Upload
others
View
5
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
“PEDAGOGIK” JURNAL ILMU KEPENDIDIKAN KOPERTIS WILAYAH I
SUMATERA UTARA
Dewan Redaksi :
Pelindung : Koordinator Kopertis Wilayah I Aceh Sumatera Utara
Prof. Dian Armanto, M.Pd., MA., M.Sc., Ph.D.
Pembina : Sekretaris Pelaksana : Drs. Rudi K. Nababan, M.Si.
Kabag. Umum : Rahmayati, SH., MAP.
Kabid. Kelembagaan dan Sist. Informasi : M. Rajali, SH.
Kabid. Akademik, Kemahasiswaan dan
Ketenagaan : Heriyanto, S.Sos.
Ketua Pengarah : Dr. Ahmad Laut Hasibuan, M,Pd. (Univ. Muslim Nusantara Al Washliyah)
Sekretaris : Drs. Sorgang Siagian, M.Pd. (Universitas Darma Agung)
Ketua Penyunting : Drs. Edward, M.Si. (Universitas Karo)
Sekretaris : Drs. Hidayat, M.Ed. (Univ. Muslim Nusantara Al Washliyah)
Bendahara : Dra. Sukmawarti (Univ. Muslim Nusantara Al Washliyah)
Anggota 1 Dr. Tagor Pangaribuan, M.Pd. (Univ. HKBP Nommensen P. Siantar)
2. Dr. Abdul Murad, M.Pd. (Universitas Islam Sumatera Utara)
3. Drs. Firmansyah, M.Si. (Univ. Muslim Nusantara Al Washliyah)
4. Drs. Yusmin Siahaan, M.Si. (STKIP Riama)
5. Drs. M. Ayyub Lubis, M.Pd. (Univ. Muslim Nusantara Al Washliyah)
6. Drs. Anderson Situngkir (Universitas Karo)
7. Drs. Daniel Sitanggang, SE. (STIE Teladan)
8. Dr. Alesyanti, M.Pd. (Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara)
Disainer/Illustrator: Hendra Armayadi, ST (Staf Kopertis Wilayah I)
Sirkulasi : Drs. Mat Sofyan
Pairin
ii
Prakata
Pedagogik merupakan jurnal ilmiah dalam bidang Ilmu Kependidikan Kopertis Wilayah I (Sumatera
Utara) Pedagogik terbit dua kali setahun (bulan Mei dan Nopember) untuk menyahuti kebutuhan para
pedidik dan praktisi dalam rangka mempublikasikan karya ilmiah (artikel) berupa, telaah kritis, hasil
penelitian atau resensi buku.
Setiap penerbitannya Pedagogik menerima artikel dari kalangan dosen, guru dan praktisi pendidikan,
dan juga menawarkan berlangganan jurnal kepada khalayak. Untuk berlangganan kami mintakan bapak/ibu
mengisi formulir yang telah disediakan. Untuk keterangan lebih lanjut hubungi sdr. Hidayat (081265544833)
atau email [email protected].
Medan, Mei 2016 Penyunting
iii
Pedoman Untuk Penulis
Jurnal ilmu kependidikan PEDAGOGIK adalah publikasi ilmiah yang terbit setiap semester (2 kali dalam
setahun, yaitu pada bulan Mei dan Nopember) dan menerima setiap tulisan ilmiah di bidang kependidikan,
baik laporan penelitian (original article/ research paper), makalah ilmiah (review paper) berupa olah fikir
maupun laporan kasus (case report) dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Jika artikel menggunakan
bahasa Indonesia dan terdapat di dalamnya bahasa asing, maka bahasa asing tersebut ditulis dengan Italic
style (cetak miring).
Pengiriman makalah
Makalah yang dikirimkan untuk dimuat dalam Jurnal Ilmu Kependidikan Kopertis Wilayah I Sumatera
Utara belum pernah dipublikasikan dan tidak dikirimkan ke penerbitan lain pada waktu yang bersamaan.
Naskah dikirim dalam bentuk print out sebanyak rangkap 2 (dua), dan dalam bentuk soft copy pada CD,
serta diketik dengan mengunakan Microsoft Word for Windows.
Persiapan teknis makalah
Naskah diketik pada kertas 8,5 11" (letter), dengan batas tepi (margin) 1", font: Times New Roman,
besar huruf (font size) 12 point dan menggunakan spasi rangkap 2 (dua) (double space). Setiap naskah
dimulai dari judul, abstrak dan kata kunci (key words), teks keseluruhan, daftar pustaka, (jika ada tabel dan
gambar dapat disisipkan langsung setelah teks yang bersesuaian). Nomor halaman dicantumkan secara
berurutan dimulai dari halaman judul pada sudut sebelah tengah bawah.
Judul
Judul (halaman pertama) harus mencakup judul artikel yang dibuat sesingkat mungkin, spesfik
informatif; b) nama dan perguruan tinggi, nama departemen/ jurusan dan lembaga;
Abstrak dan kata kunci
Halaman kedua memuat abastrak yang tidak terstruktur dan tidak lebih dari 200 kata yang ditulis dalam
bahasa Indonesia dan Inggris. Abstrak laporan penelitian harus berisikan latar belakang, tujuan penelitian,
metode, hasil dan kesimpulan. Abstrak dibuat singkat, informatif dengan menekankan aspek baru dan
penting dari laporan penelitian. Kata kunci dicantumkan di bawah abstrak pada halaman yang sama paling
banyak 3 kata.
Teks
Teks makalah laporan penelitian dibagi dalam beberapa bagian dengan judul sebagai berikut:
Pendahuluan (Introduction), Metode (Methods), Hasil (Result) dan Diskusi (Discussion). Uraikan teknik
statistika secara rinci pada metode untuk memudahkan para pembaca memeriksa kembali hasil yang
dilaporkan. Teks makalah ilmiah dibagi dalam Pendahuluan, Isi, Pembahasan, dan Simpulan.
Biodata Penulis
Penulis diharapkan mengisi biodata berupa nama, alamat, nomor telepon. HP, nomor faksimile, dan
alamat email penulis untuk korespondensi.
Daftar Pustaka
Daftar pustaka ditulis sesuai dengan cara penulisan APA Style dan hanya mencantumkan kepustakaan
yang dipakai dan relevan. Hindarkan penggunakan abstrak sebagai rujukan. Rujukan yang telah diterima
suatu jurnal tetapi belum dipublikasikan harus ditambahkan perkataan “in press”.
iv
Naskah yang diterima redaksi akan dibahas oleh pengasuh dan redaksi berhak memperbaiki susunan
bahasa tanpa mengubah isinya. Penggunakan istilah asing sedapat mungkin dihindari atau disertai
terjemahan penjelasannya. Usulan perbaikan naskah (terutama menyangkut substansi) akan disampaikan
kepada penulis yang bersangkutan.
Naskah dikirim ke:
Hendra Armayadi Sahputra, ST
d/a Kantor Kopertis Wilayah I
Jln. Setia Budi Tanjung Sari Medan 20132
Telepon 8214878 – 8210360 Fax
Atau
Drs. Hidayat, M.Ed Drs. Edward, M.Si.
d/a Universitas Muslim Nusantara Alwashliyah d/a. Universitas Karo
Jln. Garu II No. 93 Medan 20147 Jln. Jamin Ginting Kaban Jahe
Telepon: (061) 7867044 Fax: 7862747
Email: [email protected]
v
Daftar Verifikasi Makalah (Manuscripts Checklist)
Sebelum sejawat mengirimkan naskah kepada Jurnal Ilmu Kependidikan Kopertis Wilayah I Sumatera Utara, mohon bantuan untuk mengisi daftar verifikasi makalah di bawah ini untuk mengkaji item-item yang diperlukan, dan harap lampirkan 1 copy daftar tersebut yang sudah sejawat isi bersama naskah yang akan dikirim. Terima kasih atas bantuannya.
No. Keterangan Tanda
1 Naskah asli beserta 1 (satu) copy dan dalam bentuk soft copy pada CD
2 Naskah diketik dalam 1 (dua) spasi pada kertas berukuran kuarto dan margin 2,5 cm
3 Pada halaman judul tuliskan judul makalah, nama lengkap para penulis serta institusi masing-masing an alamat lengkap penulis utama
4 Nama dan alamat korespondensi secara lengkap, nomor teleponm faksi,ile, termasuk alamat email
5 Abstrak dalam bahasa Indonesia dan Inggris, serta kata kunci (keywords)
6 Teks, tabel, gambar dan foto dibuat pada halaman baru dan terpisah
7 Naskah laporan penelitian terdiri dari pendahuluan, metode, hasil dan diskusi serta ucapan terima kasih. Naskah laporan kasus terdiri dari pendahuluhan, riwayat kasus, pembahasan dan kesimpulan. Sedangkan naskah makalah ilmiah dibagi dalam pendahuluan, isi, pembahasan, dan kesimpulan..
8 Daftar pustaka ditulis sesuai menurut aturan APA Style sesuai dengan pedoman untuk penulis, teliti kembali cara penulisan. Dalam naskah rujukan ditulis menggunakan angka Arab dalam tanda kurung. Hanya rujukan yang digunakan ditulis dalam Daftar Pustaka
* Beri tanda untuk verifikasi makalah yang akan dikirimkan kepada Jurnal Ilmu Kependidikan Kopertis
Wilayah I Sumatera Utara. Semua penulis sudah membaca naskah akhir yang berjudul :
................................................................................................................................................................................
................................................................................................................................................................................
................................................................................................................................................................................ Dan menyetujui untuk dipublikasikan ke Jurnal Ilmu Kependidikan Kopertis Wilayah I Sumatera Utara. ......................................., ...................................... 20..... tanda tangan penulis utama ________________________ (Nama Jelas)
vi
DAFTAR ISI UPAYA MENINGKATKAN PERKEMBANGAN KOGNITIF ANAK USIA DINI KELOMPOK A MELALUI BERMAIN BALOK DI TK AISYIYAH BUSTANUL ATHFAL 21 MEDAN DENAI Mahdalena dan Darajat Rangkuti (Mahasiswa UMN Al Washliyah dan Dosen Kopertis Wilayah I dpk FKIP Universitas Muslim Nusantara Al Washliyah) ..................................................................................... 1 – 9
UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR BAHASA INDONESIA DENGAN MENERAPKAN MODEL KOOPERATIF LEARNING TIPE STAD DI KELAS VII B SMP NEGERI 2 SATU ATAP LUMUT KECAMATAN LUMUT KABUPATEN TAPANULI TENGAH TAHUN PELAJARAN 2014/2015 Erniwati (Guru SMP Negeri 2 Satu Atap Lumut Kecamatan Lumut Kabupaten Tapanuli Tengah) ................... 10 – 22
PENGARUH MODEL PERMAINAN EDUKATIF TERHADAP KETERAMPILAN MATEMATIKA ANAK PADA PAUD JUWITA MEDAN Sukmawarti (Dosen Kopertis Wilayah I dpk FKIP Universitas Muslim Nusantara Alwashliyah) ........................... 23 – 30
UPAYA MENGATASI PERMASALAHAN BELAJAR MELALUI KONSELING EKLEKTIK DENGAN PERILAKU ATTENDING PADA SISWA KELAS IX SMP NEGERI 1 PINANGSORI TAHUN PELAJARAN 2014/2015 Halimah Hanim (Guru SMP Negeri 1 Pinangsori Kabupaten Tapanuli Tengah) ......................................................... 31 – 42
UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERKOMUNIKASI ANAK USIA DINI KELOMPOK B MELALUI BERMAIN PESAN BERSAMBUNG DI TK MANSHURIN PANTAI CERMIN Rita Malowa dan Faqih Hakim Hasibuan (Mahasiswa UMN Al Washliyah dan Dosen FKIP UMN Al Washliyah) .............................................. 43 – 51
PENERAPAN PEMBELAJARAN QUANTUM TEACHING (QC) PADA MATA PELAJARAN PKN UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS V SD NEGERI 157017 PINANGSORI 11 KECAMATAN PINANGSORI KABUPATEN TAPANULI TENGAH TAHUN PELAJARAN 2015/2016 Resianna Silalahi (SD Negeri 157017 Pinangsori 11 Kabupaten Tapanuli Tengah) ....................................................... 52 – 63
UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPS DENGAN MENERAPKAN METODE DISCOVERY LEARNING DENGAN METODE DISKUSI PADA SISWA KELAS VIII 4 SMP NEGERI 1 SARUDIK KECAMATAN SARUDIK KABUPATEN TAPANULI TENGAH TAHUN PELAJARAN 2012/2013 Herry Batubara (Guru SMP Negeri 1 Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah) .............................................................. 64 – 76
OPTIMALISASI KEMAMPUAN SOSIAL EMOSIONAL ANAK MELALUI MEDIA GAMBAR DI TK KARTIKA 1-18 AMPLAS Yenni Nurdin dan Umar Darwis (Mahasiswa UMN Al Washliyah dan Dosen FKIP UMN Al Washliyah) .............................................. 77 – 86
UPAYA MENINGKATKAN KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU DALAM MENYUSUN RPP DENGAN MELAKASANAKAN KELOMPOK KERJA GURU (KKG) DI SD NEGERI DI KECAMATAN TAPIAN NAULI KABUPATEN TAPANULI TENGAH TAHUN PELAJARAN 2015/2016 Luriska Situmorang (Pengawas SD Kecamatan Tapian Nauli Kabupaten Tapanuli Tengah Sumatera Utara) ................. 87 – 99
UPAYA MENINGKATKAN KINERJA KEPALA SEKOLAH DALAM MENYUSUN RPS MELALUI METODE WORKSHOP DI SDN SEKECAMATAN LUMUT KABUPATEN TAPANULI TENGAH TAHUN PELAJARAN 2014/2015 Magdalena (Pengawas TK / SD Kecamatan Lumut Kabupaten Tapanuli Tengah) .............................................. 100 – 110
vii
PENGARUH LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK TERHADAP PEMBENTUKAN SIKAP EMPATI PADA SISWA KELAS XI SMK AL WASHLIYAH TELADAN MEDAN Azhar, Enny Fitriani, dan Zakiah Hasibuan (Dosen FKIP UMN Alwashliyah dan Mahasiswa UMN Al Washliyah) ................................................. 111 – 116
PENERAPAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PKN PADA SISWA KELAS V SDN 155712 TUMBAJAE 2 KECAMATAN MANDUAMAS KABUPATEN TAPANULI TENGAH TAHUN PELAJARAN 2014/2015 Rosmaulianna Sihotang (Guru SDN 155712 Tumbajae 2 Manduamas Tapanuli Tengah) ........................................................ 117 – 125
Pedagogik Vol 11 No. 1, Mei 2016
43
UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERKOMUNIKASI ANAK USIA DINI
KELOMPOK B MELALUI BERMAIN PESAN BERSAMBUNG DI TK
MANSHURIN PANTAI CERMIN
Rita Malowa1) dan Faqih Hakim Hasibuan2)
1) Mahasiswa FKIP UMN Al Washliyah dan 2) Dosen FKIP UMN Al Washliyah
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berkomunikasi anak
usia dini melalui permainan pesan bersambung di TK Manshurin Pantai Cermin.
Penelitian ini mengambil lokasi di Desa Kota Pari Dusun V Kecamatan Pantai
Cermin, Kabupaten Serdang Bedagai.
Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas. Subjek pada penelitian ini
adalah seluruh anak kelompok B TK Manshurin Pantai Cermin yang berjumlah
20 orang. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi, dokumentasi dan
penugasan yang dilakukan langsung terhadap seluruh anak TK Manshurin Pantai
Cermin.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan berbicara anak usia dini
kelompok B melalui kegiatan bercerita di TK Manshurin Pantai Cermin pada
siklus I adalah: anak dapat berkomunikasi secara berurutan dengan benar sebesar
43,7% menjadi 88,7% pada siklus II; dapat merespon instruksi sebesar 35%,
menjadi 87,5% pada siklus II, dapat mengulang kalimat sebesar 35%, menjadi
86,2% pada siklus II; dapat mengingat pesan sebesar 36,2%, menjadi 85% pada
siklus II, dapat melanjutkan pesan sebesar 37,5%, menjadi 88,7% pada siklus II.
Dapat disimpulkan bahwa permainan pesan bersambung dapat meningkatkan
kemampuan berkomunikasi pada anak TK Manshurin Pantai Cermin
Kata Kunci: Kemampuan Berkomunikasi, Pesan Bersambung
Pendahuluan
Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang
menitikberatkan pada pendidikan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik,
kecerdasan, sosio-emosional, bahasa dan komunikasi, sesuai dengan keunikan dan tahap
perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini. Taman Kanak-kanak adalah salah satu bentuk
satuan pendidikan anak usia dini pada tahap pendidikan formal yang menyelenggarakan
pendidikan bagi anak usia dini 4-6 tahun. Taman Kanak-kanak adalah salah satu bentuk awal
pendidikan yang dikenal oleh anak. Pendidikan Taman kanak-kanak dapat diikuti oleh anak didik
sebelum memasuki pendidikan dasar dan pendidikan. Taman Kanak-kanak sebagai landasan
pendidikan formal yang terendah juga harus mampu memberikan pengetahuan dan menanamkan
sikap kerja sama dengan orang lain dengan melakukan aktivitas dan kreativitas dalam melakukan
proses pembelajaran di sekolah.
Salah satu dari sekian banyak kemampuan yang perlu dikembangkan dan digali dari
perkembangan anak adalah kemampuan berkomunikasi. Komunikasi merupakan penyampaian
maksud, pikiran dan perasaan melalui proses komunikasi. Komunikasi merupakan kunci
Pedagogik Vol 11 No. 1, Mei 2016
44
kesuksesan dalam kehidupan keluarga, terutama pula hubungan orangtua dan anak, anak dengan
orang lain serta teman sebanyanya. Anak akan menyampaikan apa yang mereka inginkan kepada
orang dewasa dengan cara mengkomunikasikannya. Begitu juga sebaliknya orangtua
menyampaikan nasihat terhadap anak juga dengan cara mengkomunikasi katanya, sehingga pola
komunikasi akan terjadi dengan baik. Setiap yang menyangkut perkembangan anak tentu akan
menjadi perhatian orangtua dan guru baik perkembangan fisik, sosial emosional, bahasa dan
kognitif anak. Bahasa merupakan segala bentuk komunikasi dimana pikiran dan perasaan
seseorang disimbolisasikan sehingga apa yang dimaksudkan dapat disampaikan kepada orang
lain.
Kesempatan untuk berinteraksi dan bermain dengan teman sebayanya menjadi faktor yang
penting bagi perkembangan bahasa seorang anak. Hubungan dengan teman sebaya akan melatih
mereka untuk dapat berkomunikasi yang lebih dapat dimengerti. Sejalan dengan hal tersebut
maka kosa kata yang dimilikinyapun akan meningkat.
Selama masa prasekolah, anak secara bertahap menjadi lebih terampil dalam membuat pesan
lebih jelas, yaitu dengan cara menyesuaikan cara bicara mereka dengan kebutuhan para
pendengarnya. Mereka juga mulai memperhatikan apakah pendengar mereka memahami
pembicaraannya, dan kemudian tanpa diminta mereka akan mengulangi pembicaraannya bila
dibutuhkan. Tidak jarang anak-anak ini memiliki berbagai istilah yang popular di kalangan
mereka, misalnya “Hai lay“, dan lain sebagainya. Terkadang anak juga meniru ungkapan/gaya
pada film Boboiboy, seperti “serangan halilintar”, “terjangan petir” dan sebagainya. Sehingga
tanpa disadari terjadi komunikasi dan penambahan kosa kata yang mereka dengar baik dari teman
sebaya, siaran radio atau televisi di lingkungannya. Bahkan ada juga anak yang gagap dalam
berbicara kepada teman sebayanya. Hal inilah yang mengakibatkan anak tersebut merasa minder
berteman dan tak jarang pula dia dioloki oleh temannya.
Berdasarkan observasi awal di TK Manshurin Pantai Cermin pada anak kelompok B, terlihat
beberapa kekurangan anak dalam berkomunikasi dngan guru dan temannya. Banyak anak kurang
memahami pembicaraan guru dan temannya, anak kurang merespon pembicaraan guru dan
temannya, kurang mampu mengulang pembicaraan dari guru, kurang mampu menangkap perintah
guru dan kurang mampu mengingat pesan yang didengarnya.
Dari beberapa hal tersebut tentunya jika tidak mendapatkan perhatian dan tindakan dari guru
akan berakibat pada pembentukan bahasa anak yang tidak baik dalam berkomunikasi pada masa
depannya dan dapat mengakibatkan anak mudah minder dan kurang percaya diri dalam
mengemukakan pendapatnya dalam kehidupan sehari-hari.
Melalui permainan pesan bersambung merupakan metode yang digunakan pendidik dalam
berkomunikasi untuk meningkatkans kosa kata anak pada anak usia dini, karena permainan pesan
bersambung merupakan permainan yang menyenangkan dan memotivasi anak untuk
menyampaikan pikirannya dan keinginannya. Dalam permainan anak merespon pembicaraan
guru, yang disesuaikan dengan tema pembelajaran, lalu anak yang berikutnya merespon kata yang
disampaikan temannya. Begitulah seterusnya permainan tersebut dilakukan dalam meningkatkan
komunikasi anak.
Pedagogik Vol 11 No. 1, Mei 2016
45
Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana penerapan permainan pesan
bersambung dalam upaya meningkatkan kemampuan berkomunikasi anak usia dini kelompok B
di TK Manshurin Pantai Cermin?
Tinjauan Pustaka
Komunikasi merupakan salah satu hal yang penting dalam kehidupan setiap manusia.
Manusia menyampaikan maksud, pikiran dan perasaannya melalui proses komunikasi. Oleh
karena itu, perlu dipahami bahwa komunikasi merupakan elemen yang tidak terlepas dari
kehidupan manusia, baik bagi anak-anak, orangtua, maupun orang dewasa lainnya. Komunikasi
merupakan suatu aktivitas atau peristiwa penyaluran informasi. Komunikasi dapat terjadi antara
individu dan individu atau individu dan kelompok. Komunikasi biasa disampaikan melalui simbol
yang umum digunakan seperti pesan verbal (langsung) dan tulisan, serta melalui isyarat atau
simbol lainnya.
Menurut Yunita (2014:2), “komunikasi adalah penyampaian dan penerimaan pesan, informasi
diantara dua orang atau lebih dengan menggunakan simbol verbal dan nonverbal. Selanjutnya
Jovita (2014:2) juga mengemukakan bahwa komunikasi adalah penyampaian informasi melalui
bicara dan bahasa, tekanan dan kecepatan, informasi, kualitas suara, pendengaran dan
pemahaman, ekspresi muka dan gerak isyarat tangan. Dari tersebut dapat disimpulkan bahwa
komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui
media yang menimbulkan efek tertentu.
Kemampuan komunikasi merupakan kemampuan seseorang dalam mengirim pesan dan
menerima pesan informasi, ide, perasaan atau pesan kepada orang lain. Menurut Hildayani
(2004:114) kemampuan komunikasi merupakan kemampuan tingkah laku yang digunakan untuk
menyapa orang lain, untuk menarik dan mempertahankan perhatian orang lain dan untuk menjaga
pertukaran perhatian antara anak dan orang dewasa. Dengan komunikasi, seseorang akan dapat
menjalin kontak dengan orang lain. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan
berkomunikasi untuk mengembangkan potensi yang ada akan berkembang secara optimal dalam
penyampaian pesan yang diutarakan. Hal tersebut dapat diperjelas bahwa kemampuan
berkomunikasi terutama dengan anak, bertujuan agar pesan yang disampaikan dapat memotivasi
dan meningkatkan minat anak dalam belajar.
Menurut Hildayani (2004:116), Anak usia prasekolah membuat peningkatan pada kosa kata
dan tata bahasa. Pada usia 3 tahun, seorang anak diharapkan telah memiliki 900-1000 kata yang
berbeda. Ia bahkan dapat menggunakan sebanyak 12000 kata setiap hari. Di usianya yang ke-6,
anak dapat mengucapkan 2600 kata yang berbeda. Selanjutnya Hildayani (ibid:119), Penguasaan
kosa kata ini diperoleh anak melalui fast mapping, yaitu proses seorang anak menyerap arti dari
suatu kata baru setelah mendengarnya satu atau dua kali dalam sebuah percakapan. Kata benda
tampak lebih mudah di- fast map dibandingkan dengan kata sifat, yang tidak terlalu konkret.
Pada aspek tata bahasa, anak usia 4 – 6 tahun telah mampu untuk merangkai huruf menjadi
kata, dan kata menjadi sebuah kalimat bermakna. Di antara usia 4 – 5 tahun, rata-rata anak dapat
membuat kalimat yang terdiri dari 4 – 5 kata. Mereka juga mulai dapat mengeluarkan kalimat
Pedagogik Vol 11 No. 1, Mei 2016
46
negatif, kalimat tanya, dan kalimat pasif dengan tepat. Pada usia 4 tahun anak dapat
menggunakan kalimat kompleks dan multikausal (hubungan sebab-akibat. Di usia 5 – 7 tahun,
pembicaraan anak telah mendekati orang dewasa. Mereka telah dapat melakukan pembicaraan
yang lebih panjang dan dengan kalimat yang lebih berbelit.
Adanya berbagai gangguan bahasa baik secara umum maupun spesifik, memungkinkan orang
tua, terapis, dan guru dapat mengembangkan intervensi sesuai dengan kondisi gangguan anak.
Menurut Jovita (2014:182), ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan guru, terapis, atau
orang tua untuk mengembangkan cara berkomunikasi.
1. Allow (biarkan anak memilih).
Membiarkan anak memilih berarti memberikan kesempatan baginya untuk bereksplorasi dan
belajar seluas-luasnya serta membantunya mengembangkan kepercayaan diri.
2. Adapt (ikuti cara yang diinginkan anak).
Bila mengikuti cara yang diinginkan anak untuk mengisi waktunya, anak menjadi tahu bahwa
dia diperhatikan. Hal ini kemudian akan membuat anak juga lebih memerhatikan aktivitas
dan kata-kata.
3. Add (tambahkan sesuatu yang baru).
Menambahkan pengalaman dan kata-kata baru, sangat membantu anak untuk belajar
mengenai lingkungannya dan memiliki kata-kata baru. Lewat "mengalami" anak belajar
memahami hal tersebut dan akhirnya ia bisa memakai kata tersebut secara aktif.
Permainan merupakan interaksi yang sangat penting bagi anak-anak. Permainan
meningkatkan perkembangan kognitif, meningkatkan daya jelajah dan memberikan pengetahuan
dasar tentang kehidupan. Permainan juga meningkatkan kemampuan anak-anak berbicara dan
berinteraksi satu sama lain. Menurut Yulianty (2007:8), permainan merupakan suatu bentuk
penyesuaian diri manusia yang sangat berguna, menolong anak menguasai kecemasan dan
konflik. Anak-anak yang bermain akan mampu melepaskan tekanan sehingga mampu mengatasi
masalah dalam kehidupannya. Permainan memungkinkan anak melepaskan energi fisik yang
berlebihan dan membeaskan perasaan-perasaan terpendam. Selanjutnya menurut Yulianty
(2007:8), “permainan sebagai media yang meningkatkan perkembangan kognitif anak. Permainan
imajiner dan permainan kreatif juga mampu meningkatkan kognitif. Permainan merupakan suatu
alat bagi anak untuk menjelajahi dan memcari informasi baru secara aman, sesuatu yang mereka
tidak lakukan jika tidak bermain dan tidak melakukan permainan.
Banyak sekali jenis permainan yang dapat dimainkan oleh anak-anak usia dini. Baik itu
permainan yang dimainkan secara individual maupun secara berkelompok. Salah satu bentuk
permainan bagi anak usia dini yaitu permainan pesan bersambung atau permainan sambung kata.
Menurut Subhi (2014:142), permainan pesan bersambung merupakan bentuk permainan kreatif
untuk anak usia dini yang dapat membuat gembira, merangsang kemampuan motorik halus,
motorik kasar, kemampuan emosional, kemampuan bersosialisasi, berbicara dan daya pikir.
Sedangkan menurut Ayunita (2013:119), pesan bersambung adalah menyampaikan pesan yang
dilakukan secara lisan kepada satu orang atau lebih”.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa permainan pesan bersambung merupakan
permainan yang mengasah pemikiran dalam penguasaan kosa kata dan memahirkan ejaan anak
Pedagogik Vol 11 No. 1, Mei 2016
47
usia dini serta melatih pendengaran mereka dalam mendengar apa yang mereka dengar dengan
cara yang menyenangkan.
Permainan pesan bersambung ini dimulai dengan orang yang pertama menyatakan satu kata
dan dilanjutkan kata berikutnya oleh anak berikutnya, begitu selanjutnya sehingga satu kata
menjadi satu cerita panjang. Permainan berakhir ketika ada anak yang lupa dengan susunan kata-
kata di cerita dan tidak bisa melanjutkan kata-kata dari kalimat sebelumnya. Dan para pendidik
atau guru harus memastikan kalimat yang diucapkan anak nyambung atau tidak. Guru harus
memberi motivasi dan membimbing anak yang kurang mampu dalam permainan ini. Permainan
ini baik untuk memperlancar kemampuan berbicara anak dan bermanfaat bagi pertumbuhan otak
anak karena merangsang daya ingatnya.
Metode Penelitian
Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas atau Classroom Action Research yang
memiliki rangkaian yang berupa siklus. Rancangan masing-masing siklus terdiri dari empat tahap
yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Desain penelitian dapat digambarkan
pada bagan berikut:
Gambar 1. Model Kemmis dan Mc Taggart (dalam Arikunto, 2006:97)
Penelitian ini dilaksanakan di TK Manshurin Pantai Cermin dengan subjek penelitian anak
kelompok B sebanyak 20 orang anak yang terdiri dari 11 orang anak laki-laki dan 9 orang anak
perempuan. Objek penelitian kemampuan berkomunikasi anak usia dini melalui permainan pesan
bersambung pada tema pekerjaan di semester genap tahun ajaran 2014/2015.
Variabel dalam penelitian ini adalah kemampuan berkomunikasi. Adapun indikator dalam
penelitian ini adalah: 1) Kemampuan melakukan 3-5 perintah secara berurutan dengan benar; 2)
Kemampuan menirukan 3-5 urutan kata; 3) Kemampuan mengulang kalimat yang telah
didengarkan; 4) Kemampuan mendengar pesan yang didengar; ) Kemampuan melanjutkan pesan
yang didengar.
Pedagogik Vol 11 No. 1, Mei 2016
48
Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi
kemampuan berkomunikasi anak, dan penugasan kepada anak saat pelaksanaan permainan pesan
bersambung
Data dianalisis menggunakan statistik sederhana dengan menghitung persentase ketercapaian
perkembangan komunikasi anak, menggunakan rumus sebagai berikut:
𝑃 = ∑ 𝑎𝑛𝑎𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑘𝑒𝑡𝑒𝑟𝑐𝑎𝑝𝑎𝑖𝑎𝑛 𝑝𝑒𝑟𝑘𝑒𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛
∑ 𝑎𝑛𝑎𝑘 x 100%
Hasil Penelitian
Siklus I
Hasil observasi yang dilakukan pada saat proses pembelajaran berlangsung pada siklus I
dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 1 Rekapitulasi Perkembangan Komunikasi Anak pada Siklus I
No Indikator BB MB BSH BSB Jumlah
1 Kemampuan berkomunikasi secara
berurutan 10 33,7 - - 43,7
2. Kemampuan merespon instruksi 15 20 - - 35
3. Kemampuan mengulang kalimat yang
telah didengarkan 15 20 - - 35
4. Kemampuan mengingat pesan yang
didengar. 13,7 22,2 - - 36,2
5. Kemampuan melanjutkan pesan yang
didengar 12,5 25,0 - - 37,5
Jumlah 187,4
Rata-rata 37,5
Berdasarkan hasil penilaian perkembangan anak dalam berkomunikasi pada tabel 1 di atas
terlihat bahwa kemampuan anak dalam berkomunikasi melalui pemainan pesan bersambung pada
tiap indikatornya masih jauh dari hasil yang diharapkan dan kurang memuaskan.
Dari apa yang telah terlihat di saat pembelajaran masih ada beberapa anak yang tidak senang
dengan permainan pesan bersambung. Dari hasil pada Siklus I ini menunjukkan hasil yang kurang
memuaskan, terlihat pada tabel 1. Maka dari itu peneliti bermaksud untuk mengatur strategi
pembelajaran yang lebih baik dan mengelola kelas sebaik mungkin agar anak termotivasi belajar
tanpa ada keterpaksaan dan tidak ada kejenuhan.
Siklus II
Hasil observasi yang dilakukan pada saat proses pembelajaran berlangsung pada siklus II
dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Pedagogik Vol 11 No. 1, Mei 2016
49
Tabel 1 Rekapitulasi Perkembangan Komunikasi Anak pada Siklus I
No Indikator BB MB BSH BSB Jumlah
1 Kemampuan berkomunikasi secara
berurutan - - 33,7 55 88.7
2. Kemampuan merespon instruksi - 2,5 30 55 87,5
3. Kemampuan mengulang kalimat yang
telah didengarkan - 2,5 33,7 50 86,2
4. Kemampuan mengingat pesan yang
didengar. - 5 30 50 85
5. Kemampuan melanjutkan pesan yang
didengar - - 33,7 55 88,7
Jumlah 436,1
Rata-rata 87,2
Berdasarkan hasil penilaian perkembangan anak dalam berkomunikasi pada siklus II di atas
terlihat bahwa kemampuan anak dalam berkomunikasi melalui pemainan pesan bersambung pada
tiap indikatornya sudah terlihat meningkat jika dibandingkan dengan siklus I.
Berdasarkan pelaksanaan kegiatan dan hasil analisis pada siklus II ini bahwa dari 20 orang
anak yang mengikuti pembelajaran dalam Permainan pesan bersambung, anak telah mencapai
tahap berkembang sesuai harapan dan berkembang sangat baik atau mencapai 87,2%. Hal ini
dapat terlihat dari meningkatnya keterampilan anak dari Siklus I mencapai 37,5% meningkat
menjadi 87,2%. Keberhasilan ini didukung oleh anak-anak TK Manshurin Pantai Cermin yang
antusias dan termotivasi dalam setiap kegiatan pembelajaran yang telah dirancang. Anak tidak
hanya mampu berkomunikasi secara berurutan benar, mampu mengulang pesan bahkan anak
sudah mampu merespon apa yang didengarnya.
Melalui permainan pesan bersambung kemampuan dan pengetahuan serta hasil belajar anak
dapat ditingkatkan khususnya pada peningkatan kemampuan berkomunikasi bagi anak usia dini
kelompok B di TK Manshurin Pantai Cermin. Berdasarkan hasil penelitian setelah diberikan
tindakan pada Siklus I melalui permainan pesan bersambung dimana guru mengenalkan bahasa
cara berkomunikasi disertai dengan media kartu kat dalam pembelajaran berkomunikasi. Hal ini
agar anak benar-benar dapat memahami perintah dan dapat mengulang kalimat dengan tepat dan
benar secara berurut atau mampu secara optimal agar pembelajaran bervariatif dan anak
termotivasi untuk belajar.
Perbandingan nilai yang diperoleh pada Siklus I dan Siklus II dapat dilhat pada diagram di
bawah ini.
Pedagogik Vol 11 No. 1, Mei 2016
50
Gambar 2 Persentase Penilaian Perkembangan Kemampuan Anak
Berdasarkan gambar di atas dapat dilihat bahwa hasil perbandingan nilai pada Siklus I
perkembangan anak dalam berkomunikasi mencapai 37,5%. Karena pencapaian hasil belajar
tersebut belum tercapai sebagaimana yang diharapkan maka tindakan selanjutnya diberikan
pembelajaran yang lebih meningkatkan motivasi anak dalam belajar dan memacu kreativitas guru
dalam menyampaikan pembelajaran yang bervariatif dilanjutkan pada Siklus II. Disini guru lebih
menarik lagi merancang pembelajaran bagi anak agar anak tidak mudah jenuh dalam belajar dan
tak lupa memberi pujian atau reward kepada anak demi meningkatnya kemampuan anak dalam
berkomunikasi. Hal ini terbukti pada Siklus II yang dilakukan dan mencapai niai rata-rata
meningkat mencapai 87,2% dan pencapaian pembelajaran sudah tercapai seperti yang diharapkan.
Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran melalui permainan pesan bersambung dapat
meningkatkan kemampuan berkomunikasi pada anak kelompok B di TK Manshurin Pantai
Cermin.
Gambaran hasil peningkatan terhadap aktivitas anak menunjukkan bahwa sebenarnya
kegiatan belajar anak lebih baik dengan pembiasaan kegiatan pembelajaran dengan permainan
pesan bersambung.
Simpulan dan Saran
Berdasarkan analisis data dapat disimpulkan bahwa metode permainan pesan bersambung
tepat digunakan untuk meningkatkan kemampuan berkomunikasi pada anak kelompok B di TK
Manshurin Pantai Cermin. Secara khusus dapat disimpulkan bahwa:
1. Penerapan metode permainan pesan bersambung dapat meningkatkan kemampuan
berkomunikasi pada anak kelompok B di TK Manshurin Pantai Cermin.
2. Pembelajaran dengan menggunakan metode permainan pesan bersambung juga mampu
mengasah kecerdasan berpikir dan emosi anak yang berkaitan dengan hubungan interaksi
dengan orang lain, karena metode ini membiasakan anak untuk bekerja sama dan
berkomunikasi dalam kelompok kecil dan pada orang lain.
Siklus I
Siklus II020406080
100
Siklus I
Siklus II
Pedagogik Vol 11 No. 1, Mei 2016
51
Berdasarkan kesimpulan di atas maka disarankan kepada guru hendaknya menerapkan
permainan bervariasi dalam mengajarkan bahasa pada anak usia dini melalui permainan pesan
bersambung.
Daftar Pustaka
Arikunto Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
Ayunita. 2013. Pedoman Lengkap Mencerdaskan Otak Kanan Anak. Yogyakarta: Araska.
Hildayani, Rini. 2004. Psikologi Perkembangan Anak. Jakarta: Universitas Terbuka.
Jovita. 2014. Meningkatkan Kemampuan Berkomunikasi Anak PAUD. Jakarta: Luxima.
Subhi, Muhammad. 2004. Anakku Hebat Penuh Bakat. Solo: Tayira Media.
Yulianty, Rani. 2007. Permainan yang Meningkatkan Kecerdasan Anak. Jakarta: Laskar Aksara.
Pedagogik Vol 11 No. 1, Mei 2016
23
PENGARUH MODEL PERMAINAN EDUKATIF TERHADAP KETERAMPILAN
MATEMATIKA ANAK PADA PAUD JUWITA MEDAN
Sukmawarti
Dosen Kopertis Wilayah I dpk pada FKIP UMN alwashliyah Medan
Abstrak
Keterampilan matematika anak dapat membantu mengembangkan berbagai
potensi anak baik psikis dan fisik untuk siap memasuki pendidikan dasar.
Namun kenyataannya keterampilan matematika anak belum berkembang secara
optimal. Kecenderungan guru mengembangkan kemampuan anak terkesan
akademis. Target kemampuan akademik mengaburkan aspek bermain
mengakibatkan terdapatnya unsur pemaksaan belajar pada anak.
Stimulasi pembelajaran yang tepat dapat membantu mengembangkan
keterampilan matematika. Salah satu kegiatan pembelajaran yang dapat memicu
pencapaian keterampilan matematika adalah permainan edukatif.
Masalah pada penelitian ini adalah apakah permainan edukatif mempengaruhi
keterampilan matematika anak usia dini pada PAUD Juwita Medan?
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh permainan edukatif
terhadap keterampilan matematika anak pada PAUD Juwita Medan.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu. Desain penelitian yang
digunakan adalah Pre-Experimental design dengan bentuk One-Group Pretest-
posttest Design. Teknik analisis yang digunakan untuk menguji hipotesis ialah
uji perbedaan dua rata-rata dependen.
Dari hasil analisis data diperoleh kesimpulan bahwa permainan edukatif
mempunyai pengaruh terhadap keterampilan matematika anak pada PAUD
Juwita Medan. Berdasarkan kesimpulan tersebut disarankan kepada guru PAUD
agar dapat menerapkan permainan edukatif dalam rangka
menumbuhkembangkan keterampilan matematika anak.
Kata Kunci: Permainan Edukatif, Keterampilan Matematika
Latar Belakang Masalah
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) merupakan salah satu lembaga pendidikan yang
berperan dalam menumbuhkembangkan anak. Dalam upaya pencapaian pertumbuhan dan
perkembangan anak yang optimal, guru memegang peranan yang besar untuk mewujudkan hal
tersebut melalui proses pembelajaran di sekolah. Stimulasi pembelajaran yang tepat akan
mampu mengantarkan anak mencapai tahapan tumbuhkembangnya secara optimal.
Permasalahan pada AUD (Anak Usia Dini) yang masih terjadi adalah kurang optimalnya
perkembangan kognitif anak. Salah satu bagian dari aspek perkembangan kognitif adalah
keterampilan matematika. Saat ini keterampilan matematika anak masih kurang baik. Umumnya
anak sudah mempunyai kemampuan mencacah yang ditunjukkan dengan mampunya anak
menyebutkan nama bilangan dan konsep banyak. Namun kemampuan dari unsur mengurutkan,
anak masih menghadapi masalah. Anak belum mampu mengurutkan bilangan dan
Pedagogik Vol 11 No. 1, Mei 2016
24
menyambungnya. Selain unsur tersebut, kemampuan pada unsur pola/menyortir, ukuran dan
perkiraan juga masih mengalami masalah.
Selain permasalahan di atas, kecenderungan guru dalam mencapai tahap perkembangan anak
masih merupakan masalah. Tingkat perkembangan anak masih dimaknai sebagai suatu tingkat
pencapaian kecakapan akademik. Kenyataan yang ada menunjukkan arah perkembangan anak
lebih bersifat akademik, khususnya pada pencapaian perkembangan aspek kognitif dan bahasa.
Masih ada guru yang salah dalam menafsirkan pencapaian perkembangan kognitif dan bahasa
dengan kemampuan kemampuan membaca, menulis dan berhitung (calistung). Tuntutan terhadap
kecakapan akademik tersebut cenderung "memaksa" guru lebih fokus dalam mengembangkan
kemampuan yang terkesan akademis. Guru lebih menekankan hasil yang didapatkan anak
terhadap kemampuan tersebut, sehingga terkesan mengabaikan karakteristik anak dan proses
pembelajarannya. Hal yang memaksa guru melakukan ini antara lain karena: 1) adanya
"persyarataan" untuk masuk Sekolah Dasar yang mensyaratkan anak mampu berhitung, menulis
dan membaca; dan 2) tuntutan orang tua yang menginginkan anak mereka mempunyai
kemampuan membaca, menulis dan berhitung.
Beralihnya focus pencapaian perkembangan anak kepada kemampuan calistung tersebut
mengaburkan fokus kegiatan pembelajaran pada anak usia dini. Kegiatan pembelajaran umumnya
tidak menarik dan membosankan. Anak diberikan latihan menulis dan berhitung yang abstrak.
Melakukan pembelajaran dengan kegiatan menuliskan dan mengucapkan secara berulang-ulang,
tanpa pemahaman yang bermakna.Tuntutan terhadap kemampuan calistung menuntut anak untuk
dipaksa mengerjakan tugas-tugas akademis di sekolah maupun di rumah. Kegiatan pembelajaran
yang dilakukan bersifat prestatif dan skolastik, sehingga menyebabkan berkurangnya kesempatan
anak melibatkan diri dalam kegiatan bermain.
Target kemampuan akademik yang mengaburkan aspek bermain mengakibatkan terdapatnya
unsur pemaksaan belajar pada anak akan berpeluang menimbulkan masalah di kemudian hari.
Namun keterampilan matematika pada anak juga merupakan hal yang perlu dikembangkan.
Meskipun bukan merupakan fokus perkembangan anak, namun keterampilan matematika yang
baik akan mengembangkan berbagai potensi anak baik psikis dan fisik yang meliputi moral dan
nilai-nilai agama, sosial emosional, kognitif, bahasa, fisik/motorik, kemandirian dan seni untuk
siap memasuki pendidikan dasar.
Bermain adalah dunia anak usia dini dan menjadi hak setiap anak untuk bermain selain hak
untuk beristirahat, bersantai, dan turut serta dalam kegiatan rekreasi yang sesuai dengan usianya.
Setiap kegiatan yang dilakukan anak sebaiknya ada unsur permainan. Begitu juga halnya dalam
kegiatan pembelajaran. Dalam melakukan kegiatan belajar, anak bermain sambil belajar.
Bermain merupakan cara belajar yang sangat tepat bagi anak usia dini. Meskipun anak sudah
disiapkan untuk bermain dan permainan tersebut memiliki potensi yang baik bagi kecakapannya,
belum tentu anak akan mendapatkan pengalaman berharga di permainannya. Semua juga masih
sangat tergantung pada bagaimana cara permainan itu diberikan kepada anak.
Stimulasi pembelajaran yang tepat dapat membantu mengembangkan aspek perkembangan
anak. Begitu juga unsur keterampilan matematika dapat berkembang optimal jika dilakukan
melalui kegiatan pembelajaran yang tepat. Salah satu kegiatan pembelajaran yang dapat memicu
pencapaian keterampilan matematika yang optimal pada anak adalah permainan edukatif.
Pedagogik Vol 11 No. 1, Mei 2016
25
Permainan edukatif merupakan suatu kegiatan menyenangkan dan bersifat mendidik yang
memberikan pengalaman belajar kognitif, psikomotorik, dan afektif.
Rumusan Masalah
Masalah dalam penelitian ini adalah masalah keterampilan matematika anak terkait masalah
keterampilan matematika, yang meliputi mencacah, membuat pola/menyortir, mengurutkan,
konsep angka, serta ukuran dan perkiraan melalui permainan edukatif. Adapun rumusan masalah
pada penelitian ini adalah apakah permainan edukatif mempengaruhi keterampilan matematika
anak usia dini pada PAUD Juwita Medan?
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh permainan edukatif terhadap
keterampilan matematika anak pada PAUD Juwita Medan.
Kajian Teoretis
1. Keterampilan matematika
Keterampilan matematika sangat diperlukan dalam aktivitas kehidupan manusia, terutama
konsep bilangan maupun ukuran. Keterampilan matematika pada anak usia dini akan menjadi
dasar bagi pengembangan kemampuan matematikanya dalam mengikuti pendidikan dasar. Oleh
karena itu menjadi hal yang penting bagi anak usia dini mengembangkan keterampilan
matematikanya. Menurut Suyanto (dalam Khadijah, 2016) bahwa, tujuan pembelajaran
matematika untuk anak usia dini sebagai logicomathematical learning atau belajar berpikir logis
dan matematis dengan cara yang menyenangkan dan tidak rumit. Kemampuan ini akan mengantar
anak memahami bahasa matematis dan penggunaannya untuk berpikir. Jadi mengembangkan
keterampilan matematika pada anak bertujuan untuk melatih anak berpikir logis dan sistematis
sejak dini dan mengenalkan dasar-dasar pembelajaran matematika sehingga pada saatnya nanti
anak akan lebih siap mengikuti pembelajaran matematika pada jenjang selanjutnya.
Keberhasilan dalam tujuan pembelajaran matematika tersebut dipengaruhi oleh faktor
kematangan dan model belajar anak. Anak yang sudah berada pada masa kematangan untuk
belajar matematika, maka orang tua dan guru harus tanggap untuk segera memberikan layanan
terhadap kebutuhan tersebut agar dapat terpenuhi dan tersalurkan dengan sebaik-baiknya menuju
perkembangan keterampilan matematika yang optimal. Usia dini merupakan masa keemasan
untuk mengenalkan matematika, karena pada usia ini anak sangat peka terhadap rangsangan yang
diterima dari lingkungan.
Dalam pembelajaran matematika terdapat banyak keterampilan yang dapat dikuasai anak.
Adapun keterampilan yang dapat dikembangkan pada anak usia dini menurut Sujiono (2011)
antara lain: 1).mencacah, meliputi mengetahui nama bilangan, konsep banyak bilangan; 2)
membuat pola, meliputi urutan dari warna, bentuk, benda, suara atau gerakan-gerakan yang
dilakukan berulang kali; 3) menyortir dan mengelompokkan, meliputi menyortir dan
mengelompokkan berbagai bentuk, warna, dan ukuran.; 4) mengurutkan dan menyambung; 5)
konsep angka, meliputi kegiatan berhitung; 6) pemecahan masalah, meliputi proses penyelesaian
Pedagogik Vol 11 No. 1, Mei 2016
26
masalah yang berkaitan dengan keterampilan matematika dan konsep; 7) ukuran dan perkiraan; 8)
waktu, meliputi waktu sekarang, kemarin dan besok.
Menurut Sujiono (2011) mempelajari matematika membutuhkan begitu banyak hafalan,
hitungan atau melacak angka-angka. Keterampilan yang dibutuhkan anak untuk memahami
matematika adalah kemampuan untuk mengidentifikasi konsep-konsep matematika yang dapat
dipelajari anak melalui kegiatan bermain. Pada intinya, matematika merupakan salah satu cara
dalam melatih anak untuk berpikir dengan cara-cara yang logis dan sistematis.
2. Permainan Edukatif
Bermain merupakan bagian terbesar dalam kehidupan anak. Proses pendidikan pada anak
usia dini pada lembaga PAUD semestinya juga dilakukan dengan kegiatan bermain. Kegiatan
permainan yang dilakukan bertujuan untuk mengembangkan setiap aspek tumbuhkembang anak.
Pada kegiatan bermain anak akan bermain sambil belajar dan belajar melalui pengalaman
bermain. Belajar bagi anak adalah bermain, sehingga belajar melalui pengalaman merupakan cara
belajar terbaik bagi anak, karena anak dapat mengalami secara langsung apa yang dipelajarinya.
Bermain sering dikaitkan dengan kegiatan anak yang dilakukan secara spontan dan dalam suasana
riang gembira. Menurut Gordon dan Browne (1985), bermain merupakan pekerjaan masa kanak-
kanak dan cermin pertumbuhan anak. Bermain merupakan kegiatan yang memberikan
kesenangan dan dilaksanakan untuk kegiatan itu sendiri, lebih menekankan pada caranya daripada
hasil (Dworetsky, 1990). Sedangkan menurut Hildebrand (1986) bermain berarti berlatih,
mengeksploitasi, merekayasa,dan mengulang latihan yang dapat dilakukan untuk
mentransformasi secara imajinatif hal-hal yang sama dengan dunia orang dewasa.
Bermain mempunyai makna penting bagi pertumbuhan anak. Frank dan Theresa Caplan
(Hildebrand, 1986) mengemukakan nilai bermain bagi anak adalah: 1) membantu pertumbuhan
anak; 2) memberi kebebasan anak untuk bertindak; 3) memberikan dunia khayal yang dapat
dikuasai; 4) mempunyai unsur berpetualang; 5) meletakkan dasar pengembangan bahasa; 6)
mempunyai pengaruh dalam pembentukan hubungan antarpribadi; 7) memberi kesempatan untuk
menguasai diri secara fisik; 8) memperluas minat dan pemusatan perhatian; 9) untuk menyelidiki
sesuatu; 10) untuk mempelajari peran orang dewasa; 11) cara dinamis untuk belajar; 12)
menjernihkan pertimbangan anak; 13) dapat distruktur secara akademis; 14) merupakan kekuatan
hidup; dan 15) sesuatu yang esensial bagi kelestarian hidup manusia.
Salah satu kegiatan bermain yang dapat digunakan dalam pembelajaran matematika pada
anak usia dini adalah permainan edukatif. Menurut Subhi (2014) permainan edukatif adalah suatu
kegiatan yang sangat menyenangkan dan dapat merupakan cara atau alat pendidikan yang bersifat
mendidik dan bermanfaat untuk meningkatkan kemampuan berbahasa, berfikir serta bergaul
dengan lingkungan atau untuk menguatkan dan menterampilkan anggota badan si anak,
mengembangkan kepribadian, mendekatkan hubungan antara pengasuh dengan pendidik (anak
didik), kemudian menyalurkan kegiatan anak didik dan sebagainya. Permainan edukatif
merupakan permainan yang yang bersifat mendidik, merangsang daya pikir anak untuk belajar
memahami, menganalisa, dan mengamati dan bersifat alamiah. Bentuk-bentuk kegiatan
permainan edukatif yang dapat diterapkan dalam rangka mengembangkan keterampilan
matematika anak antara lain: 1) puzzle; 2) building block; 3) bentuk geometri; 3) kartu bilangan;
4) pola dan gambar; dan 5) alat ukur tidak standar.
Pedagogik Vol 11 No. 1, Mei 2016
27
Secara umum permainan edukatif bertujuan agar anak dapat mengetahui dasar-dasar
pembelajaran matematika dalam suasana yang menarik, aman, nyaman dan menyenangkan,
sehingga anak memiliki keterampilan matematika yang nantinya diharapkan anak akan memiliki
kesiapan dalam mengikuti pembelajaran matematika yang sesungguhnya di Sekolah Dasar.
Secara khusus permainan edukatif bertujuan agar anak dapat memiliki kemampuan 1) berpikir
logis dan sistematis sejak dini melalui pengamatan terhadap benda-benda kongkrit, gambar-
gambar ataupun angka-angka yang terdapat disekitar anak; 2) menyesuaikan dan melibatkan diri
dalam kehidupan bermasyarakat yang dalam kesehariannya memerlukan keterampilan berhitung;
3) memahami konsep ruang dan waktu serta dapat memperkirakan kemungkinan urutan suatu
peristiwa yang terjadi disekitarnya; 4) melakukan suatu aktivitas melalui daya abstraksi, apresiasi
serta ketelitian yang tinggi; dan 5) berkreativitas dan berimajinasi dalam menciptakan sesuatu
secara spontan.
Permainan edukatif dalam matematika bermanfaat untuk: 1) membelajarkan anak
berdasarkan konsep matematika yang benar, menarik dan menyenangkan; 2) menghindari
ketakutan terhadap matematika sejak awal; dan 3) membantu anak belajar matematika secara
alami melalui kegiatan bermain. Manfaat tersebut dapat dicapai jika guru dapat mengemas
pembelajaran matematika dalam bentuk permainan edukatif yang tepat. Rancangan kegiatan
bermain yang disusun guru diharapkan dapat membangun rasa keingintahuan anak secara alami
tentang bentuk, ukuran, jumlah, dan konsep-konsep dasar lain dalam matematika.
Keterampilan matematika yang diperlukan bagi anak melalui kegiatan permainan edukatif
adalah: 1) mencacah; 2) membuat pola/menyortir; 3) mengurutkan; 4) konsep angka; dan 5)
ukuran dan perkiraan. Beberapa hal yang dapat membantu keterampilan matematika anak melalui
kegiatan permainan edukatif dalam pembelajaran adalah: 1) lingkungan yang baik/mendukung; 2)
tersedianya bahan-bahan atau alat yang dapat mendorong anak untuk melakukan kegiatan
bermain matematika; dan 3) terbukanya kesempatan untuk bermain dan bereksplorasi dengan
bebas.
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian Quasy Experiment. Desain penelitian yang digunakan
adalah Pre-Experimental design dengan bentuk One-Group Pretest-posttest Design,
dengan skema berikut ini.
Tabel 1. Desain Penelitian
Observasi Awal Perlakuan Observasi Akhir
Keterampilan Matematika
Awal Permainan Edukatif
Keterampilan Matematika
Akhir
Perlakuan dalam penelitian ini adalah kegiatan permainan edukatif. Permainan edukatif yang
dilakukan meliputi: 1) puzzle; 2) building block; 3) bentuk geometri; 3) kartu bilangan; 4) pola
dan gambar; dan 5) alat ukur tidak standar. Sedangkan variabel yang diamati adalah keterampilan
matematika anak usia dini, meliputi: 1) mencacah; 2) membuat pola/menyortir; 3) mengurutkan;
4) konsep angka; dan 5) ukuran dan perkiraan.
Pedagogik Vol 11 No. 1, Mei 2016
28
Penelitian ini dilaksanakan di PAUD Juwita Medan yang terletak di Jalan M. Yamin Gang
Bidan No. 24 Kecamatan Medan Perjuangan. Populasi pada penelitian ini adalah anak AUD .pada
anak PAUD Juwita Medan yang terdiri dari 2 kelompok A dan kelompok B. Sedangkan yang
menjadi sampel penelitian adalah anak kelompok B sebanyak 15 anak.
Data yang diperlukan dalam penelitian ini dijaring melalui lembar observasi keterampilan
matematika anak dan observasi tentang pelaksanaan kegiatan permainan matematika. Data
dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Persentase ketercapaian keterampilan matematika
merupakan persentase anak yang telah mencapai tahap berkembang sesuai harapan (BSH).
Sedangkan ketercapaian setiap unsur keterampilan matematika dihitung dengan melihat skor hasil
pengamatan terhadap anak pada kriteria 1) belum berkembang (BB) sesuai indikator, perlu
bantuan guru; 2) mulai berkembang (MB) sesuai indicator; 3) sudah berkembang sesuai harapan
(BSH); dan 4) berkembang sangat baik (BSB).
Hipotesis yang diuji dalam penelitian ini adalah keterampilan matematika anak setelah
kegiatan permainan edukatif lebih baik dari pada sebelum kegiatan permainan edukatif. Teknik
analisis yang digunakan untuk menguji hipotesis tersebut ialah statistik t student, dengan uji
perbedaan dua rata-rata dependen. Pengujian hipotesis dilakukan pada taraf kepercayaan 95%.
Rumus yang digunakan:
)1(
)( 22
)(
nn
n
DD
Dt
hypD dengan n
DD
(Minium dkk, 1993:329)
Hasil Penelitian
Dari hasil observasi awal pada pembelajaran sebelum tindakan permainan edukatif, diperoleh
deskripsi keterampilan matematika anak sebagai berikut:
Tabel 2. Deskripsi Awal Keterampilan Matematika Anak
Sedangkan hasil observasi keterampilan matematika anak setelah penerapan kegiatan
permainan edukatif, diperoleh sebagai berikut:
No Keterampilan Matematika Persentase
Ketercapaian BB MB BSH BSB
1. Nama Bilangan 56.25 0.00 43.75 56.25 0.00
2. Konsep Banyak 0.00 18.75 81.25 0.00 0.00
3. Menyortir Berdasarkan Warna 37.50 6.25 56.25 37.50 0.00
4. Menyortir Berdasarkan Bentuk 6.25 43.75 50.00 6.25 0.00
5. Menyortir Berdasarkan Ukuran 0.00 81.25 18.75 0.00 0.00
6. Urutan Bilangan 6.25 43.75 50.00 6.25 0.00
7. Menyambung Bilangan 0.00 93.75 6.25 0.00 0.00
8. Konsep Angka 0.00 68.75 31.25 0.00 0.00
9. Kegiatan Mengukur 0.00 50.00 50.00 0.00 0.00
10. Lebih dan Kurang 0.00 25.00 75.00 0.00 0.00
Pedagogik Vol 11 No. 1, Mei 2016
29
Tabel 3. Deskripsi Keterampilan Matematika Anak melalui Permainan Matematika
Hasil analisis data keterampilan matematika anak dari hasil pengamatan awal dan hasil
pengamatan setelah dilakukan kegiatan permainan edukatif dapat dilihat dalam rangkuman pada
tabel berikut.
Tabel 4. Rangkuman Data Keterampilan Matematika Anak
Sebelum Perlakuan Sedudah
Permainan edukatif
Rata-rata 16.63 30.94
Simpangan baku 3.5940 3.6234
Varians 12.9167 13.1292
thitung 11.21776564
ttabel 1.76
Hasil pengujian menunjukkan bahwa keterampilan matematika anak melalui kegiatan
permainan edukatif lebih baik dari pada sebelum menggunakan permainan edukatif. Dapat
dikatakan bahwa bahwa permainan edukatif mempengaruhi keterampilan matematika anak secara
signifikan.
Berdasarkan hasil observasi diperoleh gambaran keterampilan matematika anak melalui
permainan edukatif umumnya sudah berkembang sesuai harapan. Beberapa unsur keterampilan
matematika anak bahkan sudah berkembang sangat baik. Dari semua unsur keterampilan
matematika hanya pada unsur menyortir berdasarkan bentuk dan berdasarkan ukuran masih
kurang dari 80% anak yang menunjukkan perkembangan belum sesuai indikator. Menyortir
berdasarkan bentuk masih terdapat 43,75% anak yang mulai berkembang. Begitu juga halnya
pada unsur menyortir berdasarkan ukuran masih 37,50% anak yang mulai berkembang.
Sedangkan unsur lainnya hanya 1 anak atau 2 anak saja yang masih berlu bantuan guru untuk
mengembangkan keterampilan matematikanya. Bahkan unsur menyortir berdasarkan warna,
kegiatan mengukur, serta lebih dari dan kurang dari sudah seluh anak berkembang sesuai
harapan.
No Keterampilan Matematika Persentase
Ketercapaian BB MB BSH BSB
1. Nama Bilangan 93.75 0.00 6.25 37.50 56.25
2. Konsep Banyak 81.25 0.00 18.75 62.50 18.75
3. Menyortir Berdasarkan Warna 100.00 0.00 0.00 43.75 56.25
4. Menyortir Berdasarkan Bentuk 56.25 0.00 43.75 56.25 0.00
5. Menyortir Berdasarkan Ukuran 62.50 0.00 37.50 56.25 6.25
6. Urutan Bilangan 87.50 0.00 12.50 75.00 12.50
7. Menyambung Bilangan 81.25 0.00 18.75 81.25 0.00
8. Konsep Angka 87.50 0.00 12.50 75.00 12.50
9. Kegiatan Mengukur 100.00 0.00 0.00 87.50 12.50
10. Lebih dan Kurang 100.00 0.00 0.00 31.25 68.75
Pedagogik Vol 11 No. 1, Mei 2016
30
Simpulan dan Saran
Dari hasil analisis data yang dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa permainan edukatif
mempunyai pengaruh terhadap keterampilan matematika anak pada PAUD Juwita Medan.
Berdasarkan kesimpulan tersebut disarankan kepada guru PAUD agar dapat menerapkan
permainan edukatif dalam rangka menumbuhkembangkan keterampilan matematika anak.
Daftar Pustaka
Hildebrand, Verna. (1986), Introduction to Early Chilhood Education 4th ed. New York: Mac
Millan Publishing Company.
Khadijah, 2016. Pengembangan Kognitif Anak Usia Dini. Medan: Perdana Publishing.
Minium, Edward W, dkk. (1993). Statistical Reasoning in Psychology and Education 3rd Edition.
New York: John Wiley & Sons. Inc.
Subhi, Muhammad. 2004. Anakku Hebat Penuh Bakat. Solo: Tayira Media.
Sujiono, Yuliani Nurani. 2011. Metode Pengembangan Kognitif. Jakarta:Universitas Terbuka.
Pedagogik Vol 11 No. 1, Mei 2016
77
OPTIMALISASI KEMAMPUAN SOSIAL EMOSIONAL ANAK MELALUI
MEDIA GAMBAR DI TK KARTIKA 1-18 AMPLAS
Yenni Nurdin1) dan Umar Darwis2)
1)Mahasiswa FKIP UMN Al Washliyah dan 2)Dosen Kopertis Wilayah I dpk FKIP
UMN Al Washliyah
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk: 1) Mengetahui kemampuan sosial emosional anak
usia dini berusia 5-6 tahun sebelum menggunakan media gambar di TK Kartika
1-18 Amplas, 2) Mengetahui kemampuan emosional anak usia dini berusia 5-6
tahun sesudah menggunakan media gambar di TK Kartika 1-18 Amplas, dan 3)
Untuk mengetahui apakah kemampuan sosial emosional anak usia dini berusia 56
tahun dapat ditingkatkan melalui media gambar di TK Kartika 1-18 Amplas.
Metode penelitian ini menggunakan metode Penelitian Tindakan Kelas. Subjek
pada penelitian ini adalah seluruh anak kelompok B TK Kartika 1-18 Amplas
yang berjumlah 20 orang. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi dan
dokumentasi.
Hasil penelitian yang menunjukkan pada saat pra siklus mencapai 46,07%
dengan rata-rata kemampuan 2,45, siklus I mencapai 55,36% dengan rata-rata
kemampuan 2,62 dan pada siklus II mencapai 90,72% dengan rata-rata
kemampuan 3,27
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kemampuan sosial emosional anak
usia dapat ditingkatkan melalui media gambar di TK Kartika 1-18 Amplas Tahun
Pembelajaran 2013/2014.
Kata Kunci: Sosial Emosional, Media Gambar
Pendahuluan
Pendidikan bagi anak usia diri adalah pemberian upaya untuk menstimulasi, membimbing
dan mengasuh serta pemberian kegiatan pembelajaran yang akan menghasilkan kemampuan dan
keterampilan anak. Pendidikan bagi anak usia dini pada dasarnya meliputi seluruh upaya dan
tindakan yang dilakukan oleh pendidik dan orang tua dalam proses perawatan, pengarahan dan
pendidikan pada anak dengan menciptakan aura dan lingkungan dimana anak dapat
mengeksplorasi pengalaman yang memberikan kesempatan kepadanya untuk mengetahui dan
memahami pengalaman belajar yang diperolehnya dari lingkungan melalui cara mengamati,
meniru, bereksperimen yang berlangsung secara berulang-ulang dan melibatkan seluruh potensi
dan kecerdasan anak.
Tingkat pencapaian perkembangan mengantarkan pertumbuhan dan perkembangan yang
diharapkan dicapai anak pada rentang usia tertentu. Perkembangan anak yang dicapai merupakan
Pedagogik Vol 11 No. 1, Mei 2016
78
integrasi aspek pemahaman nilai-nilai agama, moral dan fisik, kognitif, bahasa dan sosio
emosional. Pengembangan program pembelajaran merupakan salah satu upaya untuk
mengoptimalkan perkembangan anak. Aspek perkembangan sosial emosional merupakan wahana
untuk membuat anak agar dapat mengendalikan emosinya secara wajar dan dapat berinteraksi
dengan sesamanya maupun dengan orang dewasa dengan baik, serta dapat menolong dirinya
sendiri dalam rangka kecakapan hidup.
Pada kenyataannya, berdasarkan pengamatan penulis terdapat permasalahan social emosional
anak di TK Kartika 1-18 Medan Amplas. Adanya anak yang kurang memiliki kemampuan sosial
terhadap teman-teman sepermainannya, kurang perbendaharaan kata dalam hal berkomunikasi
sehingga terlihat fakum dalam berinteraksi sesama temannya, anak juga terlihat kurang kerjasama
dengan teman-temannya saat bermain, anak terlihat kurang merespon apa yang dibicarakan dalam
permainan, anak kurang mampu dalam berbagi baik dalam hal makanan maupun dalam hal alas
permainan, dan anak kurang bersikap humoris.
Permasalahan ini jangan terlalu lama atau berlarut-larut dalam mengatasinya. Sikap dan
perilaku sosial emosional ini harus berusaha diatasi dan diubah agar jangan menjadi kebiasaan
yang buruk bagi anak di masa mendatang. Perlu dipahami bahwa anak memiliki potensi untuk
menjadi lebih baik di masa mendatang, namun potensi tersebut hanya dapat berkembang
manakala diberi rangsangan, bimbingan, bantuan dan perlakuan yang sesuai dengan tingkat
pertumbuhan dan perkembangannya yang berdasarkan pada minat, kebutuhan, dan kemampuan
sang anak.
Oleh karena itu, peran pendidik sangatlah penting. Pendidik harus mampu memfasilitasi
aktivitas anak dengan materi yang beragam, memberi kesempatan untuk dapat memicu
munculnya masa peka, memahami anak masih dalam masa egosentris, proses peniruan anak
terhadap segala sesuatu semakin meningkat, jangan membatasi anak dalam pergaulan dan
beradaptasi dengan perilaku dengan lingkungan sosialnya memahami pentingnya eksplorasi anak
dan tidak memarahi anak saat ia membangkang.
Dalam membangun pengetahuan pada anak tidak terlepas dari peran guru, kunci sukses
mendidik anak TK adalah harus menanamkan terlebih dahulu sikap formal tetapi bersahabat
dalam hubungan antara guru anak-anak didik sehingga situasi belajar sambil bermain dapat
tercipta dalam suasana yang akrab dan penuh kegembiraan. Melalui bermain, tuntutan akan
kebutuhan perkembangan dimensi motorik, kognitif, kreativitas, bahasa, emosi, interaksi sosial,
nilai-nilai dan sikap hidup dapat terpenuhi, karena diantara peran guru adalah sebagai motivator
dan fasilitator.
Pembelajaran pada anak usia dini haruslah menggunakan konsep belajar sambil bermain,
belajar sambil berbuat dan belajar melalui stimulasi. Bermain adalah dunia anak karena bermain
merupakan aktivitas yang sangat menyenangkan bagi anak. Dengan bermain anaik dapat belajar
mencapai perkembangan baik perkembangan fisik, emosi, intelektualitas maupun jiwa sosial
emosionalnya, saat bermain dapat dilihat perkembangan tersebut, bagaimana anak meningkatkan
kemampuan fisiknya, bagaimana perasaannya saat menang atau kalah dalam permainan
bagaimana kemampuan intelektualnya dalam memanfaatkan benda-benda sebagai mainan,
bagaimana pula kematangan sosial emosionalnya dalam bermain bersama.
Pedagogik Vol 11 No. 1, Mei 2016
79
Aktivitas bermain juga membutuhkan media sebagai sarana mengaktualisasikan potensi diri.
Salah satu media dalam pembelajaran adalah media gambar. Melalui media gambar anak dapat
mengembangkan pengetahuan sosial dimana anak dituntut untuk mempelajari dan memperankan
peran yang ada dalam gambar. Media gambar juga dapat digunakan sebagai alat bantu bagi anak
untuk memandang suatu masalah, sehingga diharapkan dapat membantu pemahaman sosial pada
diri anak dan diharapkan anak dapat meningkatkan sosialisasinya, bekerja sama, berkomunikasi
dan memahami sifat orang lain dalam kehidupan sehari, sehingga anak dapat berperilaku sosial
dan tercipta suasana yang menyenangkan.
Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah kemampuan sosial emosional anak usia
dini berusia 5-6 tahun dapat ditingkatkan dengan menggunakan media gambar di TK Kartika 1-
18 Amplas?
Kajian Teori
Sebagai makhluk sosial, individu dituntut untuk mampu mengatasi segala permasalahan yang
timbul sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungan sosial dan mampu menampilkan diri sesuai
aturan atau norma yang berlaku. Menurut Hildayani (2004:4.8) kemampuan sosial emosional
adalah kemampuan seseorang untuk dapat berbermain dengan orang lain, menyesuaikan diri
dengan kegiatan dan kebiasaan kelompok, dan dengan segala macam orang yang memiliki
karakteristik unik. Kemampuan sosial dapat dikuasai jika sejak usia dini dibimbing untuk
memiliki kemampuan, agar mampu mengembangkan dapat psikososial dengan optimal.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan sosial emosional adalah
kemampuan anak untuk dapat berbagi, menunggu giliran sehingga ia belajar untuk bersabar diri
dan kemampuan memecahkan masalah yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.
Menurut Iva (2010:96) dapat membagi kecerdasan ke dalam 9 kecerdasan interpersonal dan
lain-lain. Kecerdasan interpersonal sama halnya dengan kemampuan sosial. Hal ini berkaitan
dengan kemampuan untuk memahami dan berinteraksi secara efektif dengan orang lain, dengan
membedakan dan menanggapi suasana hati, perangai motivasi dan hasrat orang lain dengan cepat.
Dengan mengembangkan kemampuan sosial sejak dini, maka akan memudahkan anak dalam
memenuhi tugas-tugas perkembangan berikutnya sehingga ia dapat berkembang secara normal
dan sehat. Menurut Masitah (2004:2.13) perkembangan sosial emosional adalah perkembangan
perilaku anak dalam menyesuaikan diri dengan aturan-aturan masyarakat dimana anak itu berada.
Perkembangan sosial anak merupakan hasil belajar, bukan hanya sekadar hasil dari kematangan.
Perkembangan sosial emosional diperoleh anak melalui kematangan dan kesempatan belajar dari
berbagai respons terhadap dirinya.
Anak secara alamiah perkembangannya berbeda-beda, baik dalam bidang inteligensi, bakat,
minat, kreativitas, kematangan emosi, maupun keadaan pengalaman. Dunia anak adalah dunia
yang penuh dengan canda tawa dan kegembiraan sehingga orang dewasa akan ikut terhibur
dengan hanya melihat tingkah polah mereka. Anak usia dini memiliki karakteristik yang khas.
Pedagogik Vol 11 No. 1, Mei 2016
80
Menurut Hartati dalam Aisyah (2007: 1-4) ada beberapa karakteristik untuk anak usia dini yaitu:
"1) Memiliki rasa ingin tahu yang besar, 2) Merupakan pribadi yang unik, 3) Suka berfantasi dan
berimajinasi, 4) Masa paling potensial untuk belajar, 5) Menunjukkan sikap egosentris, 6)
Memiliki rentang daya konsentrasi yang pendek, 7) Sebagai bagian dari makhluk sosial."
Dari hal yang dikemukakan di atas dapatlah dipahami bahwa anak usia dini tertarik dengan
dunia sekitamya. Dia ingin mengetahui segala sesuatu yang terjadi di sekelilingnya. Anak usia
dini sangat suka membayangkan dan mengembangkan berbagai hal jauh melampaui kondisi
nyata. Anak usia mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat pada berbagai
aspek. Oleh karena itu usia dini adalah masa yang paling peka dan potensial bagi anak untuk
mempelajari sesuatu. Menurut Aisyah (2007:1-9) ada berapa titik kritis yang perlu diperhatikan
pada anak usia dini yang berada dengan anak sesudah. Titik kritis tersebut adalah sebagai : "1)
Membutuhkan rasa aman, istirahat dan makanan yang baik, 2) Datang ke dunia yang di program
untuk meniru, 3) Membutuhkan latihan dan kreativitas, 4) Memiliki kebutuhan untuk banyak
bertanya dan memperoleh jawaban, 5) Cara berpikir anak berbeda dengan orang dewasa, 6)
Membutuhkan pengalaman langsung, 7) Trial and error menjadi hal pokok dalam belajar, 8)
Bermain merupakan dunia masa kanak-kanak".
Pendidik perlu memberikan berbagai stimulasi yang tepat agar masa peka ini tidak
terlewatkan begitu saja, tetapi diisi dengan hal-hal yang dapat mengoptimalkan tumbuh kembang
anaksesuai dengan dunia anak, yakni bermain. Melalui permainan nak dapat memahami,
mengekspresikan dan belajar mengendalikan emosinya seiring dengan pertumbuhan dan
perkembangan anak. Emosi anak perlu dipahami para guru agar dapat mengarahkan emosi negatif
menjadi emosi positif sesuai dengan harapan sosial. Untuk merealisasikan kemampuan sosial
emosional anak diperlukan faktor-faktor pendukung diantaranya adalah dengan menggunakan
media.
Salah satu media yang dianggap tepat bagi anak TK adalah media gambar. Gambar
merupakan salah satu media pembelajaran yang sangat dikenal di dalam setiap kegiatan
pembelajaran. Media gambar merupakan media yang mempunyai peranan penting untuk melatih
kinerja otak kanan sehingga kartu gambar dapat menyeimbangkan antara otak kanan dan otak
kiri. Gambar sederhana merupakan salah satu media yang tepat untuk mempermudah berhitung
dan tidak perlu diproyeksikan untuk mengamatinya. Melalui gambar dapat ditunjukkan sesuatu
yang jauh dari jangkauan pengalaman anak. Selain itu, juga dapat memberikan gambaran tentang
maksud bacaan yang ada, didalamnya. Media gambar yang disajikan berupa gambar-gambar yang
dilengkapi dengan kata-kata dan memperlihatkan berbagai kegiatan lingkungan anak.Melalui
gambar guru dapat menerjemahkan ide-ide, abstrak dalam bentuk yang lebih nyata.
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakuan di TK Kartika 1-18 Amplas. Penelitian dilaksanakan pada Semester
Ganjil Tahun Pelajaran 2015/2016. Subjek penelitian adalah anak kelompok B TK Kartika 1-18
Amplas sebanyak 20 orang. Objek penelitian ini adalah kemampuan sosial emosional anak.
Jenis penelitian yang akan dilaksanakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action
Research). Prosedur penelitian tindakan kelas untuk Siklus I dan Siklus II seperti terlihat pada
Pedagogik Vol 11 No. 1, Mei 2016
81
bagan di bawah ini.
Gambar 1. Model Kemmis dan Mc Taggart (dalam Arikunto, 2010:97)
Alat pengumpul data yang digunakan penelitian ini adalah wawancara dan observasi. Analisis
data pada penelitian ini adalah analisis deskriptif. Analisis ini dihitung dengan menggunakan
skala Likers 4 untuk anak yang berkembang sangat baik (BSB), 3 untuk anak berkembang sesuai
harapan (BSH), 2 untuk anak mulai berkembang (MB), dan 1 untuk belum berkembang (BB).
Hasil Penelitian
Siklus I
Kemampuan sosial emosional anak pada siklus I ini merupakan kemampuan sosial emosional
setelah mengikuti pembelajaran tema lingkungan dengan menggunakan media gambar yang
menarik yang dirancang sedemikian rupa dalam memberi stimulus pembelajaran kepada anak TK
Kartika 1-18 Amplas Medan. Perilaku anak selama belajar dan saat bermain dengan temannya
masih belum mencapai perkembangan yang diharapkan dan anak masih banyak cuek dan
mementingkan diri sendiri tanpa perduli dengan temannya, serta anak belum terbiasa berprilaku
yang lebih baik.
Hasil observasi kemampuan sosial emosional anak pada siklus I dapat dilihat pada table
berikut.
Pedagogik Vol 11 No. 1, Mei 2016
82
Tabel 1. Kemampuan Sosial Emosional Anak pada Siklus I
No Aspek Pengamatan Hasil Pengamatan Rata-
rata Persentase
BB MB BSH BSB Jumlah
1 Dapat bekerja sama dengan
teman 4 4 7 5 53 2,65 60%
2 Mau berbagi dengan teman 3 4 10 3 53 2,65 65%
3 Mau meminjamkan miliknya 4 6 8 2 48 2,4 50%
4 Sabar menunggu giliran 3 7 8 2 49 2,45 50%
5 Antusias ketika melakukan
kegiatan 4 5 6 5 52 2,6 55%
6 Berbicara dengan tidak
berteriak 3 6 4 7 55 2,75 55%
7 Datang ke sekolah tepat
waktu 3 3 7 7 58 2,9 70%
8 Mentaati aturan permainan 3 5 6 6 55 2,75 60%
9 Suka menolong 5 6 5 4 48 2,4 45%
10 Melakukan tugas sendiri
sampai selesai 4 3 6 7 56 2,8 65%
11 Bertanggung jawab akan
tugasnya 4 4 5 7 55 2,75 60%
12 Menunjukkankebanggaan
akan tugasnya 4 6 4 6 52 2,6 50%
13 Dapat memuji teman 5 7 4 4 47 2,35 40%
14 Menghargai keunggulan
orang lain 3 7 4 6 53 2,65 50%
Berdasarkan data di atas diketahui bahwa pada siklus I dengan 14 indikator penilaian bahwa
pencapaian perkembangan secara keseluruhan baru sebesar 55,56%. Rata-rata kemampuan anak
mencapai 2,62. Ternyata kemampuan sosial emosional anak masih belum memadai dari yang
diharapkan dan akan melanjutkan ke siklus berikutnya yaitu siklus II. Hal ini dimungkinkan guru
dan anak belum terbiasa dalam metode bermain melalui media gambar dan pembelajaran yang
diberikan selama ini kurang variatif.
Grafik pencapaian perkembangan anak dapat dilihat di bawah ini.
Gambar 2. Grafik Kemampuan Sosial Emosional Anak pada Siklus I
Pedagogik Vol 11 No. 1, Mei 2016
83
Berdasarkan grafik di atas secara keseluruhan kemampuan sosial emosional anak kelompok B
TK Kartika 1-18 Amplas Medan yang diamati bahwa anak yang belum berkembang (BB)
sebanyak 2 orang (10%), mulai berkembang (MB) sebanyak 6 orang anak (30%), anak
berkembang sesuai harapan (BSH) sebanyak 8 orang (40%) dan anak yang berkembang sangat
baik (BSB) sebanyak 4 orang (20%).
Berdasarkan pelaksanaan kegiatan yang dilaksanakan pada siklus pertama dan observasi yang
dilaksanakan selama pembelajaran didapatkan data bahwa masih banyak anak belum terlatih dan
terbiasa bersikap sabar dalam beraktivitas, kurang mau bekerja sam dengan temannya, kurang
mau berbagi dalam hal apapun, tidak mau meminjamkan miliknya kepada temannya, tidak
semangat belajar dan bermain, kurang menghargai hasil karya temannya, bahkan masih ada
terlihat perilaku anak yang suka mengganggu temannya dan memukul temannya serta mencoret-
coret buku temannya.
Berdasarkan hal tersebut guru masih perlu membenahi metode pengajaran dan meningkatkan
kualitas serta kreativitas mengajar. Dalam memberikan motivasi dan arahan atau bimbingan di
saat ini sangat diperlukan pendekatan guru agar lebih diutamakan. Dengan demikian, pada siklus
selanjutnya yaitu siklus kedua, perbaikan metode mengajar terletak pada motivasi dan semangat
dari guru agar anak lebih termotivasi belajarnya dan mau bertanya serta berani mengungkapkan
pikirannya tanpa paksaan dari pihak manapun. Jadi yang lebih utama bagi guru adalah memahami
benar karakteristik peserta didik.
Siklus II
Sebelum proses pembelajaran dilaksanakan terlebih dahulu peneliti mempersiapkan alat
peraga berupa media gambar yang digunakan untuk mengoptimalisasikan kemampuan sosial
emosional anak baik dalam belajar maupun diwaktu bermain bersama teman-temannya. Adapun
alat peraga berupa media gambar, peneliti rancang menggunakan gambar-gambar yang sesuai
dengan tema lingkungan yang berhubungan dengan sosial emosional anak yang dimodifikasi
dengan warna yang menarik yang dilekatkan pada tiap kardus agar lebih mudah mengajarkannya
kepada anak dan anak dapat lebih jelas melihat gambar tersebut. Hal ini guna merangsang anak
untuk lebih meningkatkan kerjasama, suka menolong, melatih kesabarannya dan memahami
aturan bermain terhadap teman-temannya.
Observasi yang dilakukan pada proses pembelajaran pada Siklus II dapat dilihat pada tabel
berikut.
Pedagogik Vol 11 No. 1, Mei 2016
84
Tabel 2. Kemampuan Sosial Emosional Anak pada Siklus II
No Aspek Pengamatan Hasil Pengamatan Rata-
rata Persentase
BB MB BSH BSB Jumlah
1 Dapat bekerja sama dengan
teman - 4 12 4 60 3 80%
2 Mau berbagi dengan teman - 3 14 3 60 3 85%
3 Mau meminjamkan miliknya - 2 12 6 64 3,2 90%
4 Sabar menunggu giliran - - 11 9 69 3,45 100%
5 Antusias ketika melakukan
kegiatan - 2 8 10 68 3,4 90%
6 Berbicara dengan tidak
berteriak - 1 9 10 69 3,45 95%
7 Datang ke sekolah tepat
waktu - 5 10 5 60 3 75%
8 Mentaati aturan permainan - 2 8 10 68 3,4 90%
9 Suka menolong - 2 11 7 65 3,25 90%
10 Melakukan tugas sendiri
sampai selesai - 2 8 10 68 3,4 90%
11 Bertanggung jawab akan
tugasnya - 1 12 7 66 3,3 95%
12 Menunjukkankebanggaan
akan tugasnya - 1 11 8 67 3,35 95%
13 Dapat memuji teman - - 11 9 69 3,45 100%
14 Menghargai keunggulan
orang lain - 1 13 6 65 3,25 95%
Berdasarkan data di atas dapat diketahui bahwa pada siklus II pencapaian perkembangan
kemampuan sosial emosional anak secara keseluruhan sudah mencapai 90,72%. Hal ini terlihat
kemajuan dari metode bermain melalui media gambar pada anak kelompok B di TK Kartika 1-18
Amplas Medan, sedangkan rata-rata kemampuan anak adalah 3,27.
Grafik pencapaian perkembangan anak dapat dilihat di bawah ini.
Gambar 3. Grafik Kemampuan Sosial Emosional Anak pada Siklus II
Pedagogik Vol 11 No. 1, Mei 2016
85
Berdasarkan grafik di atas secara keseluruhan kemampuan sosial emosional anak kelompok B
TK Kartika 1-18 Amplas Medan yang diamati bahwa anak yang belum berkembang (BB)
sebanyak 0 orang (0%), mulai berkembang (MB) sebanyak 2 orang anak (10%), anak
berkembang sesuai harapan (BSH) sebanyak 10 orang (50%) dan anak yang berkembang sangat
baik (BSB) sebanyak 8 orang (40%). Jadi kemampuan sosial emosional anak pada siklus II ini
telah mencapai perkembangan yang diharapkan.
Kegiatan pada siklus II ini berlangsung dengan baik. Hal ini disebabkan karena kegiatan
media gambar ini belum pernah diterapkan sebelumnya, sehingga mampu menarik perhatian dan
minat anak untuk mengikuti proses belajar mengajar. Begitu pula saat gurumemperagaakan
gambar, anak-anak terlihat serius mengikuti kegiatan tersebut dan sesekali anak mengeluarkan
pertanyaan dan pendapat.Berdasarkan pelaksanaan kegiatan yang dilaksanakan pada siklus kedua
ini didapatkan rata-rata kemampuan sosial emosional anak melalui media gambar mencapai 3,27
atau sebesar 90,72%. Hasil ini menunjukkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan media
gambar dapat meningkatkan kemampuan sosial emosional anak dalam berperilaku baik dalam
berbagi, bersabar, bekerja sama, menghargai orang lain, sehingga peneliti tidak perlu lagi
mengadakan perbaikan tindakan untuk melanjutkan pada siklus berikutnya. Keberhasilan ini
terkait dengan mulai terbiasanya guru dan siswa dalam menggunakan media gambar ata pada
pembelajaran pengoptimalisasian kemampuan sosial emosional anak.
Pada pelaksanaan Siklus II guru juga memberikan kegiatan dalam pembelajaran yang
menggunakan media gambar dan lembar kegiatan siswa. Namun, bila dibandingkan hasil yang
dicapai oleh siswa pada siklus I, mengalami peningkatan walaupun belum mencapai 90%.
Dengan mempedomani tes awal, siklus I dan siklus II, maka menunjukkan bahwa hambatn dan
kendala yang dihadapi anak dalam berinteraksi, bersabar, berbagi, antusias bekerja dan
sebagainya.
Simpulan dan Saran
Berdasarkan analisis data yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa media gambar
dapat mengoptimalisasikan kemampuan sosial emosional anak Kelompok B di TK Kartika 1-18
Amplas Medan. Secara khusus dapat disimpulkan bahwa:
1. Penerapan media gambar dapat mengoptimalisasikan kemampuan sosial emosional pada anak
kelompok B di TK Kartika 1-18 Amplas Medan. Hal ini ditunjukkan dari hasil penelitian
yang didapatkan bahwa pada siklus I mencapai 55,36% dengan rata-rata kemampuan 2,62
dan pada siklus II mencapai 90,72% dengan rata-rata kemampuan 3,27.
2. Pembelajaran dengan menggunakan media gambar juga mampu mengasah kecerdasan emosi
anak yang berkaitan dengan hubungan berinteraksi dengan orang lain, karena membiasakan
anak anak untuk bekerja sama dengan orang lain dan teman sebayanya.
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka disarankan:
1. Guru sebaiknya menggunakan media gambar dalam mengembangkan social emosional anak
2. Sekolah sebaiknya memfasilitasi media pembelajaran yang dibutuhkan guru dalam
menunjang keberhasilan proses perkembangan anak.
Pedagogik Vol 11 No. 1, Mei 2016
86
Daftar Pustaka
Aisyah, Siti. 2007. Perkembangan dan Konsep Dalam Pengembangan Anak Usia Dini. Jakarta:
Universitas Terbuka.
Arikunto. 2010. Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta: Bumi Aksara.
Hildayani, Rini. 2004. Psikologi Perkembangan Anak. Jakarta: Universitas Terbuka.
Masitoh dkk. Strategi Pembelajaran TK. Jakarta: Universitas Terbuka.
Iva, Noor Laila. 2010. PAUD. Yogyakarta: Pinus.
Yuliani, 2009. Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Indeks.
Pedagogik Vol 11 No. 1, Mei 2016
111
PENGARUH LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK TERHADAP
PEMBENTUKAN SIKAP EMPATI PADA SISWA KELAS XI
SMK AL WASHLIYAH TELADAN MEDAN
Azhar, Enny Fitriani1) dan Zakiah Hasibuan2)
1)Dosen FKIP UMN Alwashliyah dan 2)Mahasiswa UMN Al Washliyah
Abstrak
Peneliti ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh bimbingan kelompok terhadap
pembentukan sikap empati pada siswa kelas XI SMK Al Washliyah Teladan
Medan Tahun Ajaran 2016/2017. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas
XI SMK Al Washliyah Teladan Medan Tahun Ajaran 2016/2017 yang berjumlah
10 siswa. Desain penelitian yang digunakan yaitu desain pre-test dan post-test.
Untuk memperoleh data peneliti menggunakan intrumen skala sikap empati yang
berjumlah 30 butir, namun setelah di uji cobakan ternyata terdapat 3 butir angket
yang tidak valid, sehingga angket yang digunakan dalam penelitian ini hanya 27
butir. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pembentukan sikap empati
sebelum diberikan layanan bimbingan kelompok pada siswa kelas X SMK Al
Washliyah Teladan Medan berada pada kategori rendah, hal ini dapat dilihat
berdasarkan nilai rata-rata skor sikap emapti siswa sebelum diberi layanan
sebesar = 76,5.. Selanjutnya, pembentukan sikap empati siswa setelah diberikan
layanan bimbingan kelompok pada siswa kelas X SMK Al Washliyah Teladan
Medan hal ini dapat dilihat berdasarkan nilai rata-rata skor pembentukan sikap
empati siswa setelah diberi layanan sebesar =121,2 , maka disimpulkan bahwa
pembentukan sikap empati siswa kelas XI SMK Al Washliyah Teladan Medan
berada pada kategori tinggi. Berdasarkan hasil perhitungan diketahui bahwa nilai
thitung > ttabel = (7,844> 2,262), dengan demikian hipotesis yang berbunyi ada
pengaruh yang signifikan bimbingan kelompok terhadap pembentukan sikap
empati pada siswa kelas XI SMK Al Washliyah Teladan Medan Tahun Ajaran
2016/2017 dapat diterima kebenarannya.
Kata Kunci: Layanan Bimbingan Kelompok, Pembentukan Sikap Empati
Pendahuluan
Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal terdiri dari tiga komponen yang merupakan sub
sistem, meliputi bidang administrasi dan supervisi, bidang pengajaran serta bidang bimbingan dan
konseling. Ketiga komponen ini bertujuan untuk mencapai tujuan pendidikan sekolah.Mengingat
banyaknya siswa yang kurang memiliki sikap empati terhadap sesama teman di sekolah maka
perlu diberikan bantuan kepada siswa berupa bimbingan, baik itu dari guru bidang studi ataupun
dari guru pembimbing. Namun diharapkan peran yang lebih besar yaitu peran guru pembimbing
itu sendiri. Salah satu bantuan yang dapat diberikan oleh sekolah yaitu melalui pelayanan yang
dilakukan oleh guru bimbingan dan konseling yaitu layanan bimbingan dan kelompok.
Tohirin. (2013:164). Menyatakan bahwa “Bimbingan kelompok merupakan suatu cara
memberikan bantuan (bimbingan) kepada individu (siswa) melalui kegiatan kelompok”. Dalam
Pedagogik Vol 11 No. 1, Mei 2016
112
layanan bimbingan kelompok, aktivitas, dan dinamika kelompok harus diwujudkan untuk
membahas sebagai hal yang berguna bagi pengembangan atau pemecahan masalah individu
(siswa) yang menjadi peserta layanan.
Sesuai dengan pernyataan di atas layanan bimbingan kelompok merupakan salah satu jenis
layanan yang tepat digunakan untuk mencegah berkembangnya masalah-masalah yang dihadapi
siswa secara berkelompok. Bimbingan kelompok juga merupakan lingkungan yang kondusif yang
dapat memberikan kesempatan bagi anggotanya untuk menambah penerimaan diri dan orang lain,
memberikan ide, perasaan, dukungan bantuan alternatif (pemecahan masalah) dan mengambil
keputusan yang tepat. Suasana ini dapat menumbuhkan perasaaan berarti bagi anggota yang
selanjutnya juga dapat menambah kean yang positif.
Layanan bimbingan kelompok memiliki kelebihan diantaranya dapat membantu siswa di
dalam memecahkan masalah-masalah pendidikan, mengatasi kelemahan dan usaha-usaha
penanggulangannya, mengembangkan bakat dan minat siswa. Sedangkan kelemahannya adalah
tidak semua masalah yang dihadapi oleh anak dapat teratasi. Namun demikian, dengan adanya
layanan bimbingan kelompok ada kecenderungan siswa akan lebih mampu beradaptasi sesuai
dengan situasi dan kondisi yang ada atau dengan kata lain siswa akan lebih mampu berperilaku
dan bersikap secara wajar, seperti memiliki sikap mental yang baik, sikap kepedulian terhadap
orang lain (solidaritas), dan berusaha untuk ikut merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain
(empati).
Diharapkan layanan bimbingan kelompok ini dijadikan suatu sarana dalam menumbuhkan
pemahaman nilai-nilai positif bagi siswa khususnya sikap kean yang dibentuk dengan pendekatan
secara personal dan secara kelompok. Mereka juga merasa mendapat pembinaan dan informasi
untuk mengembangkan keannya.
Dalam buku Psikologi Remaja dijelaskan bahwa: “Sikap empati adalah kecenderungan
seseorang untuk merasa apa yang dirasakan oleh orang lain, seperti: merasa sedih melihat
teman/orang lain yang mendapatkan suatu musibah dan menghindari masa bodoh” (Sujanto, 2001
: 39). Sementara itu dalam dalam buku Ledakan EQ dijelaskan bahwa: “Empati adalah
kemampuan untuk menyadari, memahami, dan menghargai perasaan dan pikiran orang lain”
(Stein dan Book, 2002 : 139).
Dari kedua pendapat tersebut, maka yang dimaksud dengan sikap empati adalah suatu
kesediaan/kecenderungan dalam menyadari, memahami, menghargai dan merasakan apa yang
dirasakan oleh orang lain, apakah ikut merasa senang, susah maupun bahagia.
Sehubungan dengan penelitian ini, maka yang dimaksud dengan sikap empati adalah
kesediaan atau kecenderungan siswa dalam menyadari, memahami, menghargai dan merasakan
apa yang dirasakan oleh orang lain, apakah ikut merasa senang, susah maupun bahagia pada
siswa SMK Al Washliyah..
Berdasarkan pengamatan saya dan hasil wawancara melaksanakan PPL di bulan Juli sampai
September tahun 2015 dengan guru bimbingan dan konseling (BK) di SMA Prayatna Medan di
sekolah kenyataan yang terjadi saat di lapangan, menunjukkan adanya gejala bervariasi, dimana
ada para siswa yang mendapatkan layanan bimbingan kelompok, akan cenderung memiliki sikap
empati yang lebih baik dibandingkan dengan para siswa yang tidak mendapatkan layanan
Pedagogik Vol 11 No. 1, Mei 2016
113
bimbingan kelompok, seperti siswa menunjukkan sikap yang prihatin apabila ada salah seorang
temannya mendapatkan suatu musibah dan ikut merasa gembira dan bahagia apabila ada
temannya mendapatkan suatu prestasi dan sebagainya. Pada sisi lain, ada pula para siswa yang
mendapatkan layanan bimbingan kelompok tidak mengalami perubahan yang lebih baik, dengan
kata lain tidak memiliki sikap empati terhadap orang lain, karena menunjukkan sikap yang iri
apabila ada temannya mendapatkan suatu prestasi dan suka cuek apabila ada temannya
mendapatkan suatu musibah dan sebagainya.
Sikap empati yang merupakan kecenderungan seseorang dalam ikut merasakan apa yang
dirasakan orang lain merupakan faktor kesuksesan dalam belajar siswa dan dalam melakukan
interaksi sosial. Oleh sebab itu sikap empati tersebut harus dikembangkan pada diri siswa. Guru
bimbingan konseling mempunyai peran yang sangat penting dalam mengembangkan sikap empati
siswa tersebut dengan memberikan pengarahan kepada siswa akan pentingnya memahami apa
yang sedang dirasakan oleh temannya. Mulai dari teman satu meja, teman satu kelas sampai pada
teman satu sekolah. Sikap empati yang telah terbangun di lingkungan sekolah tersebut akan
berkembang dan juga terbawa ketika siswa berada dalam lingkungan sosial mereka dan
berpengaruh pada keberhasilan mereka dalam berinteraksi ketika mereka berada di lingkungan
sosial.
Kemampuan dalam memahami dan mengerti apa yang dirasakan orang lain akan akan sangat
berpengaruh pada keakraban siswa dengan teman-teman nya. Seorang siswa yang mampu
memahami teman-teman di sekitarnya akan lebih disukai dan akan menonjol dalam interaksi
sosial dari pada siswa yang kurang peka terhadap perasaan dan apa yang terjadi pada temannya.
Dengan demikian menumbuhkan sikap empati pada diri siswa adalah sangat penting dalam
menciptakan siswa yang memiliki katakter yang baik.
Metode Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Desain yang
digunakan dalam penelitian ini adalah desain pre-test dan post-test group yang polanya seperti
berikut:
Tabel 1. Desain Penelitian
Pre Test Perlakuan Post Test
O1 X O2
Keterangan:
O1 : Pre-test diberikan sebelum melakukan layanan bimbingan kelompok.
X : Perlakuan/treatment (layanan bimbingan kelompok).
O2 : Post-test diberikan setelah melakukan layanan bimbingan kelompok.
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai
kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian
ditarik kesimpulannya.
Pedagogik Vol 11 No. 1, Mei 2016
114
Adapun populasi dari penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI di SMK Al-Washliyah
Teladan Medan tahun ajaran 2016-2017 sebanyak lima kelas.
Tabel 2 Populasi Siswa Tiap Kelas XI
No Kelas Jumlah
1 XI AK 1 30 Siswa
2 XI AK 2 30 Siswa
3 XI AP 1 27 Siswa
4 XI AP 2 28 Siswa
5 XI AP 3 25 Siswa
Jumlah 140 Siswa
Sampel adalah sebagian yang diambil dari populasi dan harus representatif dalam arti segala
karakteristik populasi hendaknya harus tercerminkan pula dalam sampel yang diambil.
Adapun jumlah sampel dalam penelitian ini adalah sebesar 10 orang berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan yang dilakukan oleh peneliti.
Teknik Analisis Data
Analisis data adalah suatu cara untuk menganalis atau mengolah data yang diperoleh selama
peneliti mengadakan penelitian. Menggunakan one group pre-test and posttest design, maka
rumus yang digunakan adalah:
)1(
2
d
Mdt
x
Keterangan:
Md : Mean dari defiasi (d) antara post-test dan pre-test.
Xd : Perbedaan devisi dengan mean deviasi.
N : Banyaknya subjek
df : Atau db adalah N – 1 (Arikunto, 2010:139)
Hasil Penelitian dan Pembahasan
Berdasarkan hasil analisis data, menunjukkan bahwa terdapat peningkatan Sikap empati
setelah memperoleh layanan bimbingan kelompok. Dari analisis data penelitian, diketahui bahwa
rata-rata tingkat konsep diri setelah memperoleh layanan bimbingan kelompok lebih tinggi
dibandingkan dengan sebelum memperoleh layanan bimbingan kelompok yang didalamnya
membahas tentang sikap empati, berdasarkan hasil analisis data, terbukti bahwa ada pengaruh
yang signifikan antara pemberian layanan bimbingan kelompok terhadap sikap empati siswa
SMK Al Washliyah Teladan Medan. Hal ini di tunjukkan dengan perhitungan uji t (thutung > ttabel
atau ( 7,844 > 2,262)
Pedagogik Vol 11 No. 1, Mei 2016
115
Dari hasil analisis data test awal (pre-test) diperoleh skor rata-rata sikap emapti =76,5 ,
sedangkan setelah pemberian layanan bimbingan kelompok (post-test) diperoleh rata-rata sikap
empati =121,2 , artinya rata-rata konsep diri siswa setelah mendapat layanan layanan bimbingan
kelompok lebih tinggi dari pada sebelum mendapat layanan bimbingan kelompok (post test > pre
tes), artinya ada pengaruh yang signifikan antara pemberian layanan bimbingan kelompok
terhadap sikap empati siswa SMK Al Washliyah teladan Medan.
Dalam hal ini semakin sering dilakukan layanan bimbingan kelompok maka akan semakin
baik terhadap pembentukan sikap emapti siswa SMK Al Washliyah Teladan Medan. Maka
hipotesis ini menyatakan “adakah pengaruh fositif dan signifikan pelaksanaan bimbingan
kelompok terhadap pembentukan sikap empati siswa SMK Al Washliyah Teladan Medan” dapat
diterima.
Kesimpulan dan Saran
Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa ada Pengaruh Terhadap Pemberian Layanan
Bimbingan Kelompok Terhadap Pembentukan Sikap Empati Siswa Kelas X SMK Al Washliyah
Teladan Medan TA. 2016-2017.
Saran yang dapat dikemukakan dari peneliti yang telah dilaksanakan di SMK Al Washliyah
Teladan Medan adalah: 1. Guru pembimbing hendaknya mengaktifkan kegiatan layanan
bimbingan kelompok dalam usaha meningkatkan wawasan mengenai Sikap Empati sehingga
siswa dapat bersikap terbuka dan berempati. 2.Guru pembimbing hendaknya lebih mendekatkan
diri dengan peserta didik agar peserta didik dapat secara terbuka menyampaikan empatinya
ataupun lebih membuka diri kepada orang lain disekitarnya. 3. Bagi siswa diharapkan agar
melalui bimbingan kelompok yang diberika perlakuan sikap empati yang ada pada dirinya dapat
bertambah. 4. Bagi peneliti berikutnya yang ingin meneliti tentang sikap emapti siswa dapat
meneliti lebih lanjut hal-hal yang mungkin memiliki pengaruh terhadap variabel tersebut dengan
subjek peneliti yang berbeda serta bisa sebagai bahan referensi tentang konsep diri dan dapat
digunakan untuk mengembangkan karya tulis dimasa yang akan datang.
Daftar Pustaka
Arikunto, Suharsimi. 2012. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi aksara.
Arikunto, Suharsimi. 2013. Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka
Cipta.
Daryanto, 2005, Kamus Umum Besar Bahasa Indonesia, PN. Balai Pustaka, Jakarta.
Gerungan, WA, 2000, Psikologi Sosial, PT. Eresco, Bandung.
Gunarsa, Ny. Y. Singgih dan Singgih D. Gunarsa, 2002, Psikologi Untuk Membimbing, BPK
Gunung Mulia, Jakarta.
http://repository.ubaya.ac.id/3480/1/Menumbuhkan Rasa Empati.
Pedagogik Vol 11 No. 1, Mei 2016
116
Margono, S, 2004, Metodologi Penelitian Pendidikan, Rineka Cipta, Jakarta.
Nasution, Ahmad Sukri. Dkk. 2013. Pedoman Penulisan Skripsi Mahasiswa Fakultas Keguruan
Dan ilmu pendidikan UMN Al-Washliyah. Medan: Universitas Muslim Nusantara Al-
Washliyah.
Nasution, S, 2000, Metodologi Research Penelitian Ilmiah, Bumi Aksara, Jakarta .
Nawawi, Hadari, 2006, Psikologi Kean, Gunung Agung, Jakarta.
Prayitno, 2008, Wawasan Bimbingan dan Konseling di Sekolah, Depdikbud, Jakarta
Prayitno. Amti Erman. 2004. Dasar-Dasar Bimbingan Dan Konseling. Jakarta. Rineka Cipta.
Saam , Zulfan. 2013. Psikologi konseling. Jakarta: rajawali Grafindo.
Sedanayasa, Gede. 2004. Pengembangan Pribadi Konselor. Graha Ilmu. Jakarta.
Soepomo, 2002, Statistik Inferensial, Usaha Nasional, Surabaya.
Sugiono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R & D. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono, 2003, Statistik Non Parametris Untuk Penelitian, CV. Alfabeta, Bandung
Sujanto, Agus, 2001, Psikologi Remaja, Rajawali Press, Jakarta.
Taufik, 2013.Empati.Rajawali Press.Jakarta.
Tohirin. 2013. Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah (Berbasi Integrasi). Jakarta:
raja Grafindo Persada.
Winkel & Sri Hastuti. 2004. Konseling di Institusi Pendidikan. Yogyakarta: Media Abadi.