Upload
others
View
3
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
ii
PEMANFAATAN MEDIA MAKET LANSEKAP BERKONTUR
UNTUK KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT DALAM
MENGHADAPI BENCANA TANAH LONGSOR
SKRIPSI
Untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Geografi
Oleh :
Gita Aprilia Hidayat
NIM 3201411185
JURUSAN GEOGRAFI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2015
iii
PENGESAHAN KELULUSAN
Skripsi ini telah dipertahankan di depan Sidang Panitia Ujian Skripsi Fakultas
Ilmu Sosial, Universitas Negeri Semarang pada:
Hari :
Tanggal :
Penguji I
Dr. Ir. Ananto Aji, MS
iv
v
vi
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
Hidup bagaikan roda, jika tidak ingin selalu di bawah, maka bergeraklah
untuk sampai dan bertahan di puncak tertinggi (Penulis).
Keajaiban hanya mengikuti orang-orang yang mau berusaha keras dan
pantang menyerah (Penulis).
PERSEMBAHAN
Tanpa mengurangi rasa syukur kepada Allah SWT,
skripsi ini saya persembahkan untuk,
1. Kedua orang tua yang sangat saya cintai, Bapak
Rohmat dan Ibu Rusmini terima kasih atas segala doa,
dukungan, motivasi, dan semangatnya selama ini.
2. Adik-adikku terkasih, Febby Desriyanti H, Moch.
Adhy Satrio H, dan Moch. Achnan H untuk segala
motivasinya.
3. Nurfian Hady A, Eggy Kristianto, Saekhul Ecak,
Prasetyo Hutomo dan Erwin Kharisma untuk segala
bantuan dan waktunya.
4. Sahabat seperjuanganku Pendidikan Geografi 2011
terima kasih atas waktu, motivasi dan bantuannya.
vii
SARI
Hidayat, Gita Aprilia. 2015. Pemanfaatan Media Maket Lansekap Berkontur
untuk Kesiapsiagaan Masyarakat dalam Menghadapi Bencana Tanah Longsor.
Skripsi. Jurusan Geografi FIS UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG.
Pembimbing : Dr. Juhadi, M.Si. 160 halaman.
Kata Kunci : Maket Lansekap Berkontur, Kesiapsiagaan, Tanah Longsor
Bencana tanah longsor merupakan kejadian yang umum terjadi di daerah
berlereng terjal, struktur tanah yang labil, dan wilayah yang memiliki curah hujan
tahunan tinggi seperti di Desa Wonodoyo Kecamatan Cepogo Kabupaten
Boyolali. Namun, kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana tersebut
masih rendah. Perlu adanya pembelajaran dan sosialisasi tentang bencana longsor
dan kesiapsiagaannya. Salah satunya adalah pengenalan zona risiko dan
kerentanan tanah longsor menggunakan media maket lansekap berkontur. Tujuan
penelitian adalah untuk melakukan pembuatan media maket lansekap berkontur,
mengetahui kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana tanah longsor,
dan mengetahui efektifitas media maket lansekap berkontur sebagai media
pembelajaran kebencananan.
Responden penelitian adalah perangkat desa dan anggota karangtaruna di
Desa Wonodoyo. Teknik pengumpulan data yaitu: observasi, dokumentasi,
angket, dan tes. Teknik analisis menggunakan analisis deskriptif kuantitatif dan
statistik.
Hasil penelitian menunjukkan (1) bahan utama pembuatan media maket
lansekap berkontur yaitu sterefoam dan gypsum sehingga ringan dan
mempersingkat waktu pengeringan. Maket dibuat sederhana, menggambarkan
zonasi risiko dan kerentanan tanah longsor Kecamatan Cepogo. (2) efektifitas
pemanfaatan media maket lansekap berkontur diukur dengan 4 tahap evaluasi
Kirkpatrick, hasilnya bahwa tingkat kepuasan (reaction) responden kategori
“baik” 60% dan “sangat baik” 40%, tingkat pengetahuan (learning) meningkat
sebesar 6,30 atau 0,18 berdasarkan uji gain termasuk dalam kategori rendah.
Perubahan perilaku (behavior) sebagian besar pada kategori “sangat baik” 78%
dan “baik” 22%, sementara sikap kesiapsiagaan (result) kategori “sangat baik”
sebesar 52%, “baik” meningkat menjadi 44%, dan “cukup” menurun menjadi 4%.
Hasil tersebut menunjukkan adanya peningkatan pengetahuan dan kesiapsiagaan
bencana tanah longsor pada responden dengan memanfaatkan media maket
lansekap berkontur. (3) rendahnya pengetahuan dan sikap kesiapsiagaan
masyarakat daerah penelitian dipengaruhi oleh rendahnya tingkat pendidikan.
Saran, perlu adanya sosialisasi dan pembelajaran tentang kebencanaan oleh
berbagai pihak dengan menggunakan media yang lebih atraktif dan terfokus di
daerah yang rawan bencana agar masyarakat paham apa yang harus dilakukan
sebelum, saat, dan sesudah bencana terjadi. Hal tersebut dapat mengurangi dan
mencegah jatuhnya korban jiwa maupun material.
viii
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkah dan rahmat-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pemanfaatan
Media Maket Lansekap Berkontur untuk Kesiapsiagaan Masyarakat dalam
Menghadapi Bencana Tanah Longsor” dengan lancar.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan skripsi tidak lepas
dari bimbingan, dukungan, dan bantuan dari berbagai pihak sehingga skripsi ini
dapat terselesaikan dengan baik, maka pada kesempatan ini penulis sampaikan
terima kasih dengan tulus hati kepada :
1. Prof Dr Fathur Rokhman, M.Hum selaku Rektor Universitas Negeri
Semarang yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk
menimba ilmu di kampus tercinta ini.
2. Dr. Subagyo, M.Pd, Dekan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri
Semarang, atas ijin yang telah diberikan kepada penulis untuk melakukan
penelitian.
3. Drs. Apik Budi Santoso, M.Si, Ketua Jurusan Geografi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Semarang, yang telah memberikan ijin penelitian
sekaligus sebagai Dosen Penguji 2 yang telah memberikan kritik dan saran
kepada penulis.
4. Dr. Juhadi, M.Si selaku penguji 3 dan dosen pembimbing yang telah
memberikan bimbingan, arahan, dan saran kepada penulis.
ix
5. Dr. Ananto Aji, M.S selaku dosen penguji 1 yang telah memberikan banyak
kritik dan masukan yang sangat membangun bagi perbaikan skripsi ini.
6. Ariyani Indrayati, M.Si, M.Sc selaku dosen wali yang telah memberikan
saran dan masukan.
7. Seluruh dosen jurusan Geografi Universitas Negeri Semarang yang telah
memberikan ilmu yang bermanfaat kepada penulis.
8. Seluruh masyarakat Desa Wonodoyo yang bersedia membantu dalam
penelitian.
Kritik dan saran sangat diharapkan penulis. Semoga skripsi ini bermanfaat
bagi dunia pendidikan pada umumnya dan pembaca khususnya.
Semarang, 5 Juni 2015
Gita Aprilia H
3201411185
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING .....................................................................iii
PENGESAHAN KELULUSAN ......................................................................... iv
PERNYATAAN ................................................................................................... .v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ...................................................................... vi
SARI ...........................................................................................................vii
PRAKATA .........................................................................................................viii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ .x
DAFTAR TABEL ..............................................................................................xii
DAFTAR GAMBAR/PETA .............................................................................xiii
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................xv
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ .1
1.1. Latar Belakang .............................................................................. .1
1.2. Rumusan Masalah ........................................................................ .5
1.3. Tujuan Penelitian .......................................................................... .5
1.4. Manfaat Penelitian ........................................................................ .5
1.5. Batasan Istilah .............................................................................. .6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................10
2.1. Efektifitas .....................................................................................10
2.2. Model Evaluasi Kirkpatrick .........................................................11
2.3. Media Pembelajaran .....................................................................17
2.4. Maket ............................................................................................19
2.5. Kesiapsiagaan ...............................................................................26
xi
2.6. Pendidikan Berbasis Masyarakat .................................................30
2.7. Bencana .......................................................................................33
2.8. Mitigasi Bencana .........................................................................35
2.9. Tanah Longsor .............................................................................36
2.10. Mitigasi Bencana Tanah Longsor ..............................................39
2.11. Kerangka Berfikir.......................................................................42
2.12. Batasan Operasional ...................................................................45
BAB III METODE PENELITIAN ..................................................................46
3.1. Desain Penelitian ........................................................................46
3.2. Jenis Penelitian ...........................................................................47
3.3. Populasi dan Sampel ..................................................................47
3.4. Variabel Penelitian .....................................................................49
3.5. Instrumen Penelitian...................................................................50
3.6. Validitas dan Reliabilitas ...........................................................51
3.7. Tingkat Kesukaran dan Daya Beda ............................................54
3.8. Metode Pengumpulan Data ........................................................56
3.9. Tahapan Penelitian .....................................................................58
3.10. Teknik Analisis Data ..................................................................59
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ..........................................................64
4.1. Hasil ...........................................................................................64
4.1.1. Gambaran Umum Daerah Penelitian ...............................64
4.1.2. Kerentanan Bencana Tanah Longsor di Kec. Cepogo .....88
4.1.3. Risiko Tanah Longsor di Kec. Cepogo............................93
4.1.4. Pembuatan Media dan Desain Maket Lansekap -
Berkontur ..........................................................................98
4.1.5. Efektifitas Media Maket Lansekap Berkontur ............ ..104
4.1.6. Kesiapsiagaan Masyarakat........................................... ..110
4.2. Pembahasan ............................................................................ ..112
4.2.1. Pemanfaatan Media Maket Lansekap Berkontur ........ ..116
4.2.2. Efektifitas Media Maket Lansekap Berkontur ............. ..117
BAB V PENUTUP ...................................................................................... ..119
5.1. Kesimpulan ............................................................................ ..119
5.2. Saran ....................................................................................... ..119
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... ..120
LAMPIRAN ....................................................................................... ..123
xii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1. Karakteristik Dasar Evaluasi Tahap 1-4 Kirkpatrick ................................16
3.1. Hasil Analisis Taraf Kesukaran Soal ........................................................55
3.2. Hasil Analisis Daya Pembeda Soal ...........................................................56
3.3. Hasil Uji Normalitas Data .........................................................................60
3.4. Kriteria Nilai Angket Sampel....................................................................62
3.5. Kriteria N-Gain Ternormalisasi ................................................................63
4.1. Banyaknya Hari Hujan dan Curah Hujan Menurut Bulan di Kecamatan
Ceopogo ....................................................................................................68
4.2. Satuan Kemiringan Lereng .......................................................................71
4.3. Jumlah, Kepadatan, dan Pertumbuhan Penduduk Kecamatan Cepogo
Tahun 2013 ................................................................................................83
4.4. Pendidikan Tertinggi Penduduk Kecamatan Cepogo Tahun 2013 ...........84
4.5. Pembagian Zona Risiko Bencana Tanah Longsor Kecamatan Cepogo ....94
4.6. Tabel Kriteria N-Gain .......................................................................... ...106
4.7. Hasil Penghitungan Kesiapsiagaan ...................................................... ...110
4.8. Hasil Penghitungan Kesiapsiagaan Post test ....................................... ...112
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1. Bagan Kerangka Berfikir ..........................................................................44
3.1. Bagan Desain Penelitian ...........................................................................46
4.1. Peta Administrasi Kecamatan Cepogo ......................................................66
4.2. Longsoran yang Menimpa Rumah Salah Satu Warga dan Jalan ..............67
4.3. Grafik Jumlah Curah Hujan di Kecamatan Cepogo Tahun 2004-2013 ....69
4.4. Grafik Rerata Curah Hujan di Kecamatan Cepogo Tahun 2004-2013 .....70
4.5. Peta Kemiringan Lereng Kecamatan Cepogo ...........................................73
4.6. Peta Geologi Kecamatan Cepogo..............................................................79
4.7. Macam-macam Penggunaan Lahan ..........................................................86
4.8. Peta Tataguna Lahan Kecamatan Cepogo.................................................87
4.9. Peta Kerentanan Tanah Longsor di Kecamatan Cepogo...........................92
4.10. Peta Risiko Tanah Longsor di Kecamatan Cepogo...................................97
4.11. Maket Lansekap Berkontur Kerentanan dan Risiko Longsor Tampak
Atas ....................................................................................................... ..100
4.12. Maket Lansekap Berkontur Kerentanan Tanah Longsor Kecamatan
Cepogo Tampak Samping Kanan ............................................................101
4.13. Maket Lansekap Berkontur Kerentanan Tanah Longsor Kecamatan
Cepogo Tampak Samping Kiri ................................................................101
4.14. Maket Lansekap Berkontur Kerentanan Tanah Longsor Kecamatan
Cepogo dilihat dari Depan .......................................................................102
4.15. Maket Lansekap Berkontur Risiko Tanah Longsor Kecamatan Cepogo
Tampak Samping Kanan .........................................................................103
4.16. Maket Lansekap Berkontur Risiko Tanah Longsor Kecamatan Cepogo
Tampak Samping Kiri .............................................................................103
4.17. Maket Lansekap Berkontur Risiko Tanah Longsor Kecamatan Cepogo
Tampak Depan ........................................................................................104
4.18. Grafik Tingkat Kepuasan Responden terhadap Pembelajaran
Menggunakan Media Maket Lansekap Berkontur ..................................105
4.19. Grafik Behavior Responden Setelah Dilakukan Pembelajaran
Menggunakan Media Maket Lansekap Berkontur ..................................108
xiv
4.20. Grafik Result (Kesiapsiagaan) Responden Sebelum dan Sesudah
Melakukan Pembelajaran Menggunakan Media Maket Lansekap
Berkontur .................................................................................................109
4.21. Suasana saat Peneliti Menyampaikan Materi dalam Pembelajaran
Kesiapsiagaan Berlangsung .....................................................................115
4.22. Peneliti Menjawab Pertanyaan dari Responden Saat Diskusi Umum .....115
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Angket Pemanfaatan Media Maket Lansekap Berkontur untuk
Kesiapsiagaan dalam Menghadapi Bencana Tanah Longsor .................... ..124
2. Kisi-kisi Soal .............................................................................................. ..130
3. Instrumen Penelitian Pemanfaatan Media Maket Lansekap Berkontur
untuk Kesiapsiagaan Masyarakat dalam Menghadapi Bencana Tanah
Longsor ..................................................................................................... ..133
4. Uji Validitas, Daya Beda, Taraf Kesukaran dan Reliabilitas Soal Uji ...... ..141
5. Tabel Analisis Data Penghitungan Validitas dan Reliabilitas Soal Uji
Data Instrumen .......................................................................................... ..142
6. Nilai Reaction (Tingkat Kepuasan) Responden ......................................... ..143
7. Penghitungan Statistik Hasil Pre test dan Post test Pengetahuan .............. ..145
8. Uji Normalitas Data Pre test ...................................................................... ..148
9. Uji Normalitas Data Post test ..................................................................... ..150
10. Penghitungan Nilai Behavior (Perilaku) .................................................... ..152
11. Penghitungan Sikap Kesiapsiagaan ........................................................... ..154
12. Daftar Hadir Responden ............................................................................. ..156
13. Surat Keterangan Penelitian ....................................................................... ..160
14. Lain-lain ..................................................................................................... ..161
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi bencana cukup tinggi,
mulai dari bencana yang berasal dari tenaga endogen misalnya gempa tektonik-
vulkanik, letusan gunung api, tsunami, dan bencana yang berasal dari tenaga
eksogen seperti abrasi, banjir, dan longsor. Hal ini berkaitan dengan posisi
Indonesia yang secara astronomis terletak pada 6° LU- 11°LS dan 95° BT- 141°
BT sehingga menyebabkan Indonesia memiliki iklim tropis. Salah satu
karakteristik iklim tropis adalah curah hujan yang tinggi sehingga rawan terjadi
banjir dan longsor. Secara geologis Indonesia terletak pada lempeng Indo-
Australia, Pasifik, serta lempeng Eurasia, dan merupakan wilayah yang dilalui
jalur pegunungan aktif yang sering disebut dengan istilah ring of fire. Keadaan
demikian membentuk permukaan Indonesia menjadi tidak rata, banyak terdapat
pegunungan-pegunungan maupun bukit yang sebagian besar memiliki kemiringan
lereng yang curam sehingga sangat berpotensi terjadi bencana tanah longsor
ketika musim hujan tiba, ditambah lagi dengan kondisi vegetasi penutup yang
semakin tergantikan oleh pembangunan sarana dan prasarana di masyarakat
sehingga pengikat tanah berkurang dan menyebabkan potensi longsor semakin
besar.
Di Indonesia sudah banyak terjadi bencana longsor di berbagai wilayah yang
memakan korban jiwa maupun materi yang tidak sedikit. Pada bulan November
2
2003 longsoran terjadi di Sungai Bohorok Sumatera Utara yang menelan korban
jiwa 151 orang dan 100 orang hilang, sedang di Desa Plipir Kabupaten Purworejo
Propinsi Jawa Tengah, 7 orang tewas tertimbun tanah longsor. Pada musim hujan
tahun 2004, bencana tanah longsor terjadi di Kabupaten Gowa Sulawesi Selatan,
dan menelan korban jiwa 86 orang (Karnawati (2005) dalam Hardiyatmo (2006)).
Tanah longsor yang terjadi pada musim hujan tanggal 4 Januari 2006, sekitar jam
5.00 WIB, di Desa Sijeruk Kecamatan Banjarnegara Kabupaten Banjarnegara
Jawa Tengah, mengakibatkan korban jiwa 58 orang dan 102 rumah tertimbun
tanah longsor (Hardiyatmo, 2006). Peristiwa terbaru terjadi di Dusun Jemblung,
Desa Sampang, Kecamatan Karangkobar, Banjarnegara, Jawa Tengah pada
tanggal 12 Desember 2014 sekitar pukul 17.30 WIB dan menjadi bencana longsor
besar dengan jumlah korban meninggal sebanyak 79 jiwa, 29 orang belum
ditemukan, 5 orang luka berat, 9 orang luka ringan, dan 1.308 jiwa mengungsi di
10 titik pos pengungsian (BNPB, 17/12).
Berdasarkan data-data di atas dapat disimpulkan bahwa bencana tanah
longsor merupakan bencana alam yang tidak dapat dipandang sebelah mata dan
harus ditangani dengan serius. Banyaknya korban jiwa dalam setiap peristiwa
longsor ini menandakan bahwa adanya ketidak-siapan masyarakat dalam
menghadapi bencana ini terlebih lagi bagi masyarakat yang memang bermukim di
daerah rawan longsor. Untuk itu, pendidikan masyarakat mengenai kebencanaan
longsor perlu digalakkan agar masyarakat tahu apa yang harus dilakukan sebelum,
saat, dan sesudah bencana itu terjadi. Selain itu, dengan adanya pendidikan
3
kebencanaan longsor di harapkan korban jiwa maupun materi bisa ditekan dari
tahun ke tahun.
Salah satu wilayah di Jawa Tengah yang memiliki potensi bencana tanah
longsor adalah Kabupaten Boyolali. Boyolali merupakan wilayah yang memiliki
beragam topografi, mulai dari pegunungan, bukit, serta dataran. Bahkan di
wilayah tertentu merupakan dataran tinggi yang memiliki lereng curam dan
berpotensi terjadi longsor saat musim hujan tiba seperti di Kecamatan Cepogo.
Namun, kerentanan dan risiko bencana longsor tersebut tidak dibarengi dengan
bekal pengetahuan tentang mitigasi yang tepat sehingga berpengaruh terhadap
rendahnya kesiapsiagaan masyarakat. Maka dari itu, pendidikan mitigasi bencana
perlu disosialisasikan agar kelak bila terjadi bencana tersebut, masyarakat sudah
tahu apa yang harus dilakukan sebelum, saat, dan sesudah longsor terjadi. Selain
itu, dengan adanya pendidikan mitigasi bencana, diharapkan dapat mengubah
perilaku masyarakat dalam mengolah lingkungannya sehingga dapat
meminimalisir kemungkinan bencana terjadi.
Pendidikan masyarakat yang dilaksanakan merupakan bagian dari proses
pendidikan orang dewasa. Pendidikan orang dewasa merupakan bagian
pendidikan non-formal, tidak ada jam-jam khusus dalam pembelajaran dan peserta
tidak dibatasi oleh usia, pekerjaan, status sosial, dan sebagainya. Selain itu, dalam
pendidikan orang dewasa memiliki prinsip belajar seumur hidup yang berarti
belajar tidak hanya dilakukan saat usia-usia sekolah tetapi dilakukan dari dini
hingga tutuk usia. Pembelajarannya dilakukan semenarik mungkin agar tercipta
4
kondisi belajar yang santai dan nyaman namun tetap menekankan tujuan dan isi
dari pembelajaran tersebut.
Dalam proses pendidikan masyarakat tentu saja tidak dapat dilakukan hanya
dengan mengandalkan buku-buku ataupun brosur-brosur semata. Perlu sebuah
media yang menarik dan dapat dilihat secara tiga dimensi serta dapat
menggambarkan bentuk wilayahnya secara nyata bahkan terjadinya bencana tanah
longsor tersebut walaupun hanya simulasi sederhana. Diharapkan dengan media
tersebut, masyarakat tidak hanya membayangkan tetapi mendapat gambaran
mengenai bagaimana longsor itu terjadi dan mengakibatkan efek apa pada
lingkungan serta kehidupan mereka, sehingga informasi yang ingin disampaikan
dapat ter-transfer dengan mudah kepada masyarakat.
Media pendidikan dalam penelitian ini termasuk dalam media tiga dimensi
yang disebut dengan maket. Maket merupakan miniatur, model, atau bentuk tiruan
dari suatu obyek yang telah diubah menjadi kecil dengan skala tertentu (Madjid,
2003). Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan Sunaryo (2009) mengenai
“Pengaruh Penggunaan Media Maket terhadap Prestasi Belajar Siswa Tunagrahita
Ringan pada Mata Pelajaran IPA” didapatkan hasil bahwa media maket
berpengaruh positif signifikan terhadap prestasi belajar siswa. Media maket dapat
dijadikan sebagai salah satu alternatif untuk menunjang keberhasilan belajar.
Maka dari itu, penulis berinisiatif untuk menerapkan media maket dalam
pembelajaran kesiapsiagaan bencana tanah longsor di masyarakat. Untuk
mengetahui seberapa besar sebuah media berperan dalam proses keberhasilan
pendidikan kebencanaan di masyarakat, penulis membuat skripsi dengan judul
5
“Pemanfaatan Media Maket Lansekap Berkontur untuk Kesiapsiagaan
Masyarakat dalam Menghadapi Bencana Tanah Longsor”.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah “apakah pemanfaatan media maket lansekap berkontur efektif untuk
pembelajaran kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana tanah
longsor?”
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang ada, maka tujuan dalam penelitian ini
adalah untuk:
1.3.1. Melakukan pembuatan media maket lansekap berkontur Kecamatan
Cepogo.
1.3.2. Mengetahui efektifitas media maket lansekap berkontur untuk
kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana tanah longsor.
1.3.3. Mengetahui kesiapsiagaan masyarakat Kecamatan Cepogo dalam
menghadapi risiko bencana tanah longsor.
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Manfaat Teoritis
Diharapkan penelitian ini mampu memberikan informasi dan pengetahuan
kepada pembaca dan masyarakat luas mengenai tindakan-tindakan kesiapsiagaan
6
dalam menghadapi bencana tanah longsor, sehingga masyarakat dapat melakukan
antisipasi dalam menekan korban jiwa maupun materi.
1.4.2. Manfaat Praktis
Diharapkan media maket lansekap berkontur dapat digunakan secara umum
dalam kegiatan mitigasi bencana, karena maket lansekap berkontur dapat
diimplementasikan hampir pada semua jenis bencana dan mudah dalam
pembuatannya.
1.5. Batasan Istilah
1.5.1. Efektifitas
Menurut Etzioni (1964), efektifitas adalah tingkat keberhasilan dalam
mencapai tujuan atau sasarannya (dalam Daryanto, 2010). Dalam penelitian ini
efektifitas diukur menggunakan teori evaluasi dari Kirkpatrick yang mencakup
empat tahap, yaitu: reaction, learning, behavior, dan result.
1.5.2. Media Pembelajaran
Media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk
menyalurkan pesan (bahan pembelajaran), sehingga dapat merangsang perhatian,
minat, pikiran, dan perasaan siswa dalam kegiatan belajar untuk mencapai tujuan
belajar (Daryanto, 2010).
Dalam penelitian ini, media yang digunakan termasuk dalam media tiga
dimensi. Media tiga dimensi adalah sekelompok media tanpa proyeksi yang
penyajiannya secara visual tiga dimensional. Kelompok media ini dapat berwujud
7
sebagai benda asli baik hidup maupun mati, dan dapat pula berwujud sebagai
tiruan yang mewakili aslinya (Daryanto, 2010).
1.5.3. Maket
Menurut bahasa, model atau yang biasa kita sebut dengan maket adalah
bentuk tiruan dari suatu objek yang telah diubah menjadi kecil dengan skala
tertentu. Dalam bahasa Indonesia, maket disebut dengan istilah miniatur... Sebuah
maket dapat menampilkan dalam bentuk tiga dimensi, dan ini sangat menarik
untuk ditampilkan atau dipresentasikan ... (Madjid, 2003)
1.5.4. Lansekap Berkontur
Lansekap berkontur atau menonjol dibuat jika keadaan lahan suatu proyek
berada pada puncak atau lembah di suatu gunung atau bukit, maket yang dibuat
juga akan membutuhkan lansekap yang sesuai dengan keadaan lahannya
(Madjid, 2003).
1.5.5. Maket Lansekap Berkontur
Maket lansekap berkontur merupakan media pembelajaran tiga dimensi yang
menggambarkan suatu bentuk wilayah beserta kenampakan yang dimaksud oleh
pembuat, dalam penelitian ini adalah miniatur cakupan wilayah yang masuk
dalam zona kerentanan dan risiko bencana tanah longsor Kecamatan Cepogo
Kabupaten Boyolali.
8
1.5.6. Kesiapsiagaan Masyarakat
Berdasasarkan Indian institute of Disaster Management, 2007; et.al.,2007;
Moe,et.al.,2007; Moe & Pathranarakul, 2006: Shaluf, 2008 menyatakan bahwa
proses dari kesiapsiagaan adalah meningkatkan kesadaran tentang potensi risiko
bencana dan kerentanan di kalangan masyarakat melalui jaringan komunikasi
yang efektif untuk memberikan peringatan dini dengan akurasi dan waktu tinggi.
Sementara tujuan dari kesiapsiagaan adalah: 1) untuk memberikan peringatan dini
dengan akurasi dan waktu tunggu, 2) untuk meningkatkan kesadaran masyarakat,
dan 3) untuk mendidik masyarakat tentang cara bertahan saat bencana. Output
dari kesiapsiagaan adalah 1) laporan peringatan dan 2) program pendidikan
bencana (Kusumasari, 2014).
Dalam penelitian ini tujuan kesiapsiagaan dikhususkan pada peningkatan
pengetahuan kaitannya dengan peningkatan kapasitas masyarakat dalam
menghadapi bahaya bencana tanah longsor.
1.5.7. Bencana
BNPB menyatakan bahwa: “bencana dalam pandangan sosial menganggap
bahwa bencana disebabkan oleh ketidakmampuan manusia dalam melakukan
kesiapsiagaan dan merespon terhadap ancaman alam. Kerentanan masyarakat,
baik sosial, ekonomi, dan politik, menjadi kunci bagi besar kecilnya bencana.
Penguatan masyarakat dilakukan, sehingga dampak bencana bisa dikurangi.”
(BNPB, 2012).
9
1.5.8. Tanah Longsor
Tanah longsor atau gerakan tanah adalah proses massa tanah secara alami
dari tempat tinggi ke tempat rendah. Pergerakan ini terjadi karena perubahan
keseimbangan daya dukung tanah dan akan berhenti setelah mencapai
keseimbangan baru. Tanah longsor terjadi apabila tanah sudah tidak mampu
mendukung berat lapisan tanah di atasnya karena ada penambahan beban di
permukaan lereng, berkurangnya daya ikat antar butiran tanah dan perubahan
lereng menjadi lebih terjal (Majid, 2008).
Kementerian Riset dan Teknologi (KRT) menyebutkan bahwa banyaknya
tanah retak akibat kekeringan yang tiba-tiba terkena hujan lebat, maka tanah
tersebut longsor. Ada dua hal penyebab tanah longsor yang berkaitan dengan
hujan, yakni hujan berintensitas tinggi dalam waktu singkat dan menerpa daerah
yang kondisi tanahnya labil. Tanah yang kering ini menjadi labil dan mudah
longsor saat terjadi hujan. Kondisi lain adalah akumulasi curah hujan di musim
hujan pada tebing terjal yang menyebabkannya runtuh (Majid, 2008).
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Efektifitas
Efektifitas pada dasarnya berhubungan dengan pencapaian tujuan atau target
kebijakan (hasil guna). Efektifitas merupakan hubungan antara keluaran dengan
tujuan atau sasaran yang harus dicapai. Kegiatan operasional dikatakan efektif
apabila proses kegiatan mencapai tujuan dan sasaran akhir kebijakan (spending
wisely) (Mardiasmo:2009, dalam Sumenge:2013).
Efektifitas pelatihan menurut Newby berkaitan dengan sejauh mana program
pelatihan yang diselenggarakan mampu mencapai apa yang memang telah
diputuskan sebagai tujuan yang harus dicapai (Irianto:2011, dalam Sopacua dan
Budijanto, 2007).
Menurut Etzioni (1964), efektifitas adalah tingkat keberhasilan dalam
mencapai tujuan atau sasarannya. Efektifitas ini sesungguhya merupakan suatu
konsep yang lebih luas mencakup berbagai faktor didalam maupun di luar diri
seseorang. Dengan demikian efektifitas tidak hanya dapat dilihat dari sisi
produktivitas, tetapi juga dapat pula dilihat dari sisi persepsi atau sikap orangnya.
Sementara Robbins (1997), efektifitas juga dapat dilihat dari bagaimana tingkat
kepuasan yang dicapai oleh orang (dalam Daryanto, 2010).
Menurut Daryanto (2010), dalam mengukur tingkat keefektifan digunakan
indikator-indikator yaitu: peningkatan pengetahuan, peningkatan ketrampilan,
11
perubahan sikap, perubahan perilaku, kemampuan adaptasi, peningkatan integrasi,
peningkatan partisipasi, dan peningkatan interaksi kultural.
Sementara Syaiful Bahri dalam bukunya yang berjudul Strategi Belajar
Mengajar mengungkapan bahwa keefektifan berkaitan dengan hasil yang dicapai
(dalam Sopacua dan Budijanto, 2007). Menurut Fauziarti dan Soedarsono (2014)
keefektifan pelatihan yakni tercapainya tujuan pelatihan dapat diketahui melalui
evaluasi. Sementara Mulyatiningsih dan Suprihatin (2005) mengungkapkan
bahwa pendekatan Kirkpatrick sering digunakan dalam program pelatihan tetapi
kemudian dimodifikasi untuk diterapkan dalam evaluasi kegiatan belajar mengajar
mulok PKK. Maka dari itu, dalam penelitian ini digunakan teori evaluasi untuk
pengukuran efektifitas yang dikenal dengan Kirkpatrick’s Four Levels of
Evaluation.
2.2. Model Evaluasi Kirkpatrick
Model evaluasi yang dikembangkan oleh Kirkpatrick telah mengalami
beberapa penyempurnaan, terakhir diperbarui dan redefinisikan pada 1998 dalam
bukunya Kirkpatrick yang disebut dengan “Evaluating Training Programs: The
Four Levels”. Kirkpatrick four levels evaluations model sekarang menjadi salah
satu rujukan dan standar bagi berbagai perusahaan besar dalam program training
bagi pengembangan sumber daya manusia seperti: Kemper National Insurance
Companies, Motorola Corporation, Intel Corporation, Midwest Electric, Inc.
Arthur Andersen & Company dan sebagainya (Widoyoko, 2014).
12
Menurut Kickpatrick dalam evaluasi terhadap program training mencakup
empat level (dalam Widoyoko, 2014) yaitu:
2.2.1. Evaluasi Reaksi (Reaction Evaluation),
Evaluasi ini mengukur kepuasan peserta. Program training ini dianggap
efektif apabila proses training dirasa menyenangkan dan memuaskan peserta
training sehingga mereka tertarik dan termotivasi untuk belajar dan berlatih.
Menurut Center Partner dalam artikelnya yang berjudul Implementing the
Kirkpatrick Evaluation Model Plus mengatakan bahwa: “the interest, attention
and motivation of the participants are critical to the success of any training
program. People learn better when they react positively to the learning
environment” (http://www.coe.wayne.edu/eval.pdf).
Hal ini dapat dimaknai bahwa keberhasilan proses kegiatan training tidak
terlepas dari minat, perhatian dan motivasi peserta training dalam mengikuti
jalannya kegiatan training. Orang akan belajar lebih baik manakala mereka
memberi reaksi positif terhadap lingkungan belajar. Kepuasan peserta training
dapat dikaji dari beberapa aspek, yaitu materi yang diberikan, fasilitas yang
tersedia, strategi penyampaian materi yang digunakan oleh instruktur, media
pembelajaran yang tersedia, jadwal kegiatan sampai menu dan penyajian
konsumsi yang disediakan. Mengukur reaksi dapat dilakukan dengan reaction
sheet dalam bentuk angket sehingga lebih mudah dan lebih efektif.
13
2.2.2. Evaluasi Belajar (Learning Evaluation)
Menurut Kirkpatrick (1988:20) :“learning can be defined as the extend to
which participans change attitudes, improving knowledge, and/or increase skill as
a result of attending the program”. Belajar dapat didefinisikan sebagai perubahan
sikap, perbaikan pengetahuan, dan atau kenaikan ketrampilan peserta setelah
selesai mengikuti program. Menurut Kirkpatrick (1988:40) penilaian terhadap
hasil belajar dapat dilakukan dengan: “a control group if pratical, evaluate
knowledge, skill and/or attitudes both before and after the program, a paper-and-
pencil test to measure knowledge and attitudes, and performance test to measure
skills”.
Dengan demikian untuk menilai hasil belajar dapat dilakukan dengan
kelompok pembanding. Kelompok yang ikut pelatihan dan kelompok yang tidak
ikut pelatihan diperbandingkan perkembangannya dalam waktu tertentu. Dapat
juga dilakukan dengan membandingkan hasil pre test dengan post test, tes tertulis
maupun tes kinerja (performance test).
2.2.3. Evaluasi Perilaku (Behavior Evaluation)
Penilaian tingkah laku difokuskan pada perubahan tingkah laku setelah
peserta kembali ketempat kerja. Apakah perubahan sikap yang telah terjadi setelah
mengikuti training juga akan diimplementasikan setelah peserta kembali ke
tempat kerja, sehingga penilaan tingkah laku ini lebih bersifat eksternal. Dengan
kata lain yang perlu dinilai adalah apakah peserta merasa senang setelah
mengikuti training dan kembali ketempat kerja? Bagaimana peserta dapat
14
mentransfer pengetahuan, sikap dan ketrampilan yang diperoleh selama training
untuk diimplementasikan di tempat kerjanya.
Evaluasi perilaku dapat dilakukan dengan membandingkan perilaku
kelompok kontrol dengan perilaku peserta training, atau dengan membandingkan
perilaku sebelum dan sesudah mengikuti training maupun dengan mengadakan
survei dan atau interview dengan pelatih, atasan maupun bawahan peserta training
setelah kembali ketempat kerja (Kirkpatrick, 1988:49).
2.2.4. Evaluasi Hasil (Result Evaluation)
Evaluasi hasil dalam level ke-4 ini difokuskan pada hasil akhir (final result)
yang terjadi karena peserta mengikuti suatu program. Termasuk dalam kategori
hasil akhir dari suatu program training adalah kenaikan produksi, peningkatan
kualitas, penurunan biaya, penurunan kuantitas terjadinya kecelakaan kerja,
penurunan turnover dan kenaikan keuntungan. Evaluasi hasil akhir dapat
dilakukan dengan membandingkan kelompok kontrol dengan kelompok peserta
training, mengukur kinerja sebelum dan sesudah mengikuti pelatihan, serta
dengan melihat perbandingan antara biaya dan keuntungan antara sebelum dan
sesudah adanya kegiatan pelatihan, apakah ada peningkatan atau tidak
(Kirkpatrick, 1988:61).
Pada awal perkembangannya, model evaluasi 4 tahap dari Kirkpatrick ini
digunakan oleh perusahan besar dalam penelitian serta evaluasi terhadap kinerja
karyawannya, setelah adanya penyempurnaan teori ini, sekarang model Evaluasi
program Kirkpatrick dapat digunakan untuk mengevaluasi program pembelajaran,
15
namun perlu adanya modifikasi terutama pada indikator-indikator yang cocok
digunakan dalam dunia pendidikan karena evaluasi pada bidang ekonomi berbeda
dengan pendidikan. Dibandingkan dengan model evaluasi lain, model Kirkpatrick
memiliki beberapa kelebihan antara lain: 1) lebih komprehensif, karena mencakup
hard skills dan juga soft skills, 2) objek evaluasi tidak hanya hasil belajar semata,
tetapi juga mencakup proses, output maupun outcomes, 3) lebih mudah diterapkan
(applicable) untuk level kelas karena tidak terlalu banyak melibatkan pihak lain
dalam evaluasi. Adapun kekurangan dari evaluasi empat tahap Kirpatrick
meliputi: 1) kurang memperhatikan input, padahal keberhasilan output dalam
proses pembelajaran juga dipengaruhi oleh input, 2) untuk mengukur impact sulit
dilakukan karena selain sulit tolak ukurnya (intangible) juga sudah di luar
jangkauan guru maupun sekolah sehingga variabel-variabel yang tidak
dikehendaki dapat ikut berpengaruh terhadap hasil uji yang diperoleh.
Secara garis besar, tahapan evaluasi dari Kirkpatrick yang mencakup tentang
tujuan setiap tahapan, indikator pencapaian, teknik pengambilan data, serta lama
pengambilan data dapat dilihat pada Tabel 2.1 sebagai berikut:
16
Tabel 2.1. Karakteristik dasar evaluasi tahap 1-4 dari Kirkpatrick Level It Measure Regarding Using Assesment
Techniques
Timing
Reaction Feelings/
Perceptions Program content
and materials
Logistic & training
environment
Instructor’s
delivery &
organization
Expectation for job
transfer
Questionnaires
Smile sheet
Reactionnaires
Immadiate-
as part of
program
Delayed a
short time-to
give time to
reflect
Learning Skills,
Knowledge,
attitudes
Gains as related
to learning
objectives
Specific
knowledge
Skills developed
Attitudes changed
Paper-based test
Observation
Structured check
list
Interview
Structured, semi
structured
Artifacts-
tangible outputs
Pre-
instruction
baseline
Part of
instruction
End of
instruction
Delayed
Behavior Transfer &
Retention On-the-job
behavior changes
New knowledge &
skills applied
Opinions &
attitudes
expressed in job
setting
Environment
changes to
facilitate the
application of new
learning
Interview-face to
face, telephone,
structured, semi-
structured,
unstructured
Direct
observation
Artifacts-
document
analysis
Performance-
based assessment.
Post
program
Must give
enough time
to embed
learning
into
practice.
Result Productivity
gains, Impact Less waste
More output
Less inputs
Improved quality
More efficient
processes
Cost/benefit or
cost/effectiveness
Efficiency
measure
Monetary
measure
Effectiveness-non
monetary
measure
Utility-value
along a set of
criteria
Optimal changes
Growth
Market share
Short term- ⁄ to 1 year
Long term-2
to 10 years
Sumber: Clementz A Rae (2002)( dalam Sopacua dan Budijanto, 2007)
17
2.3. Media Pembelajaran
2.3.1. Definisi Media Pembelajaran
Kata media berasal dari bahasa latin medium yang secara harfiah berarti
“tengah”, “perantara”, atau “pengantar”. AECT (Association of Education and
Communication Technology, 1997) memberi batasan tentang media sebagai
segala bentuk dan saluran yang digunakan untuk menyampaikan pesan atau
informasi. Apabila media membawa pesan-pesan atau informasi yang bertujuan
instruksional atau mengandung maksud-maksud pengajaran maka media itu
disebut media pembelajaran (Heinich, et.al.,1982 dalam Arsyad, 2011).
Sementara itu secara implisit Gagne dan Briggs 1975 (dalam Arsyad, 2011)
mengatakan bahwa media pembelajaran meliputi alat yang secara fisik digunakan
untuk menyampaikan isi materi pengajaran, yang terdiri dari buku, tape recorder,
kaset, video, film, slide, foto, gambar, grafik, televisi, dan komputer. Menurut
Daryanto (2010), media secara umum memiliki kegunaan antara lain: 1)
memperjelas pesan agar tidak terlalu verbalistis, 2) mengatasi keterbatasan ruang,
waktu, tenaga, dan daya indera, 3) menimbulkan gairah belajar, interaksi lebih
langsung antara murid dan sumber belajar, 4) memungkinkan anak belajar
mandiri sesuai dengan bakat dan kemampuan visual, auditori, dan kinestetiknya,
5) memberi rangsangan yang sama, mempersamakan pengalaman dan
menimbulkan persepsi yang sama, serta 6) proses pembelajaran mengandung lima
komponen: komunikasi, guru (komunikator), bahan pembelajaran, siswa
(komunikan), dan tujuan pembelajaran. Jadi media pembelajaran adalah segala
sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan (bahan pembelajaran),
18
sehingga dapat merangsang perhatian, minat, pikiran, dan perasaan siswa dalam
kegiatan belajar untuk mencapai tujuan belajar.
2.3.2. Fungsi Media Pembelajaran
Secara rinci, fungsi media dalam proses pembelajaran menurut Daryanto
(2010) adalah: 1) menyaksikan benda yang ada atau peristiwa yang terjadi pada
masa lampau, 2) mengamati benda atau peristiwa yang sukar dikunjungi, baik
karena jaraknya jauh, berbahaya, atau terlarang, 3) memperoleh gambaran yang
jelas tentang benda/hal-hal yang sukar diamati secara langsung karena ukurannya
yang tidak memungkinkan, baik karena terlalu kecil atau terlalu besar, 4)
mengamati peristiwa-peristiwa yang jarang terjadi atau berbahaya untuk
dikunjungi, dan 5) dapat menjangkau audien yang besar jumlahnya dan
mengamati suatu objek secara serempak.
2.3.3. Karakteristik Media Pembelajaran Tiga Dimensi
Media tiga dimensi ialah sekelompok media tanpa proyeksi yang
penyajiannya secara visual tiga dimensional. Kelompok media ini dapat berwujud
sebagai benda asli baik hidup maupun mati, dan dapat pula berwujud sebagai
tiruan yang mewakili aslinya. Media tiga dimensi yang dapat diproduksi dengan
mudah, adalah tergolong sederhana dalam penggunaan dan pemanfaatannya,
karena tanpa harus memerlukan keahlian khusus, dapat dibuat sendiri oleh guru,
bahannya diperoleh di lingkungan sekitar (Daryanto, 2010).
19
Moedjiono 1992 (dalam Daryanto, 2010) mengatakan bahwa media
sederhana tiga dimensi memiliki kelebihan-kelebihan: memberikan pengalaman
secara langsung, penyajian secara kongkrit dan menghindari verbalisme, dapat
menunjukkan objek secara utuh baik konstruksi maupun cara kerjanya, dapat
memperlihatkan struktur organisasi secara jelas, dapat menunjukkan alur suatu
proses secara jelas. Sedangkan kelemahan-kelemahannya adalah: tidak bisa
menjangkau sasaran dalam jumlah yang besar, penyimpanannya memerlukan
ruang yang besar dan perawatannya rumit.
2.4. Maket
Menurut bahasa, model atau yang biasa disebut dengan maket adalah bentuk
tiruan dari suatu objek yang telah diubah menjadi kecil dengan skala tertentu.
Dalam bahasa Indonesia, maket disebut juga dengan istilah “miniatur”. Memang
tidak ada sesuatu yang bagus dan indah dalam mengilustrasikan suatu karya
desain selain dalam bentuk gambar, akan tetapi hal ini masih dalam bentuk dua
dimensi, padahal di sisi lain sebuah maket dapat menampilkan dalam bentuk tiga
dimensi, dan ini sangat menarik untuk ditampilkan atau dipresentasikan dalam
suatu pameran (Madjid, 2003).
Selain itu, maket bisa diartikan dalam berbagai macam cara, dan istilahnya
bisa saja digunakan bergantian dalam setting yang berbeda. Meskipun tidak ada
standar, definisi-definisi ini biasanya digunakan. Seluruh tipe maket yang
didiskusikan (maket sketsa, maket massa, maket pengembangan, dan lain-lain)
dianggap sebagai maket studi, termasuk yang digunakan untuk presentasi formal.
20
Maket-maket tersebut bertujuan untuk memunculkan ide-ide desain dan berfungsi
sebagai wahana untuk penyempurnaan desain. Maket-maket ini dapat berupa
maket singkat berkonstruksi kasar, hingga yang mendetail. Apapun jenisnya,
istilah maket studi mengisyaratkan bahwa maket-maket tersebut terbuka untuk
diinvestigasi dan disempurnakan (Mills, 2008).
Menurut Mills, maket-maket studi dapat dibagi menjadi dua, yaitu: maket
primer dan maket sekunder. Maket primer berkaitan dengan tahap evolusi desain,
sementara maket sekunder lebih berkaitan dengan unit bagian atau aspek-aspek
proyek yang sedang diberi fokus.
2.4.1. Maket-maket Primer,
Memiliki konsep yang abstrak dan digunakan untuk mengeksplorasi berbagai
tahap fokus investigasi yang berbeda-beda. Macamnya meliputi :
2.4.1.1. Maket Sketsa
Merupakan tahap awal dari maket-maket studi. Maket-maket ini seperti
sketsa dan gambar tiga dimensi. Maket ini umumnya tidak mengutamakan segi
kerapihan detailnya, namun lebih ke visualisasi ruang secara cepat. Maket ini
dimaksudkan untuk dipotong dan dimodifikasi sebagaimana proses eksplorasi
berlanjut. Maket sketsa umumnya disusun dalam skala kecil dan dari material
yang tidak mahal seperti karton chipboard atau karton poster.
2.4.1.2. Maket Diagram
Maket jenis ini berkaitan dengan maket sketsa dan maket konseptual, namun
seperti gambar dua dimensinya, maket ini mengetengahkan isu-isu abstrak seperti
program, sirkulasi, dan keterkaitan tapak
21
2.4.1.3. Maket Konsep
Disusun pada tahap-tahap awal sebuah proyek untuk mengeksplorasi
kualitas-kualitas abstrak seperti material, keterkaitan tapak, dan tema-tema
interpretif. Maket ini dapat dianggap sebagai sebuah bentuk khusus dari maket-
maket sketsa dan digunakan sebagai “pengkodean genetik” untuk
menginformasikan arahan-arahan arsitektural. Penerjemahan dapat dilakukan
dengan berbagai macam sarana, seperti menganalisis unit-unit bagian maket
tersebut dengan gambar, menggunakan geometri-geometri yang disarankan,
menghasilkan pembacaan berdasarkan kualitas formal, atau menginterpretasikan
tema-tema.
2.4.1.4. Maket Massa
Merupakan maket sederhana yang menampilkan volume dan biasanya tidak
mensimulasikan bukaan-bukaan. Maket jenis ini dapat dibangun dalam skala kecil
karena tidak perlu detail yang banyak, dan akan dengan cepat merefleksikan
ukuran dan proporsi bangunan pada tahap awal.
2.4.1.5. Maket Solid/Void
Dapat disusun sebagai maket sketsa atau maket pengembangan, tapi tidak
seperti maket massa, maket ini menampilkan keterkaitan antara area terbuka dan
area tertutup dari bangunannya. Umumnya, maket ini lebih berguna untuk
memahami karakter bangunan dari pada maket massa yang sederhana.
2.4.1.6. Maket Pengembangan
Digunakannya maket pengembangan mengimplikasikan bahwa beberapa
keputusan awal telah ditetapkan dan dieksplorasi tahap dua atau tiga tengah
22
dilakukan. Maket ini juga mengimplikasikan bahwa keseluruhan geometri sudah
tetap, dan paling tidak satu tahap eksplorasi akan dilakukan sebelum melanjutkan
ke maket presentasi. Maket ini juga merupakan representasi abstrak keterkaitan
bangunan dan masih terbuka untuk modifikasi dan penyempurnaan.
2.4.1.7. Maket Finishing/Presentasi
Merupakan maket yang mempresentasikan sebuah desain yang lengkap dan
disusun dengan memperhatikan kerapihan pengerjaannya. Maket ini digunakan
untuk mengkonfirmasikan keputusan-keputusan desain dan
mengkomunikasikannya dengan klien yang mungkin tidak sepenuhnya dapat
mengapresiasi implikasi-implikasi studi yang lebih kasar. Maket ini biasanya
disusun sebagai konstruksi monokromatik yang terbuat dari satu jenis material
saja, misalnya sterefoam.
2.4.2. Maket-maket Sekunder
Digunakan untuk menelaah komponen-komponen tertentu dari suatu
bangunan atau tapak. Macamnya meliputi:
2.4.2.1. Maket Kontur Tapak, atau Maket Kontur
Disusun untuk mempelajari topografi dan keterkaitan bangunan dengan
tapak. Maket ini biasanya memproduksi kemiringan atau tinggi rendah tapak,
dengan menerapkan serangkaian lembaran-lembaran berskala yang
mempresentasikan kenaikan tinggi rendah lansekap lahan yang bertahap. Untuk
mempelajari konstruksi, maket ini dapat dimodifikasi untuk menempatkan
23
bangunan pada tapaknya, mengontrol air, dan mengimplementasikan desain
lansekap.
2.4.2.2. Maket Konteks dan Perkotaan
adalah maket yang menunjukkan lingkungan sekitar bangunan-bangunan.
Maket ini disusun untuk mempelajari keterkaitan bangunan dengan karakter dan
massa arsitektur yang sudah ada. Penyatuan maket konteks dengan maket kontur
dapat memungkinkan eksplorasi keterkaitan antara isu ketinggian tanah, desain
lansekap dengan bangunan. Maket-maket perkotaan bisa meliputi keseluruhan
kondisi perkotaan mulai dari sektor di pusat kota hingga ke seluruh kawasan
pinggir kota. Maket ini digunakan seperti maket studi lainnya untuk
mengeksplorasi keterkaitan-keterkaitan, hanya saja dalam skala yang jauh lebih
besar. Umumnya maket ini menampilkan seluruh elemen bangunan dalam bentuk
blok-blok massa.
2.4.2.3. Fitur dan Vegetasi Tapak
merujuk pada pemodelan manusia, pepohonan, dan perlengkapan tapak.
Fitur-fitur berskala dimodelkan selama tahap investigasi untuk memberikan
persepsi skala pada bangunan. Untuk studi desain dan maket sederhana, sebaiknya
vitur dan vegetasi dibuat secara sederhana dan abstrak.
2.4.2.4. Maket Interior
umumnya berfungsi sebagai maket pengembangan dan dibuat untuk
mempelajari arsitektur ruang-ruang interior dan perabotan.
24
2.4.2.5. Maket Unit Bagian
disusun untuk mempelajari keterkaitan antar ruang-ruang vertikal. Maket ini
dibuat dengan cara mengiris bangunan pada lokasi yang hendak diperlihatkan.
Irisan biasanya dibuat pada titik di mana sejumlah keterkaitan yang kompleks
berinteraksi dan irisan dapat dibuat membelok atau membentuk sudut.
Penggunaan maket ini dapat sangat efektif dalam menyelidiki kompleksitas
keterkaitan, yang seringkali sulit divisualisasikan dalam dua dimensi.
2.4.2.6. Maket Fasad
disusun ketika elevasi-elevasi yang terisolasi diperlukan untuk studi dan
penyempurnaan desain. Situasi ini biasanya didapati pada struktur pengisi antar
gedung di mana elevasi-elevasi jalan merupakan citra yang utama.
2.4.2.7. Maket Struktural/Rangka
adalah sebuah maket detail yang kegunaan utamanya adalah untuk
memvisualisasikan hubungan antara rangka dan sistem struktural dalam ruang.
Maket ini juga dapat digunakan untuk mengeksplorasi desain-desain struktur yang
kreatif seperti jembatan dan truss, untuk mengkomunikasikan detail ke pihak
kontraktor pembangun, dan untuk menguji karakteristik pembebanan.
2.4.2.8. Maket Detail/Koneksi
Disusun untuk mengembangkan detail-detail eksterior dan interior. Maket
ini serupa dengan maket bangunan lengkap, tapi disusun dengan skala yang jauh
lebih besar untuk memungkinkan pembacaan yang lebih detail atas artikulasi
bentuk dan koneksi-koneksi.
25
Sementara menurut Madjid (2003), maket dapat dibagi menjadi 4 macam,
yaitu:
a. Maket Blok Plan, merupakan maket yang hanya menampilkan blok-blok
(kotak-kotak) dari suatu bangunan saja, tanpa harus berbentuk menyerupai
keadaan aslinya. Biasanya maket demikian, dibuat jika lahannya luas dan
terdapat banyak bangunan.
b. Maket biasa, merupakan maket yang dibuat hanya sesuai dengan bentuk
suatu bangunan yang ada. Keadaan alamnya yang juga menyesuaikan
dengan kondisi aslinya dan jumlah bangunan tidak terlalu banyak. Contoh:
suatu kawasan perumahan.
c. Maket detail, merupakan maket yang sengaja dibuat secara detail, dengan
tujuan untuk memperlihatkan keadaan bangunan baik interior maupun
eksteriornya. Biasanya maket ini dibuat dengan menggunakan bahan yang
tembus pandang agar memudahkan dalam melihat sisi ruang interiornya.
d. Maket biasa dan detail, merupakan perpaduan antara maket biasa dan
detail. Maket ini dibuat dalam dua jenis sekaligus pada sebuah maket.
Biasanya terdiri atas berbagai massa bangunan dengan berbagai macam
tipe.
Lansekap
Pembuatan maket biasanya diawali dengan pembuatan lansekap. Lansekap
terdiri dari dua jenis bentuk yaitu lansekap yang berkontur (menonjol) dan
lansekap yang tidak berkontur (datar).
26
a. Lansekap berkontur
Jika keadaan alam suatu proyek berada pada puncak atau lembah di
suatu gunung atau bukit, maket yang dibuat juga akan membutuhkan
lansekap yang sesuai dengan keadaan lahannya. Dalam pembuatan
lansekap ini, akan banyak diperlukan karton dan lem sesuai dengan
ketebalan yang dibutuhkan. Kita harus memperhatikan ukuran (notasi)
lansekap pada gambar secara cermat agar tepat hasilnya. Jika bentuk
lapisan sama tetapi ketinggian curam (tegak lurus) maka bahan yang
digunakan harus tebal. Ada pula lansekap yang sengaja dibuat sesuai
kehendak manusia yaitu dengan memotong atau menambahkan lapisan
tanah yang ada atau yang dikenal dengan istilah cut and fill.
b. Lansekap tidak berkontur
Biasanya digunakan untuk sebuah proyek yang berada pada lahan
yang datar. Dalam pembuatannya hanya menyusun dan merekatkan
lapisan bahan sesuai dengan ukuran yang telah ditentukan.
2.5. Kesiapsiagaan
2.5.1. Definisi Kesiapsiagaan
Kesiapsiagaan merupakan suatu tindakan yang akan diambil apabila terjadi
suatu bencana. Menurut Godschalk (1991:134), kesiapsiagaan merupakan
tindakan yang diambil sebelum kondisi darurat untuk mengembangkan
27
kemampuan operasional dan untuk memfasilitasi respon yang efektif jika keadaan
darurat terjadi (dalam Kusumasari, 2014).
Mileti (1991:127) menyatakan bahwa kesiapsiagaan mencakup kegiatan-
kegiatan seperti berikut: merumuskan, menguji, dan melakukan latihan terhadap
rencana bencana; memberikan pelatihan bagi responden bencana dan masyarakat
umum, melakukan komunikasi dengan publik dan orang lain tentang kerentanan
bencana, serta tindakan yang harus dilakukan untuk mengurangi hal tersebut
(dalam Kusumasari, 2014).
Para ahli meyebutkan beberapa alasan penting yang menjadikan
kesiapsiagaan sebagai komponen penting dari keseluruhan manajemen bencana
(Auf der Heide, 1989; Dyne, 1994; Kreps, 1991; Mileti, 1991). Pertama, kegiatan
respons dan kesiapsiagaan yang efektif dapat membantu menyelamatkan nyawa,
mengurangi cedera, membatasi kerusakan harta benda, dan meminimalkan segala
macam gangguan yang disebabkan oleh bencana. Kedua, kesiapsiagaan
membantu melindungi nilai-nilai masyarakat dan mengurangi kondisi yang tidak
diinginkan saat bencana. Ketiga, kesiapsiagaan meningkatkan koordinasi dan
komunikasi antarorganisasi serta menetapkan tanggung jawab bagi pemain utama,
seperti pejabat masyarakat, pejabat negara, pejabat daerah, dan rumah sakit.
Keempat, kesiapsiagaan membantu mengidentifikasi sumber daya (personil,
waktu, keuangan, peralatan, perlengkapan, atau fasilitas) yang mungkin
diperlukan masyarakat untuk langkah-langkah kegiatan respons dan pemulihan.
Terakhir, kesiapsiagaan mengidentifikasi beberapa fungsi penting yang perlu
28
dilakukan pada saat bencana, seperti manajemen sumber daya, evakuasi, dan
penilaian kerusakan (Kusumasari, 2014).
Secara lebih mendalam, kesiapsiagaan terdiri dari tiga kata (BNPB, 2012),
yaitu:
2.5.1.1. Kesiapan (Preparedness)
Masa kesiapan terjadi jika disadari adanya potensi ancaman bahaya sampai
masa munculnya tanda-tanda ancaman bahaya tersebut. Fokus utama pada masa
ini adalah pembuatan “Rencana untuk menghadapi Ancaman Bahaya (Bencana)”.
Adapun rencana (plan) yang dibuat adalah :
a. Rencana persiapan untuk menghadapi ancaman bahaya/bencana (PLAN A)
b. Rencana saat ancaman bahaya/bencana terjadi (PLAN B)
2.5.1.2. Kesiagaan (Readiness)
Merupakan masa yang relatif pendek, dimulai ketika muncul tanda-tanda
awal akan adanya ancaman bahaya. Rencana B (PLAN B) mulai direncanakan
dan semua orang diajak untuk siap sedia melakukan perannya masing-masing.
2.5.1.3. Kewaspadaan (Alertness)
Masa ini terjadi ketika sebuah ancaman bahaya pasti dan segera terjadi. Pada
masa inilah semua hal yang berhubungan dengan kesiapsiagaan akan diuji. Masa
ini tidak bisa direncanakan, karena semua yang terjadi pada masa ini sifatnya
sangat darurat.
29
2.5.2. Prinsip Dasar Kesiapsiagaan
Berikut ini adalah beberapa prinsip dasar kesiapsiagaan menurut Drabek &
Hoetmar, 1991 (dalam Kusumasari, 2014) :
a. Kesiapsiagaan merupakan proses yang berkesinambungan. Hal ini berarti
rencana yang dibuat harus selalu up-to-date serta harus mengantisipasi
adanya kondisi dan kebutuhan baru yang muncul dalam perkembangan.
b. Kesiapsiagaan mengurangi ketidaktahuan selama bencana karena tujuan dari
kesiapsiagaan adalah mengantisipasi masalah dan memproyeksi solusi yang
memungkinkan.
c. Kesiapsiagaan merupakan kegiatan pendidikan. Hal ini bermakna bahwa
kesiapsiagaan harus dilatih dan disosialisasikan kepada individu, kelompok,
dan organisasi sehingga semua lapisan masyarakat mengetahui tindakan
yang harus mereka lakukan pada saat dan setelah bencana terjadi.
d. Kesiapsiagaan berdasarkan pada pengetahuan. Mengantisispasi masalah dan
merancang solusi kaitannya dengan bencana memerlukan pengetahuan
karena berhubungan dengan nyawa manusia dalam situasi krisis.
e. Kesiapsiagaan menyebabkan timbulnya tindakan yang tepat. Hal ini guna
meningkatkan kecepatan respon ketika bencana terjadi.
f. Resistensi terhadap kesiapsiagaan bencana diberikan.
g. Perencanaan yang sederhana merupakan sebuah tujuan yang jelas. Sebuah
rencana kesiapsiagaan yang sederhana harus disiapkan terlebih dulu karena
situasi dapat berubah secara terus menerus.
30
Namun penelitian tentang bencana menunjukkan bahwa sikap apatis dan
kurangnya pengalaman dalam mengelola bencana adalah dua masalah utama yang
dihadapi pada tahap kesiapsiagaan (Auf der Heide, 1989; McEntire & Myers,
2004; Kusumasari, 2014).
2.6. Pendidikan Berbasis Masyarakat
2.6.1. Definisi Pendidikan Berbasis Masyarakat
Pendidikan berbasis masyarakat merupakan perwujudan dari demokratisasi
pendidikan melalui perluasan pelayanan pendidikan untuk kepentingan
masyarakat. Pendidikan berbasis masyarakat menjadi sebuah gerakan penyadaran
masyarakat untuk terus belajar sepanjang hayat dalam mengatasi tantangan
kehidupan yang berubah-ubah dan semakin berat (Zubaedim, 2012).
Secara konseptual, pendidikan berbasis masyarakat merupakan model
penyelenggaraan pendidikan yang bertumpu pada prinsip “dari masyarakat, oleh
masyarakat, dan untuk masyarakat”. Pendidikan dari masyarakat artinya
pendidikan memberikan jawaban atas kebutuhan masyarakat. Pendidikan oleh
masyarakat artinya masyarakat ditempatkan sebagai subjek /pelaku pendidikan,
bukan objek pendidikan. Pada kontek ini masyarakat dituntut peran dan partisipasi
aktifnya dalam setiap program pendidikan. Adapun pengertian pendidikan untuk
masyarakat artinya masyarakat ikut serta dalam semua program yang dirancang
untuk menjawab kebutuhan mereka (Zubaedim, 2012).
Menurut Michael W.Galbraith (dalam Zubaedim, 2012), pendidikan berbasis
masyarakat dapat diartikan sebagai proses pendidikan dimana individu-individu
31
atau orang dewasa menjadi lebih berkompeten menangani ketrampilan, sikap, dan
konsep mereka dalam hidup di dalam dan mengontrol aspek-aspek lokal dari
masyarakatnya melalui partisipasi demokrasi.
2.6.2. Prinsip-prinsip Pendidikan Berbasis Masyarakat
Michael W.Galbraith (dalam Zubaedim, 2012) menjelaskan bahwa
pendidikan berbasis masyarakat memiliki prinsip-prinsip sebagai berikut:
2.6.2.1. Self determination (menentukan sendiri)
Semua anggota masyarakat memiliki hak dan tanggung jawab untuk terlibat
dalam menentukan kebutuhan masyarakat dan mengidentifikasi sumber-sumber
masyarakat yang bisa digunakan untuk merumuskan kebutuhan tersebut.
2.6.2.2. Self help (menolong diri sendiri)
Anggota masyarakat dilayani dengan baik ketika kemampuan mereka untuk
menolong diri mereka sendiri terdorong dan dikembangkan. Mereka menjadi
bagian dari solusi dan membangun kemandirian lebih baik bukan tergantung
karena beranggapan bahwa tanggung jawab adalah untuk kesejahteraan mereka
sendiri.
2.6.2.3. Leadership development (pengembangan kepemimpinan)
Para pemimpin lokal harus dilatih dalam berbagai ketrampilan untuk
memecahkan masalah, membuat keputusan, dan proses kelompok sebagai cara
untuk menolong diri mereka sendiri secara terus menerus dan sebagai upaya
mengembangkan masyarakat.
32
2.6.2.4. Localization (lokalisasi)
Potensi terbesar untuk tingkat partisipasi masyarakat tinggi terjadi ketika
masyarakat diberi kesempatan dalam pelayanan, program dan kesempatan terlibat
dekat dengan kehidupan tempat masyarakat hidup.
2.6.2.5. Integrated delivery of service (keterpaduan pemberian pelayanan)
Adanya hubungan antaragensi di antara masyarakat dan agen-agen yang
menjalankan pelayanan publik yang lebih baik.
2.6.2.6. Reduce duplication of service (mengurangi duplikasi pelayanan)
Masyarakat harusnya memanfaatkan secara penuh sumber-sumber fisik,
keuangan dan sumberdaya manusia dalam lokalitas mereka dan mengoordinir
usaha mereka tanpa duplikasi pelayanan.
2.6.2.7. Accept diversity (menerima perbedaan)
Menghindari pemisahan masyarakat berdasarkan usia, pendapatan, kelas
sosial, jenis kelamin, ras, etnis, agama atau keadaan yang menghalangi
pengembangan masyarakat secara menyeluruh. Termasuk perwakilan warga
masyarakat seluas mungkin dituntut dalam pengembangan, perencanaan dan
pelaksanaan program, pelayanan dan aktivitas-aktivitas kemasyarakatan.
2.6.2.8. Institutional responsiveness (tanggung jawab kelembagaan)
Pelayanan terhadap kebutuhan masyarakat yang berubah secara terus
menerus adalah sebuah kewajiban dari lembaga publik sejak mereka terbentuk
untuk melayani masyarakat.
33
2.6.2.9. Lifelong learning (pembelajaran seumur hidup)
Kesempatan pembelajaran formal dan informal harus tersedia bagi anggota
masyarakat untuk semua umur dalam berbagai jenis latar belakang masyarakat.
2.6.3. Tujuan Pendidikan Berbasis Masyarakat
Tujuan pendidikan berbasis masyarakat biasanya mengarah pada isu-isu
masyarakat yang khusus seperti pelatihan karir, konsumerisme, perhatian terhadap
lingkungan, pendidikan dasar, budaya dan sejarah etnis, kebijakan pemerintah,
pendidikan politik dan kewarganegaraan, pendidikan keagamaan, penanganan
masalah kesehatan seperti AIDS, korban narkotika, dan seterusnya. Sementara
lembaga yang memberikan pendidikan kemasyarakatan bisa dari kalangan bisnis
dan industri, lembaga-lembaga berbasis masyarakat, perhimpunan petani,
organisasi kesehatan, organisasi pelayanan kemanusiaan, organisasi buruh,
perpustakaan, museum, organisasi persaudaraan sosial, lembaga-lembaga
keagamaan dan lain-lain. (Zubaedim, 2012).
2.7.Bencana
2.7.1. Definisi Bencana
Wisner 2003 (dalam Indiyanto dan Kuswanjono, 2012) mengemukakan
bahwa bencana merupakan suatu kegagalan pembangunan yang dilakukan oleh
manusia. Sementara itu, Cutter 1996 dan Douglas 1999 (dalam Indiyanto dan
Kuswanjono, 2012) menegaskan bahwa setiap satuan unit ruang memiliki tingkat
risiko bencana yang beragam karena terdiri dari elemen-elemen pendukung yang
34
beragam. Hal ini menunjukkan bahwa faktor manusia bukan faktor tunggal untuk
mengurangi dampak bencana. Faktor non-manusia, seperti faktor lingkungan
alami dan lingkungan buatan, membentuk risiko bencana bersama faktor manusia.
Mengingat setiap unit wilayah unik, maka jelas kiranya bahwa ketahanan
masyarakatnya terhadap bencana pun beragam, seperti halnya tingkat
kerentanannya.
Bencana adalah suatu kejadian alam, buatan manusia, atau perpaduan antara
keduanya yang terjadi secara tiba-tiba sehingga menimbulkan dampak negatif
yang dahsyat bagi kelangsungan kehidupan. Dalam kejadian tersebut, unsur yang
terkait langsung atau terpengaruh harus merespon dengan melakukan tindakan
luar biasa guna menyesuaikan sekaligus memulihkan kondisi seperti semula atau
menjadi lebih baik.
Kejadian bencana sering kali saling berkaitan. Dengan kata lain, suatu
bencana dapat menjadi penyebab utama bencana lainnya yang potensial terjadi
dalam jangkauan wilayah tertentu (Priambodo, 2009).
2.7.2. Kategori Bencana
Bencana merupakan suatu kejadian alam maupun non-alam yang
mengakibatkan kerugian bagi manusia, baik nyawa maupun harta, sehingga
bencana harus ditangani secara tepat, baik sebelum atau pencegahan, saat, dan
sesudah terjadinya bencana atau rehabilitasi. Secara garis besar ada tiga kategori
bencana (Priambodo, 2009), sebagai berikut:
35
2.7.2.1. Bencana alam
yakni bencana yang disebabkan oleh perubahan kondisi alamiah alam
semesta (angin: topan, badai, puting beliung; tanah: erosi, sedimentasi, longsor,
ambles, gempa bumi; air: banjir, tsunami, kekeringan, perembesan air tanah; api:
kebakaran, letusan gunung api).
2.7.2.2. Bencana sosial
yakni bencana yang disebabkan oleh ulah manusia sebagai komponen sosial
(instabilitas sosial, politik, dan ekonomi; perang; kerusuhan massal; teror bom;
kelaparan; pengungsian; dll).
2.7.2.3. Bencana kompleks
yakni perpaduan antara bencana alam dan sosial sehingga menimbulkan
dampak negatif bagi kehidupan (kebakaran; epidemi penyakit; kerusakan
ekosistem; polusi lingkungan, dll).
2.8. Mitigasi Bencana
Mitigasi berarti mengambil tindakan-tindakan untuk mengurangi pengaruh-
pengaruh dari suatu bahaya sebelum bahaya itu terjadi. Istilah mitigasi berlaku
untuk cakupan yang luas dari aktivitas-aktivitas dan tindakan-tindakan
perlindungan yang mungkin diawali dari yang fisik, seperti membangun
bangunan-bangunan yang lebih kuat, sampai dengan yang prosedural, seperti
teknik-teknik yang baku untuk menggabungkan penilaian bahaya di dalam
rencana penggunaan lahan (Coburn, et.al., 1994 dalam Setyowati, 2010).
36
lewat tindakan mitigasi, kita bisa mencegah, membatasi, atau memperlambat
tingkat perubahan atau kerusakan. Melakukan tindakan-tindakan mitigasi
sangatlah masuk akal; perasaan-kerepotan yang diperlukan untuk mencegah
bencana jauh lebih sedikit dibandingkan dengan konsekuensi-konsekuensi yang
kita derita jika saja bencana tersebut benar-benar terjadi (Wilches, 1995 dalam
Setyowati, 2010).
Menurut Unesco 2007 (dalam Indiyanto dan Kuswanjono, 2012), ada
beberapa alasan mengapa perlu melibatkan masyarakat lokal di kawasan rawan
bencana dalam program aksi pengurangan risiko bencana (tidak hanya pada fase
tanggap darurat,namun juga pada fase kesiapsiagaan), antara lain: 1) tidak ada
yang lebih mengerti tentang kesempatan dan hambatan serta permasalahan lokal
selain masyarakat itu sendiri, 2) tidak ada yang lebih tertarik untuk memahami
bagaimana bertahan hidup dalam kondisi yang terancam daripada masyarakat itu
sendiri, 3) masyarakat akan mengalami banyak kerugian apabila mereka tidak
dapat merumuskan keterbatasan mereka dan mengatasinya, namun masyarakat
juga akan banyak memperoleh keuntungan apabila mereka dapat mengurangi
dampak bencana, 4) masyarakat yang tangguh dan mandiri dapat membantu
pemerintah dalam mengatasi bencana di daerah.
2.9. Tanah Longsor
2.9.1. Definisi Tanah Longsor
Gerakan massa (mass movement) tanah atau sering disebut tanah longsor
(landslide) merupakan salah satu bencana alam yang sering melanda daerah
37
perbukitan di daerah tropis basah. Kerusakan yang ditimbulkan oleh gerakan
massa tersebut tidak hanya kerusakan secara langsung seperti rusaknya fasilitas
umum, lahan pertanian, ataupun adanya korban manusia, akan tetapi juga
kerusakan secara tidak langsung yang melumpuhkan kegiatan pembangunan dan
aktivitas ekonomi di daerah bencana dan sekitarnya. Bencana gerakan massa
tersebut cenderung semakin meningkat seiring dengan meningkatnya aktivitas
manusia (Hardiyatmo, 2006).
Tanah longsor atau gerakan tanah adalah proses massa tanah secara alami
dari tempat tinggi ke tempat rendah. Pergerakan ini terjadi karena perubahan
keseimbangan daya dukung tanah dan akan berhenti setelah mencapai
keseimbangan baru. Tanah longsor terjadi apabila tanah sudah tidak mampu
mendukung berat lapisan tanah diatasnya karena ada penambahan beban
dipermukaan lereng, berkurangnya daya ikat antarbutiran tanah dan perubahan
lereng menjadi lebih terjal (Majid, 2008).
Tanah longsor adalah suatu jenis gerakan tanah, umumnya gerakan tanah
yang terjadi adalah longsor bahan rombakan (debris avalanches) dan rembesan
(slumps/rotational slides). Gaya-gaya gravitasi dan rembesan (seepage)
merupakan penyebab utama ketidakstabilan pada lereng alami maupun lereng
buatan yang dibentuk dengan cara penggalian atau penimbunan (Majid, 2008).
Menurut Majid, fenomena tanah longsor merupakan hal biasa ketika terjadi
peralihan dari musim kemarau ke musim penghujan. Kementerian Riset dan
Teknologi (KRT) menyebutkan bahwa banyaknya tanah retak akibat kekeringan
yang tiba-tiba terkena hujan lebat, maka tanah tersebut longsor.
38
Ada dua hal penyebab tanah longsor yang kaitannya dengan hujan, yakni
hujan berintensitas tinggi dalam waktu singkat dan menerpa daerah yang kondisi
tanahnya labil. Tanah yang kering ini menjadi labil dan mudah longsor saat terjadi
hujan. Kondisi lain adalah akumulasi curah hujan di musim hujan pada tebing
terjal yang menyebabkannya runtuh. Tanah longsor ini cukup berbahaya dan
dapat mengakibatkan korban jiwa tidak sedikit.
Kondisi alam yang menjadi faktor utama terjadinya longsor (Majid, 2008)
antara lain: 1) Kondisi geologi (Geostruktur): batuan lapuk, kemiringan lapisan,
sisipan lapisan batu lempung, struktur sesar dan kekar, gempa bumi, stratigrafi,
dan gunung api, 2) Iklim: curah hujan yang tinggi, 3) Keadaan topografi: lereng
yang curam, 4) Keadaan tata air: kondisi drainase yang tersumbat, akumulasi
massa air, erosi dalam, pelarutan dan tekanan hidrostatistika, 5) Tutupan lahan
yang mengurangi lahan geser, misal tanah kritis.
Menurut Agus Setyawan dan Wahyu Wilopo, bencana adalah sesuatu yang
tidak kita harapkan, oleh karena itu pemahaman terhadap proses terjadinya
gerakan tanah berikut faktor penyebabnya menjadi sangat penting bagi pemerintah
maupun masyarakat. Alternatif penanggulangan bencana baik dari aspek
pencegahan (preventif), pengurangan (mitigasi) maupun penanggulangan
(rehabilitasi) perlu dikaji secara mendalam (Majid, 2008).
2.9.2. Dampak Bahaya Tanah Longsor
Peristiwa longsor (landslide) yaitu melorotnya/meluncurnya suatu benda ke
bawah merupakan fenomena alam. Hal itu bisa saja di inginkan oleh manusia, dan
39
bisa saja tidak di inginkan oleh manusia. Maksud dari peristiwa longsor yang di
inginkan manusia adalah peristiwa longsor memang disengaja karena membantu
pekerjaan manusia, misalnya pada waktu pengerjaan pengeprasan bukit terjal
berisi ilalang yang akan diubah (dikonversi) menjadi kebun teh, pekerjaannya
memang menghendaki longsor-longsor kecil untuk membantu pemerataan tanah
tersebut (Majid, 2008).
Adapun peristiwa longsor yang tidak di inginkan manusia adalah peristiwa
longsor yang justru mengganggu kenyamanan hidup manusia. Biasanya terjadi
tidak sengaja dan tidak lazimnya disebut sebagai bencana. Adapun bahaya dari
bencana tanah longsor (Majid, 2008) antara lain: 1) kerusakan alam dan lahan
pertanian, 2) kehancuran pemukiman penduduk, 3) memakan korban manusia
terpendam, dan 4) rusaknya sarana dan prasarana umum.
2.10. Mitigasi Bencana Tanah Longsor
Mitigasi bencana tanah longsor berarti segala usaha untuk meminimalisasi
akibat terjadinya tanah longsor. Mitigasi adalah segala usaha untuk
meminimalisasi akibat terjadinya suatu bencana sebelum terjadinya bencana, saat
bencana terjadi maupun pasca bencana, yang dalam hal ini dilakukan baik dalam
skala lokal, nasional, maupun regional. Beberapa instansi yang menangani hal ini
antara lain Direktorat Geologi Tata Lingkungan, Direktorat Vulkanologi dan
Mitigasi Bencana Alam, LAPAN, BPPT, Pemerintah Kabupaten/Kota dan
Pemerintah Provinsi, Dinas Pertambangan dan Energi, Perguruan Tinggi,
Bakornas, Kimpraswil, dan Lembaga-lembaga penelitian lainnya.
40
Adapun langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk menekan bahaya tanah
longsor (Majid, 2008), yaitu:
2.10.1. Mitigasi Tahap Awal (Preventif)
a. Identifikasi daerah rawan dan pemetaan. Dari evaluasi terhadap lokasi
gerakan tanah yang telah terjadi selama ini ternyata lokasi-lokasi kejadian
gerakan tanah merupakan daerah yang telah teridentifikasi sebagai daerah
yang memiliki kerentanan menengah hingga tinggi.
b. Penyuluhan pencegahan dan penanggulangan bencana alam gerakan tanah
dengan memberikan informasi mengenai bagaimana dan kenapa tanah
longsor, gejala gerakan tanah dan upaya pencegahan serta
penanggulangannya.
c. Pemantauan daerah longsor dan dilakukan secara terus menerus dengan
tujuan untuk mengetahui mekanisme gerakan tanah dan penyebabnya serta
mengamati gejala kemungkinan akan terjadinya longsoran.
d. Pengembangan dan penyempurnaan manajemen mitigasi gerakan tanah
baik dalam skala nasional, regional maupun lokal secara berkelanjutan
dengan memanfaatkan perkembangan teknologi informasi dan menggalang
kebersamaan segenap lapisan masyarakat.
e. Perencanaan pengembangan sistem peringatan dini di daerah rawan
bencana.
f. Pola pengelolaan lahan untuk budidaya tanaman pertanian, perkebunan
yang sesuai dengan asas pelestarian lingkungan dan kestabilan lereng.
g. Hindari bermukim atau mendirikan bangunan di tepi lembah sungai terjal.
41
h. Hindari melakukan penggalian pada daerah bawah lereng terjal yang akan
mengganggu kestabilan lereng sehingga mudah longsor.
i. Hindari membuat pencetakan sawah baru atau kolam pada lereng yang
terjal karena air yang digunakan akan mempengaruhi sifat fisik dan
keteknikan yaitu tanah menjadi lembek dan gembur sehingga kehilangan
kuat gesernya yang mengakibatkan tanah mudah bergerak.
j. Penyebarluasan informasi bencana gerakan tanah melalui berbagai media
dan cara sehingga masyarakat, baik formal maupun non formal.
2.10.2. Mitigasi Tahap Bencana
a. Menyelamatkan warga yang tertimpa musibah.
b. Pembentukan pusat pengendalian (Crisis Center).
c. Evakuasi korban ke tempat yang lebih aman.
d. Pendirian dapur umum, pos-pos kesehatan dan penyediaan air bersih.
e. Pendistribusian air bersih, jalur transportasi, tikar, dan selimut.
f. Pencegahan berjangkitnya wabah penyakit.
g. Evaluasi, konsultasi, dan penyuluhan.
2.10.3. Mitigasi Tahap Pasca Bencana
a. Penyusunan dan penyempurnaan peraturan tata ruang dalam upaya
mempertahankan fungsi daerah resapan air.
b. Mengupayakan semaksimal mungkin pengembalian fungsi kawasan hutan
lindung.
42
c. Mengevaluasi dan memperketat studi AMDAL pada kawasan vital yang
berpotensi menyebabkan bencana.
d. Mengevaluasi kebijakan Instansi/Dinas yang berpengaruh terhadap
terganggunya ekosistem.
e. Penyediaan lahan relokasi penduduk yang bermukim di daerah bencana,
sabuk hijau dan disepanjang bantaran sungai.
2.11. Kerangka Berfikir
Indonesia merupakan negara yang memiliki topografi atau relief yang sangat
beragam akibat dari adanya tenaga pembentuk muka bumi baik endogen maupun
eksogen. Secara geologis, wilayah Indonesia merupakan tempat pertemuan tiga
lempeng besar dunia, yaitu: Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia, dan
Lempeng Pasifik. Pertemuan ketiga lempeng ini menimbulkan penunjaman
maupun pengangkatan kenampakan alam berupa dataran tinggi dan gunung-
gunung api aktif yang umumnya memiliki tingkat kemiringan lereng yang cukup
terjal dan tanah yang tidak stabil akibat proses alam maupun manusia. Kondisi
yang demikian memiliki potensi dan ancaman bencana tinggi berupa tanah
longsor.
Secara astronomis, Indonesia terletak pada lintang 6° LU - 11° LS dan 95°
BT - 141°BT sehingga Indonesia termasuk negara beriklim tropis dengan jumlah
curah hujan cukup tinggi. Maka dari itu, saat musim-musim penghujan tiba antara
bulan oktober hingga april masyarakat perlu waspada terutama yang bermukim di
lereng gunung, dekat lereng, tebing, serta bertempat tinggal di lahan yang kondisi
43
tanahnya tidak stabil. Salah satu wilayah yang tingkat potensi risiko dan
kerentanannya tinggi adalah di Kabupaten Boyolali tepatnya di Kecamatan
Cepogo.
Cepogo merupakan wilayah yang sebagian berada pada lereng merapi
sehingga memiliki kemiringan lereng hingga lebih dari 70%. Jenis tanah berupa
endapan longsoran lama, serta endapan dari material Gunungapi Merapi dan
Gunungapi Merbabu yang labil. Berdasarkan hasil penelitian dari BAPPEDA
Kabupaten Boyolali tahun 2007 menunjukkan bahwa Kecamatan Cepogo hampir
sebagian besar wilayahnya masuk dalam zona potensi tanah longsor, terutama
desa yang berada pada lereng Gunung Merapi. Salah satunya adalah Desa
Wonodoyo Kecamatan Cepogo Kabupaten Boyolali.
Namun, tingginya potensi tanah longsor yang mengancam wilayah penelitian
tidak sebanding dengan tingkat pengetahuan dan sikap kesiapsiagaan masyarakat
dalam menghadapi bencana tersebut. Selain itu, kurangnya vegetasi yang dapat
mengikat tanah ditambah pola tanam serta jenis tanaman yang dibudidayakan
warga disekitarnya, memperbesar kemungkinan potensi longsor. Jika tanah
longsor terjadi maka bukan tidak mungkin akan banyak korban jiwa maupun
materi yang diderita.
Untuk mengurangi potensi dan bahaya longsor di Kecamatan Cepogo, maka
perlu dilakukan pembelajaran dan sosialisasi mengenai bencana longsor kaitannya
dalam kesiapsiagaan masyarakat sebagai usaha peningkatan kapasitas dalam
menghadapi bencana longsor. Pembelajaran sedianya harus menarik dan dapat
meninggalkan kesan yang mendalam, salah satunya melalui penggunaan media
44
maket lansekap berkontur. Untuk menguji keefektifan media tersebut digunakan
teknik evaluasi Four Levels Evaluation Models dari Kirkpatrick
Adapun kerangka berfikir dalam penelitian seperti dalam Gambar 2.1 sebagai
berikut:
Gamabar 2.1. Bagan Kerangka Berfikir Penelitian
Analisis
Hasil
Reaction Result Behavior Learning
Tingkat
Kepuasan
Tingkat
Pemahaman
Materi
Perubahan
Perilaku
Kesiapsiagaan
Kuesioner Tes Kuesioner Tes
Pemanfaatan Media Maket Lansekap Berkontur untuk Kesiapsiagaan Masyarakat
Media Maket
Pendidikan Kesiapsiagaan
Ancaman Longsor
Profil Kecamatan Cepogo
efektifitas
45
2.12. Batasan Operasional
Dalam batasan operasional ini dijabarkan mengenai batas-batas yang
digunakan dalam penelitian, meliputi:
2.12.1. Pemanfaatan Media
Dalam penelitian ini, pemanfaatan media mengacu pada fungsinya sebagai
media display yang menggambarkan daerah potensi longsor meliputi kerentanan
dan risiko bencana longsor Kecamatan Cepogo.
2.12.2. Maket Lansekap Berkontur
Maket yang digunakan dalam penelitian ini merupakan bentuk tiga dimensi
dari Kecamatan Cepogo yang menggambarkan kerentanan dan risiko bencana
longsor. Pembuatan maket menggunakan bahan yang tahan lama, murah dan
ringan yaitu sterefoam dan gypsum.
2.12.3. Kesiapsiagaan
Tahap kesiapsiagaan yang menjadi sasaran utama penelitian ini adalah
pengetahuan masyarakat tentang bencana tanah longsor, apa yang harus dilakukan
sebelum, saat, dan sesudah bencana terjadi dan tidak merujuk pada pelatihan-
pelatihan atau simulasi kebencanaan.
46
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian
Dalam penelitian ini, digunakan disain atau alur penelitian seperti pada
Gambar 3.1 di bawah ini:
Gambar 3.1. Bagan Desain Penelitian
Analisis hasil
uji tes dan
kuesioner
Merancang
Produk Maket
Lansekap
Berkontur
Pembuatan
Maket
Lansekap
Berkontur
Tingkat kepuasan
yang baik
Tingkat
pemahaman
terhadap materi
Adanya
perubahan
perilaku
Pengetahuan
kesiapsiagaan
yang lebih baik
Tahap
Hasil
Penelitian
Pemanfaatan Media Maket Lansekap Berkontur
Tahap Pra
penelitian
Tahap
Proses
Survei
Awal
Proposal
Instrumen
Pendidikan
kesiapsiagaan
(tanpa media)
Pendidikan
Kesiapsiagaan
(dengan media)
Hasil
47
3.2. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen untuk mengukur
pemanfaatan media maket lansekap berkontur terhadap kesiapsiagaan masyarakat.
Menurut Azwar (2010), kesimpulan mengenai hubungan sebab-akibat atau
mengenai pengaruh suatu variabel independen terhadap perilaku subyek sebagai
variabel dependen hanya dapat diperoleh melalui prosedur eksperimen. Maka dari
itu, eksperimen dipilih dalam penelitian ini karena mengukur pengaruh
penggunaan media maket lansekap berkontur terhadap kesiapsiagaan masyarakat
dalam menghadapi bencana tanah longsor. Desain penelitian tanpa menggunakan
kelas kontrol atau disebut dengan Pre-Experimental Designs (Nondesigns) One-
Group Pretest-Posttest Design.
3.3. Populasi dan Sampel
3.3.1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2010). Populasi pada
penelitian ini adalah seluruh perangkat pemerintahan serta pemuda-pemudi karang
taruna usia SMP-SMA di Kecamatan Cepogo. Perangkat pemerintahan digunakan
sebagai populasi karena merupakan kepala dari aturan dan kebijakan
pemerintahan serta memiliki pengaruh yang cukup besar dalam pengelolaan
wilayah. Sementara pemuda-pemudi karang taruna usia SMP-SMA diambil
sebagai populasi karena mereka merupakan penerus dari pemerintahan wilayah
48
penelitian. Selain itu, dengan dipilihnya pemuda-pemudi karang taruna dapat
menjadi tonggak baru dalam pengelolaan lingkungan potensi longsor di
Kecamatan Cepogo.
Pemilihan kedua populasi tersebut di harapkan dapat membuat benang merah
antara pemerintah dan masyarakat yang di wakili oleh pemuda-pemudi karang
taruna dalam menanggapi kondisi wilayah yang berpotensi longsor sehingga dapat
timbul kerja sama yang lebih baik dalam pengelolaan lingkungan rawan longsor.
3.3.2. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi (Sugiyono, 2010). Sampel penelitian diambil dengan metode purposive
sampling yaitu 10 anggota perangkat pemerintahan serta 40 anggota pemuda-
pemudi karang taruna usia SMP-SMA di Desa Wonodoyo. Jumlah tersebut dipilih
karena keterbatasan jumlah anggota perangkat desa dan anggota karangtaruna
sehingga seluruhnya dijadikan sampel. Desa Wonodoyo merupakan desa paling
barat di Kecamatan Cepogo yang letaknya dilereng gunung merapi bagian timur.
Sebagian besar wilayahnya memiliki lereng yang kasar dan digunakan sebagai
hutan, pemukiman, dan tegalan. Desa Wonodoyo digunakan sebagai sampel
karena beberapa wilayahnya pernah mengalami longsor diantaranya di Dusun
Kujon pada koordinat 7ᵒ 34‟ 18.7” LS dan 110ᵒ 28‟ 48.4” BT dan Dusun Taring
pada koordinat 7ᵒ 31‟ 48.9” LS dan 110ᵒ 29‟ 3.2” BT (Bappeda, 2007). Selain itu,
Desa Wonodoyo juga merupakan tempat tinggal sanak saudara serta teman-teman
49
sehingga peneliti ingin memberikan kontribusi bagi sanak saudara serta teman-
teman di Desa Wonodoyo.
3.4. Variabel Penelitian
Menurut Nazir (2003:123) variabel adalah konsep yang mempunyai
bermacam-macam nilai. Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan dalam
penelitian ini, maka variabel meliputi:
3.4.1. Desain Maket Lansekap Berkontur
Pada variabel ini membahas mengenai proses pembuatan media maket
lansekap berkontur sebagai media pendidikan kesiapsiagaan bencana tanah
longsor, mencakup desain, alat, bahan, serta tahap pembuatannya. Maket ini
dibagi menjadi 2 yaitu : 1) maket lensekap berkontur yang menunjukkan tingkat
kerentanan longsor Kecamatan Cepogo, dan 2) maket lansekap berkontur yang
menunjukkan tingkat risiko longsor di Kecamatan Cepogo.
3.4.2. Efektifitas Media Maket
Efektifitas media maket diukur dengan menggunakan model Kirkpatrick
Four Levels Evaluations Models, pada setiap tahapannya menekankan pada aspek
penilaian yang berbeda sesuai dengan kriteria yang ada. Tahapan tersebut
meliputi:
1) Reaction, mengukur tingkat kepuasan sampel selama proses pembelajaran
berlangsung dan kepuasan terhadap media maket.
2) Learning, mengukur tingkat pemahaman sampel penelitian terhadap materi
kebencanaan longsor dan kesiapsiagaan.
50
3) Behavior, mengukur tingkat perubahan perilaku sampel setelah
dilakukannya pendidikan kesiapsiagaan bencana longsor menggunakan
media maket lansekap berkontur.
4) Result, mengukur efektifitas media maket lansekap berkontur dalam
kesiapsiagaan bencana tanah longsor.
3.4.3. Kesiapsiagaan
Pada variabel ini mengukur sejauh mana sikap kesiapsiagaan masyarakat
dalam menghadapi bencana tanah longsor.
3.5. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan mengukur fenomena
alam maupun sosial yang diamati. Secara spesifik semua fenomena ini disebut
variabel penelitian (Sugiyono, 2010: 148). Adapun instrumen penelitian dalam
penelitian ini meliputi:
3.5.1. Instrumen Tes
Menurut Djemari (2008:67) tes merupakan salah satu cara untuk menaksir
besarnya kemampuan seseorang secara tidak langsung, yaitu melalui respons
seseorang terhadap stimulus atau pertanyaan (dalam Widoyoko, 2014). Instrumen
tes disini untuk mengukur tingkat pemahaman materi kebencanaan tanah longsor
(tahap Learning), dan kesiapsiagaan. Instrumen tes berupa pilihan ganda (Multiple
Choice Test) untuk memudahkan sampel penelitian menjawab pertanyaan, analisis
data, serta mengefektifkan waktu dalam mengisi instrumen.
51
3.5.2. Instrumen Non-Tes
Instrumen non-tes berhubungan dengan penampilan yang dapat diamati
daripada pengetahuan dan proses mental lainnya yang tidak dapat diamati dengan
indera (Widoyoko, 2014). Instrumen non-tes berupa angket yang digunakan untuk
mengukur tingkat kepuasan (tahap Reaction), sikap kesiapsiagaan dan perubahan
perilaku (tahap Behavior). Pada penelitian ini menggunakan skala Likert. Menurut
Riduwan (2010) skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan
persepsi seseorang atau sekelompok tentang kejadian atau gejala sosial.
3.6. Validitas dan Reliabilitas Instrumen
3.6.1. Validitas Instrumen
Instrumen dikatakan valid apabila dapat mengukur dengan tepat apa yang
ingin diukur. Penelitian ini menggunakan validitas konstruk karena pada setiap
butir soal yang telah dibuat berdasarkan tujuan atau sesuai dengan suatu teori
tertentu, disini mengacu pada teori Kirkpatrick. Validitas diujikan kepada non-
sampel yaitu perangkat desa serta pemuda-pemudi karang taruna usia SMP-SMA
di lain desa namun termasuk wilayah administrasi dan pemerintahan Kecamatan
Cepogo.
Rumus dalam mengukur validitas instrumen dalam penelitian ini (Arikunto,
2010) sebagai berikut:
∑ (∑ )(∑ )
√* ∑ (∑ ) +* ∑ (∑ ) +
52
Keterangan:
: koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y
N : jumlah subyek
X : skor soal yang dicari validitasnya
Y : skor total
XY : hasil perkalian antara skor soal dengan skor total
Taraf signifikansi yang digunakan sebesar 5%. Apabila hasil rxy lebih besar
dari r tabel, maka instrumen dinyatakan valid, namun apabila rxy lebih kecil dari
pada r tabel, maka instrumen dinyatakan tidak valid. Perhitungan ini juga berlaku
pada penentuan validitas butir instrumen.
Hasil analisis uji coba soal pengetahuan terdapat 22 soal valid yaitu soal
nomor: 1, 2, 3, 4, 5, 6, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 15, 16, 17, 18, 20, 22, 23, 24, 28, 29.
Sejumlah 22 soal valid tersebut digunakan dalam pre test dan post test sementara
8 soal yang tidak valid diperbaiki lagi.
Hasil analisis uji coba soal angket terdapat 28 soal valid yaitu soal nomor: 1,
2, 3, 5, 6, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 17, 18, 19, 20, 24, 25, 26, 27, 28, 30, 34, 35,
36, 38, 41. Sejumlah 28 soal valid tersebut digunakan sementara 14 soal yang
tidak valid diperbaiki. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4.
3.6.2. Reliabilitas Instrumen
Menurut Arikunto (2010) reliabilitas menunjuk pada satu pengertian bahwa
sesuatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat
53
pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik. Reliabilitas menunjuk pada
tingkat keterandalan sesuatu.
Terdapat berbagai cara untuk menghitung reliabilitas, dalam penelitian ini,
cara yang digunakan adalah dengan rumus K-R20 (Arikunto, 2010), sebagai
berikut:
(
)( ∑
)
Keterangan:
= reliabilitas instrument
= varians total
k = banyaknya butir pertanyaan
p = proporsi subjek yang menjawab betul pada sesuatu butir
(proporsi subjek yang mendapat skor 1).
P =
q =
( )
Kemudian harga di distribusikan ke r tabel dengan taraf signifikansi
sebesar 5%. Jika hasil lebih besar dari pada r tabel, maka instrumen
dinyatakan reliabel. Jika lebih kecil dari r tabel, maka instrumen dinyatakan
tidak reliabel. Dari hasil penghitungan instrumen pilihan ganda didapatkan bahwa
sebesar 0,9879 dan sebesar 0,632, sementara hasil penghitungan
instrumen angket didapatkan bahwa sebesar 1,0012 dan sebesar 0,361.
54
𝐼𝐾 =𝐽𝐵𝐴 + 𝐽𝐵𝐵𝐽𝑆𝐴 + 𝐽𝑆𝐵
Kedua hasil tersebut menunjukkan bahwa > sehingga instrumen tes dan
angket tersebut reliabel. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4.
3.7. Taraf Kesukaran dan Daya Pembeda
3.7.1. Taraf Kesukaran
Taraf kesukaran merupakan derajat yang menunjukkan mudah-sukarnya
suatu soal dalam suatu uji. Menurut Arikunto (2008), rumus taraf kesukaran yaitu:
Keterangan :
IK = Indeks Kesukaran
= Jumlah siswa yang menjawab benar pada butir soal pada kelompok
atas
= Jumlah siswa yang menjawab benar pada butir soal pada kelompok
bawah
= Banyaknya siswa pada kelompok atas
= Banyaknya siswa pada kelompok bawah
Dalam penelitian ini kriteria yang digunakan adalah sebagai berikut :
0,10 ≤ p ≤ 0,30 butir soal sukar
55
0,30 ≤ p ≤ 0,70 butir soal sedang
0,70 ≤ p ≤ 1,00 butir soal mudah
Hasil uji coba soal dapat dilihat pada Tabel 3.1 sebagai berikut:
Tabel 3.1. Hasil Analisis Taraf Kesukaran Soal
No Kategori
Kesukaran Nomor Soal
1. Sukar 14, 25, 26
2. Sedang 1,2, 4, 5, 6, 7, 9, 10, 11, 15, 16, 18, 19, 20, 21, 27, 29, 30
3. Mudah 3, 8, 12, 13, 17, 22, 23, 24, 28
Sumber: Hasil Lapangan (Gita, 2015). Data selengkapnya dapat dilihat pada
Lampiran 5.
Hasil analisis taraf kesukaran soal yang tertera dalam tabel diatas seluruhnya
digunakan dalam pre test dan post test.
3.7.2. Daya Pembeda
Daya pembeda merupakan kemampuan suatu soal untuk membedakan antara
yang pandai (berkemampuan tinggi) dengan yang bodoh (berkemampuan rendah).
Seluruh peserta tes dibagi menjadi dua yaitu kelompok pandai (upper group) dan
kelompok bodoh (lower group). Rumus daya pembeda (Arikunto, 2008) sebagai
berikut:
=
Keterangan :
DP = Daya pembeda
= Jumlah siswa yang menjawab benar pada butir soal pada kelompok
atas
56
= Jumlah siswa yang menjawab benar pada butir soal pada kelompok
bawah
= Banyaknya siswa pada kelompok atas
Kemudian hasil penghitungan diklasifikasikan kedalam kategori berikut :
0,00 ≤ D ≤ 0,20 daya beda jelek
0,20 ≤ D ≤ 0,40 daya beda cukup
0,40 ≤ D ≤ 0,70 daya beda baik
0,70 ≤ D ≤ 1,00 daya beda baik sekali
Tabel 3.2. Hasil Analisis Daya Pembeda Soal
No Kategori
Pembeda Soal Nomor Soal
1. Jelek 1, 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 12, 13, 14, 16, 19, 21, 23, 24, 25, 26,
27, 28, 30
2. Cukup 3, 11, 15, 17, 22, 29
3. Baik 10, 18, 20,
Sumber: Hasil Lapangan (Gita,2015). Data selengkapnya dapat dilihat pada
Lampiran 5.
Hasil analisis daya pembeda soal terdapat 21 soal yang memiliki daya beda
jelek sehingga soal tersebut diperbaiki dan digunakan dalam pre test dan post test.
Soal yang memiliki daya pembeda cukup dan baik tetap digunakan.
3.8. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data adalah teknik atau cara-cara yang dapat
digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data (Riduwan, 2010). Adapun
metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
57
3.8.1. Observasi atau pengamatan
Observasi yaitu melakukan pengamatan secara langsung ke objek penelitian
untuk melihat dari dekat kegiatan yang dilakukan (Rinduwan, 2010). Adapun
dalam penelitian ini data yang dikumpulkan melalui observasi adalah profil
Kecamatan Cepogo yang meliputi fisiografis, demografis, dan sosial-budaya.
3.8.2. Dokumentasi
Menurut Rinduwan (2010) dokumentasi ditujukan untuk memperoleh data
langsung dari tempat penelitian, meliputi buku-buku yang relevan, peraturan-
peraturan, laporan kegiatan, foto-foto, film dokumenter, dan data-data yang
relevan dengan penelitian.
3.8.3. Questionnaire atau Angket
Menurut Larry Cristensen, 2004(dalam Sugiyono, 2014) menyatakan bahwa:
a questionnaire is a self-report data colletion instrument that each research
participant fills out as part of a research study. Researchers use questionnaires so
that they can obtain inormation about the thoughts, feeling, attitudes, beliefs,
values, perceptions, personality, and behavioral intentions of research
participant. In other words, researchers attempt to measure many different kinds
of characteristic using questionnaires.
Kuesioner merupakan instrumen untuk pengumpulan data, dimana partisipan
atau responden mengisi pertanyaan atau pernyataan yang diberikan oleh peneliti.
Peneliti dapat menggunakan kuesioner untuk memperoleh data yang terkait
dengan pemikiran, perasaan, sikap, kepercayaan, nilai, persepsi, kepribadian dan
perilaku dari responden (Sugiyono, 2014).
Adapun metode kuesioner pada penelitian ini digunakan untuk mengukur
tingkat kepuasaan (Reaction), sikap kesiapsiagaan dan perubahan perilaku
(Behavior).
58
3.8.4. Test atau Tes
Tes sebagai instrumen pengumpulan data adalah serangkaian pertanyaan atau
latihan yang digunakan untuk mengukur ketrampilan pengetahuan, inteligensi,
kemampuan, atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok (Rinduwan,
2010). Metode tes digunakan untuk mengukur tingkat pemahaman materi
kebencanaan tanah longsor (Learning) dan kesiapsiagaan melalui hasil pre test
dan post test.
3.9. Tahapan Penelitian
Adapun tahapan dalam penelitian ini meliputi:
3.9.1. Tahap Pra Lapangan
Pada tahapan ini dilakukan pengumpulan data berupa profil Kecamatan
Cepogo mencakup fisiografis, demografis, sosial-budaya, dan data lainnya yang
mendukung melalui observasi dan dokumentasi. Setelah itu dilakukan pembuatan
proposal penelitian, instrumen penelitian, serta media maket lansekap berkontur
yang akan digunakan dalam penelitian lapangan.
3.9.2. Tahap Pelaksanaan
Tahap pelaksanaan ini merupakan tahapan untuk mengetahui efektifitas
media maket lansekap berkontur menggunakan teori Kirkpatrick.
1) Memberikan uji pre test kepada peserta tentang materi kebencanaan
longsor dan kesiapsiagaan.
2) Memberikan kuesioner kepada peserta tentang kesiapsiagaan.
59
3) Memberikan materi mengenai bencana longsor dan kesiapsiagaan
menggunakan media maket lansekap berkontur.
4) Memberikan uji post test kepada peserta untuk menguji pemahaman materi
serta tingkat kesiapsiagaan.
5) Memberikan kuesioner kepada peserta tentang tingkat kepuasan serta
perubahan perilaku setelah mengikuti pembelajaran menggunakan media
maket lansekap berkontur.
3.9.3. Tahap Pasca Lapangan
Pada tahap ini, peneliti melakukan pengolahan data hasil uji tes maupun non-
tes dan membandingkan hasilnya sebelum menggunakan media dan setelah
menggunakan media (pre test dan post test).
3.10. Teknik Analisis Data
Penelitian ini menggunakan teknik analisis data Deskriptif Kuantitatif
dimana seluruh hasil penghitungan yang ada termasuk hasil akhir penghitungan
pre test dan post test di jabarkan berdasarkan patokan kriteria dalam penelitian
dan sesuai dengan rumus yang digunakan. Analisis ini dipilih karena pada hasil
penelitian yang dikumpulkan melalui instrumen penelitian masih berupa angka-
angka. Angka- angka yang belum terbaca tersebut, dijelaskan dan dijabarkan
melalui kriteria-kriteria yang telah dibuat sebelumnya. Kemudian diolah kedalam
rumus yang ada sehingga hasil akhirnya dapat dideskripsikan sebagai analisa hasil
penelitian. Adapun analisis data dalam penelitian ini meliputi:
60
3.10.1. Uji Normalitas Data
Uji normalitas dimaksudkan untuk mengetahui data yang telah diperoleh
berdistribusi normal atau tidak. Rumus yang digunakan (Sudjana, 1996) yaitu:
=∑( )
=
Keterangan :
= Chi Kuadrat
= frekuensi yang diperoleh dari sampel
= frekuensi yang diharapkan dari sampel
k = banyaknya kelas interval
Jika hasil Chi kuadrat hitung lebih kecil dari pada hasil Chi tabel, maka data
yang telah diperoleh memiliki distribusi normal. Hasil uji normalitas dapat dilihat
pada Tabel 3.3 berikut:
Tabel 3.3. Hasil uji normalitas data
Kelas Hitung Tabel Kriteria
Pre test 10,304 12,59
Normal
Post test 10,376 Normal
Sumber : hasil uji lapangan 1 Februari 2015 (Gita,2015)
Karena Hitung < Tabel maka dapat disimpulkan bahwa data pre test
berdistribusi normal. Hasil tersebut digunakan sebagai pertimbangan untuk
melakukan penghitungan tahap selanjutnya dengan menggunakan uji t.
61
𝑡 =𝑀𝑑
∑𝑋2𝑑
𝑁(𝑁 )
3.10.2. Uji t
Untuk mengetahui pengaruh pemanfaatan media maket lansekap berkontur
terhadap kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana tanah longsor
dianalisis menggunakan rumus t. Rumus penghitungan pre test dan post test:
Untuk hasil pre test dan post test dilakukan analisis data dengan rumus pre-
test dan post-test one group design sebagai berikut:
Dengan keterangan:
Md = mean dari perbedaan pre test dengan post test (pretest-posttest)
Xd = deviasi masing-masing subjek (d-Md)
∑ d = jumlah kuadrat deviasi
N = subjek pada sampel
d.b = ditentukan dengan N-1
Taraf signifikansi yang digunakan adalah 5% dengan kriteria pengujian sebagai
berikut:
a) Terima jika < ( ⁄ )( + )
, hal ini berarti tidak ada perbedaan
antara hasil pre test dan post test.
b) Terima jika > ( ⁄ )( + )
, hal ini berarti ada perbedaan
antara hasil pre test dan post test.
62
3.10.3. Analisis Kelayakan Produk
Analisis kelayakan produk dilakukan oleh dosen pembimbing dalam
penelitian skripsi ini yaitu Dr. Juhadi, M.Si dan dianggap layak digunakan dalam
pembelajaran kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana tanah longsor di Desa
Wonodoyo Kecamatan Cepogo Kabupaten Boyolali. Penilaian kelayakan produk
menggunakan prinsip-prinsip dsasar media pembelajaran menurut Daryanto
(2010).
3.10.4. Analisis Angket Sikap
Analisis ini untuk mengetahui kepuasan, kesiapsiagaan dan perubahan
perilaku sampel dalam pendidikan kesiapsiagaan menggunakan media maket
lansekap berkontur. Rumus yang digunakan yaitu (Arikunto & Cepi, 2009):
=
Kriteria nilai angket disesuaikan dengan tabel nilai dibawah ini:
Tabel 3.4. Kriteria Nilai Angket Sampel
Persentase Kriteria
81%-100% Sangat Baik
61%-80% Baik
41%-61% Cukup Baik
21%-40% Tidak Baik
Keterangan skor: skor 4 jika sangat setuju, skor 3 jika setuju, skor 2 jika kurang
setuju, skor 1 jika sangat tidak setuju.
63
3.10.5. Analisis Efektifitas Media
Menghitung N-Gain berdasarkan nilai pre test dan nilai post test sampel
secara keseluruhan, dengan menggunakan rumus:
=
Menginterpretasikan normalisasi gain untuk menyatakan efektifitas
penggunaan media maket lansekap berkontur dengan kriteria yang diadopsi dari
Meltzer (2002) sebagai berikut:
Tabel 3.5. Kriteria N-Gain Ternormalisasi
Tingkat Nilai N-Gain
Efektifitas Tinggi g > 0,7
Efektifitas Sedang 0,3 ≤ g ˂ 0,7
Efektifitas Rendah g ˂ 0,3
Sumber: Meltzer 2002
119
BAB V
PENUTUP
2.1. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Desa Wonodoyo
Kecamatan Cepogo maka dapat diambil kesimpulan bahwa pembuatan media
maket lansekap berkontur menggunakan bahan yang murah, ringan dan mudah
didapatkan yaitu sterefoam dan gypsum. Desain media dibuat sederhana tapi
menarik. Maket lansekap berkontur menggambarkan zonasi kerentanan dan
risiko tanah longsor. Pembelajaran menggunakan media maket lansekap
berkontur sangat bermanfaat untuk meningkatkan semangat belajar, pengetahuan
tentang bencana longsor, dan peningkatan sikap kesiapsiagaan dalam
menghadapi bencana tanah longsor. Berdasarkan hasil uji gain bahwa media
maket lansekap berkontur berefektifitas rendah dalam tingkat pengetahuan,
namun peningkatan tinggi pada nilai sikap.
2.2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan, penulis menyarankan bahwa
perlu adanya relokasi dan sosialisasi tentang kebencanaan serta mitigasi bencana
bagi masyarakat yang bermukim di daerah dengan risiko tanah longsor tinggi.
Hal tersebut guna mengurangi ancaman dan meningkatkan kapasitas masyarakat
dalam menghadapi bencana.
120
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek.
Jakarta: Rineka Cipta.
Arsyad, Azhar. 2011. Media Pembelajaran. Jakarta: Rajawali Pers.
Azwar, Saifuddin. 2010. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. 2007. Laporan Akhir Pekerjaan Survei
dan Pemetaan (Informasi Tentang Daerah Rentan terhadap Gerakan Tanah)
Kecamatan Selo, Ampel, dan Cepogo Kabupaten Boyolali. Boyolali:
BAPPEDA.
BNPB. 2015. Update: 79 Tewas Tertimbun Longsor di Banjarnegara.
http://www.google.com/bnpb/berita.htm. (10 Januari 2015).
Daryanto. 2010. Media Pembelajaran: Peranannya sangat penting dalam
mencapai tujuan pembelajaran. Yogyakarta: Gava Media.
Fauziarti, Benni Farida dan FX Soedarsono. 2014. „Efektivitas Pelatihan
Kurikulum Pendidikan Anak Usia Dini di Kecamatan Grabag‟. Dalam Jurnal
Pendidikan dan Pembelajaran Masyarakat. Vol.1. No. 2.
Hardiyatmo, Christady Harry. 2006. Penanganan Tanah Longsor dan Erosi.
Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada Press.
Hariyanto. Erni Suharini. 2009. „Preferensi Permukiman dan Antisipasi Penduduk
yang Tinggal di Daerah Rawan Longsor di Kota Semarang‟. Jurnal: Volume
6 Nomor 2 Juli 2009.
Indiyanto, Agus dan Arqom Kuswanjono. 2012. Konstruksi Masyarakat Tangguh
Bencana. Bandung: PT Mizan Pustaka.
Kusumasari, Bevaola. 2014. Manajemen Bencana dan Kapabilitas Pemerintah
Lokal. Yogyakarta: Gava Media.
Madjid. 2003. Teknik Singkat Membuat Maket. Yogyakarta: Kanisius.
Majid, Alvin Kusnoto. 2008. Tanah Longsor dan Antisipasinya. Semarang: Aneka
Ilmu.
121
Manan, Kamaruzzaman Abdul. dkk. „Model Penilaian Kirkpatrick: Mengkaji
Pengaruh Komunikasi terhadap Keberkesanan Latihan‟. Dalam Malaysian
Journal of Communication. Jilid 29(2). Hal.31-50.
Meltzer, D. 2002. The Relationship between Mathematics Preparation and
Conceptual Learning Gains in Physics: A Possible “Hidden Variable” in
Diagnostic Pretest Scores. Electronic Journal Iowa State University, 1(1): 3.
Tersedia di Physic education.net. [diakses 10-01-2015]
Mills, B Criss. 2008. Merancang dengan Maket: Panduan Studio untuk Membuat
dan Menggunakan Maket Perancangan Arsitektural. Jakarta: Erlangga.
Mulyatiningsih, Endang dan Sri Emy Yuli Suprihatin. 2005. „Efektivitas
Pembelajaran Konstruktivisme dalam Pencapaian Kompetensi Dasar Mulok
PKK pada Siswa SLTP‟. Dalam Laporan Penelitian No.
035/SPPP/PP/DP3M/IV/2005. Yogyakarta: Fakultas Teknik UNY.
Nazir, Moh. 2003. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Nugroho, Kharisma.dkk. 2012. Modul Pelatihan Dasar Penanggulangan
Bencana. Jakarta Pusat: BNPB.
Priambodo, Arie S. 2009. Panduan Praktis Menghadapi Bencana. Yogyakarta:
Kanisius.
Riduwan. 2010. Skala Pengukuran Variabel-variabel Penelitian. Bandung:
Alfabeta.
Sartohadi, Junun. Dkk. 2014. Pengantar Geografi Tanah. Yogyakarta: Pustaka
Belajar
Setiana, Lucie. 2005. Teknik Penyuluhan dan Pemberdayaan Masyarakat. Bogor:
Ghalia Indonesia.
Setyowati, Liesnoor Dewi. 2010. Buku Ajar Erosi dan Mitigasi Bencana.
Semarang: Sanggar Krida Aditama.
Sopacua, Evie dan Didik Budijanto. 2007. „Evaluasi 4 Tahap dari Kirkpatrick
sebagai Alat Evaluasi Pasca Pelatihan‟. Dalam Buletin Penelitian Sistem
Kesehatan. Vol.10. No.4.
Sudjana, Nana dan Ibrahim. 2007. Penelitian dan Penilaian Pendidikan.
Bandung: Sinar Baru Algensindo Bandung.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
------------- 2010. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
122
------------- 2014. Cara Mudah Menyusun: Skripsi, Tesis, dan Disertasi. Bandung:
Alfabeta.
Suharsimi, A. 2002. Dasar-dasar Evalausi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
Widoyoko,Eko Putro. 2014. Evaluasi Program Pembelajaran. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Zubaedim. 2012.Pendidikan Berbasis Masyarakat. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
123
LAMPIRAN - LAMPIRAN
124
Lampiran 1
ANGKET
PEMANFAATAN MEDIA MAKET LANSEKAP BERKONTUR
UNTUK KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT DALAM MENGHADAPI
BENCANA TANAH LONGSOR
Pengantar:
Angket ini merupakan angket untuk menilai tanggapan perangkat
pemerintahan dan pemuda-pemudi karang taruna usia SMP-SMA terhadap
pendidikan kesiapsiagaan bencana tanah longsor menggunakan media maket
lansekap berkontur. Tujuan pembuatan instrumen angket ini adalah untuk
mengetahui tingkat kepuasan, kesiapsiagaan, dan perubahan perilaku peserta
dalam pembelajaran. Angket ini berupa pernyataan berjumlah 40 item yang di isi
oleh peserta. Instrumen angket ini dibuat untuk melengkapi salah satu syarat
kelengkapan penelitian dan tidak ada maksud tertentu kecuali untuk penelitian
pendidikan.
Petunjuk Pengisian:
1. Bacalah beberapa aspek pernyataan pada kolom dibawah ini, kemudian isilah
tanda check list (√) pada kolom skor 1, 2, 3, atau 4 yang telah disediakan.
2. Silahkan pilih angka 4 jika sangat setuju, 3 jika setuju, 2 jika kurang setuju,
dan 1 jika tidak setuju.
3. Berikanlah masukan atau saran untuk perbaikan media maket lansekap
berkontur jika diperlukan.
125
IDENTITAS PESERTA
Nama :
Usia :
Jenis Kelamin :
Pekerjaan :
No. Telpn :
Alamat :
A. Respon (Tingkat Kepuasan) Responden
No. Pernyataan Skor
1 2 3 4
A. Cara Penyampaian Materi
1. Pembelajaran menggunakan media maket
lansekap berkontur membuat saya semangat
dalam mempelajari kesiapsiagaan longsor
2. Saya benar-benar senang dalam mengikuti
sesi pendidikan kesiapsiagaan bencana tanah
longsor ini.
3. Instruktur menyampaikan materi dengan
bahasa yang mudah dipahami
4. Instruktur dalam penyampaian materi tidak
membosankan
B. Isi Materi
5. Saya memahami isi materi pembelajaran
kesiapsiagaan bencana tanah longsor
6. Materi kesiapsiagaan yang disampaikan
sesuai dengan kebutuhan saya sebagai bagian
masyarakat yang tinggal di daerah rawan
longsor
7. Saya dapat memperoleh pengetahuan baru
126
dengan mengikuti kegiatan pendidikan
kesiapsiagaan bencana tanah longsor
menggunakan media maket lansekap
berkontur
C. Sarana dan Prasarana yang Disediakan
8. Ruang pembelajaran yang digunakan nyaman
9. Jumlah tempat duduk yang tersedia cukup
sesuai jumlah peserta
10. Jumlah meja yang tersedia tidak kurang
11. Penyediaan alat tulis sesuai dengan jumlah
peserta
D. Jadwal Kegiatan
12. Jadwal kegiatan tidak berbenturan dengan
kegiatan saya yang lain
13. Jadwal kegiatan tidak berbenturan dengan
acara adat desa saya
E. Tempat Pembelajaran
14. Tempat pembelajaran yang digunakan sudah
bersih
15. Penerangan di tempat pembelajaran sudah
cukup untuk saya
F. Media yang digunakan dalam Pendidikan Kesiapsiagaan
16. Gaya penyajian media maket lansekap
berkontur membosankan.
17. Pada maket lansekap berkontur
menggambarkan sebaran daerah yang masuk
rawan longsor.
18. Pada maket lansekap berkontur memberikan
arahan jalur evakuasi yang mudah dimengerti.
19. Maket simulasi memberikan gambaran yang
127
jelas bagaimana proses longsor terjadi.
20. Maket lansekap berkontur memberikan
arahan pos-pos pengungsia bila bencana
longsor terjadi dengan jelas.
B. Sikap Kesiapsiagaan
No. Pernyataan Skor
1 2 3 4
21 Menurut saya perlu adanya antisipasi bencana
tanah longsor dari pihak pemerintah kota dan
masyarakat
22. Menurut saya daerah ini rawan bencana tanah
longsor
23. Menurut saudara apakah perlu menyimpan
nomor telephone PLN, PDAM, dan petugas
kesehatan terdekat
24. Menurut saudara apakah perlu pemantauan
kondisi curah hujan dan tanah oleh
pemerintah
25. Menurut saudara perlu penyimpanan surat-
surat penting agar tidak terkena bencana tanah
longsor
26. Menurut saudara apakah perlu tentang
pentingnya kesiapsiagaan masyarakat dalam
menghadapi bencana tanah longsor
27. Menurut saudara apakah perlu kesepakatan
dalam masyarakat mengenai tempat evakuasi
dalam situasi darurat
128
28. Menurut saudara apakah perlu kesepakatan
masyarakat berpartisipasi dalam simulasi
evakuasi
29. Menurut saudara apakah perlu listrik
dipadamkan saat pembersihan rumah pasca
bencana longsor
30. Menurut saudara apakah perlu pelatihan
pertolongan pertama untuk anggota
masyarakat
31. Menurut saudara apakah perlu masyarakat
sebaiknya tidak boleh mendirikan rumah di
tanah yang masuk kawasan longsor
32. Menurut saudara apakah perlu membawa
kotak P3K dan obat pribadi ketika mengungsi
33. Menurut saudara apakah perlu tentang harus
mengungsi bila ada rekahan pada tanah yang
tiba-tiba muncul disertai aliran air yang
muncul dari dalamnya saat hujan deras terjadi
C. Perubahan Perilaku
No. Pernyataan Skor
1 2 3 4
34. Kegiatan pembelajaran kesiapsiagaan bencana
longsor yang telah dilaksanakan membantu
saya memahami masalah lingkungan di Desa
Cepogo
35. Kegiatan pembelajaran yang telah
dilaksanakan menurut saya untuk mengaitkan
permasalah lingkungan dengan aktivitas
129
masyarakat.
36. Saya yakin dapat menerapkan kesiapsiagaan
bencana tanah longsor dengan baik
37. Isi dari materi kesiapsiagaan bencana tanah
longsor membantu saya untuk memperbaiki
kebiasaan yang dapat merusak lingkungan
38. Dengan mempelajari ini saya merasa mudah
dalam menentukan tindakan apa yang harus
dilakukan dalam mengelola lingkungan
39. Saya menjadi lebih waspada terhadap keadaan
tanah di lingkungan sekitar.
40. Saya menghindari aktivitas di tepi lembah
sungai terjal maupun di bawah lereng terjal.
41. Saya menghindari penggalian pada daerah
bawah lereng terjal.
42. Saya menyebarluaskan informasi ini ketempat
kerja saya.
Saran:
Cepogo, 2015
Responden,
( )
130
Lampiran 2
KISI-KISI SOAL
Tema : Bencana Longsor
Alokasi Waktu : 20 menit
Jumlah Butir : 30 butir
Bentuk Soal : Pilihan Ganda
Kompetensi Dasar :
Memahami konsep bencana, pemcegahan dan mitigasi,serta kesiapsiagaan
mengahdapi bencana tanah longsor.
Indikator:
No. Indikator Nomor Soal Kunci
Jawaban
Kompetensi
Kognitif
1. Memahami konsep bencana
secara umum:
a. Pengertian bencana
b. Jenis bencana
c. Faktor penyebab
d. Contoh bencana alam
e. Konsep bencana longsor
1, 2, 3, 4, 5,
6, 7, 8, 9
b, c, b, b, d,
b, d, d, d
C1, C1,
C2,C1, C2 ,
C2, C1, C2,
C2
2. Memahami karakteristik
bencana:
a. Karakteristik ancaman
bencana
b. Karakteristik bencana
longsor
c. Upaya penyelamatan diri
10, 11, 12,
13, 14
c, b, c, c, d C4, C4, C6,
C2, C2
131
dari longsor
d. Upaya pemerintah terhadap
bencana
e. Penyebab bencana longsor
3. Prinsip dasar penanggulangan
bencana:
a. Tahap penanggulangan
bencana
b. Upaya mempersiapkan
masyarakat terhadap
ancaman bencana
c. Tindakan akibat bencana
d. Kegiatan penyelenggaraan
penanggulangan bencana
oleh pemerintah
e. Upaya penanggulangan
bencana longsor
15, 16, 17,
18, 19
b, d, a, d, c C6, C5, C4,
C1, C4
4. Pencegahan dan mitigasi
bencana:
a. Sistem peringatan dini
longsor
b. Upaya pencegahan dan
mitigasi
c. Informasi bencana
d. Penyuluhan terhadap
bencana alam
20, 21, 22,
23
b, b, b, b C3, C4, C3,
C3
5. Kesiapsiagaan Bencana:
a. Alat untuk peringatan bila
terjadi bencana
b. Langkah kesiapsiagaan
24, 25, 26,
27, 28, 29, 30
b, d, b, c, b,
b, d
C1, C3, C4,
C3, C3, C4,
C3
132
c. Rencana kesiapsiagaan
d. Kegiatan kesiapsiagaan
Keterangan :
C1 : Mengingat
C2 : Memahami
C3 : Menerapkan
C4 : Menganalisa
C5 : Mengevaluasi
C6 : Mencipta
Sumber: Taksonomi Bloom Ranah Kognitif
133
Lampiran 3
INSTRUMEN PENELITIAN
Pemanfaatan Media Maket Lansekap Berkontur untuk Kesiapsiagaan
Masyarakat dalam Menghadapi Bencana Tanah Longsor
Tema : Bencana Tanah Longsor
Waktu : 20 menit
Jumlah Soal : 30 butir
Petunjuk mengerjakan soal:
1. Tuliskan nama dan identitas dibawah ini dengan benar dan lengkap
2. Bacalah soal yang tersedia dengan cermat, kemudian pilihlah jawaban yang
menurut anda paling tepat
3. Pilihlah salah satu jawaban yang dianggap benar dengan memberi tanda
(X) pada pilihan a, b, c, atau d
4. Apabila terdapat jawaban yang salah dan ingin dperbaiki, silahkan coret
dengan garis lurus mendatar pada jawaban yang salah (X) dan silang
jawaban yang benar (X)
Contoh:
a b c d a b c d
5. Periksalah kembali pekerjaan anda sebelum dikumpulkan
6. Selamat mengerjakan!
134
Identitas Responden:
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
No telfn :
Alamat :
Pengetahuan Kebencanaan Longsor dan Kesiapsiagaan
1. Peristiwa yang mengancam dan menyebabkan kerugian bagi manusia, yang
disebabkan oleh interaksi antara faktor alam dan manusia disebut ...
a. Bahaya
b. Bencana
c. Ancaman
d. Kerentanan
2. Berdasarkan UU No. 24/2007, jenis-jenis bencana dikelompokkan menjadi
tiga, yaitu:
a. Bencana Gempa Bumi, SARA, dan Bencana Sosial
b. Bencana Sosial, Bencana Alam, dan Bencana Tsunami
c. Bencana Non-Alam, Bencana Alam, dan Bencana Sosial
d. Bencana Alam, Bencana Longsor, dan Bencana Penyakit Ebola
3. Longsor merupakan suatu peristiwa gerakan massa tanah dari daerah terjal
akibat penurunan jumlah tanaman dan pohon karena penebangan yang asal-
asalan. Pernyataan tersebut merupakan pemicu longsor yang disebabkan oleh
...
a. SARA
b. Perilaku Manusia
c. Kehendak Yang Maha Esa
d. Kurangnya infrastruktur dan prasarana
4. Perhatikan jenis-jenis bencana berikut!
1) Gempa bumi
135
2) Konflik masyarakat
3) Kekeringan
4) Angin topan
5) Wabah penyakit
6) Tanah longsor
Yang termasuk bencana alam adalah nomor …..
a. 1), 2), dan 3)
b. 1), 4), dan 6)
c. 2), 3), dan 4)
d. 3), 4), dan 5)
5. Pernyataan dibawah ini sesuai dengan pemahaman tentang bencana,
KECUALI ...
a. Ancaman adalah suatu kejadian atau kondisi yang berpotensi
menimbulkan kerusakan atau kerugian dan kehilangan nyawa manusia
b. Besarnya risiko bencana dipengaruhi oleh besarnya ancaman, kerentanan
dan kapasitas
c. Tidak semua ancaman selalu menjadi bencana
d. Semua ancaman tidak bisa kita cegah
6. Sesuai konsep bencana, manusia dianggap rentan, KECUALI:
a. Berada dikondisi ekonomi yang miskin
b. Tidak mendapatkan dukungan pemerintah atau LSM
c. Berada dilokasi yang berpotensi terpapar oleh bencana
d. Kurang memiliki pengetahuan untuk mencegah bencana
7. Gerakan tanah dan bebatuan pada lereng sebuah gunung yang meluncur
kebawah disebut ...
a. Erosi
b. Abrasi
c. Gempa bumi
d. Tanah longsor
8. Yang bukan daerah rawan longsor adalah ...
a. Daerah aliran air hujan dan sungai
136
b. Daerah yang terjal dan gundul
c. Daerah pertambangan
d. Daerah hijau
9. Berikut ini faktor-faktor yang dapat menyebabkan terbentuknya lereng-lereng
curam sehingga berpotensi terjadinya longsor, KECUALI ...
a. Erosi yang disebabkan sungai-sungai atau gelombang laut yang
menciptakan lereng-lereng yang terlalu curam
b. Gempa bumi menyebabkan tekanan yang mengakibatkan longsornya
lereng-lereng yang lemah
c. Lereng bebatuan dan tanah diperlemah melalui saturasi yang diakibatkan
hujan lebat
d. Melakukan penanaman pada daerah-daerah yang gundul
10. Untuk mengetahui karakteristik berbagai ancaman, biasanya digunakan
berberapa ciri-ciri berikut ini, KECUALI ...
a. Pemicu ancaman
b. Tanda-tanda ancaman
c. Tingkat sosial ekonomi masyarakat
d. Tipe, kecepatan, dan jarak ancaman
11. Apabila seseorang berada dalam ruangan gedung kemudian terdengar suara
gemuruh longsor, upaya penyelamatan yang tepat adalah ...
a. Berpegang pada benda yang kokoh
b. Mencari jalan keluar bangunan
c. Berdiam diri didalam ruangan
d. Berteriak minta tolong
12. Saat terdengar suara gemuruh diikuti dengan jatuhnya atau longsornya tanah
yang ada di permukaan lebih tinggi yang menandakan tanah longsor, langkah
penyelamatan yang paling tepat adalah ...
a. Berlari masuk kedalam rumah
b. Mengumpulkan barang berharga
c. Segera berlari sejauh mungkin dari lokasi
d. Segera memanjat pohon untuk meghindari longsoran
137
13. Yang bukan langkah-langkah pemerintah untuk menanggulangi bencana
tanah longsor adalah ...
a. Penyebarluasan informasi bencana longsor melalui berbagai media dan
cara.
b. Pemerintah melakukan penyuluhan di daerah potensi longsor
c. Perizinan pembangunan pemukiman di bawah lereng terjal
d. Menanam kembali tanah yang telah gundul
14. Berikut ini yang menunjukkan tanda-tanda akan terjadinya longsor adalah ...
a. Curah hujan rendah
b. Terdapat genangan pada tanah
c. Angin kencang dan cuaca gelap
d. Curah hujan tinggi disertai munculnya rekahan-rekahan pada tanah
15. Urutan yang benar tahap-tahap Penanggulangan Bencana adalah ...
a. Keisapsiagaan - Tanggap Darurat - Rehabilitasi dan Rekonstruksi -
Pencegahan dan Mitigasi
b. Pencegahan dan Mitigasi – Kesiapsiagaan - Tanggap Darurat -
Rehabilitasi dan Rekonstruksi
c. Pencegahan dan Mitigasi - Tanggap Darurat - Rehabilitasi dan
Rekonstruksi - Kesiapsiagaan
d. Rehabilitasi dan Rekonstruksi – Kesiapsiagaan – Pencegahan dan
Mitigasi – Tanggap Darurat
16. Suatu perencanaan, identifikasi sumber daya, sistem peringatan, pelatihan
simulasi, dan tindakan perencanaan lainnya yang diambil untuk tujuan utama
meningkatkan keamanan dan efektivitas respons masyarakat selama bencana
disebut ...
a. Rehabilitasi dan Rekonstruksi
b. Pencegahan dan Mitigasi
c. Tanggap Darurat
d. Kesiapsiagaan
138
17. Tindakan yang dilakukan terhadap korban luka – luka akibat bencana adalah
…
a. Mengevakuasi ke rumah sakit
b. Menghitung jumlah korban
c. Mendirikan tenda darurat
d. Membiarkan saja
18. Kegiatan penyelenggaraan penanggulangan bencana berupa pemberian
peringatan dini merupakan tugas dan tanggung jawab ...
a. PMI
b. LSM
c. BNPB
d. BMKG
19. Salah satu upaya menanggulangi bencana longsor adalah ...
a. Menebangi pohon yang ada diatas lereng
b. Membuang sampah pada tempatnya
c. Melakukan penghijauan
d. Membakar hutan
20. Yang bukan alat-alat yang dapat digunakan dalam menginformasikan
datangnya bencana longsor kepada masyarakat adalah ...
a. Sirine
b. Pamflet
c. Kentongan
d. Segala benda yang berbunyi keras
21. Upaya pencegahan dan mitigasi mempunyai beberapa nilai positif, kecuali ...
a. Melanggengkan pembangunan secara berkelanjutan
b. Menambah pengeluaran untuk pemulihan pasca bencana
c. Mencegah atau mengurangi banyak nyawa, harta benda, dan kerusakan
hasil pembangunan
d. Mengurangi stres dan beban psikologi kegiatan tanggap darurat dan
pemulihannya
139
22. Masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana perlu diberikan … yang
benar tentang bencana alam.
a. Perkiraan cuaca
b. Informasi
c. Perkiraan
d. Dana
23. Pemberian informasi dan penyuluhan tentang bencana alam kepada
masyarakat di daerah yang rawan bencana, dilakukan agar masyarakat dapat
melakukan usaha penyelamatan diri dan keluarga. Berikut yang merupakan
bentuk penyuluhan kepada masyarakat yang tinggal di daerah longsor adalah
...
a. Mengenakan masker apabila keluar rumah, untuk mencegah gangguan
pernafasan
b. Segera berlari sejauh mungkin dari tempat jangkauan longsor
c. Lari keluar rumah dan mencari tempat yang lapang
d. Segera berlari menuju tempat yang lebih tinggi
24. Apabila terdengar suara gemuruh disertai gerakan tanah dari daerah yang
lebih tinggi, masyarakat yang tahu akan segera membunyikan ...
a. Bel
b. Sirine
c. Bedug
d. Lonceng
25. Dalam pengurangan risiko bencana, meskipun kita sudah melakukan langkah
pencegahan dan mitigasi, kita tetap perlu melakukan langkah-langkah
kesiapsiagaan. Salah satu alasannya adalah ...
a. Karena kita tidak pernah benar-benar tahu skala dari ancaman bencana
yang akan terjadi
b. Karena tidak semua ancaman bisa dicegah dan dimitigasi
c. Karena tidak tahu ancaman akan terjadi atau tidak
d. Karena risiko bencana tiap tempat berbeda-beda
140
26. Membuat rencana untuk menghadapi bencana, baik rencana sebelum
ancaman bencana terjadi ataupun saat ancaman terjadi, adalah salah satu
bagian kesiapsiagaan yang dilaksanakan pada ...
a. Mitigasi
b. Kesiapan
c. Kesiagaan
d. Kewaspadaan
27. Salah satu dari kegiatan berikut ini yang termasuk dalam kesiapsiagaan
adalah ...
a. Membuka dapur umum di pengungsian korban longsor
b. Membawa korban luka ke rumah sakit terdekat
c. Melakukan simulasi evakuasi bahaya longsor di sekolah maupun
masyarakat
d. Melaksanakan operasi pencarian korban yang hilang saat bencana
longsor terjadi
28. Tanah longsor bisa diantisipasi dengan cara ...
a. Membangun rumah dibukit
b. Mengadakan penghijauan
c. Menggali kaki bukit
d. Menggunduli bukit
29. Pemetaan kawasan longsor akan bermanfaat untuk ...
a. Mempermudah evakuasi pada saat terjadi longsor
b. Meningkatkan kewaspadaan masyarakat
c. Memprediksi terjadinya longsor
d. Mencegah bahaya longsor
30. Pembuatan lahan berundak ditebing-tebing pegunungan bertujuan untuk
mencegah ...
a. Badai
b. Banjir
c. Gempa
d. Tanah Longsor
141
Lampiran 4
142
Lampiran 5
Butir soal
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42
1 UC 1 4 4 3 2 2 2 4 4 4 4 4 3 4 3 4 1 2 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 3 4 3 4 1 3 4 2 4 3 130 16900
2 UC 2 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 1 4 4 4 4 4 2 3 4 4 4 4 4 4 4 3 3 3 4 4 4 3 4 4 4 4 3 149 22201
3 UC 3 2 3 3 3 2 3 4 3 3 2 2 3 3 3 3 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 4 3 3 2 3 3 4 4 3 4 119 14161
4 UC 4 2 2 3 3 3 3 3 2 2 2 2 1 3 3 3 2 3 3 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 4 3 4 4 4 2 3 3 3 4 4 4 3 4 116 13456
5 UC 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 1 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 154 23716
6 UC 6 3 3 3 2 2 3 4 3 3 3 3 3 3 4 3 1 3 3 4 3 3 1 3 4 3 3 3 3 4 4 4 3 4 3 3 3 3 3 3 4 4 4 123 15129
7 UC 7 3 3 3 4 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 4 3 3 3 3 4 3 3 3 3 4 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 120 14400
8 UC 8 3 4 4 4 2 3 4 4 4 3 3 4 3 4 3 3 3 3 3 3 4 2 3 4 3 4 4 4 4 4 4 3 4 3 4 4 3 4 3 4 4 3 139 19321
9 UC 9 2 4 3 2 3 3 4 4 3 3 4 4 3 4 3 2 2 3 3 4 3 1 3 3 3 3 4 3 4 3 3 3 4 3 3 4 2 3 4 4 4 3 126 15876
10 UC 10 3 4 4 2 4 3 3 3 3 3 3 4 4 4 3 3 3 4 4 4 4 2 3 4 4 4 4 4 4 4 3 3 3 4 4 3 3 4 4 4 4 3 140 19600
SX 23 35 34 30 28 30 37 34 33 31 32 33 34 36 33 18 29 33 34 35 37 25 32 36 34 36 36 35 36 36 35 33 36 33 34 33 28 35 37 37 37 34 1316 2E+06
SX² 69 127 118 98 86 94 139 120 113 101 108 117 118 132 111 38 89 111 118 125 139 73 104 132 118 132 132 125 134 132 125 111 132 113 118 115 84 125 139 141 139 118 k = 30
p 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,100 0,000 0,000 0,000 0,400 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,200 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,100 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 Spq 0,49
q 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 0,900 1,000 1,000 1,000 0,600 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 0,800 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 0,900 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 S2 = 174,93
SXY 3119 4670 4530 3991 3760 4001 4888 4530 4404 4146 4272 4424 4521 4779 4381 2355 3876 4391 4514 4647 4896 3306 4232 4783 4521 4780 4786 4660 4717 4783 4565 4337 4725 4405 4530 4407 3716 4646 4882 4884 4909 4460 r11 = 1,032rxy 0,702 0,760 0,905 0,383 0,687 0,668 0,327 0,668 0,762 0,756 0,648 0,719 0,758 0,673 0,664 -0,147 0,679 0,838 0,644 0,654 0,466 0,124 0,414 0,739 0,758 0,690 0,787 0,861 -0,248 0,739 -0,654 -0,101 -0,205 0,774 0,905 0,655 0,332 0,638 0,223 0,184 0,692 -0,234 M 131,6
rtabel 0,632 0,632 0,632 0,632 0,632 0,632 0,632 0,632 0,632 0,632 0,632 0,632 0,632 0,632 0,632 0,632 0,632 0,632 0,632 0,632 0,632 0,632 0,632 0,632 0,632 0,632 0,632 0,632 0,632 0,632 0,632 0,632 0,632 0,632 0,632 0,632 0,632 0,632 0,632 0,632 0,632 0,632
Kriteria valid valid valid TIDAK valid valid TIDAK valid valid valid valid valid valid valid valid TIDAK valid valid valid valid TIDAK TIDAK TIDAK valid valid valid valid valid TIDAK valid TIDAK TIDAK TIDAK valid valid valid TIDAK valid TIDAK TIDAK valid TIDAK 27
Dipakai Dipakai Dipakai Dibuang Dipakai Dipakai Dibuang Dipakai Dipakai Dipakai Dipakai Dipakai Dipakai Dipakai Dipakai Dibuang Dipakai Dipakai Dipakai Dipakai Dibuang Dibuang Dibuang Dipakai Dipakai Dipakai Dipakai Dipakai Dibuang Dipakai Dibuang Dibuang Dibuang Dipakai Dipakai Dipakai Dibuang Dipakai Dibuang Dibuang Dipakai Dibuang
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 40 40
varian i tem 0,4107 0,5 0,2667 0,8889 0,8444 0,4444 0,2333 0,4889 0,4556 0,5444 0,6222 0,9 0,2667 0,2667 0,2333 0,6222 0,5444 0,2333 0,2667 0,2778 0,2333 1,1667 0,1778 0,2667 0,2667 0,2667 0,2667 0,2778 0,4889 0,2667 0,2778 0,2333 0,2667 0,4556 0,2667 0,6778 0,6222 0,2778 0,2333 0,4556 0,2333 0,2667
jumlah varian i tem17,255
varian total 174,93
r_Tabel 0,361
reabilitas 1,0012
kesimpulan Reliabel
Tabel Analisis Data Perhitungan Validitas, Reliabilitas Soal Ujicoba Instrumen
Y2
VA
LID
IT
AS
KRITERIA SOAL
NoKode
RespondenY
143
Lampiran 6
NILAI REACTION (KEPUASAN)
NO NAMA HASIL NILAI JUMLAH % Kategori
1 2 3 4 *1 *2 *3 *4
1 Agung Setiawan 1 10 9 1 0 30 36 67 84% Sangat Baik
2 Agus Maryono 5 4 11 5 8 0 44 57 71% Baik
3 Andri Purwoko 1 1 12 6 1 2 36 24 63 79% Baik
4 Anik Cahyanti 2 4 2 12 2 8 6 48 64 80% Baik
5 Ari Yanto 4 4 3 9 4 8 9 36 57 71% Baik
6 Bakdi Yanto 1 10 9 1 0 30 36 67 84% Sangat Baik
7 Beni Susanto 2 3 2 13 2 6 6 52 66 83% Sangat Baik
8 Budiyono 1 10 9 1 0 30 36 67 84% Sangat Baik
9 Darsianto 1 1 3 15 1 2 9 60 72 90% Sangat Baik
10 Dewi Apriliyani 3 3 1 13 3 6 3 52 64 80% Baik
11 Dwy Lestari 4 5 11 4 10 0 44 58 73% Baik
12 Edi 3 2 4 11 3 4 12 44 63 79% Baik
13 Eka Fitriani 3 3 14 3 6 0 56 65 81% Sangat Baik
14 Eny 4 5 9 2 4 10 27 8 49 61% Baik
15 Fajar 3 3 1 13 3 6 3 52 64 80% Baik
16 Giyanto 1 2 10 7 1 4 30 28 63 79% Baik
17 Haryanti 2 2 10 6 2 4 30 24 60 75% Baik
18 Heri Susanto 1 1 8 10 1 2 24 40 67 84% Sangat Baik
19 Isnanto 1 1 8 10 1 2 24 40 67 84% Sangat Baik
20 Iswanto 3 14 3 3 0 42 12 57 71% Baik
21 Joko Priyanto 1 5 14 1 0 15 56 72 90% Sangat Baik
22 Joko Sutopo 2 3 6 9 2 6 18 36 62 78% Baik
23 Margiyanti 5 4 11 5 8 0 44 57 71% Baik
24 Margono 1 13 6 1 0 39 24 64 80% Baik
25 Marjani 3 2 14 1 3 4 42 4 53 66% Baik
26 Marsudi 1 2 10 7 1 4 30 28 63 79% Baik
27 Maryadi 5 4 11 5 8 0 44 57 71% Baik
28 Molyanto 1 6 13 1 0 18 52 71 89% Sangat Baik
29 Molyoto 3 2 9 6 3 4 27 24 58 73% Baik
30 Ngateno 1 14 5 1 0 42 20 63 79% Baik
31 Novita Dwi Lestari 3 4 13 3 8 0 52 63 79% Baik
32 Riyadi 1 9 10 1 0 27 40 68 85% Sangat Baik
33 Riyanto 3 4 1 12 3 8 3 48 62 78% Baik
34 Riyanto 2 1 12 5 2 2 36 20 60 75% Baik
144
NO NAMA HASIL NILAI
JUMLAH % KATEGORI 1 2 3 4 1* 2* 3* 4*
35 Romadi 1 19 1 0 0 76 77 96% Sangat Baik
36 Sigit Tri Wibowo 3 2 14 1 3 4 42 4 53 66% Baik
37 Sihhono 2 13 5 2 0 39 20 61 76% Baik
38 Sri Marwiyah 3 4 1 12 3 8 3 48 62 78% Baik
39 Sri Maryanti 1 6 13 1 0 18 52 71 89% Sangat Baik
40 Sri Yami 1 2 1 16 1 4 3 64 72 90% Sangat Baik
41 Sriyono 1 1 10 8 1 2 30 32 65 81% Sangat Baik
42 Suci Handayani 2 1 5 12 2 2 15 48 67 84% Sangat Baik
43 Supriyadi 1 10 9 1 0 30 36 67 84% Sangat Baik
44 Supriyono 1 1 12 6 1 2 36 24 63 79% Baik
45 Surono 2 16 2 2 0 48 8 58 73% Baik
46 Suyit 2 10 8 2 0 30 32 64 80% Baik
47 Tri Wahyuningsih 2 5 8 5 2 10 24 20 56 70% Baik
48 Wigati 1 3 6 10 1 6 18 40 65 81% Sangat Baik
49 Winardi 3 3 14 3 6 0 56 65 81% Sangat Baik
50 Wiyono 2 6 12 2 0 18 48 68 85% Sangat Baik
Jumlah 106 92 334 468 Rata-rata 63,28 79% Baik
Kurang Baik 0 0,00%
Cukup Baik 0 0,00%
Baik 30 60,00%
Sangat Baik 20 40,00%
145
Lampiran 7
Tabel
Perhitungan Statistika
Terhadap Hasil Pre-Test dan Post Test
Hipotesis
Ho : m1 < m2
Ha : m1 > m2
Uji Hipotesis
Untuk menguji hipotesis tersebut digunakan rumus:
Ho diterima apabila t < t(1-1/2a)(n1+n2-2)
No Resp Xe1 Xe2 D d d
2
1 R-01 58,00 67,00 -9,00 -2,70 7,2900
2 R-02 58,00 64,00 -6,00 0,30 0,0900
3 R-03 67,00 76,00 -9,00 -2,70 7,2900
4 R-04 73,00 76,00 -3,00 3,30 10,8900
5 R-05 67,00 67,00 0,00 6,30 39,6900
6 R-06 61,00 67,00 -6,00 0,30 0,0900
7 R-07 58,00 70,00 -12,00 -5,70 32,4900
8 R-08 67,00 76,00 -9,00 -2,70 7,2900
9 R-09 70,00 73,00 -3,00 3,30 10,8900
10 R-10 73,00 76,00 -3,00 3,30 10,8900
11 R-11 64,00 70,00 -6,00 0,30 0,0900
12 R-12 55,00 67,00 -12,00 -5,70 32,4900
13 R-13 73,00 76,00 -3,00 3,30 10,8900
14 R-14 40,00 55,00 -15,00 -8,70 75,6900
15 R-15 55,00 64,00 -9,00 -2,70 7,2900
16 R-16 61,00 67,00 -6,00 0,30 0,0900
17 R-17 67,00 79,00 -12,00 -5,70 32,4900
146
No Resp Xe1 Xe2 D d d2
18 R-18 61,00 64,00 -3,00 3,30 10,8900
19 R-19 58,00 61,00 -3,00 3,30 10,8900
20 R-20 73,00 79,00 -6,00 0,30 0,0900
21 R-21 73,00 73,00 0,00 6,30 39,6900
22 R-22 58,00 64,00 -6,00 0,30 0,0900
23 R-23 64,00 73,00 -9,00 -2,70 7,2900
24 R-24 82,00 88,00 -6,00 0,30 0,0900
25 R-25 64,00 70,00 -6,00 0,30 0,0900
26 R-26 67,00 73,00 -6,00 0,30 0,0900
27 R-27 67,00 70,00 -3,00 3,30 10,8900
28 R-28 70,00 82,00 -12,00 -5,70 32,4900
29 R-29 67,00 70,00 -3,00 3,30 10,8900
30 R-30 58,00 67,00 -9,00 -2,70 7,2900
31 R-31 76,00 79,00 -3,00 3,30 10,8900
32 R-32 61,00 70,00 -9,00 -2,70 7,2900
33 R-33 76,00 79,00 -3,00 3,30 10,8900
34 R-34 61,00 67,00 -6,00 0,30 0,0900
35 R-35 64,00 73,00 -9,00 -2,70 7,2900
36 R-36 82,00 91,00 -9,00 -2,70 7,2900
37 R-37 64,00 70,00 -6,00 0,30 0,0900
38 R-38 73,00 73,00 0,00 6,30 39,6900
39 R-39 70,00 73,00 -3,00 3,30 10,8900
40 R-40 46,00 64,00 -18,00 -11,70 136,8900
41 R-41 64,00 70,00 -6,00 0,30 0,0900
42 R-42 73,00 73,00 0,00 6,30 39,6900
43 R-43 52,00 61,00 -9,00 -2,70 7,2900
44 R-44 85,00 91,00 -6,00 0,30 0,0900
45 R-45 73,00 76,00 -3,00 3,30 10,8900
46 R-46 64,00 67,00 -3,00 3,30 10,8900
47 R-47 70,00 76,00 -6,00 0,30 0,0900
48 R-48 61,00 70,00 -9,00 -2,70 7,2900
49 R-49 70,00 73,00 -3,00 3,30 10,8900
50 R-50 58,00 67,00 -9,00 -2,70 7,2900
Jumlah 3272,00 3587,00 -315,00 0,00 742,5000
Rata-rata 65,44 71,74 -6,30
147
MD = SD
= 315,00
= 6,30 N 50
t =
= 11,44
6,30
742,5000
50 50 - 1
Pada a = 5% dengan db = 50 -1 = 49 diperoleh t(0.95)(49) = 2,010
-2,01
2,01 11,44
Karena t berada pada daerah penolakan Ho, maka dapat disimpulkan ada
perbedaan hasil pre test dan post-test hasil pengetahuan kesiapsiagaan bencana
alam
Daerah penerimaan Ho
148
Lampiran 8
UJI NORMALITAS DATA PRE TEST
Hipotesis
Ho : Data berdistribusi normal
Ha : Data tidak berdistribusi normal
Pengujian Hipotesis:
Rumus yang digunakan:
Kriteria yang digunakan
Ho diterima jika χ2 < χ
2 tabel
χ2
(α)(k-3)
Pengujian Hipotesis
Nilai maksimal = 85,00 Panjang Kelas = 6,4
Nilai minimal = 40,00 Rata-rata ( X ) = 65,4
Rentang = 45,00 S = 8,7
Banyak kelas = 7,0 N = 50
Kemudian dari hasil diatas, dimasukkan kedalam tabel penghitungan seperti
dibawah ini:
Daerah penolakan Ho Daerah
penerimaan Ho
149
Kelas Interval Batas
Kelas
Z untuk
batas kls.
Peluang
untuk Z
Luas Kls.
Untuk Z Ei Oi
(Oi-Ei)²
Ei
40,00 - 46,00 39,50 -2,99 0,4986 0,0130 0,651 2 2,799
47,00 - 53,00 46,50 -2,19 0,4856 0,0696 3,482 1 1,769
54,00 - 60,00 53,50 -1,38 0,4160 0,2002 10,010 9 0,102
61,00 - 67,00 60,50 -0,57 0,2158 0,3098 15,488 20 1,314
68,00 - 74,00 67,50 0,24 0,0940 0,2582 12,911 13 0,001
75,00 - 81,00 74,50 1,05 0,3522 0,1159 5,796 2 2,486
82,00 - 88,00 81,50 1,85 0,4681 0,0280 1,399 3 1,832
88,50 2,66 0,4961 50
χ² = 10,304
Untuk a = 5%, dengan dk = 7 - 1 = 6 diperoleh χ² tabel = 12,59
10,304
12,59
Karena χ² berada pada daerah penerimaan Ho, maka data tersebut berdistribusi
normal
Daerah penerimaan Ho
Daerah penolakan Ho
150
Lampiran 9
UJI NORMALITAS DATA POST TEST
Hipotesis
Ho : Data berdistribusi normal
Ha : Data tidak berdistribusi normal
Pengujian Hipotesis:
Rumus yang digunakan:
Kriteria yang digunakan
Ho diterima jika c2 < c
2 tabel
2()(k-3)
Pengujian Hipotesis
Nilai
maksimal
=
91,00 Panjang Kelas
=
5,1
Nilai minimal
=
55,00 Rata-rata ( X )
=
71,7
Rentang
=
36,00 S
=
7,1
Banyak kelas
=
7,0 N
=
50
Kemudian hasil penghitungan dimasukkan kedalam tabel berikut:
Daerah penolakan Ho Daerah
penerimaan Ho
151
Kelas Interval Batas Kelas Z untuk
batas kls.
Peluang
untuk Z
Luas Kls.
Untuk Z Ei Oi
(Oi-Ei)²
Ei
55,00 - 59,00 54,50 -2,41 0,4921 0,0355 1,774 1 0,338
60,00 - 64,00 59,50 -1,71 0,4566 0,1121 5,607 7 0,346
65,00 - 69,00 64,50 -1,01 0,3444 0,2214 11,072 9 0,388
70,00 - 74,00 69,50 -0,31 0,1230 0,2733 13,665 18 1,375
75,00 - 80,00 74,50 0,39 0,1503 0,2395 11,976 11 0,079
81,00 - 86,00 80,50 1,23 0,3898 0,0907 4,536 1 2,757
87,00 - 92,00 86,50 2,06 0,4805 0,0176 0,881 3 5,094
92,50 2,90 0,4982 50
χ²
= 10,376
Untuk a = 5%, dengan dk = 7 - 1 = 6 diperoleh χ² tabel = 12,59
10,376
12,59
Karena χ² berada pada daerah penerimaan Ho, maka data tersebut berdistribusi normal
Daerah penerimaan Ho
Daerah penolakan Ho
152
Lampiran 10
BEHAVIOR (PERILAKU)
NO NAMA
HASIL NILAI JUMLAH % Kategori
1 2 3 4 *1 *2 *3 *4
1 Agung Setiawan 3 6 0 0 9 24 33 92% Sangat Baik
2 Agus Maryono 6 3 0 0 18 12 30 83% Sangat Baik
3 Andri Purwoko 6 3 0 0 18 12 30 83% Sangat Baik
4 Anik Cahyanti 1 8 0 0 3 32 35 97% Sangat Baik
5 Ari Yanto 1 8 0 0 3 32 35 97% Sangat Baik
6 Bakdi Yanto 3 6 0 0 9 24 33 92% Sangat Baik
7 Beni Susanto 1 2 6 0 2 6 24 32 89% Sangat Baik
8 Budiyono 4 5 0 0 12 20 32 89% Sangat Baik
9 Darsianto 3 6 0 0 9 24 33 92% Sangat Baik
10 Dewi Apriliyani 2 7 0 0 6 28 34 94% Sangat Baik
11 Dwy Lestari 2 7 0 0 6 28 34 94% Sangat Baik
12 Edi 1 5 3 0 2 15 12 29 81% Sangat Baik
13 Eka Fitriani 3 6 0 0 9 24 33 92% Sangat Baik
14 Eny 2 7 0 0 6 28 34 94% Sangat Baik
15 Fajar 9 0 0 0 36 36 100% Sangat Baik
16 Giyanto 1 4 4 0 2 12 16 30 83% Sangat Baik
17 Haryanti 4 5 0 0 12 20 32 89% Sangat Baik
18 Heri Susanto 2 5 2 0 4 15 8 27 75% Baik
19 Isnanto 8 1 0 0 24 4 28 78% Baik
20 Iswanto 8 1 0 0 24 4 28 78% Baik
21 Joko Priyanto 1 6 2 0 2 18 8 28 78% Baik
22 Joko Sutopo 9 0 0 27 0 27 75% Baik
23 Margiyanti 2 7 0 0 6 28 34 94% Sangat Baik
24 Margono 9 0 0 27 0 27 75% Baik
25 Marjani 3 6 0 0 9 24 33 92% Sangat Baik
26 Marsudi 2 7 0 0 6 28 34 94% Sangat Baik
27 Maryadi 1 8 0 2 24 0 26 72% Baik
28 Molyanto 1 5 3 0 2 15 12 29 81% Sangat Baik
29 Molyoto 3 6 0 0 9 24 33 92% Sangat Baik
30 Ngateno 5 4 0 0 15 16 31 86% Sangat Baik
31 Novita Dwi
Lestari 2 7 0 0 6 28 34 94% Sangat Baik
32 Riyadi 4 5 0 0 12 20 32 89% Sangat Baik
153
NO NAMA HASIL NILAI
JUMLAH % KATEGORI 1 2 3 4 1* 2* 3* 4*
33 Riyanto 6 3 0 0 18 12 30 83% Sangat Baik
34 Riyanto 1 8 0 0 3 32 35 97% Sangat Baik
35 Romadi 1 8 1 0 0 32 33 92% Sangat Baik
36 Sigit Tri Wibowo 9 0 0 27 0 27 75% Baik
37 Sihhono 6 3 0 0 18 12 30 83% Sangat Baik
38 Sri Marwiyah 2 7 0 0 6 28 34 94% Sangat Baik
39 Sri Maryanti 1 8 0 0 3 32 35 97% Sangat Baik
40 Sri Yami 2 7 0 0 6 28 34 94% Sangat Baik
41 Sriyono 1 4 4 0 2 12 16 30 83% Sangat Baik
42 Suci Handayani 9 0 0 0 36 36 100% Sangat Baik
43 Supriyadi 5 4 0 0 15 16 31 86% Sangat Baik
44 Supriyono 1 5 3 1 0 15 12 28 78% Baik
45 Surono 8 1 0 0 24 4 28 78% Baik
46 Suyit 9 0 0 0 36 36 100% Sangat Baik
47 Tri
Wahyuningsih 2 7 0 0 6 28 34 94% Sangat Baik
48 Wigati 3 6 0 0 9 24 33 92% Sangat Baik
49 Winardi 2 7 0 0 6 28 34 94% Sangat Baik
50 Wiyono 2 6 1 0 4 18 4 26 72% Baik
Jumlah 2 11 192 245 Rata-rata 31,6 40% Tidak Baik
Max Kurang Baik 0 0,00%
Min Cukup Baik 0 0,00%
Baik 11 22,00%
Sangat Baik 39 78,00%
154
1 2 3 4 *1 *2 *3 *4 ∑ % Kategori 1 2 3 4 *1 *2 *3 *4 ∑
1 Agung Setiawan 2 4 5 1 2 8 15 4 29 56% Cukup 1 4 8 1 8 24 0 33 63% Baik
2 Agus Maryono 1 3 6 3 1 6 18 12 37 71% Baik 1 4 8 0 2 12 32 46 88% Sangat Baik
3 Andri Purwoko 1 6 6 1 12 18 0 31 60% Cukup 7 6 0 14 18 0 32 62% Baik
4 Anik Cahyanti 2 1 10 2 2 30 0 34 65% Baik 3 10 0 6 30 0 36 69% Baik
5 Ari Yanto 4 4 3 2 4 8 9 8 29 56% Cukup 1 5 7 1 10 21 0 32 62% Baik
6 Bakdi Yanto 2 5 6 2 10 18 0 30 58% Cukup 5 8 0 10 24 0 34 65% Baik
7 Beni Susanto 2 5 6 2 10 18 0 30 58% Cukup 1 1 11 1 2 33 0 36 69% Baik
8 Budiyono 2 6 5 2 12 15 0 29 56% Cukup 5 8 0 10 24 0 34 65% Baik
9 Darsianto 2 5 7 1 2 10 21 4 37 71% Baik 1 3 9 0 2 9 36 47 90% Sangat Baik
10 Dewi Apriliyani 2 1 10 2 2 30 0 34 65% Baik 3 10 0 0 9 40 49 94% Sangat Baik
11 Dwy Lestari 1 5 7 1 10 21 0 32 62% Baik 5 8 0 10 24 0 34 65% Baik
12 Edi 1 6 6 1 12 18 0 31 60% Cukup 2 11 0 4 33 0 37 71% Baik
13 Eka Fitriani 2 1 10 2 2 30 0 34 65% Baik 3 10 0 0 9 40 49 94% Sangat Baik
14 Eny 1 6 6 1 12 18 0 31 60% Cukup 3 10 0 6 30 0 36 69% Baik
15 Fajar 1 3 5 4 1 6 15 16 38 73% Baik 1 1 11 0 2 3 44 49 94% Sangat Baik
16 Giyanto 2 9 2 2 18 6 0 26 50% Cukup 6 7 0 0 18 28 46 88% Sangat Baik
17 Haryanti 1 6 6 1 12 18 0 31 60% Cukup 6 7 0 0 18 28 46 88% Sangat Baik
18 Heri Susanto 3 2 4 4 3 4 12 16 35 67% Baik 2 6 5 0 4 18 20 42 81% Sangat Baik
19 Isnanto 3 5 3 2 3 10 9 8 30 58% Cukup 1 9 3 0 2 27 12 41 79% Baik
20 Iswanto 3 2 8 3 4 24 0 31 60% Cukup 6 7 0 0 18 28 46 88% Sangat Baik
21 Joko Priyanto 2 1 10 2 2 30 0 34 65% Baik 1 12 0 0 3 48 51 98% Sangat Baik
22 Joko Sutopo 1 2 5 5 1 4 15 20 40 77% Baik 1 4 8 0 2 12 32 46 88% Sangat Baik
23 Margiyanti 2 4 7 2 8 21 0 31 60% Cukup 1 4 8 0 2 12 32 46 88% Sangat Baik
24 Margono 3 10 3 20 0 0 23 44% Cukup 1 12 0 2 36 0 38 73% Baik
25 Marjani 5 3 4 1 5 6 12 4 27 52% Cukup 9 4 0 0 27 16 43 83% Sangat Baik
26 Marsudi 4 5 4 4 10 12 0 26 50% Cukup 1 8 4 0 2 24 16 42 81% Sangat Baik
27 Maryadi 1 5 7 1 10 21 0 32 62% Baik 4 9 0 0 12 36 48 92% Sangat Baik
28 Molyanto 1 3 9 1 6 27 0 34 65% Baik 3 10 0 0 9 40 49 94% Sangat Baik
29 Molyoto 3 7 2 1 3 14 6 4 27 52% Cukup 1 8 4 0 2 24 16 42 81% Sangat Baik
30 Ngateno 2 3 7 1 2 6 21 4 33 63% Baik 1 8 4 0 2 24 16 42 81% Sangat Baik
31 Novita Dwi Lestari 2 2 9 2 4 27 0 33 63% Baik 1 12 0 2 36 0 38 73% Baik
32 Riyadi 2 7 4 2 14 12 0 28 54% Cukup 1 3 9 1 6 27 0 34 65% Baik
SIKAP KESIAPSIAGAAN
NILAI %NO NAMA PRE TEST POST TEST
KESIAPSIAGAAN
NILAI Kategori
155
25 Marjani 5 3 4 1 5 6 12 4 27 52% Cukup 9 4 0 0 27 16 43 83% Sangat Baik
26 Marsudi 4 5 4 4 10 12 0 26 50% Cukup 1 8 4 0 2 24 16 42 81% Sangat Baik
27 Maryadi 1 5 7 1 10 21 0 32 62% Baik 4 9 0 0 12 36 48 92% Sangat Baik
28 Molyanto 1 3 9 1 6 27 0 34 65% Baik 3 10 0 0 9 40 49 94% Sangat Baik
29 Molyoto 3 7 2 1 3 14 6 4 27 52% Cukup 1 8 4 0 2 24 16 42 81% Sangat Baik
30 Ngateno 2 3 7 1 2 6 21 4 33 63% Baik 1 8 4 0 2 24 16 42 81% Sangat Baik
31 Novita Dwi Lestari 2 2 9 2 4 27 0 33 63% Baik 1 12 0 2 36 0 38 73% Baik
32 Riyadi 2 7 4 2 14 12 0 28 54% Cukup 1 3 9 1 6 27 0 34 65% Baik
33 Riyanto 5 6 1 1 5 12 3 4 24 46% Cukup 1 7 5 1 14 15 0 30 58% Cukup
34 Riyanto 1 10 1 1 1 20 3 4 28 54% Cukup 1 8 4 0 2 24 16 42 81% Sangat Baik
35 Romadi 5 3 4 1 5 6 12 4 27 52% Cukup 3 10 3 0 0 40 43 83% Sangat Baik
36 Sigit Tri Wibowo 3 8 1 1 3 16 3 4 26 50% Cukup 1 12 0 2 36 0 38 73% Baik
37 Sihhono 1 6 6 1 12 18 0 31 60% Cukup 9 4 0 0 27 16 43 83% Sangat Baik
38 Sri Marwiyah 3 3 7 3 6 21 0 30 58% Cukup 1 5 7 1 10 21 0 32 62% Baik
39 Sri Maryanti 3 3 7 3 6 21 0 30 58% Cukup 4 9 0 8 27 0 35 67% Baik
40 Sri Yami 3 3 4 3 3 6 12 12 33 63% Baik 1 3 9 0 2 9 36 47 90% Sangat Baik
41 Sriyono 1 5 5 2 1 10 15 8 34 65% Baik 1 6 6 0 2 18 24 44 85% Sangat Baik
42 Suci Handayani 3 7 3 3 14 9 0 26 50% Cukup 2 11 0 4 33 0 37 71% Baik
43 Supriyadi 3 5 5 3 10 15 0 28 54% Cukup 7 6 0 0 21 24 45 87% Sangat Baik
44 Supriyono 5 8 0 10 24 0 34 65% Baik 2 2 9 0 4 6 36 46 88% Sangat Baik
45 Surono 2 7 5 2 14 15 0 31 60% Cukup 3 10 0 6 30 0 36 69% Baik
46 Suyit 2 4 6 1 2 8 18 4 32 62% Baik 2 3 8 2 6 24 0 32 62% Baik
47 Tri Wahyuningsih 2 7 4 2 14 12 0 28 54% Cukup 1 7 5 1 14 15 0 30 58% Cukup
48 Wigati 3 2 8 3 4 24 0 31 60% Cukup 1 12 0 2 36 0 38 73% Baik
49 Winardi 2 6 5 2 12 15 0 29 56% Cukup 3 10 0 6 30 0 36 69% Baik
50 Wiyono 3 4 5 1 3 8 15 4 30 58% Cukup 1 1 11 0 2 3 44 49 94% Sangat Baik
30,78 59% Cukup 40,5 78% Baik
0 0,00% 0 0,00%
32 64,00% 2 4,00%
18 36,00% 22 44,00%
0 0,00% 26 52,00%
Rata-rata
Sangat Baik
Kurang Baik
Cukup Baik
Baik
Sangat Baik
Rata-rata
Kurang Baik
Cukup Baik
Baik
156
Lampiran 12
157
158
159
160
Lampiran 7