Upload
nguyenthu
View
218
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH NOMOR 3 TAHUN 2008
TENTANG PENGELOLAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA
SURAKARTA ( Studi Kasus Di Dinas Pengelolaan Pasar )
Penulisan Hukum
(Skripsi)
Disusun dan Diajukan untuk
Melengkapi Sebagian Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1
Dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh :
Wandira Kusuma Wardana
E 0008449
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2013
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
ABSTRAK
Wandira Kusuma Wardana, E0008449. 2013. PELAKSANAAN
PERATURAN DAERAH NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG
PENGELOLAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SURAKARTA (
Studi Kasus Di Dinas Pengelolaan Pasar ). Fakultas Hukum Universitas
Sebelas Maret. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan Peraturan
Daerah Kota Surakarta Nomor 3 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Pedagang Kaki
Lima dan untuk mengetahui hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan
Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Pedagang Kaki.
Penelitian yang dilakukan penulis bersifat deskriptif. Tempat penelitian
dilakukan di Dinas Pengelolaan Pasar Bidang Pengelolaan Pedagang Kaki Lima.
Jenis data yang dipergunakan meliputi data primer dan data sekunder. Metode
pengumpulan data dilakukan dengan studi lapangan yang berupa wawancara dan
juga studi kepustakaan. Sedangkan analisis data dilakukan secara kualitatif
dengan model analisis interaktif.
Dari hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat diambil kesimpulan :
(1) Penataan Pedagang Kaki Lima (PKL) berdasarkan Peraturan daerah Kota
Surakarta Nomor 3 Tahun 2008 dilakukan oleh Dinas Pengelolaan Pasar Bidang
Pengelolaan Pedagang Kaki Lima Kota Surakarta. Sehingga bagi setiap pedagang
yang akan melakukan kegiatan usaha di wilayah pemerintahan Kota Surakarta
harus mendapatkan izin dari SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) dalam hal ini
adalah Dinas Pengelolaan Pasar Bidang Pengelolaan Pedagang Kaki Lima Kota
Surakarta. Dalam pelaksanaannya masih terdapat hal yang belum sesuai dengan
peraturan daerah tersebut. Adapun hal tersebut adalah : (a) masih banyak PKL
yang menggunakan kerangka permanen; (b) minimnya kegiatan pemberdayaan
bagi PKL ; (2) Hambatan pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 3
Tahun 2008 tentang Pengelolaan Pedagang Kaki Lima oleh Dinas Pengelolaan
Pasar Bidang Pengelolaan Pedagang Kaki Lima. Adapun hambatan dalam
pelaksanaan Peraturan Daerah ini adalah sebagai : (a) kurangnya staf dan sarana
prasarana Dinas Pengelolaan Pasar; (b) sulitnya melakukan penataan PKL; (c)
sarana dan prasarana yang kurang mendukung PKL.
Kata kunci :PKL, Pelaksanaan Peraturan Daerah, Surakarta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
ABSTRACT
Wandira Kusuma Wardana, E0008449. 2013. THE ENFORCEMENT OF
REGIONAL REGULATION NUMBER 3 YEAR 2008 ON THE
SIDEWALK MERCHANT MANAGEMENT IN SURAKARTA
MUNICIPALITY (A Case Study in the Agency of Market Management).
Faculty of Law, Sebelas Maret University.
The purpose of this study is to find out the enforcement of the Regional
Regulation of Surakarta Municipality Number 3 Year 2008 on The Management
of Sidewalk Merchant and to find out some obstacles faced in the enforcement of
the Regional Regulation Number 3 Year 2008 on the Management of Sidewalk
Merchant.
This study is descriptive. It is carried out in the Official of Market
Management in the Sidewalk Merchant Management Field. The types of data used
in this study consist of primary and secondary data. The data collecting technique
is field study, in the form of interviews and literature study. Where as, the data
analysis is done qualitatively by interactive analysis model.
From the result and the discussion of this study, it can be drawn some
conclusions: (1) The Arrangement of Sidewalk Merchant, based on the Regional
Regulation of Surakarta Municipality Number 3 Year 2008, is carried out by the
Official of Market Management in the Sidewalk Merchant Management Field
Surakarta Municipality. So, every seller who will have business activities in the
Surakarta Municipality area should get permission from SKPD (Job Unit of
Regional Instrument), in this matter is the Official of Market Management in the
Sidewalk Merchant Management Field of Surakarta Municipality. In practice
there are still things that have not been in accordance with the Regional
Regulations. The things are: (a) there are many sidewalk merchant who use
permanent framework, (b) lack of empowerment for sidewalk merchant ; (2)
Some obstacles in the enforcement of Regional Regulation of Surakarta
Municipality Number 3 Year 2008 on The Sidewalk Merchant Management by
the Official of Market Management in the Sidewalk Merchant Management Field.
The obstacles in the enforcement of Regional Regulation are the following: (a) the
lack of staffs and media in the Market Management Official, (b) the difficulties in
carrying out the arrangement of Sidewalk Merchant; (c) the inappropriate media
and infrastructures in supporting the Sidewalk Merchant.
Keywords: Sidewalk Merchant, the Enforcement of Regional Regulation,
Surakarta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
MOTTO
Orang yang gagal dalam usahanya masih senantiasa lebih baik dari orang yang tidak
mau mencoba sama sekali.
Tugas kita bukanlah untuk berhasil. Tugas kita adalah untuk mencoba, karena didalam
mencoba itulah kita menemukan dan belajar membangun kesempatan untuk berhasil
-Mario Teguh –
Tidak ada jaminan kesuksesan, namun tidak mencobanya adalah jaminan kegagalan
-Bill Clinton-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
PERSEMBAHAN
Skripsi ini aku persembahkan kepada :
Kedua Orang Tuaku Ayahanda Harmadi S.H M.M. dan Ibunda Dra. Hartutiningsih
Kakakku Paramitha Nurina Ayu Ningtyas S.Sos dan Wisudawan Kusuma Rajasa S.E
Teman-teman seperjuangan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Almamaterku Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Semua pihak yang telah membantu demi kelancaran skripsi ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa dan Yesus Kristus yang
senantiasa mencurahkan berkatnya sehingga Penulis dapat menyusun dan
menyelesaikan Penulisan Hukum yang berjudul “PELAKSANAAN
PERATURAN DAERAH NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG
PENGELOLAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SURAKARTA (
Studi Kasus Di Dinas Pengelolaan Pasar )” dapat terselesaikan. Skripsi ini
dimaksudkan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam rangka memperoleh
gelar kesarjanaan pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini dari awal hingga
akhir tidak terlepas dari bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, karena itu
dengan penulis menyampaikan perhargaan dan ucapan terima kasih yang tak
terhingga kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ravik Karsidi, M.S, selaku Rektor Universitas Sebelas Maret.
2. Ibu Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M. Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret.
3. Bapak Pius Triwahyudi, S.H.,M.Si., selaku Ketua Bagian Hukum
Administrasi Negara.
4. Ibu Wida Astuti, S.H., M.H., selaku dosen pembimbing dalam skripsi ini yang
selalu sabar serta memberikan pengarahan dan kemudahan dalam
menyelesaikan skripsi ini.
5. Ibu Siti Muslimah S.H., M. H., selaku pembimbing akademik yang telah
memberikan bimbingan kepada penulis selama menjalani kuliah di Fakultas
Hukum Universitas Sebelas Maret.
6. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis.
7. Karyawan dan Staf Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang
telah membantu kelancaran perkuliahan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ........................................................ iii
HALAMAN PERNYATAAN ......................................................................... iv
ABSTRACK .................................................................................................... v
ABSTRACT ..................................................................................................... vi
MOTTO ......................................................................................................... vii
PERSEMBAHAN ........................................................................................... viii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... ix
DAFTAR ISI ........................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xiv
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xv
BAB I : PENDAHULUAN ............................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................. 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................... 4
C. Tujuan Penelitian ........................................................................ 5
D. Manfaat Penelitian ...................................................................... 5
E. Metode Penelitian ....................................................................... 6
F. Sistematika Penulisan ................................................................. 11
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 13
A. Kerangka Teori ......................................................................... 13
1. Tinjauan Umum Tentang Pemerintahan Daerah ................. 13
a. Pengertian Pemerintah Daerah .................................... 13
b. Asas-asas Pemerintahan Daerah ................................... 14
c. Lembaga Pemerintahan Daerah .................................... 15
2. Tinjauan Umum Tentang Otonomi Daerah ......................... 19
a. Pengertian Otonomi Daerah ......................................... 19
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
b. Tujuan Otonomi Daerah ............................................... 21
c. Prinsip-Prinsip Otonomi Daerah .................................. 23
d. Asas umum pemerintahan yang layak .......................... 24
3. Tinjauan Umum Tentang Kebijakan ................................... 26
a. Pengertian Kebijakan .................................................... 26
b. Pembuatan Kebijakan ................................................... 27
c. Bentuk-bentuk Kebijakan ............................................. 28
d. Sukses dan gagalnya pelaksanaan kebijakan ................ 30
4. Tinjauan Umum Pedagang Kaki Lima (PKL) ..................... 31
a. Pengertian PKL ............................................................. 21
b. Ciri-ciri PKL ................................................................ 33
B. Kerangka Pemikiran ................................................................. 37
BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................... 39
A. Deskripsi Obyek Penelitian ...................................................... 39
B. Perlaksanaan Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 3 Tahun
2008 Tentang Pengelolaan PKL ............................................... 55
C. Hambatan dalam pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Surakarta
Nomor 3 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan PKL ....................... 70
BAB IV : PENUTUP ....................................................................................... 74
A. Simpulan ................................................................................... 74
B. Saran ......................................................................................... 76
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 77
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xvi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Skema Model Analisis Kualitatif .................................................. 10
Gambar 2 Kerangka Pemikiran. ..................................................................... 37
Gambar 3 SOTK Dinas Pengelolaan Pasar .................................................... 46
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 : keadaan penduduk wilayah Kota Surakarta ............................. 40
Tabel 2 : Jumlah PKL per Kecamatan di Kota Surakarta ........................ 48
Tabel 3 : Asal (KTP) PKL ....................................................................... 49
Tabel 4 : Jenis dagangan PKL ................................................................. 49
Tabel 5 : Waktu berdagang PKL ............................................................. 50
Tabel 6 : Tipe Bangunan/sarana PKL ...................................................... 51
Tabel 7 : Tipe bangunan / tempat PKL yang cenderung menetap ........... 52
Tabel 8 : Tipe sarana PKL yang cenderung bergerak .............................. 52
Tabel 9 : Pengelolaan limbah oleh PKL .................................................. 52
Tabel 10 : Kebersihan dan kerapian lingkungan PKL ............................... 53
Tabel 11 : Lokasi PKL ............................................................................... 53
Tabel 12 : Omset PKL perhari ................................................................... 54
Tabel 13 : Keterkaitan omset/hari dengan tingkat pendidikan .................. 54
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1: Surat Permohonan Ijin Penelitian Kepada Kepala Kantor
Kesatuan Bangsa dan Politik Kota Surakarta
Lampiran 2: Surat Permohonan Ijin Penelitian Kepada Kepala Badan
Perencanaan Daerah Kota Surakarta
Lampiran 3: Surat Permohonan Ijin Kepada Kepala Dinas Pengelolaan
Pasar
Lampiran 4: Surat Perintah Tugas dari Kepala Dinas Pengelolaan Pasar
Kepada Kepala Sekretaris Bidang Pengelolaan PKL
Lampiran 5: Peraturan Menteri Nomor 41 Tahun 2012 Tentang Pedoman
Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima
Lampiran 6 : Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 3 Tahun 2008
Tentang Pengelolaan Pedagang Kaki Lima
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sejak bergulirnya era reformasi di Indonesia salah satu isu yang
selalu diangkat adalah reformasi birokrasi. Reformasi birokrasi
menyangkut pelaksanaan otonomi daerah di setiap propinsi dan kabupaten
atau kota diseluruh Indonesia. Dengan kewenangan yang diberikan oleh
pemerintah pusat, maka beberapa aspek harus dipersiapkan, antara lain
sumber daya manusia, sumber daya keuangan, sarana dan prasarana, serta
organisasi dan manajemennya (Darumurti, 2003).
Tuntutan pemberian otonomi kepada daerah kabupaten/kota
dimaksudkan agar terwujud suatu Indonesia baru, Indonesia yang lebih
demokratis, lebih adil, dan lebih sejahtera. Hal ini wajar karena intervensi
pemerintah pusat masa lalu yang terlalu besar yang menyebabkan inisiatif
dan prakasa daerah cenderung mati sehingga menimbulkan berbagai
masalah dalam mendorong proses pembangunan dan kehidupan demokrasi
di daerah.
Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan
kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-
undangan. merupakan kebijakan yang dipandang sangat demokratis dan
memenuhi aspek desentralisasi yang sesungguhnya. Otonomi daerah
sendiri mempunyai tujuan untuk lebih meningkatkan kesejahteraan dan
pelayanan kepada masyarakat, pengembangan kehidupan berdemokrasi,
keadilan, pemerataan, dan pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat
dan daerah dan antar daerah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
Adanya otonomi daerah diharapkan pembangunan daerah dapat
terwujud sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Karena pemerintah daerah
memiliki hubungan langsung dengan masyarakat sehingga mengetahui
kebutuhan-kebutuhan serta kondisi masyarakat yang ada di daerahnya
masing-masing. Pemerintah Daerah mempunyai tanggung jawab untuk
mengurusi dan mengelola daerahnya dengan baik dengan segala
kemampuan yang dimiliki daerah masing-masing.
Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia telah terwujud dengan
ditetapkannya Undang-Undang Nomor. 22 Tahun 1999 Tentang Otonomi
Daerah sebagaimana telah diganti dengan Undang-Undang Nomor. 32
Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, memberikan kewenangan
otonomi kepada daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan daerah
berdasarkan potensi dan kemampuan yang dimiliki, kewenangan tersebut
didasarkan pada asas desentralisasi.
Adanya Undang-Undang Pemerintah Daerah ini terdapat
pembagian kewenangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Berdasarkan
Pasal 14 Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah, urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah juga
semakin luas, termasuk di dalamnya perencanaan, pengendalian
pembangunan, penyelenggaraan ketertiban dan ketentraman masyarakat.
Dengan pembangunan daerah, diharapakan dapat menciptakan masyarakat
yang adil, makmur dan sejahtera. Tapi dalam pelaksanaan pembangunan,
pemerintah daerah juga harus memperhatikan keteraturan dan ketertiban
daerahnya agar tercipta kondisi yang nyaman bagi seluruh masyarakat.
Potensi pembangunan daerah salah satunya adalah berasal dari
sektor informal yaitu Pedagang Kaki Lima (PKL).
“Sektor informal Pedagang Kaki Lima mempunyai beberapa
karakteristik tersendiri, disatu sisi mereka memiliki keunggulan
kompetitif yaitu adanya kemampuan untuk tetap bertahan meskipun
dalam kondisi ekonomi yang sulit dan disisi lain keberadaannya
rentan manakala keberadaan PKL ini tidak dibina, ditata dan diberi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
perlindungan dengan serius oleh Pemerintah
Daerah”(Waluyo,2005:72).
Keberadaan Pedagang Kaki Lima apabila dikelola dengan baik
maka akan memberikan kontribusi yang besar dalam aktivitas ekonomi
dan kesejahteraan masyarakat. Selain itu, retribusi dari sektor perdagangan
ini dapat dijadikan sumber pendapatan asli daerah yang dapat dikelola oleh
pemerintah daerah yang nantinya akan dapat menambah pendapatan
daerah. Terlepas dari potensi ekonomi sektor informal PKL, maraknya
keberadaan PKL di kota-kota besar di Indonesia kerap menimbulkan
masalah baik bagi pemerintah setempat, para pemilik toko, dan pengguna
jalan dan masyarakat pada umumnya
“Sebetulnya PKL memahami bahwa mereka telah menempati ruang
publik kota terutama adalah rnenggunakan lahan untuk pejalan kaki
(trotoar) dan taman-taman kota. Hal itu tentu saja sangat berdampak
pada gangguan ketertiban lalu lintas karena mengurangi fungsi
trotoar untuk pejalan kaki. Namun demikian, penyerobotan ruang-
ruang publik oleh PKL sampai sekarang sulit dihindarkan
kemungkinan salah satu penyebabnya adalah tidak tersedianya ruang
atau zona-zona bagi PKL”(Utami, Trisni,Sudarmo,Usman,
Sunyoto& Purwanto.2006:120).
Sejalan dengan semangat otonomi daerah, setiap pemerintah
daerah berupaya mengembangkan berbagai strategi atau kebijakan untuk
menangani persoalan PKL, mulai dari yang bersifat persuasif hingga
represif. Pilihan strategi terkait dengan cara pandang pemerintah terhadap
PKL. Jika pemerintah melihat PKL sebagai potensi sosial ekonomi yang
bisa dikembangkan, maka kebijakan yang dipilih biasanya akan lebih
diarahkan untuk menata PKL, misalnya dengan memberikan ruang usaha
bagi PKL, memformalkan status mereka sehingga bisa memperoleh
bantuan kredit bank, dan lainnya. Namun sebaliknya, jika PKL hanya
dilihat sebagai pengganggu ketertiban dan keindahan kota, maka mereka
akan menjadi sasaran penggusuran dan penertiban. Dalam hal ini,
pemerintah kota Surakarta telah menggunakan beberapa strategi untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
menangani PKL, yaitu dengan relokasi, shelterisasi, pemberian tenda, dan
gerobak.
Seiring dengan adanya permasalahan yang timbul dari maraknya
PKL di kota Surakarta tersebut, maka Pemerintah Kota (Pemkot)
Surakarta mengeluarkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 3 Tahun 2008
Tentang Pengelolaan Pedagang Kaki Lima, yang bertujuan untuk untuk
melindungi, memperdayakan, mengendalikan dan membina kepentingan
PKL dalam melakukan usaha agar berdaya guna serta dapat meningkatkan
kesejahteraannya serta untuk melindungi hak-hak pihak lain dan atau
kepentingan umum.
Pengelolaan dan penataan PKL di Surakarta dapat dikatakan lebih
baik jika dibandingkan kota-kota lain di Indonesia, hal ini dapat dilihat
antara lain dari minimnya persengketaan antara PKL dan pemerintah kota
Surakarta. Namun bukan berarti pengelolaan PKL di Surakarta tanpa
masalah, kenyataan di lapangan masih terdapat hal yang tidak sesuai
dengan yang tercantum dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 3 Tahun
2008 Tentang Pengelolaan Pedagang Kaki Lima yang akhirnya akan
menimbulkan permasalahan yang mengganggu ketertiban dan ketentraman
masyarakat.
Dari latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk meneliti dan
menyusun dalam sebuah penelitian hukum dengan judul :
“PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH NOMOR 3 TAHUN
2008 TENTANG PENGELOLAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI
KOTA SURAKARTA (Studi Kasus di Dinas Pengelolaan Pasar)”
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dalam penelitian ini
penulis merumuskan masalah untuk dapat mengetahui permasalahan apa
yang akan diteliti sehingga memudahkan penulis untuk dapat mengkaji
secara rinci. Adapun rumusan masalah yang akan dikaji dalam penelitian
ini, yaitu:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
1. Bagaimana Pelaksanaan Peraturan Daerah No.3 Tahun 2008 Tentang
Pengelolaan Pedagang Kaki Lima Di Kota Surakarta?
2. Apakah Hambatan-hambatan yang di hadapi dalam pelaksanaan
Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 3 Tahun 2008 Tentang
Pengelolaan Pedagang Kaki Lima di Kota Surakarta
C. Tujuan Penelitian
Dalam suatu penelitian tentu mempunyai tujuan yang hendak
dicapai oleh peneliti. Tujuan Penelitian ini diperlukan untuk dapat
memberikan arahan bagi peneliti dalam melaksanakan penelitiannya.
Adapun tujuan penelitian ini adalah :
1. Tujuan Obyektif.
a. Untuk mengetahui pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Surakarta
Nomor 3 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Pedagang Kaki Lima.
b. Untuk mengetahui hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan
Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 3 Tahun 2008 Tentang
Pengelolaan Pedagang Kaki di Surakarta.
2. Tujuan Subyektif.
a. Untuk menambah pengetahuan dan wawasan bagi Penulis dibidang
Hukum Administrasi Negara, Khususnya tentang pelaksanaan
Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan
Pedagang Kaki Lima di Surakarta.
b. Untuk memenuhi persyaratan yang diwajibkan bagi mahasiswa
dalam meraih gelar strata 1 dalam bidang ilmu hukum di Fakultas
Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian adalah salah satu hal penting yang tidak dapat
dipisahkan dalam kegiatan penelitian. Suatu penelitian diharapkan dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
memberikan manfaat bagi penulis maupun pihak lain. Adapun manfaat
yang dapat diperoleh dari penelitian tersebut adalah sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis
a. Penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan pemikiran
dalam pengembangan ilmu hukum pada umumnya, dan hukum
administrasi negara pada khususnya.
b. Dapat digunakan sebagai bahan bahan referensi dan dapat
menambah literatur mengenai pelaksanaan Peraturan Daerah
Nomor 3 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Pedagang Kaki Lima
di Kota Surakarta.
2. Manfaat Praktis
a. Penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan penalaran dan
pola pikir yang dinamis penulis.
b. Penelitian ini diharapkan dapat membantu memberikan
masukan dan pemikiran tentang masalah yang diteliti oleh
pihak terkait.
E. Metode Penelitian
Penelitian merupakan terjemahan dari research yang artinya
mencari; mencari jawaban; sedangkan metode adalah alat yang di gunakan
untuk mencari jawaban. Menurut Soerjono Soekanto, untuk memperoleh
data dan informasi serta penjelasan mengenai segala sesuatu yang
berhubungan dengan pokok masalah, diperlukan suatu pedoman
penelitian. Metodologi pada hakekatnya adalah memberikan pedoman
tentang cara-cara seorang ilmuwan mempelajari, menganalisis, dan
memahami lingkungan-lingkungan yang dihadapi. Adapun metode yang
digunakan penulis dalam penelitian ini adalah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
sebagai berikut :
1. Jenis Penelitian
Jenis Penelitian yang digunakan penulis dalam menyusun
penelitian ini adalah dengan menggunakan jenis penelitian hukum
yuridis empiris yaitu suatu penelitian yang berusaha mengidentifikasi
hukum yang terdapat dalam masyarakat dengan maksud untuk
mengetahui gejala-gejala lain.
2. Sifat Penelitian
Penelitian yang dilakukan penulis bersifat deskriptif. Penulisan
deskriptif bermaksud memberikan uraian-uraian maupun data-data yang
berkaitan dengan gejala yang sedang diteliti. Soerjono Soekanto
mendefinisikan tentang penelitian diskriptif adalah “suatu penelitian
yang dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin
tentang manusia, keadaan, gejala-gejala lainnya yang dimaksudkan
untuk mempertegas hipotesa-hipotesa agar dapat memperkuat teori-
teori lama, atau di dalam penyusunan teori-teori baru” (Soerjono
Soekanto, 2010:10).
3. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan oleh penulis adalah metode
pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif adalah penelitian yang
bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh
subyek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan
lain-lain secara holistik, dan dengan cara diskriptif dalam bentuk kata-
kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan
memanfaatkan berbagi metode ilmiah (Lexy Moeleong,2007:6)
4. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di Dinas Pengelolaan Pasar Kota
Surakarta. Alasan pemilihan tempat tersebut karena urusan pemerintah
daerah dalam pengelolaan, pembinaan, dan pengawasan ada pada dinas
tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
5. Jenis dan Sumber Data
a. Jenis Data
1) Data Primer
Data Primer adalah data yang diperoleh langsung dari
lapangan baik dengan wawancara terhadap narasumber. Dalam
hal ini penulis memperoleh informasi dari Bapak Didik Anggono
HKS, S.Hut., M.Si Kepala Seksi Penataan dan Pembinaan PKL,
Dinas Pengelolaan Pasar yang memiliki informasi secara
langsung dengan permasalahan yang diteliti.
2) Data Sekunder
Data Sekunder yaitu data yang mendukung kelengkapan
data primer dan tidak dapat diperoleh langsung dari lapangan
melainkan diperoleh mnelalui bahan dari sejumlah dokumen,
bahan kepustakaan, laporan, hasil penelitian yang terdahulu yang
berwujud laporan serta peraturan perundang-undangan.
b. Sumber Data
1) Sumber Data Primer
Sumber Data Primer diperoleh secara langsung dari lokasi
penelitian. Dalam penelitian ini yang menjadi sumber data primer
penulis adalah semua pihak yang terkait dengan pelaksanaan
peraturan daerah (perda) tentang pengelolaan Pedagang Kaki
Lima (PKL). Dalam hal ini penulis mengkhususkan pada
beberapa pegawai/staf Dinas Pengelolaan Pasar Kota Surakarta
ditambah dengan beberapa Pedagang Kaki Lima (PKL).
2) Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder adalah data yang diperoleh dari studi
pustaka yang dalam hal ini berupa literatur peraturan perundang-
undangan, dokumen-dokumen yang melengkapi sumber data
primer yang erat kaitannya dengan obyek penelitian yang sedang
diteliti.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
6. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian pada umumnya dikenal tiga jenis alat
pengumpulan data, yaitu studi dokumen atau bahan pustaka,
pengamatan atau observasi dan wawancara atau interview (Soerjono
Soekanto, 2010:21)
a. Wawancara
Metode ini merupakan suatu kegiatan pengumpulan data
dengan cara mengadakan komunikasi secara langsung terhadap para
pegawai/staf Bagian Pengelolaan PKL Dinas Pengelolaan Pasar guna
memperoleh data, baik lisan maupun tertulis atau sejumlah
keterangan dan data yang diperoleh.
b. Studi Dokumen atau Bahan Pustaka
Dalam studi pustaka ini penulis menggunakan data berupa
perundang-undangan serta mengumpulkan berbagai macam berita
dari internet dan surat kabar terkait dengan PKL. Selain itu penulis
juga membaca dan mempelajari buku-buku literatur, kamus dan
bahan pustaka lainnya.
7. Teknik Analisis Data
Analisis data merupakan proses pengorganisasian dan
pengurutan data dalam pola, kategori dan uraian dasar, sehingga akan
ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang
disarankan oleh data (Lexy J Maleong, 2002:13) Teknik analisis yang
digunakan dalam penelitian hukum ini adalah analisis kualitatif dengan
interaktif model yaitu komponen reduksi data dan penyajian data
dilakukan bersama dengan pengumpulan data, kemudian setelah data
terkumpul maka tiga komponen tersebut berinteraksi dan bila
kesimpulan dirasakan kurang, maka perlu ada verifikasi dan penelitian
kembali mengumpulkan data lapangan (H.B Sutopo,2002:8). Ketiga
komponen tersebut antara lain:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
a. Reduksi data
Kegiatan yang bertujuan mempertegas, memperpendek,
membuat fokus. Membuang hal-hal yang tidak penting myang
muncul dari catatan dan pengumpulan data. Proses ini berlangsung
terus menerus sampai laporan akhir penelitian selesai.
b. Penyajian data
Merupakan sekumpulan informasi tersusun yang member
kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan data
tindakan (H.B Sutopo, 2002:97). Dalam penelitian ini setelah semua
data-data yang diperlukan penulis mengenai pelaksanaan Peraturan
Daerah Nomor 3 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Pedagang Kaki
Lima di Kota Surakarta terkumpul, maka langkah selanjutnya yang
dilakukan oleh penulis yaitu menyusun data-data tersebut untuk
ditarik kesimpulan.
c. Penarikan Kesimpulan/ verifikasi
Setelah memahami arti dari berbagai hal yang meliputi
berbagai hal yang ditemui dengan melakukan pencatatan-pencatatan
peraturan, pernyataan-pernyataan, konfigurasi-konfigurasi yang
mungkin, alur sebab akibat, kemudian menarik kesimpulan (HB.
Sutopo, 2002:37), akhirnya penulis menarik kesimpulan mengenai
pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2008 tentang
Pengelolaan Pedagang Kaki Lima di Kota Surakarta
Adapun analisis interaksi penelitian dibuat sebagai berikut :
PENGUMPULAN DATA
REDUKSI
DATA SAJIAN DATA
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
Dengan model analisis ini maka peneliti harus bergerak diantara
empat sumbu kumparan itu selama pengumpulan data, selanjutnya
bolak-balik diantara kegiatan reduksi, penyajian dan penarikan
kesimpulan selama sisa waktu penelitian . aktifitas yang dilakukan
dengan proses itu komponen-komponen tersebut akan didapat yang
benar-benar mewakili dan sesuai dengan permasalahan yang diteliti.
Setelah analisis data selesai, maka hasilnya akan disajikan secara
deskriptif, yaitu dengan jalan apa adanya sesuai dengan masalah
yang diteliti dan data yang diperoleh. Setelah semua data
dikumpulkan, kemudian diambil kesimpulan dan langkah tersebut
tidak harus urut tetapi berhubungan terus menerus sehingga
membuat siklus (HB Sutopo, 2002 : 13).
F. Sistematika Penulisan Hukum
Sistem penulisan hukum berfungsi untuk memberikan gambaran
secara menyeluruh mengenai sistematika penulisan hukum yang sesuai
dengan aturan yang sudah ada dalam penulisan hukum, maka penulis
menyiapkan suatu sistematika dalam penulisan hukum ini. Adapun
sistematika penulisan hukum ini terdiri dari 4 (empat) bab, yang tiap-tiap
bab terbagi dalam sub-sub bagian yang dimaksudkan untuk memudahkan
pemahaman terhadap keseluruhan hasil penelitian ini. Sistematika
penulisan hukum ini adalah sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini menguraikan tentang latar belakang
masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan
hukum.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini akan dibahas kajian pustaka berkaitan
dengan judul dan masalah yang diteliti yang memberikan
landasan teori terhadap penelitian hukum. Pada bab ini
dibahas mengenai :
KESIMPULAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
1. Tinjauan Umum tentang Kebijakan
2. Tinjauan Umum tentang Otonomi Daerah
3. Tinjauan tentang Penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah
4. Tinjauan Umum Mengenai Pedagang Kaki Lima
BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini akan diuraikan mengenai hasil penelitian
dan pembahasan, yaitu tentang Dalam bab pembahasan
penulis berusaha menerangkan bagaimana pelaksanaan
Peraturan Daerah Nomor 3 tahun 2008 tentang
Pengelolaan Pedagang Kaki Lima (PKL), problematika-
problematika dalam pelaksanaanya dan juga tindakan-
tindakan atau cara yang dilakukan untuk mengatasinya
oleh Dinas Pengelolaan Pasar Kota Surakarta.
BAB IV : PENUTUP
Merupakan bagian akhir dari penulisan hukum yang berisi
beberapa kesimpulan dan saran berdasarkan analisis dari
data yang diperoleh selama penelitian sebagai jawaban
terhadap pembahasan agar dapat menjadi bahan pemikiran
dan pertimbangan untuk menuju perbaikan sehingga
bermanfaat bagi semua pihak.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. KERANGKA TEORITIS
1. Tinjauan Umum Tentang Pemerintahan Daerah
a. Pengertian Pemerintah Daerah
Indonesia adalah Negara yang wilayahnya terdiri dari
kepualauan-kepulauan dan memiliki jumlah penduduk yang
besar. Melihat kondisi tersebut maka untuk mewujudkan
pemerataan pembangunan sebagaimana tercantum dalam Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 maka
dibentuklah pemerintahan daerah guna melaksanakan tugas
pembantuan didaerah.
Dasar penyelenggaraan pemerintahan daerah terdapat
dalam Pasal 18A Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia 1945 dimana disebutkan bahwa hubungan wewenang
antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi,
kabupaten, dan kota, atau antara provinsi dan kabupaten dan kota,
diatur dengan undang-undang dengan memperhatikan kekhususan
dan keragaman daerah. Hubungan keuangan, pelayanan umum,
kemanfaatan sumber daya alam maupun sumber daya lainnya
antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah diatur dan
dilaksanakan secara adil, selaras berdasarkan undang-undang.
Adanya Pasal 18A Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia 1945 maka untuk mengatur lebih khusus
mengenai pemerintah daerah, Pemerintah mengeluarkan Undang-
Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintah Daerah yang
kemudian diganti dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 Tentang Pemerintah Daerah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
pengertian Pemerintah Daerah disebutkan bahwa Pemerintah
Daerah adalah Gubernur, Bupati atau Wali Kota dan perangkat
daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
Sedangkan Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan
pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut
asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi
seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan
Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Dengan demikian penyelenggara pelaksanaan fungsi-fungsi
pemerintahan daerah dilakukan oleh lembaga pemerintahan
daerah yaitu Pemerintah Daerah sebagai badan eksekutif yang
dilakukan oleh kepala daerah berserta perangkat daerah lainnya
dan DPRD sebagai badan legislatif, anggaran dan pengawas
pemerintahan.
b. Asas-Asas Pemerintahan Daerah
Di dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2004
menyebutkan bahwa dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah
berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan. Sesuai dengan
rumusan dan tafsiran undang-undang yang mengatur otonomi
daerah di Indonesia, dikenali beberapa asas :
1) asas desentralisasi
Pengertian asas desentralisasi dalam Pasal 1 ayat (7)
Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 adalah
penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah
kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan
Republik Indonesia
2) asas dekonsentrasi
Pasal 1 ayat (8) Undang-undang Nomor 32 tahun 2004
disebutkan bahwa pengertian dari Dekonsentrasi adalah
pelimpahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah
kepada Gubernur sebagian wakil pemerintah dan/atau
kepada instansi vertikal di wilayah tertentu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
3) asas tugas pembantuan
Pasal 1 ayat (9) Undang-undang Nomor 32 tahun 2004
menyebutkan tugas pembantuan adalah penugasan dari
pemerintah kepada Kepala Daerah dan/atau Desa dari
pemerintah propinsi kepada Kabupaten/Kota dan/atau
desa serta dari Pemerintah Kabupaten/Kota kepada desa
untuk melaksanakan tugas pembantuan.
(DR.J.Kaloh, 2007:258).
c. Lembaga Pemerintahan Daerah
Sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi maka lembaga
pemerintahan daerah terdiri atas kepala daerah beserta perangkat
daerah lainya sebagai eksekutif dan DPRD sebagai badan
legislatif, anggaran dan pengawas. Dilihat dari sistem
administrasi publik kedua lembaga tersebut merupakan kesatuan
integral yang memberikan pelayanan publik sesuai dengan bidang
tugasnya, berikut uraian mengenai kepala daerah beserta
perangkatnya dan DPRD :
1) Kepala Daerah
Kepala daerah adalah pimpinan lembaga yang
melaksanankan peraturan perundangan. Dalam wujud
konkritnya,lembaga pelaksana kebijakan daerah adalah
organisasi pemerintahan. Kepala daerah menyelenggarakan
pemerintahan di daerahnya. (Hanif Nurcholis, 2005: 118).
Setiap daerah selalu dipimpin oleh Kepala Daerah yang
dibantu oleh Wakil Kepala Daerah. Untuk daerah provinsi
Kepala Daerah disebut Gubernur, untuk Kabupaten disebut
Bupati dan untuk kota disebut Walikota. Berdasarkan Pasal 25
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Kepala Daerah
mempunyai tugas dan wewenang sebagai berikut:
a) memimpin penyelenggaraan pemerintahan daerah
berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD;
b) mengajukan rancangan Peraturan Daerah;
c) mengajukan Peraturan Daerah yang telah mendapatkan
persetujuan bersama DPRD;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
d) menyusun dan mengajukan rancangan Peraturan Daerah
tentang APBD kepada DPRD untk dibahas dan
ditetapkan bersama;
e) mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah;
f) mewakili daerahnya di dalam dan luar pengadila dan
dapat menunjuk kuasa hak untuk mewakilinya sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
g) melaksanakan tugas dan wewenang lain sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
2) Wakil Kepala Daerah
Wakil Kepala Daerah Provinsi disebut Wakil Gubernur,
sedangkan Wakil Kepala Daerah Kabupaten disebut Wakil
Bupati, dan Wakil Kepala Daerah Kota disebut Wakil
Walikota. Dimana tugas dan wewenang Wakil Kepala Daerah
sama dengan Kepala Daerah kecuali dalam hal mengajukan
rencana dan menetapkan Peraturan Daerah. Tugas dan
wewenang Wakil Kepala Daerah Menurut Pasal 26 Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 adalah :
a) Tugas dan Wewenang Wakil Kepala Daerah :
(1). membantu kepala daerah dalam
menyelenggarakan pemerintahan daerah;
(2). membantu kepala daerah dalam
mengkoordinasikan kegiatan instansi vertikal
di daerah, menindaklanjuti laporan dan/atau
temuan hasil pengawasan aparat pengawasan,
melaksanakan pemberdayaan perempuan dan
pemuda, serta mengupayakan pengembangan
dan pelestarian sosial budaya dan lingkungan
hidup;
(3). memantau dan mengevaluasi
penyelenggaraan pemerintahan kabupaten dan
kota bagi wakil kepala daerah provinsi;
(4). memantau dan mengevaluasi
penyelenggaraan pemerintahan di wilayah
kecamatan, kelurahan dan/atau desa bagi wakil
kepala daerah kabupaten/kota;
(5). memberikan saran dan pertimbangan kepada
kepala daerah dalam penyelenggaraan kegiatan
pemerintah daerah;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
(6). melaksanakan tugas dan kewajiban
pemerintahan lainnya yang diberikan oleh
kepala daerah; dan
(7). melaksanakan tugas dan wewenang kepala
daerah apabila kepala daerah berhalangan.
b) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), wakil kepala daerah bertanggung
jawab kepada kepala daerah.
c) Wakil kepala daerah menggantikan kepala daerah
sampai habis masa jabatannya apabila kepala daerah
meninggal dunia, berhenti, diberhentikan, atau tidak
dapat melakukan kewajibannya selama 6 (enam)
bulan secara terus menerus dalam masa jabatannya.
Tugas wakil kepala daerah bertanggung jawab kepada
kepala daerah. Apabila kepala daerah meninggal dunia,
berhenti, diberhentikan, atau tidak melakukan kewajibanya
selama 6 bulan secara terus menerus dalam masa jabatanya,
wakil kepala daerah menggantikan kepala daerah sampai
habis masa jabatannya.
3) Sekretariat Daerah
Pemerintah daerah mempunyai perangkat daerah dimana
sekretariat daerah termasuk didalamnya. Sekretariat daerah
adalah unsur staf pemerintah daerah, maksudnya sebagai
lembaga yang memberi dukungan data, informasi, dan
perencanaan pada pemerintahan daerah.(Hanif Nurcholis,
2005: 128)
Berdasarkan Pasal 121 Undang-undang 32 tahun 2004
menyebutkan bahwa Sekretariat daerah dipimpin oleh
Sekretaris Daerah. Tugas dan kewajiban Sekretaris Daerah
adalah membantu Kepala Daerah dalam menyusun kebijakan
dan mengkoordinasikan dinas daerah dan lembaga teknis
daerah, dimana dalam pelaksanaan tugas dan kewajibannya
bertanggungjawab pada Kepala Daerah.
4) Dinas Daerah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
Berdasarkan Pasal 123 Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 menyatakan bahwa dinas daerah merupakan unsur
pelaksana dari otonomi daerah. Dimana dinas daerah dipimpin
oleh Kepala Dinas yang memenuhi syarat atas usulan
Sekretaris Daerah. Pertanggungjawaban Kepala Dinas kepada
Kepala Daerah melalui Sekretaris Daerah.
5) DPRD
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) sebagai
lembaga perwakilan rakyat di daerah merupakan wahana untuk
melaksanakan demokrasi berdasarkan Pancasila dan sebagai
penyelenggara pemerintahan daerah berkedudukan sebagai
mitra dari Pemerintah Daerah. DPRD mempunyai wewenang
dan tugas yaitu :Dalam Pasal 42 Undang-undang 32 Tahun
2004 Jo Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang
Pemerintahan Daerah disebutkan bahwa tugas dan wewenang
yang dimiliki oleh DPRD adalah :
a) membentuk (membuat) Perda yang dibahas dengan kepala
daerah untuk mendapatkan persetujuan bersama;
b) membahas dan menyetujui rancangan Perda tentang APBD
bersama dengan kepala daerah;
c) melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Perda dan
peraturan perundang-undangan lainnya, peraturan kepala
daerah, APBD, kebijakan pemerintah daerah dalam
melaksanakan program pembangunan daerah, dan kerja
sama internasional di daerah;
d) mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian kepala
daerah/wakil kepala daerah kepada Presiden melalui
Menteri Dalam Negeri bagi DPRD Provinsi dan kepada
Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur bagi DPRD
Kabupaten/Kota;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
e) memilih wakil kepala daerah dalam hal terjadi kekosongan
jabatan wakil kepala daerah;
f) memberikan pendapat dan pertimbangan kepada
pemerintah daerah terhadap rencana perjanjian internasional
di daerah;
g) memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama
internasional yang dilakukan oleh pemerintah daerah;
h) meminta laporan keterangan pertanggungjawaban kepala
daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan;
i) melakukan pengawasan dan meminta laporan KPU provinsi
dan/atau KPU kabupaten/kota dalam penyelenggaraan
pemilihan kepala daerah;
j) memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama
antardaerah dan dengan pihak ketiga yang membebani
masyarakat dan daerah;
k) melaksanakan tugas dan wewenang sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang ada.
Ketika menjalankan tugasnya Pemerintah tidak bertanggung
jawab terhadap DPRD. Karena Kepala Daerah dipilih langsung oleh
rakyat. Karena itu hubungan antara pemerintah daerah dan DPRD
hanyalah hubungan kerja yang kedudukannya setara yaitu sama dan
sederajat, tidak saling membawahi dan bersifat kemitraan.
(http://bangka.tribunnews.com/2012/08/09/kemitraan-pemda-dan-
dprd)
2. Tinjauan Mengenai Otonomi Daerah
a. Pengertian Otonomi Daerah
Otonomi berasal dari penggalan dua kata bahasa Yunani
yaitu autos yang berarti sendiri dan nomos yang berarti undang-
undang, yang dapat diartikan membuat peraturan perundang-
undangan sendiri.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
Pada jaman Orde Baru Indonesia terdapat Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di
Daerah dimana hubungan antara pemerintah pusat, provinsi dan
kabupaten/kota hanya merupakan kepanjangan tangan pemerintah
pusat didaerah., Namun sejak bergulirnya era reformasi sistem
otonomi daerah yang sebenarnya mulai digunakan.
Menurut H.A.W Widjaja otonomi daerah adalah
kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
berdasar aspirasi masyarakat, sesuai dengan peraturan perundang-
undangan. (H.A.W Widjaja, 2004:76)
Undang-Undang No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan
Daerah, Pasal 1 butir 5 mendefinisikan otonomi daerah adalah :
“Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai
dengan peraturan perundang-undangan”.
Sedangkan Pasal 1 angka 6 Undang-Undang No.32 Tahun
2004 disebutkan juga yang dimaksud dengan daerah otonom
adalah
“kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas
wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut
prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem
Negara Kesatuan Republik Indonesia.”
Dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan
bahwa otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban
daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia tidak dapat
dipisahkan dengan adanya asas desentralisasi. Dimana dalam UU
No.32 tahun 2004 Pasal 1 ayat (7) menjelaskan tentang
desentralisasi yang artinya adalah
“penyerahan wewenang pemerintah oleh pemerintah kepada
daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik
Indonesia”.
Kebijakan desentralisasi bertujuan dalam rangka efisiensi
alokasi arus barang publik ke daerah serta mendekatkan pelayanan
kepada masyarakat local guna mendorong demokratisasi yaitu
mengakomodasi aspirasi dan partisipasi masyarakat daerah.
Desentralisasi digunakan Pemerintah guna lebih mendekatkan diri
dengan masyarakat, sebagaimana disebutkan dalam jurnal
Michiels S. De Vries, The rise and fall of decentralization: A
comparative analysis of arguments and practices in European
countries yaitu:
Decentralization is a means for overcoming the limitations
of centrally controlled nation planning by delegating
greater authority to officials working in the field, closer to
the problems. It can cut through red tape and may increase
officials’ knowledge of and sensitivity to local problems; it
may result in better penetration of national policies to
remote local communities, greater representation for
various religious, ethnic and tribal groups in the policy
process, and greater administrative capability at the local
level. It can provide a structure in which local project can
be coordinated, it can enhance civic participation, and it
may neutralize entrenched local elites, who are often
unsympathetic to national development policies. It may
result in a flexible, innovative and creative administration,
it is more effective in its implementation, because of
simplified monitoring and evaluation, it can increase
political stability and national unity and it reduces
diseconomies of scale: it is more efficient. (Michiels S. De
Vries.2000.Vol. 38 Issue 2 Hal. 197).
b. Tujuan Otonomi Daerah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
Sistem otonomi daerah digunakan karena adanya tuntutan
dari masyarakat karena dengan otonomi daerah pemerintah daerah
jauh lebih mengerti tentang keadaan ekonomi, sosial, budaya
daerahnya, untuk itu tujuan dari pemberian otonomi daerah
adalah :
1) peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat
yang semakin membaik.
2) pengembangan kehidupan demokrasi.
3) distribusi pelayaan publik yang semakin membaik,
merata, dan adil.
4) penghormatan terhadap budaya lokal.
5) perhatian atas potensi dan keanekaragaman daerah
(Sarundajang, 2005:80).
Dapat disimpulkan bahwa otonomi daerah bertujuan untuk
pembangunan yang meliputi segala aspek kehidupan. Adanya
otonomi daerah diharapkan sebagai salah satu cara suatu daerah
mampu dan merasa berkewajiban melancarkan pembangunan
dengan penuh tanggung jawab agar tercipta masyarakat yang adil
dan makmur.
Tujuan pemberian otonomi daerah harus memenuhi empat
aspek yaitu :
1) Dari segi politik
Untuk mengikutsertakan, menyalurkan inspirasi dan
aspirasi masyarakat, baik untuk kepentingan daerah
sendiri, maupun untuk mendukung politik dan
kebijaksanaan nasional dalam rangka pembangunan
dalam proses demokrasi di lapisan bawah.
2) Dari segi manajemen pemerintahan
Untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna
penyelenggaraan pemerintahan, terutama dalam
memberikan penyelenggaraan pemerintahan, terutama
dalam memberikan pelayanan terhadap masyarakat
dengan memperluas jenis-jenis pelayanan dalam
berbagai bidang kebutuhan masyarakat.
3) Dari segi kemasyarakatan
Untuk meningkatkan partisipasi serta menumbuhkan
kemandirian masyarakat, dengan melakukan usaha
pemberdayaan (empowerment) masyarakat, sehingga
masyarakat makin mandiri, dan tidak terlalu banyak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
tergantung pada pemberian pemerintah serta memiliki
daya saing yang kuat dalam proses penumbuhannya.
4) Dari segi ekonomi pembangunan
Untuk melancarkan pelaksanaan program pembangunan
guna tercapainya kesejahteraan rakyat yang makin
meningkat
(Sarundajang, 2005: 82)
c. Prinsip-Prinsip Otonomi Daerah
Untuk dapat mencapai tujuan dari otonomi maka dalam
pelaksanaan otonomi daerah haruslah berdasarkan prinsip-prinsip
pertimbangan, perhitungan tindakan, dan kebijaksanaan yang
dapat menjamin bahwa daerah mampu mengurus rumah
tangganya sendiri. Dalam Penjelasan Umum Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah pada angka
1, huruf b disana dijelaskan tentang prinsip-prinsip otonomi
daerah yaitu:
1) Prinsip otonomi seluas-luasnya
Dalam arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan
mengatur semua urusan pemerintahan diluar yang menjadi
urusan pemerintahan yang ditetapkan dalam Undang-Undang
ini.
2) Prinsip otonomi nyata
Dalam arti suatu prinsip bahwa untuk menangani urusan
pemerintahan dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang dan
kewajiban yang senyatanya telah ada dan berpotensi untuk
tumbuh, hidup dan berkembang sesuai dengan potensi dan
kekhasan daerah.
3) Prinsip otonomi yang bertanggung jawab
Dalam penyelenggaraan otonomi daerah harus benar-benar
sejalan dengan tujuan dan maksud pemberian otonomi, yang
pada dasarnya untuk memberdayakan daerah termasuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat yang merupakan bagian
utama dari tujuan nasional.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
Pemberian otonomi kepada daerah berorientasi pada
pembangunan, yaitu pembangunan yang meliputi semua segi
kehidupan dan penghidupan daerah diharapkan mampu dan
berkewajiban melancarkan pembangunan dengan penuh tanggung
jawab untuk menciptakan masyarakat yang adil dan makmur, baik
materiil maupun spiritual. Adapun urusan pemerintahan daerah
untuk kabupaten/kota disebutkan dalam Pasal 14 Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah sebagai
berikut :
(1) Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan
daerah untuk kabupaten/kota merupakan urusan yang
berskala kabupaten/kota meliputi:
1. perencanaan dan pengendalian pembangunan;
2. perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata
ruang;
3. penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman
masyarakat;
4. penyediaan sarana dan prasarana umum;
5. penanganan bidang kesehatan;
6. penyelenggaraan pendidikan;
7. penanggulangan masalah sosial;
8. pelayanan bidang ketenagakerjaan;
9. fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil dan
menengah;
10. pengendalian lingkungan hidup;
11. pelayanan pertanahan;
12. pelayanan kependudukan, dan catatan sipil;
13. pelayanan administrasi umum pemerintahan;
14. pelayanan administrasi penanaman modal;
15. penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya; dan
16. urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh
peraturan perundang-undangan.
(2) Urusan pemerintahan kabupaten/kota yang bersifat
pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata
ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan
potensi unggulan daerah yang bersangkutan.
d. Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Layak (AAUPL)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
Asas Umum Penyelenggaraan Negara atau sering disebut
dengan Asas-Asas umum pemerintahan yang Layak (good
governance) adalah asas-asas hukum tidak tertulis dimana untuk
keadaan tertentu dapat ditarik aturan-aturan hukum yang dapat
diterapkan (Ridwan HR,2006:250). Asas-asas umum
pemerintahan yang layak pertama kali ada ketika jaman
penjajahan Belanda, asas-asas ini timbul karena adanya
kekhawatiran dari kalangan warga negara dengan adanya tindakan
sewenang-wenang pemerintah yang dapat merenggut hak asasi
warga negara.
Asas-Asas umum Pemerintahan yang layak berfungsi
sebagai pegangan bagi pejabat administrasi Negara dalam
menjalankan fungsinya, merupakan alat uji bagi hakim
administrasi dalam menilai tindakan administrasi (yang berwujud
penetapan/beschikking) dan sebagai dasar pengajuan gugatan bagi
pihak penggugat (Ridwan HR,2006:247).
Asas-asas umum penyelenggaran negara dalam Pasal 20
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 antara lain :
1) asas kepastian hukum;
2) asas tertib penyelenggaraan negara;
3) asas kepentingan umum;
4) asas keterbukaan;
5) asas proporsionalitas;
6) asas profesionalisme;
7) asas akuntabilitas;
8) asas efisiensi; dan
9) asas efektifitas.
Dalam perkembanganya, Asas-Asas Umum Pemerintahan
yang Layak (AAUPL) ini memiliki arti yang sangat penting
karena dapat berfungsi sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
1) Bagi administrasi negara, AAUPL ini bermanfaat
sebagi pedoman dalam melakukan penafsiran dan
penerapan terhadap ketentuan-ketentuan perundang-
undangan yang bersifat samar atau tidak jelas. Selain
itu, sekaligus membatasi dan menghindari
kemungkinan administrasi negara menggunakan freles
ermessen/ melakukan kebijaksanaan yang jauh
menyimpang dari ketentuan perundang-undangan.
2) Bagi warga masyarakat, AAUPL dapat digunakan
sebagai dasar dalam mencari keadilan.
3) Bagi hakim TUN, dapat dipergunakan sebagai alat
menguji dan membatalkan keputusan yang dikeluarkan
badan atau pejabat TUN.
4) Bagi badan legislatif, AAUPL dapat dijadikan pedoman
dalam merancang suatu undang-undang (Ridwan HR,
2006;252).
3. Tinjauan Umum Tentang Kebijakan
a. Pengertian Kebijakan
Dari berbagai kepustakaan dapat diungkapkan bahwa
kebijakan publik dalam kepustakaan Internasional disebut
sebagai public policy.
“Public policy yaitu suatu aturan yang mengatur kehidupan
bersama yang harus ditaati dan berlaku mengikat seluruh
warganya. Setiap pelanggaran akan diberi sanksi sesuai
dengan bobot pelanggarannya yang dilakukan dan sanksi
dijatuhkan didepan masyarakat oleh lembaga yang
mempunyai tugas menjatuhkan sanksi” (Nugroho R., 2004;
1-7).
Menurut S. Zainal Abidin (dalam Syahrin Naihsy 2006:18)
kebijakan publik adalah regulasi yang berkaitan dengan umum
atau semua orang secara luas dan tidak hanya untuk kalangan
terbatas saja yang mempunyai sifat memaksa untuk dipatuhi
(Syahrin Naihsy,2006:18). Sedangkan menurut Thomas R. Dye
(dalam Hanif Nurcholis 2005;158)
“Kebijakan publik adalah segala sesuatu yang dikerjakan
atau tidak dikerjakan oleh pemerintah, mengapa suatu
kebijakan harus dilakukan dan apakah manfaat bagi
kehidupan bersama harus menjadi pertimbangan yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
holistik agar kebijakan tersebut mengandung manfaat yang
besar bagi warganya dan berdampak kecil dan sebaiknya
tidak menimbulkan persoalan yang merugikan, walaupun
demikian pasti ada yang diuntungkan dan ada yang
dirugikan, disinilah letaknya pemerintah harus bijaksana
dalam menetapkan suatu kebijakan” (Hanif
Nurcholis,2005:158)
Berdasarkan definisi-definisi di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa kebijakan publik adalah aturan yang
dikeluarkan pemerintah mengatur kehidupan bersama yang
harus ditaati dan berlaku mengikat seluruh warganya yang
mempunyai sifat memaksa untuk dipatuhi yang bertujuan untuk
mengatur kehidupan dan bermanfaat bagi bersama.
b. Pembuatan Kebijakan
Dalam membuat suatu kebijakan supaya dapat mencapai
sasaran dan dapat bermanfaat bagi masyarakat dan pemerintah
sendiri maka suatu kebijakan harus didahului dengan
perencanaan terlebih dahulu. Perencanaan kebijakan publik
merupakan proses untuk menentukan dan mengatur persoalan-
persoalan publik dalam rangka mencapai kesehjateraan bersama.
Untuk membuat perencanaan kebijakan publik yang baik,
matang, dan terarah maka perlu diketahui karakter kebijakan
yang baik. Karakter kebijakan publik yang baik Menurut Badjuri
dan Yuwono (dalam Hanif Nurcholis; 2005:160) adalah :
1) Merupakan respon yang positif terhadap dan pro aktif
terhadap kepentingan publik;
2) Merupakan hasil dari konsultasi publik, debat publik,
atau analisis yang mendalam, rasional, dan ditujukan
untuk kepentingan umum;
3) Merupakan hasil dari manajemen partisipatif yang tetap
membuka diri terhadap masukan dan input sepanjang
belum ditetapkan sebagai kebijakan;
4) Akan menghasilkan rencana kebijakan yang mudah
dipahami, mudah dilakukan, mudah dievaluasi,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
indikatornya jelas sehingga mekanisme akutabilitasnya
mudah pula;
5) Merupakan produk pemikiran yang panjang yang telah
mempertimbangkan berbagai hal yang
mempengaruhinya dan;
6) Merupakan perencanaan yang bervisi ke depan dan
berdimensi luas yang tidak diabdikan untuk kepentingan
sesaat semata-mata.
William Dunn (dalam Waluyo, 2005) mengemukakan
proses pembuatan kebijakan divisualisasikan sebagai
serangkaian tahap yang saling bergantung menurut urutan
waktu:
1) Pertama : Penyusunan agenda, para pejabat yang
dipilih dan diangkat menempatkan masalah pada
agenda publik;
2) Kedua : Formulasi kebijakan, para pejabat merumuskan
alternatif kebijakan untuk mengatisipasi masalah;
3) Ketiga : Adopsi kebijakan, alternatif kebijakan yang
diadopsi dengan dukungan dari mayoritas legislatif,
konsensus diantara direktur lembaga atau keputusan
peradilan;
4) Keempat : Implementasi kebijakan, kebijakan
dilaksanakan oleh unit-unit administrasi yang
memobilisasikan sumber daya finansial dan manusia;
dan
5) Kelima : Penilaian kebijakan, untuk pemeriksaan dan
akuntansi dalam pemerintahan menentukan apabila
badan-badan eksekutif, legislatif, dan badan peradilan
memenuhi persyaratan seperti yang ditentukan oleh
undang-undang dalam pembuatan kebijakan dan
pencapaian tujuan.
c. Bentuk Bentuk Kebijakan Publik
Kebijakan publik dapat dibedakan dalam beberapa bentuk,
antara lain :
1) Berupa aturan atau ketentuan yang mengatur kehidupan
masyarakat (regulasi).
Undang-Undang, Peraturan Pemerintah dan Keputusan
Presiden juga Peraturan Daerah dapat digolongkan dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
bentuk ini. Sebagai aturan yang mengatur tata kehidupan
masyarakat, kebijakan dapat berubah mengikuti perubahan
masyarakat dan sasaran-sasaran yang hendak dicapai pada
suatu waktu.
Namun demikian, pada saat ini ada kecenderungan dan
tuntutan masyarakat untuk mengurangi campur tangan
pemerintah secara langsung dengan lebih banyak melibatkan
pihak swasta dalam pelayanan masyarakat. Pertimbangan
untuk efisiensi bagi pihak pemerintah di samping tentu saja
kemampuan pihak swasta yang lebih besar. Efisien karena
pemerintah tidak perlu mengeluarkan biaya tenaga kerja,
pemeliharaan gedung dan sebagainya. Tentunya biaya
termaksud dapat dipergunakan untuk keperluan pembiayaan
lain.
2) Distribusi atau alokasi sumber daya
Kebijakan yang pada awalnya dimaksudkan untuk
membantu golongan ekonomi lemah, pada perkembangannya
menjadi kebijakan yang ditujukan untuk mengimbangi
berbagai kesenjangan antar golongan dan daerah dalam suatu
negara. Kesenjangan yang disebabkan oleh pembangunan
dimana daerah tertinggal makin tertinggal apabila tidak ada
kebijakan khusus dalam hal distribusi dan alokasi sumber
daya atau fasilitas.
3) Redistribusi atau relokasi
Kebijakan ini merupakan usaha perbaikan sebagai akibat
dari kesalahan kebijakan industri sebelumnya. Sasarannya
pada pemerataan ekonomi dalam masyarakat. Untuk itu
kegiatan ekonomi golongan maju lebih sedikit dibebani untuk
memberi fasilitas berkembang bagi yang lemah.
4) Pembekalan atau pemberdayaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
Pembekalan atau pemberdayaan ini dimaksudkan sebagai
modal atau melengkapi masyarakat dengan sarana-sarana
yang perlu agar dapat berdiri sendiri dengan tujuan untuk
pemerataan. Namun pemerataan di sini lebih pada
pemerataan kemampuan agar dapat berkembang sendiri.
Sebagai contoh adalah pemberian kredit tanpa bunga.
5) Etika
Aturan-aturan moral berdasarkan kaidah yang berlaku,
baik berupa aturan agama ataupun adat yang dapat dijadikan
arahan atau pedoman bagi tindakan pemerintah. Kebijakan
pemerintah untuk memperlakukan aturan-aturan tersebut
merupakan kebijakan pelaksanaan.
Satu hal yang patut diingat oleh pembuat kebijakan adalah
bahwa apabila kebijakan yang dikeluarkan tidak sesuai
bahkan bertentangan dengan nilai-nilai yang ada atau
diterima dalam masyarakat. Maka dapat dipastikan bahwa
kebijakan tersebut akan mengalami berbagai kesulitan dalam
pelaksanaanya.
d. Sukses dan Gagalnya Pelaksanaan Kebijakan
Semua kebijakan yang ditetapkan diharapkan sukses
dalam pelaksanaannya, Namun tidak dapat dipungkiri dalam
kenyataannya banyak kebijakan yang gagal dilaksanakan.
Sukses tidaknya implementasi kebijakan dipengaruhi oleh
kondisi-kondisi sebagai berikut :
1) Dukungan dan penolakan dari lembaga eksternal. Jika
lembaga eksternal mendukung maka pelaksanaan
kebijakan akan berhasil, sebaliknya jika menolak maka
kebijakan akan gagal, oleh karena itu harus ada
penyamaan visi dan persepsi dalam pengambilan
kebijakan;
2) Ketersediaan waktu dan sumber daya yang cukup;
3) Dukungan dari berbagai sumber daya yang ada. Makin
tinggi dukungan makin tinggi tingkat kesuksesanya;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
4) Kemampuan pelaksanaan kebijakan menganalisis
kausalitas persoalan yang timbul dari pelaksanaan
kebijakan. Makin mampu para pelaksana kebijakan
menganalisis kausalitas antara satu kegiatan dengan
kegiatan lain atau antara satu kegiatan dengan
dampaknya akan makin tinggi tingkat keberhasilannya;
dan
5) Kepatuhan para pelaksana kebijakan terhadap
kesepakatan dan tujuan yang telah ditetapkan dalam
koordinasi.(Hanif Nurcholis, 2005:165)
Meskipun Kebijakan pemerintah daerah sudah dirancang
dan direncana sedemikian rupa agar dapat mensejahterakan
rakyatnya tapi masih juga terdapat kemungkinan gagal dalam
pelaksanaan kebijakannya. Hal-hal yang membuat pelaksanaan
kebijakan gagal antara lain:
1) Kebijakan yang dibuat spesifikasinya tidak lengkap.
Maksudnya kebijakan yang dibuat tidak dirinci
spesifikasinya secara lengkap, akibatnya para pelaksana
bingung dan membuat penafsiran sendiri-sendiri;
2) Instansi yang ditunjuk untuk melaksanakan kebijakan
tidak cocok;
3) Ada tujuan yang saling berlawanan. Tidak semua
instansi dalam pemerintahan mempunyai tujuan searah;
4) Insentif tidak memadai. Maksudnya para pelaksana
kebijakan merasa bahwa upah tambahan untuk
melaksanakan kebijakan tidak seimbang dengan jerih
payah;
5) Ketidakjelasan arah antara antara kebijakan dasar dengan
kebijakan implementasinya;
6) Keterbatasan keahlian. Para pelaksana kebijakan harus
mempunyai keahlian tertentu;
7) Sumber daya administrasi terbatas ;dan
8) Kegagalan komunikasi. Hal ini dipengaruhi kondisi-
kondisi yang menyertainya. (Hanif Nurcholis, 2005 :
165-166)
4. Tinjauan Mengenai Pedagang Kaki Lima (PKL)
a. Pengertian PKL
Istilah kaki lima berasal dari masa penjajahan kolonial
Belanda. Peraturan pemerintahan waktu itu menetapkan bahwa
setiap jalan raya yang dibangun hendaknya menyediakan sarana
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
untuk pejalanan kaki. Lebar ruas untuk pejalan adalah lima kaki
atau sekitar satu setengah meter. Ternyata sekian puluh tahun
setelah itu, saat Indonesia sudah merdeka, ruas jalan untuk pejalan
kaki banyak dimanfaatkan oleh para pedagang untuk berjual.
Pasal 1 Ayat 1 Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 41
Tahun 2012 Tentang Pedoman Penataan dan Pemberdayaan
Pedagang Kaki Lima menyebutkan :
“Pedagang Kaki Lima adalah pelaku usaha yang melakukan usaha
perdagangan dengan menggunakan sarana usaha bergerak
maupun tidak bergerak, menggunakan prasarana kota, fasilitas
sosial, fasilitas umum, lahan dan bangunan milik pemerintah
dan/atau swasta yang bersifat sementara/tidak menetap.”
Sedangkan Pasal 1 Ayat 8 Peraturan Daerah Kota Surakarta
Nomor 3 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Pedagang Kaki Lima
pengertian dari Pedagang Kaki Lima (PKL) adalah
“pedagang yang menjalankan kegiatan usaha dagang dan jasa non
formal dalam jangka waktu tertentu dengan mempergunakan
lahan fasilitas umum yang ditentukan oleh Pemerintah Daerah
sebagai tempat usahanya, baik dengan menggunakan sarana atau
perlengkapan yang mudah dipindahkan, dan/atau dibongkar
pasang”.
Menurut Kartini Kartono, dkk (dalam Maria Madalina,
2005). definisi pedagang kaki lima adalah :
1) Pada umumnya dapat dikatakan PKL berkecimpung
dalam usaha yang disebut sektor informal;
2) Perkataan “kaki lima” memberikan pengertian bahwa
pada umumnya mereka menjual barang dagangannya
pada gelaran tikar di pinggir jalan atau di muka
pertokoan yang dianggap strategis;
3) PKL pada umumnya memperdagangkan bahan
makanan, minuman dan barang komsumsi lainnya yang
dijual secara eceran;
4) Para PKL umumnya bermodal kecil bahkan ada yang
hanya merupakan alat bagi pemilik modal dengan
mendapatkan komisi;
5) Pada umumnya kuantitas barang yang diperdagangkan
oleh PKL itu relatif rendah;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
6) Kualitas barang-barang dagangan PKL itu tidak
seberapa;
7) Kasus dimana PKL berhasil secara ekonomis sehingga
akhirnya dapat menaiki tangga dalam jenjang pedagang
yang sukses agak langka;
8) Pada umumnya usaha PKL merupakan usaha yang
melibatkan struktur anggota keluarga;
9) Tawar-menawar antara pedagang dengan pembeli
merupakan ciri khas dalam usaha PKL;
10) Ada PKL yang melaksanakan pekerjaan secara
musiman, sering terlihat dagangannya juga berganti-
ganti; dan
11) Mengingat faktor kepentingan, maka pertentangan
antara kelompok PKL itu merupakan kelompok yang
sulit bersatu dalam bidang ekonomi walaupun perasaan
setia kawan diantara mereka sangat kuat (Maria
Madalina,2005:25)
Melihat dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan
bahwa pedagang kaki lima adalah kegiatan usaha disektor
informal yang berada dipinggir jalan atau dimuka pertokoan yang
umumnya menjual makanan dan minuman yang sarana atau
perlengkapanya mudah dibongkar pasang/ knock down.
“Pada masa sekarang ini, keberadaan pedagang kaki lima
diperumpamakan sebagai pisau bermata dua, sebagai sektor
informal pedagang kaki lima mampu menjadi pengaman
ekonomi saat terjadi krisis ekonomi. Dimana pedagang kaki
lima mampu bertahan dan menampung korban-korban
pemutusan hubungan kerja (PHK), sehingga rasa frustasi
akibat kehilangan pekerjaan/mata pencaharian dapat
terobati. Roda perekonomian nasional hampir terhenti/lesu,
namun pedagang kaki lima mampu mengerakannnya. Disisi
lain keberadaan pedagang kaki lima yang tidak terkendali
menjadi beruang bagi kelangsungan hidup Pemerintah kota
sendiri. Karena keberadaan pedagang kaki lima yang hanya
melibatkan kepentingan sesaat dan pribadi telah bertabrakan
dengan kebijakan pemerintah Kota dalam melindungi
kepentingan umum/banyak pihak” (Yetty Sarjono,
2005:144-145)
b. Ciri-ciri PKL
Para pedagang kaki lima umumnya mempunyai corak yang
berbeda-beda dan sangat beragam jenisnya sehingga sangat sulit
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
menggambarkanya. Menurut Pendapat Wirosardjono PKL
mempunyai ciri-ciri :
1) Pola kegiatanya tidak teratur, dalam artian baik waktu,
permodalan maupun penerimaanya;
2) Tidak tersentuh oleh peraturan atau ketentuan yang ditetapkan
oleh pemerintah;
3) Modal peralatan dan perlengkapan maupun omzet biasanya
kecil dan diusahakan atas dasar hitungan harian;
4) Umumnya tidak mempunyai tempat usaha lain yang besar,
umumnya dilakukan oleh dan melayani golongan masyarakat
yang berpendapatan rendah;
5) Tidak membutuhkan keahlian dan ketrampilan yang khusus;
6) Umumnya setiap satuan usaha mempekerjakan tenaga yang
sedikit dan dari lingkungan keluarga, kenalan atau berasal dari
daerah yang sama;dan
7) Tidak mengenal sistem perbankan, pembukuan, perkreditan
dan lain sebagainya. (dalam Waluyo, 2008:78)
Pedagang kaki lima sebagai sub sektor informal adalah
salah satu pekerjaan yang paling nyata dan penting dari
kebanyakan kota di Afrika, Timur Tengah, Amerika Latin dan
Asia. Pedagang kaki lima menempati urutan teratas dalam
mendominasi kesempatan kerja di dalam sektor informal.
“We argue that the poor in developing countries work in the
informal sector to generate supplementary income when the
government cannot tax enough from the richer to generate
subsidies for the poor”.( Journal Law Economy of 2011:70)
Terjemahannya adalah sebagai berikut:
Kami berpendapat bahwa kaum miskin di negara-negara
berkembang bekerja di sektor informal untuk menghasilkan
pendapatan tambahan ketika pemerintah tidak bisa memungut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
pajak yang cukup dari orang kaya untuk menghasilkan subsidi
bagi masyarakat miskin.
Aktivitas-aktivitas sektor informal tidak terbatas pada
pekerjaan-pekerjaan di pinggiran kota-kota besar, tetapi bahkan
juga meliputi berbagai aktivitas ekonomi. ciri-ciri sektor informal
adalah :
1) Kegiatan usahanya tidak terorganisir secara baik,
karena unit usaha timbul tanpa menggunakan fasilitas
atau kelembagaan yang tersedia disektor informal;
2) Pada umumnya kegiatan usaha tidak mempunyai ijin
usaha;
3) Pola kegiatan usaha tidak teratur dengan baik dalam arti
lokasi maupun jam kerja;
4) Pada umumnya kebijaksanaan pemerintah untuk
membantu golongan ekonomi lemah tidak sampai
sektor ini;
5) Unit usaha berganti-ganti dari satu sub sektor ke sub
sektor yang lainnya;
6) Teknologi yang dipergunakan tradisonal;
7) Modal dan perputaran usahanya relatif kecil, sehingga
skala operasionalnya juga kecil;
8) Untuk menjalankan usaha tidak diperlukan pendidikan
formal,sebagian besar hanya diperoleh dari pengalaman
sambil kerja;
9) Pada umumnya unit usaha termasuk “one man
enterprise” dan kalaupun pekerja biasanya berasal dari
keluarga sendiri;dan
10) Hasil produksi atau jasa terutama dikomsumsi
masyarakat berpenghasilan menengah kebawah (Maria
Madalina,2005:27)
Seiring dengan mulai bangkitnya pembangunan pusat-pusat
perekonomian di Kota Surakarta, sektor informalpun (termasuk
didalamnya pedagang kaki lima) turut mengalami perkembangan.
Tanpa disadari sektor informal adalah salah satu potensi ekonomi
kota yang dapat menunjang pembangunan daerah Kota Surakarta.
Melihat perkembangan sektor informal tersebut maka untuk
melindungi, memperdayakan, mengendalikan dan membina
kepentingan Pedagang Kaki Lima (PKL) dalam melakukan usaha
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
agar berdaya guna serta dapat meningkatkan kesejahteraannya
serta untuk melindungi hak-hak pihak lain/kepentingan umum di
Kota Surakarta maka ditetapkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor
3 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Pedagang Kaki Lima (PKL).
Ruang lingkup Peraturan Daerah ini adalah semua kebijakan
Pemerintah Daerah dalam rangka penataan, pemberdayaan dan
pengawasan serta penertiban PKL yang bertujuan untuk
meningkatkan kesehjateraan PKL, menjaga keteriban umum dan
kebersihan lingkungan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
2. KERANGKA PEMIKIRAN
Keterangan :
Keberadaan PKL nyatanya menimbulkan menimbulkan berbagai
masalah lingkungan dan sosial seperti menggangu kebersihan,
keindahan, keamanan dan ketertiban. Dengan adanya otonomi daerah
Permasalahan terkait keberadaan Pedagang Kaki Lima
Satpol PP
Pengelolaan,
Pembinaan, Penataan
Dinas Pengelolaan Pasar
Sesuai Harapan Adanya Hambatan
Mengeluarkan Kebijakan
Berupa Peraturan Daerah
Upaya Mengatasi
Pelaksanaan
Menjadi urusan Pemerintah
Daerah dalam Penyelenggaraan
Pemerintahan
Penertiban
Pengawasan
Keberadaan PKL
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
maka pemerintah daerah Kota Surakarta memiliki wewenang untuk
mengelola dan menanggulangi permasalahan dalam penyelenggaraan
pemerintahannya tersebut berdasarkan potensi dan kemampuan yang
dimiliki.
Untuk itu pemerintah daerah Kota Surakarta mengeluarkan
kebijakan berupa Peraturan Daerah (Perda) Kota Surakarta Nomor 3
Tahun 2008 tentang Pengelolaan Pedagang Kaki Lima. Yang bertujuan
untuk melindungi dan juga untuk mengelola, memberdayakan,
mengendalikan dan menata Pedagang Kaki Lima (PKL) dalam
melakukan usaha agar berdaya guna serta dapat meningkatkan
kesejahteraannya serta dapat melindungi hak-hak pihak lain dan atau
kepentingan umum di Kota Surakarta sehingga keberadaan dari para
Pedagang Kaki Lima tersebut dapat memberi kepastian usaha bagi
setiap Pedagang Kaki Lima. Dengan ditetapkannya peraturan daerah
tersebut maka diharapkan pelaksanaannya dapat berjalan dengan lancar
dan baik oleh para pihak yang terkait agar apa yang menjadi tujuan
pembuatan peraturan tersebut dapat tercapai. Tapi ternyata, pelaksaanan
Peraturan itu juga tidak mudah dan banyak hambatan yang harus
dihadapi. Berdasarkan hal-hal tersebut maka penulis tertarik untuk
menulis mengenai pelaksanaan peraturan daerah Kota Surakarta yang
terkait dengan Pedagang Kaki Lima (PKL).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Obyek Penelitian
1. Kondisi Geografis Kota Surakarta
Kota Surakarta merupakan salah satu kota besar di Jawa Tengah yang
menunjang kota-kota lainnya seperti Semarang maupun Yogyakarta. Kota
Surakarta atau lebih dikenal dengan Kota Solo terletak di dataran rendah
dengan ketinggian kurang lebih 92 meter diatas permukaan air laut, yang
berarti lebih rendah atau hampir sama tingginya dengan permukaan sungai
Bengawan Solo. Selain Bengawan Solo dilalui juga beberapa sungai, yaitu
Kali Pepe, Kali Anyar dan Kali Jenes yang semuanya bermuara di
Bengawan Solo. Kota Surakarta merupakan salah satu kota yang terdapat di
Wilayah Propinsi Jawa Tengah. Terletak antara 1100 45’ 15’’ BT – 1100
45’ 35’’ BT, antara 700 36 LS. Secara administrasi batas-batas Kota
Surakarta adalah sebagai berikut :
a. Sebelah Utara : Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Boyolali.
b. Sebelah Utara : Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Sukoharjo.
c. Sebelah Selatan : Kabupaten Sukoharjo.
d. Sebelah Barat : Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Sukoharjo.
Kota Surakarta mempunyai wilayah dengan luas 4.404,0593 Ha yang
terdiri dari 5 (lima) Kecamatan yaitu :kecamatan Laweyan, Kecamatan
Serengan, Kecamatan Pasar Kliwon, Kecamatan Jebres dan Kecamatan
Banjarsasi, terdiri dari 51 (lima puluh satu) Kelurahan Rukun Warga
sebanyak 601 Rukun Warga (RW) dan sejumlah 2.705 Rukun Tetangga
(RT). Wilayah Kota Surakarta didiami oleh lebih dari 500.000 jiwa, dengan
tingkat kepadatan penduduk 12.177 per km. ( www. Kota Surakarta.co.id)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
Tabel 1
Keadaan Penduduk Wilayah Kota Surakarta
No. Kecamatan Luas (km2) Jml. Penduduk Tingk. Kepadatan
1.
2.
3.
4.
5.
Laweyan
Serengan
Psr. Kliwon
Jebres
Banjarsari
8,638
3,194
4,815
12,562
14,811
10.178
62.112
82.784
123.492
158.558
11.776
19.446
17.185
10.212
10.705
Sumber : www.SurakartaKota.bps.go.id
Berdasarkan tabel tersebut, jika dilihat dari tingkat kepadatan
penduduk dari masing-masing kecamatan di wilayah Kota Surakarta, maka
terlihat bahwa Kecamatan Banjarsari memiliki jumlah penduduk yang
paling besar. Pemerintah Kota Surakarta terdiri dari 5 (lima) kecamatan
yang dibagi dalam 51 (lima puluh satu) kelurahan, 562 Rukun Warga (RW),
dan 2.515 Rukun Tetangga (RT).
3. Visi, Misi Kota Surakarta
Visi Kota Surakarta sebagaimana yang tercantum dalam Peraturan
Daerah Kota Surakarta Nomor: 2 Tahun 2010 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kota Surakarta Tahun 2005 – 2025
adalah “Surakarta Kota Budaya, Mandiri, Maju, dan Sejahtera”. Untuk
mewujudkan Visi Kota Surakarta dimasa depan, ditetapkan misi sebagai
berikut :
a. Mewujudkan Sumber Daya Manusia yang berkualitas
Sumber daya manusia yang berkualitas ditandai antara lain dengan
semakin tingginya rata-rata tingkat pendidikan dan derajat kesehatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
masyarakat, semakin tingginya kemampuan dan penguasaan ilmu
pengetahuan dan teknologi, serta berdaya saing tinggi yang dilandasi
oleh semakin tingginya nilai-nilai moralitas masyarakat sebagai cermin
masyarakat berbudaya dan berakhlaq mulia sesuai nilai-nilai falsafah
Pancasila yang berlandaskan kepada keimanan dan ketaqwaan kepada
Tuhan Yang Maha Esa.
b. Mewujudkan Peningkatan Kualitas Pelayanan Umum
Peran dan fungsi pemerintahan daerah adalah meningkatkan mutu
pelayanan umum di berbagai aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara. Tingginya kualitas pelayanan umum dapat dinilai
berdasarkan indikator-indikator kinerja antara lain seperti akuntabilitas,
responsibilitas, transparansi, efisiensi dan efektivitas pelayanan dan lain
sebagainya, yang kesemuanya berorientasi kepada kebutuhan masyarakat
yang dilayani.
c. Mewujudkan Keamanan dan Ketertiban
Keamanan dan ketertiban sangat menentukan keberhasilan
pembangunan di segala bidang. Indikator semakin mantapnya tingkat
keamanan dan ketertiban antara lain ditandai dengan semakin menurun
dan terkendalinya tingkat gangguan keamanan dan ketertiban
masyarakat; meningkatkan kesiapsiagaan, kewaspadaan masyarakat
maupun aparat keamanan dan ketertiban masyarakat di dalam
mengantisipasi berbagai kemungkinan tindak kejahatan dan kriminalitas;
semakin meningkatnya kesadaran dan kepatuhan hukum, kehidupan
berpolitik masyarakat dalam rangka mendukung terciptanya keamanan
dan ketertiban dan meningkatnya ketahanan masyarakat terhadap
berbagai ancaman kejahatan dan kriminalitas.
d. Mewujudkan Perekonomian Daerah yang Mantap
Perekonomian daerah yang mantap sangat menentukan
keberhasilan pembangunan daerah. Perekonomian daerah yang mantap
ditandai dengan semakin meningkatnya pertumbuhan ekonomi dan
pendapatan perkapita serta membaiknya struktur perekonomian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
masyarakat. Semakin maju dan berkembangnya Usaha Mikro Kecil dan
Menengah (UMKM) dan Koperasi sebagai soko guru perekonomian
daerah; serta semakin berkembangnya berbagai lembaga penunjang
perekonomian daerah.
e. Mewujudkan Lingkungan Hidup yang Baik dan Sehat
Lingkungan hidup yang baik dan sehat ditandai dengan semakin
meningkatnya ruang-ruang publik yang dipergunakan sesuai dengan
fungsinya atau peruntukannya; semakin tertatanya infrastruktur kota yang
berkarakter Surakarta (city branded); semakin terkendalinya pemanfaatan
ruang sesuai dengan Peraturan Daerah tentang Rencana Umum Tata
Ruang Kota (RUTRK); semakin meningkatnya pola pengembangan dan
pengelolaan persampahan kota; semakin meningkatnya pola
pengendalian terhadap pencemaran dan perusakan lingkungan; semakin
optimalnya program-program pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH);
meningkatnya kualitas lingkungan hidup yang baik dan sehat; semakin
optimalnya program pengembangan sistem informasi dan sistem
pendaftaran tanah; semakin menurunnya kasus-kasus sengketa atau
konflik-konflik masalah pertanahan.
f. Mewujudkan Perlindungan Sosial
Pembangunan daerah selain telah berhasil meningkatkan
kesejahteraan masyarakat harus senantiasa waspada terhadap timbulnya
ekses sosial semakin maraknya penyandang tuna sosial. Untuk itu proses
pembangunan harus dapat menjamin terciptanya perlindungan sosial bagi
seluruh warga masyarakat dengan melibatkan secara aktif pemberdayaan
masyarakat. Hal itu dilakukan dengan harapan dapat meningkatkan
ketahanan sosial masyarakat dalam menghadapi tantangan global dan
pengaruh perdagangan bebas yang sewaktu-waktu dapat mengintervensi
kepentingan dalam negeri.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
g. Mewujudkan ketersediaan sarana dan prasarana perkotaan yang cukup
dan berkualitas
Kebutuhan sarana dan prasarana serta fasilitas pelayanan publik
semakin meningkat seiring dengan perkembangan penduduk dan
kemajuan aktivitas sosial budaya dan ekonomi masyarakat. Untuk itu
diperlukan ketersediaan sarana prasarana perkotaan yang cukup yang
meliputi pemenuhan kebutuhan perumahan layak dan dapat terjangkau,
sarana prasarana lingkungan seperti sanitasi, ruang hijau, air bersih dan
persampahan, sarana telekomunikasi, sarana perhubungan dan
transportasi, sarana prasarana berkaitan dengan energi alternatif dan
tenaga listrik yang dibutuhkan masyarakat luas. (Peraturan Daerah Kota
Surakarta No. 12 Tahun 2010 Tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah Kota Surakarta Tahun 2010-2015)
4. Struktur Organisasi Dinas Pengelolaan Pasar
Dinas Pengelolaan Pasar merupakan unsur pelaksana otonomi daerah
di bidang Pengelolaan pasar, yang dipimpin oleh seorang Kepala Dinas
yang berada dibawah dan bertanggung jawab terhadap Walikota melalui
Sekretaris Daerah. Tugas dari Dinas tersebut adalah membantu Walikota
dalam melaksanakan urusan pemerintah di bidang pengelolaan pasar
berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan. Fungsi dari Dinas
Pengelolaan Pasar dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah :
a. Penyelenggaraan kesekretariatan dinas;
b. Penyusunan rencana program, pengendalian, evaluasi dan pelaporan;
c. perlindungan pasar;
d. Pengelolaan pendapatan pasar;
e. Pengelolaan kebersihan dan pemeliharaan pasar;
f. Pengawasan dan pembinaan pedagang pasar dan pedagang kaki lima;
g. Pengaturan los dan kios pasar;
h. Penyelenggaraan keamanan dan ketertiban pasar dan pedagang kaki lima;
i. Penyelenggaraan sosialisasi; dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
j. Pembinaan jabatan fungsional
Berdasarkan Pasal 31 Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 14
Tahun 2011 Tentang Perubahan Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 6
Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah, maka
susunan organisasi Dinas Pengelolaan Pasar Kota Surakarta terdiri dari :
a. Kepala;
b. Sekretariat, membawahkan :
1. Subbagian Perencanaan, Evaluasi dan Pelaporan;
2. Subbagian Keuangan;
3. Subbagian Umum dan Kepegawaian;
c. Bidang Pendapatan Pasar, membawahkan :
1. Seksi Pendataan dan Penetapan;
2. Seksi Penagihan dan Penerimaan;
3. Seksi Pembukuan.
d. Bidang Kebersihan dan Pemeliharaan Pasar, membawahkan :
1. Seksi Peralatan dan Kebersihan;
2. Seksi Pemeliharaan Fasilitas Pasar;
3. Seksi Pemeliharaan Bangunan Pasar.
e. Bidang Pengawasan dan Pembinaan, membawahkan :
1. Seksi Pemberdayaan dan Pembinaan Pedagang;
2. Seksi Keamanan dan Ketertiban;
3. Seksi Pengawasan Pedagang.
f. Bidang Pengelolaan Pedagang Kaki Lima, membawahkan :
1. Seksi Penataan dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima;
2. Seksi Pengendalian Pedagang Kaki Lima.
g. Kelompok Jabatan Fungsional.
Sekretariat dipimpin oleh seorang Sekertaris yang berada dibawah dan
bertanggung jawab kepada Kepala Dinas. Kemudian masing-masing bidang
di pimpin oleh seorang Kepala Bidang yang berada di bawah dan
bertanggung jawab kepada Kepala Dinas yang bersangkutan. Masing-
masing sub bagian dipimpin oleh seorang Kepala Sub Bagian yang berada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas. Seksi masing-
masing bidang dipimpin oleh seorang Kepala Seksi yang berada di bawah
dan bertanggung jawab kepada Kepala Bidang yang bersangkutan.
Sedangkan Kelompok Jabatan Fungsional dipimpin oleh seorang Tenaga
Fungsional Senior sebagai Ketua Kelompok dan bertanggung jawab kepada
Kepala Dinas. Gambaran dari susunan organisasi Dinas Pengelolaan Pasar
Kota Surakarta adalah sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
.
Gambar 3 Bagan susunan organisasi Dinas Pengelolaan Pasar
Sumber : Lampiran XV Peraturan Daerah No.6 Tahun 2008
Bidang
Pengelolaan
PKL
SubBagian
Umum dan
Kepegawaian
SubBagian
Keuangan
SubBagian
Perencanaan,
Evaluasi dan
Pelaporan
Sekretariat
Kepala
Bidang
Pengawasan
dan Pembinaan
Bidang
Kebersihan dan
Pemeliharaan
Pasar
Bidang
Pendapatan
Pasar
Seksi
Penagihan
dan
Penerimaan
Seksi Penataan
dan Kebersihan
Seksi
Pembukuan
Seksi
Pendataan
dan
Penetapan
Seksi
Pemeliharaan
Fasilitas Pasar
Seksi
Pemeliharaan
Bangunan Pasar
Seksi
Pemberdayaan
dan Pembinaan
Pedagang
Seksi Keamanan
dan Ketertiban
Seksi
Pengawasan
Pedagang
Seksi
Penataan dan
Pembinaan
PKL
Seksi
Pengendalian
PKL
Kelompok Jabatan
Fungsional
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
5. Karakteristik PKL di Kota Surakarta
Perkembangan aspek sosial ekonomi PKL tidak akan terlepas dari
perkembangan kota Surakarta secara keseluruhan, di bawah ini disajikan
data-data PKL yang berasal dari Dinas Pengelolaan Pasar Bidang
Pengelolaan PKL.
a. Jumlah PKL
Pada pendataan tahun 2005 oleh Kantor PKL, Jumlah PKL pada
tahun 2005 sebanyak 5.817 PKL yang juga tersebar di 5 (lima) wilayah
Kecamatan. Pada Tahun 2007 berdasarkan Buku Direktori PKL, jumlah
PKL di Kota Surakarta sebanyak 3.917 PKL tersebar di 5 wilayah
kecamatan. Di Kecamatan Banjarsari sebanyak 1.050 PKL, di Kecamatan
Jebres 1.172 PKL, di Kecamatan Laweyan 697 PKL, di Kecamatan Pasar
Kliwon 617 PKL dan di Kecamatan Serengan 381 PKL.
Dari data tersebut dapat diketahui bahwa tahun 2005 sampai 2007
terjadi penurunan jumlah PKL sebesar 32,66%. Penurunan jumlah
tersebut dikarenakan adanya penataan relokasi dan pembinaan yang
dilakukan oleh pihak kantor PKL.
Berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh Dinas Pengelolaan
Pasar Bidang Pengelolaan PKL Kota Surakarta pada tahun 2010 dapat
diketahui jumlah dan penyebaran PKL. Jumlah PKL yang berada di
jalan-jalan arteri dan kolektor di Kota Surakarta pada tahun 2010
sebanyak 2.104 PKL, tersebar di 5 wilayah Kecamatan. Sebagian besar
PKL berada di wilayah Kecamatan Jebres dan Banjarsari. Di Kecamatan
Banjarsari terdapat 521 PKL (24,76%) dan di Kecamatan Jebres 563
PKL (26,76%).
Jika dibandingkan dengan jumlah PKL pada tahun 2007, terlihat
penurunan jumlah PKL secara signifikan (menurun 46,28%). Penurunan
tersebut secara langsung maupun tidak langsung merupakan prestasi
Pemkot Surakarta dalam melakukan pembinaan dan penataan PKL
melalui program relokasi (dimasukkan ke dalam pasar tradisional, ke
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
dalam kantong-kantong PKL maupun berbagai lokasi lainnya),
penyuluhan, penertiban dan lain sebagainya.
Jumlah penyebaran PKL secara detail dapat dilihat pada tabel 2
Tabel 2
Jumlah PKL per Kecamatan di Kota Surakarta
Tahun 2010
No Kecamatan Jumlah %
1 Banjarsari 521 24.76
2 Jebres 563 26.76
3 Laweyan 499 23.72
4 Pasar Kliwon 280 13.41
5 Serengan 241 11.45
Total 2104 100
Sumber Dinas Pengelolaan Pasar 2010
b. Asal (KTP) PKL
Berdasarkan alamat PKL sebagaimana tercantum pada KTP,
sebagian besar PKL merupakan penduduk Kota Surakarta, yaitu
sebanyak 1.767 PKL atau 83,98 %. Namun demikian PKL yang berasal
dari luar kota jumlahnya juga cukup besar, yaitu 337 PKL atau 16,02 %
dari total PKL. Jika dikaitkan dengan jumlah penduduk kota Surakarta,
maka PKL menjadi penopang 2,84% keluarga di kota Surakarta (dengan
asumsi 1 keluarga terdiri dari 4 orang). Jika dikaitkan dengan jumlah
commuter (penglajo) dari luar kota ke dalam Kota Surakarta (menurut
informasi, jumlah penduduk Kota Surakarta di siang hari mencapai
sekitar 1,5 juta hingga 2 juta orang, sehingga jumlah commuter
diperkirakan 1 juta hingga 1,5 juta orang), maka proporsi PKL sebagai
commuter hanya 0,06%-0,09%.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
Tabel 3
Asal (KTP) PKL
No Asal (KTP) PKL Jumlah %
1 Kota Surakarta 1.767 83,98
2 Luar Kota Surakarta 337 16,02
Jumlah 3917 100.00
Sumber Dinas Pengelolaan Pasar 2010
c. Jenis Dagangan PKL
Makanan merupakan jenis dagangan yang dipilih sebagai komoditi
utama oleh sebagian besar PKL, jumlahnya mencapai 1.231 PKL atau
58,51%. Buah-buahan, rokok dan kelontong menempati urutan kedua,
meskipun proporsinya jauh lebih kecil yaitu berkisar 0,9-3 %.
Selain makanan, pakaian dan onderdil kendaraan bermotor
merupakan jenis dagangan yang diminati oleh PKL. Data terakhir
menunjukkan bahwa PKL di tepi jalan raya saat ini menjual pakaian dan
onderdil jumlahnya sangat kecil (0,24% dan 0,9%). Pengurangan jumlah
tersebut bisa dikarenakan sebagian besar telah direlokasi di tempat-
tempat lainnya (ke dalam Pasar Klitikhan Semanggi dan ke dalam
Lapangan Gelora Manahan).
Tabel 4
Jenis dagangan PKL
No Jenis Dagangan Jumlah %
1 Makanan/minuman 1231 58,51
2 Buah-buahan 19 0,90
3 Pakaian 5 0,24
4 Rokok 71 3,37
5 Voucher HP 37 1,76
6 Onderdil 6 0,29
7 Kelontong 20 0,95
8 Mainan anak 1 0,05
9 Tanaman hias/buah 8 0,38
10 Alat elektronik 7 0.33
11 Furniture 3 0.14
12 Binatang 17 0.81
13 Lain-lain 679 32,27
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
Jumlah 2104 100.00
Sumber Dinas Pengelolaan Pasar 2010
d. Waktu Berdagang PKL
Ditinjau dari sisi waktu berdagang, jumlah PKL yang menempati
lokasi secara relatif permanen jumlahnya cukup besar mencapai
44,914%. Proporsi tersebut terdiri dari PKL yang berjualan dari pagi
hingga sore hari sebanyak 1.664 PKL (79,08%), pagi hingga malam hari
sebanyak 166 PKL (7,88%) dan siang hingga malam hari sebanyak 274
PKL (13,02%). Lamanya waktu berdagang PKL biasanya terkait dengan
bangunan tempat berdagang PKL, semakin pemanen bangunan, semakin
lama pula PKL menempati area tersebut.
Tabel 5
Waktu berdagang PKL
No Waktu Berdagang PKL Jumlah %
1 Pagi 10 0,48
2 Siang 376 17,87
3 Sore 63 2,99
4 Malam 78 3,71
5 Pagi-siang 323 15,35
6 Pagi-sore 485 23,05
7 Pagi-malam 88 4,18
8 Siang-sore 407 19,34
9 Siang-malam 52 2,47
10 Sore-malam 222 10,55
jumlah 2104 100,00
Sumber Dinas Pengelolaan Pasar 2010
e. Tipe Bangunan PKL
Sebagian besar PKL merupakan pedagang yang cenderung
menetap, jumlahnya mencapai 2.104 PKL atau 100%. Dari jumlah
tersebut, sebagian besar merupakan PKL dengan bangunan permanen
(seluruh maupun sebagian bangunan selalu berada di tempat), jumlahnya
mencapai 945 atau 62,91 PKL dengan bangunan permanent sebagian.
Type bangunan permanen juga sering digabung dengan bangunan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
bongkar pasang, gerobak atau gelaran/dasaran/lesehan. PKL dengan
bangunan bongkar pasang jumlahnya juga cukup banyak, yaitu 645 PKL
atau 17,81%. PKL dengan sarana berdagang yang bersifat moveable
proporsinya juga cukup besar. Hal yang menarik, banyak PKL yang
menggunakan mobil sebagai saranna untuk berdagang, jumlahnya
mencapai 50 mobil atau 1,38% dari total PKL yang cenderung menetap.
Sedangkan PKL yang cenderung bergerak/berkeliling, jumlahnya
hanya 0 PKL atau 0%., PKL tipe ini sulit dideteksi keberadaan lokasinya.
Hal ini bisa terjadi dikarenakan pada waktu survey, mungkinPKL yang
bersangkutan berada di lokasi lain. PKL type bergerak sebagian besar
menggunakan gerobag sebagai sarana berdagangnya, proporsinya
mencapai 0%, kemudian disusul dengan PKL dengan sepeda kayuh yaitu
0 PKL atau 0%.
Tabel 6
Tipe Bangunan/sarana PKL
No Type Bangunan/Sarana Cenderung
Menetap
Cenderung
Bergerak
Jml
1 Permanen 945 0,00 44,914
2 Bongkar pasang/tenda 474 0,00 22,529
3 Gerobag (cenderung berhenti) 661 0,00 31,416
4 Mobil (cenderung berhenti) 2 0,00 0,095
5 Gelaran/oprokan 22 0,00 1,046
6 Pikulan 0 0,00 0,000
7 Gendongan 0 0,00 0,000
8 Sepeda kayuh 0 0,00 0,000
9 Sepeda roda tiga 0 0,00 0,000
10 Sepeda motor 0 0,00 0,000
11 Gerobag (keliling) 0 0,00 0,000 Jumlah 2104 0,00 0,000
% 100 7,48 100,00
Sumber Dinas Pengelolaan Pasar 2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
Tabel 7
Tipe bangunan / tempat PKL yang cenderung menetap
No Type bangunan/tempat Jumlah %
1 Permanen 945 44,914
2 Bongkar pasang 474 22,529
3 Gerobag (cenderung berhenti) 661 31,416
4 Mobil (cenderung berhenti) 2 0,095
5 Gelaran / oprokan 22 1,046
Jumlah 2104 100.00
Sumber Dinas Pengelolaan Pasar 2010
Tabel 8
Tipe sarana PKL yang cenderung bergerak
No Type sarana Jumlah %
1 Pikulan 0 0,000
2 Gendongan 0 0,000
3 Sepeda rodatiga 0 0,000
4 Sepeda roda tiga 0 0,000
5 Sepeda motor 0 0,000
6 Gerobag (keliling) 0 0,000
Jumlah 0 0,000
Sumber Dinas Pengelolaan Pasar 2010
f. Pengelolaan Limbah Oleh PKL
Belum tingginya tingkat kesadaran PKL dalam mengelola limbah
yang dihasilkannya (bahkan cenderung masih rendah). Dari seluruh PKL
6,131% diantaranya belum mengelola limbah yang dihasilkanya dengan
baik. Jika dikaitkan dengan jenis dagangannya, PKL yang relative
menghasilkan limbah adalah PKL yang menjual makanan (PKL jenis ini
proporsinya sebesar 58,51 %). Hal ini berarti hanya 62,329% PKL
penjual makanan yang telah melakukan pengelolaan limbahnya dengan
baik.
Tabel 9
Pengelolaan limbah oleh PKL
No Nama Jalan Jumlah %
1 PKL mengelola limbah dengan baik 1.975 93,869
2 PKL tidak mengelola limbah dengan baik 129 6,131
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
Jumlah 2104 100,00
Sumber Dinas Pengelolaan Pasar 2010
g. Kebersihan dan Kerapian Lingkungan
Meskipun limbah belum terkelola dengan baik (disalurkan begitu
saja ke selokan atau ditampung ke dalam wadah tersendiri), secara fisik
visual sebagian besar PKL sudah terlihat bersih dan rapi (1980 PKL atau
94,106 PKL). Hal ini perlu terus ditingkatkan, sebagai amanah Perda
Pembinaan dan Penataan PKL, dimana PKL diwajibkan untuk menjaga
kebersihan dan kerapian lingkungannya.
Tabel 10
Kebersihan dan kerapian lingkungan PKL
No lingkungan PKL Jumlah %
1 Bersih dan rapi 1980 94,106
2 Belum bersih dan rapi 124 5,894
Jumlah 2104 100,00
Sumber Dinas Pengelolaan Pasar 2010
h. Lokasi PKL
Ditinjau dari segi lokasi,PKL yang berlokasi di jalan non protokol
jumlahnya cukup besar yaitu mencapai 85,46% sebanyak 1789, bila
dibandingkan dengan PKL yang berlokasi di jalan protokol. Kebanyakan
PKL berasumsi bahwa dengan berdagang di jalan-jalan besar (protokol)
maka akan mendapatkan pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan
dengan berdagang di jalan kecil, karena jalan protokol sering dilalui
banyak orang, baik pejalan kaki maupun kendaraan, sehingga diharapkan
akan banyak orang yang mampir dilokasi PKL tersebut berjualan.
Tabel 11
Lokasi PKL
No Lokasi Jumlah %
1 Protokol 306 14,54
2 Non Protokol 1798 85,46
Jumlah 2104 100,00
Sumber Dinas Pengelolaan Pasar 2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
i. Omzet PKL per hari
Sebagian besar PKL memiliki omset kurang dari Rp.500.000,00
perhari. PKL dengan omset antara Rp.100.000,00-Rp.499.000,00,
proporsinya mencapai 42,82%. PKL dengan omset sangat kecil
proporsinya cukup banyak, yaitu 34,22% untuk PKL dengan omset Rp.
50.000,00-Rp.99.000,00 dan 18,16 % untuk PKL dengan omset kurang
dari Rp. 50.000,00 per hari. Lihat tabel di bawah ini.
Tabel 13
Omset PKL perhari
No Omset per hari Jumlah %
1 < Rp.50.000,00 720 34,22
2 Rp.50.000,00-Rp.99.000,00 382 18,16
3 Rp.100.000,00-Rp.499.000,00 901 42,82
4 Rp.500.000,00-Rp.999.000,00 86 4,09
5 Rp.1.000.000,00-Rp.1.500.000,00 15 0,71
Jumlah 2104 100,00
Sumber Dinas Pengelolaan Pasar 2010
k. Keterkaitan antara omzet PKL dengan tingkat pendidikan PKL
Sebagian besar PKL berpendidikan tingkat SLTA, SD, dan SLTP
(23,76%, 21,15% dan 32,03%). PKL dengan tingkat pendidikan
Perguruan Tinggi proporsinya sangat kecil, yaitu 0,86%.
Jika dikaitkan dengan omset, tingginya tingkat pendidikan tidak
terkait langsung dengan tingginya omset PKL. PKL dengan omset sangat
besar (Rp.1.000.000,00-Rp.1.500.000,00) didominasi oleh PKL dengan
tingkat pendidikan SLTP dan SLTA.
Tabel 14
Keterkaitan omset/hari dengan tingkat pendidikan
No Tingkat
pendidik
an
Omset per hari (dalam rupiah) <
50.000
50.000
s/d
90.000
100.000
s/d
499.000
500.000
s/d
999.000
1.000.000
s/d
1.500.000
Jml
1 Tidak
sekolah
403 51 11 2 0 467
2 SD- 183 142 107 9 4 445
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
sederaj
at
3 SLTP-
sederaj
at
113 146 346
68 1 674
4 SLTA-
sederaj
at
20 41 431 2 6 500
5 Perguru
an
Tinggi
(D1,
D2, D3,
S1)
1 2 6 5 4 18
Jumlah 720 328 901 86 15 2104
Sumber Dinas Pengelolaan Pasar 2010
B. Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 3 Tahun 2008
Tentang Pengelolaan Pedagang kaki Lima
Berkaitan dengan pengelolaan sektor informal khususnya pedagang
kaki lima, Pemerintah Kota Surakarta telah mengeluarkan suatu kebijakan.
Kebijakan tersebut dituangkan dalam bentuk Peraturan Daerah Nomor 8
Tahun 1995 Tentang Penataan dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima yang
kemudian diganti dengan Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 3 Tahun
2008 Tentang Pengelolaan Pedagang Kaki Lima yang ditetapkan pada
tanggal 11 Juli 2008 dan diundangkan dalam Lembaran Daerah Kota
Surakarta pada tanggal 21 Juli 2008.
Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 14 Tahun 2011
Tentang Perubahan Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 6 Tahun 2008
tentang Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah pengelolaan PKL
dilakukan oleh Dinas Pengelolaan Pasar Bidang Pengelolaan PKL.
Pengelolaan PKL oleh Pemerintah Kota Surakarta menggunakan
metode pendekatan penataan secara manusiawi, pendekatan penataan secara
manusiawi ini menurut Waluyo mengandung empat strategi dasar:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
1. Ketaatan Terhadap Peraturan Daerah (The Law or Strategy)
Program evaluasi Perda dalam penataan PKL, kegiatan ini dilakukan
melalui survey sosial dalam bentuk report card untuk mengetahui
efektifitas pemberlakuan Peraturan Daerah dan peraturan lainnya dalam
penataan PKL.
2. Pelayanan Petugas yang Humanis (The Front Line)
Program nota kesepakatan antara Pemerintah dan PKL, kegiatan ini
dilakukan dengan pembuatan citizen character untuk membuat nota
kesepakatan bersama antara antara petugas sebagai front line dan
Pemerintah Kota dengan PKL.
3. Budaya Wiraswasta Pedagang Kaki Lima The Entrepreunership Strategy)
Program kelompok dan organisasi PKL, pengembangan kegiatan ini
dilakukan dengan cara membuat perkumpulan antar PKL dengan tujuan
memudahkan pendampingan dan pengorganisasian dari kegiatan PKL.
4. Pencapaian Kesehjateraan Keluarga Pedagang Kaki Lima (The Family
Welfare Strategy)
Program perlindungan dan jaminan sosial bagi keluarga, kegiatan ini
bertujuan memberikan perlindungan dan jaminan sosial bagi keluarga
PKL, karena kondisi kehidupan PKL yang tidak menentu.
(Waluyo.2008:82)
Untuk mengetahui tentang bagaimana pelaksanaan dari Peraturan
Daerah Kota Surakarta Nomor 3 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Pedagang
Kaki Lima di Kota Surakarta maka perlu diperhatikan bagaimana aturan-
aturan dalam Peraturan Daerah dilaksanakan di lapangan yaitu sebagai
berikut:
1. Penataan dan Lokasi Tempat Usaha
a. Lokasi Tempat Usaha
Terkait dengan penataan dan lokasi tempat usaha para PKL
tidak diperbolehkan melakukan transaksi perdagangan dengan PKL
pada fasilitas-fasilitas umum, hal tersebut dikarenakan fasilitas umum
merupakan ruang disediakan oleh Pemerintah Daerah untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
dipergunakan oleh masyarakat secara luas. Penentuan lokasi PKL
tersebut dilakukan demi menjaga ketertiban, keamanan, ketentraman
dan kebersihan. Tempat-tempat yang dilarang untuk melakukan
kegiatan usaha adalah :
1) fasilitas umum;
2) parit;
3) tanggul;
4) taman Kota;
5) trotoar;
6) jalur lambat;
7) jalur hijau;
8) cagar budaya;
9) monumen;
10) sekolah;
11) taman makam pahlawan;
12) kantor/bangunan pemerintah;dan
13) tempat ibadah
PKL diberi ijin untuk dapat melakukan kegiatan usaha di tempat
fasilitas umum sebagai wujud partisipasi pada saat penyelenggaraan
kegiatan-kegiatan resmi oleh pemerintah kota dan / atau pihak swasta
seperti pada waktu kegiatan Car Free Day, tetapi dengan ketentuan:
1) Bangunan harus bongkar pasang atau knock down
2) Menjaga ketertiban dan kebersihan lingkungan usaha sampai
dengan selesainya kegiatan
Pasal 4 Peraturan Walikota Surakarta Nomor 17b Tahun 2012
Tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun
2008 Tentang Pengelolaan Pedagang Kaki Lima menentukan lokasi
usaha PKL adalah tepi-tepi jalan Kota Surakarta yang tidak
mengakibatkan terganggunya fungsi jalan dengan ketentuan waktu
usaha mulai pukul 17.00 s/d 05.00 WIB.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
Walikota mempunyai wewenang untuk menetapkan,
memindahkan dan menghapus lokasi PKL dengan memperhatikan
kepentingan sosial, ekonomi, ketertiban dan kebersihan lingkungan di
sekitarnya.
b. Syarat-Syarat Tempat Dagang Usaha PKL
Setiap pembuatan tempat dagangan usaha PKL harus memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut:
1) Kerangka dibuat sistem knock down/bongkar pasang;
2) Tidak berdinding tembok, triplek, kayu, atau sejenisnya;
3) Atap tidak terbuat dari genting, seng, asbes atau sejenisnya;
4) Tempat usaha PKL berukuran panjang 6 meter dan lebar
maksimum 2 meter; dan
5) Menempati shelter serta tidak boleh mengurangi bangunan, untuk
produksi, tempat tinggal dan gudang.
Kewajiban penggunaan kerangka tempat usaha yang harus bisa
dibongkar pasang/knock down dimaksudkan agar sesudah PKL selesai
berjualan atau ketika sedang tidak berdagang maka tempat berjualan
tersebut dibongkar kemudian dipindahkan dan dilarang di tinggal
dipinggir jalan. Dengan demikian maka keadaan kebersihan dan
keindahan Kota Surakarta tetap terjaga.
Sedangkan penggunaan tempat usaha PKL yang berukuran
panjang 6 meter dan lebar maksimum 2 meter dimaksudkan supaya
tidak mengganggu kepentingan masyarakat sekitarnya dan tidak
mengganggu lalu lintas hal ini dikarenakan pada kenyataannya PKL
sering kali menempati fasilitas umum dan berada dipinggir jalan.
Shelterisasi bagi para PKL di Surakarta merupakan rencana
jangka panjang pemerintah Kota Surakarta dan dilakukan bertahap
sesuai dengan kemapuan keuangan daerah, sehingga nantinya PKL
akan terpusat dititik/zoning yang telah ditentukan Pemerintah hal
tersebut dimaksudkan supaya kebersihan dan keindahan Kota
Surakarta tetap terjaga dan memudahkan pengawasan terhadap PKL.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
Demi keamanan, kenyamanan dan untuk menjaga lingkungan
sekitarnya maka para PKL dilokasi usahanya juga wajib menyediakan:
1) alat pengamanan/pemadam api ringan (berupa pasir/karung goni);
2) tempat sampah untuk limbah organik serta penampungan limbah
cair.
2. Sistem Perizinan Pedagang Kaki Lima (PKL)
a. Tata Cara Perizinan Pedagang kaki Lima (PKL)
Pasal 6 Peraturan Daerah Kota Surakarta No. 3 Tahun 2008
Tentang Pengelolaan Pedagang Kaki Lima menjelaskan bahwa setiap
orang yang akan melakukan usaha PKL pada fasilitas umum yang
ditetapkan dan dikuasai oleh Pemerintah Daerah wajib memiliki Ijin
Penempatan yang dikeluarkan oleh Walikota, yang ditanda tangani
oleh Kepala Dinas atas nama Walikota Surakarta sebagai tanda bukti
bagi PKL untuk menempati dan berusaha di lokasi yang ditetapkan
oleh Pemerintah Daerah. Untuk mendapatkan izin tersebut, maka
calon PKL harus mengajukan sendiri permohonan sewa secara tertulis
dengan mengisi formulir yang telah ditetapkan dengan melampirkan :
1) Kartu Tanda Penduduk (KTP) Kota Surakarta yang masih berlaku;
2) rekomendasi dari Camat yang wilayah kerjanya dipergunakan
sebagai lokasi PKL;
3) surat persetujuan dari pemilik lahan / bangunan yang berbatasan
langsung dengan rencana usaha PKL;
4) surat pernyataan yang berisi:
(a). tidak akan memperdagangkan barang ilegal;
(b). tidak akan membuat bangunan permanen/semi permanen
dilokasi tempat usaha;
(c). belum memiliki tempat usaha di tempat lain; dan
(d). mengosongkan/mengembalikan/menyerahkan lokasi usaha
PKL kepada Pemerintah Daerah apabila lokasi dimaksud
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
sewaktu-waktu dibutuhkan oleh Pemerintah Daerah tanpa
meminta ganti rugi dalam bentuk apapun.
Pengaturan perijinan PKL yang berasal dari luar kota terdapat
perbedaan. Hal ini dilakukan supaya tidak ada permasalahan antara
PKL yang berasal dari Surakarta dan PKL yang berasal dari luar Kota
Surakarta. Untuk perijinan calon PKL luar kota harus mengajukan
sendiri permohonan secara tertulis dengan mengisi formulir yang
telah ditetapkan dengan melampirkan:
1) Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang masih berlaku;
2) rekomendasi dari Camat yang wilayah kerjanya dipergunakan
sebagai lokasi PKL;
3) rekomendasi dari ketua paguyuban PKL setempat;
4) surat persetujuan dari pemilik lahan / bangunan yang berbatasan
langsung dengan rencana usaha PKL;
5) surat pernyataan yang berisi:
(a). tidak akan memperdagangkan barang ilegal;
(b). tidak akan membuat bangunan permanen/semi permanen
dilokasi tempat usaha;
(c). belum memiliki tempat usaha di tempat lain; dan
(d). mengosongkan/mengembalikan/menyerahkan lokasi usaha
PKL kepada Pemerintah Daerah apabila lokasi dimaksud
sewaktu-waktu dibutuhkan oleh Pemerintah Daerah tanpa
meminta ganti rugi dalam bentuk apapun.
Pemerintah tidak memungut biaya dalam pengurusan ijin
penempatan PKL ini. Untuk memperoleh rekomendasi camat maka
calon PKL wajib memperoleh surat pengantar dari RT/RW dan lurah
dari lokasi yang hendak digunakan untuk berjualan. Apabila izin telah
diterima maka untuk selanjutnya tidak dapat dipindah tangankan atau
dialihkan dengan cara apapun dan juga kepada siapapun tanpa izin
Walikota atau pejabat yang ditunjuk. Jangka waktu berlakunya ijin
penempatan adalah 1 (satu) tahun dan ijin tersebut dapat diperpanjang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
Bagi PKL yang mempunyai ijin maka pemerintah memberikan
kewajiban bagi PKL yaitu :
1) Memelihara kebersihan, keindahan, ketertiban, keamanan dan
kesehatan lingkungan tempat usaha;
2) Menempatkan sarana usaha dan menata barang dagangan dengan
tertib dan teratur;
3) Menempati sendiri tempat usaha sesuai ijin yang dimilikinya;
4) Mengosongkan tempat usaha apabila Pemerintah Daerah
mempunyai kebijakan lain atas lokasi tempat usaha tanpa meminta
ganti rugi;
5) Mematuhi ketentuan penggunaan lokasi PKL, ketentuan waktu
usaha PKL dan ketentuan usaha PKL yang ditetapkan oleh
Walikota;
6) Mematuhi semua ketentuan yang ditetapkan dalam Ijin Usaha PKL;
7) Mengosongkan tempat usaha dan tidak meninggalkan sarana dan
prasarana di luar jam operasional yang telah ditentukan oleh
Walikota atau pejabat yang ditunjuk.
Sedangkan bagi PKL yang mempunyai ijin maka pemerintah
memberikan hak yaitu:
1) Mendapatkan perlindungan, kenyamanan dan keamanan
menjalankan usaha;
2) Menggunakan tempat usaha sesuai dengan ijin Penempatan.
Apabila pemegang ijin penempatan PKL meninggal maka pihak
penerus atau ahli warisnya dapat mengurus perijinannya dalam waktu
paling lama 3 (bulan) sejak meninggalnya pemegang ijin. Selanjutnya
pejabat yang berwenang harus memberikan prioritas kepada Pihak
penerus usaha yang bersangkutan.
b. Pencabutan Ijin
Ijin yang diberikan yang dikeluarkan oleh Walikota dan yang
ditanda tangani oleh Kepala Dinas atas nama Walikota Surakarta yang
berupa naskah dinas perizinan dapat dicabut apabila :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
1) pemegang ijin melanggar ketentuan yang berlaku;
2) tempat usaha yang bersangkutan tidak lagi ditetapkan sebagai
tempat usaha PKL;
3) pemegang ijin tersebut meninggal dunia; dan
4) pemegang ijin tersebut pindah lokasi.
Selain pencabutan ijin, ijin penempatan PKL dapat dianggap
tidak berlaku lagi apabila :
1) Jangka waktu Ijin Penempatan PKL telah berakhir;
2) Pemegang Ijin Penempatan tersebut tidak melakukan kegiatan
usaha lagi dalam jangka waktu minimal 3 (tiga bulan) berturut-
turut;
3) Atas permintaan secara tertulis dari pemegang Ijin Penempatan;
4) Pemegang Ijin Penempatan tersebut pindah lokasi; atau
5) Pemegang Ijin Penempatan tersebut meninggal dunia.
Surat pencabutan ijin PKL ini ditandatangani oleh Kepala Dinas
Pengelolaan Pasar atas nama Walikota Surakarta. PKL yang ijin
penempatannya telah dicabut oleh pemerintah Kota Surakarta tidak
diberikan ganti rugi
3. Pemberdayaan PKL
Pemberdayaan dan memberdayakan berasal dari kata empower dari
bahasa inggris menguasakan atau memberi wewenang. Menurut Merriam
Webster dan Oxfort english dictionary (dalam Prijono dan Pranarka,
1996:3) mengandung dua pengertian yaitu : pengertian pertama adalah
to give power or authority to, dan pengertian kedua berarti to give ability
to or enable. dalam pengertian pertama diartikan sebagai memberi
kekuasaan, mengalihkan kekuatan atau mendelegasikan otoritas ke pihak
lain. sedang dalam pengertian kedua, diartikan sebagai upaya untuk
memberikan kemampuan atau keberdayaan. Disini Pemerintah,
Pemerintah Daerah, dunia usaha dan masyarakat secara sinergis dalam
bentuk penumbuhan iklim usaha dan pengembangan usaha terhadap PKL
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
sehingga mampu tumbuh dan berkembang baik kualitas maupun
kuantitas usahanya
Didalam Pasal 12 Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2008
disebutkan dalam rangka untuk kepentingan peraturan dan
pengembangan usaha dan meningkatkan kesehjateraan PKL maka
dilakukan pemberdayaan PKL yang meliputi :
a. bimbingan dan penyuluhan manajemen usaha;
b. pengembangan usaha melalui kemitraan dengan pelaku ekonomi yang
lain;
c. bimbingan untuk memperoleh peningkatan permodalan; dan
d. peningkatan sarana dan prasarana PKL.
Dalam rangka bimbingan dan penyuluhan bagi para PKL, pada
tahun 2010 Dinas Pengelolaan Pasar yang bekerja sama dengan
Kementerian Perdagangan memberikan bantuan bimbingan teknis
kepada para PKL, bimbingan teknis tersebut berupa :
a. Manajemen pengelolaan keuangan;
b. Higienisitas makanan;
c. Kebersihan Tempat usaha;
d. Tutur kata pada waktu berjualan; dan
e. Transparansi harga.
Sedangkan untuk bantuan peningkatan sarana dan prasarana PKL,
Pemerintah daerah dalam hal ini Dinas Pengelolaan Pasar Bagian
Pengelolaan PKL selama ini telah memberikan bantuan berupa :
a. Shelter;
b. Gerobak;
c. Payung; dan
d. Tenda.
Adanya peningkatan sarana dan prasarana ini dimaksudkan
keberadaan PKL tidak terlihat kumuh, dengan bantuan ini membuat PKL
terlihat seragam dan rapi sehingga pembeli dan PKL sendiri merasa
nyaman.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
4. Pengawasan dan Penertiban PKL
Untuk mengawasi pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun
2008 perlu dilakukan pengawasan dimana dalam melakukan pengawasan
tersebut telah dibentuk Tim Penataan, Pembinaan dan Pengawasan
berdasarkan Peraturan Walikota Surakarta Nomor 17 b Tahun 2012
Tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2008
Tentang Pengelolaan Pedagang Kaki Lima yang berasal dari organ
pemerintahan. Tugas dari tim penataan, pembinaan dan pengawasan PKL
sebagaimana tersebut dalam Peraturan Walikota ini adalah:
a. Mengadakan pembinaan dan pengarahan mengenai Peraturan yang
berkaitan dengan PKL khususnya Peraturan Daerah tentang PKL;
b. Mengadakan pembinaan dan pengarahan teknis manajemen dan
pengembangan usaha PKL;
c. Memberikan saran dan pertimbangan atas penetapan lokasi usaha PKL
serta usaha PKL yang sesuai dengan lokasi usaha yang ditetapkan.
d. Melaksanakan pengawasan atas ketertiban, kebersihan, kerapian dan
keamanan usaha PKL; dan
e. Melaporkan hasil pelaksanaan tugasnya kepada Walikota.
Dalam kegiatan yang diselenggarakan oleh tim penataan,
pembinaan, dan pengawasan PKL tersebut diadakan kegiatan-kegiatan
sebagai berikut:
a. Sosialisasi berupa penyuluhan langsung kepada para PKL tentang
Peraturan Daerah No.3 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan PKL.
Menurut Surat Keputusan Kepala Dinas Pengelolaan Pasar Nomor
510.17/1. 695. A tim sosialisasi terdiri dari :
a. Dinas Pengelolaan Pasar
b. Satuan Polisi Pamong Praja
c. Bagian Hukum dan HAM
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
Sosialisasi PKL ini dilakukan khususnya yang melakukan
kegiatan usaha di sepanjang jalan-jalan protokol dan shelter yaitu
sebagai berikut:
1) Kecamatan Banjarsari
a) Jl. Adi Sucipto
b) Jl. MT Haryono
c) Jl. Muwardi
2) Kecamatan Laweyan
a) City Walk
b) Shelter Jl. Dr Wahidin
c) Jl. Slamet Riyadi
3) Kecamatan Serengan
a) Jl. Veteran
b) Jl. Honggowongso
c) Jl. Bayangkara
d) Jl. Gatot Subroto
4) Kecamatan Pasar Kliwon
a) Jl. Kyai Mojo
b) Shelter Loji Wetan
c) Jl. Kapten Mulyadi
d) Jl. Sangkrah
5) Kecamatan Jebres
a) Jl. Urip Sumoharjo
b) Jl. Kol Sutarto
c) Jl. Ir Sutami
Dalam kegiatan sosialisasi PKL tersebut diberikan penjelasan
mengenai kebijakan pemerintah Kota Surakarta tentang penataan dan
pembinaan PKL. Adapun kebijakan-kebijakan tersebut adalah
1) Bahwa Pemerintah Kota Surakarta tidak melarang PKL berjualan
karena Pemerintah Kota Surakarta memandang PKL perlu untuk
diberdayakan dalam rangka pengembangan ekonomi rakyat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
2) Bahwa dengan melihat kenyataan di lapangan ternyata banyak PKL
yang menjalankan usahanya di tempat-tempat yang tidak sesuai
dengan peruntukanya maka agar kota tetap bersih, indah dan rapi
maka perlu ditata dan ditertibkan dan menetapkan larangan-
larangan kepada PKL sesuai dengan Pasal 10 Peraturan Daerah
Kota Surakarta No. 3 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Pedagang
Kaki Lima yaitu:
a) Mendirikan bangunan permanen/semi permanen di lokasi PKL;
b) Mempergunakan tempat usaha sebagai tempat tinggal;
c) Menjual barang dagangan yang dilarang untuk diperjualbelikan
sesuai ketentuan Peraturan perundang-undangan yang berlaku;
d) Melakukan kegiatan usaha di lokasi PKL selain yang telah
dinyatakan dalam Ijin Penempatan;
e) Mengalihkan Ijin Penempatan PKL kepada pihak lain dalam
bentuk apapun.
b. Penertiban dan Penataan PKL
Kegiatan penertiban dan penataan PKL merupakan salah satu
bentuk dari sanksi administrasi yang dilakukan Pemerintah Kota
Surakarta terhadap pelanggaran yang dilakukan PKL seperti
pelanggaran perijinan, berjualan ditempat yang dilarang dan jika
keberadaan PKL mulai mengganggu kepentingan umum. Penertiban
dan Penataan PKL ini dilakukan dalam bentuk:
1) Pemindahan dan Penghentian kegiatan usaha PKL yang menempati
tempat-tempat yang dilarang
Tindakan pemindahan dan penghentian usaha PKL tidak
dilakukan serta merta ketika kali petama diketahui melanggar
lokasi yang dilarang. Prosedur pemindahan dan penghentian
kegiatan usaha PKL terdapat 3 tahap, yaitu:
a) Untuk pertama kali pelanggaran maka PKL yang bersangkutan
diberi peringatan dan memberi pernyataan tertulis dengan
disertai tandatangan pedagang yang bersangkutan yang berisi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
kesanggupan yang bersangkutan untuk pindah dalam jangka
waktu maksimal 2 minggu.
b) Apabila dalam 2 minggu kemudian masih tetap tidah
memindahkan tempat dagangannya maka akan diberi peringatan
yang kedua dengan ketentuan yang sama demikian seterusnya
sampai peringatan ketiga.
c) Apabila peringatan ketiga tidak diindahkan maka terpaksa
kegiatan usaha dihentikan dan tempat dagangan disita oleh
petugas. Terhadap tempat dagangan diberi tanda sebagai
identitas sehingga mempermudah jika akan diambil lagi oleh
pedagang yang bersangkutan.
2) Pembongkaran dan Pengangkatan dasaran PKL yang mangkrak dan
rusak
Dasaran PKL yang mangkrak artinya tempat kegiatan usaha
yang dibiarkan atau ditinggalkan begitu saja dipinggir jalan oleh
pemiliknya maka untuk menindak terdapat prosedurnya yang
hampir sama dengan prosedur pemindahan dan penghentian
kegiatan usaha PKL, namun dalam hal ini karena pemilik dasaran
tidak diketahui maka peringatan diberikan berbentuk tertulis yaitu
dalam bentuk surat peringatan yang ditempel di tempat kegiatan
usaha dengan ketentuan sebagaimana prosedur pada pemindahan
dan penghentian kegiatan usaha PKL karena pedagang tidak pindah
dari lokasi yang dilarang.
5. Sanksi Pidana Bagi Pelanggaran PKL
Pasal 16 Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2008 mengatur tentang
ketentuan pidana bagi PKL. Pemberian sanksi pidana bagi PKL
merupakan langkah terakhir bagi PKL yang tidak mengindahkan
larangan dan tindakan persuasif dari pemerintah. Pemberlakuan sanksi
pidana tidak dilakukan secara semerta-merta atau langsung terhadap
pelanggaran yang dilakukan PKL, namun melalui proses atau tahap yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
panjang karena pada dasarnya Dinas Pengelolaan Pasar melakukan 3
tahap intervensi terhadap PKL yaitu:
a. Intervensi sosial
Intervensi sosial bearti PKL diberikan pemahaman/sosialisasi
dan teguran tentang keberadaan mereka supaya tidak mengganggu
kepentingan masyarakat sehingga disatu sisi masyarakat tetap merasa
nyaman karena fasilitas umumnya tidak berkurang karena adanya
PKL dan disisi lain PKL juga nyaman menjalankan kegiatan usahanya
tanpa melanggar tata tertib di Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2008.
b. Intervensi ekonomi
Intervensi ekonomi merupakan bantuan kepada para PKL dalam
bentuk pemberian gerobak, tenda, payung, shelter secara gratis supaya
PKL lebih tertata dan rapi, intervensi ini merupakan kelanjutan dari
intervensi sosial karena pada dasarnya konsep dari pengelolaan PKL
adalah memberdayaan PKL.
c. Intervensi normatif
Intervensi normatif dilakukan ketika intervensi sosial dan dan
ekonomi tidak mampu menanggulangi pelanggaran-pelanggaran yang
dilakukan oleh PKL. Intervensi normatif ini salah berbentuk salah
satunya pemberian sanksi pidana.
Untuk melakukan tugas penyidikan tindak pelanggaran yang
dilakukan PKL yang berada di daerah Surakarta ini Pemerintah Kota
Surakarta menunjuk PPNS (Penyidik Pegawai Negeri Sipil) tertentu yang
ada dilingkungan Pemerintahan Daerah Kota Surakarta. Dalam
menjalankan tugasnya tugas penyidikan ini, penyidik berwenang:
a. Menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau
laporan berkenaan dengan tindak pidana atas pelanggaran Peraturan
Daerah;
b. Meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang
pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan
sehubungan dengan tindak pidana yang dilakukan;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
c. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan
tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan
tindak pidana yang dilakukan;
d. Memeriksa buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen lain
berkenaan tindak pidana yang dilakukan;
e. Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti bukubuku,
catatan-catatan, dan dokumen-dokumen lain berkenaan tindak pidana
yang dilakukan, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti
tersebut;
f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas
penyidikan;
g. Menyuruh berhenti seseorang dan memeriksa tanda pengenal diri
tersangka;
h. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana atas
pelanggaran Peraturan Daerah;
i. Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa
sebagai tersangka atau saksi;
j. Penghentian penyidikan; dan
k. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan
tindak pidana atas pelanggaran Peraturan Daerah menurut hukum
yang dapat dipertanggungjawabkan.
Penyidik Pegawai Negeri Sipil memberitahukan dimulainya
penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut
Umum melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia,
sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Kitab Undang-undang
Hukum Acara Pidana yang berlaku.
Tindak Pidana yang diberikan pada PKL merupakan tindak pidana
berupa Pelanggaran, yang dimaksud pelanggaran yaitu tidak mematuhi
ketentuan :
a. Pasal 5 tentang larangan berjualan di fasilitas umum yang disediakan
untuk masyarakat;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
b. Pasal 6 ayat (1) tentang perijianan bagi kegiatan usaha PKL;
c. Pasal 9 tentang kewajiban bagi PKL yang memiliki ijin; dan
d. Pasal 10 tentang larangan-larangan PKL.
Pelanggaran terhadap Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2008 ini
diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan dan/
atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah).
Pemberian sanksi pidana terhadap pelanggaran yang dilakukan
PKL terakhir kali diberikan pada saat penataan yang dilakukan Bidang
Pengelolaan PKL Dinas Pengelolaan Pasar terhadap PKL di daerah Jl.
Rajiman pada tahun 2008, sanksi pidana diberikan 2 dari 8 PKL karena
solusi dan Surat Peringatan (SP) 1 hingga 3 tidak diindahkan.
Pada perkembangannya hingga sekarang ini penerapan ketentuan
pidana dan penyidikan terhadap pelanggaran yang dilakukan PKL lebih
dihindari, hal ini dikarenakan bahwa Pemerintah Kota Surakarta lebih
memilih cara atau pendekatan yang manusiawi atau nguwongke uwong
kepada PKL mengingat keadaan politik dan ekonomi yang sangat peka
pada sekarang ini dan konsep penataan PKL lebih menekankan pada
konsep pemberdayaan. .
C. Hambatan dalam Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Surakarta
Nomor 3 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Pedagang Kaki Lima di
Kota Surakarta
Kendala Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 3
Tahun 2008 tentang Pengelolaan Pedagang Kaki Lima dan Upaya yang
Dilakukan oleh Dinas Pengelolaan Pasar (Bidang Pengelolaan Pedagang
Kaki Lima) Dalam penyelengaraan pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor
3 tahun 2008 tentang Pengelolaan Pedagang Kaki Lima ternyata juga
ditemui berbagi kendala/ permasalahan yang dimana menuntun dinas
terkait untuk dapat mengatasi permasalahan yang timbul dari pelaksanaan
Peraturan Daerah tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
Permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan Peraturan Daerah
Nomor 3 Tahun 2008 tentang Penataan Pedagang Kaki Lima adalah :
1. Kurangnya anggota dan sarana prasarana Dari Dinas Pengelolaan Pasar
(Bidang Pengelolaan PKL)
Kendala Pertama yang dihadapi oleh Dinas Pengelolaan Pasar (
Bidang Pengelolaan PKL) dalam penataan PKL adalah kurangnya
Sumber Daya Manusia anggota pelaksana tugas. Seperti diketahui
bahwa penataan PKL di Surakarta masih berada dibawah tugas Dinas
Pengelolaan Pasar. Sehingga jalannya tugas sering kali terkendala
dengan kurangnya anggota dimana Bidang Pengelolan PKL hanya
memiliki 3 pejabat dan 6 staf . Selain itu kurangnya sarana dan
prasarana dari Bidang Pengelolaan PKL dimana bidang ini hanya
memiliki 1 kendaraan operasional untuk mengawasi 2104 PKL yang
ada diseluruh wilayah Surakarta.
Langkah yang dapat diambil agar pelaksanaan peraturan ini dapat
berjalan dengan baik adalah dengan melakukan koordinasi dengan
instansi berkaitan. Antara lain dengan cara membentuk tim kerja antara
Dinas Pengelolaan Pasar dengan Dinas Pekerjaan Umum terkait dengan
keberadaan PKL di tempat-tempat yang berkaitan dengan dinas
tersebut. Sehingga dengan adanya kerjasama dengan instansi lain yang
terkait maka akan dapat membantu pelaksanaan tugasnya.
2. Sulit dalam melakukan penataan terhadap para PKL
Penataan PKL Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor
41 Tahun 2012 Tentang Pedoman Penataan dan Pemberdayaan
Pedagang Kaki Lima adalah upaya yang dilakukan oleh pemerintah
daerah melalui penetapan lokasi binaan untuk melakukan penetapan,
pemindahan, penertiban dan penghapusan lokasi PKL dengan
memperhatikan kepentingan umum, sosial, estetika, kesehatan,
ekonomi, keamanan, ketertiban, kebersihan lingkungan dan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan. Penataan PKL dirasa sulit
karena rendahnya pemahaman terhadap Peraturan Daerah Nomor 3
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
Tahun 2008 oleh para PKL karena umumnya para PKL berpendidikan
maksimal adalah Sekolah Menengah Atas selain itu juga karena
penataan PKL ini berkaitan dengan faktor ekonomi. Dimana sebagian
besar para PKL kehidupannya bergantung pada usahanya berjualan.
PKL sendiri memang termasuk usaha ekonomi kerakyatan dimana
dengan lapangan kerja yang minim seperti sekarang ini, para PKL tetap
berusaha membuka lapangan kerja, walaupun secara kecil-kecilan.
Penataan PKL ini memang dirasa sulit tapi bukan berarti tanpa
usaha dari dinas terkait. Dinas Pengelola Pasar sebagi instansi yang
bewenang terkait dengan Pengelolaan PKL seringkali koordinasi
dengan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) yang berwenang
melakukan teguran dan peringgatkan bagi para pedagang. Tapi teguran
dan peringatan itu biasanya hanya berlaku beberapa hari atau bahkan
jam saja. Setelah dirasa aman maka para PKL tersebut akan melakukan
usahanya lagi dengan alasan yang bermacam-macam.
3. Sarana dan prasarana PKL kurang mendukung
Keberadaan PKL yang menempati fasilitas umum dapat
menyebabkan terganggunya kepentingan masyarakat yang berada
disekitar lokasi PKL tersebut, untuk itu Pemerintah melakukan
penataan yang salah satunya dalam bentuk relokasi ke shelter yang
disediakan kepada para pedagang dengan maksud supaya lebih tertata.
Namun seringkali tempat relokasi bagi PKL jauh dari lokasi keramaian,
pada umumnya PKL menempati lokasi-lokasi yang ramai karena
banyak konsumen dan berakses mudah. Hal ini dipengaruhi oleh
terbatasnya anggaran dari Pemerintah, sehingga dapat memicu PKL
untuk kembali ke tempat yang lama.
Selain jauh dari keramaian, umumnya tempat/ shelter PKL ini
kurang sesuai dengan jenis dagangan yang dijual oleh PKL misalnya
untuk pedagang makanan membutuhkan tempat yang luas, namun
biasanya shelter kurang memadai untuk hal tersebut maka hal inilah
yang seringkali membuat PKL tidak mau untuk direlokasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
Sarana dan prasarana bagi kegiatan usaha PKL dilokasi relokasi
memang kurang mendukung, namun disini pemerintah tetap berusaha
untuk mengatasi permasalahan tersebut diantaranya dengan
mempromosikan tempat keberadaan PKL tersebut. Selain itu untuk
membantu keterbatasan tempat PKL, pemerintah menyediakan payung
atau kanopi untuk bagi pengunjung yang datang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
BAB 4
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan maka penulis dapat
mengambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Pengelolaan Pedagang Kaki Lima (PKL) diatur dalam Peraturan Daerah
Nomor 3 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Pedagang Kaki Lima yang
kemudian pengelolaannya dilakukan oleh Dinas Pengelolaan Pasar Bidang
Pengelolaan PKL yang kewenangannya telah diatur sesuai dengan Peraturan
Daerah Kota Surakarta Nomor 14 Tahun 2011 Tentang Perubahan Peraturan
Daerah Kota Surakarta Nomor 6 Tahun 2008 Tentang Organisasi dan Tata
Kerja Perangkat Daerah. Setiap PKL yang akan melakukan kegiatan usaha di
Kota Surakarta harus mendapatkan izin dari Dinas Pengelolaan Pasar Bidang
Pengelolaan PKL. Dalam pelaksanaannya memang sudah berlangsung cukup
baik, namun ada beberapa hal yang masih tidak sesuai dengan peraturan daerah
tersebut, hal itu antara lain adalah sebagai berikut :
a. Masih tingginya PKL yang dalam kegiatan usahanya menggunakan tipe
kerangka atau sarana secara permanen yang jumlahnya mencapai 945 dari
total 2104 PKL, dalam Pasal 10 huruf a Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun
2008 Tentang Pengelolaan Pedagang Kaki Lima diatur secara jelas bahwa
PKL dilarang mendirikan bangunan secara permanen atau semi permanen.
Hal ini dapat mengganggu kebersihan dan keindahan kota Surakarta.
b. Belum optimalnya pemberdayaan PKL khususnya dalam hal bimbingan dan
penyuluhan manajemen usaha, hal ini dikarenakan penyuluhan terakhir
dilakukan pada tahun 2010. Penyuluhan dan bimbingan bagi sangat penting
karena dapat meningkatkan kemampuan PKL dalam berwiraswasta dan hal
tersebut dapat berbanding lurus dengan meningkatnya penghasilan PKL.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
2. Bahwa hambatan yang di hadapi dalam pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor
3 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Pedagang Kaki Lima di Kota Surakarta,
yaitu:
a. Kurangnya Anggota dan sarana prasarana dari Dinas Pengelolaan Pasar
Bidang Pengelolaan PKL dimana Bidang Pengelolan PKL hanya memiliki
3 pejabat dan 6 staf . Selain itu kurangnya sarana dan prasarana dari Bidang
Pengelolaan PKL dimana bidang ini hanya memiliki 1 kendaraan
operasional untuk mengawasi 2104 PKL.
b. Sulit dalam melakukan penataan terhadap para PKL karena rendahnya
pemahaman terhadap Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2008 oleh para PKL
karena umumnya para PKL berpendidikan maksimal adalah Sekolah
Menengah Pertama selain itu juga karena penataan PKL ini berkaitan
dengan mata pencaharian utama, dimana sebagian besar para PKL
kehidupannya bergantung pada usahanya berjualan.
c. Sarana dan Prasarana bagi PKL kurang mendukung dimana lokasi relokasi
yang jauh dari keramaian dan kurang sesuainya shelter yang disediakan
Pemerintah dengan jenis dagangan adalah hal yang membuat para PKL
tidak mau untuk direlokasi.
B. Saran
Pada akhir Penulisan Hukum ini, setelah penulis uraikan hasil penelitian
yang berasal dari lapangan maupun studi kepustakaan, maka penulis
menyampaikan beberapa saran yang terkait dengan penataan Pedagang Kaki Lima
(PKL) di Kota Surakarta, antara lain :
1. Peningkatan kuantitas dan kualitas staf di Dinas Pengelolaan Pasar Bidang
Pengelolaan PKL sehingga pengelolaan PKL dapat berjalan maksimal
2. Mengadakan kembali program pemberdayaan PKL agar dapat lebih berdaya
guna, sehingga akan tercipta PKL yang kooperatif dalam mendukung program
pembangunan Pemerintah Daerah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
3. Meningkatkan kesadaran hukum PKL di Kota Surakarta yaitu melalui kegiatan
sosialisasi, penyuluhan, pembinaan, kepada PKL yang lebih kontinyu dan tidak
hanya secara insidentil saja.