27
1 Pena Kampus Edisi XX September 2012 D alam kehidupan berbangsa dan Negara, andil masyarakatmutlak diperlukan. Hal tersebut bertu- juan agar suatu negara berjalan dengan baik. Sehingga diperlukan pemikiran, gagasan,serta ide-ide kritis dalam rang- ka perbaikan bangsa ini. Begitu pun, bagi mahasiswa. Mereka yang sering digadang - gadang sebagai agen perubahan (agent of change) di negara ini seharusnya mampu memberi- warna yang berbeda di tengah masyara- kat. Tentunya, tokoh akademis memiliki cara berbeda dalam menuangkan pemiki- ran tersebut. Salah satunya keberadaan Pers Mahasiswa Pena Kampus (PEKA) Universitas Muria Kudus. Melalui dunia tulis-menulis, berbagai aspirasi pun dapat tersampaikan. Bukan hanya menyajikan kritik, fakta dan realita juga disuguhkan. Libur panjang merupakan sebuah mo- mok tersendiri bagi para pegiat organisasi kampus. Tak kecuali bagi Tim Redaksi Majalah PEKA XX. Di tengah suasana sepi kampus, libur semester genap, kami tetap berusaha keras dalam proses pem- buatan majalah ini. Belum lagi momen- tum Ramadan disambut dengan ritual dan ibadah. Narasumber sulit ditemui tampak- nya hambatan kecil bagi kami. Namun, kami pantang menyerah. Semua itu kami jadikan penyemangat untuk menyelesaikan penerbitan kali ini. Tim redaksi senantiasa kami andalkan. Dengan sepenuh usaha dan ikhtiar,kami berusaha menyajikan informasi baru dan aktual. Pada Edisi XX ini, PEKA Laporan Utama (Laput) dengan tema “Pasar Modern Kepung Pasar Tradisional di Kudus”. Sektor perdagangan di Kota Kudus notabenenya Kota terkecil di Jawa Tengah tetap ramai. Perekonomian di Kudus salah satu alasan para pengua- saha retail besar untuk mendirikan mall dan minimarket. Baru-baru ini, Kudus diramaikan dengan pusat perbelanjaan hypermart dan swalayan. keberadaa pusat perdagangan tersebut menjadi an- caman bagi pasar tradisional. Bicara Laporan Khusus (Lapsus), kami berusaha melakukan penelusuran terhadap salah satu mata kuliah wajib di UMK yakni ‘Kuliah Kerja Lapangan (KKL)’. Kami berusaha melakukan wawancara dengan sejumlah sivitas kebi- jakan di bidang kurikulum dan sejumlah pemangku kebijakan di masing-masing fakultas. Apakah pelaksanaan KKL mem- beri esensi bagi mahasiswa atau tidak. Selain Laput dan Lapsus, Majalah PEKA tetap menghadirkan berita Seputar Kampus, Wacana, dan Opini dari sivitas UMK, Resensi, Puisi, dan Cerpen. Tak ketinggalan, rubrik Lifestyle ada warna dan kesan baru. Salam hangat kami sampaikan kepada semua pembaca setia Majalah PEKA ini. Baik mahasiswa baru, lama, maupun se- luruh sivitas akademika. ‘Tak ada gading yang tak retak’, begitu tamsilnya. Saran serta kritik konstruktif kami harapkan. Agar majalah tercinta ini selalu menjadi pilihan terbaik bagi para pembaca. Selamat membaca! Dari Redaksi Diterbitkan Oleh : UKM JURNALISTIK Divisi penerbitan Universitas Muria Kudus Periode 2012 – 2013 Pelindung Rektor UMK Pengarah Pembantu Rektor III Dewan Redaksi Zamhuri, S.Ag Penanggung Jawab Sri Haryati Pemimpin Umum Karmila Sari Sekretaris Umum Ulum Minnafiah Bendahara Annisa Puspa Dhara Pemimpin Redaksi Septianti Sekretaris Redaksi Rizka Haryani Redaktur Pelaksana Titik Malikah Fotografer Mukhlisin Reporter Onik R., Farah Dina Y., Naili S. M., Elsya, Lina, Yusrifah, Tri Puji A., Nurus S., Idni Irsalina, Weny R., Hanif, Khoir, Erlina, Khurotul lailis, Dian, Miftahul Ulum.

PEKA Edisi XX

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Majalah LPM Pena Kampus Universitas Muria Kudus

Citation preview

Page 1: PEKA Edisi XX

1Pena Kampus Edisi XX September 2012

Dalam kehidupan berbangsa dan Negara, andil masyarakatmutlak diperlukan. Hal tersebut bertu-

juan agar suatu negara berjalan dengan baik. Sehingga diperlukan pemikiran, gagasan,serta ide-ide kritis dalam rang-ka perbaikan bangsa ini.

Begitu pun, bagi mahasiswa. Mereka yang sering digadang - gadang sebagai agen perubahan (agent of change) di negara ini seharusnya mampu memberi-warna yang berbeda di tengah masyara-kat. Tentunya, tokoh akademis memiliki cara berbeda dalam menuangkan pemiki-ran tersebut. Salah satunya keberadaan Pers Maha siswa Pena Kampus (PEKA) Uni ver sitas Muria Kudus. Melalui dunia tulis-menulis, berbagai aspirasi pun dapat tersampaikan. Bukan hanya menyajikan kritik, fakta dan realita juga disuguhkan.

Libur panjang merupakan sebuah mo-mok tersendiri bagi para pegiat organisasi kampus. Tak kecuali bagi Tim Redaksi Majalah PEKA XX. Di tengah suasana sepi kampus, libur semester genap, kami tetap berusaha keras dalam proses pem-buatan majalah ini. Belum lagi momen-tum Ramadan disambut dengan ritual dan ibadah. Narasumber sulit ditemui tampak-nya hambatan kecil bagi kami.

Namun, kami pantang menyerah. Semua itu kami jadikan penyemangat untuk menyelesaikan penerbitan kali ini. Tim redaksi senantiasa kami andalkan.Dengan sepenuh usaha dan ikhtiar,kami berusaha menyajikan informasi baru dan aktual.

Pada Edisi XX ini, PEKA Laporan

Utama (Laput) dengan tema “Pasar Modern Kepung Pasar Tradisional di Kudus”. Sektor perdagangan di Kota Kudus notabenenya Kota terkecil di Jawa Tengah tetap ramai. Perekonomian di Kudus salah satu alasan para pengua-saha retail besar untuk mendirikan mall dan minimarket. Baru-baru ini, Kudus diramaikan dengan pusat perbelanjaan hypermart dan swalayan. keberadaa pusat perdagangan tersebut menjadi an-caman bagi pasar tradisional.

Bicara Laporan Khusus (Lapsus), kami berusaha melakukan penelusuran terhadap salah satu mata kuliah wajib di UMK yakni ‘Kuliah Kerja Lapangan (KKL)’. Kami berusaha melakukan wawancara dengan sejumlah sivitas kebi-jakan di bidang kurikulum dan sejumlah pemangku kebijakan di masing-masing fakultas. Apakah pelaksanaan KKL mem-beri e sensi bagi mahasiswa atau tidak.

Selain Laput dan Lapsus, Majalah PEKA tetap menghadirkan berita Seputar Kampus, Wacana, dan Opini dari sivitas UMK, Resensi, Puisi, dan Cerpen. Tak ketinggalan, rubrik Lifestyle ada warna dan kesan baru.

Salam hangat kami sampaikan kepada semua pembaca setia Majalah PEKA ini. Baik mahasiswa baru, lama, maupun se-luruh sivitas akademika. ‘Tak ada gading yang tak retak’, begitu tamsilnya. Saran serta kritik konstruktif kami harapkan.Agar majalah tercinta ini selalu menjadi pilihan terbaik bagi para pembaca.

Selamat membaca!

Dari Redaksi

Diterbitkan Oleh : UKM JURNALISTIK

Divisi penerbitan Universitas Muria Kudus

Periode 2012 – 2013 Pelindung Rektor UMKPengarah

Pembantu Rektor IIIDewan Redaksi

Zamhuri, S.AgPenanggung Jawab

Sri HaryatiPemimpin Umum

Karmila Sari Sekretaris Umum

Ulum MinnafiahBendahara

Annisa Puspa DharaPemimpin Redaksi

SeptiantiSekretaris Redaksi

Rizka Haryani Redaktur Pelaksana

Titik Malikah Fotografer Mukhlisin Reporter

Onik R., Farah Dina Y., Naili S. M., Elsya, Lina, Yusrifah, Tri Puji A., Nurus S., Idni Irsalina, Weny R., Hanif, Khoir, Erlina,

Khurotul lailis, Dian, Miftahul Ulum.

Page 2: PEKA Edisi XX

32 Pena Kampus Pena KampusEdisi XX September 2012 Edisi XX September 2012

Daftar Isi Surat Pembaca

Butuh Singkronisasi Antar Bidang

Setelah menunggu beberapa tahun, akhirnya Universitas membuat sistem baru di bidang kemahasiswaan yakni por-tal akademi terealisasi. Mempermudah dan mempercepat segala proses yang harus ditempuh mahasiswa di awal se-mester seperti Kartu Hasil Studi (KHS), Kartu Rencana Studi(KRS), Jadwal kuliah dan lain-lain melalui sistem on-line yang flexibel.

Hanya saja perlu juga dipertimbangkan oleh pihak kam-pus saat mencanangkan program tersebut adalah sosialisasi dan singkronisasi antar bidang. Seperti yang saya alami seki-tar tanggal 25 kemarin, mahasiswa FKIP beramai-ramai me-nyerbu sekretariat untuk mengumpulkan KHS yang telah ka-mi cetak. Sungguh disayangkan sekali, dosen bahkan pihak sekretariat pun kurang tahu mengenai peran mereka dalam sistem baru tersebut.

Hal tersebut tentu menimbulkan tanda tanya besar di benak para mahasiswa, kalau pihak dosen dan sekretari-at saja tak tahu, kemana lagi mereka harus mencari tahu? Mahasiswa hanya butuh kejelasan, bila terjadi keterlambatan dalam proses yang merugikan mahasiswa, siapkah pihak universitas bertanggung jawab?

Karenanya, kami sangat berharap pihak universitas mengadakan sosialisasi secara terbuka dimasing-masing fakultas. Memberikan informasi yang jelas mengenai lang-kah apa saja yang harus ditempuh, agar tak rancu lagi men-genai perbedaan sistem yang lama dan baru. Semoga pihak terkait bisa memahami dan mengatasi keadaan ini.

Sobatini, Mahasiswa Pendidikan Bahasa Inggris, Semester 3

Parkir UMK Tidak Rapi dan Sempit

Sepanjang perjalanan menuju kampus para pengg-endara disuguhi udara yang sejuk, kanan kiri dihiasi pepo-honan yang meneduhkan. Namun, saat memasuki gerbang Universitas Muria Kudus (UMK) kenyamanan itu perlahan menghilang. Selain udara berubah menjadi panas, jalannya pun juga sempit karena banyak motor yang diparkir di ping-gir jalan.

Rupanya tempat parkir yang telah disediakan oleh pihak universitas kurang dari cukup, mengingat setiap tahun jum-lah mahasiswanya selalu bertambah. Jadi mahasiswa tidak segan parkir sembarangan, karena tempat parkirnya tetap itu itu saja, sedangkan mahasiswanya bertambah. Oleh karena itu mahasiswa dengan asyik membawa kendaraan mereka menuju gedung fakultas.

Jika kita amati di depan gedung pasti dihiasi dengan mo-tor yang berjejeran tanpa aturan. Sebenarnya masih cukup jika untuk pejalan kaki, namun bagi para mahasiswa yang menggendarai motor tidaklah layak disebut jalan untuk motor. Contohnya di depan gedung Orange, pada hari-hari

tertentu senin misalnya, pasti sesak dengan jumlah motor yang diparkir dari ujung jalan sampai ujung lagi. Tidak tang-gung-tanggung jalan yang hanya seberapa itu dibuat tempat parkir untuk tiga lap motor, sehingga penggendara motor lain susah melaju dijalan itu.

Setiap jalan kini telah disulap menjadi tempat parkir yang praktis, tanpa mengambil karcis. Seyogyanya pihak universitas mengambil solusi supaya jalan tidak menjadi tempat parkir sembarangan. Sediakanlah kawasan yang be-bas parkir, bebas dari gerombolan motor yang menjadikan jalan semakin sempit.

Siti Anisah, Mahasiswa semester 3 PBI

Ayo MembacaSejenak ketika masuk di kawasan Universitas Muria

Kudus (UMK) terlihat begitu banyak mahasiswa yang asyik bersendau gurau. Sebaliknya, hal tersebut jarang kita temui di Perpustakaan UMK yang cukup besar. Mahasiswa masih kurang tertarik dengan menghabiskan waktu untuk memba-ca atau sekedar membuka-buka buku.

Padahal, dengan membaca banyak manfaat yang kita peroleh. Pengetahuan semakin luas juga mengasah pikiran kita . Selain itu, dari membaca kita dapat menemukan perma-salahan-permasalahan baru dan memecahkannya. Sehingga nalar kritis mahasiswa dapat muncul dari membaca.

Setidaknya, kini pihak universitas telah memberikan fasilitas buku bacaan. Hal tersebut dapat kita lihat pada setiap program studi terdapat perpustakaan. Perpustakaan pusat Universitas juga menyediakan berbagai macam buku untuk melengkapi.

Bagi mahasiswa yang tidak sempat pergi ke perpustakaan mereka juga dapat memanfaatkan layanan WiFi yang dise-diakan pihak kampus. Maka dengan mudah mahasiswa

dapat browsing ataupun men down­load­ Ebook. De ngan begitu, bukan tanpa alasan maha-siswa malas untuk membaca.

Kawan, ayo kini saatnya kita warnai kembali kampus kita deng-

an geliat baca maha siswanya. Se hi ngga dalam m e m b e r i k a n opini atau peni-laian pun kita

ber pedoman pada re-fe rensi bahan bacaan yang

kita baca. Membaca memberi-kan banyak manfaat bagi kita. Semoga bermanfaat.

Zicha, Mahasiswa semester 5 jurusan Pendidikan Bahasa

Inggris.

Dari Redaksi ............................................................. 1Daftar Isi .................................................................... 2Surat Pembaca ......................................................... 3Gapura- Memberikan Peran Mahasiswa ................................... 5Laporan Utama- Miliki Pangsa Pasar Sendiri ........................................ 7- Pedagang Tradisional di Tengah Kepungan Retailer ..................................................... 8- Ada Peraturan yang Harus Dipatuhi ........................... 9- Tetap Lestarikan Pasar Tradisional di Kudus ............. 11Opini- Pasar Tradisional di Tengah Kepungan - Pasar Modern di Kabupaten Kudus ............................ 12Laporan Khusus- Berbeda Penerapan, Tujuan Musti Dimaksimalkan ... 14- Masih Perlu, Konsep Harus Ditinjau Ulang ............... 16- Butuh Perhatian Lebih ................................................ 17Karikatur ................................................................... 20 Opini - Kuliah Kerja Lapangan dan Kompetensi .................... 21 Tokoh- Pilih Lokasi Jauh, Padahal Perusahaan Lokal Kelas Internasional .......................................... 22- Berikan Mahasiswa Pengalaman Lebih ..................... 24Lifestyle - Bukan Cara Tepat Mengatasi stres ............................ 26Sudut Kampus- Hobi Perlu Dioptimalkan dan Dikembangkan ............ 28- Sosialisasikan PKM untuk Memacu Mahasiswa ........ 29- Diskusi dan Pementasan Puisi Alam .......................... 29- Pentas Monolog Tiga koma ........................................ 30- TEYLIN; Memunculkan Pembelajaran Anak ............ 30- KRS Online, Lebih Mudah ......................................... 31- Menggagas Ruang Terbuka Hijau .............................. 32Bahasa- Bahasa Ibu VS Bahasa Dominan ................................ 33Opini- Dilematika ala Mahasiswa .......................................... 35- Pendidikan Sebagai Proses Pemerdekaan ................... 36Resensi- Pesan Soegija untuk Bangsa ....................................... 37- Petualangan Tiga Anak Pemulung .............................. 38- Tentang Hujan Lalu .................................................... 39Wacana- Modernisasi Teknologi Pertanian ............................... 40- Menumbuhkan IKM di Kudus .................................... 42Budaya- Dandangan Bukan Sekadar Pasar Malam ................... 43Memoar- Mengejar Mimpi di USA ............................................ 45SastraPuisi............................................................................... 47Cerpen ........................................................................... 50

Pedagang pasar tradisional hanya bisa pasrah. Retailer besar pasar modern kian menge-

pung dari segala penjuru Kota Kudus. Mall dan minimarket semakin mudah dijumpai di perkotaan hingga pelosok desa. Pedagang pasar tradisional

pun semakin tersisih.

PEDAGANG TRADISIONAL DI TENGAH KEPUNGAN RETAILER

BERBEDA PENERAPAN, TUjUAN MUSTI DIMAKSIMALKAN

Penerapan mata kuliah Kuliah Kerja Lapangan (KKL) di Universitas Muria Kudus

(UMK) berbeda di beberapa fakultas. Mulai dari jumlah Satuan Kredit Semester (SKS), model, serta sistematika. Dari keenam fakultas yang ada, berbeda kurikulum. Misalnya di Fakultas

Pertanian (FP) yang meniadakan KKL dan Fakultas Psikologi (FPsi) mewajibkan, tapi

menerapkan dengan nol SKS.

14

26

8

BUKan CaRa TePaT MenGaTaSI STReS

Perkembangan usaha di depan kam-pus Universitas Muria

Kudus (UMK) cukup menjanjikan. Hal ini

karena selalu ramai dan menjadi peluang bisnis

menggiurkan. Sebagian warung tersebut, ada

yang menawarkan fasili-tas tambahan berupa

karaoke.

Page 3: PEKA Edisi XX

54 Pena Kampus Pena KampusEdisi XX September 2012 Edisi XX September 2012

Gapura

Kami Juga Butuh Sosialisasi PKM

Universitas dengan jumlah mahasiswa yang cukup ba-nyak ini seharusnya bisa membantu peran mahasiswa untuk melakukan penelitian. Penelitian bagi mahasiswa bisa dibuat dalam bentuk Progam Kreatifitas Mahasiswa (PKM) atau yang lain. PKM yang difasilitasi oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI) untuk mengasah budaya men-ulis dikalangan mahasiswa. Selain itu, Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah tiap tahunya juga memfasilitasi pem-buatan PKM.

Namun sayang, sosialisasi pembuatan PKM di UMK ter-kesan dikhususkan bagi mahasiswa yang mendapat beasiswa Peningkatan Potensi Akademik (PPA) dan Bantuan Belajar Mahasiswa (BBM) saja. Sedangkan bagi mahasiswa yang tidak mendapatkan beasiswa, tidak bisa mengikutinya.

Memang, mahasiswa yang mendapatkan beasiswa PPA dan BBM diwajibkan untuk membuat PKM. Namun, tidak ada salahnya jika panduan pembuatan PKM bisa disosia-lisasikan kepada semua mahasiswa sejak dini. Sosialisasi ini bisa dilakukan ketika Sapamaba oleh pihak Lembaga Pendidikan (Lemdik) UMK. Sehingga mulai semester satu, mahasiswa bisa membuat PKM serta tahu panduanya. Selain itu, diharapkan bisa membudayakan menulis dikalangan ma-hasiswa UMK sejak dini.

Alfi Muhimmatul Fauziyyah (PGSD semester 5)

Butuh rewardSebagai agent of change, mahasiswa mempunyai andil

besar dalam memajukan bangsa. Pemikiran kritisnya selalu dinanti-nanti untuk mengubah citra negara yang sedang ter-puruk akibat maraknya kasus korupsi. Kiprah mahasiswa dalam mengontrol jalannya pemerintahan merupakan tong-gak perubahan suatu Negara. Reformasi yang dilakukan mahasiswa empat belas tahun lalu adalah bukti aktualisasi mahasiswa untuk mewujudkan suatu perubahan bagi bangsa.

Dalam menuangkan berbagai pemikiran kritisnya, ma-hasiswa melakukan beragam cara. Diantaranya dengan ber-demonstrasi dan tulis menulis di media. Ironisnya, gairah men-ulis di lingkungan Universitas Muria Kudus masih belum terli-hat. Namun, ketika semangat mahasiswa mengemukakan opini di media cetak maupun online mulai menunjukkan eksistensi nya, tak ada reward sedikitpun dari pihak universitas. Padahal tulisan yang terbit di media tersebut juga membawa identitas kampus yang akan semakin dikenal masyarakat luas. Ini juga bagian dari publikasi perguruan tinggi.

Meski tanpa penghargaan dari kampus, nyatanya masih ban-yak mahasiswa yang terus melanjutkan perjuangannya menulis di media massa. Namun, alangkah baiknya jika pihak univer-sitas menunjukkan kepeduliannya terhadap peserta didiknya agar atmosfir tulis-menulis semakin terasa. Dengan menulis, menunjukkan kita telah berada pada zaman peradaban. Jadi, ada reward maupun tidak, mari tetap menulis.

Ullum Minnafiah, Mahasiswa Semester 5 Pendidikan Bahasa Inggris

Surat Pembaca

Dunia kampus tidak dapat lepas dari kurikulum dan berbagai hal yang terkait dengan pengemba-

ngan sumber daya manusia. Untuk men-ciptakan perkuliahan yang efektif dan kondusif diperlukan kerjasama dari ber-bagai pihak baik itu di internal ataupun eksternal kampus. Kurikulum Student Centered Learning (SCL) yang diterap-kan di Universitas Muria Kudus menun-tut mahasiswa untuk lebih aktif dalam proses perkuliahan. Sehingga SCL ini

diharapkan bisa diaplikasikan diberb-agai program kuliah yang ada di UMK.

Ada tiga mata kuliah yang men-jadi syarat kelulusan mahasiswa, yakni Kuliah kerja lapangan (KKL), Praktek Kerja Lapangan (PKL), dan Kuliah Kerja Nyata (KKN). Ketiga mata ku-liah tersebut bersifat lapangan, yang tentunya dalam pelaksanaannya perlu persiapan yang matang. Dengan begitu program yang sudah ditetapkan kampus bisa berhasil dan ada manfaatnya untuk

mahasiswa.Sekarang ini pelaksanaan program

KKL di UMK sekarang ini menjadi tanggung jawab dari masing-masing Program Studi (Progdi). Mulai dari beban Sistem Kredit Semester (SKS), persiapan hingga pelaksanaan di han-dle secara langsung dari pihak progdi. Universitas hanya sebatas pembuat ke-bijakan secara umum.

Disamping itu masing-masing pro-gram studi juga berbeda cara kerjanya.

Memberikan Peran Mahasiswa

Rektor UMK tiga kali?Tak terasa sudah hampir dua periode atau delapan ta-

hun kita dipimpin oleh bapak Sarjadi sebagai rektor di Universitas Muria Kudus(UMK). Berbagai kemajuan sudah nampak dirasakan oleh seluruh sivitas setelah dipimpin oleh beliau, diantaranya berbagai pembangunan gedung-gedung bertingkat yang terus berlanjut, terakhir yaitu pembangunan gedung megah fakultas pertanian dan psikologi. Tak hanya itu, rencana mendirikan fakultas kedokteran yang saya de-ngar, juga merupakan terobosan yang sangat mengagumkan.

Namun, berbagai prestasi yang beliau raih juga tak luput dari berbagai wacana-wacana yang spekulatif. Contoh ada yang bilang bahwa beliau tidak pernah berkomunikasi langsung den-gan mahasiswa, namun pendapat itu pernah ditampik oleh salah satu sahabat saya bahwa beliau juga sering berkomunikasi den-gan berbagai perwakilan mahasiswa. Tapi pertanyaan saya ma-hasiswa yang mana? Apakah wakil mahasiswa tersebut sudah mewakili sebgaian besar suara mahasiswa ya?.

Satu hal yang paling mencengangkan ketika saya dengar bahwa ada wacana beliau akan menjadi Rektor Universitas Muria Kudus untuk yang ke tiga kali. Berarti beliau akan menjabat Rektot UMK selama total 12 tahun. Kira-kira apa yang menjadi pertimbangannya? Karena yang saya tahu bahwa dalam statuta UMK menjelaskan batas maksimal ja-batan seorang rektor adalah selama dua periode. Maksimal presiden di republik kita selama dua periode. Gubernur di provinsi kita dua periode. Begitupun juga dengan Bupati di daerah kita. Lalu, mengapa harus tiga periode?

Danny Lutvi Hidayat, Presiden BEM FKIP 2011/2012

Butuh Lebih Banyak Kegiatan KeagamaanSelain pendidikan umum, mahasiswa juga membutuh-

kan pendidikan keagamaan untuk mengisi kerohaniannya. Universitas Muria Kudus (UMK) memiliki dua UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) yang bergerak di bidang keagamaan. UKM tersebut adalah Formi (Forum Mahasiswa Islam) dan PMKK (Persatuan Mahasiswa Kristen Katolik).

Saya merasa lingkungan UMK kekurangan kegiatan ke-agamaan. Saya tahu kegiatan keagamaan hanya diadakan keti-ka bertepatan dengan hari-hari besar agama. Selain itu kegiatan agama hanya bersifat intern untuk organisasi itu sendiri. Saya yang memeluk agama Islam sering menantikan kegiatan yang diadakan oleh organisasi Formi. Salah satunya adalah Kajian Annisa yang menjadi salah satu kegiatan rutinnya. Kajian yang khusus untuk kaum wanita ini memberikan informasi dan pen-didikan yang dibutuhkan oleh muslimah muda.

Dilihat dari banyaknya peserta yang hadir pada setiap diselenggarakannya acara ini, terbukti bahwa acara ini cu-kup diminati oleh kalangan pemuda khususnya mahasiswi UMK. Namun sangat disayangkan pelaksanaan acara ini memiliki intensitas waktu yang cukup lama. Seharusnya ke-giatan seperti ini lebih sering diadakan untuk menambah wa-wasan mahasiswa. Demikian juga dengan kegiatan-kegitan lain yang dapat menambah keimanan kita.

Elsya Vera Indraswari Mahasiswa semester V jurusan

Sistem Informasi Fakultas Teknik

Oleh : Septianti

ISTIMEWA

Page 4: PEKA Edisi XX

76 Pena Kampus Pena KampusEdisi XX September 2012 Edisi XX September 2012

Gapura

Unit Kegiatan Mahasiswa

Jurnalistik Divisi Penerbitan

Bergabunglah Bersama

Pilih Produktif atau Selamanya Menjadi Fosil Hidup?

PEKAPENA KAMPUS

Matahari sudah meninggi, namun Misriyah (50) masih sibuk me-lipat baju-baju dagangannya.

Sesekali ia menengok ke arah kanan dan kiri. Mungkin saja ada pembeli mampir ke kiosnya yang berukuran 6 meter x 2 meter di Pasar Jember Kudus tersebut.

Lorong pasar terlihat lengang, Kamis (19/7). Lalu lalang yang terlihat, keba-nyakan hanya para pedagang yang saling berkunjung ke kiosnya satu sama lain. Sesekali mereka saling melempar candaan untuk mengisi waktu menunggu pembeli.

Begitulah kesibukan para pedagang. Semenjak menjamurnya toko modern, minimarket, ruko-ruko di sepanjang ja-lan dan swalayan, membuat pasar tradis-ional kian hari kian kehilangan pengun-jungnya. “Dulu setiap hari libur, Jumat dan Minggu, pasar ramai terus. Tidak seperti tahun-tahun sekarang. Sepi,” ke-luh Misriyah, pedagang di Pasar Jember

Benar saja, baru terlihat satu pembe-li yang mampir ke kios Misriyah selama setengah jam reporter Pena Kampus (PEKA) berbincang dengannya. “Itu sudah langganan saya dari dulu. Ya se-perti ini lah. Empat tahun terakhir sejak banyak swalayan berdiri, pasar menjadi sepi,” ungkapnya.

Tak jauh dari pasar itu memang berdiri sebuah swalayan besar. Berbeda dari toko modern yang menawarkan ke-nyamanan dan penataan yang menarik dan bersih, kondisi pasar tradisional tak banyak mengalami perubahan. Udara panas, kumuh, pelataran becek, bau amis dan busuk dari beraneka rupa sam-pah pasar menjadi pemandangan biasa.

Tak heran kondisi itu membuat anak muda enggan menginjakkan kaki di pasar tradisional. Hal itu diamini, Leni, warga Mejobo. “Kalau di pasar panas, beda dengan di sini (swalayan – Red). Adem.” Ujarnya, sembari memilih baju lebaran di sebuah swalayan di Kudus.

Memang, kondisi pasar tradisional dan pasar modern ibarat bumi dan lan-git. Memasuki pasar modern, lantainya bersih, aroma wangi dan ber-AC, men-jadi daya pikat tersendiri. Selain itu, pelayanannya pun cepat, sesuai dengan sifat konsumen sekarang yang demen segalanya serba instan.

Umi, warga Jekulo, mengaku lebih su-ka ke pasar modern. Alasan kenyamanan menjadi hal utama baginya. “Tempatnya bersih dan tidak ada tawar-menawar juga, jadi aman. Beda dengan di pasar. Kalau di pasar biasanya saya khawatir keblondrok harganya,” ungkapnya.

Namun, hal itu tak serta-merta be-rarti bahwa pasar tradisional kehilangan pengunjungnya. Lia, seorang pelajar madrasah aliyah di Kudus mengaku ma-sih suka berbelanja di pasar tradisional. Ia mengaku masih sering ke swalayan, namun hanya untuk melihat-lihat model pakaian ataupun barang-barang terbaru saja. “Kalau beli-beli, enakan di pasar. Murah,” katanya.

Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Kudus M. Poerwodiyono menyebut-kan, pasar merupakan tempat bertemu dan berkumpulnya penjual dan pembeli. Untuk itu, pihaknya pun selalu beru-paya untuk meningkatkan kondisi pasar untuk kenyamanan penjual dan pembeli.

Kabupaten Kudus memiliki 23 pasar tradisional (lihat grafis). Menanggapi banyaknya pasar modern yang dikha-watirkan bisa menggeser pesona pasar

tradisional di Kudus, pihaknya menilai bahwa pasar modern tidak akan mem-buat pasar tradisional tersingkir.

Menurutnya, setiap pasar me-miliki pangsa pasarnya tersendiri. Poerwodiyono mencontohkan. Seperti pasar Kliwon, pasarnya para tengku-lak yang merupakan pasar rujukan para pedagang kecil untuk kulaan­(baca;berbelanja) barang dagangannya.

Poerwodiyono menambahkan, ber-dasarkan pengelolaannya, pasar tradi-sional dibedakan menjadi pasar daerah dan pasar desa. Pasar daerah dike-lola langsung oleh pemerintah daerah. Sementara pasar desa, pengelolaannya dilakukan oleh desa dimana pasar ter-sebut berdiri.

Pasar daerah di Kabupaten Kudus ma-sing-masing Pasar Kliwon, Pasar Bitingan, Pasar Jember, Pasar Barongan dan Pasar Wergu. Sedangkan lainnya merupakan Pasar Desa. Mochammad Kaden, Kasi Pengelola Pasar Daerah Disperindag Kabupaten Kudus menambahkan setiap pasar memiliki pangsanya sendiri.

“Pasar tradisional biasanya itu ruju-kan bagi masyarakat yang berpenghasi-lan menengah kebawah karena harga produknya terjangkau. Sementara pasar modern kebanyakan menjadi rujukan bagi masyarakat berpenghasilan menen-gah keatas,” terangnya.

Alasan lain menurut Kaden, yang membuat pasar tradisional tidak akan tersingkir, karena biasanya pasar tradi-sional memiliki ciri khas tersendiri. Ciri khas itu berguna untuk menarik kon-sumen atau pembeli.

Misalnya, Pasar Kliwon. Pasar ini identik dengan barang-barang hasil kon-veksi (pakaian). Selain itu, penjualannya kebanyakan menggunakan sistem gro-sir, membuat pasar ini digunakan seba-gai rujukan masyarakat Se-karisidenan Pati untuk kulaan­barang dagangannya.

Selama ini pemkab pihaknya terus mengupayakan untuk meningkatkan kondisi pasar. “Tahun ini ada Rp 6,1 miliar untuk dana revitalisasi pasar. Sedangkan untuk Pasar Kliwon yang baru saja kebakaran, dianggarkan Rp 15 miliar yang diambil dari dana APBD,” bebernya.

Laporan Utama

Miliki Pangsa Pasar SendiriReporter: Karmila Sari dan Lina Fusha

DATA PASARKelas nama Pasar

Ia Pasar Kliwon

Ib Pasar Bitingan dan Pasar Jember

II Pasar Mijen, Pasar Piji, Pasar Kalirejo, Pasar Jekulo, dan Pasar Wergu

IIIa Pasar Brayung dan Pasar Barongan

IIIb Pasar Wates, Pasar Undaan Kidul, Pasar Besito, Pasar Ngemplak, Pasar Jurang, Pasar Prapat, Pasar Ngablak (Tanjung Rejo), Pasar Doro, Pasar Kedungdowo, Pasar Langgar Dalem, Pasar Ploso, Pasar Karangbener.

Sumber: Disperindag Kabupaten Kudus

Mulai dari penentuan beban Sistem Kredit Semester (SKS) berbeda-be-da setiap progdi. Alasan perbedaan tersebut murni dari keputusan progdi. Universitas menyerahkan kebijakan berapa muatan SKS pada tiap fakultas.

Peran MahasiswaTarget mencapai kegiatan yang di-

harapkan, efektif, efisien dan mengena, mutlak diperlukan peran dan keterli-batan dari mahasiswa. Pelaksanaannya sendiri dari setiap progdi terdapat pani-tia pelaksana yang berasal dari dosen itu sendiri. Namun, selain itu Mahasiswa mempunyai hak dalam merencanakan kegiatan yang orientasinya lebih banyak kepada mahasiswa tersebut.

Setidaknya peran mahasiswa disini dapat berupa urun rembug atau pembe-rian saran dalam menentukan program. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara memberikan polling pada maha-siswa yang mewakili suara dari semua mahasiswa. Dengan hal tersebut nanti-nya tidak ada unsur kekecewaan dan

ketidakpuasan baik dari pihak mahasiwa atau pelaksana lainnya.

Padahal, dari peran mahasiswa terse-but diharapkan dapat menjadikan wah-ana mahasiswa untuk belajar memper-siapkan suatu kegiatan. Selain itu, ma-hasiswa juga memiliki wawasan dalam menentukan lokasi yang akan dijadikan tempat KKL. Dalam hal ini, diharapkan dari keikutsertaan mahasiswa menjadi-kan kepuasan dari kedua belah pihak. Mahasiswa sebagai subjek dan Dosen sebagai fasilitator.

Partisipasi mahasiswa dalam persia-pan pelaksanaan program dapat berupa, masukan tempat praktek lapangan. Hal itu dapat dilaksanakan dengan cara me-minta pertimbangan kepada mahasiswa tempat mana yang mendukung program studinya. Artinya, yang dapat digunakan untuk mengaplikasikan ilmu yang di-dapat di universitas.

Berkaitan dengan hal tersebut, maka perlu dipertegas kurikulum yang men-gatur pelaksanaan program-program di

kampus. Karena banyak juga di bebera-pa progdi yang pelaksanaannya banyak yang hanya rekreasi belaka. Sedangkan manfaat yang terkait dengan pembelaja-ran bagi mahasiswa kecil sekali. Maka seyogyanya dalam memilih program ju-ga harus cerdas pula dalam memutuskan dengan berbagai pertimbangan.

Terlepas antara polemik perbedaan pelaksanaan program-program dari kampus. Ada beberapa hal yang ha-rus diperhatikan, bahwa program yang ditetapkan dari kampus seyogyanya melibatkan peran serta dari mahasiswa. Karena persiapan dan pelaksanaannya nantinya juga melibatkan mahasiswa. Agar dikemudian hari tidak terjadi hal-hal yang dianggap merugikan kepada salah satu pihak. Kiranya perlu aturan yang jelas tentang tujuan, alur pelak-sanaan program. Agar tujuan program-program dari kampus tidak hanya se-bagai kebiasaan dan ritual saja, namun dapat tercapai dengan baik dan berman-faat bagi mahasiswa.

MILA/PEKA

M. Poerwodiono

Page 5: PEKA Edisi XX

98 Pena Kampus Pena KampusEdisi XX September 2012 Edisi XX September 2012

Pedagang pasar tradisional hanya bisa pasrah. Retailer besar pasar modern kian mengepung dari

segala penjuru Kota Kudus. Mall dan minimarket semakin mudah dijumpai di perkotaan hingga pelosok desa. Pedagang pasar tradisional pun semakin tersisih.

Bisnis pasar modern yang dimiliki re-tailer besar mengalami pertumbuhan yang sangat pesat beberapa tahun ini. Berdasarkan rilis lensaindonesia.com, pertumbuhan pasar modern Indonesia mencapai 31,4 persen. Sedangkan, pasar tradi sional pertumbuhan justru minus 8,1 persen.

Siti Arofah (50), pedagang sembako di Pasar Kliwon Kudus, mengaku omzet penjualannya anjlok drastis. “Sebelum maraknya minimarket dan mall, pen-jualan di kios dapat mencapai lebih dari Rp 1 jutah sehari. Sekarang Rp 500 ribu saja susah di dapat,” ujarnya.

Persaingan dirasa semakin berat oleh pedagang tradisional di tengah iming – iming banjir diskon terus di pasar mod-ern. Jor-joran diskon itu kontan saja me-narik konsumen untuk berbelanja di pasar

modern ketimbang di pasar tradisional. “Sekarang konsumen lebih pintar

membandingkan harga produk. Bahkan selisih seratus atau dua ratus rupiah, mereka akan memilih berbelanja di minimarket atau mall,” terang Siti.

Kusnan (45), pedagang sembako Pasar Bitingan Kudus juga merasakan dampaknya. Namun, Kusnan lebih bersi-kap pasrah dalam menjalankan usahanya ini. “Wong­cilik­ya­manut­sama­wong­ndu-wur.­Pengene­Protes­ tapi­ya­gak­berani.­Jadi­manut­wae­mbak, “ ujarnya.

Lelaki paruh baya itu bahkan maklum dengan kondisi pasar saat ini. Di era global-isasi pasar juga ikut mengalami perubahan. Terutama adanya perubahan gaya hidup masyarakat yang semakin modern.

Jam buka pasar modern pun semakin menyulitkan pasar tradisional. Bahkan sejumlah minimarket ada yang buka hingga 24 jam nonstop. Kemudahan ak-ses yang ditawarkan pasar modern ini membantu masyarakat yang hanya me-miliki waktu berbelanja di malam hari.

Bukan hanya dimanjakan fasilitas,

konsumen pasar modern pun dijamin mendapat produk berkualitas. “Jika begini terus, masyarakat akan lebih memilih pasar modern dibandingkan dengan pasar tradisional. Bukan hanya fasilitas yang memadai, tapi harga mu-rah dan produk berkualitas sudah nyen-tel di pikiran masyarakat,” tuturnya.

Dulu belanja hanyalah peristiwa membeli barang, membayar lalu pulang. Sekarang banyak pelanggan yang meman-faatkan momen belanja tersebut sebagai momen berkumpul bersama keluarga.

Sering dijumpai sekeluarga nge-mall bersama belanja kebutuhan bulanan. Namun ada saja hal-hal non teknis yang membuat pasar tradisional tetap dibutuh-kan. Dia mencontohkan ada satu hal yang tidak dapat diberikan pasar modern kepa-da pelanggan, yakni toleransi berhutang.

Sikap toleransi berhutang hanya dapat di jumpai di pasar tradisional. Masalah keuangan mepet seringkali menjadi per-masalahan pelik bagi setiap keluarga. Oleh karena itu, para ibu rumah tangga sering berhutang di pasar tradisional untuk memenuhi kebutuhan sehari – hari.

Sikap pengerten inilah yang juga se-makin mempererat tali persaudaraan di Indonesia. Hal ini tentu saja tidak dapat kita temui di pasar modern. Di pasar modern semuanya serba cash.

Kekhasan pasar tradisional lainnya seperti rasa kekeluargaaan juga tidak di-jumpai di pasar modern. Sering pembeli curhat masalah hidupnya kepada peda-gang. Pedagang pun juga tak sungkan memberi nasehat atau sekadar mende-ngar curhatan tersebut.

Hal inilah yang tetap menjadi kebang-gaan di pasar tradisional walupun para pedagangnya hanya bisa pasrah akan pasar modern yang kian mengepung. Semangat dagang masih tetap berlanjut mengingat berdagang adalah jalan satu – satunya me-reka mencari nafkah. “Kerja dan kerja, bi-arlah Allah yang memutuskan rejeki saya sampai mana,” tutur Kusnan.

Tak sulit mencari deretan toko modern hingga swalayan di jala-nan Kota Kudus. Dari arah mana-

pun, pusat-pusat perbelanjaan akan mu-dah ditemukan di pinggir-pinggir jalan. Lokasinya pun saling berdekatan.

Coba saja melintas di jalan HOS Cokroaminoto dari arah terminal ke pusat Kota Kudus. Sampai di kawasan tugu identitas Kudus saja, berderet toko modern seperti Alfamart dan Indomaret hingga swalayan besar seperti Matahari dan Kudus Extention Mall (Hypermart).

Padahal tak jauh dari pusat belanja

modern itu, sudah lama berdiri pasar tradisional Bitingan. Sugiarti (23), salah seorang pedagang Pasar Bitingan me-ngaku resah dengan pembangunan pasar modern. Terlebih jarak pasar swalayan sangat dekat dengan tempatnya mem-buka usaha. Omzetnya pun terus anjlok alam beberapa tahun terakhir.

Sugik, begitu ia akrab disapa, men-gaku sempat ikut gerakan demonstrasi bersama pedagang lainnya menolak pembangunan Hypermart, Mei lalu. Namun, usahanya sangat sia-sia karena Pemerintah tidak menggubrisnya.

Pelaksana Tugas Kepala Pelayanan Perijinan Terpadu (KPPT) Kudus Eko Djumartono memiliki pandangan lain. Sejak awal pembangunan, pedagang dan warga dlibatkan dalam proses per-izinan.

Mereka pun diajak survei ke swa-layan serupa Semarang. Setelah mereka mengetahui harga di Hypermart jauh lebih mahal daripada di pasar, mereka pun menyetujuinya dengan catatan har-ga di Hypermart harus lebih mahal dari harga yang ada di pasaran agar tidak mematikan usaha di pasar tradisional.

Pedagang Tradisional di Tengah Kepungan Retailer

Reporter : Weny Rahmawati

Ada Peraturan yang Harus Dipatuhi

Reporter : Sri Haryati dan M Hanif

Laporan Utama Laporan Utama

WENY/PEKA

TERMENUNG : Kusnan, Pedagang pasar bitingan Kudus termenung di depan barang dagangannya.

SRI/PEKA

BERjAjAR : Sejumlah ruko di Kudus tampak berjajar.

Page 6: PEKA Edisi XX

1110 Pena Kampus Pena KampusEdisi XX September 2012 Edisi XX September 2012

“Intinya mereka tidak terlalu ma-salah dengan pendirian Hypermart dan selama peraturannya dipatuhi, maka dinas perijinan akan mengijinkan,” te-gasnya.

Tingginya tingkat kon-sumsi warga Kudus menjadi alasan masuknya investor un-tuk membangun pasar mod-ern. Sejak tahun 2004/2005, pasar modern mulai marak di Kudus. Sampai saat ini jum-lah pasar modern tercatat se-banyak 45 pasar. Jumlah ini melebihi pasar yang dikelola pemerintah atau pasar tradis-ional yang hanya sebanyak 23 pasar.

Saat mendirikan pasar modern, kata Eko, ada beber-apa perijinan yang harus di-penuhi yaitu Ijin Mendirikan Bangunan (IMB), Ijin gangguan atau HO (donan-si), Surat Ijin Usaha Pedagangan (SIUP) dan Daftar Tanda Perusahaan (DTP).

Saat mengurus izin HO, ada syarat-syarat yang harus dipenuhi seperti daf-tar tenaga kerja dan peralatan yang di-pergunakan, surat pernyataan tetangga,

surat pernyataan penggunaan tanah dan gambar situasi dan denah perusahaan.

Persetujuan tetangga yang dimaksud dalam surat pernyataan tetangga me-liputi, kanan, kiri, depan dan belakang yang paling berdekatan. Persetujuan itu penting untuk melindungi masyarakat sekitar sehingga tidak merasa terganggu de-ngan keberadaan pasar mo-dern tersebut.

“Semuanya di atur dalam Peraturan Daerah Tingkat II Kudus Nomer 6 Tahun

1999 tentang Retribusi Izin Gangguan sebagaimana diubah dengan Peraturan Daerah Kabupaten Kudus No.5 Tahun 2004,” jelasnya.

Eko mengatakan, Pemkab Kudus sangat terbuka dengan masuknya in-vestasi termasuk pasar modern. Adanya pasar modern justru memberikan ban-yak pilihan kepada masyarakat. Bagi yang ingin praktis (one stop shopping) pasar modern bisa menjadi solusinya.

Sedangkan, bagi masyarakat yang menginginkan harga yang murah dapat mengunjungi pasar tradisional. Tapi hal itupun dikendalikan oleh pemerintah dalam artian kebersihan di jaga keaman-an dijaga, kenyamanan juga dijaga.

Mengenai pembatasan jarak, Eko mengakui bahwa di daerah-daerah lain memang sudah ada pembatasan jarak antara pasar tradisional dan pasar mo-dern antara 500 meter hingga satu ki-lometer. Sedangkan, di Kudus sendiri belum ada peraturan daerah yang me-ngatur hal itu. Di dalam peraturan men-teri perdagangan memang menyinggung hal itu, namun tidak menyebutkan jarak minimal Cuma tertulis memperhatikan jarak pasar traditional.

Kudus kian ramai oleh pasar mo dern. Suasana belanja yang Nyaman, Bersih dan Bagus menjadikan se-

bagian masyarakat lebih memilih berbe-lanja di Pasar Modern. Berbeda dengan kondisi di pasar tradisional yang identik dengan kondisi kotor, kumuh dan sesak.

Menurut Wakil Ketua Komisi B Dewan Perwakilan Daerah Kabupaten Kudus Nor Hadi, pasar tradisional merupakan aset daerah yang harus di-pertahankan. Sebab sebagian besar pe dagangnya merupakan warga asli daerah kudus. “Kami di DPRD terus berupaya melestarikan, mendukung dan memfasilitasi pasar tradisional yang ada,” katanya.

Untuk mempertahankan minat ma-syarakat agar tetap menyambangi pasar tradisional, berbagai upaya telah di-lakukan oleh pihak pemerintah daerah. Diantaranya adalah pemberian anggaran revitalisasi.

“Terutama pada pengembangan fisik pasar yang masih perlu ditata ulang

se per ti pasar-pasar yang

bertempat di Jekulo, Mejobo, dan Kaliwungu” tam bahnya.

Dana tersebut harapannya dapat men-jadikan pasar tradisional menjadi lebih baik. Yakni seperti pembangunan akses jalan masuk, infrastuktur dan perbaikan gedung. Tujuannya agar pasar tradisional dapat bersaing dengan pasar Modern.

Pihaknya juga rutin melakukan monitoring. Hal itu bertujuan untuk me-lihat kondisi nyata pasar, serta melaku-kan evaluasi apa yang harus diperba-harui. Sedangkan untuk meningkatkan kualitas produk, kini telah ada beberapa

paguyuban yang merupakan perkum-pulan dari Pedagang Kaki Lima (PKL)

dan pedagang pasar di tiap-tiap Pasar Tradisional.

“Melalui paguyuban tersebut, pihak pemerintah dapat memberikan fasilitas tambahan seperti tenda bagi PKL dan penyediaan pinjaman modal lunak.” tambahnya.

Pembinaan juga dilakukan pemerin-tah melalui pemberian saran dan masu-kan untuk memperbaiki kualitas produk, agar dapat bersaing dengan pasar Modern. Jika pengelolaan pasar tradi-sional dapat berjalan dengan baik, ditan-dai adanya kerjasama antara pemerintah dan pedagang, bukan tidak mungkin jika pasar tradisional dapat menggeser minat masyarakat terhadap pasar modern.

Nor Hadi menambahkan, dinas pa-sar beserta pedagang harus terus bekerja sama dalam menjaga pasar. Diantaranya dengan menjaga kebersihan dan kualitas barang dagangan. Ia yakin pasar tradi-sional dapat bersaing dan memberikan apa yang di butuhkan oleh masyarakat.

Selama ini yang membedakan pasar tradisional dengan pasar modern adalah manajemen dan fasilitas. Jam operasional pasar modern hingga 24 jam. Menurutnya selama ini belum ada peraturan yang me-ngatur tentang jam buka pasar modern.

Harga barang yang dipatok di pasar modern lebih tinggi dibandingkan pasar tradisional. Untuk itu tidak sedikit pula pengunjung dari kalangan menengah keatas yang lebih suka berbelanja di pasar tradisional.

Tergantung gaya hidup masyarakat masing-masing untuk memilih pasar tradisional atau pasar modern. Selama ini menurutnya tidak ada masalah dalam proses ijinnya. Kalaupun ada sengketa dengan masyarakat, dapat terselesaikan secara baik.

Pihaknya berharap bahwa nanti-nya pasar tradisional di kudus jumlahnya dapat bertambah dan berkembang. Karena Pasar Tradisional merupakan lapangan kerja bagi masyarakat Kudus.

Tetap Lestarikan Pasar Tradisional di Kudus

Reporter : Septi dan Rizka

Laporan Utama Laporan Utama

Data Pasar Modern sampai

awal bulan agustus:

Kota 12

Kaliwungu 8

Jati 5

Jekulo 4

Gebog 3

Dawe 2

Bae 5

Mejobo 3

Undaan 3

TOTAL 45

WENY/PEKA

PASAR MODERN : Memberikan keleluasaan kepada konsumennya untuk memilih barang.

PASAR KLIWON : Salah satu pasar tradisional di Kudus.

MUKHLISIN/PEKA

DOK.AGUS

Nor Hadi

Page 7: PEKA Edisi XX

1312 Pena Kampus Pena KampusEdisi XX September 2012 Edisi XX September 2012

Pasar­tradisional­semakin­terjepit­oleh­menjamurnya­pasar­modern,­Jumlah­pasar­modern­sudah­lebih­banyak­dari­pasar­

tradisional.

Sejak jaman dahulu pasar tradi-sional memegang peranan pen-ting dalam menggerakkan eko-

nomi rakyat. Ia berfungsi sebagai muara dari produk-produk yang dihasilkan rakyat di sekitarnya. Aktifitas produksi ini mampu menyerap lapangan kerja yang sangat berarti bagi masyarakat. Tetapi sekarang mengalami penurunan fungsi, karena sebagian besar telah di-ambil alih oleh pasar modern, kecuali daerah Kabupaten / Kota yang mempu-nyai Kebijakan khusus melindungi pas-ar tradisional seperti di Kota Surakarta.

Berdasarkan data dari Dinas Per da-gangan dan Pengelolaan Pasar Ka bu-paten Kudus tahun 2012 jumlah pasar tradisional berjumlah 23 terdiri Pasar Daerah (Pasar Kliwon, Bitingan, Jember, Wergu). Pasar Desa ( Pasar Barongan, Jekulo, Ngablak, Karangbener, Bra-yung, Doro, Prapat, Ngemplak, Wates, Undaan Kidul, Kalirejo, Mijen, Kedungdowo, Ploso, Langgar Dalem, Piji, Besito, Jurang. Taman Bojana de-ngan jumlah Pedagang yang terserap sebanyak 11.450 pedagang. Sedangkan Jumlah pasar Modern sejumlah 37 unit terdiri dari Matahari Dept Store Tbk, Ramayana Lestari Sentosa Tbk, Ada Swalayan, hypermart Kudus Extention Mall, dan 33 Minimarket yang saat ini meluas hingga ke pelosok-pe losok desa.

Pada za man penjajahan Belanda, hampir di seluruh pelosok negeri ini, dibangun pasar tradisional dengan ar-sitektur yang baik, ruang terbuka yang luas, estetis dan sangat sesuai dengan kebutuhan. Tetapi sekarang Pasar tradi-sional identik dengan tempat yang ku-muh, semrawut, becek, bau, dan sum-pek. Bukan itu saja, pasar tradisional

selalu diwarnai dengan kemacetan dan bahkan aksi pencopetan serta penipuan. Banyak pengunjung ketika memasuki pasar tradisional merasa tidak nyaman karena pelayanan yang tidak memuas-kan, performance penjual yang tidak menarik, adu urat syaraf dalam tawar menawar yang tidak jarang berujung pada cekcok antara penjual dan pembeli. Akibatnya bagi sebagian kalangan, khu-susnya kaum menengah ke atas dan para remaja bersikap untuk menghindari ber-belanja di pasar tradisio nal. Berbelanja di pasar tradisional dapat menurunkan gengsi. Padahal, bila seorang pedagang mampu menaklukkan hati pembeli de-ngan gaya yang lemah lembut dan so-pan, justru akan meningkatkan nilai tambah terhadap produk atau barang yang ditawarkan. Si pembeli akan den-gan senang hati membeli pro duk yang ditawarkan meski sebenarnya dengan harga yang tidak terlalu murah.

Seiring dengan majunya pereko-nomian secara global, serta pendapatan masyarakat yang semakin meningkat terdapat kecenderungan masyarakat

lebih suka berbelanja di pasar yang dikelola secara modern. Mereka merasa nyaman, tidak perlu tawar menawar, performance penjual cukup menarik, ruangan ber AC dan tata ruang menarik. dilengkapi elevator, lift, bagi gedung yang bertingkat, yang sangat memban-tu konsumen untuk mempercepat dan mempermudah mobilitas di dalam men-cari barang-barang yang di butuhkan, area parkir yang cukup luas semakin memudahkan konsumen membawa pu-lang hasil belanjaannya sehingga aktivi-tas berbelanja pun benar-benar nyaman, aman dan tanpa hambatan.

Di Pasar modern, konsumen le-bih mudah mendapatkan barang yang dibutuhkan (pemajangan barang per kategori), mu dah dicapai dan relatif lengkap, informasi produk tersedia me-lalui mesin pembaca, serta adanya ke-ranjang belanja dan keranjang dorong. Bagi konsumen yang akan membeli pakaian, pengelola/pasar modern sudah menyediakan kamar pas untuk mencoba produk tersebut apakah cocok untuk dikenakan. Kamar pas ini memiliki daya pikat tersendiri sehingga produk yang dibeli ketika dibawa pulang ke rumah sudah benar-benar sesuai pilihan dan cocok bagi si konsumen. Di sam ping fasilitas-fasilitas utamanya terse but, ge-dung department store belakangan ini dilengkapi pula dengan fasilitas lainnya, seperti arena bermain untuk anak-anak dan area jajanan pasar (food­ court). Kecenderungan masyarakat untuk lebih menyukai berbelanja pasar modern telah dimanfaatkan secara maksimal oleh kaum bermodal dan investor besar yang cermat melihat peluang bisnis.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Peda-gang Pasar Se luruh Indonesia (APPSI), Ngadiran, mengatakan, minimarket ada-l ah jenis rayap pasar yang paling mem-bahayakan. Mereka peru sak tatanan eko-nomi kerakyatan yang paling nyata. Di Kabupaten kudus kini menjamur mini

market yang sebetulnya sudah melebihi kapasitas hingga terjadi persaingan ti-dak sehat di antara sesama pengelola mini market terse but. Di setiap setiap Kecamatan terdapat Indo Mart dan Alfa Mart yang letaknya bersisian atau ber-seberangan jalan dan bahkan ada beber-apa yang berjualan 24 jam.

Terjadi persaingan yang tidak sehat antara pasar tradisional dengan pasar modern, dan antar pasar modern, dalam merebut hati para pembeli. Sudah dapat ditebak siapa pemenangnya, pasti pasar tradi sional kalah jauh dengan gerai ri-tel modern. Persaingan itu sangat tidak sehat karena gerai ritel modern mempu-nyai akses produk yang rapi dan jalur yang tersistem sehingga harga lebih kompetitif. Sementara hal tersebut ti-dak dimiliki pedagang pasar tradisional. Untuk produk tertentu, harga barang yang dijual di pasar modern, khusus-nya minimarket yang ada di kecamatan dan Desa, tidak berbeda jauh dari pasar tradisional. Produk dan harganya ham-pir sama atau bahkan sedikit lebih mu-rah dibanding pasar tradisional di anta-ranya adalah bahan makana n tahan lama dan alat-alat dapur. Dengan demikian, banyak masyarakat yang mengalihkan tujuannya ke pasar modern yang nya-man dan menyenangkan, ketimbang harus berbecek-becek di pasar tradis-ional yang panas dan kumuh. Pemberian kondisi yang demikian merupakan “pembunuhan perlahan-lahan” atas eksistensi pasar tradisional.

Pemerintah Kabupaten Kudus perlu melakukan upaya-upaya agar pasar tradisional dapat hidup dan diminati oleh seluruh lapisan masyarakat. Salah satu upaya yang harus dilakukan agar pasar tradisional tidak semakin terpuruk atau bahkan mati adalah memberda-yakan perbelanjaan (toko modern) ya ng sudah ada untuk ditata dan agar tidak saling mematikan. Pasar tradisional dan pasar modern harus mampu bersinergi sehingga terjadi simbiosis mutualisme, yaitu hubungan yang saling mengun-tungkan diantaranya dalam hal pen-gadaan barang, permodalan, manajemen pedagang, manajemen pengelolaan pas-ar, serta upaya mengadakan event ter-tentu yang mampu menarik pengunjung berbelanja di pasar tradisional.

Salah satu langkah yang harus di-tempuh oleh Pemda Kudus adalah membuat dan me nerapkan aturan yang berpihak kepada pedagang ke-cil (UMKM) dengan membatasi pasar/toko-toko modern, khususnya minimar-ket karena minimarket lah yang meng-gerus warung dan pedagang pasar tradisional. Kewenangan pembatasan pasar modern ini hanya ada pada pe-jabat Pemda Kabupaten/Kota karena Peraturan Presiden No 112 tahun 2007 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri No 53 tahun 2008 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern, kunci-nya ada di perizinan yang diterbitkan oleh pejabat Pemda s etempat.

Hal lain agar pasar tra disional tidak mati adalah ketersediaan komoditi yang diperda gangkan sehingga perlu adanya distribution­ centre,­ branding­ product,­dan­quality­product di setiap pasar yang potensial atau wilayah tertentu yang dikelola secara profesional.

Perlu dibentuk Forum Ko munikasi yang terdiri atas unsur pejabat terkait, asosiasi peda gang, asosiasi ritel modern, asosiasi pemasok, asosiasi pabrikan dan pemangku hajat lain yang terkait guna membantu Pemda dan pelaku usaha ter-kait. Tujuannya agar kedepan tidak ada lagi yang merasa terdzalimi, melainkan bagaimana bisa hidup berusa ha saling memperkuat dan membawa keberkahan.

Upaya penyelamatan pasar tradis-ional harus dilakukan pe merintah secara maksimal. Pasar tradisio nal tidak boleh dibiarkan mati karena pasar tradisional lebih sesuai dengan karakter bangsa ia adalah representasi dari ekonomi rak-yat, ekonomi kelas bawah, serta tempat bergantung para pedagang skala kecil-menengah, tumpuan bagi para petani, peternak, atau produsen lainnya selaku pemasok. Bagaimana pun masih banyak masyarakat Indo nesia yang membu-tuhkan pasar tradisional. Saatnya kini Pemda Kabupaten Kudus lebih peduli dengan memberikan sentuhan terhadap Pasar Tradisional melalui regulasi, kebi-jakan dan langkah-langkah kongkrit.

*Staf pengajar di Fakultas Ekonomi Universitas Kudus

Opini

Pasar Tradisional di Tengah Kepungan Pasar Modern di Kabupaten Kudus

Dr. H. Mochamad Edris., MM*)

Opini

DOK PRIBADI

Page 8: PEKA Edisi XX

1514 Pena Kampus Pena KampusEdisi XX September 2012 Edisi XX September 2012

Laporan Khusus

Berbeda Penerapan, Tujuan Musti

DimaksimalkanReporter : Annisa Puspa Dhara, Idni Irsalina, Onik Rianasari

semester V, setelah mahasiswa menem-puh mata kuliah etika profesi. “Ini ber-tujuan, agar mahasiswa sudah mengua-sai etika profesi yang harus mereka ter-apkan dalam praktek kerja,” terangnya.

Sementara itu, menurut PD I Fakultas Ekonomi (FE) Fitri Nugraheni, sejauh ini pelaksanaan KKL di UMK memberi-kan dampak yang baik bagi mahasiswa. “Mahasiswa dapat memperoleh ilmu dan pengalaman melalui KKL ini. Dengan kata lain, mahasiswa tidak menjadi katak dalam tempurung,” tuturnya.

Berbeda dengan di FT, di FE KKL dibebankan dengan dua SKS dan men-jadi mata kuliah wajib tempuh. Prosedur pelaksanaan mata kuliah ini tak jauh be-da dengan di FT. Hanya saja, di fakultas ini belum pernah menawarkan dua mo-del seperti di FT.

“Di FE khusus Progdi Manajemen, saat pembekalan lebih di fokuskan pada empat konsentrasi, yakni manajemen SDM (Sumber Daya Manusia, Red), manajemen operasional, manajemen pemasaran, dan manajemen keuangan. Sedangkan untuk Progdi Akuntansi, fokus pada dua konsentrasi, akuntansi manaje-men dan akuntansi biaya,” bebernya.

Untuk tugas laporan hasil KKL, di FE ada perubahan sistematika dari tahun-tahun sebelumnya. Sebelumnya, hanya laporan dua lembar yang ditulis tangan dan dikumpulkan kepada dosen pembimbing lapangan. Sedangkan un-tuk beberapa tahun belakangan, laporan berubah menjadi tugas kelompok den-gan format makalah yang di seminarkan khusus dan umum.

Dia menjelaskan, seminar khusus yang dimaksudkan, khusus dari Progdi untuk seluruh kelompok. Kemudian dipilih makalah terbaik untuk di semi-narkan di seminar umum, diikuti semua Progdi yang ada di FE. “Selain itu, mulai tahun ini akan ada ujian KKL,” ujarnya.

Di fakultas ini persoalan biaya sering menjadi polemik. Karena mahasiswa merasa terbebani biaya terlalu mahal. “Untuk masalah biaya dari fakultas mem-berikan dispensasi. Berupa pembayaran dapat diangsur sebelum dan setelah KKL dengan perjanjian di atas kertas,” jelasnya.

Terpisah, PD I Fakultas Pertanian (FP) Untung Sudjianto menyatakan, ada em-pat manfaat dari KKL. “Pertama, maha-siswa dapat membandingkan antara teori yang diperoleh dengan penerapannya di objek yang dikunjungi, serta dapat mem-berikan kajiannya. Kedua, mahasiswa dapat memperoleh keterampilan kinerja.

Ketiga, mahasiswa dapat melihat praktek kerja langsung, sehingga dapat menjadi bekal saat terjun ke dunia kerja. Terakhir, dapat menambah wawasan, kreasi, dan jari ngan,” paparnya.

Hal berbeda diungkapkan Sekretaris Fakultas Psikologi (FPsi) Latifah, meski dipandang memberikan manfaat, namun ada satu hal kekhawatiran. Yakni saat mahasiswa merasa sudah mengeluar-kan biaya besar, lalu berpikir pasti akan dengan mudah mendapat nilai bagus. Sehingga mereka tidak sungguh-sung-guh dalam mengikuti KKL, karena lebih memikirkan wisata.

Berbeda dengan fakultas lain, di FPsi tidak membebankan SKS untuk KKL. Namun, di fakultas ini terdapat dua KKL, KKL kecil dan besar. “KKL kecil dilakukan saat mahasiswa me-ngambil suatu mata kuliah yang mem-butuhkan praktek terjun ke lapangan langsung. Bisa dilakukan di lebih dari satu mata kuliah dan tidak diwajibkan. Sedangkan KKL besar, serupa dengan di fakultas lainnya,” ungkap sekretaris fakultas berkacamata ini.

Hal berbeda juga berlaku di Fakultas Hukum (FH). Selama ini fakultas ini memilih selalu memaksimalkan ke-giatan KKL dibanding wisata. PD I FH Kristiyanto mengungkapkan, objek yang dituju biasanya pusat-pusat pemerin-tahan yang ada di Jakarta. Seperti DPR RI dan lembaga pengawas pelayanan publik. “Malam harinya para dosen

menghadirkan narasumber di penginapan, guna memberikan pengetahuan baru bagi mahasiswa. Mahasiswa hanya diberi ke-sempatan di hari terakhir untuk berkun-jung ke tempat wisata,” ungkapnya.

Banyak mahasiswa yang berang-gapan jika biaya KKL terlalu mahal. Terlebih lagi, bila pemberitahuannya mendadak tanpa ada sosialisasi terlebih dahulu. Untuk itu, beberapa fakultas seperti FPsi, FT, FE, FH, dan FKIP se-lalu memberitahukan adanya KKL di awal semester. Sehingga mahasiswa dapat mempersiapkan dari awal dan ti-dak merasa terlalu terbebani.

Namun tahun ini ada sedikit perbe-daan di FKIP, khususnya pada Progdi Bahasa Inggris (PBI). Kurikulum ter-baru yang diterapkan mulai angkatan 2010, mengharuskan setiap mata kuliah memiliki standar kompetensi yang jelas.

PD I FKIP Rismiyanto mengatakan, KKL di FKIP sempat akan dihapuskan, karena dianggap tidak terlalu dibutuh-kan. Namun mengingat kompetensi untuk praktek di lapangan dibutuhkan, rencana ini justru menjadi mata kuliah penting mulai angkatan tersebut.

Dia menambahkan, untuk lo kasi KKL sepenuhnya ditentukan oleh Progdi. “KKL merupakan mata ku-liah wajib (intrakulikuler), seperti hal-nya mata kuliah Pendidikan Agama. Sehingga dosenlah yang menentukan materi apa yang akan diberikan. Bukan mahasiswa yang memilih,” jelasnya.

Laporan Khusus

Penerapan mata kuliah Kuliah Kerja Lapangan (KKL) di Universitas Muria Kudus (UMK) berbeda di be-

berapa fakultas. Mulai dari jumlah Satuan Kredit Semester (SKS), model, serta siste-matika. Dari keenam fakultas yang ada, berbeda kurikulum. Misalnya di Fakultas Pertanian (FP) yang meniadakan KKL dan Fakultas Psikologi (FPsi) mewajibkan, tapi menerapkan dengan nol SKS.

Surat keputusan Rektor tentang Pedoman Akademik No. 078/AK.UMK/Kep/A.01.01/X/2000 menjadi salah satu dasar Kuliah Kerja Lapangan (KKL). KKL merupakan mata kuliah untuk mengaplikasikan teori yang diperoleh dalam perkuliahan ke lapangan.

Prakteknya, semua penetapan kuri-kulum pembelajaran ini ditentukan langsung oleh fakultas melalui Kepala Program Studi (Kaprogdi). Hal ini menunjukkan perlu atau tidaknya mata kuliah KKL ditentukan oleh fakultas, begitupun dengan pembebanan SKS. Fakultas memiliki wewenang untuk menentukan beban SKS untuk mata kuliah KKL melalui kesepakatan pihak fakultas dan program studi.

Tujuan dari KKL ini agar maha-siswa dapat memadukan antara teori yang sudah diperoleh dengan kinerja di lapa ngan. Lebih difokuskan, agar ma-hasiswa dapat mencermati dunia kerja yang dibutuhkan oleh lapangan, sehing-ga mahasiswa lebih siap untuk terjun ke lapangan setelah lulus kuliah.

Pembantu Dekan I Fakultas Teknik (PD I FT) Rhoedy Setiawan mengatakan, KKL mempunyai tujuan lain, untuk me-ngenalkan mahasiswa dengan komitmen-komitmen organisasi perusahaan dan le-bih mengakrabkan antar mahasiswa.

“Praktiknya, ada yang mengenal-kan mahasiswa dengan cara observasi

terhadap objek yang dituju. Secara umum tujuan utama dari KKL adalah memberi-kan pengalaman praktek kepada maha-siswa sebagai link­and­match, khususnya memadukan teori yang diperoleh dengan praktek di lapangan,” katanya.

Dia menjelaskan, di Fakultas Teknik ada dua model pelaksanaan KKL, KKL plus wisata dan KKL praktek murni tan-pa wisata. Untuk menentukan model ini, mahasiswa dapat memilih di antara dua opsi tersebut melalui poling yang dise-diakan Progdi. “Selama ini yang terjadi di Fakultas Teknik, mahasiswa masih lebih banyak memilih KKL plus wisata. Karena wisata menjadi momen keakra-ban di antara mahasiswa,” tuturnya.

Selain model pelaksanaan, di FT pelibatan mahasiswa juga terjadi saat menentukan tujuan objek KKL hingga biro perjalanan. Dengan pelibatan ini,

permasalahan biaya yang selama ini se-lalu menjadi polemik antara dosen dan mahasiswa dapat teratasi.

Rhoedy mengatakan, pengalaman yang ada, di FT pernah memberikan pilihan kepada mahasiswa untuk hanya mengikuti KKL saja tanpa mengikuti wisatanya. “Kalau mahasiswa hanya mengikuti KKL saja, mahasiswa hanya membayar akomodasi sekitar 70 persen dari total biaya KKL,” jelas Rhoedy.

Untuk pembebanan Satuan Kredit Semester (SKS) mata kuliah praktek ini, di FT hanya cukup membebankan satu SKS. Ini karena di FT, mahasiswa ha-rus menempuh 147 SKS selama kuliah serta telah banyak mata kuliah praktek dan keterampilan yang wajib ditempuh.

Dia menambahkan, kesiapan ma-hasiswa juga menjadi pertimbangan. Untuk itu, KKL di FT dilaksanakan di

DOc. MILA

KKL : Mahasiswa Pendidikan Bahasa Inggris FKIP UMK saat berada di depan Istana Giri Bangun Bali.

Fitri Nugraheni

DHARA/PEKA

Page 9: PEKA Edisi XX

1716 Pena Kampus Pena KampusEdisi XX September 2012 Edisi XX September 2012

Kegalauan muncul bagi sebagian mahasiswa Universitas Muria Kudus (UMK) menginjak se-

mester V. Ini lantaran akan menghadapi Kuliah Kerja Lapangan (KKL) dengan biaya tak murah, tetapi dirasa kurang efektif. Namun sebagian yang lainnya, menyambutnya dengan ceria lantaran KKL menjadi momen rekreasi.

Sama seperti mata kuliah lain, KKL juga sebenarnya mempunyai tujuan. Mahasiswa tidak cukup hanya mendapat-kan teori-teori yang diberikan dosen di kelas saja. Mereka perlu me ngetahui bagaimana teori tersebut dite rapkan. Untuk mengimbangi antara hard­ skill dan soft­skill, mahasiswa butuh wawasan ilmu dari berbagai objek yang bisa di-lakukan melalui program KKL.

Menurut Pembantu Rektor I UMK Masluri, KKL merupakan serangkaian mata kuliah lapangan seperti Praktek Kerja Lapangan (PKL) dan Kuliah Kerja Nyata (KKN) yang harus ditem-puh mahasiswa. “Dari KKL mahasiswa akan mendapatkan pengalaman lapa-ngan dari pengamatannya,” tuturnya.

Namun berbeda dengan PKL dan KKN yang mengharuskan mahasiswa melakukan praktek, dalam KKL maha-siswa hanya melihat bagaimana teori-teori yang selama ini didapatkan di kelas dite-rapkan. Masluri mencontohkan, Program Studi (Progdi) Bahasa Inggris, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) bisa mengunjungi suatu sekolah sebagai objek kunjungan KKL. Di sekolah ter-sebut, mahasiswa dapat mengamati pro-ses pengajaran, sarana yang digunakan, bagaimana peran siswa, dan sebagainya.

“Namun selama ini, pelaksanaan KKL tidak sesuai dengan semestinya. Karena lebih membesarkan rekreasi daripada pem-belajaran. Banyak manfaat yang bisa diper-oleh mahasiswa selain hanya wisata, jika sesuai prosedur. Jadi, konsepnya yang ma-sih perlu ditinjau ulang dan di masing-ma-sing progdi dibutuhkan pedoman khusus tentang pelaksanaannya,” ungkap Masluri.

Masluri menambahkan, mahasiswa perlu dilibatkan untuk pemilihan objek

KKL. Hal ini bertujuan untuk melatih mereka dalam mengorganisasikan suatu program. “Yang terpenting beberapa kompetensi yang ingin dicapai bisa ter-penuhi lewat objek tersebut. Jadi tidak mutlak semua kebijakan dari panitia atau dosen,” tegasnya.

Oleh karena itu, lanjutnya, dari pe-milihan objek, masing-masing progdi harus memprioritaskan pembelajaran dan menunjang kompetensi mahasiswa. Karena dari objek tersebut, mahasiswa akan menimba ilmu yang belum di-dapatkan dari kampus.

Perlu Ada TahapanKKL memiliki bobot satuan kredit

semester (SKS). Untuk itu, menurut Masluri, KKL juga harus melalui bebe-rapa kali tatap muka seperti mata kuliah yang lain. “Jika tiap semester dilalui enam belas kali tatap muka, KKL pun harus di-tempuh dengan berbagai tahap,” cetusnya.

Dia mengatakan, pelaksanaan KKL akan lebih efektif jika melalui tahap pembekalan, kunjungan lapangan, pem-buatan laporan, diskusi, dan seminar ha-sil laporan. Jadi tidak hanya kunjungan dan selesai di pembuatan laporan saja.

Dia menjelaskan, pembekalan dilaku-kan untuk persiapan serta penjelasan men-genai objek dan kegiatan yang akan dijalani mahasiswa. “Pembekalan bisa dilakukan di awal tatap muka oleh dosen pembimbing. Setelah itu baru dilaksanakan kunjungan

lapangan,” terangnya.Pelaksanaan kunjungan lapangan

sendiri, diharapkan mahasiswa bisa pandai menempatkan diri. Ada saatnya mereka harus fokus pada pembelajaran dan saat rekreasi sebagai sampingan. Melalui KKL, selain dapat menjalin hubungan keke-luargaan dengan sesama mahasiswa, juga dapat berinteraksi de ngan masyarakat luar.

Setelah kunjungan lapangan, lanjut-nya, ada output yang harus dipenuhi ma-hasiswa berupa laporan. “Sebelum pe-nyusunannya, mahasiswa harus terlebih dahulu mendapatkan bimbingan dosen. Hal ini terkait dengan sistematika penu-lisan yang harus dijelaskan,” jelasnya.

Kemudian, ada share laporan me-ngenai kegiatan dan hasil yang didapat saat kunjungan lapangan. Sidang dapat berupa presentasi oleh mahasiswa, la-yaknya sebuah skripsi yang disidang-kan. Dengan begitu, laporan yang dibuat mahasiswa nantinya tidak sia-sia.

Jika proses KKL melalui tahap-tahap tersebut, dosen dapat dengan le-luasa memberikan penilaian mahasiswa. “Dalam KKL keaktifan mahasiswa pun dinilai. Mulai dari awal pembekalan, kunjungan, hingga presentasi laporan. Jadi, KKL masih perlu dilaksanakan di setiap progdi sebagai langkah awal dalam program praktikum di lapangan. Hal ini juga bertujuan agar mahasiswa tidak hanya mengejar IP (indeks presta-si, Red) tinggi saja,” katanya.

Kuliah Kerja Lapangan (KKL) masih menjadi mata kuliah wajib di beberpa universitas, termasuk

di Universitas Muria Kudus (UMK). Namun hingga saat ini, pelaksanaan KKL belum memiliki keserasian.

Entah disengaja atau tidak, masih ada perbedaan rumusan dan kebijakan di setiap fakultas tentang mata kuliah ini. Mulai dari beban Sistem Kredit Semester (SKS), waktu pelaksanaan (di semester berapa dilaksanakan), hingga sistem pelaksanaannya dan biaya yang dikenakan berbeda-beda di beberapa fakultas.

Sebagai contoh, beban SKS pada KKL. Di beberapa program Studi telah membebaskan SKS (0 SKS). Anggapan tentang mahalnya biaya KKL yang ha-rus dikeluarkan mahasiswa untuk KKL, menjadi latar belakang untuk membe-baskan beban SKS.

Namun, masih di beberapa pro-gram studi yang masih memberikan be-ban SKS, di samping biaya KKL yang menurut sebagian mahasiswa sudah ma-hal. Entah apa yang menjadi pertimban-gan para pemangku kebijakan. Di mata kuliah yang memang diwajibkan bagi seluruh mahasiswa, namun aturan yang diterapkan berbeda di setiap beberapa fakultas.

Untuk mengetahui lebih dalam pendapat dari mahasiswa di UMK, ten-tang seberapa penting KKL di terapkan. Redaksi Pena Kampus (PEKA) melaku-kan jajak pendapat atau pembacaan ten-tang keefektifan pelaksanaan KKL di Kampus Gondang Manis-julukan UMK.

Model pembacaan ini, dengan me-nyebar 346 kuosioner di enam fakultas. Meliputi, KIP, Ekonomi, Teknik, Pertanian, Hukum, dan Psikologi. Sampel yang disebar jumlahnya tidak

sama di setiap fakultas. Sebab, jumlah mahasiswa berbeda dengan mengguna-kan random­sampling­di setiap fakultas.

Jawaban responden memang tidak mewakili keseluruhan institusi. Namun paling tidak memberikan sedikit gam-baran mengenai pandangan mahasiswa tentang KKL. Data yang diperoleh ter-gantung dari tingkat kejujuran reponden.

Pada item pertama, kami mena-nyakan tentang pengetahuan mahasiswa UMK tentang mata kuliah KKL. Hasil jawaban item ini, 65 persen mengaku tahu, sementara 29 persen lainnya me-ngatakan kurang tahu, dan hanya 6 per-sen menjawab tidak tahu tentang mata k uliah tersebut.

Dilanjutkan pertanyaan kedua, yang bermuara tentang dari mana maha-siswa mengetahui tentang mata kuliah KKL. Jawaban tertinggi, 39 persen me-ngaku mengetahui dari dosen. Sedikit di

Laporan Khusus Laporan Khusus

Masih Perlu, Konsep Harus Ditinjau Ulang

Reporter: Titik Malikah dan Rizka Haryani

Butuh Perhatian LebihOleh: Tim Peka

SRI/PEKA

KUNjUNGAN : Mahasiswa PBI UMK sedang asyik memilih koran saat berkunjung di koran bali.

DOc. MUKHLISIN

BERSIAP : Mahasiswa Teknik Informatika UMK bersiap menuju Trans Studio Bandung.

Page 10: PEKA Edisi XX

1918 Pena Kampus Pena KampusEdisi XX September 2012 Edisi XX September 2012

bawahnya, 37 persen dari teman. Serta 20 persen lainnya, mengenal KKL dari media Informasi. Namun ada juga yang tidak menjawab, 4 persen.

Dari 20 persen mahasiswa yang mengetahui dari media Informasi. Di-mung kinkan dapat menunjukkan, bebera pa mahasiswa UMK telah mem-buka wawasannya dengan mendapat-kan informasi dari media. Hal itu pula, membuktikan bahwa media informasi sangat berperan banyak di dunia maha-siswa, tentunya.

Kami teruskan dengan pertanyaan berikutnya, “Apakah Anda sudah men-gambil mata Kuliah KKL?” Diperoleh 39 persen mahasiswa yang sudah meng-ambil mata kuliah KKL. Sedangkan 50 persen responden mengaku belum me-ngambil mata kuliah tersebut. Lainnya, 5 persen tidak mengetahuinya. Sedangkan 6 persen sisanya tidak menjawab.

Poin selanjutnya, menanyakan keefektifan pelaksanaan KKL di UMK. Ternyata, hanya 21 persen yang men-jawab efektif. Responden lain, 29 per-sen menjawab kurang efektif. Jawaban terbanyak, lebih memilih tidak men-jawab dengan 43 persen. Sementara 7 persen lainnya, memilih poin ekstrim pelaksanaan KKL di UMK selama ini tidak efektif.

Sebagian besar dari responden yang tidak menjawab, dikarenakan mereka belum mengambil mata kuliah KKL.

Selain itu, perbedaan di setiap fakultas dalam menentukan pada semester be-rapa mata kuliah ini dijadwalkan, juga menjadi kerancuan mahasiswa dalam memberikan pendapatnya.

Dilanjutkan mengenai pertanyaan beban biaya yang dikenakan pada maha-siswa, untuk mata kuliah yang sebagian mahasiswa dianggap cenderung dibuat plesir ini. Jawaban terbesar dengan 33 persen responden menjawab, biaya yang dikeluarkan belum sesuai dengan pelaksanaan di lapangan. Sementara itu, 14 persen mengaku tidak sesuai biaya yang dibebankan dengan pelaksanaan-nya. Hanya 18 persen yang menjawab sudah sesuai antara pelaksanaaan dan beban biaya yang dibebankan. Lainnya, 35 persen tidak menjawab dikarenakan belum melaksanakan KKL.

Setiap mata kuliah yang dirumuskan tentunya berharap dapat mempengaruhi kualitas mahasiswanya. Begitu juga di UMK, saat berlanjut ke pertanyaan tentang peran KKL terhadap kualitas mahasiswa. Jawaban terbanyak ber-pendapat berpengaruh, dengan 51 per-sen. Jawaban lebih tegas dengan sangat berpengaruh ada 23 persen. Prosentase yang sama, 23 persen menyatakan tidak berpengaruh KKL terhadap kualitas ma-hasiswa di UMK. Sedangkan sisanya 3 persen, tidak menjawab.

Selanjutnya, pertanyaan mengarah pada manfaat yang di dapatkan setelah

mengikuti KKL. Jawaban sangat men-colok, 73 persen diberikan untuk pilihan “ada manfaatnya”. Sedangkan, hanya 7 persen menyatakan KKL tidak ada man-faatnya. Sedangkan, 18 persen men-jawab tidak tahu. Serta 2 persen sisanya, memilih item “tidak menjawab”.

Antara manfaat dan seberapa pen-ting mata kuliah KKL bagi maha-siswa ada suatu keterkaitan. Kami juga menanyakan kepada responden tentang seberapa penting KKL bagi mahasiswa. Jawaban terbanyak, dengan 70 persen menyatakan penting. Disusul 22 persen responden yang menyatakan kurang penting. Hanya 5 persen berpendapat tidak penting. Selebihnya, 3 persen dari responden tidak menjawab.

Demikian sekilas gambaran pan-dangan mahasiswa UMK tentang mata kuliah KKL. Sebagian besar maha-siswa yang sudah melaksanakan KKL, berpendapat pelaksanaan KKL kurang efektif. Namun, sebagian besar pula dari responden yang berasumsi bahwa mata kuliah KKL penting bagi mahasiswa.

Dari hal tersebut menjadi tanggung jawab bersama, utamanya pembuat ke-bijakan di kampus dan pelaksana kuri-kulum untuk dapat memberikan perha-tian dengan membenahi pelaksanaan KKL. Pembenahan penting, karena mata kuliah ini dianggap penting bagi mayoritas responden. Sehingga dapat dijalankan secara efektif.

Laporan Khusus Laporan Khusus

TAHUKAH ANDA TENTANG MATA KULIAH KKL? Frequency Percent

Tahu 223 64.45086705

Kurang Tahu 100 28.9017341

Tidak Tahu 22 6.358381503

Tidak Menjawab 1 0.289017341

DARI MANA ANDA MENGETAHUI MATA KULIAH KKL?Dosen 135 39.01734104

Teman 128 36.99421965

Media Informasi 70 20.23121387

Tidak Menjawab 13 3.757225434

APAKAH ANDA SUDAH MENGAMBIL MATA KULIAH KKL?Sudah 135 39.01734104

Belum 173 50

Tidak Tahu 16 4.624277457

Tidak Menjawab 22 6.358381503

MENURUT ANDA APAKAH PELAKSANAAN KKL SELAMA INI SUDAH EFEKTIF?

Efektif 71 20.52023121

Kurang Efektif 100 28.9017341

Tidak Efektif 26 7.514450867

Tidak Menjawab 149 43.06358382

MENURUT ANDA APAKAH BIAyA KKL SUDAH SESUAI DENGAN PELAKSANAANNyA?

Ya 63 18.20809249

Belum 116 33.52601156

Tidak 47 13.58381503

Tidak Menjawab 120 34.68208092

APAKAH MATA KULIAH KKL BERPENGARUH TERHADAP KUALITAS MAHASISWADI UMK?

Sangat Berpengaruh 80 23.12138728

Berpengaruh 176 50.86705202

Tidak Berpengaruh 81 23.41040462

Tidak Menjawab 9 2.601156069

MENURUT ANDA, ADAKAH MANFAAT yANG DIDAPAT SETELAH MENGIKUTI KKL?

Ada 253 73.12138728

Tidak Ada 25 7.225433526

Tidak Tahu 63 18.20809249

Tidak Menjawab 5 1.445086705

MENURUT ANDA SEBERAPA PENTING KKL BAGI MAHASISWA?

Penting 243 70.23121387

Kurang Penting 77 22.25433526

Tidak Penting 17 4.913294798

Tidak Menjawab 9 2.601156069

Universitas Muria Kudus

Cerdas & Santun

Selamat Datang Mahasiswa Baru

Angkatan

2012/2013

Page 11: PEKA Edisi XX

2120 Pena Kampus Pena KampusEdisi XX September 2012 Edisi XX September 2012

Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) telah menjadi acuan dari pelaksanaan kegiatan aka-

demik di Universitas Muria Kudus. KBK merupakan kurikulum yang me-nitik beratkan pada pendekatan Student­Centered Learning (SCL). Ini berarti pengemba ngan kompetensi mahasiswa merupakan sasaran utama dari kegiatan pembelajaran. Visi-Misi universitas dan program studi pun terus diupayakan agar selalu selaras dengan target kompetensi yang tergambar dalam profil lulusan tiap program studi. Sebagai konsekuensi lo-gisnya semua komponen pembelajaran harus merujuk pada KBK, termasuk pelaksanaan pembelajaran dari setiap

mata kuliah juga harus mencerminkan upaya tercapainya target kompetensi mahasiswa.

Kuliah Kerja Lapangan (KKL) adalah bagian dari mata kuliah lapangan yang menitik beratkan pada pelaksanaan pembelajaran di luar kelas dalam ben-tuk site visit (kunjungan tempat, instansi atau lembaga) atau kegiatan lapangan di mana kunjungan atau ke giatan tersebut diharapkan dapat menjadi salah satu pengalaman belajar (learning­ experi-ence) untuk mempertajam dan mem-perkuat kompetensi yang sudah mereka asah di dalam kelas. Dengan demikian, seyogyanya Kuliah Kerja Lapangan (KKL) harus terus dilihat dari sisi ko-relasinya terhadap kompetensi utama (core­competency) masing-masing pro-gram studi. Mengenai kemasan kegiatan KKL tentunya dapat diintegrasikan de-ngan kunjungan wisata (tourism­ visit), sehingga unsur fun­dari kegiatan kuliah lapangan tersebut tetap ada.

Namun, perlu diupayakan agar mua-tan kunjungan wisata jangan sampai mendominasi sehingga tidak terkesan bahwa KKL itu identik dengan hanya ja-lan-jalan saja. Mungkin, kata study­tour­

cukup cocok untuk meng istilahkan kegiatan KKL, de ngan asumsi ke-

giatan ter sebut me ngandung un-sur education­dan entertainment,­atau dengan akronim yang lain bisa kita sebut edutainment,­gabungan dari kata educa-tion dan entertain­ment,­yaitu kegiatan pembelaja-ran yang diiringi kegiatan kunjungan wisata.

Pertanyaan yang se ring muncul di kalangan me-ngenai KKL, adalah bera-pa biaya yang diperlukan

untuk kegiatan ter sebut? Tentunya ini cukup realistis dan wajar, namun ada pertanyaan yang terkadang terlupakan untuk diajukan, yaitu apa yang kita dapatkan dengan kegiatan KKL ter sebut dan apakah kegiatan KKL itu dapat memperkuat kompetensi yang sudah kita latih di dalam kelas? Ketika kita fokus pada pertanyaan kedua dan ketiga tersebut, maka kita tidak akan terjebak pada polemik pembiayaan KKL.

Jadi, yang harus kita lakukan terlebih dahulu adalah mengidentifikasikan je-nis-jenis kegiatan atau tempat kunjungan KKL yang sesuai dengan kompetensi ju-rusan atau program studi baru kemudian kita membahas piranti-piranti yang lain yang diperlukan, termasuk pembiayaan. Mengingat KKL adalah program yang menjadi bagian dari mata kuliah, maka pelaksanaan ke giatan tersebut sudah se-mestinya dikoordinir oleh program studi (jurusan). Yang tentunya, dengan tetap menyerap dan menga komodasi masu-kan-masukan dari mahasiswa sebagai peserta didik.

Dengan mempersepsikan KKL seba-gai kegiatan pembelajaran lapangan yang tidak bisa dilepaskan dari upaya pengembangan kompetensi mahasiswa, maka, insya Allah, kegiatan KKL akan dapat menjadi kegiatan yang terarah dan juga menye nangkan serta dapat menge-nalkan para mahasiswa dengan realitas di lapangan. Sehingga, mahasiswa akan mendapatkan gambaran mengenai pros-pek kompetensi mereka di dalam ma-syarakat atau secara khusus dalam dunia kerja. Dengan demikian, sudah saatnya kita mengkaitkan setiap kegiatan kam-pus kita, termasuk KKL, dengan kom-petensi yang tercermin di dalam visi, misi, dan profil lulusan dari program studi kita masing-masing.

Opini

Kuliah Kerja Lapangan dan Kompetensi

Oleh: Agung Dwi Nurcahyo

Penulis­adalah­Dosen­prodi­Pendidikan­Bahasa­Inggris,­FKIP­UMK

Karikatur

MILA/PEKA

Page 12: PEKA Edisi XX

2322 Pena Kampus Pena KampusEdisi XX September 2012 Edisi XX September 2012

Menurut anda , KKL itu mata kuliah yang bagaimana?Mata kuliah terapan dimana mahasiswa bisa melihat lang-

sung dunia kerja dan sarana-prasarana yang mungkin tidak ada di kampus.

Benarkah mata kuliah KKL masuk dalam kurikulum setiap perguruan tinggi?

Masuk atau tidaknya mata kuliah ini dalam kurikulum merupakan tanggungjawab fakultas. Perguruan tinggi (PT) hanya memberikan koridor, sehingga masuk tidaknya itu ter-gantung masing-masing PT. Meskipun mata kuliah tersebut nol sistem kredit semester (SKS), tidak lantas dihapus.

Sepenting apakah mata kuliah KKL?Secara global tidak penting, karena itu merupakan pem-

borosan ketika tidak memaksimalkan tujuan atau esensi KKL. Namun bisa menjadi penting jika mahasiswa bisa mencermati lebih teliti apa itu esensi KKL.

Lalu, apa sebenarnya esensi KKL?KKL itu kan penerapan ilmu di

lapangan, jadi mahasiswa menginte-grasikan apa yang telah mereka pela-jari selama ini. Tidak hanya sekedar berkunjung di sebuah instansi atau perusahaan tertentu lalu selesai.

Jadi, apa hal yang terpenting dari kegiatan tersebut?

Ya seperti yang saya katakan tadi, bagaimana mengarahkan mahasiswa untuk memanfaatkan peluang kesem-patan yang ada. Kalau melihat potensi yang ada, sebenarnya mahasiswa lah yang dibutuhkan perusahaan.

Misalnya?Kita lihat dari kacamata TI saja. Perusahaan pasti membutuh-

kan programer, teknisi mesin, dan juga teknisi komputer. Kita juga memiliki jurusan Sistem Informasi (SI), Teknik informatika (TI), Teknik Elektronik (TE), dan Teknik Mesin yang nantinya akan melahirkan fresh­graduate yang perusahaan butuhkan.­Jika melihat peluang tersebut, mahasiswa bisa langsung mengaplika-sikan ilmu yang telah diajarkan saat kuliah ketika KKL.

Jika satu perusahaan saja bisa mencakup semua jurusan yang ada di Fakultas Teknik, mengapa pelaksanaannya ti-dak digabung dalam kegiatan bersama?

Kalau saya lihat, pelaksanaan KKL yang tidak dijadikan satu karena sifat egoisme masing-masing Progdi. Alasan yang dinyatakan karena bidangnya berbeda sehingga perusahaan

yang dikunjungipun berbeda pula. Jika hanya mencermati bidang-bidangnya saja, apakah semua mahasiswa bisa lu-lus semua? Pola berfikir terbuka juga diperlukan dalam hal ini, ubah mindset­untuk kemajuan.

Apa alasan anda mengambil keputusan untuk melimpahkan kegiatan tersebut kepada mahasiswa, karena mungkin keputusan itu kurang popular?

Saya ingin melatih kemandirian mahasiswa, meliarkan ide-ide mereka, memberikan kebebasan berfikir sekal-igus tanggungjawab. Agar mereka bisa merasakan sendiri bagaimana menga-tur persiapan KKL.

Apakah menyerahkan tanggungjaw-ab sepenuhnya pada mahasiswa?

Tentu tidak, saya masih tetap membimbing dan mengarahkan mer-eka. Namun semua keputusan saya

Tokoh

KKL Mulai Bergeser dari Haluan

Pilih Lokasi Jauh, Padahal Perusahaan Lokal Kelas Internasional

Reporter: Ulum Minnafiah & Nurus Satiah

Kuliah Kerja Lapangan (KKL) yang dilaksanakan pada semester empat dan lima ini menuai berbagai kontroversi. Mata kuliah yang bertujuan meningkatkan kompetensi mahasiswa dalam menerapkan ilmunya di lapangan kini bahkan dianggap mulai bergeser dari haluan. Berbagai persiapan mengenai kegiatan tersebut biasanya telah diatur Program Studi (Progdi) di setiap fakultas dengan atau tanpa persetujuan mahasiswa. Namun tidak bagi Arif Susanto, dosen Teknik Informatika yang

menjadi panitia KKL di Fakultas Teknik tahun lalu ini memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk mengurus berbagai hal mengenai KKL. Berikut ini wawancara tim reporter Pena Kampus (Peka) dengan Arif Susanto.

serahkan kepada mahasiswa yang diambil dari keputusan ber-sama.

Bagaimana persiapan yang dilakukan mahasiswa? Saya selalu menghimbau mereka agar tidak grusa-grusu

dalam mengambil keputusan. Namun sebelum berangkat su-dah ada koridor yang harus kolaborasikan, yang terpenting tidak hanya sekedar jeng-jeng. Contohnya, pertama, mer-eka kumpulkan mahasiswa yang terkumpul dalam Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) untuk rapat kegiatan KKL, koor-dinasi panitia yang bertanggungjawab. Selanjutnya, mereka tentukan tempat tujuan dan yang terakhir memilih agen tour dari pelelangan yang dilakukan.

Untuk pemilihan tempat tujuan KKL berdasarkan apa?Awalnya saya beri kebebasan mahasiswa untuk memilih,

saya tanya apa tujuan utamanya. Jika memang ingin belajar serius saya sarankan untuk perusahaan yang sesuai dengan bidang ilmunya.

Tapi pada kenyataannya tempat tujuan yang dipilih justru yang dekat dengan lokasi wisata. Bagaimana tanggapan anda?

Saya sudah pernah mengusulkan perusahaan yang berada di dekat kampus, karena perusahaan di Kudus cukup besar dan berskala international, sehingga kualitasnya juga tidak perlu diragukan lagi. Tapi pada prakteknya justru perusahaan yang berlokasi jauh yang menjadi target utama.

Apakah pelaksanaanya memang harus jauh dari kampus?Tidak, kita bisa memanfaatkan perusahaan yang ada di lokal

terutama Kudus sendiri. Selain penghematan biaya juga bisa me-nyerap tenaga kerja, namun rencana ini belum juga terealisasi. Kalau di Kudus mungkin tidak bisa sekaligus berwisata.

Jika melihat minimnya pengalaman mahasiswa dalam hal pemilihan agen wisata. Bagaimana pelelangan agen tour sebagai penyedia jasa yang diselenggarakan mahasiswa?

Waktu itu HMJ mengundang beberapa agen tour untuk mempresentasikan fasilitas yang mereka tawarkan. Mahasiswa masih bingung bagaimana mengatur waktunya, mempertemu-kan seluruh agen tour dalam satu ruang dan masing-masing tour menawarkan berbagai kelebihan mereka. Atau satu persatu agen tour mempresentasikan secara bergantian. Namun saya menyarankan opsi yang pertama saja. Tentu saja mereka akan berlomba memberikan harga yang serendah mungkin. Dengan begitu kita bisa mengetahui agen tour mana yang menawarkan ongkos minim dengan fasilitas plus bagi mahasiswa.

Namun dalam prakteknya tak sesederhana itu. Bagaimana mengkoordinasikannya?

Memang benar, biasanya fasilitas yang ditawarkan saat presentasi tak sesuai dengan kenyataan di lapangan.

Konkretnya seperti apa?Misalnya saat awal penawaran, agen tour berjanji seluruh

mobil akan masuk perusahaan. Tapi pada kenyataannya mobil tetap tidak bisa masuk. Mahasiswa berjalan jauh dari luar pe-rusahaan. Seharusnya agen tour menuruti kita, bukan kita yang menuruti mereka. Kita yang bayar, jadi bagaimana kita bisa menekan biro tersebut untuk menepati apa yang telah dijanjikan sebelumnya. Cobalah kita hitung, dari dua ratus mahasiswa yang

membayar sebesar Rp 800 ribu. Jika ditotal mencapai Rp 160 juta. Berkunjung ke perusahaan kan gratis, itu termasuk kebutu-han perusahaan untuk publikasi. Jadi bisa kita bayangkan berapa laba yang diraup biro perjalanan terpilih.

Menurut berbagai pengalaman anda mengajar di berbagai Universitas, apakah pelaksanaan KKL di UMK sudah efektif?

Masalah efektif tidaknya itu tergantung sudut pandang yang menilai. Kita ibaratkan saja pesta pernikahan yang telah dipersiapkan sematang mungkin, ketika perayaannya yang su-dah sesuai rencana dan terkonsep serta mewah, masih saja ada orang yang mencibirnya.

Lalu, bagaimana jelasnya KKL yang efektif itu?Pelaksanaan KKL dinilai efektif apabila pengintegrasian

ilmu yang didapat itu maksimal. Tidak hanya sekedar berkun-jung, berwisata, dan membuat laporan saja. Tapi bagaimana cara menyatukan mahasiswa, menguatkan teamwork mereka.

Apa benar tidak ada aturan yang mengatur pembagian waktu secara proporsional antara kegiatan berkunjung ke perusahaan dan wisata?

Itulah masalahnya. Tidak ada aturan, sehingga pengambil kebijakan dengan mudah membuat jadwal sesuai keinginan mas-ing-masing. Memporsikan tujuan wisata lebih banyak dibanding-kan waktu kunjungan. Hitung saja berapa prosentase perbandin-gan waktu antara kunjungan formal dan wisata. Sebenarnya ter-gantung pemangku kebijakan, ada yang memang belajar serius, namun ada juga yang hanya menggunakan KKL sebagai alih-alih refreshing.­Jadi pelaksanaanya diporsikan lebih banyak di wisat-anya, sehingga KKL hanya sebagai topeng.

Melihat hal tersebut, apa yang anda lakukan?Saya sudah pernah membicarakan hal ini kepada Progdi

maupun mahasiswa yang bertanggungjawab waktu itu. Jika tujuan utamanya bersenang-senang mohon tidak usah me-makai embel-embel KKL sebagai alasan. Kalau benar hanya sekedar jalan-jalan, jangan dicampur adukkan dengan bela-jar. Kasian orangtua wali mahasiswa. Apalagi tidak semuanya dari kalangan atas atau berduit. Ada kalangan menengah hing-ga bawah. Jika kegiatan tersebut dipaksakan dan tidak meng-hasilkan manfaat maksimal, sia-sialah ongkos yang dikeluar-kan dari kerja keras para orangtua wali. Seolah-olah mereka dibohongi, jika saya memposisikan diri saya sebagai orangtua wali, saya pun akan kecewa.

Bagaimana tanggapan pengambil kebijakan mengenai pendapat anda tersebut?

Ada yang setuju, namun ada juga yang tidak sependapat. Alasan yang dikemukakan oleh pihak yang tidak sependapat adalah menuruti keinginan mahasiswa itu sendiri. Saya rasa kegiatan ini diselenggarakan bukan hanya menuruti kemauan mahasiswa, tapi mempertimbangkan manfaat yang didapat. Jika hanya berwisata, lalu apa bedanya antara generasi ber-pendidikan dengan yang tidak mengeyam pendidikan?

Apa harapan Anda untuk pelaksanaan KKL ke depan?Saya berharap KKL yang dilaksanakan tahun ini dan ke

depannya bisa lebih memaksimalkan belajar ketimbang seke-dar berplesiran. Dengan mempertimbangkan faktor biaya dan minimnya jumlah SKS pada mata kuliah tersebut.

Tokoh

MUKHLISIN/PEKA

Page 13: PEKA Edisi XX

2524 Pena Kampus Pena KampusEdisi XX September 2012 Edisi XX September 2012

Bekerja dengan melibatkan maha-siswa merupakan hal menarik bagi Dosen Prodi Teknik Informatika

(TI) Universitas Muria Kudus (UMK), Arif Susanto. Berbagai proyek yang di-dapatkannya banyak yang melibatkan mahasiswa, tujuannya untuk mengembangkan pengeta-huan dan ketrampilan maha-siswa maupun bagi dirinya sendiri.

Dengan melibatkan mahasiswa dalam proyek yang didapatkannya, se-cara otomatis meng-ajarkan mahasis-wa untuk hi-dup mandiri. S e h i n g g a p e m b e l a -jaran bagi mahasiswa tidak hanya d i d a p a t dari perku-liahan, tapi juga dari luar perkuli-ahan. ”Untuk hi dup, kita butuh pengela-man dari luar,” ka tanya.

Dosen yang berdomisili di Semarang ini disibukkan dengan berbagai proyek yang dikerjakan bersanma maha-siswanya. Kebanyakan proyek terkait Ilmu Teknologi, seperti pemprograman database PLN, pemetaan daerah den-

gan sistem informasi geografis dan teknologi, informasi data di rumah sakit maupun perusa-

haan.Hasilnya pun cukup me-

muaskan, karena dari ke-giatan tersebut bisa untuk me-nambah financial mahasiswa.

Namun, yang terpen-ting bukan nomi-

nal uangnya, mel iankan p e n g e t a -huan yang didapat dari

p e m b e -l a j a r a n

t e r s e b u t . ”Jadi mahasiswa

itu tidak hanya be-lajar kemudian sele-sai begitu saja, tapi juga aplikatif dan mendapatkan hasil

berupa rupiah yang bisa memacu semangat untuk

belajar lebih,” terangnya.Penghasilan yang di

peroleh Arif Susanto bersama tim dalam

m e n g e r j a k a n proyek paling

tinggi proyek senilai Rp

780 juta. Bahkan, b a r u -b a r u ini dia

memenagkan proyek yang bernilai Rp 1,3 miliar. ”Hasil dari semua itu saya bagi kepada mereka (mahasiswa) sesuai dengan job masing-masing,” paparnya.

Keuntungan yang diraih dipergu-nakan untuk melunasi modal pinjaman dari bank beserta bunganya, supplier, serta perawatan peralatan yang digu-nakan. Setelah di potong biaya-biaya tersebut baru didapatkan laba bersih yang dibagikan kepada seluruh maha-siswa yang ikut andil dalam pengerjaan proyek.

Sejak 2010 lalu, antusias mahasiswa untuk mengikuti kegiatan belajar sangat tinggi. Namun seiring berjalannya wak-tu seleksi alam terjadi, adang menyusut, terkadang pula bertambah. Pasang su-rut semangat mahasiswa membuat Arif Susanto serius untuk menangani ma-salah ini. Sehingga dia harus memperte-gas suasana belajar, tidak boleh hanya sekedar membahas tugas kuliah saja.

Karena kegemarannya melibat-kan mahasiswa, dia pun mengontrak rumah yang disinggahi bersama lima mahasiswa untuk beljar dan bekerja. Di rumah kontrakan itu, dia terus membagi ilmu kepada mahasiswa yang memang berminat untuk mencari ilmu. Dengan adanya kontrakan itu, mahasiswa memi-liki tempat untuk belajar di luar kampus, karena keterbatasan tempat di kanpus.

Untuk para mahasiswa yang benar-benar memiliki niat kuatr belajar, dia akan terus membimbing. Baginya, be-lajar untuk menciptakan karya-karya baru, mencari dan terus menggali po-tensi-potensi yang ada. ”Saya paling menghargai ketika menghargai orang yang benar-benar berproses dari nol,” ungkapnya.

Selain berbagi dalam penerapan teknologi, suami Ida K. Wulandari ini juga memiliki banyak kegiatan

Tokoh

Libatkan Mahasiswa Dalam Pengerjaan Proyek

Berikan Mahasiswa Pengalaman Lebih

Reporter ; Nurus satiah dan Ulum minnafiah

Tokoh

berwirausaha. Seperti wirausaha di bidang peternakan sapi, bandeng dan rumput laut. Karena menurutnya, ma-hasiswa Teknik Informatika tidak hanya berkutat dengan teknologi komputer saja, tapi juga mampu bergelut dengan usaha yang berbasis masyarakat.

Disinggung soal motivasinya meni-ngkatkan kualitas sumber daya manusia di kampus, terutama mahasiswa jurusan TI karena dia menganggap masih mem-punyai hutang jasa dengan dosen pem-bimbingnya yang bernama Jasi Eko. Dosennya tersebut meminta agar ia bisa mengamalkan ilmunya kepada 400 ma-hasiswa.

Sehingga dia harus memenuhi janji itu dengan membagikan pengetahuan yang dimilikinya. Namun pengetahuan yang dibagi kepada mahasiswanya, di-rasa masih kurang banyak. Sehingga diharapkan kedepan sharing ilmu bisa lebih banyak dibandign sebelumnya. ”Dulu, dosen saya saat itu tidak hitung-hitungan, itu yang menjadikan pembe-lajaran sangat berharga dalam diri saya untuk berbagi ilmu,” ujarnya.

Selain mengajarkan mahasiswa ber-wirausaha sesuai bidangnya, dosen yang pernah mengajar di UNAKI Semarang

ini juga merekrut siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang sudah menguasai materi tersebut. Berbagai keuntungan dari kerjasama ini adalah memberikan nilai plus kepada sekolah, dengan catatan jika siswanya mampu menyelesaikan kerjanya dengan baik. Siswa tersebut bertambah pengalaman dan penghasilan juga. Kerjasama ini

jelas sangat menguntungkan kedua be-lah pihak.

Ia berharap kepada mahasiswa agar jeli melihat peluang yang ada. Terus kreatif dan inovatif dalam hal penge-tahuan dan praktik kerja. Mahasiswa merupakan aset yang paling berharga dan produktif, potensi mahasiswa untuk maju terus ia galakkan

CURRICULUM vITAENama : Arif Susanto, ST.M.KOM

Tempat, tanggal lahir : Yogyakarta, 3 April 1971

Alamat : Jl.candi Mutiara l/1210 Semarang

Email : [email protected]

Pengalaman Organisasi : 1. LPPSP SEMARANG

2. PT. WISMA KARMAW SEMARANG

3. PT.PIRANTI BAKTI NUSANTARA JAKARTA

4. PENGDA SQUOSH JATENG

Jenjang Pendidikan : S1 Institut Sains dan Teknologi Akprind Yogyakarta

S2 STIBI Jakarta

Nama Istri : Ida K Wulandari, S.Kom

Jumlah Anak : 1 (satu)

Makanan Kesukaan : Durian

Moto Hidup : Nasib ditentukan dari kegagalan yang pernah dialami

Pesan Untuk Mahasiswa : Tidak usah menjadi pintar, tetapi jadilah kaya dan cerdas.

FAK. PERTANIAN&

FAK. PSIKOLOGI

Selamat atas diresmikannya gedung baru

Universitas Muria KudusDOK.PRIBADI

Page 14: PEKA Edisi XX

2726 Pena Kampus Pena KampusEdisi XX September 2012 Edisi XX September 2012

Lifestyle Lifestyle

Aktifitas­mahasiswa­dengan­tugas­padat­butuh­refreshing­demi­menghindarkan­stres.­Di­antara-nya­dengan­karaoke­menjadi­tempat­pelampiasan.­

Namun­karaoke­yang­satu­ini,­bukanlah­yang­dengan­label­negatif­seperti­kebanyakan,­karena­

hanya­berkonsep­warung­dengan­tambahan­fasili-tas­bernyanyi.

Perkembangan usaha di depan kampus Universitas Muria Kudus (UMK) cukup menjanjikan. Hal ini kare-na selalu ramai dan menjadi peluang bisnis menggiur-

kan. Sebagian warung tersebut, ada yang menawarkan fasili-tas tambahan berupa karaoke.

Sebagian mahasiswa mengaku aktivitas karaoke di warung tersebut dapat menghibur, bahkan dapat menghilangkan stres. Salah satunya, Erlin Wahyudi. Mahasiswa semester V Sistem Informasi Fakultas Teknik ini, mengaku sering men-

gunjungi warung karaoke bersama teman-temannya.Karaoke menjadi sarana untuk menghibur diri dite-

ngah kesibukan kuliah. “Biasanya saat ada waktu luang dan saat suntuk atau stres ngajak teman-teman untuk karaoke,” ungkapnya.

Dia menambahkan, saat stres dia memilih lagu-lagu bernada tinggi untuk menumpahkan emosinya. Hal itu akan lebih baik daripada melampiaskan emosi de-ngan kemarahan. Dalam sepekan, laki-laki yang akrab disapa Pendek ini dapat berkunjung ke warung karaoke tiga sampai empat kali. “Sekali datang bersama teman-teman bisa nyanyi sampai 25 lagu. Namun juga tergan-tung uang juga,” ucapnya sambil tersenyum.

Pendek lebih memilih tempat karaoke di sekitar UMK, karena tempatnya terbuka dan dekat, serta tidak suka karaoke dengan room seperti karaoke pada um-umnya. Sehingga tidak terkesan negatif.

Lain halnya dengan Riza Zauhatul Muniroh. Mahasiswa semester IX jurusan Bahasa Inggris FKIP ini, mengaku berkunjng ke tempat karaoke hanya sekitar tiga sampai empat kali sebulan. Itupun hanya saat kumpul bareng rekan-rekannya, refreshing, atau

mengekspresikan rasa lewat lagu.Riza menuturkan, dengan karaoke dapat

meredakan stres atau beban dalam fikiran. Dengan mengekspresikan rasa lewat lagu, sedikit mem-bantu mengurangi masalah yang

berkaitan denga psikologis. Selain itu, juga banyak mendapat kenalan mahasiswa lain

atau lintas profesi.Biasanya satu kali berkunjung, dia dan

teman-temannya bisa memesan lebih dari 15 lagu. “Satu orang biasanya menyanyikan tiga sampai empat lagu, bayarnya biasanya pa-tungandan tidak ada budget khusus. Hanya menyesuaikan kantong saja,” jelasnya.

Tidak hanya tempat karaoke yang ada di depan kampus yang ia sering kunjungi. Dia

juga mengaku sering ke tempat karaoke luar ka-wasan kampus, seperti di rumah makan Sultan chicken yang berkonsep warung, bukan room.

Peluang BisnisKeberadaan warung karaoke di sekitar kam-

pus UMK memang ditujukan untuk kalangan mahasiswa. Berbeda dengan tempat karaoke

yang menyediakan fasilitisa “plus-plus”. Warung karaoke hanya me-nyediakan makanan, minuman, dan snack bagi mahasiswa yang juga ingin mengisi perutnya.

Salah satu warung karaoke di depan UMK, cafe Kas. cafe ini ra-mai dikunjungi mahasiswa ini, juga menyediakan free hotspot area. Pemilik cafe Kas, Slamet Siswanto mengatakan, cafe yang baru dibuka sekitar dua bulan ini memasang tarif Rp 1000 per lagu. Tarif ini disesuaikan dengan kantong mahasiswa.

Slamet menambahkan, dirinya berusaha tetap menjaga kode etik agar tidak terjadi hal-hal negatif di cafenya. “Dilihat dari luar, cafe Kas memang ter-lihat gelap, karena agar tidak silau dan tampilan LcD terlihat jelas,” imbuhnya.

Pria yang pernah menjadi dosen Sistem Informasi (SI) Fakultas Teknik (FT) ini mengatakan, sebenarnya bisnis karaoke miliknya hanya sampingan dari bisnis utama warung makan. Karena dirasa prospek bisnis karaoke juga menjanjikan, dia mengembang-kan warungnya dengan karaoke. “Saya rasa bisnis ka-raoke kemungkinan matinya kecil, sehingga berinisiatif mengembangkannya,” tambahnya.

cafe ini buka mulai pukul 09.00 hingga pukul 21.00 ini, memiliki pelanggan yang kebanyakan mahasiswa, karena memang berlokasi di depan kampus UMK. Meski tak sedikit pula dari kalangan pelajar dan umum.

Slamet menuturkan, mahasiswa yang datang ke cafenya hanya untuk sekedar menyalurkan hobi me-nyanyi atau sekadar kumpul bareng teman. “Kadang saya tanya ke mahasiswa. Ada yang ngaku datang ke-sini gara-gara tugas akhirnya ditolak, lalu melupakan kesalnya di sini (cafe Kas, Red),” tuturnya.

Karaoke Termasuk Emosional CopingSalah satu dosen Fakultas Psikologi, Dwi Astuti

mengemukakan, karaoke menjadi salah satu cara yang dilakukan mahasiswa untuk mengelola emosi dengan metode pelepasan emosi negatif.

Dia menerangkan, ada dua metode pengelolaan emosi. Pertama, dengan coping stress yakni fokus lang-sung pada masalah yang menyebabkan stres. “cara ini menuntut kita untuk segera menyelesaikan masalah yang menjadi penyebab stres. Sehingga masalah terse-but segera terselaikan,” tambahnya.

Kedua, emosional coping dengan pengelolaan emo-si. Metode ini dapat dilakukan dengan cara relaksasi, sublimasi (menyalurkan ke arah positif) seperti mem-buat puisi, melukis, atau hal-hal positif lainnya. “Sholat khusu’ dan dzikir khusu’ bagi kaum muslim termasuk dalam metode ini. Karena sholat merupakan salah satu relaksasi,” tandasnya.

Demikian juga dengan meditasi yang dilakukan dengan bersemedi, menyepi, dan ibadah lain yang dianjurkan oleh

agama-agama tertentu. “Jadi pada intinya

semua agama sama, ketika kita mendekatkan diri kepada tuhan, itu termasuk pengelolaan emosi. Hanya saja dari segi ilmu disebut sebagai relaksasi,” ungkapnya.

Dia menjelaskan, untuk menangani stres harus tahu penyebabnya. Ada yang dikarenakan faktor keluarga, teman, atau lingkungan sekitar. Dikemukakan pada teori Albert Ellis, untuk mengurangi stres, dapat melalui terapi humor yang salah satunya dengan cara menyanyi dan dengan dukungan sosial. “Metode inilah yang di-gunakan mahasiswa dengan berkaraoke. Jadi mereka melakukan katarsis atau pengurangan emosi negatif ini selain dengan menyanyi. Selain itu, juga dengan ber-kumpul dengan teman-teman,” tambah dosen yang ba-ru mengajar tiga bulan ini.

Lebih lanjut, dia menerangkan, dukungan sosial menjadi salah satu cara mengeliminisasi stress, ka-rena dengan bertemu dengan orang-orang yang disukai akan memicu keluarnya hormon oksitosin. Hormon ini berguna untuk menghambat stres. “Sama halnya ketika kita makan coklat. coklat juga dapat memacu keluarnya hormon ini,” terangnya.

Dosen yang biasa disapa Wiwik ini menyimpulkan, karaoke hanya sebagai salah satu bentuk cara, tapi bu-kan jurus jitu untuk menghilangkan stres. Jadi, setelah karaoke belum tentu stres itu hilang, karena masalah yang dihadapi belum selesai.

Hal lain yang bisa dilakukan untuk mengurangi stress, menurut dosen penyuka sayur dan buah ini, de-ngan mencari kesibukan lain yang jauh berbeda. Seperti ikut organisasi, kumpul diskusi bareng dengan teman. Jadi, bisa refreshing dengan melakukan hal baru yang jauh berbeda dengan rutinitas penyebab stres.

Wiwik berpesan, agar mahasiswa tidak menunda mengerjakan tugas yang diberikan. “Tugas yang tidak segera diselesaikan akan menumpuk dan akan menjadi beban yang sangat berat. Parahnya lagi dapat menye-babkan stress bagi mahasiswa,” jelasnya.

Lampiaskan Stres Lewat Karaoke

Bukan Cara Tepat Mengatasi Stres

Reporter: Naili Sayyidatul M dan Elsya Vera Indraswari

WENY/PEKA

DOK. ULUM. M

Page 15: PEKA Edisi XX

2928 Pena Kampus Pena KampusEdisi XX September 2012 Edisi XX September 2012

Sudut Kampus

Latihan secara kontinyu dan mengik-tui berbagai evan membuat Muhajirin Halifudin, atlit silat men-

uai banyak prestasi. Terakhir, dia mampu lolos dalam Pra Pekan Olahraga Nasional (PON) pada 2012 di Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Juara I Kejurprov Se Jateng di Wonogiri pada 2011.

Mahasiswa semester 7 Jurusan Bimbingan Konseling (BK) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) berawal dari hobi yang dilihat saat masa kecilnya. Namun dia mulai serius menekuni silat ketika duduk di bangku SMP. ”Awalnya saya melihat teman-temannya latihan silat,” kata pria kela-hiran Kudus, 23 Juli 1987 ini.

Latihan silat tak hanya dilakukannya di Kudus, sebelumnya dia pernah lati-han di perguruan silatnya di Jombang. Setelah selesai latihan di Jombang, dia pun pindah ke Kabupaten Kudus dan mengikuti even lomba silat.

Setelah dirasa hasil cukup memuas-kan, dia pun kemudian sering mengi-

kuti berbagai pertandingan silat, jika dihitung dia per-nah mengikuti lebih dari 15 even silat yang di-selenggarakan pemerintah

maupun instansi lain-nya. Kebanyakan bisa meraih hasil yang cu-kup memuaskan.

Even pertama yang diikuti bahkan mem-

bawanya di Kejurda ASAD di perguruannya sen-

diri dan di Kejurnas meraih juara pertama. Selain itu, pada

tahun 2007 dia juga lolos di piala Gubernur Jateng dan 2008 di kejuaraan an tar perguruan Se-Jawa Barat dan ber-hasil meraih juara kedua.

Dengan mengikuti banyak event yang ada, membuatnya semakin berpengalaman dalam silat, terutama ketika pengalaman

ketikan bertanding. Muhajirin men-gatakan medali dan piagam yang didapat-kannya hanya sebuah perhargaan ataupun kenang-kenangan, yang terpenting justru bisa menjadi motivasi bagi peserta lain di perguruan silatnya. ”Dari prestasi ini, saya juga mendapatkan beasiswa untuk mem-bantu kuliah saya,” imbuhnya.

Untuk mencapai prestasi silatnya maupun bidang lain, dibutuhkan bakat. Namun, bakat tak selamanya dapat meng-hasilkan suatu prestasi. ”Karena bakat yang dimiliki seseorang perlu dioptimal-kan dan dikembangkan agar menjadi se-buah prestasi yang luar biasa,” ujarnya.

Dari hobi yang dioptimalkan dan dikembangkan, setiap orang bisa me-miliki prestasi membanggakan, baik dibidang akademik maupun non aka-demik. Diperlukan juga suatu latihan, pengetahuan, pengalaman serta moti-vasi agar terealisasi dalam wujud nyata, yakni berupa pencapaian suatu prestasi yang membanggakan.

Adanya jadwal kuliah dan juga lati-han silat, sampai sejauh ini dia tidak mempunyai kendala ataupun jadwal bentrok. Karena untuk jadwal latihan telah diatur sendiri agar tak menggang-gu kuliahnya. Sehingga mutlak dibu-tuhkan cara membagi wantu agar antara silat dan kuliah bisa berjalan beriringan.

Selian jadwal kuliah dan latihan yang padat, dia juga mempunyai be-berapa pekerjaan tidak tetap, tetapi bisa menambah finansial untuk membiayai kuliahnya. ”Semua harus berjalan den-gan baik, karena keduanya sama-sama penting,” ungkapnya

Dia menambahkan, mahasiswa perlu menyadari, dengan mengikuti kegiatan di luar jam kuliah, seperti mengoptimalkan hobi yang dimiliki sebenarnya meny-enangkan. Selain itu juga bisa juga me-nambah wawasan dan pengalaman.

(Dian/PEKA)

Dari Hobi Berbuah Prestasi

Hobi Perlu Dioptimalkan dan Dikembangkan

Sudut Kampus

Sosialisasi seputar Program Krea-tivitas Mahasiswa (PKM) di Ruang seminar lantai IV gedung

rektorat Universitas Muria Kudus (UMK) bagi penerima beasiswa PPA, BBM, dan POSDAYA dilaksanakan pada Sabtu (14/7). Kegiatan ini memberikan arahan kepada mahasiswa tentang bagaimana menyusun proposal PKM. “Kegiatan ini merupakan rutin setiap tahun dilak-sanakan, terkait dengan harapan dari UMK agar peserta PKM akan semakin banyak yang bisa mengikuti PIMNAS,” terang ketua panitia Ir.Supari, M.Si.

Acara Pelatihan Penyusunan Pro-posal PKM 5 bidang yang meliputi PKM-P, PKM- K, PKM-M, PKM-T/KC, dan PKM-AI/GT kali ini diisi oleh

Budi Gunawan, ST,MT dan Rina Fiati, ST.MCs yang merupakan dosen UMK. “ Mereka dipilih karena memang berkom-peten di bidangnya, selain itu mereka juga berpengalaman dalam membimb-ing peserta PKM” ujar Supari.

Selain memberikan materi tentang bagaimana menyusun sebuah proposal yang baik dan benar, dosen-dosen pema-teri tersebut juga diharapkan untuk dapat membangkitkan motivasi mahasiswa. “ Seperti pak Budi, yang kita ketahui merupakan dosen muda yang berprestasi terutama dibidang pembuatan proposal tingkat dosen. Dengan pengalaman be-liau, mahasiswa dapat terpacu untuk me-miliki prestasi yang sama” tandasnya.

Mahasiswa penerima beasiswa PPA

BBM pada tahun ini mencapai 150 anak. “ Jika masing-masing anak men-jadi ketua PKM dan menggaet maha-siswa non-beasiswa maka akan banyak proposal yang akan dikirim. Dengan be-gitu, peluang proposal yang lolos akan semakin besar” jelas PD III fakultas per-tanian tersebut.

Mahasiswa UMK diharapkan untuk bisa mengirimkan proposal PKM seban-yak mungkin. Beliau mengungkapkan bahwa setiap tahun ada beberapa pro-posal PKM yang lolos hingga tingkat DIKTI. “Dengan adanya pelatihan ini, diharapkan kontinuitas akan proposal PKM yang lolos akan dipertahankan” ujarnya.

(Rizka Haryani/ PEKA)

Sekumpulan penikmat sastra meramaikan acara yang diseleng-garakan oleh Muria Research

Center (MRC) Indonesia yang beker-jasama dengan Kelompok Penulis Sastra (Keloepas), teater COIN dan AURA Universitas Muria Kudus (UMK) serta teater SMA NU Hasyim Asy’ari pada acara yang berlangsung pada Sabtu (30/06). Kegiatan tersebut mengangkat tema “ Bermuara pada Alam”. “Latar belakang diadakan pentas puisi adalah untuk aksi social dalam rangka hari lingku ngan yang jatuh pada 5 juni lalu,” ujar Sulistiyanto selaku panitia acara.

Kegiatan ini diawali dengan pem-bacaan puisi oleh Imam Khanafi (Koordinator Keloepas) dan Solehudin (mahasiswa STINU, jepara). Setelah us-ai, lima perempuan dari Teater Magnet SMA NU Hasyim Asy’ari membacakan puisi berjudul “Muria juga Nyawa”. Selanjutnya, Teater Coin Fakultas Ekonomi UMK juga melanjutkan puisinya dengan judul “Bumi Hancur”.

Acara diskusi pun menjadi suguhan akhir dari panitia. Diskusi dengan MRC membahas tentang lingkungan. “Ada harapan bagi manusia untuk sadar ter-hadap lingkungan, bahwa lingkungan

kita sudah banyak yang mengalami kerusakan,” jelas ketua panitia tersebut.

Menurut Sulistiyanto peran aktif dari pemuda sangat diperlukan untuk kelestarian lingkungan. Jika tidak dipe-rhatikan, akan dikhawatirkan lingkun-gan akan semakin rusak dan bencana ada di mana-mana. Dan mereka juga ikut menjaga lingkungan, karena ling-kungan ini adalah bahaya nyata yang sudah di rasakan, tetapi entah apa, ma-sih banyak orang yang belum menyadari hal ini, dan melakukan hal yang ber-manfaat untuk alam. Pungkas, pria asal kudus tersebut. (Septi/ PEKA)

Diskusi dan Pementasan Puisi Alam

Sosialisasikan PKM untuk Memacu Mahasiswa

BIODATANama : Muhajirin HalifudinTTL : Kudus, 23 Juli 1987Alamat : Jalan Flamboyan RT III/RW II Desa Karangmalang, Kecamatan Gebog.Jenjang Pendidikan : 1. SDN 3 Karangmalang 2. MTs Ma’ahid Kudus 3. SMK Budi Utomo Jombang, Jawa TimurPengalaman Organisasi : 1. IPSI Kabupaten Kudus sebagai pelatih 2. Perguruan PERSINAS ASAD Pemkab KudusMakanan Kesukaan : Makanan IndonesiaMotto Hidup : Semangat untuk menjadi yang terbaik untuk semuanyaPesan : lestarikan budaya bangsaEmail : [email protected]

PRESTASI- Juara II kejuaraan antar perguruan Se-Jawa Barat pada 2008- Juara I Porkab Kabupaten Kudus 2010- Juara II Kejurnas Persinas ASAD Solo 2010- Juara I Kejurprov Se Jateng Di wonogiri 2011

- Juara III Pra PON di NTB 2012

MUKHLISIN/PEKA

ANTUSIAS : Peserta terlihat antusias saat sosialisasi PKM yang dilaksanakan di gedung rektorat lt 4 UMK.

DOK.ULIN

Page 16: PEKA Edisi XX

3130 Pena Kampus Pena KampusEdisi XX September 2012 Edisi XX September 2012

Langit Senin (02/07/12) mulai meme-rah, namun antusias para penonton di Auditorium Universitas Muria

Kudus (UMK) tak memudar. Dengan sabar mereka menanti pentas monolog teater Tiga Koma yang mendapat per-ingkat ke-8 di Pekan Seni Daerah, di Universitas Negeri Semarang (Unnes).

“Sebenarnya pentas monolog ini su-dah pernah dipentaskan saat Pekan Seni Daerah di Unnes dan menduduki pering-kat ke-8 dari 28 peserta. Karena itu kami berfikir kenapa tidak kita pentaskan lagi di tempat sendiri,” ujar Najib, ketua pa-nitia pementasan monolog tersebut.

Pemilihan naskah yang diangkat terse-but merupakan keputusan bersama dari anggota Tiga Koma. “Pemilihan naskah, kenapa memilih demokrasi? Karena tema tersebut sedang marak. Terbukti dalam ajang Pentas Seni Daerah banyak sekali yang mengangkat demokrasi. Pentas monolog ini juga disutradarai oleh giok dari teater Putu, Kaliwungu,” cerita Yulian Atmaja selaku aktor.

Pentas monolog yang merupak-an bagian dari rangkaian acara sinau­bareng Tiga Koma. Menurut tokoh

utama pentas ini, Yulian Atmaja, sistem demokrasi yang ada di Indonesia masih belum jelas. Dia mencontohkan dengan mudahnya orang menyuap untuk meny-elesaikan masalah.

“Banyak yang berkoar-koar soal

demokrasi. Tapi dia tidak tahu apa itu demokrasi sebenarnya. Demokrasi tidak seperti itu, ada money politik dan lain sebagainya.” Ujar pria yang akrab di sapa Penceng tersebut.

(Shobatini/Peka)

jurusan pendidikan bahasa inggris (PBI) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas

Muria Kudus (UMK) menggelar acara u Seminar Nasional Teaching English For Young Learners In Indonesia (TEYLIN) pada Senin dan Selasa (10-11/07). “Acara yang berjalan dua hari ini merupakan bentuk dari respon baik pihak universi-tas khususnya FKIP terhadap kebijakan tentang penga jaran bahasa inggris untuk anak-anak atau tingkat dasar,” ungkap ketua panitia seminar, Mutohhar

Seminar ini, menurut Mutohar, me-miliki tujuan selain untuk merespon ter-hadap isu-isu pengajaran bahasa inggris ditingkat dasar juga digunakan untuk memberikan sumbangsih ide atau pemiki-ran untuk lebih memperbaiki pengajaran

bahasa inggris baik teori maupun prak-teknya tehadap anak-anak. “TEYLIN ta-hun ini adalah yang kedua, yang pertama diadakan pada 19 juli 2011 dan rencana tahun depan ada TEYLIN ketiga tingkat internasional”, jelasnya

Ada perbedaan yang diusung pada acara tahun ini dengan tahun lalu. Jika tahun lalu lebih mengarah bagaimana menaknai pentingnya pengajaran ba-hasa inggris, sedangkan tahun ini lebih menyoroti dari sisi dampak pengajaran bahasa inggris kepada anak. “Acara ini memang sedikir berbeda dengan tahun kemarin,” tambahnya.

Selain itu ada tambahan acara beru-pa culture­ trip­ yang memperkenalkan budaya kretek di Kudus kepada para peserta. “Acara tersebut di isi dengan

mengunjungi salah satu perusahaan ro-kok di Kudus,” tambah Mutohar.

Mutohhar menambahkan bahwa seminar yang ditujukan untuk semua akademisi, guru dan pembuat kebijakan ini diharapkan memunculkan ide-ide dan pemikiran bagaimana seharusnya pembelajaran untuk anak-anak itu di-lakukan. Tapi tidak hanya ide-ide dari perguruan tinggi di indonesia melainkan dapat melibatkan para profesional, pa-kar dan ahli di dalam pengajaran bahasa inggris untuk anak-anak.

Sepakat dengan Mutohar, Itje Chodijah sebagai salah satu presenter, TEYLIN tahun ini lebih fokus mem-bahas tentang mencari solusi bagaimana pengajaran bahasa inggris kepada anak-anak di Indonesia. (Yusrifah/Peka)

Sudut Kampus

Pentas Monolog Tiga Koma

TEYLIN; Memunculkan Pembelajaran Anak

Kabar gembira bagi mahasiswa Universitas Muria Kudus (UMK). Mahasiswa akan lebih

mudah dalam menerima informasi aka-demik. Portal akademik, merupakan sistem baru yang dimiliki UMK untuk akses informasi lewat internet.

Hal tersebut dikatakan oleh Mukhamad Nurkamid, ketua UPT Perencana Sistem Informasi (PSI) UMK. ”Dengan sistem ini, mahasiwa akan entri dan mengisi Kartu Rencana Studi (KRS),” tambahnya.

Pelaksanaan KRS online baru dilak-sanakan tahun ini karena butuh kesia-pan yang sangat matang dari pihaknya. Mulai dari infrastuktur, manajemen, Sumber Daya Manusia (SDM), maupun hal yang lain. ”Jika tidak ada kesiapan dari server, alur bisnis, content­manage-ment, maka teknologi yang sudah ada dan bisa dikatakan canggih ini tidak akan terpakai,” katanya.

Untuk mengetahui kesiapan sistem ini, UPT-PSI sebagai penanggung ja-wab melakukan simulasi terlebih dahulu.

Simulasi sendiri dipergunakan untuk mengetahui kesiapan sistem maupun un-tuk mengetahui hal – hal apa saja yang perlu diperbaiki dari sistem tersebut. ”Hal tersebut kami lakukan agar saat sistem di gunakan, mahasiswa untuk mengisi KRS secara online tidak mengalami kendala atau gangguan,” jelasnya.

Menambahkan penjelasannya ten-tang simulasi, Nurkamid, hal tersebut juga akan mengarah apakah mahasiswa UMK siap untuk dalam sistem baru tersebut. Karena menurutnya, dalam sistem baru ini terdapat banyak perbe-daan dengan sistem yang lama. ”Jika pada sistem lama, mahasiswa harus mengisi KRS dan melakukan bimbingan baru entri, sedangkan pada sitem yang baru, merupakan kebalikan dari sistem lama,” paparnya.

Lebih lanjut Ia juga mengatakan, sistem ini dikembangkan juga untuk memberikan kemudahan bagi mahasiswa. Sehingga, mahasiwa tidak perlu lagi me-luangkan berjam - jam hanya untuk entri

data. ”Sistem KRS online tersebut dapat diakses dari rumah, warnet, maupun dari kampus. Sehingga lebih mudah bagi ma-hasiswa untuk mengisi KRS dan entri data,” ungkapnya.

Nurkamid, juga membandingkannya dengan sistem yang dulu, sitem KRS online yang sekarang lebih teratur dan terjadwal. Karena setiap program studi memiliki jadwal masing – masing untuk mengisi KRS dan entri data. ”Masing – masing program studi hanya memiliki waktu dua hari untuk melakukan hal tersebut. Hal ini dilakukan agar server tidak terlalu sibuk, sehingga tidak ter-jadi loading lama,” tambah dosen teknik informatika tersebut.

Nurkamid berharap, agar nantinya sistem ini dapat melayani mahasiswa dengan baik dan dapat meringankan pekerjaan pengguna. ”Selain itu sistem KRS online yang baru ini dapat di gu-nakan sebaik - baiknya, sehingga dapat berjalan dengan tertib,” harapnya.

(Tri Puji/Peka)

Sudut Kampus

KRS Online, Lebih Mudah

SEPTIANA/PEKA

AKSI PEMENTASAN : Tokoh utama ”Gareng” sedang melakukan pementasan di auditorium UMK.

Page 17: PEKA Edisi XX

3332 Pena Kampus Pena KampusEdisi XX September 2012 Edisi XX September 2012

Lingkungan yang baik dapat mem-berikan pengaruh yang positif ter-hadap penghuninya, begitu pun

sebuah kampus. Lingkungan kampus yang nyaman dan baik sangatlah pent-ing untuk mendorong kualitas prestasi mahasiswanya.

Hal tersebut diungkapkan Supari, dosen Fakultas Pertanian, Universitas Muria Kudus (UMK), ketika ditemui di kantornya, beberapa waktu lalu. ”Kampus yang bersih dan nyaman dapat mendorong aktifitas belajar mahasiswa, dengan menyediakan ruang tersendiri guna dapat menjadi tempat yang nya-man untuk aktifitas akademik, misalnya Ruang Terbuka Hijau (RTH) atau se-buah taman,” tambahnya.

Menurutnya, UMK belum sanggup menyediakan ruang yang secara khusus

difungsikasn sebagai RTH. ”Kampus kita sudah terlihat sangat rindang, tapi belum adanya lahan khusus untuk RTH tersebut, mungkin karena keterbatasan lahan yang dimiliki,”ujarnya.

Supari, menegaskan meski belum me-miliki taman, UMK sudah berupaya un-tuk mengefisiensikan ruang – ruang yang ada, guna ditanami beberapa tumbuhan hijau. Misalnya, penanaman tumbuh – tumbuhan disamping gedung perkuliahan atau disepanjang jalan menuju gedung fakultas. ”Melihat hal tersebut masih di-rasa kurang, karena belum adanya taman khusus sebagai RTH,” katanya.

Malik Khoirul Anam, mahasiswa semester V, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), mengungkap-kan RTH di kampus sudah cukup ba-gus. ”Jika dibandingkan saat awal saya

menjadi mahasiswa dengan sekarang, kampus sudah lebih hijau dengan be-berapa tumbuhan,” tambah Anam.

Bagi Anam, lingkungan yang hijau dan sejuk dapat menyokong kegiatan-nya dalam menjalankan aktifitas seba-gai mahasiswa seperti diskusi. ”Saya sangat suka kegiatan seperti diskusi terutama jika harus berada diluar kelas. Agar kegiatan tersebut semakin efektif, kita membutuhkan adanya lingkungan hijau di kampus seperti adanya sebuah taman,” harapannya.

Selain itu Anam juga berharap bah-wa kedepannya UMK dapat menye-diakan ruang tersendiri seperti taman yang enak buat diskusi. ”Tempat duduk atau gazebo yang sudah ada terlalu sem-pit untuk kegiatan diskusi mahasiswa,” paparnya. (Titik M/Peka)

Sudut Kampus

Menggagas Ruang Terbuka Hijau

Ungkapan ‘’bahasa sebagai cermin kepribadian bangsa’’ patut kita jadikan sebagai bahan renungan.

Mengingat bahwa setiap bahasa yang hidup (baca: living­language) memiliki keunikan dan potensi sebagai penjaga norma, adat istiadat, sopan santun, dan alat komunikasi yang efektif bagi penu-turnya. Salah satunya adalah bahasa Ibu (bahasa daerah). Bahasa Ibu sebagai bahasa pertama tentu memiliki daya pengaruh yang sangat kuat terhadap perkemba ngan intelektual dan mental seorang anak bila dibanding kan dengan bahasa lain. Potensi besar ini ternyata sering tidak disadari atau bahkan di-lupakan oleh orangtua dan pemangku

kebijakan. Para orangtua lebih bangga bila anak-anak mereka dapat berbahasa kedua dan asin g daripada berbahasa Ibu atau daerah.

Dunia di abad ke-21 memang me-miliki tantangan yang berbeda dengan abad sebelumnya. Hegemoni bahasa Inggris sebagai alat komunikasi inter-nasional mendorong bangsa-bangsa berkembang membuat kebijakan mewa-jibkan bahasa asing tersebut diajarkan dan dipakai dalam dunia pendidikan. Di Indonesia muncul sekolah-sekolah ber-label RSBI/SBI yang cenderung men-degradasikan peranan bahasa Indonesia dan bahasa daerah.

Pakar Pendidikan Bahasa UPI Abdul Chaer dalam Kom pas (Rabu, 25 April 2012) berpendapat bah wa penggunaan bahasa asin g di RSBI/SBI tida k baik untuk pem binaan bahasa Indonesia. Prak tisi pendidikan Darmaningtyas mengatakan, kebijakan RSBI/SBI salah kaprah dengan memandang bahasa Inggris lebih bergengsi dibandingkan dengan bahasa Indonesia. Dari pan-dangan kedua pakar tersebut kita dapat menarik benang merah bahwa kebijakan

RSBI/SBI tentu berakibat lebih bu-ruk lagi terhadap perkembangan bahasa dan Sastra daerah.

Bukti penelitian yang di-lakukan oleh Arni binti Zainir dan Coleman terhadap kasus program dua bahasa (bilin-gual) di Malaysia menjelaskan siswa yang belajar IPA dan Matematika dengan menggu-nakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar menunjuk-kan prestasi jauh lebih bu-ruk dalam Ujian Nasional (UN) dibandingkan dengan mere ka yang menggunakan

bahasa Melayu sampai akhir program (Associated­ Press­ Malaysia, 8 Juli 2009). Hal yang sama juga ditunjukkan hasil penelitian dari Pinnock (2009).

Hal tersebut terjadi tentu bukan karena bahasa Inggris yang tidak se-suai, namun lebih terhadap pengajaran bahasa Inggris yang tidak tepat dan ke-bijakan yang tidak komprehensif dalam pengembangan multilingualisme­ dalam pendidikan.

Memasukkan Bahasa Ibu (daerah ) dalam program mul­tilingual (ane k a ba-hasa) secara praksis sering di anggap ti-dak la ku. Akibatnya pe mangku kebija kan cenderung eng gan dan abai dalam usaha pe lestarian dan pemertahanan bahasa Ibu. Kebijakan yang tidak memihak itu justru mengabaikan pendidikan yang berkeadi-lan dari masyarakat yang tidak berbahasa dominan (Non-Dominant­ Language), serta mengantarkan nasib bahasa ibu kini kian tambah sekarat. Padahal trend dunia saat ini adalah ‘think­ globally,­ act­ lo-cally’. Artinya, bahasa Ibu/daerah sangat pen ting diperhatikan dan dijaga keber-langsungannya demi menjaga keunggu-lan suatu bangsa.

Ada beberapa alasan kenapa bahasa Ibu berperan penting dalam mengem-bangkan daya unggul bangsa di Abad ke-21 ini. Menurut Didi Suherdi (2010), Guru Besar Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), peran penting tersebut antara lain; (1) mengembangkan keahlian dalam pem-belajaran, (2) melestarikan ‘warisan bu-daya kelompok etnis’, dan (3) menjamin keadilan bagi anggota yang berasal dari kelompok bahasa yang tidak dominan. Peran penting ini sebagai bukti bahwa bahasa Ibu memiliki keunggulan dalam bidang pendidikan multilingual­sebagai dasar pembentukan sikap dan berpikir

Bahasa

Bahasa DominanOleh : Ahdi Riyono

(Dosen­Linguistik­pada­Progdi­Pendidikan­Bahasa­Inggris,­FKIP,­UMK)

VSBahasa Ibu

WENY/PEKA

TAK RIMBUN : Kurangnya lahan hijau di kampus UMK.

MUKHLISIN/PEKA

Page 18: PEKA Edisi XX

3534 Pena Kampus Pena KampusEdisi XX September 2012 Edisi XX September 2012

kritis. UNESCO menyebutnya sebagai MTB-MLB (Mother­tongue-based­mul-tilingual­Education).

Salah satu keuntungan pemakaian bahasa Ibu dalam proses pembelajaran ditahun-tahun awal sekolah adalah ban-yaknya konsep penting, nama benda, peristiwa serta pengalaman yang berkesan yang bias diungkapkan secara gampang dengan bahasa Ibu. Para pakar mencatat bahwa pada usia 4 atau 5 tahun, setiap anak normal telah menguasai tatabahasa ibu dengan sempurna dan mampu berbi-cara dengan jelas dan lancar dengan suara yang enak didengar (Bowen, 1998 dalam Didi Suherdi, 2010).

Dengan kata lain, anak-anak mampu mengungkapkan ide, pikiran perasaan dengan bahasa ibu mereka. Bahasa mer-eka sudah berfungsi untuk mendukung semua kegiatan yang diperlukan pada kehidupan di usia mereka. Seperti apa yang dikatakan Paiget anak usia 2-7 tahun memiliki rasa keingin tahu an yang tinggi sehingga mereka mulai banyak bertanya, mulai menggunakan penalaran sederhana.

Bahasa ibu juga terbukti ampuh sebagai prediktor yang efektif untuk perkemban-gan bahasa kedua dan keberhasilan pen-didikan (young 2003; Cummins, 2000 danDutcherdan Tucker, 1995).

Anak-anak dapat berpartisipasi ak-tif dan berlatih berpikir tingkat tinggi dalam proses belajar-mengajar. Dengan kata lain, dalam proses belajar menga-jar dengan menggunakan bahasa ibu, anak-anak akan lebih dapat berparti-sipasi, terlibat dalam kegiatan pembe-lajaran. Sebaliknya, suasana berbeda ditemukan di ruang kelas yang siswanya diajar dengan bahasa kedua atau as-ing, mereka cenderung kurang aktif, minder atau kurang percaya diri. Hal ini bukan karena siswanya lamban be-lajar atau kurang berbakat, tetapi lebih karena siswa belum merasa nyaman dengan bahasa yang dipakai oleh guru. Pemaksaan penggunaan bahasa kedua atau asing akan mengorbankan kebaha-gian psikologis anak serta kematangan dan keberaksaraan bahasa Ibu, investasi dan warisan budaya mereka.

Di Indonesia bahasa ibu hanya dipakai sebagai pilihan yang longgar, terutama ketika siswa mengalami kesulitan dalam memahami materi pengajaran (Maryanto, 2009; Sugiono, Evarinayanti, dan Suherdi, 2009). Para guru hanya melakukan alih kode atau campur kode sebagai upaya untuk mengatasi masalah komunikasi. Dengan model seperti ini, peranan bahasa ibu sangat sedikit, padahal sebagaimana yang telah dijelaskan tadi, bahasa ibu memiliki kemampuan yang sangat besar dalam membantu siswa. Situasi seperti ini menyebabkan hampir semua bahasa ibu/daerah di Indonesia sekarang dalam kondisi ‘lumpuh’ terutama di kalangan penutur muda.

Dengan demikian, upaya-upaya peles tarian bahasa ibu perlu terus di-tingkatkan. Dengan cara menggunakan bahasa ibu sebagai bahasa pengantar pada pendidikan tingkat pertama dasar dan upaya pendokumentasian dengan penelitian juga harus terus didorong agar eksistensi bahasa ibu tetap lestari dan terjaga dari kepunahan.

Bahasa

Dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia, gerakan mahasiswa seringkali menjadi cikal bakal

perjuangan nasional, seperti yang tam-pak dalam lembaran sejarah bangsa. Sejak tahun 1908 sampai 1998, maha-siswa menjadi penyeimbang pemerintah yang represif, diktator dan bertindak semena-mena. Mengapa harus maha-siswa? Mungkin hal inilah yang men-jadi faktor utama mengapa mahasiswa yang selalu menjadi aktor peradaban dan tulang punggung perjuangan bang-sa dalam membangun peradabannya, (Kompasiana, 2012)

Mungkin ada banyak pertanyaan yang akan muncul. Mengapa harus ma-hasiswa? Berdasarkan karakteristik ala-miahnya, mahasiswa memiliki keung-gulan tersendiri dibandingkan elemen masyarakat lainnya. Sebagai seorang yang memiliki jiwa muda, mahasiswa merupakan sosok berkarakter masih memegang kemurnian idealisme dalam berjuang. Mereka tak segan menyuara-kan pendapat dan kritik mereka terhadap siapa pun yang mereka anggap menyim-pang. Selain mahasiswa sebagai insan akademis menjalankan proses dalam pendidikan tinggi. Sehingga masyarakat beranggapan bahwa ilmu yang mereka dapatkan merupakan senjata pamungkas untuk mengabdikan diri ke masyarakat.

Mahasiswa juga dikenal kreatif dalam membangun ilmu yang didapat-kannya serta menerapkannya ke ma-syarakat. Secara fisik mahasiswa me-miliki kondisi yang fresh untuk berpikir dan bertindak. Mahasiswa juga memiliki keingintahuan dan sikap kritis terhadap kondisi di sekitarnya. Dengan modal intelektual yang dipunyai, ia senantiasa mampu memperjuangkan masyarakat agar menjadi lebih baik.

Mengutip pernyataan Bapak Prok-mator, Soekarno, mengakui kemam-puan yang dimiliki pemuda mahasiswa. “Berikan aku sepuluh pemuda, maka akan aku guncang dunia”. Begitu lah ke-nyataan dan fakta yang tak bisa ditolak oleh siapapun. Namun saat ini tampak-nya mahasiswa kehilangan jati dirinya. Jika dulu mahasiswa terlihat garang

terhadap birokrasi dan bahkan menjadi momok aparat birokrasi itu, gerakan mahasiswa terasa mandul. Idealisme yang telah diagung-agungkan masa lampau akhirnya mulai tergerus oleh zaman. Mahasiswa seakan tak berdaya lagi di hadapan para birokrasi.

Salah satu penyebab yang saya ya-kini, kenapa mahasiswa tak lagi berdaya di hadapan birokrasi, karena mahasiswa saat ini tak sejalan dan setujuan dalam kehidupan di dunia kampus. Di kampus mahasiswa mengkotak-kotakkan diri dalam dua blok. Sebut saja blok ma-hasiswa ‘idealis’ dan blok mahasiswa ‘apatis’. Dua blok ini yang saya yakini selalu bersengketa di kampus mana-pun. ‘Mahasiswa aktifis’ menganggap ‘mahasiswa apatis’ sebagai mahasiswa yang tidak peka, pragmatis, oportunis, pengkhianat intelektual, atau belum menyadari hakikatnya sebagai maha-siswa. Sebaliknya ‘mahasiswa apatis’ menganggap ‘mahasiswa aktivis’ sebagi orang-orang yang tidak ada kerjaan, yang sok ikut campur, keras kepala, cari ketenaran dan mengidap penyakit sok pahlawan.

Jumlah mahasiswa cenderung apatis dan hedonis lebih banyak daripada ma-hasiswa yang mau berdiskusi dan senan-tiasa menyuarakan hak-hak rakyat. Memang. Dilematika gerak dan langkah mahasiswa tersebut tak dapat kita salah-kan sepenuhnya kepada mahasiswa itu sendiri. Dari kedua blok ini, mahasiswa apatis jumlahnya lebih ba nyak. Jika diprosentasekan, di setiap kampus diseluruh Indonesia mahasiswa blok Apatis ada 80 persen. Sedangkan maha-siswa pro perjuangan seki-tar 20 persen.

Dalam kasus ini, kita tak bisa menghakimi kawan mahasiswa yang tak peduli terhadap persoalan rumit bangsa ini. Mungkin karena tuntutan hidup yang tak menganjurkan maha-siswa untuk berlama-lama di kampus. Kuliah hingga lima tahun atau lebih saat

ini, bukan sebuah hal yang patut untuk dibanggakan. Setiap tahun ongkos ku-liah semakin mahal dari tahun ke tahun. Sehingga pilihan cuma kuliah dan ku-liah. Tidak untuk yang lainnya.

Sejatinya, mahasiswa merupakan kekuatan besar yang telah mencatat-kan namanya pada panggung sejarah di negeri ini. Gerakan mahasiswa di Indonesia adalah kegiatan kemaha-siswaan yang ada di dalam maupun di luar perguruan tinggi yang dilakukan untuk meningkatkan kecakapan, intele-ktualitas dan kemampuan kepemimpi-nan. Tinta emas yang telah digoreskan mahasiswa terdahulu mampu membawa perubahan dalam bangsa ini. Sejarah gerakan mahasiswa ini, layaknya kita jadikan se bagai bahan refleksi kita semua. Menjadi seorang mahasiswa se-benarnya memiliki peran dan tanggung jawab sekaligus melanjutkan pendahulu kita yang sudah menancapkan tombak perubahan untuk negeri ini.

Presiden BEM Universitas Muria Kudus 2011/2012

Dilematika Ala MahasiswaOleh: Arif choirul Amir

Opini

PT. Hartono Istana Teknologi

MUKHLISIN/PEKA

Page 19: PEKA Edisi XX

3736 Pena Kampus Pena KampusEdisi XX September 2012 Edisi XX September 2012

Seiring berjalannya waktu, pen-didikan di Indonesia mengalami berbagai peristiwa dari masa ke

masa. Di masa orde lama, pendidikan diarahkan ke arah sosialis. Dimana pen-didikan merupakan hak semua kelompok masyarakat, tanpa memandang kelas atau status sosial. Di masa orde baru pendidi-kan lebih kepada alat pembenaran bagi kepentingan penguasa dan kroni-kronin-ya. Dunia kampus pun dibungkam dan dipasung kreativitasnya agar tidak bersu-ara lantang dan membahayakan para pen-guasa dan kroni-kroninya. Di masa pasca reformasi nampaknya pendidikan belum beranjak dari keterpurukan. Pendidikan justru diarahkan menuju pendidikan yang komersialis. Pendidikan dianggap seb-agai produk kapitalis yang diharapkan mampu memberikan keuntungan sebesar-besarnya bagi para pemilik modal.

Dalam UUD 1945 Pasal 31 Ayat (1) yang menetapkan “Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan”. Pergeseran yang terjadi pada pendidikan era reforma-si adalah hubungan negara dan masyara-kat mengalami perubahan cukup besar, serta telah menyimpang dari ketentuan konstitusi. Karena pengaruh globalisasi yang ditunggangi oleh kepentingan pasar, berakibat pendidikan bukan lagi sebagai upaya mecerdaskan bangsa atau proses pemerdekaan manusia, tetapi mulai berge-ser menuju komodikasi pasar.

Mengacu pada ketetapan konstitusi dia-tas, semakin jelas bahwa negara seharusnya bertanggung jawab dalam pelaksanaan pen-didikan bagi setiap warganya. Jadi, seha-rusnya pendidikan untuk semua Education­for­all.­Namun, pada realitanya justru pen-didikan lebih terlihat komersil, biaya pendi-dikan yang semakin mahal berakibat pada semakin sulitnya pendidikan dijangkau oleh semua orang. Ditambah lagi dengan kondisi dalam pembelajaran di lembaga-lembaga sekolah maupun perkuliahan dirasa juga kurang mencerminkan pendidikan sebagai alat pencerdasan maupun pemerdekaan.

Metode pembelajaran di lembaga-lembaga pendidikan sekarang, justru lebih

berorientasi pada pendidikan keahlian sa-ja, yang hanya fokus dalam mempersiap-kan para lulusan yang siap kerja. Ini akan berdampak pada pola pikir peserta di-dik yang semakin pragmatis dan instan. Peserta didik terfokus hanya bidang yang mereka pelajari dan kecenderungan ori-entasi pada sertifikat atau ijazah. Secara tidak langsung sikap apatis akan terbentuk dalam karakter peserta didik. Sikap acuh yang mendasari karakter peserta didik ini, akan sangat fatal bagi perkembangan ma-syarakat menuju kesejahteraan.

Di balik derasnya arus globalisasi yang ditumpangi kepentingan kapitalisme, akan semakin mengancam semua bidang di negeri ini, baik politik, ekonomi, sosial, budaya, dan lain sebagainya. Ancaman dari luar maupun dalam telahmenyerang semua bidang di dalam negeriini. Hal ini tidak dapat dibendung melalui gerakan nyata yang dibekali kekritisan analisa peserta didik, justru akan semakin ter-perosok, terseret derasnya arus.

Krisis nurani dan jatidiri adalah fak-ta yang menyelimuti generasi Indonesia hari ini. Lunturnya rasa kemanusiaan, solidaritas sosial, mencintai produk

dan budaya sendiri adalah suatu hal yang memprihatinkan dan perlu dibe-nahi bersama. Hal ini perlu ada pem-benahan yang serius dalam metode pembelajaran. Ki Hadjar Dewantara berpendapat,“Pendidikan itu berupaya sekuat tenaga menanamkan rasa per-saudaraan, persamaan, kesetiakawanan, dan kebersamaan hidup senasib seper-juangan tanpa memandang kelas sosial, baik agama, ras, suku, adat, serta mem-bela bangsa dalam segala bentuk penin-dasan. Pendidikan pun bermuara guna melahirkan rasa mencintai segala aset bangsa agar dijaga, agar dapat diman-faatkan bagi kemakmuran bangsa”.

Pendidikan salah satu alat mencerdas-kan dan memerdekakan bagi semua warga negara. Tanggung jawab guru me ngajar juga tidak hanya semata-mata untuk bekerja mencari nafkah, tetapi juga harus benar-benar mengajar, mengayomi, dan dengan rasa kepedulian demi terciptanya generasi yang kritis dan peduli akan ling-kungan. Comenius berkata,”pendidikan yang layak bagi anak didik tidaklah mencekoki berbagai kata-kata, kalimat, dan ide-ide dalam kepala mereka yang diulurkan bersama beragam pengarang, tapi pendidik harus mampu membuka pemahaman mereka terhadap dunia luas sehingga aliran kehidupan bisa jadi me-ngalir dari pikiran mereka seperti halnya daun, bunga, dan buah yang tumbuh dari kuncup sebuah pohon”.

Pendidikan harus kembali pada haki-kat dan fungsinya sebagai alat pencerdas dan pemerdeka bagi semua warga nega-ra.Peran pendidikan jelas sangat pen-ting dalam pembentukan karakter dari generasi ke generasi dan membentuk kesalehan individu, menuju kesalehan sosial. Tugas negara adalah menyeleng-garakan pendidikan yang layak dan mu-dah dijangkau bagi semua warga negara. Dengan tujuan, pendidikan yang akan menjadi dasar muara kaki melangkah dalam menapaki kehidupan berbangsa dan bernegara.Semoga bermanfaat.

Mahasiswa PBI FKIP UMK

Opini

Pendidikan Sebagai Proses Pemerdekaan

Oleh : Malik Khairul Anam Soegija, salah satu ikon seman-gat nasionalisme bagi bangsa Indonesia di tahun 1940-an.

Dia selalu mementingkan kepentingan bangsa dan rela mengalahkan kepent-ingan pribadinya, bahkan rela mengor-bankan dirinya. Dimana Romo Kanjeng Mgr. Soegijapranata SJ berhasil melaku-kan diplomasi damai yang tegas, untuk mengembangkan ke-Indonesia-an di pentas politik dunia internasional.

Soegija, lahir 25 November 1896, di Soerakarta, Jawa Tengah. Nama leng-kapnya, Mgr. Albertus Soegijapranata. Keluarganya terbilang cukup mapan, bahkan lebih dari cukup. Ia bukan rakyat biasa, melainkan bagian dari Abdi Dalem Kasunanan Surakarta. Karena dasar latar keluarga itulah, ia berkesempatan masuk ke suatu sekolah yang cukup prestise.

Dari sekolah Kolose Xaverius Muntilan, Soegija mendapatkan kesempatan berseko-lah memperdalam ilmu ke Eropa. Ia direstui oleh gurunya, Romo Frans van Lith –berna-ma lengkap Franciscus Georgius Josephus van Lith. Frans van Lith merupakan pendiri sekolah Kolose Xaverius Muntilan. Tergabung sebagai Yesuit Oirschot, Belanda.

Paus Yohanes Paulus II memercayainya sebagai penopang kristen di Jawa, khusus-nya di Jawa bagian tengah, saat Paus ter-sebut berpidato di Yogyakarta, 1989. Frans van Lithalah orang yang mampu menyelar-askan ajaran kristen terhadap tradisi-tradisi Jawa –selayaknya Nomensen dalam penye-baran Kristen Protestan di tanah Batak. Di tangannyalah banyak orang pribumi masuk ke dalam ajaran Kristen, awalnya mencapai 170-an orang, di Kulon Progo.

Ketika Romo Kanjeng (saat itu masih frater atau calon pastor) sedang belajar ilmu filsafat dan teologi di Oudenbosch, Belanda (1923-1926), para pemuda Indonesia di Belanda (Indische Vereeniging atau Perhimpunan India) juga sedang giat membantu perjuangan bangsa di tanah air. Sehingga nurani kebangsaan Soegija ikut serta dalam perjuangan tersebut. Mereka merumuskan identitas mereka, walau seko-lah di Belanda, hati tetap Indonesia.(hal48)

Kedatangan jepang mengubah ke-adaan secara derastis, diantaranya: me-ngubah nama Batavia menjadi Jakarta, menurunkan bendera merah-putih-biru

(350 tahun berkibar), merobohkan pa-tung Jan Pieterzoon coen dan monu-men anjing Pudel di atas keju Edam di Waterloopein, Jepang juga mela rang berbahasa Belanda. Politik Jepang adalah menghapus pengaruh Barat di tanag jajahannya, termasuk Kristen.

Salah satu strategi jepang adalah mempertajam konflik agama. Tahun 1938 jepang mensponsori Islam dunia di Tokyo, mengundang delegasi dari Indonesia. Jepang juga menunding Kristen sebagai kolaborator Belanda dan kekerasan yang terjadi sampai pertempuran kemerdekaan.

Tiba-tiba terdengar isu, bahwa soegija telah di tangkap tentara Jepang. Ini membuat rakyat merasa was-was, karena beberapa pastor di hukum mati jepang(18 September 1943) tetapi isu tersebut tidak terjadi. Pada hari itu ju-ga, soegija berkeliling menyuruh umat katolik keluar dari persembunyian.

Di saat keadaan mulai gentar, terdapat berita bahwa AS mengebom Hiroshima dan Nagasaki, jepang pun menyerah tanpa syarat. Pada tanggal 17 Agustus 1945: Indonesia merdeka. Harapan besar mun-cul di tengah rakyat: kita akan bebas dan merdeka. Akan tetapi, kemerdekaan tak semudah yang dibayangkan.

Di Semarang, tentara Jepang ti-dak mau menyerahkan senjata. Perang pun berkobar selama berhari-hari. Bersamaan dengan itu, kekacauan terjadi di mana-mana: penjarahan, kelaparan, dan lain-lain. Lagi-lagi, Romo Soegija punya adil besar: ia berusaha bernego-siasi agar terjadi gencatan senjata.

Romo Soegija juga aktif berhubu-ngan dengan pemimpin Republik: Bung Karno, Sjahrir, dan Sri Sultan

Hamengkubuwono IX. Romo Kanjeng sering memberikan usulan-usulan kepa-da pemimpin Republik itu. Dan, se bagai bentuk dukungan kepada Republik, Romo Soegija memindahkan keuskupan dari Semarang ke Jogjakarta.

Gaya diplomasi Romo Soegija juga cukup mumpuni. Ia berhasil me-nyeret Vatikan sebagai negara Eropa pertama yang mengakui kemerdekaan RI. Kedatangan perwakilan Vatikan ke Jogjakarta, Ibukota Republik, ditemani langsung oleh Romo Soegija ketika ber-temu Bung Karno.

Dalam buku ini, ’Soegija’ seakan lebih banyak membawa pesan untuk pe-mimpin dan bangsa Indonesia sekarang. Bagaimana memajukan harkat dan mar-tabat rakyat. Itu merupakan pesan sing-kat­ untuk­ pemimpin­ dan­ elit­ sekarang. kalau kamu jadi pemimpin, jangan lupa bahwa darah para pejuanglah yang men-jadi pupuk bagi tanah negeri ini.

Ini sesuai dengan pesan Romo Soegija sendiri: “Apa artinya menjadi bangsa merdeka jika kita gagal mendidik diri sendiri.”kamu harus mengusahakan agar negara menjamin hak warganya tanpa me-mandang suku dan agama apa mereka.”

Buah karya Ayu utami mengombina-sikan dengan baik, bagaimana ia dapat mengambarkan kisah soegija dengan detail, yakni menggunakan sumber-sumber yang valid dan memadukan dengan foto-foto yang menarik. dan di kemas dengan bagus, mulai dari cover, huruf dan kertas bergambar. Sehingga terasa menarik untuk di baca.

*Peresensi mahasiswa Universitas Muria Kudus

Pesan Soegija untuk BangsaDiresensi Oleh Ahmad Miftahul Ulum*

Resensi

Judul Buku : Soegija 100% IndonesiaPenulis Buku : Ayu UtamiPenerbit : Kepustakaan Populer Gramediacetakan : Pertama, Mei 2012Tebal : 139 halamanISBN-13 : 978-979-91-0454-0

DOK.PRIBADI

Page 20: PEKA Edisi XX

3938 Pena Kampus Pena KampusEdisi XX September 2012 Edisi XX September 2012

Siapapun pasti menjadi gerang jika melihat seseorang tanpa rasa bersalah menumpuk uang yang

bukan menjadi hak miliknya. Seperti it-ulah yang dirasakan oleh Jose Angelico, seorang yatim piatu dari kalangan bawah, Ia pun kemudian memutuskan untuk mengambil kembali uang tersebut kepada penduduk yang membutuhkan.

Seolah sudah memprediksi hal tersebut, ia pun meninggalkan petunjuk dalam sebuah catatan dan kunci yang tersimpan didalam sebuah tas yang dibuangnya di tumpukan sampah.

Tas tersebut suatu hari ditemukan Raphael. Tas tersebut harganya lebih dari 10.000 peso, karena para polisi datang ke daerah mereka dan membayar para pemulung untuk mencari tas itu. Hadiah dijanjikan bagi siapa pun yang menemukan tas itu.

Melihat hal tersebut bersama saha-batnya, Gardo, mereka meminta bantuan Tikus (alias Jun – Jun) untuk menyem-bunyikan tas itu beserta isinya. Ketiga sahabat tersebut tau arti pentingnya isi dalam tas itu. Mereka pun memutar otak untuk memecahkan arti catatan itu. Petualangan pun dimulai.

Kehidupan tiga sahabat (Raphael, Gardo, dan Tikus) yang hidup sebagai anak pemulung. Tumpukan sampah meru-pakan bagian dari kehidupan mereka. Bagi para pemulung, benda yang dibuang dan tak berarti bagi orang lain merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi mer-eka. Tumpukan sampah laksana gunung yang menyimpan tambang emas yang be-gitu luar biasa berharganya.

Masa depan pun bergantung dari apa yang mereka peroleh dari tumpukan itu. Plastik, kertas yang akan tersulap menjadi

uang setelah mereka kumpulkan dan men-jualnya, begitu juga dengan barang lain-nya. Ya, kesemuanya menjadi tumpuan hidup dan masa depan mereka.

Meski hanya mengumpulkan sam-pah. Hal tersebut ternyata bukanlah suatu hal yang mudah. Sampah memang terlihat melimpah, namun tidak setiap hari mereka memperoleh apa yang me-reka inginkan itu. Bahkan untuk mene-bak apa yang akan mereka temukan setiap harinya saja begitu sulit. Itulah kehidupan yang diceritakan dalam novel berjudul Trash karya Andy­Mullighan.­

PetualanganRaphael tak pernah menduga bahwa

dia akan menemukan sebuah tas berisi uang dalam dompet. Tapi ternyata, bagi Raphael, ada yang lebih berharga diband-ing uang tersebut. Sebuah peta yang ter-lipat rapi dengan sebuah kunci didalam-nya, itu yang terpenting dalam tas itu.

Ia meyakini bahwa apa yang baru saja ia temukan akan membawanya ke-dalam sebuah petualangan yang besar, menarik serta dapat mengombang -am-bingkan hidupnya.

Bagi Raphael, penemuannya itu merupakan suatu yang special dan mis-terius. Sehingga Ia memutuskan untuk menyimpannya. Bahkan ketika polisi di daerahnya menawarkan hadiah bagi sia-pa yang berhasil menemukan tas terse-but. Ia tetap saja bergeming dan tetap bersikap dengan diam.

Akhirnya tiga sahabat memutuskan untuk bertualang. Petualangan dimulai dengan menaiki kereta api guna mencari loker bernomor 101 sesuai dengan apa yang tertera pada kunci tersebut.

Setelah mereka menemukan loker

itu, mereka dihadapkan kembali pada tantangan yang baru yaitu mengirim-kan pesan kepada Gabriel Olondriz, Tahanan 746229, sel blok 34K sayap selatan penjara Colva.

Kali ini mereka dibuat bertanya – tanya kembali dengan isi surat yang ter-dapat deretan angka – angka dimana tak satupun dari mereka yang mampu men-gartikannya. Sama sekali tidak ada petun-juk untuk memecahkan kode tersebut.

Di tengah petualangan ketiga sahabat tersebut, terbesit menganai siapa sebena-rnya Jose Angelico, sang pemilik catatan. Ia sudah meninggal di penjara atas tudu-han perampokan enam juta dollar, milik seorang wakil presiden, Zapanta. Jose sendiri merupakan yatim piatu yang di-adopsi oleh Gabriel Olondriz. Jose sendiri sudah 18 tahun bekerja di rumah senator Zapanta tersebut.

Terlepas dari siapa Jose Angelico, a rwah Jose seolah memberikan kekuatan tersendiri bagi ketiga sahabat ter sebut untuk terus melanjutkan petualangan mereka. Meneruskan langkah menemui Gabriel Olondriz, guna menerjemahkan deretan angka – angka tersebut yang didalamnya menyimpan pesan rahasia. Pesan mengenai keberadaan uang enam juta dollar yang dirampok oleh koruptor.

Jika kita membaca novel ini, sejak awal terlihat bahwa penulis mencoba membawa pembaca kedalam sebuah teka-teki mengenai apa yang sebena-rnya terjadi. Berawal dari sebuah peta dan kunci bernomor 101, kini pembaca digiring menuju tokoh baru bernama Gabriel Olodriz serta deretan-deretan angka yang menyimpan sebuah pesan.

Pembaca digiring untuk terus men-jadi penasaran. Disinilah titik kelihaian

Resensi

Petualangan Tiga Anak Pemulung

Diresensi oleh Titik Malikah*

Judul : Trash (Anak - Anak Pemulung)Penulis : Andy MulliganPenerbit : PT. Gramedia Pustakacetakan : Pertama, Juli 2012Tebal : 256 halaman

Pesan hujan sungguh agung. Cerita selalu mengabadi. Kisah tentang komitmen, gairah, cinta, mitos se-

lalu ada di sela – sela hujan. Merasakan setiap tetes air hujan seperti merasakan setiap frame yang akan terlukis.

Setelah hujan pelangi datang. Pelangi paham apa yang ingin dia perlihatkan setelah hujan, jika rintik besar itu me-nyapa memberikan tanda bahwa delapan warna pelangi tidak akan hadir untuk hari ini. Namun, hujan tetap bercerita.

Dalam buku kumpulan cerita ber-judul Perempuan­ yang­ Melukis­ Wajah, berisi sebelas cerita, yang ditorehkan oleh delapan penulis untuk hujan. Beberapa cerita mengisahkan tentang hujan dan me-maknai arti hujan itu sendiri. Hujan yang telah membuat beberapa penulis menjadi presentasi kisahnya. Hujan membuat me-reka dan pembaca terjebak dengan segala kenikmatan yang ada. Mungkin begitu, itu yang saya rasakan.

Seperti cerita Hujan,­ Malaikat­ dan­Ibu, yang ditulis oleh Fajar Nugros, hujan yang sangat mengharukan. Dalam cerita tersebut sosok ibu yang sering bercerita tentang dongeng tentang hujan. Cerita dalam cerita yang diramu oleh seorang ibu mengesahkan dan berkata dengan

dongeng tersebut bahwa hujan itu berkah.Selain itu cerita Perempuan­ yang­

Melukis­ Wajah, karya tangan Karmin Winarta, terlihat berbeda dengan kisah – kisah yang ada. Mungkin itulah yang membuat redaksi memilih cerita ini se bagai judul buku ini juga. Kisah yang sa ngat ro-mantis. Cerita yang tak kalah dengan kisah Dewa Zeus atau Romeo and Juliet.

Dalam kisah Perempuan­yang­Melukis­Wajah diceritakan ada seorang perempuan bernama Briant yang hampir menikah. Calon suaminya bernama Among. Kisah mereka tak sampai. Ada kejanggalan ke-napa terjadi hal tersebut. Calon suaminya itu berada di rumah sakit.

Setiap hari Briant berbicara hanya dengan foto Among serta melukis wajah Among di sekujur tubuhnya, hanya untuk meratapi nasib yang Dia alami. Ia benar – benar menjadikan tubuhnya sebagai kan-vas. Hingga suatu ketika Briant akhirnya berada di sebuah kamar dengan seragam khusus orang sakit jiwa.

Ada satu kisah romantis satu lagi, judulnya Hujan Deras Sekali, cerita dari M. Aan Mansyur, cerita tentang hujan yang sangat ambisius. Cerita tentang perselingkungah saat hujan. Cerita aneh tapi asyik.

Cerita hujan yang deras itu di Makassar.

Hujan yang membuat Arya, Marni, Baso, dan Tenri menikmati perselingkuhan. Perselingkuhan yang indah hingga mem-buat cerita itu tak berkesudahan.

Hujan yang membuat cerita terlarang antara tokohnya. Hujan deras dalam cerita ini dijadikan alasan oleh tokoh – tokoh dalam cerita untuk memperpan-jang waktu dalam menikmati hubungan terlarang. Hujan yang membuat mereka berdoa agar tak cepat usai. Hujan deras adalah harapan mereka untuk dapat leb-ih lama menikmati keadaan terlarang.

Sebelas cerita tersebut mampu menghanyutkan kita dalam kisah-kisah hujan rintik dan deras, semuanya meng-gambarkan kenangan yang seolah hidup dalam irama hujan. Karna hujan meng-ingatkan kenangan, kehilangan bahkan harapan yang tak sempat tuntas.

Begitulah kisah, cerita dan dongeng tentang sebuah hujan. Cerita tentang ke-jadian (riwayat) kehidupan seseorang dalam hujan. Kumpulan cerita yang bisa dibaca semua orang. Khsusnya remaja. Mereka akan mempunya pandangan hu-jan dengan latar yang berbeda – beda. Semoga bermanfaat.

*Peresensi anggaota BEM Fakultas Psikologi, UMK

Resensi

Tentang Hujan Lalu

penulis, dimana ia terus saja menciptakan sesuatu yang baru sehingga meski kita su-dah membacanya hampir setengah buku, ending novel tersebut pun belum bisa ditebak. Berkali – kali, penulis mengajak pembaca untuk menerka-nerka apa yang sebenarnya terjadi.

Novel ini begitu menarik untuk di-baca. Setiap lembarnya memberikan kete-gangan tersendiri bagi pembaca. Dari satu petunjuk beralih ke petunjuk yang lain. Inilah yang membuat ikatan emosional antara novel tersebut dengan pembaca.

Pembaca tidak akan berhenti sampai ia se-lesai membaca seluruh isi novel tersebut.

Mengangkat kisah anak-anak para pemulung dan apa yang ditemukannya yang mengarah kepada sebuah raha-sia yang akan merubah hidup mereka. Novel ini menjadi layak untuk dibaca oleh semua kalangan baik itu anak – anak hingga dewasa.

Selain bercerita mengenai korupsi dan kehidupan anak – anak pemulung, novel ini juga mengandung sebuah pesan sederhana. Ada banyak sampah yang kita

hasilkan dan akan berakhir di pembuang akhir. Melihat hal tersebut kita harusnya mengurangi sampah pribadi.

Semoga novel ini dapat menjadi pembelajaran bagi para anak bangsa agar terus berusaha dan tidak berputus asa guna mencapai apa yang mereka in-ginkan dan menjadi seorang yang ama-nah, ditengah – tengah keterpurukan bangsa. Semoga.

*Perensensi aktif di Forum Kuman Baris, Bahasa Inggris, FKIP, UMK

Diresensi oleh Nining Faizatul Muna Arif*

Judul Buku : Perempuan yang Melukis WajahPenulis : Wisnu Nugroho, DkkPenerbit : Gramedia Pustaka Utamacetakan : Pertama, Juni, 2012Tebal : 176 HalamanISBN : 978-979-22-8551-2

Page 21: PEKA Edisi XX

4140 Pena Kampus Pena KampusEdisi XX September 2012 Edisi XX September 2012

Wacana

Modernisasi dapat diartikan se-bagai proses perubahan atau pembaharuan dari corak ke-

hidupan masyarakat yang “tradisional” menjadi “modern”, terutama berkaitan dengan teknologi dan organisasi sosial. Pembaharuan mencakup bidang-bidang yang sangat ba nyak. Bidang mana yang akan diutamakan oleh suatu ma-syarakat tergantung dari kebijaksanaan penguasa yang memimpin masyarakat tersebut. Perubahan merupakan ger-akan searah (linier), progresif (ke arah kemajuan) dan berlangsung perlahan-lahan. Apabila individu atau masyarakat bersifat terbuka terhadap hal-hal baru, maka ada kecen derungan proses moder-nitas itu akan berlangsung secara cepat . Dalam proses perubahan tidak dapat dihindari adanya dampak efek samping.

Gejala modernisasi di sektor perta-nian utamanya dapat dilihat pada peng-gunaan teknologi baru di dalam ke-giatan produksi pertanian. Penggunaan teknologi itu kemudian mengubah cara dan tehnik produksi serta hubungan-hubungan sosial di pedesaan. Penerapan teknologi pertanian modern ditandai dengan beberapa hal. Pertama penggan-tian penggunaan teknologi yang semula meggunakan pupuk kandang menjadi pupuk kimia. Kedua pemakain bibit jenis unggul menggantikan jenis lokal. Ketiga pemakaian mesin traktor pengganti ba-jak. Keempat penerapan teknik irigasi baru, yang meliputi peningkatan manaje-rial dan keteknisan dan pelayanan penya-luran air ke lahan usaha tani dari suatu daerah irigasi dan terakhir penggunaan mesin pemroses pasca panen.

Modernisasi pertanian bukannya tanpa dampak. Di Indonesia, penggu-naan pupuk dan pestisida kimia meru-pakan bagian dari Revolusi Hijau, se-buah proyek ambisius Orde Baru untuk

memacu hasil produksi pertanian dengan menggunakan teknologi modern, yang dimulai sejak tahun 1970-an. Gebrakan revolusi hijau di Indonesia memang terlihat pada dekade 1980-an. Saat itu, pemerintah mengkomando penanaman padi, pemaksaan pemakaian bibit impor, pupuk kimia, pestisida, dan lain-lainnya.

Hasilnya, Indonesia sempat menik-mati swasembada beras. Namun pada dekade 1990-an, petani mulai kelim-pungan menghadapi serangan hama, ke-suburan tanah merosot, ketergantungan pasokan bibit, pemakaian pupuk kimia yang semakin meningkat dan pestisida yang tidak manjur lagi, serta harga ga-bah dikontrol pemerintah. Sementara di masa lalu nenek moyang memanfaatkan pupuk hijau dan kandang untuk menja-ga kesuburan tanah, membiakkan benih sendiri, menjaga keseimbangan alam hayati sehingga lebih bersifat ekologis dan tidak merusak alam, tetapi tingkat produksi rendah jauh di bawah kebutu-han manusia

Pertanian modern yang bertumpu pada pasokan eksternal berupa bahan-bahan kimia buatan (pupuk dan pesti-sida), menimbulkan pencemaran dan kerusakan lingkungan sehingga lahan yang sebelumnya cukup baik akan berubah menjadi lahan yang marjinal serta mem-bahayakan keles-tarian lingkungan hidup. Hal ini tentu tidak boleh ter-jadi terus menerus karena lahan per-tanian akan ter-degradasi secara berangsur-angsur sehingga akan

meninggalkan lahan bermasalah untuk generasi masa datang.

Kedua hal tersebut di atas sangat dilematis dan hal ini telah membawa kepada pemikiran untuk tetap mem-pertahankan penggunaan masukan dari luar sistem pertanian, namun tidak me-bahayakan kehidupan manusia dan ling-kungannya.

Beberapa teknologi alternatif yang telah diterapkan di era modernisasi un-tuk tujuan tersebut adalah :

Teknologi multikultur yaitu berupa diversifikasi komoditas dalam usahatani yang meliputi tanaman tahunan maupun tanaman semusim dengan hewan ter-nak maupun ikan, yang dapat menjadi andalan dalam usahatani masa depan. Pengalaman menunjukkan usahatani

Modernisasi Teknologi Pertanian

Oleh : Farida Yuliani

dengan mengandalkan teknologi mo-nokultur kurang menguntungkan petani karena membutuhkan input tinggi, bahkan kadang-kadang cenderung berdampak negatif. Keuntungan teknologi multikul-tur diantaranya adalah pertama, karena komoditas yang satu dapat memanfaatkan hasil samping dari komoditas lain seperti kotoran ayam atau sapi yang dapat diman-faatkan untuk pupuk tanaman atau tam-bahan makanan ikan sebaliknya bagian tanaman tertentu juga dapat dimanfaatkan untuk makanan ternak. Kedua, dengan diversifikasi komoditas akan mengurangi resiko kegagalan usaha atau terdapatnya saling subsidi keuntungan jika salah satu komoditas harganya kurang baik. Dan yang terakhir ketiga, akan dapat menjaga kelestarian lingkungan.

Teknologi budidaya tanaman secara hidroponik. Merupakan teknik berco-cok tanam dengan menekankan pada pemenuhan kebutuhan nutrisi bagi tana-man, atau dalam pengertian sehari-hari budidaya tanpa menggunakan tanah se-bagai media tanam. Dalam konteks ini fungsi dari tanah adalah untuk penyang-ga tanaman dan air yang ada sebagai pelarut unsur hara (nutrisi), kemudian diserap tanamanan. Teknologi ini wa-lau mengunakan larutan nutrisi pupuk kimia, tetapi ramah lingkungan, karena larutan pupuk yang digunakan dalam kondisi yang berimbang, tidak terbuang dan tidak mencemari lingkungan.

Dalam teknologi budidaya hidropon-ik, pemilihan jenis tanaman yang akan

dibudidayakan untuk skala usaha komer-sial harus diperhatikan. Sebagai contoh jenis tanaman yang mempunyai nilai jual di atas rata-rata, yaitu: a. Paprika b. Tomat c. Timun Jepang d. Melon e. Terong Jepang f. Selada. Bertanam den-gan sistem hidroponik, dalam dunia per-tanian bukan merupakan hal yang baru. Namun demikian hingga kini masih ban-yak masyarakat yang belum tahu dengan jelas bagaimana cara melakukan dan apa keuntungannya.

Selain teknologi tersebut, yang tidak kalah penting dalam era modernisasi ini adalah teknologi pemuliaan tanaman un-tuk mencari varitas-varitas baru yang co-cok untuk kondisi lahan lokalita. Misalnya mencari varitas padi dan palawija yang toleran terhadap stress garam sehingga berpotensi ditanam di lahan pasang surut, atau mencari varitas padi dan palawija yang toleran terhadap kondisi tergenang maupun kekeringan, sehingga diperoleh tanaman padi tahan genangan maupun tahan kering. Hal ini bukanlah merupakan hal yang mustahil karena sekarang sudah ditemukan dan diisolasi gen tahan kering dari tanaman padi liar Arabidobsis­ thali-ana,­dimana apabila gen tersebut dicang-kok ke tanaman lain, tanaman tersebut menjadi tahan kering. Hal ini tentunya menjadi tugas akademisi maupun praktisi yang mendalami bidang pertanian/ ilmu tanaman demi terwujudnya kedaulatan pangan di masa yang akan datang.

Khusus untuk tanaman p adi, telah dikembangkan teknologi

budi daya metode SRI (System­ of­ Rice­Intensifikation). Merupakan metode yang ramah lungkungan, karena metode ini memperhatikan semua komponen yang ada di ekosistem (tanah, tanaman, mikro dan makro organism tanah, udara, sinar matahari dan air). Sehingga mem-berikan produktivitas yang tinggi, op-timal dan sinergis, serta berguna untuk menghindari berbagai pengaruh negatif bagi kehidupan komponen dan keru-sakan lingkungan.

Disamping itu juga memperkuat du-kungan untuk terjadinya aliran energi dan siklus nutrisi secara alami. SRI telah dikenalkan kepada para petani sejak ta-hun 1999 oleh Alik Sutarya dkk. Prinsip-prinsip budidaya tanaman padi SRI (System­ of­ Rice­ Intensification) adalah pertama tanam bibit muda yang kedua tanam bibit satu pohon. Dis samping itu juga Jarak tanam lebar. selanjutnya me-manfaatan bahan organik dari lingkun-gan sekitar. Dan yang terakhir menjaga tanaman tidak tergenang air (hemat air).

Namun sampai sekarang tidak banyak petani yang mengaplikasikan teknologi modern. Rendahnya tingkat pendidikan, terbatasnya kecakapan pet-ani serta terbatasnya modal yang dimil-iki petani merupakan penyebab renda-hnya penerapan teknologi oleh petani. Oleh sebab itu pengembangan sumber-daya di sektor pertanian sangat perlu un-tuk dilaksanakan karena ke depan sektor ini masih menjadi salah satu andalan ekonomi daerah yang cukup penting.

Wacana

Bulletin Fakta Mengungkap Realita

Mahasiswa

SEPTI/PEKA

Page 22: PEKA Edisi XX

4342 Pena Kampus Pena KampusEdisi XX September 2012 Edisi XX September 2012

Industri Kecil Menengah (IKM) adalah usaha yang dilakukan oleh wirausaha yang mencoba mandiri dengan cara

memproduksi dan memasarkan hasil produknya sendiri. Mereka bekerja ti-dak menggantungkan hidupnya menjadi karyawan pada perusahaan besar namun berwirausaha sendiri. Jenis kelompok ini termasuk usaha yang luput dari ter-paan krisis global.

Banyak perusahaan raksasa yang tumbang dan gulung tikar akibat terkena hempasan badai krisis global. Sehingga imbasnya banyak karyawan yang di PHK. Namun berbeda dengan pelaku IKM meskipun badai krisis global datang men-erpa, mereka tetap eksis dan malah cen-derung mengalami peningkatan jumlah pelakunya dari tahun ke tahun.

Di Kudus, banyak sekali pelaku IKM yang setiap tahunnya tidak mengalami penurunan namun selalu mengalami an-gka pertumbuhan. Budaya orang Kudus yang mempunyai etos kerja keras de-ngan sebutan ‘’Gusjigang’’ (Bagus Pinter Ngaji dan Berdagang) melahirkan banyak pelaku wirausaha yang tumbuh subur di Kota Kretek ini. Mempunyai usaha sendiri perlu dikampanyekan juga perlu mendapat support dari pemerintah Kabupaten Kudus.

Ada beberapa yang perlu dilakukan.Pertama, pelaku IKM perlu membuat

organisasi/paguyuban sesama pengusa-ha. Organisasi ini bisa tingkat desa atau tingkat kecamatan bahkan sampai tingkat kabupaten dengan membuat Kelompok Usaha Bersama (KUB). Dengan tujuan untuk membuat jejaring antara sesama pelaku IKM. Dari jejaring yang dibangun lewat organisasi atau paguyuban mereka bisa saling bertukar informasi dan saling mengetahui usaha apa yang mereka ge-luti. Sehingga memungkinkan mereka bisa saling menyuplai kebutuhan diantara mereka. Yang pada akhirnya terjadi suplay­and­demand (permintaan dan penawaran) antara pelaku wirausaha.

Kedua, produk yang dihasilkan oleh IKM perlu dipasarkan. Selama ini masih banyak wirausaha yang berjalan mema-sarkan produknya sendiri-sendiri sehingga kadang terjadi persaingan harga yang tidak sehat yang berdampak saling menjatuhkan

satu dengan lainnya. Alangkah baiknya kalau produk-produknya bisa di sentral-kan seperti berupa show room atau galery yang memajang produk-produk yang di-hasilkan dengan menyepakati harga yang sama untuk setiap produk yang dihasil-kan. Sekaligus sebagai tempat untuk me-masarkan produk.

Dengan tujuan ketika orang dari luar Kudus datang ke Kudus mereka bisa meli-hat produk-produk yang tersentral di show room. Pihak pemkab Kudus bisa mem-fasilitasi adanya show room atau galery itu sebagai bentuk kepedulian terhadap kemajuan dari pertumbuhan IKM.

Atau pihak pemkab Kudus lewat Dinas Perindustrian, Koperasi dan UMKM menjadwalkan kegiatan untuk memperkenalkan produk-produk ke ma-syarakat. Bentuknya bisa seperti pasar rakyat dengan mengundang pelaku u saha untuk memamerkan sekaligus menjual produk yang telah mereka hasilkan. Acara ini bisa dikemas seperti pameran dengan tujuan produk-produk usaha bisa dikenal masyarakat baik yang di Kudus ataupun luar Kudus. Yang pada akhirnya mereka akan membeli produk itu.

Ketiga perlunya untuk terus men-support pelaku IKM yang mulai tum-buh dan berkembang dengan bantuan peralatan yang mereka butuhkan. Dan hal ini ternyata sudah dilakukan oleh Pemkab Kudus lewat Dinas Perinkop dan UMKM Kudus yang setiap tahun memberikan bantuan peralatan bagi IKM yang tergabung dalam Kelompok Usaha Bersama (KUB). Hal ini dengan harapan mereka akan bisa mengem-bangkan usahanya dengan penambahan alat produk.

Terakhir sangat perlu peningka-tan sumber daya manusia (SDM) yang berkesinambungan bagi pelaku IKM. Baik yang terkait dengan peningkatan mutu produk juga pengetahuan tentang memasarkan produk lewat internet. Ini sangat penting sekali terkait kompetisi di sektor wirausaha semakin hari sema-kin keras dan ketat sekali. Dibutuhkan peningkatan SDM yang terus menerus agar mereka terus berinovasi dan tidak ketinggalan dengan IKM di luar Kudus.

Hal ini bisa dilakukan dengan pem-binaan dan menjadwalkan pelatihan un-tuk peningkatan SDM bagi pelaku IKM. Sehingga dari peningkatan SDM itu, bisa menghasilkan produk-produk baru dari hasil inovasi dan berkualitas tinggi. Dan juga mereka akan selalu menciptakan produk-produk yang lebih unggul baik dalam hal design ataupun kualitasnya.

Disamping itu juga, pihak Dinas Perinkop dan UMKM perlu menjadwal-kan untuk study banding bagi pelaku IKM ke kota lain. Dengan tujuan mereka bisa melihat sekaligus menimba ilmu kesuk-sesan dari pelaku usaha yang ada di kota itu. Sehingga ketika balik ke Kudus, ilmu yang didapatkan bisa digunakan untuk meningkatkan produktifitas usaha yang mereka geluti selama ini. Butuh kerjasama yang baik antara pelaku IKM dan peme-rintah Kabupaten Kudus untuk bersama-sama mewujudkan kota Kudus sebagai kota lahirnya para pengusaha. Sehingga kedepan angka pengangguran di Kudus setiap tahun mengalami penurunan.

Penulis adalah koordiantor Komunitas Kampung English desa

Temulus Mejobo Kudus.

Wacana

Menumbuhkan IKM di KudusOleh : Muslimin

Budaya

Dua minggu jelang Ramadan, sepanjang Jalan Sunan Kudus pasti ramai dengan pedagang dari Kudus ataupun luar Kudus yang mendirikan lapak dalam perayaan tahunan,

Dandangan. Tradisi Dandangan semula berasal dari warga yang menjual dagangan bagi masyarakat yang berkumpul di Menara Kudus untuk mendapat- kan informasi awal Ramadan tiba.

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kudus melalui Kabid Pariwisata, Sancaka Dwi Supani me-ngatakan, tradisi ini merupakan tradisi yang sudah ada sejak Zaman Sunan Kudus. ”Jadi tradisi ini sudah dilakukan sejak lama, tapi kapan pastinya belum tahu,” katanya.

Kata Dandangan berasal dari suara beduk yang ditabuh dan menghasilkan bunyi dang-dang. Namun ada pula pan-dangan lain, secara etimologis, kata Dandangan berasal dari Bahasa Jawa ndang – ndang. Sedangkan arti kata tersebut be-rarti cepat-cepat.

Kata ndang-ndang, bisa diartikan isyarat untuk segera me-nyiapkan makan sahur menjelang puasa pertama Ramadan esok harinya. Pada H-1 itulah masyarakat umum yang da-tang menunggu pengumuman dari Sunan Kudus tentang awal puasa.

Karena banyaknya orang berkumpul, tradisi Dandangan kemudian tidak sekadar mendengarkan informasi resmi dari Masjid Al-Aqsha Menara Kudus, tetapi juga dimanfaatkan para pedagang untuk berjualan di lokasi sekitar masjid. ”Di sana akhirnya dijual berbagai peralatan rumah tangga, pak-aian, sepatu dan barang lainnya hingga saat ini,” terangnya.

Pani menambahkan, pedagang yang berjualan tak hanya dari Kudus saja, melainkan dari luar Kudus, bahkan dari Kota Bekasi. Mereka memang telah mengagendakan un-tuk berjualan di sana, namun kebanyakan yang berjualan dari warga Kudus.

Namun kini Dandangan justru terkenal dengan dagangan atau keramaiannya, bahkan semacam pasar malam. Namun untuk menjaga agar tradisi itu tak hilang

karena bergesernya anggapan masyarakat, maka Disbudpar Kudus mengadakan visualisasi Dandangan dengan kirab.

Tujuannya untuk mengingatkan kembali bagaimana asal usul dari Dandangan. Sehingga masyarakat tetap ingat apa tu-juan utama Dandangan. ”Karena kami tak ingin asal usulnya hilang dan Dandangan justru hanya dikenal dari dagangan dan keramainnya,” ungkapnya.

Sementara itu, Sejarawan Kudus, Edy Supratno me-ngatakan, pernah suatu ketika dia bertanya kepada orang kelahiran 1950-an. Saat itu orang yang ditanya mengatakan tradisi Dandangan telah ada sejak masa kecilnya. Kondisinya pun tak jauh beda dengan Dandangan yang ada saat ini.

Bahkan orang tersebut mengatakan Dandangan seperti layaknya pasar malam. ”Ketika saya datang ke Kudus pada 2002, saya juga mengira Dandangan adalah pasar malam,”

imbuhnya.Tradisi ini memang telah ada sejak zaman Sunan Kudus,

namun melihat kondisi saat ini, fungsi Dandangan mulai

Asal Usul Dandangan Mulai Bergeser

Dandangan Bukan Sekadar Pasar Malam

Reporter : Mukhlisin dan Farah Dina Yuliani

TEATRIKAL : berperan sebagai Sunan Kudus ketika membacakan pengumuman awal puasa.

MUKHLISIN/PEKADOK.PRIBADI

Page 23: PEKA Edisi XX

4544 Pena Kampus Pena KampusEdisi XX September 2012 Edisi XX September 2012

Budaya

bergeser dari fungsi awal. Sehingga ma-sih ada atau tidaknya makna religiusi-tas dan dasar moral yang melandasi Dandangan dipertanyakan. Akibatnya banyak makna yang hilang dari Dandangan karena keramaian dan per-ayaan semata.

Menurutnya, Dandangan bukanny a hanya sekadar pasar malam de ng-an keramaian dan jual belinya, karena Dandangan merupakan bagian dari aga-ma. ”Pergeseran pola dan bentuk dan-dangan hendaknya menjadi per hatian serius dari agamawan, budayawan, in-telektual, pemerintah dan masyarakat Kudus sendiri,” paparnya.

Dulu, masyarakat Kudus berkum-pul di depan Masjid Al-Aqsha Menara Kudus untuk menunggu pengumuman awal puasa Ramadan dari Syeikh Ja'far Shodiq. Awal puasa yang diumumkan dengan memukul beduk di Masjid Al Aqsha Menara Kudus.

Namun, kini masyarakat dalam menentukan awal Ramadan lebih

memilih pengumuman dari pemerin-tah dan keberadaan Masjid Al-Aqsha Menara Kudus untuk penentuan awal Ramadan berkurang.

”Agar asal usul Dandangan tidak hilang, maka perlu diberikan penjela-san kepada anak-anak tentang sejarah Dandangan,” jelasnya.

Menurutnya, kalau hal tersebut dibiarkan terus menerus, maka tradisi Dandangan akan dikenang sebagai pasar malam. Jika pengetahuan tentang sejarah tidak di berikan sejak kecil, maka pandangan masyarakat tentang Dandangan nantinya hanya sebatas pasar malam saja. Padahal Dandangan bukan pasar malam.

Namun dengan adnya Dandangan seperti saat ini, dengan pedagang dan keramainnya justru menjadi salah satu wisata Kudus. sehingga Dandangan telah menemukan bentuk baru sebagai bagian dari tradisi menjelang puasa.

Salah satu pedagang asal Kabupaten Jepara, Wartoyo, 61, mengaku tiap

tahun dirinya selalu membuka stan da-gangannya di Dandangan. Dia pun me-ngaku jika hasilnya cukup memuaskan. Disamping harga sewa tempat yang mu-rah, hanya Rp. 200.000 per petak, po-tensinya juga cukup besar.

Pengelolaan Dandangan juga di-keluhkan, karena banyak preman yang meminta sejumlah uang kepada peda-gang dengan dalih untuk uang keama nan. “Ketika dimintai uang, biasanya saya memberikan Rp 50 ribu,” ungkapnya.

Pengelolaan Dandangan yang kurang baik juga diamini Supriyanto, 40, peda-gang kerak telur asal Solo. Dia mengaku sudah lima tahun ini berjualan kerak telor saat Dandangan. Tidak se perti pedagang lain yang menyewa lapak, dia hanya membayar Rp 2 ribu untuk uang keber-sihan, karena hanya membayar uang ke-bersihan, maka dia selalu meramaikan tradisi asli Kudus ini.

(Mukhlisin dan Farah Dina Yuliani/PEKA)

Memoar

Mulut penulis mengeluarkan asap dingin ketika penulis pertama kali menginjakkan kaki di University

of Kansas Lawrence Kansas Amerika Serikat. Bersama 19 mahasiswa di selu-ruh Indonesia, penulis yang juga belajar di Universitas Muria Kudus mendapatkan beasiswa Indonesian English language Study Program (IELSP) dari pemer-intah Amerika yang di selenggarakan oleh Indonesian International Education Foundation (IIEF) di Jakarta.

Berawal dari sebuah mimpi untuk be-lajar ke lua negeri, penulis memulai per-jalanan ini. Penulis yakin bahwa setiap orang mempunyai mimpi, tak terkecuali orang yang kekurangan. Namun banyak dari mereka hanya bermimpi kosong, tidak dikejar dengan sepenuh tenaga. Penulis berusaha dengan keras untuk bisa mengejar mimpi itu. Ketika masuk kuliah di Universitas Muria Kudus, penulis harus bekerja keras untuk bisa menikmati hidup, mulai dari membuat kursusan sampai jua-lan ke pasar-pasar.

Mimpi itu pun terwujud pada tang-gal 28 Mei 2012, penulis berangkat menuju University of Kansas. Proses perjalanan yang tidak mudah untuk mewujudkan mimpi ini. Ujian pertama adalah test TOEFL yang harus mempu-nyai nilai di atas 450. Penulis mencari refrensi baik di internet maupun orang yang dikenal untuk mencari dimana penulis bisa mengikuti test tersebut. Akhirnya penulis memilih lembaga bahasa di UNIKA Semarang. Masalah financial juga menjadi kendala, meski hanya Rp. 290.000 penulis kesulitan untuk mendapatkannya. Akhirnya penu-lis memutuskan untuk memecah tabun-gan yang ada dirumah. Dengan belajar mengerjakan soal-soal tiap hari, akh-irnya penulis bisa mendapatkan TOEFL yang bisa memenuhi syarat meski tidak sesuai harapan di awal.

Selanjutnya penulispun meminta rekomendasi dari dosen. Karena per-siapan yang kurang baik dengan dike-jar waktu dan hasil ujian TOEFL yang

mepet, penulis meminta dua dosen UMK untuk bisa memberikan reko-mendasi dengan cepat, meski waktu itu adalah waktu liburan. Satu dari dosen tersebut tidak bisa dengan alasan yang tidak jelas, namun satu dosen lagi bisa. Dengan penuh semangat Ahdi Riono memberikan rekomendasi yang sesuai dengan keinginan dan tepat waktu.

Hal yang terakhir adalah menyiap-kan berkas. Terlihat dalam formulir pendaftaran bahwa semua dokumen harus dicopy menjadi empat bagian. Berbekal pengalaman menulis sejak SMA sampai dengan bergabung dengan majalah kampus Pena Kampus (Peka) dan ikut organisasi lain, penulis dengan yakin mengisi form dengan melampir-kan semua tulisan yang sudah pernah masuk di media nasional dan lokal serta pengalaman organisasi baik di sekolah, kampus maupun di masyarakat.

Tidak lupa penulis juga menulis-kan tentang keluarga dan statment mo-tivasi. Disini kata banyak orang akan

Mengejar Mimpi di USA

MUKHLISIN/PEKA

KIRAB DANDANGAN : Peserta melakukan pementasan saat Kiran Budaya Dandangan di depan pendopo Kabupaten Kudus.

DOK. PRIBADI

PENTAS : Pimpinan umum Peka 2011-2012

saat pentas monolog di Kansas University,

Amerika Serikat.

Page 24: PEKA Edisi XX

4746 Pena Kampus Pena KampusEdisi XX September 2012 Edisi XX September 2012

Memoar

mempengaruhi proses beasiswa itu sen-diri. Tidak mau salah, penulis mengi-rimkan tulisan ini ke teman yang ada di Belanda untuk mengkoreksi dan mem-berikan saran. Setelah berjuang selama sekitar satu bulan untuk bisa melengkapi sebuah berkas, akhirnya penulis mengirim berkas yang beratnya sekitar satu kilo di kantor pos dengan penuh keyakinan dan doa, penulis bisa lolos beasiswa ini.

Setelah sekitar dua bulan, penumuman untuk wawancara itupun datang. Namun insiden terjadi ketika hari dimana ada pengumuman, HP penulis hilang. Untung diaplikasi dituliskan nomor kakak yang akhir nya memberitahu kalau ada telfon untuk wawancara di Semarang.

Proses persiapan wawancara itu pun tidak mudah, sebelum wawancara penu-lis mencari refrensi di internet untuk bisa lolos wawancara. Selain itu, penu-lis juga belajar dari saudara yang lolos beasiswa ke Australia dan juga belajar tip dan trik untuk lolos wawancara.

Akhirnya telfon nomor yang dimu-lai 021 itu berdering di HP penulis. Sebelum mengangkat penulis sudah berdebar debar bahwa itu adalah pe-ngumuman lolos untuk bisa belajar di Amerika. Hal itu pun benar. Meski di warung, penulis berteriak kencang de-ngan mengucap syukur kepada Tuhan setelah diberitahu lolos.

Perjalanan menuju Amerika itu dim-ulai pada Kamis (28/6). Dengan naik pesawat dari Semarang menuju Jakarta memenggunakan Lio Air merupakan pengalaman pertama bagi penulis naik pesawat terbang. Sebelum memulai perjalanan ke Amerika, penulis diberi pe ngarahan oleh petugas IIEF dan di-periksa koper yang akan dibawa.

Singapura menjadi negara pertama yang dikunjungi penulis dengan meng-gunakan maskapai Lufthansa milik Jerman. Sesampai di Singapura, penu-lis masih mempunyai waktu tujuh jam. Kesempatan ini sangat langka, sehing-ga penulis gunakan untuk jalan-jalan menggunakan bus singapura utnuk me-ngililingi bandara dan melihat luar ban-dara. Perjanan dilanjutkan ke Jepang, Chicago dan sampai di Lawrence.

Ketika di Amerika, penulis tinggal di Hanshinger sebuah asrama kampus tingkat 8. Penulis tinggal di lantai tujuh nomor 717 bersama John Nguyen, orang asli Amerika. Selain itu banyak juga mahasiswa internasional yang dinggal disana seperti Vietnam, Brasil, Jepang,

Zimbawe dan banyak Negara lain.Setelah dua hari tinggal, kami pun

langsung diberi ujian untuk menentukan kelas. Berbagai jenis soal reading, gram-mar, listening dan writing menjadi ujian untuk dapat menentukan level. Penulis berada di level tiga yang menandakan kemampuan penulis masih standard dan butuh belajar untuk bisa lulus.

Selama 8 minggu para pendidik di University of Kansas dengan penuh tanggung jawab memberikan materi dan pendidikan dengan sangat bagus. Rasa tanggungjawab seorang pendidik benar-benar bisa dirasakan. Bagaimana pendidik juga bisa memahami karakter muridnya. Mereka juga menggunakan buku-buku yang terkini yang didasarkan oleh penelitian di Amerika.

Setiap hari senin sampai jum’at

pagi penulis disibukkan dengan kuliah dan tugas. Namun kuliah itu tak terasa karena penulis senang dengan pelajaran-nya dan ini terbalik dengan pendidikan di Indonesia. Penulis sering tidak mau masuk karena pengajar (bukan pendidik) tidak faham dengan apa yang di ajarkan-nya. Tanggungjawab merekapun kurang, apalagi umpan balik dari dosen tidak ada.

Protes untuk pindah kelas dan min-ta ganti dosenpun menjadi hal biasa di Amerika. Siswa adalah raja yang ingin diajarkan ilmu dan faham, bukan sekadar manusia hidup yang beri ceramah terus selesai. Harapan yang sangat besar agar model ini bisa diterapkan di Universitas Muria Kudus. Setiap orang boleh ber-mimpi besar dan bisa mendapatkannya. Ayo kejar penulis untuk menyusul ang-katan selanjutnya.

Puisi

Dimana Pejuang Senja?

Kerikil-kerikil yang terserak berceloteh diperut malamSyair “gugurpahlawan” coba kejutkan kerikil-kerikil yang tak rapat laksana tinta..Sejarah yang berjalan selintas mencoba goreskan hati sebagai penaDan hati-hati yang mengeras bak kertas yang tak jelas dibaca kualitasnya dimata dunia...Kau adalah tulang-tulang muda yang seharusnya mampu bergerak mengubah dunia...Kau adalah pejuang, tapi dimana pengorbananmu untuk nusa?09112011

Karya-karya : Nor Kholidin Al-alawi

Sarapan Kata

Pagi ini begitu indah namun melambat tuk menyapakuSementara kata-kata lebih dulu tersaji menjadi menu sarapan Dengan piawai sebatang rokok pun terapit jemari-jemari layu

Menusuk bersamaan beradu cepat merasuk di kepala Sedang kata-kataku yang terserak belum sempat terajut ....

Sementara kerepulan asap rokokmu berurutan menjelma keda-maian

Lalu Ku tuang kopi lagi dan sadarkan keadaan hingga jemari kembali mengemudi tumpangkan makna,

Selamat pagi kata dan alam raya!

Mendaki Malam di Muria

Tak ada kasur empuk yang mampu menyangga ragaku Tak ada bantal empuk yang mau menjadi tempat bersandarnya

kepalakuYang ada hanya dingin dan gelapyang menyelimutiku....

Muria dalam malam musim hujan januari

Kerinduan Musafir

Sajak-sajak sepi menyentuh hariku Namun kata kian bertubi menumbuak waktuSegenggam embun waktu ingin kuhabiskan bersamamu merangkai kemanjaan diatas anyaman ti-kar kerinduan yang kian buyar oleh terik perjumpaan Kini ku yang sepi merangkai teka teki menguak misteri panorama sandiwara duniaPejam mata terpajam mengapit mimpi mimpi, menyambutmu dialam image bawah sadarmu...Embun kata 22/12/2011

Daun kesunyian

Malam merupa terik diatas pembaringan raga Dan siang berpendar menikmati wisata alam bawah sadar

Sisipkan jemari waktu tuk menenun kata yang terserak mencipta figura makna Kini hasil rana terpajang sempurna dan bukan sekedar indah gambarnya

Bagaimanakah proses membingkainya?Foto-foto itu kini terpajang rapi melekat pada dinding bisu bukan berarti tak

selalu tak dipandangi10/11-2011

DOK. PRIBADI

Page 25: PEKA Edisi XX

4948 Pena Kampus Pena KampusEdisi XX September 2012 Edisi XX September 2012

Puisi

Kudus Tempatku Kembali

Kala aku pergiKaulah tempatku kembali

Kala aku berkelanaKaulah tempatku kembali

Kala aku melancong ke negeri orangKaulah tempatku pulang

Kala aku MerantauKaulah tempatku pulang

Kudus ku nan asriSelalu melekat dalam hatikuTiada tempat ku kembaliSelain engkau tanah kelahiranku

Oleh: Vah-Mee Joseph

Pesan Sang HujanDalam perjalanan hujan menjemput senja Satu rintik berpujangga tuangkan maknaKedalam kelopak mataku dan berkata:Segala yang dari bumi akan kembali ke bumi Segala yang tiada kan kembali binasadan dalam ketiadaan tidak akan ada yang berubahDan kini hujan pun berhenti....

Kawan, melajulah hingga “panas-dingin” terlampaui

Psikologi UMK12012012

Oleh: Nor kholidin Al-Alawi

Oleh: Vah-Mee Joseph

Sang PengelanaDari gunung kau turuniMelintasi terjalnya bukit bukitTaklukan lembah tepian sungaiTuk belajar harumkan negeri

Dari hutan kau berlariMenyusuri rimba dengan beraniMembusungkan dada nyalakan apiTuk terangi alam nan sunyi

Dari pantai kau seberangiMenjelajah ganasnya ombak badaiTak kenal lelah mendayung rakitTuk mencapai segala mimpi

Puisi

Menjamu Malam Pada PeristirahatanMalam adalah kejujuran dari pelarian-pelarian akan terangBukan.. bukan pada kata yang melimpah ruahlebih pada getaran hati yang berkata-kata memadu rasa dan karsaSegala pelarian adalah kelelahan yang cukup panjangNamun bukan jua memperdaya getaran hati berlari tanpa ujung rasaMalam begitu sederhana dengan suasana dan tanda-tandaBukan pada keistimewaan selera sesaat dan menguap pada sedikit keindahan dan hanya menyerupa bentuknya sajalihatlah kesederhanaan malambeningnya embun temaram dalam ketenangan alam rayapurnama dengan cahaya tenang bersanding sinar gemintangatau kau telah berlari ke alam mimpi?

Jepara,11091433/30072012

Oleh: Nor Kholidin Al-Alawi

Kliwon Kala DilemaIsak tangismu membanjiri relung hatimu dan berkaca-kacaTak sedikit pun kulihat simpul bibir mu merangkai senyumSementara sehelai cahaya terus melaju bersama sang suryaSeakan beri secarik semangat padamu, bahwa hidup adalah perjuangan dan doa

Kini kau masih bersimpuh bersama sisa-sisa kekuatan yang tersisaPanasnya kobaran malam kemarin rupanyaKau dibuatnya lunglai tanpa dayaBedeng yang kini kau tinggali, banyak peruntungan “pemeran” memainkan lakonnya

Berfikirlah sejenak diatas ketenangan jiwaSemoga kau jumpai jawaban bijaksanaBiarlah sementara kau bergerak seadanya sambil meniup dapur­mu agar kembali ngebulSembari menanak pengharapan untuk kebaikan masa depan

Kudus, 16 Februari 2012

Oleh: Nor Kholidin Al-Alawi

negeri KanibalMendung semakin menggantung,Tak ingin enyahkan gelap yang menyayat,Seperti hidup di negeri tanpa mentari,Tak ada siang segelap malam, Setiap hari adalah pengulangan, Antara kepedihan dan kesakitan,Bila kau kuat kau menang,Kalau kau lemah,Nasibmu tak lebih dari sampah,Tak peduli berteriak hingga suara serak,Menangis mengais sisa beras,Di Negeri Kanibal,Tak ada kawan ataupun teman,Tak ada pemimpin berhati terpimpin,Kau harus makan kalau tak ingin dimakan,Harus menginjak sebelum diinjak,Kekuasaan hanya kanibalisme,Rakyat sekadar makanan birokrat,“Demi Rakyat, Atas nama rakyat,,”Dan sekejap, mobil pun berlipatSarap!

Oleh: Azura

Page 26: PEKA Edisi XX

5150 Pena Kampus Pena KampusEdisi XX September 2012 Edisi XX September 2012

Malam semakin larut, Ardian sudah terlelap dengan mim-pi-mimpinya yang memacu

lajunya entah kemana, sedang aku masih tenggelam dengan peker-jaanku. Sebagai seorang dosen, pekan ini memang sangat menyi-bukkanku. Aku harus memeriksa beberapa file yang berisikan tugas-tugas dari mahasiswaku.

Jam menunjukan pukul dua malam, aku pun mematikan lap-top yang ada di hadapanku lalu beranjak menuju ke kamar Nila anakku. Aku belai wajahnya yang terlalu polos untuk anak seu-sianya. Anak semata wayangku ternyata telah menjelma menjadi gadis manis dengan usianya yang beranjak limabelas tahun. Butir-butir air mata jatuh di kedua pipi-ku, dan tanpa sengaja menetes di telapak tangan Nila. Nila terban-gun dan mengucek matanya.

“Ada apa, Mah?” tanya Nila.“Tak apa sayang, boleh mamah

tidur di sampingmu?” tanyaku sambil menahan air mata. Nila membuka matanya dan hanya menjawab dengan anggukan.

Aku mencoba merebahkan tu-buhku dan menyesuaikan posisi tubuhku dengan posisi tidur Nila, mencoba membuat Nila merasa nyaman dengan kehadiranku di sampingnya. Kubelai rambut dan kuusap keningnya. Tak begitu la-ma, Nila telah kembali pulas. Air mataku mengalir lagi, aku men-erawang dalam cahaya temaram yang di pantulkan dari lampu ruang keluarga. Ratapan hatiku memang tak pernah dirasakan oleh Ardian. Suamiku itu lebih suka menyibukan dirinya de ngan pekerjaan kantornya lalu pulang dengan keadaan yang sangat

lelah, setelah itu tertidur pulas tanpa menegur Nila walau kamar kami bersebelahan.

***Aku tak pernah mengerti apa

yang dipikirkan oleh Ardian hingga sekarang dia benar-benar tak per-nah mau menya yangi Nila, bahkan mencium pipinya pun sekarang tak mau. Padahal dulu Ardian sangat senang sekali ketika mendengar kehamilanku, dia yang sangat an-tusias dengan perkembangan janin yang ada dalam kandunganku. Tak pernah sekalipun dia lupa untuk mengabsen si jabang bayi yang ada di perutku. Dia seakan menjelma menjadi calon bapak yang sangat menyayangi calon keluarga baru yang segera datang itu.

Saat usia kandunganku men-capai enam bulan, Ardian ber-sikeras memeriksakan sekaligus mengUSGkannya. Betapa besar harapan Ardian dengan janin itu, dia sangat mendambakan bayi laki-laki yang sehat. Namun ha-rapan itu pupus. Setelah melalui proses pemeriksaan, dokter me-nyatakan bahwa bayi kami perem-puan. Terlihat kekecewaan di wa-jah Ardian, namun segera dia ali-hkan dengan senyum yang sedikit dipaksakan.

“Tak apa lah dok, yang penting Mila dan anak saya sehat,” ujarnya dan aku sambut dengan senyum disusul tawa dokter yang memer-iksaku.

Namun aku sangat tahu keke-cewaan yang Ardian rasakan, dengan suara lirih aku ucapkan kata maaf saat kami menempuh perjalanan pulang. Ardianpun ter-diam sejenak lalu menyambutku dengan senyumnya yang khas.

“Aku nggak papa Mil, bukankah

Cerpen

INIKAH KARMA?Oleh: Septiana Tri N

INIKAH KARMA?anak itu pemberian Tuhan, terserah dia mau memberi laki-laki ataupun perempuan, aku akan bahagia me-nyambut kelahirannya esok,” ujar Ardian, dan itu adalah kata-kata indah yang tak pernah aku lupak-an. Ya, kata- kata yang membuatku bersemangat menjalani kehamilan karena Ardian telah menunjukkan kasih sa yangnya.

Sebulan kemudian, aku men-galami sedikit kecelakaan, aku terpeleset dan terbanting di lan-tai rumahku. Pendarahan hebat membuatku harus melahirkan Nila sebelum waktunya, melalui operasi aku melahirkannya. Nila terlahir prematur, hal ini membuat Ardian sangat menghawatirkan kami terlebih dia sangat meng-hawatirkan Nila. “Bagaimana keadaan anak saya Dok?” tanya Ardian. “Semuanya baik baik saja tapi si kecil harus mendapatkan perawatan lebih,” jawab dokter.

Aku sangat bangga, Nila adalah anak yang sangat kuat. Walau ma-sih harus diinkubator, Ardian tetap bisa mengadzaninya. Dan hanya dengan beberapa hari diinkuba-tor, Nila diperbolehkan pulang bersama kami.

Rumah yang kami tempati saat itu telah menjadi rumah seutuh-nya. Seorang gadis mungil yang dengan keriangannya memang-gilku de ngan se butan mamah dan memanggil Ardian dengan sebu-tan papah. Ardian sangat mena-ruh harapan terhadap peri mungil kami itu. Dia selalu menggadang-gadangkan cita-cita yang tinggi terhadap Nila. Mulanya aku men-ganggap bahwa semua itu sangat wajar. Harapan-harapan Ardian ha nyalah harapan seorang ayah ter hadap anak semata wayangnya.

Namun tak tahu mengapa Ardian semakin menjadi, semakin lama aku semakin takut. Harapan yang berlebihan membuat Nila menjadi tertekan. Ketika Nila be-rada di kelas tiga se kolah dasar, Ardian tega memukulinya hanya karena Nila mendapat nilai lima di tes matematikanya.

“Papah berharap banyak pad-amu, karena kamu tumpuan ha-rapan papah mamah, tapi kamu malah menyia-nyia kannya!” bentak

Cerpen

Page 27: PEKA Edisi XX

52 Pena KampusEdisi XX September 2012

Cerpen

Ardian kepada Nila.Bentakan Ardian cukup mem-

buat Nila gemetar, dan tak lama setelah itu Nila pingsan. Ahirnya kami yang kalang kabut mem-bawanya ke dokter. Mulai saat itu Nila menjadi sangat takut terha-dap sosok Ardian. Namun bukan-nya Ardian sembuh dari kedik-tatorannya, dia malah semakin menjadi. Kediktatoran Ardian membuat mental Nila menjadi nihil. Prestasinya pun semakin menurun.

Puncaknya saat Nila berumur sepuluh tahun, Nila mendapat nilai nol di ujian matematikanya. Ardian menjadi kalap dan memu-kuli Nila. Malamnya badan Nila mengalami panas tinggi, Nila ke-jang. Ardian tak mau tahu dengan keadaan Nila, aku yang kalang ka-but membawanya ke dokter. Nila diopname beberapa hari.

Beberapa bulan berlalu, aku merasa ada yang aneh dengan ma-laikat kecilku. Dia tak seperti Nila yang dulu, semakin lama sikap-nya semakin kekanak-kanakan, prestasinya semakin lama sema-kin menurun, bisa ku bilang IQnya semakin jongkok. Yang membuat aku yakin bahwa Nila mengalami keterbelakangan mental adalah saat aku mengetahui dia tak bisa lagi menghitung jumlah jarinya sendiri. Air mataku tak dapat kubendung lagi, Peri cantikku sekarang tak seperti dulu, bukan Nila yang pintar dan cakap lagi.

Mulai saat itu aku dan Ardian menjadi tidak akur. Tiap malam kami berde-bat tentang sikapnya ke Nila. Aku bersikeras mengatakan bahwa tak sepantasnya Ardian melakukan itu ke Nila. Aku se-lalu menyalahkan Ardian. Mulanya dia hanya diam, ketika aku mulai membuka pembi-caraan, dia segera pergi menjauhiku tanpa sepatah kata terucap di mulutnya.

Namun semakin lama Ardian mulai geram

terhadapku, dia menumpahkan kejengkelannya terhadapku ke peri kecil kami. Dia pukuli Nila hingga memar-memar seluruh tubuhnya dan ahirnya Nila mu-lai kembali kejang. Seperti yang sudah-sudah, Ardian segera pergi meninggalkan kami, dan dengan berlinang air mata aku bawa anak tersayangku ke dokter yang selalu menanganinya.

Kondisi Nila semakin membu-ruk, dan parahnya lagi Nila tak dapat lagi mengikuti sekolah formalnya. Terpaksa aku memperkerjakan per-awat khusus untuk merawat Nila saat aku bekerja atau ada keperlu-an. Nila menjadi bersifat kekanak-kanakan. Sikapnya berubah, dia tak pernah merasa bahwa dia beranjak dewasa. Nilaku yang sekarang se-lalu menjadi Nila kecil yang tak per-nah menyadari bahwa dia seharus-nya beranjak dewasa.

***Dua hari yang lalu, perteng-

karan hebat kami terjadi lagi. Masih dengan masalah yang sama, sikap Ardian terhadap Nila tak pernah berubah malah bertambah keter-laluan. Hal itu membuat Nila sema-kin takut terhadapnya.

“Ini semua

karena kesalahanmu di masa lalu Mila, seharusnya tak aku turuti keinginan orang tua kita yang me-mintaku untuk menikahimu jika ahirnya sama sekali tak memba-hagiakanku,” ujarnya jengkel.

“Jadi kamu menyesal menika-hiku mas?” tanyaku.

“Ya, aku sangat menyesal me-nikahimu dan sempat mencin-taimu,” ucap Ardian emosi

“Astagfirullah” ucapku lirih.“Aku menikahimu dalam ke-

adaan kau tidak perawan, dasar murahan, kau pun tak bisa mem-berikanku anak laki-laki, dan yang aku sesalkan kau telah melahir-kan anak perempuan yang bodoh, sebodoh kau yang tak bisa men-jaga apa yang seharusnya untuk suamimu,” ujarnya ringan sambil mengambil jaket dan kunci mo-bilnya lalu berlalu entah kemana.

“Tuhan inikah yang harus kuterima, betulkah setiap per-buatan harus ada balasannya. Maafkan aku Tuhan ................,” batinku menangis. Tubuhku tera-sa lemas kupandangi peri kecilku yang masih berdiri disampingku. “Maafkan ibu Nak,” kupeluk Nila erat.