Upload
intan-wahyuni
View
6
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
PE difetri
Citation preview
HASIL PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI KLB
DIFTERI DI KABUPATEN MAROS
TAHUN 2012
Pelaksana Investigasi :
1. Adri Ismet 1115104942. Ahmad Mustolih 1115105163. Andrie Agasi 1015100424. Angga Permadi 1115107425. Eko Wahyudi 1115107776. Fatturokhmi Azhardi 1115104147. Indri Lestari 1315108088. Intan Wahyuni 1115101319. Maya Rahayu Utami 13151040610. Melky Syahrul Aspadia 11151046711. Neni Herliani 11151029912. Putra Awaludin 11151025513. Rendy Raharjo Wibowo 101510168
Fakultas Ilmu Kesehatan Masyarakat Jurusan epidUniversitas Muhammadiyah Pontianak
Tahun 2014/2015
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pendahuluan
Difteri merupakan penyakit langka. Pengertian difteri adalah suatu penyakit
bakteri akut terutama menyerang tonsil, faring, laring, hidung. Adakalanya menyerang
selaput lender atau kulit serta kadang-kadang konjungtiva atau vagina. Timbulnya lesi
yang khas disebabkan oleh cytotoxin spesifik yang dilepas oleh bakteri. Lesi nampak
sebagai suatu membran asimetrik keabu-abuan yang dikelilingi dengan daerah inflamasi.
Tenggorokan terasa sakit, sekalipun pada difteria faucial atau pada difteria
faringotonsiler, diikuti dengan kelenjar limfe yang membesar dan melunak. Pada kasus-
kasus yang sedang dan berat ditandai dengan pembengkakan dan oedema di leher dengan
pembentukan membran pada trachea secara ekstensif dan dapat terjadi obstruksi jalan
napas.
Definisi kasus suspect Difteri adalah demam di atas 38°C, sakit menelan, sesak
napas disertai bunyi (stridor) dan ada tanda selaput putih keabu-abuan (pseudomembran)
di tenggorokan dan pembesaran kelenjar leher. Difteri biasanya menyerang kelompok
umur anak-anak (balita dan anak usia sekolah) karena kondisi tubuhnya yang labil
sehingga rentan akan suatu penyakit.
Faktor risiko Difteri antara lain kurangnya cakupan imunisasi (DPT),
lingkungan yang penuh sesak, kebersihan yang buruk, kontak dengan penderita dan
pembawa (carrier).
Pada hari jumat, tanggal 6 Januari 2012 salah seorang anggota keluarga (anak
ke 2 bernama musdalifah, umur13,5 tahun, perempuan) pasangan bapak Mursalim dan
Mantasia menderita sakit yang berdomisili di Dusun Batulontong Desa pucak,
Kecamatan Tompobulu, Kabupaten Maros. Gejala yang diderita adalah sakit leher, sakit
menelan, demam, sakit kepala, menggigil, dan terdapat selaput putih di tenggorokan.
Pada hari selasa jam 11.00 wita petugas surveilans RS melaporkan adanya kasus suspek
difteri ke Dinas Kesehatan Kabupaten Maros.
Dari Informasi tersebut maka diadakan penyelidikan epidemiologi dan
penanggulangan pada kasus tersebut.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk memperoleh gambaran Epidemiologi KLB Difteri dan
penanggulangan serta pencegahan terjadinya kembali KLB serupa di masa yang akan
datang.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk memastikan terjadinya KLB Difteri
b. Mengetahui penyebab terjadinya KLB
c. Mendapatkan gambaran epidemiologi kejadian penyakit tersebut, berdasarkan
waktu, tempat dan orang
d. Mengetahui besaran masalah KLB di lokasi
e. Pemetaan faktor risiko KLB Difteri
f. Melakukan penyelidikan dan penanggulangan di lokasi kejadian
g. Memberikan rekomendasi upaya pencegahan dan penanggulangan KLB Difteri
C. Metodelogi
Metode penyelidikan epidemiologi yang dilakukan dalam penyelidikan ini
adalah secara kuantitatif. Penelitian kuantitatif berupa penelitian diskriptif dengan
menggunakan data sekunder laporan STP, W1 dan W2 Puskesmas.
BAB II
PERSIAPAN PE KLB
A. Alat Dan Bahan Yang Akan Dibawa Ke Lapangan (Secara Kuantitatif)
a. Alat
- Spatula lidah
- Handscoon
b. Bahan
- Lidi kapas steril
- Media transport (Amies/stuart Media)
- Media isolasi (Agar darah, Agar Cystin Tellurite, Agar Loeffler)
- Pewarna gram dan Neisser
B. SDM Yang Dilibatkan
a. Petugas Laboratorium
b. Tokoh Masyarakat dan Tokoh Agama setempat
c. Petugas Surveilans Dinas Kesehatan
d. Pertugas Puskesmas
BAB III
HASIL PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI
A. Kronologis Kejadian
1. Kejadian bermula hari Jumat, tanggal 6 Januari 2012, salah seorang anggota keluarga
(anak ke 2 bernama Musdalifah, umur 13,5 tahun, perempuan) pasangan bapak
Mursalim dan Mantasia menderita sakit yang berdomisili di dusun Batulotong desa
Pucak, Kec. Tompobulu, Kab. Maros.
2. Gejala yang diderita adalah Sakit leher, Sakit menelan, Demam, Sakit Kepala,
Menggigil dan terdapat selaput putih di tenggorokan. Kondisi ini berlangsung sampai
tanggal 9 Januari 2012 tanpa mendapatkan pengobatan.
3. Hari Senin, tanggal 9 Januari 2012, penderita dibawa ke sarana pelayanan yaitu
puskesmas Tanralili. Puskesmas Tanralili adalah puskesmas yang berada dalam
wilayah Kecamatan Tanralili, namun jarak lokasi kejadian dengan Puskesmas
Tompobulu di dusun Puncak pada saat musim hujan lebih mudah dijangkau.
4. Hari Selasa tanggal 10 Januari 2012 pasien dirujuk ke RS Salewangang Kab. Maros,
dengan pengantar rujukan gejala demam 4 hari, sakit menelan 5 hari, batuk, muntah,
flu, bengkak leher, pseudomembran, ludah bercampur darah dengan nanah.
5. Hari Selasa jam 11.00 wita petugas surveilans RS melaporkan adanya kasus suspek
difteri ke Dinas Kesehatan Kab. Maros.
6. Dinkes Kab. Maros melaporkan kejadian tersebut ke Dinas Kesehatan Provinsi
melalui SMS Gate Way jam 14.30 wita, dan ditindaklanjuti dengan merespon
informasi tersebut ke Dinkes Kab. Maros.
7. Karena keterbatasan obat di RS Salewangeng kab. Maros, khususnya ADS, maka
disarankan agar petugas kabupaten untuk mengambil obat (ADS) di Provinsi. Hari
Selasa, tanggal 11 Januari 2012, Musdalifah diberi ADS (2 ampul).
B. Temuan Epidemiologi
Berdasarkan Waktu Kejadian Hasil wawancara dengan orang tua dan penderita
menyatakan bahwa penderita mulai merasakan (sakit) hari Jumat tanggal 6 Januari 2012.
Orang tuanya menganggap bahwa ini merupakan demam biasa, namun selama 2 (dua)
hari penyakitnya tidak sembuh, akhirnya hari Senin tanggal 9 Januari di bawa ke
Puskesmas Tanralili untuk mendapatkan pengobatan. Di puskesmas bermalam 1 (satu)
malam dengan diagnosis Farotitis. Hari Selasa tanggal 10 Januari 2012 dari puskesmas di
rujuk ke RS Salewangeng Kab. Maros. (Jelasnya dapat dilihat kronologis)
Menurut Tempat Kejadian kasus di dusun Batulotong, desa Pucak, Kecamatan
Tompobulu, Kab. Maros. Desa Pucak merupakan salah satu desa dari 8 desa/kel yang
berada dalam wilayah kerja Puskesmas Tompobulu. Desa Pucak mempunyai 4 dusun
salah satunya adalah Dusun Batulotong (lokasi kejadian). Jarak lokasi dengan pustu
Batulotong ± 1,5 km, dan jarak pustu dengan puskesmas Tompobulu ± 4 Km. Namun
dalam kondisi musim hujan akses ke Puskesmas Tompobulu sangat sulit, sehingga untuk
pemeriksaan penderita di bawa ke puskesmas Tanralili untuk mendapatkan pengobatan
kemudian di rujuk ke RS Salewangeng Kab. Maros.
Menurut Orang, Penderita Positif Difteri Menurut Jenis Kelamin di Desa Pucak,
Kec. Tompobulu Periode Januari 2012. Sebanyak 3 Laki-laki dan 3 perempuan positif
difteri.
C. Propilaksis Dan Pencegahan Kasus Mengalami Komplikasi
Metode penanggulangan kasus adalah dengan melaksanakan tatalaksana kasus
sbb :
1. Pengobatan kasus
2. Vaksinasi
3. Pemeriksaan Laboratorium
4.Penatalaksanaan kontak untuk pengambilan usap nasofaring dan profilaksis
5. Upaya peningkatan cakupan imunisasi (<7 tahun DT dan >7 tahun dT) melalui
sweeping
6. Meningkatkan imunisasi DPT rutin
D. Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Berdasarkan informasi hasil wawancara orang tua dan penderita, gejala yang
dialami penderita adalah demam, sakit menelan, batuk, bengkak di leher (Bull neck),
muncul selaput putih di rongga mulut (pseudomembran), maka sesuai dengan definisi
operasional kasus difteri, maka dipastikan secara klinis menderita ”penyakit difteri”.
Dilakukan pengambilan specimen untuk difteri (swab tenggorokan) dilakukan
terhadap kontak kasus (ayah, ibu, dan kakak dan adiknya). Sedangkan untuk
pengambilan specimen kontak lainnya dilakukan terhadap (tetangga dan teman
bermain). Spesimen yang diambil berupa swab hidung dan tenggorokan oleh petugas
laboratorium dari BLK Makassar. Selain diperiksa oleh BLK Makassar, specimen
juga diperika di BBLK Surabaya.
Dari pemeriksaan tanggal 12 Januari 2012, BBLK Makassar mendapatkan
hasil positif difteri sebanyak 2 orang, sedangkan BBLK Surabaya mendapatkan hasil
5 orang positif difteri. Total positif difteri sebanyak 6 orang (ada specimen yang sama
positif antara Makassar dan Surabaya sebanyak 1 specimen).
E. Pemetaan Lokasi
Wilayah Kecamatan Tompobulu terletak di bagian timur kabupaten Maros.
Kecamatan Tompobulu cukup terisolir, jauh dari pusat kabupaten (±25 km) dan akses
jalan rusak. Desa Pucak terletak di tengah wilayah Kecamatan Tompobulu (Ibukota
Kecamatan). Jarak puskesmas Tompobulu ke Lokasi KLB berjarak sekitar 4 km dengan
akses jalan yang rusak. Apabila musim hujan maka akses jalan ke puskesmas terhalang
oleh derasnya aliran air sungai.
Masyarakat dusun Batulotong apabila musim hujan, maka untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan lebih memilih ke Puskesmas yang terletak di wilayah kecamatan
Tanralili karena lebih mudah diakses walaupun agak jauh. Akses ke lokasi KLB dari
pusat kota dapat ditempuh dengan mobil (1 jam) ataupun motor (45 menit).
Batas Desa Pucak :
- Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Toddopulia
- Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Tompobulu.
- Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Belabori, Kab. Gowa
- Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Benteng Gajah dan Purnakarya.
Kasus difteri terjadi di Desa Pucak, Kec. Tompobulu, merupakan salah satu
desa dari wilayah kerja Puskesmas Tompobulu yang terdiri dari 8 Desa. Jumlah
penduduk di wilayah kerja Puskesmas Tompobulu sebanyak 14.104 jiwa terdiri laki-laki
6.940 jiwa dan perempuan 7.164 jiwa. Desa Pucak sebanyak 2.492 jiwa, yang terdiri
1.238 jiwa laki-laki dan 1.254 jiwa perempuan. Jumlah Dusun di Desa Pucak sebanyak 4
(empat) dusun, antara lain :
- Dusun Puncak (pusat pemerintahan desa)
- Dusun Bontosunggu
- Dusun Pangembang
- Dusun Batulotong
Dusun Batulotong memiliki 116 Rumah tangga, 68 Pasangan Usia Subur, 104
Kepala Keluarga (dengan 21 KK miskin), Ibu hamil 14 orang, bayi berusia kurang dari 1
tahun sebanyak 14 orang, dan balita 1 sampai 5 tahun sebanyak 46 orang. Jarak antar
rumah di dusun Batulotong sekitar 5 sampai 50 meter dan berkelompok (1 sampai 4
rumah). Khusus di lokasi kejadian rumah yang berdekatan hanya 3 (tiga) rumah dengan
jumlah jiwa sebanyak 16 orang.
F. Analisis Kejadian
Definisi kasus suspek Difteri adalah demam di atas 38°C, sakit menelan, sesak
napas disertai bunyi (stridor) dan ada tanda selaput putih keabu-abuan (pseudomembran)
di tenggorokan dan pembesaran kelenjar leher. Kriteria KLB Difteri adalah 1 (satu)
kasus suspek Difteri. Berdasarkan gejala klinis pasien dan diagnosa dokter, yang
ditindaklanjuti hasil laboratorium diketahui terdapat 6 (enam) kasus positif difteri dengan
2 diantaranya mengalami sakit dengan gejala klinis yang khas dan 4 yang lainnya sehat
namun dikategorikan carrier (pembawa penyakit) di Dusun Batulotong, Desa Pucak,
Kecamatan Tompobulu sehingga telah terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) Difteri di
Kecamatan Tompobulu, Kabupaten Maros.
Faktor risiko kasus Difteri antara lain kurangnya cakupan imunisasi (DPT),
lingkungan yang penuh sesak, kontak dengan pembawa (carrier), dan kebersihan yang
buruk. Untuk kasus ini, diperkirakan status imunisasi dan kontak dengan pembawa
(carrier) menjadi faktor utama penyebab Difteri. Cakupan imunisasi dapat menjadi faktor
risiko paling utama seandainya ingatan responden (orang tua kasus) tidak valid.
Vaksinasi harus diberikan pada orang yang negative Difteri namun pernah
kontak dengan penderita atau pembawa untuk kekebalan, pernah ataupun belum pernah
mendapatkan vaksinasi. Siapapun yang telah kontak dengan orang yang telah terinfeksi
Difteri (carrier) harus menerima pengobatan antibiotik erytromicin.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Pada bulan Januari 2012, di Desa Pucak Kecamatan Tompubulu Kabupaten
Maros telah terjadi kasus KLB difteri pada anak berumur 13,5 tahun. Difteri merupakan
penyakit langka sehingga bisa dikatakan suatu KLB apabila penyakit ini terjadi di suatu
daerah.
Faktor risiko terjadinya KLB adalah cakupan imunisasi yang rendah, dan kontak
dengan penderita dan atau pembawa serta manajemen Imunisasi (rantai dingin, kualitas
vaksin) diduga kurang bagus disebabkan listrik di Puskesmas sering padam, disamping
pencatatan suhu harian tidak dilakukan.
Dusun Batulotong, Desa Pucak merupakan daerah terpencil (tidak ada
kendaraan umum), sehingga akses petugas maupun penduduk ke Posyandu ataupun
sebaliknya tidak lancar.
Cakupan imunisasi baik di Puskesmas maupun di Desa Pucak (lokasi KLB)
sangat rendah, yang merupakan pemicu terjadinya KLB difteri.
Pemahaman masyarakat (orang tua) tentang pentingnya imunisasi bagi bayi dan
balita masih kurang.
Telah dilakukan penanggulangan KLB berupa tatalaksana kasus dengan
perawatan penderita (pemberian ADS dan pengobatan), pemberian antibiotic, dan
imunisasi.
B. Saran
a. Isolasi pasien selama perawatan oleh RS
b. Pelacakan kontak penderita/carrier
c. Pengambilan usap nasofarings dan profilaksis kontak penderita /carrier
d. Surveilans ketat di lokasi KLB
e. Vaksinasi pada anak-anak beresiko tinggi (Belum Vaksinasi Difteri) di lokasi sekitar
KLB
f. KIE (Komunikasi, Informasi, Edukasi) ke masyarakat - Meningkatkan imunisasi
DPT rutin - Imunisasi pada daerah risiko tinggi (dusun dan sekolah)
g. Pembatasan wilayah, penggunaan masker bila ada pendatang ke lokasi KLB
h. Perlu peningkatan kemampuan petugas dalam hal manajemen imunisasi (rantai
dingin, pencatatan suhu).
i. Perlu dilakukan surveilans ketat selama 10 (sepuluh) hari di lokasi, mengingat ada
anak balita yang sakit di lokasi (tetangga) penderita sakit.
j. Perlu pengikut sertaan masyarakat dalam melaporkan adanya kasus penyakit
diwilayahnya, dengan melakukan peningkatan kemampuan kader dalam bidang
surveilans penyakit (CBS).
k. Perlu keikutsertaan tokoh masyarakat, tokoh agama dalam mensosialisasikan
pentingnya imunisasi pada bayi dan balita serta dampak yang ditimbulkan.