Click here to load reader

Pelvic Inflammatory Disease

Embed Size (px)

DESCRIPTION

PID

Citation preview

PELVIC INFLAMMATORY DISEASE (PID)

Prisilla Desfiandi, S.Ked(1102010220)

Pembimbing :dr. Mathius S Gasong, Sp.OGPELVIC INFLAMMATORY DISEASE(PID)

Latar Belakangmeningkat pada negara berkembang dengan masyarakat sosioekonomik rendah.

Resiko meningkat pada daerah dengan prevalensi penyakit menular seksual tinggi akibat dari aktivitas seksual bebas dan berganti pasanganDefinisiadalah penyakit infeksi dan inflamasi pada traktus reproduksi bagian atas (uterus, tuba fallopi, dan struktur penunjang pelvis)

Etiologikolonisasi mikroorganisme di endoserviks yang bergerak ke atas (ascendens) menuju endometrium dan tuba fallopi.

Mikroorganisme penyebab Penyakit Menular Seksual (PMS), tersering adalah Chlamydia dan Gonorrhea.

Mikroorganisme penyebab yang endogen, seperti Prevotella dan G. vaginalis.

EpidemiologiLebih dari seperempat kasus PID membutuhkan rawat inap.

PID menyebabkan 0,29 kematian per 1000 wanita usia 15-44 tahun.

Diperkirakan 100.000 wanita menjadi infertil diakibatkan oleh PID. Faktor Resiko

Patofisiologi

KlasifikasiSalpingitisMikroorganisme yang tersering menyebabkan salpingitis adalah N. Gonorhea dan C. trachomatisGejala meliputi : nyeri perut bawah dan nyeri pelvis yang akut, nyeri dapat menjalar ke kaki, dapat timbul sekresi vagina, gejala tambahan berupa mual, muntah, dan nyeri kepala.Laboratorium : leukosit normal/meningkat.Komplikasi berupa hidrosalping, pyosalping, abses tubaovarian, dan infertilitas.

Abses Tuba OvarianDapat muncul setelah onset salpingitis, namun lebih sering akibat infeksi adnexa yang berulangPasien dapat asimptomatik atau dalam keadaan septic shock.Nyeri pelvis dan abdomen, mual, muntah, demam, dan takikardi. Seluruh abdomen tegang dan nyeri.Laboratorium : Leukosit dapat rendah, normal, atau sangat meningkat.

EndometritisSering timbul setelah terjadi keguguran atau postpartumPembengkakan pada abdomen, perdarahan pervaginam atau sekret vagina, demam, nyeri perut bawah atau nyeri daerah pelvis

PeritonitisKarena ruptur abses atau penyebaran via limfatikNyeri perut, defans muscular, mual, muntah, demam, takikardia

DiagnosisAnamnesisTriase tanda : nyeri pelvik, nyeri pada gerakan serviks, dan nyeri tekan adnexa. Bisa disertai demam dan adanya sekret vagina yang bau.

Pemeriksaan FisikNyeri tekan perut bagian bawahPada pemeriksaan pelvis dijumpai : sekresi cairan mukopurulen, nyeri pada pergerakan serviks, nyeri tekan uteri, nyeri tekan adnexa yang bilateralMungkin ditemukan adanya massa adnexa

LaboratoriumDarah rutin (leukosit, CRP, ESR), kultur Gonorrhea dan Chlamydia (swab test), urinalisis, tes kehamilan, tes HIV/sifilis (opsional)

Radiologiultrasonografi, transvaginal ultrasonografi, CT Scan.

Laparoskopi (standar baku)Diagnosis Bandingtumor adnexaappendicitisservisitiskista ovariumtorsio ovariumaborsi spontaninfeksi saluran kemihkehamilan ektopikendometriosis

PenatalaksanaanTerapi dimulai dengan terapi antibiotik empiris spectrum luas.

Jika terdapat AKDR, harus segera dilepas setelah pemberian antibiotic empiris pertama.

Terapi pasien rawatan inap Regimen A : cefoxitin 2 gr/iv ATAU cefotetan 2 gr/iv per 12 jam + doxisiklin 100 mg/oral atau iv per 12 jam. (selama 24 jam) setelah pasien pasien membaik secara klinis, mulai doxisiklin 100 mg per oral 2 kali sehari (selama 14 hari).Jika terdapat abses tubaovarian, gunakan metronoidazole atau klindamisin untuk menutupi bakteri anaerob.

Regimen B :clindamisin 900 mg/iv per 8 jam + gentamisin 2 mg/kg BB/iv (dosis awal), lalu masukkan 1,5 mg/kg BB/iv per 8 jam (dosis lanjutan) selama 24 jam.setelah pasien membaik secara klinis, lanjutkan terapi oral 100 mg doxisiklin (selama 14 hari)

Terapi pasien rawatan jalanRegimen A : ceftriaxone 250 mg/im dosis tunggal + doxisiklin 100 mg oral 2 kali sehari (selama 14 hari) dengan atau tanpa metronidazole 500 mg 2 kali sehari (selama 14 hari)

Regimen B :cefoxitin 2 gr/im dosis tunggal + probenecid 1 gr per oral dosis tunggalAtau, dosis tunggal cephalosporin generasi ketiga + doksisiklin 100 mg oral 2 kali sehari (selama 14 hari) dengan atau tanpa metronidazole 500 mg oral 2 kali sehari (selama 14 hari)

Pasien dengan terapi intravena dapat digantikan dengan terapi per oral setelah 24 jam perbaikan klinis. Dan dilanjutkan hingga total 14 hari.

Penanganan juga termasuk penanganan simptomatik seperti antiemetic, analgesia, antipiretik, dan terapi cairan. PembedahanPasien yang tidak mengalami perbaikan klinis setelah 72 jam terapi harus dievaluasi ulang bila mungkin dengan laparoskopi dan intervensi pembedahan.

Laparotomi digunakan untuk kegawatdaruratan sepeti rupture abses, abses yang tidak respon terhadap pengobatan, drainase laparoskopi.

Idealnya, pembedahan baru dilakukan bila infeksi dan inflamasi telah membaik

PrognosisPrognosis pada umumnya baik jika didiagnosa dan diterapi segera.

Terapi dengan antibiotik memiliki angka kesuksesan sebesar 33-75%.

Terapi pembedahan lebih lanjut dibutuhkan pada 15-20% kasus.

Prognosis dapat buruk apabila infeksinya terlalu berat & penatalaksanaan terlambat. Ini dapat menimbulkan komplikasi.

KomplikasiAbses tuba ovarian adalah komplikasi tersering dari PID akut, dan timbul pada sekitar 15-30% wanita.

nyeri pelvis kronik, kehamilan ektopik, infertilitas, dan kegagalan implantasi dapat timbul pada 25% pasien.

Lebih dari 100.000 wanita diperkirakan akan mengalami infertilitas

Penyebab kematian yang utama adalah rupturnya abses tuba-ovarian.

Kehamilan ektopik 6 kali lebih sering terjadi pada wanita dengan PID.

PID berulang

TERIMAKASIH