Upload
buitu
View
250
Download
7
Embed Size (px)
Citation preview
PELAKSANAAN METODE CERITADALAM PEMBELAJARAN DI
PAUD AL-WATHONIYAH GEMUH KENDALTAHUN PELAJARAN 2009/2010
SKRIPSIDiajukan Guna Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1 (S1) Ilmu Tarbiyah
Jurusan Pendidikan Agama Islam
Nama : AIZATUT TAULIANIM : 063111102
FAKULTAS TARBIYAHINSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG2010
ii
iii
iv
DEKLARASI
Penulis menyatakan dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab bahwa skripsi
ini tidak berisi materi yang telah pernah ditulis orang lain atau diterbitkan.
Demikian juga skripsi ini tidak satu pun pikiran orang lain, kecuali informasi yang
terdapat dalam referensi yang dijadikan sebagai bahan rujukan.
Semarang, 13 Desember 2010
Deklarator
Aizzatut TauliaNIM. 063111102
v
ABSTRAK
Aizatut Taulia (NIM: 063111102). Pelaksanaan Metode Cerita DalamPembelajaran DI PAUD Al-Wathoniyah Gemuh Kendal tahun pelajaran2009/2010. Skripsi. Semarang: Program Strata 1 Jurusan Pendidikan AgamaIslam Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang, 2010.
Penelitian ini bertujuan: 1) Mengetahui pelaksanaan metode ceritadalam pembelajaran di PAUD Al-Wathoniyah Gemuh Kendal tahun pelajaran2009/2010; 2) Mengetahui faktor-faktor apa yang menjadi penunjang danpenghambat pelaksanaan metode cerita dalam pembelajaran di PAUD Al-Wathoniyah Gemuh Kendal tahun pelajaran 2009/2010.
Penelitian ini adalah penelitian lapangan dengan metode penelitiandeskriptif. Adapun pendekatan yang digunakan adalah pendekatan deskriptifanalisis. Pendekatan deskriptif analisis ini dapat dipandang sebagai prosedurpenelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisandari orang-orang dan perilaku yang diamati.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: 1) Pelaksanaan metode ceritadalam pembelajaran di PAUD Al-Wathoniyah Gemuh Kendal yang kamiklasifikasikan pada Persiapan, Materi dan penyampaian, Alat Peraga dan Evaluasikesemuanya sudah baik. Dalam hal Persiapan, pendidik PAUD Al-Wathoniyahsudah melakukan berbagai persiapan pribadi dan teknis secara optimal. Dalam halMateri dan penyampaian, pendidik PAUD Al-Wathoniyah sudah sangat selektif,materi yang digunakan sudah variatif, berisi dan disampaikan dengan sangat baik,dalam hal Alat Peraga pendidik PAUD Al-Wathoniyah sudah menggunakanberbagai alat peraga yang efektif dan singkron dengan materi yang dibawakanserta kondisi perkembangan usia anak usia dini. Dalam hal Evaluasi, pendidikPAUD Al-Wathoniyah juga sudah mengupayakan berbagai hal untukmemperbaiki penyampaian ceritanya, Meskipun ada sebagian kecil padaklasifikasi tersebut yang perlu koreksi dan peningkatan, Tapi secara umumpelaksanaan metode cerita dalam pembelajaran di PAUD Al-Wathoniyah GemuhKendal sudah cukup bagus; 2)Pelaksanaan metode cerita dalam pembelajaran diPAUD Al-Wathoniyah Gemuh Kendal memiliki faktor-faktor penunjang antaralain Pendidik, Lingkungan dan Sumber belajar. Disamping itu juga memilikifaktor-faktor penghambat antara lain Hambatan Waktu, Hambatan PengelolaanKelas, Hambatan Evaluasi dan Hambatan Alat untuk Bercerita. Faktor penunjangdan penghambat hingga saat ini saling beriring.
Penelitian ini diharapkan akan menjadi bahan informasi dan masukanbagi mahasiswa, tenaga pengajar, para peneliti dan semua pihak yangmembutuhkan di lingkungan Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri(IAIN) Walisongo Semarang.
vi
M O T T O
$pkš‰ r' ¯» tƒtûï Ï%©!$#(#q ãZtB#uä(#þq è%ö/ ä3 |¡ àÿRr&ö/ä3‹ Î=÷d r&ur…. #Y‘$tR) :(
Artinya:Hai orang-orang yang beriman,
peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.(QS. At-Tahrim: 6)
vii
PERSEMBAHAN
Seiring penciptaan manusia, Allah sebagai pencipta menyisipkan titahterindah padanya. Sebagai khalifah di bumi, yang mempunyai
kemampuan mengatur dan mengolah alam sekitarnya. Dimana butuhsebuah proses panjang untuk mencapainya. Ada kerikil kecil sebagaipenghalang, dan tetes-tetes embun sebagai kesejukan, menginginkan
embun berarti kita harus menunggu penghabisan malam. Begituhalnya dengan torehan karya dalam skripsiku ini, yang telah lama kunantikan dari kemarin petang. Ku ucapkan puji syukur kepada-NYA.
Dalam perjalanan ini ada belaian lembut, angin kasih sayang dariabahku H.A. athoillah dan umiku Hj. Zubaedah Bachri. Lantunando a, dan nasehat senantiasa mereka senandungkan untukku. Di
setiap sudut jalan ada bunga kecil. Penawar sakit dan pemberi warna,adikku Nilatul Aniqoh dia adalah bunga kecilku.
Untuk kakak sepupuku tersayang mbak ni ma,kak rin serta perikecilnya(dik ifa, ubaid) terimakasih atas do anya
Teruntuk pelita hatiku ms H. maftukin terimakasih atas motivasi &dukungannya bersamamu aku ingin meniti kehidupan.
viii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Segala puji hanya bagi Allah SWT, Rab semesta alam Yang Maha
Meridhoi semua perbuatan manusia, Alhamdulillahirabbil alamin peneliti
ucapkan karena atas karunia rahmah, hidayah dan inayah-Nya lah skripsi ini dapat
terselesaikan.
Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan
kita Nabi Muhammad SAW yang kita nantikan syafa’atnya kelak, keluarga, para
sahabat dan orang-orang yang senantiasa istiqomah berada di jalan-Nya.
Dengan kerendahan hati dan penuh kesadaran peneliti sampaikan bahwa
skripsi ini tidak akan mungkin terselesaikan tanpa adanya dukungan dan bantuan
semua pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Perjalanan yang
melelahkan dalam penyelesaian skripsi ini akan lebih berarti dengan ucapan
terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada semua pihak yang telah membantu
dalam proses ini. Adapun ucapan terima kasih secara khusus peneliti sampaikan
kepada:
1. Dr. Sudja’i, M.Ag, Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang.
2. Ahmad Muthohar, M.Ag, Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas
Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang.
3. Drs. H. Abdul Wachid, M.Ag. dan Hj. Lift Anis Ma’shumah, M.Ag,
pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan peneliti dalam
penyusunan dan penulisan skripsi ini.
4. Ibu Siti Dayanah, Kepala PAUD Al-Wathoniyah Gemuh Kendal yang telah
memberikan izin tempat penelitian dalam pembuatan skripsi.
5. Drs. Ani Hidayati, M.Pd., Wali Studi yang telah mengarahkan peneliti
selama studi di Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah IAIN
Walisongo Semarang.
6. Bapak dan Ibu dosen yang telah membekali ilmu pengetahuan dan
ketrampilan serta membantu kelancaran selama proses perkuliyahan.
ix
7. KH. Zainal Asyikin (Alm.) dan Ibunda Nyai Hj. Muthohiroh, KH.
Mustaghfirin, KH. Abdul Kholiq yang dengan sabar dan penuh keikhlasan
membimbing, mengarahkan, memotivasi dan atas nasihat-nasihat beliau-
beliau selama berada di PP. Roudlotut Thalibin Tugurejo Tugu Semarang.
8. Keluarga besar PP. Roudlotut Thalibin Tugurejo Tugu Semarang sebagai
tempat kediaman peneliti selama menuntut ilmu di Semarang.
9. Teman-teman seperjuanganku, Nely, Jol, Etik, Endah, Rumzanah dan semua
warga paket PAI.C.
10. Teman-temanku (lili,risma,isma,aan,ika,fatma,lisa,d’atin,awal,Linda,vira) di
PP. Roudlotut Thalibin (PPRT), yang telah memberikan bantuan dan
dorongan dalam penyelesaian skripsi ini
11. Kepada semuanya peneliti mengucapkan banyak terima kasih dan peneliti
serta dengan doa, semoga atas segala kebaikan amal kalian dapat diterima
dan mendapatkan balasan yang berlipat ganda oleh Allah SWT. Harapan
peneliti adalah bahwa proses yang selama ini peneliti jalani semoga
bermanfaat di kemudian hari sebagai bekal dalam mengarungi kehidupan.
Peneliti menyadari bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari sifat
kesempurnaan, baik dari segi substansi maupun metodologi. Maka dari itu peneliti
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif dari berbagai pihak,
terima kasih.
Semarang, 13 Desember 2010
Peneliti,
Aizatut Taulia NIM. 063111102
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ……………………………………………………..…... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING …………………………………………… ii
PENGESAHAN ……………………………………………………………..... iii
DEKLARASI ....……………………………………………………………..... iv
ABSTRAK …………………………………………………………………..... v
MOTTO ………………………………………………………………………. vi
PERSEMBAHAN ……………………………………………………………. vii
KATA PENGANTAR ……………………………………………………...... viii
DAFTAR ISI ………………………………………………………………..... x
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ……………………………...…… 1
B. Penegasan Istilah ………………………………………….. 5
C. Rumusan Masalah …..………………………………...…… 6
D. Tujuan Penelitian ................................................................... 7
E. Manfaat Penelitian ………………………...…..................... 7
F. Kajian Pustaka …………………………………………….. 7
G. Metode Penelitian ………………………………………..... 9
BAB II: PELAKSANAAN METODE CERITA DALAM
PEMBELAJARAN DI PAUD
A. Metode Cerita
1. Pengertian metode cerita……………………………... 13
2. Dasar dan tujuan metode cerita .……………………... 15
3. Bentuk metode cerita.........................……………....... 18
4. Nilai-nilai pendidikan dalam cerita................………... 18
5. Bercerita untuk anak usia dini...................……....…... 20
xi
B. Pembelajaran di PAUD
1. Pengertian PAUD...........……………………………... 21
2. Dasar Hukum dan Tujuan PAUD...........................…... 25
3. Kurikulum PAUD...............................…....................... 27
C. Implementasi Metode Cerita di PAUD
1. Langkah-langkah Pelaksanaan Metode Cerita................... 32
BAB III PELAKSANAAN METODE CERITA DALAM
PEMBELAJARAN DI PAUD AL-WATHONIYAH GEMUH
KENDAL TAHUN PELAJARAN 2009/2010.
A. Tinjauan Umum Paud Al-Wathoniyah
1. Letak geografis dan sejarah perkembangannya……………. 42
2. Visi, Misi dan Tujuan…………………………………….…..43
3. Sasaran…………………………………………………….….44
4. Keadaan Pendidik………………………………………….…44
5. Keadaan Anak didik……………………………………….….46
6. Keadaan Sarana dan Prasarana……………………………….47
7. Struktur Organisasi……………………………………………48
B. Pelaksanaan Metode Cerita Dalam Pembelajaran Di Paud
Al-Wathoniyah Gemuh Kendal Tahun Pelajaran 2009/2010
1. Tujuan..........................................................………………. 49
2. Materi………………………………………………………..49
3. Pelaksanaan.............................................................................50
4. Media .......................................…………………………. ….56
5. Evaluasi …………………………..…………………………57
6. Faktor Penunjang dan Penghambat…………………………..57
xii
BAB IV ANALISIS TENTANG PELAKSANAAN METODE CERITA
DALAM PEMBELAJARAN
A. Pelaksanaan Metode Cerita Dalam Pembelajaran Di Paud Al-
Wathoniyah Gemuh Kendal Tahun Pelajaran
2009/2010……………………………………..………........ 60
B. Faktor-faktor penunjang dan penghambat Pelaksanaan Metode
Cerita Dalam Pembelajaran Di Paud Al-Wathoniyah Gemuh
Kendal Tahun Pelajaran 2009/2010………………… ……..71
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan…………………………………………………76
B. Saran ……………………………………..…………......… 77
C. Penutup ………………………………………………...…. 77
DAFTAR KEPUSTAKAAN
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT PENULIS
xiii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan salah satu tonggak penting dan mendasar bagi
kebahagiaan hidup manusia. Nasib baik atau buruk secara lahir maupun batin
seseorang, sebuah keluarga, sebuah bangsa, bahkan seluruh umat manusia,
bergantung secara langsung pada bentuk pendidikan mereka sejak kanak-
kanak.1
Usia lahir sampai dengan memasuki pendidikan dasar merupakan masa
keemasan sekaligus masa kritis dalam tahapan kehidupan manusia, yang akan
menentukan perkembangan anak selanjutnya. Masa ini merupakan masa yang
tepat untuk menentukan dasar-dasar pengembangan kemampuan fisik, bahasa,
sosial-emosional, konsep diri, seni, moral dan nilai-nilai agama. Sehingga
upaya pengembangan seluruh potensi anak usia dini harus dimulai agar
pertumbuhan dan perkembangan anak tercapai secara optimal.2
Anak adalah sekelompok manusia muda yang usia batasan umurnya
tidak selalu sama dalam psikologi perkembangan. Masa muda ditandai dengan
proses tumbuh kembang yang meliputi aspek fisik, biologis serta mental
emosional dan psikologis. Di antara kurun waktu yang panjang itu, masa
balita merupakan masa dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan yang
cepat serta peka dalam peletakan dasar-dasar pendidikan.
Supaya anak dapat tumbuh dan berkembang menjadi anak yang
berguna bagi dirinya sendiri, keluarga, masyarakat, dan agama sesuai dengan
tujuan dan kehendak Allah SWT, maka selama pertumbuhan dan
perkembangan anak tersebut harus diwarnai dan diisi dengan pendidikan yang
baik. Karena manusia menjadi manusia dalam arti yang sebenarnya ditempuh
melalui pendidikan. Dengan demikian pendidikan anak sejak awal dalam
1 Bakri Yusuf Banawi, Pembinaan Kehidupan Beragama Islam Pada Anak, (Semarang:Dina Utamaa, 1993), hlm. 5.
2 Nibras Or Salim dkk, Acuan Menu Pembelajaran Pada Pendidikan Anak Usia Dini,(Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2002), hlm. 1.
xiv
kehidupannya, menempati posisi kunci dalam mewujudkan harapan dan cita-
cita “menjadi manusia yang beragama”.3
Dalam perkembangan selanjutnya, anak harus mendapat pendidikan
agama sejak dari awal, baik secara teori maupun dalam praktek-praktek hidup
keagamaan ini sangat penting bagi seorang anak supaya dibiasakan, agar dapat
membentuk kepribadian seorang anak melalui praktek keagamaan.4
Ilmu pendidikan telah berkembang pesat dan terspesialisasi. Salah satu
di antaranya ialah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) yang membahas
pendidikan untuk anak usia 0-8 tahun. Anak usia tersebut dipandang memiliki
karakteristik yang berbeda dengan anak usia di atasnya sehingga
pendidikannya dipandang perlu untuk dikhususkan. PAUD telah berkembang
dengan pesat dan mendapat perhatian yang luar biasa, karena menurut ilmu
tersebut pengembangan kapasitas manusia akan lebih mudah dilakukan sejak
usia dini.5
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan
sebelum jenjang pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan
yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang
dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu
pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki
kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut, yang diselenggarakan pada
jalur formal, nonformal, dan informal.6
PAUD juga investasi yang sangat besar bagi keluarga dan juga bangsa.
Betapa bahagianya orang tua yang melihat anak-anaknya berhasil, baik dalam
pendidikan, berkeluarga, bermasyarakat, maupun berkarya.
Anak-anak adalah generasi penerus bangsa. Merekalah yang kelak
membangun bangsa Indonesia menjadi bangsa yang maju, yang tidak
tertinggal dari bangsa-bangsa lain. Dengan kata lain, masa depan bangsa
sangat ditentukan oleh pendidikan yang diberikan kepada anak-anak kita. Oleh
3 Bakri Yusuf Banawi, op. cit., hlm. 19.4 Ibid., hlm. 19.5 Slamet Suyanto, Dasar-dasar PAUD, (Yogyakarta: Hikayat, 2005), hlm. 1.6 Maimunah Hasan, PAUD, (Jakarta: Diva Press, 2009), hlm. 15
xv
karena itu, PAUD merupakan investasi bangsa yang sangat berharga dan
sekaligus merupakan infrastruktur bagi pendidikan selanjutnya.7
Hal-hal yang diperlukan untuk pembelajaran anak usia dini, bukan
seperti untuk anak usia sekolah. Akan tetapi, hal yang diperlukan disini adalah
pemberian stimulasi/rangsangan.8
Karena pada fase awal belajar adalah masa yang dilalui sebelum anak
memasuki fase belajar lanjutan, selepas mereka dari usia balita hingga
menjelang akhir masa kanak-kanak. Fase ini mencakup masa pengasuhan
pendidikan di taman kanak-kanak, sekolah dasar, sampai anak memasuki
sekolah lanjutan pertama. Masa ini adalah masa menjelang usia dewasa.
Anak mulai dapat mendengarkan cerita sejak ia dapat memahami apa
yang terjadi di sekelilingnya, hal ini biasanya terjadi pada akhir usia tiga
tahun. Pada usia ini, anak mampu mendengarkan dengan baik dan cermat
cerita pendek yang sesuai untuknya, yang diceritakan kepadanya. Ia bahkan
akan meminta cerita tambahan.9 Karena pada dasarnya cerita juga memiliki
daya pikat dan pengaruh yang luar biasa besar. Apabila dilengkapi dengan
kemampuan yang membawakan ceritanya dengan piawai dan hebat, cerita bisa
menjadi alternatif hiburan yang penuh pesona. Tentu saja si pencerita ini akan
menjadi hal yang paling istimewa. Anak-anak pun akan merasa terkesan
setelah mendengarkan cerita.10
Adapun pengertian metode cerita adalah suatu cara dalam
menyampaikan materi pelajaran dengan menuturkan secara kronologis tentang
bagaimana terjadinya sesuatu hal, baik yang sebenarnya terjadi ataupun hanya
rekaan saja.
Dalam mengaplikasikan metode ini kedalam proses belajar mengajar
merupakan metode pendidikan yang masyhur dan baik. Metode ini
mempunyai pengaruh tersendiri bagi siswa dan akal dengan mengemukakan
7 Slamet Suyanto, op. cit., hlm. 28 Maimunah Hasan, op. cit., hlm. 29 Abdul Aziz Abdul Majid, Mendidik Dengan Cerita, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2001), hlm. 310 Agus DS, Tips Jitu Mendongeng, (Yogyakarta: Kanisius, 2009), hlm. 37
xvi
argumen yang logis. Serta dengan metode cerita akan lebih membekas dalam
jiwa orang-orang yang mendengarkannya. Serta lebih menarik perhatian
(konsentrasi) mereka.11
Salah satu PAUD adalah PAUD Al-Wathoniyah Gemuh Kendal.
Lembaga PAUD ini tumbuh untuk memenuhi kebutuhan pendidikan anak-
anak usia dini masyarakat sekitar Kendal pada khususnya. PAUD ini didirikan
pada tanggal 1 agustus 2007, oleh salah satu lembaga otonom ormas Islam NU
(Nahdlatul Ulama) yaitu Muslimat NU Gemuh.
Hingga saat ini PAUD tersebut sangat diminati masyarakat sekitar,
dibuktikan dengan semakin meningkatnya jumlah peserta didik setiap
tahunnya. Hingga saat ini, PAUD tersebut tidak kurang memiliki 36 peserta
didik, terbagi dalam 2 kelas (paralel). Dalam pelaksanaan pembelajarannya,
diberikan materi pembelajaran umum serta agama, dan secara eksis dan
konsisten para tenaga pendidiknya menggunakan metode-metode
pembelajaran yang variatif. Salah satunya adalah metode cerita. Metode ini
lebih sering digunakan dalam penyampaian materi, karena merupakan metode
favorit peserta didik. Didasarkan kenyataan bahwa pada saat penyampaian
cerita, khususnya kisah-kisah keteladanan islami, para peserta didik yang
merupakan anak-anak usia dini ini dengan sangat antusias mendengarkan
dengan seksama. Dengan kata lain, metode cerita merupakan metode utama
yang diadakan dalam pelaksanaan pembelajaran di PAUD Al Watoniyah
Gemuh Kendal.12
Maka dari itu penulis memilih judul penelitian Pelaksanaan Metode
Cerita dalam Pembelajaran di PAUD Al-Wathoniyah Gemuh Kendal
tahun pelajaran 2009/2010.
11 Abdul Fatah Abu Ghuddah, 40 Metode Pendidikan dan Pengajaran Rasulullah SAW,(Bandung: Irsyad Baitussalam, 2009), hlm. 211
12 Wawancara dengan Ibu Dayanah, Kepala PAUD Al-Wathoniyah Gemuh Kendal,pada tanggal 2 Maret 2010.
xvii
B. Penegasan Istilah
1. Pelaksanaan
Pelaksanaan adalah proses, cara, perbuatan, melaksanakan
(rancangan, keputusan, dan sebagainya.13 Yang dimaksud adalah
serangkaian proses yang dilakukan tenaga pendidik PAUD Al Watoniyah
Gemuh Kendal dalam pembelajaran.
2. Metode
Metode berasal dari bahasa latin “meta” yang berarti melalui dan
“hodes” yang berarti jalan atau cara ke. Dalam bahasa arab disebut dengan
“thariqah” artinya jalan, cara atau, sistem atau ketertiban dalam
mengerjakan sesuatu. Sedangkan menurut istilah ialah suatu sistem atau
cara yang mengatur cita-cita.14 Ada juga yang mengartikan bahwa metode
adalah Cara yang paling tepat dan cepat dalam melakukan sesuatu.15
Metode disini dimaksudkan suatu cara yang dilakukan oleh tenaga
pendidik secara sistematis dan terencana untuk memperoleh tujuan yang
diinginkan.
3. Cerita
Cerita adalah tuturan yang membentangkan bagaimana terjadinya
suatu hal.16 Cerita juga diartikan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan
oleh guru kepada murid-muridnya, ayah kepada anak-anaknya, guru
bercerita kepada pendengarnya. Suatu kegiatan yang bersifat seni karena
erat kaitannya dengan keindahan dan bersandar kepada kekuatan kata-kata
yang dipergunakan untuk mencapai tujuan cerita.17 Cerita disini
dimaksudkan cara penyampaian materi dengan cara bercerita dan cerita itu
muatan/isinya disesuaikan dengan perkembangan anak usia dini.
13 W.J.S. Purwodarminto, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,1997), cet. IX, hlm. 554.
14 Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, Untuk Fakultas Tarbiyah komponen MKDK,(Bandung: Pustaka Setia, 1998), Hlm. 123
15 Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Bandung: PT. RemajaRosdakarya, 2003), Cet ke-7, hlm. 9
16 Dendy Sugono, dkk, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat Bahasa, 2008),hlm. 283
17 Soekanto, Seni Bercerita Islami, (Jakarta; Bina Mitra Press, 2001), Cet. ke-2, hlm. 9
xviii
4. Pembelajaran
Pembelajaran merupakan proses yang diselenggarakan oleh guru
untuk membelajarkan siswa dalam belajar bagaimana memperoleh dan
memproses pengetahuan, keterampilan dan sikap.18 Dengan kata lain,
pembelajaran dapat diberi arti sebagai upaya sistematis dan disengaja oleh
pendidik untuk menciptakan kondisi-kondisi agar peserta didik
melaksanakan kegiatan belajar mengajar.
5. Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Al-Wathoniyah Gemuh Kendal
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya
pembinaan yang ditujukan kepada anak-anak sejak dini usia yang
dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu
pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki
kesiapan dalam memasuki pendidikan dasar dan kehidupan tahap
berikutnya.19 Jadi Pendidikan Anak Usia Dini adalah suatu pembinaan
dalam bentuk lembaga yang diberikan kepada anak sejak usia dini untuk
membantu perkembangan memasuki pendidikan dasar dan pendidikan
selanjutnya.
PAUD Al-Wathoniyah Gemuh Kendal adalah lembaga pendidikan
didirikan Pengurus MWC Muslimat NU Gemuh Kendal pada tanggal 1
Agustus 2007 dan eksis sampai dengan sekarang, berada di Kecamatan
Gemuh Kabupaten Kendal Provinsi Jawa Tengah.
C. Rumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang masalah diatas, maka dapat dirumuskan
pokok permasalahannya sebagai berikut:
1. Bagaimana pelaksanaan metode cerita dalam pembelajaran di PAUD Al-
Wathoniyah Gemuh Kendal tahun pelajaran 2009/2010?
18 Dimyati dan Mujiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Depdikbud bekerja samadengan Rineka Cipta, 1999), hlm. 157
19 Nibras Or Salim, op. cit., hlm. 3
xix
2. Faktor-faktor apa yang menjadi penunjang dan penghambat pelaksanaan
metode cerita dalam pembelajaran di PAUD Al-Wathoniyah Gemuh
Kendal tahun pelajaran 2009/2010?
D. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pelaksanaan metode cerita dalam pembelajaran di
PAUD Al-Wathoniyah Gemuh Kendal tahun pelajaran 2009/2010.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor apa yang menjadi penunjang dan
penghambat pelaksanaan metode cerita dalam pembelajaran di PAUD Al-
Wathoniyah Gemuh Kendal tahun pelajaran 2009/2010.
E. Manfaat Penelitian
1. Sebagai kontribusi bagi dunia pendidikan islam pada umumnya, dalam
upaya peningkatan kualitas pendidikan terutama pada pemilihan metode
yang tepat pada anak usia dini.
2. Sebagai acuan bagi pengelola PAUD Al-Wathoniyah Gemuh Kendal
untuk tetap eksis dan menggunakan metode cerita dengan lebih baik
3. Sebagai pengalaman pribadi dan pemahaman baru penulis, dalam upaya
peningkatan sumber daya manusia (SDM) dalam bidang pendidikan islam.
F. Kajian Pustaka
Sejauh pengamatan penulis, belum ada pernah ada tema dan judul
skripsi sebagaimana yang penulis akan teliti. Meskipun banyak judul buku
maupun skripsi dan penelitian lain yang berkenaan dengan skripsi penulis,
namun tidak spesifik secara fokus maupun materi sebagaimana dalam skripsi
penulis ini. Di antara judul buku dan atau skripsi tersebut antara lain:
1. Abdul Azizi Abdul Majid dalam bukunya yang berjudul Mendidik dengan
Cerita menjelaskan metode cerita secara komprehensif, mulai dari seluk
beluk metode cerita itu sendiri, teknis menyampaikan cerita pada anak dan
hal-hal penting berkenaan dengan metode cerita dalam pelaksanaan
pembelajaran. Menurutnya cerita berada pada posisi pertama dalam
xx
mendidik pada anak.20 Dalam buku ini juga disertai contoh-contoh cerita
teladan dan menarik yang layak disajikan kepada anak-anak.
2. Yuliatin Soleha (NIM: 3101194) dalam skripsinya yang berjudul: Belajar
Melalui Cerita Menurut Abdul Hamid Al-Hasyimi dan Implikasinya
Terhadap Perkembangan Akhlak Anak Usia Dini menjelaskan bahwa
menurut Abdul Hamid Al-Hasyimi sebuah cerita memiliki peranan besar
agar cepat ditiru (dilaksanakan), berpengaruh kuat dan berkesinambungan,
apabila disampaikan dengan kata-kata yang wajar dan tidak terikat. Sebab
cerita adalah gambaran kehidupan dengan segenap maknanya yang
mengandung spiritual, dinamika, pemikiran, emosi, dan situasi.
Menurutnya manusia dalam beragam fase pembentukannya, cenderung
senang untuk mendengarkan, menceritakan, membaca, mengilustrasikan
sebuah kisah kepada orang lain disekitarnya. Ini merupakan justifikasi
secara psikologi maupun pendidikan untuk menggunakan cerita sebagai
salah satu media utama dunia pendidikan pada umumnya, khususnya
pendidikan Islam, dalam mengarahkan anak-anak agar beriman kepada
Allah SWT, mencintai kebaikan, berperilaku terpuji, dan bersikap
konsekuen, maka materi cerita dapat mengambil dan berpijak pada cerita
dalam al-Qur’an dan Hadits, cerita dalam buku, penjelasan logis dari orang
tua atau guru, cerita yang sesuai dengan perkembangan anak.21
3. Malikatus Sa’adah (3199203) Dalam skripsinya yang berjudul:
Pelaksanaan Metode Menyanyi dan Ceritera di R.A. Al-Amin Kalibeluk
Batang menjelaskan bahwa : Pelaksanaan Metode Menyanyi dan Ceritera
di R.A. Al-Amin Kalibeluk Batang sudah sesuai dengan teori-teori yang
ada, baik dari perencanaan pembelajaran, pelaksanaan serta evaluasinya.
Metode menyanyi dan ceritera merupakan metode yang tepat untuk
mengenalkan nilai-nilai akhlak pada anak, karena dunia kehidupan anak
itu penuh dengan suka cita dan kaya dengan fantasi, sehingga tidaklah
20 Abdul Aziz Abdul Majid, op.cit., hlm. vii21 Yuliatin Soleha, “Belajar Melalui Cerita Menurut Abdul Hamid Al-Hasyimi dan
Implikasinya Terhadap Perkembangan Akhlak Anak Usia Dini”, Skripsi S.1 IAIN Walisongo,(Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo 2007), hlm. 61, t.d.
xxi
mengherankan jika anak-anak sangat menyenangi menyanyi dan ceritera.
Maka bentuk metode menyanyi dan ceritera sangat cocok untuk
mengajarkan anak tentang akhlak.22
Skripsi penulis sendiri, yang berjudul Pelaksanaan metode cerita
dalam pembelajaran di PAUD Al-Wathoniyah Gemuh Kendal tahun pelajaran
2009/2010, meskipun memiliki kesamaan dengan karya-karya penulis dan
atau peneliti sebelumnya, yakni masing-masing mengulas tentang metode
cerita, mulai dari pembahasan tentang metode cerita itu sendiri, hingga
pelaksanaannya pada pembelajaran pada lembaga pendidikan. Namun secara
prinsipil memiliki perbedaan, yakni pada fokus pelaksanaan. Penulis sengaja
fokuskan pelaksanaan metode cerita pada pembelajaran pendidikan anak usia
(PAUD), yakni PAUD Al-Wathoniyah Gemuh Kendal. Salah satu lembaga
PAUD yang berkembang pesat di pinggiran kota, yang eksis dan konsisten
menggunakan metode cerita sebagai metode favorit pembelajaran anak didik
di sana. Meskipun berbeda, diharapkan skripsi penulis dapat menambah
kontribusi dalam hal peningkatan kualitas pendidikan terutama dalam
pemilihan metode yang tepat pada anak usia dini.
G. Metode Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Di mana hasil
penelitian disajikan tidak dalam bentuk angka-angka bentuk statistik, akan
tetapi dalam bentuk deskripsi naratif.23
2. Fokus Penelitian
Adapun fokus penelitian ini adalah tentang pelaksanaan metode cerita
dalam pembelajaran di PAUD Al-Wathoniyah Gemuh Kendal tahun
pelajaran 2009/2010, antara lain pada persiapan pembelajaran, materi
22 Malikatus Sa’adah, “Pelaksanaan Metode Menyanyi dan Ceritera di R.A. Al-AminKalibeluk Batang”, Skripsi S.1 IAIN Walisongo, (Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo,2004), hlm. 70, t.d.
23 Ibnu Hadjar, Dasar-Dasar Metodologi Kwantitatif dalam Pendidikan, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 1996), hlm. 30
xxii
cerita, pendidik, anak didik, sarana prasarana, evaluasi, serta pada faktor-
faktor penunjang dan penghambat Pelaksanaan metode cerita dalam
pembelajaran di PAUD Al-Wathoniyah Gemuh Kendal.
3. Metode Pengumpulan Data
a. Metode Wawancara
Yaitu percakapan dengan maksud tertentu, dilakukan oleh dua
pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan,
dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas
pertanyaan itu. 24
Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis wawancara
bebas terpimpin, artinya wawancara berjalan dengan bebas tetapi masih
terpenuhi kompabilitas persoalan-persoalan penelitian. Metode ini
penulis gunakan untuk memperoleh data tentang metode cerita dalam
pembelajaran di PAUD Al-Wathoniyah Gemuh Kendal, kepada pihak
berkompeten yakni kepala PAUD dan tenaga pendidik.
b. Metode Dokumentasi
Yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa
catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat,
legger dan agenda.25 Metode ini penulis gunakan untuk memperoleh
data tertulis tentang bahan cerita yang dilaksanakan di PAUD Al-
Wathoniyah Gemuh Kendal, seperti buku pegangan dan naskah-naskah
cerita..
c. Metode Observasi
Yaitu pengangkatan dan pencatatan sistematik fenomena yang
diselidiki.26 Metode ini penulis gunakan untuk memperoleh data secara
akurat, faktual, dan aktual tentang kondisi PAUD dan seluruh proses
pembelajarannya dengan terjun ke lapangan langsung pada pelaksanaan
pembelajaran di PAUD Al-Wathoniyah Gemuh Kendal
24 Lexy J. Moeleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya,2004), hlm. 186
25 Suharsini Arikunto, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), hlm. 14526 Sutrisno Hadi, Metodologi Research, (Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM, 1995), hlm. 54
xxiii
4. Metode Analisis Data
Dalam hal ini penulis menggunakan metode analisis data kualitatif,
dimana data yang diperoleh dianalisa dengan metode deskriptif analisis,
yakni digunakan dalam usaha mencari dan mengumpulkan data, menyusun
dan menggunakan serta menafsirkan data yang sudah ada.27 Analisa ini
bersifat induktif, yaitu suatu analisis berdasarkan data yang diperoleh,
selanjutnya dikembangkan pola hubungan tertentu atau menjadi hipotesis.
Berdasarkan hipotesis yang dirumuskan berdasarkan data tersebut,
selanjutnya dapat disimpulkan apakah hipotesis tersebut diterima ataukah
ditolak berdasarkan data yang terkumpul.28
Langkah-langkah analisis data menggunakan teori Miles and
Huberman sebagaimana yang dikutip oleh Sugiyono, yaitu data reduction,
data display dan conclusion drawing/verification.29 Jadi data tentang
pelaksanaan pembelajaran di PAUD Al-Wathoniyah Gemuh Kendal
direduksi, selanjutnya disajikan dan akhirnya disimpulkan. Secara lebih
lanjut, penerapan langkah-langkah analisis data tersebut dapat penulis
jelaskan sebagai berikut:
a. Reduksi data adalah proses memilih, menyederhanakan,
memfokuskan, mengabstraksikan dan mengubah data kasar yang
muncul dari catatan-catatan lapangan.30 Reduksi data dimaksudkan
untuk menentukan data ulang sesuai dengan permasalahan yang akan
penulis teliti. Mengadakan reduksi data yang dilakukan dengan jalan
abstraksi yaitu usaha membuat rangkuman inti, proses dan pernyataan-
pernyataan yang perlu. Data yang akan direduksi adalah data-data yang
berhubungan dengan pembelajaran, baik dari hasil penelitian
lapangan/kepustakaan kemudian dibuat rangkuman.
27 Lexy J. Moeleong, op. cit., hlm. 10328 Sugiyono, Metode Penelitian Penddikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D),
(Bandung: Alfabeta, 2008), hlm. 335.29 Ibid., hlm. 337.30Mohammad Ali, Strategi Penelitian Pendidikan, (Bandung: Angkasa, 1993), cet. 1,
hlm. 167.
xxiv
b. Sajian data (display data) adalah suatu cara merangkai data dalam
suatu organisasi yang memudahkan untuk membuat kesimpulan atau
tindakan yang diusulkan.31 Sajian data dimaksudkan untuk memilih
data yang sesuai dengan kebutuhan penelitian tentang pembelajaran di
PAUD al-Wathoniyah Gemuh Kendal.
c. Verifikasi atau mengumpulkan data yaitu penjelasan tentang makna
data dalam suatu konfigurasi yang secara jelas menunjukkan alur
kausalnya, sehingga dapat diajukan proposisi-proposisi yang terkait
dengannya.32 Verifikasi data dimaksudkan untuk penentuan data akhir
dari keseluruhan proses tahapan analisis, sehingga keseluruhan
permasalahan mengenai pembelajaran di PAUD al-Wathoniyah
Gemuh Kendal. dapat dijawab sesuai dengan kategori data dan
permasalahannya, pada bagian akhir ini akan muncul kesimpulan-
kesimpulan yang mendalam secara komprehensif dari data hasil
penelitian. Jadi langkah terakhir ini digunakan untuk membuat
kesimpulan.
31Ibid, hlm. 167.32Ibid, hlm. 168.
xxv
BAB II
METODE CERITA
DALAM PEMBELAJARAN DI PAUD
H. METODE CERITA
1. Pengertian Metode Cerita
Setiap proses pendidikan, diperlukan adanya metode yang
digunakan untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam pendidikan itu
sendiri. Dalam proses pendidikan Islam, metode mempunyai kedudukan
yang sangat penting dalam upaya pencapaian tujuan, karena ia menjadi
sarana yang bermaknakan materi pelajaran yang tersusun dalam kurikulum
pendidikan sedemikian rupa sehingga dapat dipahami dan diserap oleh
anak didik menjadi pengertian-pengertian yang fungsional terhadap
tingkah lakunya. Jadi dapat dikatakan metode merupakan salah satu faktor
yang urgen dalam menentukan keberhasilan dan juga sarana dalam
mencapai tujuan tersebut.
Satu dari metode pendidikan Islam adalah metode pelajaran yang
mengandung hikmah dan kisah (cerita). Metode ini telah digunakan sejak
diturunkannya wahyu sampai sekarang. Bahkan dalam perkembangannya
metode ini telah menjadi bagian dari pelajaran bahasa dan telah ditentukan
jam khusus untuk itu, hal ini telah ada dalam sistem pendidikan modern
terbukti dengan dimasukkannya cerita dalam kurikulum sekolah.33 Melalui
metode bercerita inilah para pengasuh anak-anak, guru maupun tutor
mampu menularkan pengetahuan dan menanamkan nilai budi pekerti luhur
secara efektif, dan anak-anak menerimanya dengan suka hati tanpa
sedikitpun merasa diceramahi.34
Munculnya berbagai macam buku-buku cerita sekarang ini perlu
disambut dengan baik, karena hal itu berarti juga mendukung melengkapi
33 Abdul Aziz Abdul Majid, Mendidik Dengan Cerita, (Bandung: Remaja Rosda Karya,Cet II, 2002), hlm. VIII
34http://www.bangjoe.com/?php=191;5/4/2010
xxvi
adanya metode pendidikan dengan bercerita. Namun walau demikian
perlunya tetap dilakukan seleksi terhadap buku-buku cerita tersebut
(terutama buku-buku yang diperuntukkan bagi anak-anak). Hal ini
dipandang perlu dilakukan guna memperoleh cerita yang baik, bagus dan
menunjang proses pendidikan bagi anak-anak, sehingga anak-anak akan
terhindar dari pengaruh unsur negatif dari ekses bacaan tersebut.
“Cerita adalah rangkaian peristiwa yang disampaikan, baik berasal
dari kejadian nyata (non fiksi) ataupun tidak nyata (fiksi).”35
Adapun metode cerita sendiri memiliki pengertian “suatu cara
dalam menyampaikan materi pelajaran dengan menuturkan secara
kronologis tentang bagaimana terjadinya suatu hal baik yang sebenarnya
terjadi ataupun rekaan.”36
Metode cerita juga dapat diartikan sebagai “penyampaian cerita
dengan cara bertutur.”37 Yakni “untuk menuturkan atau menyampaikan
cerita secara lisan kepada anak didik yang dengan cerita tersebut dapat
disampaikan pesan-pesan yang baik, dari cerita yang disampaikan juga
dapat diambil suatu pelajaran.”38 “Metode ini mempunyai daya tarik yang
menyentuh perasaan anak. Islam menyadari sifat alamiah manusia untuk
menyenangi cerita yang pengaruhnya besar terhadap perasaan. Oleh
karenanya dijadikan sebagai salah satu teknik pendidikan.”39
Sedangkan Abdul Rachman Shaleh berpendapat bahwa “metode
cerita pada hakekatnya sama dengan metode ceramah karena informasi
yang disampaikan melalui penuturan atau penjelasan lisan dari seseorang
kepada orang lain.”40
Selain disebut sebagai metode ceramah, kisah, metode cerita secara
sempit juga bisa disebut sebagai metode dongeng. Disebut sempit “karena
35 http://bangjoe.com/?p=191, 5/4/201036 W.J.S. Poerwadarminto op. cit, hlm. 937 http://bangjoe.com/?p=191, 5/4/201038 http://aminahpai.blogspot.com/2008/06/tugas-uas.html39 Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), Cet.
ke-1, hlm. 9740 Abdul Rachman Shaleh, Pendidikan agama dan Keagamaan, Visi Misi dn Aksi,
(Jakarta: PT. Gemawindu Pancaperkasa, 2000), hlm. 68.
xxvii
pada konteks materi, metode cerita berisikan cerita secara umum (nyata
dan fiksi), sedangkan metode dongeng berisikan cerita fiksi saja.” Dengan
metode cerita kita dapat mengungkapkan peristiwa-peristiwa bersejarah
yang mengandung ibrah (nilai sosial, moral, dan rohani), baik mengenai
kisah yang bersifat kebaikan maupun kezaliman.41
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa metode cerita adalah
metode yang digunakan untuk menyampaikan materi pelajaran dengan
menuturkan cerita-cerita nyata maupun fiksi, baik mengenai kebaikan
maupun kezaliman, sebagai ibrah bagi anak didik.
2. Dasar dan Tujuan Metode Cerita
Metode cerita sebenarnya telah diisyaratkan dan dikenalkan Allah
kepada rasulullah melalui Al Qur’an, dalam al Qur’an, Surat Hud ayat 120
disebutkan:
yx ä. ur•È à)Ry7ø‹ n=tãô ÏBÏä !$t6 /Rr&È@ß™”•9$#$tBàMÎm7 sV çR¾Ïm Î/x8 yŠ#xs èù4x8 uä !% y ur’ÎûÍn É‹» yd
‘, ysø9$#×psà Ïã öq tBur3“t• ø. ÏŒurtûü ÏY ÏB÷s ßJ ù=Ï9ÇÊËÉÈ
“Dan semua kisah dari Rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialahkisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu; dan dalam surat initelah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagiorang-orang yang beriman.”42
Metode cerita juga tersirat dalam surat Yusuf ayat 3:
ß øtwU•È à)tRy7ø‹ n=tãz |¡ ômr&ÄÈ |Á s)ø9$#!$yJ Î/!$uZø‹ ym÷rr&y7ø‹ s9Î)#x‹» ydtb#uä ö• à)ø9$#b Î) ur
|MY à2ÏB¾Ï& Î#ö7 s%z ÏJ s9šúü Î=Ïÿ» tóø9$#ÇÌÈ
“Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik denganmewahyukan Al Quran ini kepadamu, dan Sesungguhnya kamu sebelum(kami mewahyukan) nya adalah Termasuk orang-orang yang belummengetahui.”43
41http://percikankehidupan.com/2009/11/metode-pendidikan-agama-islam-dalam-jalur-pendidikan-nonformal-dan-informal/5/4/2010
42 TM. Hasbi Ashshiddiqi, Al-Quran dan Terjemahannya, Yayasan PenyelenggaraPenterjemah Al-Qur’an, Semarang, 1995, hlm. 200.
43 Ibid. hlm. 245
xxviii
Kandungan dalam ayat ini mencerminkan bahwa cerita yang ada
dalam Al Qur’an merupakan cerita-cerita pilihan yang mengandung nilai
pedagogis.44 Dalam ayat lain juga disebutkan:
ô‰s)s9šc% x.’ÎûöN Îh ÅÁ |Ás%×o uŽö9Ïã’Í<'rT[{É=» t6 ø9F{ $#3$tBtb% x.$ZVƒ ωtn2” uŽtIøÿãƒ
Å6» s9urt,ƒ ωóÁ s?“Ï% ©!$#tû÷ü t/Ïm ÷ƒ y‰tƒŸ@‹ ÅÁ øÿs?urÈe@à2&ä óÓx«“Y‰èd urZp uH÷qu‘ur5Qöq s)Ïj9
tbq ãZÏB÷s ãƒÇÊÊÊÈ
“Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaranbagi orang-orang yang mempunyai akal. Al Quran itu bukanlahcerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab)yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagaipetunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.”45 (QS. Yusuf: 111)
Cerita nabi Yusuf misalnya, dapat memberikan pelajaran betapa
kuatnya Allah menjaga makhlukya yang beriman meski ia telah
dimasukkan dalam sumur kosong, tetapi masih dijaga Allah tetap dapat
hidup.
Sedangkan digunakannya metode cerita dalam pengajaran
dimaksudkan agar materi pelajaran dapat lebih membekas pada anak didik
yang mendengarkannya serta lebih menarik perhatian (konsentrasi)
mereka.46
Dengan digunakannya metode bercerita, diharapkan anak didik
menemukan beberapa hal penting berikut, antara lain:
a. Membangun kedekatan emosional antara pendidik dengan anak,
b. Media penyampai pesan/nilai moral dan agama yang efektif,
c. Pendidikan imajinasi/fantasi,
d. menyalurkan dan mengembangkan emosi,
e. Membantu proses peniruan perbuatan baik tokoh dalam cerita,
44 Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: CiputatPress, 2002), hlm. 161
45 TM. Hasbi Ashshiddiqi, Al-Quran dan Terjemahannya, Op. Cit. Hlm. 32546 Abdul Fattah Abu Ghuddah, (Penerjemah: H. Mochtar Zoerni), 40 Metode Pendidikan
dan Pengajaran Rasulullah, (bandung: Irsyad Baitus salam, 2009), hlm 211.
xxix
f. Memberikan dan memperkaya pengalaman batin,
g. Sarana Hiburan dan penarik perhatian,
h. Menggugah minat baca, dan
i. Sarana membangun watak mulia47
Tujuan metode bercerita juga didefinisikan oleh Nia Hidayati,
menurutnya ada 8 (delapan) tujuan metode bercerita bagi anak,
diantaranya:
a. Mengembangkan kemampuan berbicara dan memperkaya kosa kata
anak, terutama bagi anak-anak batita yang sedang belajar bicara.
b. Bercerita atau mendongeng merupakan proses mengenalkan bentuk-
bentuk emosi dan ekspresi kepada anak, misalnya marah, sedih,
gembira, kesal dan lucu.
c. Memberikan efek menyenangkan, bahagia dan ceria, khususnya bila
cerita yang disajikan adalah cerita lucu
d. Menstimulasi daya imajinasi dan kreativitas anak, memperkuat daya
ingat, serta membuka cakrawala pemikiran anak menjadi lebih kritis
dan cerdas.
e. Dapat menumbuhkan empati dalam diri anak.
f. Melatih dan mengembangkan kecerdasan anak.
g. Sebagai langkah awal untuk menumbuhkan minat baca anak
h. Merupakan cara paling baik untuk mendidik tanpa kekerasan,
menanamkan nilai moral dan etika juga kebenaran, serta melatih
kedisiplinan.
i. Membangun hubungan personal dan mempererat ikatan batin orang tua
dengan anak.48
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa metode cerita
merupakan metode pilihan, yang telah diisyaratkan dalam Al Qur’an dan
digunakan secara berulang-ulang dalam beberapa surat. Tujuan metode
cerita secara sederhana dapat disimpulkan sebagai usaha penanaman
47http://kakbimo.wordpress.com/2009/07/21/teknik-bercerita-untuk-anak-usia-dini/,5/4/2010
48 http://niahidayati.net/manfaat-cerita-bagi-kepribadian-anak.html. 5/4/2010
xxx
materi-materi pelajaran agar membekas dalam bentuk pemahaman dan
pengalaman jiwa dan raga anak didik.
3. Bentuk–bentuk Cerita
Bentuk-bentuk cerita dibedakan dari berbagai sudut pandang. Dari
sudut pandang itulah seseorang dapat memilah-milah bentuk-bentuk cerita
yang tepat untuk disampaikan kepada anak didik. Bentuk-bentuk cerita itu
sebagai berikut :
a. cerita qur ani, yakni berdasarkan kisah-kisah Al-Qur’an,
b. cerita Nabawi, berdasarkan hadits-hadits Rasul.49
c. Cerita binatang, adalah cerita yang tokohnya binatang peliharaan atau
binatang liar.
d. Cerita biasa, adalah cerita yang tokohnya manusia dan biasanya berisi
tentang kisah suka duka yang dialami seseorang. Misalnya cerita
Ande-Ande Lumut, Joko Kendil dan lain-lain.
e. Lelucon atau Anekdot, adalah cerita yang dapat menimbulkan tawa
bagi pendengarnya.
f. Cerita berumus, Merupakan cerita yang strukturnya terdiri dari
pengulangan.50
Dari beberapa paparan diatas maka dapat dipahami bahwa cerita
sendiri terdiri dari beraneka bentuk, maka dalam memberikan cerita, sang
pendidik sebagai subyek pemberi cerita harus benar-benar memilih materi
dan bentuk cerita yang baik, agar anak didik dapat benar-benar menangkap
unsur positif dari cerita tersebut.
4. Nilai-Nilai Pendidikan dalam Cerita
Metode cerita mengandung banyak sekali nilai pendidikan yang
bermanfaat bagi anak didik. Namun penulis hanya memaparkan beberapa
nilai pendidikan secara garis besar saja, diantaranya:
49 Armai Arief, op. cit, hlm. 16250 http://www.tkdonbosco.com/main.php?ke=13&yc=8, 5/4/2010
xxxi
a. Nilai humanis.
Dalam mendidik anak, metode cerita dapat menjadi cara yang
ampuh dan efektif untuk memberikan human touch atau sentuhan
manusiawi dan sportifitas bagi anak. Melalui cerita pula jelajah
cakrawala pemikiran anak akan menjadi lebih baik, lebih kritis, dan
cerdas.51
Berbagai materi pendidikan dapat diterima anak secara
komplek, mereka dapat menerima materi tersebut terutama yang
berhubungan dengan sosial kemasyarakatan. Metode cerita
mengajarkan anak tersebut memahami posisinya dalam masyarakat
atau lingkungannya
b. Nilai etika/ moral
Metode cerita merupakan media yang efektif untuk
menanamkan berbagai nilai dan etika kepada anak, bahkan untuk
menumbuhkan rasa empati. Misalnya nilai-nilai kejujuran, rendah hati,
kesetiakawanan, kerja keras, maupun tentang berbagai kebiasaan
sehari-hari seperti pentingnya makan sayur dan menggosok gigi.52
Etika merupakan hal penting bagi anak. Tolak ukurnya adalah
kesadaran diri anak tersebut pada apa yang patut dilakukan pada
dirinya sendiri dan sesama. Dengan metode cerita, nilai-nilai etika
dapat terbentuk secara wajar pada jiwa anak.
c. Nilai keteladanan
Metode bercerita mengandung nilai keteladanan. Karena dari
anak dapat terbantu melakukan proses peniruan perbuatan baik tokoh
dalam cerita.53
Tidak mustahil seorang anak meniru tokoh-tokoh jahat, karena
melihat sepak terjangnya dalam kesehariannya. Perbuatan imitasi atas
51http://episentrum.com/artikel/manfaat-dan-kekuatan-dongeng-pada-psikologi-anak/,5/4/2010
52 Ibid.53http://kakbimo.wordpress.com/2009/07/21/teknik-bercerita-untuk-anak-usia-dini/,
5/4/2010
xxxii
tokoh negatif tersebut lambat laun dapat luntur dengan menggunakan
metode cerita pada anak.
5. Bercerita untuk Anak Usia Dini
Dalam bercerita kepada anak usia dini, tidak dapat semerta-merta
disampaikan dan tanpa pertimbangan dan persiapan. Riyadi Santosa dalam
Konferensi Internasional Kesusastraan XIX di Batu Malang berpendapat,
menurutnya orang tua dan guru TK dalam pelaksanaan metode cerita,
biasanya Overall organization atau struktur bercerita yang mereka gunakan
umumnya terdiri dari tiga tahap, pengenalan cerita, inti cerita, dan diakhiri
dengan penutup. Tapi menurutnya, ketiga tahapan tersebut kurang menarik
apresiasi dan interaksi anak, para pendidik cenderung menggunakan metode
cerita yang kuno dan kurang inovatif. 54
Oleh karena itu pendidik harus memahami terlebih dahulu tentang
cerita apa yang hendak disampaikannya, tentu saja disesuaikan dengan
karakteristik anak-anak usia dini.
Agar dapat bercerita dengan tepat, pendidik harus
mempertimbangkan materi ceritanya. Pemilihan cerita antara lain
ditentukan oleh :
a. Pemilihan Tema dan judul yang tepat Bagaimana cara memilih tema
cerita yang tepat berdasarkan usia anak? Anak-anak menyukai hal-hal
yang fantastis, aneh, yang membuat imajinasinya “menari-nari”. Bagi
anak-anak, hal-hal yang menarik, berbeda pada setiap tingkat usia,
misalnya;
1) Sampai ada usia 4 tahun, anak menyukai dongeng fabel dan horor,
seperti: Si wortel, Tomat yang Hebat, Anak ayam yang Manja,
kambing Gunung dan Kambing Gibas, anak nakal tersesat di hutan
rimba, cerita nenek sihir, orang jahat, raksasa yang menyeramkan.
2) Pada usia 4-8 tahun, anak-anak menyukai dongeng jenaka, tokoh
pahlawan/hero dan kisah tentang kecerdikan, seperti; Perjalanan ke
planet Biru, Robot pintar, Anak yang rakus.
54 http://www.osun.org/metode+bercerita+pada+anak-ppt.html, 5/4/2010
xxxiii
3) Pada usia 8-12 tahun, anak-anak menyukai dongeng petualangan
fantastis rasional (sage), seperti: Persahabatan si Pintar dan si
Pikun, Karni Juara menyanyi.
b. Waktu Penyajian Dengan mempertimbangkan daya pikir, kemampuan
bahasa, rentang konsentrasi dan daya tangkap anak, maka para ahli
dongeng menyimpulkan sebagai berikut;
1) Sampai usia 4 tahun, waktu cerita hingga 7 menit
2) Usia 4-8 tahun, waktu cerita hingga 10 -15 menit
3) Usia 8-12 tahun, waktu cerita hingga 25 menit Namun tidak
menutup kemungkinan waktu bercerita menjadi lebih panjang,
apabila tingkat konsentrasi dan daya tangkap anak dirangsang oleh
penampilan pencerita yang sangat baik, atraktif, komunikatif dan
humoris.
c. Suasana (situasi dan kondisi) disesuaikan dengan acara/peristiwa yang
sedang atau akan berlangsung, seperti acara kegiatan keagamaan, hari
besar nasional, ulang tahun, pisah sambut anak didik, peluncuran
produk, pengenalan profesi, program sosial dan lain-lain, akan berbeda
jenis dan materi ceritanya. Pendidik dituntut untuk memperkaya diri
dengan materi cerita yang disesuaikan dengan suasana. Jadi selaras
materi cerita dengan acara yang diselenggarakan, bukan satu atau
beberapa cerita untuk segala suasana.55
I. PEMBELAJARAN DI PAUD
1. Pengertian PAUD
Seiring bertambahnya usia, anak-anak membutuhkan rangsangan
pendidikan yang lebih lengkap, sehingga memerlukan tambahan
pendidikan di luar rumah yang dilakukan oleh lingkungan maupun
lembaga pendidikan anak usia dini (PAUD). Rangsangan pendidikan di
55http://kakbimo.wordpress.com/2009/07/21/teknik-bercerita-untuk-anak-usia-dini/,5/4/2010
xxxiv
rumah (home base) dan yang dilakukan di luar rumah hendaknya selaras
dan saling mendukung, sehingga diperoleh manfaat yang optimal.56
Sejak dipublikasikannya hasil-hasil riset mutakhir di bidang
neuroscience dan psikologi maka fenomena pentingnya PAUD merupakan
keniscayaan. PAUD menjadi sangat penting mengingat potensi kecerdasan
dan dasar-dasar perilaku seseorang terbentuk pada rentang usia ini.
Sedemikian pentingnya masa ini sehingga usia dini sering disebut the
golden age (usia emas). 57
Anak usia 4-6 tahun merupakan bagian dari anak usia dini yang
berada pada rentangan usia lahir sampai 6 tahun. Pada usia ini secara
terminologi disebut sebagai anak usia prasekolah. Perkembangan
kecerdasan pada masa ini mengalami peningkatan dari 50% menjadi
80%.58
PAUD adalah akronim dari Pendidikan Anak Usia Dini. Namun
pengertian PAUD tidaklah sebatas singkatannya saja. PAUD adalah suatu
upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak-anak sejak dini usia yang
dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu
pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki
kesiapan dalam memasuki pendidikan dasar dan kehidupan tahap
berikutnya.59
Dalam UU NO. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional Bab 1, Pasal 1, Butir 14 dinyatakan bahwa ”Pendidikan Anak
Usia Dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak
sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun yang dilakukan melalui pemberian
56 Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini, Pedoman Teknis Penyelenggaraan Pos PAUD,(Jakarta: Dirjen PNFI Kementerian Pendidikan Nasional, 2010), hlm.1
57 Tim Pengembang, Kerangka Dasar Kurikulum Pendidikan Anak Usia Dini, (Jakarta:Pusat Kurikulum Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini Direktorat Pembinaan TK dan SDUniversitas Negeri Jakarta dan Departemen Pendidikan Nasional 2007), hlm. 4
58 Departemen Pendidikan Nasional, Standar Kompetensi Taman Kanak-kanak &Raudhatul Athfal, (Jakarta: Pusat Kurikulum, Balitbang Depdiknas: 2003), hlm. 5, sedangkanRentangan anak usia dini menurut UU Sisdiknas adalah 0-6 tahun, lihat Undang-Undang RepublikIndonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 28 ayat 1 .
59 Nibras Or Salim dkk, Acuan Menu Pembelajaran Pada Pendidikan Anak Usia Dini,(Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2002), hlm. 1
xxxv
rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan
jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki
pendidikan lebih lanjut.60 PAUD juga diartikan sebagai salah satu bentuk
jalur pendidikan usia 0-6 tahun, yang diselenggarakan secara terpadu
dalam satu program pembelajaran agar anak dapat mengembangkan segala
daya guna dan kreatifitasnya sesuai dengan karakteristik
perkembangannya.61
PAUD merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan
yang menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan
perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan
(daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual), sosio
emosional (sikap dan perilaku serta agama) bahasa dan komunikasi, sesuai
dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh anak
usia dini.62
Penyelenggara PAUD adalah berbagai unsur masyarakat, dapat
diselenggarakan oleh Tim penggerak PKK, SKB/BPKB atau lembaga
lainnya.63 Dengan berkembangnya sumber daya manusia indonesia, kini di
berbagai tempat, bahkan di pelosok desa yang jauh dari keramaian
sekalipun, berbagai lembaga dari unsur-unsur masyarakat pun sanggup
mendirikan PAUD.
a. Jenis-Jenis PAUD
Rentangan anak usia dini menurut Pasal 28 UU Sisdiknas
No.20/2003 ayat 1 adalah 0-6 tahun. Sementara menurut kajian
rumpun keilmuan PAUD dan penyelenggaraannya di beberapa negara,
PAUD dilaksanakan sejak usia 0-8 tahun.64
60 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang SistemPendidikan Nasional
61 M. Hariwijaya & Bertiani Eka Sukaca, PAUD; Melejitkan Potensi Anak denganPendidikan Sejak Dini, (Yogyakarta: Mahadhika Publishing, 2009), hlm. 14
62 http://id.wikipedia.org/wiki/Pendidikan_anak_usia_dini63 M. Hariwijaya & Bertiani Eka Sukaca, op. Cit., hlm. 5664 http://id.wikipedia.org/wiki/Pendidikan_anak_usia_dini
xxxvi
Selanjutnya pada UU Sisdikans pasal 28 ayat 2 sampai dengan
ayat 4 disebutkan bahwa Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan
melalui jalur pendidikan formal, nonformal, dan/ atau informal.
Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal berbentuk Taman
Kanak-kanak (TK), Raudhatul Athfal (RA), atau bentuk lain yang
sederajat. Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan nonformal
berbentuk Kelompok Bermain (KB), Taman Penitipan Anak (TPA), atau
bentuk lain yang sederajat.65
1. Taman Kanak-kanak (TK) dan Raudlatul Athfal (RA)
Taman Kanak-kanak (TK) dan Raudlatul Athfal (RA)
merupakan salah satu satuan pendidikan anak usia dini pada jalur
pendidikan formal. Kelompok usia anak didiknya antara 4-6 tahun.
Dalam kegiatannya biasanya dibagi menjadi 2 kelompok, yakni
kelompok A untuk anak usia 4-5 tahun, sedangkan kelompok B untuk
anak usia 5-6 tahun. Perbedaan antara Taman Kanak-kanak (TK) dan
Raudlatul Athfal (RA) sebenarnya tidak terlalu signifikan. Raudhatul
Athfal adalah sama-sama satu bentuk satuan pendidikan anak usia
dini pada jalur pendidikan formal, tetapi disamping
menyelenggarakan program pendidikan umum, lembaga ini juga
menyelenggarakan pendidikan keagamaan Islam bagi anak berusia
empat tahun sampai enam tahun.66
2. Kelompok Bermain (KB)
Kelompok Bermain (KB) merupakan salah satu satuan
pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan non-formal.
Difokuskan pada program kesejahteraan sosial bagi anak usia 2
sampai dengan 6 tahun. Kelompok bermain merupakan alternatif dari
satu satuan pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) atau Raudlatul Athfal
(RA). Jadi bagi anak didik yang tidak dapat terakomodir pada salah
65 Undang Undang RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional66 Departemen Pendidikan Nasional, Standar Kompetensi Taman Kanak-kanak &
Raudhatul Athfal, (Jakarta: Pusat Kurikulum, Balitbang Depdiknas: 2003), hlm. 6
xxxvii
satuan pendidikan formal tersebut, Kelompok Bermain (KB) ini dapat
menjadi satu solusi alternatif .
3. Taman Penitipan Anak (TPA)
Taman Penitipan Anak (TPA) merupakan salah satu satuan
pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan non-formal.
Difokuskan pada penyelenggaraan program kesejahteraan sosial,
pengasuhan anak, dan pendidikan anak sejak lahir hingga berusia 6
tahun. Dalam kegiatannya, anak didiknya adalah usia 0 tahun (sejak
lahir) sampai dengan 6 tahun.
4. Satuan PAUD Sejenis (SPS)
Satuan PAUD Sejenis (SPS) adalah layanan minimal
merupakan layanan minimal yang hanya dilakukan 1-2 kali/minggu
atau merupakan layanan PAUD yang diintegrasikan dengan program
layanan lain. Peserta didik pada SPS adalah anak 2-4 tahun.67
2.Dasar Hukum dan Tujuan PAUD,
a. Dasar Hukum PAUD
Penyelenggaraan PAUD di Indonesia memiliki dasar hukum,
sebagaimana pada pendidikan dasar, menengah dan seterusnya. Di antara
dasar hukumnya antara lain:
1) Amandemen UUD 1945 pasal 28 B ayat 2
Dalam amandemen UUD 1945 pasal 28 B ayat 2 dinyatakan
bahwa ”Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan
berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi”. 68
2) UU NO. 23 Tahun 2002 Pasal 9 Ayat 1 tentang Perlindungan Anak
Dalam UU NO. 23 Tahun 2002 Pasal 9 Ayat 1 tentang
Perlindungan Anak dinyatakan bahwa ”Setiap anak berhak
memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka
67 M. Hariwijaya & Bertiani Eka Sukaca, Op. cit., hlm. 18-19.68 UUD 1945 dan amandemennya, (Jakarta: Angkasa, 2009), hlm. 15
xxxviii
pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan
minat dan bakatnya”. 69
3) UU NO. 20 TAHUN 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Dalam UU NO. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional Bab 1, Pasal 1, Butir 14 dinyatakan bahwa ”Pendidikan
Anak Usia Dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan
kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun yang dilakukan
melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu
pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak
memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut”. 70
b. Tujuan PAUD
PAUD bertujuan untuk mengembangkan seluruh potensi anak
agar kelak dapat berfungsi sebagai manusia yang utuh sesuai falsafah
bangsa.71 Selain itu agar anak dapat mengembangkan segala daya guna
dan kreatifitasnya sesuai dengan karakteristik perkembangannya serta
membantu anak didik mengembangkan berbagai potensi baik fisik
maupun psikis.72
Dalam Standar Kompetensi Taman Kanak-kanak & Raudhatul
Athfal, yang diterbitkan oleh Pusat Kurikulum, Balitbang Depdiknas
diamanatkan, tujuan PAUD adalah untuk Membantu anak didik
mengembangkan berbagai potensi baik psikis dan fisik yang meliputi
moral dan nilai-nilai agama, sosial emosional, kognitif, bahasa,
fisik/motorik, kemandirian dan seni untuk siap memasuki pendidikan
dasar.73
69 Tim Pengembang, Kerangka Dasar Kurikulum Pendidikan Anak Usia Dini, op. cit.,hlm. 6
70 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang SistemPendidikan Nasional
71 Slamet Suyanto, Dasar-Dasar Pendidikan Anak Usia Dini, (Yogyakarta: HikayatPublishing, 2005), hlm. 3
72 M. Hariwijaya & Bertiani Eka Sukaca, Op. cit, hlm. 73.73 Departemen Pendidikan Nasional, Standar Kompetensi Taman Kanak-kanak &
Raudhatul Athfal, (Jakarta: Pusat Kurikulum, Balitbang Depdiknas: 2003), hlm. 7
xxxix
Secara spesifik dalam Bab 1, Pasal 1, Butir 14 Sistem Pendidikan
Nasional dinyatakan bahwa ”Pendidikan Anak Usia Dini adalah suatu
upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan
usia 6 tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan
untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani
agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.74
Hal ini dimaksudkan bahwa PAUD bertujuan sebagai titik awal anak
untuk menghadapi jenjang pendidikan selanjutnya.
3. Kurikulum PAUD.
Kurikulum PAUD sebagai subsistem dalam jenjang pendidikan
meliputi beberapa komponen antara lain anak didik, tenaga pendidik,
materi pembelajaran, metode pembelajaran, lingkungan dan penilaian
a. Anak didik
Sasaran layanan pendidikan anak usia dini adalah anak yang
berada pada rentang usia 0 – 6 tahun. Pengelompokan anak didasarkan
pada usia sebagai berikut:
1) 0 – 2 tahun
Pada fase ini pengasuhan bayi dengan kasih sayang yang
tulus dalam pemenuhan kebutuhan dasar bayi menimbulkan
kepercayaan (trust) pada bayi terhadap lingkungannya. Namun jika
pengasuhan bayi tidak didasari kasih sayang maka akan timbul
kecurigaan (mistrust) terhadap lingkungan.
2) 2 – 4 tahun
Pengasuhan anak melalui desakan untuk melakukan apa
yang dibutuhkan anak dan sesuai dengan waktu dan caranya sendiri
dengan bimbingan orang yang lebih bijaksana maka anak akan
lebih mengembangkan kesadaran otonominya. Sedangkan jika
orang tua tidak sabar dan banyak melarang maka akan
menimbulkan sikap ragu-ragu dan sangsi pada anak
74 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang SistemPendidikan Nasional
xl
3) 4- 6 tahun
Pengasuhan dengan memberi desakan untuk melakukan
percobaan dengan bebas dalam lingkungannya. Orang tua tidak
menjawab langsung pertanyaan dari anak namun anak didorong
untuk berinisiatif. Namun jika anak selalu dihalangi dan pertanyaan
anak selalu disepelekan akan hal itu bisa membuat anak semakin
merasa bersalah.
4) 6 - 11 tahun
Jika anak dianggap dapat berfikir secara dewasa maka anak
akan berkembang dengan baik. Namun sebaliknya jika anak
dianggap seperti anak kecil maka ia akan menjadi pribadi yang
rendah diri. Hal ini akan berdampak pada kurang sukanya anak
dalam melakukan tugas-tugas yang bersifat intelektual dan
kurangnya rasa percaya diri anak. 75
b. Pendidik
Kualifikasi Akademik Guru PAUD/TK/RA sebagaimana
tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik
Indonesia Nomor 16 Tahun 2007 Tentang Standar Kualifikasi
Akademik Dan Kompetensi Guru adalah bahwa Guru pada
PAUD/TK/RA harus memiliki kualifikasi akademik pendidikan
minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1) dalam bidang
pendidikan anak usia dini atau psikologi yang diperoleh dari program
studi yang terakreditasi. 76
Adapun rasio pendidik dan anak adalah :
1) Usia 0 – 1 tahun rasio 1 : 3 anak2) Usai 1 – 3 tahun rasio 1 : 6 anak3) Usia 3 - 4 tahun rasio 1 : 8 anak4) Usia 4 - 6 tahun rasio 1 : 10 /12 anak 77
75 M. Hariwijaya & Bertani Eka Sukaca, PAUD Melejitkan Potensi Anak denganPendidikan Sejak Dini, (Yogyakarta: Mahardika Publishing, 2009), hlm. 36-37.
76 Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 tahun 2007 tanggal 4 mei2007 tentang Standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru, hlm. 3
77 Tim Pengembang, Kerangka Dasar Kurikulum Pendidikan Anak Usia Dini, op. cit.,hlm. 17
xli
c. Pembelajaran
Proses pembelajaran anak usia dini dapat dikatakan gampang-
gampang susah. Kadang kita memberikan fasilitas belajar yang mahal dan
berharap anak belajar banyak, tetapi pada kenyataannya anak justru tidak
belajar. Sebaliknya, kadang dengan mainan yang sangat sederhana dan
murah harganya anak-anak menjadi lebih tertarik dan ingin tahu lebih
banyak. Tentang mainan tersebut sekaligus mekanisme kerjanya. Bermain
sambil belajar merupakan esensi bermain yang menjiwai setiap kegiatan
pembelajaran PAUD.
Pembelajaran bersifat holistik dan terpadu. Pembelajaran
mengembangkan semua aspek perkembangan, meliputi (1) moral dan
nilai-nilai agama, (2) sosial- emosional, (3) kognitif (intelektual), (4)
bahasa, (5) Fisik-motorik, (6) Seni. Pembelajaran bersifat terpadu yaitu
tidak mengajarkan bidang studi secara terpisah.78
Pendekatan pembelajaran menggunakan prinsip-prinsip antara
lain: a) Pembelajaran berorientasi pada prinsip-prinsip perkembangan; b)
Berorientasi pada Kebutuhan Anak; c) Bermain Sambil Belajar atau
Belajar Seraya Bermain; d)Menggunakan Pendekatan Tematik; e) Kreatif
dan Inovatif; f) Lingkungan Kondusif; g) Mengembangkan Kecakapan
Hidup.
Pembelajaran dilakukan melalui kegiatan bermain yang
dipersiapkan oleh pendidik dengan menyiapkan materi (content), dan
proses belajar. Materi belajar bagi anak usia dini dibagi dalam 2
kelompok usia. 79
Materi Usia lahir sampai 3 tahun meliputi:
1) Pengenalan diri sendiri (Perkembangan konsep diri)
2) Pengenalan perasaan (Perkembangan emosi)
3) Pengenalan tentang Orang lain (Perkembangan Sosial)
4) Pengenalan berbagai gerak (perkembangan Fisik)
78 Naskah Akademik Kajian Kebijakan Kurikulum Pendidikan Anak Usia dini, (Jakarta:Pusat Kurikulum, Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional, 2007),hlm. 21
79 Tim Pengembang, Kerangka Dasar Kurikulum Pendidikan Anak Usia Dini, op. cit.
xlii
5) Mengembangkan komunikasi (Perkembangan bahasa)
6) Ketrampilan berfikir (Perkembangan kognitif)
Materi untuk anak usia 3 – 6 tahun meliputi :
1) Keaksaraan mencakup peningkatan kosa kata dan bahasa,
kesadaran phonologi, wawasan pengetahuan, percakapan,
memahami buku-buku, dan teks lainnya.
2) Konsep Matematika mencakup pengenalan angka-angka, pola-pola
dan hubungan, geometri dan kesadaran ruang, pengukuran,
pengumpulan data, pengorganisasian, dan mempresentasikannya.
3) Pengetahuan Alam lebih menekankan pada objek fisik, kehidupan,
bumi dan lingkungan.
4) Pengetahuan Sosial mencakup hidup orang banyak, bekerja,
berinteraksi dengan yang lain, membentuk, dan dibentuk oleh
lingkungan. Komponen ini membahas karakteristik tempat hidup
manusia, dan hubungannya antara tempat yang satu dengan yang
lain, juga hubungannya dengan orang banyak. Anak-anak
mempelajari tentang dunia dan pemetaannya, misalnya dalam
rumah ada ruang tamu, ruang tidur, kamar mandi, dapur, ruang
keluarga, ruang belajar; di luar rumah ada taman, garasi, dll. Setiap
rumah memiliki tetangga dalam jarak dekat atau jauh.
5) Seni mencakup menari, musik, bermain peran, menggambar dan
melukis. Menari, adalah mengekspresikan ide ke dalam gerakan
tubuh dengan mendengarkan musik, dan menyampaikan perasaan.
Musik, adalah mengkombinasikan instrumen untuk menciptakan
melodi dan suara yang menyenangkan. Drama, adalah
mengungkapkan cerita melalui aksi, dialog, atau keduanya. Seni
juga mencakup melukis, menggambar, mengoleksi sesuatu,
modeling, membentuk dengan tanah liat atau materi lain,
menyusun bangunan, membuat boneka, mencap dengan stempel,
dll.
xliii
6) Teknologi mencakup alat-alat dan penggunaan operasi dasar.
Kesadaran Teknologi. Komponen ini membahas tentang alat-alat
teknologi yang digunakan anak-anak di rumah, di sekolah, dan
pekerjaan keluarga. Anak-anak dapat mengenal nama-nama alat
dan mesin yang digunakan oleh manusia sehari-hari.
7) Ketrampilan Proses mencakup pengamatan dan eksplorasi;
eksperimen, pemecahan masalah; dan koneksi, pengorganisasian,
komunikasi, dan informasi yang mewakili.80
d. Metode Pembelajaran
Secara umum metode-metode pembelajaran untuk anak TK bisa
saja diadaptasikan untuk pembelajaran anak-anak TB/KB, namun harus
dilakukan secara hati-hati mengingat tingkat perkembangan mereka
berbeda. Untuk TB/KB pengalaman belajar lebih penting dibanding hasil
belajarnya. Pembelajaran yang mengundang rasa ingin tahu anak dan
mengajak anak untuk terlibat aktif dalam pembelajaran sangat diharapkan.
Pemanfaatan potensi alam di sekitar satuan pendidikan perlu dioptimalkan
agar anak belajar dari konteks kehidupan kesehariannya.
e. Penilaian (Assessment)
Assessment adalah proses pengumpulan data dan dokumentasi
belajar dan perkembangan anak. Assessment dilakukan melalui :
observasi, konferensi dengan para guru, survey, wawancara dengan
orang tua, hasil kerja anak, dan unjuk kerja. Keseluruhan penilaian
/assessment dapat di buat dalam bentuk portofolio. 81
Khususnya pada pelaksanaan pembelajaran di satuan pendidikan
PAUD Taman Kanak-kanak (TK) dan Raudlatul Athfal (RA), telah
ditentukan standar kompetensi dalam melaksanakan penilaian, dapat
menggunakan Berbagai alat penilaian untuk memperoleh gambaran
perkembangan kemampuan dan perilaku anak, antara lain a) Portofolio; b)
80 Ibid., hlm. 17-1981 Ibid., hlm. 19
xliv
Unjuk kerja (performance); c) Penugasan (Project) dan Hasil karya
(Product).82
J. IMPLEMENTASI METODE CERITA DI PAUD
Dalam pelaksanaan pendidikan dibutuhkan adanya sebuah metode
dalam upaya pencapaian tujuan yang dicita-citakan, karena tanpa metode
suatu materi pendidikan tidak mungkin terserap secara efektif dan efisien oleh
anak didik, oleh karena itu metode adalah syarat agar aktifitas kependidikan
dapat berjalan secara baik.
Dari sekian metode yang digali dan ditawarkan oleh pakar pendidikan
sebenarnya tidak ada metode yang paling ideal untuk semua tujuan
pendidikan, artinya suatu metode mungkin dinilai baik untuk materi dan
kondisi tertentu dan sebaliknya kurang tepat jika digunakan pada penyampaian
materi yang berbeda dan kondisi yang berlainan.
Sedangkan metode cerita itu sendiri diartikan sebagai teknik yang
dilakukan dengan cara bercerita yaitu mengungkapkan peristiwa-peristiwa
bersejarah yang mengandung nilai-nilai pendidikan moral, rohani dan sosial
bagi seluruh umat manusia di segala tempat dan zaman. Baik yang mengenai
kisah yang bersifat kebaikan maupun kedhaliman atau juga ketimpangan
jasmani, rohani, materiil dan spiritual yang dapat melumpuhkan semangat
manusia.
Dalam kaitannya dengan pembelajaran, metode cerita lebih difokuskan
pada materi-materi keagamaan dan bagaimana menanamkan nilai-nilai
keagamaan dalam jiwa siswa didik. Karena melalui cerita ini pesan-pesan
82 Portofolio yaitu penilaian berdasarkan kumpulan hasil kerja anak yang dapatmenggambarkan sejauhmana ketrampilan anak berkembang. Unjuk kerja (performance),merupakan penilaian yang menuntut anak untuk melakukan tugas dalam perbuatan yang dapatdiamati, misalnya praktek menyanyi, olahraga, memperagakan sesuatu. Unjuk kerja(performance), merupakan penilaian yang menuntut anak untuk melakukan tugas dalam perbuatanyang dapat diamati, misalnya praktek menyanyi, olahraga, memperagakan sesuatu. Penugasan(Project), yaitu tugas yang harus dikerjakan anak yang memerlukan waktu yang relatif lama dalampengerjaannya. Hasil karya (Product) merupakan hasil kerja anak setelah melakukan suatukegiatan Misalnya melakukan percobaan menanam biji. Lihat Departemen Pendidikan Nasional,Ibid. Standar Kompetensi Taman Kanak-kanak & Raudhatul Athfal, Ibid.
xlv
moral yang ada dalam tema cerita bisa ditanamkan dan diteladani oleh peserta
didik.
Dengan demikian, cerita-ceritanya pun disajikan secara benar, selaras,
dengan konteks, dan mewujudkan tujuan pendidikan Islam. Karena metode
cerita dapat mengaktifkan dan membangkitkan perasaan ketuhanan melalui
topik cerita-cerita yang mengandung suri tauladan yang baik, diantaranya
kisah para Nabi, kisah Ashabul Kahfi, kisah karun dan lain sebagainya. Di
samping itu dalam hadits-hadits Nabi pun juga banyak yang mengungkap
kisah-kisah yang berisi nilai-nilai pendidikan, seperti kisah al-Qamah yang
merupakan gambaran dari akibat kedurhakaan anak pada orang tua.
Dalam mengaplikasikan metode ini pada proses belajar mengajar
(PBM), metode cerita merupakan salah satu metode pendidikan yang masyhur
dan terbaik, sebab cerita itu mampu menyentuh jiwa jika didasari oleh
ketulusan hati yang mendalam.83
Metode cerita dalam pendidikan Islam menggunakan paradigma al-
Qur'an dan hadits Nabi, sehingga dikenal dengan kisah Qurani dan kisah
Nabawi. Terkadang dalam penyampaian cerita ada kelemahannya, maka untuk
mengatasi kelemahan tersebut setiap pendidikan hendaknya memperhatikan
benar alur cerita yang disampaikan, menyelaraskan tema materi dengan cerita
atau tema cerita dengan materi, anak didik harus lebih berkonsentrasi terhadap
cerita yang disampaikan guru, sehingga menimbulkan sugesti untuk mengikuti
alur cerita itu sampai selesai.
Demikian juga dalam metode bercerita pada anak usia dini. Tentu
memerlukan teknik dan strategi yang efektif bagi pendidik dalam rangka
suksesnya transfer of knowledge kepada anak didiknya. Ada beberapa hal yang
dapat dijadikan acuan dalam pelaksanaan metode cerita bagi anak usia dini.
1. Langkah-Langkah Pelaksanaan
a. Pemilihan Tema Cerita
Untuk anak-anak usia dini, cerita dapat membantu
mengembangkan kosa kata. Hanya saja cerita yang dipilihkan tentu
83 Armai Arief., op.cit. hlm. 160
xlvi
saja yang sederhana dan kerap ditemui anak sehari-hari. Karena cerita
merupakan media yang efektif untuk menanamkan berbagai nilai dan
etika kepada anak, bahkan untuk menumbuhkan rasa empati. Misalnya
nilai-nilai kejujuran, rendah hati, kesetiakawanan, kerja keras, maupun
tentang berbagai kebiasaan sehari-hari seperti pentingnya makan sayur
dan menggosok gigi. Anak juga diharapkan dapat lebih mudah
menyerap berbagai nilai tersebut karena di sini tidak bersikap
memerintah atau menggurui, sebaliknya para tokoh cerita dalam
dongeng tersebutlah yang diharapkan menjadi contoh atau teladan bagi
anak.84
Menurut Anti Aarne dan Stiih Thomas, cerita dikelompokkan
dalam 4 golongan sebagai berikut :
1) Cerita binatang, adalah cerita yang tokohnya binatang peliharaan
atau binatang liar.
2) Cerita biasa, adalah cerita yang tokohnya manusia dan biasanya
berisi tentang kisah suka duka yang dialami seseorang. Misalnya
cerita Ande-Ande Lumut, Joko Kendil dan lain-lain.
3) Lelucon atau Anekdot, adalah cerita yang dapat menimbulkan tawa
bagi pendengarnya.
4) Cerita berumus, Merupakan cerita yang strukturnya terdiri dari
pengulangan.85
Menurut Kak Bimo (tokoh cerita Indonesia), bagi anak-anak,
hal-hal yang menarik, berbeda pada setiap tingkat usia, misalnya;
Sampai usia 4 tahun, anak menyukai cerita fabel dan horor, seperti: Si
wortel, Tomat yang Hebat, Anak ayam yang Manja, kambing Gunung
dan Kambing Gibas, anak nakal tersesat di hutan rimba, cerita nenek
sihir, orang jahat, raksasa yang menyeramkan dan sebagainya. 86
84 http://www.bintangbangsaku.com/content/bercerita-mendongeng, 5/4/201085 http://www.tkdonbosco.com/main.php?ke=13&yc=8, 5/4/201086http://kakbimo.wordpress.com/2009/07/21/teknik-bercerita-untuk-anak-usia-dini/,
5/4/2010
xlvii
Sebagai generasi muda muslim, anak usia dini harus diberikan
muatan-muatan agama, dengan menggunakan paradigma Al Qur’an dan
hadits Nabi Saw., sehingga dikenal istilah “kisah Qur’ani dan kisah
Nabawi”. Kedua sumber tersebut memiliki substansi cerita yang valid tanpa
diragukan lagi kebenarannya. 87
Dalam memilih cerita, khususnya pada anak usia dini, Abdul Aziz
Abdul Majid memberi rambu-rambu yang harus diperhatikan guru,
1) Guru menyesuaikan cerita dengan kondisi jiwanya.
Disini guru dituntut untuk selektif dalam menyesuaikan kondisi
jiwa pribadi guru, apakah jiwanya sedang gembira ataukah sedang
bersedih, dengan cerita yang hendak disampaikan kepada anak, karena
cerita memiliki beberapa jenis, ada yang menyenangkan dan
menyedihkan
2) Guru menyesuaikan cerita dengan situasi dan kondisi anak.
Situasi dan kondisi anak didik di tempat belajar berbeda. Guru
harus mengetahui dan meresponnya ketika memilih cerita. Ketika anak
baru memasuki ajaran baru, maka dapat dipilihkan cerita yang masih
akrab dengan kondisi lingkungannya dan bersifat memacu semangat.
Ketika akhir tahun ajaran, dapat dipilihkan cerita yang bersifat kesan.
Selain itu ketika anak sering terlambat/malas, guru dapat memilihkan
cerita tentang pacu semangat. 88
Suasana (situasi dan kondisi) sebagaimana diisyaratkan Abdul Aziz Abdul
Majid tersebut sesuai dengan pendapat Kak Bimo, menurutnya Suasana (situasi
dan kondisi) disesuaikan dengan acara/peristiwa yang sedang atau akan
berlangsung, seperti acara kegiatan keagamaan, hari besar nasional, ulang tahun,
pisah sambut anak didik, peluncuran produk, pengenalan profesi, program sosial
dan lain-lain, akan berbeda jenis dan materi ceritanya. Pendidik dituntut untuk
memperkaya diri dengan materi cerita yang disesuaikan dengan suasana. Jadi
87 Armai Arief , op. cit., hlm. 16388 Http://kakbimo.wordpress.com/2009/07/21/teknik-bercerita-untuk-anak-usia-dini/, 5/4/2010
xlviii
selaras materi cerita dengan acara yang diselenggarakan, bukan satu atau beberapa
cerita untuk segala suasana.89
Bagi anak usia PAUD, banyaknya situasi yang bisa jadi bahan
pertimbangan diberikannya cerita tersebut, akan memudahkan guru untuk
memilah dan memilih mana yang sesuai bagi anak didiknya.
“Ditujukan bagi anak kira-kira usia 3-5 tahun. Pada usia ini anak biasanyasudah dapat berjalan, menggerakkan otot-ototnya, mulai memilikikepekaan rasa dan membantunya memilih lingkungan yang terbatas padasekelilingnya. Dia dapat melihat bahwa di sekitarnya ada hewan dantumbuhan bergerak dan memiliki kekhususan, memiliki berbagai suara danwarna. Dia juga melihat individu –individu yang berbeda dalamkeluarganya, seperti orangtua, saudara laki-laki dan saudara perempuan. Iamelihat satu sama lain saling berhubungan. Ia bergaul dengan anak-anakseusianya dan yang sedikit lebih besar darinya. Pendeknya ia hanya sibukpada batasan lingkungan sehari-hari di sekitarnya.Oleh karena itu , cerita-cerita yang sesuai baginya adalah cerita yangtokoh-tokohnya-tokohnya dikarang dari binatang dan tumbuhan, danperistiwa tentang keduanya. Atau tokoh-tokoh manusia, seperti ayah, ibu,dan anak seusianya. Tokoh-tokoh itu hendaknya mudah ditangkap olehanak, misalnya ayam berbulu merah, anak gadis berambut pirang, danorang tua berjanggut putih. Sebaiknya tokoh-tokoh ini –tumbuhansekalipun dapat berbicara- bersuara dan bergerak, sehingga mudahdipahami anak. Pemberian sifat-sifat gerakan, pembicaraan, dan warnayang dikenalnya, akan menjadi daya tarik yang akan membangkitkan rasaingin tahu anak. Pada anak cenderung bahwa benda dapat berbicara”.90
Dari sini dapat disimpulkan, bahwa tema yang dapat dipilih untuk anak
usia banyak sekali, tentang tumbuh-tumbuhan, hewan, dan manusia, yang
kesemuanya itu berkenaan dengan dunia khayal dan periode awal berfikir bagi
anak. Bagi generasi muslim usia dini, banyak cerita yang dapat didapatkan, baik
dari qur’an atau selainnya. Seperti cerita tentang nabi-nabi, yang didalamnya
terdapat berbagai macam bentuk materi, seperti kisah nabi sulaiman yang dapat
berbicara dengan binatang, kisah nabi yunus yang dimakan ikan, kisah nabi musa
dengan tongkat ularnya dan lain sebagainya.
89 Abdul Aziz Abdul Majid, op. cit., hlm. 30-31
90 Abdul Aziz Abdul Majid, op. cit., hlm. 12
xlix
b. Waktu Cerita
Dengan mempertimbangkan daya pikir, kemampuan bahasa, rentang
konsentrasi dan daya tangkap anak, maka para ahli cerita menyimpulkan
sebagai berikut;
1) Sampai usia 4 tahun, waktu cerita hingga 7 menit
2) Usia 4-8 tahun, waktu cerita hingga 10 -15 menit
3) Usia 8-12 tahun, waktu cerita hingga 25 menit Namun tidak menutup
kemungkinan waktu bercerita menjadi lebih panjang, apabila tingkat
konsentrasi dan daya tangkap anak dirangsang oleh penampilan pencerita
yang sangat baik, atraktif, komunikatif dan humoris. 91
Jadi pemberian cerita untuk anak PAUD, dapat berkisar 7-15 menit,
akan tetapi dapat fleksibel, artinya disesuaikan dengan kondisi jenuh tidak
anak, waktu dan lain sebagainya. Bisa diberikan tiap hari, seminggu sekali dan
seterusnya, se-fleksibel dan seefektif mungkin.
c. Pemilihan Alat peraga
Agar proses pembelajaran bercerita di PAUD dapat berjalan dengan
baik maka dalam pembelajaran bercerita guru harus menggunakan media
penyajian pembelajaran bercerita yang variatif serta sesuai dengan
pembelajaran yang dilakukan.
Adapun alat peraga yang digunakan dapat berupa:
1) Alat peraga langsung, yaitu menggunakan benda asli atau benda
sebenarnya (misalnya: kelinci, kembang, piring) agar anak dapat
memahami isi cerita dan dapat melihat langsung ciri-ciri serta kegunaan
dari alat tersebut.
2) Alat peraga tak langsung, yaitu menggunakan benda-benda yang bukan
alat sebenarnya. Bercerita dengan alat peraga tak langsung dapat berupa:
a) Benda-benda tiruan, Guru menggunakan benda-benda tiruan sebagai
alat peraga (misalnya: binatang tiruan, buah-buahan tiruan, sayuran
91 Http://kakbimo.wordpress.com/2009/07/21/teknik-bercerita-untuk-anak-usia-dini/,5/4/2010
l
tiruan). Benda-benda tiruan tersebut hendaknya mempunyai proporsi
bentuk dan warna yang sesuai dengan aslinya.
b) Gambar-gambar, guru menggunakan gambar sebagai alat peraga dapat
berupa gambar lepas, gambar dalam buku atau gambar seri yang terdiri
dari 2 sampai 6 gambar yang melukiskan jalannya cerita.
c) Papan flanel, guru menggunakan papan flanel untuk menempelkan
potongan-potongan gambar yang akan disajikan dalam suatu cerita.
d) Membacakan cerita, guru menggunakan buku cerita dengan tujuan
agar minat anak terhadap buku semakin bertambah.
e) Sandiwara boneka, guru menggunakan berbagai macam boneka yang
akan dipentaskan dalam suatu cerita.92
Jadi, dalam penyampaian cerita di PAUD, media apapun dapat
dimanfaatkan, sepanjang memiliki efektifitas dan efisiensi dalam prosesnya.
d. Penyampaian
Dalam menyampaikan cerita pada anak, harus pula diperhatikan
beberapa hal. Antara lain pola dan irama berbicara; jarak dengan pendengar
perlu diperhatikan, gerak dan sikap tubuh, kontak mata, suara saat berbicara,
dan penampilan. 93
Dalam menyampaikan cerita pada anak-anak di PAUD, guru
memegang peranan penting, karena berkat keberhasilannya, jiwa si anak dapat
gembira. Sebagaimana dikemukakan Sara Cone Bryant,
Now the story-teller who has given the listening children such pleasureas I mean may or may not have added a fact to the content of theirminds, she has inevitably added something to the vital powers of theirsouls. She has given a wholesome exercise to the emotional muscles ofthe spirit, has opened up new windows to the imagination, and addedsome line or colour to the ideal of life and art which is always takingform in the heart of a child. She has, in short, accomplished the onegreatest aim of story-telling, -- to enlarge and enrich the child'sspiritual experience, and stimulate healthy reaction upon it.94
92 ibid93 http://www.tkdonbosco.com/main.php?ke=13&yc=8, 5/4/201094http://etext.virginia.edu/etcbin/toccer-new2?id=BryTell.sgm&images=images/modeng&
data=/texts/english/modeng/parsed&tag=public&part=1&division=div, 5/4/2010
li
(Sekarang pencerita telah memperdengarkan kesenangan pada anak-anak sebagaimana yang saya maksud atau mungkin tidakmenambahkan suatu kenyataan kepada pikiran mereka, takterelakkan lagi bahwa ia menambahkan sesuatu atas kekuatan intiatas jiwa-jiwa mereka. Dia telah memberi suatu latihan yang sehatkepada otot-otot emosional jiwa, telah membuka jendela baru padaimajinasi, dan menambahkan beberapa garis atau warna idealtentang hidup dan seni yang selalu mengambil wujud di dalam dirianak. Dia miliki, singkatnya, memenuhi satu yang tujuan terbesarbercerita, -untuk memperbesar dan memperkaya pengalaman jiwaanak, dan merangsang reaksi sehat atas nya.)
Jadi, guru harus pandai menyampaikan, mensetting suasana dan
seterusnya. Berikut ini contoh skenario penyampaian cerita-cerita yang dapat
dilakukan pada anak PAUD:
1) Mengkondisikan anak :Tertib merupakan prasyarat tercapainya tujuan bercerita. Suasana
tertib harus diciptakan sebelum dan selama anak-anak mendengarkancerita. Diantaranya dengan cara-cara sebagai berikut:a) Aneka tepuk: seperti tepuk satu-dua, tepuk tenang, anak sholeh dan
lain-lain. Contoh; Jika aku (tepuk 3x) sudah duduk (tepuk 3x) makaaku (tepuk 3x) harus tenang (tepuk 3x) sst…sst..sst…
b) Simulasi kunci mulut: Pendidik mengajak anak-anak memasukkantangannya ke dalam saku, kemudian seolah-olah mengambil kunci darisaku, kemudian mengunci mulut dengan kunci tersebut, lalu kunci dimasukkan kembali ke dalam saku
c) “Lomba duduk tenang”, Kalimat ini diucapkan sebelum ceritadisampaikan, ataupun selama berlangsungnya cerita. Teknik ini cukupefektif untuk menenangkan anak, Apabila cara pengucapannya denganbersungguh-sungguh, maka anak-anak pun akan melakukannya dengansungguh-sungguh pula.
d) Tata tertib cerita, sebelum bercerita pendidik menyampaikan aturanselama mendengarkan cerita, misalnya; tidak boleh berjalan-jalan,tidak boleh menebak/komentari cerita, tidak boleh mengobrol danmengganggu kawannya dengan berteriak dan memukul meja. Hal inidilakukan untuk mencegah anak-anak agar tidak melakukan aktifitasyang mengganggu jalannya cerita
e) Ikrar, Pendidik mengajak anak-anak untuk mengikrarkan janji selamamendengar cerita, contoh: Ikrar..! Selama cerita, Kami berjanji 1. Akanduduk rapi dan tenang 2. Akan mendengarkan cerita dengan baik
f) Siapkan hadiah!, secara umum anak-anak menyukai hadiah. Hadiahmen dorong untuk anak-anak untuk mendapatkannya, meskipun harusmenahan diri untuk tidak bermain dan berbicara. Bisa saja kitamemberikan hadiah imajinatif seperti makanan, binatang kesayangan,balon yang seolah-olah ada di tangan dan diberikan kepada anak, tentu
lii
saja diberikan kepada anak-anak yang sudah akrab dengan kita,seringkali teknik ini menimbulkan kelucuan tersendiri.95
Skenario di atas adalah langkah saat mengkondisikan anak,
sebelum memulai masuk cerita. Berikut ini beberapa skenario
penyampaian ketika telah masuk cerita:
Teknik membuka Cerita: ”Karena membuka cerita merupakan saat yangsangat menentukan, maka membutuhkan teknik yang memiliki unsurpenarik perhatian yang kuat, diantaranya dapat dilakukan dengan:a) Pernyataan kesiapan : “Anak-anak, hari ini, Ibu telah siapkan sebuah
cerita yang sangat menarik…” dan seterusnya.b) Potongan cerita: “Pernahkah kalian mendengar, kisah tentang seorang
anak yang terjebak di tengah banjir?, kemudian terdampar di tepipantai…?”
c) Sinopsis (ringkasan cerita), layaknya iklan sinetron “Cerita bu Guruhari ini adalah cerita tentang “seorang anak kecil pemberani, yangbertempur melawan raja gagah perkasa ditengah perang yang besar”(kisah nabi Daud) mari kita dengarkan bersama-sama !
d) Munculkan Tokoh dan Visualisasi “ dalam cerita kali ini, ada 4 orangtokoh penting…yang pertama adalah seorang anak yang jago mainkarate, ia tak takut dengan siapapun…namanya Adiba, yang keduaadalah seorang ketua gerombolan penjahat yang bernama Somad,badannya tinggi besar dan bila tertawa..iiih mengerikan karena sangatkeras”…HA. HA..HA..HA..HA”, Somad memiliki golok yang sangatbesar, yang ketiga seorang guru yang bernama Umar, wajahnya cerahdan menyenangkan…dan seterusnya.
e) Pijakan (setting) tempat “Di sebuah desa yang makmur…”, “Dipinggir pantai..” “Di tengah Hutan…” “Ada sebuah kerajaan yangbernama ..” “Di sebuah Pesantren…” dan lain-lain.
f) Pijakan (setting) waktu, “Jaman dahulu kala…” “Jaman pemerintahanraja mataram …” ”Tahun 2045 terjadi sebuah tabrakan komet…”“Pada suatu malam…” “Suatu hari…” dan lain-lain.
g) Ekspresi emosi: Adegan orang marah, menangis, gembira, berteriak-teriak dan lain-lain. h. Musik & Nyanyian “Di sebuah negeri angkaramurka, dimulai cerita…(kalimat ini dinyanyikan), atau ambillahsebuah lagu yang popular, kemudian gantilah syairnya dengan kalimatpembuka sebuah cerita. i. Suara tak Lazim atau ”Boom” ! : Pendidikdapat memulai cerita dengan memunculkan berbagai macam suaraseperti; suara ledakan, suara aneka binatang, suara bedug, tembakandan lain-lain.96
95http://kakbimo.wordpress.com/2009/07/21/teknik-bercerita-untuk-anak-usia-dini/, 5/4/201096 ibid
liii
Setelah skenario penyampaian ketika telah masuk cerita, guru
dapat melaksanakan beberapa skenario menutup cerita dan evaluasi,
dapat dilakukan dengan:
a) Tanya jawab seputar nama tokoh dan perbuatan mereka yang harusdicontoh maupun ditinggalkan.
b) Doa khusus memohon terhindar dari memiliki kebiasaan burukseperti tokoh yang jahat, dan agar diberi kemampuan untuk dapatmeniru kebaikan tokoh yang baik.
c) Janji untuk berubah; Menyatakan ikrar untuk berubah menjadi lebihbaik, contoh “Mulai hari ini, Aku tak akan malas lagi, aku anak rajindan taat kepada guru!”
d) Nyanyian yang selaras dengan tema, baik berasal dari lagu nasional,popular maupun tradisional
e) Menggambar salah satu adegan dalam cerita. Setelah selesaimendengar cerita, teknik ini sangat baik untuk mengukur dayatangkap dan imajinasi anak.97
2) Keseluruhan cerita, yang dimaksud adalah bagian-bagian cerita yang
hendaklah diperhatikan oleh pencerita sebelum memulai bercerita. Pada
bagian ini terdiri dari pendahuluan, perubahan, fokus, dan penutup.
3) Pengaturan tempat dan suasana, cerita dapat disampaikan dengan duduk
mengelilingi meja, di atas lantai/tikar, atau berkerumun di dekat api
unggun, yang penting pastikan bahwa pendengar merasa nyaman sebelum
cerita dimulai dan bahwa setiap pendengar memiliki pandangan yang jelas
(tidak terhalang) pada pencerita yang akan menyampaikan cerita..98
Jadi dalam penyampaian cerita, guru dituntut lebih kreatif dan inovatif,
dengan memperhatikan keadaan anak-anak hingga menjadi pencerita yang sukses.
97 ibid98 Denok Wijayanti, Skripsi: Peningkatan Keterampilan Bercerita Menggunakan Media
Boneka Pada Siswa Kelas VII-G SMP Negeri 4 Pemalang Tahun Ajaran 2006/2007, (Semarang:Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang, 2007), hlm. 31-33. Cerita bahkan dapatdisampaikan di luar ruangan kelas , bisa di aula, atu ruang perpustakaan. Dengan demikian gurubisa menyampaikan misi/pesan dari PAUD agar anak-anak semakin gemar membaca dan semakinmengoprimalkan penggunaan buku-buku di perpustakaan. Lihat Agus DS, Tips Jitu Mendongeng,(Yogyakarta: Kanisius, 2009), hlm. 34.
liv
BAB III
PELAKSANAAN METODE CERITA DALAM PEMBELAJARAN
DI PAUD AL-WATHONIYAH GEMUH KENDAL
K. TINJAUAN UMUM PAUD AL-WATHONIYAH
1. Letak Geografis
Pendidikan anak usia dini (PAUD) Al-Wathoniyah terletak di area
MDA Manba’ul Huda, Desa Poncorejo, dukuh Bindangun RT 01 RW 04
Kec. Gemuh Kab. Kendal, bagian depan sekolah PAUD ini adalah
halaman, bagian samping adalah jalan desa, bagian samping kanan adalah
sawah, dan bagian belakang adalah rumah penduduk desa, PAUD ini
memiliki luas 250m. Didirikan pada tanggal 01 Agustus 2007. Pendirinya
adalah Rochmad, S.
Berdirinya PAUD ini merupakan jawaban atas kegelisahan warga
desa Poncorejo dan sekitarnya, yang mengharap adanya tempat untuk
mengakomodir kebutuhan anak-anak mereka, seiring dengan tuntutan
zaman. Jawaban ini terkonsep dari beberapa pemikiran dan musyawarah
warga desa Poncorejo dan sekitarnya, yang dijembatani oleh pendidik
ranting Fatayat NU Poncorejo Kec. Gemuh Kendal. Dan akhirnya menjadi
wadah formal kelembagaan PAUD Al-Wathoniyah ini.
Pada waktu pertama kali berdiri PAUD Al-Wathoniyah memiliki
satu kelas dengan 24 anak didik yang terdiri dari 14 anak didik laki-laki 10
anak didik perempuan dengan tiga orang pendidik dan satu kepala sekolah.
Pada tahun kedua yaitu pada tahun 2008 makin banyak anak didik
yang masuk ke sekolah tersebut, sehingga jumlah kelasnya bertambah
menjadi dua ruang yang masing-masing terbagi dalam kelas A dan kelas B
begitu juga dengan jumlah pendidik pengajarnya. Pada tahun berikutnya,
tidak terjadi pertambahan dari segi jumlah kelas, tetapi jumlah anak didik
mengalami kenaikan yang signifikan sehingga ada penambahan pendidik
sebanyak 1 orang.
lv
Sejak awal berdirinya PAUD Al-Wathoniyah sampai sekarang
belum ada pergantian kepala sekolah, sehingga kepala sekolah tetap
dijabat oleh ibu Siti Dayanah.
2. Visi, Misi dan Tujuan
PAUD Al-Wathoniyah Desa Poncorejo Kec. Gemuh Kendal
mempunyai tujuan yang secara umum tercover dalam visi dan misi sebagai
berikut :
Visi dan Misi PAUD Al-Wathoniyah
Visi : Membentuk Generasi yang cerdas dan saleh/salehah
Misi :
a. Melakukan pengelolaan lembaga pendidikan dini secara profesional.
b. Melaksanakan peningkatan pemerataan pendidikan bagi masyarakat,
khususnya jenjang pendidikan anak usia dini (PAUD).
c. Melakukan pemberdayaan dan peningkatan peran serta masyarakat
Desa Poncorejo dalam pengembangan pendidikan.
d. Ikut menunjang kemajuan dunia pendidikan sebagai implementasi
pengembangan pendidikan dalam upaya mewujudkan masyarakat
Indonesia yang beriman, bertaqwa, cerdas, terampil dan berbudaya.
e. Mempersiapkan anak sedini mungkin agar kelak memiliki kesiapan
dalam memasuki pendidikan dasar.
Sebagai penjabaran dari visi dan misi sebagaimana disebutkan di
atas, PAUD Al-Wathoniyah Desa Poncorejo Kec. Gemuh merumuskan
tujuan sebagai berikut:
a. Tujuan Umum
Kegiatan pendidikan usia dini bertujuan untuk mengembangkan
berbagai potensi anak sejak dini sebagai persiapan untuk hidup dan
dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya, termasuk siap
memasuki pendidikan dasar.
lvi
b. Tujuan Khusus
1) Anak mampu melaksanakan ibadah, mengenal dan percaya akan
ciptaan Tuhan dan mencintai sesama
2) Anak mampu mengelola keterampilan tubuh, termasuk gerakan-
gerakan yang mengontrol gerakan tubuh, gerakan halus dan
gerakan kasar, serta menerima rangsangan sensorik (panca indera)
3) Anak mampu mengenal lingkungan alam, lingkungan sosial,
peranan masyarakat dan menghargai keragaman sosial budaya.
4) Anak memiliki kepekaan irama, nada, birama, berbagai bunga,
bertepuk tangan serta menghargai hasil karya yang kreatif.
5) Membantu mengembangkan proses sosialisasi anak, belajar
melalui bermain dengan pendekatan strategis, metode, materi dan
media yang menarik dengan berbagai APE. Melalui bermain anak
diajak untuk bereksplorasi (penjajakan), menemukan dan
memanfaatkan benda-benda di sekitarnya.
6) Ikut mewujudkan tujuan pendidikan nasional, melalui jalur
pendidikan non-formal, sebagaimana diatur dalam Undang-undang
No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional sesuai
dengan acuan menu pembelajaran pada Pendidikan Anak Usia Dini
3. Sasaran
Adapun sasarannya PAUD Al-Wathoniyah adalah anak usia 0-6
tahun yang berasal dari masyarakat kecamatan Gemuh.
4. Keadaan Pendidik
Dalam pelaksanaan pembelajaran di PAUD Al-Wathoniyah,
dipandu oleh 4 (empat) orang tenaga pendidik. Berdasarkan data yang ada,
masing-masing pendidik memiliki perbedaan tingkatan pendidikan
sebagaimana dalam tabel berikut ini:
lvii
Tabel 3.1Tenaga pendidik PAUD Al-Wathoniyah tahun 2009/201099
No Nama pendidik Pendidikan formalPendidikannon-formal
1 Siti Dayanah Madrasah Aliyah dalam prosesmenyelesaikan S1
Ponpes
2 Umi Hamidah S1 Pendidikan Agama Islam MadrasahDiniyah
3 Kholisoh MA/ dalam prosesmenyelesaikan S1 PGTK
Ponpes
4 Mahmudah Madrasah Aliyah dalam prosesmenyelesaikan S1
MadrasahDiniyah
Disamping perbedaan tingkatan pendidikan sebagaimana dalam tabel
tersebut, masing-masing pendidik juga memiliki latar belakang dan aktifitas
yang beragam. Secara singkat kami paparkan sebagai berikut:
a. Siti Dayanah
Selain sebagai tenaga pendidik di PAUD Al-Wathoniyah, ia juga
dipercaya mengemban tugas sebagai kepala PAUD Al-Wathoniyah.
Dalam kesehariannya, ia aktif di organisasi Fatayat NU Ranting
Poncorejo Gemuh Kendal sebagai bagian pendidikan. Pengalamannya
dalam mendidik anak juga telah terasah di Madrasah diniyah yang
berada di lingkungan tempat tinggalnya. Ia menjadi tenaga pendidik di
Madrasah Diniyah sejak 2000.
b. Umi Hamidah
Kegiatan diluar sebagai tenaga pendidik PAUD Al-Wathoniyah
adalah sebagai pengurus Fatayat NU Ranting Poncorejo Gemuh Kendal,
ia membidangi bidang pendidikan. Selain itu ia aktif sebagai anggota
PKK setempat.
c. Kholisoh
Kegiatan diluar sebagai tenaga pendidik PAUD Al-Wathoniyah
adalah sebagai pengurus IPPNU(ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama)
99 Arsip PAUD Al-Wathoniyah Tahun 2007
lviii
Ranting Poncorejo Gemuh Kendal, ia membidangi bidang pendidikan.100
d. Mahmudah
Kegiatan diluar sebagai tenaga pendidik PAUD Al-Wathoniyah
adalah pendidik di Madrasah Diniyah setempat, pengalaman mengajar
di tempat tersebut sejak tahun 1999.
5. Keadaan Anak didik
PAUD Al-Wathoniyah Desa Poncorejo Kecamatan Gemuh
Kabupaten Kendal dari awal berdirinya hingga sekarang senantiasa
mengalami peningkatan jumlah peserta didiknya. Hal ini disebabkan
karena PAUD Al-Wathoniyah senantiasa berusaha meningkatkan kualitas
anak didik atau alumninya. PAUD Al-Wathoniyah bertekad untuk
memberikan pelayanan maksimal melalui tenaga pendidik yang
profesional dalam mendidik anak didiknya dengan penuh kesabaran,
murah senyum, ramah, lugas, berwibawa, menguasai materi dan memiliki
kesiapan dalam menyampaikan materi serta didukung dengan kurikulum
yang dipersiapkan dengan baik. Selain hal itu PAUD Al-Wathoniyah juga
dilengkapi sarana dan prasarana yang sangat menunjang kegiatan belajar
mengajar, sehingga menjadi tempat proses belajar mengajar yang baik,
kondusif dan menyenangkan bagi anak didiknya.101
Berdasarkan dokumentasi data anak didik yang masuk di PAUD
Al-Wathoniyah yang mulai dari awal tahun pertama sekolah didirikan
adalah sebagai berikut :
Tabel 3.2perkembangan anak didik PAUD Al-Wathoniyah102
Jumlah anak didikNo Tahun
PelajaranLaki-laki Perempuan Jumlah
1 2010-2011 20 16 36
100 Wawancara dengan Siti Dayanah (kepala PAUD Al-Wathoniyah), 2 Agustus 2010.101 Wawancara dengan Siti Dayanah (kepala PAUD Al-Wathoniyah), 2 Agustus 2010.102 Arsip PAUD Al-Wathoniyah Tahun 2007
lix
2 2009-2010 16 19 353 2008-2009 15 11 264 2007-2008 14 10 24
Dari uraian jumlah anak didik masuk yang dimulai pada tahun
ajaran 2007-2008 sampai tahun ajaran 2010-2011 jumlah anak didik
cenderung meningkat.
Kondisi anak didik PAUD Al-Wathoniyah terbagi menjadi dua
kelas sebagai berikut :
Tabel 3.3 Jumlah Anak didik103
Jumlah anak didikKelas
Laki-laki Perempuan Jumlah
A 9 7 16
B 8 12 20
Jumlah 17 19 36
Semua anak didik tersebut semuanya masuk pagi mulai pukul
07.30 sampai pukul 09.30 WIB. Adapun kelasnya sesuai dengan
pembagian kelas masing-masing anak.
Latar belakang siswa beragam. Ada yang berasal dari keluarga
petani, pedagang, penjual jasa (ojek, sopir). Namun latar belakang petani
lebih mendominasi. Hal ini dimaklumi karena memang secara geografis
PAUD Al-Wathoniyah berada di lingkungan pedesaan.
6. Keadaan Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana dalam penyelenggaraan pendidikan di PAUD
Al-Wathoniyah merupakan salah satu aspek yang mempunyai peran sangat
penting untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Dalam
perkembangannya, PAUD Al-Wathoniyah mempunyai beberapa sarana
dan prasarana yang selalu diusahakan lebih baik.
103 ibid.
lx
PAUD Al-Wathoniyah memiliki satu gedung dengan 5 ruang, ke 5
ruang tersebut terbagi atas satu ruang untuk kepala sekolah dan Tata
Usaha, 2 ruang kelas, satu ruang untuk penyimpanan alat-alat bermain dan
alat peraga pembelajaran (seperti alat-alat olah raga, tape recorder,
holaho, dan lain-lain), dan 1 ruang baca. Selain itu ada halaman yang
cukup luas untuk arena bermain dan upacara bendera.
Selain itu, PAUD Al-Wathoniyah juga dilengkapi dengan sarana
bermain anak seperti ayunan, prosotan, bola dunia jungkit-jungkit dan
APE dalam serta alat-alat bermain dan alat peraga pembelajaran yang
lain104
7. Struktur Organisasi
Struktur PAUD Al-Wathoniyah105
104 Wawancara dengan Siti Dayanah (kepala PAUD Al-Wathoniyah), 4 Agustus 2010.105 Arsip PAUD Al-Wathoniyah Tahun 2007
Pelindung PenasehatKepala
Siti Dayanah
Sekretaris ISuntari
BendaharaLisanah
Sekretaris IISridariyah
SeksiPendidikan
1. Umi Hamidah2. Muanah3. Munawaroh
SeksiUsaha
1. H. Syarifah2. Aminah
SeksiHumas
1. Jazilatul K.
SeksiSar. Pras.
1. Maghfudhotul2. Marfu’ah3. Umi A.
lxi
L. PELAKSANAAN METODE CERITA DALAM PEMBELAJARAN DI
PAUD AL-WATHONIYAH GEMUH KENDAL.
1. Tujuan
Tujuan pelaksanaan pembelajaran dengan metode cerita adalah
untuk menjadikan materi pembelajaran di PAUD Al-Wathoniyah lebih
mudah untuk diterima oleh anak didik.
2. Materi
Dalam melaksanakan pembelajaran dengan metode cerita di
PAUD Al-Wathoniyah, pendidik di sana memilih beberapa materi. Materi-
materi tersebut berasal dari beberapa buku pegangan. Diantara buku
pegangan yang digunakan pendidik PAUD Al-Wathoniyah dalam
pembelajaran dengan metode cerita antara lain:
a. Buku cerita nabi-nabi, penerbit Purnama, Yogyakarta
b. Buku kisah 25Nabi dan Rasul, penerbit Mahardika, Bandung
c. Buku kisah Islami, penerbit Intan Pustaka, Semarang
d. Referensi pendukung, seperti majalah Ananda, artikel Republika, dan
lain sebagainya.
Diantara buku pegangan tersebut tidak ada yang paten, sehingga
pendidik PAUD Al-Wathoniyah diberikan kebebasan mencari sendiri
referensi yang dianggap relevan dengan materi yang diberikan. Diantara
materi yang diajarkan adalah:
a. Kisah Nabi dan Rasul
Kisah nabi dan Rasul disini maksudnya adalah kisah-kisah
tentang para Nabi dan para Rasul yang membawa syiar islam. Berisi
tentang keteladanan mereka. Diantaranya adalah:
1) Kisah Nabi Adam, yang berisi tentang kejadiannya sebagai
manusia pertama
lxii
2) Kisah Nabi Nuh, yang berisi tentang kapal raksasanya
3) Kisah Nabi sholih, yang berisi unta keluar dari batu
4) Kisah Nabi Yusuf, yang berisi tentang tragedi sumur kering
5) Kisah nabi Sulaiman yang memiliki kerajaan besar dan pasukan
hewan
6) Kisah Nabi Muhammad dengan keteguhan-keteguhannya
b. Kisah tokoh teladan
1) Kisah sahabat nabi
2) Kisah tentang Walisongo
3) Kisah pahlawan-pahlawan nasional
4) Kisah-kisah fiksi tokoh lainnya
c. Kisah teladan makhluk hidup
1) Kisah semut dan burung merpati
2) Kisah singa dan kambing
3) Kisah gajah yang malang
4) Kisah-kisah fiksi makhluk hidup lainnya
d. Kisah-kisah imajinasi lain106
3. Pelaksanaan
Dalam melaksanakan pembelajaran dengan metode cerita di
PAUD Al-Wathoniyah, pendidik di sana mengawali dengan persiapan.
Diantaranya adalah:
a. Persiapan pribadi
Pendidik di PAUD Al-Wathoniyah mempersiapkan pribadinya
untuk menjalankan aktifitasnya mendidik anak didiknya, seperti
mempersiapkan kondisi tubuh yang prima, mulai badan secara
keseluruhan dan suara. Persiapan ini tidak hanya dilakukan saat
melaksanakan pembelajaran dengan metode cerita, tetapi dilaksanakan
pada semua pembelajaran sehari-hari di PAUD Al-Wathoniyah.
b. Persiapan teknis
106 Wawancara dengan Bu Kholisoh,, pendidik PAUD Al-Wathoniyah, 5 Agustus 2010.
lxiii
Persiapan teknis yang dilakukan pendidik PAUD Al-
Wathoniyah diantaranya:
1) Administrasi
Administrasi yang dipersiapkan oleh pendidik PAUD Al-
Wathoniyah antara lain:
a) SKM,
b) absen kelas,
c) daftar perkembangan anak didik
Para pendidik PAUD Al-Wathoniyah melakukan program
perencanaan persiapan mengajar yang mana guru melihat jadwal
mengajar dan kurikulum yang digunakan.
Dalam pelaksanaan metode cerita terlebih dahulu pendidik
menentukan; tema yang akan diberikan kepada anak, yang
sebelumnya pendidik telah menyiapkan rencana pembelajaran
dalam satuan kegiatan harian. Kegiatan harian tersebut dimulai dari
perencanaan, pelaksanaan, evaluasi. Dalam menyusun satuan
kegiatan harian maupun mingguan, pendidik di PAUD Al-
Wathoniyah Desa Poncorejo Kecamatan Gemuh Kabupaten
Kendal mengacu pada standar kompetensi dalam kurikulum 2004
departemen pendidikan nasional.
2) Alat tulis
a) Buku tulis
b) Kapur putih dan warna
c) Pensil
d) Spidol
e) Pulpen
f) Penggaris panjang
a. Tema cerita kisah Semut dan Burung Merpati
Pembelajaran dimulai ketika anak-anak sudah masuk dalam
kelas. Pendidik masuk ke dalam kelas dengan mengucapkan salam,
lxiv
kemudian anak-anak menjawab salam secara bersama-sama. Setelah
anak-anak dikondisikan pendidik untuk duduk di atas karpet dengan
membentuk pola setengah lingkaran kemudian pendidik duduk di kursi
yang berada di depan.
Sebelum pendidik bercerita, terlebih dahulu anak-anak disuruh
menyanyikan nyanyian ‘anak saleh’ dengan tujuan agar anak-anak bisa
duduk tenang memperhatikan pendidik bercerita. Pendidik memulai
bercerita dengan tema ‘kisah semut dan burung merpati’, kisah
tersebut mengandung pesan saling tolong menolong. Kisah semut dan
burung merpati diceritakan ke anak-anak agar mereka senang
menolong seperti cerita semut dan burung merpati yang ada dalam
cerita tersebut.
Pendidik bercerita ‘kisah semut dan burung merpati’ dengan
menggunakan media teks yang berupa buku cerita. Di dalam buku
cerita itu juga ada gambar-gambar tokoh dalam cerita yaitu semut dan
burung merpati. Ketika pendidik bercerita anak-anak mendengarkan
dengan seksama dan sesekali ada anak yang mengajukan pertanyaan
meskipun cerita belum selesai.
Ketika, terjadi hal yang demikian pendidik mengarahkan anak agar
anak mendengarkan dulu cerita sampai selesai setelah itu anak boleh
bertanya.
Kegiatan bercerita sudah selesai kemudian pendidik
mengadakan evaluasi yang berupa pertanyaan-pertanyaan post test.
Biasanya pendidik hanya memberi pertanyaan 2 saja yaitu :
1) Apa judul cerita yang diceritakan pendidik?
2) Siapakah yang menolong semut?
Dari pertanyaan tersebut hanya ada 4 anak yang menjawab.
Setelah pendidik selesai memberi pertanyaan, kemudian menerangkan
isi pesan dari cerita tersebut yaitu bahwa cerita tersebut mengajarkan
kepada anak-anak agar senang menolong.
lxv
Setelah kegiatan bercerita ini berakhir kemudian pendidik
mengucapkan salam sebagai akhir pembelajaran dan mempersiapkan
kembali pelajaran selanjutnya.
b. Tema Gajah yang malang
Dalam menuturkan cerita yang bertema “gajah yang malang”
ini pendidik mengambil cerita dari majalah cerita. Sebelumnya
pendidik menetapkan rancangan sebagai berikut :
Tujuan : senang menolong
Tema : Gajah yang malang
Seperti kegiatan atau pembelajaran yang akan dilakukan
terlebih dahulu pendidik mengucapkan salam dan anak-anak
menjawabnya. Untuk kegiatan bercerita kali ini pendidik mengatur
tempat duduk dengan pola seperti seminar dengan cara menggelar
karpet kemudian anak-anak duduk di atas karet dengan baris, yaitu ada
3 baris, dan pendidik duduk di atas kursi kecil di depan anak-anak
dengan membawa majalah cerita.
Seperti dalam kegiatan bercerita yang sebelumnya, setiap
pendidik akan bercerita anak disuruh menyanyikan nyanyian ‘anak
soleh’. Setelah itu pendidik bercerita sampai selesai. Di akhir bercerita
pendidik mengadakan evaluasi yang berupa pertanyaan tentang isi
cerita tersebut, lalu pendidik menuturkan isi pesan yang terkandung
dalam cerita tersebut yakni untuk saling tolong menolong, setelah
selesai pendidik mengucap salam sebagai tanda bahwa kegiatan
bercerita telah usai.
Dari dua kegiatan pembelajaran dengan metode cerita seperti
dipaparkan di atas, disimpulkan bahwa pendidik memilih dua judul
yang memiliki tema sama yaitu tolong menolong. Tema tersebut
dipilih dengan tujuan agar anak senang menolong, dari pembelajaran
ini diharapkan agar melalui cerita-cerita dengan isi pesan tolong
menolong ini anak-anak menjadi senang menolong orang lain,
lxvi
sehingga cerita ini dapat membantu perkembangan anak dalam segi
sosial.
Dalam cerita yang bertema Gajah yang malang anak-anak
mendengarkannya secara seksama, dan ada yang larut dalam cerita
tersebut sampai ia memeluk temannya. Ada salah satu pertanyaan dari
pendidik yang mengatakan bahwa “apakah anak-anak mau menolong
teman kalian?” dengan serentak mereka menjawab ‘mau’, dan tidak
lama kemudian terlihat ada anak yang tidak membawa penggaris lalu
ada temannya yang meminjaminya. Hal tersebut dapat diartikan bahwa
ternyata ada juga anak yang mau menolong dan tidak keberatan bila
bergantian barang dengan temannya, walaupun hanya berupa
penggaris.
Di akhir kegiatan cerita pendidik mempersilahkan anak-anak
yang ingin bertanya. Ada anak yang mau bertanya dan ada yang tidak.
Anak yang mau bertanya ialah yang berani. Di samping kegiatan
bercerita ini untuk mengajarkan rasa sosial anak, cerita juga
mengajarkan keberanian kepada anak untuk bertanya maupun
menjawab pertanyaan dari pendidik.
c. Tema cerita Umar bin Khattab
Sebelum pendidik bercerita, terlebih dahulu menetapkan
rancangan pembelajaran yang berupa menyusun atau menentukan tema
yaitu ‘Umar bin Kahttab’ dengan tujuan mengajarkan rasa tolong
menolong dan belas kasih terhadap kaum yang lemah.
Kegiatan bercerita dimulai dari pendidik mengucapkan salam
dan seperti biasa pendidik mengajak anak menyanyikan lagu ‘anak
soleh’ yang dalam kegiatan sebelumnya pendidik telah mengatur
tempat duduk anak. Pendidik menggali wawasan anak tentang sahabat
Nabi, yaitu pendidik menanyakan ‘siapa saja sahabat Nabi’, dan anak-
anak saling menyebutkan dengan suara yang gaduh. Setelah itu
pendidik mengajak anak bersikap tenang lalu mengatakan salah satu
lxvii
nama sahabat Nabi yaitu khalifah ‘Umar bin Khattab’ sambil
menyuruh anak-anak agar tenang.
Setelah anak-anak tenang pendidik mulai bercerita tentang
Umar bin Khattab dengan media teks yaitu buku cerita yang di
dalamnya ada gambar-gambar orang berbusana muslim. Pendidik
menceritakan bagaimana Umar memperhatikan dan menolong atau
membantu rakyatnya yang miskin sampai-sampai tidak bisa
memberikan makanan kepada anaknya.
Anak-anak mendengarkan cerita sambil bersila di atas karpet.
Di tengah kegiatan bercerita ini ada anak yang tidak memperhatikan
dan saat pendidik mengetahuinya, pendidik-pun memanggil namanya
sehingga sang anak mulai mendengarkan lagi. Di dalam kegiatan
cerita tersebut pendidik mampu membuat atau menimbulkan suasana
emosional pada anak didik dengan memperlihatkan gambar rakyat /
ibu yang miskin yang tidak mampu memberi makan anaknya. Perasaan
emosional anak diungkapkan dengan celetukan yang dengan spontan
anak bilang ‘kasihan ya, lalu bagaimana bu?’ kata-kata tersebut
menunjukkan bahwa pendidik mampu membangkitkan rasa emosional
anak sehingga anak merasa kasihan terhadap orang yang miskin dalam
cerita tersebut.
Selesai bercerita pendidik lalu memberikan pesan-pesan yang
terkandung dalam cerita tersebut yaitu apabila kita kaya atau mampu,
kita harus membantu saudara atau teman yang tidak mampu. Setelah
itu barulah pendidik membuka pertanyaan dan ada juga anak yang
bertanya. Setelah anak bertanya dan dijawab oleh pendidik, kemudian
pendidik berganti bertanya pada anak yaitu tentang ‘apa judul cerita
tadi’ anak menjawab tetapi dengan dibantu pendidik dengan menyebut
nama Umar. Selesai mengevaluasi kegiatan bercerita, pendidik
menutup kegiatan tersebut dengan salam.
Dari contoh-contoh cerita di atas, yang disampaikan pendidik
PAUD Al-Wathoniyah Gemuh Kendal merupakan salah satu metode yang
lxviii
digunakan untuk membantu perkembangan sosial dan emosional anak.
Dengan cerita-cerita tersebut anak diharapkan dapat bersosialisasi dan
tumbuh berkembang dengan baik mempunyai akhlak yang baik serta dapat
menjalin hubungan sosial dengan teman sebaya ataupun dengan orang
yang lebih tua.
Dalam pembelajaran tentang penanaman nilai-nilai keagamaan
metode ini digunakan untuk menyampaikan pesan-pesan moral, akhlak
ataupun sosial, menyampaikan nilai-nilai tersebut melalui cerita biasanya
akan lebih didengarkan daripada nasehat murni.
Penyampaian materi keagamaan dengan menggunakan metode
cerita dapat berupa materi tentang akhlak yang biasanya dicontohkan dari
cerita-cerita islami atau cerita para Nabi dan sahabat-sahabat Rasulullah
SAW. 107
4. Media
Media yang digunakan oleh pendidik PAUD Al-Wathoniyah
beragam, disesuaikan dengan cerita yang dibawakan. Antara lain:
a. Gambar
Gambar-gambar menjadi media yang dominan, seperti gambar
unta, saat pendidik menjelaskan materi “kisah nabi sholeh dan
kaumnya”, gambar keindahan suasana surga, saat pendidik
menjelaskan materi “kisah nabi adam”. Penggunaan media ini
dikuatkan oleh mudahnya pendidik dalam mendapatkannya, serta
mudah untuk menjalankannya.
b. Sentra balok,
Sentra balok digunakan dalam menyampaikan materi. Fungsi
media ini sebagai pendamping atas media gambar. Seperti pada materi
candi Borobudur.
c. Boneka.
Media boneka digunakan sebagai penyeringai atas media gambar.
Jumlahnya pun relatif sedikit. Media ini digunakan seperti pada
107 Hasil Observasi tanggal 5 Agustus 2010
lxix
penyampaian cerita unta nabi Dawud dan lain sebagainya. Media ini
dirasakan agak sulit untuk mendapatkannya. Disamping itu harganya
yang tidak murah juga menjadi faktor enggannya pendidik disana
untuk menjadikannya sebagai media.
5. Evaluasi
Setelah tahap persiapan hingga pelaksanaan metode cerita PAUD Al-
Wathoniyah dilalui, pendidik di PAUD Al-Wathoniyah mengadakan
evaluasi. Bentuk evaluasi yang dilakukan antara lain
a. Mencatat rekam proses tiap-tiap pelaksanaan pembelajaran dengan
metode cerita, yang berisi:
1) Waktu pelaksanaan
2) Materi yang diberikan
3) Jumlah anak didik yang mengikuti
4) Tahapan pelaksanaan (apersepsi cerita, materi cerita)
5) Keadaan anak didik saat mendengarkan cerita, yang meliputi:
a) Antusiasme anak didik sebelum pelaksanaan cerita
b) Antusiasme anak didik saat mengikuti cerita
c) Tes sederhana pada mereka atas pemahaman materi cerita,
dengan cara memberi stimulus anak didik untuk mengulang kata-
kata yang disampaikan pendidik
d) Antusiasme anak didik setelah mengikuti cerita
b. Musyawarah bersama masing-masing pendidik atas pelaksanaan
pembelajaran dengan metode cerita di kelas yang pernah dimasukinya.
Masing-masing saling bertukar pengalaman dan mencari solusi jika ada
permasalahan pada pelaksanaan pembelajaran dengan metode cerita di
kelas masing-masing. Musyawarah ini dilakukan secara insidentil dan
tidak terjadwal. 108
6. Faktor Penunjang dan Penghambat
108 Wawancara dengan Ibu Kholisoh, pendidik PAUD Al-Wathoniyah, 6 Agustus 2010.
lxx
Penerapan metode cerita di PAUD Al-Wathoniyah Gemuh
Kendal ini memiliki beberapa factor penunjang, namun juga banyak
keterbatasan-keterbatasan dan hambatan yang menjadikan kegiatan
tersebut berjalan kurang lancar.
Diantara faktor-faktor penunjangnya antara lain:
a. Pendidik
Pendidik PAUD Al-Wathoniyah masing-masing telah memiliki
pengalaman, karena masing-masing telah lama berkecimpung di dunia
anak-anak, sebagian juga telah mempelajari ilmu pendidikan di bangku
perkuliahan.
b. Lingkungan
Para anak didik PAUD Al-Wathoniyah berasal dari lingkungan
masyarakat yang religius dan telah diberi stimulus dari keluarga
masing-masing akan perlunya pengetahuan bagi mereka. Dengan
demikian antusiasme mengikuti cerita juga tinggi.
c. Sumber belajar
Pendidik mudah mendapatkan sumber belajar, yakni buku-
buku yang berisi materi cerita. Mereka dapat mendapatkannya dari
penjual-penjual kaki lima sekalipun, dari majalah bekas, dan lain
sebagainya.
Diantara faktor-faktor penghambatnya antara lain:
a) Hambatan Waktu
Waktu menjadi suatu hambatan bagi pendidik dalam
menyampaikan cerita, karena waktu untuk bercerita kadang mengalami
pergeseran. Yakni ketika waktu bermain anak yang cukup banyak,
sehingga ketika anak sudah masuk kelas kegiatan bermain masih
dilakukan.
b) Hambatan Pengelolaan Kelas
lxxi
Dalam pengelolaan kelas terkadang pendidik masih mengalamikesulitan, sehingga pendidik mengatur tempat duduk anak, agar anakdapat dikondisikan dengan tenang untuk siap mendengarkan cerita.
c) Hambatan Evaluasi
Setiap evaluasi dilakukan setiap akhir kegiatan cerita,hambatan yang dialami pendidik yaitu anak-anak yang duduk di depansaja yang sering menjawab pertanyaan pendidik.
d) Hambatan Alat untuk Bercerita
Untuk alat yang digunakan dalam kegiatan bercerita pendidikPAUD Al-Wathoniyah hanya menggunakan buku-buku cerita ataumajalah cerita dan bercerita dengan lisan. Sedangkan alat-alat berceritaseperti audio dan audio visual belum digunakan karena terbenturkendala administrasi berupa dana.109
Dari beberapa faktor yakni penunjang dan penghambat padapelaksanaan pembelajaran di PAUD Al-Wathoniyah tersebut masihada beberapa faktor lain, namun tidak begitu signifikan. Namunpendidik di sana tetap berkomitmen untuk melaksanakan dengansungguh-sungguh pembelajaran anak didik, khususnya dengan metodecerita dan umumnya dengan metode-metode lainnya.
109 Wawancara dengan Ibu Kholisoh, pendidik PAUD Al-Wathoniyah, 6 Agustus 2010.
lxxii
BAB IV
ANALISIS TENTANG PELAKSANAAN METODE CERITA
DALAM PEMBELAJARAN
DI PAUD AL-WATHONIYAH GEMUH KENDAL
A. Pelaksanaan Metode Cerita Dalam Pembelajaran di PAUD Al-
Wathoniyah Gemuh Kendal Tahun Pelajaran 2009/2010.
1. Persiapan
Dalam melaksanakan pembelajaran dengan metode cerita di PAUD
Al-Wathoniyah, pendidik di sana melakukan beberapa persiapan.
Diantaranya persiapan pribadi dan persiapan teknis. Hal ini penting,
karena tanpa persiapan, pembelajaran dengan metode cerita ataupun
metode-metode lainnya tidak dapat berjalan sesuai dengan yang
diinginkan.
Persiapan teknis yang dilakukan pendidik PAUD Al-Wathoniyah
seperti keadministrasian (administrasi program tahunan, program
semester, satuan kurikulum mingguan, satuan kurikulum harian, absen
kelas, daftar perkembangan anak didik) merupakan keharusan jika
dihadapkan pada target pencapaian tujuan pembelajaran dengan metode
cerita ini. Apa jadinya jika pelaksanaan pembelajaran dengan metode
cerita ini tak ada perencanaan seperti SKM (Satuan Kurikulum Mingguan)
dan sebagainya, semuanya akan kacau balau.
Tampaknya pemberian cerita tidak secara eksplisit tertuang pada
SKM di PAUD Al-Wathoniyah. Namun pada kenyataannya, cerita yang
disampaikan pada anak didik disana sudah didasarkan pada SKM yang
ada. SKM pada anak didik PAUD, paling tidak harus memenuhi beberapa
kompetensi dasar, diantaranya pengembangan linguistik, pengembangan
logical matematik, pengembangan interpersonal, pengembangan
intrapersonal, pengembangan spasial, pengembangan naturalitas,
pengembangan musikal, pengembangan body kinestetik serta
pengembangan spiritual intelegensi.
lxxiii
Bagaimanapun juga, peranan persiapan khususnya dalam
administrasi adalah hal mutlak yang diperlukan dalam rangka stabilitas
dan efektifitas pembelajaran. Dengan adanya persiapan administrasi,
rangkaian pembelajaran selanjutnya besar kemungkinannya berjalan
mulus, paling tidak dilaksanakan sesuai koridor. Sebaik apapun materi
pembelajaran, ataupun setinggi-tingginya pengalaman seorang pendidik,
jika tanpa persiapan yang matang maka rangkaian pembelajaran menjadi
tidak stabil dan efektif.
Kaitannya dengan persiapan berupa buku pegangan, pendidik
disana memilih buku pegangan yang seperti Buku cerita nabi, buku kisah
Islami, dan Referensi pendukung, seperti yang terdapat di berbagai
majalah. Hal ini bagus, karena tanpa adanya buku pegangan, metode cerita
pun tidak dapat dilaksanakan dengan bagus. Buku pegangan akan menjadi
bantuan berupa rujukan mereka untuk menyampaikan cerita pada anak
didiknya. Namun pendidik juga harus kreatif dalam mengelaborasi
kemampuannya, jika memang telah banyak buku pegangan yang bisa
didapatkan, maka ia harus lebih selektif dalam memilih buku mana yang
dipersiapkan untuk pembelajaran.
Pentingnya persiapan berupa buku pegangan sama halnya dengan
alat tulis, dimana para guru dapat mengekspresikan inspirasi
pembelajarannya dengan alat tulis tersebut. Para pendidik di PAUD Al-
Wathoniyah telah mencukupinya dengan membawa buku tulis, kapur putih
dan warna, pensil, spidol, pulpen dan penggaris panjang.
Alat peraga juga merupakan hal yang penting. Dan ini pun telah
dipersiapkan oleh para pendidik di PAUD Al-Wathoniyah. Bagaimanapun
juga peraga harus digunakan dalam metode cerita. Alat peraga yang
digunakan oleh pendidik PAUD Al-Wathoniyah seperti gambar, sentra
balok, boneka sudah cukup bagus. Meski perlu pengembangan lagi baik
ragam maupun kualitasnya.
Secara umum persiapan yang dilakukan para pendidik PAUD Al-
Wathoniyah sudah cukup bagus dan sesuai dengan teori yang ada.
lxxiv
2. Materi dan penyampaian
a. Materi
Berdasarkan data dalam Bab terdahulu, pelaksanaan
pembelajaran dengan metode cerita di PAUD Al-Wathoniyah
digunakan dalam beberapa materi. Diantaranya kisah-kisah tentang
para Nabi dan para Rasul yang membawa syiar islam. Berisi tentang
keteladanan mereka, kisah tokoh teladan dan kisah teladan makhluk
hidup.
Materi-materi tersebut dituangkan ke dalam beberapa judul,
seperti:
1) Kisah Semut dan Burung
Materi ini berisi kisah dua ekor binatang, yakni semut dan
burung. Keduanya memiliki etos tinggi dalam tolong menolong.
Kekuatan tolong menolong mereka mengantarkan keduanya
menjadi sahabat yang selalu seiring sejalan dalam berbagai
keadaan. Materi ini sangat singkat, namun sudah sangat efektif dan
mendalam materinya jika diberikan untuk anak usia dini.
2) Gajah Yang Malang
Materi ini berisi kisah seekor gajah yang menjadi
mengalami kecelakaan kecil, yakni jatuh terperosok di lobang.
Kemudian ada gajah lainnya yang berusaha menolong. Sehingga
gajah tersebut dapat kembali bangkit. Materi ini juga sangat
singkat, namun sudah sangat efektif dan mendalam materinya jika
diberikan untuk anak usia dini.
3) Umar bin Khattab
Materi ini berisi kepahlawanan tokoh Umar bin Khattab.
Seperti halnya materi-materi sebelumnya, Materi ini sangat
singkat, namun sudah sangat efektif dan mendalam materinya jika
diberikan untuk anak usia dini.
lxxv
Beberapa materi cerita tersebut sudah mencakup beberapa
kriteria kelompok cerita sebagaimana yang dikemukakan oleh Anti
Aarne dan Stiih Thomas, yakni Cerita binatang, Cerita biasa, Lelucon
atau Anekdot, Cerita berumus.
Pada PAUD, pendidik harus pandai mengonsep dan
menyampaikan tema yang ideal dan mendasar untuk anak usia dini
yang runtut dan berkaitan, yang berkisar pada komunikasi bahasa,
membaca, berhitung, menulis dan menggambar, mengingat orang,
benda hewan atau tumbuhan, akhlak dan ibadah. Masing-masing harus
dikorelasikan secara sinergis.
Materi-materi yang diberikan di PAUD Al-Wathoniyah
tersebut sudah cukup baik, untuk kriteria anak usia dini. Karena secara
mental, anak usia tersebut masih menyukai cerita-cerita yang bersifat
dongeng fabel seperti Ketela Ajaib Kisah Semut dan Burung, Kancil
dan Buaya sebagaimana yang diberikan di PAUD Al Wathoniyah,
sebagaimana yang dikemukakan oleh Kak Bimo, (seorang tokoh
pembawa cerita nasional). Selain itu sebenarnya fabel, anak usia dini
sebenarnya juga menyukai cerita horor, tapi untuk pembelajaran di
PAUD Al Wathoniyah tampaknya kurang tepat, karena cenderung
akan mengisi ilusi yang kurang berguna bagi perkembangan jiwa anak
didik disana.
Secara fisik, anak usia PAUD biasanya sudah dapat berjalan,
menggerakkan otot-ototnya, mulai memiliki kepekaan rasa dan
membantunya memilih lingkungan yang terbatas pada sekelilingnya.
Oleh karena itu , cerita-cerita yang sesuai baginya adalah cerita yang
tokoh-tokohnya dikarang dari binatang dan tumbuhan, dan peristiwa
tentang keduanya. Atau tokoh-tokoh manusia, seperti ayah, ibu, dan
anak seusianya. Tokoh-tokoh itu hendaknya mudah ditangkap oleh
anak, dan semuanya sudah tercakup pada materi di PAUD Al-
Wathoniyah.
lxxvi
Disamping itu, sebagai PAUD yang tumbuh dan bervisi islami,
materi-materi PAUD Al-Wathoniyah sudah memenuhi kualifikasi
materi yang islami. Karena anak didik PAUD Al-Wathoniyah adalah
cikal bakal generasi muda muslim, anak usia dini harus diberikan
muatan-muatan agama, dengan menggunakan paradigma Al Qur’an
dan hadits Nabi Saw., sehingga dikenal istilah “kisah Qur’ani dan
kisah Nabawi”. Kedua sumber tersebut memiliki substansi cerita yang
valid tanpa diragukan lagi kebenarannya. Dalam pendidikan Islam,
dampak edukatif cerita sulit digantikan oleh bentuk-bentuk bahasa
lainnya. Di mana, cerita atau kisah al-Qur'an dan Nabawi atau cerita-
cerita islami yang lain dapat membiaskan dampak psikologis dan
edukatif yang baik, konstan, dan cenderung mendalam sampai
kapanpun.
Memang idealnya untuk anak didik PAUD, tema cerita-cerita
yang ada disana sudah cukup dalam dan jauh materinya. Disinilah
perlunya pendidik menyeleksi materi-materi agar tidak terlalu berat
untuk diterima anak usia dini.110 Dalam cerita-cerita islami misalnya,
yang mana masuk pada tema akhlak dan ibadah. Tema ini sebenarnya
diarahkan untuk anak usia dini pada bentuk cara berkomunikasi yang
baik terhadap orangtua, guru dan teman mereka. Kemudian pada cara
berbakti pada orangtua, menghormati pada yang lebih tua, menolong
sesama, menahan diri dan lain sebagainya. Sedangkan untuk tema
ibadah, diarahkan pada kewajiban menjalankan rutinitas ibadah yang
pokok seperti shalat, ibadah tambahan seperti berdoa sebelum makan
dan bepergian, mengaji dan seterusnya.
110 Beratnya materi akan berimbas negatif pada anak. Fenomena akhir-akhir ini, yaknipara masyarakat cenderung mengalami “kecemasan masa depan” yang terlampau besar,kecemasan semacam ini dirasakan di kalangan tertentu dalam masyarakat kota besar, bahkansudah merambah ke desa dan berbagai kalangan, disusul oleh adanya usaha untukmemperkenalkan berbagai belajar usia dini yang dipercepat (instant). Memang fenomena ini baik,paling tidak kesadaran masyarakat kita mimiliki peningkatan kesadaran akan pendidikan. Namun,dibalik itu, terdapat hal-hal yang memprihatinkan, dimana sering kali pendidikan yang diberikanterlalu sarat dengan hal-hal yang bersifat akademisi dengan materi-materi yang berat secara isi. Inisangat kurang bagus, karena tidak mem-perhatikan daya kembang anak.
lxxvii
Secara umum, materi-materi diatas sudah memenuhi syarat
materi sebagaimana dikonsepkan Tim Pengembang, Kerangka Dasar
Kurikulum Pendidikan Anak Usia Dini, yakni sudah mencakup 6
aspek, yakni Pengenalan diri sendiri (Perkembangan konsep diri),
Pengenalan perasaan (Perkembangan emosi), Pengenalan tentang
Orang lain (Perkembangan Sosial), Pengenalan berbagai gerak
(perkembangan Fisik), Mengembangkan komunikasi (Perkembangan
bahasa) dan Ketrampilan berfikir (Perkembangan kognitif).
Semua materi ini, sudah mengakomodir SKM yang telah
dipersiapkan pendidik disana. Dengan tidak melencengnya materi dari
SKM, menjadikan bukti bahwa materi-materi yang dipilih oleh
pendidik sudah bagus. Karena bagaimanapun juga, materi
pembelajaran di PAUD khususnya dan pada pembelajaran tingkat di
atasnya, harus berpegang pada perencanaan sebelumnya, baik yang
tertuang dalam silabus, prota, promes, SKM maupun RPP.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa materi-materi
yang digunakan di PAUD Al-Wathoniyah sudah baik dan sesuai
dengan teori yang ada.
b. Penyampaian
Setelah terkonsep dalam persiapan, materi-materi tersebut
disampaikan dengan seksama oleh tenaga pendidik PAUD Al-
Wathoniyah. Berbagai tahapan mulai dari apersepsi, penyampaian
hingga evaluasi telah diupayakan oleh pendidik. Variasi model
penyampaian metode cerita telah diupayakan oleh para pendidik
disana. Tergantung pada materi cerita dan situasi serta kondisi anak.
Misalnya dalam penyampaian metode cerita pada tema cerita
kisah Semut dan Burung, anak didik diupayakan seksama dalam
mengikuti serta dibiasakan interaktif dengan pendidik. Dimulai saat
penguasaan kelas oleh pendidik. Pembelajaran dimulai ketika anak-
anak sudah masuk dalam kelas. Pendidik masuk ke dalam kelas
dengan mengucapkan salam, kemudian anak-anak menjawab salam
lxxviii
secara bersama-sama. Setelah anak-anak dikondisikan pendidik untuk
duduk di atas karpet dengan membentuk pola setengah lingkaran
kemudian pendidik duduk di kursi yang berada di depan.
Setting lain yang disesuaikan oleh pendidik adalah pada saat
tema Gajah yang malang Untuk kegiatan bercerita kali ini pendidik
mengatur tempat duduk dengan pola seperti seminar dengan cara
menggelar karpet kemudian anak-anak duduk di atas karet dengan
baris, yaitu ada 3 baris, dan pendidik duduk di atas kursi kecil di depan
anak-anak dengan membawa majalah cerita.
Langkah ini sangat penting dalam rangka mengoptimalkan
penguasaan kelas oleh pendidik dalam menyampaikan cerita hingga
akhir. Sebagaimana menurut Denok Wijayanti, menurutnya
Pengaturan tempat dan suasana, cerita dapat disampaikan dengan
duduk mengelilingi meja, di atas lantai/tikar, atau berkerumun di dekat
api unggun, yang penting pastikan bahwa pendengar merasa nyaman
sebelum cerita dimulai dan bahwa setiap pendengar memiliki
pandangan yang jelas (tidak terhalang) pada pencerita yang akan
menyampaikan cerita.
Hal lain yang menjadi nilai plus adalah, bahwa pendidik PAUD
Al-Wathoniyah juga menggunakan teknik pre tes dalam
menyampaikan cerita. Ini digunakan untuk meneliti sejauh mana
imajinasi dan antusiasme anak didik serta membuka cerita, Karena
membuka cerita merupakan saat yang sangat menentukan. Dan sangat
berperan, karena daya imajinasi anak didik dapat berjalan optimal
setelah adanya stimulus ini. Teknik membuka cerita yang diupayakan
pendidik PAUD Al-Wathoniyah juga telah sesuai dengan teori-teori
yang ada.
Banyak ragam teknik membuka cerita, diantaranya dapat
dilakukan dengan pernyataan kesiapan:
1) Anak-anak, hari ini, Ibu telah siapkan sebuah cerita yang sangat
menarik dan seterusnya.,
lxxix
2) Pernahkah kalian mendengar, kisah tentang seorang anak yang
terjebak di tengah banjir?, kemudian terdampar di tepi
pantai .
3) wah hari ini ibu takjub sekali! Ibu baru dengar ada gajah
berkepala 2! Kira-kira bagaimana ya ceritanya?
Pengkondisian anak didik sebagaimana dilakukan pada
pembelajaran dengan metode cerita di PAUD Al-Wathoniyah sangat
diperlukan, dengan ini anak akan menjadi tertib. Karena tertib
merupakan prasyarat tercapainya tujuan bercerita. Suasana tertib harus
diciptakan sebelum dan selama anak-anak mendengarkan cerita. Dapat
menggunakan salah satu diantara cara-cara sebagai berikut:
1) Aneka tepuk
2) Simulasi kunci mulut
3) ”Lomba duduk tenang”
4) Tata tertib cerita
5) Ikrar
6) Siapkan hadiah
Antusiasme anak yang tampak pada pelaksanaan pembelajaran
dengan metode cerita di PAUD Al-Wathoniyah menunjukkan bahwa
dalam pelaksanaannya, pendidik telah menerapkan metode cerita
sesuai teori yang ada. Ketika pendidik bercerita anak-anak
mendengarkan dengan seksama dan sesekali ada anak yang
mengajukan pertanyaan meskipun cerita belum selesai. Hal ini
menunjukkan keseriusan anak dalam menyimak dan mengikuti cerita
dengan baik..
Kompleksitas materi dan kesiapan pengkondisian saat
menyampaikan cerita tersebut menunjukkan bahwa pendidik di PAUD
Al Wathoniyah sudah mengarah pada tujuan sebuah lembaga PAUD,
yakni agar anak dapat mengembangkan segala daya guna dan
kreatifitasnya sesuai dengan karakteristik perkembangannya serta
lxxx
membantu anak didik mengembangkan berbagai potensi baik fisik
maupun psikis.
Pemberian kesimpulan yang merupakan inti materi juga telah
dilaksanakan pendidik. Kesimpulan yang diberikan pendidik juga
tepat, mungkin pendidik disana telah mempersiapkan dengan matang
sebelum pelaksanaan cerita.
Secara umum, materi dan penyampaiannya sudah bagus dan
sesuai dengan teori yang ada.
3. Alat Peraga
Agar proses pembelajaran bercerita di PAUD dapat berjalan
dengan baik maka dalam pembelajaran bercerita guru harus menggunakan
media penyajian pembelajaran bercerita yang variatif serta sesuai dengan
pembelajaran yang dilakukan. Alat peraga yang digunakan untuk anak usia
dini sepatutnya harus tidak sama dengan untuk anak usia di atasnya.
Meskipun ada kemungkinan penggunaan alat peraga dengan karakter dan
tipe yang sama dapat juga dilakukan untuk anak usia di atasnya (usia
sekolah).
Alat peraga haruslah memiliki penampilan menarik dan mudah
dikenal dan diingat dengan baik oleh anak didik. Ketertarikan anak pada
alat peraga menjadi salah satu nilai positif yang dapat dimanfaatkan
sebagai wahana pembelajaran yang efektif dan efisien khususnya dengan
metode cerita.
Dari data yang tersaji pada Bab III, tampak bahwa pendidik di
PAUD Al-Wathoniyah sudah mempersiapkan dengan matang, seperti
gambar, sentra balok, boneka. Alat peraga yang dipilih tersebut sudah
bagus, meskipun sederhana dan kelihatan remeh. Karena anak didik
PAUD, sebenarnya memiliki daya pikir yang masih sederhana pula, dan
cenderung simple (singkat). Maka sering kali, alat peraga sederhanapun.
Yang pertama kali mereka lihat, mereka dapat langsung memahaminya.
Meskipun demikian, pendidik harus mengembangkan alat-alat
peraga tersebut. Alat-alat peraga tersebut kategori alat peraga tak
lxxxi
langsung, pendidik dapat menggunakan variasi berupa alat peraga
langsung, seperti membawa binatang burung dan semut, pada saat
pendidik membawakan cerita dengan materi Kisah Semut dan Burung. Hal
ini akan membantu anak didik lebih memahami isi cerita, karena mereka
lebih tertarik dengan contoh langsung.
Pada pelaksanannya sudah dipergunakan dengan baik dan optimal.
Akan tetapi perlu ditambah secara kualitas dan kuantitas. Kualitas disini
diartikan bahwa alat peraga yang digunakan dibuat dari bahan yang tahan
lama dan bagus, seperti gambar-gambar yang ada. Selama ini di pendidik
PAUD Al-Wathoniyah menggunakannya hanya dari kertas-kertas,
mungkin lebih baik jika menggunakan bahan dari perpaduan fiber, plastik
bahkan triplek. Kuantitas disini diartikan bahwa jumlah gambar yang ada
belum banyak, perlu ditambah dari sebelumnya yang hanya satu atau dua
gambar menjadi lima gambar bahkan lebih.
Dengan demikian secara umum dapat disimpulkan bahwa alat
peraga yang digunakan pendidik PAUD Al-Wathoniyah belum sesuai teori
yang ada.
4. Evaluasi
Bentuk evaluasi disini diartikan 2 hal, yakni evaluasi cerita itu
sendiri, dan evaluasi rangkaian proses bercerita.
Untuk evaluasi cerita itu sendiri yang dilakukan pendidik dalam
pelaksanaan metode cerita PAUD Al-Wathoniyah seperti Selesai bercerita
pendidik lalu memberikan pesan-pesan yang terkandung dalam cerita
tersebut yaitu apabila kita kaya atau mampu, kita harus membantu saudara
atau teman yang tidak mampu. Setelah itu barulah pendidik membuka
pertanyaan dan ada juga anak yang bertanya. Setelah anak bertanya dan
dijawab oleh pendidik, kemudian pendidik berganti bertanya pada anak
yaitu tentang ‘apa judul cerita tadi’ anak menjawab tetapi dengan dibantu
pendidik dengan menyebut nama Umar. Selesai mengevaluasi kegiatan
bercerita, pendidik menutup kegiatan tersebut dengan salam.
lxxxii
Teknik ini sudah bagus, paling tidak anak diajak untuk mengarah
inti materi cerita yang disampaikan, hingga akan berbekas pada memori
dan imajinasinya. Namun pendidik PAUD Al-Wathoniyah juga perlu
mencoba beberapa skenario menutup cerita dan evaluasi lainnya,
diantaranya:
a. Tanya jawab seputar nama tokoh dan perbuatan mereka yang harusdicontoh maupun ditinggalkan.
b. Doa khusus memohon terhindar dari memiliki kebiasaan buruk sepertitokoh yang jahat, dan agar diberi kemampuan untuk dapat menirukebaikan tokoh yang baik.
c. Janji untuk berubah; Menyatakan ikrar untuk berubah menjadi lebihbaik, contoh “Mulai hari ini, Aku tak akan malas lagi, aku anak rajindan taat kepada guru!”
d. Nyanyian yang selaras dengan tema, baik berasal dari lagu nasional,popular maupun tradisional
e. Menggambar salah satu adegan dalam cerita. Setelah selesaimendengar cerita, teknik ini sangat baik untuk mengukur daya tangkapdan imajinasi anak.
Sedangkan evaluasi rangkaian proses bercerita diwujudkan dengan
mencatat rekam proses tiap-tiap pelaksanaan pembelajaran dengan metode
cerita, yang berisi: waktu pelaksanaan, materi yang diberikan, jumlah anak
didik yang mengikuti, tahapan pelaksanaan (apersepsi cerita, materi cerita)
dan keadaan anak didik saat mendengarkan cerita juga cukup bagus.
Dengan ini pendidik disana dapat mengetahui tingkat efektifitas metode
cerita yang telah mereka berikan dalam pembelajaran di PAUD Al-
Wathoniyah. Langkah bagus ini perlu dikembangkan oleh para pendidik.
Dan yang menggembirakan lagi adalah adanya musyawarah bersama
masing-masing pendidik atas pelaksanaan pembelajaran dengan metode
cerita di kelas yang pernah dimasukinya. Masing-masing saling bertukar
pengalaman dan mencari solusi jika ada permasalahan pada pelaksanaan
pembelajaran dengan metode cerita di kelas masing-masing. Pola saling
tular pengalaman ini sangat bagus untuk mengetahui dan menghasilkan
teknik yang tepat dalam menyampaikan cerita pada anak didik yang
mempunyai heterogenitas dari masing-masing individu anak didik.
lxxxiii
Dengan demikian, berdasarkan data yang tersaji pada BAB III,
dapat penulis simpulkan bahwa pelaksanaan metode cerita dalam
pembelajaran di Paud Al-Wathoniyah, meskipun masih perlu pembenahan
dan pengupayaan lebih baik pada beberapa hal, namun secara umum sudah
baik dan sesuai dengan teori-teori yang ada.
B. Faktor penunjang dan penghambat Pelaksanaan metode cerita dalam
pembelajaran di PAUD Al-Wathoniyah Gemuh Kendal tahun pelajaran
2009/2010.
1. Faktor-faktor penunjangnya antara lain:
a. Pendidik
Dalam proses belajar mengajar, peran pendidik sangat penting.
Karena bagaimanapun juga, subyek pengatur rangkaian proses belajar
mengajar adalah pendidik. Demikian juga dalam pelaksanaan metode
cerita dalam pembelajaran di PAUD Al-Wathoniyah Gemuh Kendal.
Sebagaimana data yang ada, PAUD Al-Wathoniyah memiliki 4
(empat) tenaga pendidik. Masing-masing memiliki latar belakang dan
tingkat pendidikan yang berbeda. Dirunut dari latar belakang
pendidikan masing, terdapat variasi tingkat, namun tidak terlalu
signifikan. Dua diantaranya adalah lulusan Madrasah Aliyah namun
sudah melanjutkan pendidikannya ke jenjang S1 dan dalam proses
penyelesaian, sedangkan dua lagi sudah lulus S1.
Hal ini sesuai dengan Kualifikasi Akademik Guru
PAUD/TK/RA sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2007
Tentang Standar Kualifikasi Akademik Dan Kompetensi Guru adalah
bahwa Guru pada PAUD/TK/RA harus memiliki kualifikasi akademik
pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1) dalam
bidang pendidikan anak usia dini atau psikologi yang diperoleh dari
program studi yang terakreditasi.
lxxxiv
Selain secara tingkatan pendidikan yang sudah memenuhi
syarat, masing-masing juga aktif di lembaga-lembaga sosial maupun
keagamaan di lingkungannya, jadi untuk mendidik anak didik di
PAUD Al Watoniyah yang notabene bercirikan agamis khususnya
dalam menggunakan metode cerita sudah sesuai.
Bagaimanapun juga, untuk anak usia dini khususnya, seorang
pendidik dituntut untuk memiliki mental seorang pemimpin dan
memiliki semangat hidup yang tinggi. Ia menjadi contoh dan suri
tauladan bagi para anak didiknya, maka ia harus memiliki rasa percaya
diri yang besar untuk tampil, berbicara dan berekspresi di depan
publik, khususnya anak didiknya sendiri. Disamping itu, haruslah
memiliki semangat mendidik dan menyebarluaskan ilmunya tanpa
pamrih.
b. Lingkungan
Peran lingkungan sangat urgen dalam pengelolaan lembaga
pendidikan, khususnya lembaga pendidikan PAUD. Tidak dapat
dibayangkan betapa gagalnya dan susahnya sebuah lembaga
pendidikan tanpa dukungan lingkungan. Maka beruntunglah bagi
lembaga pendidikan yang dapat menjalin hubungan harmonis dengan
lingkungannya, yang akhirnya berimbas pada terjadinya sinergitas
secara langsung maupun tidak langsung dalam rangka mencerdaskan
anak didik. Inilah yang harus dimengerti dan disadari oleh pengelola
dan pendidik PAUD Al Alwatoniyah.
Para anak didik PAUD Al-Wathoniyah berasal dari lingkungan
masyarakat yang relijius dan telah diberi stimulus dari keluarga
masing-masing akan perlunya pengetahuan bagi mereka. Dengan
demikian antusiasme mengikuti cerita dan materi-materi dengan
variasi model pembelajaran lain juga menjadi tinggi.
Lingkungan yang mendukung ini, harus disadari oleh pendidik
PAUD Al Wathoniyah, utamanya kepala PAUD selaku manajer utama,
semua stake holder perlu diajak duduk satu meja, agar memiliki punya
lxxxv
visi yang sama untuk mengkondisikan langgengnya dukungan
lingkungan ini. Stake holder yang terlibat yakni pendidik sendiri, tokoh
masyarakat dan anggota masyarakat.
c. Sumber belajar
Pendidik mudah mendapatkan sumber belajar, yakni buku-buku
yang berisi materi cerita. Mereka dapat mendapatkannya dari toko
buku, majalah dan LKS yang ada.
Setelah ditunjang dengan sumber belajar yang mudah didapat
ini, pelaksanaan pembelajaran dengan metode cerita di PAUD Al-
Wathoniyah seharusnya lebih optimal lagi. Mengingat sumber belajar
sangat penting dalam pelaksanaan pembelajaran. Sering dijumpai
pembelajaran di beberapa lembaga pendidikan yang minim sumber
belajar, hal ini akan menjadikan pembelajaran dalam lembaga tersebut
terseok-seok.
Langkah selanjutnya yang dapat ditempuh oleh pendidik dan
kepala PAUD adalah mengupayakan program koleksi buku dan
sumber belajar penunjang lainnya, disatukan dalam satu bendel atau
paling tidak dibuatkan tempat khusus untuk sumber-sumber belajar
tersebut. Usaha tersebut dapat menjadikan sumber-sumber belajar
tersebut rapi dan tidak tercecer, sehingga nantinya masing-masing
pendidik secara bergantian dapat leluasa mengkombinasikan sumber
belajar tersebut.
2. Diantara faktor-faktor penghambatnya antara lain:
a. Hambatan Waktu
Waktu menjadi suatu hambatan bagi pendidik dalam
menyampaikan cerita, karena waktu untuk bercerita kadang mengalami
pergeseran. Yakni ketika waktu bermain anak yang cukup banyak,
sehingga ketika anak sudah masuk kelas kegiatan bermain masih
dilakukan.
lxxxvi
Perlu diadakan pembatasan dan pembagian waktu secara
proporsional. Artinya pembelajaran dengan metode cerita dapat
diperpanjang waktunya, tidak disamakan jatah waktu dengan
pembelajaran yang menggunakan metode selain metode cerita.
Perbedaan pembagian waktu pembelajaran ini tidak masalah, karena
masing-masing tingkat kebutuhan pada pembelajaran berbeda-beda.
Disinilah peran kepala PAUD Al-Wathoniyah sebagai sentral
policy maker dibutuhkan. Ia harus bertindak taktis agar hal-hal teknis
seperti pembagian waktu dapat efektif dan efisien dalam rangka
peningkatan kualitas pembelajaran.
b. Hambatan Pengelolaan Kelas
Dalam pengelolaan kelas terkadang pendidik masih mengalami
kesulitan, sehingga pendidik mengatur tempat duduk anak, agar anak
dapat dikondisikan dengan tenang untuk siap mendengarkan cerita.
Perlu pencerahan dan pengalaman baru bagi masing-masing
pendidik PAUD Al-Wathoniyah agar dapat mengkondisikan kelas
dengan baik. Dapat melalui kegiatan workshop dan sejenisnya, atau
paling tidak pengayaan melalui buku-buku teknik pembelajaran.
Fungsi KKG (Konferensi Kerja Guru) seperti yang telah
berjalan pada guru-guru tingkat sekolah tampaknya patut ditiru.
Adanya forum seperti ini paling tidak dapat menjembatani berbagai
keluhan, transfer ide, pemunculan dan stimulasi ide baru antar tenaga
pendidik dalam rangka penguatan SDM pendidik sehingga mereka
dapat sukses melaksanakan pembelajaran pada anak didiknya.
c. Hambatan Evaluasi
Setiap evaluasi dilakukan setiap akhir kegiatan cerita,
hambatan yang dialami pendidik yaitu anak-anak yang duduk di depan
saja yang sering menjawab pertanyaan pendidik.
Untuk itu perlu variasi teknik pendekatan. Misalnya dengan
mengelilingi masing-masing anak didik mulai dari depan hingga ke
belakang. Hal ini disamping menarik perhatian anak didik, karena
lxxxvii
tidak statis pola yang digunakan pendidik, disamping it pendidik dapat
mengkondisikan dengan baik atas kelas.
d. Hambatan Alat untuk Bercerita
Untuk alat yang digunakan dalam kegiatan bercerita pendidik
TK PAUD Al-Wathoniyah hanya menggunakan buku-buku cerita atau
majalah cerita dan bercerita dengan lisan. Sedangkan alat-alat bercerita
seperti audio dan audio visual belum digunakan karena terbentur
kendala administrasi berupa dana.
Pendanaan merupakan permasalahan klasik dan selalu menjadi
momok bagi perjalanan sebuah lembaga pendidikan, tak terkecuali
PAUD Al Wathoniyah. Untuk itu perlu usaha bersama yang
melibatkan semua unsure, mulai pemangku atau pengelola lembaga,
kepala lembaga, pendidik dan masyarakat. Diharapkan mereka dapat
duduk satu meja untuk bersama-sama memecahkan masalah dalam hal
pendanaan.
Namun hal inti yang harus pula dipegang oleh pendidik, adalah
bahwa keadaan sederhana bukan berarti keterpurukan yang tiada
berarti. Dengan kesederhanaan alat untuk bercerita, ia dituntut untuk
lebih kreatif dan sepenuh hati, untuk memperbaiki pembelajaran yang
ia berikan.
lxxxviii
BAB V
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Dari deskripsi dan pembahasan tentang pelaksanaan metode cerita
dalam pembelajaran di PAUD Al-Wathoniyah Gemuh Kendal, maka pada
akhir skripsi ini dapat penulis simpulkan sebagai berikut:
1. Pelaksanaan metode cerita dalam pembelajaran di PAUD Al-Wathoniyah
Gemuh Kendal yang saya klasifikasikan pada Persiapan, materi dan
penyampaian, alat peraga dan evaluasi. Dalam hal persiapan, pendidik
PAUD Al-Wathoniyah sudah melakukan berbagai persiapan pribadi dan
teknis secara optimal. Dalam hal materi dan penyampaian, pendidik
PAUD Al-Wathoniyah sudah sangat selektif, materi yang digunakan sudah
variatif, berisi dan disampaikan dengan sangat baik, dalam hal alat peraga
pendidik PAUD Al-Wathoniyah sudah menggunakan berbagai alat peraga
yang efektif dan sinkron dengan materi yang dibawakan serta kondisi
perkembangan usia anak usia dini. Dalam hal evaluasi, pendidik PAUD
Al-Wathoniyah juga sudah mengupayakan berbagai hal untuk
memperbaiki penyampaian ceritanya, meskipun ada sebagian kecil pada
klasifikasi tersebut yang perlu koreksi dan peningkatan, tapi secara umum
pelaksanaan metode cerita dalam pembelajaran di PAUD Al-Wathoniyah
Gemuh Kendal sudah cukup bagus, sesuai dengan teori-teori yang ada,
antara lain konsep para ahli dan praktisi pendidikan, panduan dari
pemerintah, dan khususnya dari tujuan pelaksanaan pembelajaran dengan
metode cerita PAUD Al-Wathoniyah yakni untuk menjadikan materi
pembelajaran di PAUD Al-Wathoniyah lebih mudah untuk diterima oleh
anak didik.
2. Pelaksanaan metode cerita dalam pembelajaran di PAUD Al-Wathoniyah
Gemuh Kendal memiliki faktor-faktor penunjang antara lain Pendidik,
Lingkungan dan Sumber belajar. Disamping itu juga memiliki faktor-
faktor penghambat antara lain Hambatan Waktu, Hambatan Pengelolaan
lxxxix
Kelas, Hambatan Evaluasi dan Hambatan Alat untuk Bercerita. Faktor
penunjang dan penghambat hingga saat ini saling beriring.
B. Saran-Saran
Setelah mengadakan penelitian pelaksanaan metode cerita dalam
pembelajaran di PAUD Al-Wathoniyah Gemuh Kendal, maka penulis
mencoba memberikan saran-saran yang dapat menjadi masukan baik bagi
pendidik, maupun pihak-pihak lain yang berkompeten:
1. Perlunya peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) bagi pendidik,
Dengan proyeksi pada profesionalitas mereka, agar dalam pelaksanaan
pembelajaran secara umum dapat efektif dan ideal.
2. Perlunya koordinasi antar stake holder yakni pihak pengelola PAUD,
tenaga pendidik dan kependidikan, lingkungan masyarakat, secara intensif
secara terus-menerus dan bersifat dinamis dalam rangka mengupayakan
peningkatan kualitas pembelajaran sehingga akan meningkat pula prestasi
dan kualitas anak didik pada khususnya, dan umumnya adalah pada
lembaga PAUD.
C. Penutup
Alhamdulillah puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT,
karena dengan rahmat, taufiq dan hidayahnya penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini.
Penulis sadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini masih
jauh dari kesempurnaan dan koridor ideal, dikarenakan keterbatasan
pengetahuan dan kemampuan yang penulis miliki. Oleh karena itu kritik dan
saran yang membangun sangat penulis harapkan dari pembaca sebagai
masukan bagi penulis demi kesempurnaan skripsi ini sehingga menjadi lebih
sempurna dan bermanfaat.
Harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca
pada umumnya dan bagi penulis pada khususnya. Amin.
xc
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Mohammad, Strategi Penelitian Pendidikan, Bandung: Angkasa, 1993, cet. 1.
Arief, Armai, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, Jakarta: CiputatPress, 2002.
Ashshiddiqi, TM. Hasbi, Al-Quran dan Terjemahannya, Yayasan PenyelenggaraPenterjemah Al-Qur’an, Semarang, 1995.
Banawi, Bakri Yusuf, Pembinaan Kehidupan Beragama Islam Pada Anak,Semarang: Dina Utamaa, 1993.
Departemen Pendidikan Nasional, Standar Kompetensi Taman Kanak-kanak &Raudhatul Athfal, (Jakarta: Pusat Kurikulum, Balitbang Depdiknas: 2003.
Dimyati dan Mujiono, Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: Depdikbud bekerjasama dengan Rineka Cipta, 1999.
Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini, Pedoman Teknis Penyelenggaraan PosPAUD, Jakarta: Dirjen PNFI Kementerian Pendidikan Nasional, 2010.
DS, Agus, Tips Jitu Mendongeng, Yogyakarta: Kanisius, 2009.
Ghuddah, Abdul Fatah Abu, 40 Metode Pendidikan dan Pengajaran RosulullahSAW, Bandung: Irsyad Baitussalam, 2009.
Hadi, Sutrisno, Metodologi Research, Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM,1995.
Hadjar, Ibnu, Dasar-Dasar Metodologi Kwantitatif dalam Pendidikan, Jakarta:PT. RajaGrafindo Persada, 1996.
Hamdani, M. Nur, “Penerapan Metode Cerita dalam Pembelajaran Aqidah Akhlakdi MI Bandarharjo Semarang 2009”, Skripsi S.1 IAIN Walisongo,Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo, 2009.
Hariwijaya, M., & Bertani Eka Sukaca, PAUD Melejitkan Potensi Anak denganPendidikan Sejak Dini, Yogyakarta: Mahardika Publishing, 2009.
Hasan, Maimunah, PAUD, Jakarta: Diva Press, 2009.
http://aminahpai.blogspot.com/2008/06/tugas-uas.html
http://bangjoe.com/?p=191, 5/4/2010
xci
http://episentrum.com/artikel/manfaat-dan-kekuatan-dongeng-pada-psikologi-anak/, 5/4/2010
http://id.wikipedia.org/wiki/Pendidikan_anak_usia_dini
http://kakbimo.wordpress.com/2009/07/21/teknik-bercerita-untuk-anak-usia-dini/,5/4/2010
http://niahidayati.net/manfaat-cerita-bagi-kepribadian-anak.html. 5/4/2010
http://percikankehidupan.com/2009/11/metode-pendidikan-agama-islam-dalam-jalur-pendidikan-nonformal-dan-informal/5/4/2010
http://riwayat.wordpress.com/2007/11/18/kejelekan-dunia/#_ftn1, 5/4/2010
http://www.bintangbangsaku.com/content/bercerita-mendongeng, 5/4/2010
http://www.borneotribune.com/pdf/pontianak-kota/dongeng-rangsang-kecerdasan-anak.pdf, 5/5/2010
http://www.osun.org/metode+bercerita+pada+anak-ppt.html, 5/4/2010
http://www.tkdonbosco.com/main.php?ke=13&yc=8, 5/4/2010
http://www.tkdonbosco.com/main.php?ke=13&yc=8, 5/4/2010
Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 tahun 2007 tanggal 4Mei 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru.
Majid, Abdul Aziz Abdul, Mendidik Dengan Cerita, Bandung: PT. RemajaRosdakarya, 2001.
Moeleong, Lexy J., Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: RemajaRosdakarya, 2004.
Naskah Akademik Kajian Kebijakan Kurikulum Pendidikan Anak Usia dini,Jakarta: Pusat Kurikulum, Badan Penelitian dan PengembanganDepartemen Pendidikan Nasional, 2007.
Nata, Abuddin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997,Cet. I.
Purwodarminto, W.J.S., Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka,1997, cet. IX.
Sa’adah, Malikatus, “Pelaksanaan Metode Menyanyi dan Ceritera di R.A. Al-Amin Kalibeluk Batang”, Skripsi S.1 IAIN Walisongo, Semarang:Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo, 2004.
xcii
Salim, Nibras Or, dkk, Acuan Menu Pembelajaran Pada Pendidikan Anak UsiaDini, Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2002.
Shaleh, Abdul Rachman, Pendidikan agama dan Keagamaan, Visi Misi dn Aksi,Jakarta: PT. Gemawindu Pancaperkasa, 2000.
Soekanto, Seni Bercerita Islami, Jakarta; Bina Mitra Press, 2001, Cet. ke-2.
Soleha, Yuliatin, “Belajar Melalui Cerita Menurut Abdul Hamid Al-Hasyimi danImplikasinya Terhadap Perkembangan Akhlak Anak Usia Dini”, SkripsiS.1 IAIN Walisongo, Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo 2007.
Sugiyono, Metode Penelitian Penddikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif danR&D), Bandung: Alfabeta, 2008.
Suyanto, Slamet, Dasar-dasar PAUD, Yogyakarta: Hikayat, 2005.
Tafsir, Ahmad, Metodologi Pengajaran Agama Islam, Bandung : PT. RemajaRosdakarya, 2003, Cet ke-7.
Tim Pengembang, Kerangka Dasar Kurikulum Pendidikan Anak Usia Dini,Jakarta: Pusat Kurikulum Direktorat Pendidikan Anak Usia DiniDirektorat Pembinaan TK dan SD Universitas Negeri Jakarta danDepartemen Pendidikan Nasional 2007.
Uhbiyati, Nur, Ilmu Pendidikan Islam, Untuk Fakultas Tarbiyah komponenMKDK, Bandung : Pustaka Setia, 1998.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang SistemPendidikan Nasional
UUD 1945 dan amandemennya, Jakarta: Angkasa, 2009.
Wijayanti, Denok, Skripsi: Peningkatan Keterampilan Bercerita MenggunakanMedia Boneka Pada Siswa Kelas VII-G SMP Negeri 4 Pemalang TahunAjaran 2006/2007, Semarang: Fakultas Bahasa dan Seni UniversitasNegeri Semarang, 2007.
xciii
DAFTAR RIWAYAT PENDIDIKAN
Nama : Aizatut Taulia
Tempat & Tanggal Lahir : Kendal, 7 oktober 1988
Alamat : Poncorejo Rt. 1 Rw. 4 Gemuh Kendal
Pendidikan : - SDN 01 Poncorejo (Lulus Tahun 2000)
- MTs Assalafiyah Pati (Lulus Tahun
2003)
- MA Sunan Pandanaran Jogjakarta (Lulus
Tahun 2006)
- Jurusan Pendidikan Agama Islam
Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo
Semarang
Demikian daftar riwayat pendidikan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.
Semarang, 13 Desember 2010
AIZATUT TAULIANIM. 063111102
xciv
KISI-KISI INSTRUMENTASI (WAWANCARA)
A. Gambaran Umum PAUD Al-Wathoniyah Gemuh Kendal
1. Tinjauan Historis
a. Kapan PAUD Al-Wathoniyah Gemuh Kendal berdiri?
b. Siapa Pendiri PAUD Al-Wathoniyah Gemuh Kendal?
c. Bagaimana latar belakang berdirinya PAUD Al-Wathoniyah Gemuh
Kendal?
2. Struktur Organisasi
a. Bagaimana Struktur Organisasi di PAUD Al-Wathoniyah Gemuh
Kendal?
b. Bagaimana Keadaan Guru dan Karyawan yang terdapat di PAUD Al-
Wathoniyah Gemuh Kendal?
3. Kondisi Sekolah
a. Apa Saja dan Bagaimanakah kondisi Sarana dan Prasarana yang
tersedia di PAUD Al-Wathoniyah Gemuh Kendal?
B. Pelaksanaan Metode Cerita Dalam Pembelajaran di PAUD Al-
Wathoniyah Gemuh Kendal Tahun Pelajaran 2009/2010
1. apa saja persiapan guru dalam pembelajaran dengan metode cerita di
PAUD Al-Wathoniyah Gemuh Kendal?
2. apa materi cerita yang digunakan dalam pembelajaran dengan metode
cerita di PAUD Al-Wathoniyah Gemuh Kendal?
3. Berasal dari manakah materi cerita yang digunakan dalam pembelajaran
PAUD Al-Wathoniyah Gemuh Kendal?
4. alat peraga apa saja yang dugunakan pembelajaran dengan metode cerita
di PAUD Al-Wathoniyah Gemuh Kendal?
5. bagaimana evaluasi pembelajaran dengan metode cerita di PAUD Al-
Wathoniyah Gemuh Kendal?
6. Apa saja yang menjadi penunjang pembelajaran dengan metode cerita di
PAUD Al-Wathoniyah Gemuh Kendal?
xcv
7. Apa saja yang menjadi hambatan pembelajaran dengan metode cerita di
PAUD Al-Wathoniyah Gemuh Kendal?
8. Solusi apa yang diambil dalam mengatasi masalah-masalah pembelajaran
dengan metode cerita di PAUD Al-Wathoniyah Gemuh Kendal?
xcvi
DOKUMENTASI HASIL PENELITIAN