39
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Otopsi adalah pemeriksaan terhadap tubuh mayat, yang meliputi pemeriksaan terhadap bagian luar maupun dalam, dengan tujuan menemukan proses penyakit dan atau adanya cedera, melakukan interpretasi atau penemuan-penemuan tersebut, menerangkan penyebab kematian serta mencari hubungan sebab akibat antara kelainan-kelainan yang ditemukan dengan penyebab kematian. 2.2. Pembagian otopsi Berdasarkan tujuannya, otopsi terbagi atas : 1. Otopsi Anatomi, dilakukan untuk keperluan pendidikan mahasiswa fakultas kedokteran. Bahan yang dipakai adalah mayat yang dikirim ke rumah sakit yang setelah disimpan 2 x 24 jam di laboratorium ilmu kedokteran kehakiman tidak ada ahli waris yang mengakuinya. Setelah diawetkan di laboratorium anatomi, mayat disimpan sekurang-kurangnya satu tahun sebelum digunakan untuk praktikum anatomi. Menurut hukum, hal ini dapat dipertanggungjawabkan sebab warisan yang tak ada yang mengakuinya menjadi milik negara setelah tiga tahun (KUHPerdata pasal 1129). Ada kalanya, seseorang

PEMBAHASAN OTOPSI

Embed Size (px)

DESCRIPTION

otopsi

Citation preview

Page 1: PEMBAHASAN OTOPSI

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Otopsi adalah pemeriksaan terhadap tubuh mayat, yang meliputi pemeriksaan terhadap

bagian luar maupun dalam, dengan tujuan menemukan proses penyakit dan atau adanya cedera,

melakukan interpretasi atau penemuan-penemuan tersebut, menerangkan penyebab kematian

serta mencari hubungan sebab akibat antara kelainan-kelainan yang ditemukan dengan penyebab

kematian.

2.2. Pembagian otopsi

Berdasarkan tujuannya, otopsi terbagi atas :

1. Otopsi Anatomi, dilakukan untuk keperluan pendidikan mahasiswa fakultas kedokteran.

Bahan yang dipakai adalah mayat yang dikirim ke rumah sakit yang setelah disimpan 2 x

24 jam di laboratorium ilmu kedokteran kehakiman tidak ada ahli waris yang

mengakuinya. Setelah diawetkan di laboratorium anatomi, mayat disimpan sekurang-

kurangnya satu tahun sebelum digunakan untuk praktikum anatomi. Menurut hukum, hal

ini dapat dipertanggungjawabkan sebab warisan yang tak ada yang mengakuinya menjadi

milik negara setelah tiga tahun (KUHPerdata pasal 1129). Ada kalanya, seseorang

mewariskan mayatnya setelah ia meninggal pada fakultas kedokteran, hal ini haruslah

sesuai dengan KUHPerdata pasal 935.

2. Otopsi Klinik, dilakukan terhadap mayat seseorang yang diduga terjadi akibat suatu

penyakit. Tujuannya untuk menentukan penyebab kematian yang pasti, menganalisa

kesesuaian antara diagnosis klinis dan diagnosis postmortem, pathogenesis penyakit, dan

sebagainya. Otopsi klinis dilakukan dengan persetujuan tertulis ahli waris, ada kalanya

ahli waris sendiri yang memintanya.

Page 2: PEMBAHASAN OTOPSI

3. Otopsi Forensik/Medikolegal, dilakukan terhadap mayat seseorang yang diduga

meninggal akibat suatu sebab yang tidak wajar seperti pada kasus kecelakaan,

pembunuhan, maupun bunuh diri. Otopsi ini dilakukan atas permintaan penyidik

sehubungan dengan adanya penyidikan suatu perkara. Tujuan dari otopsi medikolegal

adalah :

o Untuk memastikan identitas seseorang yang tidak diketahui atau belum jelas.

o Untuk menentukan sebab pasti kematian, mekanisme kematian, dan saat

kematian.

o Untuk mengumpulkan dan memeriksa tanda bukti untuk penentuan identitas

benda penyebab dan pelaku kejahatan.

o Membuat laporan tertulis yang objektif berdasarkan fakta dalam bentuk visum et

repertum.

2.3. Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada otopsi :

Otopsi medikolegal dilakukan atas permintaan penyidik sehubungan dengan adanya penyidikan

suatu perkara. Hasil pemeriksaan adalah temuan obyektif pada korban, yang diperoleh dari

pemeriksaan medis.

1. Tempat untuk melakukan otopsi adalah pada kamar jenazah.

2. Otopsi hanya dilakukan jika ada permintaan untuk otopsi oleh pihak yang berwenang.

3. Otopsi harus segera dilakukan begitu mendapat surat permintaan untuk otopsi.

4. Hal-hal yang berhubungan dengan penyebab kematian harus dikumpulkan dahulu

sebelum memulai otopsi. Tetapi kesimpulan harus berdasarkan temuan-temuan dari

pemeriksaan fisik.

5. Pencahayaan yang baik sangat penting pada tindakan otopsi.

Page 3: PEMBAHASAN OTOPSI

6. Identitas korban yang sesuai dengan pernyataan polisi harus dicatat pada laporan. Pada

kasus jenazah yang tidak dikenal, maka tanda-tanda identifikasi, photo, sidik jari, dan

lain-lain harus diperoleh.

7. Ketika dilakukan otopsi tidak boleh disaksikan oleh orang yang tidak berwenang.

8. Pencatatan perincian pada saat tindakan otopsi dilakukan oleh asisten.

9. Pada laporan otopsi tidak boleh ada bagian yang dihapus.

10. Jenazah yang sudah membusuk juga bisa diotopsi.

2.4. Persiapan yang dilakukan sebelum melakukan otopsi adalah:

1. Melengkapi surat-surat yang berkaitan dengan otopsi yang akan dilakukan, termasuk

surat izin keluarga, surat permintaan pemeriksaan/pembuatan visum et repertum.

2. Memastikan mayat yang akan diotopsi adalah mayat yang dimaksud dalam surat tersebut.

3. Mengumpulkan keterangan yang berhubungan dengan terjadinya kematian selengkap

mungkin untuk membantu memberi petunjuk pemeriksaan dan jenis pemeriksaan

penunjang yang harus dilakukan.

4. Memastikan alat-alat yang akan dipergunakan telah tersedia. Untuk otopsi tidak

diperlukan alat-alat khusus dan mahal, cukup :

o Timbangan besar untuk menimbang mayat.

o Timbangan kecil untuk menimbang organ.

o Pisau, dapat dipakai pisau belati atau pisau dapur yang tajam.

o Gunting, berujung runcing dan tumpul.

o Pinset anatomi dan bedah.

o Gergaji, gergaji besi yang biasanya dipakai di bengkel.

o Forseps atau cunam untuk melepaskan duramater.

Page 4: PEMBAHASAN OTOPSI

o Gelas takar 1 liter.

o Pahat.

o Palu.

o Meteran.

o Jarum dan benang.

o Sarung tangan.

o Baskom dan ember.

o Air yang mengalir

5. Mempersiapkan format otopsi, hal ini penting untuk memudahkan dalam pembuatan

laporan otopsi.

2.5. DASAR HUKUM

2.5.1 Beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur pekerjaan dokter dalam

membantu peradilan:

Pasal 133 KUHAP :

o Ayat 1:

Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik

luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan

tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli

kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.

o Ayat 2:

Page 5: PEMBAHASAN OTOPSI

Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilakukan secara

tertulis yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau

pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.

o Ayat 3:

Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah

sakit harus diperlakukan baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat

tersebut dan diberi label yg memuat identitas mayat diberi cap jabatan yang

dilekatkan pada ibu jari kaki atau bagian lain badan mayat.

Pasal 134 KUHAP:

1. Dalam hal sangat diperlukan di mana untuk keperluan pembuktian bedah mayat

tidak mungkin lagi dihindari, penyidik wajib memberitahukan terlebih dahulu

kepada keluarga korban.

2. Dalam hal keluarga keberatan, penyidik wajib menerangkan sejelas-jelasnya

tentang maksud dan tujuan perlu dilakukannya pembedahan tersebut.

3. Apabila dalam waktu dua hari tidak ada tanggapan apapun dari keluarga atau

pihak yang perlu diberitahu tidak ditemukan, penyidik segera melaksanakan

ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 133 ayat (3) undang-undang ini.

Pasal 179 KUHAP:

1. Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau

dokter ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.

2. Semua ketentuan tersebut di atas untuk saksi berlaku juga bagi mereka yang

memberikan keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan

sumpah atau janji akan memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan yang

sebenarnya menurut pengetahuan dalam bidang keahliannya.

KUHP 222

Page 6: PEMBAHASAN OTOPSI

Barang siapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan

pemeriksaan mayat forensik, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan

atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah

Reglemen pencatatan sipil Eropa 72

Reglemen pencatatan sipil Tionghoa 80

STBL 1871/91

UU RI No 23 Th 1992 Pasal 70

a. Bahwa kesehatan sebagai salah satu unsure kesejahteraan umum

harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia

sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar

1945 melalui pembangunan nasional yang berkesinambungan

berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;

b. Bahwa pembangunan kesehatan diarahkan untuk mempertinggi

derajat kesehatan, yang besar artinya bagi pembangunan dan

pembinaan sumber daya manusia Indonesia dan sebagai modal

bagi pelaksanaan pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan

pembangunan seluruh masyarakat Indonesia;

c..Bahwa dengan memperhatikan peranan kesehatan diatas,

diperlukan upaya yang lenbih memadai bagi peningkatan derajat

kesehatan dan pembinaan penyelenggaraan upaya kesehatan

secara menyeluruh dan terpadu;

d. Bahwa dalam rangka peningkatan derajat kesehatan masyarakat

sebagaimana dimaksud butir b dan butir c, beberapa undangundang

dibidang kesehatan dipandang sudah tidak sesuai lagi

dengan kebutuhan dan tuntutan pembangunan kesehatan;

e. Bahwa sehubungan dengan hal-hal tersebut diatas, perlu

ditetapkan Undang-undang tentang Kesehatan;

Page 7: PEMBAHASAN OTOPSI

2.6. PEMERIKSAAN LUAR

Bagian pertama dari teknik otopsi adalah pemeriksaan luar. Sistematika pemeriksaan luar

adalah :

1. Memeriksa label mayat (dari pihak kepolisian) yang biasanya diikatkan pada jempol kaki

mayat. Gunting pada tali pengikat, simpan bersama berkas pemeriksaan. Catat warna,

bahan, dan isi label selengkap mungkin. Sedangkan label rumah sakit, untuk identifikasi

di kamar jenazah, harus tetap ada pada tubuh mayat.

2. Mencatat jenis/bahan, warna, corak, serta kondisi (ada tidaknya bercak/pengotoran) dari

penutup mayat.

3. Mencatat jenis/bahan, warna, corak, serta kondisi (ada tidaknya bercak/pengotoran) dari

bungkus mayat. Catat tali pengikatnya bila ada.

4. Mencatat pakaian mayat dengan teliti mulai dari yang dikenakan di atas sampai di bawah,

dari yang terluar sampai terdalam. Pencatatan meliputi bahan, warna dasar, warna dan

corak tekstil, bentuk/model pakaian, ukuran, merk penjahit, cap binatu,

monogram/inisial, dan tambalan/tisikan bila ada. Catat juga letak dan ukuran pakaian bila

ada tidaknya bercak/pengotoran atau robekan. Saku diperiksa dan dicatat isinya.

5. Mencatat perhiasan mayat, meliputi jenis, bahan, warna, merek, bentuk serta ukiran

nama/inisial pada benda perhiasan tersebut.

6. Mencatat benda di samping mayat.

7. Mencatat perubahan tanatologi :

o Lebam mayat; letak/distribusi, warna, dan intensitas lebam.

o Kaku mayat; distribusi, derajat kekakuan pada beberapa sendi, dan ada tidaknya

spasme kadaverik.

Page 8: PEMBAHASAN OTOPSI

o Suhu tubuh mayat; memakai termometer rektal dam dicatat juga suhu ruangan

pada saat tersebut.

o Pembusukan.

o Lain-lain; misalnya mumifikasi atau adiposera.

8. Mencatat identitas mayat, seperti jenis kelamin, bangsa/ras, perkiraan umur, warna kulit,

status gizi, tinggi badan, berat badan, disirkumsisi/tidak, striae albicantes pada dinding

perut.

9. Mencatat segala sesuatu yang dapat dipakai untuk penentuan identitas khusus, meliputi

rajah/tatoo, jaringan parut, kapalan, kelainan kulit, anomali dan cacat pada tubuh.

10. Memeriksa distribusi, warna, keadaan tumbuh, dan sifat dari rambut. Rambut kepala

harus diperiksa, contoh rambut diperoleh dengan cara memotong dan mencabut sampai

ke akarnya, paling sedikit dari 6 lokasi kulit kepala yang berbeda. Potongan rambut ini

disimpan dalam kantungan yang telah ditandai sesuai tempat pengambilannya.

11. Memeriksa mata, seperti apakah kelopak terbuka atau tertutup, tanda kekerasan, kelainan.

Periksa selaput lendir kelopak mata dan bola mata, warna, cari pembuluh darah yang

melebar, bintik perdarahan, atau bercak perdarahan. Kornea jernih/tidak, adanya kelainan

fisiologik atau patologik. Catat keadaan dan warna iris serta kelainan lensa mata. Catat

ukuran pupil, bandingkan kiri dan kanan.

12. Mencatat bentuk dan kelainan/anomali pada daun telinga dan hidung.

13. Memeriksa bibir, lidah, rongga mulut, dan gigi geligi. Catat gigi geligi dengan lengkap,

termasuk jumlah, hilang/patah/tambalan, gigi palsu, kelainan letak, pewarnaan, dan

sebagainya.

14. Bagian leher diperiksa jika ada memar, bekas pencekikan atau pelebaran pembuluh

darah. Kelenjar tiroid dan getah bening juga diperiksa secara menyeluruh.

15. Pemeriksaan alat kelamin dan lubang pelepasan. Pada pria dicatat kelainan bawaan yang

ditemukan, keluarnya cairan, kelainan lainnya. Pada wanita dicatat keadaan selaput darah

Page 9: PEMBAHASAN OTOPSI

dan komisura posterior, periksa sekret liang sanggama. Perhatikan bentuk lubang

pelepasan, perhatikan adanya luka, benda asing, darah dan lain-lain.

16. Perlu diperhatikan kemungkinan terdapatnya tanda perbendungan, ikterus, sianosis,

edema, bekas pengobatan, bercak lumpur atau pengotoran lain pada tubuh.

17. Bila terdapat tanda-tanda kekerasan/luka harus dicatat lengkap. Setiap luka pada tubuh

harus diperinci dengan lengkap, yaitu perkiraan penyebab luka, lokasi, ukuran, dll. Dalam

luka diukur dan panjang luka diukur setelah kedua tepi ditautkan. Lokalisasi luka dilukis

dengan mengambil beberapa patokan, antara lain : garis tengah melalui tulang dada, garis

tengah melalui tulang belakang, garis mendatar melalui kedua puting susu, dan garis

mendatar melalui pusat.

Contoh :

Luka panjang dua setengah sentimeter dan masuk ke dalam dada. Ujung yang satu

letaknya dua sentimeter sebelah kiri dari garis tengah melalui tulang dada dan dua

sentimeter di atas garis mendatar melalui kedua puting susu. Sedangkan ujung yang lain

lima sentimeter sebelah kiri dari garis tengah melalui tulang dada dan empat sentimeter di

atas garis mendatar melalui kedua puting susu. Saluran tusuk dilukis di bagian

pemeriksaan dalam, ditulis organ apa saja yang tertusuk.

18. Pemeriksaan ada tidaknya patah tulang, serta jenis/sifatnya.

2.7. PEMERIKSAAN DALAM

Pemeriksaan dalam bisa dilakukan dengan beberapa cara berikut ini :

Insisi I dimulai di bawah tulang rawan krikoid di garis tengah sampai prosesus xifoideus

kemudian 2 jari paramedian kiri dari puat sampai simfisis, dengan demikian tidak perlu

melingkari pusat.

Page 10: PEMBAHASAN OTOPSI

Insisi Y, merupakan salah satu tehnik khusus otopsi dan akan dijelaskan kemudian.

Insisi melalui lekukan suprastenal menuju simfisis pubis, lalu dari lekukan suprasternal

ini dibuat sayatan melingkari bagian leher.

Pada pemeriksaan dalam, organ tubuh diambil satu persatu dengan hati-hati dan dicatat :

1. Ukuran : Pengukuran secara langsung adalah dengan menggunakan pita pengukur. Secara

tidak langsung dilihat adanya penumpulan pada batas inferior organ. Organ hati yang

mengeras juga menunjukkan adanya pembesaran.

2. Bentuk.

3. Permukaan : Pada umumnya organ tubuh mempunyai permukaan yang lembut, berkilat

dengan kapsul pembungkus yang bening. Carilah jika terdapat penebalan, permukaan

yang kasar , penumpulan atau kekeruhan.

4. Konsistensi: Diperkirakan dengan cara menekan jari ke organ tubuh tersebut.

5. Kohesi: Merupakan kekuatan daya regang anatar jaringan pada organ itu. Caranya

dengan memperkirakan kekuatan daya regang organ tubuh pada saat ditarik. Jaringan

yang mudah teregang (robek) menunjukkan kohesi yang rendah sedangkan jaringan yang

susah menunjukkan kohesi yang kuat.

6. Potongan penampang melintang: Disini dicatat warna dan struktur permukaan

penampang organ yang dipotong. Pada umumnya warna organ tubuh adalah keabu-

abuan, tapi hal ini juga dipengaruhi oleh jumlah darah yang terdapat pada organ tersebut.

Warna kekuningan, infiltrasi lemak, lipofisi, hemosiferin atau bahan pigmen bisa

merubah warna organ. Warna yang pucat merupakan tanda anemia.

Struktur organ juga bisa berubah dengan adanya penyakit. Pemeriksaan khusus juga bisa

dilakukan terhadap sistem organ tertentu, tergantung dari dugaan penyebab kematian.

Insisi pada masing-masing bagian-bagian tubuh yaitu :

1. Dada :

o Seksi Jantung :

Page 11: PEMBAHASAN OTOPSI

Jantung dibuka menurut aliran darah : pisau dimasukkan ke vena kava inferior

sampai keluar di vena superior dan bagian ini dipotong. Ujung pisau dimasukkan

melalui katup trikuspidalis keluar di insisi bilik kanan dan bagian ini dipotong.

Ujung pisau lalu dimasukkan arteri pulmonalis dan otot jantung mulai dari apeks

dipotong sejajar dengan septum interventrikulorum.

Ujung pisau dimasukkan ke vena pulmonalis kanan keluar ke vena pulmonalis

kiri dan bagian ini dipotong. Ujung pisau dimasukkan melalui katup mitral keluar

di insisi bilik kiri dan bagian ini dipotong. Ujung pisau kemudian dimasukkan

melalui katup aorta dan otot jantung dari apeks dipotong sejajar dengan septum

inetrventrikulorum. Jantung sekarang sudah terbuka, diperiksa katup, otot kapiler,

chorda tendinea, foramen ovale, septum interventrikulorum.

Arteri koronaria diiris dengan pisau yang tajam sepanjang 4-5 mm mulai dari

lubang dikatup aorta. Otot jantung bilik kiri diiris di pertengahan sejajar dengan

epikardium dan endokardium, demikian pula dengan septum interventrikulorum.

o Paru-paru :

Paru-paru kanan dan kiri dilepaskan dengan memotong bronkhi dan pembuluh

darah di hilus, setelah perkardium diambil. Vena pulmonalis dibuka dengan

gunting, kemudian bronkhi dan terakhir arteri pulmonalis. Paru-paru diiris

longitudinal dari apeks ke basis.

Tulang dada diangkat dengan memotong tulang rawan iga 1 cm dari sambungannya

dengan cara pisau dipegang dengan tangan kanan dengan bagian tajam horizontal

diarahkan pada tulang rawan iga dan dengan tangan yang lain menekan pada punggung

pisau. Pemotongan dimulai dari tulang rawan iga no. 2. Tulang dada diangkat dan

dilepaskan dari diafragma kanan dan kiri kemudian dilepaskan mediastinum anterior.

Rongga paru-paru diperiksa adanya perlengketan, darah, pus atau cairan lain kemudian

diukur.

Kemudian pisau dengan tangan kanan dimasukkan dalam rongga paru-paru, bagian tajam

tegak lurus diarahkan ke tulang rawan no.1 dan tulang rawan dipotong sedikit ke lateral,

Page 12: PEMBAHASAN OTOPSI

kemudian bagian tajam pisau diarahkan ke sendi sternoklavikularis dengan menggerak-

gerakkan sternum, sendi dipisahkan. Prosedur diulang untuk sendi yang lainnya.

Mediastinum anterior diperiksa adanya timus persistens. Perikardium dibuka dengan Y

terbalik, diperiksa cairan perikardium, normal sebanyak kurang lebih 50 cc dengan warna

agak kuning. Apeks jantung diangkat, dibuat insisi di bilik dan serambi kanan diperiksa

adanya embolus yang menutup arteri pulmonalis. Kemudian dibuat insisi di bilik dan

serambi kiri. Jantung dilepaskan dengan memotong pembuluh besar dekat perikardium.

2. Perut :

o Esofagus-Lambung-Doudenum-Hati :

Semua organ tersebut di atas dikeluarkan sebagai satu unit. Esofagus diikat ganda

dan dipotong. Diafragma dilepaskan dari hati dan esofagus dan unit tadi dapat

diangkat. Sebelum diangkat, anak ginjal kanan yang biasanya melekat pada hati

dilepaskan terlebih dahulu.

Esofagus dibuka terus ke kurvatura mayor, terus ke duodenum. Perhatikan isi

lambung, dapat membantu penentuan saat kematian. Kandung empedu ditekan,

bulu empedu akan menonjol kemudian dibuka dengan gunting ke arah papila

Vater, kemudian dibuka ke arah hati, lalu kandung empedu dibuka. Perhatikan

mukosa dan adanya batu.

Buluh kelenjar ludah diperut dibuka dari papila Vater ke pankreas. Pankreas

dilepaskan dari duodenum dan dipotong-potong transversal.

Hati : perhatikan tepi hati, permukaan hati, perlekatan, kemudian dipotong

longitudinal.

Usus halus dan usus besar dibuka dengan gunting ujung tumpul, perhatikan

mukosa dan isinya, cacing.

o Ginjal, Ureter, Rektum, dan Kandung Urine:

Page 13: PEMBAHASAN OTOPSI

Organ tersebut di atas dikeluarkan sebagai satu unit. Ginjal dengan suatu insisi

lateral dapat diangkat dan dilepaskan dengan memotong pembuluh darah di hilus,

kemudian ureter dilepaskan sampai panggul kecil. Kandung urine dan rektum

dilepaskan dengan cara memasukkan jari telunjuk lateral dari kandung urine dan

dengan cara tumpul membuat jalan sampai ke belakang rektum. Kemudian

dilakukan sama pada bagian sebelahnya. Tempat bertemunya kedua jari telunjuk

dibesarkan sehingga 4 jari kanan dan kiri dapat bertemu, kemudian jari kelingking

dinaikkan ke atas dengan demikian rektum lepas dari sakrum. Rektum dan

kandung urine dipotong sejauh dekat diafragma pelvis.

Anak ginjal dipotong transversal. Ginjal dibuka dengan irisan longitudinal dari

lateral ke hilus. Ureter dibuka dengan gunting sampai kandung urine, kapsul

ginjal dilepas dan perhatikan permukaannya. Pada laki-laki rektum dibuka dari

belakang dan kandung urine melalui uretra dari muka. Rektum dilepaskan dari

prostat dan dengan demikian terlihat vesika seminalis. Prostat dipotong

transversal, perhatikan besarnya penampang.

Testis dikeluarkan melalui kanalis spermatikus dan diiris longitudinal, perhatikan

besarnya, konsistensi, infeksi, normal, tubuli semineferi dapat ditarik seperti

benang.

o Urogenital Perempuan :

Kandung urine dibuka dan dilepaskan dari vagina. Vagina dan uterus dibuka

dengan insisi longitudinal dan dari pertengahan uterus insisi ke kanan dan ke kiri.

Ke kornu. Tuba diperiksa dengan mengiris tegak lurus pada jarak 1-1,5 cm.

Ovarium diinsisi longitudinal.

Pada abortus provokatus kriminalis yang dilakukan dengan menusuk ke dalam

uterus, seluruhnya : kandung urine, uterus dan vagina, rektum difiksasi dalam

formalin 10% selama 7 hari, setelah itu dibuat irisan tegak lurus pada sumbu

rektum setebal 1,25 cm, kemudian semuanya direndam dalam alkohol selama 24

Page 14: PEMBAHASAN OTOPSI

jam. Saluran tusuk akan terlihat sebagai noda merah, hiperemis. Dari noda merah

ini dibuat sediaan histopatologi.

Usus halus dipisahkan dari mesenterium, usus besar dilepaskan, duodenum dan rektum

diikat ganda kemudian dipotong.

Limpa : dipotong di hilus, diiris longitudinal, perhatikan parenkim, folikel, dan septa.

3. Leher :

Lidah, laring, trakea, esofagus, palatum molle, faring dan tonsil dikeluarkan sebagai satu

unit. Perhatikan obstruksi di saluran nafas, kelenjar gondok dan tonsil. Pada kasus

pencekikan tulang lidah harus dibersihkan dan diperiksa adanya patah tulang.

4. Kepala :

Kulit kepala diiris dari prosesus mastoideus kanan sampai yang kiri dengan mata pisau

menghadap keluar supaya tidak memotong rambut terlalu banyak. Kulit kepala kemudian

dikelupas ke muka dan ke belakang dan tempurung tengkorak dilepaskan dengan

menggergajinya. Pahat dimasukkan dalam bekas mata gergaji dan dengan beberapa

ketukan tempurung lepas dan dapat dipisahkan. Durameter diinsisi paralel dengan bekas

mata gergaji. Falx serebri digunting dibagian muka. Otak dipisah dengan memotong

pembuluh darah dan saraf dari muka ke belakang dan kemudian medula oblongata.

Tentorium serebri diinsisi di belakang tulang karang dan sekarang otak dapat diangkat.

Selaput tebal otak ditarik lepas dengan cunam. Otak kecil dipisah dan diiris horisontal,

terlihat nukleus dentatus. Medula oblongata diiris transversal, demikiaan pula otak besar

setebal 2,5 cm. Pada trauma kepala perhatikan adanya edema, kontusio, laserasi serebri.

5. Tengkorak Neonatus :

Kulit kepala dibuka seperti biasa, tengkorak dibuka dengan menggunting sutura yang

masih terbuka dan tulang ditekan ke luar, sehingga otak dengan mudah dapat diangkat.

Page 15: PEMBAHASAN OTOPSI

2.8. PEMERIKSAAN KHUSUS

ALAT-ALAT YANG DIPERLUKAN

UNTUK OTOPSI :

• Timbangan besar (500 Kg)

• Timbangan kecil (3 Kg)

• Pita pengukur

• Penggaris

• Alat pengukur cairan

• Pisau

• Gunting

• Pinset

• Gergaji dengan gigi halus

• Jarum besar – jarum goni

• Benang yang kuat

BAHAN-BAHAN YANG DIPERLUKAN

UNTUK OTOPSI :

1. Botol / stoples untuk spesium

pemeriksaan toksikologi

2. Alkohol 96% 5 liter

3. Botol untuk spesium pemeriksaan

histopatologi

4. Formalin 10% 1 liter

5. Kaca sediaan dan kaca penutup

2.9. TEKNIK OTOPSI

Dua Macam teknik pengirisan kulit

Page 16: PEMBAHASAN OTOPSI

Pada beberapa keadaan tertentu, diperlukan berbagai prosedur khusus dalam tindakan otopsi,

antara lain : insisi ”Y”, insisi pada kasus dengan kelainan leher, tes emboli udara, tes apung paru,

tes pada pneumothorax, dan tes alphanaphthylamine.

Insisi ”Y”

1. Insisi yang dilakukan dangkal (shallow incision) yang dilakukan pada tubuh pria.

Buat sayatan yang letaknya tepat di bawah tulang selangka dan sejajar

dengan tulang tersebut, kiri dan kanan, sehingga bertemu pada bagian

tengah (incisura jugularis).

Lanjutkan sayatan, dimulai dari incisura jugularis ke arah bawah tepat di

garis pertengahan sampai ke sympisis os pubis menghindari daerah

umbilikus.

Kulit daerah leher dilepaskan secara hati-hati sampai ke rahang bawah;

tindakan ini dimulai dari sayatan yang telah dibuat pertama kali.

Dengan kulit daerah leher dan dada bagian atas tetap utuh, alat-alat dalam

rongga mulut dan leher dikeluarkan.

Tindakan selanjutnya sama dengan tindakan pada bedah mayat yang biasa.

2. Insisi yang lebih dalam (deep incision), yang dilakukan untuk kaum wanita.

Buat sayatan yang letaknya tepat di bawah buah dada, dimulai dari bagian

lateral menuju bagaian medial (proc. Xiphoideus); bagian lateral disini

dapat dimulai dari ketiak, ke arah bawah sesuai dengan arah garis ketiak

depan (linea axillaris anterior), hal yang sama juga dilakukan untuk sisi

yang lain (kiri dan kanan).

Lanjutkan sayatan ke arah bawah seperti biasa, sampai simphisis os pubis,

dengan demikian pengeluaran dan pemeriksaan alat-alat yang berada

dalam rongga mulut, leher, dan rongga dada lebih sulit bila dibandingkan

dengan insisi ”Y” yang dangkal.

Page 17: PEMBAHASAN OTOPSI

Insisi ”Y”, dilakukan semata-mata untuk alasan kosmetik, sehingga jenazah yang sudah

diberi pakaian, tidak memperlihatkan adanya jahitan setelah dilakukan bedah mayat. Ada

dua macam insisi ”Y”, yaitu :

Insisi “I” pada Kasus dengan Kelainan di Daerah Leher

o Buat insisi ”I”, yang dimulai dari incisura jugularis, ke arah bawah seperti biasa,

sampai ke simpisis os pubis.

o Buka rongga dada, dengan jalan memotong tulang dada dan iga-iga.

o Keluarkan jantung, dengan menggunting mulai dari v.cava inferior,

vv.pulmonalis, a.pulmonalis, v.cava superior dan terakhir aorta.

o Buka rongga tengkorak, dan keluarkan organ otaknya.

o Dengan adanya bantalan kayu pada daerah punggung, maka daerah leher akan

bersih dari darah, oleh karena darah telah mengalir ke atas ke arah tengkorak dan

ke bawah, ke arah rongga dada; dengan demikian pemeriksaan dapat dimulai.

Insisi ini dimaksudkan agar daerah leher dapat bersih dari darah, sehingga kelainan yang

minimalpun dapat terlihat; misalnya pada kasus pencekikan, penjeratan, dan

penggantungan. Prinsip dari teknik ini adalah pemeriksaan daerah dilakukan paling akhir.

Pembukaan Rongga Kepala dan Pengangkatan Otak

CARA OTOPSI PEMBUKAAN RONGGA KEPALA

1. Membuat irisan pemandu dengan mengatur rambut, dipisahkan bagian depan dan

belakang pada puncak kepala kemudian ke kanan dank e kiri

2. Irisan di mulai dari processuss mastoid ke vertex kemudian ke processes mastoid kiri.

Irisan dibuat sampai mencapai periosteum.

3. Kulit kemudian dikupas dan dilipat ke depan sampai kurang lebih 1 cm diatas margo

supraorbitalis, ke belakang sampai protuberentia occipitalis externa. Keadaan kulit bagian

dalam dan tulang tengkorak diperiksa kelainannya

Page 18: PEMBAHASAN OTOPSI

4. Rongga kepala dibuka dengan cara digergaji.

5. Daerah frontal pada kurang lebih 2 cm diatas lipatan kulit melingkar kemudian di

samping kanan dan kiri setinggi 2 cm di atas daun telinga setelah memotong muskulus

temporalis.

6. Penggergajian diteruskan ke belakang dengan membentuk sudut 1200 sampai setinggi

kurang lebih 2 cm di atas protuberentia occipitalis externa.

7. Dengn T-chisel dimasukkan dibekas penggergajian kemudia putar atau dicongkel, maka

tulang tengkorak dapat dibuka

8. Setelah atap tengkorak (calvaria) dilepas, di cium bau yang keluar dari rongga dada sebab

beberapa racun dapat tercium baunya.

9. Diperiksa dan dicatat keadaan bagian dalam tulang atap tengkorak.

CARA OTOPSI PENGANGKATAN OTAK DARI RONGGA KEPALA

1. Memeriksa dan mencatat keadaan durameter

2. Durameter kemudian digunting mengikuti garis penggergajian dan daerah subdural dapat

diperiksa kelaiannya.

3. Dua jari tangan diselipkan di bawah tiap lobus frontal. Dengan tarikan yang pelan, lobus

frontalis diangkat untuk memperlihatkan chiasma opticum dan nervus cranialis anterior

4. Melepaskan alat-alat yang memfiksasi otak yaitu falx cerebri, falx cerebella, serta nervi

craniales.

5. Falx cerebri dipotong untuk melepaskan otak

6. Menggunakan scapel atau alat dengan ujung tumpul dilewatk sepanjang dasar tempurung

kepala untuk memisahkan nervi cranial, arteri carotis interna dan tangkai kelenjar

pituitary sampai mencapai tentorium.

7. Kepala kemudian dimiringkan ke salah satu sisi, dua jari diselipkan diantara lobus

temporalis dan tulang temporal, maka tentorium dapat terlihat kemudian dilakukan

Page 19: PEMBAHASAN OTOPSI

pemotongan sepajang sisi dari tentorium, mengikuti garis os petrosus temporalis sampai

ke dinding lateral dari tempurung kepala. Keadaan yang sama dilakukan pada sisi yang

lainnya.

8. Kepala dikembalikan ke posisi semula, dengan memasukkan sejauh mungkin ke foramen

magnum potong nervi cranial yang masih tersisa, kemudian batang otak selanjutnya

dipotong melintang. Dengan tangan kiri menyangga lobus occipitaslis dan dua jari tangan

ianan ditempatkan di kanan dan kiri batang otak. Otak kemudiam ditarik dan diluksir

gingga terangkat sampai rongga kepala. Otak kemudian diletakkan pada piring skala,

ditimbang dan diukur sebelum dilakukan fiksasi atau pemotongnan.

9. Dasar tengkorak diperiksa dengan melepas durameteryang masih melekat menggunakn

tang yang kuat untuk melihat adanya fraktur basis crania. Os petrosus temporalis dapat

dipotong dengan penjepit tulang untuk memeriksa adanya infeksi telinga tengah dan

dalam

Pengakangkatan Organ-Organ

Pengangkatan organ dalam dapat dilakukan dengan berbagai teknik. Secara umum ada 4

teknik dasar otopsi yaitu teknik Rokitansky, Virchow, Letulle, dan Ghon. Keempat teknik

ini memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing. Bagi pemeriksa keuntungan dan

kelebihan masing-masing teknik dapat dijadikan dasar pemilihan saat menjumpai kasus-

kasus tertentu.

1. Teknik Otopsi Rokitansky

Dikenal juga dengan nama in situ dissection. Metodenya dengan mengiris organ secara in

situ, kemudian diperiksa secara langsung dan diangkat untuk pemeriksaan lebih teliti.

Contohnya pada kasus jenazah dengan penyakit menular, untuk membatasi risiko dan

penyearan penyakit pada pemeriksa.

2. Teknik Otopsi Virchow

Page 20: PEMBAHASAN OTOPSI

Teknik ini cukup sederhana dan simple dengan cara mengeluarkan organ satu per satu

kemudian langsung diperiksa. Dengan demikian kelainan yang terdapat pada masing-

masing organ dapat terlihat, namun hubungan anatomic antar beberapa organ yang

tergolong dalam satu sistem menjadi hilang. Dengan demikian, teknik ini kurang baik

digunakan pada otopsi forensic, terutama kasus-kasus penembakan dengan senjata api

dan penusukan dengan senjata tajam, yang memerlukan penentuan saluran luka, arah

serta dalamnya penetrasi yang terjadi.

3. Teknik Otopsi Letulle

Teknik ini sering disebut dengan nama en masse dissection. Dengan pengangkatan organ-

organ tubuh secara en masse ini hubungan antar organ tetap dipertahankan setelah

seluruh organ dikeluarkan dari tubuh. Kerugian teknik ini sukar dilakukan tamba

pembantu, serta sulit dalam penanganan karena “panjang”nya kumpulan organ-organ

yang dikeluarkan bersama-sama

4. Teknik Otopsi Ghon

Teknik ini disebut juga dengan nama en block dissection. Setelah rongga tubuh dibuka,

organ leher dan dada, hati, limpa, dan organ-organ pencernaan serta organ-organ

urogenital diangkat keluar sebagai tiga kumpulan organ (bloc). Teknik ini relative lebih

cepat dan lebih mudah. Hubungan antar organ penting masih dapat dipertahankan,

sehingga bila ada kegagalan satu organ yang mempengaruhi organ lain dapat diketahui.

Kelemahan metode ini missal pada kasus cirrhosis hepatis dan hipertensi portal yang

mengakibatkan adanyavarices oesophageal. Hal ini terjadi karena hubungan antar

keadaan tersebut dirusak oleh pemotongan oesophagus di atas diaphrama.

PEMERIKSAAN KHUSUS

Tes emboli udara

o buat sayatan ”I”, dimulai dari incisura jugularis, ke arah bawah sampai ke

symphisis pubis,

Page 21: PEMBAHASAN OTOPSI

o potong rawan iga mulai dari iga ke-3 kiri dan kanan, pisahkan rawan iga dan

tulang dada keatas sampai ke perbatasan antara iga ke-2 dan iga ke-3,

o potong tulang dada setinggi perbatasan antara tulang iga ke-2 dan ke-3,

o setelah kandung jantung tampak, buat insisi pada bagian depan kandung jantung

dengan insisi ”I”, sepanjang kira-kira 5-7 sentimeter; kedua ujung sayatan

tersebut dijepit dan diangkat dengan pinset (untuk mencegah air yang keluar),

o masukkan air ke dalam kandung jantung, melalui insisi yang telah dibuat tadi,

sampai jantung terbenam; akan tetapi bila jantung tetap terapung, maka hal ini

merupakan pertanda adanya udara dalam bilik jantung,

o tusuk dengan pisau organ yang runcing, tepat di daerah bilik jantung kanan, yang

berbatasan dengan pangkal a. Pulmonalis, kemudian putar pisau itu 90 derajat;

gelembung-gelembung udara yang keluar menandakan tes emboli hasilnya positif,

o bila tidak jelas atau ragu-ragu, lakukan pengurutan pada a. Pulmonalis, ke arah

bilik jantung, untuk melihat keluarnya gelembung udara,

o bila kasus yang dihadapi adalah kasus abortus, maka pemeriksaan dengan prinsip

yang sama, dilakukan mulai dari rahim dan berakhir pada jantung,

o semua yang disebut di atas adalah untuk melakukan tes emboli pulmoner, untuk

tes emboli sistemik, pada prinsipnya sama, letak perbedaannya adalah : pada tes

emboli sistemik tidak dilakukan penusukan ventrikel, tetapi sayatan melintang

pada a. Coronaria sinistra ramus desenden, secara serial beberapa tempat, dan

diadakan pengurutan atas nadi tersebut, agar tampak gelembung kecil yang

keluar,

o dosis fatal untuk emboli udara pulmoner 150-130 ml, sedangkan untuk emboli

sistemik hanya beberapa ml.

Emboli udara, baik yang sistemik maupun emboli udara pulmoner, tidak jarang terjadi.

Page 22: PEMBAHASAN OTOPSI

Pada emboli sistemik udara masuk melalui pembuluh vena yang ada di paru-paru,

misalnya pada trauma dada dan trauma daerah mediastinum yang merobek paru-paru dan

merobek pembuluh venanya.

Emboli pulmoner adalah emboli yang tersering, udara masuk melalui pembuluh-

pembuluh vena besar yang terfiksasi, misalnya pada daerah leher bagian bawah, lipat

paha atau daerah sekitar rahim (yang sedang hamil); dapat pula pada daerah lain,

misalnya pembuluh vena pergelangan tangan sewaktu diinfus, dan udara masuk melalui

jarum infus tadi. Fiksasi ini penting, mengingat bahwa tekanan vena lebih kecil dari

tekanan udara luar, sehingga jika ada robekan pada vena, vena tersebut akan menguncup,

hal ini ditambah lagi dengan pergerakan pernapasan, yang ”menyedot”.

Tes Apung Paru-paru

o Keluarkan alat-alat dalam rongga mulut, leher dan rongga dada dalam satu

kesatuan, pangkal dari esophagus dan trakea boleh diikat.

o Apungkan seluruh alat-alat tersebut pada bak yang berisi air.

o Bila terapung lepaskan organ paru-paru, baik yang kiri maupun yang kanan.

o Apungkan kedua organ paru-paru tadi, bila terapung lanjutkan dengan pemisahan

masing-masing lobus, kanan terdapat lima lobus dan kiri dua lobus.

o Apungkan semua lobus tersebut, catat yang mana yang tenggelam dan mana yang

terapung.

o Lobus yang terapung diambil sebagian, yaitu tiap-tiap lobus 5 potong dengan

ukuran 5 mm x 5 mm, dari tempat yang terpisah dan perifer.

o Apungkan ke 25 potongan kecil-kecil tersebut, bila terapung, letakkan potongan

tersebu pada dua karton, dan lakukan penginjakan dengan menggunakan berat

badan, kemudian dimasukkan kembali ke dalam air.

o Bila terapung berarti tes apung paru positif, paru-paru mengandung udara, bayi

tersebut pernah dilahirkan hidup.

Page 23: PEMBAHASAN OTOPSI

o Bila hanya sebagian yang terapung, kemungkinan terjadi pernafasan partial, bayi

tetap pernah dilahirkan hidup.

Tes apung paru-paru dikerjakan untuk mengtahui apakah bayi yang diperiksa itu pernah

hidup. Untuk melaksanakan test ini, persyaratannya sama dengan test emboli udara, yakni

mayatnya harus segar. Cara melakukan tes apung paru-paru:

Tes Pada Pneumothoraks

o buka kulit dinding dada pada bagian yang tertinggi dari dada, yaitu sekitar iga ke

4 dan 5 ( udara akan berada pada tempat yang tertinggi ),

o buat ”kantung” dari kulit dada tersebut mengelilingi separuhnya dari daerah iga 4

dan 5 ( sekitar 10 x 5 cm )

o pada kantung tersebut kemudian diisi air, dan selanjutnya tusuk dengan pisau,

adanya gelembung udara yang keluar berarti ada pneumothorax; dan bila

diperiksa paru-parunya, paru-paru tersebut tampak kollaps,

o cara lain; setelah dibuat kantung , kantung ditusuk dengan spuit besar dengan

jarum besar yang berisi air separuhnya pada spuit tersebut; bila ada

pneumothorax, tampak gelembung-gelembung udara pada spuit tadi.

Pada trauma di daerah dada, ada kemungkinan jaringan paru robek, sedemikian rupa

sehingga terjadi mekanisme ”ventil” di mana udara yang masuk ke paru-paru akan

diteruskan ke dalam rongga dada, dan tidak dapat keluar kembali, sehingga terjadi

kumulasi udara, dengan akibat paru-paru akan kolaps dan korban akan mati.

Diagnosa pneumothorax yang fatal semata-mata atas dasar test ini, bila test ini tidak

dilakukan, diagnosa sifatnya hanya dugaan. Cara melakukan test ini adalah sebagai

berikut:

Tes Alpha Naphthylamine

o kertas saring Whatman direndam dalam larutan alpha-naphthylamine, dan

keringkan dalamoven, hindari jangan sampai terkena sinar matahari,

Page 24: PEMBAHASAN OTOPSI

o pakaian yang akan diperiksa, yaitu yang diduga mengandung butir-butir mesiu,

dipotong dan di atasnya diletakkan kertas saring yang telah diberi alpha-

naphthylamine,

o di atas kertas saring yang mengandung alpha-naphthylamine tadi ditaruh lagi

kertas saring yang dibasahi oleh aquadest,

o keringkan dengan cara menyeterika tumpukan tersebut, yaitu kain yang akan

diperiksa, kertas yang mengandung alpha-naphthylamine dan kertas saring yang

basah,

o test yang positif akan terbentuk warna merah jambu (pink colour), pada kertas

saring yang mengandung alpha-naphthylamine; bintik-bintik merah jambu tadi

sesuai dengan penyebaran butir-butir mesiu pada pakaian. (5)

Test ini dilakukan untuk mengetahui adanya butir-butir mesiu khususnya pada pakaian

korban penembakan,

Setelah otopsi selesai, semua organ tubuh dimasukkan kembali ke dalam rongga tubuh.

Lidah dikembalikan ke dalam rongga mulut sedangkan jaringan otak dikembalikan ke

dalam rongga tengkorak. Jahitkan kembali tulang dada dan iga yang dilepaskan pada saat

membuka rongga dada. Jahitkan kulit dengan rapi menggunakan benang yang kuat, mulai

dari dagu sampai ke daerah simfisis. Atap tengkorak diletakkan kembali pada tempatnya

dan difiksasi dengan menjahit otot temporalis, baru kemudian kulit kepala dijahit dengan

rapi. Bersihkan tubuh mayat dari darah sebelum mayat diserahkan kembali pada pihak

keluarga.

2.10. Pemeriksaan penunjang

Pada otopsi juga dilakukan prosedur laboratorium yaitu :

1. Sediaan histopatologi dari masing-masing organ.

Dari tiap organ diambil sediaan sebesar 2 x 2 x1 cm kubik dan difiksasi dalam formalin

10%.Organ yang diambil adalah: paru-paru, hati, limpa, pankreas, otot jantung, arteri

Page 25: PEMBAHASAN OTOPSI

koronaria, kelenjar gondok, ginjal, prostat, uterus, korteks otak, basal ganglia dan dari

bagian lain yang menunjukkan adanya kelainan.

2. Pemeriksaan toksikologi.

o Lambung dan isinya.

o Seluruh usus dan isinya dengan membuat sekat dengan ikatan-ikatan pada pada

usus setiap jarak sekitar 60 cm.

o Darah, yang berasal dari sentral (jantung) dan yang berasal dari perifer

(v,jugularis; a.femoralis, dan sebagainya), masing-masing 50 ml dan dibagi dua,

yang satu diberi bahan pengawet dan yang lain tidak diberi bahan pengawet.

o Hati, sebagai tempat detoksifikasi , diambil sebanyak 500 gram.

o Ginjal, diambil keduanya yaitu pada kasus keracunan logam berat khususnya atau

bila urine tidak tersedia.

o Otak, diambil 500 gram. Khusus untuk keracunan chloroform dan sianida,

dimungkinkan karena otak terdiri dari jaringan lipoid yang mempunyai

kemampuan untuk meretensi racun walaupun telah mengalami pembususkan.

o Urine, diambil seluruhnya. Karena pada umunya racun akan diekskresikan

melalui urine, khususnya pada test penyaring untuk keracunan narkotika, alkohol

dan stimulan.

o Empedu, diambil karena tempat ekskresi berbagai racun.

o Pada kasus khusus dapat diambil: jaringan sekitar suntikan, jaringan otot, lemak

di bawah kulit dinding perut, rambut, kuku dan cairan otak.

Prinsip pengambilan sampel pada kasus keracunan adalah diambil sebanyak-banyaknya

setelah kita sisihkan untuk cadangan dan untuk pemeriksaan histopatolgik. Secara umum

sampel yang harus diambil adalah:

Page 26: PEMBAHASAN OTOPSI

Pada pemeriksaan intoksikasi, digunakan alkohol dan larutan garam jenuh pada sampel

padat atau organ. NaF 1% dan campuran NaF dan Na sitrat digunakan untuk sampel cair.

Sedangkan natrium benzoate dan phenyl mercuric nitrate khusus untuk pengawet urine.

3. Pemeriksaan bakteriologi.

Dalam hal ada dugaan sepsis diambil darah dari jantung dan sediaan limpa untuk

pembiakan kuman. Permukaan jantung dibakar dengan menempelkan spatel yang

dipanaskan sampai merah, kemudiaan darah jantung diambil dengan tabung injeksi yang

steril dan dipindah dalam tabung reagen yang steril. Permukaan limpa dibakar dengan

cara tersebut di atas dan dengan pinset dan gunting yang steril diambil sepotong limpa

dan dimasukkan dalam tabung reagen yang steril dan kedua tabung dikirim ke

laboratorium bakteriologi.

4. Sediaan apus bagian korteks otak, limpa dan hati. Mungkin perlu dilakukan untuk

melihat parasit malaria.Sediaan hapus lainnya adalah dari tukak sifilis atau cairan

mukosa.

5. Darah dan cairan cerebrospinalis diambil untuk pemeriksaan analisa biokimia.

6. Pemeriksaan urine dan feces.

7. Usapan vagina dan anus, utamanya pada kasus kejahatan seksual.

8. Cairan uretra.

2.4 INFORMASI UNTUK DOKTER SEBELUM MELAKUKAN OTOPSI

1. Kecelakaan lalu lintas

• Bagaimana kecelakaan terjadi

• Siapakah korban

• Apakah ada dugaan korban mabuk, minum obat

sejenis Amphetamine dsb

2. Kecelakaan lain

Page 27: PEMBAHASAN OTOPSI

Dokter harus diberitahu benda yang menyebabkan

Kecelakaan

3. Pembunuhan, bunuh diri

4. Kematian memdadak

5. Kematian setelah berobat / perawatan

6. Tanggal dan jam korban ditemukan meninggal,

tanggal dan jam korban terakhir terlihat masih

hidup