49
Proposal Penelitian OPTIMALISASI KINERJA ZEOLIT ALAM BAYAH SEBAGAI KATALIS UNTUK PEMBUATAN TRIACETIN SEBAGAI ADITIF PREMIUM Diajukan oleh: Muhammad Iqbal Sobari 3335110285 Sahrul Rijal 3335110687

Pembahasan Masa

Embed Size (px)

DESCRIPTION

zz

Citation preview

Proposal Penelitian

OPTIMALISASI KINERJA ZEOLIT ALAM BAYAH SEBAGAI KATALIS UNTUK PEMBUATAN TRIACETIN SEBAGAI ADITIF PREMIUM

Diajukan oleh:

Muhammad Iqbal Sobari 3335110285Sahrul Rijal 3335110687

JURUSAN TEKNIK KIMIA - FAKULTAS TEKNIKUNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASACILEGON - BANTEN2014Proposal Penelitian

OPTIMALISASI KINERJA ZEOLIT ALAM BAYAH SEBAGAI KATALIS UNTUK PEMBUATAN TRIACETIN SEBAGAI ADITIF PREMIUM

yang diajukan oleh:

Muhammad Iqbal Sobari 3335110285Sahrul Rijal 3335110687

telah disetujui oleh:

Pembimbing IMeri Yulvianti, S.Pd., M.Si.tanggalNIP. 197707032010122002

Pembimbing IINuryoto,ST.,M.Eng tanggal..NIP. 197609152006041007RINGKASANDewasa ini pengembangan energi alternatif sangat banyak dilakukan untuk mengatasi permasalahan energi, salah satunya adalah pembuatan biodiesel yang memiliki produk samping berupa gliserol. Seiring berkembangnya produksi biodiesel maka gliserol yang dihasilkan pun akan mengalami peningkatan. Pengolahan gliserol menjadi aditif berupa triacetin dapat menjadi alternatif dalam mengatasi melimpahnya gliserol dan dapat menjadi terobosan baru untuk menaikan angka oktan premium dan angka setana pada minyak diesel. Penggunaan katalisator padat berupa zeolit alam Bayah dimaksudkan untuk mengurangi ketergantungan terhadap katalisator impor dan menggali potensi alam yang belum termanfaatkan secara maksimal. Tujuan penlitian ini menentukan kondisi optimal zeolit dalam pembuatan triacetin dengan melakukan variasi pengadukan, suasana kondisi reaksi dan persen berat zeolit. Dan untuk kedepannya diharapkan dapat menghasilkan teknologi baru yang sederhana, ekonomis dan ramah lingkungan serta dapat memberikan manfaat berupa pemecahan masalah produk samping proses pembuatan biodiesel sehingga dapat meningkatkan keekonomian produksi biodiesel.Penelitian ini dilakukan pada reactor bacth. Fokus penelitian ini adalah untuk mencari kondisi optimal kinerja zeolit dengan melakukan beberapa variasi, sehingga akan diperoleh produk aditif berupa triacetin yang maksimum. Variabel percobaan yang akan dilakukan berupa variasi pengadukan, suasana kondisi reaksi dan persen berat zeolit. Analisis pereaksi dan produk hasil reaksi mengunakan titrasi asam basa.

Kata Pengantar

Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rakhmat dan hidayah-Nya sehingga proposal penelitian yang berjudul OPTIMALISASI KINERJA ZEOLIT ALAM BAYAH SEBAGAI KATALIS UNTUK PEMBUATAN TRIACETIN SEBAGAI ADITIF PREMIUM ini dapat diselesaikan.Penyusunan proposal penelitian ini diajukan untuk memenuhi tugas penelitian pada Fakultas Teknik, JurusanTeknik Kimia, Universitas Sultan AgengTirtayasa, Cilegon, Banten.Penulis sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya proposal ini. Penulis menyadari bahwa proposal ini tidak serta merta hadir tanpa bantuan dan dukungan dari semua pihak. Mudah-mudahan segala sesuatu yang telah diberikan menjadi bermanfaat dan bernilai ibadah di hadapan Allah SWT.Penulis memahami sepenuhnya bahwa proposal ini tidak luput dari kesalahan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan demi perbaikan di masa mendatang. Semoga proposal ini dapat memberikan inspirasi bagi para pembaca untuk melakukan hal yang lebih baik lagi dan semoga proposal penelitian ini bermanfaat.

Cilegon, Febuari 2014

Penulis

DAFTAR ISIRINGKASANiiiKata PengantarivDAFTAR ISIvDAFTAR GAMBARviiBAB I1PENDAHULUAN1I.I LatarBelakangMasalah1I.2 RumusanMasalah2I.3 TujuanPenelitian2I.4 Ruang Lingkup Penelitian2BAB II2TINJAUAN PUSTAKA22.1 Gliserol22.2 Zeolit42.3 Triacetin52.4 Mekanisme Reaksi Esterifikasi62.5 Faktor faktor yang mempengaruhi reaksi esterifikasi8BAB III4METODE PENELITIAN43.1 Tahapan Penelitian4A.Tahap Pretreatment4B.Tahap Reaksi13C.Tahap Analisis133.2 Prosedur Percobaan143.3 Alat dan Bahan163.3.1 Alat163.3.2 Bahan163.4 Variabel Percobaan173.4.1 Variabel Tetap173.4.2Variabel Berubah173.5 Analisis Hasil Reaksi173.6 Jadwal Penelitian18DAFTAR PUSTAKA20

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Reaksi esterifikasi gliserol dan asam asetat6Gambar 2 Tahap tahap reaksi katalis heterogen7Gambar 3 Mekanisme reaksi esterifikasi menggunakan katalis asam8Gambar 4 Diagram alir pengaktivan zeolit alam bayah12Gambar 5 Diagram alir reaksi esterfikasi13Gambar 6 Diagram alir analisis sampel asam awal (A0)13Gambar 7 Diagram analisis sampel asam sisa (A1-6)14Gambar 8 Rangkaian Alat Esterifikasi16

1

BAB IPENDAHULUAN

I.I LatarBelakangMasalahBertambahnya populasi menyebabkan kebutuhan energi semakin meningkat sehingga persediaan energi khususnya energi yang tidak dapat terbarukan (Unrenewable Energy) semakin menipis. Untuk itu pemanfaatan sumber energi baru dan terbarukan (EBT) dengan memperhatikan kelestarian lingkungan sangat diperlukan.Jenis sumber EBT yang menjadi perhatian adalah biofuel, termasuk biodiesel, bioetanol, dan bio-oil (Dewan Riset Nasional, 2006). Biodiesel salah satu bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan. Biodiesel terbuat dari minyak nabati yang berasal dari sumber daya alam yang dapat terbarukan. Beberapa bahan baku untuk pembuatan biodiesel antara lain minyak kelapa sawit, kedelai, bunga matahari, jarak pagar, dan beberapa jenis tumbuhan lainnya (Rahayu, 2006). Pada pembuatan biodiesel dari minyak nabati dengan alkohol akan diperoleh hasil samping berupa gliserol. Jika pembuatan biodiesel meningkat, maka secara ekivalensi hasil samping gliserol juga akan meningkat. Untuk itu usaha pengolahan gliserol menjadi produk lain harus dilakukan. Gliserol bila diesterifikasi dengan asam asetat akan membentuk trigliserida yang sering disebut triacetin (gliserol triasetat). Kegunaan triacetin sangat banyak, dimana salah satunya adalah dapat digunakan sebagai aditif untuk menaikan angka oktan premium dan angka setana pada minyak diesel. Pada penelitian mengenai triacetin sebelumnya (Nuryoto, dkk, 2011) pembentukan triacetin dilakukan dengan menggunakan katalis berupa resin penukar ion Indion 225 Na dan diperoleh konversi sebesar 41,7%. Pada penelitian ini katalis yang digunakan berupa katalis padat zeolit alam bayah. Penggunaan katalis ini meruapakan suata cara untuk memaksimalkan potensi sumber daya alam lokal yang saat ini melimpah dan penggunaannya terbatas.I.2 RumusanMasalahPermasalahan yang muncul adalah bagaimana memaksimalkan sisi aktif, dan menghilangkan pengotor dari zat yang terkandung di dalam zeolit, sehingga kinerja zeolit meningkat dan dapat menghasilkan konversi gliserol menjadi triacetin yang maksimal. I.3 TujuanPenelitianPenelitian ini bertujuan untuk menentukan kondisi optimal zeolit dalam pembuatan triacetin dengan melakukan variasi pengadukan, suasana kondisi reaksi dan persen berat zeolit.I.4 Ruang Lingkup PenelitianRuang lingkup penelitian ini meliputi alat dan bahan yang digunakan. Alat yang digunakan yaitu labu leher tiga dengan sistem reaktor batch. Bahan yang digunakan yaitu gliserol teknis, asam asetat teknis dan katalisator alam Bayah Banten. Penggunaan bahan teknis pada penelitian ini ditujukan agar hasil penelitian ini dapat digunakan pada kondisi nyata. Senyawa pengaktif katalisator yang digunakan berupa asam sulfat.

2

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 GliserolGliserol (propa-1,2,3-triol) adalah senyawa netral dengan rasa yang manis dan tidak berwarna. Gliserol merupakan cairan kental dengan bobot molekul 92.09 g/mol yang memiliki titik lebur 20oC dan titik didih yang tinggi yaitu 290oC. Titik didih yang tinggi dimiliki oleh senyawa ini disebabkan adanya ikatan hidrogen yang sangat kuat antar molekul gliserol. Gliserol dapat larut sempurna dalam air dan alkohol, tetapi tidak dalam minyak. Sebaliknya, banyak zat dapat mudah larut dalam gliserol dibanding dalam air maupun alkohol. Oleh karena itu gliserol merupakan pelarut yang baik (Anonimous IV, 2006). Gliserol adalah produk samping produksi biodisel dari reaksi transesterifikasi dan merupakan senyawa alkohol dengan gugus hidroksil berjumlah tiga buah. Gliserol (1,2,3 propanetriol) merupakan cairan yang tidak berwarna, tidak berbau dan merupakan cairan kental yang memiliki rasa manis (Pagliaro dan Rossi dalam Ari Eko dkk, 2012). Gliserol dapat dimurnikan dengan proses destilasi agar dapat digunakan pada industri makanan, farmasi atau juga dapat digunakan untuk pengolahan air. Sebagai produk samping industri biodiesel, gliserol belum banyak diolah sehingga nilai jualnya masih rendah.

Penelitian tentang proses produksi turunan gliserol dalam satu dekade ini telah mulai banyak dilakukan. Industri turunan gliserin klasik, gliserol tri-nitrat yang digunakan sebagai bahan peledak, secara bertahap kehilangan dominasinya. Resin alkid berasal dari gliserin mewakili penggunaan tunggal terbesar dari gliserin dikombinasikan akhir-akhir ini. Dalam barang-barang toilet dan bidang makanan, ester dari gliserin, terutama ester parsial (mono-dan di-gliserida) telah menjadi 3

komponen yang sangat khusus produk emulsi, memberikan kontribusi pengendalian atas kelembutan dari kecantikan, juga untuk margarin (Miner dan Dalton, 1953). Proses esterifikasi gliserol adalah salah satu metode yang banyak digunakan untuk memproduksi produk turunan gliserol. Dalam reaksi esterifikasi dihasilkan bermacam-macam ester yang mempunyai banyak kegunaan dan bernilai lebih tinggi. Produk dari konversi gliserol ini bersifat ramah lingkungan dan terbarukan karena bukan merupakan turunan dari minyak bumi. (Ari Eko dkk, 2012)2.2 ZeolitNama zeolit berasal dari kata zein yang berarti mendidih dan lithos yang artinya batuan, disebut demikian karena mineral ini mempunyai sifat mendidih atau mengembang apabila dipanaskan. Hal ini menggambarkan perilaku mineral ini yang dengan cepat melepaskan air bila dipanaskan sehingga kelihatan seolah-olah mendidih Zeolit merupakan kristal berongga yang terbentuk oleh jaringan silika alumina tetrahedral tiga dimensi dan mempunyai struktur yang relatif teratur dengan rongga yang di dalamnya terisi oleh logam alkali atau alkali tanah sebagai penyeimbang muatannya. Rongga-rongga tersebut merupakan suatu sistem saluran yang didalamnya terisi oleh molekul air (Ismaryata, dalam Dian Kusuma Rini dan Fendy Anthonius L, 2010). Zeolit alam mempunyai beberapa sifat di antaranya dehidrasi, adsorbsi, penukar ion, katalisator dan separator (Amelia, dalam Dian Kusuma Rini dan Fendy Anthonius L, 2010). Proses dehidrasi mempunyai fungsi utama melepas molekul air dari kerangka zeolit sehingga mempertinggi keaktifan zeolit dengan proses pemanasan. Dehidrasi menyebabkan zeolit mempunyai struktur pori yang sangat terbuka, dan mempunyai luas permukaan internal yang luas sehingga mampu mengadsorpsi sejumlah besar substansi selain air dan mampu memisahkan molekul zat berdasarkan ukuran molekul dan kepolarannya. Zeolit alam mempunyai struktur rangka, mengandung ruang kosong yang ditempati oleh kation dan molekul air yang bebas sehingga memungkinkan pertukaran ion atau chemisorptions (Adamson, dalam Dian Kusuma Rini dan Fendy Anthonius L). Dengan adanya rongga intra kristalin, zeolit dapat digunakan sebagai katalis. Reaksi katalitik dipengaruhi oleh ukuran mulut rongga dan sistem alur, karena reaksi ini tergantung pada difusi pereaksi dan hasil reaksi. (Dian Kusuma Rini dan Fendy Anthonius L)Zeolit alam adalah mineral dengan struktur kristal alumino silikat yang berbentuk rangka (framework) tiga dimensi, mempunyai rongga dan saluran, serta mengandung ion Na, K, Mg, Ca dan Fe serta molekul air. Zeolit terdiri dari tiga komponen, yaitu kerangka Alumino-silikat, ion-ion, dan molekul air (Setiono, Marlene, 2011). Pada umumnya zeolit alam masih mengandung pengotor-pengotor organik dan anorganik yang menutupi porinya, sehingga untuk meningkatkan kemampuan daya serap zeolit alam harus dilakukan aktivasi terlebih dahulu (Khairinal dan Trisunaryanti, dalam Dian Kusuma Rini dan Fendy Anthonius L). Penelitian ini akan dilakukan dengan mengamati kemampuan zeolit dalam mengadsorpsi air di udara sehingga kita dapat mengkaji pengaruh aktivasi terhadap performansi zeolit sebagai adsorben air. Selain itu, penelitian ini ditujukan untuk mencari pengaruh suhu, volume, dan konsentrasi NaOH terhadap adsorbsi uap air di udara, serta mendapatkan karakteristik zeolit dalam menyerap air pada berbagai suhu dan kelembaban.2.3 Triacetin Triacetin merupakan senyawa hasil reaksi esterifikasi antara gliserol dan asam asetat. Triacetin merupakan produk yang dihasilkan dari reaksi antara gliserol dan asam asetat yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan aditif bahan bakar minyak untuk menaikkan angka oktan (octane booster). Bilangan oktan adalah angka yang menunjukkan seberapa besar tekanan yang bisa diberikan sebelum Bensin terbakar secara spontan. Angka oktan bisa ditingkatkan dengan menambahkan zat aditif bensin. Pada mulanya di Indonesia menggunakan tetraethyl lead (TEL, Pb(C2H5)4) sebagai bahan aditif untuk menaikkan bilangan oktan bensin tersebut. Persoalan muncul ketika Pb padat sulit diubah menjadi gas sehingga lapisan tipis timbal terbentuk pada atmosfer dan membahayakan mahkluk hidup, termasuk manusia.Melalui SK Mentaben RI Nomor 1585/32/MPE/1999 maka produksi minyak Indonesia sudah bebas timbal mulai 1 januari 2003 (Rochmadi, 2012). Secara mendasar mekanisme reaksi esterifikasi gliserol dan asam asetat adalah sebagai berikut:

Gambar 1 Reaksi esterifikasi gliserol dan asam asetat

Untuk meningkatkan hasil reaksi perlu ditinjau faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi esterifikasi diantaranya: konsentrasi pengaktif katalisator, perbandingan pereaksi, waktu perendaman katalisator, pengadukan, suhu pemanasan katalisator, suhu reaksi, dan konsentrasi katalisator. Semua faktor-faktor yang berpengaruh harus diintegrasikan satu dengan yang lain agar laju reaksi yang terjadi optimal. Dalam percobaan pembuatan TAG dilakukan dengan mereaksikan gliserol dan asam asetat secara esterifikasi. Triacetin dapat diproduksi dari reaksi gliserol dan asam asetat menggunakan katalisator. Gelosa dkk, (2003) mempelajari reaksi gliserol dengan asam asetat memakai katalisator berupa resin amberlyst-15, konversi tertinggi diperoleh pada suhu 3730K, perbandingan pereaksi 3,9 gmol asam asetat/gmol gliserol yaitu sebesar 50%. Nuryoto dkk, (2010) telah melakukan esterifikasi gliserol dan asam asetat dengan katalisator indion 225Na pada suhu 3430K, kecepatan pengadukan 1000 rpm, dengan memvariasikan perbandingan pereaksi 3-7 gmol.2.4 Mekanisme Reaksi EsterifikasiReaksi esterifikasi merupakan reaksi kesetimbangan yang lambat, sekalipun sudah dipercepat dengan kehadiran katalis yang baik dan berjumlah cukup. Katalis-katalis yang cocok adalah zat berkarakter asam kuat, seperti asam sulfat, asam sulfonat organik (dalam jumlah 1 sampai 3 % dari asam lemak yang diolah), atau resin penukar kation asam kuat merupakan katalis-katalis yang biasa terpilih dalam praktek industrial (Hambali et al. dalam Rahmiyati, 2012). Peran struktur pori zeolit sangat penting dalam proses katalis karena selain berperan sebagai mikroreaktor, juga karena pori inilah diperoleh reaksi katalitik yang diinginkan menurut selektivitas (Handoko dalam Rahmiyati, 2010). Faktor penting dari penggunaan zeolit sebagai katalis pada semua jenis reaksi adalah mikroporous zeolit yang unik dimana bentuk dan ukuran pori mengontrol masuknya reaktan dan produk serta berpengaruh pada reaksi kimia (Chew dalam Rahmiyati, 2010). Oleh karena itu zeolit dikenal dengan katalis yang memiliki sifat shape selective. Fogler (2006) menggambarkan tahap tahap reaksi katalis heterogen yang dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Tahap tahap reaksi katalis heterogenMekanisme reaksi katalitik menurut Fogler (2006) berlangsung dengan tahapan sebagai berikut :1. Pindah massa (difusi) reaktan (misalnya A) dari cairan ke permukaan luar dari katalis2. Difusi reaktan dari mulut pori melalui pori-pori zeolit mendekati ke sekitar permukaan bagian dalam dari katalis3. Adsorpsi reaktan A di atas permukaan katalis4. Reaksi pada permukaan katalis (misalnya A B)5. Desorpsi produk (misalnya B) dari permukaan6. Difusi produk dari bagian dalam ke mulut pori pada permukaan luar katalis7. Pindah massa produk dari permukaan katalis ke cairanMekanisme reaksi esterifikasi menggunakan katalis zeolit pada penelitian ini diawali dengan difusi reaktan yang terdiri dari campuran gliserol dan asam asetat serta Etanol yang masuk ke dalam mulut pori zeolit. Ukuran pori zeolit yang cocok dengan ukuran molekul reaktan memudahkan masuknya reaktan ke dalam pori zeolit. Sifat hidrofobik zeolit teraktivasi juga memudahkan adsorpsi reaktan ke dalam mulut pori zeolit. Reaktan akan diadsorpsi ke bagian permukaan aktif zeolit dan reaksi esterifikasi akan berlangsung pada permukaan aktif yang terdapat dalam pori zeolit. Haerudin et al. (2007) menggambarkan mekanisme reaksi esterifikasi menggunakan katalis asam yang ditunjukkan pada Gambar 3.

Gambar 3 Mekanisme reaksi esterifikasi menggunakan katalis asam2.4.1 Mekanisme Langmuir-HinshelwoodAsumsi utama pada mekanisme Langmuir-Hinshelwood (Gasser, 1985) adalah:1. Reaksi permukaan adalah tahap penentuan laju.2. Isoterm Langmuir dapat dipakai untuk mendeskripsikan keseimbangan antara fase gas dan reaktan teradsorpsi.3. Reaktan teradsorpsi bersaing pada sisi permukaan.4. Pada reaksi bimolekular, reaksinya terjadi pada 2 spesies teradsorpsi.Pada umumnya, reaksi permukaan tidak berbeda dengan reaksi fasa gas atau larutan. Perbedaan utamanya adalah energi bebas pada keadaan intermediet lebih rendah pada reaksi permukaan daripada dalam keadaan gas. Sehingga ini mengakibatkan laju reaksi pada reaksi permukaan lebih tinggi daripada fasa gas atau larutan.

Ada tiga tipe umum reaksi permukaan; yaitu reaksi permukaan yang mengikuti mekanisme Langmuir-Hinshelwood, reaksi permukaan yang mengikuti mekanisme Rideal-Eley dan reaksi permukaan yang mengikuti mekanisme precursor. Gambar 4 menunjukkan skema ketiga mekanisme untuk reaksi hipotetis A + B A-B.

Gambar 4. Skema mekanisme (a) Langmuir-Hinshelwood, (b) Rideal-Eley dan (c) Precursor untuk reaksi A + B A-BPada mekanisme Langmuir-Hinshelwood, mula-mula A dan B teradsorpsi pada permukaan katalis. Kemudian A dan B teradsorpsi bereaksi untuk membentuk kompleks A-B teradsorpsi. Akhirnya kompleks A-B terdesorpsi. Keadaan ini disebut mekanisme Rideal-Eley pada kimisorpsi reaktan A. Selanjutnya A bereaksi dengan masuknya molekul B untuk menghasilkan kompleks A-B. Kemudian kompleks A-B terdesorpsi. Dalam mekanisme precursor A teradsorpsi. Selanjutnya B bertabrakan dengan permukaan dan memasuki keadaan precursor yang bergerak. Precursor memantul/mengambul pada permukaan sampai masuknya molekul adsorben A. Sehingga precursor bereaksi dengan A dan menghasilkan kompleks A-B, sampai mengalami desorpsi (Masel, 1996).

Gambar 5 menunjukkan masing-masing reaksi dapat mengalami reaksi sebaliknya yaitu A-B A + B. Untuk reaksi Langmuir-Hinshelwood molekul A-B teradsorp, kemudian terdekomposisi menjadi A dan B teradsorp, dan membentuk A dan B terdesorpsi. Sebaliknya jika molekul A-B terdesorp terdekomposisi menghasilkan sebuah molekul teradsorp dan spesi B fase gas, salah satu reaksi sebaliknya mengikuti Rideal-Eley. Jika produk sebuah precursor, maka salah satu reaksi harus mengikuti mekanisme Precursor.

Gambar 5. Skema mekanisme (a) Langmuir Hinshelwood; (b) Rideal Eley; (c) Precursor untuk reaksi A B A + B2.5 Faktor faktor yang mempengaruhi reaksi esterifikasi

Untuk meningkatkan hasil reaksi perlu ditinjau faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi esterifikasi diantaranya :

A.Suhu Laju kecepatan reaksi akan meningkat dengan kenaikan suhu reaksi. Ini disebabkan karena makin tinggi suhu reaksi, energi yang dimiliki oleh molekul-molekul pereaksi bertambah besar sampai melebihi energi aktivasi sehingga tumbukan antar molekul meningkat. Menurut Arrhenius hubungan antara konstanta kecepatan reaksi dengan suhu mengikuti persamaan: K=Pereira et al. (2008) mempelajari kesetimbangan termodinamika dan kinetika reaksi untuk esterifikasi asam laktat dengan etanol dengan katalisator amberlyst-15 pada suhu 50oC 90oC. Pada percobaan ini diperoleh konstanta kecepatan reaksi k50oC = 0,233 (gmol/g detik) dan k90oC = 1,822 (gmol/g detik). Bozek et al. (2006) mempelajari transesterifikasi metil asetat dan n-butanol dengan katalis amberlyst-15 pada suhu 313,15 K sampai 330,15 K. Pada percobaan ini diperoleh konstanta kecepatan reaksi berturut-turut k330.15 = 1,374 x 10-5 (gmol/g detik) dan k323,15K = 1,177 x10-5 ( gmol/g detik).

B.Perbandingan pereaksi Berlebihnya salah satu pereaksi menyebabkan kesetimbangan akan bergeser ke kanan, dan kemungkinan kontak antar pereaksi semakin besar. Bozek et al. (2006) melakukan reaksi antara n-butanol dan metil asetat dengan variasi perbandingan pereaksi antara n-butanol dan metil asetat masing - masing 0,56 dan 1,9. Hasil percobaan menunjukan konversi metil asetat mengalami peningkatan dengan bertambahnya perbandingan pereaksi dengan konversi masig-masing 50% dan 60%. Asthana et al. (2006) melakukan esterifikasi asam laktat dan oligomernya dengan variasi perbandingan pereaksi 1 - 4 gmol etanol/gmol asam laktat. Pada percobaan ini diperoleh konversi asam laktat pada 1 dan 4 gmol etanol/gmol asam laktat masing-masing adalah 50% dan 80%.

C. Konsentrasi katalisator Katalisator berfungsi menurunkan energi aktivasi. Jika jumlah katalisator dinaikan, energi aktivasi akan turun sehingga laju reaksi akan meningkat. Asthana et al. (2006) melakukan percobaan dengan konsentrasi katalisator 0 5% berat total larutan. Pada konsentrasi katalisator 1% dan 5% dihasilkan laju kecepatan awal reaksi sebesar 0,3 x10-3 kmol/kglarutandetik dan 1,25 x 10-3 kmol/kglarutan detik. Sementara Bozek et al. (2006) melakukan dengan konsentrasi katalisator 8% - 18% berat asam asetat, dan menghasilkan laju kecepatan awal reaksi pada 8% dan 18% masing- masing adalah 8x10-5 gmol/gkatalis detik dan 1,6x10-4 gmol/gkatalis detik.

D. Pengadukan Pengadukan bertujuan memperbesar kemungkinan tumbukan antar molekul zat-zat yang bereaksi, ini menyebabkan terjadinya reaksi semakin besar (Prausnitz et al., 1999). Selain itu pengadukan akan berpengaruh pada hambatan eksternal dalam difusivitas. Jika pengadukan diperbesar akan menambah turbulensi yang akan menyebabkan berkurangnya lapisan film sehingga hambatan eksternal akan semakin kecil (Fogler, 2006). Gangadwala et al. (2003) melakukan variasi kecepatan pengadukan 200 rpm, 360 rpm, dan 1300 rpm. Pada 200 rpm dan 360 rpm fraksi mol asam asetat pada 1000 detik turun dari 0,5 menjadi 0,28. Setelah kecepatan dinaikan menjadi 1300 rpm fraksi mol asam asetat turun menjadi 0,25. Tzong Liu and Sun Tang (2001) melakukan variasi kecepatan pengadukan 400 rpm, 600 rpm, 800 rpm dan 1000 rpm. Konversi asam propionat yang dihasilkan pada 400 rpm dan 1000 rpm sebesar 0,42 dan 0,47.

E. Ukuran diameter partikel katalisator Semakin kecil ukuran diameter partikel katalisator maka semakin besar luas permukaan katalisator sehingga luas kontak antara pereaksi dan katalisator semakin besar. Gangadwala et al. (2003) memvariasikan ukuran diameter partikel katalisator 25 mesh, 72 mesh dan 100 mesh. Pada ukuran partikel 100 mesh fraksi mol asam asetat pada 1000 detik turun dari 0,5 menjadi 0,27. Sementara pada 75 mesh dan 25 mesh turun menjadi 0,33 dan 0,34. Hal ini disebabkan karena perbedaan luas permukaan partikel katalisator yang tidak terlalu signifikan.

12

BAB IIIMETODE PENELITIAN3.1 Tahapan PenelitianPenelitian ini secara umum terdiri dari tiga tahap, yaitu tahap pretreatment, tahap reaksi, dan tahap analisa.. Percobaan ini dilakukan dengan mereaksikan gliserol, asam asetat, dan zeolit alam bayah sebagai katalis, pada suhu tertentu, di dalam labu leher tiga.A. Tahap PretreatmentZeolit alam bayahPenghancuran

Pengayakan untuk mendapatkan ukuran 40 mesh mess

Larutan H2SO4 100 mlAquadesPerendaman dan pengadukan dengan magnetic stirrer

PenyaringanPencucian

Pengeringan dengan oven

Gambar 4 Diagram alir pengaktivan zeolit alam bayah

B. 12C. Tahap ReaksiSampelA1-6

SampelA0

Zeolit Alam Bayah 40 mesh

Larutan CH3COOH (98%) 7 molLarutan Gliserol 1 molPenyusunan alat reaksiPenyusunan alat reaksi

Labu leher tigaPengadukan dan Pemanasan hingga 100oCPengadukan lanjutan dengan suhu konstan selama 90 menit

Gambar 5 Diagram alir reaksi esterfikasi

D. Tahap AnalisisAnalisa Konsentrasi Asam Awal (Ao)

Erlenmeyer 250 ml

Sampel A0 1 gr

Larutan KOH alkoholik 50 ml

Pemanasan dan refluks

PendinginanIndikator PP 3 tetes

Larutan HCL 0.5 NBuret 50 ml

Perubahan warna putih bening

Gambar 6 Diagram alir analisis sampel asam awal (A0)

Analisa Konsentrasi Asam Bebas (Ab)Sampel A1-6 1 gr

Erlenmeyer 250 ml Larutan KOH alkoholik 10 ml

Indikator PP 3 tetes

Pemanasan dan refluks

Pendinginan

Buret 50 ml Larutan NaOH 0.5 N

Perubahan warna merah jambu

Gambar 7 Diagram analisis sampel asam sisa (A1-6)

3.2 Prosedur Percobaan Prosedur penelitian ini terdiri dari tiga tahap, yaitu tahap pretreatment, tahap pengambilan sempel, dan terakhir tahap analisa sampel. Pretreatment (Pengaktifan Zeolit)Tahap yang pertama kali dilakukan adalah tahap pretreatment yaitu pengaktifan zeolit. Pada tahap ini, pertama kali dilakukan adalah penghancuran zeolit. Zeolit ini dihancurkan untuk menyesuaikan ukuran katalis yang dibutuhkan yaitu 40 mesh. Setelah zeolit dihancurkan, zeolit tersebut diayak melewati susunan ayakan hingga didapat berat sesuai variasi yang ditentukan.Zeolit yang sudah ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer yang berisi larutan H2SO4 dengan konsentrasi 2N selama 2 jam. Setelah itu, zeolit tersebut disaring dengan kertas saring. Zeolit tersebut dicuci dengan aquades sebanyak tiga kali. Selanjutnya zeolit tersebut dikeringkan dalam oven dengan suhu 110oC selama 1 jam.

Pengambilan Sampel (Reaksi Esterifikasi)Tahap selanjutnya adalah tahap reaksi esterifikasi dengan menggunakan alat yang sudah dirangkai yaitu terdiri dari labu leher tiga, agitator, jaket pemanas, dan kondenser. Selanjutnya, bahan-bahan reaksi esterifikasi disiapkan, yaitu asam asetat, gliserol, zeolit yang sudah diaktifkan. Bahan-bahan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam labu leher tiga yang sudah dirangkai. Proses pemanasan, dilakukan pada suhu maksimum yaitu 1000C. Ketika suhu sudah tercapai 1000c, sampel awal atau A0 diambil. Setelah sampel awal didapat suhu dijaga konstan selama 90 menit. Selama waktu tersebut, dilakukan pengambilan sampel asam bebas (A1-6) dalam selang waktu 15 menit. Analisa SempelTahap terakhir, yaitu tahap analisis sampel. Tahap analisis ini dibagi menjadi dua yaitu analisis sampel awal (A0) dan sampel asam bebas (A1-6). Analsa Sempel AwalPada tahap analisis sampel awal (A0), sampel diambil sebanyak satu gram dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml. Sampel tersebut ditambahkan dengan larutan KOH alkoholik sebanyak 50 ml. Sampel dipanaskan dan direfluks dengan menggunakan kondenser buble pipe selama satu jam. Setelah satu jam, sampel didinginkan hingga suhu sama dengan suhu ruangan. Sampel dititrasi dengan larutan HCl 0.5 N yang sebelumnya sudah ditambahkan dengan indikator PP sebanyak 2-3 tetes. Proses tittrasi dilakukan hingga sampel berubah warna, merah jambu menjadi putih bening dan mencatat volume HCl. Analsa Sempel Asam Bebas (A1-6).Selanjutnya adalah tahap analisis sampel asam bebas (A1-6), sampel diambil sebanyak satu gram dengan perlakuan yang sama seperti sampel awal (A0). Sampel tersebut ditambahkan dengan larutan KOH alkoholik sebanyak 10 ml dan indikator PP sebanyak 2-3 tetes. Sampel dipanaskan dan direfuks selama lima belas menit. Setelah itu, sampel didinginkan hingga sama dengan suhu ruangan. Sampel dititrasi dengan larutan NaOH 0.5 N hinggal sampel berubah warna, dari putih bening menjadi merah jambu. Volume NaOH yang dibutuhkan dicatat. Prosedur tersebut diulangi dengan variasi pengadukan, perbandingan gliserol dan asam asetat dan persen berat zeolit. yang sudah ditentukan secara berurutan.3.3 Alat dan Bahan3.3.1 Alat Alat yang digunakan untuk reaksi esterifikasi terjadi di dalam labu leher tiga yang dilengkapi dengan alat pemanas mantel, gelas piala, pengaduk mercuri, pendingin balik, termometer dan pengambil sampel disusun menjadi suatu rangkaian alat seperti gambar di bawah ini

Gambar 8 Rangkaian Alat Esterifikasi3.3.2 BahanBahan yang digunakan menghasilkan triacetin dari hasil reaksi esterifikasi pada penelitian ini adalah1. Larutan asam asetat 7 mol (98%), PT Brataco1. Larutan gliserol 1 mol, PT Brataco1. Zeolit alam bayah 3% berat asam asetat, 40 mesh

3.4 Variabel PercobaanVariabel percobaan ini terdiri dari variabel tetap dan variabel berubah, di bawah ini merupakan variabel yang dilakukan 3.4.1 Variabel TetapVariabel tetap dari percobaan ini terdiri dari.1. Konsentrasi larutan H2SO4 untuk aktivasi zeolit, yaitu 2N dan perendaman selama 2 jam1. Waktu reaksi esterifikasi, yaitu 90 menit.1. Suhu pemanasan zeolit 110oC1. Suhu Reaksi Esterifikasi 100oC

3.4.2 Variabel BerubahVariabel berubah dari percobaan ini terdiri dari1. Kecepatan pengadukan reaksi esterifikasi 500, 600, 700 dan 800rpm1. Perbandingan pereaksi esterifikasi (asam asetat : gliserol), yaitu 7 : 1, 5:1, 3:1 1. Massa katalis yang digunakan, yaitu 3% , 5%, 7% dan 9% dari massa asam asetat.3.5 Analisis Hasil ReaksiHasil dari reaksi esterifikasi terdiri dari sampel asam awal (A0) dan sampel asam sisa (A1-6). Untuk menganalisis kadar triacetin yang terbentuk dari hasil reaksi, asam awal dan asam sisa dihitung konsentrasi asam asetatnya dengan menggunakan metode titrasi. Pada sampel asam awal (A0) dititrasi dengan larutan HCL 0.5 N, sedangkan sampel asam sisa (A1-6) dititrasi dengan larutan NaOH 0.5 N. Setelah konsentrasi dari setiap sampel diketahui, kadar triacetin yang terkandung di dihitung dengan reaksi stoikometrinya. Nilai konversi didapat dari hasil rasio reaktan yang bereaksi dengan reaktan mula-mula 3.6 Jadwal PenelitianPenelitian direncanakan berlangsung selama 6 (enam) Bulan bertempat di Laboratorium Operasi Teknik Kimia Jurusan Teknik Kimia FT.UNTIRTA. Jadwal kegiatan program penelitian disajikan dalam bar chart pada tabel berikut.

Tabel 1. Bar Chart Kegiatan Program

10BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAAN

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan katalis padat Zeolit alam bayah dan menvariasikan variabel kecepatan pengadukan, massa katalis, dan pebandingan rasio mol dengan harapan mendapatkan kondisi operasi optimum. 4.1 Pengaruh Kecepatan PengadukanKecepatan pengadukan pada sistem reaksi dapat memperbesar kemungkinan tumbukan antar molekul zat-zat yang bereaksi, ini menyebabkan laju reaksi yang terjadi semakin besar. Pengaruh variasi kecepatan pengadukan 500 rpm, 600 rpm, 700 rpm dan 800 rpm terhadap konversi gliserol dapat disajikan di tabel 4.1 dan grafik 4.1 dibawah ini Tabel 4. 1 Pengaruh kecepatan pengadukan(Suhu 110 0C, Perbandingan mol pereaksi ( 3 gliserol: 1 asam asetat)Waktu (menit)Konversi gliserol pada berbagai variasi pengadukan (%)

500 rpm600 rpm700 rpm800 rpm

1565.28687.36376.55469.294

3067.72688.72369.11970.850

4569.65887.89974.34972.184

6064.72789.17676.11173.104

7573.44091.76075.44174.371

9074.05489.89675.42976.118

Gambar 4.1 Hubungan antara konversi dan waktu pada berbagai variasi kecepatan pengadukanDari Table 4.1 dan Gambar 4.1 di atas konversi optimum diperoleh pada kecepatan pengadukan 600 rpm yaitu sebesar 91,76%, sedangkan pada kecepatan pengadukan 500 rpm konversi yang dihasilkan lebih kecil dari kecepatan pengadukan 600 rpm yaitu sebesar 73,44%. Hal ini dapat di jelaskan besarnya pengadukan akan berdampak pada meningkatnya turbulensi pada sistem reaksi dan akan menyebabkan menipisnya lapisan film (Fogler, 2006) seiring semakin kecilnya lapisan film, maka akan semakin besar diffusitas pada sistem reaksi sehingga meningkatkan kontak antar molekul zat-zat yang bereaksi (Prausnitz, et al.,1999). Dan Laju reaksi semakin meningkat, sehingga akan berimbas pada meningkatnya konversi yang di hasilkan. Namun Kecepatan pengadukan yang tinggi tidak serta merta akan menaikan turbulensi fluida dan katalisator, justru pada kondisi tertentu akan mempunyai dampak sebaliknya. Seperti pada saat pengadukan 700 dan 800 rpm dimana konversi yang dihailkan lebih kecil dari 600 rpm, data konversi yang didapatkan adalah sebesar 75.44% dan 74,37%. Hal ini disebabkan karena gerakan katalisator cenderung mengikuti putaran fluida dan menempel di dinding-dinding reaktor dengan dinaikannya kecepatan pengadukan, sehingga gesekan fluida ke dinding katalisator meningkat dan terjadi stagnansi gerakan dari partikel katalisator. Hal ini sejalan dengan penelitian Nuryoto, dkk (2010).4.2 Pengaruh Massa KatalisKatalisator berfungsi menurunkan energi aktivasi. Penurunan energi aktivasi menyebabkan laju reaksi akan meningkat. Pengaruh konsentrasi katalis disajikan pada tabel 4.2 dan Gambar 4.2Tabel 4. 1 Pengaruh Konsentrasi KatalisWaktu (Menit)Konversi (%)

3%5%7%9%

1557,4047,5052,9246,51

3068,0251,9554,8948,22

4568,3050,9043,1654,38

6077,4751,4259,0854,23

7571,2754,9550,2553,16

9076,1455,7355,2148,75

(Suhu 110 0C, Perbandingan mol pereaksi ( 3 gliserol: 1 asam asetat)

Gambar 4.2 Hubungan antara konversi dan waktu pada berbagai variasi konsentrasi katalisBerdasarkan gambar 4.2 konversi optimum yang diperoleh yaitu pada konsentrasi 3% massa katalisator (zeolit) sebesar 76,14%. Sedangkan untuk peningkatan konsentrasi katalisator sebesar 5%, 7% dan 9% mengalami penurunan konversi menjadi 55,73%, 55,21% dan 48,75%. Pada prinsipnya penambahan katalisator akan mempercepat laju reaksi, hal ini dikarenakan semakin banyak sisi aktif yang dapat digunakan untuk rekasi. Dengan demikian akan mengakibatkan konversi gliserol menjadi triacetin akan semakin tinggi. Namun pada data yang didapat peningkatan konsentrasi katalisator justru menyebabkan konversi gliserol mengalami penurunan. Hal ini sejalan dengan penelitian Nuryoto, dkk (2013) yang mendapatkan konversi tertinggi pada variasi 1% masaa zeolit, dan mengalami penurunan pada peninggkatan variasi konsentrasi 3%, 5% dan 7%. Menurut analisa Wibawa dan Juhairiyah (2013) dalam Nuryoto, dkk (2013) peningkatan konsentrasi katalisator akan mempercepat laju reaksi dan mempercepat air yang terbentuk di awal, sehingga air akan menjadi penghambat difusi reaktan ke sisi aktif katalisator. Kejadian ini disebabkan sifat dari gliserol yang hidrofobik atau suka air,. Akibat yang muncul adalah terbentuknya air yang terlalu cepat pada proses reaksi adalah akan menyebabkan proses reaksi mengalami penurunan cukup berarti.4.3 Pengaruh Perbandingan Rasio Mol

DAFTAR PUSTAKAAri dkk. 2012. Potensi Gliserol dalam Pembuatan Turunan Gliserol Melalui Proses Esterifikasi. Jurnal Ilmu Lingkungan. SemarangBuchori Luqman dan Budiyono. 2003. Aktivasi Zeolit dengan Menggunakan Perlakuan Asam dan KalsinasiC, S. Miner, N. N. Dalton. 1953. Glycerol volume 117 dari Monographs-American Chemical SocietyDewan Riset Nasional. 2006.Fogler, S.H. 2006.Elements Of Chemical Reaction Engineering, 4th Edition Prentice Hall International Series in the Physical and Chemical Engineering Sciences. Kasim, Rahmiyati.2010. Desain Esterifikasi Menggunakan Katalis Zeolit Pada Proses Pembuatan Biodiesel dari Crude Palm Oil (CPO) Melalui Metode Dua Tahap Esterifikasi-Transesterifikasi. Sekolah Pasca Sarjana Institute Pertanian Bogor. BogorKasim, Rahmiyati.2012. Esterifikasi Asam Lemak Bebas Pada Campuran Asam Oleat dan Minyak Sawit Murni Menggunakan Microwave. Laporan Penelitian Pengembanagn IPTEK Dana PNBP Tahun Anggaran 2012. GorontaloNuryoto dkk. 2010. Uji Performa Katalisator R Resin Penukar Ion Untuk Pengolahan Hasil Samping Pembuatan Biodiesel Menjadi Triacetinn. Seminar Rekayasa Kimia dan Proses 2010 Nuryoto dkk. 2011. Kinetika Reaksi Esterifikasi Gliserol dengan Asam Asetat Menggunakan Katalisator Indion 225 Na. Jurnal Rekayasa Proses, Vol. 5, No. 2, 2011Pereria, Carla.S.M dkk. 2008. Thermodynamic Equilibrium and Reaction Kinetics for the Esterification of Lactic Acid with Ethanol Catalyzed by Acid Ion-Exchange Resin. American Chemical SocietyRahayu Martini. 2006. Teknologi Proses Produksi Biodiesel.Prospek Pengembangan Bio-fuel sebagai Substitusi Bahan Bakar MinyakRini, Dian Kusuma dan Fendy Anthonius L. 2010. Optimasi Aktivasi Zeolit Alam Untuk Dehumidifikasi. Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro. SemarangRochmadi dkk. .2012. Sintesa Bioaditif Dari Gliserol, Limbah Pabrik Biodiesel Berbahan Baku CPO, yang Beroprasi Secara Kontinyu, Kapasitas 15 L/Hari. Ringkasan Eksekutif Hasil-hasil Penelitian Tahun 2012. Kerjasama Kemitraan Penelitian Pertanian Dengan Perguruan Tinggi (KKP3T) Setiono, Marlene. 2011. Adsorpsi Repetitif Komponen Tetes Tebu Dengan Kalium Zeolit. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri Universitas Katolik Parahyangan. Bandung