15
1. Definisi Gagal ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari 3 bulan, berdasarkan kelainan patologis atau petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria. Jika tidak ada tanda kerusakan ginjal, diagnosis penyakit ginjal kronik ditegakkan jika nilai laju filtrasi glomerulus kurang dari 60 ml/menit/1,73m², seperti pada tabel berikut: Pada pasien dengan penyakit ginjal kronik, klasifikasi stadium ditentukan oleh nilai laju filtrasi glomerulus, yaitu stadium yang lebih tinggi menunjukkan nilai laju filtrasi glomerulus yang lebih rendah. Klasifikasi tersebut membagi penyakit ginjal kronik dalam lima stadium. Stadium 1 adalah kerusakan ginjal dengan fungsi ginjal yang masih normal

Pembahasan Ckd

Embed Size (px)

Citation preview

1. Definisi Gagal ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari 3 bulan, berdasarkan kelainan patologis atau petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria. Jika tidak ada tanda kerusakan ginjal, diagnosis penyakit ginjal kronik ditegakkan jika nilai laju filtrasi glomerulus kurang dari 60 ml/menit/1,73m, seperti pada tabel berikut:

Pada pasien dengan penyakit ginjal kronik, klasifikasi stadium ditentukan oleh nilai laju filtrasi glomerulus, yaitu stadium yang lebih tinggi menunjukkan nilai laju filtrasi glomerulus yang lebih rendah. Klasifikasi tersebut membagi penyakit ginjal kronik dalam lima stadium. Stadium 1 adalah kerusakan ginjal dengan fungsi ginjal yang masih normal Stadium 2 kerusakan ginjal dengan penurunan fungsi ginjal yang ringan Stadium 3 kerusakan ginjal dengan penurunan yang sedang fungsi ginjal, Stadium 4 kerusakan ginjal dengan penurunan berat fungsi ginjal, dan Stadium 5 adalah gagal ginjal (Perazella, 2005)Hal ini dapat dilihat pada tabel 2.2 berikut:

2. Etiologi a. Infeksi : pielonefritis kronikb. Penyakit peradangan : glomerulonefritisc. Penyakit vaskuler hipertensif : nefrosklerosis benigna, stenosis arteri renalisd. Gangguan jaringan penyambung : SLE, Poli arteritis nodosa, Sklerosis sistemik progresife. Gangguan congenital dan herediter : Penyakit ginjal polikistikAsidosis tubuler ginjalf. Penyakit metabolic : DM, Gout, Hiperparatiroidisme, Amiloidosisg. Nefropati obstruktif : penyalahgunaan analgetik nefropati timbaleh. Nefropati obstruktifi. Sal. Kemih bagian atas: Kalkuli, neoplasma, fibrosis, netroperitonealj. Sal. Kemih bagian bawah: Hipertrofi prostate, striktur uretra, anomali congenital pada leher kandung kemih dan uretra

Dari data yang sampai saat ini dapat dikumpulkan oleh Indonesian Renal Registry (IRR) pada tahun 2007-2008 didapatkan urutan etiologi terbanyak sebagai berikut glomerulonefritis (25%), diabetes melitus (23%), hipertensi (20%)dan ginjal polikistik (10%) (Roesli, 2008).

3. Factor resikoFaktor risiko gagal ginjal kronik, yaitu pada pasien dengan diabetes melitus ata hipertensi, obesitas atau perokok, berumur lebih dari 50 tahun, dan individu dengan riwayat penyakit diabetes melitus, hipertensi, dan penyakit ginjal dalam keluarga (National Kidney Foundation, 2009).

4. Patofisiologi Penurunan fungsi ginjal yang progresif tetap berlangsung terus meskipun penyakit primernya telah diatasi atau telah terkontrol. Hal ini menunjukkan adanya mechanism adaptasi sekunder yang sangat berperan pada kerusakan yang sedang berlangsung pada penyakit ginjal kronik. Bukti lain yang menguatkan adanya mekanisme tersebut adalah adanya gambaran histologik ginjal yang sama pada penyakit ginjal kronik yang disebabkan oleh penyakit primer apapun. Perubahan dan adaptasi nefron yang tersisa setelah kerusakan ginjal yang awal akan menyebabkan pembentukan jaringan ikat dan kerusakan nefron yang lebih lanjut. Demikian seterusnya keadaan ini berlanju menyerupai suatu siklus yang berakhir dengan gagal ginjal terminal (Noer, 2006).

5. Gambaran klinis Gambaran klinik gagal ginjal kronik berat disertai sindrom azotemia sangat kompleks, meliputi kelainan-kelainan berbagai organ seperti: kelainan hemopoeisis, saluran cerna, mata, kulit, selaput serosa, kelainan neuropsikiatri dan kelainan kardiovaskular (Sukandar, 2006).

a. Kelainan hemopoeisisAnemia normokrom normositer dan normositer (MCV 78-94 CU), sering ditemukan pada pasien gagal ginjal kronik. Anemia yang terjadi sangat bervariasi bila ureum darah lebih dari 100 mg% atau bersihan kreatinin kurang dari 25 ml per menit.

b. Kelainan saluran cernaMual dan muntah sering merupakan keluhan utama dari sebagian pasien gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal. Patogenesis mual dam muntah masih belum jelas, diduga mempunyai hubungan dengan dekompresi oleh flora usus sehingga terbentuk amonia. Amonia inilah yang menyebabkan iritasi atau rangsangan mukosa lambung dan usus halus. Keluhan-keluhan saluran cerna ini akan segera mereda atau hilang setelah pembatasan diet protein dan antibiotika.c. Kelainan mataVisus hilang (azotemia amaurosis) hanya dijumpai pada sebagian kecil pasien gagal ginjal kronik. Gangguan visus cepat hilang setelah beberapa hari mendapat pengobatan gagal ginjal kronik yang adekuat, misalnya hemodialisis. Kelainan saraf mata menimbulkan gejala nistagmus, miosis dan pupil asimetris. Kelainan retina (retinopati) mungkin disebabkan hipertensi maupun anemia yang sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik. Penimbunan atau deposit garam kalsium pada conjunctiva menyebabkan gejala red eye syndrome akibat iritasi dan hipervaskularisasi. Keratopati mungkin juga dijumpai pada beberapa pasien gagal ginjal kronik akibat penyulit hiperparatiroidisme sekunder atau tersier.d. Kelainan kulitGatal sering mengganggu pasien, patogenesisnya masih belum jelas dan diduga berhubungan dengan hiperparatiroidisme sekunder. Keluhan gatal ini akan segera hilang setelah tindakan paratiroidektomi. Kulit biasanya kering dan bersisik, tidak jarang dijumpai timbunan kristal urea pada kulit muka dan dinamakan urea froste. Kelainan selaput serosaKelainan selaput serosa seperti pleuritis dan perikarditis sering dijumpai pada gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal. Kelainan selaput serosa merupakan salah satu indikasi mutlak untuk segera dilakukan dialisis.f. Kelainan neuropsikiatriBeberapa kelainan mental ringan seperti emosi labil, dilusi, insomnia, dan depresi sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik. Kelainan mental berat seperti konfusi, dilusi, dan tidak jarang dengan gejala psikosis juga sering dijumpai pada pasien GGK. Kelainan mental ringan atau berat ini sering dijumpai pada pasien dengan atau tanpa hemodialisis, dan tergantung dari dasar kepribadiannya (personalitas).g. Kelainan kardiovaskularPatogenesis gagal jantung kongestif (GJK) pada gagal ginjal kronik sangat kompleks. Beberapa faktor seperti anemia, hipertensi, aterosklerosis, kalsifikasi sistem vaskular, sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal dan dapat menyebabkan kegagalan faal jantung.6 DiagnosisPendekatan diagnosis gagal ginjal kronik (GGK) mempunyai sasaran berikut:a. Memastikan adanya penurunan faal ginjal (LFG)b. Mengejar etiologi GGK yang mungkin dapat dikoreksic. Mengidentifikasi semua faktor pemburuk faal ginjal (reversible factors)d. Menentukan strategi terapi rasionale. Meramalkan prognosisPendekatan diagnosis mencapai sasaran yang diharapkan bila dilakukan pemeriksaan yang terarah dan kronologis, mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik diagnosis dan pemeriksaan penunjang diagnosis rutin dan khusus (Sukandar,2006)Penegakan diagnosis CKD berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik mengenai manifestasi klinis yang ada pada pasien dan dibantu hasil pemeriksaan penunjang. 1.Anamnesis dan Pemeriksaan Fisika. Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya seperti DM, infeksi traktus urinarius, batu traktus urinarius, hipertensi, hiperurikemi, lupus Eritomatosus Sistemik (LES), dan lain sebagainya.b.Sindrom uremia, yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual, muntah, nokturia, kelebihan volume cairan, neuropati perifer, pruritus, perikarditis, kejang sampai koma.c.Gejala komplikasinya, seperti anemia, asidosis metabolik, dan sebagainya.

2.Pemeriksaan Laboratorium a. Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum, dan penurunan fungsi LFG.b. Kelainan biokimiawi darah seperti penurunan kadar hemoglobin, peningkatan kadar asam urat, hiper atau hipokalemi, hiponatremi, hiper atau hipokloremia, hipokalsemia, dan asidosis metabolik.C. Kelainan urinalisis meliputi proteinuria, hematuria dan leukosuria.

3.Gambaran radiologis;a. Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio-opakb. USG bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks yang menipis adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa, kalsifikasi.

4.BiopsiBiopsi dan pemeriksaan histopatologi ginjal dapat dilakukan pada penderita dengan ukuran ginjal yang masih mendekati normal, dimana diagnosis secara invasif sulit ditegakkan (Suwitra, 2007).6. PencegahanUpaya pencegahan terhadap CKD sebaiknya sudah mulai dilakukan pada stadium dini CKD. Berbagai upaya pencegahan yang telah terbukti bermanfaat dalam mencegah penyakit ginjal dan kardiovaskular, yaitu pengobatan hipertensi (makin rendah tekanan darah makin kecil risiko penurunan fungsi ginjal), pengendalian gula darah, lemak darah, anemia, penghentian merokok, peningkatan aktivitas fisik dan pengendalian berat badan.

7. Penatalaksanaan Diagnosis CKD harus dilakukan berdasarkan klasifikasi etiologi dan patologi sehingga petugas kesehatan dapat merencanakan terapi yang tepat untuk mencegah progresi penyakit dan memperbaiki keadaan umum. Tujuan dari terapi CKD adalah (K/DOQI, 2002):1. Terapi Spesifik terhadap Penyakit DasarnyaWaktu yang paling tepat untuk terapi penyakit dasarnya adalah sebelum penurunan LFG, sehingga pemburukan fungsi ginjal tidak terjadi. Pada ukuran ginjal yang masih normal secara ultrasonografi, biopsi dan pemeriksaan histopatologi ginjal dapat menentukan indikasi yang tepat terhadap terapi spesifik. Sebaliknya, bila LFG sudah menurun sampai 20-30% dari normal, terapi terhadap penyakit dasarnya sudah tidak banyak bermanfaat (Suwitra, 2009).2. Pencegahan dan Terapi terhadap Kondisi KomorbidPenting untuk mengikuti dan mencatat kecepatan penurunan LFG pada pasien penyakit ginjal kronik. Hal ini untuk mengetahui kondisi komorbid yang dapat memperburuk keadaan pasien. Faktor-faktor komorbid ini antara lain gangguan keseimbangan cairan, hipertensi yang tidak terkontrol, infeksi traktus urinarius, obat-obat nefrotoksik, bahan radiokontras, atau peningkatan aktivitas penyakit dasarnya (Suwitra, 2009).3. Memperlambat Pemburukan Fungsi GinjalFaktor utama penyebab perburukan fungsi ginjal adalah terjadinya hiperfiltrasi glomerulus. Dua cara penting untuk mengurangi hiperfiltrasi glomerulus ini adalah dengan (Suwitra, 2009):a. Pembatasan asupan proteinPembatasan mulai dilakukan pada LFG 60 ml/menit, sedangkan di atas nilai tersebut, pembatasan asupan protein tidak selalu dianjurkan. Protein diberikan 0,6-0,8/kgBB/hari, yang 0,35-0,50 gr di antaranya merupakan protein nilai biologi tinggi. Jumlah kalori yang diberikan sebesar 30-35 kkal/kgBB/hari. Bila terjadi malnutrisi, jumlah asupan kalori dan protein dapat ditingkatkan. Berbeda dengan lemak dan karbohidrat, kelebihan protein tidak disimpan dalam tubuh tapi dipecah menjadi urea dan substansi nitrogen lain, yang terutama diekskresikan melalui ginjal. Selain itu, makanan tinggi protein yang mengandung ion hydrogen, fosfat, sulfat, dan ion nonorganic lain juga diekskresikan melalui ginjal. Oleh karena itu, pemberian diet tinggi protein pada pasien penyakit ginjal kronik akan mengakibatkan penimbunan substansi nitrogen dan ion anorganik lain dan mengakibatkan gangguan klinis dan metabolic yang disebut uremia, dengan demikian pembatasan protein akan mengakibatkan berkurangnya sindrom uremik. Masalah penting lain adalah asupan protein berlebih akan mengakibatkan perubahan hemodinamik ginjal berupa peningkatan aliran darah dan tekanan intraglomerulus yang akan meningkatkan progresivitas pemburukan fungsi ginjal. Pembatasan asupan protein juga berkaitan dengan pembatasan asupan fosfat, karena protein dan fosfat selalu berasal dari sumber yang sama. Pembatasa fosfat perlu untuk mencegah terjadinya hiperfosfatemia (Suwitra, 2009).b. Terapi farmakologis untuk mengurangi hipertensi intraglomerulusPemakaian obat antihipertensi, selain bermanfaat untuk memperkecil risiko kardiovaskular juga sangat penting untuk memperlambat pemburukan kerusakan nefron dengan mengurangi hipertensi intraglomerulus dan hipertrfi glomerulus. Selain itu, sasaran terapi farmakologis sangat terkait dengan derajat proteinuria, karena proteinuria merupakan factor risiko terjadinya pemburukan fungsi ginjal. Beberapa obat antihipertensi terutama golongan ACE inhibitormelalui berbagai studi terbukti dapat memperlambat proses pemburukan fungsi ginjal (Suwitra, 2009).4. Pencegahan dan Terapi terhadap Penyakit Kardiovaskular40-45% kematian pada penyakit ginjal kronik disebabkan oleh penyakit kardiovaskular. Hal-hal yang termasuk dalam pencegahan dan terapi penyakit kardiovaskular adalah pengendalian diabetes, hipertensi, dislipidemia, anemia, hperfosfatemia, dan terapi terhadap cairan dan gangguan keseimbangan elektrolit. Semua ini terkait dengan terapi dan pencegahan terhadap koplikasi penyakit ginjal kronik secara keseluruhan (Suwitra, 2009).5. Pencegahan dan Terapi terhadap KomplikasiPenyakit ginjal kronik mengakibatkan berbagai komplikasi yang manifestasinya sesuai dengan derajat penurunan fungsi ginjal yang terjadi, yaitu sebagai berikut (Suwitra, 2009):a. Kerusakan ginjal dengan penurunan LFG ringan (LFG 60-89 ml/menit) : tekanan darah mulai meningkatb. Penurunan LFG sedang (LFG 30-59 ml/menit) : hiperfosfatemia, hipokalsemia, anemia, hiperparatiroid, hipertensi, dan hiperhomosisteinemiac. Penurunan LFG berat (LFG 15-29 ml/menit) : malnutrisi, asidosis metabolik, kecenderungan hiperkalemia, dan dislipidemiad. Gagal ginjal (LFG < 15 ml/menit) : gagal jantung dan uremia6. Terapi Pengganti Ginjal berupa Dialisis atau TransplantasiTerapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada LFG 15 ml/menit. Terapi pengganti tersebut dapat berupa hemodialisis, peritoneal dialisis atau transplantasi ginjal (Suwitra, 2009). Monitoring balance cairan, tekanan darah, ureum, kreatinin, Hb, dan Gula darah juga perlu dilakukan untuk mecegah progresivitas penyakit untuk berkembang lebih cepat (K/DOQI, 2002).

8. PrognosisPasien dengan gagal ginjal kronik umumnya akan menuju stadium terminal atau stadium V. Angka prosesivitasnya tergantung dari diagnosis yang mendasari, keberhasilan terapi, dan juga dari individu masing-masing. Pasien yang menjalani dialisis kronik akan mempunyai angka kesakitan dan kematian yang tinggi. Pasien dengan gagal ginjal stadium akhir yang menjalani transpantasi ginjal akan hidup lebih lama daripada yang menjalani dialisis kronik. Kematian terbanyak adalah karena kegagalan jantung (45%), infeksi (14%), kelainan pembuluh darah otak (6%), dan keganasan (4%) (Medscape, 2011).