Upload
others
View
10
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
PelatihanHukum Pidana Khusus
Bagi Hakim Tinggi(MAKASSAR, 05 - 08 November 2012)
Proceeding
Komisi Yudisial Republik IndonesiaBiro Rekrutmen, Advokasi dan Peningkatan Kapasitas Hakim
© 2012
PelatihanHukum Pidana Khusus
Bagi Hakim Tinggi(MAKASSAR, 05 - 08 November 2012)
Proceeding
Georgia 11, xxxii+155 hlm, 15x21 cmCetakan Pertama, Agustus 2013
Penanggung JawabDanang Wijayanto
PengarahAnggota Komisi Yudisial
Alamat Redaksi: Komisi Yudisial Jl. Kramat Raya No. 57 Jakarta PusatPO.BOX 2685 Telp: (021) 390 5876Fax: (021) 390 6215website: www.pkh.komisiyudisial. go.id
Hak cipta dilindungi oleh undang-undang Dilarang mengutip, atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa seizin tertulis dari Penerbit
KetuaHeru Purnomo
WakilHamka Kapopang
SekretarisLina Maryani
PenyuntingM. Muslih Aris Purnomo
Penyelaras AkhirDodi Widodo
SekretariatAdli ArdiantoEva DewiIndah Dwi PermatasariNur Aini Fatmawati
Layout & Desain SampulFajar Dewo Sukmono
Tim Penyusun
v
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
Daftar Isi
Tim Penyusun iv
Daftar Isi v
Kata Pengantar ix
Pendahuluan xi
Sambutan Ketua Komisi Yudisial xxi
Sambutan Ketua Mahkamah Agung xxvii
SESI I KODE ETIK DAN PEDOMAN PERILAKU HAKIM (KEEPH)
Dr. Taufiqurrohman Syahuri, S.H., M.H.
Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim
A. Etika (Kode Etik) 3
B. Konsepsi Penilaian Etika Perilaku 4
C. Tujuan KEPPH 5
D. Fungsi KEPPH 5
E. KEPPH 6
F. Derajat Sanksi 8
Dr. Jaja Ahmad Jayus, S.H., M.Hum.
Problematik Hukum dalam Putusan Berbasis Perspektif
Laporan Masyarakat Laporan Masyarakat dan Riset Putusan
A. Definisi 11
B. Perspektif Masyarakat kepada Hakim 11
C. Aspek Penilitian Putusan 12
D. Penjabaran Nilai Dasar Profesi 18
Tanya Jawab 19
viDAFTAR ISI
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
SESI II TINDAK PIDANA KORUPSI
Prof. Dr. Surya Jaya, S.H., M.Hum.
Ketentuan Tentang Pengadaan Barang Dan Jasa Pemerintah Dan
Materi Tentang Beban Pembuktian Terbalik Dalam Perkara Tindak
Pidana Pencucian Uang
A. Penyedia Barang dan Jasa/Kontraktor 26
B. Pembuktian Terbalik 29
Diskusi dan Tanya Jawab 31
SESI III TINDAK PIDANA PERBANKAN
Prof. Dr. Sutan Remy Syahdeini, S.H.
Tindak-Tindak Pidana Perbangkan Indonesia
A. Pengertian Tindak Pidana Perbankan 43
B. Pasal Sapu Jagad 44
C. Penghimpunan Dana Simpanan Tanpa Ijin BI 50
D. Pengawasan Bank 55
E. Tindak Pidana Pelanggaran Pasal 30 dan 34 UUP 56
F. Tindak Pidana Rahasia Bank 57
G. Rahasia Bank 58
Tanya Jawab 69
SESI IV ETIKA PERILAKU
Prof. Dr. Soekidjo Notoatmodjo
Etika Perilaku
A. Pengertian Etika 75
B. Etika dan Moral 75
C. Perilaku 77
D. Etika Perilaku 81
E. Profesionalisme 83
F. Kode Etik 86
G. Ruang Lingkup Kode Etik 86
Tanya Jawab 87
viiDAFTAR ISI
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
SESI V TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
Dr. Yunus Husein, S.H., M.H.
Tindak Pidana Pencucian Uang Dan Pembuktian Terbalik
A. Kendala Pemberantasan Tindak Pidana 97
B. Fokus Pembahasan 98
C. Kasusa.n.BahasyimAssifie 107
D. Kasus a.n. Yudi Hermawan 112
Tanya Jawab 113
SESI VI KEJAHATAN KORPORASI
Dr. Gunawan Widjaja, S.H., M.H., M.M.
Kejahatan Korporasi
A. Pengertian 121
B. Pertanggungjawaban 121
C. Wujud Penegakan Hukum 122
D. Direksi 127
Tanya Jawab 129
SESI VII DISKUSI KELOMPOK 137
Penutup 147
Lampiran
Foto Kegiatan 149
Susunan Acara 151
Daftar Peserta 152
ix
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang
telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami
sehingga berhasil menyelesaikan Proceeding Pelatihan
Hukum Pidana Khusus Bagi Hakim Tinggi yang dilaksanakan
pada tanggal 05 s.d. 08 November 2012 di Makasar.
Proceeding ini berisikan tentang bahan ajar pelatihan
yang meliputi: Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim, Tindak
Pidana Korupsi, Tindak Pidana Narkotika, Kejahatan Korporasi,
Tindak Pidana Lingkungan. Pada proceeding ini juga disertakan
tanya jawab dan hasil diskusi kelompok dari peserta. Proceeding
ini diharapkan dapat menjadi sarana sharring bagi para hakim
dalam rangka peningkatan kapasitas hakim.
Kami menyadari bahwa proceeding ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang
bersifat membangun selalu diharapkan untuk kesempurnaan
proceeding ini.
Akhir kata, disampaikan terima kasih kepada semua pihak
yang berperan serta dalam penyusunan proceeding ini dari awal
sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhoi segala
usaha kita. Amin.
Jakarta, November 2012
Tim Penyusun
xi
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Kita semua tentu masih ingat dengan ungkapan
dalam Bahasa Belanda yang berbunyi “Het recht hinkt
acther de feiten aan” yang dapat diartikan bahwa hukum itu
ketinggalan dari peristiwanya. Hukum yang dimaksud dalam
ungkapan tersebut adalah hukum tertulis yang tertuang
dalam bentuk peraturan perundang-undangan. Hukum
tertulis tidak bisa dengan cepat mengikuti perkembangan
hukum yang berlaku di masyarakat karena untuk melakukan
perubahan peraturan perundang-undangan harus melalui
prosedur tertentu yang tidak dapat dilakukan setiap saat.
Untuk mengakomodasi perkembangan hukum yang
berlaku di masyarakat, seringkali pembuat undang-undang
mencantumkan ketentuan tertentu, peraturan perundang-
undangan tetap dapat diberlakukan dan permasalahan
hukum yang berkembang di masyarakat juga dapat
diselesaikan.
Dalam konteks hukum pidana, pembuat undang-
undang memberikan peluang bagi perkembangan hukum
pidanabarudiluarhukumpidanayangtelahdikodifikasikan
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Aturan Penutup Pasal 103 KUHP menyatakan, “Ketentuan-
ketentuan dalam Bab I sampai dengan Bab VIII buku
ini juga berlaku bagi perbuatan-perbuatan yang oleh
ketentuan perundang-undangan lainnya diancam dengan
xiiPENDAHULUAN
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
pidana, kecuali jika oleh undang-undang ditentukan lain”.
Ketentuan tersebut dimaksudkan untuk mengantisipasi
kemungkinan munculnya bentuk-bentuk kejahatan baru
yang belum terpikirkan pada saat mengkodifikasikan
hukum pidana. Kemungkinan untuk mengakomodasi
perkembangan hukum tidak saja diatur dalam hukum
pidana materiil, melainkan juga dalam ranah hukum formil
sebagaimana dalam Pasal 284 ayat (2) Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang menyatakan, “Dalam
waktu dua tahun setelah undang-undang ini diundangkan,
maka terhadap semua perkara diberlakukan ketentuan
undang-undang ini, dengan pengecualian untuk sementara
mengenai ketentuan khusus acara pidana sebagaimana
tersebut pada undang-undang tertentu, sampai ada
perubahan dan atau dinyatakan tidak berlaku”. Ketentuan
tersebut diharapkan dapat mengantisipasi perkembangan
masyarakat, dimana banyak kejahatan konvensional
dilakukan dengan modus operandi yang canggih sehingga
diperlukan proses beracara dengan menggunakan teknik
atau prosedur khusus untuk mengungkap suatu kejahatan.
Seiring dengan perkembangan masyarakat,
bentuk-bentuk kejahatan dan atau perbuatan pidana juga
mengalami perkembangan. Kejahatan dan atau perbuatan
pidana berkembang sebagai dampak dari masalah sosial
yang dipengaruhi oleh interaksi struktur politik, ekonomi,
sosial, dan ideologi masyarakat. Bentuk-bentuk kejahatan
baru dan atau perbuatan-perbuatan baru yang kemudian
dikrimalkan dapat dikualifikasikan sebagai hukum pidana
khusus. Hukum pidana khusus ini memuat norma, sanksi,
asas hukum, dan prosedur penanganan secara khusus yang
xiiiPENDAHULUAN
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
berbeda dengan hukum pidana konvensional yang telah
dikodifikasikan dalam hukum pidana dan hukum acara
pidana. Hukum pidana khusus yang berkembang dewasa
ini, diantaranya adalah tindak pidana korupsi, tindak pidana
narkotika, kejahatan korporasi, tindak pidana lingkungan,
tindak pidana perbankan, tindak pidana pencucian uang
dan lain-lain. Hukum pidana khusus diatas mengalami
perkembangan sangat pesat sehingga telah diatur dalam
peraturan perundang-undangan secara khusus baik hukum
materiilnya maupun hukum formilnya.
Hakim yang mempunyai tugas pokok memeriksa dan
memutus perkara melalui proses persidangan di pengadilan,
tidak mungkin menutup mata dengan perkembangan hukum
termasuk didalamnya hukum pidana khusus. Hakim harus
senantiasa mengikuti perkembangan hukum pidana khusus
sehingga putusan yang dihasilkan dapat mencerminkan
nilai-nilai keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum.
Hakim dituntut untuk mengembangkan kemampuan
pengetahuan hukum termasuk hukum pidana khusus baik
mulai dari norma hukum yang berlaku di masyarakat, asas-
asas hukum, kaidah-kaidah hukum, peraturan perundang-
undangan, sampai dengan penerapan hukum yang
dimanifestasikan dalam bentuk putusan pengadilan. Komisi
Hukum Nasional (KHN) memberikan kriteria kemampuan
pengetahuan hukum yang harus dimiliki hakim meliputi
penguasaan atas ilmu hukum, kemampuan berpikir yuridis,
kemahiran yuridis (penerapan hukum), serta kesadaran dan
komitmen profesional. Dalam rangka mengembangkan
kemampuan hakim terhadap perkembangan hukum
pidana khusus, Komisi Yudisial memandang perlu untuk
xivPENDAHULUAN
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
menyelenggarakan Pelatihan Hukum Pidana Khusus bagi
Hakim Tinggi.
B. Tujuan
Tujuan penyelenggaraan Pelatihan Hukum Pidana Khusus
bagi Hakim Tinggi ini, adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan pengetahuan Hakim Tinggi terhadap
perkembangan hukum pidana khusus.
2. Menyediakan wadah sharing pengalaman bagi Hakim
Tinggi mengenai proses penanganan perkara tindak
pidana khusus.
3. Menyamakan persepsi terkait proses penanganan
perkara tindak pidana khusus.
C. Target
Target penyelenggaraan Pelatihan Hukum Pidana Khusus
bagi Hakim Tinggi ini, adalah sebagai berikut:
1. Meningkatnya pengetahuan Hakim Tinggi terhadap
perkembangan hukum pidana khusus.
2. Tersedianya wadah sharing pengalaman bagi Hakim
Tinggi mengenai proses penanganan perkara tindak
pidana khusus.
3. Adanya kesamaan persepsi bagi Hakim Tinggi dalam
menangani perkara tindak pidana khusus.
D. Metode Pelatihan, Narasumber, dan Fasilitator
1. Metode
Pemilihan metode pelatihan sangat berperan penting
untuk mencapai tujuan pelatihan. Pemilihan metode
pelatihan perlu memperhatikan calon peserta
xvPENDAHULUAN
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
pelatihan yakni Hakim Tinggi yang pada umumnya
mempunyai karakteristik sebagai berikut:
a. Hakim mempunyai pengetahuan dan pengalaman
tertentu yang masing-masing berbeda satu sama
lain.
b. Hakim lebih suka diajak sharing daripada digurui.
c. Pada umumnya lebih menyukai hal-hal yang
bersifat praktis.
d. Membutuhkan suasana akrab dengan menjalin
hubungan yang erat.
e. Lebih menyukai cara belajar yang melibatkan
mereka.
Berdasarkan karakteristik diatas, metode pelatihan
yang sesuai adalah metode pendidikan bagi orang
dewasa (andragogy system) atau sering disebut
dengan pelatihan partisipatif. Metode tersebut dapat
dilakukan dengan berbagai cara sebagai berikut:
a. Ceramah yang disertai alat peraga.
b. Diskusi kelompok.
c. Pengalaman terstruktur, dll.
2. Narasumber
Narasumber dalam pelatihan partisipatif berperan
dalam memberikan pengantar mengenai materi
tertentu dalam hal ini mengenai hukum pidana khusus
dan memberikan sharing pengetahuan terhadap topik-
topik yang menjadi pertanyaan peserta pelatihan.
Secara teknis setiap narasumber akan diberikan waktu
30 menit untuk menyampaikan materi yang telah
disiapkan dan merangsang diskusi peserta. Selanjutnya
peserta mendiskusikan materi yang telah disampaikan
xviPENDAHULUAN
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
baik dalam bentuk diskusi kelompok ataupun dalam
bentuk tanya jawab dengan Narasumber. Dalam hal
terdapat pertanyaan-pertanyaan yang belum terjawab
dalam diskusi kelompok, diharapkan Narasumber
dapat memberikan sharing pengetahuannya.
3. Fasilitator
Fasilitator dalam pelatihan partisipatif berfungsi
menstimulus dinamika forum pelatihan dan
mengendalikan pelatihan agar dapat mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Fasilitator perlu
mengendalikan penggunaan waktu secara optimal
dengan mengkombinasikan antara fleksibilitas dan
efektifitas penggunaan waktu dengan berpegangan
pada prinsip menghargai peserta, membangun proses
yang partisipatori dan hasil yang terukur. Beberapa
prinsip yang perlu dipertimbangkan adalah:
a. Pertimbangkan semua pilihan kata, istilah,
contoh, dan tindakan. Hindari kemungkinan
salah interpretasi atau multi interpretasi. Kesan
pertama sering menentukan hubungan lanjutan.
Hindari hal-hal yang membuat peserta merasa
tidak nyaman.
b. Gaya fasilitator-unsur penting mengatur atmosfer
pelatihan. Hal-hal yang harus dilakukan oleh
seorang fasilitator adalah:
1) Tetapkan peran Anda dalam pikiran Anda
sendiri.
2) Tetapkan harapan-harapan dan kebutuhan-
kebutuhan peserta dan juga harapan Anda
sebagai fasilitator.
xviiPENDAHULUAN
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
3) Ciptakan atmosfer yang mendukung dimana
orang-orang merasa bebas untuk beropini
dan mengambil resiko.
4) Peka terhadap proses komunikasi, termasuk
bahasa tubuh peserta dan Anda sendiri.
5) Dengarkan dengan empati; jangan
memotong.
6) Hargai ide yang mungkin tidak Anda setujui.
7) Gunakan pujian, pengakuan, dan lain-lain,
untuk memperkuat kepercayaan diri.
8) Hadapi peserta yang “sulit” dengan cara
yang terhormat.
9) Selalu semangat, energi Anda tampaknya
akan menggosok peserta.
10) Gunakan icebreaker dan/atau pembuka
yang nyaman untuk Anda dan Anda rasa
peserta juga akan merasa nyaman.
11) Dapatkan umpan balik selama kegiatan dan
pada akhir tiap bagian.
12) Buatlah diri Anda terbuka untuk pertanyaan-
pertanyaan. Gunakanlah metode discovery
learning, buatlah agar peserta menemukan
sendiri jawaban-jawaban atas persoalan
yang muncul.
c. Peran fasilitator dalam diskusi kelompok bukan
hanya merangkum informasi yang disajikan, tetapi
untuk mensintesakannya. Fasilitator memainkan
perankuncidalammengidentifikasiunsur-unsur
umum yang digarisbawahi oleh peserta, dan
menyampaikan kepada peserta untuk berpikir
xviiiPENDAHULUAN
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
lebih jauh apa arti kerja kelompoknya dalam
hubungannya dengan kerja mereka sehari-hari.
E. Pokok Bahasan dan Sub Pokok Bahasan
Materi yang akan menjadi pokok pembahasan dan sub
pokok pembahasan dalam Pelatihan Hukum Pidana Khusus
bagi Hakim Tinggi ini, adalah sebagai berikut:
1. Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim, dengan Sub
pokok bahasan meliputi:
a. Sejarah lahirnya KEPPH;
b. Muatan materi KEPPH;
c. Bentuk-bentuk pelanggaran hakim terhadap
KEPPH; dan
d. Proses penanganan laporan masyarakat kepada
Komisi Yudisial terhadap hakim yang diduga
melakukan pelanggaran KEPPH.
2. Tindak Pidana Korupsi, dengan sub pokok bahasan
meliputi:
a. Undang-undang tentang Pengadaan Barang dan
Jasa;
b. Posisi bawahan-atasan dalam pelaksanaan DIPA;
c. Asset recovery, dan
d. Pembuktian terbalik
3. Tindak Pidana Narkotika, dengan sub pokok bahasan
meliputi:
a. Pengertian, bentuk-bentuk, dan modus operandi
tindak pidana narkotika;
b. Kebijakan hukum pidana dalam penanggulangan
tindak pidana narkotika; dan
c. Proses penegakan hukum tindak pidana narkotika.
xixPENDAHULUAN
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
4. Kejahatan Korporasi, dengan sub pokok bahasan
meliputi:
a. Bentuk dan modus kejahatan korporasi;
b. Pertanggungjawaban pidana oleh korporasi; dan
c. Penegakan hukum terhadap kejahatan korporasi.
5. Tindak Pidana Lingkungan, dengan sub pokok
bahasan meliputi:
a. Masalah strict liability;
b. Ketentuan Hukum Lingkungan Hidup; dan
c. Proses penegakan tindak pidana lingkungan
hidup.
6. Tindak Pidana Perbankan, dengan sub pokok bahasan
meliputi:
a. Pengertian dan ruang lingkup tindak pidana
perbankan;
b. Jenis-jenis tindak pidana perbankan dan
perkembangannya; dan
c. Proses penegakan tindak pidana perbankan.
7. Tindak Pidana Pencucian Uang, dengan sub pokok
bahasan meliputi:
a. Perkembangan tindak pidana pencucian uang;
b. Pola dan modus tindak pidana pencucian uang;
dan
c. Proses penegakan hukum tindak pidana pencucian
uang.
xxi
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
SambutanKetua Komisi Yudisial
Bapak Prof. Dr. Surya Jaya, S.H.,
M.H. yang mewakili Ketua
Mahkamah Agung Republik
Indonesia, Bapak Ketua Pengadilan Tinggi
Makassar yang saya hormati, Bapak Sekda
Propinsi Sulawesi Selatan yang mewakili
Bapak Gubernur, Bapak Kepala Kejaksaan
Tinggi Sulawesi Selatan yang saya hormati,
Pangdam Wirabuana atau yang mewakili, Kapolda Sulawesi
Selatan atau yang mewakili dan Kanwil Hukum dan HAM atau
yang mewakili yang saya hormati.
Ibu dan Bapak para peserta pelatihan Yang Mulia yang
semoga dimuliakan Allah SWT.
Puji syukur kehadirat Allah SWT sehingga kita dapat
berkumpul bersama pada malam hari ini untuk membuka acara
pelatihan.
Yang terhormat juga Dirjen Badilum Bapak Dr. Cicut
Sutiarso yang telah mengirimkan langsung nama-nama para
peserta pelatihan kepada saya, terima kasih.
Shalawat serta salam kepada Nabi Muhammad SAW
beserta keluarga.
xxiiSAMBUTAN
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
Kegiatan pelatihan tematik pidana khusus bagi Hakim
Tinggi kali ini bagi Komisi Yudisial sesungguhnya merupakan
pelaksanaan dari wewenang dan tugas yang diberikan oleh
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011.
Pelatihan tematik ini dalam kaitannya dengan peningkatan
kapasitas dan untuk kesejahteraan dan telah diundangkannya
PP No.94 Tahun. 2012 tentang hak keuangan dan fasilitas hakim
yang berada di bawah Mahkamah Agung.
Pada bulan April 2012, sekurang-kurangnya ada 3 hakim
yang demo ke Komisi Yudisial, mereka sms kepada saya dan
mengucapkan terima kasih. Namun saya katakan bahwa tidak
perlu berterima kasih kepada kami karena ini bukan hanya kerja
Komisi Yudisial namun kerja seluruh pihak. Kerja Mahkamah
Agung, kerja Kementerian Keuangan, DPR, Menpan-RB dan
Komisi Yudisial.
Akan tetapi tidak sampai disitu karena Komisi Yudisia
sudah siap-siap menghadapi demo hakim ad hoc. Mereka
sudah mengirim sms yang menyatakan bahwa “pemerintah
diskriminatif, katanya punya kewenangan mengupayakan
peningkatan kesejahteraan Hakim tapi Komisi Yudisial tidak
memperjuangkan kami” karena hakim ad hoc tidak termasuk
yang dinaikkan gajinya;
Padahal dalam rapat pada bulan Agustus 2012 Pak Ketua
Mahkamah Agung telah meminta kepada Menpan-RB dan
Menteri Keuangan agar semua hakim dinaikkan gajinya tanpa
kecuali, termasuk para hakim ad hoc. Namun saat itu pemerintah
belum setuju, dengan alasan hakim ad hoc tidak ada penilaian
kinerjanya.
Kerja Komisi Yudisial berikutnya adalah mengupayakan
peningkatan kesejahteraan hakim ad hoc.
xxiiiSAMBUTAN
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
Namun ada sejumlah hakim lain yang berpendapat bahwa
seyogyanya gaji hakim itu berbeda-beda disesuaikan dengan
jumlah perkara yang ditangani, karena perkara di suatu tempat
dengan tempat lain itu berbeda jumlahnya, sehingga tidak
layak jika yang perkaranya banyak gajinya sama dengan yang
perkaranya sedikit. Ini juga harus diakomodir oleh semua pihak.
Tidak mudah memang mengelola negara ini. Untuk adil itu tidak
mudah, sehingga tidak aneh jika keadilan yang diberikan oleh
hakim sering diprotes oleh para pencari keadilan.
Penyelenggaraan pelatihan tematik hukum pidana khusus
bagi hakim tinggi ini saya anggap sangat penting karena sejalan
dengan perkembangan hukum dewasa ini menuntut para hakim
yang mempunyai tugas pokok memeriksa, memutus perkara
untuk senantiasa mengikuti perkembangan yang ada, utamanya
hukum pidana khusus seiring dengan beragamnya bentuk-
bentuk tindak pidana khusus tersebut.
Upaya Komisi Yudiisal mengadakan pelatihan dengan
mengedepankan peserta dari kalangan hakim tinggi ini tentu
mempunyai tujuan yang baik, antara lain untuk meningkatkan
kapasitas hakim. Pada dasarnya setelah saya cermati Kode Etik
dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH yang) 10 itu bisa diperas
lagi menjadi 3, yaitu: pertama adalah pintar, kedua jujur, ketiga
adil. Cukup 3 itu dari yang 10, karena kalau yang 3 itu sudah
terpenuhi maka yang lain sebenarnya mengikuti.
Perkembangan jenis-jenis tindak pidana khusus saat ini
sudah semakin meluas dan serius. Telah merambah industri
strategis dengan merusak infrastruktur dan sistem perekonomian
negara, sehingga menimbulkan ancaman terhadap keamanaan
nasional di berbagai negara, termasuk Indonesia.
Karakteristik tindak pidana khusus yang dilakukan oleh
xxivSAMBUTAN
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
perorangan maupun oleh organisasi merupakan kejahatan
trans nasional sehingga kegiatan pelatihan pada kali ini
dimaksudkan juga selain sebagai upaya menyediakan wadah
berbagi pengalaman dan curah pendapat bagi para hakim , juga
untuk menyamakan persepsi dalam penanganan perkara tindak
pidana khusus sehingga dengan demikian setelah mendapatkan
pelatihan ini para hakim khususnya hakim pada tingkat banding
diharapkan mempunyai wawasan yang lebih luas terhadap
keragaman bentuk tindak pidana khusus serta lebih cakap
dalam penanganan perkara dan tidak lagi mempunyai persepsi
yang berbeda dalam menangani perkara-perkara tindak pidana
khusus.
Untuk itu saya berharap para peserta pelatihan ini dapat
mengikuti seluruh rangkaian acara dengan serius dan sepenuh
hati serta saling bersinergi, sehingga apa yang menjadi tujuan
pelatihan ini dapat maksimal dan tidak sia-sia.
Saya sampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan
yang setinggi-tingginya kepada Mahkamah Agung, wakil khusus
dari Dirjen Badan Peradilan Umum yang telah mengirimkan
peserta untuk mengikuti pelatihan ini.
Kepada para peserta saya ucapkan selamat mengikuti
pelatihan hingga selesai dan mengikuti seluruh rangkaian
kegiatan. Diharapkan sekembalinya Bapak/Ibu ke meja tugas
masing-masing dapat mengaktualisasikan apa yang diperoleh
selama pelatihan ini bagi kemajuan lembaga peradilan di tempat-
tempat Bapak dan Ibu bertugas.
Dengan mengucapkan Bismillahirrohmaanirrahiim
Pelatihan Hukum Pidana Khusus bagi Hakim Tinggi secara
resmi Saya buka. Semoga Allah SWT senantiasa meridhoi segala
upaya dan kerja keras kita demi kemaslahatan seluruh rakyat
xxvSAMBUTAN
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
dan bangsa Indonesia, sekian dan terima kasih.
xxvii
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
SambutanKetua Mahkamah Agung
Sebelum saya menyampaikan
sambutan, pertama-tama saya
ingin menyampaikan bahwa Ketua
Mahkamah Agung tidak dapat menghadiri
karena Beliau ada tugas yang sudah lebih
dahulu terjadwal sehingga beliau menitipkan
permohonan maaf yang sebesar-besarnya
karena Beliau tidak berkesempatan hadir
hadir pada malam hari ini.
Yth. Ketua Komisi Yudisial RI Prof. Dr. H. Eman
Suparman, S.H., M.H., Yth. Anggota Komisi Yudisial RI Dr.
Jaja Ahmad Jayus, S.H., M.Hum., Yth. Ketua Pengadilan Tinggi
Makassar, Yth. Bapak Gubernur atau yang mewakili, Yth. Bapak
Kapolda atau yang mewakili, Yth. Bapak Pangdam Wirabuana
atau yang mewakili, Narasumber kalau sudah hadir yang saya
tidak bisa sebutkan namanya, Para Hakim Tinggi dan Hakim Ad
Hoc Tipikor pada Pengadilan Tinggi Sulselbar, dan Para Peserta
Pelatihan Hukum Pidana Khusus dan hadirin sekalian yang kami
banggakan.
Diwakili oleh Hakim AgungProf. Dr. Surya Jaya, S.H., M.H.
xxviiiSAMBUTAN
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
PujisyukurkehadiratAllahSWTberkatlimpahantaufiqnya
sehingga pada hari ini kita bisa hadir di tempat yang berbahagia.
Beberapa waktu lalu yaitu tanggal 29 Oktober s.d. 1
November 2012 Mahkamah Agung dan lembaga peradilan
dibawahnya baru saja melaksanakan rakernas dengan tema
pemantapan sistem kamar untuk mewujudkan kesatuan hukum
dan meningkatkan profesionalisme hakim, tema rakernas ini
setidaknya mempunyai spirit yang sama dengan pelatihan
yang diselenggarakan oleh Komisi Yudisial Republik Indonesia
yaitu dalam rangka meningkatkan wawasan, pengetahuan dan
pemahaman para hakim tinggi di bidang hukum pidana khusus.
Pelatihan ini pada hakekatnya bertujuan untuk
meningkatkan profesionalisme hakim.
Upaya untuk meng-up to date-kan pengetahuan dan
pemahaman serta wawasan hakim merupakan suatu kebutuhan
yang tidak bisa dielakkan sebab hal ini bersangkut paut dengan
tugas dalam memeriksa, mengadili dan memutus perkara.
Dalam dunia peradilan, putusan merupakan mahkota bagi
Hakim artinya putusan yang berkualitas merupakan kebanggaan
bagi setiap hakim sebab melalui putusan dapat diukur dan
diketahui sejauh mana profesionalisme, intelektualitas,
kapabilitas dan integritas seorang hakim.
Mahkamah Agung melalui bidang tugas pembinaan dan
pengawasan, tidak henti-hentinya melakukan upaya pendidikan
dan pelatihan agar supaya para hakim memiliki profesionalisme
dan integritas serta moralitas yang tinggi dan perilaku yang baik;
Mahkamah Agung telah menyediakan pusdiklat yang
sangat memadai, pengajar yang berpengalaman dan menguasai
bidangnya masing-masing. Sejalan dengan upaya yang
dilakukan Mahkamah Agung maka dengan dukungan Komisi
xxixSAMBUTAN
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
Yudisial melakukan pelatihan yang sedianya materi pelatihan
akan diberikan besok pada tanggal 6 November 2012 dengan
menghadirkan narasumber yang memiliki kompetensi dan
keilmuan dibidangnya, apalagi para narasumber menguasai
teori, azas-azas hukum maupun menguasai praktek.
Mahkamah Agung menyambut gembira dan merespon
dengan positif.
Peningkatan profesionalisme melalui pelatihan hakim
sangat penting dan relevan dalam rangka meningkatkan kualitas
dan kuantitas putusan hakim.
Hakim dalam memeriksa, mengadili dan memutus perkara
setidaknya memiliki penguasaan pengetahuan, pemahaman
hukum yang memadai, seiring dengan perkembangan hukum di
tengah masyarakat.
Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang No. 48 Tahun 2009
Perubahan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 menentukan
hakim wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai
hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.
Pengetahuan yang up to date bagi hakim merupakan salah
satu faktor pendukung lahirnya profesionalisme, hingga dapat
menghasilkan putusan yang dapat mencerminkan nilai-nilai
keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum.
Hakim harus mengikuti perkembangan hukum dan rasa
keadilan.
Hakim dianggap mengetahui hukum, sehingga membawa
konsekuensi Hakim tidak boleh menolak perkara dengan
alasan dia tidak mengetahui hukum atau tidak ada hukum yang
mengaturnya.
Pengetahuan dan pemahaman hukum bagi Hakim harus
sejalan dengan perkembangan hukum ditengah masyarakat.
xxxSAMBUTAN
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
Hukum pidana khusus telah mengalami perkembangan
yang sangat pesat tidak hanya dibidang hukum formal misalnya
sistem beban pembuktian terbalik, penggunaaan alat bukti
elektronik sebagai alat bukti petunjuk. Dibidang tindak pidana
lingkungan dikenal dengan pertanggungjawaban stricht liability
dan berbagai modus tindak pidana khusus yang perlu kita
ketahui bersama. Namun demikian juga perkembangan tindak
pidana khusus dibidang hukum materiilnya seperti misalnya
tentang pertanggungjawaban korporasi.
Diharapkan output dari hasil yang didapatkan dari
pelatihan ini antara lain dapat meningkatkan pengayaan
pengetahuan atau keahlian hakim dibidang tindak pidana khusus
baik dari aspek normatik, teoritik dan azas-azas hukum sehingga
mempermudah hakim dalam penerapannya dalam kaitannya
dengan tugas memeriksa, mengadili dan memutus perkara.
Diharapkan pula dapat meningkatkan produktivitas dalam
pemeriksaan perkara sehingga menjadi salah satu solusi bagi
pengurangan penumpukan perkara.
Diharapkan pula dapat menjadi wadah untuk menyamakan
persepsi sehingga potensi terjadinya disparitas putusan dapat
dihindari.
Kami berharap penguasaan pengetahuan, wawasan dan
pemahaman dibidang hukum pidana khusus bagi para hakim
dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat dimana saat
ini kepercayaan tersebut sudah berangsur-angsur baik dan
memadahi sehingga dalam waktu yang tidak terlalu lama upaya
untuk mewujudkan lembaga peradilan yang agung dapat tercapai
dan tidak harus menunggu tahun 2035.
Mudah-mudahan penyelenggaraan pelatihan semacam
ini bisa berkesinambungan di masa yang akan datang dan
xxxiSAMBUTAN
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
lebih dikembangkan lagi pada bidang hukum lain, tidak hanya
dibidang hukum pidana khusus tetapi juga hukum perdata,
tata usaha negara dan militer sehingga para hakim mendapat
kesempatan yang sama untuk mengikuti pelatihan.
Kami ucapkan kepada para peserta selamat mengikuti
pelatihan hukum pidana khusus, semoga mendapat wawasan,
pengetahuan, pengalaman yang dapat digunakan dalam
memeriksa, mengadili dan memutus perkara.
kode etik dan pedoman perilaku hakim (kEPPH)
Dr. Taufiqurrohman Syahuri, S.H., M. H.
&
Dr. Jaja Ahmad Jayus, S.H., M.Hum.
SESI I
3
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim
(KEPPH)Dr.TaufiqurrohmanSyahuri,S.H.,M.H.
danDr. Jaja Ahmad Jayus, S.H., M.Hum.
Dr.TaufiqurrohmanSyahuri,S.H.,M.H.
KODE ETIK DAN PEDOMAN PERILAKU HAKIM
A. Etika (Kode Etik)
• Kata etika berasal dari kata ethos (bahasa Yunani) yang
berarti karakter, watak kesusilaan atau adat.
• Etika dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia menyangkut
apa yang baik dan apa yang buruk, berupa hak dan
kewajiban moral atau akhlak manusia.
• Etika merupakan suatu nilai mengenai benar atau
salah, baik atau buruk yang dianut satu golongan atau
masyarakat.
• Etika kemudian dirumuskan dalam bentuk aturan
(code) tertulis yang secara sistematik sengaja dibuat
4KODE ETIK DAN PEDOMAN PERILAKU HAKIM
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
berdasarkan prinsip-prinsip moral yang ada dan pada
saat dibutuhkan akan bisa difungsikan sebagai alat
untuk menghakimi segala macam tindakan yang
secara logika-rasional umum (common sense) dinilai
menyimpang dari kode etik.
• Dengan demikian etika merupakan refleksi dari
“self control”, karena segala sesuatunya dibuat dan
diterapkan dari dan untuk kepentingan kelompok sosial
(profesi) itu sendiri.
• Kode etik profesi diperlukan untuk menjaga martabat
serta kehormatan profesi, dan di sisi lain melindungi
masyarakat dari segala bentuk penyimpangan maupun
penyalahgunaan keahlian.
• Implementasi KEPPH dapat menimbulkan kepercayaan
atau ketidakpercayaan masyarakat kepada putusan
pengadilan dan profesi hakim itu sendiri.
B. Konsepsi Penilaian Etika Perilaku
• Konsepsi dalam menilai perilaku seseorang, yang harus
diperiksa adalah perbuatannya, bukan maksud, tujuan
atau niatnya, apalagi jasa-jasanya di masa lampau.
Penilaian perilaku menyoroti perbuatan, kelakuan,
sepak terjang seseorang yang tampak di mata orang
lain. Fokus terpusat pada aspek lahiriah.
• Sesuatu yang “pantas”, kelakuan yang “patut” atau
persepsi tentang “martabat” atau “kehormatan”
berada dalam persepsi dan ranah orang luar, publik,
masyarakat, bukan dalam konsepsi pelaku dan teman-
temannya. Semua itu merupakan pengertiaan hasil
pemantauan orang dengan panca inderanya terhadap
5KODE ETIK DAN PEDOMAN PERILAKU HAKIM
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
orang lain.
• Batasan kepatuhan sepenuhnya tunduk pada tolak
ukur yang ada di masyarakat pada suatu saat tertentu.
Sebaliknya, “maksud” dan “tujuan”, “niat dan itikad”
merupakan soal kejiwaan orang per orang.
C. Tujuan KEPPH
Tujuan KEPPH adalah:
1. Untuk menjunjung tinggi martabat profesi.
2. Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para
anggota.
3. Untuk meningkatkan pengabdian para anggota
profesi.
4. Untuk meningkatkan mutu profesi.
5. Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi.
6. Meningkatkan layanan diatas keuntungan pribadi.
7. Mempunyai organisasi profesional yang kuat dan
terjalin erat.
8. Menentukan baku standarnya sendiri.
D. Fungsi KEPPH
Fungsi KEPPH adalah:
1. Memberikan pedoman bagi setiap anggota profesi
tentang prinsip profesionalitas yang digariskan, atau
sebagai standar perilaku baik dalam menjalankan
profesi
2. Sebagai sarana kontrol sosial bagi masyarakat atas
profesi yang bersangkutan
6KODE ETIK DAN PEDOMAN PERILAKU HAKIM
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
E. KEPPH
1. Prinsip-prinsip KEPPH adalah:
a. Berperilaku Adil;
b. Berperilaku Jujur;
c. Berperilaku Arif dan Bijaksana;
d. Bersikap Mandiri;
e. Berintegritas Tinggi;
f. Bertanggungjawab;
g. Menjunjung Tinggi Harga Diri;
h. Berdisiplin Tinggi;
i. Berperilaku Rendah Hati; dan
j. Bersikap Profesional.
2. Berlakunya KEPPH
• KEPPH berlaku terhadap perilaku hakim dalam
dinas dan di luar dinas.
• Perilaku dalam kedinasan adalah semua perilaku
yang dilarang oleh KEPPH yang dilakukan dalam
persidangan dan/atau diluar persidangan yang
terkait dengan perkara.
• Perilaku diluar sidang adalah semua perilaku
pribadi hakim yang menyimpang/tidak patut
menurut KEPPH.
3. Pelanggaran
Pelanggaran yang dilakukan hakim dalam persidangan,
antara lain:
a. Meminta uang, memeras pihak.
b. Mengulur persidangan.
c. Membuatkan gugatan atau berkas-berkas
pengadilan lainnya bagi salah satu pihak.
d. Membicarakan perkara dengan salah satu pihak.
7KODE ETIK DAN PEDOMAN PERILAKU HAKIM
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
e. Komunikasi terarah via telepon dengan salah satu
pihak.
f. Tidak menghindar ketika bertemu dengan satu
Pihak berperkara.
g. Dugaan selingkuh, menikah siri, menelantarkan
keluarganya, atau menikah lagi (poligami) tanpa
izin.
h. Narkoba, sex bebas, judi, atau berbuat tercela.
i. Mengeluarkan kata-kata kasar terhadap terdakwa,
penasehat hukum, salah satu pihak atau saksi,
j. Bersidang di ruang kerja hakim.
k. Hakim tidak menanyakan kepada terdakwa,
apakah terdakwa mengerti isi dan maksud surat
dakwaan.
l. Hakim menerima pihak di rumah atau di ruang
kerja tanpa pihak lawan.
m. Tertidur di ruang sidang.
n. SMS/BBM saat sidang berlangsung.
o. Keluar masuk ruang sidang.
p. Hakim sengaja tidak mempertimbangkan alat
bukti yang kuat.
q. Hakim sengaja menerapkan hukum yang salah.
r. Hakim tidak menawarkan Terdakwa didampingi
penasehat hukum, padahal ancaman pidananya
diatas lima tahun.
s. Melanggar hukum acara (parsial, tidak fair,
manipulasi fakta).
t. Hakim terlambat menghadiri sidang.
u. Tidak menyatakan sidang terbuka untuk umum.
v. Tidak mempersilahkan saksi-saksi yang masih di
8KODE ETIK DAN PEDOMAN PERILAKU HAKIM
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
ruang sidang untuk keluar.
w. Persidangan majelis hakim kurang dari 3 (tiga)
orang.
x. Majelis hakim membacakan putusan tanpa
mengucapkan irah-irah.
y. Pergantian anggota majelis saat sidang sedang
berlangsung.
z. Hakim mengintimidasi terdakwa dengan
menyatakan: “kamu itu dipersalahkan, kamu
terima saja ya?”.
4. Penegakan KEPPH
• KEPPH ditegakkan oleh:
• Hakim itu sendiri;
• Mahkamah Agung; dan
• Komisi Yudisial.
• Hakim yang melakukan pelanggaran KEPPH akan
mendapatkan sanksi berat atau ringannya sanksi
tergantung dari pelanggaran yang dilakukan.
F. DERAJAT SANKSI
Sanksi terhadap hakim yang melanggar KEEPH adalah:
1. Sanksi ringan terdiri atas:
• Teguran lisan;
• Teguran tertulis; dan
• Pernyataan tidak puas secara tertulis.
2. Sanksi sedang terdiri atas:
• Penundaan kenaikan gaji berkala paling lama 1
(satu) tahun;
• Penurunan gaji sebesar 1 (satu) kali kenaikan gaji
berkala paling lama 1 (satu) tahun;
9KODE ETIK DAN PEDOMAN PERILAKU HAKIM
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
• Penundaan kenaikan pangkat paling lama 1 (satu)
tahun;
• Hakim nonpalu paling lama 6 bulan;
• Mutasi ke pengadilan lain dengan kelas lebih
rendah; dan
• Pembatalan atau penangguhan promosi.
3. Sanksi berat terdiri atas:
• Pembebasan dari jabatan;
• Hakim nonpalu lebih dari 6 (enam) bulan sampai
dengan 2 (dua) tahun;
• Penurunan pangkat pada pangkat yang setingkat
lebih rendah untuk paling lama 3 (tiga) tahun;
• Pemberhentian tetap dengan hak pensiun; dan
• Pemberhentian tidak dengan hormat.
11KODE ETIK DAN PEDOMAN PERILAKU HAKIM
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
PROBLEMATIK HUKUM DALAM PUTUSAN BERBASIS PERSPEKTIF LAPORAN
MASYARAKAT DAN RISET PUTUSAN
A. Definisi
• Secara bahasa “perspektif” berarti: pandangan atau
sudut pandang
• Secara istilah “perspektif” adalah cara melukiskan suatu
benda pada permukaan yang mendatar sebagaimana
yang terlihat oleh mata dengan tiga dimensi (panjang,
lebar, dan tingginya) (menurut KBBI)
B. Perspektif Masyarakat kepada Hakim
• Secara sederhana dapat dikatakan bahwa perspektif
masyarakat terhadap hakim merupakan pandangan
umum masyarakat berdasarkan apa yang mereka
lihat dan alami yang berujung pada kesimpulan atau
pendapat pribadi tentang bagaimana profesi hakim itu.
• Kesimpulan atau pendapat masyarakat tersebut
seringkali didominasi dengan penilaian mereka
terhadap bagaimana profesionalisme hakim yang
meliputi integritas dan kapabilitas.
• Indikator yang dapat menggambarkan perspektif
tersebut dapat diperoleh dari 2 (dua) hal, yakni:
1. Secara internal (dalam diri hakim): berdasarkan
proses dan produk yang dihasilkannya yaitu
putusan (menyangkut kapabilitas) dan perilaku
Dr. Jaja Ahmad Jayus, S.H., M.Hum.
12KODE ETIK DAN PEDOMAN PERILAKU HAKIM
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
hakim diluar pengadilan.
2. Secara eksternal (dari luar hakim): berdasarkan
laporan masyarakat terhadap sisi penyimpangan
profesi hakim.
C. Aspek Penelitian Putusan
• Aspek penelitian putusan meliputi:
1. Aspek formil putusan: tingkat kepatuhan putusan
terhadap hukum acara
2. Aspek materiil putusan: kesesuaian antara fakta
hukum yang ditemukan dengan vonis yang
dijatuhkan
3. Aspek penalaran hukum: cara hakim melakukan
penalaran yang logis dan runtut pada setiap
perkara
4. Aspek pengakomodasian pada nilai keadilan
dan kemanfaatan hukum: Kandungan nilai-nilai
keadilan dan kemanfaatan hukum pada sebuah
putusan hakim serta kreatifitas hakim dalam
menggunakan sumber hukum lainnya
• Setiap tahunnya penelitian putusan menghasilkan
sebuah hasil tentang kecenderungan perilaku dan
profesionalisme hakim dalam memutus. Selama 3
(tiga) tahun terakhir penelitian disimpulkan 3 (tiga) hal
sebagai berikut:
1. Hasil Penelitian
• Kecenderungan Hakim yang sangat positivis
tanpa melihat lebih jauh kondisi sosial dan
fakta hukum riil yang ada dalam putusan.
• Tingkat prosentase yang rendah pada ke-4
13KODE ETIK DAN PEDOMAN PERILAKU HAKIM
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
(empat) aspek yang diteliti.
1) Pemenuhan hukum formil : 61%
2) Pemenuhan huk materiil : 32 %
3) Penalaran logis dan runtut : 43 %
4) Pemenuhan aksiologis : 42,50%
• Kebutuhan untuk meningkatkan kapasitas
hakim di Indonesia dalam memutus.
b. Temuan Peta Laporan Masyarakat terhadap
Hakim
Laporan adalah pengaduan yang
disampaikan oleh Pelapor kepada Komisi Yudisial
yang berisi dugaan pelanggaran KEPPH yang
dilakukan oleh hakim, baik yang disampaikan
secara lisan maupun tertulis. (Peraturan Komisi
Yudisial No. 4 tahun 2012 tentang Tata
Cara Penanganan Laporan Masyarakat).
• Berdasarkan data yang telah direkap
sepanjang tahun 2011 terdapat 1634
pengaduan yang masuk kepada KY. Dari total
laporan tersebut diperoleh 84 jenis laporan
yang dapat dikategorikan sebagai bentuk
pelanggaran Kode Etik dan Perilaku Hakim.
• Hampir sebagian besar laporan menyangkut
pada pelanggaran KEPPH yang dilakukan
pada ranah Hukum Formil.
Contoh:
1) Memanipulasi fakta persidangan, hakim
melarang JPU untuk menghadirikan alat
bukti menentukan yang diajukan dalam
sidang.
14KODE ETIK DAN PEDOMAN PERILAKU HAKIM
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
2) Hakim berpihak tidak mempertimbang-
kan/mengabaikan keberatan-keberatan
yang diajukan salah satu pihak, keberatan
terhadap pelaksaan ulang pemeriksaan
setempat pada tingkat Pengadilan
Negeri.
3) Terdakwa anak dibawah umur, tidak
mendapatkan perlindungan khusus
dalam proses persidangan terkait dengan
tekanan psikologis dari media massa dan
masyarakat.
• Dari 84 jenis tersebut, hanya 13 diantaranya
yang murni menyangkut hukum materiil,
seperti:
1) Tindak pidana 362, hakim memutuskan
terdakwa tanpa mempertimbangkan
semua unsur dakwan, dan tidak
memenuhi ketentuan penjatuhan
hukuman pidana pasal 183 KUHAP.
2) Hakim membatalkan Akte PPAT atas
dasar kesepakatan bersama yang tidak
ada bukti aslinya.
• Sebagian pelanggaran pada ranah hukum
formil dilakukan pada saat persidangan,
sementara sekitar 15% dilakukan pasca
persidangan, misalnya:
1) Tidak memperhatikan keaslian bukti;
2) Keterangan saksi yang direkayasa;
3) Putusan yang sudah berkekuatan hukum
tetap (tingkat kasasi tahun 1982) menurut
15KODE ETIK DAN PEDOMAN PERILAKU HAKIM
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
majelis hakim tidak jelas dan pelapor
diminta untuk mengajukan permohonan
eksekusi baru tanpa ditembuskan ke PT
dan MA padahal perkara a quo justru
dimasukkan dalam daftar yurisprudensi
MA;
4) Format putusan tidak lengkap (misalnya
tidak memenuhi unsur Pasal 197 ayat (1)
KUHAP.
• Perspektif keliru masyarakat pada dalam
laporan terhadap dugaan Pelanggaran Kode
Etik dan Perilaku Hakim:
1) Perlu ditegaskan bahwa Komisi Yudisial
RI hanya menjadikan putusan sebagai
“Pintu Masuk” untuk menelaah lebih
lanjut adanya dugaan pelanggaran
perilaku hakim, bukan melakukan
penilaian benar atau salahnya suatu
putusan.
2) Beberapa contoh pandangan dan
tuntutan yang keliru terhadap dugaan
pelanggaran Kode Etik dan Perilaku
Hakim, antara lain:
• Tuntutan bagi Komisi Yudisial untuk
dapat merubah isi putusan;
• Mendasarkan dugaan pelanggaran
KEPPH hanya pada amar putusan
yang tidak adil;
• Menjadikan mekanisme laporan
dugaan pelanggaran sebagai
16KODE ETIK DAN PEDOMAN PERILAKU HAKIM
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
peradilan ke-dua diluar mekanisme
hukum banding dan kasasi, dst.
c. Data Pelanggaran KEPPH
Jenis pelanggaran perilaku sebelum dan setelah
Surat Keputusan Bersama (SKB) terbit.
1) Sebelum SKB Terbit:
a) Tidak Profesional : 17
b) Tidak Berdisiplin Tinggi : 13
c) Melanggar Sikap Berperilaku Jujur : 54
d) Melanggar Sikap Berperilaku Adil : 5
2) Setelah SKB Terbit:
a) Tidak Berperilaku Adil : 19
b) Tidak Berperilaku Jujur : 26
c) Tidak Berperilaku Arif dan Bijaksana
: 74
d) Tidak Bersikap Mandiri : 5
e) Tidak Bertintegritas Tinggi : 18
f) Tidak Bertanggung Jawab : 57
g) Tidak Menjunjung Tinggi Harga Diri
: 68
h) Tidak Berdisiplin Tinggi : 59
i) Tidak Berperilaku Rendah Hati : -
j) Tidak Bersikap Profesional : 89
*catatan: satu orang hakim bisa melakukan
lebih dari satu pelanggaran
Dilihat dari tingkat pengadilan terhadap 134 orang
hakim direkomendasikan penjatuhan sanksi,
sebanyak 119 orang hakim berasal dari pengadilan
tingkat pertama (PN, PHI, PA, TIPIKOR dan
17KODE ETIK DAN PEDOMAN PERILAKU HAKIM
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
PTUN) dan 15 orang hakim berasal dari hakim
tingkat banding (PT).
d. Data Laporan Masyarakat Untuk Hakim Tingkat
Banding
• Jumlah Laporan untuk semua jenis peradilan
tahun 2005-2012 berjumlah 658
• Data 4 (empat) tahun terakhir adalah:
• Tahun 2009 : 73 Laporan
• Tahun 2010 : 110 Laporan
• Tahun 2011 : 117 Laporan
• Tahun 2012 : 76 Laporan
• Dari jumlah laporan tersebut, kode etik butir 8
dan butir 10 termasuk yang banyak dilaporkan.
Kedua butir tersebut penerapannya telah
di uji materil oleh Mahkamah Agung. Pada
sisi lain pada tanggal 4 Oktober 2012 telah
ditandatangani Peraturan Bersama MA dan
KY tentang Pedoman Penegakan Kode Etik
dan PPH, dimana dalam Peraturan Bersama
tersebut telah diatur penyelesaian apabila
terjadi pelanggaran terhadap butir 8 dan 10
tersebut.
18KODE ETIK DAN PEDOMAN PERILAKU HAKIM
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
D. Penjabaran Nilai Dasar Profesi
Penjabaran nilai dasar profesi, sebagai berikut:
19KODE ETIK DAN PEDOMAN PERILAKU HAKIM
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
Tanya Jawab
Arwan Byrin
Pertanyaan:
Perspektif masyarakat terhadap hakim adalah menerima
dan memutus perkara, dalam perkara perdata pasti ada pihak
yang dimenangkan dan dikalahkan, sedangkan dalam perkara
pidana pasti ada hukuman pidana untuk orang yang melakukan
tindak pidana. Dalam kaitannya dengan Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2008 tentang keterbukaan informasi, sering
kali pihak yang kalah atau yang dikenai hukuman pidana merasa
tidak senang dan tidak puas terhadap hakim, kemudian mereka
kemana-mana, akibatnya informasi yang mereka laporkan
(informasi yang miring) beredar di publik, sehingga membentuk
opini publik yang cenderung miring. Bagaimana sikap hakim
dalam hal ini dimana hakim telah berusaha tidak menyimpangi
hukum acara?
Jawaban:
Mengenai yang pertama dari pak Arwan Byrin. Hukum
acara tidak bisa diterobos, betul prinsipnya memang demikian,
tapi dalam hal-hal tertentu jika tidak diterobos maka tidak
memenuhi nilai kemanfaatan, prinsip hukum acara tidak bisa
diterobos tapi ada pengecualiannya.
Hakim dilarang bersikap yang dapat menimbulkan kesan.
Kesan tersebut sebaiknya dihindarkan, mutlak dan mau tidak
mau. Kesan bukan dalam hati, tapi lebih kepada kulit luarnya,
kesan bukan seperti hukum pidana yang “dalam hati”. Karena
dalam perilaku yang dinilai adalah apa yang nampak, itulah yang
dinilai oleh masyarakat. Untuk itu mau tidak mau harus seperti itu
20KODE ETIK DAN PEDOMAN PERILAKU HAKIM
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
“menjaga kesan”, jika ada laporan masyarakat berkaitan dengan
kesan ini maka Komisi Yudisial tidak serta merta menjatuhkan
sanksi karena tetap didahului dengan pemeriksaan oleh Komisi
Yudisial.
Andriani Nurdin
Pertanyaan:
Putusan hakim adalah harus dianggap benar, sekarang ini
ada Undang-Undang Sistem Peradilan Anak, ingin tahu pendapat
Bapak, dan sejauh mana aktivitas Komisi Yudisial sehubungan
dengan adanya Undang-Undang istem Peradilan Anak. Masukan
teman-teman hakim di Palangkaraya sering menjadi sorotan
karena sering membebaskan perkara korupsi, mereka takut
dipanggil Komisi Yudisial, jika sudah terbukti memang tidak ada
pelanggaran maka tidak masalah dibebaskan (itu saran saya)
tapi ada ketakutan akan dipanggil Komisi Yudisial, sehingga
hakim menjadi tidak independen.
Jawaban:
Diperlukan kejernihan berpikir seorang hakim dalam
memutus perkara, Komisi Yudisial tidak akan menyalah-
nyalahkan seorang hakim jika memang tidak ditemukan
pelanggaran Kode Etik yang dilakukan seorang hakim.
Kitajenda Ginting
Pertanyaan:
Apabila kita lihat dari perkembangan, ada rintisan dari pihak
ahli untuk menyusun Kode Etik sampai dengan terbentuknya
Komisi Yudisial jika melihat sejarahnya objek pengawasan
adalah sosok hakim, mengapa Komisi Yudisial tidak sedikitpun
21KODE ETIK DAN PEDOMAN PERILAKU HAKIM
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
mengajak IKAHI dalam menyusun Kode Etik ini. Tri Prasetya
hakim dalam pertemuan hakim itu wajib begitu juga dengan
menyanyikan mars IKAHI. Ibaratnya jika Komisi Yudisial adalah
ibu kami, bapak kami Mahkamah Agung, maka IKAHI sebagai
anak, mohon jangan ada silang sengketa. Cara pendekatan Komisi
Yudisial pun kurang bagus, segala sesuatu disampaikan dengan
pernyataan ke pers belum tentu benar apakah hakim melakukan
pelanggaran, sedangkan korps IKAHI ini adalah korps yang
diam, dimana hakim tidak bisa menceritakan pengetahuannya
kepada siapapun termasuk kepada isterinya sekalipun, dimana
letak IKAHI dalam penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku
Hakim? jangan kami dipojokkan karena sebenarnya juga antara
Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung belum sepakat tentang
penegakan Kode Etik. Jadi mohon agar dalam menyampaikan
pernyataan jangan terlalu cepat kecuali memang sudah benar-
benar betul, namun jika ingin melakukan pembinaan mari
bersama-sama IKAHI ini.
Jawaban:
Dalam praktiknya antara Komisi Yudisial dan Mahkamah
Agung lebih produktif. Produknya saat ini adalah telah
dikeluarkannya 4 Surat Keputusan Bersama.
Tanggapan Pak Ginting , bagaimana mendidik anak
(hakim) jika orang tuanya jauh dari anak.
Heri Sukemi
Pertanyaan:
Tadi disampaikan tentang menjaga martabat profesi hakim
dengan cakupan melindungi masyarakat pencari keadilan, maka
bagaimana perlindungan bagi hakim itu sendiri, sementara
banyak juga pelecehan-pelecehan terhadap hakim seperti demo,
22KODE ETIK DAN PEDOMAN PERILAKU HAKIM
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
anarkis yang bahkan mengancam (contemp of court), bagaimana
Komisi Yudisial menyikapi ini?
Jawaban:
Sudah ada preseden tentang hakim yang dicemarkan
namanya oleh LSM, Komisi Yudisial disini memberikan langkah-
langkah yaitu dilakukan klarifikasi. Jadi jika ada hakim yang
merasa dirugikan martabat dan kehormatannya sebagai hakim
maka Komisi Yudisial akan memberikan perlindungan langkah-
langkah hukum dan juga langkah-langkah lainnya;
23
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
TINDAK PIDANA KORUPSIProf. Dr. Surya Jaya, S.H., M.Hum.
SESI iI
25
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
Tindak Pidana Korupsi Prof. Dr. Surya Jaya, S.H., M.Hum.
KETENTUAN TENTANG PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMERINTAH DAN
MATERI TENTANG BEBAN PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM PERKARA TINDAK
PIDANA PENCUCIAN UANG
Pemaparan dimulai dengan ketentuan Pengadaan Barang
dan Jasa Pemerintah. Selama 5-6 tahun menjadi Hakim
Agung, perkara korupsi lebih didominasi dengan perkara
Pengadaan Barang dan Jasa sebagai penyebab kebocoran APBD
yang menimbulkan kerugian bagi negara.
Ketentuan-ketentuan sehubungan dengan Pengadaan
Barang dan Jasa senantiasa mengalami perubahan, dalam
kesempatan ini ketentuan tersebut akan diangkat kembali untuk
memberikan pemahaman dan pengetahuan tentang ketentuan
baik yang sejak dahulu ada maupun ketentuan yang berlaku
saat ini, sehinggga peserta dapat mengikuti perkembangan
ketentuan-ketentuannya terlebih dahulu.
Tujuan dari ketentuan tentang Pengadaan Barang dan Jasa
adalah agar Pengadaan Barang dan Jasa dilakukan secara efektif,
efisien,terbuka,bersaing,transparan,adildanakuntabel.
26TINDAK PIDANA KORUPSI
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
Akan kita diskusikan terutama kasus Hambalang, dan
secara umum kelemahan-kelemahan mendasar tentang
penentuan siapa yang seharusnya bertanggungjawab.
Pihak-pihak yang terkait dengan Pengadaan Barang dan
Jasa sudah mengadopsi ketentuan yang baru. Pengadaan Barang
dan Jasa dari pihak pemerintah, untuk menerapkan kerangka
pertanggungajawaban menurut Peraturan Presiden Republik
Indonesia Nomor 70 Tahun 2012 Tentang Perubahan Atas
Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah.
• Pihak Pemerintah
• Pengguna Anggaran (PA);
• Kuasa Pengguna Anggaran (KPA);
• Pejabat Pembuat Komitmen (PPK);
• Pejabat Pengadaan (PP);
• Unit Layanan Pengadaan (ULP);
• Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP).
• Pihak Swasta
A. Penyedia Barang dan Jasa/Kontraktor
Dalam setiap kegiatan Pengadaan Barang dan Jasa,
sebagian besar pelaku utamanya adalah PPK (Pejabat Pembuat
Komitmen), PPK ini bisa menarik keatas dan menarik kebawah.
Nanti kita lihat bagaimana pertanggungjawaban masing-
masing, ini yang perlu didiskusikan secara mendalam;
Siapa itu PPK? PPK ditetapkan oleh PA dan bisa juga
ditetapkan oleh KPA, tapi dalam praktiknya karena untuk
mengangkat PPK ada syarat yang ketat, salah satu yang terberat
adalah sertifikasi keahlian, tidak dipedulikan persyaratan
ini, berakibat pada orang yang diangkat tidak mempunyai
27TINDAK PIDANA KORUPSI
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
kompetensi keahlian yang diwujudkan melalui sertifikasi
keahlian sehingga pekerjaan menjadi tidak berjalan, manakala
tidakadayangmemilikisertifikasikeahlianmakayangbertindak
sebagai PPK adalah PA dan atau KPA karena dianggap PA-KPA
sudah mampu, inilah jalan keluarnya.
PPK sebagai pemilik pekerjaan dan bertanggungjawab
baik secara fisik, administrasi, finansial, atas penyelenggaraan
Pengadaan Barang dan Jasa yang dilaksanakannya, pakai pasal
55-56 dalam penerapannya, biasanya jaksa menggunakan pasal
ini.
Dalam hal ini yang seru karena BPK juga ikut menyebutkan
nama dari hasil audit investigasi, dimana kewenangan BPK
hanya menghitung kerugian negara, BPK hanya mampu
sebatas menelusuri kemana aliran dana, makanya saya sering
mengusulkan agar BPK menelusuri kemana aliran dana dengan
menggandeng PPATK. Dimana dalam kasus seperti ini, informasi
aliran dana sering terputus di Pengadilan Negeri, sementara jaksa
juga tidak turut menelusuri. Mengapa sangat penting? Karena
hasil tindak pidana korupsi yang kemudian dialihkan kepada
pihak lain sudah masuk menjadi tindak pidana tersendiri.
Tidak benar adanya penggunaan istilah “yang dinikmati”
cakupannya kecil sehingga menyulitkan, sebaiknya menggunakan
istilah “yang diperoleh” karena cakupannya lebih luas.
Panitia lelang sering diseret oleh jaksa, karena melakukan
lelang tidak sesuai Keputusan Presiden.
Ada yang baru adalah panitia pejabat/penerima hasil
pekerjaan, dalam penerapannya karena banyak proyek yang
diserahkan hanya sebagai formalitas, sehingga hakim dalam hal
ini juga dapat menarik mereka, nanti kita lihat bagaimana dan
kapan panitia ini bertanggungjawab.
28TINDAK PIDANA KORUPSI
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
Intinya: pahami apa yang menjadi tugas dan kewenangan
dari jabatan-jabatan yang disebutkan tadi satu per satu, jadi
bisa diukur apakah melawan hukum ataukah menyalahgunakan
kekuasaana. Harus dijelaskan pelanggaran hukum apa yang
dilakukan dan penyalahgunaan kewenangan apa yang dilanggar.
Putusan hakim harus ada ratio desidendi-nya yaitu:
mengapa ditolak? mengapa dihukum? mengapa dilepaskan?
Ketika ada perbedaan pendapat yang prinsipil maka
sudah siap karena sudah disertai dengan pertimbangannya,
yaitu dimana letak penyalahgunaan hukum, penyalahgunaan
wewenang.
Kemudian jika dari pihak swasta, pihak yang berkaitan
yaitu: Kontraktor/Penyedia Barang Jasa.
Sehingga kita/hakim harus mampu membuat skema
pertanggungjawabannya.
Menurut saya pribadi, BPK hanya berwenang menghitung
berapa kerugian dan kemana aliran dananya.
Dalam Perjanjian Barang dan Jasa yang utama untuk
disorot adalah PPK-nya terlebih dahulu.
Selain itu dalam setiap Pengadaan Barang dan Jasa
perhatikan juga spesifikasi teknis, karena disini banyak
permainan, terutama yang disebabkan karena adanya selisih.
Yang parah jika PA atau KPA-nya hanya menerima laporan
saja, coba posisikan pasal 55-56 tadi.
Putusan yang baik adalah putusan yang memuat alasan-
alasan penjatuhan pertimbangan dan hasil putusan;
29TINDAK PIDANA KORUPSI
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
B. Pembuktian Terbalik
• Menurut Pak Adnan pembuktian terbalik tidak boleh
digunakan, tapi saya membantahnya;
• KUHAP, yang harus membuktikan adalah jaksa;
• Dalam UU tipikor, pembuktian dibebankan pada
Terdakwa;
• Terlepas dari persoalan teoritik kita setuju atau tidak,
Undang-Undang kita sudah mengakomodasi sistem
pembalikan beban pembuktian;
• Undang-Undang Tipikor Pasal 37 Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2001 à Terdakwa mempunyai hak
untuk membuktikan bahwa ia tidak melakukan tipikor;
• Pembuktian terbalik hanya berlaku terhadap harta
hasil kejahatan, tentang perbuatan kesalahannya tidak
termasuk sebagai jalan tengah perdebatan antara yang
setuju dan tidak setuju;
• Pengaturan pembuktian terbalik dalam Undang-
Undang Tipikor, seolah-olah dalam Undang-Undang
Tipikor menganut prinsip Presumption of Guilty;
• Pembuktian terbalik dilakukan pada saat pemeriksaan
di sidang pengadilan (Pasal 38 A Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2001);
31TINDAK PIDANA KORUPSI
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
SOAL DARI NARASUMBER
Terdakwa didakwa melakukan korupsi 10 M, namun
setelah ditelusuri oleh penyidik atau penuntut umum ternyata
jumlah hartanya sebesar 50 M. Lalu bagaimana dengan yang
40 M? Apakah Bapak/Ibu akan meminta keterangan Terdakwa
mengenai harta yang 40 M tersebut? Bagaimana sikap Bapak/
Ibu, apakah kita biarkan begitu atau kita bawa ke Tindak Pidana
Pencucian Uang (TPPU) atau bagaimana? Bagaimana menurut
pendapat Bapak/Ibu.
JAWABAN PESERTA
Hasby Junaidi Tolib
Bahwa yang menjadi dasar dari pemeriksaan di
persidangan adalah dakwaan, oleh karena itu yang harus kita
buktikan adalah dakwaannya, termasuk kerugian negara apakah
benar 10 M. Kalau sudah terbukti yang dikorupsi dalam kasus
tersebut 10 M sedangkan setelah ditelusuri oleh penyidik dan
lain-lain ada harta 40 M lagi maka hal tersebut sudah bukan
menjadi kewenangan dari pengadilan lagi.
Heri Sukemi
Berdasarkan Pasal 37 A ada kewajiban bagi Terdakwa untuk
menjelaskan semua hartanya secara keseluruhan. Jadi menurut
saya harus diperiksa secara keseluruhan. Perkara nanti yang
merugikan negara hanya 10 M, maka konsekuensinya adalah
yang 40 M dikembalikan, tapi wajib memberikan keterangan
secara keseluruhan karena Pasal 37 A menyatakan demikian.
Diskusi dan Tanya Jawab
32TINDAK PIDANA KORUPSI
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
Alfred Pangala Batara Randa
Kalau saya sependapat bahwa dasar pemeriksaan di
persidangan adalah dakwaan. Dan itu yang dianut sampai
sekarang ini. Dan dari Mahkamah Agung belum ada kejelasan
bahwa hakim yang ada di bawahnya supaya menggunakan Pasal
37 A, jadi hakim yang sekarang masih ragu-ragu bagaimana kalau
menggunakan pasal tersebut namun ternyata salah. Jadi menurut
saya prinsipnya pemeriksaan yang sampai sekarang ini masih
menganggap hakim bahwa yang menjadi dasar dakwaan hanya
10 M, sedangkan yang 40 M dikembalikan kepada darimana
barang itu disita. Kalau sudah ada kejelasan dari Mahkamah
Agung bahwa hakim sudah harus menggunakan ketentuan dari
Pasal 37 A maka kita akan menggunakannya. Sebab seperti
yang tadi bapak narasumber katakan bahwa bukan hanya
Buyung Nasution yang mengkritik tapi juga Indriyanto Seno
Adji mengatakan bahwa di dunia dan akhirat tidak dilakukan
pembuktian terbalik, hanya di Indonesia yang menggunakan
pembuktian terbalik, itulah kritiknya. Jadi di sini memang
masih terbelah, sehingga kalau memang dari Mahkamah Agung
mengatakan bahwa konsekuen kita gunakan Pasal 37 A maka
akan kita gunakan Pasal 37 A.
Putu Supadmi
Kalau saya pada prinsipnya sependapat bahwa dasar
pemeriksaan di persidangan adalah dakwaan. Kalau mengenai
Pasal 37 A, dari uraian pasalnya saya menafsirkan bahwa itu
adalah ranah penyidikan, karena masih di duga. Dalam pasal
tersebut dinyatakan bahwa “kalau ada harta dari Terdakwa
maupun keluarganya di duga mempunyai hubungan dengan
perkara yang sedang didakwakan kepada dia ....” maka saya pikir
33TINDAK PIDANA KORUPSI
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
hal tersebut adalah masih dalam ranah penyidikan, bukan dalam
persidangan.
Muslich Bambang Luqmono
Pada dasarnya pemeriksaan sebuah perkara disamping
pedoman dasarnya adalah dakwaan tapi kalau sudah menjadi
milik publik dan terkemuka ke permukaaan maka hakim harus
memberikan kejelasan di depan persidangan, apalagi kalau live
TV one misalnya, rakyat butuh jawabannya. Dan yang penting
adalah putusan membawa makna dan hakim harus memimpin
sebuah peradaban. Itu kata kuncinya. Dan saya tidak sependapat
bahwa dalam dunia akhirat tidak ada pembuktian terbalik. Yang
saya yakini saya akan ditanya nanti di yaumul akhir, di akhirat
nanti akan ada pembuktian terbalik.
Roki Panjaitan
Menurut pandangan saya kalau memang telah disita
oleh penyidik meskipun itu tadi 10 M, hakim bisa memberikan
kesempatan kepada Terdakwa untuk membuktikan dari
mana asal-usulnya. Saya kaitkan dengan teknik pemeriksaan
di persidangan, banyak hakim-hakim Pengadilan Negeri
menanyakan bagaimana menerapkan beban pembuktian terbalik
dalam perkara tindak pidana pencucian uang maupun tindak
pidana korupsi. Saya katakan kepada hakim-hakim Pengadilan
Negeri bahwa buat saja penetapan, memberikan kesempatan
yang luas kepada Terdakwa untuk membuktikan darimana asal
usul harta kekayaannya, semua harus ada dalam penetapan
tersebut baik itu kesempatan mengajukan saksi maupun surat.
Dan ini saya lihat belum pernah digunakan oleh hakim-hakim
Pengadilan Negeri. Bagi saya, dalam satu perkara apabila tidak
34TINDAK PIDANA KORUPSI
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
jelas asal-usul uang ini, hakim bisa menerapkan uang tersebut
dirampas untuk negara. Persoalannya adalah hakim harus
memberikan kesempatan yang luas kepada Terdakwa untuk
mengajukan segala bukti yang dimilikinya untuk menunjukkan
bahwa uang itu adalah uang dia, tetapi hakim juga harus berpikir
strategismelihat apa sebenarnyaprofilTerdakwasehinggadia
bisa memiliki uang sampai 50 M, apakah misalnya seorang
pegawai kecamatan bisa memiliki uang sebanyak itu. Kalau ada
hal seperti ini maka menurut saya harus di rampas untuk negara.
Karena barang tidak bertuan pun bisa dirampas untuk negara.
Jadi menurut saya, memang dasar dan arah suatu pemeriksaan
di persidangan adalah surat dakwaan, tapi kita juga melihat
apabila dikembalikan kepada jaksa untuk melakukan suatu
proses terhadap yang 40 M maka bisa-bisa proses tersebut tidak
jadi, sehingga harus dikembalikan kepada negara karena tidak
jelas asal usulnya.
Sutardjo
Arah pemeriksaan majelis hakim adalah berpegang pada
surat dakwaan jaksa. Akan tetapi apabila sudah diketemukan
seperti tadi yaitu ditemukan lebih dari yang didakwakan oleh
jaksa penuntut umum (kelebihan 40 M) maka sebaiknya
majelis hakim menginformasikan kepada penyidik bahwa ada
hal yang demikian supaya ditindaklanjuti. Jadi ditulis dalam
berita acara bahwa ada hal yang demikian supaya penyidik
menindaklanjuti, jadi hakim tidak dapat melakukan penyitaan
namun diperintahkan kepada penyidik dengan dimuat dalam
berita acara persidangan supaya ditindaklanjuti.
Putu Supadmi
35TINDAK PIDANA KORUPSI
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
Ternyata jawabannya ada di Pasal 38 B. Tadi saya keliru.
Andriani Nurdin
Terhadap pendapat Pak Roki saya berpendapat bahwa
tidak perlu penetapan, cukup dengan berita acara saja. Tapi saya
juga sependapat bahwa kita harus berpegang pada dakwaan
dan seorang Terdakwa harus mempunyai kesempatan yang luas
untuk dapat membela diri, bukan dengan membuktikan secara
tiba-tiba. Saya juga sependapat dengan Pak Sutardjo bahwa
seharusnya penyidik melanjutkan hal tersebut termasuk tindak
pidana apa. Jadi Terdakwa bisa mendapat kesempatan banyak
untuk dan dalam Undang-Undang International Covenant on
Civil and Political Rights (ICCPR) bahwa seorang Terdakwa harus
diberikan kesempatan yang seluas-luasnya untuk melakukan
defence, tidak boleh mendadak, mungkin luasnya itu tidak satu
atau dua hari tapi seluas-luasnya. Jika secara tiba-tiba maka itu
termasuk pelanggaran hak asasi manusia.
Hasby Junaidi Tolib
Dasar pemeriksaan di muka persidangan adalah dakwaan.
Apabila dakwaannya 10 M maka tidak bisa kita periksa menjadi
20 M atau seterusnya. Permasalahannya adalah pembuktian oleh
Jaksa untuk membuktikan yang 10 M. Terhadap yang 10 M ini
juga berdasarkan Pasal 37 Terdakwa dapat menggunakan haknya
untuk membuktikan bahwa harta 10 M tersebut bukan berasal
dari tindak pidana korupsi. Sedangkan yang 40 M memang tidak
didakwakan sehingga tidak perlu membela diri. Hal tersebut
merupakan urusan Terdakwa dan kasus selanjutnya.
Tanggapan Narasumber (Prof. Surya Jaya)
Betul apa yang disampaikan Ibu Putu Supadmi tadi
36TINDAK PIDANA KORUPSI
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
bahwa dalam Pasal 38 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001
dijelaskan secara tegas bahwa apabila seseorang melakukan
korupsi seperti yang disebutkan dalam Pasal 2 dan seterusnya
maka dia wajib membuktikan sebaliknya terhadap harta benda
yang belum didakwakan, tetapi diduga berasal dari tindak
pidana. Dalam kasus tadi penyidik menyita barang Terdakwa
sebesar 50 M, namun yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum
hanya 10 M, sehingga ada harta 40 M yang belum didakwakan
oleh Jaksa Penuntut Umum. Ketika ada persoalan seperti ini
maka Terdakwa diwajibkan untuk menjelaskan apakah harta 40
M tersebut diperoleh dari sumber yang benar, sumber yang sah,
sumber yang halal. Apabila Terdakwa tidak bisa membuktikan
hal tersebut maka dalam Pasal 38 B ayat (2) secara tegas
dijelaskan bahwa hakim berwenang untuk memutuskan seluruh
atau sebagian harta tersebut dirampas untuk negara. Bapak/Ibu
mempunyai wewenang untuk memutuskan dalam amar putusan
Bapak/Ibu bahwa harta yang tidak didakwakan oleh Jaksa
Penuntut Umum tersebut dirampas untuk negara.
TANYA JAWAB
Anonym
Pertanyaan 1:
Apabila kita baca ayat 3 nya kewenangannya itu timbul
apabila dituntut oleh Jaksa Penuntut Umum
Jawaban 1:
Jadi ketika itu tidak didakwakan, ketika sudah akan
diputus oleh pengadilan maka itu kemudian diajukan pada
saat pembacaan tuntutan. Jadi tidak perlu didakwakan karena
dakwaan tidak bisa dirubah lagi. Tetapi yang 40 M tersebut
diajukan pada saat tuntutan. Jadi tidak ada perubahan dakwaan,
37TINDAK PIDANA KORUPSI
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
dalam Pasal ini tidak memungkinkan adanya perubahan
dakwaan.
Pertanyaan 2:
Seandainya tidak dituntut oleh Jaksa Penuntut Umum
bagaimana?
Jawaban 2:
Jadi begini Pak, pada prinsipnya mekanismenya adalah
apabila ada yang belum didakwakan, yang mana dalam kasus
tersebut adalah harta yang 40 M tadi, maka pada saat hakim akan
menjatuhkan putusan, Jaksa mengajukannya dalam requisitoir
nya pada saat requisitoir. Ini jalan keluar yang diberikan
Undang-Undang untuk mengatasi harta kekayaan yang diduga
dari hasil tindak pidana korupsi namun tidak didakwakan. Jadi
pada dasarnya harus diajukan di requisitoir meskipun tidak
didakwakan.
Pertanyaan 3:
Berarti apabila tidak dituntut maka hakim tidak berwenang?
Jawaban 3:
Ya, itu sudah jelas dalam Undang-Undang, harus dituntut.
Andriani Nurdin
Pertanyaan:
Dalam Pasal 38 B jelas seperti yang tadi Bapak sampaikan,
memang secara normatif semua ada di sini, tapi belum ada
yang mengatakan bahwa ada kerugian negara lagi sebesar 40
M. Dalam tindak pidana korupsi intinya sebenarnya harus ada
kerugian negara, lalu kerugian negara yang mana? Memang
secara normatifnya saya pahami, tapi secara rasa keadilan hak
asasi Terdakwa terlalu diabaikan.
38TINDAK PIDANA KORUPSI
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
Jawaban:
Saya sudah menangkap filosofinya, tapi itulah
konsekuensi dari sistem pembuktian terbalik terhadap harta, itu
konsekuensinya. Itulah yang ditantang dari Pak Adnan Buyung
Nasution tadi, beliau tidak sependapat. Mengapa ini lahir? Karena
korupsi ketika itu sifatnya ordinary, sangat luar biasa, tindak
pidana korupsi itu sangat sistematis, sangat tersembunyi, tidak
tersentuh, tidak kasat mata, korupsi tidak terjadi hari ini, bulan
lalu atau tahun lalau tapi sepuluh tahun yang lalu atau lebih, dan
itu sangat tertutup. Sehingga pembuat Undang-Undang merasa
korupsi sangat luar biasa, maka roh itu lah yang dibangun
untuk sementara, meskipun sebenarnya telah melabrak prinsip-
prinsip yang tadi saya sampaikan. Memang ini ada pelanggaran,
karena tidak kelihatan ada kerugian negara. Ada banyak kasus
yang sudah diputus dan sudah in kracht di Mahkamah Agung.
Namun hal ini adalah untuk sementara karena kondisi negara
kita terhadap bahaya korupsi sudah sangat luar biasa sehingga
mendorong lahirnya ketentuan ini. Jadi inilah yang terbaik untuk
sementara waktu, ke depan ada kemungkinan bahwa ketentuan
tersebut harus kita revisi ketika keadaan sudah menjadi baik,
sudah menjadi normal.
Muslich Bambang Luqmono
Pertanyaan:
Saya memperoleh informasi bahwa kamar pidana
bersepakat bahwa korupsi dibawah 100 juta tidak dikenakan
Pasal2melainkanPasal3.Sayamemerlukanklarifikasiapakah
hal ini benar atau tidak?
Jawaban:
Memang ada perdebatan di lingkungan kamar pidana
39TINDAK PIDANA KORUPSI
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
tentang penerapan pasal 2 dan pasal 3. Ini merupakan perdebatan
klasik. Namun sebelum saya jawab, pernah ada pertemuan di
Megamendung yang dipimpin oleh Ketua Mahkamah Agung Pak
HarifinTumpapadawaktu itumembahas tentangpasal2dan
pasal 3 karena perbedaannya terlalu tajam, sehingga banyak yang
dissenting opinion apakah pasal 2 atau pasal 3. Pendapat saya
ketika itu adalah saya tidak sepakat apabila pasal 2 dan pasal 3
yang didakwa secara subsidiairitas dibaca alternatif karena pada
dasarnya melanggar prinsip-prinsip hukum acara khususnya
mengenai rumusan dakwaan. Tidak elok jika kita menyatakan
dakwaan subsidiairitas dibaca alternatif hanya karena kita akan
ke pasal 3. Memang tidak adil ketika seseorang melakukan
tindak pidana korupsi dengan nilai 500 ribu atau 1 juta atau 5
juta kemudian kita gunakan pasal 2 maka akan sangat tidak adil,
apabila kita bicara rasa adil. Apabila kita mau menghindari Pasal
2 ketika maka menurut saya akan lebih baik jika pertimbangan
kita adalah korupsi 1 juta dan 2 juta tidak memperkaya diri, jadi
unsur memperkaya diri tidak terbukti sehingga dengan tidak
terbuktinya hal tersebut kita pindah ke Pasal 3. Hal tersebut
tidak melabrak hukum acara dan reasoning kita bisa diterima,
siapa yang tidak menerima bahwa korupsi 1 juta atau 500 ribu
itu tidak memperkaya diri? Secara logika, akal sehat dan hati
nurani orang akan menerima reasoning tersebut.
41
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
TINDAK PIDANA PERBANKANProf. Dr. Sutan Remy Syahdeini, S.H.
SESI iII
43
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
Tindak Pidana Perbankan
Prof. Dr. Sutan Remy Syahdeini, S.H.
TINDAK-TINDAK PIDANA PERBANKAN INDONESIA
A. Pengertian Tindak Pidana Perbankan (TPP)
• Arti luas: TPP adalah perilaku (conduct), baik berupa
melakukan sesuatu (commission) atau tidak melakukan
sesuatu (omission), yang menggunakan produk
perbankan (banking product) sebagai sarana perilaku
pelakunya atau produk perbankan (banking product)
sebagai sasaran perilaku pelakunya dan telah ditetapkan
sebagai tindak pidana oleh undang-undang.
• Arti sempit: TPP adalah perilaku (conduct), baik
berupa melakukan sesuatu (commission) atau tidak
melakukan sesuatu (omission), yang ditetapkan
sebagai tindak pidana oleh Undang-Undang Perbankan
Indonesia (UU No. 7/1992 sebagaimana telah diubah
dengan UU No. 10/1998).
44TINDAK PIDANA PERBANKAN
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
B. Pasal Sapu Jagad
• Merupakan asas hukum dalam Undang-Undang
Perbankan Indonesia bahwa setiap perilaku (conduct)
yang bertentangan dengan setiap peraturan perundang-
undangan yang berlaku (khusus) bagi bank adalah
tindak pidana.
• Peraturan perundang-undangan yang khusus bagi
perbankan Indonesia adalah Undang-Undang No. 7
Tahun 1992 Tentang Perbankan sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 dan
berbagai Peraturan Bank Indonesia PBI.
• Pasal 49 ayat (2) huruf b
a. Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai
bank yang dengan sengaja:
b. Tidak melaksanakan langkah-langkah yang
diperlukan untuk memastikan ketaatan bank
terhadap ketentuan dalam Undang-undang ini
dan ketentuan peraturan perundang-undangan
lainnya yang berlaku bagi bank, diancam dengan
pidana penjara sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun
dan paling lama 8 (delapan) tahun serta denda
sekurang-kurangnya Rp. 5.000.000.000,00
(lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp.
100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
• Pasal 49 ayat (2) huruf b adalah “Pasal Sapu Jagad”.
• Pasal tersebut disebut Pasal Sapu Jagad karena
menentukan bahwa anggota Dewan Komisaris,
Direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja tidak
melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan
untuk memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan
45TINDAK PIDANA PERBANKAN
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
dalam Undang-Undang ini dan ketentuan perundang-
undangan lainnya yang berlaku bagi bank diancam
dengan pidana.
• Artinya, Pasal tersebut menentukan sebagai suatu
tindak pidana terhadap pelanggaran yang bukan saja
terhadap Undang-Undang Perbankan tetapi juga
terhadap peraturan perundang-undangan lainnya yang
berlaku bagi bank.
• Dalam Pasal 49 ayat (2) huruf b tersebut, peraturan
perundang-undangan lainnya yang dimaksud tidak
ditentukan secara spesifik.
• Selain itu, dapat merupakan tindak pidana terhadap
peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku
bagi bank bukan saja yang sudah ada tetapi juga
yang masih akan ada (belum ada) ketika Undang-
Undang Perbankan berlaku.
1. PasalSapuJagadBagiPihakTerafiliasi
Sejalan dengan semangat Pasal 49 ayat (2) huruf
b, Pasal 50 menentukan:
Pihak Terafiliasi yang dengan sengaja tidak
melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan
untuk memastikan ketaatan bank terhadap
ketentuan dalam Undang-undang ini dan
peraturan perundang-undangan lainnya yang
berlaku bagi bank, diancam dengan pidana
penjara sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun
dan paling lama 8 (delapan) tahun serta denda
sekurang-kurangnya Rp. 5.000.000.000,00
(lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp.
100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
46TINDAK PIDANA PERBANKAN
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
2. Pasal Sapu Jagad Bagi Pemegang Saham
Sejalan dengan semangat Pasal 49 ayat (2) huruf
b, Pasal 50A menentukan:
Pemegang saham yang dengan sengaja
menyuruh Dewan Komisaris, Direksi, atau
pegawai bank untuk melakukan atau tidak
melakukan tindakan yang mengakibatkan
bank tidak melaksanakan langkah-langkah yang
diperlukan untuk memastikan ketaatan bank
terhadap ketentuan dalam Undang-undang ini
dan ketentuan peraturan perundang-undangan
lainnya yang berlaku bagi bank, diancam
dengan pidana penjara sekurang-kurangnya
7 (tujuh) tahun dan paling lama 15 (lima belas)
tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp.
10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan
paling banyak Rp. 200.000.000.000,00 (dua
ratus miliar rupiah).
3. Pasal-Pasal Penting Yang Dapat Diancam Pasal
Sapu Jagad
Pasal 8
• Dalam memberikan kredit atau pembiayaan
berdasarkan Prinsip Syariah, Bank
Umum wajib mempunyai keyakinan
berdasarkan analisis yang mendalam
atau itikad baik dan kemampuan serta
kesanggupan Nasabah Debitur untuk
melunasi utangnya atau mengembalikan
pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang
diperjanjikan.
47TINDAK PIDANA PERBANKAN
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
• Untuk memperoleh keyakinan tersebut,
sebelum memberikan kredit, bank harus
melakukan penilaian yang seksama terhadap
watak, kemampuan, modal, agunan,
dan prospek usaha dari nasabah debitor.
• The Five Cs’ of Credit
• Character
• Capital: Can he pay?
• Capacity: How much can he pay?
• Conditions (business, legal, politics, dll)
• Collateral
• Sumber pelunasan kredit:
• First way out, dan/atau
• Second way out
Penjelasan Pasal 8
Bank dalam memberikan kredit atau
pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah
harus pula memperhatikan Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan (AMDAL) bagi perusahaan
yang berskala besar dan/atau risiko tinggi agar
proyek yang dibiayai tetap menjaga kelestarian
lingkungan.
Pasal 10
Bank Umum dilarang:
• melakukan penyertaan modal kecuali
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf
b dan huruf c;
• melakukan usaha perasuransian;
• melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan
48TINDAK PIDANA PERBANKAN
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
Pasal 7
Pasal 14
Bank Perkreditan Rakyat dilarang:
a. menerima simpanan berupa giro dan ikut
serta dalam lalu lintas pembayaran;
b. melakukan kegiatan usaha dalam valuta
asing;
c. melakukan penyertaan modal;
d. melakukan usaha perasuransian;
e. melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13.
Pasal 11
(1) Bank Indonesia menetapkan ketentuan
mengenai batas maksimum pemberian
kredit atau pembiayaan berdasarkan
Prinsip Syariah, pemberian jaminan,
penempatan investasi surat berharga atau hal
lain yang serupa, yang dapat dilakukan oleh bank
kepada peminjam atau sekelompok peminjam
yang terkait termasuk kepada perusahaan-
perusahaan dalam kelompok yang sama dengan
bank yang bersangkutan.
(2) Batas maksimum sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) tidak boleh melebihi 30% (tiga
puluh perseratus) dari modal bank yang
sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh
Bank Indonesia.
(3) Bank Indonesia menetapkan ketentuan
mengenai batas maksimum pemberikan
kredit, atau pembiayaan berdasarkan
49TINDAK PIDANA PERBANKAN
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
Prinsip Syariah, pemberian jaminan,
penempatan investasi surat berharga, atau
hal lain yang serupa yang dapat dilakukan oleh
bank kepada:
a. pemegang saham yang memiliki 10%
(sepuluh perseratus) atau lebih dari
modal disetor bank;
b. anggota Dewan Komisaris;
c. anggota Direksi;
d. keluarga dari pihak sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf
c;
e. pejabat bank lainnya; dan
f. perusahaan-perusahaan yang di
dalamnya terdapat kepentingan dari pihak-
pihak sebagaimana dimaksud dalam huruf
a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e.
Pasal 11 ayat (4), (4A), (5)
(4) Batas maksimum sebagaimana dimaksud
dalam ayat (3) tidak boleh melebihi 10%
(sepuluh perseratus) dari modal bank
yang sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan
oleh Bank Indonesia.
(4A) Dalam memberikan kredit atau pembiayaan
berdasarkan Prinsip Syariah, bank dilarang
melampaui batas maksimum pemberian
kredit atau pembiayaan berdasarkan
Prinsip Syariah sebagaimana diatur dalam
ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4).
(5) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana
50TINDAK PIDANA PERBANKAN
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (3) wajib
dilaporkan sesuai dengan ketentuan yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia.
C. Penghimpunan Dana Simpanan Tanpa Ijin Bi
• Pasal 16 ayat (1)
Setiap pihak yang melakukan kegiatan menghimpun
dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan
wajib terlebih dahulu memperoleh izin usaha sebagai
Bank Umum atau Bank Perkreditan Rakyat dari
Pimpinan Bank Indonesia, kecuali apabila kegiatan
menghimpun dana dari masyarakat dimaksud diatur
dengan Undang-undang tersendiri.
• Bagi perbankan Indonesia, berlaku asas bahwa
penghimpunan dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan tidak boleh dilakukan oleh pihak yang
bukan bank. Dengan kata lain, hanya bank yang dapat
menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan.
Asas ini ditentukan dalam Pasal 16 ayat (1) UUP.
• Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 16 ayat (1)
tersebut di atas diancam dengan pidana penjara serta
denda oleh Pasal 46 UUP yang berbunyi:
1. Barang siapa menghimpun dana dari masyarakat
dalam bentuk simpanan tanpa izin usaha
dari Pimpinan Bank Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 16, diancam dengan pidana
penjara sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun dan
paling lama 15 (lima belas) tahun serta denda
sekurang-kurangnya Rp.10.000.000.000,00
(sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp.
51TINDAK PIDANA PERBANKAN
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah).
2. Dalam hal kegiatan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dilakukan oleh badan hukum
yang berbentuk perseroan terbatas,
perserikatan, yayasan atau koperasi, maka
penuntutan terhadap badan-badan dimaksud
dilakukan baik terhadap mereka yang memberi
perintah melakukan perbuatan itu atau yang
bertindak sebagai pimpinan dalam perbuatan
itu atau terhadap kedua-duanya.
• Apakah yang dimaksudkan dengan simpanan menurut
ketentuan Pasal 16 ayat (1) dan Pasal 46 UUP tersebut?
• Menurut Pasal 1 angka 5 UUP, yang dimaksudkan
dengan simpanan adalah: dana yang dipercayakan
oleh masyarakat kepada bank berdasarkan perjanjian
penyimpanan dana dalam bentuk giro, deposito,
sertifikat deposito, tabungan dan atau bentuk lainnya
yang dipersamakan dengan itu.
• Berdasarkan pengertian atau definisi tersebut, maka
sepanjang bentuknya bukan giro, deposito, sertifikat
deposito, tabungan, dan atau bentuk lainnya yang
dipersamakan dengan itu, maka dana itu, yang
sekalipun dihimpun dari masyarakat, bukan merupakan
“simpanan”.
• Pasal 1 angka 5 UUP membatasi pengertian simpanan
hanya kepada dana masyarakat yang dihimpun dalam
bentukgiro,deposito,sertifikatdeposito,tabungan,dan
atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
• Ciri khusus dari giro, deposito, sertifikat deposito,
tabungan, dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan
52TINDAK PIDANA PERBANKAN
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
dengan itu adalah dana yang dipinjam oleh bank (utang
bank) dari nasabah penyimpannya (kreditor bank) dan
menjadi sumber kredit yang diberikan oleh bank kepada
debitor bank.
• Dengan demikian, terdapat perbedaan antara dana
masyarakat yang berbentuk simpanan dan dana
masyarakat yang tidak berbentuk simpanan.
• Apabila dana yang dihimpun dari masyarakat oleh
siapa pun tetapi tidak perlu dikembalikan
kepada pemilik asal dari dana tersebut dan tujuan
penggunaannya bukan untuk disalurkan kembali
kepada masyarakat dalam bentuk kredit, maka dana
tersebut bukan dana masyarakat yang berbentuk
simpanan.
• Sebagai contoh adalah dana masyarakat yang dihimpun
oleh suatu pihak dengan menerbitkan obligasi yang
ditawarkan/dijual kepada masyarakat melalui pasar
modal atau melalui penawaran langsung dan apabila
dana masyarakat yang terhimpun dengan cara seperti itu
bukan dimaksudkan untuk disalurkan kembali kepada
masyarakat dalam bentuk kredit tetapi digunakan
untuk pengembangan usaha sendiri, maka kegiatan
tersebut bukan merupakan kegiatan menghimpun
dana masyarakat dalam bentuk simpanan.
• Tetapi apabila dana masyarakat yang berhasil dihimpun
melalui penerbitan obligasi tersebut digunakan oleh
penerbit obligasi untuk disalurkan dalam bentuk kredit
atau pinjaman kepada pihak lain, maka dana yang
berhasil dihimpun dari masyarakat melalui penerbitan
obligasi itu merupakan dana yang berbentuk simpanan.
53TINDAK PIDANA PERBANKAN
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
• Karena itu, kegiatan tersebut harus memperoleh izin
dari BI sesuai dengan ketentuan Pasal 16 UUP.
• Banyak contoh dalam kehidupan masyarakat dimana
suatu pihak menghimpun dana dari masyarakat tetapi
penghimpunan dana tersebut tidak dapat dikatagorisasi
sebagai penghimpunan dana dalam bentuk simpanan
karena bukan untuk tujuan pemberian kredit.
• Contohnya adalah penghimpunan dana dari masyarakat
berupa sumbangan tetapi bukan dimaksudkan untuk
disalurkan kembali dalam bentuk kredit kepada pihak
lain tetapi, misalnya, untuk keperluan membantu
kelompok masyarakat tertentu yang tertimpa musibah
(bencana alam seperti tsunami, gunung meletus, dan
lain-lain) atau untuk membantu biaya pengobatan
seorang anak yang cacat sebagaimana yang sering
dilakukan oleh media cetak dan atau elektronik.
• Contoh lain adalah penerbitan surat utang jangka
pendek (surat utang berjangka maksimum satu tahun)
yang dikenal dengan istilah commercial paper atau
CP yang dijual di pasar uang oleh penerbitnya untuk
keperluan modal kerja atau mengatasi kesulitan cash
flowdari penerbit CP.
• Kegiatan penghimpunan dana yang seperti itu bukan
merupakan kegiatan penghimpunan dana yang
berbentuk simpanan karena bukan untuk disalurkan
kembali dalam bentuk kredit tetapi dipakai untuk
keperluan sendiri.
• Oleh karena itu, kegiatan-kegiatan penghimpunan dana
masyarakat tetapi tidak untuk disalurkan kembali dalam
bentuk kredit seperti contoh-contoh yang dikemukakan
54TINDAK PIDANA PERBANKAN
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
di atas, tidak dapat diancam berdasarkan Pasal 46 ayat
(1) Undang-Undang Perbankan sebagai tindak pidana
atas pelanggaran ketentuan Pasal 16 ayat (1) UUP.
• Ada ciri lain yang perlu dicermati berkaitan dengan
ketentuan Pasal 16 Undang-Undang itu, yaitu berkaitan
dengan pengertian “masyarakat”.
• Dalam pengertian “masyarakat” terkandung bahwa
pengerahan dana harus bersifat terbuka, yaitu
berlaku bagi siapa pun yang ingin meminjamkan
dananya kepada pihak yang menghimpun dana tersebut
sepanjang orang/perusahaan yang bersangkutan
memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh pihak
penghimpun dana.
• Tetapi apabila pengerahan dana tersebut bersifat
terbatas hanya menghimpun dari beberapa orang/
kelompok tertentu saja, menurut saya penghimpunan
dana tersebut bukan merupakan penghimpunan dana
dari masyarakat.
• Sifat keterbukaan dan ketidakterbatasan itulah
yang menentukan apakah upaya penghimpunan
dana itu merupakan kegiatan penghimpunan dana
dari masyarakat atau hanya merupakan kegiatan
penghimpunan dana dari beberapa gelintir orang.
• Kesimpulan dari penjelasan tersebut di atas adalah
bahwa tujuan dari kriminalisasi dari perbuatan
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 46 jo.
Pasal 16 UUP adalah untuk mencegah agar tidak semua
orang atau badan hukum dapat melakukan kegiatan
usaha sebagai lembaga intermediasi tanpa memperoleh
55TINDAK PIDANA PERBANKAN
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
ijin sebagai bank (memperoleh ijin dari Pimpinan Bank
Indonesia untuk dapat melakukan kegiatan usaha
sebagai bank).
• Menjadi tujuan Undang-Undang Perbankan, bahwa
hanya bank yang dapat melakukan kegiatan sebagai
lembaga intermediasi.
D. Pengawasan Bank
1. Kewajiban Bank Membantu BI Menjalankan Fungsi
Pengawasan Bank
Pasal 30
1) Bank wajib menyampaikan kepada Bank
Indonesia, segala keterangan, dan penjelasan
mengenai usahanya menurut tata cara yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia.
2) Bank atas permintaan Bank Indonesia, wajib
memberikan kesempatan bagi pemeriksaan
buku-buku dan berkas-berkas yang ada
padanya, serta wajib memberikan bantuan
yang diperlukan dalam rangka memperoleh
kebenaran dari segala keterangan, dokumen
dan penjelasan yang dilaporkan oleh bank
yang bersangkutan.
3) Keterangan tentang bank yang diperoleh
berdasarkan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) tidak
diumumkan dan bersifat rahasia.
2. Kewajiban Pelaporan Neraca Dan Perhitungan Laba/
Rugi Bank
Pasal 34
56TINDAK PIDANA PERBANKAN
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
1) Bank wajib menyampaikan kepada Bank
Indonesia neraca dan perhitungan laba/rugi
tahunan serta penjelasannya, serta laporan
berkala lainnya, dalam waktu dan bentuk yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia.
2) Neraca serta perhitungan laba/rugi tahunan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib
terlebih dahulu diaudit oleh akuntan publik.
3) Tahun buku bank adalah tahun takwim.
E. Tindak Pidana Pelangaran Pasal 30 & 34 UUP
Pasal 48
1) Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai
bank yang dengan sengaja tidak memberikan
keterangan yang wajib dipenuhi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dan ayat (2) dan
Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2), diancam dengan pidana
penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan
paling lama 10 (sepuluh) tahun serta denda sekurang-
kurangnya Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar
rupiah) dan paling banyak Rp. 100.000.000.000,00
(seratus miliar rupiah).
2) Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai
bank yang dengan lalai memberikan keterangan
yang wajib dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 30 ayat (1) dan ayat (2) dan Pasal 34 ayat
(1) dan ayat (2), diancam dengan pidana penjara
sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun dan paling lama
2 (dua) tahun dan atau denda sekurang-kurangnya
Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan
57TINDAK PIDANA PERBANKAN
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 (dua miliar
rupiah).
F. Tindak Pidana Rahasia Bank
1. Bank Sebagai Lembaga Kepercayaan
• Dibandingkan dengan lembaga atau perusahaan
lain, bank merupakan lembaga atau perusahaan
yang unik, yaitu memiliki sifat yang sangat khusus.
• Bank melakukan kegiatan usahanya dengan
menggunakan dana/uang yang berasal dari
masyarakat yang ditempatkan atau dipinjamkan
kepada bank dalam bentuk simpanan.
• Bank hanya mungkin menghimpun dana simpanan
dari masyarakat apabila masyarakat memiliki
kepercayaan kepada banknya bahwa dana yang
disimpan akan dapat dikembalikan oleh bank
apabila ditagih dan apabila bank merahasiakan baik
simpanan maupun identitas nasabah penyimpan
dana.
2. Bank Merupakan Bagian Dari Sistem Moneter
• Sebagai bagian dari sistem moneter, bank sangat
highly regulated.
• Apabila suatu bank mengalami rush, maka rush
tersebut akan menular terhadap bank-bank lain;
Keadaan itu disebut efek domino atau berdampak
sistemik.
• Terjadinya efek domino akan meruntuhkan sistem
moneter.
58TINDAK PIDANA PERBANKAN
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
G. Rahasia Bank
• Pasal 40
1) Bank wajib merahasiakan keterangan mengenai
Nasabah Penyimpan dan simpanannya, kecuali
dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal
41, Pasal 41 A, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, dan
Pasal 44 A.
2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
berlaku pula bagi Pihak Terafiliasi.
1. Tindak Pidana Pelanggaran Rahasia Bank
Pasal 47 ayat (2)
Anggota Dewan Komisaris, Direksi, pegawai bank
atau Pihak Terafiliasi lainnya dengan sengaja
memberikan keterangan yang wajib dirahasiakan
menurut Pasal 40, diancam dengan pidana penjara
sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun serta denda
sekurang-kurangnya Rp.4.000.000.000,00
(empat miliar rupiah) dan paling banyak
Rp.8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).
2. Pengecualian Rahasia Bank
• Untuk kepentingan perpajakan, (Pasal 41)
• Untuk kepentingan penyelesaian piutang bank
BUMN (Pasal 41A)
• Untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana
(Pasal 42)
• Untuk kepentingan perkara perdata antara bank
dan nasabah (Pasal 43)
• Untuk kepentingan tukar-menukar informasi antar
bank (Pasal 44)
• Untuk kepentingan nasabah sendiri (Pasal 44A
59TINDAK PIDANA PERBANKAN
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
ayat (1))
• Untuk kepentingan ahli waris nasabah (Pasal 44A
ayat (2))
• Untuk kepentingan Bank Indonesia (Pasal 30 dan
Pasal 31)
• Untuk kepentingan akuntan publik (Pasal 31A)
• Untuk kepentingan PPATK, (Pasal 15 jo. Pasal 13
Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang No. 25 Tahun
2003)
• Untuk kepentingan pemeriksaan dalam perkara
tindak pidana pencucian uang (Pasal 33 Undang-
Undang No. 15 Tahun 2002 sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang No. 25 Tahun
2003)
• Untuk kepentingan pemeriksaan dalam perkara
tindak pidana korupsi oleh KPK (Pasal 12 Undang-
Undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi)
3. Pengungkapan Rahasia Bank Kepada Petugas
Perpajakan
Pasal 41
1) Untuk kepentingan perpajakan, Pimpinan
Bank Indonesia atas permintaan Menteri
Keuangan berwenang mengeluarkan
perintah tertulis kepada bank agar memberikan
keterangan dan memperlihatkan bukti-bukti
tertulis serta surat-surat mengenai keadaan
keuangan nasabah penyimpan tertentu kepada
pejabat pajak.
60TINDAK PIDANA PERBANKAN
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
2) Perintah tertulis sebagaimana yang dimaksud
dalam ayat (1) harus menyebutkan nama
pejabat pajak dan nama nasabah wajib pajak
yang dikehendaki keterangannya.
4. Pengungkapan Rahasia Bank Kepada BUPLN/PUPN
Pasal 41 A
1) Untuk penyelesaian piutang bank yang sudah
diserahkan kepada Badan Urusan Piutang
dan Lelang Negara / Panitia Urusan Piutang
Negara, Pimpinan Bank Indonesia memberikan
izin kepada pejabat Badan Urusan Piutang
dan Lelang Negara / Panitia Urusan Piutang
Negara untuk memperoleh keterangan dari
bank mengenai simpanan Nasabah Debitur.
2) Izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
diberikan secara tertulis atas permintaan
tertulis dari Kepala Badan Urusan
Piutang dan Lelang Negara / Ketua
Panitia Urusan Piutang Negara.
3) Permintaan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2) harus menyebutkan nama dan jabatan
pejabat Badan Urusan Piutang dan Lelang
Negara / Panitia Urusan Piutang Negara,
nama Nasabah Debitur yang bersangkutan
dan alasan diperlukannya keterangan.
5. Pengungkapan Rahasia Bank Kepada Penegak Hukum
Pasal 42
1) Untuk kepentingan peradilan dalam perkara
pidana, Pimpinan Bank Indonesia dapat
memberikan izin kepada polisi, jaksa atau
61TINDAK PIDANA PERBANKAN
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
hakim untuk memperoleh keterangan dari bank
mengenai simpanan tersangka atau terdakwa
pada bank.
2) Izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
diberikan secara tertulis atas permintaan
tertulis dari Kepala Kepolisian Republik
Indonesia, Jaksa agung, atau Ketua Mahkamah
Agung.
3) Permintaan sebagaimana yang dimaksud
dalam ayat (2) harus menyebutkan nama
dan jabatan polisi, jaksa atau hakim, nama
tersangka /terdakwa, alasan diperlukannya
keterangan dan hubungan perkara pidana
yang bersangkutan dengan keterangan yang
diperlukan.
6. Kewajiban Pengungkapan Rahasia Bank Oleh Bank
Pasal 42 A
Bank wajib memberikan keterangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41 A dan Pasal 42.
7. Tindak Pidana Rahasia Bank Bagi Penegak Hukum,
Petugas Pajak & Pejabat BUPLN/PUPN
Pasal 47 ayat (1)
Barang siapa tanpa membawa perintah tertulis atau
izin dari Pimpinan Bank Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41 A, dan Pasal 42,
dengansengajamemaksabankatauPihakTerafiliasi
untuk memberikan keterangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 40, diancam dengan pidana
penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan
paling lama 4 (empat) tahun serta denda sekurang-
62TINDAK PIDANA PERBANKAN
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
kurangnya Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar
rupiah) dan paling banyak Rp. 200.000.000.000,00
(dua ratus miliar rupiah).
8. Kewajiban Pengungkapan Rahasia Bank Untuk
Kepentingan Perkara Perdata Antara Bank Dan
Nasabah
Pasal 43
Dalam perkara perdata antar bank dengan
nasabahnya, Direksi bank yang bersangkutan dapat
menginformasikan kepada pengadilan tentang
keadaan keuangan nasabah yang bersangkutan dan
memberikan keterangan lain yang relevan dengan
perkara tersebut.
9. Kewajiban Pengungkapan Rahasia Bank Untuk
Kepentingan Tukar Menukar Informasi Antar Bank
Pasal 44
1) Dalam tukar menukar informasi antar bank,
Direksi bank dapat memberitahukan keadaan
keuangan nasabahnya kepada bank lain.
2) Ketentuan mengenai tukar menukar informasi
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur
lebih lanjut oleh Bank Indonesia.
10. Pengungkapan Rahasia Bank Atas Permintaan Atau
Kepada Kuasa Nasabah
Pasal 44 A ayat (1)
Atas permintaan, persetujuan atau kuasa dari
Nasabah Penyimpan yang dibuat secara tertulis,
bank wajib memberikan keterangan mengenai
simpanan Nasabah Penyimpan pada bank yang
bersangkutan kepada pihak yang ditunjuk oleh
63TINDAK PIDANA PERBANKAN
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
Nasabah Penyimpan tersebut.
11. Pengungkapan Rahasia Bank Kepada Ahli Waris
Nasabah
Pasal 44 A ayat (2)
Dalam hal Nasabah Penyimpan telah meninggal
dunia, ahli waris yang sah dari Nasabah Penyimpan
yang bersangkutan berhak memperoleh keterangan
mengenai simpanan Nasabah Penyimpan tersebut.
12. Tindak Pidana Kewajiban Pengungkapan Rahasia
Bank
Pasal 47 A
Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai
bank yang dengan sengaja tidak memberikan
keterangan yang wajib dipenuhi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 42 A dan Pasal 44 A, diancam
dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2
(dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun serta
denda sekurang-kurangnya Rp. 4.000.000.000,00
(empat miliar rupiah) dan paling banyak Rp.
15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).
13. Pengungkapan Rahasia Bank Untuk Kepentingan BI
• Pasal 30
1) Bank wajib menyampaikan kepada
Bank Indonesia, segala keterangan, dan
penjelasan mengenai usahanya menurut
tata cara yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia.
2) Bank atas permintaan Bank Indonesia,
wajib memberikan kesempatan bagi
pemeriksaan buku-buku dan berkas-
64TINDAK PIDANA PERBANKAN
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
berkas yang ada padanya, serta wajib
memberikan bantuan yang diperlukan
dalam rangka memperoleh kebenaran
dari segala keterangan, dokumen dan
penjelasan yang dilaporkan oleh bank
yang bersangkutan.
3) Keterangan tentang bank yang diperoleh
berdasarkan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) tidak
diumumkan dan bersifat rahasia.
• Pasal 31
Bank Indonesia melakukan pemeriksaan
terhadap Bank, baik secara berkala maupun
setiap waktu apabila diperlukan.
14. Pengungkapan Rahasia Bank Untuk Kepentingan
Akuntan Publik Yang Ditugasi BI
Pasal 31 A
Bank Indonesia dapat menugaskan Akuntan Publik
untuk dan atas nama Bank Indonesia melaksanakan
pemeriksaan terhadap bank sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 31.
15. Pengungkapan Rahasia Bank Untuk Kepentingan
Pemeriksaan Dalam Rangka TPPU
Pasal 72 UU No. 8/2010
1) Untuk kepentingan pemeriksaan dalam perkara
tindak pidana Pencucian Uang, penyidik,
penuntut umum, atau hakim berwenang
meminta Pihak Pelapor untuk memberikan
keterangan secara tertulis mengenai Harta
Kekayaan dari:
65TINDAK PIDANA PERBANKAN
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
a. orang yang telah dilaporkan oleh PPATK
kepada penyidik;
b. tersangka; atau
c. terdakwa.
2) Dalam meminta keterangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), bagi penyidik,
penuntut umum, atau hakim tidak berlaku
ketentuan peraturan perundangundangan
yang mengatur rahasia bank dan kerahasiaan
Transaksi Keuangan lain.
3) Permintaan keterangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus diajukan dengan
menyebutkan secara jelas mengenai:
a. nama dan jabatan penyidik, penuntut
umum, atau hakim;
b. identitas orang yang terindikasi dari
hasil analisis atau pemeriksaan PPATK,
tersangka, atau terdakwa;
c. uraian singkat tindak pidana yang
disangkakan atau didakwakan; dan
d. tempat Harta Kekayaan berada.
4) Permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) harus disertai dengan:
a. laporan polisi dan surat perintah
penyidikan;
b. surat penunjukan sebagai penuntut umum;
atau
c. surat penetapan majelis hakim.
16. Pengungkapan Rahasia Bank Untuk Kepentingan
Pemeriksaan Dalam Perkara TIPIKOR Oleh KPK
66TINDAK PIDANA PERBANKAN
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
UU No. 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi Pasal 12 ayat (1) Dalam
melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan,
dan penuntutan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6 huruf c, Komisi Pemberantasan Korupsi
berwenang: meminta keterangan kepada bank
atau lembaga keuangan lainnya tentang keadaan
keuangan tersangka atau terdakwa yang
sedang diperiksa;
17. Tindak Pidana Pencatatan Dan Laporan Keuangan
Bank
Pasal 49 ayat (1)
Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai
bank yang dengan sengaja:
a. membuat atau menyebabkan adanya pencatatan
palsu dalam pembukuan atau dalam proses
laporan, maupun dalam dokumen atau laporan
kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening
suatu bank;
b. menghilangkan atau tidak memasukkan atau
menyebabkan tidak dilakukannya pencatatan
dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun
dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha,
laporan transaksi atau rekening suatu bank;
c. mengubah, mengaburkan, menyembunyikan,
menghapus, atau menghilangkan adanya
suatu pencatatan dalam pembukuan atau
dalam laporan, maupun dalam dokumen atau
laporan kegiatan usaha, laporan transaksi
atau rekening suatu bank, atau dengan sengaja
67TINDAK PIDANA PERBANKAN
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
mengubah, mengaburkan, menghilangkan,
menyembunyikan atau merusak catatan
pembukuan tersebut,
diancam dengan pidana penjara sekurang-
kurangnya 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima
belas) tahun serta denda sekurang-kurangnya
Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan
paling banyak Rp.200.000.000.000,00 (dua ratus
miliar rupiah).
18. TindakPidanaGratifikasiPejabatBank
Tindak Pidana Tentang Penerimaan Imbalan
Oleh Pejabat Bank
• Pasal 49 ayat (2) huruf a
Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai
bank yang dengan sengaja:
a. meminta atau menerima, mengizinkan atau
menyetujui untuk menerima suatu imbalan,
komisi, uang tambahan, pelayanan, uang
atau barang berharga, untuk keuntungan
pribadinya atau untuk keuntungan
keluarganya, dalam rangka mendapatkan
atau berusaha mendapatkan bagi orang
lain dalam memperoleh uang muka, bank
garansi, atau fasilitas kredit dari bank, atau
dalam rangka pembelian atau pendiskontoan
oleh bank atas surat-surat wesel, surat
promes, cek, dan kertas dagang atau bukti
kewajiban lainnya, ataupun dalam rangka
memberikan persetujuan bagi orang lain
untuk melaksanakan penarikan dana yang
68TINDAK PIDANA PERBANKAN
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
melebihi batas kreditnya pada bank;
b. diancam dengan pidana penjara sekurang-
kurangnya 3 (tiga) tahun dan paling
lama 8 (delapan) tahun serta denda
sekurang-kurangnya Rp.5.000.000.000,00
(lima miliar rupiah) dan paling banyak
Rp.100.000.000.000,00 (seratus miliar
rupiah).
19. Sifat Tindak Pidana Perbankan
Tindak pidana perbankan adalah kejahatan dan
pelanggaran
Pasal 51 1) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 46, Pasal 47, Pasal 47 A, Pasal 48 ayat (1), Pasal 49, Pasal 50, dan Pasal 50 A adalah kejahatan.
2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (2) adalah pelanggaran.
69TINDAK PIDANA PERBANKAN
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
Tanya Jawab
Heri Sukemi
Pertanyaan:
Biasanya kredit macet yang disalahkan adalah nasabahnya/
debitur, namun demikian syarat pengajuan kredit adalah 5 Cs
tadi, jika kredit macet tersebut masuk pada jaminan dan tidak
mencukupi untuk menutupi tunggakan, maka kesalahannya
pada analisa kredit tersebut yang ada di perbankan. Ataukan ada
“kongkalikong” antara analis kredit dan nasabah, bagaimana
penyelesaian secara hukum bagi analis kredit itu sendiri, apakah
termasuk tindak pidana?
Jawaban:
Ya, itu tindak pidana, bahwa memang banyak terjadi
persekongkolan antara analis kredit dengan nasabah, analis telah
di beli oleh nasabah, tetapi juga bisa jika itu kreditnya besar maka
merupakan permainan appraisal company dengan nasabah,
yang mana apraisal company dibayar oleh nasabah, sehingga
apprasial company tersebut akan tunduk pada kemauan
nasabah, tetapi bukan cuma appraisal company, kantor akuntan
juga begitu, merekayasa laporan keuangan sehingga dapat
diberikan kredit. Adakah ketentuan dalam UU perbankan yang
dapat menyeret nasabah, konsultan yang melakukan manipulasi,
paling-palingdiseretsebagaipihakyangterafiliasi,tetapibukan
sebagai tindak pidana, tidak kena pasal sapu jagad.
70TINDAK PIDANA PERBANKAN
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
Saparudin Hasibuan
Pertanyaan:
Mengenai Bank Century, ada bank di dalam bank, dari
semula hal itu tentunya sudah diketahui aparat, namun dari
segi perdatanya baru saat ini bisa dimenangkan, apakah mereka
pegawai banknya dapat dikenakan pasal sapu jagad?
Jawaban:
Bank Century, nuansa politiknya sangat luar biasa. Bank
Century sebenarnya menjadi sarana politik, bank ini bank
kecil yang sangat tidak sehat. Saya merasa heran mengapa
bank ini kemudian dinyatakan sebagai bank gagal yang
berdampak sistemik, karena bank ini adalah bank kecil yang
tidak akan berdampak sistemik. Tidak ada yang bisa dipakai
sebagai tolak ukur sistemik, sehingga KKSK berpendapat
bahwa secara psikologis masyarakat, bank ini akan mengalami
rush (orang ramai-ramai akan menarik dananya dari bank
itu, dan menimbulkan efek domino/menular), tapi ini tidak
mungkin karena ada jaminan sebesar 2M untuk masing-masing
nasabahnya, nilai diatas 2 M tetap akan diganti 2 M. Jadi tidak
mungkin membawa dampak sistemik. Yang kedua adalah kasus
Antaboga, dimana pemilik saham secara yuridis memindahkan
uangnya dari bank century ke Antaboga sehingga bank century
tidak bertanggung jawab terhadap uang-uang nasabah Antaboga
yang merupakan pindahan century, ya salahnya nasabah itu
sendiri. Bank Century, merupakan gabungan dari 3 bank yang
sakit, kemudian mengalami kesulitan pada bulan November
dengan kondisi sudah minus, dan untuk itu diberikan kredit
likuiditas dari BI, tapi BI mengubah ketentuannya bahwa bisa
asal positif, tapi ketika akan diberikan kredit oleh BI statusnya
adalah negatif yang artinya sebenarnya tidak dapat dengan
71TINDAK PIDANA PERBANKAN
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
cara apapun untuk diberikan likuidasi dari BI. Harusnya bank
ini ditutup tapi malah dikasih kredit. Yang jelas eksekusi dari
BI salah dalam hal ini, tapi tidak pernah orang BI dipanggil-
panggil, hanya ibu Siti Fajriah deputi bidang pengawasan BI,
sebagai orang yang dikenal jujur sampai akhirnya stroke. Kasus
Bank century akan ditingkatkan statusnya ke tingkat penyidikan.
Ketidakmampuan bank century dalam mengembalikan uang
nasabah harus menjadi tanggungjawab negara, dibebankan pada
APBN, negara mengambil alih secara subrogasi (bail out).
Roki Panjaitan
Pertanyaan:
Sangat sependapat dengan pendapat Prof. Sutan Remy,
karena dalam praktek perbankan sering terjadi. Waktu itu kasus
BNI, dimana prinsip prudential banking/prinsip kehatian-
hatian bank tidak dijalankan, berkaitan dengan jaminan-
jaminan dalam LC, putusannya kepala bank dihukum seumur
hidup begitu juga dengan kepala divisinya, tapi bukan termasuk
dalam perkara korupsi. Untuk itu dilakukan penyitaan melalui
penyidik dan jaksa, disita dalam persidangan. Pabrik marmer
di Kupang juga disita dan dibacakan dalam penetapan mejelis
hakim. Ada yang mengatakan hal tersebut adalah pencucian
uang, tapi saya sebagai hakim kami tidak melihatnya sebagai
pencucian uang. Kejahatan perbankan melibatkan orang dalam,
saya sependapat dengan Bapak. Berkaitan dengan Otoritas
Jasa Keuangan BI, dimana kelebihan OJK dalam mengawasi
perbankan dibandingkan dengan BI?
Jawaban:
Memang bisa dikatakan bahwa itu adalah permaianan orang
dalam. Mengenai OJK dan BI, merupakan hasil perkembangan
72TINDAK PIDANA PERBANKAN
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
bahwa OJK bukan hanya mengawasi tapi juga membuat
peraturannya, dan bukan hanya untuk bank saja tapi juga untuk
lembaga keuangan lainnya. Sehingga terbentuk OJK, dari BI
sudah ada sejak dulu pemikiran untuk menyerahkan fungsi
pengawasan ini kepada lembaga lain terutama pengaturan/
regulasinya. Bank bagian dari sistem moneter, jika ada kekacauan
di sektor perbankan, apakah menjadi tanggungjawab bank
sentral sebagai bagian dari sistem moneter, ini tanggungjawab
bank sentral bukan tanggungjawab OJK karena bank sentral
yang ada di sistem moneter. Saya setuju untuk lembaga keuangan
lainnya diawasi oleh OJK tapi tidak dengan perbankan, harusnya
tetap dibawah pengawasan BI. Bila dipisahkan apakah akan ada
kemudahan dalam melakukan kordinasi? Bahwa BI dianggap
‘brengsek’ dalam kaitannya dalam melakukan pengawasan, yang
brengsek adalah personnya bukan institusinya. Jika auditor BI
akan ke bank swasta, bank tsb sudah tahu dan mempersiapkan
apa saja yang akan diperiksa sehingga hasil auditnya akan baik.
Makro tetap dipegang BI, tetapi pengaturan secara previlage
silahkan dipegang OJK. Namun sampai saat ini belum ada
pengaturan yang jelas.
73
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
EtIKA PERILAKUProf. Dr. Soekidjo Notoatmodjo
SESI iV
75
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
ETIKA PERILAKU Prof. Dr. Soekidjo Notoatmodjo
A. Pengertian Etika
• Berasal dari bahasa Yunani “ethos” (tunggal) atau “etha”
(jamak), yang artinya karakter, watak kesusilaan, adat
istiadat atau akhlak.
• Fungsi etika:
• Sebagai subjek: Untuk menilai apakah tindakan-
tindakan yang telah dikerjakan itu salah atau benar,
buruk atau baik.
• Sebagai Objek: cara melakukan sesuatu (moral).
• Menurut Martin (1993), “etika adalah tingkah laku
sebagai standart yang mengatur pergaulan manusia
dalam kelompok sosial”.
• Dalam Kaitannya dengan pergaulan manusia maka
etika berupa bentuk aturan yang dibuat berdasarkan
adat kebiasan atau akhlak yang berlaku.
B. Etika dan Moral
• Moral berasal dari bahasa latin “mos” (tunggal) atau
“mores” (jamak), yang artinya adat istiadat atau
kebiasaan serta norma yang berlaku.
• Moral adalah nilai-nilai atau norma-norma yang
menjadi pegangan seseorang atau suatu kelompok
dalam mengatur tingkah lakunya dalam bermasyarakat.
76ETIKA PERILAKU
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
• Sebagai contoh: “Pengacara X itu tidak bermoral….”
maknanya pengacara X itu melanggar norma-norma
etis yang berlaku dalam kelompok atau organisasi
profesinya.
• Menurut Frans Magnis Suseno (1987), “moral adalah
nilai-nilai yang mengandung peraturan, perintah dan
lain sebagainya yang terbentuk secara turun temurun
melalui suatu budaya tertentu tentang bagaimana
manusia harus hidup dengan baik”.
• Kesimpulan:
• Etika = moral adalah pegangan tingkah laku didalam
bermasyarakat
• Perbedaan moral dan etika: Moral menekankan pada
cara melakukan sesuatu. Etika menekankan pada
mengapa melakukan sesuatu harus dengan cara
tersebut.
Mengapa Orang Melanggar Etika?
• Kebutuhan Individu
Merupakan faktor utama penyebab terjadinya tindakan
tidak etis karena tidak tercukupinya kebutuhan pribadi
dalam kehidupan.
Etika Moral
Etika - Moral
77ETIKA PERILAKU
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
• Tidak ada pedoman
Tidak punya penuntun hidup sehingga tidak tahu
bagaimana melakukan sesuatu.
• Perilaku dan kebiasaan Individu
Perilaku kebiasaan individu tanpa memperhatikan
faktor lingkungan dimana individu tersebut berada.
C. Perilaku
• Sesuatu yang dipersepsikan, dipahami, dipikirkan,
dirasakan, dibicarakan dan dilakukan oleh seseorang
(Marthin and Pear, 1978).
• Respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau
rangsangan dari luar atau lingkungan sekitarnya. (BF.
Skinner, 1938, 1953).
• Batasan operasional:
Kegiatan atau aktivitas yang dilakukan oleh seseorang
dalam rangka pemenuhan keinginan, kehendak,
kebutuhan, nafsu, dan sebagainya. Kegiatan ini
mencakup:
• Kegiatan kognitif: à cipta à memikir à
pengetahuan
• Kegiatan afektif: (rasa)àmerasaàsikap (penilaian)
• Kegiatan psikomotor (karsa) à bertindakàtindakan
(practice)
78ETIKA PERILAKU
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
1. Konsep (Teori ) “S.O.R” (Skinner, 1938)
• Batasan Perilaku:
• Respons organisme terhadap stimulus
(rangsangan).
• Respons organisme terwujud dalam bentuk:
• Tertutup: apabila respons tersebut terjadi
dalam diri sendiri, dan sulit diamati
dari luar (orang lain). à pengetahuan
(knowledge) dan sikap (attitude).
• (Perilaku Tertutup= Covert Behaviour)
• Terbuka: apabila respons tersebut dalam
bentuk tindakan yang dapat diamati dari
luar (orang lain) à tindakan atau praktek
(practice)
(Perilaku Terbuka = Overt Behavior)
2. Domain Perilaku
• Kognitif (Pengetahuan): CIPTA
adalah pengertian atau pemahaman orang
ORGANISMEPerhatian
PengertianPenerimaan, dsb
REAKSI TERTUTUPPengetahuan/Kog
Sikap/Afektif
REAKSI TERBUKATindakan/Praktek
STIMULUS
79ETIKA PERILAKU
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
terhadap obyek (stimulus)
• Afektif (Sikap): RASA
adalah pendapata atau penilaian sesorang
terhadap obyek atau stimulus
• Konasi (Tindakan=Praksis atau praktek): KARSA
adalah tindakan (praksis) sesorang berkaitan
dengan obyek atau stimulus.
3. Diterminan Perilaku (Skinner, 1953)
4. Contoh: Perilaku Nasionalistik
• Adalah perbuatan terpuji yang merujuk nilai-
nilai Pancasila sehingga setiap anak bangsa
tampil: religius, humanis, patriotik, demokratik,
dan menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan dan
kebenaran.
• Terbentuknya perbuatan atau perilaku seperti ini
ditentukan atau dipenagruhi oleh:
• Faktor internal (biologis dan psikologis);
Lingkungan (Eksternal):Fisik, SosBud, Ekonomi,
Politik, dsb
Biologi & Psikologi (Internal):Persepsi, Motivasi,
Keinginan, Kehendak, dsb
Tindakan, Praktek, Praksis, Practice
KARSA
Pengetahuan(Kognitif)
CIPTA
Sikap(Afektif)
RASA
80ETIKA PERILAKU
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
• Eksternal (geografis, sosial, budaya, politik,
ekonomi,dsb).
5. Diterminan Perilaku (Green, 1990)
6. Contoh: Perilaku Petugas Keamanan Lingkungan
Yang Baik
Predisposing:
• Tahu tata cara menjaga keamanan lingkungan
• Menguasai peraturan-peraturan dan perundang-
undangan yang tekait dengan keamanan
lingkungan
• Telah mengikuti pelatihan-pelatihan kemanan
lingkungan
Enabling:
• Sarana dan prasarana kemanan lingkungan
• Alat komunikasi yang memadai
Reinforcing:
• Sistem “reward” yang memadai
• Adanya buku panduan atau “SOP” keamanan
lingkungan
PREDISPOSING FACTORS:Pengetahuan, Sikap,
Kebiasaan, Tradisi, dsb
BEHAVIORENABLING FACTORS:Fasilitas, Sarana dan
Prasarana untuk berilaku
REINFORCING FACTORS:Peraturan-peraturan, UU,
Contoh dari orang lain, dsb
81ETIKA PERILAKU
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
• Adanya perilaku contoh “role model” petugas
keamanan
D. Etika Perilaku
• Etika perilaku adalah etika atau norma berperilaku bagi
para anggota profesi.
• Etika perilaku merupakan sekumpulan tindakan-
tindakan etis bagi anggota profesi.
• Etika perilaku hakim adalah sekumpulan perilaku bagi
profesi hakim.
• Etika perilaku hakim: Kode Etik dan Pedoman Perilaku
Hakim (Keputusan bersama Ketua Mahkamah Agung
RI dan Ketua Komisi Yudisial RI No. 047/KMA/SKB/
IV/2009 dan 02/SKB/P.KY/IV/2009.
1. Etika Perilaku Hakim (10 Prinsip Perilaku Hakim)
• Adil
• Jujur
• Arif dan Bijaksana
• Mandiri
• Berintegritas Tinggi
• Bertanggung Jawab
• Menjunjung Tinggi Harga Diri
• Berdisiplin Tinggi
• Rendah Hati
• Profesional
2. Etika Perilaku=Perilaku Profesi
• Adalah tindakan atau perbuatan yang dilakukan
oleh anggota profesi terkait dengan tugas dan
fungsinya.
• Perilaku seorang profesi juga tidak terlepas dari 3
82ETIKA PERILAKU
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
domain tersebut:
• Pengetahuan atau pemahaman terkait
dengan pofesinya.
• Sikap atau apresiasinya terhadap profesinya
• Tindakan atu praksis terkait dengan
profesinya.
3. Etika Vs. Hukum
• Etika hanya berlaku dilingkungan masing-masing
profesi, hukum berlaku untuk umum.
• Etika disusun berdasarkan kesepakatan anggota
masing-masing profesi, hukum disusun oleh
badan pemerintahan.
• Etika tidak semuanya tertulis, sedangkan hukum
tertulis secara rinci dalam undang-undang atau
peraturan pemerintah
• Sanksi terhadap pelanggaran etika berupa
“tuntunan” (biasanya dari organisasi profesinya),
sedangkan sanksi pelanggaran hukum adalah
“tuntutan” yang berujung pada pidana atau
hukuman.
• Pelanggaran etika diselesaikan oleh Majelis
Kehormatan Etik dari masing-masing organisasi
profesi, pelanggaran hukum diselesaikan lewat
pengadilan
• Penyelesaian pelanggaran etik tidak selalu disertai
buktifisik,sedangkanuntukpelanggaranhukum
pembuktiannyamemerlukanbuktifisik.
4. Profesi Dan Etika Profesi
• Profesi (profesio=pengakuan) adalah suatu tugas
atau kegiatan fungsional dari suatu kelompok
83ETIKA PERILAKU
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
tertentu dalam melayani masyarakat.
• Etika Profesi adalah merupakan norma-norma,
nilai-nilai, atau pola tingkah laku kelompok
profesi tertentu dalam memberikan pelayanan
atau “jasa” kepada masyarakat.
• Profesi Hakim adalah sekumpulan tugas
fungsional didalam melakukan pelayanan hukum
terhadap “clients” atau masyarakat.
E. Profesionalisme
• Profesionalisme adalah suatu paham yang mencitakan
dilakukannya kegiatan-kegiatan kerja tertentu dalam
masyarakat, berbekalkan keahlian yang tinggi dan
berdasarkan rasa keterpanggilan -- serta ikrar untuk
menerima panggilan tersebut -- untuk dengan semangat
pengabdian selalu siap memberikan pertolongan kepada
sesama yang tengah dirundung kesulitan ditengah
gelapnya kehidupan (Wignjosoebroto, 1999).
• Prinsip profesionalisme adalah untuk tetap
mempertahankan idealisme yang menyatakan bahwa
keahlian profesi yang dikuasai bukanlah komoditas yang
hendak diperjual-belikan sekedar untuk memperoleh
nafkah, melainkan suatu kebajikan yang hendak
diabdikan demi kesejahteraan umat manusia.
• Kalau didalam peng-amal-an profesi yang diberikan
ternyata ada semacam imbalan (honorarium) yang
diterimakan, maka hal itu semata hanya sekedar “tanda
kehormatan” (honour) demi tegaknya kehormatan
profesi, yang jelas akan berbeda nilainya dengan
pemberian upah yang hanya pantas diterimakan bagi
84ETIKA PERILAKU
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
para pekerja upahan saja.
• Tiga Watak Profesionalisme
Tiga watak kerja yang merupakan persyaratan dari
setiap kegiatan pemberian “jasa profesi” (dan bukan
okupasi) ialah:
1. bahwa kerja seorang profesional itu beritikad
untuk merealisasikan kebajikan demi tegaknya
kehormatan profesi yang digeluti, dan oleh
karenanya tidak terlalu mementingkan atau
mengharapkan imbalan upah materiil;
2. bahwa kerja seorang profesional itu harus
dilandasi oleh kemahiran teknis yang berkualitas
tinggi yang dicapai melalui proses pendidikan
dan/atau pelatihan yang panjang, ekslusif dan
berat;
3. bahwa kerja seorang profesional -- diukur dengan
kualitas teknis dan kualitas moral -- harus
menundukkan diri pada sebuah mekanisme
kontrol berupa kode etik yang dikembangkan dan
disepakati bersama didalam sebuah organisasi
profesi.
• 7 Syarat Pekerjaan Profesional
1. Pekerjaan tersebut adalah untuk melayani orang
banyak (umum)
2. Bagi yang ingin terlibat dalam profesi dimaksud,
harus melalui pendidikan atau pelatihan yang
cukup lama dan berkelanjutan
3. Adanya kode etik dan standar yang ditaati
berlakunya di dalam organisasi tersebut
4. Menjadi anggota dalam organisasi profesi
85ETIKA PERILAKU
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
dan selalu mengikuti pertemuan ilmiah yang
diselenggarakan oleh organisasi profesi tersebut
5. Mempunyai media/publikasi yang bertujuan
untuk meningkatkan keahlian dan ketrampilan
anggotanya
6. Kewajiban menempuh ujian untuk menguji
pengetahuan bagi yang ingin menjadi anggota
7. Adanya suatu badan tersendiri yang diberi
wewenang oleh pemerintah untuk mengeluarkan
sertifikat
• Siapakah Kaum Profesional itu?
1. Awalnya: para dokter dan guru -- khususnya
mereka yang banyak bergelut dalam ruang lingkup
kegiatan yang lazim dikerjakan oleh kaum padri
maupun juru dakhwah agama -- dengan jelas
serta tanpa ragu memproklamirkan diri masuk
kedalam golongan kaum profesional (PROFESI)
2. Bagaimana dengan jaksa, pengacara, hakim,
akuntan, dsb. apakah termasuk profesional
(Profesi)?
• Organisasi Profesi
1. Kaum profesional secara sadar mencoba
menghimpun dirinya dalam sebuah organisasi
profesi
a. yang cenderung dirancang secara eksklusif
b. yang memiliki visi dan misi untuk menjaga
tegaknya kehormatan profesi,
c. mengontrol praktek-praktek pengamalan dan
pengembangan kualitas keahlian/kepakaran,
serta
86ETIKA PERILAKU
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
d. menjaga dipatuhinya kode etik profesi yang
telah disepakati bersama
F. Kode Etik
• Kode etik adalah suatu aturan tertulis tentang kewajiban
yang harus dilakukan oleh semua anggota profesi dalam
menjalankan pelayanannya terhadap “client” atau
masyarakat.
• Kode etik pada umumnya disusun oleh organisasi
profesi yang bersangkutan.
• Kode etik tidak mengatur “hak-hak” anggota, tetapi
hanya “kewajiban-kewajiban” anggota.
G. Ruang Lingkup Kode Etik
Ruang lingkup kewajiban bagi anggota profesi atau
“isi” Kode Etik Profesi pada umumnya mencakup:
• Kewajiban umum
• Kewajiban terhadap “Client”
• Kewajiban terhadap Teman Sejawatnya
• Kewajiban terhadap Diri Sendiri
87ETIKA PERILAKU
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
Tanya Jawab
Arwan Byrin
Pertanyaan:
Situasi sekarang sekali merdeka, merdeka sekali. Dalam
konteks respon stimulus ini, contohnya tawuran dan lain
sebagainya, dalam konteks ini. Apakah perilaku kita yang salah
atau bagaimana?
Jawaban:
Masyarakat sebentar-bentar marah seolah-olah sudah
jadi kebiasaan, yang salah bukan perilakunya tapi stimulusnya,
bagaimana masyarakat melihat kelakuan pejabat yang senantiasa
korup sementara masyarakat beli beras saja susah. Akhirnya
masyarakat jadi mudah marah, pemerintah kita sendiri tidak
dapat memberikan. Solusi terhadap masalah-masalah yang
dihadapi masyarakat. Perilaku kita dapat menjadi respon bagi
orang lain.
Hasby Junaidi Tolib
Pertanyaan:
Jika ditangkap dari pemaparan, baik respon maupun
stimulus adalah perilaku yang saling berhubungan. Kita sebagai
individu/kelompok (IKAHI) bisa menjadi stimulus atau respon,
adakah acuannya? jika rerspon begini maka stimulusnya begini,
jika stimulusnya membahayakan maka responnya harus begini
dalam ilmu pengetahuan.
Jawaban:
Jadi ketika seseorang mau merespon ada beberapa hal yang
88ETIKA PERILAKU
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
perlu diketahui oleh si orang itu. Contoh ada masalah kekacauan
di negara kita, ada yang marah, biasa-biasa saja, kenapa
stimulusnya sama tapi responnya berbeda-beda, hal ini karena
faktor internal dari masing-masing orang, yang mempengaruhi
faktor internal (diri dari masing-masing orang) salah satunya
adalah ilmu pengetahuan dari orang tersebut. Misalnya seorang
hakim, stimulusnya adalah kasus, penguasaan materi terhadap
kasus tersebut (hard skill), tapi juga ada soft skill (iman dan
takwa) sebagai responnya.
Muslich Bambang Luqmono
Tertarik dan ingin memperdalam pertanyaan Pak Hasby,
ada beda antara profesi hakim dengan tentara, tentara itu jelas,
perwira itu jelas ke kantor naik pesawat Garuda, sementara
hakim kan tidak jelas, persoalan ini tahun 2005 didiskusikan
tidak terselesaikan, mempersoalkan tentang reaksi hakim,
bersepeda akan berdampak lebih bersahaja, menggunakan peci
diprotes karena sendiri, aneh, ekstrim, potongan peci ndeso, ini
menjadi perbedaan sengit sehubungan dengan karakter budaya,
karena saya ingin memberikan respon dan stimulus yang baik.
Linton Sirait
Pertanyaan:
Saya sudah lama bertetangga dengan Pak Muslich, dengan
kebiasaan senang membersihkan halaman rumah orang, terkait
dengan hal tersebut menurut Bapak bagaimana?
Jawaban:
Artinya responnya terhadap lingkungan dari pada
berserakan lebih baik dibersihkan, ini respon yang spontan,
stimulusnya adalah kotor tadi;
89ETIKA PERILAKU
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
Yunianto
Pertanyaan 1:
Mohon pendapat mengenai pelanggaran etika untuk
mencapai tujuan tertentu, contohnya banyak hakim-hakim
muda ke Jakarta (Komisi Yudisial – Mahkamah Agung) itu jika
disandingkan dengan teori tadi, adalah karena kebutuhan yang
mendesak, bagaimana etikanya sedangkan hal itu tentunya akan
baik buat semua hakim?
Jawaban 1:
Akan dibahas kemudian, faktor untuk memperjuangkan
itu apa etika? hal ini berkaitan dengan etika perilaku;
Pertanyaan 2:
Apakah moral bisa dinilai secara eksak, mengingat dulu
ada P-4, yang sekian jam termasuk mentornya mempunyai
klasifikasi, yang mana mentornya yg sudah memiliki nilai
yang baik tapi juga melakukan pelanggaran, terkait dengan hal
tersebut menurut Bapak bagaimana?
Jawaban 2:
Moral bisa dikuantifikasikan dengan mengembangakan
instrumen tentang moral yang dijabarkan melalui skala, terutama
untuk kepentingan akademnik hal itu bisa.
Alfred Pangala Batara Randa
Pertanyaan:
Uraian Magnis Suseno, dikatakan bahwa manusia terdiri
dari 3 bagian yaitu tubuh, jiwa, roh. Pertanyaannya etika/moral
letaknya dimana? Sekiranya ya, etika/moral sakit obatnya apa
dan dimana bekerja paling cepat? jika dari penjelasan tadi maka
agama.
90ETIKA PERILAKU
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
Jawaban:
Moral letaknya dimana? Jadi begini jika dari kesehatan
orangdikatakansehatjikafisik,mental,sosial.Fisikukurannya
jelas, mental ini yang diwadahi, mental dibagi tiga, sehat
mental yaitu pikirannya sehat (mampu berpikir secara logis),
emosional (jika seseorang bisa mengekspresikan emosinya
secara wajar-sedih nangis, senang-tertawa), sosial (sesorang
yang menghindar jika akan ditemui karena punya hutang) ,
spiritual-moral (menjalankan syariat agama sesuai kaidahnya),
letaknyadimana?Yadidalamfisiktadi, iniadalahbagiandari
sehat mental;
Heri Sukemi
Pertanyaan:
Maraknya perilaku tawuran, bagaimana penilaiannya?
Jawaban:
Moral memang dipengaruhi oleh lingkungan, tindakannya
sangat dipengaruhi oleh faktor individu tadi yaitu hard dan soft
skill-nya individu tadi.
Arwan Byrin
Pertanyaan 1:
Hakim memang jabatan untuk melaksanakan profesi, tapi
hakim juga pejabat yang melaksanakan kekuasaan kehakiman.
Di satu pihak mereka sebagai profesi, tapi di sisi lain mereka juga
pejabat Kekuasaan Kehakiman. Bagaimana honorariumnya?
Jawaban 1:
Dokter di Rumah Sakit, dia juga sebagai direktur Rumah
Sakit, pada saat menduduki jabatan struktural yang diangkat
oleh pemerintah maka dia pantas mendapat gaji;
91ETIKA PERILAKU
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
Pertanyaan 2:
Saya rasa dokter dengan hakim berbeda, dokter boleh
berbisnis tapi hakim tidak boleh.
Jawaban 2:
Ini bukan persoalan boleh buka warung atau tidak, tapi
sebagai dokter dia dapat honorarium tunjangan fungsional
sebagai dokter. Hakim juga begitu tapi ketika dia melakukan
tugas sebagai hakim maka dapat honorarium;
Syarat pekerjaan profesional:
• Pekerjaan tersebut untuk melayani orang banyak
(umum);
• Harus melalui pendidikan atau pelatihan yang cukup
lama dan berkelanjutan;
• Adanya kode etik dan standar yang ditaati berlakunya di
dalam organisasi tersebut;
• Menjadi anggota dalam organisasi profesi dan selalu
mengikuti pertemuan ilmiah;
• Mempunyai media/publikasi yang bertujuan
meningkatkan keahlian profesi;
• Kewajiban menempuh ujian untuk menguji pengetahuan
bagi yang ingin menjadi anggota;
• Adanya suatu badan tersendiri yang diberi wewenang
oleh pemerintah untuk mengeluarkan sertifikat, di
kedokteran ada MKI;
Kitajenda Ginting
Pertanyaan:
Memang Kode etik sebelumnya sudah dibuat oleh IKAHI,
diadopsi oleh Mahkamah Agung. Kemudian diadopsi ke Surat
Keputusan Bersama Mahkamah Agung – Komisi Yudisial. Dalam
92ETIKA PERILAKU
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
kode etik apakah organisasi profesi termasuk penegak kode etik?
Jawaban:
Kalau yang seharusnya (pada umumnya) memang
penegakan kode etik adalah tanggungjawab organisasi profesi.
Kalau dokter ada IDI, kemudian Dewan Kehormatan, tidak ada
campur tangan Dinas Kesehatan. Karena yang membuat kode
etik adalah organisasi profesi tersebut maka yang menegakkan
organisasi profesi tersebut;
• Kaum profesional secara sadar menghimpun dirinya
dalam sebuah organisasi profesi;
• Kode Etik: suatu aturan tertulis tentang kewajiban yang
harus dilakukan oleh anggotanya dalam pelayanan
terhadap kliennya atau masyarakat;
• Kode etik tidak mengatur hak-hak anggota, tapi hanya
kewajiban;
• Ruang lingkup kode etik, mencakup:
• Kewajiban umum;
• Kewajiban terhadap klien;
• Teman sejawat;
• Terhadap diri sendiri
Roki Panjaitan
Pertanyaan:
Mana yang lebih dominan hard skill atau soft skill dalam
merespon masalah? Dan mana yang lebih penting?
Jawaban:
Berdasarkan hasil penelitian bahwa keberhasilan seseorang
itu yang mendominasi sekitar 75% adalah soft skill-nya, kontribusi
hard skill hanya 25%. Misal seorang bussinessman berhasil
bukan karena kemampuan menguasai managemen bisnis
93ETIKA PERILAKU
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
(sekolah tinggi), tapi karena soft skill diantaranya imtak (iman
dan takwa), kemampuan berkomunikasi, kemampuan dalam
relasi kerja sama dengan orang lain, kemampuan pengambilan
keputusan (decicion maker).
Sutardjo
Pertanyaan:
Etika dan moral, apakah etika dan moral selalu
berhubungan dan tidak bisa dipisahkan?
Jawaban:
Secara konsep itu berbeda, tapi kenyataan di lapangan
orang yang tidak beretika dianggap juga tidak bermoral, dalam
prakteknya selalu berkaitan;
Andriani Nurdin
Pertanyaan:
Ketika mempertahankan disertasi saya menggunakan teori
dari luar, mengapa tidak menggunakan teori-teori dari dalam
saja?
Jawaban:
Tadi ada juga teori-teori dari dalam yaitu Ki Hajar
Dewantoro.
95
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
TINDAK PIDANAPENCUCIAN UANG
Dr. Yunus Husein, S.H., M.H.
SESI V
97
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
Tindak Pidana Pencucian Uang
Dr. Yunus Husein, S.H., M.H.
TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DAN PEMBUKTIAN TERBALIK
A. Kendala Pemberantasan Tindak Pidana
• Kompleksitas kejahatan memerlukan pengetahuan
yangspesifiknamunkomprehensif.
• Kejahatan “kerah putih” umumnya tidak dilakukan
sendiri; Orang lain digunakan sebagai pelaksana-bisa
lebih dari 1 (satu) orang yang tidak saling mengenal
satu sama lain untuk memutus jejak penelusuran
kepada aktor intelektual.
• Kejahatan yang kompleks sering kali baru terungkap
setelah dalam tenggang waktu yang lama-
menyulitkan pengumpulan bukti-bukti karena
kemungkinan sudah hilang atau sudah dimusnahkan.
• Pelaku telah menggunakan atau mengalihkan hasil
yang diperoleh dari kejahatan dalam bentuk lain atau
dengan nama orang lain sehingga sulit terjangkau oleh
hukum.
98TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
B. Fokus Pembahasan
Memahami konsep “Pembuktian Terbalik” dalam UU
TPPU untuk MERAMPAS dan MENGEMBALIKAN
HASIL TINDAK PIDANA
1. Alasan Kriminal Mencuci Uang
Uang HasilKejahatan
Uang HasilKejahatan Tindakan
Kejahatan
TindakanKejahatan
Kriminal/Penjahat
TindakanKejahatan
Uang HasilKejahatan
99TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
2. Dari Follow The Suspect Ke Follow The Money
PEMILIK/YG MENGUASAI/PELAKU TRANSAKSI
KEJAHATAN ASAL+
PELAKU KEJAHATAN+
AKTOR INTELEKTUAL
POLA PENCUCIAN UANG
100TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
3. Pendekatan Anti Pencucian Uang
4. Kriminalisasi Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU)
PASAL 3 UU NO. 8 TAHUN 2010
Setiap orang yang menempatkan, mentransfer,
mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan,
menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk,
menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau
perbuatan lain atas harta kekayaan yang diketahuinya atau
patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dengan tujuan menyembunyikan
atau menyamarkan asal usul harta kekayaan dipidana
karena tindak pidana pencucian uang dengan pidana penjara
paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak
Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
AML
mengejar
hasil
kejahatan
(follow the
money)
Follow
the money
dapat meng-
hubungkan
kejahatan
dengan
pelaku
intelektual
follow the
money
alat untuk
recovery
AML dapat
menembus
kerahasiaan
bank
AML dapat
menjerat
pihak-pihak
yang terlibat
dapat
menyembu-
nyikan hasil
kejahatan
AML dapat
menekan
nafsu orang
untuk
melakukan
kejahatan
terutama
economic
crime
101TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
TPPU Pasal 3
PASAL 4 UU NO. 8 TAHUN 2010
Setiap orang yang menyembunyikan atau menyamarkan
asal usul, sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak,
atau kepemilikan yang sebenarnya atas harta kekayaan yang
diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak
pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dipidana
karena tindak pidana pencucian uang dengan pidana penjara
paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak
Rp.5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Mens ReaDiketahui,
Patut Didugadari hasil tindak pidanaObyek:
Orang perseorangankorporasi
Obyek:Harta Kekayaan
Mens ReaMenyembunyikan asal-usul
Menyamarkan asal-usul
Actus Reus:- membawa ke luar negeri- mengubah bentuk- menukarkan dengan mata uang atau surat berharga- menghibahkan- perbuatan lain
Actus Reus:- menempatkan- mentransfer- mengalihkan- membelanjakan- membayarkan- menitipkan
102TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
TPPU Pasal 4
PASAL 5 UU NO. 8 TAHUN 2010
Setiap orang yang menerima atau menguasai penempatan,
pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan,
penukaran, atau menggunakan harta kekayaan yang
diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak
pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda
paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Mens ReaDiketahui,
Patut Didugadari hasil tindak pidanaObyek:
Orang perseorangankorporasi
Obyek:Harta Kekayaan
Perbuatan (Actus Reus):- Menyembunyikan
- Menyamarkan
- pengalihan hak-hak- kepemilikan yang sebenarnya
- asal-usul;- sumber;- lokasi;- peruntukan.
103TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
TPPU Pasal 5
5. Tindak Pidana Asal (Pasal 2 UU NO. 8 Tahun 2010)
• korupsi;
• penyuapan;
• narkotika;
• psikotropika;
• penyelundupan tenaga kerja;
• penyelundupan imigran;
• di bidang perbankan;
• di bidang pasar modal;
• di bidang perasuransian;
• kepabeanan;
• cukai;
• perdagangan orang;
• perdagangan senjata gelap;
• terorisme;
• penculikan;
• pencurian;
• penggelapan;
Mens ReaDiketahui,
Patut Didugadari hasil tindak pidanaObyek:
Orang perseorangankorporasi
Obyek:Harta Kekayaan
Actus Reus (Perbuatan)Menggunakan
Menerima atau menguasai
- sumbangan,- penitipan,- penukaran
- penempatan,- pentransferan,- pembayaran,- hibah
104TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
• penipuan;
• pemalsuan uang;
• perjudian;
• prostitusi;
• dibidang perpajakan;
• dibidang kehutanan;
• dibidang lingkungan hidup;
• dibidang kelautan dan perikanan; atau
• tindak pidana lainnya yang diancam dengan pidana
penjara 4 (empat) tahun atau lebih;
• yang dilakukan di wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia atau di luar wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia dan tindak pidana tersebut juga
merupakan tindak pidana menurut hukum Indonesia.
6. Hukum Acara Penanganan TPPU
Penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di
sidang pengadilan serta pelaksanaan putusan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap terhadap tindak pidana
pencucian uang dilakukan sesuai dengan UU TPPU (UU
No. 8 Tahun 2010) kecuali ditentukan lain dalam undang-
undang dimaksud. (Pasal 68 UU TPPU).
7. Sistem Pembuktian Menurut KUHAP
Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada
seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua
alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu
tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah
yang bersalah melakukannya. (Pasal 183 KUHAP).
“Pembuktian Terbalik” Dalam UU TPPU
• Pasal 77 UU TPPU
Untuk kepentingan pemeriksaan di sidang pengadilan,
105TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
terdakwa wajib membuktikan bahwa harta kekayaannya
bukan merupakan hasil tindak pidana.
• Pasal 78 UU TPPU
1. Dalam pemeriksaan di sidang pengadilan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77, hakim
memerintahkan terdakwa agar membuktikan
bahwa harta kekayaan yang terkait dengan
perkara bukan berasal atau terkait dengan tindak
pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat
(1)
2. Terdakwa membuktikan bahwa harta kekayaan
yang terkait dengan perkara bukan berasal dari
atau terkait dengan tindak pidana dengan cara
mengajukan alat bukti yang cukup
• adanya pembebanan pembuktian pada terdakwa
mengenai harta benda/kekayaannya
• namun pada dasarnya beban pembuktian tetap berada
pada penuntut umum-jpu tidak dapat mengajukan
dakwaan tanpa disertai dengan pengajuan bukti-bukti
• pembuktian terbalik hanya digunakan pada pemeriksaan
di muka persidangan.
• hanya unsur “harta benda/kekayaan” yang wajib dibuktikan.
Pembuktian Terbalik” Dalam UU TIPIKOR
• Berdasarkan Penjelasan UU No. 20/2001 Tentang
Tindak Pidana Tipikor:
Pembuktian yang dibebankan kepada terdakwa.
• Pasal 37 A UU Tipikor
1. Terdakwa wajib memberikan keterangan tentang
seluruh harta bendanya dan harta benda istri atau
106TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
suami, anak, dan harta benda setiap orang atau
korporasi yang diduga mempunyai hubungan
dengan perkara yang didakwakan.
2. Dalam hal terdakwa tidak dapat membuktikan
tentang kekayaan yang tidak seimbang dengan
penghasilannya atau sumber penambahan
kekayaannya, maka keterangan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) digunakan untuk
memperkuat alat bukti yang sudah ada bahwa
terdakwa telah melakukan tindak pidana korupsi.
• Pasal 38 B UU Tipikor
3. Setiap orang yang didakwa melakukan salah satu
tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 13, Pasal
14, Pasal 15, dan Pasal 16 Undang-undang Nomor
31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi dan Pasal 5 sampai dengan Pasal
12 Undang-undang ini, wajib membuktikan
sebaliknya terhadap harta benda miliknya yang
belum didakwakan, tetapi juga diduga berasal
dari tindak pidana korupsi.
4. Dalam hal terdakwa tidak dapat membuktikan
bahwa harta benda sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) diperoleh bukan karena tindak pidana
korupsi, harta benda tersebut dianggap diperoleh
juga dari tindak pidana korupsi dan hakim
berwenang memutuskan seluruh atau sebagian
harta benda tersebut dirampas untuk negara.
107TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
C. Kasus a.n. Bahasyim Assifie
1. Indikasi Sumber Dana
• Rekening No. 259.000301480.901 a/n BA
sumber dana awal pada rekening dari:
• 5 kali setoran melalui kliring dari BCA dengan
total Rp 5.745.281.868,-
• pemindahbukuan sebesar Rp 800 juta
• 2 kali setoran tunai dengan total Rp 210 juta
• Rekening No. 259.000303628.905 a/n BA
sumber dana awal pada rekening dari:
• 15x setoran tunai dengan total
• Rp 12.538.400.000,-
• Dilihat dari pola transaksinya, terlihat
bahwa transaksi yang dilakukan oleh Sdr. BA
berupa penempatan sejumlah dana pada satu
rekening
• Dalam periode tertentu rekening tsb
menerima beberapa kali setoran tunai
Bahasyim AssifieBCA
Tunai Tgl 15.07.98 Rp 160 jutaTgl 01.07.99 Rp 50 juta
Bahasyim AssifieBNI
259.000301480.901Kliring
Tgl 26.03.98 Rp 100 jutaTgl 27.05.98 Rp 4 M
Tgl 29.05.98 Rp 160 jutaTgl 02.06.98 Rp 525 jutaTgl 13.01.99 Rp 960 juta
PemindahbukuanTgl 10.09.98 Rp 800 juta
Bahasyim AssifieBNI
259.000301480.905 Transfer
Tgl 26.03.98 Rp 7,27 M
Tunai Periode November 99 sd. Desember 02 Rp 4,86 M
PemindahbukuanTgl 05.12.00 Rp 1.2 M
Tgl 10.12.01 Rp 118 jutaTgl 20.08.02 Rp 180 juta
Bahasyim AssifieBNI
259.000303628.905 Transfer
Tgl 19.12.2001 Rp 12,6 M
Tunai Periode April 02 sd.
Februari 03 Rp 12,53 M
Tarik tunaiTgl 23.04.02 Rp 1,3 M
Tgl 24.04.02 Rp 500 jutaTgl 12.12.02 Rp 300 juta
Outgoing transferTgl 23.04.02 Rp 2 M
Budi Utomo Drs,MPABNI
259-000304365-905
Transfer
Tgl 27.02.03 Rp 22,27 M
Penempatan pada BNI Investment
Tgl 06.02.03 Rp 1,01M
Pencairan BNI Investment Tgl 06.03.03 Rp 1,01 M
Tunai Periode Maret 03 sd.
Oktober 03 Rp 3,18 M
Setoran dana Tgl 12.11.03 Rp 2,49 MTgl 02.12.03 Rp 1,49 M
Afie (Bahasyim Assifie )BNI
259-000304933-905 Transfer
Tgl 13.11.03 Rp 27,4 MTgl 13.11.03 Rp 600 jutaTgl 05.12.03 Rp 2,5 MTgl 05.01.04 Rp 1,4 M
Tunai Periode November 03 sd. September 04 Rp 6,57 M
Sri PurwantiBNI
19963416 Transfer
Tgl 12.10.04 Rp 5 MTgl 22.10.04 Rp 33,56 MTgl 26.10.04 Rp 500 jutaTgl 29.10.04 Rp 2,4 M
108TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
dan di waktu bersamaan dana-dana ini
dikembangkan dalam berbagai kegiatan
investasi, kemudian pada waktu tertentu
rekening tersebut ditutup.
• Akumulasi dana pada rekening tsb kemudian
dipindahbukukan ke rekening yang baru di
buka.
• Aset per Mei 2008 dgn total à Rp. 76,3
M:
• Asuransi Unit Link an. Sri Purwanti:
• Dalam USDà 1,01 jt $ (Rp 10 M)
• Dalam Rupiah à
• Rp 25 M
• Rp 20,5 M
• SBI an. Sri Purwanti:
• Rp 1,8 M
• Asuransi Unit Link an. Winda Arum
Hapsari: Dalam Rupiah à 19 M 2. Aliran Rekening Bahasyim Hampir Rp 1 Triliun
Liputan6.com, Jakarta: Sidang perdana
Bahasyim Assifie, terdakwa kasus mafia pajak dan
pencucian uang, digelar di Pengadilan Negeri Jakarta
Selatan, Kamis (30/9). Dalam dakwaan jaksa, mantan
Kepala Kantor Pemeriksaan Jakarta VII Direktorat
Jenderal Pajak ini dianggap meraup ribuan miliar
uang dari wajib pajak hasil temuan Pusat Pelaporan
dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) atas
rekening mencurigakan.
Namun, terdakwa yang duduk di kursi pesakitan
dengan tenangnya mendengar dakwaan jaksa
109TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
penuntut umum yang dipimpin Fachrizal. Dalam
dakwaan jaksa, terdakwa memiliki transaksi aliran
dana ke rekening Sri Purwanti yang tak lain adalah
istrinya, sebesar Rp885 miliar lebih.
“Berdasarkan rekening koran dalam waktu
tahun 2004-2010, terdapat mutasi berupa penyetoran
atau pemindahbukuan atau transfer yang merupakan
uang masuk sebanyak 304 kali dengan jumlah sekitar
Rp 885.147.034.806”, ungkap Fachrizal.
Jaksa menambahkan, di antara transaksi uang
masuk itu terdapat mutasi uang setoran tunai dari
terdakwa ke saksi Yanti Purnamasari senilai Rp 4
miliar lebih. Bahkan, aliran dana lainnya yang sangat
mengagetkan pengunjung sidang adalah saat jaksa
mengatakan adanya simpanan dolar atas nama Sri
Purwanti sebesar US$ 271.354,06“.
Jaksa juga menyampaikan sejak 2005-2010
terdapat mutasi penyetoran atau transfer sebanyak 57
kali dalam bentuk mata uang dolar Amerika Serikat
senilai US$ 45.154.226,2. Ini berasal dari terdakwa
melalui saksi Yanti Purnamasari atas permintaan
terdakwa.
Lebih jauh jaksa menyebutkan, dalam rekening
atas nama Winda Arum Hapsari (putri terdakwa)
terdapat mutasi berupa penyetoran sebanyak 80
kali dengan nilai sebesar Rp 284.709.039.328. Pada
kurun waktu 2008-2010, dalam rekening Sri Purwanti
terdapat mutasi transfer uang sebanyak 24 kali, senilai
Rp 366.552.740.215. Ini dengan menggunakan
uang yang berasal dari terdakwa.
110TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
Terdakwa juga memasukkan dana ke rekening
atas nama Winda Arum Hapsari senilai Rp 60 juta
dan Rp 127 juta lebih. Rekening tersebut dipecah atas
nama berbeda yang masuk ke Bank Negara Indonesia
atau BNI dalam program tabungan Taplus bisnis
perorangan. Di antara mutasi penyetoran rekening
itu atas permintaan terdakwa dilaksanakan oleh Yanti
Purnamasari.
Di hadapan majelis hakim yang diketuai Didik
Setyo Handoyo, jaksa menuntut terdakwa mantan
pegawai pajak itu dengan ancaman pasal berlapis.
Yakni, Undang-undang Tindak Pidana Korupsi dan
UU Tindak Pidana Pencucian Uang.(ANS)
3. Bahasyim Divonis 10 Tahun Penjara Plus Penyitaan
Harta Rp 64 Miliar
Ari Saputra - detikNews
Jakarta - Bahasyim dihukum lima tahun lebih
ringan dari tuntutan jaksa dalam kasus korupsi
Rp 1 miliar dan pencucian uang Rp 64 miliar, yang
disangkakannya. Hakim memutus mantan pejabat pajak
itu dengan 10 tahun penjara dan denda sejumlah uang.
“10 Tahun penjara, denda 250 juta subsider 3
bulan kurungan. Uang Rp 64 miliar dirampas
untuk negara,” ujar majelis hakim dalam
pembacaan putusannya di PN Jakarta Selatan,
Jl Ampera Raya, Jakarta, Rabu (2/2/2011).
Bahasyim didakwa dengan pasal 12 UU 20/2001
tetang tindak pidana korupsi. Dia terbukti bersalah
pasal 1 huruf a tindak pidana pencucian uang.
Mantan pejabat pajak Bahasyim Assifiie dituntut 15
111TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
tahun penjara. Dia dianggap terbukti menyalahgunakan
wewenang selama menjabat sejak 2004-2010 yang
merugikan keuangan negara sebanyak Rp 64 miliar.
Modus operandi Bahasyim dinilai cukup rapih
yakni dengan menampung sebagian uang korupsi
di perusahaan keluarga Bahasyim, PT Tri Darma
Perkasa. Selain itu, sebagian besar uang hasil korupsi
ditampung di 7 rekening istri dan kedua anaknya.
Perputaran uang di ketujuh rekening itu mengundang
kecurigaan jaksa karena mencapai Rp 932 miliar.
Jumlah ini yang dijerat dengan pasal pencucian uang.
4. Pertimbangan Hakim dalam Putusan
Antara lain menyatakan:
• Seandainya tindak pidana asal tidak terbukti
sekalipun, tindak pidana pencucian uang tetap
diperiksa dan dibuktikan di persidangan
• Terdakwa tidak dapat membuktikan bahwa harta
kekayaan yang disita bukan hasil korupsi
5. Putusan Tingkat Kasasi
Menyatakan Terdakwa terbukti secara sah
dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana
“korupsi” dengan pidana selama 6 tahun dan denda
Rp500 juta, subsider 3 bulan kurungan.
Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan
bersalah melakukan tindak pidana “pencucian uang”
dgn pidana penjara 6 tahun dan denda Rp500 juta,
subsider 3 bln kurungan.
112TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
D. Kasus a.n. Yudi Hermawan
PEMBUKTIAN TERBALIK: Kasus gratifikasi petugas
pajak
Beban pembuktian asal usul harta kekayaan yang diduga
berasaldarigratifikasidialihkankepadaterdakwa.
Pertimbangan Majelis Hakim dalam Putusan:
Terdakwa gagal membuktikan secara meyakinkan
bahwa dana yang ada dalam rekening yang dikuasainya
berasal dari utang sebagaimana yang dinyatakan
113TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
Tanya Jawab
Roki Panjaitan
Pertanyaan:
Memutuskan perkara anak perusahaan dari BI (Askrindo)
dengan total kerugian 500 M, di Pengadilan Tipikor diputus
hukuman 11 tahun, ada ketidakadilan, dimana kita harus menilai
nilai-nilai yang berkembang di masyarakat, meskipun hukuman
cukup berat, tapi jika uang hasil kejahatan masih bisa dinikmati
saya setuju dengan uraian bapak tadi. Sejauh mana dilapangan
proses penyidikannya? Berkaitan dengan properti, terutama
bahwa dananya berasal dari ilegal logging, pembobolan
pertamina, ketika pejabat RI bertransaksi di luar wilayah hukum
RI, bagaimana PPATK mendeteksi transaksi tersebut?
Jawaban:
Cara orang bisa bermacam-macam dalam membobol,
setuju dengan bapak jika kerugian begitu besar mengapa
hukumannya ringan, kerugian negara dibebankan pada yang
membayar/perusahaan. Jadi pertanyaan kenapa harus hukuman
badan, tidak ada hukuman untuk menyita uangnya. Informasi
keuangan dari Singapura sebenarnya sulit, seharusnya ada
MoU, harusnya ada ketentuan internasional yang mengaturnya.
Sekarang Singapura lebih ketat dari Swiss dalam hal pertukaran
informasi dan pengembalian aset.
114TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
Hasby Junaidi Tolib
Pertanyaan 1:
Jika melihat dalam UU kita yang ditekankan adalah
pemberantasannya, apakah tidak lebih baik yang diutamakan
adalah pencegahannya, alangkah baiknya dilakukan revisi UU
atau bagaimana, dan dari PPATK sendiri menitikberatkan pada
pencegahannya. Dalam UU disebutkan bahwa masyarakat bisa
berperan serta dalam pemberantasan dan pencegahannya,
andaikan dalam hal ini PPATK bisa bekerjasama dengan Diknas
untuk menerbitkan buku penghubung yang memuat informasi
keuangan hubungan antara anak dan orang tua. Di dalam
pasal 5 yaitu yang menerima, dalam praktik, bisa membayar
pengacaranya, apakah bisa dikenakan pasal menerima?
Jawaban 1:
Mencegah memang perlu bahkan harus, jika hanya
memberantas saja capek, dan jika melihat UU KPK bahwa
pemberantasan tindak pidana korupsi adalah tindakan untuk
mencegah tindak pidana pencucian uang, jadi sebenarnya
memang sudah disadari oleh pembuat UU. Sistem yang belum
diperbaiki, remunerasi yang masih terlalu kecil untuk gaji PNS,
jadi sistem itu mahal. Sudah dilakukan beberapa kerjasama
dengan Kemenpan.
Pengacara yang dibayar klien pencucian uang, jika dibayar
sesuai fee pengacara sebagai tenaga profesional, maka hal ini
terkait professional fee yang wajar didapatkan oleh pengecara
tersebut. Jika ada indikasi untuk memaksa memenangkan
perkara tersebut maka fee-nya dapat diindikasikan sebagai
bagian dari rantai pencucian uang, namun hal ini juga masih
samar-samar,sulituntukdiidentifikasi.Jadibenar,kerjasama,
pencegahan perlu.
115TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
Pertanyaan 2:
Bahwa mengenai pencucian uang itu sudah banyak
laporan baik dari perbankan dan badan atau lembaga keuangan
lainnya. Khusus untuk perbankkan UU perbankan diperlukan
usaha untuk tumbuh berkembang menopang perekomian, bisa
diduga bahwa dana-dana yang masuk ke bank adalah dana
yang tidak benar maka PPATK perlu mengenali dana-dana
yang masuk ke bank tersebut, Kira-kira menyeimbangkan
kemajuan ekononi (perbankan-keamanan), contohnya: Swiss
sangat mengedepankan keamanan perbankan tapi mengabaikan
yang lain, sehingga bank Swiss terkenal sebagai bank dengan
keamanan yang baik sehingga banyak investor menabung di
bank Swiss, semakin maju suatu negara, kasus pidana semakin
tipis.
Jawaban 2:
Dalam situasi normal, kepentingan perbankan bisa
diutamakan, dengan menghargai kerahasiaan bank, tapi jika ada
kondisi lain untuk menegakkan hukum dan kepentingan umum,
yang mengharuskan dan mempunyai dampak yang lebih besar
maka kepentingan untuk membuka informasi di bank yang di
utamakan. Bank tidak dapat di pidana maupun di perdatakan
jika bank menyampaikan laporan/transaski keuangan. Ada
perlindungan terhadap pihak pelapor termasuk industri (bank)
yang menyampaikan laporan transaksi keuangan.
Pertanyaan 3:
Pasal 69, tidak perlu dibuktikan terlebih dahulu. Apa
kendala penyidik dalam menguak kasus ini?
Jawaban 3:
Tidak semua transaksi pencucian terindikasi pidana. Ada
4 produk PPATK, yang selama ini diberikan adalah laporan
116TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
hasil analisis. Sebab yang lain adalah pemahaman dari penyidik
itu sendiri (polisi, jaksa, KPK, dan lain-lain) terkadang mereka
tidak mengerti bagaimana substansinya sehingga ini menjadi
faktor yang menyulitkan, disamping itu juga terkendala dengan
masalah integritas.
Heri Sukemi
Pertanyaan:
Bagaimana target usaha follow the money padahal
pendistribusiannya untuk membiayai pembangunan tempat
ibadah tertentu sebagai pencitraan sehingga masyarakat di
daerah tersebut menjadi simpati.
Jawaban:
Memang pasal 5, jika orang menerima, bentuknya bisa
untuk menyumbang rumah ibadah, kampus, dan lain-lain,
apakah bisa disita untuk barang bukti: harusnya bisa, namun
dalam putusannya bisa nanti dikembalikan kepada yang berhak,
sebenarnya memang harus dicari kemana uang itu pergi. Ciri-
ciri dari pelaku pencucian uang adalah pelakunya dispender/
boros, untuk itu untuk kasus korupsi digunakan pendekatan life
style analysis.
Andriani Nurdin
Pertanyaan:
Kasus hambalang, bahwa PPATK bisa melacak kasus
hambalang ini berdasarkan UU hasil analisis dilakukan oleh
KPK, dimana BPK menolak menandatangani menolak karena
ternyata ada yang tidak termasuk. Sebenarnya siapa yang
bertanggungjawab?
Jawaban:
117TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
Kasus Hambalang, adanya persetujuan Menteri Keuangan
untuk proyek multi years Hambalang, sementara proyek hanya
ditandatangani sekjen, yang seharusnya pengguna anggaran
(menteri), BPK belum menggunakan data-data dari PPATK,
banyak uang yang masuk tapi sifatnya pass bye, artinya hanya
lewat begitu saja, pegawai digaji dengan rupiah tapi dokumennya
menggunakan valuta asing, pejabatnya menerima macam-macam
upeti, biasanya untuk kasus sebesar ini ada peranan PPATK
karena transaksinya melalui rekening. Bagaimana melacak uang:
tertangkap basah, ikatan bank itu sendiri, jika uang tunai dilihat
pada saat uang itu diambil, traveller check setelah disetor baru
dicari. Mengapa PPATK kasih ke KPK karena kewenagan PPATK
mempunyai wewenang memberikan kepada siapa untuk pejabat
negara, penegak hukum, penyidiknya adalah KPK;
Arwan Byrin
Pertanyaan:
Seberapa jauh langkah-langkah yang dilakukan Unit Kerja
Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan,
lebih baik mencegah, untuk bisa menekan kerugian negara.
Jawaban:
Selama ini pemantuaannya kurang efektif, untuk
memantau pengembalian kerugian negara yang diperoleh dari
kasus korupsi yang mereka (KPK dan Kejaksaan) tangani;
Roki Panjaitan
Pertanyaan:
Bisa tidak terdeteksi yang memerintahkan penerbitan
(kasus BAG)? Apakah corporate atau pribadi?
Jawaban:
118TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
Terhadap bank-nya dilakukan audit, sebenarnya memang
tidak fair karena yang kena yang menerima, sementara
pemberinya belum terkena;
Saparudin Hasibuan
Pertanyaan:
Mohon penjelasan fungsi daripada PPATK karena tidak
mempunyai kewenangan untuk melaksanakan fungsi dari bank
data, bisakah sekaligus sebagai penyidik, agar bisa langsung
action?
Jawaban:
Penyidik sudah 3 yaitu Polisi, Jaksa, KPK. Ini saja sudah
saling diperebutkan.
119
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
kejahatan korporasiDr. Gunawan Widjaja, S.H., M.H., M.M
SESI Vi
121
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
Kejahatan KorporasiDr. Gunawan Widjaja, S.H., M.H., M.M
A. Pengertian
• Kejahatan yang dilakukan oleh Korporasi
• Yang bertanggung jawab adalah Korporasi
• Korporasi = badan hukum => Perseroan Terbatas =>
UU No.40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.
1. Tindak Pidana Korprasi
• Lingkungan hidup
• Anti-Trust – Persaingan Usaha
• Perlindungan Konsumen
• Pasar Uang dan Pasar Modal
2. Korporasi
• Bukan manusia => artificialperson
• Tidak bisa berpikir dan tidak mempunyai moral
seperti manusia
• Azas Ultra Vires => bukan tindakan koporasi
• HukumAcara=>tidakadawujudfisik
B. Pertanggungjawaban
• Publik = gangguan terhadap ketertiban umum
• Melakukan yang dilarang atau Tidak melakukan yang
diwajibkan
• Dengan atau tanpa kehendak
1. Jenis Pertanggungjawaban
122KEJAHATAN KORPORASI
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
• Perdata (civil liability)
• Administratif
• Pidana (criminal liability)
2. Doktrin Pertanggungjawaban
• Respondeat Superior (Master-Servant Rule)
• Actus reus = guilty act
• Mens rea = guilty mind
• Lingkup tindakan
• Untuk kepentingan korporasi
• Agency Theory => Alter-ego Theory
C. Wujud Penegakan Hukum
• Denda (Fines)
• Pengampuan (Probation)
• Pencegahan/ Pelarangan (Debarment)
• Pencabutan Izin (Lost of License)
• Pengecualian => yang bersifat pribadi => tidak dapat
dipenjarakan (no imprisonment)
1. Pasal 10 KUHP
• pidana pokok:
• pidana mati;
• pidana penjara;
• pidana kurungan;
• pidana denda;
• pidana tutupan.
• pidana tambahan
• pencabutan hak-hak tertentu;
• perampasan barang-barang tertentu;
• pengumuman putusan hakim.
2. Pasal 116 (1) UU No.32/2009
123KEJAHATAN KORPORASI
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
Apabila tindak pidana lingkungan hidup
dilakukan oleh, untuk, atau atas nama badan usaha,
tuntutan pidana dan sanksi pidana dijatuhkan kepada:
• badan usaha; dan/atau
• orang yang memberi perintah untuk melakukan
tindak pidana tersebut atau orang yang bertindak
sebagai pemimpin kegiatan dalam tindak pidana
tersebut
3. Pasal 118 UU No.32/2009
Terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 116 ayat (1) huruf a, sanksi pidana
dijatuhkan kepada badan usaha yang diwakili oleh
pengurus yang berwenang mewakili di dalam dan di
luar pengadilan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan selaku pelaku fungsional.
4. Pasal 119 UU No. 32/2009
Selain pidana sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang ini, terhadap badan usaha dapat
dikenakan pidana tambahan atau tindakan tata tertib
berupa:
• perampasan keuntungan yang diperoleh dari
tindak pidana;
• penutupan seluruh atau sebagian tempat usaha
dan/atau kegiatan;
• perbaikan akibat tindak pidana;
• pewajiban mengerjakan apa yang dilalaikan tanpa
hak; dan/atau
• penempatan perusahaan di bawah pengampuan
paling lama 3 (tiga) tahun.
124KEJAHATAN KORPORASI
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
5. Pasal 47 UU No.5/1999
Komisi berwenang menjatuhkan sanksi berupa
tindakan administratif terhadap pelaku usaha yang
melanggar ketentuan Undang-undang ini.
Tindakan administratif sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dapat berupa:
• Penetapan pembatalan perjanjian sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 13,
Pasal 15, dan Pasal 16; dan atau
• Perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan
integrasi vertikal sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 14; dan atau
• Perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan
integrasi vertikal sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 14; dan atau
• Perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan
kegiatan yang terbukti menimbulkan praktek
monopoli dan atau menyebabkan persaingan
usaha tidak sehat dan atau merugikan masyarakat;
dan atau
• Perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan
penyalahgunaan posisi dominan; dan atau
• Penetapan pembatalan atas penggabungan atau
peleburan badan usaha dan pengambilalihan
saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28;
dan atau
• Penetapan pembayaran ganti rugi; dan atau
• Pengenaan denda serendah-rendahnya
Rp.1.000.000.000 (satu miliar rupiah) dan
setinggi-tingginya Rp.25.000.000.000,00 (dua
125KEJAHATAN KORPORASI
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
puluh lima miliar rupiah)
6. Pasal 49 UU No.5/1999
Dengan menunjuk ketentuan Pasal 10 Kitab
Undang-undang Hukum Pidana, terhadap pidana
sebagaimana diatur dalam Pasal 48 dapat dijatuhkan
pidana tambahan berupa:
• pencabutan izin usaha; atau
• larangan kepada pelaku usaha yang telah terbukti
melakukan pelanggaran terhadap undang-
undang ini untuk menduduki jabatan direksi atau
komisaris sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan
selama-lamanya 5 (lima) tahun; atau
• penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang
menyebabkan timbulnya kerugian pada pihak
lain.
7. Pasal 61 UU No.8/1999
Penuntutan pidana dapat dilakukan terhadap
pelaku usaha dan/atau pengurusnya.
Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan
atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum
maupun bukan badan hukum yang didirikan dan
berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam
wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik
sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian
menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai
bidang ekonomi.
8. Pasal 62 UU No.8/1999
Pelaku usaha yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal
10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a,
126KEJAHATAN KORPORASI
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
huruf b, huruf c,huruf e, ayat (2) dan Pasal 18 dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau
pidana denda paling banyak Rp.2.000.000.000,00
(dua milyar rupiah).
Pelaku usaha yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Pasal 12,
Pasal 13 ayat (1), Pasal 14, Pasal 16, dan Pasal 17 ayat
(1) huruf d dan huruf f dipidana penjara paling lama
2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak Rp
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Terhadap pelanggaran yang mengakibatkan
luka berat, sakit berat, cacat tetap atau kematian
diberlakukan ketentuan pidana yang berlaku.
9. Pasal 63 UU No.8/1999
Terhadap sanksi pidana sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 62, dapat dijatuhkan hukuman tambahan,
berupa:
• perampasan barang tertentu;
• pengumuman keputusan hakim;
• pembayaran ganti rugi;
• perintah penghentian kegiatan tertentu yang
menyebabkan timbulnya kerugian konsumen;
• kewajiban penarikan barang dari peredaran; atau
• pencabutan izin usaha.
10. Pasal 201 UU No.32/2009
Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 190 ayat (1), Pasal 191, Pasal 192, Pasal
196, Pasal 197, Pasal 198, Pasal 199, dan Pasal 200
dilakukan oleh korporasi, selain pidana penjara dan
denda terhadap pengurusnya, pidana yang dapat
127KEJAHATAN KORPORASI
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
dijatuhkan terhadap korporasi berupa pidana denda
dengan pemberatan 3 (tiga) kali dari pidana denda
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 190 ayat (1), Pasal
191, Pasal 192, Pasal 196 , Pasal 197, Pasal 198, Pasal
199, dan Pasal 200.
Selain pidana denda sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), korporasi dapat dijatuhi pidana
tambahan berupa:
• pencabutan izin usaha; dan/atau
• pencabutan status badan hukum.
D. Direksi
• Merupakan orang kepercayaan yang mengurus harta
Perseroan Terbatas -> Trustee
• Pemegang kuasa untuk mewakili Perseroan Terbatas
dalam menjalankan kegiatan usahanya -> Agent
• Adanya Fiduciary Relation antara Direksi terhadap
Perseroan Terbatas -> Fiduciary Duty
• Duty of loyalty and good faith
• Duty of diligence and care
a. Tanggung jawab Direksi
Setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh
secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang
bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya.
(Pasal 97 ayat (3) UUPT)
Dalam hal Direksi terdiri atas 2 (dua) anggota
Direksi atau lebih, tanggung jawab tersebut berlaku
secara tanggung renteng. (Pasal 97 ayat (4) UUPT)
Atas nama Perseroan, pemegang saham yang
mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian
128KEJAHATAN KORPORASI
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
dari jumlah seluruh saham dengan hak suara dapat
menggugat anggota Direksi yang karena kesalahan atau
kelalaiannya menimbulkan kerugian pada Perseroan ke
pengadilan negeri.
b. Tanggung Jawab Dewan Komisaris
Setiap anggota Dewan Komisaris ikut bertanggung
jawab secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila
yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan
tugasnya. (Pasal 114 ayat (3) UUPT)
Dalam hal Dewan Komisaris terdiri atas 2 (dua)
anggota Dewan Komisaris atau lebih, tanggung jawab
tersebut diatas berlaku secara tanggung renteng bagi
setiap anggota Dewan Komisaris. (Pasal 114 ayat (4)
UUPT)
Atas nama Perseroan, pemegang saham yang
mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian
dari jumlah seluruh saham dengan hak suara dapat
menggugat anggota Dewan Komisaris yang karena
kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian
pada Perseroan ke pengadilan negeri. (Pasal 114 ayat
(6) UUPT)
129KEJAHATAN KORPORASI
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
Tanya Jawab
Hasby Junaidi Tolib
Pertanyaan:
Di dalam suatu perusahaan (PT, CV) siapa yang
berkewajiban menghadiri/mewakili dimuka persidangan supaya
tidak saling lempar tangan?
Jawaban:
Direksi mewakili perseroan, yang akan ditanya adalah
direksi, pihak-pihak lain tidak menutup kemungkinan untuk
dimintai keterangan, tapi hukumannya tidak dijatuhkan ke
direksi tapi kepada korporasi
UU No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup, bila tindak pidana dilakukan
oleh badan usaha maka hukumanya dikenakan pada badan
usaha tersebut, bisa juga kepada kedua-duanya (person dan
badan usaha) tergantung hasil penyidikan penyidik
Iksan
Pertanyaan 1:
Kasus LAPINDO, termasuk kejahatan korporasi atau
Lingkungan Hidup? jika masuk ke korporasi disini langkah-
langkah apa jika secara pidana, siapa saja subjeknya yang harus
bertanggungjawab atas kejadian tersebut, apakah si pemberi ijin
AMDAL, atau si pengebor/pelaksana atau pemilik?
Jawaban 1:
Jawab: harus dibuktikan dulu, jika memang kejahatan
Lingkungan Hidup maka proses rehabilitasi apa yang akan
130KEJAHATAN KORPORASI
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
dilakukan, dan jika ya, maka perseroannya yang akan dimintakan
pertanggungjawabannya, kecuali jika dia bisa membuktikan
pihak lain yang harusnya bertanggungjawab. Berlaku konsep
strict liability.
Pertanyaan 2:
Pembuktian yang demikian sangat menyulitkan masyarakat
pada umumnya
Jawaban 2:
Ada persepsi yang harus saya luruskan, pada kasus lapindo
apakah itu masuk ranah Lingkungan Hidup atau korporasi,
karena disini yang menjadi korban adalah penduduknya bukan
Lingkungan Hidupnya, nah untuk itu berlaku stricht liability
dan pembuktian terbalik.
Muslich Bambang Luqmono
Pertanyaan 1:
Sudah ada gugatan perdata tentang Kasus Lapindo, hakim
memakai pertimbangan ahli dari Jepang, ini adalah bencana
alam. Ini tidak diangkat sebagai kejahatan korporasi bagaimana
menurut Bapak?
Jawaban 1:
Tindak pidana korporasi bukan merupakan tindak pidana
umum, jika lingkungan hidup itu susah karena lingkungan hidup
tidak bisa ngapa-ngapain, untuk itu untuk lingkungan hidup
berlaku pembuktian terbalik;
• Cartele, yang perlu dihukum perusahaannya.
Perlindungan konsumen yang dihukum korporasinya
begitu juga persaingan usaha, dimana direksinya
senantiasa berganti
• Berlaku asas strict liability, tapi UU ini masih belum
131KEJAHATAN KORPORASI
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
sepenuhnya menganut konsep strict liability, tetapi
juga menggunakan konsep pembuktian terbalik;
• Pasar modal, perusahaan yang diminta untuk
bertanggungjawab karena direksi disini bukan yang
memiliki modal;
Pertanyaan 2:
Bagaimana dengan kejahatan partai politik?
Jawaban 2:
Sulit dijawab karena politik, sementara yang membuat
peraturannya adalah mereka-mereka juga, kembali kepada
konstelasi politik;
Andriani Nurdin
Pertanyaan:
Mengenai tanggung jawab korporasi, sudah
pernah membuat keputusan bahwa korporasi yang harus
bertanggungjawab. Ketika ada 2 perbedaan pendapat dan tidak
dapat dipastikan dari ahli, maka hakim harus mengedepankan
asas kehati-hatian. Hakim harusnya berani menerapkan
requisionary principal (asas kehati-hatian). Yang paling
banyak pertanggungjawaban korporasi ini adalah alam (perkara
lingkungan hidup) dimana perusahaan yang bertanggungjawab;
Jawaban:
Seharusnya diuatamakan delik strict liability, jika aparat
tidak mengerti maka akan berlaku gugatan keperdataan bukan
dianggap sebagai tindak pidana. Namun jika kejahatan dilakukan
terus menerus harus dijatuhkan sanksi pidana (memang untuk
dibawa ke ranah pidana berlaku asas ultimum remedium/pilihan
terakhir;
132KEJAHATAN KORPORASI
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
Saparudin Hasibuan
Pertanyaan:
Dalam Pasal 119 UU lingkungan hidup pidana tambahan
yang dapat dikenakan pada perusahaan. Ada huruf a, b, c, d, e.
Saya ingin bertanya huruf e. Siapa yang menjadi pengampu dan
bagaimana caranya?
Jawaban:
Mirip kepailitan, jadi ada kurator. Untuk menghindari
adanya sutau perbuatan yang dapat merugikan lingkungan
hidup.
Linton Sirait
Pertanyaan 1:
Gugatan LSM, perlunya pidana di sini apabila korbannya
ada masyarakat lain yang mengalami kerugian. Kerugian
masyarakat berbeda dengan kerugian lingkungan hidup sendiri.
Masyarakat itu sendiri dapat mengajukan gugatan class action.
Kalau lingkungan bisa diwakili lingkungan hidup.
Jawaban 1:
Umumnya siapa yang dirugikan dapat mengajukan
gugatan, tetapi lingkungan hidup tidak bisa ngomong dan
bertindak.
Gugatan perwakilan, diwakili LSM. Kalau korbannya
manusia sama saja gugatan class action hanya saja yang mewakili
kelompoknya. Tapi dua-duanya sama-sama gugatan perwakilan,
bedanya kalau lingkungan hidup tidak bisa berbuat apa-apa, jadi
diwakili.
Pertanyaan 2
Bagaiamana badan usaha melakukan Tindak Pidana?
Apakah dalam tuntutan jaksa saja dikenakan hukuman terhadap
133KEJAHATAN KORPORASI
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
badan usaha itu atau harus semula didakwa oleh Jaksa Penuntut
Umum melakukan Tindak Pidana?
Jawaban 2:
Dari awal sudah pak, dari kepolisian.
Saparudin Hasibuan
Pertanyaan:
Apakah bisa digabung? Mendakwa badan usaha sekaligus
mendakwa pengurus?
Jawaban:
Tidak bisa, harus dipisah pak.
Hirman Purwanasuma
Pertanyaan:
Ada banyak Tindak Pidana korporasi di pasar modal,
saya mengartikan orang-orang di pasar modal adalah orang-
orang korporasi bukan orang perorangan. Bappepam telah
banyak menjatuhkan sanksi corporate, tapi kalau bappepam
yang memberikan sanksi bukanlah pidana, hanya sanksi
administrasi oleh BAPPEPAM. Pialang sering menggoreng
saham. Penggorengan saham oleh para pialang tentunya juga
merupakan tindak pidana. Apakah pernah kejahatan korporasi
berupa penggorengan saham kemudian sanksinya hanya sanksi
administratif dari BAPPEPAM?
Jawaban:
Manipulasi pasar jelas merupakan Tindak Pindana, diatur
juga di UU pasar modal;
134KEJAHATAN KORPORASI
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
Muslich Bambang Luqmono
Pertanyaan:
Apakah yang sudah dipidana oleh pengadilan korporasi itu
masih bisa kena kejahatan korporasi?
Jawaban:
Bisa dikenakan 2
Roki Panjaitan
Pertanyaan:
Mengapa dikatakan kejahatan koporasi karena mereka
tidak menerapkan prinsip kehati-hatian. Seandainya pencitraan
satelit dibayar tidak mungkin kejadian itu terjadi. Jika menurut/
meminta pendapat ahli, sedangkan ahli itu bisa dibayar.
Itu penyataan saya mengenai stricht liability dan kejahatan
korporasi?
Jawaban:
Ada 4 macam bentuk pertanggungjawaban, yg ke-4 yang
dimaksud dengan stricht liability.
Muslich Bambang Luqmono
Pertanyaan:
Seandainya Anas terbukti cukup oleh KPK, terbukti dan
menyakinkan, apakah bisa Anas dihukum?
Jawaban:
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun
1999 Tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas
dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, tidak mengatur sejauh itu,
tidak mengatur perseroannya atau organisasinya dijatuhkan
pidana, manusianya (A) silahkan dibuktikan tapi tidak dengan
partai politiknya.
135
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
DISKUSI KELOMPOK
SESI Vii
137
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
Diskusi Kelompok
Kasus
Bupati, Sekda, dan Kepala Biro keuangan didakwa
melakukan perbuatan korupsi yang dilakukan dengan cara
memindah bukukan dana APBD dari Bank Daerah ke BPR
karena BPR menjanjikan bunga yang lebih besar. JPU mendakwa
dengan dakwaan primer pasal 2 subsider pasal 3 UU No. 20 tahun
2001 tentang perubahan atas UU No. 31 tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Perkara diajukan dalam
tiga berkas.
Bupati membantah, menurutnya pemindah bukuan itu
dilakukan oleh Sekda dan Karo Keuangan tanpa sepersetujuanya.
Sekda berdalih bahwa ide pemindah bukuan itu datang dari Karo
Keuangan yang mengatakan Bupati sudah setuju. Karo Keuangan
mengatakan pemindah bukuan itu sudah disetujui oleh Bupati
dan perintah pemindah bukuan tersebut datang dari Sekda.
Menurut keterangan Sekda, dia menelepon Bupati dan
menanyakan apakah Bupati setuju dengan pemindah bukuan
itu? Saat itu Bupati menjawab dengan kalimat yang bersayap
dan diartikan oleh Sekda bahwa memang benar Bupati setuju.
Dari penangkapan arti tersebut, Sekda memberi perintah kepada
Bank Daerah untuk memindah bukukan dana APBD ke BPR
dalam bentuk rekening simpanan atas nama Pemerintah Daerah.
Belakangan ternyata Karo Keuangan pernah mencairkan
atau mengambil uang simpanan tersebut dan diberikan atau
138DISKUSI KELOMPOK
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
diserahkan kepada keluarga Bupati. Setelah itu ternyata BPR nya
koleps dan uang Bpnya raib. Menurut dakwaan JPU uang yang
dikorupsi itu senilai 1 M. Di dalam berkas ternyata yang disita
dari Sekda senilai 2 M. Dalam surat tuntutannya JPU menuntut
agar harta yang 2 M itu dirampas untuk negara.
Pertanyaan
Apa saja fakta-fakta hukum yang mengarah pada
pembuktian unsur-unsur delik dalam kasus tersebut?
139DISKUSI KELOMPOK
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
Pemaparan Kelompok
KELOMPOK I
1. Saparudin Hasibuan, S.H., M.A.
2. Ny. Roosdarmani Soetomo, S.H.
3. Heri Sukemi, S.H., M.H.
4. Linton Sirait, S.H.
5. Yunianto, S.H.
FAKTA HUKUM
1. Bahwa ada dana APBD yang disimpan di Bank Daerah.
2. Bahwa dana APBD dipindah bukukan ke BPR dengan
maksud untuk mendapatkan bunga yang lebih besar.
3. Bahwa menurut Bupati memindah bukukan dilakukan
oleh sekda dan karo keuangan.
4. Bahwa menurut Sekda pemindahan bukuan atas inisiatif
Karo Keuangan dengan alasan Bupati sudah setuju.
5. Bahwa menurut Karo Keuangan pemindah bukuan atas
persetujuan Bupati.
6. Bahwa sekda memerintahkan kepada Bank Daerah untuk
memindah bukukan dana APBD ke BPR dalam bentuk
Rekening Simpanan atas nama Pemda.
7. Bahwa Karo Keuangan pernah mencarikan dana tersebut
dari BPR dan diserahkan kepada Keluarga Bupati.
8. Bahwa BPR kemudian Koleps dan dana APBD yang
disimpan pada BPR ikut raib sehingga Negara dirugikan.
9. Bahwa telah disita dari Sekda senilai 2 Miliar.
10. Bahwa dalam Dakwaan JPU uang yang dikorupsi senilai 1
140DISKUSI KELOMPOK
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
Miliar.
11. Bahwa dalam Dakwaan PU menuntut agar harta yang
senilai 2 Miliar dirampas untuk Negara.
KESIMPULAN
Bahwa pemindah bukuan dana APBD dari Bank Daerah
ke BPR adalah bertentangan dengan kewenangan yang ada pada
Bupati, Sekda dan Karo Keuangan.
KELOMPOK II
1. Kitajenda Ginting, S.H.
2. Dr. Ny. Andriani Nurdin, S.H., M.H.
3. Hasby Junaidi Tolib, S.H., M.H.
4. Alfred Pangala Batara Randa, S.H.
5. R. Nohantoro, S.H.
FAKTA-FAKTA HUKUM
1. Sekda menelpon Bupati meminta persetujuan untuk
memindah bukukan dana APBD dari Bank Daerah ke BPR
kirim bunga yang lebih besar.
2. Bupati menjawab secara lengkap dan ditangkap sebagai
persetujuan.
3. Sekda perintah kepada Bank Daerah untuk memindah
bukukan dana APBD ke BPR dalam bentuk Rekening
simpanan atas nama Pemda.
4. Karo Keuangan mencairkan atau mengambil uang
simpanan dan diserahkan kepada Bupati.
5. Disita dari Sekda senilai 2 Miliar.
6. BPR koleps dan uang BPR raib.
DAKWAAN
• Pasal 2 undang-undang Tipikor.
141DISKUSI KELOMPOK
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
• Pasal 3 undang-undang Tipikor.
ANALISA
• Pasal 2: Tidak terbukti secara sah dan meyakin dengan
pertimbangan :
Unsur ad.1 setiap orang
Berdasarkan pertimbangan dengan menyimpulkan
penafsiran sistematis dalam penyusunan pasal perundang-
undangan, terhadap pasal 3 mengenai unsur setiap
orang adalah ditujukkan kepada orang yang mempunyai
absah untuk melakukan penyalahgunaan yang memiliki
kewenangan sehingga unsur setiap orang dalam pasal 2
adalah ditujukan kepada orang pada umumnya.
Berdasarkan pertimbangan tersebut unsur Pasal 1 tidak
terpenuhi karena berdasarkan fakta hukumnya, peihal
terdakwa adalah Bupati Sekda dan Karo, sehingga unsur-
unsur lain tidak perlu dibuktikan.
• Pasal 3: Terbukti secara sah sah dan meyakinkan untuk
kepentingan terdakwa. Jo Pasal 55
Mencairkan keuangan harus berdasarkan tanda tangan
Karo Keuangan dan Sekda Karena uang diserahkan kepada
keluarga Bupati melalui para terdakwa.
Terhadap uang senilai 1 miliar yang ikut tersita. Berdasarkan
Pasal 38 B Undang-undang Tipikor terdakwa (Sekda)
mempunyai kewajiban untuk membuktikan bahwa uang
1 miliar tersebut bukan berasal hasil korupsi. Apabila ia
tidak dapat mebuktikan maka dianggap sebagai uang hasil
korupsi. Sehingga tuntutan JPU untuk merampas untuk
Negara uang terdakwa senilai 2 miliar harus dikuatkan.
142DISKUSI KELOMPOK
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
KELOMPOK III
1. Roki Panjaitan, S.H.
2. Murniati Ida Sari, S.H., M.H.
3. Sulaiman, S.H., M.H.
4. I Nyoman Sutama, S.H.
5. MuslichBambangLuqmono.,S.H.,M.Hum.
FAKTA HUKUM
• Bahwa telah terjadi pemindah bukuan dari dana APBD yang
disimpan di Bank Daerah ke BPR dalam bentuk rekening
simpanan atas nama Pemerintah Daerah dengan alasan
untuk mendapatkan bunga yang lebih besar.
• Bahwa pemindah bukuan tersebut dilakukan oleh Kepala
Biro Keuangan selaku PPK (Pejabat Pembuat Komitmen)
atas perintah Sekda selaku KPA (Kuasa Pengguna Anggran)
dengan persetujuan Bupati selaku PA (Pengguna Anggran).
• Bahwa kepada Biro Keuangan mengambil uang simpanan
tersebut dan diberikan kepada Keluarga Bupati.
• Setelah pengalihan dana tersebut BPRnya koleps.
• Bahwa kerugian Negara dalam kasus ini senilai 1 miliar.
• Bahwa barang bukti yang disita uang senilai 2 miliar.
Catatan:
• Dakwaan JPU seharusnya di Jo kan dengan pasal 55 ayat 1
KUHP
• Sebaiknya JPU mendakwakan pula tindak pidana pencucian
uang (TPPU) karena kerugian Negara dalam kasus ini
sebesar 1 miliar sedangkan barang bukti yang disita dari
Sekda sebesar 2 miliar (khusus untuk terdakwa Sekda selaku
KPA (Kuasa Pengguna Anggaran).
143DISKUSI KELOMPOK
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
FAKTA-FAKTA HUKUM
1. Sekda melaporkan Bupati, menanyakan “Apakah Bupati
setuju dengan pemindah bukuan dana APBD dari Bank
Daerah ke BPR karena BPR menjanjikan bunga yang lebih
besar.
2. Bupati menjawab dengan kalimat bersayap atas telepon
Sekda.
3. Sekda mengartikan, bahwa Bupati setuju
4. Sekda memberi perintah kepada Bank Daerah untuk
memindah bukukan dana APBD ke BPR dalam bentuk
rekening simpanan atas nama Pemerintah Daerah.
5. Karo Keuangan melaksanakan pemindah bukuan itu, atas
perintah Sekda
6. Menurut Karo Keuangan Bupati sudah setuju
7. Karo Keuangan pernah mencairkan atau mengambil uang
simpanan dan diberikan atau diserahkan kepada Keluarga
Bupati.
8. Mengapa kepada keluarga Bupati?
9. Apakah benar BPRnya koleps?
10. Apakah benar uangnya BPR raib?
11. Apakah benar sudah disita dari Sekda senilai 2 miliar?
12. Apakah harta yang dirampas bisa untuk Negara?
PEMECAHAN MASALAH:
• Menimbang berdasarkan fakta-fakta hukum tersebut di
atas, surat dakwaan JPU dengan Pasal 55
• Menimbang bahwa kunci permasalahannya adalah apakah
benar Bupati memberi perintah kepada Sekda?
• Menimbang bahwa berdasarkan fakta, ada jawaban telepon
kepada Sekda yang berasal dari Bupati. Ada persetujuan
Bupati, meski dengan kalimat atas nama saya.
144DISKUSI KELOMPOK
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
• Menimbang bahwa ada keterlibatan keluarga Bupati
dengan bukti, bahwa uang simpanan yang sudah diambil
dana dicairkan Karo Keuangan diserahkan kepada keluarga
Bupati bernilai 1 Miliar
• Menimbang bahwa Bupati selaku yang bertanggung jawab
terhadap anggaran, sadar dan tahu sebagai pengguna
anggaran memindah bukukan dana APBD dari Bank Daerah
ke BPR adalah perbuatan melanggar Hukum.
KELOMPOK IV
1. Arwan Byrin, S.H., M.H.
2. H. Sutardjo, S.H., M.H.
3. Iksan, S.H.
4. Ny. Putu Supadmi, S.H.
5. Suryanto, S.H., M.Hum.
• Berkas Pertama adalah Bupati sebagai pengguna anggaran
(PA).
• Berkas Kedua Sekda sebagai Kuasa sebagai pengguna
anggran(KPA).
• Berkas Ketiga Kepala Biro Keuangan sebagai Pejabat
Pembuat Komitmen (PPK).
FAKTA-FAKTA HUKUM
• APBD adalah termasuk uang Negara, juga dipindahkan dari
Bank Daerah ke BPR oleh Sekda dan Kepala Biro Keuangan
yang telah disetujui oleh Bupati sebagai Pengguna Anggaran
Kepada Biro Keuangan pernah menemukan uang tersebut
juga selanjutnya diserahkan kepada Keluarga Bupati
• Setelah pencairan uang tersebut BPK koleps dan uang BPR
nya raib
145DISKUSI KELOMPOK
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
• Penuntut umum telah melakukan penyitaan uang dari
Sekda sebesar Rp.2.000.000.000,- sedangkan dakwa jaksa
hanya Rp.1.000.000.000,-
KESIMPULAN
1. Berkas I (Pertama)
Bupati sebagai terdakwa juga dalam perkara ini sebagai
pengguna anggaran telah terbukti bersalah melanggar
dalam pasal 2 Undang-Undang No. 31 tahun 1999 Jo
Undang-Undang No. 20 tahun 2001
2. Berkas II (Kedua)
Sekda sebagai terdakwa juga dalam hal ini sebagai
kuasa pengguna anggaran juga telah terbukti bersalah
melanggar pasal
3. Berkas III (Ketiga)
Kepala Biro Keuangan sebagai Penjabat pembuat
komitmen juga telah terbukti bersalah melanggar
pasal 2 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Jo Undang-
Undang No. 20 Tahun 2001.
Dalam perkara ini JPU hanya mendakwa kepada terdakwa
sebanyak Rp.1000.000.000,- tetapi ternyata JPU telah melalukan
pernyataan uang dari Sekda sebesar Rp.2.000.000.000,- sesuai
dengan ketentuan pasal 38 B terdakwa wajib membuktikan
setiap harta yang belum di dakwakan tersebut adalah bukan
merupakan hasil tindak pidana korupsi.
Apabila terdakwa tidak bisa membuktikan tentang hal
tersebut maka sesuai dengan tuntutan JPU Hakim berwenang
memutuskan harta tersebut dirampas untuk Negara.
147
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
Penutup
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai bahan
ajar pelatihan tematik yang meliputi: Kode Etik dan
Pedoman Perilaku Hakim, Tindak Pidana Korupsi,
Tindak Pidana Narkotika, Kejahatan Korporasi, Tindak Pidana
Lingkungan, beserta dengan tanya jawab dan hasil diskusi
kelompok dari peserta dalam proceeding ini, tentunya masih
banyak kekurangan dan kelemahannya.
Penyusun berharap para pembaca yang budiman
memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penyusun
demi sempurnanya proceeding ini dan penyusunan makalah di
kesempatan-kesempatan berikutnya. Semoga proceeding ini
berguna bagi hakim pada khususnya juga para pembaca pada
umumnya.
149
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
LAMPIRAN
151LAMPIRAN
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
foto kegiatan
Lampiran
153
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
Susunan AcaraWaktu Materi Narasumber Keterangan
Senin, 05 November 201214.00 Chek In Peserta18.00 – 19.00 Makan Malam19.00 – 22.00 Sambutan:
1. Ketua MA..............................
2. Ketua KY (Pembukaan)..
1. Diwakili oleh Prof. Dr. Surya Jaya, S.H.,M.Hum.
2. Prof. Dr. Eman Suparman, S.H., M.H.
MC
Selasa, 06 November 201208.00 – 08.30 Pretest Fasilitator08.30 – 10.00 • Kode Etik dan Pedoman
Perilaku Hakim (KEPPH)• Problem-problem Hukum
dalam Putusan
• Dr. Taufiqurrohman Syahuri, S.H., M. H.
• Dr. Jaja Ahmad Jayus,S.H., M.Hum.
Fasilitator
10.00 – 10.15 Coffee break10.15 – 11.15 Lanjutan (diskusi)11.15 – 12.15 Tindak Pidana Korupsi Prof. Dr. Surya Jaya, S.H.,M.Hum Fasilitator12.15 – 13.15 Ishoma13.15 – 14.45 Lanjutan (diskusi)14.45 – 15.45 Tindak Pidana Perbankan Prof. Dr. Sutan Remy Syahdeini, S.H. Fasilitator15.45 – 16.00 Coffee break16.00 – 17.30 Lanjutan (diskusi)Rabu, 07 November 201208.00 – 09.30 Etika Perilaku Prof. Dr. Soekidjo Notoatmodjo Fasilitator 09.30 – 09.45 Coffee break09.45 – 10.45 Lanjutan (diskusi)10.45 – 12.15 Tindak Pidana Pencucian
UangDr. Yunus Husein, S.H., M.H. Fasilitator
12.15 – 13.15 Ishoma13.15 – 14.15 Lanjutan (diskusi)14.15 – 15.45 Kejahatan Korporasi Dr. Gunawan Widjaja, S.H., M.H., M.M Fasilitator15.45 – 16.00 Coffee break16.00 – 17.00 Lanjutan (diskusi)Kamis, 08 November 201208.00 – 09.30 Diskusi kelompok Fasilitator Fasilitator09.30 – 09.45 Coffee break09.45 – 10.45 Lanjutan (diskusi kelompok)10.45 – 11.15 Post test Fasilitator11.15 – 12.30 Evaluasi dan Penutupan 1. KPT Makassar
2. Sekretaris Jenderal KYModerator
13.00 Check Out
154
PELATIHAN HUKUM PIDANA KHUSUS BAGI HAKIM TINGGI - MAKASSAR
Daftar PesertaNO NAMA PESERTA INSTANSI
1 Alfred Pangala Batara Randa, S.H. Pengadilan Tinggi Makassar
2 I Nyoman Sutama, S.H. Pengadilan Tinggi Makassar
3 Heri Sukemi, S.H., M.H. Pengadilan Tinggi Makassar
4 Iksan, S.H. Pengadilan Tinggi Makassar
5 Roki Panjaitan, S.H. Pengadilan Tinggi Jakarta
6 Saparudin Hasibuan, S.H., M.H. Pengadilan Tinggi Jakarta
7 R. Nohantoro, S.H. Pengadilan Tinggi Surabaya
8 Ny. Roosdarmani Soetomo, S.H. Pengadilan Tinggi Surabaya
9 Sulaiman, S.H., M.H. Pengadilan Tinggi Ambon
10 Kitajenda Ginting, S.H. Pengadilan Tinggi Samarinda
11 Suryanto, S.H., M.Hum. Pengadilan Tinggi Banjarmasin
12 Ny. Putu Supadmi, S.H. Pengadilan Tinggi Denpasar
13 Dr. Ny. Andriani Nurdin, S.H., M.H. Pengadilan Tinggi Palangkaraya
14 Hasby Junaidi Tolib, S.H., M.H. Pengadilan Tinggi Palu
15 Linton Sirait, S.H. Pengadilan Tinggi Kendari
16 Arwan Byrin, S.H., M.H. Pengadilan Tinggi Mataram
17 Yunianto, S.H. Pengadilan Tinggi Manado
18 MuslichBambangLuqmono,S.H.,M.Hum. Pengadilan Tinggi Jayapura
19 H. Sutardjo, S.H., M.H. Pengadilan Tinggi Kupang
20 Murniati Ida Sari, S.H., M.H. Pengadilan Tinggi Gorontalo