Upload
alfi-fadhli
View
2.064
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Peran utama pemerintah terhadap rakyatnya adalah memberikan pelayanan
dalam rangka memenuhi kebutuhan yang diinginkan oleh masyarakat. Peranan
pemerintah memang mengalami perubahan sesuai dengan tuntutan dan
dianamika masyarakat yang berkembang. Walaupun peran pemerintah mengalami
berbagai perubahan namun pada pokoknya tugas pemerintah adalah memberikan
pelayanan yang terbaik kepada masyarakat. Tugas pelayanan pemerintah sangat
relevan dengan pencapaian tujuan nasional sebagaimana tercantum dalam alinea
keempat Pembukaan UUD 1945.
Melindungi segenap bangsa Indonesia dan tumpah darah Indonesia;
Memajukan kesejahteraan umum;
Mencerdaskan kehidupan bangsa; dan
Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Selanjutnya arah pembangunan Nasional Indonesia, sesuai dengan tujuan
Negara diatas, telah pula dirumuskan dalam GBHN ( TAP MPR No. IV MPR/1973
dan TAP MPR No. IVMPR/1978 ) bahwa pembangunan nasional dilaksanakan
1
dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan
Masyarakat Indonesia.
Dalam rangka mewujudkan tujuan Negara Republik Indonesia salah
satunya adalah mewujudakan kesejahteraan umum. Sebagai aparatur pemerintah
PNS dituntut memberikan pelayanan yang baik bagi Masyarakat. Dikalangan
pemerintahan, kesaradan akan mutu pelayanan mulai berkembang sejak tahun
1980-an. Kesadaran ini dipicu oleh kenyataan bahwa kegiatan pelayanan bagi
masyarakat ternyata memerlukan biaya yang sangat besar, bahkan semakin hari
semakin membengkak, tetapi belum pernah dapat memberikan hasil seperti yang
diharapkan. Baik masyarakat yang dilayani, maupun pemerintah sebagai
penyelenggara pelayanan sama-sama kecewa, karena kesejahteraan umum tetap
masih jauh dari harapan. Kekecewaan ini selanjutnya merangsang semua pihak
untuk mulai melakukan penilaian dan pengkajian menyeluruh terhdap sistem
pelayanan masyarakat. Dimata masyarakat pelayanan oleh pemerintah dirasakan
berbelit-belit, semena-mena, kaku, mahal, mengada-ada, lama, pilih kasih, korup,
kurang efisien, kurang demokratis, kurang terbuka dan tidak bertanggungjawab.
Pengkajian dari pihak pemerintah awalnya menghasilkan pandangan yang
masih bercirikan birokratik. Namun dengan semakin kuatnya paksaan dari
masyarakat, pemerintah mulai mau belajar mendengarkan, dan belajar memahami
aspirasi mereka. Saat ini pemerintah sungguh menyadari bahwa tujuan akhir dari
pelayanan adalah mewujudkan tatanan kehidupan masyarakat yag berdaya untuk
2
mengurusi semua persoalan mereka sendiri. Agar dapat mencapai tujuan ini,
pemerintah melakukan berbagai tindakan yang perlu seperti meningkatkan
debirokratisasi, kewirausahaan, transparansi, akuntabilitas dan pemberantasan
korupsi.
Pemerintah menunjukkan sikap yang sangat serius untuk memperbaiki
pelayanannya kepada masyrakat. Pada tahun 1998, menteri koordinator
pengawasan Pembangunan ( Menko Wasbang ) menerbitkan surat edaran (SE)
No. 56/1998 bagi seluruh kementrian agar mulai menerapkan pelayanan prima
dilingkungannya masing-masing. Surat edaran ini kemudian dilanjutkan dengan
SE Menko Wasbang No.45/1999 yang berisi rincian jenis-jenis pelayanan
masyarakat yang dan harus segera diterapkannya pelayanan prima dilingkungan
pemerintah daerah. Selanjutnya Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara pada
tahun 2003 mengeluarkan Kep. MENPAN No. 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang
pedoman umum penyelenggaraan pelayanan public sebagai pengganti Kep.
MENPAN No. 81 tahun 1993, kemudian tahun 2004 Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara mengeluarkan Kep. MENPAN No. 25/KEP/M.PAN/2004 tentang
pedoman umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan
Instansi Pemerintah, diikuti dengan Kep. MENPAN No. 26/KEP/PAN/2/2004
tentang Petunjuk Teknis Transparansi dan Akuntabilitas dalam Penyelenggaraan
Pelayanan Publik dan tahun 2005 terbit Surat Edaran MENPAN No. 15/2005
3
tentang Peningkatan Investasi Pengawasan dalam upaya perbaikan Pelayanan
Publik.
B. IDENTIFIKASI MASALAH
Untuk mewujudkan kualitas SDM-PNS yang mampu melaksanakan tugas
pemerintahan dan manajemen SDM-PNS menjadi sangat strategis dan penting,
karena sebagai aparatur pemerintah yang sangat dekat menyentuh kalangan
masyarakat perlu diciptakan sistem pelayanan yang dapat memenuhi hajat
masyarakat sehingga terpenuhinya kebutuhan akan pelayanan yang mudah, cepat
dan murah biaya
Berdasarkan asumsi tersebut, permasalahan yang akan coba dibahas
dalam makalah ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Apa yang menjadi kendala dalam penyelenggaraan Pemerintahan terutama
dibidang Pelayanan Publik ?
2. Bagaimana Teknik Aplikasi Pelayanan Prima yang sebaiknya diterapkan dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat ?
4
C. METODE PENULISAN
Penulisan karya ilmiah, metode penulisan diperlukan sebagai frame dalam
malakukan analisa data dan penyajian data sehingga terintegrasi dalam satu garis
pemikiran dan tidak bias. Ada beberapa jenis penulisan karya tulis ilmiah dalam
khazanah keilmuan, seperti metode observasi, pemikiran yang didasarkan atas
fakta, serta pemikiran yang didasarkan atas hal hal teoritis. Untuk menggali
informasi yang dibutuhkan dalam upaya menjawab pertanyaan dalam identifikasi
masalah sebagaimana telah diformulasikan diatas, penulis menggunakan metode
deskriptif, di mana dalam metode ini dibutuhkan tehnik penulisan yang dilakukan
dengan penggambaran dan penjabaran hal yang terjadi berdasarkan data dan
pengalaman yang ada serta hasil pengamatan itu sendiri. Hal ini dilakukan dengan
mengkombinasikan pendekatan kualitatif, analisa data sekunder dan untuk
menggali data primer yang ada.
E. SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika penulisan dalam makalah ini terdiri dari empat BAB dengan
rncian sebagai berikut :
Bab I Pendahuluan, menguraikan latar belakang masalah yang terjadi
terhadap lambannya kinerja aparat birokras dalam hai ini adalah Pegawai Negeri
sipil sebaga Stake holder pelayanan publik kemudian mengidentifikasi masalah
5
yang akan dibahas pada BAB lain serta Metode penulisan dan Sistimatika
Penulisan yang Penulis pakai dalam makalah ini.
Bab II Kerangka teori, menguraikan tentang teori yang terkait dengan
pengertian, tujuan prinsip-prinsip pelayanan Prima.
Bab III Analisa pembahasan terhadap masalah yang timbul yang
diidentifikasi pada BAB kesatu dengan menawarkan solusi terhadap permasalahan
yang timbul terhadap Kinerja Aparat Birokrasi dalam memberikan pelayanan
kepada masyarakat.
Bab IV Berupa Kesimpulan terhadap seluruh uraian dan saran yang
ditawarkan untuk terciptanya sumber Daya Aparatur yang akuntabel, responsive
dan bebas dari praktek KKN.
6
BAB II
LANDASAN TEORI
A. PENGERTIAN PELAYANAN PRIMA
Berkaitan dengan pelayanan ada dua istilah yang perlu diketahui, yaitu
melayanai dan pelayanan. Pengertian melayani adalah membantu menyiapkan
(mengurus) apa yang diperlukan seseorang sedangkan pengertian pelayanan
adalah “usaha melayani kebutuhan orang lain”. Contoh menerima telepon dari
pihak lain yang berhubungan dengan unit kerja kita, adalah bentuk pelayanan
yang rutin kita lakukan.
Menurut keputusan MENPAN Nomor 63 tahun 2003 mengenai pelayanan
adalah sebagai berikut :
a. Pelayanan Publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh
penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan
penerima pelayanan maupun pelaksanaan peraturan perundang-undangan.
b. Penyelenggara Pelayanan publik adalah Instansi pemerintah.
c. Instansi Pemerintah adalah sebutan kolektif meliputi satuan kerja, satuan
organisasi kementrian, Departemen, Kesekretariatan Lembaga Tertinggi dan
Tinggi Negara, dan Instansi pemerintah lainnya, baik pusat maupun daerah
termasuk Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah.
7
d. Unit Penyelenggara Pelayanan Publik adalah unit kerja pada Instansi
Pemerintah yang secara langsung memberikan pelayanan kepada penerima
pelayanan publik.
e. Pemberi pelayanan publik adalah pejabat/pegawai instansi pemerintah yang
melaksanakan tugas dan fungsi pelayanan publik esuai dengan peraturan
perundang-undangan.
f. Penerima pelayanan publik adalah orang, masyarakat, Instansi pemerintah
dan badan hukum yang menerima pelayanan dari instansi pemerintah.
Kelompok pelayanan publik dibagi atas 3 kelompok pelayanan yaitu :
a. Kelompok Pelayanan Administratif yaitu pelayanan yang menghasilkan
berbagai bentuk dokumen resmi yang dibutuhkan publik. Misalnya status
kewrganegaraan, sertifikat kompetensi, kepemilikan atau penguasaan terhadap
suatu barang dan sebagainya. Dokumen-domkumen ini antara lain Kartu Tanda
Penduduk (KTP). Akte pernikahan, Akte Kelahiran, Akte Kematian, Buku
Pemilik Kenderaan Bermotor ( STNK), Izin mendirikan Bangunan (IMB),
Paspor, Sertifikat Kepemilikan/Penguasaan Tanah dan sebagainya.
b. Kelompok Pelayanan Barang yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai
bentuk/jenis barang yang digunakan oleh publik, mislanya jaringan telepon,
penyediaan tenaga listrik, air bersih, dan sebagainya.
8
c. Kelompok Pelayanan Jasa yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai
bentuk jasa yang dibutuhkan oleh publik, misalnya pendidikan, pemerliharaan
kesehatan, penyelenggaraan transportasi, pos dan sebagainya.
Dalam memenuhi tuntutan masyarakat akan pelayanan yang baik perlu
ditetapkan suatu standar pelayanan bagi instansi pemberi layanan. Standar
pelayanan adalah ukuran yang telah ditentukan sebagai suatu pembakuan
pelayanan yang baik. Dalam standar pelayanan ini juga terdapat baku mutu
pelayanan. Adapun pengertian mutu menurut Goetsch dan Davis (1994),
merupakan kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia,
proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pihak yang
menginginkannya.
Pelayanan rima merupakan terjemahan dari istilah “Excellent Service” yang
secara harfiah berarti pelayanan yang sangat baik dan atau pelayanan yang
terbaik. Disebut sangat baik atau terbaik, karena sesuai dengan standar
pelayanan yang berlaku atau dimiliki oleh instansi yang membeikan pelayanan.
Apabila instansi pelayanan belum memiliki standar pelayanan, maka pelayanan
disebut sangat baik atau terbaik atau akan menjadi prima. Manakala dapat atau
mampu memuaskan pihak yang dilayani (pelanggan). Jadi pelayanan prima dalam
hal ini sesuai dengan harapan pelanggan.
9
Tentunya agar keprimaan suatu pelayanan dapat terukur, bagi instansi
pemberi layanan yang belum memiliki standar pelayanan, maka perlu membuat
standar pelayanan prima sesuai dengan tugas dan fungsinya.
B. PRINSIP PELAYANAN PRIMA
Bentuk-bentuk pelayanan oleh pemerintah kepada masyarakat berjumlah
ribuan dan secara teknis berbeda satu sama lainnya. Dari sekian ribu ini yang
sudah dapat dinilai sebagai pelayanan prima masih belum banyak. Sebuah
pelayanan dinilai sebagai pelayanan prima jika desain dan prosedurnya mematuhi
beberapa prinsip, yaitu mengutamakan pelanggan, merupakan sistem yang efektif,
melayani dengan hati nurani, melakukan perbaikan yang berkelanjutan, dan
memberdayakan pelanggan.
1. Mengutamakan Pelanggan, pada dasarnya adalah pemilik dari pelayanan
kita. Tanpa pelanggan tidak akan pernah ada pelayanan. Mereka memiliki
kekuatan untuk menghentikan atau terus menghidupkan pelayanan kita.
Mengutamakan pelangan secara praktis diartikan sebagai berikut :
a. Prosedur pelayanan harus disusun demi kemudahan dan kenyamanan
pelanggan, bukan untuk memperlancar pekerjaan kita sendiri. Mengapa
orang harus melewati beberapa loket yang terpisah-pisah untuk
pendaftaran pasien, kasir, laboratorium, apotek dan kamar periksa dokter ?
hal semacam ini terjadi mungkin karena kita memang masih belum cakap
10
dalam menggalang koordinasi dan integrasi dengan teman-teman sekerja,
dan pelanggan yang ternyata harus menanggung akibatnya.
b. Jika pelayanan kita memiliki pelanggan eksternal dan pelanggan internal,
maka harus ad prosedur yang berbeda, dan terpisah untuk keduanya.
Pelayanan bagi pelanggan eksterbal harus lebih diutamakan dari pada
untuk pelangan internal.
c. Jika pelayanan kita juga memiliki pelanggan langsung, maka harus
dipersiapkan jenis-jenis layanan yang sesuai untuk keduanya. Pelayanan
bagi pelanggan tak langsung perlu lebih diutamakan dari pada untuk
pelanggan langsung.
2. Sistim yang eketif, sebuah proses pelayanan perlu dilihat sebagai sebuah
sistem yang nyata (hard system), yaitu tatanan yang memadukan hasil-hasil
kerja dari berbagai unit dalam organisasi kita. Perpaduan ini harus terlihat
sebagai sebuah proses pelayanan yang berlangsung dengan tertib dan lancar
dimata para pelanggan. Jika perpaduan ini sungguh baik, pelanggan bahkan
tidak pernah merasakan bahwa mereka sebenarnya telah berhadapan dengan
beberapa unit yang berbeda. Dari segi desain pengembangannya, setiap
pelayanan selayaknya memiliki prosedur yang memungkinkan perpaduan hasil
kerja ini sehingga dapat mencapai batas maksimum. Pelayanan juga harus
dilihat sebagai sebuah sistem yang “halus” (soft system) yaitu sebuah tatanan
11
yang mempertemukan manusia satu dengan yang lain. Pertemuan semacam
ini tentu melibatkansentuhan-sentuhan emosi, perasaan, harapan, keinginan,
harga diri, penilaian, sikap, dan perilaku. Agar kita berhasil merebut hati
pelanggan, maka proses pelayanan sebagai “soft system”ini harus berjalan
efektif, artinya mengungkit munculnya kebanggaan pada diri petugas dan
membentuk citra positif dimata pelanggan. Sebagai “soft system” desain
pelayanan memiliki kekuatan sistemik untuk “membentuk” pola perilaku baik
pada petugas pelayanan, maupun pada pelanggan. Jika ternyata muncul
perilaku-perilaku yang kurang menguntungkan selama berlangsung proses
pelayanan, baik itu pihak petugas maupun dipihak pelanggan, sebaiknya
dikoreksi lewat perbaikan desain sistemnya terlebih dahulu. Jangan terburu-
buru menyalahkan manusia, kemungkinan besar yang salah adalah justru
tatanannya. Orang cenderung menunjukkan pola perilaku yang sama jika
berada pada suatu tatanan yang sama.
3. Melayani dengan hati Nurani, sebaik apapun desain dan prosedur sebuah
pelayanan, akhirnya tetap para petugas pelayanan yang harus berhadapan
muka secara langsung dengan para pelanggan. Saat-saat terjadinya transaksi
antar manusia seperti ini sangat berharga. Penilaian pelanggan erhadap mutu
sebuah layanan sebagian besar terjadi ketika mereka bertemu muka langsung
denga petugas pelayanan. Meskipun sarana dan prasarana pelayanan sering
dijadikan ukuranmutu oleh para pelanggan, namun ukuran utama penilaian
12
tetap sikap dan perilaku pelayanan yang ditampilkan oleh para petugas. Sikap
dan perilaku yang baik oleh petugsa seringdapat menutupi kekurangan dalam
hal sarana maupun prasarana. Dalam transaksi tatap muka dengan pelanggan,
yang utama adalah keaslian sikap dan perilaku sesuai dengan hati nurani kita.
Perilaku yang dibuat-buat atau berlebihan sangat mudah dikenali oleh
pelanggan dan justru dapat memperburuk penilaian mereka. Keaslian perilaku
hanya bisa muncul pada pribadi yang sudah matang, pribadi yang sudah
menghayati bahwa kebahagian hidup hanya dapat diperoleh melalui
pengabdian dan pelayanan sebagai “soft system” jika dirancang dengan baik
proses pelayanan dapat menjadi wahana belajar yang sangat efektif untuk
mempercepat kematangan pribadi.
4. Perbaikan Berkelanjutan, pelanggan pada dasarnya juga belajar mengenali
kebutuhan dirinya dari proses pelayanan kita. Semakin baik mutu pelayanan
akan menghasilkan pelanggan yang semakin sulit untuk dipuaskan, karena
tuntutannya juga semakin tinggi dan kebutuhannya semakin meluas serta
beragam. Kita lihat dunia perbankan dahulu kita cukup dilayani oleh karyawati
sebagai teller, kemudian bank memperkenalkan kartu ATM. Segera tuntutan
kita meningkat, mengapa hanya bisa menarik uang kontan? Mengapa tidak
dapat digunakan untuk setor? Bukankah lebih praktis jika juga dapat digunakan
sebagai kartu debet langsung ketika belanja, daripada harus menarik uang
kontan dahulu? Bukankah akan lebih bermanfaat jika dapat juga digunakan
13
untuk membayar tagihan listrik. Fenomena aksi-reaksi antara mutu layanan dan
tuntutan pelanggan semacam ini akan terus bergulir, semakin lama semakin
cepat. Fenomena ini telah memacu kita untuk mampu terus menerus
meningkatkan mutu pelayanan. Jika ada pejabat negara yang sudah tidak mau
lagimemperbaharui desain pelayanannya berarti sudah tidak mengenal laghi
pertumbuhan masyarakat ang dilayaninya.
5. Memberdayakan Pelanggan, memberdayakan pelanggan berarti menawarkan
jenis-jenis layanan yang dapat digunakan sebagai sumber daya atau perangkat
tambahan oleh pelanggan untuk menyelesaikan persoalan hidupnya sehari-
hari. Sebagai contoh, kredit usaha tani menolong petani untuk dapat
memperoleh penghidupan dari kegiatan bertani, pembangunan jalan untuk
membuka isolasi daerah terpencil. Disisi lain cukup banyak layanan pemerintah
yang sulit untuk dipahami apakah memang untuk memberdayakan masyarakat
hanya untuk memberi pekerjaan kepada para karyawan, atau untuk hal-hal lain
yang justru mengorbankan kepentingan orang banyak. Sebagi contoh Kartu
Keluarga, Hansip, IMB, Monopoli perdaganagan dan lain-lain.
14
BAB III
PEMBAHASAN / ANALISIS
A. STANDAR DAN MUTU PELAYANAN
Pelayanan pada masyarakat dimasa mendatang hendaknya makin lama
makin baik, makin lama makin cepat, makin lama mkakin diperbaharui, makin lama
makin murah, makin lama makin sederhana.
W. Edwards Deming telah mengembangkan apa yang disebut “Total Quality
Management” (manajemen mutu terpadu). Hal tersebut telah berhasil menghatasi
berbagai permasalahan diperusahaan, sehingga dapat meningkatkan mutu dan
sekaligus menekan biaya serta mengatasi permasalahan lainnya. Pada awalnya
TQM diterapkan didunia usaha. Oleh karena keberhasilannya. Maka Instansi
pemerintah kemudian mencoba menerapkannya, misalnya TQM diterapkan di
Angkatan Udara Amerika Serikat (Crech, 1996). TQM merupakan paradigma baru
dalam manajemen yang berusaha memaksimumkan daya saing organisasi melalui
perbaikan secara berkesinambungan atas mutu barang, jasa, manusia lingkungan
organisasi. TQM hanya dapat dicapai dengan memperhatikan hal-hal berikut ini
1. Berfokus pada pelanggan. Yang menentukan mutu barang dab jasa adalah
pelanggan eksternal. Pelanggan internal berperan dalam menentukan mutu
manusia, proses dan lingkungan yang berhubungan dengan barang atau jasa.
15
2. Obsesi terhadadp mutu, penentu akhir mutu adalah pelanggan internal dan
eksternal. Dengan mutu yang ditentukan tersebut, organisasi harus berusaha
memenuhi atau melebihi yang telah ditentukan.
3. Pendekatan Ilmiah, terutama u ntuk merancang pekerjaan dan proses
pembuatan keputusan dan pemecahan masalah yang berkaitan dengan
pekrjaan yang dirancang tersebut.
4. Komitmen jangka panjang, agar penerapan TQM dapat berhasil, dibuthkan
budaya organisasi yang baru. Untuk itu perlu ada komitmen jangka panjang
guna mengadakan perubahan budaya.
5. Kerjasama tim, untuk menerapkan TQM kerjasama tim, kemitraan dan h
ubungan perlu terus menerus dijalin dan dibina. Baik antar aparatur dalam
organisasi maupun dengan pihak luar (masyarakat).
6. Perbaikan sistem secara kesinambungan, setiap barang dan jasa dihasilkan
melalui proses didalam suatu sistem/lingkungan. Oleh karena itu sistem yang
ada perlu diperbaiki secara terus menerus agar mutu yang dihasilkan
meningkat.
7. pendidikan dan pelatihan dalam organisasi yang menerapkan TQM, pendidikan
dan latihan merupakan faktor fundamental. Disini berlaku prinsip belajar
merupakan proses yang tidak ada akhirnya dan tidak mengenal batas usia.
16
B. TEKNIK APLIKASI PELAYANAN PRIMA
Pelayanan prima hanya akan berhenti sebagai angan-angan saja, jika tidak
diterapkan secara nyata dalam penyelenggaraan sehari-hari pada setiap jenis
pelayanan dilembaga pelayanan masing-masing. Aplikasi pelayanan prima
bukanlah hal yang mudah, karena membutuhkan tingkat kesungguhan (komitmen),
Penguasaan dan konsistensi tindakan yang sangat tinggi.
Kita akan lebiha banyak membahas segi penguasaan secara menyeluruh
terhadap berbagai aspek operasional dari pelayanan publik. Dengan demikian
pembaca dapat memperoleh gambaran yang lebih kaya dan realistis mengenai
problematika maupun dinamika pelayanan publik. Gambaran-gambaran semacam
ini niscaya akan membantu untuk menemukan teknik pengelolaan sebuah
pelayanan, sehingga sungguh dapat mencerminkan tingkat keprimaan seperti
yang direncanakan.
Selain segi penguasaan operasional, kita juga akan menerpakan beberapa
metode dan alat yang dapat membantu meningkatkan konsistensi pola pikir mulai
dari I de dasar sampai ketingkat operasional, dan juga konsistensi pelayanan kta
terhdap kebijakan dibidang-bidang manajerial lainnya.
Kimoitmen untuk sungguh-sungguh menyelenggarakan pelayanan prima
tentu bersifat sangat pribadi. Hanya diri kita sendiri yang dapat mengetahui,
menilai, mengukur, dan membangkitkannya. Namun demikian, pengalaman
17
dilapangan menunjukkan bahwa komitmen selain memamng merupakan prasyarat
untuk keberhasilan pelayanan prima, tetapi sekaligus juga merupakan salah satu
hsil utama dari penyelenggaraan pelayanan yang prima. Setiap kali kita
melaksanakan pelayanan, akan diperoleh rasa kepuasan sampai pada kadar
tertentu. Kepuasan ini kemudian akan mendorong kita untuk lebih sunguh-sunguh
menerapkan pelayanan iu sendiri. Jadi, seperti efek bola salju.
Pengalaman lapangan menunjukkan bahwa upaya mewujudkan pelayanan
prima sungguh memerlukan waktu dan perhatian. Karena organisasi kita, dan juga
masyarakat yang kita layaniselalu tumbh dan berkembang secara dinamis, maka
aplikasi pelayanan prima akan lebih tepat jika kita simak sebagai sebuah proses
pembelajaran organisasi yang tak berkesudahan. Sebuah pencarian tanpa henti
terhadap wujud nyata dari apa yang kita pahami sebagai “prima “ ( yang terbaik ).
Dilihat sebagai proses belajar, aplikasi pelayanan prima merupakan upaya
perbaikan secara bertahap, dan berkelanjutan. Langkah-langkah perbaikannya
perlu dilakukan dengan mengikuti siklus pengembangan pelayanan. Jika siklus I ni
diulang-ulang secara teratur dari waktu kewaktu, maka akanmenghasilkan
semacam alur spiral dari sejarah perkembangan sebuah pelayanan, menuju
bentuknya yang semakin hari menjadi semakin prima.
18
1. SIKLUS PENGEMBANGAN PELAYANAN
Aplikasi pelayanan prima tidak berarti harus selalu dimulai dengan
menciptakan jenis pelayanan yang baru sama sekali. Justru ide dasarnya adalah
bagaimana kita dapat meningkatkan pelayanan yang telah ada selama ini agar
lebih dapat memberdayakan masayrakat. Dengan demikian akuntabilitas lembaga
kita akan menjadi lebih tinggi, dan niscaya meningkatkan kepercayaan kepada
pemerintah.
Aplikasi pelayan prima juga tidak berarti hanya meningkatkan keprimaan
pelayanan, tetapi merupakan proses pembaharuan pelayanan yang harus terus
menerus dilaksanakan, agar dapat memenuhi tuntutan masyarakat yang terus
meningkat. Untuk keperluan ini kita dapat melangkah dengan mengikuti silus
pengembangan pelayanan sebagai berikut :
a. Pembaharuan desain: pada tahap ini kita perlu memahami,memetakan,
mengkaji ulang, dan memperbaharui nilai tambah y ang sesungguhnya dapat
diberikan oleh proses pelayanan kita bagi masyarakat pelanggan.
b. Sosialisasi dan kordinasi: setelah peta nilai tambah dapat diperbaharui,
kemudian perlu disosialisasikan kepada para petugas pelaksana, dan
pelanggan.
c. Penyusunan standar pelayanan: berdasarkan peta nilai tambah yang sudah
dipahamai oleh patugas pelaksana maupun pelanggan, dan juga sudah
19
disepakati untu didukung oleh pemasok, dapat mulai ditulis prosedur
pelayanan dan jaminan mutu yang baku.
d. Persiapan Penyelenggaraan: persiapan penerapan standar pelayanan
meliputi antara lain penyediaan sarana/prasarana, pelatihan petugas, dan
jaminan mutu yang baku.
e. Penyelenggaraan: pada tahap ini harus dikaji secara efektivitas dan efesiensi
dari standar pelayanan yang ditetapkan. Perlu dikaji juga hambatan dan
kendala yang terjadi dilapangan.
f. Evaluasi: ini adalah tahap yang krusial, karena harus disusun kebijakan
manajerial yang akan menentukan arah pembaharuan desain pada putaran
siklus berikutnya. Satu pertanyaan utama yang harus dijawab adalah apakah
pelayanan kita sungguh telah memberdayakan masyarakat?
Kecepatan putaran dari siklus ini tentunya tergantung pada jenis layanan yang kita
sajikan. Pelayanan bagi pelanggan internal umumnya memerlukan kecepatan
putaran yang lebih tinggi daripada pelayanan begi pelanggan eksternal.
2. PEMBAHARUAN DESAIN PELAYANAN
Titik awal dari siklus pengembanga pelayanan adalah pembaharuan desain.
Yang dimaksud pembaharuan disini tidak harus menciptakan yang baru sama
sekali. Pelayanan yang sudah ada secara berkala juga memerlukan pmbaharauan
20
agar semaikn dapat memenuhi kebutuhan pelanggan. Kebutuhan untuk
menciptakan pelayanan yang baru sama sekali biasanya terjadi karena perubahan
yang mendasar pada tingkat visi dan misi organisasi, sehingga dirasa perlu
menyesuaikan tugas pokok dan fungsi unit-unit dalam organisasi bersangkutan.
Proses pembaharuan desain pelayanan melibatkan beberapa langkah
kegiatan :
a. Menemukan roh pelayanan
b. Menetapkan jenis pelayanan
c. Menghayati kegiatan pelanggan
d. Merancang proses pelayanan
a. Menemukan roh pelayanan
sebagai “soft system” initi pelayanan adalah proses transaksi antar
manusia. Sebuah transaksi antar manusia akan terasa kering jika tidak diisi
dengan roh. Kita kapan saja dapat berbicara dan bergaul dengan orang lain, tetapi
semuanya akan terasa hambar seperti angin lalu jika kita tidak memberi makna
yang khusus terhadap lawan bicara atau peristiwanya itu sendiri. Menemukan roh
pelayanan diartikan sebagai upaya kita sendiri untuk cakap berdialog dengan diri
kita sendiri, agar dapat menemukan makna dari kegiatan pelayanan yang akan
diselenggarakan. Merenungkan jawaban atas pertanyaan dibawah ini :
- Mengapa kita harus melayani orang lain?
21
- Apakah kita yang seharusnya melayani orang lain mengapa bykan kita yang
dilayani?
- Apa yang akan kita dapatkan dengan melayani orang lain? Apakah melayani
orang lain bukan berarti merendahkan martabat diri kita sendiri?
b. Menetapkan Jenis Pelayanan
Setelah berhasil menemukan roh pelayanan, kegiatan kita selanjutnya
dalam pembaharuan desain pelayanan adalah menetapkan jenis-jenis pelayanan
yang akan kita sajikan kepada para pelanggan.
Penetaoan jenis-jenis pelayanan yang harus diselenggarakan dapat
didasarkan pada uraian tugas pokok dan fungsi dari uni r bersangkutan. Sebagai
contoh kita ambil sebuah poliklinik umum disebuah rumah sakit. Poliklinik ini
memiliki 3 macam fungsi, dan telah menetapkan untuk mengembangkan 3 jenis
pelayanan sesuai dengan fungsi-fungsinya.
c. Menghayati Kegiatan Pelanggan
Langkah kita selanjutnya dalam pembaharuan desain adalah belajar
menghayati kegiatan pelanggan. Untuk setiap jenis pelayanan yang sudah
ditetapkan kita mencoba menyusun daur kegiatan pelanggan. Dengan daur ini kita
secara kreatif mencoba memetakan semua kegiatan yang perlu dilakukan oleh
parapelanggan ketika kita dilayani. Kretaifitas pada tahap ini sangat berpengaruh
22
terhadap keseluruhan desain dari sebuah proses pelayanan. Inilah langkah untuk
menciptakan sebuah pelayanan yang bermutu tinggi, inilah pencerminan dari
prinsip mengutamakan pelanggan. Kelebihan dari daur kegiatan pelanggan adalah
kemampuannya untuk menggambarkan secara menyeluruh semua kegiatan
pelanggan yang perlu dan yang mungkin harus mereka jalankan sebaga akibat
dari kretifitas pelayanan yang kita ciptakan. Baik itu sebelum dilayani maupun
sesudah kita layani.
d. Merancang Proses Pelayanan
Rancangan bagi keseluruhan proses pelayanan harus didasarkan pada
kegiatan pelanggan, seperti yang sudah kita ciptakan dengan menggunakan daur
kegiatan pelanggan seperti diatas. Hal seperti ini disebut dengan pendekatan
“mulai dari hasil akhir” (start with the end). Dengan pendekatan ini kita menyiapkan
rancangan proses pelayanan secara bertahap mengikuti langkah-langkah :
a. Menetapkan bentuk dari mutu layanan yang akan diterima oleh para
pelanggan, dengan sepenuhnya mengacu pada kegiatan mereka.
b. Menetapkan prasarana dan sarana yang dibutuhkan untuk dapat
menyelenggarakan kegiatan-kegiatan pelayanan.
c. Menetapkan alur kegiatan.
23
3. SOSIALISASI DAN KORDINASI
Rancangan proses pelayanan yang sudah disusun perlu disosialisasikan
kepada para “stakeholder” yaitu pihak-pihak yang memiliki kepentingan dengan
mati hidupnya pelayanan kita. Langkah sosialisasi sengaja dilakukan sebelum
rancangan menjadi lebih matang sebagai sebuah prosedur pelayanan yang baku.
Pendekatan seperti ini memang sengaja dipilih agar masih terbuka peluang lebar-
lebar bagi para “stakeholder” untuk dapat ikut serta memperkaya pelayanan kita
dengan aspirasi dan keberdayaan mereka.
4. MENYUSUN STANDAR PELAYANAN
Standar pelayanan merupakan dokumentasi resmi yang berisi rincian teknis
dari sebuah sistem pelayanan. Standar pelayanan berguna sebagai pedoman
kerja dari batasan mutu pelayanan yang harus dipenuhi oleh para pelaksana.
Sedangkan bagi para pelanggan kita, standar pelayanan berguna sebagai jaminan
mutu pelayanan yang seharusnya mereka peroleh.
Standar pelayanan umumnya memuat hal-hal sebagai berikut :
- Visi dan misi pelayanan;
- Jenis pelayanan yang ditawarkan;
- Spesifikasi pelanggan;
- Prosedur pelayanan;
- Pengawasan dan pengendalian mutu;
24
- Lampiran yang memuat denah lokasi, formulir, hasil kesepakatan dan lain-lain.
5. PERSIAPAN PENYELENGGARAAN
Setelah selesai dengan penyusunan standar pelayanan, kita dapat mulai
dengan langkah – langkah persiapan penyelenggaraan pelayanan yang biasanya
meliputi beberapa hal seperti sebagai berikut :
a. Penyedian sarana dan prasarana
b. Pelatihan tenaga pelaksana pelayanan
c. Uji coba Pelayanan
d. Pemasaran pelayanan
6. PENYELENGGARAAN
Meskipun desain sudah disusun dengan baik, standar pelayanan sudah
ditulis dengan cermat, dan duji coba sudah menunjukkan hasil yang menjanjikan,
namun secara intrinsik pelayanan kita tetap memiliki beberapa kekurangan. Hal ini
terjadi karena selama menjalani langkah-langkah pembeharuan desain sampai
persiapan penyelenggaraan pelayanan tanmpa sadar kita telah menggunakan
asumsi bahwa segala sesuatu didunia ini berlangsung secara normal padahal
realita kadangkala berbeda dari asumsi.
25
7. EVELUASI PELAYANAN
Apabila hasil dan langkah-langkah terhdahulu belum mendorong kita untuk
melakukan pembaharuan desain, maka tiba saatnya harus dilakukan evaluasi
terhadap pelayanan kita. Titik perhatian kita dalam langkah evaluasi ini hanya satu,
yaitu mengukur dan menilai manfaat pelayanan kita dalam memberdayakan
masyarakat pelanggan.
26
BAB IV
P E N U T U P
A. KESIMPULAN
Dalam makalah ini penilis mernagkum kesimpulan sebagau berikut :
1. Pegawai Negeri Sipil adalah mereka yang :
a. Bekerja pada Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND),
Sekretariat Lembaga Negara, instasni vertikal di daerah
Provinsi/Kabupaten/Kota, Kepaniteraan Pengadilan, instasni TNI dan
Kepolisian.
b. Bekerja pada Pemerintah Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota
c. Diperbantukan atau dipekerjakan pada Daerah Otonom dan organisasi yang
menyelenggarakan pelayanan publik lainnya
d. Menyelenggarkan tugas negara lainnya, seperti hakim pada pengadilan
Negeri, Pengadilan Tinggi dan lain sebaginya
e. Gajinya dibebankan pada APBN atau APBD.
2. Berdasarkan tugas pokok dan fungsi ( tupoksi ) yang dimiliki, PNS selaku
birokrasi pemerintah dapat dibedakan setidaknya menjadi tiga macam yaitu
birokrasi yang tugas pokok dan fungsinya membuat kebijakan dan regulasi,
27
menyelenggarakan pelayanan, dan memaksakan adanya kepatuhan terhadap
peraturan perundangan dan standar norma yang berlaku.
3. Merubah proses kerja lebih sulit dilakukan karena menuntut perubahan tidak
hanya pada tingkat perseorangan tetapi juga pada sikap dan perilaku
kelompok.
4. Perubahan sikap dan perilaku aparatur pemerintah dalam hal ini Pegawai
Negeri Sipil adalah perubahan yang dimiliki skala paling kecil sehingga paling
mudah dilakukan. Memang tidak mudah merubah perilaku sesorang, namun
karena skalanya kecil sehingga menjadi mudah dilakukan dan lebh kecil
resikonya daripada merubah proses satu prosedur kerja.
B. S A R A N
Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaiakn beberapa saran yakni :
1. Sistem rekrutmen Pegawai Negeri sipil benar – benar melalui kajian dan
analisa kebutuhan yang mendalam sehingga PNS yang direkrut betul-betul
mempunyai kualitas dan kapabilitas sebagai aparatur pemerintah yang
mengayomi masyarakat.
2. salah satu faktor lemahnya kinerja aparatur pemerintah dalam hal ini PNS
adalah maslah kesejahteraan yang belum memadai, untuk itu diharapkan
28
kedepan kesejahteraan PNS lebih ditingkatkan agar seimbang dengan kinerja
PNS yang bersangkutan.
29
DAFTAR PUSTAKA
Anonim (2000), perilaku Pelayanan Prima, Diklat Pelayanan Prima, Lembaga Administrasi Negara RI, Jakarta.
Anonim (2000), Manajemen Kualitas Pelayanan Prima, PT. Pinter Konsultama jakarta.
Hardjosoekarto S., (1994), Beberapa perpektif pelayanan prima, Bisnis % Birokrasi No.3, vol IV, September 1994.
Affandi, Nur Achmad, 2001, Urgensi ‘Clean Government’ dalam Implementasi Otonomi Daerah, Strategi Pemberdayaan Daerah Dalam Konteks Otonomi, Philosophy Press, Yogyakarta.
---------------, 2001, Urgensi Peningkatan Mutu Layanan Masyarakat, Strategi Pemberdayaan Daerah Dalam Konteks Otonomi, Philosophy Press, Yogyakarta.
Batinggi, Achmat, 1999, Manajemen Pelayanan Umum, Materi Pokok: IPEM 442 Universitas Terbuka.
Benveniste, Guy, 2000, Birokrasi (Terjemahan: Sahat Simamora), Rajawali Press, Jakarta.
Dwiyanto, Agus, 2001, Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia, PSKK-UGM, Yogyakarta.
Hariandja, Denny B. C., 1999, Birokrasi Nan Pongah, Kanisius, Yogyakarta.
Santosa, Priyo B., 1995, Birokrasi Pemerintah Orde Baru: Perspektif Kultural dan Struktural, Rajawali Press, Jakarta.
Thoha, Miftah, 1999, “Demokratisasi dalam Birokrasi Pemerintah Peran Kontrol Rakyat dan Netralitas Birokrasi,” Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 18 Mei 1999, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
30
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap Puji dan Syukyur pada Allah Swt Penulis dapat
menyelesaikan karya tulis yang berjudul “KEBIJAKAN REFORMASI
KEPEGAWAIAM DALAM RANGKA MENINGKATKAN PROFESIONALISME
PEGAWAI NEGER SIPIL”.
Karya tulis ini dibuat untuk memberikan pemahaman tentang betapa
pentingnya peningkatan pelayanan terhadap masyarakat. Dan keberadaan
Pegawai Negeri Sipil serta pemahaman tentang Pola sikap dan tingkah laku
PNS dalam melaksanakan pelayanan publik.
Karya tulis ini mudah-mudahan bermanfaat bagi pembaca dan untuk
peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia didalam pemerintahan
sehingga terciptanya Pemerintahan yang baik yang bebas dari Praktek
korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
Saran yang membangun diharapkan untuk perbaikan bagi penulis dan
untuk itu diucapkan terima kasih.
Tanjungbalai, Juni 2009
P e n u l i s,
31
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH............................................... 1
B. IDENTIFIKASI MASALAH........................................................ 4
C. METODE PENULISAN............................................................. 5
D. SISTIMATIKA PENULISAN...................................................... 5
BAB II LANDASAN TEORI..................................................................... 7
A. PENGERTIAN PELAYANAN PRIMA....................................... 7
B. PRINSIP PELAYANAN PRIMA................................................ 10
BAB III PEMBAHASAN
A. STANDAR DAN MUTU PELAYANAN ............................................. 15
B. TEKNIK APLIKASI PELAYANAN PRIMA........................................ 17
BAB IV PENUTUP
A. KESIMPULAN............................................................................... 27
B. SARAN.......................................................................................... 28
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................. 29
32
DAFTAR ISI
33