecta dilakukan untuk
mencatat obat atau perbekalan lain yang tinggal sedikit atau yang
sudah habis yang akan dilakukan pemesanan. Sedangkan maksud dari
tujuan pencatatan stock opname yaitu untuk mencatat dan menghitung
stock (persediaan barang) yang masih dimiliki oleh apotek baik yang
ada di gudang penyimpanan maupun yang di etalase. Manfaat
dilakukannya stock opname antara lain yaitu:
- Dapat membandingkan nilai persediaan barang tahun ini dengan
tahun-tahun sebelumnya, apakah terjadi kenaikan atau penurunan
sehingga dapat diketahui perkembangan usahanya secara sederhana
- Untuk mengetahui jumlah persediaan obat/ perbekalan lain
- Untuk mencari HPP (Harga Pokok Penjualan) pada pembuatan
laporan keuangan
- Untuk mencocokan data dan menghitung apakah ada barang yang
hilang atau tidak (Ulfayani, 2008).
e. Penataan
Langkah selanjutnya yaitu melakukan penataan terhadap obat-
obatan dan perbekalan farmasi lainnya pada tempat yang sesuai.
23
Sebelumnya perlu diketahui display penataan obat di apotek antara
lain berdasarkan hal-hal berikut;
1. Alfabetis
2. Prinsip FEFO (First Expired First Out)
3. Efek farmakologi
4. Golongan obat
5. Bentuk sediaan
6. Kombinasi
Masing-masing display tersebut memiliki tujuan yang sama
yaitu untuk memudahkan dalam mengganti obat dan perbekalan
farmasi lain serta memudahkan dalam pelayanan kepada pasien.
Namun display penataan secara kombinasi yaitu kombinasi penataan
berdasarkan penggolongan obat, bentuk sediaan, efek farmakologi,
prinsip FEFO dan FIFO serta berdasarkan alfabetis memiliki
kelebihan dibandingkan dengan display tunggal karena display
penataan lebih spesifik dan teratur sehingga lebih memudahkan
petugas baik APA atau AA maupun TTK dalam memberikan
pelayanan kepada pasien baik pasien yang melakukan swamedikasi
maupun dalam proses peracikan obat untuk melayani resep dokter
(Ulfayani, 2008).
Tata cara penataan obat dan perbekalan farmasi lain diapotek
dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu;
1.1 Di ruang peracikan atau penyimpanan obat (Ethical Counter)
Hal-hal yang menjadi dasar pertimbangan dalam menata
perbekalan farmasi di ethical counter antara lain yaitu:
a) Peraturan, terutama yang mengatur tentang obat narkotika,
psikotropika dan obat keras daftar G.
Untuk golongan Narkotika dan Psikotropika yaitu:
1) Golongan narkotika di ruang peracikan, disimpan di lemari
khusus narkotika ditempatkan sesuai dengan ketentuan
peraturan yang berlaku.
24
2) Golongan psikotripika di ruang peracikan, disimpan di
lemari khusus terpisah dengan perbekalan farmasi lainnya.
Untuk golongan keras daftar G dan obat ethical lainnya di
ruang peracikan, disimpan di lemari yang didesain khusus dan
dibagi menjadi 4 bentuk perbekalan farmasi, yaitu:
1) Lemari perbekalan obat solid yaitu tempat penyimpanan
obat yang berbentuk solid seperti tablet, kapsul, kaplet, pil.
2) Lemari perbekalan obat semi solid yaitu tempat
penyimpanan obat yang berbentuk semi solid seperti salep,
cream, pasta gel.
3) Lemari perbekalan obat cairan yaitu tempat penyimpanan
obat yang berbentuk cairan seperti sirup, suspensi, infus,
injeksi.
4) Lemari pendingin (kulkas) yaitu tempat penyimpanan obat
yang harus disimpan ditempat sejuk atau dingin seperti
vaksin, suppo, ovula.
b) Layout
Penataan letak dan susunan lemari atau rak obat di ruang
ethical, agar dapat memberikan kemudahan dan kecepatan kepada
petugas dalam menyiapkan obat yang dibutuhkan konsumen serta
dapat menjaga keamanan dan kebersihannya.
c) Bentuk rak obat
Mengingat jenis-jenis obat ethical memiliki merk yang
banyak, maka bentuk rak / lemarinya dibuat seperti sarang tawon
yang dapat menampung banyak jenis obat sehingga pemakaian
ruang (space) menjadi lebih efisien dan dapat mempermudah
proses penyiapan dan pembuatan obat (Umar, 2005).
1.2 Di ruang penjualan obat bebas (OTC Counter)
Hal-hal yang menjadi dasar pertimbangan dalam menata
perbekalan farmasi di OTC counter antara lain yaitu:
a) Estetika atau seni keindahan dalam menata dan mendisain rak atau
lemari obat bebas, bebas terbatas dan obat (OTC) agar dapat
25
menimbulkan rasa ingin tahu dan membeli (impuls buying) bagi
setiap konsumen yang datang ke apotek.
b) Layout yaitu tata letak, susunan barang yang dapat memberikan
kenyamanan dan kemudahan (keluar-masuk) bagi konsumen dalam
memperoleh obat yang dibutuhkan.
c) Tanda yaitu petunjuk mengenai tempat-tempat golongan fungsi
obat yang terdapat di setiap lemari atau rak obat (Umar, 2005).
f. Penyimpanan
Penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan dan memelihara
dengan cara menempatkan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan
yang diterima, pada tempat yang aman dan dapat menjamin mutunya.
Hal - hal yang harus diperhatikan dalam penyimpanan adalah obat
atau bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik kecuali
dalam hal darurat. Kemudian bila dalam keadaan darurat isi harus
dipindahkan pada wadah lain, maka harus dicegah terjadinya
kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas pada wadah. Selain
itu, wadah sekurang-kurangnya memuat nama obat, nomor batch, dan
tanggal kadaluarsa (Bogadenta, 2012). Semua bahan obat harus
disimpan pada kondisi yang sesuai, layak, dan menjamin kestabilan
bahan (Anonim, 2006).
Obat dan perbekalan farmasi lain yang jumlahnya banyak perlu
dilakukan penyimpanan pada lemari penyimpanan. Hal ini
dikarenakan sifat bahan obat dapat terurai menjadi zat lain atau bentuk
lain karena pengaruh dari cahaya, kelembaban, temperatur (suhu
udara), bahan wadah (pembungkus) sehingga tidak lagi dapat
memenuhi syarat baku yang ditetapkan oleh Farmakope Indonesia
obat tidak lagi dapat memenuhi syarat baku (rusak) akan berbahaya
apabila digunakan (dikonsumsi) karena bisa jadi khasiatnya sudah
tidak sesuai lagi dengan efek terapi yang diinginkan. Oleh karena itu,
obat dan perbekalan farmasi harus disimpan secara benar (Umar,
2005).
26
Cara penyimpanan obat di apotek antara lain:
a. Disimpan dalam wadah tertutup rapat, untuk obat yang
mudah menguap, seperti aether anaestheticus, halothane.
b. Disimpan terlindung dari cahaya (inaktinik) untuk obat
seperti: tablet, kaplet, atau ditentukan lain.
c. Disimpan bersama dengan zat pengering, penyerap
lembab(kapur tohor), seperti kapsul.
d. Disimpan pada suhu kamar (pada suhu 15-30oc), untuk obat
seperti tablet, kaplet, sirup.
e. Disimpan pada tempat sejuk (pada suhu 5-15oc), untuk obat
seperti minyak atsiri, salep mata, cream, ovula, suppositoria,
tingtur.
f. Disimpan di tempat dingin (pada suhu 0-5oc), untuk obat
seperti vaksin (Umar, 2005).
Ketentuan penyimpanan barang atau obat antara lain:
a. Perlu diperhatikan lokasi dan tempat penyimpanan di gudang
dan menjamin bahwa barang atau zat yang disimpan mudah
diperoleh dan mengaturnya sesuai penggolongan, kelas terapi
atau khasiat zat sesuai abjad.
b. Perlu diperhatikan untuk obat dengan syarat penyimpanan
khusus, obat thermolabil dan obat yang punya batas
kadaluarsa.
Menurut peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
28/Maret/pe/1998, lemari penyimpan obat narkotika dan psikotropika
yaitu:
a. Harus dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan lain yang kuat
b. Harus mempunyai kunci ganda yang berlainan
c. Dibagi 2, masing-masing dengan kunci yang berlainan.
d. Bagian 1 digunakan untuk menyimpan morfin, petidin, dan garam-
garamnya serta persediaan narkotika.
e. Bagian 2 digunakan untuk menyimpan bahan lain selain narkotika
kecuali ditentukan oleh Menkes serta psikotropika.
27
f. Anak kunci lemari harus dipegang oleh pegawai yang diberi kuasa
g. Lemari khusus harus diletakkan di tempat yang aman, tidak
diketahui dan tidak terlihat oleh umum. (Hartono, 1998).
2. Bidang Administrasi Apotek
Merupakan rangkaian pencatatan dan pengarsipan, penyiapan
laporan, dan penggunaan laporan untuk mengelola sediaan farmasi. Dalam
menjalankan pelayanan kefarmasian di apotek, seorang apoteker perlu
melaksanakan kegiatan administrasi berikut :
1) Administrasi umum, yaitu meliputi pencatatan, pengarsipan,
pelaporan narkotika, psikotropika, dan dokumentasi sesuai dengan
ketentuan yang berlaku
2) Administrasi pelayanan, yaitu meliputi pengarsipan resep, pengarsipan
catatan pengobatan pasien, pengarsipan hasil monitoring penggunaan
obat (Anonim, 2006).
Kegiatan-kegiatan dalam bidang administrasi yang dilakukan di
apotek meliputi :
A. Kelengkapan Resep, Copy Resep dan Surat Pesanan
Resep merupakan permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, dokter
hewan yang diberi izin berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku kepada Apotekter Pengelola Apotek (APA) untuk menyiapkan dan
atau membuat, meracik serta menyerahkan obat kepada pasien. Resep asli
tersebut harus disimpan di apotek dan tidak boleh diperlihatkan kepada
orang lain kecuali diminta oleh :
1. Dokter yang menulisnya atau yang merawatnya
2. Pasien yang bersangkutan
3. Pegawai (kepolisian, kehakiman, kesehatan) yang ditugaskan untuk
memeriksa, serta
4. Yayasan dan lembaga lain yang menanggung biaya pasien (Syamsuni,
2006).
28
Resep yang lengkap memuat hal-hal sebagai berikut :
1. Nama, alamat dan nomor izin praktik, hari dan jam praktik dokter,
dokter gigi atau dokter hewan
2. Tempat dan tanggal penulisan resep (inscriptio)
3. Tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan resep (invocatio).
4. Nama setiap obat dan komposisinya (praescriptio/ordonatio).
5. Aturan Pemakaian obat yang tertulis (signatura).
6. Tanda tangan atau paraf dokter penulis resep sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku (subscription).
7. Jenis hewan dan nama serta alamat pemiliknya untuk resep dokter
hewan.
8. Tanda seru dan/atau paraf dokter untuk resep yang melebihi dosis
maksimalnya (Syamsuni, 2006).
Sedangkan Copy Resep atau Salinan resep adalah salinan yang
dibuat oleh apotek, bukan hasil fotokopi. Salinan resep dapat diberikan
jika pada resep asli tertulis “iter” yang artinya dokter mengizinkan resep
untuk diulang maka apotek wajib memberikan salinan resep kepada
pasien. Salinan resep selain memuat semua keterangan yang termuat dalam
resep asli harus memuat pula.
1. Nama dan alamat apotek
2. Nama dan nomor SIPA (Surat Izin Praktik Apoteker) Apoteker
Pengelola Apotek
3. Tanda tangan atau paraf Apoteker Pengelola Apotek.
4. Tanda “det”=”detur” untuk obat yang sudah diserahkan, atau tanda
“nedet”=”ne detur” untuk obat yang belum diserahkan.
5. Nomor resep dan tanggal pembuatan (Syamsuni, 2006).
Untuk melakukan pemesanan terhadap obat maupun perbekalan
lainnya Apoteker Pengelola Apotek (APA) harus membuat Surat Pesanan
(SP). Terdapat tiga macam Surat Pesanan (SP) yaitu Surat Pesanan untuk
obat Non narkotika dan non psikotropika, Surat Pesanan untuk obat
narkotika serta Surat Pesanan untuk obat psikotropika.
29
Format Surat Pesanan (SP) untuk obat non narkotika dan non
psikotropika dibuat bebas (tidak ada format khusus) tetapi harus tertera
jelas nama PBF yang dituju, nama dan jumlah obat yang dipesan, serta
harus dibuat rangkap 2 dimana Surat Pesanan asli diberikan kepada PBF
sedangkan Surat Pesanan copy disimpan sebagai arsip di apotek. Satu buah
Surat Pesanan ini dapat digunakan untuk memesan beberapa jenis obat
sekaligus. Surat Pesanan harus ditanda tangani oleh Apoteker Pengelola
Apotek (APA).
Format Surat Pesanan (SP) untuk obat golongan narkotika
ditentukan oleh Dinkes dimana formatnya menyerupai surat pernyataan.
Satu buah Surat Pesanan ini hanya dapat digunakan untuk memesan satu
macam jenis obat golongan narkotika saja sehingga jika akan melakukan
pemesanan terhadap beberapa jenis atau beberapa macam obat golongan
narkotika harus digunakan beberapa Surat Pesanan. Surat Pesanan
Narkotika dibuat rangkap empat untuk diberikan kepada Dinkes, Balai
POM, Pedagang Besar Farmasi (PBF) Kimia Farma dan satu untuk arsip
apotek.
Surat Pesanan obat golongan psikotropika sama dengan Surat
Pesanan obat non narkotika dan non psikotropika yaitu dibuat rangkap dua
dan satu buah surat pesanan dapat digunakan untuk memesan beberapa
macam obat sekaligus. Namun untuk formatnya menyerupai surat pesanan
narkotika yaitu berupa surat pernyataan.
B. Penyimpanan Resep, Copy Resep dan Surat Pesanan
Resep yang telah dibuat atau dilayani, disimpan menurut urutan
tanggal dan nomor penerimaan atau pembuatan resep. Resep yang
mengandung narkotika dipisahkan dari resep lainnya, tandai dengan garis
merah di bawah nama obatnya. Resep yang telah disimpan melebihi 3
tahun dapat dimusnahkan dengan cara dibakar. Pemusnahan resep
dilakukan oleh Apoteker Pengelola Apotek (APA) bersama dengan
sekurang-kurangnya seorang petugas apotek (Syamsuni, 2006).
Pada pemusnahan resep harus dibuat berita acara pemusnahan yang
sesuai dengan bentuk yang telah ditentukan, rangkap 4 (empat) dan
30
ditanda tangani oleh APA bersama sekurang-kurangnya seorang petugas
apotek. Berita acara pemusnahan berisi:
1) Tanggal pemusnahan resep
2) Cara pemusnahan resep
3) Jumlah bobot resep yang dimusnahkan dalam satuan kilogram (kg)
4) Tanggal resep terlama dan terbaru yang dimusnahkan (Syamsuni,
2006).
Surat Pesanan (SP) yang telah diterima setelah penerimaan barang
kemudian harus disimpan berdasarkan nomor urut surat pesanan,
berdasarkan tanggal pemesanan, diurutkan dari yang terkecil hingga yang
terbesar. Surat Pesanan narkotika dan psikotropika disimpan terpisah dari
surat pesanan lain. Surat pesanan yang telah disimpan melebihi 3 tahun
dapat dimusnahkan dengan cara pemusnahannya adalah dengan cara
dibakar atau dengan cara lain yang sesuai. Pemusnahan surat pesanan
dilakukan oleh APA bersama dengan sekurang-kurangnya seorang petugas
apotek dengan disaksikan dinas terkait. Pada pemusnahan surat pesanan
harus dibuat berita acara pemusnahan yang ditanda tangani APA dan
petugas apotek yang ikut serta dalam memusnahkan (Ulfayani, 2008).
C. Pembuatan Etiket
Proses penyerahan obat atas dasar resep maupun penyerahan obat
bebas dan obat bebas terbatas tanpa resep harus disertai dengan etiket
berwarna putih untuk obat dalam dan etiket berwarna biru untuk obat luar.
Etiket merupakan aturan pakai penggunaan obat sesuai dengan resep yang
ditulis dokter untuk diinformasikan kepada pasien (Anief, 1994).
Berdasarkan warna dan kegunaannya etiket dibedakan menjadi dua
yaitu etiket putih untuk obat dalam dan etiket biru untuk obat luar.
Menurut Syamsuni (2006), etiket yang dibuat harus mencantumkan:
1. Nama dan alamat apotek
2. Nama dan nomor SIPA Apoteker Pengelola Apotek (APA)
3. Nomor dan tanggal pembuatan
4. Nama pasien
5. Aturan pemakaian
31
6. Tanda lain yang diperlukan, seperti kocok dahulu
D. Pelaporan Psikotropika dan Narkotika
Selain harus dilakukan penyimpanan pada lemari khusus, obat yang
tergolong kedalam narkotika dan psikotropika harus dilakukan pelaporan
terhadap penggunaannya. Pelaporan narkotika dan psikotropika
merupakan kewajiban yang harus dilakukan oleh penyedia layanan
kesehatan yang diamanatkan oleh UU No. 23 Tahun 1992 tentang
Kesehatan, UU No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika dan khusus pasal 1
UU No. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika disebutkan mengenai pelaporan
Narkotika yaitu wajib membuat, menyampaikan laporan berkala mengenai
pemasukan dan/atau pengeluaran narkotika yang ada dalam
pengeluarannya. Hal ini ditujukan karena Narkotika dan Psikotropika
dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa,
mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan
ketergantungan sehingga rawan akan dilakukannya penyalahgunaan. Oleh
karena itu, penyedia pelayanan kesehatan diwajibkan melaporkan
mengenai Narkotika dan Psikotropika.
Pelaporan narkotika dan psikotropika awalnya dibuat manual secara
tertulis dengan prosedur pelaporan sebagai berikut :
a. Apotek membuat laporan mutasi narkotika berdasarkan dokumen
penerimaan dan pengeluarannya setiap bulan
b. Laporan mutasi narkotika ditanda tangani oleh Apoteker Pengelola
Apotek (APA), dibuat rangkap lima, ditujukan kepada Dinas Kesehatan
kabupaten/kota dengan tembusan kepada Dinas Kesehatan Propinsi,
Kepala Balai POM, PBF Kimia Farma dan satu salinan untuk arsip
apotek (Umar, 2005).
Sejak tahun 2013 Pelaporan Narkotika dan Psikotropika dilakukan
secara online menggunakan software Pelaporan Narkotika dan
Psikotropika (SIPNAP) yang sejak beberapa tahun sebelumnya telah
dikembangkan Depkes. Pelaporan menggunakan software tersebut dapat
dilakukan melalui alamat website www.sipnap.binfar.depkes.go.id. Tujuan
dilakukannya pelaporan secara online adalah sebagai berikut :
32
a. Terbentuknya Sistem Pelaporan Penggunaan Sediaan Jadi Narkotika
dan Prikotropika Nasional yang terintegrasi, mulai dari unit pelayanan
kesehatan, Dinkes Kota/Kabupaten. Dinkes Propinsi dan Pusat.
b. Pemanfaatan hasil pelaporan yang mudah diakses dan didistribusikan
(Farmamin, 2013).
2. Bidang Pelayanan
Pelayanan dapat diartikan sebagai kegiatan yang dapat ditawarkan
oleh satu pihak kepada pihak lain. Setiap orang menginginkan pelayanan
yang baik, yaitu pelayanan yang diberikan harus melebihi dari apa yang
diharapkan, baik pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care) maupun
pada pelayanan lain seperti fasilitas antar obat ke rumah, pelayanan yang
cepat, tepat dan ramah, kelengkapan produk dan layanan penunjang,
seperti tempat parkir, keamanan, kenyamanan, penampilan petugas, dan
lain-lain.
Menurut A. Parasuraman, V.A. Zethami dan L.L. Berry ada lima
dimensi yang digunakan oleh pelanggan dalam menilai suatu kualitas
pelayanan:
1. Reliabilty (kehandalan)
Suatu kemampuan untuk memberikan jasa yang dijanjikan dengan akurat
dan terpercaya, kinerja harus sesuai dengan harapan pelanggan seperti
ketepatan waktu dan tanpa kesalahan.
2. Assurance (jaminan/kepastian)
Pengetahuan dan keramahan karyawan serta kemampuan melaksanakan
tugas secara spontan yang dapat menjamin kinerja yang baik sehingga
menimbulkan kepercayaan dan keyakinan pelanggan.
3. Tangibles (berwujud)
Penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik harus dapat
diandalkan, keadaan lingkungan sekitarnya adalah bukti nyata dari
pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa. Seperti : gedung yang
bagus, peralatan komputer yang canggih dan seragam karyawan-
karyawati yang menarik.
33
4. Empathy (empati)
Memberikan perhatian yang bersifat individual atau pribadi kepada
pelanggan dan berusaha memahami keinginan pelanggan.
5. Responsiveness (ketanggapan)
Suatu kebijakan untuk membantu dan memberikan pelayanan yang cepat
(responsive) kepada pelanggan, membiarkan pelanggan menunggu
tanpa adanya suatu alasan yang jelas menyebabkan persepsi yang
negatif dalam kualitas pelayanan, kemampuan untuk mengatasi hal
tersebut secara profesional dapat memberikan persepsi yang positif
terhadap kualitas pelayanan.
Untuk dapat meningkatkan mutu pelayanan, ada beberapa aspek
pelayanan yang harus dievaluasi, antara lain :
1. Tangibles (kasat mata)
a. Penampilan apotek, tampak muka, layout, furniture.
b. Penataan obat, kebersihan.
c. Penampilan karyawan apotek.
2. Pemahaman terhadap pelanggan
a. Memberikan perhatian.
b. Mengenal pelanggan.
3. Keamanan
a. Perasaan aman di area parkir
b. Terjaganya rahasia transaksi
4. Kredibilitas
a. Reputasi menjalankan komitmen
b. Dipercaya karyawan
c. Garansi yang diberikan
d. Kebijakan pengambilan barang
5. Informasi yang diberika ke pelanggan
a. Menjelaskan pelayanan dan biaya
b. Jaminan penyelesaian masalah
6. Perilaku yang sopan
a. Karyawan yang ramah
34
b. Penuh penghargaan
c. Menunjukkan sikap perhatian
7. Akses
a. Kemudahan dalam bertransaksi
b. Waktu buka apotek yang sesuai
c. Keberadaan manager untuk menyelesaikan masalah
8. Kompetensi/kecakapan
a. Pengetahuan dan keterampilan dari karyawan
b. Terjawabnya setiap pertanyaan pelanggan
9. Responsiveness atau cara menanggapi
a. Memenuhi panggilan pelanggan
b. Memberikan pelayanan yang tepat waktu
10. Reliability/dapat diandalkan
a. Keakuratan dalam pelayanan
b. Keakuratan bon pembelian
c. Melayani dengan cepat
A. Penyiapan dan Peracikan Obat
Alur Peracikan Obat secara umum yaitu :
1. Siapkan alat yang akan dibutuhkan dan bersihkan meja untuk meracik
2. Buatlah instruksi meracik meliputi : nomor resep, nama pasien, jumlah
dan cara mencampur
3. Siapkan etiket dan wadah obat lalu sertakan bersama obat dan
instruksinya untuk diracik
4. Cucilah tangan bila perlu gunakan sarung tangan atau masker
5. Siapkan obat sesuai resep dan cocokkan dengan yang tertera pada
struknya
6. Jika ada bahan yang harus ditimbang maka siapkan terlebih dahulu
7. Bacalah instruksi meracik dengan seksama dan lakukanlah dengan hati-
hati
8. Pastikan hasil racikan sesuai dengan instruksinya
9. Masukkan ke dalam wadah yang telah disediakan dan beri etiket
kemudian serahkan kepada petugas lain untuk diperiksa dan diserahkan
35
10. Bersihkan peralatan dan meja racik setelah meracik selesai
11. Cucilah tangan sampai bersih (Seto, 2001).
B. Komunikasi, Informasi, Edukasi (KIE)
Menghadapi era globalisasi dan pasar bebas serta situasi persaingan
yang semakin tajam, maka sebagai pelaku usaha kita tidak bisa hanya
bersaing dalam soal harga. Agar tetap eksis dalam dunia usaha kita harus
mengembangkan strategi baru yang memfokuskan perhatian pada
pelanggan, yang dapat diwujudkan melalui pelayanan yang bermutu
tinggi. Hal yang sama juga berlaku bagi apotek, selain bersaing soal harga
kita juga harus memberikan pelayanan yang baik pada konsumen
(Ulfayani, 2008).
Kegiatan komunikasi, informasi, edukasi dan swamedikasi ditujukan
untuk memberikan pelayanan kesehatan yang memadai bagi masyarakat
baik secara perorangan maupun kelompok, dimana pelayanan kesehatan
merupakan bagian integral dari sistem pelayanan kefarmasian yang utuh
dan terpadu. Praktek pelayanan kefarmasian adalah upaya
penyelenggaraan pekerjaan kefarmasian dalam rangka pemeliharaan
kesehatan dan pencegahan penyakit bagi perorangan, keluarga, kelompok
atau masyarakat.
Swamedikasi adalah upaya yang dilakukan oleh individu yang
bertujuan untuk mengobati segala keluhan pada diri sendiri dengan obat-
obatan yang dapat dibeli bebas di apotek atas inisiatif sendiri tanpa nasehat
dokter. Dalam hal ini masyarakat merasa butuh akan penyuluhan yang
jelas dan tepat mengenai penggunaan secara aman dari obat-obatan yang
dapat mereka beli secara bebas tanpa resep dokter di apotek.
Biasanya swamedikasi ini dilakukan untuk mengatasi gangguan
kesehatan ringan mulai dari batuk pilek, demam, sakit kepala, maag, gatal-
gatal hingga iritasi ringan pada mata. Salah satu upaya yang baru-baru ini
dilakukan sebagai wujud dari self medication dalah mengkonsumsi
suplemen makanan (food suplement). Konsep modern swamediaksi untuk
saat ini lebih dimaksudkan sebagai upaya pencegahan terhadap penyakit
36
dengan mengkonsumsi vitamin dan food suplement untuk meningkatkan
daya tahan tubuh.
Salah satu implementasi dari KIE dalah kegiatan konseling.
Konseling merupakan suatu proses yang sistematik untuk mengidentifikasi
dan menyelesaikan masalah pasien yang berkaitan dengan pengambilan
dan penggunaan obat. Konseling swamedikasi sebaiknya dilakukan untuk
penyakit ringan dan yang sangat penting sebelum melakukan swamedikasi
harus mempelajari segala sesuatu yang berhubungan dengan penyakit yang
diderita serta obat yang sesuai untuk mengobati penyakit tersebut dan juga
bagi kondisi fisik pasien.
Tujuan dilakukannya konseling yaitu untuk mengoptimalkan hasil
terapi obat dan tercapainya tujuan medis dari terapi obat dengan cara
membina hubungan dan menumbuhkan kepercayaan, menunjukkan
perhatian dan kepedulian terhadap pasien serta mencegah dan mengurangi
efek samping obat, toksisitas, resistensi antibiotika dan ketidak patuhan
pasien. Kepatuhan pasien ditentukan oleh beberapa hal antara lain :
1. Pengalaman mengobati sendiri.
2. Pengalaman dari terapi sebelumnya.
3. Lingkungan (teman dan keluarga)
4. Efek samping obat.
5. Keadaan ekonomi.
6. Interaksi dengan tenaga kesehatan (Dokter, Apoteker, dan
Perawat).
Komunikasi diperlukan untuk memantapkan hubungan profesional
antara farmasis dengan pasien dan keluarganya dalam suasana kemitraan
untuk menyelesaikan masalah terapi obat pasien. Komunikasi antara
farmasis dengan tenaga kesehatan lainnya juga penting dalam rangka
mencapai keluaran terapi yang optimal khususnya dalam aspek obat.
37
Kegiatan komunikasi yang dilakukan antara farmasis dengan pasien
adalah :
1. Merancang, melengkapi, mengumpulkan, dan menganalisis informasi
pasien yang relevan dengan penyakit dan tujuan pengobatan untuk
mencapai keluaran yang optimal.
2. Menjelaskan maksud dan tujuan komunikasi kepada pasien dan/atau
keluarganya secara jelas dan mudah dipahami sesuai keadaan tingkat
pemahaman pasien dan/atau keluarganya.
3. Memilih metode dan media komunikasi yang mendukung pemahaman
pasien dan keluarganya.
4. Memotivasi pasien dan keluarganya agar berpartisipasi aktif dalam
rangka pencapaian tujuan terapi dengan mengungkapkan kebenaran dan
kelengkapan informasi serta agar pasien mematuhi rencana pengobatan.
5. Memberi kesempatan pasien dan/atau keluarganya untuk
menyampaikan keluhan yang dialami berkaitan dengan penggunaan
obat.
6. Memberikan solusi sesuai norma, etika, keilmuan dan tata hubungan
antara profesi.
7. Memastikan pemahaman pasien dan/atau keluarganya atas informasi
yang telah diberikan, bila perlu informasi disampaikan dalam bentuk
peragaan gambar.
8. Mencatat dan mendokumentasikan hasil komunikasi.
9. Menghormati keputusan pasien dan keluarganya jika ternyata
bertentangan dengan anjuran yang telah diberikan.
C. Problem Solving Drug Related Problem (DRP)
Drug Related Problem adalah suatu kejadiaan yang tidak diinginkan
yang dialami oleh pasien yang mana melibatkan atau diduga melibatkan
terapi obat dan itu sebenarnya atau berpotensi berpengaruh terhadap hasil
yang diinginkan pasien (Cipolle , dkk., 1998).
DRP terdiri dari Actual DRP dan Potential DRP. Actual DRP adalah
masalah yang sedang terjadi berkaitan dengan terapi obat yang sedang
diberikan pada penderita. Sedangkan Potential DRP adalah masalah yang
38
diperkirakan akan terjadi yang berkaitan dengan terapi obat yang sedang
digunakan oleh penderita. Ketika sebuah DRP terdeteksi, maka sangat
penting untuk merencanakan bagaimana cara mengatasinya. Sebagai
apoteker kita harus memberikan skala prioritas untuk DRP tersebut, yang
manakah yang harus diselesaikan terlebih dahulu. Prioritas masalah
tersebut didasarkan pada risiko yang mungkin timbul pada penderita. Hal-
hal yang harus diperhatikan dalam menentukan skala prioritas DRP adalah
:
a. Masalah yang manakah yang dapat diselesaikan atau dihindari segera ,
dan yang manakah yang dapat diselesaikan kemudian.
b. Masalah yang merupakan bagian dari tugas atau tanggung jawab
seorang farmasis.
c. Masalah yang dapat diselesaikan dengan cepat oleh seorang farmasis
dan penderitanya.
d. Masalah yang dalam penyelesaiannya, memerlukan bantuan dari tenaga
kesehatan lainnya (dokter, perawat, keluarga penderita, dan lain- lain)
(Seto, 2001).
Berikut kategori Drug Related Problem (DRP) dapat dilihat pada
tabel 2.1
Macam- macam Drug Related Problem
Kemungkinan penyebab Drug Related Problem
Membutuhan terapi tambahan obat
1. Pasien mempunyai kondisi medis baru yang membutuhkan terapi awal pada obat.
2. Pasien mempunyai penyakit kronik yang membutuhkan terapi obat berkisinambungan.
3. Pasien mempunyai kondisi kesehatan yang membutuhkan farmakoterapi kombinasi untuk mencapai efek sinergis atau potensiasi.
4. Pasien dalam keadaan risiko pengembangkan kondisi kesehatan baru yang dapat dicegah dengan penggunaan alat pencegah penyakit pada terapi obat dan/atau tindakan pra medis.
Terapi obat yang tidak perlu 1. Pasien yang sedang mendapatkan pengobatan yang tidak tepat indikasi
39
pada waktu itu. 2. Pasien yang tidak sengaja maupun
sengaja kemasukan sejumlah racun dari obat atau kimia, sehingga menyebabkan rasa sakit pada waktu itu.
3. Pengobatan pada pasien pengkonsumsi obat, alkohol dan rokok.
4. Kondisi kesehatan pasien lebih baik diobati dengan terapi tanpa obat.
5. Pasien yang mendapatkan beberapa obat untuk kondisi yang mana hanya satu terapi obat yang terindikasi.
6. Pasien yang mendapatkan terapi obat untuk pangobatan yang tidak dapat dihindarkan dari reaksi efek samping yang disebabkan dengan pengobatan lainnya.
Terapi salah obat 1. Pasien dimana obat tidak efektif. 2. Pasien yang mempunyai riwayat alergi.3. Pasien penerima obat yang paling tidak
efektif untuk indikasi pengobatan. 4. Pasien dengan faktor risiko pada
kontraindikasi penggunaan obat. 5. Pasien menerima obat efektif tetapi
least costly. 6. Pasien menerima obat efektif tetapi
tidak aman. 7. Pasien yang tekena infeksi resisten
terhadap obat yang digunakan. 8. Pasien menerima kombinasi produk
yang tidak perlu dimana single drug dapat memberikan pengobatan yang tepat.
Dosis terlalu rendah 1. Pasien menjadi sulit disembuhkan dengan terapi obat yang digunakan.
2. Dosis yang digunakan terlalu rendah untuk menimbulkan respon.
3. Konsentrasi obat dalam serum dibawah range teraupetik yang diharapkan.
4. Waktu prophylaxis (presugikal) antibiotik diberikan terlalu cepat.
5. Dosis dan fleksibilitas tidak cukup untuk pasien.
6. Terapi obat berubah sebelum teraupetik percobaan cukup untuk pasien.
7. Pemberian obat terlelu cepat. Reaksi obat yang merugikan 1. Pasien yang faktor risiko yang
berbahaya bila obat digunakan.
40
2. Ketersediaan dari obat dapat menyebabkan interaksi dengan obat lain/makanan pasien.
3. Efek dari obat dapat diubah oleh substansi makanan pasien.
4. Efek dari obat dapat diubah penghambat enzim/ pemacu obat lain.
5. Efek dari obat dapat diubah dengan pemindahan obat dari binding site oleh obat lain.
6. Hasil laboratorium dapat berubah karena gangguan obat lain.
Dosis terlalu tinggi 1. Pasien dengan dosis tinggi 2. Konsentrasi obat dalam serum pasien
diatas range terapuetik obat yang diharapkan.
3. Dosis obat meningkat terlalu cepat. 4. Obat, dosis, rute, perubahan formulasi
yang tidak tepat. 5. Dosis dan interval flexibility tidak tepat
Kepatuhan 1. Pasien tidak menerima aturan pakai obat yang tepat (penulisan, obat, pemberian, pemakaian)
2. Pasien tidak menuruti rekomendasi yang diberikan untuk pengobatan.
3. Pasien tidak mengambil obat yang diresepkan karena mahal.
4. Pasien tidak mengambil beberapa obat yang diresepkan karena tidak mengerti.
5. Pasien tidak mengambil beberapa obat yang diresepkan secara konsisten karena merasa sudah sehat.
(Cipolle, dkk., 1998).
D. Tinjauan Umum Obat
Obat adalah bahan atau panduan bahan-bahan yang siap digunakan untuk
mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam
rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan,
peningkatan kesehatan dan kontrasepsi (Undang-Undang Kesehatan No. 23
tahun 1992). Macam-macam penggolongan obat yaitu sebagai berikut :
1. Menurut kegunaan obat :
a. Untuk menyembuhkan (terapeutik)
b. Untuk mencegah (profilaktik)
41
c. Untuk diagnosis (diagnostic)
2. Menurut cara penggunaan obat :
a. Medicamentum ad usum internum (pemakaian dalam) melalui oral,
beretiket putih
b. Medicamentum ad usum externum (pemakaian luar) melalui implantasi,
injeksi, membrane mukosa, rectal, vaginal, nasal, ophthalmic, aurical,
colluito/gargarisma/gargle, beretiket biru (Syamsuni, 2006).
3. Menurut cara kerjanya :
a. Local : obat yang bekerja pada jaringan setempat seperti pemakaian
topical
b. Sistemik : obat yang didistribusikan ke seluruh tubuh (Syamsuni, 2006).
4. Menurut peraturan perundang-undangan :
a. Obat Bebas
1) Obat bebas adalah obat tanpa peringatan, yang dapat diperoleh
tanpa resep dokter
2) Tandanya berupa : Lingkaran bulat berwarna hijau dengan garis tepi
hitam dengan diameter 1,5cm atau disesuaikan dengan kemasannya
(Umar, 2005).
3) Tanda Obat bebas :
b. Obat Bebas Terbatas (Daftar W=Waarschhuwing=Peringatan)
1) Obat bebas terbatas adalah obat dengan peringatan, yang dapat
diperoleh tanpa resep dokter (Umar, 2005).
2) Tandanya berupa : lingkaran bulat berwarna biru tua dengan garis
tepi berwarna hitam dengan diameter 1,5 cm atau disesuaikan
dengan kemasannya.
3) Tanda Obat Bebas Terbatas :
4) Peringatan yang tercantum pada wadah atau kemasan obat bebas
terbatas berwarna hitam dengan ukuran panjang 5 cm dan lebar 2
cm atau disesuaikan dengan kemasannya, dan memuat
42
pemberitahuan dengan huruf berwarna putih. Peringatan pada
kemasan Obat bebas terbatas terdiri dari P No. 1 sampai dengan P
No. 6, seperti berikut ini:
c. Obat Keras daftar G (Geverlijk)
Adalah semua obat yang :
1) Mempunyai takaran/dosis maksimal (DM) atau yang tercantum
dalam daftar obat keras yang ditetapkan pemerintah
2) Diberi tanda khusus lingkaran bulat berwarna merah dengan garis
tepi berwarna hitam dan huruf “K” yang menyentuh garis tepinya.
3) Dapat diperoleh dengan resep dokter
4) Semua sediaan parenteral/injeksi/infuse intravena
5) Semua obat baru, kecuali dinyatakan oleh pemerintah (Depkes RI)
tidak membahayakan (Syamsuni, 2006).
6) Tanda Obat Keras :
d. Obat Wajib Apotek (OWA)
Menurut Kepmenkes RI No. 347/Menkes/SK/VII/1990 tentang
Obat Wajib, menerangkan bahwa yang dimaksud dengan OWA adalah
obat keras yang dapat diserahkan oleh Apoteker kepada pasien di
apotek tanpa resep dokter. OWA merupakan program pemerintah
dengan tujuan untuk :
1) Meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menolong dirinya
sendiri guna mengatasi masalah kesehatan (swamedikasi)
43
2) Meningkatkan pelayanan Komunikasi, Informasi dan Edukasi
(KIE) oleh Apoteker (Dirjen BPOM, 1996).
Ketentuan pelaksanaan OWA :
1) Memenuhi ketentuan & batasan tiap jenis obat per pasien yang
disebutkan dalam OWA yg bersangkutan
2) Membuat catatan pasien serta obat yang telah diserahkan
3) Memberikan informasi meliputi :
4) Dosis dan aturan pakainya
5) Kontra indikasi
6) Efek samping
7) Hal lain yg perlu diperhatikan pasien
e. Psikotropika
Psikotropika adalah zat atau obat baik alamiah atau sintetis, bukan
narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada
susunan syaraf pusat yang menyebabkan perubahan khas aktivitas
mental dan perilaku. Obat psikotropika digolongkan menjadi 4
golongan, yaitu :
1) Psikotropika golongan I
Hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan
tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi amat kuat
mengakibatkan sindrom ketergantungan. Contoh : meskalin,
extasy.
2) Psikotropika golongan II
Berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi
dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi
kuat mengakibatkan sindrom ketergantungan. Contoh :
amfetamin, metamfetamin (sabu-sabu), sekobarbital.
3) Psikotropika golongan III
Berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi
dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi
sedang mengakibatkan sindrom ketergantungan. Contoh :
Penthobarbital, Amobarbital, Siklobarbital.
44
4) Psikotropika golongan IV
Berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam
terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai
potensi ringan mengakibatkan sindrom ketergantungan. Contoh :
diazepam, alprazolam (xanax), bromazepam.
f. Narkotik
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau
bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis, yang dapat
menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa,
mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan menimbulkan
ketergantungan. Obat narkotika dibagi menjadi 3 golongan, yaitu :
1) Narkotika golongan I
Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan
pengembangan dan tidak digunakan dalam terapi, serta
mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan.
Antara lain : tanaman Papaver somniverum, opium mentah,
opium masak, daun koka, heroin, kokain mentah, kokaina.
2) Narkotika golongan II
Narkotika yang berkhasiat pengobatan digunakan sebagai
pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk
tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi
tinggi mengakibatkan ketergantungan. Antara lain : benzetidin,
metadon, fentanil, morfina, opium, pethidin.
3) Narkotika golongan III
Narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan
dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan
ketergantungan. Antara lain : dihidrokodein, etilmorfina, kodein
(Umar, 2005).
Tanda obat golongan narkotika :
45
Obat-obat tradisional dibagi menjadi tiga golongan besar, yaitu:
1. Jamu
Jamu adalah obat tradisional Indonesia. Jamu adalah sediaan bahan
alam yang khasiatnya belum dibuktikan secara ilmiah, dalam kata lain,
belum mengalami uji klinik maupun uji praklinik, namun khasiat tersebut
dipercaya oleh orang berdasarkan pengalaman empiris. Jamu sendiri identik
dengan serbuk yang harus diseduh dan terasa pahit. Dalam sediaan jamu,
bahan baku yang digunakan pun belum mengalami standarisasi karena
masih menggunakan seluruh bagian tanaman. Jamu disajikan secara
tradisional dalam bentuk seduhan, pil, atau cairan. Umumnya, obat
tradisional ini dibuat dengan mengacu pada resep peninggalan leluhur. Jamu
tidak memerlukan pembuktian ilmiah secara uji klinis, tetapi cukup dengan
bukti empiris. Contoh obat-obatan golongan jamu adalah pilkita, laxing, keji
beling, curcuma tablet. Kriteria jamu antara lain adalah sebagai berikut:
a) AmanKlaim khasiat dibuktikan secara empiris
b) Memenuhi persyaratan mutu
c) Logo jamu berupa ranting daun terletak dalam lingkaran dan harus
mencantumkan tulisan “JAMU”.
2. Obat Herbal Terstandar (Standarized Based Herbal Medicine)
Obat Herbal Terstandar (OHT) merupakan sediaan obat bahan alam
yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji
praklinik dan bahan bakunya telah di standarisasi. OHT memiliki grade
setingkat di bawah fitofarmaka. OHT belum mengalami uji klinis, namun
bahan bakunya telah distandarisasi untuk menjaga konsistensi kualitas
produknya. Uji praklinik dengan hewan uji, meliputi uji khasiat dan uji
manfaat, dan bahan bakunya telah distandarisasi. Logo Herbal Terstandar
berupa jari-jari daun (3 pasang) terletak dalam lingkaran dan harus
mencantumkan tulisan “OBAT HERBAL TERSTANDAR”. Ada lima
macam uji praklinis yaitu uji eksperimental in vitro, uji eksperimental in
vivo, uji toksisitas akut, uji toksisitas subkronik, dan uji toksisitas khusus.
Di Indonesia telah terdapat kurang lebih 17 macam OHT, Contoh obat
46
golongan herbal terstandar antara lain Lelap, Diapet, tolak angin, antangin
JRG, dan lain-lain. Kriteria Obat Herbal Terstandar antara lain:
a) Aman
b) Klaim khasiat dibuktikan secara ilmiah atau praklinik
c) Bahan baku yang digunakan telah mengalami standarisasi
d) Memenuhi persyaratan mutu.
3. Fitofarmaka
Fitofarmaka merupakan sediaan obat bahan alam yang telah
dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan
uji klinik, bahan baku dan produk jadinya telah distandarisasi. Salah satu
syarat agar suatu calon obat dapat dipakai dalam praktek kedokteran dan
pelayanan kesehatan formal (fitofarmaka) adalah jika bahan baku tersebut
terbukti aman dan memberikan manfaat klinik. Di Indonesia baru ada 5
jenis fitofarmaka yang beredar, antara lain Stimuno, Nodiar, X-gra,
Tensigard, dan Rheumaneer. Syarat fitofarmaka yang lain adalah:
a) Klaim khasiat dibuktikan secara klinik.
b) Menggunakan bahan baku terstandar.
c) Memenuhi persyaratan mutu.
d) Logo Fitofarmaka berupa jari-jari daun (yang kemudian membentuk
bintang) terletak dalam lingkaran dan harus mencantumkan tulisan
“FITOFARMAKA” .
47
BAB III
KEGIATAN DAN HASIL
A. Bidang Manajemen
Manajemen di Apotek Dunia Medika meliputi pengadaan dan
perencanaan, penerimaan obat, pencatatan obat di buku obat, penataan obat,
dan penyimpanan obat.
1. Perencanaan dan Pengadaan.
a. Perencanaan
Perencanaan perbekalan farmasi merupakan kegiatan dalam
merencanakan pengadaan perbekalan farmasi untuk kebutuhan Apotek
dan pada periode selanjutnya. Perencanaan pengadaan sediaan farmasi di
Apotek Dunia Medika dilakukan berdasarkan kombinasi antara:
1) Pola Penyakit
Yaitu perencanaan perbekalan farmasi yang sesuai data jumlah
pengunjung dan jenis penyakit yang banyak di keluhkan atau di
konsultasikan dengan APA di apotek pada waktu/musim tertentu. Hal
ini juga dapat di lihat dari data-data yang sesuai, contohnya data dari
Puskesmas, data 10 penyakit tertinggi pada setiap tahun, UPDS
(Upaya Pengobatan Diri Sendiri) atau data HV (Obat Bebas).
2) Daya Beli Masyarakat
Yaitu perencanaan perbekalan farmasi yang dilaksanakan sesuai
dengan kemampuan ekonomi konsumen. Obat atau barang yang habis
atau laku keras maka dilakukan perencanaan pemesanan atas obat
tersebut.
b. Pengadaan
Tujuan pengadaan perbekalan farmasi adalah untuk memenuhi
kebutuhan perbekalan farmasi di apotek sesuai dengan data perencanaan
yang telah disusun sebelumnya. Pengadaan dilakukan dengan mencari
dan menemukan penyalur masing-masing perbekalan farmasi yang dalam
hal ini penyalurnya adalah Pedagang Besar Farmasi (PBF) dan
dilengkapi dengan nama, alamat, nomor telepon, daftar harga masing-
masing penyalur dan penentuan waktu pembeliannya. Pengadaan yang
48
dilakukan di Apotek Dunia Medika dengan cara mengirimkan Surat
Pesanan (SP) yang ditanda tangani apoteker pengelola apotek (APA) ke
PBF yang dituju melalui perantara sales yang datang ke apotek atau lewat
telepon dan konsinasi. Sebelum melakukan kegiatan pengadaan barang
perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1) Buku Defekta / Buku Habis
Buku defekta merupakan buku yang berisi catatan barang yang sudah
habis dan barang yang persediannya sudah menipis. Umumnya, di
Apotek Dunia Medika untuk obat fast moving akan segera dicatat di
buku defecta. Berdasarkan buku defekta tersebut kemudian dilakukan
pemesanan barang ke PBF dengan menggunakan Surat Pesanan (SP)
yang ditandatangani oleh Apoteker Pengelola Apotek dan diberi
stampel apotek untuk diserahkan ke PBF.
2) Pemilihan PBF
PBF dipilih sesuai dengan pertimbangan diskon, jangka waktu
pembayaran, pelayanan yang baik, tepat waktu, kualitas barang, dan
mempunyai surat izin PBF.
2. Penerimaan Perbekalan Farmasi
Penerimaan adalah suatu kegiatan dalam menerima perbekalan
farmasi yang diserahkan dari unit-unit pengelola yang lebih tinggi (PBF)
kepada unit pengelola dibawahnya (Apotek). Perbekalan farmasi yang telah
dikirim ke Apotek Dunia Medika disertai faktur dan diterima oleh apoteker
atau petugas. Petugas atau apoteker melakukan pengecekkan terhadap
barang yang datang, kemudian disesuaikan dengan surat pesanan (SP) dan
diperiksa nama sediaan, jumlah, ED (Expired Date), nomor batch, dan
kondisi sediaan.
Setelah pengecekkan selesai faktur ditanda tangani dan diberi stampel
apotek oleh petugas penerima atau apoteker. Setiap penerimaan perbekalan
farmasi dicatat pada buku penerimaan barang berdasarkan faktur yang telah
dicocokkan pada saat penerimaan barang. Jika barang yang datang tidak
sesuai dengan surat pesanan (SP) atau ada kerusakan fisik maka dilakukan
49
retur barang tersebut ke PBF yang bersangkutan untuk di tukar dengan
barang yang sesuai. Pembayaran dilakukan saat jatuh tempo atau secara
cash. Pembayaran barang saat jatuh tempo (inkaso) merupakan pembayaran
yang dilakukan saat tanggal jatuh tempo dibulan berikutnya. Tahapan
inkaso di Apotek Dunia Medika adalah:
a. Penagih (sales) datang dan memberikan faktur asli kepada apoteker
atau petugas
b. Copy faktur dicari dan disesuaikan (tanggal faktur, nomer faktur, dan
jumlah barang) dengan yang asli
c. Jika sudah sesuai maka dilakukan proses pembayaran
d. Faktur yang sudah dibayar diberi tanda lunas dan tanggal pelunasan
disertai tanda tangan dari penagih
e. Faktur asli diberikan untuk apotek
3. Pencatatan obat
Faktur yang diberikan dari PBF jika melakukan pembelian barang
dikelompokan tempat penyimpanannya. Pengelompokan berdasarkan faktur
yang sudah lunas dan faktur yang belum lunas. Penyimpanan faktur
berdasarkan nama distributor/PBF yang tercantum di lembar faktur tersebut.
Faktur diurutkan berdasarkan tanggal faktur untuk mempermudah mencari
faktur yang harus dilunasi terlebih dahulu.
Faktur yang diterima dari PBF dicatat di buku penerimaan barang.
Dalam buku penerimaan barang tercantum tanggal penerimaan, tanggal
faktur, nama PBF, nomor dan tanggal faktur, ED, nomor batch, nama dan
jumlah barang, harga satuan, ED, total harga+PPN, Keterangan (diskon).
Hal ini bertujuan untuk memudahkan administrasinya dan juga berfungsi
sebagai arsip apotek. Setelah dicatat dibuku penerimaan barang kemudian
jumlah barang yang masuk dan barang yang keluar seharusnya dicatat di
kartu stok namun karena kekurangan sumber daya manusia di Apotek Dunia
Medika pencatatan kartu stok sudah tidak berjalan. Setiap barang yang
keluar di Apotek Dunia Medika ditulis di buku penjualan. Apabila stok
barang di lemari stok sudah berkurang atau kosong maka harus dicatat di
50
buku defekta yang digunakan untuk memesan barang ke PBF. Komponen
yang dicatat di buku defekta meliputi hari/tanggal, nama obat, bentuk
sediaan, keterangan.
4. Penataan Obat
Etalase yang dimiliki oleh Apotek Dunia Medika terdiri dari 4
kelompok besar. Barang yang ditata dalam etalase paling depan yang
dengan mudah dapat dilihat oleh konsumen atau pasien yaitu obat bebas dan
bebas terbatas berbentuk padat dan serbuk, alat kesehatan, sediaan kosmetik,
dan barang dagangan lain. Dalam etalase berukuran besar dan tinggi
kelompok kedua yang masih dapat terlihat oleh konsumen berisi obat-
obatan tanpa resep yang berbentuk cairan, semi padat seperti salep, gel,
madu, dan obat tradisional lainnya. Etalase berukuran sedang dan tinggi
yang terletak disamping etalase depan berisi sirup, salep mata, obat tetes
mata, obat tetes telinga. Kemudian etalase terakhir yang dekat dengan
tempat peracikan adalah etalase yang menyimpan obat-obatan keras yang
dikelompokkan menjadi obat generik dan obat paten. Etalase ini berada di
jajaran etalase yang paling belakang dan tidak terlalu terlihat oleh konsumen
atau pasien yang datang.
Penataan obat di Apotek Dunia Medika ditata secara bervariasi yaitu:
secara alfabetis farmakologi, alfabetis saja, farmakologi, bentuk sediaan,
atau dipisahkan antara alat kesehatan dan obat. Obat sediaan tablet dengan
merk paten dan obat generik dipisahkan dalam lemari kaca yang berbeda
dan disusun berdasarkan alfabetis. Sediaan salep kulit, salep mata, obat tetes
mata, obat tetes telinga, sediaan sirup dipisahkan dalam lemari yang yang
berbeda pula. Sedangkan untuk obat bebas, obat bebas terbatas, OTC, alat
kesehatan diletakkan di etalase depan. Penataan obat mengikuti prinsip
FIFO (first in first out) yaitu barang yang lebih dulu masuk akan
dikeluarkan terlebih dahulu dan FEFO (first expired first out) yaitu barang
yang lebih dulu expired akan dikeluarkan terlebih dahulu. Selain itu juga
terdapat lemari stok yang khusus menyimpan obat generik maupun obat
paten sediaan tablet. Obat yang memerlukan kondisi khusus seperti ovula &
51
suppositoria disimpan di dalam lemari pendingin untuk menjaga
stabilitasnya.
Apotek Dunia Medika tidak mempunyai gudang yang berfungsi untuk
menyimpan perbekalan farmasi. Obat keras generik dan paten memiliki
lemari stok tersendiri. Sedangkan untuk alat kesehatan dan obat-obatan
selain obat keras langsung disimpan dalam etalase. Obat narkotika dan
psikotropika walaupun tidak tersedia di Apotek Dunia Medika tetapi
terdapat lemari penyimpanannya yaitu berupa lemari kayu berukuran 40 cm
x 80 cm x 100 cm. Lemari tersebut memiliki pintu ganda dibagian dalam,
dimana untuk lemari bagian luar untuk psikotropika sedangkan untuk lemari
kecil bagian dalam untuk sediaan narkotika.
5. Penyimpanan
Hal-hal yang diperhatikan dalam penyimpanan obat di Apotek Dunia
Medika, yaitu:
a. Penyimpanan obat tidak boleh langsung menyentuh lantai, karena
dilantai kelembabannya tinggi sehingga akan mempengaruhi
kestabilan obat-obatan tersebut.
b. Obat-obat disimpan terpisah berdasar bentuk sediaannya
c. Bahan yang mudah terbakar disimpan terpisah dari bahan yang lain
d. Narkotika dan psikotropika disimpan dalam lemari khusus yang
memiliki dua pintu dan kunci ganda serta berat sehingga lemari
susah untuk dipindah-pindah
e. obat-obatan yang bersifat thermolabil seperti ovula, supositoria
disimpan dalam lemari pendingin.
f. Apotek Dunia Medika tidak mempunyai gudang yang berfungsi
untuk menyimpan perbekalan farmasi, sehingga barang yang
datang disimpan di lemari stok.
6. Pengelolaan Obat Rusak dan Kadaluarsa
Obat yang dibeli oleh apotek dapat dikembalikan ke PBF jika telah
kadaluarsa sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati antara kedua
belah pihak. Batas waktu pengembalian obat yang kadaluarsa yang
52
ditetapkan oleh PBF biasanya 3-4 bulan sebelum tanggal kadaluarsa, ada
pula yang bertepatan dengan waktu kadaluarsa obat dengan syarat harus
menyertakan faktur yang sesuai dengan obat yang di order. Selain itu obat
masih tertera batch dan tanggal kadaluarsa (ED), kemudian masih dikemas
utuh.
Penyimpanan terhadap obat kadaluarsa dipisahkan dengan obat yang
lainnya. Jika sudah terkumpul dilakukan pemusnahan sediaan yang
berbentuk serbuk, tablet dengan cara digerus atau dihaluskan lalu ditimbun
pada galian tanah. Sedangkan sediaan krim dimusnahkan dengan cara
dikubur di tempat yang sudah disediakan, sedangkan obat dalam bentuk
sediaan cair langsung dibuang dengan kemasannya dipisah terlebih dahulu
agar tidak terjadi pencemaran.
Pemusnahan obat-obat narkotika dan psikotropika yang sudah
kadaluarsa dilaksanakan oleh Apoteker dengan disaksikan oleh petugas
Dinas Kesehatan dan sekurang-kurangnya seorang karyawan apotek.
Sedangkan untuk obat non narkotika psikotropika dilaksanakan oleh
apoteker dibantu oleh sekurang-kurangnya seorang karyawan apotek. Yang
sebelumnya telah dilaporkan dan disetujui oleh Dinas Kesehatan setempat
dan sudah diberita acarakan dengan keterangan hari, tanggal, bulan, tahun
pemusnahan. Disertakan juga nama Apoteker, SIK/ SP, nama Apotek,
alamat Apotek, saksi dan jabatannya, tempat dilakukan pemusnahan, juga
tanda tangan yang melakukan pemusnahan. Berita acara ini dibuat rangkap
4 (empat) dan dikirim kepada Kepala Dinas Kesehatan, Kepala Dinas
Pemeriksaan Obat dan Makanan, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten /
Kota, dan satu sebagai arsip di Apotek.
Apotek Dunia Medika belum pernah melakukan pemusnahan sediaan
farmasi atau alat kesehatan lainnya, sebab apabila terdapat obat yang telah
kadaluarsa dan rusak dapat dikembalikan kepada PBF sesuai dengan
ketentuan tertentu selain itu di Apotek Dunia Medika juga tidak tersedia
obat narkotika dan psikotropika.
53
B. Bidang Administrasi
Kegiatan administrasi di Apotek Dunia Medika meliputi :
1. Administrasi Pembukuan
Dalam rangka menunjang kelancaran pelayanan di apotek, maka
diperlukan berbagai macam catatan pembukuan. Administrasi ini
merupakan pencatatan semua hal yang berkaitan dengan pembelian dan
penjualan.
a. Buku Catatan Penjualan Harian
Buku ini merupakan pencatatan transaksi harian yang terjadi di apotek
untuk mengetahui obat-obatan yang bersifat fast moving dan mengetahui
jumlah barang yang terjual. Dari data yang ditulis di buku ini dapat
diketahui pemasukan dan pengeluaran harian kotor.
b. Buku Catatan Pembelian
Kegunaan buku ini adalah untuk mengetahui peredaran barang, baik
nama barang, jumlah, jumlah tagihan, asal PBF/distributor, tanggal jatuh
tempo pembayaran, maupun nominal pembayaran.
c. Buku Defekta/Catatan Barang Habis
APA atau petugas apotek setiap hari memeriksa ketersediaan obat di
etalase dan lemari stok. Apotek Dunia Medika tidak mempunyai gudang
obat, oleh karena itu barang yang ada hanya berada di etalase dan lemari
stok. Pemeriksaan dilakukan pada lemari stok dan semua etalase, bila
terdapat obat yang kosong maka petugas menuliskan nama sediaan,
kemudian menuliskan juga kode PBF tersebut di buku defekta. Buku ini
dapat dijadikan dasar untuk menulis surat pesanan.
d. Buku Pelaporan Narkotika dan Psikotropika
Buku ini memiliki kegunaan sebagai pencatatan pemakaian obat - obat
psikotropika dan narkotika sehingga dapat mengontrol pemakaian obat-
obatan tersebut pada pasien (nama pasien, jumlah, nama obat, alamat
pasien, nama & alamat dokter).
e. Buku penerimaan resep
Buku ini memiliki kegunaan untuk mencatat resep yang masuk ke
Apotek Dunia Medika. Buku penerimaan resep berisi nomor, tanggal
54
pengambilan resep, tanggal resep, nama pasien, alamat pasien, nama
dokter, nama obat, jumlah, keterangan.
f. Nota
Nota diberikan apabila konsumen/pasien yang membeli barang di apotek.
Terdapat tandatangan petugas yang melayani dan stempel apotek.
g. Kartu Stok
Kegunaan kartu stok ini untuk mencatat pemasukan dan pengeluaran
obat, sehingga dapat diketahui berapa sisa obat dan berapa jumlah yang
harus dipesan namun di Apotek Dunia Medika pencatatan di kartu stok
sudah tidak dilakukan karena keterbatasan sumber daya manusia.
h. Surat Pesanan
Ada 4 macam surat pesanan yang ada di Apotek Dunia Medika,
dan masing-masing memiliki format yang berbeda-beda.
1) Surat pesanan biasa/reguler (obat bebas/obat bebas terbatas/alat
kesehatan dan obat keras atau barang lainnya penunjang Apotek).
SP terdiri dari 2 rangkap yang satu ditujukan untuk PBF dan
yang satu lagi disimpan untuk arsip apotek. Komponen dari SP
tersebut yaitu logo apotek, nama dan alamat apotek, nama dan SIPA
apoteker, distributor yang dituju, nomor SP, nama dan jumlah barang
yang akan dipesan, Stempel apotek.
2) Surat pesanan prekursor
Surat pesanan prekursor terdiri dari 2 rangkap. Dengan
komponen nomor surat pesanan, nama dan SIPA Apoteker, alamat
Apotek, jabatan Apoteker di apotek, distributor yang dituju, jenis
prekursor yang dipesan, tujuan pemesanan, jumlah obat yang dipesan,
stempel apotek.
3) Surat pesanan psikotropika
Surat pesanan psikotropika terdiri dari 2 rangkap. Dengan
komponen nomor surat pesanan, nama dan SIPA Apoteker, alamat
Apotek, jabatan Apoteker di apotek, distributor yang dituju, jenis
psikotropika yang dipesan, tujuan pemesanan, jumlah obat yang
dipesan, stempel apotek.
55
4) Surat pesanan narkotika
Surat pesanan terdiri dari 4 rangkap yang ditujukan untuk PBF,
Dinkes, BPOM, arsip apotek. Komponen yang ada didalam SP
narkotik yaitu rayon, nomor SP, pemesan (APA yang bertanggung
jawab di Apotek), Distributor yang dituju, tujuan pemesanan, nama
APA, SIPA, tanda tangan APA, dan stempel Apotek.
2. Administrasi Pelaporan dan Pelayanan
a. Pelaporan Psikotropika dan Narkotika
Pelaporan penggunaan psikotropika selama satu bulan dilakukan
secara online melalui alamat web http.//sipnap.binfar.depkes.go.id paling
lambat tanggal 10 periode bulan berikutnya. Tahap selanjutnya Apoteker
melakukan pengisian form yang berisikan keterangan pelaporan pada
bulan berapa, nama dan alamat apotek, Apoteker penanggung jawab,
nama obat yang digunakan, satuannya, stok awal, jumlah pemasukan
PBF dan Sarana, jumlah pengeluaran resep dan sarana, pemusnahan,
tanggal BAP (Berita Acara Pemusnahan), dan sisa stok terakhir.
Meskipun apotek Dunia Medika tidak menyediakan obat golongan
psikotropika dan narkotika, namun laporan harus tetap dilakukan setiap
bulannya.
Pelaporan prekursor dilakukan secara manual yang ditujukan
kepada Dinas Kesehatan Kabupaten, yang berisikan lampiran daftar
pemakaian prekursor di apotek. Surat ditanda tangani langsung oleh
Apoteker Pengelola Apotek (APA) dan diberi stempel Apotek.
b. Kelengkapan Resep
Kunci utama dalam pengerjaan resep adalah ketelitian dalam
melakukan skrining resep, yaitu kelengkapan administrasi, farmakologi,
dan farmasetika. Kelengkapan administrasi resep harus memuat :
1) Nama, alamat, nomor telepon, nomor izin praktek dokter pembuat
resep
2) Tanggal penulisan resep (inscriptio)
56
3) Tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan obat. Nama/komposisi
obat (invocation)
4) Aturan pakai (signature)
5) Tanda tangan dokter penulis resep (subcriptio)
6) Nama, alamat, BB, umur, pasien atau hewan
7) Tanda seru dan paraf dokter untuk resep yang mengandung obat
yang jumlahnya melebihi dosis maksimal.
Resep dari dokter swasta berbeda dengan resep dari dokter rumah
sakit misalnya untuk resep dokter RS ada nama dan alamat instansi RS
beserta kelengkapannya. Tetapi biasanya dokter RS tidak mencantumkan
no SIP sehingga apoteker harus hati-hati untuk menangani resep dari RS
terutama yg mengandung psikotropika/ narkotika. Untuk mencegah hal
yang tidak diinginkan biasanya apoteker menelpon dokter yang
memberikan resep tersebut untuk mengklarifikasi mengenai resep yang
dituliskan terutama jika dokter tersebut meresepkan obat psikotropika
atau narkotika.
c. Copy Resep
Copy resep adalah salinan tertulis dari suatu resep. Copy resep
digunakan untuk resep obat yang pemberiannya diulang (iter) atau untuk
resep yang belum diambil seluruhnya oleh pasien. Copy resep umumnya
juga disebut apograph, xemplum, atau afschrift. Salinan resep harus
memuat :
1) Nama dan Alamat apotek
2) Nama dan No. SIK Apoteker Pengelola Apotek
3) Tandatangan atau paraf APA
4) Tanda det untuk obat yang telah diserahkan atau ne det untuk obat
yang belum diserahkan
5) Nomor resep dan tanggal pembuatan resep
6) Cap apotek pembuat copy resep
d. Etiket
Etiket merupakan aturan pakai penggunaan obat sesuai dengan resep
yang ditulis dokter untuk diinformasikan kepada pasien. Pemberian etiket
57
berwarna putih untuk obat dengan penggunaan oral (obat dalam), sedangkan
etiket biru untuk penggunaan obat selain digunakan secara oral (obat luar).
Pada etiket, harus tercantum :
1) Nama dan Alamat Apotek
2) Nama dan SIK Apoteker
3) Nomor dan Tanggal pembuatan
4) Nama Pasien
5) Aturan pemakaian
Tanda lain yg diperlukan, seperti : kocok dahulu, dan tidak boleh diulang
tanpa resep dokter .
3. Penyimpanan Resep dan Copy Resep
Penyimpanan resep dan copy resep di Apotek Dunia Medika
dikelompokkan berdasarkan tanggal penerimaan resep. Resep yang telah
dikerjakan diurutkan berdasarkan tanggal dan nomor urut penerimaan resep
untuk mempermudah penelusuran resep. Resep dan copy resep disimpan
minimal tiga tahun, setelah tiga tahun resep dan copy resep dapat
dimusnahkan dengan cara dibakar atau dengan cara lain yang memadai oleh
APA bersama sekurang-kurangnya seorang petugas apotek, dan dibuat
berita acara pemusnahan.
Resep yang mengandung narkotika atau psikotropika dipisahkan dari
resep umum lainnya. Untuk resep yang berisi obat psikotropik dan narkotik,
obat psikotropik di resep diberi tanda dengan garis berwarna biru sedangkan
untuk obat narkotik diberi tanda dengan garis warna merah. Penyimpanan
berdasarkan tanggal dan nomor urut penerimaan resep.
4. Penyimpanan Surat Pesanan
Surat pesanan digabung menjadi satu. Surat pesanan dibuat 2 rangkap,
satu untu apotek sedangkan satunya lagi diberikan kepada PBF. Manfaat
dari penyimpanan salinan adalah dapat digunakan sewaktu-waktu apabila
ada kekeliruandalam pemesanan.
58
C. Bidang Pelayanan
1. Penyiapan Obat
Penyiapan obat dilakukan setelah resep datang dan telah dilakukan
skrining resep. Obat-obatan yang telah diresepkan kemudian disiapkan dan
dilengkapi dengan etiket, obat-obatan yang berbentuk sirup harus dilengkapi
dengan sendok takar atau drop. Sebelum obat-obatan diberikan kepada
pasien harus di cek kembali kelengkapan jumlah dan kesesuaian dengan
resep untuk menghindari kesalahan dalam pengobatan.
2. Peracikan obat
Kegiatan peracikan di Apotek Dunia Medika pada saat PBL tidak
dilakukan, hal ini karena tidak ada resep masuk yang membutuhkan sutau
peracikan atau penanganan khusus misalnya dibuat pulveres, kapsul, atau
direkonstitusi.
3. Pelayanan Resep
Standar Operating Procedure (SOP) untuk setiap kegiatan pelayanan
resep di Apotek Dunia Medika adalah sebagai berikut :
a. Melakukan pembacaan resep
b. Lakukan skrining resep, untuk mengetahui ada tidaknya masalah dalam
resep tersebut (Skrining administrasi, farmasetik, dan klinis)
c. Jika resep tidak ada masalah, hitung terlebih dahulu jumlah harga obat
dan kemudian meminta persetujuan pasien
d. Menyiapkan obat sesuai resep (menghitung dosis, mengambil obat,
meracik obat dan menyiapkan etiket)
e. Membuat copy resep (jika diperlukan) sesuai resep asli dan di paraf
apoteker
f. Menyerahkan obat kepada pasien dengan disertai KIE (Konseling
Informasi dan Edukasi).
4. Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE)
59
KIE yang biasanya diberikan kepada pasien oleh Apoteker di Apotek
Dunia Medika meliputi cara penggunaan obat, kapan saja obat tersebut
harus diminum, efek samping yang mungkin ditimbulkan, cara
penyimpanan obat, terapi non farmakologi seperti banyak beristirahat dan
banyak minum air putih.
5. Pelayanan Swamedikasi
Pelayanan swamedikasi di Apotek Dunia Medika dilakukan dengan
cara:
a. Mendengarkan keluhan penyakit pasien yang ingin melakukan
swamedikasi
b. Menggali informasi dari pasien meliputi:
a. Tempat timbulnya gejala penyakit
b. Seperti apa rasanya gejala penyakit
c. Kapan mulai timbul gejala dan apa yang menjadi pencetusnya
d. Sudah berapa lama gejala dirasakan
e. Ada tidaknya gejala penyerta
f. Pengobatan yang sebelumnya sudah dilakukan
c. Memilihkan obat sesuai dengan kerasionalan dan kemampuan ekonomi
pasien dengan menggunakan obat bebas, bebas terbatas dan obat wajib
apotek
d. Memberikan informasi tentang obat yang diberikan kepada pasien
meliputi: nama obat, tujuan pengobatan, cara pakai, lamanya pengobatan,
efek samping yang mungkin timbul, serta hal-hal lain yang harus
dilakukan maupun yang harus dihindari oleh pasien dalam menunjang
pengobatan.
60
Contoh kasus swamedikasi beserta KIE yang diberikan, yaitu :
1. Swamedikasi 1
Kasus:
Pasien (dewasa) datang ke Apotek Dunia Medika dengan keluhan pusing
dan diare
Obat yang diberikan:
Termagon forte dan mecodiar
KIE:
Termagon forte digunakan untuk mengobati pusing yang dirasakan
pasien. Termagon forte digunakan 3 x sehari setelah makan. Mecodiar
digunakan untuk mengatasi diare pasien. Mecodiar diminum 2 tablet
setelah buang air besar kemudian dilanjutkan 1 tablet beberapa kali
setelah buang air besar.
2. Swamedikasi 2
Kasus:
Pasien (dewasa) datang Apotek Dunia Medika dengan keluhan pusing,
flu, lemas sudah 3 hari
Obat yang diberikan:
Demacolin dan Caviplex
KIE:
Demacolin digunakan 3 x sehari setelah makan. Demacolin memiliki
efek samping mengantuk. Caviplex merupakan multivitamin tubuh
digunakan 1 x sehari.
61
6. Problem Solving DRP dan KIE pada resep
Resep 1
Skrining administrasi :
Resep di atas datang dari seorang dokter gigi. Pada resep tidak ada tanda
tangan/paraf dokter yang menulis resep, umur pasien dan berat badan
pasien.
Skrining farmasetik :
Semua sediaan berbentuk tablet, semua obat diberikan secara oral 3 x sehari.
Dokter memberikan 20 butir untuk pengobatan satu minggu. Semua obat
yang diresepkan tidak terdapat inkompatibilitas. Obat-obat tersebut harus
disimpan di tempat yang kering dan terlindung dari cahaya untuk menjaga
stabilitasnya.
Skrining klinik :
Penjelasan mengenai obat dalam resep
1. Amoxiclave
Komposisi :
Tiap tablet salut selaput mengandung amoksisilina trihidrat setara
dengan amoksisilina anhidrat 500 mg dan kalium klavulanat setara
dengan asam klavulanat 125 mg.
62
R/ Amoxyclav 625 xx
S.3.d.d.1.pc
K diklofnak 25 xx
S.3.d.d.1.pc
Mefenamic acid xx
S.3.d.d.1.pc
Pro: XAlamat: Kertasari
Indikasi:
-Infeksi saluran nafas atas
- Infeksi saluran nafas bawah
- Infeksi saluran kemih
- Gonore yang disebabkan oleh kuman penghasil penisilinase.
Kontra Indikasi:
Hipersensitivitas terhadapa golongan penisilin. Co amoxiclav harus
diberikan engan hati-hati pada bayi yang baru lahir dari ibu yang
hipersensitif terhadap penisilin
Perhatian:
- Hati-hati penggunaan pada penderita yang mempunyai riwayat
hipersensitif terhadap golongan pinisilin, sefalosporin atau alergi
lain.
- Hati-hati penggunaan pada penderita yang mempunyai riwayat
hipersensitif terhadap golongan pinisilin, sefalosporin atau alergi
lain.
- Bila terjadi reaksi alergi, hentikan penggunaan obat ini dan bila
perlu berikan terapi yang spesifik atau suportif.
- Pengobatan dengan Co Amoxiclav selama kehamilan sebaiknya
dihindari selama trimester pertama.
- Karena amosisilina diekskresikan melalui air susu Ibu, hati-hati
penggunaan pada Ibu menyusui
- Bila terjadi super infeksi, pengobatan ini harus segera dihentikan
dan atau diberikan pengobatan yang sesuai.
Efek Samping :
Diare, mual, muntah, rasa tidak enak pada abdomen, sakit kepala, ruam
kulit, urtikaria, vaginitis, kandidiasis, hepatitis sementara, ikterus
kolestik
63
Dosis:
- Dewasa dan anak lebih dari 12 tahun: Co Amoxiclav 625 mg, sehari
3x 1 tablet
- Anak kurang dari 12 tahun atau 40 kg berat badan: 20 mg/kg berat
badan per hari dihitung terhadap amoxsisilin tiap 8 jam dalam dosis
terbagi pada keadaan infeksi yang berat dapat ditingkatkan menjadi
40 mg/kg berat badan per hari dihitung terhadap amoxsisilin tiap 8
jam dalam dosis terbagi.
Interaksi obat :
Co Amoxiclav tidak boleh diberikan bersama disulfiram
2. Kalium diklofenak
Komposisi:
Kalium Diklofenak 25 mg
Indikasi:
Sebagai pengobatan jangka pendek untuk kondisi:
- kondisi akut sebagai berikut:
-Nyeri inflamasi setelah trauma, seperti karena terkilir.
-Nyeri dan inflamasi setelah operasi, seperti operasi tulang atau gigi.
-Sebagai ajuvan pada nyeri inflamasi yang berat dari infeksi telinga,
hidung atau tenggorokan, misalnya faringotonsilitis, otitis.
Kontra Indikasi :
- Tukak lambung
- Hipersensitif terhadap zat aktif
- Seperti halnya dengan anti inflamasi non steroid lainnya, kalium
diklofenak dikontraindikasikan pada pasien dimana serangan asma,
urtikaria atau rhinitis akut ditimbulkan oleh asam asetilsalisilat atau
obat-obat lain yang mempunyai aktivitas menghambat prostaglandin
sintetase.
64
Efek samping :
Nyeri epigastrik, gangguan saluran cerna lain seperti mual, muntah,
diare, kram perut, dispepsia, flatulen, anoreksia, sakit kepala, pusing
atau vertigo, ruam atau erupsi kulit.
Dosis:
Dewasa:
-Umumnya takaran permulaan untuk dewasa 100-150 mg sehari.
-Pada kasus-kasus yang sedang, juga untuk anak-anak di atas usia 14
tahun 75-100 mg sehari pada umumnya mencukupi.
Dosis harian harus diberikan dengan dosis terbagi 2-3 kali
Anak-anak:
-Tablet kalium diklofenak tidak cocok untuk anak-anak.
Peringatan dan Perhatian:
- Ketepatan diagnosa dan pengawasan yang ketat harus dilakukan
pada pasien-pasien dengan gejala gangguan saluran pencernaan,
pasien yang mempunyai riwayat tukak lambung, dengan ulkus
kolitis, atau pasien dengan penyakit Crohn, juga pada pasien yang
menderita gangguan hati yang berat.
- Umumnya perdarahan saluran pencernaan atau ulkus/ perforasi
mempunyai konsekwensi yang lebih serius pada orang tua. Hal ini
dapat terjadi setiap waktu selama pengobatan dengan atau tanpa
gejala peringatan atau riwayat sebelumnya.
- Bila terjadi perdarahan saluran pencernaan atau ulkus pada pasien
yang menerima kalium diklofenak, obat ini harus dihentikan.
- Karena prostaglandin penting untuk mempertahankan aliran darah
pada ginjal, perhatian khusus harus diberikan pada pasien dengan
gangguan fungsi jantung atau ginjal, pasien yag diobati dengan
diuretik, dan pada pasien dengan ”extracellular volume depletion”
dari berbagai sebab,misalnya pada fase peri atau sesudah operasi dari
operasi bedah yang besar.
65
- Pemantaun fungsi ginjal sebagai tindakan pencegahan
direkomendasikan jika digunakan pada kasus-kasus tertentu.
Penghentian pengobatan diikuti oleh penyembuhan seperti keadaan
sebelum pengobatan.
- Walaupun jarang, apabila timbul tukak lambung atau perdarahan
lambung selama masa pengobatan dengan kalium diklofenak , obat
harus segera dihentikan.
- Pada pasien dengan usia lanjut perhatian harus diberikan sesuai
dengan prinsip-prinsip pengobatan kedokteran. Khususnya
direkomendasikan untuk menggunakan dosis efektif terendah pada
pasien tua yang lemah atau dengan berat badan rendah. Seperti
halnya dengan antiinflamasi non steroid lainnya, kenaikan satu atau
lebih enzim hati mungkin terjadi dengan kalium diklofenak.
- Pemantauan fungsi hati diindikasikan sebagai tindakan pencegahan.
Jika test fungsi hati yang abnormal tetap atau menjadi lebih buruk,
dan jika tanda-tanda klinis atau gejala-gejala tetap dengan
berkembangnya penyakit hati atau jika terjadi manifestasi lainnya
(misalnya eosinofilia, ruam, dsb) kalium diklofenak harus
dihentikan. Hepatitis mungkin terjadi tanpa gejala-gejala prodromal.
- Perhatian harus diberikan jika menggunakan kalium diklofenak pada
pasien-pasien dengan porfiria hati, karena obat ini mungkin
menyebabkan serangan.
- Pengobatan dengan kalium diklofenak untuk indikasi seperti tersebut
di atas biasanya hanya untuk beberapa hari. Tetapi bila berlawanan
dengan rekomendasi untuk pemakaiannya dimana kalium diklofenak
diberikan untuk jangka waktu lama, sebaiknya seperti halnya obat-
obat anti inflamasi non steroid yang mempunyai aktivitas yang tinggi
lainnya, dilakukan hitung darah.
- Seperti halnya dengan anti inflamasi non steroid lainnya, reaksi
alergi termasuk reaksi anafilaktik/anafilaktoid, dapat juga terjadi
walaupun tanpa pernah terpapar dengan obat ini sebelumnya.
66
- Mutagenisitas, karsinogenisitas dan studi toksisitas reproduksi:
Diklofenak tidak menunjukkan efek mutagenik, karsinogenik atau
teratogenik pada studi yang dilakukan.
Pemakaian pada waktu kehamilan dan laktasi:
Pada masa kehamilan, kalium diklofenak hanya digunakan pada
keadaan yang sangat diperlukan dan dengan dosis efektif yang
terkecil Seperti halnya obat-obat penghambat prostaglandin sintetase
lainnya, hal ini terutama berlaku pada 3 bulan terakhir dari masa
kehamilan (karena kemungkinan terjadinya inertia uterus dan atau
penutupan yang prematur dari ductus arteriosus). Sesudah pemberian
oral dosis 50 mg setiap 8 jam, zat aktif dari kalium diklofenak
dijumpai dalam air susu ibu, seperti obat-obat lainnya yang
diekskresikan ke dalam air susu ibu, kalium diklofenak tidak
dianjurkan untuk digunkan pada ibu yang menyusui.
- Efek pada kemampuan mengemudi atau menggunakan mesin:
Pasien yang mengalami pusing atau gangguan saraf pusat lainnya
harus dihindarkan dari mengemudi kendaraan atau menjalankan
mesin.
Interaksi obat :
Bila diberikan bersama dengan sediaan yang mengandung litium atau
digoksin, diklofenak dapat meningkatkan konsentrasi obat-obat tersebut
dalam plasma tetapi belum pernah dilaporkan terjadi tanda-tanda klinis
overdosis. Berbagai obat anti-inflamasi nonsteroid dapat menghambat
aktivitas diuretik. Pemberian bersama diuretik hemat kalium
kemungkinan berhubungan dengan peningkatan kadar kalium serum,
sehingga perlu dimonitor. Pemberian bersama dengan senyawa anti-
inflamasi nonsteroid sistemik dapat meningkatkan terjadinya efek
samping.
3. Asam Mefenamat
Komposisi:
Tiap tablet salut selaput mengandung asam mefenamat 500 mg.
67
Indikasi:
Dapat menghilangkan nyeri akut dan kronik, ringan sampai sedang
sehubungan dengan sakit kepala, sakit gigi, dismenore primer, termasuk
nyeri karena trauma, nyeri sendi, nyeri otot, nyeri sehabis operasi, nyeri
pada persalinan.
Dosis:
Digunakan melalui mulut (per oral), sebaiknya sewaktu makan.
Dewasa dan anak di atas 14 tahun :
Dosis awal yang dianjurkan 500 mg kemudian dilanjutkan 250 mg tiap
6 jam.
Efek samping :
Dapat terjadi gangguan saluran cerna, antara lain iritasi lambung, kolik
usus, mual, muntah dan diare, rasa mengantuk, pusing, sakit kepala,
penglihatan kabur, vertigo, dispepsia. Pada penggunaan terus-menerus
dengan dosis 2000 mg atau lebih sehari dapat mengakibatkan
granulositosis dan anemia hemolitik.
Kontraindikasi :
Pada penderita tukak lambung, radang usus, gangguan ginjal, asma dan
hipersensitif terhadap asam mefenamat. Pemakaian secara hati-hati
pada penderita penyakit ginjal atau hati dan peradangan saluran cerna.
Interaksi Obat :
Obat-obat anti koagulan oral seperti warfarin; asetosal (aspirin) dan
insulin.
Pada kasus ini amoxiclav berfungsi sebagai antibiotik yaitu
mengandung amoxicilin, kalium diklofenak untuk meredakan nyeri
karena sakit gigi, asam mefenamat untuk meredakan nyeri karena sakit
gigi. Penggunaan kalium diklofenak dan asam mefenamat kurang tepat
karena keduanya memiliki indikasi dan mekanisme kerja yang sama.
Kalium diklofenak lebih dipilih untuk pasien karena memiliki efek anti
68
nyeri lebih kuat dibandingkan asam mefenamat. Sehingga untuk pereda
nyeri hanya dipilih kalium diklofenak. Pada pasien X penggunaan
antibiotic amoxiclave seharusnya diberikan ketika sudah mengetahui
bahwa pasien terkena infeksi bakteri. Penggunaan antibiotik amoxiclav
harus digunakan secara tepat karena amoxiclave mengandung antibiotik
yang dapat mengakibatkan resistensi jika penggunaannya tidak tepat.
Amoxiclave digunakan ketika sudah melakukan tes kultur yang
membuktikan adanya bakteri atau sekurang-kurangnya melakukan tes
hematologi untuk membuktikan adanya infeksi bakteri. Selain itu
seharusnya bertanya kepada pasien mengenai riwayat alergi obat
pasien. Sehingga solusi untuk pasien pada DRP resep 1 diberikan
Kalium diklofenak sebagai analgetik dan jika terdapat gigi berlubang
sebaiknya segera dilakukan tindakan tidak hanya dengan pengobatan.
Pada kasus DRP resep 1 ini termasuk katagori DRP pemilihan obat
yang tidak tepat yaitu obat kalium diklofenak dan asam mefenamat
yang memiliki indikasi dan mekanisme kerja yang sama, serta
amoxiclave karena belum diketahui ada bukti bahwa pasien terkena
infeksi bakteri.
KIE pada resep 1
1) Mengurangi makanan yang manis
2) Pemakaian obat harus tepat sesuai dengan aturan pakai
3) Menggosok gigi dan berkumur secara rutin
69
Resep 2
Skrining administrasi :
Resep di atas datang dari sebuah klinik. Pada resep diatas tidak ada tanda
tangan/paraf dokter, alamat pasien dan berat badan pasien.
Skrining farmasetik :
Semua sediaan berbentuk tablet, semua obat diberikan secara oral.
Cetirizine 2 x sehari, Dehista 3 x sehari dan likokalk 1x sehari. Dokter
memberikan masing-masing 10, 10 dan 6 tablet untuk pengobatan selama 3-
4 hari. Semua obat yang diresepkan tidak terdapat inkompatibilitas. Obat-
obat tersebut harus disimpan di tempat yang kering dan terlindung dari
cahaya untuk menjaga stabilitasnya.
Skrining klinik :
Penjelasan mengenai obat dalam resep
1. Cetirizine
Komposisi:
Tiap kapsul mengandung cetirizine hydrochloride 10 mg.
Indikasi :
Cetaler diindikasikan untuk pengobatan pereneal rinitis, alergi rinitis dan
urtikaria idiopatik kronis.
70
R/ Cetirizine 10 mg X
S2dd 1 tab
Dehista 2 mg X
S3dd 1 tab
Likokalk 10 mg VI
S1dd 1 tablet
Pro : Tn. X (18 tahun)
Dosis :
Dewasa dan anak-anak ≥ 12 tahun : 1x sehari 1 kapsul.
Peringatan dan Perhatian :
- Selama minum obat ini tidak dianjurkan mengendarai kendaraan
beromotor dan mengoperasikan mesin.
- Hindari penggunaan bersamaan dengan minum beralkohol atau obat-obat
penekan SSP, karena dapat memperberat penurunan kewaspadaan serta
gangguan kinerja SSP.
- Hati-hati penggunaan pada penderita ganguan fungsi ginjal.
Efek amping :
- Cetirizine mempunyai efek samping yang bersifat sementara antara lain :
sakit kepala, pusing, rasa kantuk, agitasi, mulut kering dan rasa tidak enak
pada lambung.
- Pada beberapa individu, dapat terjadi reaksi hipersensitifitas termasuk
reaksi kulit dan angiodema.
Kontra-Indikasi :
- Penderita yang hipersensitif terhadap Cetirizine.
- Tidak dianjurkan pada trisemester pertama kehamilan atau saat
menyusui.
- Sediaan ini tidak direkomendasikan untuk bayi dan anak-anak berumur
kurang dari 2 tahun.
- Hindari penggunaan pada wanita hamil dan menyusui karena
dieksresikan melalui air susu.
Interaksi Obat :
- Pada percobaan memperlihatkan potensiasi cetirizine terhadap alkohol
(level alkohol 0,8%) oleh karena itu sebaiknya jangan diberikan
bersamaan.
- Konsentrasi cetirizine plasma tidk terpengaruh pada pemberian bersama
simetidin.
71
2. Dehista
Indikasi:
Pengobatan pada gejala-gejala alergis, seperti: bersin, rinorrhea, urticaria,
pruritis, dll
Komposisi:
Tiap tablet mengandung Chlorpheniramini maleas 4 mg
Efek Samping:
Kadang-kadang menyebabkan rasa ngantuk
Perhatian:
Selama minum obat ini, jangan mengendarai kendaraan bermotor atau
menjalankan mesin
Takaran Pemakaian:
Dewasa: 3 - 4 kali sehari 0.5 - 1 tablet
Anak-anak 6 - 12 tahun: 0.5 dosis dewasa
Anak-anak 1 - 6 tahun: 0.25 dosis dewasa.
3. Likokalk
Komposisi :
Tiap tablet mengandung calcium laktate 500 mg
Indikasi :
Pencegahan dan pengobatan defisiensi calcium
Kontra indikasi :
Sedang mendapat terapi glikosa jantung
Perhatian :
Pasien dengan disfungsi ginjal atau riwayat batuk saluran kemih
Interaksi obat :
Mengurangi absorpsi tetrasiklin
Meningkatkan efek digitalis
72
Efek samping :
Anoreksia, nyeri otot dan sendi, mual, muntah, haus, poliuria, aritmia
Dosis :
Dewasa : 3x sehari 1-2 kaplet
Anak-anak : 3x sehari 1 kaplet
Dikonsumsi bersamaan dengan makanan
Pada kasus ini cetirizine berfungsi sebagai antihistamin yaitu
mengandung cetirizine HCl, Dehista juga memiliki indikasi sebagai
antihistamin, likokalk sebagai pencegah defisiensi kalsium. Penggunaan
cetirizine dan dehista secara bersamaan dirasa kurang tepat karena keduanya
memiliki indikasi dan mekanisme kerja yang sama. Cetirizine lebih dipilih
untuk pasien karena memiliki efek antihistamin lebih kuat dan panjang
dibandingkan Dehista. Sehingga untuk mengobati alergi hanya dipilih
Cetirizine. Penggunaan likoklak tidak tepat digunakan karena pasien tidak
menunjukkan adanya cirri-ciri pasien mengalami defisiensi kalsium.
Sehingga solusi untuk pasien pada DRP resep 2 diberikan Cetirizine saja
sebagai antihistamin untuk meredakan alergi. Pada kasus DRP resep 2 ini
termasuk katagori DRP :
1. pemilihan obat yang tidak tepat yaitu obat Cetirizine dan Dehista
yang memiliki indikasi dan mekanisme kerja yang sama
2. obat tanpa indikasi yaitu penggunaan likokalk
KIE pada resep 2
1) Menghindari faktor yang menyebabkan alergi
2) Pemakaian obat harus tepat sesuai dengan aturan pakai
3) Menginformasikan kepada pasien mengenai efek samping obat
Cetirizine yaitu dapat menimbulkan kantuk
73
BAB IV
PENUTUP
1) Kesimpulan
Berdasarkan Praktek Belajar Lapangan di Apotek Dunia Medika dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Administrasi, manajemen, dan pelayanan di Apotek Dunia Medika telah
berjalan dengan baik sesuai peraturan yang berlaku.
2. Apotek Dunia Medika telah memiliki kelengkapan obat yang cukup
memadai dan tata ruang yang baik untuk menunjang pelayanan kesehatan.
3. Pelayanan swamedikasi dan konseling pasien di Apotek Dunia Medika
sudah baik.
4. Hubungan antara APA, karyawan, dan PBF (distributor) di Apotek Dunia
Medika sudah terjalin dengan baik sehingga pengadaan dan pelayanan obat
kepada pasien dapat berjalan secara efektif dan efisien.
2) Saran
Berdasarkan Praktek Belajar Lapangan ini, penulis memberikan saran
sebagai berikut:
1. Penyediaan kotak saran di ruang tunggu untuk meningkatkan kredibilitas
Apotek Dunia Medika untuk meningkatkan kepuasan konsumen.
2. Apotek Dunia Medika memerlukan sistem komputerisasi agar
mempermudah sistem administrasi di apotek.
74
DAFTAR PUSTAKA
American Pharmaceutical Association, 1984, The National Professional Society of Pharmacist; The Final Report of the Task Force on Pharmacy Education. Washington DC: The association.
Anief, 2006, Ilmu Meracik Obat, UGM Press, Yogyakarta.
Anonim, 2002, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 1332/MENKES/SK/X/2002 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotik, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Anonim, 2008, Petunjuk Teknis Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Jakarta.
Anonim, 1993., Peraturan Menteri Kesehatan NO.922/MENKES/PER/X/1993 Tentang Ketentuan Dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. Menkes RI, Jakarta.
Anonim, 2004, Keputusan Menteri Kesehatan No. 1197/Menkes/SK/X/2004, Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Anonim, 2004, Sistem Kesehatan Nasional. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Anonim, 2006, Keputusan Menteri Kesehatan No.1027/Menkes/SK/IX/2004; Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Anonim, 2009, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 Tahun 2009; Pekerjaan Kefarmasian, Presiden Republik Indonesia, Jakarta.
Bogadenta, A., 2012, Manajemen Pengelolaan Apotek, D-Medika, Yogyakarta.
Cipolle, R.J., Strand, L.M., and Morley, P.C., 1998, Pharmaceutical Care Practice, McGraw Hill, New York.
Hartini, Yustina, S., 2009, Relevansi Peraturan Dalam Mendukung Praktek Profesi Apoteker di Apotek, Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. VI, No. 2, Agustus 2009, 97-106, Yogyakarta.
Hartono, H., 2003, Manajemen Apotik, Depot Informasi Obat, Jakarta.
Mashuda, A., 2012, Paradigma dan Tatanan Baru Praktek Kefarmasian, Tiga Maha, Subang.
75
Seto, S., 2001, Manajemen Apoteker, Airlangga University Press, Surabaya.
Syamsuni, A. 2006. Ilmu Resep. Yogyakarta: EGC Penerbit Buku Kedokteran.
Ulfayani, 2008, Laporan Latihan Kerja Profesi di Apotek Buhamala, Medan.
Umar, M., 2005, Manajemen Apotek Praktis Edisi I, CV. Ar. Rahman, Solo.
76
LAMPIRAN
77
Lampiran 1. Buku Penjualan Harian dan Pembelian
Buku Penjualan Harian
Buku pembelian
78
Lampiran 2. Buku defekta
79
Lampiran 3. Buku pencatatan resep
Buku Pencatatan resep
80
Lampiran 4. Buku Pelaporan Psikotropika dan Narkotika
Buku Pelaporan Narkotika dan Narkotika
81
Lampiran 5. Faktur
82
Lampiran 6. Kartu Stok
83
Lampiran 7. Surat Pesanan
Surat Pesanan Reguler
Surat Pesanan Prekursor
84
Surat Pesanan Psikotropika
Surat Pesanan Narkotika
85
Lampiran 8. Copy Resep
Copi Resep Apotek Dunia Medika
86
Lampiran. 9 Etiket
Etiket Biru
Etiket Putih
87
Lampiran 10. Sarana dan Prasarana di Apotek Dunia Medika
Muka depan Apotek Dunia Medika
Ruang tunggu apotek
88
Etalase depan
89
Etalase samping (Sediaan sirup)
Etalase samping (obat tetes telinga)
Etalase samping sediaan obat tetes mata & tetes telinga
90
Lemari stok
Lemari pendingin untuk suppositoria dan ovula
91
Lemari Psikotropika dan Narkotika
92