PEB

Embed Size (px)

DESCRIPTION

preeklmsia berat

Citation preview

  • 5/25/2018 PEB

    1/13

    BAB I

    PENDAHULUAN

    Hipertensi pada kehamilan adalah penyakit yang sudah umum dan merupakan salah

    satu dari tiga rangkaian penyakit yang mematikan, selain perdarahan dan infeksi, dan juga

    banyak memberikan kontribusi pada morbiditas dan mortalitas ibu hamil. Pada tahun 2001,

    menurutNational Center for Health Statistics, hipertensi gestasional telah diidentifikasi pada

    150.000 wanita, atau 3,7% kehamilan. Selain itu, Berg dan kawan-kawan (2003) melaporkan

    bahwa hampir 16% dari 3.201 kematian yang berhubungan dengan kehamilan di Amerika

    Serikat dari tahun 1991 - 1997 adalah akibat dari komplikasi-komplikasi hipertensi yang

    berhubungan dengan kehamila.

    Meskipun telah dilakukan penelitian yang intensif selama beberapa dekade, hipertensi

    yang dapat menyebabkan atau memperburuk kehamilan tetap menjadi masalah yang belum

    terpecahkan. Secara umum, preeklamsi merupakan suatu hipertensi yang disertai dengan

    proteinuria yang terjadi pada kehamilan. Penyakit ini umumnya timbul setelah minggu ke-20

    usia kehamilan dan paling sering terjadi pada primigravida. Jika timbul pada multigravida

    biasanya ada faktor predisposisi seperti kehamilan ganda, diabetes mellitus, obesitas, umur

    lebih dari 35 tahun dan sebab lainnya.

    Morbiditas janin dari seorang wanita penderita hipertensi dalam kehamilan

    berhubungan secara langsung terhadap penurunan aliran darah efektif pada sirkulasi

    uteroplasental, juga karena terjadi persalinan kurang bulan pada kasus-kasus berat. Kematian

    janin diakibatkan hipoksia akut, karena sebab sekunder terhadap solusio plasenta atau

    vasospasme dan diawali dengan pertumbuhan janin terhambat (IUGR). Di negara

    berkembang, sekitar 25% mortalitas perinatal diakibatkan kelainan hipertensi dalam

  • 5/25/2018 PEB

    2/13

    kehamilan. Mortalitas maternal diakibatkan adanya hipertensi berat, kejang grand mal, dan

    kerusakan endorgan lainnya.

  • 5/25/2018 PEB

    3/13

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Pengertian Preeklampsia

    Pre-eklampsia dalam kehamilan adalah apabila dijumpai tekanan darah 140/90 mmHg

    setelah kehamilan 20 minggu (akhir triwulan kedua sampai triwulan ketiga) atau bisa lebih

    awal terjadi.

    Pre-eklampsia adalah salah satu kasus gangguan kehamilan yang bisa menjadi

    penyebab kematian ibu. Kelainan ini terjadi selama masa kehamilan, persalinan, dan masa

    nifas yang akan berdampak pada ibu dan bayi.

    Hipertensi (tekanan darah tinggi) di dalam kehamilan terbagi atas pre-eklampsia ringan,

    preklampsia berat, eklampsia, serta superimposed hipertensi (ibu hamil yang sebelum

    kehamilannya sudah memiliki hipertensi dan hipertensi berlanjut selama kehamilan). Tanda

    dan gejala yang terjadi serta tatalaksana yang dilakukan masing-masing penyakit di atas tidak

    sama.

    2.2 Klasifikasi

    Klasifikasi yang dipakai di Indonesia adalah berdasarkan Report of the National High Blood

    Pressure Education Program Working Group on High Blood Pressure in Pregnancy tahun

    2001 adalah:

    1. Hipertensi Kronik

    Hipertensi yang timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu atau hipertensi yang pertama

    kali di diagnosis setelah umur kehamilan 20 minggu dan hipertensi menetap sampai 12

    minggu pascapersalinan.

    2. Preeklamsia

    Hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai dengan proteinuria.

    3. Eklamsia

    Preeklamsia yang disertai dengan kejang-kejang atau koma.

    4. Hipertensi kronik dengan superimposed preeklamsia

    Hipertensi kronik disertai dengan tanda-tanda preeklamsia atau hipertensi kronik dengan

    proteinuria.

    5. Hipertensi gestasional (Trancient hypertension) adalah hipertensi yang timbul pada

    kehamilan tanpa disertai proteinuria dan hipertensi menghilang setelah 3 bulan

    pascapersalinan atau kehamilan dengan tanda-tanda preeklamsia tetapi tanpa proteinuria.

  • 5/25/2018 PEB

    4/13

    2.3 Etiologi Preeklampsia

    Etiologi penyakit ini sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Secara teoritik

    urutan urutan gejala yang timbul pada preeklamsi ialah edema, hipertensi, dan terakhir

    proteinuri. Sehingga bila gejala-gejala ini timbul tidak dalam urutan diatas dapat dianggap

    bukan preeklamsi.

    Dari gejala tersebut timbur hipertensi dan proteinuria merupakan gejala yang paling

    penting. Namun, penderita serinhkali tidak merasakan perubahan ini. Bila penderita sudah

    mengeluh adanya gangguan nyeri kepala, gangguan penglihatan atau nyeri epigastrium, maka

    penyakit ini sudah cukup lanjut.

    2.4Faktor Risiko Preeklamsia

    Kehamilan pertama

    Riwayat keluarga dengan pre-eklampsia atau eklampsia

    Pre-eklampsia pada kehamilan sebelumnya

    Ibu hamil dengan usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun

    Wanita dengan gangguan fungsi organ (diabetes, penyakit ginjal, migraine, dan

    tekanan darah tinggi)

    Kehamilan kembar

    2.5 Gambaran Klinis Preeklampsia

    a. Gejala subjektif

    Pada preeklampsia didapatkan sakit kepala di daerah frontal, skotoma, diplopia,

    penglihatan kabur, nyeri di daerah epigastrium, mual atau muntah-muntah. Gejala-gejala ini

    sering ditemukan pada preeklampsia yang meningkat dan merupakan petunjuk bahwa

    eklampsia akan timbul. Tekanan darah pun akan meningkat lebih tinggi, edema dan

    proteinuria bertambah meningkat.

    b. Pemeriksaan fisik

    Pada pemeriksaan fisik yang dapat ditemukan meliputi; peningkatan tekanan sistolik

    30mmHg dan diastolik 15 mmHg atau tekanan darah meningkat lebih dari 140/90mmHg.

    Tekanan darah pada preeklampsia berat meningkat lebih dari 160/110 mmHg dan disertai

    kerusakan beberapa organ. Selain itu kita juga akan menemukan takikardia, takipnu, edema

    paru, perubahan kesadaran, hipertensi ensefalopati, hiperefleksia, pendarahan otak.

  • 5/25/2018 PEB

    5/13

    Preeklamsia Berat

    1. Definisi

    Preeklampsi berat (PEB) adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan timbulnya

    hipertensi (tekanan darah) 160/110 mmHg atau lebih yang disertai proteinuria dan/atau

    edema pada kehamilan 20 minggu atau lebih (akhir triwulan kedua sampai triwulan ketiga)

    atau bisa lebih awal terjadi.

    2. Etiologi

    Penyebab pasti dari Preeklampsi berat (PEB) masih belum diketahui, namun beberapa

    penelitian menyebutkan ada beberapa faktor yang dapat menunjang terjadinya preeklampsia

    berat. Faktor-faktor tersebut antara lain, gizi buruk, kegemukan dan gangguan aliran darah ke

    rahim.

    Adapun faktor resiko dari Preeklampsia Berat :

    1. Primigravida atau multipara dengan usia lebih tua

    2. Riwayat keluarga dengan preeclampsia atau eklampsia

    3. Pre-eklampsia pada kehamilan sebelumnya

    4. Ibu hamil dengan usia < 18 tahun atau lebih > 35 tahun

    5. Wanita dengan gangguan fungsi organ (diabetes, penyakit ginjal, migraine, dan tekanan

    darah tinggi)

    6. Kehamilan kembar

    7. Kehamilan mola

    3. Patofisiologi

    Patofisiologi preeklampsi berat setidaknya berkaitan dengan perubahan fisiologis kehamilan.

    Adaptasi fisiologis normal pada kehamilan meliputi:

    - Peningkatan volume plasma darah

    - Vasodilatasi

    - Penurunan resistensi vascular sistemik (systemic vascular resistance)

    - Peningkatan curah jantung

    - Penurunan tekanan osmotik koloid

    Preeklampsi berat adalah suatu keadaan hiperdinamik dimana ditemukan hipertensi dan

    proteinuria akibat hiperfungsi ginjal. Pada preeklampsia berat, volume plasma yang beredar

    menurun, sehinga terjadi hemokonsentrasi dan peningkatan hematokrit maternal. Terjadi

  • 5/25/2018 PEB

    6/13

    spasme pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air. Menyebabkan perfusi organ

    maternal menurun, termasuk perfusi ke unit janin-uteroplasenta. Vasospasme siklik

    menurunkan perfusi organ dengan menghancurkan sel-sel darah merah, sehingga kapasitas

    oksigen maternal menurun. Jika semua arteriola dalam tubuh mengalami spasme, maka

    tekanan darah dengan sendirinya akan naik, sebagai usaha untuk mengatasi kenaikan tekanan

    perifer agar oksigenasi jaringan dapat tercukupi. Kenaikan berat badan dan edema yang

    belum diketahui sebabnya, ada yang mengatakan disebabkan oleh retensi air dan garam

    akibatnya penimbunan air yang berlebihan dalam ruangan interstisial. Proteinuria disebabkan

    oleh spasme arteriola sehingga terjadi perubahan pada glomerulus (Mochtar,1993:220).

    Hubungan antara system imun dengan preeklampsia berat menunjukkan bahwa faktor-faktor

    imunologi berpengaruh dalam perkembangan preeklampsia. Keberadaan protein asing,

    plasenta,atau janin bisa membangkitkan respon imunologis lanjut. (Easterling dan

    Benedetti 1989)

    4. Komplikasi

    Tergantung pada derajat preeklampsi yang dialami. Namun yang termasuk komplikasi antara

    lain:

    a. Pada Ibu

    1. Eklapmsia

    2. Solusio plasenta

    3. Pendarahan subkapsula hepar

    4. Kelainan pembekuan darah ( DIC )

    5. Sindrom HELPP ( hemolisis, elevated, liver,enzymesdan low platelet count)

    6. Ablasio retina

    7. Gagal jantung hingga syok dan kematian.

    b. Pada Janin

    1. Terhambatnya pertumbuhan dalam uterus-PJT

    2. Prematur

    3. Asfiksia neonatorum

    4. Kematian dalam uterus (IUFD)

    5. Peningkatan angka kematian dan kesakitan perinatal

    2.5 Perbedaan dan Penanganan Preeklamsi Ringan dan Preeklamsi Berat

    a. Preeklamsi Ringan

  • 5/25/2018 PEB

    7/13

    Tekanan darah sistole 140mmHg dan 160mmHg, diastole 90mmHg dan 100mmHg.

    Proteinuria > 0,3 gr/L dalam 24 jam secara kuantitatif atau +2 (++) secara kualitatif.

    Terdapat edema pada pretibia, dinding abdomen, lumbosakral, wajah atau tangan.

    Kenaikan berat badan > 500gr/minggu atau > 13kg selama kehamilan.

    Penanganan Preeklamsia Ringan yang dapat dilakukan dengan dua cara tergantung gejala

    yang timbul yakni:

    1. Penatalaksanaan rawat jalan pasien preeklamsia ringan dengan cara: ibu dianjurkan banyak

    istirahat (berbaring tidur/miring); diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam;

    pemberian sedativa ringan: tablet phenobarbital 3x30 mg atau diazepam 3x2 mg peroral

    selama 7 hari (atas instruksi dokter); roborantia (pemberian multivitamin); melakukan

    kunjungan ulang setiap 1 minggu; pemeriksaan laboratorium hemoglobin, hematokrit,

    trombosit, urin lengkap, asam urat darah, fungsi hati, dan fungsi ginjal; jangan diberi obat

    antihipertensi dan diuretik.

    2. Penataksanaan rawat inap pasien preeklamsia ringan berdasarkan kriteria: setelag 2 minggu

    pengobatan rawat jalan tidak menunjukkan adanya perbaikan dari gejala-gejala preeklamsia;

    kenaikan berat badan ibu 1 kg atau lebih perminggu selama 2 kali berturut-turut (2 minggu);

    timbul salah satu atau lebih gejala preeklamsia berat.

    Bila setelah 1 minggu perawatan diatas tidak ada perbaikan maka preeklamsia ringan

    dianggap sebagai preeklamsia berat. Jika dalam perawatan di rumah sakit sudah ada

    perbaikan sebelum 1 minggu dan kehamilan masih preterm maka penderita tetap dirawat

    selama 2 hari lagi baru dipulangkan. Perawatan lalu disesuaikan dengan perawatan rawat

    jalan.

    Perawatan obstetri pasien preeklamsia ringan:

    1. Kehamilan preterm (

  • 5/25/2018 PEB

    8/13

    b. Preeklamsi Berat

    Tekanan darah > 160/110 mmHg

    Proteinuria > 3gr/L dalam 24 jam.

    Oliguria < 500ml/24 jam

    Trombosit < 100.000/mm3

    Nyeri epigastrium (kuadran kanan atas abdomen), skotoma dan gangguan visus lain atau nyeri

    frontal yang berat, perdarahan retina, oedem pulmonum.

    Penyulit lain juga bisa terjadi seperti kerusakan organ tubuh seperti gagal jantung, gagal ginjal,

    gangguan fungsi hati, gangguan pembekuan darah, sindroma HELLP, bahkan dapat terjadi

    kematian pada janin, ibu, atau keduanya bila preeklamsia tak segera diatasi dengan baik dan

    benar.

    Penanganan:

    1. Perawatan Aktif

    Yaitu kehamilan segera diterminasi ditambah pengobatan medicinal. Sedapat mungkin

    sebelum perawatan aktif pada setiap penderita dilakukan pemeriksaan fetal assasmentyakni

    pemeriksaan Nonstress Test (NST) dan ultrasonografi (USG), dengan indikasi (salah satu

    atau lebih):

    a. Usia kehamilan ibu 37 minggu atau lebih, adanya gejala impending eklamsia, kegagalan

    terapi konservatif yaitu setelah 6 jam pengobatan meditasi terjadi kenaikan desakan darah

    atau setelah 24 jam perawatan medicinal ada gejala-gejala status quo (tidak ada perbaikan).

    b. Hasil fetal assasment jelek (NST dan USG): adanya tanda Intrauterin Growth Retardation

    (IUGR).

    c. Hasil laboratorium: adanya HELP sindrome (Hemolisis dan peningkatan fungsi hepar,

    trombositopenia)

    2. Pengobatan medisinal pasien preeklamsia berat (dilakukan di rumah sakit dan atas instruksi

    dokter) yaitu: segera masuk rumah sakit; tirah baring miring ke satu sisi; tanda vital diperiksa

    setiap 30 menit; refleks patella setiap jam; infus dextrose 5% setiap 1 liter diselingi dengan

    infus RL 500cc (60-125cc/jam); berikan antasida; diet cukup protein; rendah karbohidrat;

    lemak dan garam; pemberian obat anti kejang MgSO4; diuretikum tidak diberikan kecuali bila

    ada tanda-tanda edema paru, payah jantung kongesif atau edema anasarka; diberikan

    furosemid injeksi 40mg/IM.

    3. Antihipertensi diberikan bila tekanan sistolis lebih 180mmHg, diastolis lebih dari

    110mmHg atau MAP lebih dari 125mmHg. Sasaran pengobatan adalah tekanan diastolis

  • 5/25/2018 PEB

    9/13

    kurang 105mmHg (bukan kurang 90mmHg) karena akan menurunkan perfusi plasenta, dosis

    antihipertensi sama dengan dosis antihipertensi pada umumnya.

    4. Bila dibutuhkan penurunan tekanan darah secepatnya, dapat diberikan obat-obatan

    antihipertensi paranteral (tetesan kontinyu), catapres injeksi. Dosis yang biasa dipakai 5

    ampul dalam 500cc cairan infus atau press disesuaikan dengan tekanan darah.

    5. Bila tidak tersedia antihipertensi paranteral dapat diberikan tablet antihipertensi secara

    sublingual diulang selang 1 jam, maksimal 4-5 kali. Bersama dengan awal pemberian

    sublingual maka obat yang sama mulai diberikan secara oral. (Syakib Bakri, 1997)

    6. Pengobatan jantung jika ada indikasinya yakni ada tanda-tanda menjurus payah jantung,

    diberikan digitalisasi cepat dengan cedilanid D.

    7. Lain-lain: konsul bagian penyakit dalam/jantung, mata; obat-obat antipiretik diberikan bila

    suhu rectal lebih dari 38,5C dapat dibantu dengan pemberian kompres dingin atau alkohol

    atau xylomidon 2cc IM; antibiotik diberikan atas indikasi. Diberikan ampicillin 1 gr/6

    jam/IV/hari; antinyeri bila penderita kesakitan atau gelisah karena kontraksi uterus. Dapat

    diberikan petidin HCL 50-75mg sekali saja, selambat-lambatnya 2 jam sebelum janin lahir.

    2.6 Gejala Subjektif PEB

    Gejala-gejala subjektif yang dapat dirasakan pada preeklampsia berat adalah sebagai berikut:

    1. Nyeri kepala: jarang ditemukan pada kasus ringan tetapi akan sering terjadi pada kasus-kasus

    yang berat. Nyeri kepala sering terjadi pada daerah frontal dan oksipital serta tidak sembuh

    dengan pemberian analgetik biasa.

    2. Nyeri Epigastrium: merupakan keluhan yang sering ditemukan pada preeklampsia berat.

    Keluhan ini disebabkan karena tekanan pada kapsula hepar akibat edema atau perdarahan.

    3. Gangguan penglihatan: Keluhan penglihatan tertentu dapat disebabkan oleh spasme

    arterial,iskemia, dan edema pada retina dan pada kasus-kasus yang langka disebabkan oleh

    ablasio retina.

    4. Sakit kepala yang berat.

    5. Perubahan pada refleks.

    6. Penurunan produksi kencing atau bahkan tidak kencing sama sekali.

    7. Ada darah pada air kencing.

    8. Pusing.

    9. Mual dan muntah yang berlebihan.

    2.7 Preeklamsia Berat Pada Persalinan

  • 5/25/2018 PEB

    10/13

    Penanganan Ibu dengan preeklamsia berat pada saat persalinan dilakukan tindakan penderita

    dirawat inap antara lain:

    1. Istirahat mutlak dan ditempatkan dalam kamar isolasi; berikan diet rendah garam, lemak,

    dan tinggi protein; berikan suntikan MgSO4 8 gr IM, 4 gr bokong kanan dan 4 gr bokong

    kiri; suntikkan dapat diulang dengan dosis 4 gr setiap jam; berikan obat anti hipertensi:

    katapres 3x1/2 tablet atau 2x1/2 tablet sehari; diuretika tidak diberikan kecuali terdapat

    edema umum, edema paru, dan kegagalan jantung. Untuk itu dapat disuntikkan 1 ampul IV

    lasix; segera setelah pemberian MgSO4 kedua, dilakukan induksi partus dengan atau tanpa

    amniotomi. Untuk induksi dipakai oksitosin 10 satuan dalam infus tetes (dilakukan oleh

    bidan atas instruksi dokter)

    2. Kala II harus dipersingkat dalam 24 jam dengan ekstraksi vakum atau forceps, jadi ibu

    dilarang mengedan (dilakukan oleh dokter SpOG); jangan berikan metergin postpartum,

    kecuali bila terjadi perdarahan yang disebabkan atonia uteri; pemberian MgSO4 kalau tidak

    ada kontraindikasi, kemudian diteruskan dengan dosis 4 gr setiap 4 jam dalam 24 jam

    postpartum.

    3. Bila ada indikasi obstetrik dilakukan sectio cesarea, perhatikan bahwa: tidak ada

    koagulopati; anestesi yang aman atau terpilih adalah anastesi umum jangan lakukan anastesi

    lokal sedang anastesi spinal berhubungan dengan risiko (dilakukan oleh dokter SpOG).

    4. Jika anastesi umum tidak tersedia atau janin mati, aterm terlalu kecil, lakukan persalinan

    pervaginam. Jika serviks matang, lakukan induksi dengan oksitosin 2-5 IU dalam 500ml

    dextrose 10 tetes/menit atau dengan prostaglandin (atas intruksi dokter boleh diberikan oleh

    bidan).

    2.8 Pengobatan Obstetrik

    1. Cara terminasi kehamilan yang belum inpartu:

    a. Induksi persalinan: tetesan oksitosin dengan syarat nilai bishop 5 atau lebih dan dengan

    fetal heart mnitoring.

    b. Sectio cesarea (dilakukan oleh dokter SpOG) bila fetal assasment jelek. Syarat tetesan

    oksitosin tidak terpenuhi (nilai bishop kurang dari 5) atau adanya kontraindikasi tetesan

    oksitosin; 12 jam setelah dimulainya tetesan oksitosin belum masuk fase aktif. Pada

    primigravida lebih diarahkan untuk dilakukan terminasi dengan sectio cesarea.

    2. Cara terminasi kehamilan yang sudah inpartu:

  • 5/25/2018 PEB

    11/13

    a. Kala I fase laten: 6 jam belum masuk fase aktif maka dilakukan sectio cesarea; fase aktif:

    lakukan amniotomi saja, bila 6 jam setelah amniotommi belum terjadi pembukaan lengkap

    maka dilakukan sectio cesarea (bila perlu lakukan tetesan oksitosin).

    b. Kala II pada persalinan pervaginam maka kala II diselesaikan dengan partus buatan.

    Amniotomi dan tetesan oksitosin dilakukan sekurang-kurangnya 3 menit setelah pemberian

    pengobatan medisinal. Pada kehamilan 32 minggu atau kurang; bila keadaan memungkinkan,

    terminasi ditunda 2x24 jam untuk memberikan kortikosteroid.

    3. Perawatan preeklamsi berat pada postpartum

    pemberian anti konvulsan diteruskan sampai 24 jam postpartum atau kejang terakhir;

    diteruskan terapi antihipertensi jika tekanan diastolic masih >110mmHg; pantau jumlah urin.

    4. Cara pemberian MgSO4

    a. Dosis awal sekitar 4 gr MgSO4 IV (20% dalam 20 cc) selama 1 gr/menit kemasan 20%

    dalam 25cc larutan MgSO4 (3-5 menit). Diikuti segera 4 gr bokong kiri dan 4 gr bokong

    kanan (40% dalam 10cc) dengan jarum no.21 panjang 3,7 cm. untuk mengurangi nyeri dapat

    diberikamm 1 cc xylokain 2% yang tidak mengandung adrenalin pada suntikan IM.

    b. Dosis ulangan diberikan 4 gr IM 40% setelah pemberian dosis awal lalu dosis ulangan

    diberikan 4 gr IM setiap 6 jam dimana pemberian MgSO4 tidak melebihi 2-3 hari.

    c. Syarat-syarat pemberian MgSO4: tersedia antidotum MgSO4 yaitu calsium glukonas 10%,

    1 gram (10% dalam cc) diberikan intravena dalam 3 menit; refleks patela positif kuat;

    frekuensi pernapasan lebih 16 x/menit; prosuksi urin >100cc dalam 4 jam sebelum (0,5

    cc/kgBB/jam)

    d. MgSO4 dihentikan bila ada tanda-tanda keracunan yaitu kelemahan otot, hipotensi, refleks

    fisiologi menurun, fungsi hati terganggu, depresi SSP, kelumpuhan dan selanjutnya dapat

    menyebabkan kematian karena kelumpuhan otot-otot pernafasan karena ada serum 10 U

    magnesium pada dosis adekuat adalah 4-7 mEq/liter. Refleks fisiologi menghilang pada kadar

    8-10 mEq/liter. Kadar 12-15 mEq terjadi kelumpuhan otot-otot pernafasan dan lebih 15

    mEq/liter terjadi kematian jantung.

    e. Bila timbul tanda-tanda keracunan magnesium sulfat: hentikan pemberian magnesium

    sulfat; berikan calsium glukonas 10% 1 gram (10% dalam 10cc) secara IV dalam waktu 3

    menit; berikan oksigen; lakukan pernafasan buatan.

    f. Magnesium sulfat dihentikan juga bila setelah 4 jam pasca persalinan sudah terjadi

    perbaikan (normotensif).

    5. Diagnosis

  • 5/25/2018 PEB

    12/13

    Diagnosa dini harus diutamakan bila diinginkan angka morbiditas dan mortalitas rendah bagi

    ibu dan anaknya. Walaupun terjadi preeklamsia sukar dicegah, namun preeklamsia berat dan

    eklampsia biasanya dapat dihindarkan dengan mengenal secara dini penyakit itu dan dengan

    penanganan secara sempurna.

    Pada umumnya diagnosis preeklamsia didasarkan atas adanya 2 dari trias utama yaitu

    hipertensi, edema, dan proteinuria. Hal ini memang berguna untuk kepentingan statistik,

    tetapi dapat merugikan penderita karena tiap tanda dapat merupakan bahaya kendatipun

    ditemukan tersendiri.

    Diagnosis diferensial antara preeklamsia dengan hipertensi menahun atau penyakit ginjal

    tidak jarang menimbulkan kesukaran. Pada hipertensi menahun adanya tekanan darah yang

    meninggi sebelum hamil, pada kehamilan muda, atau 6 bulan postpartum akan sangat

    berguna untuk membuat diagnosis.

    Pemeriksaan funduskopi juga berguna karena perdarahan dan eksudat jarang ditemukan pada

    preeklamsia, kelainan tersebut biasanya menunjukan hipertensi menahun. Untuk diagnosis

    penyakit ginjal saat timbulnya proteinuria banyak menolong, proteinuria pada preeklamsia

    jarang timbul sebelum trimester 3, sedang pada penyakit ginjal timbul lebih dahulu. Test

    fungsi ginjal juga banyak berguna, pada umumnya fungsi ginjal normal pada preeklamsia

    ringan.

    6. Deteksi dini

    Karena preeklamsia tidak dapat dicegah, yang terpenting adalah bagaimana penyakit ini dapat

    dideteksi sedini mungkin. Deteksi bagaimana penyakit ini dapat dideteksi sedini mungkin.

    Deteksi dini didapatkan dari pemeriksaan TD secara rutin pada saat pemeriksaan tekanan

    darah secara rutin pada saat pemeriksaan kehamilan (antenatal care). Karena itu pemeriksaan

    kehamilan rutin mutlak dilakukan agar preeklamsia dapat terdeteksi cepatt untuk

    meminimalisir kemungkinan komplikasi yang lebih fatal. Pemeriksaan TD harus dilakukan

    dengan seksama, dan diusahakan dilakukan oleh orang yang sama misalnya bidan atau

    dokter.

    BAB III

    KESIMPULAN

  • 5/25/2018 PEB

    13/13

    DAFTAR PUSTAKA

    1984. Obstetri Patologi. Bandung: Elstar Offset. http://hanieputrirachmaan.blogspot.com/2011/01/konsep-dasar-pre-eklamsi-

    berat-peb.html

    Prawirohardjo, Sarwono. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT BPSP. Yeyeh Rukiyah, Ai., Lia Yulianti. 2010.Asuhan kebidanan 4 Patologi Kebidanan.

    Jakarta: Trans Info Media.