71
i PEMAHAMAN HADIS MISOGINIS PADA KITAB UQUDUL LUJAYN DI PONDOK PESANTREN AN-NUR KLEGO CANDIREJO TUNTANG KABUPATEN SEMARANG Disusun Oleh: AKHMAD KHOZIN 12010150031 Tesis diajukan sebagai pelengkap persyaratan untuk gelar Magister Pendidikan PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA 2017

PEMAHAMAN HADIS MISOGINIS PADA KITAB UQUDUL ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/2103/1/Tesis...1 Zamakhsari, “Efektivitas Pembelajaran di Pesantren Mahasiswa (Studi Kasus di

  • Upload
    others

  • View
    4

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • i

    PEMAHAMAN HADIS MISOGINIS PADA KITAB UQUDUL

    LUJAYN DI PONDOK PESANTREN AN-NUR KLEGO

    CANDIREJO TUNTANG KABUPATEN SEMARANG

    Disusun Oleh:

    AKHMAD KHOZIN

    12010150031

    Tesis diajukan sebagai pelengkap persyaratan

    untuk gelar Magister Pendidikan

    PROGRAM PASCASARJANA

    INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA

    2017

  • ii

    PEMAHAMAN HADIS MISOGINIS PADA KITAB UQUDUL

    LUJAYN DI PONDOK PESANTREN AN-NUR KLEGO

    CANDIREJO TUNTANG KABUPATEN SEMARANG

    Oleh

    AKHMAD KHOZIN

    12010150031

    Tesis ini diajukan kepada Program Pascasarjana

    Institut Agama Islam Negeri Salatiga

    Sebagai pelengkap persyaratan untuk

    gelar Magister Pendidikan

    Salatiga, 23 September 2017

    Pembimbing Tesis

    Dr. Phil. Asfa Widiyanto, MA.

  • iii

  • iv

  • v

    ABSTRAK

    “Rekonstruksi & Implementasi Pemahaman Hadis Misoginis pada Kitab Uqudul

    Lujayn di Pondok Pesantren an-Nur Klego Candirejo Tuntang Kabupaten

    Semarang.” Tesis Program Studi Pendidikan Agama Islam (PAI), Program

    Pascasarjana, Institut Agama Islam Negeri Salatiga, 2017, pembimbing Dr. Phil.

    Asfa Widiyanto, MA.

    Penelitian ini dilatar belakangi atas problematika di masyarakat yang

    berkaitan dengan hak-hak dan peran perempuan yang terabaikan, karena indikasi

    Hadis yang ditafsirkan secara misoginis oleh para mufasir klasik, dari satu sisi

    menjunjung tinggi martabat perempuan, tapi disisi lain mengebiri hak perempuan

    dengan cara membatasi peran perempuan dalam kehidupan berumah tangga dan

    menutup langkah-langkah mereka untuk memberikan kontribusi di lingkungan

    mereka.

    Tujuan dari penelitian ini adalah untuk: (1) mengetahui sejauh mana

    pemahaman santri terhadap Hadis-hadis yang dikaji dalam kitab uqudul lujayn,

    selain itu peneliti juga (2) menggali terhadap pemahaman yang dibangun dalam

    kajian kitab uqudul lujayn yang berkaitan dengan Hadis yang ditafsirkan secara

    misoginis (3) sehingga terimplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Metode yang

    digunakan dalam menggali hasil penelitian yang ada adalah dengan metode

    kualitatif, dengan menyajikan data lewat verbal dan dituangkan dalam deskripsi,

    bukan dalam bentuk angka.

    Berdasarkan dari hasil penelitian dan pengadaan kajian kitab uqudul

    lujayn, menunjukkan bahwa (1) santri yang mengkaji kitab uqudul lujayn awalnya

    belum memahami akan adanya Hadis misogini dan hanya memahami sesui kitab

    dan keterangan guru, setelah dilakukan kajian secara mendalam, santri-santri

    mencoba untuk memahami ulang dengan cara menggabungkan (2) metode

    penafsiran klasik dan hermeneutik, sehingga bisa dipahami bahwa tidak ada Hadis

    misogini, adanya Hadis yang ditafsirkan secara misogini, dan (3) pemahaman

    tersebut terimplikasikan pada kegiatan-kegiatan santriwati an-Nur dalam

    kehidupan sehari-hari.

  • vi

    ABSTRACT

    “Rekonstruksi & Implementasi Pemahaman Hadis Misoginis Pada Kitab Uqudul

    Lujayn di Pondok Pesantren an-Nur Klego Candirejo Tuntang Kabupaten

    Semarang.” Thesis of Islamic education study program (PAI), graduate program,

    State Islamic Institute of Salatiga 2017, mentor Dr. Phil. Asfa Widiyanto, MA.

    This research is based on the problems in society related to the rights and

    roles of women who are neglected, because the indications of Hadith are

    misogynically interpreted by classical commentators, on the one side uphold the

    dignity of women, but on the other side castrate women's rights by limiting the

    role women in married life and close their steps to contribute to their environment.

    The aims of this research are: (1) to know the extent to which the

    santri(student) understanding of the Hadiths studied in the book of lujayn uqudul,

    besides the researcher also (2) to explore the comprehension which mgis built in

    the study of the book of lujayn uqudul related to the Hadith interpreted in a

    misogynist (3). to be implicated in daily life.The method used in exploring the

    results of existing research is by qualitative method, with presenting data through

    verbal and poured in the description, not in the form of numbers.

    Based on the results of research and the procurement of the study of the

    book uqudul lujayn, shows that (1) students who study the book uqudul lujayn

    initially have not understood the existence of Misogany Hadith and only

    understand sesui book and teacher's statement, after the study in depth, santri-

    santri try to understand (2) the classical and hermeneutic method of interpretation,

    so that it can be understood that there is no misogynist Hadith, the Hadith is

    misogyn , and (3) the understanding implies the activities of santriwati an-Nur in

    daily life.

  • vii

    MOTTO

    Islam sebagai agama rahmatan lil’alamin tidaklah pernah membedakan status

    sosial atau pun yang lainnya (kecuali tingkat keimanan seorang hamba

    kepadaNya. Dalam kehidupan tidak ada manusia yang sempurna, maka dari itu

    kita harus saling mengisi kekurangan untuk menyongsong kesempurnaan bersama

    dalam hidup saling berdampingan tanpa harus membeda-bedakan peran atau pun

    kewajiban.

  • viii

    PRAKATA

    Puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT yang senantiasa memberikan

    rahmat, taufiq, dan hidayah-Nya, serta pertolongannya sehingga tesis ini dapat

    terselesaikan. Salawat serta salam tak lupa penulis sampaikan untuk baginda Nabi

    Muhammad SAW yang telah memberikan tauladan yang baik kepada umatnya,

    sehingga memberikan motivasi tersendiri bagi penulis dalam menuntut ilmu

    pengetahuan dan menyelesaikan tesis ini.

    Tesis yang berjudul “rekonstruksi & implementasi pemahaman hadis

    misoginis pada kitab uqudul lujayn di pondok pesantren an-nur klego candirejo

    tuntang kabupaten semarang” ini disusun guna memberikan kontribusi di bidang

    keilmuan. Dalam penyusunannya, penelitian ini tidak dapat terselesaikan dengan

    mudah tanpa adanya dukungan, arahan, bantuan, bimbingan dari berbagai pihak.

    Oleh karena itu, dengan penuh rasa hormat dan kerendahan hati penulis ingin

    berterima kasih kepada:

    1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi selaku Rektor IAIN Salatiga

    2. Bapak Dr. H. Zakiyuddin Baidhawy, M.Ag. Selaku Direktur Pascasarjana

    IAIN Salatiga dengan segala kebijaksanaannya memudahkan dalam

    terselesaikannya tesis ini.

    3. Bapak Dr. Phil. Asfa Widiyanto, MA. Selaku dosen pembimbing tesis, yang

    senantiasa memberikan bimbingan, arahan, petunjuk-petunjuk penyusunan

    tesis, dan memberikan tambahan wawasan mengenai toleransi, sehingga

    penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik.

    4. Guru Besar dan Dosen beserta Staff Pascasarjana IAIN Salatiga.

    5. Bapak Kyai Ahmad Munabah selaku pengasuh pondok pesantren an-Nur.

    6. Teman-teman santri an-Nur yang telah berkontribusi dalam memberikan

    materi-materi diskusi untuk melengkapi data penelitian saya.

    7. Kedua orang tua saya yang tidak henti-henti dalam memberikan nasihat dan

    do‟anya kepada saya.

  • ix

    8. Fadhilah tufaidah, adik saya, fatimah al-Zahra, Farida, dan Khuzaimah, yang

    selalu memberikan angin segar dikala saya merasakan suntuk menyelesaikan

    tugas akhir.

    9. M. Mustholiq Alwi yang ganteng dan keren yang selalu menemani dalam

    membuat tugas akhir.

    Salatiga, 23 September 2017

    Akhmad Khozin, S.Pd.I

  • x

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL ............................................................................... i

    HALAMAN PERSETUJUAN................................................................ ii

    HALAMAN PENGESAHAN............................................................... iii

    PERNYATAAN KEASLIAN ................................................................. iv

    ABSTRAK ............................................................................................... v

    MOTTO ................................................................................................ vii

    KATA PENGANTAR ............................................................................. viii

    DAFTAR ISI ............................................................................................ ix

    BAB I PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah .................................................. 1

    B. Rumusan Masalah ........................................................... 4

    C. Signifikansi Penelitian ..................................................... 4

    D. Kajian Pustaka ................................................................. 5

    1 Penelitian terdahulu ................................................... 5

    2 Kerangka Teori .......................................................... 8

    E. Metode Penelitian ............................................................ 10

    F. Sistematika Penulisan ...................................................... 12

    BAB II PROFIL PONDOK PESANTREN AN-NUR

    A. Profil Pondok Pesantren an-Nur ...................................... 13

    B. Kurikulum Pendidikan Pondok Pesantren An-Nur ......... 15

    C. Peta Pemahaman Santri Tentang Hadis Misogini ........... 16

    BAB III PEMAHAMAN AWAL DAN METODE

    REKONSTRUKSI PEMAHAMAN HADIS MISOGINI

    DALAM KITAB UQUDUL LUJAYN DI PONDOK

    PESANTREN AN-NUR

    A. Pemahaman Hadis ........................................................... 18

    B. Pembelajaran Kehidupan Berumah Tangga dalam Kitab 20

  • xi

    Uqudul Lujayn........................................................

    C. Hadis-Hadis Misogini yang Terdapat dalam Kitab Uqudul Lujayn..................................................................

    22

    D. Telaah Matan dan Sanad Hadis, Serta Rekonstruksi Pemahaman Hadis Yang Ditafsirkan Secara Misogini....

    24

    E. Analisis Rekonstruksi Pemahaman Hadis Misogini ....... 30

    BAB IV IMPLIKASI PEMAHAMAN HADIS MISOGINIS

    DALAM KITAB UQUDUL LUJAYN DI PONDOK

    PESANTREN AN-NUR TERHADAP KESETARAAN

    GENDER

    A. Implikasi dalam Kehidupan Rumah Tangga................... 33

    B. Implikasi dalam Kegiatan Belajar Mengajar .................. 35

    C. Implikasi dalam Bidang Perekonomian ......................... 37

    D. Implikasi dalam Bidang Sosial Dan Politik ................... 40

    E. Analisis Implikasi Pemahaman Hadis Misogini ............. 42

    BAB V PENUTUP

    A. Kesimpulan ...................................................................... 46

    B. Saran ................................................................................ 47

    DAFTAR PUSTAKA

    LAMPIRAN

    BIOGRAFI PENULIS

  • i

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Kitab kuning masih menjadi primadona bagi ajaran turun temurun pondok

    pesantren yang mempunyai karakter salaf klasik, dengan pengajarannya

    yang mempunyai ciri khas tersendiri, entah dengan metode bandongan

    (seorang kyai menerangkan materi kajian kepada santri) atau dengan

    metode sorogan (santri mengajukan hafalan atau materi yang dipelajari

    kepada kyai, agar sang kyai menyimak).1 Kitab yang dipelajari tersebut

    mengajarkan tentang pokok-pokok ajaran al-Qur‟an dan Hadis, seperti

    aqidah, tasawuf dan syari‟ah, semua itu diterangkan sesuai keahlian para

    mufasir yang menginterpertasi kitab-kitab tersebut. Dalam penafsirannya

    juga bervariatif, ada yang fleksibel dan ada juga yang kaku.

    Modern ini, pendidikan banyak yang mempunyai pandangan

    berbeda tentang pemahaman ajaran-ajaran yang mengakar di masyarakat

    dalam beberapa dekade, semua itu tidak lain karena perkembangan zaman

    yang ada. Relevansi pendidikan terhadap perkembangan zaman harus

    representatif, karena jika tidak dilakukan inovasi semua pendidikan yang

    mapan tersebut terkesan monoton dan kurang tepat guna bagi para peserta

    didik yang mempelajari ajaran yang disediakan oleh instansi terkait.

    1 Zamakhsari, “Efektivitas Pembelajaran di Pesantren Mahasiswa (Studi Kasus di Pesantren Aji Mahasiswa al-Muhsin Yogyakarta)”, Penelitian Dan Evaluase, Volume 02, Nomor

    03, (Februari, 2000), 157.

  • 2

    Salah satu pendidikan yang disoroti akhir-akhir ini adalah tentang

    penyetaraan perempuan dalam hak dan peran sosial. Patriarki kaum adami

    dan subordinasi kaum hawa merupakan contohnya, tidak memandang

    sejauh mana kemajuan peradaban di zaman serba sentuhan tangan ini.2

    Bagi sebagian kalangan tertentu hal tersebut lumrah adanya, karena

    menurut mereka memang sudah kodratnya seorang laki-laki itu yang

    menguasai segalanya dalam rumah miliknya, dan seorang perempuan

    adalah orang pelengkap yang selalu menjadi second person,3 ironinya hal

    itu pun masuk dalam didikan masyarakat tanpa mereka rasakan, apalagi

    terkritisi, sehingga pendidikan dianggap tidak ada kontribusi untuk masa

    depannya.4

    Potret pendidikan Islam di Indonesia juga tidak luput dengan

    pendidikan yang mendiskreditkan kaum hawa, seperti adanya Hadis yang

    ditafsirkan secara misogini, sehingga banyak diantara perempuan yang

    enggan untuk meneruskan pendidikan lebih tinggi, dengan anggapan

    sumbangsih pendidikan bagi mereka kurang penting. Disisi lain orang tua

    yang kurang berpendidikan juga mengajarkan secara turun-temurun

    tentang posisi perempuan dalam sebuah keluarga dan tugas-tugas yang

    harus dilakukannya. Perempuan., menurut para orang tua tidaklah lebih

    2 Mansour Fakih, Analisis Gender & Transformasi Sosial, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

    2003, 12. 3 Musahadi Ham, Evolusi Konsep Sunnah Implikasinya pada Perkembangan Hukum

    Islam, Semarang, Aneka Ilmu, 2000, 120. 4 Syafiq Hasyim, Hal-hal YangTidak Terpikirkan Tentang Isu Keperempuanan dalam

    Islam, Bandung: Mizan, 2001, 139.

  • 3

    dari sekedar pelayan laki-laki dalam menjalankan roda keluarga, sehingga

    kontribusi ide-idenya kurang penting.

    Pondok pesantren sebagai landasan pendidikan agama,

    merupakan lembaga pendidikan yang syarat ajarannya dengan al-Qur‟an

    dan Hadis, sehingga ada indikasi pembelajaran Hadis yang ditafsirkan

    secara misoginis. Akan tetapi ada juga beberapa pondok pesantren yang

    mencoba untuk mereinterpretasikan Hadis-hadis yang dulunya berbau

    misoginis, salah satunya yaitu pondok pesantren an-Nur, di situ para

    santri mengkaji dan mereinterpretasi Hadis yang ditafsirkan secara

    misoginis, karena menurut al-Ghazali Hadis bisa berubah statusnya sesuai

    dengan qarinah.5 Kitab yang dikaji untuk mendalami permasalahan

    tersebut adalah uqudul lujayn. Kitab tersebut memang mempunyai

    kelebihan dalam membahas hiruk pikuk rumah tangga, tauhid dan yang

    lainnya, akan tetapi kitab tersebut mengandung beberapa Hadis yang

    dianggap misoginis, isinya selain menomor duakan perempuan dalam

    urusan rumah tangga, disitu juga tidak pernah menjelaskan peran

    perempuan dalam strata sosial masyarakat, yang seharusnya perempuan

    mempunyai segudang potensi dalam berperan memajukan sosial

    masyarakat menjadi terhambat, karena dengan adanya tafsir yang

    mengarah ke misogini, seperti pembatasan bagi perempuan untuk keluar

    rumah, perempuan melakukan kebaikan atau bahkan beribadah sunah

    harus ijin suami, dan perempuan harus siap melayani suami kapanpun dan

    5 Amina Wadud, Qur’an and Women, New York: Oxford University Press, 1999, 80.

  • 4

    di manapun dia berada. Santri-santri mencoba untuk mereinterpretasikan

    Hadis-hadis tersebut dalam kajian kitab uqudul lujayn, dengan harapan

    agar anatara laki-laki dan perempuan memahami bahwa mereka

    mempunyai hak yang sama dalam menjadi subjek keputusan segala hal

    yang memang melibatkan kemaslahatan bersama, sesuai dengan prinsip al-

    Qur‟an yang mengutamakan kesetaraan.6

    B. Rumusan Masalah

    Penelitian kajian tentang Hadis misogini dirumuskan sebagai berikut:

    1. Bagaimanakah pemahaman para santri ponpes an-Nur terhadap Hadis

    misoginis dalam kitab Uqudul Lujayn?

    2. Bagaimanakah metode kajian Hadis misoginis dalam kitab Uqudul

    Lujayn, yang digunakan oleh santri ponpes an-Nur?

    3. Sejauh mana implikasi pemahaman Hadis misoginis dalam kitab

    Uqudul Lujayn terhadap kesetaraan gender dalam ponpes an-Nur?

    C. Signifikansi Penelitian

    1. Tujuan Penelitian

    a. Untuk mengetahui pemahaman para santri ponpes an-Nur

    terhadap Hadis misoginis dalam kitab Uqudul Lujayn.

    b. Untuk mengetahui metode kajian Hadis misoginis dalam kitab

    Uqudul Lujayn yang digunakan oleh santri ponpes an-Nur.

    6 Asghfar Ali Engineer, Islam and Liberation Theology Essays On Liberative Elements In

    Islam, New Delhi: Sterling Publishers, 1990, 30.

  • 5

    c. Untuk memahami sejauh mana implikasi pemahaman Hadis

    misoginis dalam kitab Uqudul Lujayn terhadap kesetaraan gender

    dalam ponpes an-Nur.

    2. Manfaat Penelitian

    a. Manfaat teoritik penelitian ini, diharapkan dapat memberikan

    sumbangsih pemahaman latar belakang, hak dan peran perempuan

    dalam al-Qur‟an dan Hadis yang selama ini diinterpretasikan

    secara misoginis.

    b. Manfaat secara praktis bagi lembaga pendidikan, agar menjadi

    teori tambahan untuk peneliti selanjutnya. Sedangkan bagi

    peneliti dan pembaca yang budiman, agar bisa lebih memahami

    akan hak dan peran perempuan yang sama pentingnya dengan

    laki-laki dalam berkontribusi sebagai subjek pengambil keputusan

    dalam setiap masalah.

    D. Kajian Pustaka

    Penelitian yang dilakukan ini mempunyai kemiripan dengan beberapa

    penelitian yang membagas tentang Hadis misoginis oleh para peneliti

    berikut:

    1. Penelitian Terdahulu

    Hasani Ahmad Said di dalam jurnalnya membahas tentang “Hadis-

    hadis Misoginis: Wacana Pemahaman Hadis, Menggali Akar Sosio-

  • 6

    Kultural”,7 Penelitian yang dilakukannya memfokuskan tentang

    pandangan Hadis yang dibangun melalui persepsi sosio-kultur

    masyarakat yang melakukan interpretasi terhadap Hadis misoginis.

    Dalam penelitiannya menunujukkan bahwa tidak ada Hadis yang

    bersifat misoginis, akan tetapi latar belakang mufasir lah yang

    mempengaruhi hasil interpretasi Hadis.

    Muhamad Rofiq dalam penelitiannya mengambil tema

    “Memahami Hadis Misoginis Perspektif Maqasid Syari‘ah: Studi

    Hadis Yang Menyamakan Antara Keledai, Anjing Dan Perempuan”,8

    hasil yang diteliti dari yang telah dilakukannya bahwa tujuan

    didirikannya syari‟ah Islam adalah untuk mencapai suatu

    kemaslahatan bersama (maslahah mursalah). Dalam kehidupan yang

    nyata untuk sebuah kemaslahatan seorang perempuan mempunyai

    posisi yang sama dengan laki-laki dalam keluarga, mereka sama-sama

    menjadi subjek penentu dalam kehidupan bersama, perempuan

    bukanlah objek limpahan keputusan kaum patriarki.

    Artikel yang diterangkan oleh Akrimi Matswah, dengan judul

    “Hermeneutika Negosiatif Khaled M. Abou El Fadl Terhadap Hadis

    Nabi”,9 menjelaskan tentang reinterpretasi Hadis Nabi sesuai dengan

    kemslahatan umat. Hadis mempunyai tujuan dalam membangun umat

    7 Hasani Ahmad Said, “Hadis-hadis Misoginis: Wacana Pemahaman Hadis,

    Menggali Akar Sosio-Kultural”, al-Dzikra, Volume 06, nomor 01, (Januari, 2012), 16. 8 Muhamad Rofiq, “Memahami Hadis Misoginis Perspektif Maqasid Syari„ah: Studi

    Hadis yang Menyamakan Antara Keledai, Anjing dan Perempuan”, Ilmu-ilmu Ushuluddin ,

    Volume 16, Nomor 01, (April, 2015), 14. 9 Akrimi Matswab, “Hermeneutika Negosiatif Khaled M. Abou El Fadl Terhadap

    Hadis Nabi”, Addin, Volume 07, Nomor 02, (Agustus 2013), 249.

  • 7

    Islam yang taat kepada Allah, dan saling menghormati sesame

    manusia tanpa harus membedakan Janis kelamin dalam memberikan

    perannya dalam kehidupan sehari-hari.

    Moh. Muzakka Mussaif menerangkan dalam artikel yang

    berjudul “Kesetaraan Gender dalam Sastra Pesantren

    (Kajian terhadap Kitab Syi’ir Laki Rabi)”. Dirinya mengungkapkan

    bahwa beberapa hasil karya berbahasa Arab yang banyak dibicarakan

    terkait dengan bias gender adalah kitab Uqudul Lujjain dan kitab

    Qurratul ‘Uyuun. Keduanya membicarakan persoalan hubungan

    suami-istri (hubungan seks) yang mengungkapkan dominasi

    kekuasaan suami terhadap istri. Kedua kitab tersebut banyak merujuk

    ayat al-Quran dan Hadis Rasul untuk mengukuhkan dominasi laki-laki

    terhadap perempuan.10

    Penelitian yang dilakukan oleh jamilah yang berjudul

    “Marriage And The Independency Of Women (A Case Study On Early

    Marriage In Local Area In Madura).”11

    Menyebutkan tentang

    banyaknya para anak-anak dibawah umur yang telah melangsungkan

    pernikahan, khususnya para perempuan. Dalam penelitiannya

    disebutkan salah satu faktor terjadinya peristiwa tersebut adalah

    adanya pendidikan bagi para anak-anak umur 9 tahun tentang

    10

    Moh.Muzakka Mussaif, “Kesetaraan Gender dalam Sastra Pesantren (Kajian

    terhadap Kitab Syi‟ir Laki Rabi)”, Nusa, Volume 12, Nomor 2, (Mei 2017), 80. 11

    Jamilah, “Marriage and The Independency of Women (A Case Study On Early

    Marriage In Local Area In Madura)”, Egalita, Volume 02, Nomor 02, (Juli, 2012), 68.

  • 8

    kehidupan rumah tangga, dan materi ajar yang diberikan dari kitab

    uqudul lujain.

    Penelitian yang telah dilakukan oleh para peneliti tersebut

    berkonsentrasi pada otentisitas Hadis dan penyetaraan peran laki-laki

    dan perempuan yang seharusnya masuk dalam interpretasi Hadis.

    Peneliti merasa sanagat penting untuk mengetahui pemahaman Hadis

    misogini dan mengetahui pemahaman ulang yang dilakukan di pondok

    pesantren An-Nur, karena disana melaksanakan kajian-kajian Hadis

    perempuan secara modern.

    2. Kerangka Teori

    Istilah misogini (mysogyny) secara etimologi berasal dari kata

    misogynia (Yunani) yaitu miso (benci) dan gyne (perempuan) yang

    berarti a hatred of women, yang berkembang menjadi Misoginisme

    (mysogynism), yang bermakna suatu ideologi yang membenci

    perempuan.12

    Selain itu istilah misogini dianalogikan berasal dari

    istilah yang berasal dari bahasa Inggris misogyny yang mempunyai

    arti yang sama yakni kebencian terhadap perempuan. Kamus Ilmiah

    Populer menyebutkan, terdapat tiga ungkapan berkaitan dengan istilah

    tersebut, yaitu misogin artinya benci akan perempuan, misogini artinya

    perasaan benci akan perempuan, misoginis artinya laki-laki yang benci

    pada perempuan. Secara terminologi istilah misoginis digunakan

    untuk doktrin-doktrin sebuah aliran pemikiran yang secara zahir

    12

    Sunarto, Televisi, Kekerasan, dan Perempuan, Jakarta: PT. Kompas Media

    Nusantara,

    2009), 49.

  • 9

    memojokkan dan merendahkan derajat perempuan. Anggapan adanya

    unsur misoginis dalam hadis dipopulerkan oleh seorang aktivis

    perempuan Fatima Mernissi melalui bukunya ”Women and Islam: An

    Historical and Theological Enquiry”.13

    Hadis merupakan riwayat yang bertujuan untuk mengutip Nabi

    dalam segala hal baik dalam perkataan, perbuatan, dan persetujuan.14

    Misoginis mempunyai makna membenci atau merendahkan

    perempuan.15

    Dalam beberapa tafsir Hadis misogini, perempuan

    merupakan objek limpahan keputusan bagi laki-laki, dan mereka

    hanya dianggap sebagai pelengkap bagi kekurangan laki-laki, hal itu

    berdampak dalam beberapa aspek, seperti kontribusi, hak dan

    kewajiban suami terhadap perempuan. Keberadaan perempuan sering

    diragukan perannya dalam kemajuan atau perubahan, seperti hal

    pendidikan, sehingga pendidikan bagi perempuan dalam pandangan

    beberapa kalangan kuranglah penting, karena mereka dianggap lemah

    dalam sisi kognitif, dan cenderung menggunakan perasaan.16

    Teori Feminisme Liberal. Teori ini berasumsi bahwa pada

    dasarnya tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Karena

    itu perempuan harus mempunyai hak yang sama dengan laki-laki.

    13

    Wilaela, “Perempuan-perempuan Haremku (Telaah Pengalaman Perempuan

    oleh Perempuan dengan Pendekatan Sejarah Peradaban Islam)”, Marwah, Volume 4, Nomor

    8, (Juli, 2005), 22. 14

    Khaled Abu el-Fadl, The Great Theft: Wrestling Islam from The Extremists, Los

    Angeles: Perfect Bound, 2005,142-143 15

    Hamim Ilyas, Perempuan Tertindas? Kajian Hadis-Hadis Misoginis, Jakarta: The

    Ford Foundation, 2003, xxxii. 16

    Nur Jannah Ismail, Perempuan dalam Pasungan Bias Laki-Laki dalam Penafsiran

    Yogyakarta, Lkis, 2003.

  • 10

    Meskipun demikian, kelompok feminis liberal menolak persamaan

    secara menyeluruh antara laki-laki dan perempuan. Dalam beberapa

    hal masih tetap ada pembedaan antara laki-laki dan perempuan.

    Bagaimanapun juga, fungsi organ reproduksi bagi perempuan

    membawa konsekuensi logis dalam kehidupan bermasyarakat. Teori

    kelompok ini termasuk paling moderat di antara teori-teori feminisme.

    Pengikut teori ini menghendaki agar perempuan diintegrasikan secara

    total dalam semua peran, termasuk bekerja di luar rumah. Dengan

    demikian, tidak ada lagi suatu kelompok jenis kelamin yang lebih

    dominan. Organ reproduksi bukan merupakan penghalang bagi

    perempuan untuk memasuki peran-peran di sektor publik.17

    Teori-teori di atas bisa ditarik kesimpulan bahwa Hadis

    misoginis adalah Hadis yang mendiskreditkan perempuan dalam

    penafsirannya, sehingga hak-hak perempuan dan laki-laki tampak

    timpang dalam peran dan kontribusinya dalam permasalahan sehari-

    hari, maka melihat dari beberapa aspek, mereinterpretasikan Hadis

    misoginis sangatlah penting untuk merekonstruksi pemahaman para

    perempuan yang sebagai objek Hadis misoginis, dan pemahaman laki-

    laki sebagai kaum yang lebih diuntungkan dengan keadaan tersebut.

    E. Metode Penelitian

    Penelitian ini tergolong penelitian field research (penelitian lapangan).

    Penelitian lapangan merupakan penelitian yang dilakukan secara intensif,

    17

    Marzuki, “Kajian Awal Tentang Teori-teori Gender”, Civic, Volume 04, Nomor

    02, (Desember 2007), 73.

  • 11

    terperinci dan mendalam terhadap suatu objek tertentu dengan

    mempelajarinya sebagai suatu kasus.18

    Dengan metode ini peneliti akan

    mengupas tentang penafsiran Hadis secara misoginis dan reinterpretasi

    yang dilakukan dalam kajian Hadis di pondok pesantren an-Nur.

    Subjek penelitian yang dituju yaitu para santri, pengajar dan orang-

    orang yang ikut dalam kajian pembelajaran Hadis di pondok pesantren an-

    Nur, dengan informasi yang telah didapat dari santri (informan), peneliti

    bisa mengumpulkan data yang valid untuk menyusun data secara otentik,

    karena sumber data utama adalah dari para informan tersebut dan sumber

    data tambahannya dari kitab dan buku yang dikaji dalam kegiatan belajar-

    mengajar setiap hari.

    Peneliti menggunakan metode intervew sebagai bentuk komunikasi

    langsung19

    untuk mengumpulkan data, sebagai alat penggali informasi dari

    pendidik ataupun peserta didik dalam melakukan kajian-kajian Hadis yang

    diinterpretasikan secara misoginis, yang telah mereka kaji ulang untuk

    menuntut relevansi terhadap zaman dan kesetaraan peran antara laki-laki

    dan perempuan.

    Penelitian menggunakan prinsip-prinsip deskriptif sebagai alat

    penganalisa data.20

    Dengan prinsip deskriptif tersebut peneliti akan

    mengumpulkan dan menganalisa data berkaitan dengan interpretasi Hadis

    misogini yang disusun oleh penafsir klasik, dan untuk menggabungkan

    18

    Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitaif, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005,9. 19

    W. Gulo, Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek, Jakarta: Rineka Cipta, 1991,

    86. 20

    Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Praktiknya, Jakarta: Bumi

    Aksara. 2009, 86.

  • 12

    dengan kajian terbaru yang ada dalam pondok pesantren an-Nur sebagai

    reinterpretasi Hadis yang berorientasi ke problematika kontemporer.

    F. Sistematika Pembahasan

    Bab pertama, Pendahuluan, bab ini membahas latar belakang masalah,

    rumusan masalah, signifikansi penelitian, kajian pustaka, kerangka teori,

    dan metode penelitian.

    Bab kedua, mengenai gambaran profil pondok pesantren an-Nur

    secara umum, meliputi letak geografis pondok, identitas, visi misi,

    fasilitas, dan jenis kegiatan pondok pesantren an-Nur.

    Bab ketiga, berisi tentang pemahaman Hadis misoginis dalam kitab

    uqudul lujayn pada santri an-Nur, serta pemaparan metode yang digunakan

    dalam mereinterpretasi pemahaman Hadis tersebut.

    Bab keempat, dalam bab berisi tentang implikasi pemahaman

    Hadis misoginis terhadap kesetaraan gender, pada pondok pesantren an-

    Nur.

    Bab kelima, mengemukakan tentang simpulan, saran, dilengkapi

    dengan daftar putaka, dan lampiran-lampiran.

  • 13

    BAB II

    PEMAHAMAN SANTRI TERHADAP KITAB UQUDUL LUJAYN

    A. Profil Pondok Pesantrean an-Nur

    Pondok pesantren an-Nur merupakan pondok pesantren yang terletak

    di dusun Klego, Rt 03/09, Candirejo, Tuntang, Semarang, yang diasuh oleh

    kyai Ahmad Munabah. Beliau adalah seorang kyai yang pernah

    melaksanakan studi di IAIN (dulu STAIN) Salatiga. Beliau mengasuh kurang

    lebih 105 santri, laki-laki dan perempuan. Pesantren tersebut didirikan oleh

    Kh. Mawahib Ma‟mun, sebelum bapak Mawahib mendirikan pondok

    pesantren ini, terlebih dahulu sudah ada madrasah yang di pimpin oleh

    simbah Ahmad Nur. Pada waktu itu masyarakat sekitar saja yang datang

    untuk mengaji. Berawal dari beberapa warga yang ingin mengaji, dan dengan

    ketekunan bapak Ahmad Nur hingga santri pun berdatangan. Kemudian

    madrasah itu diteruskan oleh bapak Kh. Mawahib, pada tahun 1987, karena

    yang ingin mengaji semakin banyak maka pada tahun itu dibangunlah pondok

    pesantren an-Nur.

    Animo masyarakat dalam mengikuti perkembangan pondok pesantren

    an-Nur pun juga tergugah, saat pertama pendirian pondok pesantren tersebut

    hanya segelintir saja dari masyarakat yang mau menjadi bagian dari pesantren

    tersebut, seiring perkembangan waktu, masyarakat sekitar pun mulai tertarik

    untuk mengikuti kegiatan yang ada dalam pondok pesantren. Bahkan setelah

    beberapa tahun kemudian masyarakat yang tertarik untuk ikut menimba ilmu

  • 14

    di sana pun tidak hanya masyarakat sekitar saja, ada juga para pendatang dari

    luar kota, termasuk juga para mahasiswa dan mahasiswi IAIN Salatiga.

    Pondok pesantren an-Nur sebagai salah satu alternatif lembaga

    pendidikan agama Islam bagi para pelajar, dalam mewujudkan pendidikan

    yang representatif begi kenyamanan kegiatan belajar mengajar yang ada

    memberikan fasilitas-fasilitas sebagai berikut, seperti gedung asrama, ruang

    kelas, aula, masjid, tempat ziarah kubur, lahan pertanian, politren, dapur

    umum, kantin, koperasi, dan kamar mandi.

    Pondok pesantren an-Nur merupakan pondok pesantren yang

    mempunyai tradisi keilmuan yang berangkat dari keilmuan-keilmuan klasik

    secara turun temurun pada pondok pesantren yang ada di Jawa. Walaupu

    kebanyakan yang menjadi santri disana adalah mahasiswa, mereka tetap

    mempertahankan kajian pendidikan tradisionalnya, dengan

    mempertimbangkan pentingnya beberapa keilmuan tradisional yang masih

    harus dijaga. Akan tetapi walaupun mereka masih mempertahankan khazanah

    keilmuan tersebut, mereka juga memberikan inovasi pada bebera sektor

    komponen pendidikannya, seperti sarana dan prasarana, kurikulum dan

    metode yang digunakan untuk menunjang perkembangan kegiatan

    pembelajaran. Terlihat dari beberapa materi yang dimasukkan dalam

    pembelajarannya sehari-hari, tidak hanya mengajarkan kitab kuning saja

    dalam memberikan bekal keilmuan pada para santrinya, akan tetapi ada juga

    kegiatan pengembangan potensi pembelajaran selain keilmuan yang agamis,

    melainkan seperti bercocok tanam, berdagang, dan kretifitas yang lainnya.

  • 15

    Visi misi pondok pesantren putra putri an-Nur

    Visi:

    Terwujudnya santri yang beriman, cerdas, disiplin, berjiwa sosial, dan

    berwawasan ahlussunnah waljamaah.

    Misi:

    1. Menanamkan keimanan dan ketaqwaan memalui pengalaman ajaran

    agama

    2. Mengoptimalkan proses pembelajaran (mengaji) dan bimbingan.

    3. Menimbulkan dan mengingatkan seluruh santri untuk rajin dan

    disiplin.

    4. Mempererat tali persaudaraan, kekeluargaan, selalu tolong menolong

    dan menjaga keharmonisan.

    5. Menjalin kerjasama yang harmonis antara sesama santri dan lembaga

    lain yang terkait

    B. Anatomi Kitab Uqudul Lujayn

    Kitab uqudul lujayn mempunyai empat bab udalam pembahasan utamanya,

    yaitu tentang:

    1. Hak-hak istri terhadap suami

    Di dalam bab tersebut menerangkan ayat al-Qur‟an dan Hadis tentang

    besarnya pahala bagi suami ketika bisa memberikan layanan dalam

    keluarga dengan baik.

    2. Hak-hak wajib suami terhadap istri

  • 16

    Di dalam bab ini menerangkan tentang ayat al-Qur‟an dan Hadis

    tentang pahala wanita ketika bisa melayani hak-hak suami, kriteria

    wanita penghuni neraka dan surga, 11 wasiat Rasul terhadap para

    wanita, dan buruk dan baiknya perilaku laki-laki dan wanita dalam

    kehidupan rumah tangga.

    3. Keutamaan salat perempuan di dalam rumahnya

    Dalam bab ini diterangkan tentang haramnya berhias bagi wanita

    ketika keluar rumah, dan hendaknya wanita itu salat di dalam

    rumahnya, karena itu lebih baik baginya.

    4. Haramnya seorang laki-laki memandang wanita selain istrinya, begitu

    juga sebaliknya.

    Ada beberapa refleksi pemikiran bagi wanita yang hidup di zaman

    modern.

    Melihat dari bab yang disajikan dalam kitab tersebut, menunjukkan

    bahwa kitab materinya lebih dominan membahas tentang perilaku perempuan

    dalam kehidupan berumah tangga, sehingga dalam kajian pondok pesantren

    an-Nur kitab ini hanya diajarkan kepada santriwati saja.

    C. Peta Pemahaman Santri Tentang Hadis Misogini

    Metode pembelajaran kitab klasik yang selalu menjadi tradisi bagi pondok

    pesantren salaf seperti bandongan dan sorogan, memberikan kontribusi

    pemahaman bagi santri terhadap kitab atau hal-hal yang dikaji memang bisa

    dikatakan kurang kompleks, pasalnya pembelajaran tersebut bersifat doktrinal

    dan kurang diskursif, sehingga pemahaman yang dihasilkan bersumber dari

  • 17

    pemahaman teks dan diwarnai dengan pengembangan dari pemahaman kyai

    yang membacakan kitab kajian di pondok pesantren, ditambah dengan hasil

    pemahaman yang beliau kaji sendiri dari kitab-kitab yang mensuport terhadap

    pemahaman kitab kajian utama, agar tidak memunculkan pemahaman baru

    yang dianggap berbeda, dan jauh dari batasan-batasan kitab yang diajarkan,

    karena itu akan menyimpang dari tradisi kehidupan berumah tangga yang

    dijalani oleh ulama terdahulu.

    Pemahaman yang terbangun dalam kajian kitab uqudul lujayn di pondok

    pesantren an-Nur yang disajikan dengan metode bandungan memang

    memberikan hasil pemahaman pada santri secara luas tentang masalah

    kehidupan berumah tangga. Santri terbangun pemahamannya tentang

    bagaimana cara menjalin kehidupan berumah tangga secara harmonis sesuai

    dengan pemahaman kitab uqudul lujayn yang diajarkan di pondok-pesantren

    an-Nur. Santri mengetahui akan hak-hak dan kewajiban sebagai suami dan

    sebagai istri, tidak sampai hak dan kewajiban saja dalam memahami kitab

    yang mereka kaji, karena di kitab tersebut membahas juga tentang bagaimana

    caranya mengatasi masalah dalam kehidupan rumah tangga, ketika dihadapkan

    suatu permasalahan yang mengindikasikan terhadap ketidak harmonisan

    dalam kehidupan berumah tangga, sehingga mereka mengetahui cara

    memecahkan masalah yang suatu saat akan mereka hadapi.

  • 18

    BAB III

    PEMAHAMAN HADIS MISOGINI DALAM KITAB UQUDUL LUJAYN

    DI PONDOK PESANTREN AN-NUR

    A. Pemahaman Hadis

    Pondok pesantren an-Nur sebagai tempat pembelajaran agama Islam yang

    mempunyai ciri khas pondok pesantren klasik dalam pembelajarannya, selalu

    mengadakan inovasi dalam turut mencerdaskan generasi muda. Di pondok

    pesantren tersebut walaupun sering menggunakan metodologi dan materi

    pembelajaran kitab-kitab klasik dalam kegiatan belajar mengajarnya setiap

    hari, tapi juga selalu mengembangkan keilmuan-keilmuan yang ada sesuai

    dengan tuntutan zaman. Santri-santri menyadari, bahwa pendidikan saat ini

    harus selalu memperhatikan perkembangan zaman, karena ketika tidak

    mengikuti perkembangan, akan membosankan, lebih dari itu, pembelajaran

    pun seakan-akan kurang bisa mewakili kebutuhuan primer peserta didik

    dalam mencari bekal ilmu sebagai fondasi kehidupan dimasa depan.

    Pemahaman Hadis yang dimiliki oleh para santri, yang memang

    kebanyakan adalah lulusan dari pondok pesantren pada saat mereka menimba

    ilmu di masa-masa sekolah menengah pertama (SMP) atau sederajat, dan

    sekolah menengah atas (SMA) atau sederajat, sudah menggambarkan atas

    pengalaman yang ada. Paling tidak para santri sudah bisa membedakan hadis-

    hadis dari segi kualitasnya ketika diriwayatkan oleh seorang perawi hadis,

  • 19

    apakah kualitasnya baik atau tidak, dan bisa dipakai sebagai dasar ber hujjah

    atau tidak dalam pengambilan hukumnya.21

    Hadis, selain pengetahuan para santri dalam menjadikan hujjah kedua

    setelah al-Qur‟an, juga memahami atas definisi dan penafsirannya, yang

    memungkinkan akan adanya perubahan suatu saat dalam penafsirannya jika

    dilihat dalam konteks dan bangunan kultur sosial yang berbeda, bukan berarti

    merubah Hadis dan isinya yang berasal dari Nabi Saw, akan tetapi hanya

    menafsirkan Hadis, sesuai konteks keberadaan masyarakat dalam dimensi

    yang berbeda dalam mencapai kemaslahatan kehidupan bersama, dalam

    masyarakat beragama dan bernegara, yang mempunyai lapisan masyarakat

    berbeda-beda dalam pola pikir dan adaptasinya masing-masing.

    Dalam memberikan pemahaman Hadis, pondok pesantren an-Nur juga

    memberikan pemahaman yang kontekstual saat pembelajarannya, walaupun

    mamakai kitab-kitab klasik, yang mungkin dipandang oleh sebagian ilmuan-

    ilmuan modern dianggap ketinggalan zaman, dan terkesan kolot. Tujuannya,

    kenapa mereka tetap menggunakan kitab klasik sebagai pembelajarannya,

    karena kitab-kitab tersebut, selain sesuai oleh anjuran dan ajaran guru-guru

    secara turun temurun, kitab-kitab tersebut selalu mengajarkan tentang pesan

    kode etik yang tinggi dan minim akan pesan politis ataupun matrealis.

    Dengan kitab tersebut, maka para santri mempelajari dan mengembangkan

    pemikiran yang ada, agar sesuai konteks keilmuan zaman sekarang dan tidak

    melepaskan kode etik yang diajarkan oleh para ilmuan-ilmuan terdahulu.

    21

    Wawancara Dengan Syamsul Bakhri, Santri pondok Pesantren an-Nur, Pada 10 September 2017.

  • 20

    B. Pembelajaran Kehidupan Berumah Tangga dalam Kitab Uqudul Lujayn

    Kiatab Uqudul Lujayn merupakan salah satu dari beberapa kitab yang

    menjadi materi pokok yang diajarkan di pendok pesantren an-Nur, karena

    memang sangat dianggap perlu adanya pembelajaran kitab tersebut, di

    dalamnya mengajarkan tata cara hidup berumah tangga yang baik, agar

    menjadi keluarga yang sakinah, mawadah, war rahamah, seperti yang

    didoakan oleh umumnya muslim di Indonesia bagi para pasangan suami istri

    yang baru saja mengikat janji suci mereka. Pembelajaran dalam kitab tersebut

    meliputi aqidah, fiqh ibadah, tata cara berkeluarga (hak-hak antara suami dan

    istri) dan lain sebagainya. Pemusatan pembelajaran dalam kitab tersebut

    adalah tentang bagaimana caranya hidup berumah tangga yang baik, seperti

    apa seharusnya peran laki-laki dalam kehidupan berumah tangga, apa yang

    mereka harus lakukan dan apa saja kewajiban mereka, dan seperti apa pula

    hak dan kewajiban seorang wanita dalam kehidupan berumah tangga. Seperti

    yang perkataan salah satu santri yang mempelajari kitab tersebut:

    “kitab Uqudul Lujayn adalah kitab yang menerangkan tentang hak dan

    kewajiban seorang suami istri dalam kehidupan rumah tangga,

    seharusnya mereka berperan seperti apa, dan apa kewajiban yang

    harus dilakukan terhadap keluarga yang mereka pimpin”22

    Seperti yang diajarkan didalamnya, bahwa sesorang yang hidup

    berumah tangga harus selalu mengikuti tuntunan al-Qur‟an dan Hadis Nabi

    Saw, pembelajaran yang ada di dalam kitab Uqudul Lujayn tersebut memang

    wujud dari penafsiran al-Qur‟an dan Hadis, akan tetapi Hadis yang lebih

    dominan dalam menjadikan hujjah penjelasannya. Kitab tersebut

    22

    Wawancara Dengan Sofi, Santri pondok Pesantren an-Nur, Pada 10 September 2017.

  • 21

    penjelasannya terbagi menjadi empat bab utama, yaitu: hak istri terhadap

    suami, hak-hak wajib suami terhadap istri, keutamaan salat perempuan di

    dalam rumahnya, haramnya seorang laki-laki memandang wanita selain

    istrinya.

    Melihat dari isi bab dan sub-sub bab yang diterangkan dalam kitab

    tersebut, menunjukkan bahwa kitab tersebut lebih dominan membahas

    tentang perilaku para wanita dalam kehidupan berumah tangga, dan menurut

    pembelajaran kitab yang dikaji oleh para santri di pondok pesantren an-Nur,

    kitab tersebut mengandung beberapa Hadis yang ditafsirkan secara misogini,

    yang sangat jauh dari keadilan yang diajarkan oleh Nabi Muhammad Saw

    tentang persamaan derajat dan hak manusia di muka bumi ini, seperti

    peristiwa yang berada dalam keluarga Abdulrahman Wahid, bahwa Sinta,

    sebagai istri Abdurrahman Wahid memiliki banayak kesempatan untuk

    menduskisan segala sesuatu dengan suaminya tersebut.23

    Karena menurut

    ajaran Nabi yang membedakan derajat manusia adalah ketaqwaan, walaupun

    memang seorang istri harus taat kepada suami, bukan berarti istri tidak bisa

    menjadi subjek dalam mengambil keputusan untuk kemaslahatan bersama

    dalam kehidupan rumah tangga. Sesuai yang diterangkan oleh salah satu

    santri pondok pesantren an-Nur:

    “Dikitab Uqudul Lujayn memang ada Hadis-hadis yang ditafsirkan

    atau diterangkan secara misoginis, sehingga itu mengambil beberapa

    23

    Asfa Widiyanto, “Female Religious Authority, Religious Minority And The Ahmadiyya: The Activism of Sinta Nuriyah Wahid, Journal of Indonesian Islam, Volume 09, Number 01,

    (June 2015), 8.

  • 22

    hak-hak seorang istri, di dalam penjelasannya terkadang memang

    wanita dilebihkan, tapi semua itu butuh realisasi.”24

    C. Hadis-hadis Misogini yang Terdapat dalam Kitab Uqudul Lujayn

    Kitab Uqudul Lujayn sebagai salah satu referensi bagi orang muslim dalam

    membangun kehidupan berumah tangga, di dalamnya ada sekitar 89 Hadis,

    kuwalitas Hadis tersebut bermacam-macam, ada yang shohih dan ada juga

    yang dho’if. Sedangkan dalam keterangannya, ada yang netral dalam

    pembagian hak dan kuwajiban, antara suami dan istri, akan tetapi ada juga

    yang mengarah ke misoginis dalam penafsirannya. Berikut adalah beberapa

    Hadis yang sering ditafsirkan secara misoginis dalam kitab Uqudul Lujayn:

    1. Hadis tentang laknat Malaikat terhadap istri ketika tidak mau

    melayani kebutuhan biologis suami

    ثََُب دُ َحدَّ ًَّ ٍُ ُيَح ثََُب َعْرَعَرةَ ْب ٍْ ُشْعبَتُ َحدَّ ٍْ قَخَبَدةَ َع ٍْ ُزَراَرةَ َع أَبِي َع

    ُ َصهًَّ انَُّبِي قَبَل: قَبلَ هَُرْيَرةَ ْرأَةُ بَبحَجْ إَِذا َوَضهَّىَ َعهَْيهِ ّللاَّ ًَ ُيهَبِجَرة اْن

    ََلئَِكتُ نََعَُْخهَب َزْوِجهَب فَِراظَ ًَ حصبح(( حَْرِجعَ َحخًَّ اْنArtinya: “Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin 'Ar'arah

    Telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari Qatadah dari Zurarah

    dari Abu Hurairah ia berkata; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam

    bersabdda: "Apabila seorang wanita bermalam sementara ia tidak

    memenuhi ajakan suaminya di tempat tidur, maka Malaikat

    melaknatnya hingga pagi. (H.R Bukhari: 4795).

    2. Hadis tentang wanita dilarang keluar rumah tanpa seijin suami dengan

    alasan apapun (sehingga membatasi peran sosial dimasyarakat)

    24

    Wawancara Dengan Desi Ratna Sari, Santri pondok Pesantren an-Nur, Pada 10 September 2017.

  • 23

    وقبل عثًبٌ بٍ عفبٌ رضي ّللا عُه: ضًعج رضىل ّللا صهً ّللا

    ٍْ بَْيِج َزْوِجهَب بَِغْيِر إِْذَِِه إاِلَّ نََعَُهَب وضهى يقىل:عهيه َيب َخَرَجْج اْيَرأَةٌ ِي

    ٌُ فِْي اْنبَْحِر. ُص َحخًَّ اْنِحْيخَب ًْ ُكم َشْيٍئ طَهََعْج َعهَْيِه انَشArtinya: “Seorang istri yang keluar rumah tanpa seizin suaminya

    akan dilaknat oleh segala sesuatu yang terkena sinar matahari hingga

    ikan-ikan yang ada di lautan”.

    3. Hadis tentang wanita tidak punya Hak untuk meminta talak.

    قبل أبى بكر انصديق رضي ّللا عُه، ضًعُج رضىَل ّللاِ صهً ّللا عهيه

    ْرأَةُ نَِسْوِجهَب ًَ طَهِّْقُِْي َجبَءْث يَْىَو اْنقِيَبَيِت َوَوْجهُهَب وضهى يقىل: إَِذا قَبنَْج اْن

    ٌْ َكبََْج ٍْ قَفَبهَب َوحُْهَىي إِنًَ قَْعِر َجهَََُّى َو إِ الَ نَْحَى فِْيِه َونَِطبَُهَب َخبِرٌج ِي

    ب. ً حَُصْىُو انَُّهَبَر َوحَقُْىُو انهَّْيَم َدائِArtinya: “Apabila seorang wanita berkata pada suaminya,

    Ceraikanlah Aku! Maka ia datang pada hari kiamat dimana mukanya

    tidak berdaging, lidahnya keluar dari kuduknya, dan terjungkir

    dikerak jahanam, sekalipun siangnya dia berpuasa dan malam

    harinya bangun shalat selamanya”.

    4. Hadis tentang tidak sah puasa sunahnya seorang istri tanpa seijin

    suami, sehingga menimbulkan dosa

    ٍْ َخْثَعَى إِنًَ َرُضْىِل ّللاِ َصهًَ ّللاُ َعهَْيِه قبل ابٍ عببش: أَحَجْ اْيَرأَةٌ ِي

    ْوِج ؟ ب َحق انسَّ ًَ َج، فَ ٌْ أَحََسوَّ قَبَل: َوَضهََّى، فَقَبنَْج: إَِِّْي اْيَرأَةٌ أَيٌِّى َوأُِرْيُد أَ

    ٍْ ََْفِطهَب َوِهَي ْوَجِت إَِذا أََراَدهَب فََراَوَدهَب َع ْوِج َعهًَ انسَّ ٍْ َحقِّ انسَّ ٌَّ ِي "إِ

    ٍْ بَْيخِِه إاِلَّ ٌْ الَّ حُْعِطَي َشْيئ ب ِي ٍْ َحقِِّه أَ َُْعهُ، َوِي ًْ َعهًَ ظَْهِر بَِعْيٍر الَ حَ

    ٌَ اْنِىْزرُ ٌْ فََعهَْج َذنَِك َكب ِ ٌْ الَّ بِإِْذَِِه، فَإ ٍْ َحقِِّه أَ َعهَْيهَب َواألَْجُر نَهُ، َوِي

    ُْهَب، ٌْ فََعهَْج َجبَعْج َوَعَطَشْج َونَْى يُخَقَبَّْم ِي ِ ب إاِلَّ بِإِْذَِِه، فَإ ع حَُصْىَو حََطى

    َلَئَِكتُ َحخًَّ حَْرِجَع إِنًَ بَ ًَ ٍْ بَْيخِهَب بَِغْيِر إِْذَِِه نََعَُْخهَب اْن ٌْ َخَرَجْج ِي ْيخِِه أَْو َوإِ

    حَخُْىَة".

    Artinya: “Sesungguhnya dari sebagian hak-hak suami pada istri

    adalah: 1) apabila suami memerlukan diri istrinya meskipun sang

    istri sedang berada di atas punggung onta, ia tidak boleh menolak. 2)

  • 24

    istri tidak boleh memberikan apa saja dari rumahnya tanpa seijin

    suaminya. Kalau istri memberikan sesuatu tanpa ijin suami, maka si

    istri berdosa, sedangkan suami mendapat pahala. 3) istri tidak boleh

    berpuasa jika tidak ijin dari suaminya, karena ia akan merasakan

    letih dan dahaga, sedangkan puasanya tidak akan diterima Allah. 4)

    jika istri keluar dari rumah tanpa seijin suaminya, maka dia

    mendapat laknat para malaikat, hingga kembali kerumahnya dan

    bertaubat”.

    D. Telaah Matan dan Sanad Hadis Kitab Uqudul Lujayn, Serta Pemahaman

    Hadis yang Ditafsirkan Secara Misogini

    1. Telaah kehujjahan Hadis

    Pembahasan Hadis selalu tidak akan terlepas dengan matan (isi Hadis)

    dan sanad (rantai periwayat Hadis), Hadis-hadis yang terpaparkan di atas

    adalah beberapa hadis yang biasanya ditafsirkan secara misoginis di

    dalam kitab Uqudul Lujayn, beberapa ahli tafsir tidak mempercayai akan

    adanya Hadis misogini, karena Nabi Muhammad Saw diturunkan di bumi

    sebagai rahmatan lil ‘alamin, sedangkan Hadis sendiri adalah perkataan,

    perbuatan, dan persetujuan Nabi atas sebuah peristiwa tertentu, yang

    seharusnya sebagai rujukan untuk sebuah keputusan yang tidak memihak

    pada siapa pun. Untuk mengetahui bahwa Hadis tersebut memang benar-

    benar dari Nabi ataukah tidak, karena ada unsur misoginisnya maka

    haruslah diketahui sanad dan matan Hadis tersebut.

    a. Telaah sanad

    Dilihat dari segi sanadnya, untuk ke empat Hadis tersebut yang

    ditemukan dalam kutubus sittah hanyalah Hadis yang pertama, dan

    ke tiga Hadis yang selanjutnya tidak bisa ditemukan. Hadis yang

  • 25

    pertama ditemukan dalam Shohih Bukhar satu Hadis, Shohih Muslim

    satu Hadis, Musnad Ahmad lima Hadis dan Sunan ad-Darimi satu

    Hadis. Dari situ bisa diketahui bahwa Hadis yang bisa dianggap

    sahih hanyalah satu Hadis yang membahas tentang laknat malaikat

    yang diberikan kepada seorang perempuan yang tidak mau melayani

    hasrat suaminya ketika dia butuh. Sedangkan ke tiga Hadis

    selanjutnya, kesahihannya masih dipertanyakan, karena tidak adanya

    Hadis-hadis tersebut ditemukan dalam kutubus sittah. Padahal jika

    dilihat dalam kitab Uqudul Lujayn, Hadis-hadis tersebut juga tidak

    disebutkan rantai perawi Hadis, yang membuat semakin sulit untuk

    dipercayai bahwa Hadis itu benar-benar dari Nabi, baik secara

    pemahaman atau pun pelafalan dan penulisannya. Menurut

    penuturan dari salah satu santri pondok peasantren an-Nur, dalam

    argumennya, ketika mengikuti diskusi pembahasan Hadis misogini

    sebagai berikut:

    “Hadis itu sahih atau tidak harus dilihat dari sanadnya,

    sedangkan yang berada dalam pembahasan kitab Uqudul

    Lujayn ini tidak ada kejelasan sanadnya, maka kita harus

    mempertanyakan kesahihannya, coba dilakukan pengkajian

    ulang kitab tersebut, dengan melihat kitab-kitab Hadis

    lainnya, sehingga bisa diketahui akan satatusnya, apakah

    Hadis tersebut sahih atau tidak”.25

    Dari keterangan tersebut bisa dipahami, bahwa keberadaan

    sanad dalam Hadis itu sangat berpengaruh dalam memastikan

    kesahihannya. Jika dalam kitab Uqudul Lujayn memang terbukti

    25

    Keterangan Drin Samsul Bakhri Ketika Mengikuti Kajian Hadis Misogini, Santri pondok Pesantren an-Nur, Pada 10 September 2017.

  • 26

    ketidak sahihannya Hadis tersebut, maka kita bisa mengambil Hadis-

    hadis dari kitab lainnya sebagai hujjah yang sudah jelas

    kesahihannya, dan pastinya juga tidak mengandung penafsiran

    misoginis, sehingga dalam pembahasan kitab tersebut

    keuntungannya tidak memihak pada satu gender saja, dan bisa

    menunjukkan kearifan hukum-hukum Islam dalam memahami posisi

    dan peran masing-masing suami istri dalam kehidupan berkeluarga.

    b. Telaah matan

    Hadis juga akan dilihat kesahihannya dari sudut pandang matannya.

    Prinsip Islam, sebagai sebuah agama samawi yaitu agama rahmatan

    lil alamin (kasih sayang seluruh alam). Berarti jika ada sebuah Hadis

    yang berisi tentang ketidak adilan di dalamnya, bisa dipertanyakan

    akan kesahihannya, karena Hadis tersebut jauh dari prisip agama

    Islam, dan hanya memihak pada sebagian ciptaan Allah saja.

    Sedangkan Hadis-hadis di atas diartikan dan ditafsirkan secara

    misoginis, yang mana penafsiran tersebut memojokkan perempuan

    dalam struktur sosialnya. Menurut penuturan salah satu santri an-Nur

    yang diwawancari sebagai berikut:

    “Menurut saya jika Hadis perihal isi atau matannya

    mengandung misoginis, maka Hadis tersebut masih

    membutuhkan reinterpretasi atau pengkajian ulang.

    Dikarenakan Hadis tersebut mengandung isi mengenai

    menyudutkan pihak perempuan atau mengutarakan hal-hal

    yang di perbolehkan atau di larang bagi kaum perempuan

    dalam kehidupan sehari-hari”26

    .

    26

    Wawancara Dengan Nur Mufidah, Santri pondok Pesantren an-Nur, Pada 13 September 2017.

  • 27

    Kejanggalan matan Hadis, selain pemahamannya harus dikaji ulang,

    keasliannya pun juga dipertanyakan, agar bisa diambil titik temunya

    untuk kemaslahatan bersama, tidak seperti yang dikatakan informan,

    bahwa Hadis misogini isinya selalu memojokkan kaum perempuan.

    2. Pemahaman Hadis-hadis misogini dalam kitab Uqudul Lujayn.

    Melihat dari beberapa Hadis di atas, yang dianggap bisa mewakili

    beberapa Hadis misogini dalam kitab Uqudul Lujayn. Setelah dilihat dari

    segi sanad dan matannya, dalam kajiannya memunculkan beberapa

    pemahaman ulang tentang Hadis-hadis tersebut yang semula ditafsirkan

    secara misoginis oleh para penafsir-penafsir terdahulu, dengan alasan-

    alasan tertentu. Berikut adalah pemahaman ulang yang dibangun dalam

    kajian diskusi antara santri dan pengasuh di pondok pesantren an-Nur:

    a. Hadis tentang laknat Malaikat terhadap istri ketika tidak mau

    melayani kebutuhan biologis suami.

    Dalam konteks ini harus dilihat dulu, tidak semua wanita akan

    dilaknat malaikat ketika dia belum bisa melayani suami saat dia

    membutuhkan. Jika istri memang sedang dalam keadaan tidak

    memungkinkan untuk melayaninya, maka dia tidaklah berdosa, atau

    dilaknat oleh malaikat, seperti ketika istri sakit, atau mungkin lelah

    setelah mengerjakan kesibukannya sehari-hari. Dan ini

    membutuhkan pengertian dari suaminya, seharusnya seorang suami

    mempunyai kearifan dan kebijakan dalam mengambil sebuah

    keputusan, sehingga bisa tercipta kemaslahatan bersama. Seandainya

  • 28

    seorang suami terus memaksakan, tidak menutup kemungkinan

    keharmonisan rumah tangga akan terusik, walaupun dia bisa

    menikmati keberadaan sesaat dengan halal, tapi efek psikologis istri

    kemungkinan akan terganggu, dan menyebabkan ketidak nyamanan

    dalam kehidupan berumah tangga.27

    b. Hadis tentang wanita dilarang keluar rumah tanpa seijin suami

    dengan alasan apapun (sehingga membatasi peran sosial

    dimasyarakat).

    Dalam kajian diskusi, diterangkan bahwa wanita memang harus ijin

    suami ketika ingin melakukan sesuatu, akan tetapi ijin tersebut juga

    tidak harus dilakukan setiap saat, asalkan seorang suami sudah

    mengetahui kegiatan istri dengan adanya ijin yang pertama, maka

    tidak harus seorang istri ijin untuk yang berikutnya, sehingga ke

    duanya tidak terbebani dengan batasan masing-masing. Dan serang

    suamipun biasanya juga akan lebih nyaman ketika istrinya tidak

    terlalu sering mempertanyakan kebebasannya, dengan catatan ke dua

    belah pihak saling menjaga kepercayaan masing-masing.28

    c. Hadis tentang wanita tidak punya Hak untuk meminta talak.

    Sebenarnya sah-sah saja ketika seorang wanita mengajukan talak

    atau lebih tepatnya khulu‟, asalkan memang dengan alasan yang

    tepat, karena walaupun talak itu halal, tetapi itu adalah hal yang

    27

    Keterangan Dari Bp Ahmad Munabah Ketika Menjadi Fasilitator Diskusi Kajian Hadis Misogini, Santri pondok Pesantren an-Nur, Pada 08 September 2017.

    28 Keterangan Dari Bp Ahmad Munabah Ketika Menjadi Fasilitator Diskusi Kajian

    Hadis Misogini, Santri pondok Pesantren an-Nur, Pada 08 September 2017.

  • 29

    dibenci oleh Allah. Pada zaman Rasulullah juga pernah ada peristiwa

    tersebut, yaitu ketika Ummu habibah minta pada Rasul untuk

    ditalakkan pada suaminya, dikarenakan wujud fisik suami dan

    kekurangan-kekurangan lainnya yang tidak dia sukai, dia beralasan

    ketika keadaan pernikahan ini diteruskan maka dia takut kalau tidak

    bisa taat pada suami dan cenderung membangkangnya, sehingga ini

    akan menjadikan dia masuk neraka.29

    d. Hadis tentang tidak sah puasa sunahnya seorang istri tanpa seijin

    suami, sehingga menimbulkan dosa.

    Tentang tidak sah puasa sunahnya istri ketika dia tidak ijin kepada

    suami, itu juga melihat konteks permasalahannya juga, ketika

    seorang suami sudah tahu bahwa istrinya sering melakukan puasa

    sunah, tidak ijin pun tidak masalah, karena suami sudah tahu

    kebiasaan seorang istri. Permasalahan di sini biasanya diterangkan,

    bahwa ditakutkan nanti ketika seorang istri puasa sunah, dan

    suaminya ingin memuaskan hasrat biologisnya istri tidak bisa,

    karena sedang menjalani puasa. Dan solusinya, jika memang

    keinginan tersebut tidak bisa ditahan, maka bukan puasa sunahnya

    yang dilarang, akan tetapi puasa sunahnya tetap dijalankan walaupun

    tanpa saijin suami secara langsung, dan jika memang suami

    menginginkan untuk berhubungan badan, tanggal sang istri

    membatalkan puasanya, karena perkara sunah tidak bisa

    29

    Keterangan Dari Bp Ahmad Munabah Ketika Menjadi Fasilitator Diskusi Kajian Hadis Misogini, Santri pondok Pesantren an-Nur, Pada 08 September 2017.

  • 30

    mengalahkan perkara wajib. Hukum puasa sunah sendiri tidak

    menjadi dosa ketika ditinggalkan, sedangkan ketaatan pada suami itu

    wajib hukumnya.30

    E. Analisis Pemahaman Hadis Misogini

    Pemahaman teks wahyu yang diturunkan oleh Allah kepada RasulNya,

    atau pun Hadis mempunyai cara pendang yang berbeda-beda. Dalam

    pemahaman pada masa-masa klasik Islam, seperti ketika Islam berada

    dalam puncak kejayaannya, mempunyai beberapa metode dalam

    memahaminya, yaitu dengan menggunakan tafsir. Tafsir pada saat itu ada

    beberapa macam, yaitu: Tafsir Ijmali, Tafsir Muqaran, Tafsir Tahlili, dan

    Tafsir Maudu‟i, yang masing-masing mempunyai karakter berbeda-beda

    dalam penafsirannya. Metode-metode penafsiran tersebut selalu dipakai

    dalam menafsirkan al-Qur‟an dan Hadis selama beberapa dekade, pada

    masa-masa Islam klasik. Seiring dengan perkembangan zaman, metode

    penafsiran pun juga berkembang, beberapa ilmuan muslim

    mengembangkan beberapa metode dalam penafsiran al-Qur‟an dan Hadis

    dengan meminjam cara pandang ilmuan-ilmuan non muslim dalam

    menafsirkannya, seperti Hasan Hanafi Mohammad Arkoun, Farid Esack,

    dan Nasr Hamid Abu Zaid.

    Hermeneutika pembebasan yang dikembangkan oleh tokoh-tokoh

    muslim kontemporer seperti Hassan Hanafi. Hermeneutika ini

    dimaksudkan tidak hanya sebagai ilmu interpretasi atau metode

    30

    Keterangan Dari Bp Ahmad Munabah Ketika Menjadi Fasilitator Diskusi Kajian Hadis Misogini, Santri pondok Pesantren an-Nur, Pada 08 September 2017.

  • 31

    pemahaman tetapi lebih dari itu, yaitu aksinya di kehidupan. Menurut

    Hanafi, dalam kaitannya dengan al-Qur`an atau Hadis, hermeneutika

    adalah ilmu tentang proses wahyu dari huruf sampai kenyataan, dari logos

    sampai praksis, dan juga transformasi wahyu dari pikiran Tuhan kepada

    realitas kehidupan manusia.31

    Penafsiran yang digunakan dalam membahasan Hadis misogini

    pada saat diskusi di pondok pesantren an-Nur pun tidak jauh dengan

    metode yang digunakan oleh para ilmuan-ilmuan muslim kontemporer

    tersebut. Dalam memahami teks-teks Hadis yang ada dalam kitab Uqudul

    Lujayn, mereka mela-mula membaca dan memahami persis dengan makna

    yang ada dalam kitab tersebut, itu sebagai wujud pembangunan fondasi

    ilmu yang ada, selain itu juga ada sisi ta’dzim kepada pengarang kitab

    tersebut, sebagai sebuah perwujudan dari rasa bakti seorang murid kepada

    guru yang telah mengarang kitab yang ada sebagai rujukan untuk

    melangkah dalam memahami al-Qur‟an dan Hadis, atau pun teks-teks

    penafsiran al-Qur‟an dan Hadis yang lain, di kemudian hari.

    Proses yang digunakan tersebut memang tidak jauh dengan

    pemahaman yang digunakan dalam pondok pesantren secara umumnya,

    karena pendidikan yang ada dalam pondok pesantren tersebut memang

    berangkat dari pondok pesantren salaf, maka ilmu-ilmu yang diwariskan

    pun tidak akan jauh berbeda dengan pendahulunya. Sedangkan untuk

    mengembangkan pemahamannya, mereka memadukan penafsiran yang

    31

    Hassan Hanafi, Dialog Agama dan Revolusi I, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994, 1.

  • 32

    ada dengan ilmu-ilmu yang mereka dapat dari perguruan tinggi. Perguruan

    tinggi sebagai wujud pemacu paradigma pemikir-pemikir muslim di masa

    depan, selalu memberikan inovasi-inovasi dalam mengembangkan metode

    pemikiran dalam menyikapi dan memahami teks dan konteks yang ada

    dalam kehidupan manusia. Maka untuk memenuhi kebutuhan dan

    relevansi perkembangan zaman, pemahaman al-Qur‟an dan Hadis pun

    metodenya dipadukan, antara metode-metode penafsiran klasik dan

    modern.

  • 33

    BAB IV

    IMPLIKASI PEMAHAMAN HADIS MISOGINIS DALAM KITAB

    UQUDUL LUJAYN DI PONDOK PESANTREN AN-NUR, TERHADAP

    KESETARAAN GENDER

    A. Implikasi dalam Kehidupan Rumah Tangga

    Kehidupan berumah tangga merupakan topik utama dalam kitab Uqudul

    Lujayn. Dalam penjelasannya, dari hampir keseluruhan bab dalam kitab

    tersebut membahas akan baiknya kehidupan rumah tangga itu seperti apa.

    Seperti yang telah kita ketahui, bahwa pemahaman awal dalam kitab tersebut

    ada beberapa Hadis yang penafsirannya dipandang memojokkan peran

    perempuan pada beberapa bidang kehidupan sosial, seperti perannya dalam

    rumah tangga itu sendiri.

    Kehidupan dalam berumah tangga harus dibangun bersama-sama,

    baik suami atau pun istri semuanya mempunyai peran sangat penting, sesuai

    dengan bagiannya masing-masing, memang kadang ada kecemburuan peran

    dalam kehidupan rumah tangga, dikarenakan tugas dan peran yang berbeda,

    yang mana memang para laki-laki biasanya pekerjaannya di luar rumah,

    sedangkan kebanyakan perempuan dalam budaya kita, yang sering kita

    saksikan, mereka cenderung punya pekerjaan di dalam rumah. Akan tetapi

    sebenarnya itu bukan berarti tidak adil, karena semua saling melengkapi,

    layaknya rumah tangga, tidak bisa semua akan bekerja untuk mencari nafkah

    keluar rumah, akan tetapi salah satu dari suami dan istri harus menjaga rumah

    dan apa yang ada di dalamnya, termasuk anak-anak sebagai generasi mereka.

  • 34

    Dalam mensikapi penjelasan Hadis yang ada di kitab Uqudul Lujayn,

    yang dianggap berperan dalam mengubur potensi perempuan dalam perannya

    terhadap kehidupan sosial, atau pun juga dalam kehidupan berumah tangga.

    Banyak yang beranggapan, bahwa laki-laki itu mempunyai peran yang lebih

    penting dan sebagai nahkoda pengatur keluargayang tidak tergantikan, dan

    tanpa terbantahkan segala keputusannya, sedangkan perempuan hanyalah

    second person dalam keluarga, mereka tidak lebih dari sekedar pelengkap

    kehidupan laki-laki yang mana kontribusinya sangatlah kurang penting dalam

    mengambil keputusan perjalanan rumah tangga.

    Menurut penafsiran yang diungkapakan oleh pengasuh pondok

    pesantren an-Nur tentang Hadis yang menerangkan intervensi malaikat dalam

    hubungan biologis suami istri:

    “Seorang perempuan memang harus selalu mengikuti perintah

    seorang suami, karena walaupun bagaimana keadaannya dia adalah

    pemimpin di keluarganya, dan dia yang akan dipertanyakan tanggung

    jawabnya kelak di hari kiamat atas perannya dalam keluarga, oleh

    sebab itu seorang laki-laki juga seharusnya mempunyai kearifan

    dalam mengambil keputusan, tidak boleh mementingkan satu pihak,

    walaupun suami sedang sangat menginginkan melepas hasrat

    biologisnya, sehingga istrinya akan terkena laknat dari malaikat,

    seperti keterangan di dalam Hadis. Bahkan menurut saya sendiri,

    ketika seorang suami sudah tahu kesibukan istri, dan dia pun tahu

    pada saat itu sang istri dalam keadaan lelah, dan tidak siap untuk

    melayani hasrat biologis suami, dan pada saat itu suaminya memaksa,

    malah dialah yang bisa dianggap salah, karena walaupun dalam al-

    Qur‟an ada kata-kata: arrijalu qawwamuna alan nisa’, akan tetapi

    juga ada keterangan: wa syawwirhum bil amri hiya ahsan, yang

    intinya walaupun seorang laki-laki itu mempunyai peran dalam

    mengatur rumah tangga, dan dia harus meluruskan semua kesalahan

    istri, dia juga punya kewajiban harus memusyawarahkan permasalah

    bersama dengan baik, termasuk juga ketika ingin melepaskan hasrat

  • 35

    biologisnya, mungkin dengan menunda sejenak sampai seorang istri

    siap untuk melayani seorang suami.”32

    B. Implikasi dalam Kegiatan Belajar Mengajar

    Pendidikan di pondok pesantren atau pun di instansi resmi seperti sekolahan

    dan madrasah semua sangatlah penting bagi seluruh lapisan masyarakat, tidak

    memandang status sosial, kemapanan ekonomi, atau pun siapa mereka, laki-

    laki maupun perempuan. Karena semua akan saling melengkapi sesuai

    kemampuan dan kemauan masing-masing, prinspnya tidak ada seorang pun

    yang mempunyai keahlian sempurna, semua manusia akan saling

    membutuhkan antara keahlian yang dimilki oleh satu orang dengan keahlian

    yang dimiliki orang lain.

    Peran perempuan dalam pendidikan juga tidak kalah pentingnya

    dengan seorang laki-laki yang selalu mempunyai hak patriarki dan

    mensubordinasikan perempuan dalam beberapa dekade yang telah

    berlangsung di dalam kebudayaan kita. Di pondok pesantren an-Nur tidak ada

    perbedaan dalam hak mendapat pendidikan, semua sama, entah dalam mereka

    mendapatkan ilmu yang biasanya didapat dalam sekolah umum, atau

    khususnya ilmu agama di pondok pesantren.

    Pondok pesantren an-Nur memberikan ruang yang sama antara para

    santrinya, baik untuk para laki-laki atau pun perempuan dalam mencari ilmu,

    karena memang sangat dipandang perlu bagi mereka semua, tidak hanya

    khusus bagi para santri yang laki-laki saja, mengingat kemajaun zaman dan

    32

    Wawancara Dengan Ahmad Munabah, Pengasuh pondok Pesantren an-Nur, Pada 10 September 2017.

  • 36

    tekhnologi yang ada. Dan selain semua itu, kompleksitas permasalahan dalam

    seluruh lapisan masyarakat, juga membutuhkan tidak hanya peran laki-laki

    saja, perempuan sekarang juga mempunyai peran sangat penting di dalamnya,

    khusunya pendidikan.

    Sifat nature dari seorang perempuan yang lemah lembut, penuh kasih

    sayang, keibuan, kesantunan kata-katanya dan yang lainnya, yang sulit

    dimiliki oleh laki-laki, itu sangat penting dalam mengsukseskan pendidikan

    yang ada, khususnya bagi pendidikan anak-anak setingkat PAUD dan sekolah

    dasar. Sehingga para santrinya tidak dibatasi dalam mengenyam pendidikan,

    khususnya untuk para perempuan, yang dianggap kurang bisa berkontribusi

    jika bekerja di luar rumah, agar mereka mempunyai bekal keilmuan yang

    sama dengan laki-laki, atau peling tidak, mereka bisa mengisi tempat-tempat

    yang kosong dalam pendidikan yang tidak bisa diisi oleh para laki-laki.

    Menurut pengasuh pondok pesantren an-Nur, pada saat memberikan materi

    diskusi tentang pembahasan kitab Uqudul Lujayn:

    “Perempuan juga mempunyai peran sangat penting dalam bidang

    pendidikan, apa lagi pendidikan di dalam keluarganya. Pentingnya

    perempuan dalam pendidikan tersebut dalam dunia pendidikan adalah

    gambaran besar dari pendidikan anak-anak pada keluarga, jadi dalam

    dunia pendidikan, wanita biasanya mempunyai peran penting,

    khususnya dalam mendidik anak-anak pada awal mengenyam

    pendidikan formal, di situ sifat keibuan mereka tidak bisa

    terbantahkan, mereka tetap lebih membidangi dari pada para laki-laki

    secara umumnya.”33

    Keluarnya wanita dalam konteks ini seakan-akan menjadi wajib, dikarenakan

    kepentingan pendidikan tersebut. Para santri disitu pun dianjurkan untuk

    33

    Wawancara dengan Ahmad Munabah, Pengasuh pondok Pesantren an-Nur, Pada 10 September 2017.

  • 37

    mengenyam pendidikan setinggi-tingginya, entah itu yang formal atau pun

    tidak. Bahkan kalau bisa melebihi para laki-laki, karena dari merekalah bibit-

    bibit anak cerdas di masa depan, karena jika seorang ibu sendiri tidak

    mempunyai kecerdasan yang mumpuni, bagaimana mereka akan mendidik

    anak-anak suaminya, atau pun anak-anak didik dalam dunia pendidikan

    secara luas.

    C. Implikasi dalam Bidang Perekonomian

    Perempuan peranannya sangat terlihat dalam dunia perekonomian. Tidak

    sedikit para perempuan yang sekarang memberikan kontribusi sangat

    signifikan dalam memajukan perekonomian di wilayahnya. Dalam

    lingkungan pondok pesantren sendiri keadaan tersebut sudah berjalan dari

    sejak lama, bahkan yang berperan dalam perekonomian pondok pesantren an-

    Nur salah satunya adalah kakak dari pengasuh pondok pesantren tersebut,

    selain itu ada juga dari keluarga beliau, seperti istrinya.

    Toletransi yang diberikan oleh seorang suami memanglah yang akan

    menjadi kunci bagi potensi-potensi yang dimiliki oleh seorang istri, walaupun

    semua itu ada koridornya masing-masing, toleransi bukan berarti membuka

    pintu kebebasan ekspresi bagi seorang istri, tanpa ada aturan-aturan yang

    membatasi, karena walau bagaimana pun perempuan adalah sesosok orang

    yang sangat penting dalam keharmonisan hidup berumah tangga. Ketika dia

    keluar dengan mempunyai tujuan mencari nafkah untuk membantu suami, dia

    juga punya kewajiban untuk membimbing anak-anaknya agar mereka tetap

    merasakan kasih sayang yang diberikan oleh seorang ibu, bukan malah

  • 38

    seorang ibu mencari uang sebanyak-banyaknya dan menitipkan anaknya

    kepada orang lain, walaupun itu tidak salah, itu akan membuat kasih sayang

    dan keharmonisan rumah tangga kurang baik. Dalam penuturan yang

    diberikan oleh pengasuh pondok pesantren tersebut sebagai berikut:

    “Tidak usahlah seorang istri itu setiap hari, setiap jam, dan bahkan

    setiap detik, ketika dia ingin melakukan segala sesuatu yang kiranya

    bermanfaat, bagi dia sendiri, atau bagi keluarga, dan orang-orang

    disekelilingnya, harus selalu ijin kepada suami. Permasalahan penting

    di situ bukanlah pada seringnya dia ijin, akan tetapi bagaimana antara

    ke dua belah pihak bisa saling mengerti dan memahami, asalkan

    seorang suami sudah tahu apa yang akan dilaukan oleh istrinya di

    setiap harinya, cukuplah dia bermusyawarah di awalnya, ketika

    seorang suami sudah mengjini di awal, tidak perlu setiap waktu harus

    ijin, karena suami sendiri sudah mengetahuinya. Dan aku yakin

    seorang suami, jika sedikit-sedikit istrinya ada keperluan, dan dia

    selalu ijin terus-menerus, bukannya seorang suami akan merasa

    tenang dan nyaman, malah memungkinkan hal tersebut akan

    mengganggu atau memperlambat kepentingan masing-masing.”34

    Istri beliau pun juga sering pergi keluar rumah untuk melaksanakan

    pekerjaannya di bank, dan beliau pun tidak menghalang-halanginya, karena

    itu memang dipandang perlu, dan juga penting untuk membantu

    perekonomian keluarganya. Selain bekerja di bank, istri beliau juga

    mempunyai penyedia layanan transportasi antar kota, dan yang memanageri

    istri beliau sendiri. Itu semua wujud toleransi seorang suami yang diberikan

    kepada istri terhadap hak dan peran perempuan, karena seorang perempuan

    juga memiliki potensi yang sama dengan laki-laki jika mereka bisa

    mengembangkannya.

    “Dalam kehidupan rumah tangga saya, suami saya memberikan ijin

    untuk mengembangkan potensi yang saya miliki, termasuk dalam

    34

    Wawancara Dengan Ahmad Munabah, Pengasuh pondok Pesantren an-Nur, Pada 10 September 2017.

  • 39

    berkarir sebagai pegawai di salah satu bank yang ada di kota Salatiga,

    dan mencari penghasilan lain untuk membantu perekonomian suami,

    tapi semua itu juga ada batasan-batasannya, yaitu paling tidak suami

    saya tahu akan aktifitas-aktifitas saya, dengan meminta persetujuan

    diawal saya memulai berkarir di luar rumah.”35

    Para santrinya juga tidak diberi pembatasan untuk mengembangkan

    bakatnya dalam dunia interpreuner, mereka selain diperbolehkan mempelajari

    ilmu-ilmu yang ada dalam kegiatan formal, juga diperbolehkan untuk

    mengikuti kegiatan-kegiatan yang sekiranya bisa mengembangkan bakatnya,

    terlebih jika kegiatan tersebut bisa menghasilkan pundi-pundi uang yang bisa

    membantu mereka untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari sebagai seorang

    santri dan juga seorang pelajar, yang pastinya tidak membutuhkan uang yang

    sedikit.

    Pembelajaran berbasis pengembangan potensi yang diadakan oleh

    pondok pesantren an-Nur pun juga melibatkan para santri perempuan. Di

    pondok pesantren tersebut baru-baru ini memang diadakan pendidikan untuk

    mengembangkan potensi, yaitu mereka diajarakan untuk memahami cara

    bertani, berkebun dan sebagainya, sehingga itu bisa menjadi bekal bagi para

    santri ketika mereka sudah menetap dirumah, walaupun tidak sesempurna

    pembelajaran bercocok tanam yang ada dalam sekolah SMK pertanian dan

    perguruan tinggi, akan tetapi paling tidak bisa memberikan gambaran bagi

    para santri, tidak memandang bagi yang putra atau pun putri.

    35

    Wawancara Dengan Ahmad Munabah, Pengasuh pondok Pesantren an-Nur, Pada 10 September 2017.

  • 40

    D. Implikasi dalam Bidang Sosial dan Politik

    Keterlibatan para perempuan dalam bidang sosial dan politik dewasa ini

    sudah menjadi hal yang sangat lumrah. Pasalnya, memang tidak bisa

    dipungkiri kontribusi para perempuan yang mempunyai keahlian dalam

    bidang sosial dan politik, yang biasanya hal tersebut diturunkan oleh orang

    tuanya yang pernah menjadi tokoh di lingkungannya. Pondok pesantren an-

    Nur pun juga tidak mau menutup mata atas paradigma tersebut, paradigma

    peralihan gender dalam diri perempuan memang sudah tidak bisa terelakkan,

    mau tidak mau, harus mengakui akan ketangkasan para perempuan di zaman

    sekarang dalam perannya di dalam kehidupan sosial masyarakat dan

    berpolitik, walaupun tidak dalam cangkupan yang luas, seperti di perguruan

    tinggi atau pun di desa, akan tetapi itu sudah mewakili eksistensi mereka

    dalam bidang-bidang tersebut.

    Realisasi penyetaraan peran di bidang sosial masyarakat dan politik,

    menurut pengasuh pondok pesantren an-Nur sangatlah perlu untuk

    diwujudkan, walaupun sering kali, bahkan hampir keseluruhan seorang

    perempuan harus disibukkan oleh hal-hal yang ranahnya domestik, akan

    tetapi semua itu tidak menutup kemungkinan peran mereka dalam membantu

    mensukseskan kegiatan sosial di sekelilingnya. Media sosial, seperti televisi

    atau pun yang sejenisnya, sudah sering menayangkan para perempuan yang

    mempunyai peran dalam kehidupan sosial atau pun politik, contoh seperti ibu

    Kartini, ibu Megawati, ibu Risma atau pun dalam bidang keagamaan seperti

    mama Dedeh. Keterlibatan mereka tidak bisa dipandang sebelah mata.

  • 41

    Di pondok pesantren an-Nur, di sana juga mengajarkan bagi para

    perempuan untuk mengembangkan diri dalam bidang sosial dan politik,

    dalam bidang sosial mereka diajarkan untuk peduli terhadap masyarakat

    sekitar, mereka selalu dilibatkan dalam kegiatan di masyarakat desa yang

    terdekat dengan pondok pesantren, entah mereka harus berkontribusi seperti

    apa dalam kegiatan tersebut, yang penting mereka mau ikut membantu untuk

    mensukseskan acara yang ada di desa tersebut. Karena di selain mengajarkan

    kepedulian mereka terhadap sesama, juga mengajarkan mere secara langsung

    dalam kehidupan nyata, bagaimana cara berinteraksi dengan orang yang

    mempunyai latar belakang karakter dan dunia pendidikan yang berbeda beda,

    tidak seperti di pondok atau perguruan tinggi, yang mena orang-orang yang

    hidup dalam satu instansi biasanya, pemikiran dan karakter antara satu

    dengan yang lainnya tidak jauh berbeda, walaupu ada perbedaan, itu masih

    mudah untuk dipersatukan dalam satu visi.

    Berpolitik, mungkin itu masih sangat terlalu jauh jika dikaitkan

    dengan para santri di pondok pesantren an-Nur, akan tetapi tidak menutup

    kemungkinan bagi para santrinya juga bisa berkontribusi dalam bidang

    tersebut, begitu juga para santri putri. Memang di sana tidak pernah ada

    materi yang diajarkan terkait perpolitikan dalam kegiatan belajar mengajar

    setiap hari. Peraturan pondok pesantren an-Nur tidak terlalu mengekang para

    santrinya untuk mengikuti kegiatan di perguruan tinggi agar santri-santri bisa

    mengeksplor pelajaran dan keterampilan yang ada, seperti mengikuti

    organisasi yang sifatnya mengembangkan potensi dan bakat santri sebagai

  • 42

    mahasiswa, dan juga mengikuti organisasi yang mempunyai latar belakang

    politik, seperti SEMA dan DEMA. Seperti penuturan pengasuh pondok

    pesantren an-Nur sebagai berikut:

    “Di sini tidak membedakan bagi para santri untuk mengikuti kegiatan

    belajar mengajar di pondok pesantren maupun di perguruan tinggi,

    agar mereka bisa mengembangkan potensi dan bakat mereka,

    sehingga mereka mempunyai bekal kelak di masa depannya”.36

    Pemahaman akan Hadis yang tidak kaku menjadi kunci dari semua

    peraturan di pondok pesantren tersebut. Karena memang sebenarnya Hadis

    Nabi itu semua membawa kemaslahatan bersama, sehingga tidak mungkin

    ketika ada beberapa Hadis mempunyai keterangan yang akan memojokkan

    golongan atau orang tertentu, sedangkan kita sendiri meyakini, bahwa Hadis

    adalah tuntunan hidup nomor dua setelah al-Qur‟an bagi orang-orang muslim,

    mana mungkin sebuah tuntunan yang sudah dijamin oleh Nabi, ketika

    mengikutinya akan masuk surga, akan memberikan ketimpangan dan ketidak

    adilan dalam realisasinya.

    E. Implikasi Pemahaman Hadis Misogini

    Dalam membangun pemahaman kitab yang membahas tentang keharmonisan

    hidup berumah tangga, di pondok pesantren an-Nur, santri-santri mengkaji

    kitab Uqudul Lujayn, disuguhkan dengan metode diskusi, agar mereka semua

    ikut berpartisipasi dalam memahami Hadis yang ada dalam kitab tersebut.

    Terlepas akan kontribusi ilmu yang diberikan bisa mewakili kebutuhan umat

    muslim secara luas atau tidak, yang penting mereka sudah mengupayakan

    36

    Wawancara Dengan Ahmad Munabah, Pengasuh pondok Pesantren an-Nur, Pada 10 September 2017.

  • 43

    pemahaman Hadis misogini, agar bisa membawa kemaslahatan bersama

    dalam kehidupan berumah tangga.

    Pemahaman yang dibangun dalam kitab tersebut dipusatkan pada

    Hadis-hadis yang dipandang berpengaruh untuk memojokkan orang

    perempuan dalam lingkungan keluarga atau peran sosialnya dalam

    masyarakat, dengan kata lain pembahasan berpusat pada Hadis misogini. Dari

    teks yang ada, yang merupakan pemahaman sujektif dari seorang penafsir

    (pembaca) dan pengarang kitab dijadikan satu, dengan tujuan kemaslahatan

    untuk menggali hukumnya, karena jika hanya mengedepankan pengarang

    kitabnya saja, tanpa kontribusi dari penafsir yang membacanya, itu hanya

    akan menghasilkan kajian kehidupan konteks zaman dahulu saja, berbeda

    seandainya penafsir juga ikut memberikan sumbangsih dari teks Hadis asli,

    setelah itu dipadukan dengan pemikiran pengarang kitab tersebut, dan

    penafsir memberikan kontribusi intelektualnya dalam menafsirkan teks

    tersebut, berdasarkan konteks kultur sosial dan zamannya, karena semakin

    banyak penafsiran yang digunakan dan teks itu sendiri, akan semakin objektif

    hasilnya.

    Pemfokusan penelitian adalah pada Hadis misogini yang mambahas

    tentang: Pertama, laknat Malaikat yang ditujukan kepada perempuan, atau

    seorang istri yang tidak mau melayani suami ketika diajak melakukan

    hubungan badan. Ke dua, pembahasan mengenai dilarangsa seorang istri

    keluar dari rumah suaminya, tanpa izin terlebih dahulu. Ke tiga, seorang

    wanita tidak punya haq untuk mengajukan gegatan cerai kepada seorang

  • 44

    suami, jika dia melakukannya akan dilaknat oleh semua makhluk Allah. Dan

    ke empat, seorang istri tidak boleh puasa sunah tanpa seijin suami, apabila dia

    melanggarnya (ijin) kepada suami, maka dia akan mendapat dosa atas

    puasanya, dan puasanya tidak lain hanya mendapat lapar dan dahaga.

    Analisis implikasi pemahaman Hadis yang dijadikan pembahasan

    pokok di pondok pesantren an-Nur, untuk diaplikasikan pada kehidupan

    sehari-hari, memberikan ruang bagi perempuan untuk ikut andil dalam

    kehidupan bersosial di berbagai lapisan masyarakat atau dalam keluarganya

    sendiri, seperti:

    1. Implikasi dalam kehidupan berumah tangga;

    2. Implikasi dalam dunia pendidikan;

    3. Implikasi dalam bidang perekonomian;

    4. Implikasi dalam bidang sosial dan politik.

    Kontribusi dari metode penafsiran yang dipadukan dari berbagai

    konteks sudut pandang, untuk memahami teks-teks Hadis tersebut dengan

    langkah sebagai berikut, pertama melibatkan teks Hadis itu sendiri dan

    seterusnya dipadukan dengan teks-teks pemikiran yang dituangkan oleh

    pengarang kitab Uqudul Lujayn, setelah itu ditambahkan kontribusi

    pemikiran dari penafsir (peserta diskusi), maka menimbulkan empat implikasi

    di atas. Sehingga dengan penafsiran tersebut peran perempuan pun menjadi

    terlihat, dan lebih realistis ketika dilihat dari struktur sosial yang ada dalam

    lingkungan masyarakat, berbeda ketika hanya dipahami dari sudut pandang

    penafsir awal (pengarang kita), yang memungkinkan hanya melihat dari sudut

  • 45

    pandang sosial yang pernah ada di masanya, atau masa sebelumnya, dan

    hanya memberikan sedikit pandangan bagi masa-masa setelahnya, yang bisa

    menjadi sangat jauh berbeda kalau dilihat dari kemajuan zaman dan

    perkembangan kehidupan sosial saat ini.

  • i

    BAB V

    PENUTUP

    A. Simpulan

    Hadis misoginis yang terdapat dalam kitab uqudul lujayn memberikan

    pengaruh terhadap cara berpikir bagi orang yang mengkajinya, termasuk

    para santri di pondok pesantren, khususnya pondok pesantren an-Nur.

    Berikut adalah inti dari hasil penelitian yang telah dilakukan:

    1. Pemahaman para santri an-Nur terhadap Hadis misogini sudah

    hampir merata, hampir semua santri yang diwawancarai

    memahami Hadis tersebut, karena memang dalam kajian kitab

    uqudul lujayn pernah dibahas tentang Hadis tersebut.

    2. Kajian yang digunakan dalam membahas Hadis misoginis di

    pondok pesantren an-Nur menggunakan metode klasik, seperti

    bandongan, akan tetapi untuk mengembangkan kajian tentang

    Hadis tersebut agar hasilnya bisa maksimal dan lebih aplikatif

    sesuai zaman dan kultur sosialnya, para santri menggunakan

    metode diskusi. Dalam diskusi tersebut, tidak hanya metode tafsir

    klasik saja yang digunakan untuk memahai, tapi juga sedikit

    mengambil metode tafsir hermeneutikanya Hasan Hanafi.

    3. Implikasi dari Hadis yang ditafsirkan secara misoginis tersebut,

    setelah dikaji dan dipahami ulang oleh para santri, menunjukkan

    indikasi bahwa tidak ada Hadis dari Rasulullah bersifat misoginis,

    hanya saja tergantung para mufassir menafsirkan Hadis tersebut.