Upload
dinhliem
View
223
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
46
BAB IV
PEMBAHASAN
IV.1 Prosedur Perlakuan Pajak Parkir dan Pajak Air Tanah di Dinas Pelayanan
Pajak Propinsi DKI Jakarta
IV.1.1 Prosedur Perlakuan Pajak Parkir
Salah satu sumber penerimaan asli daerah yang diperoleh pemerintah Propinsi
DKI Jakarta adalah melalui penerimaan pajak daerah diantaranya pajak parkir. Masalah
perpakiran selalu dikaitkan dengan permasalahan kemacetan lalu lintas di Jakarta.
Dengan alasan, perparkiran merupakan masalah yang cukup besar yang sering sekali
terjadi dikarenakan kurangnya kapasitas jalan dan akhirnya menimbulkan kemacetan
lalu lintas. Permasalahan lain juga timbul karena keberadaan parkir ilegal (tepi jalan)
yang dikelola secara liar dengan alasan biaya yang dikeluarkan lebih murah dan alasan
mudah terjangkau atau lebih dekat serta oknum-oknum yang dalam hal ini para
pengusaha parkir yang “bermain” dalam pelaporan pajak parkir yang akhirnya
berdampak pada turunnya penerimaan pajak daerah dari sektor pajak parkir. Parkir
adalah keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang tidak bersifat sementara.
Pajak Parkir adalah pajak atas penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan,
baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai
suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor. Pajak parkir
terbagi menjadi 2 jenis yaitu parkir di badan jalan (On street parking) dan parkir di luar
badan
47
jalan (Off street parking). Parkir di badan jalan adalah memanfaatkan tepi jalan
sebagai lahan milik Negara untuk menjadi fasilitas parkir. Sedangkan parkir di luar
badan jalan adalah parkir yang menggunakan lahan/bangunan tertentu menjadi
fasilitas parkir. Keduanya sama-sama dikelola oleh Dinas Perhubungan (UPT
Perparkiran). Tersedianya areal perparkiran yang memadai telah menjadi kebutuhan
bagi masyarakat diperkotaan. Bagi masyarakat yang memiliki kendaraan pribadi,
tersedianya lahan parkir merupakan syarat utama agar aktifitas di suatu wilayah
dapat terlaksana dengan baik.
IV.1.1.1 Pendaftaran Diri Sebagai Wajib Pajak
Seseorang yang mempunyai perusahaan yang bergerak di bidang perpakiran harus
mendaftarkan dirinya menjadi seorang wajib pajak parkir. Berikut ini akan disajikan
bagan mengenai mekanisme/proses seseorang agar bisa menjadi wajib pajak parkir.
Bagan 2
Pendaftaran Diri Sebagai Wajib Pajak
Wajib pajak seksi P3D
tidak
Ya
Form pendaftaran
Isi formulir
Form
pendaftaran
Periksa kelengkapan
lengkap
Pemberian
tanda dan
tanggal
penerimaan
N
48
Dari flowchart diatas dapat disimpulkan bahwa seseorang yang ingin mendaftarkan
dirinya menjadi wajib pajak diawali dengan menyampaikan formulir pendaftaran.
Setelah formulir tersebut diisi oleh wajib pajak, petugas memeriksa kelengkapan
formulir pendaftaran yang telah diisi oleh wajib pajak tadi. Apabila ternyata formulir
belum lengkap, formulir tersebut dikembalikan kepada wajib pajak agar segera
dilengkapi. Namun apabila telah lengkap, formulir tersebut akan diberi tanda dan
tanggal penerimaan.
IV.1.1.2 Pengukuhan Wajib Pajak
Setiap wajib pajak parkir wajib melaporkan usahanya ke Dinas Pelayanan
Pajak dalam jangka waktu tertentu misalnya paling lama 30 hari sebelum kegiatan
usahanya dimulai agar dapat dikukuhkan dan diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak
Daerah (NPWPD). Berikut ini bagan mengenai prosedur pengukuhan sebagai wajib
pajak parkir
Bagan 3
Pengukuhan Wajib Pajak
Wajib pajak seksi P3D seksi P2 Kasudin
tidak
Ya
Mencetak
SKPD
Form pendaftaran
Form pendaftaran
Memeriksa
kelengkapan
lengkap
Pemberian tanda dan tanggal penerimaan
Form pendaftaran
Memeriksa kelengkapan
dan pembuatan
laporan
LHP
LHP
disposisi
SKPD
SKPD
Tanda
tangan
NPWPD
49
Dari bagan diatas, dapat terlihat bagaimana prosedur seorang wajib pajak dapat
dikukuhkan sebagai wajib pajak parkir. Seorang wajib pajak mengisi formulir
pendaftaran berupa Surat Pendaftaran Objek Pajak Daerah (SPOPD) pajak parkir dan
menyiapkan beberapa berkas persyaratan. SPOPD terdiri dari:
1. Data Objek Pajak, terdiri dari:
a. Nama Objek Pajak
b. Alamat
c. Kelurahan
d. Kecamatan
e. Kabupaten/Kodya
f. Nomor Telepon
g. Tanggal mulai operasi
2. Data Wajib Pajak, terdiri dari:
a. Nama Badan Hukum
b. Alamat Badan Hukum
c. Nama Pemilik/Penanggung Pajak
d. Alamat
e. Kelurahan
f. Kecamatan
g. Kabupaten/Kodya
h. Nomor Telepon
i. No.Pendaftaran/NPWP
3. Data Usaha, terdiri dari:
a. Lokasi/Luas Tempat
a). Dalam Gudang (m2)
50
b). Halaman/Pelataran (m2)
b. Kapasitas/Daya Tampung
a). Mobil (unit)
b). Motor (unit)
c. Tarif
a). Mobil: 1. jam pertama (Rp)
2. tiap jam berikutnya (Rp)
b). Motor: 1. Jam pertama (Rp)
2. tiap jam berikutnya (Rp)
d. Jumlah Pintu Masuk (buah)
e. Sistem Pemungutan :
1.Komputer
2. Manual
f. Nomor Izin Pengelolaan: ...... masa berlaku s/d .....
Selain formulir pendaftaran tersebut, seorang wajib pajak yang ingin
dikukuhkan sebagai wajib pajak parkir harus melengkapi berkas-berkas persyaratan
diantaranya:
a. Fotocopy identitas diri (KTP/SIM)
b. Surat keterangan domisili usaha
c. Surat izin instansi terkait
d. Akte pendirian usaha
Setelah semua proses dilalui, maka seseorang sudah dapat dikatakan sebagai
wajib pajak parkir. Lalu dicatat dalam daftar induk wajib pajak serta diberikan
Nomor Pokok Wajib Pajak Daerah (NPWPD) dan nomor urut NPWPD. Wajib pajak
51
yang telah mendapat NPWPD, setiap awal tahun pajak atau masa pajak wajib
melaporkan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD).
IV.1.1.3 Penyetoran Pajak Parkir
Setelah dikukuhkan menjadi wajib pajak dan ditentukan besarnya pajak
terutang, langkah selanjutnya adalah wajib pajak menyetorkan pajak terutang tersebut.
Wajib pajak yang telah memiliki NPWPD setiap awal masa pajak harus mengisi
SPTPD dengan jelas, lengkap, dan benar serta ditandatangani oleh wajib pajak dan
diserahkan kepada petugas yang berwenang.
IV.1.1.4 Pembayaran Pajak Parkir
Bagan 4
Bagan pembayaran pajak parkir
Wajib pajak Bank DKI seksi P3D seksi P2 Kasudin
disposisi
terlambat kurang bayar
Form SPTPD validasi
Form SSPD
Tanda bukti pembayaran
Nota perhitungan
Nota perhitungan
SKPDKB SKPDKB
Mencetak SKPD
Surat paksa Tanda bukti pembayaran
52
Setelah wajib pajak mengisi SPTPD, wajib pajak wajib membayar besarnya
pajak yang terutang. Agar lebih jelasnya, penulis akan memberi contoh cara
perhitungan pajaknya. (Darwin,2010:128)
PT. ABC merupakan sebuah perusahaan perparkiran yang berhasil
mengumpulkan uang parkir selama 1 bulan sebesar Rp 100.000.000,- Apabila tarif
pajak parkir ditetapkan 20%. Berapa besarnya pajak yang terutang oleh PT ABC?
Pajak yang terutang PT ABC = Tarif x DPP
= 20% x Rp 100.000.000,-
= Rp 20.000.000,-
Jadi besarnya pajak yang terutang dan harus dibayar ke Dinas Pelayanan Pajak
sebesar Rp 20.000.000.
Pembayaran pajak parkir dilakukan selambat-lambatnya 15 hari kerja setelah
masa pajak berakhir dan dibayarkan ke Bank DKI dengan menggunakan Surat
Setoran Pajak Daerah (SSPD). Bank akan memvalidasi SSPD tersebut dan wajib
pajak yang telah melakukan pembayaran pajak akan mendapat tanda bukti
pembayaran. Apabila dalam jangka waktu yang telah ditentukan, pajak terutang tidak
dilunasi maka akan dikenakan sanksi 2% per bulan. Dan jika ditemukan terjadi pajak
kurang bayar, seksi penetapan pajak membuat nota perhitungan dan diteruskan
kepada Kepala Suku Dinas untuk mendapat persetujuan kemudian diteruskan ke
Seksi pendaftaran dan penatausahaan pajak daerah (P3D) untuk diterbitkan Surat
Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar (SKPDKB). Apabila dalam waktu yang
ditentukan, wajib pajak tetap tidak membayar utang pajaknya maka Dinas Pelayanan
Pajak berhak melakukan penagihan pajak dengan Surat Paksa oleh seksi penagihan
pajak. Surat paksa sekurang-kurangnya berisi nama wajib pajak/penanggung pajak,
besarnya utang pajak, perintah untuk membayar, dan saat pelunasan pajak.
53
IV.1.2 Prosedur Perlakuan Pajak Air Tanah
Sama halnya seperti pajak parkir, pajak air tanah juga merupakan salah satu
penyumbang penerimaan asli daerah. Air merupakan sumber daya alam yang penting
untuk kehidupan sehari-hari yang jika tidak dipantau atau tidak dibatasi
pemakaiannya serta tidak dikelola dengan baik, akan menyebabkan menipisnya
cadangan air bawah tanah. Pemakaian air tanah yang berlebihan dan terus menerus
untuk keperluan irigasi, industri, niaga (hotel, gedung-gedung bertingkat, dll)
mengakibatkan cadangan air tanah semakin menipis. Dan jika ini terjadi bisa
menimbulkan bencana kekeringan, tanah longsor, turunnya permukaan tanah, dan
lain sebagainya. Air bawah tanah merupakan milik bersama. Jika pemakaian air
bawah tanah terus digunakan secara berlebihan, maka kemungkinan anak cucu kita
tidak bisa menikmati sumber kekayaan tersebut. Salah satu cara agar anak cucu kita
dapat menikmatinya yaitu dengan cara menghemat pemakaian air. Oleh karena itu,
pemerintah DKI Jakarta harus dapat mengendalikan pemakaian air bawah tanah di
DKI Jakarta yaitu dengan cara membatasi pemakaian air bawah tanah. Salah satu
cara untuk membatasi penggunaan air bawah tanah tersebut adalah mengenakan
pajak kepada pihak yang mengambil, memanfaatkan atau mengambil dan
memanfaatkan air bawah tanah. Pengenaan pajak atas pengambilan atau pemanfaatan
air bawah tanah oleh pemerintah daerah DKI Jakarta bertujuan untuk membatasi atau
mengendalikan pengambilan air bawah tanah. Tujuan lain dari pengenaan dan
pemungutan pajak air tanah ini sudah tentu mendukung Penerimaan Asli Daerah
(PAD) Pemerintah Daerah DKI Jakarta.
54
IV.1.2.1 Pendaftaran Wajib Pajak
(Keputusan Gubernur no 76 tahun 2005 pasal 2) setiap orang pribadi atau
badan yang mengambil atau memanfaatkan air bawah tanah, wajib mendaftarkan diri
dan melaporkan objek pajaknya dengan menggunakan SPOPD. Setiap pengambilan
air tanah hanya dapat dilakukan setelah mendapat izin dari Kepala Daerah. Izin
tersebut terbagi 2 yaitu izin pemboran air bawah tanah dan izin pemanfaatan air
bawah tanah.
1. Untuk mendapatkan izin pemboran disampaikan selambat-lambatnya 3
bulan sebelum pekerjaan dimulai dengan mengisi formulir yang telah
disediakan dengan melampirkan fotocopy KTP pemohon untuk
perorangan atau pimpinan/penanggung jawab untuk badan
usaha/hukum, peta lokasi sumur dan lokasi sumur yang telah dilengkapi
dengan gambar pensil dengan skala detail/besar 1:1.000, peta situasi
topografi dengan skala 1:10.000, fotocopy Izin Mendirikan
Bangunan/Blok Plan, fotocopy izin perusahaan pemboran air tanah dari
BPLHD Propinsi DKI Jakarta.
2. Permohonan izin pemanfaatan air tanah
Izin pemanfaatan air bawah tanah meliputi:
a. Izin pemanfaatan air bawah tanah untuk sumur bor
Untuk mendapatkan izin pemanfaatan air bawah tanah untuk
sumur bor disampaikan kepada Gubernur selambat-lambatnya 1
bulan setelah pemboran selesai dilaksanakan dengan
melampirkan berita acara pemeriksaan hasil pemboran. Izin
tersebut diberikan setelah hasil pemeriksaan lab kualitas air
bawah tanah berdasarkan kebutuhan yang bersangkutan telah
55
memenuhi persyaratan sesuai dengan kebutuhan yang berlaku.
Persyaratan yang harus dilengkapi yaitu laporan pemboran
dengan standar teknis dari Direktorat Geologi dan Sumber Daya
Mineral yang sekurang-kurangnya memuat gambar konstruksi
atau penampang sumur,hasil logging, hasil uji debit, fotocopy
surat izin bor yang memuat saran teknis, hasil analisis kualitas air
dari laboratorium yang diakui oleh Pemerintah Asli, berita acara
konstruksi sumur bor, dll. Dan seluruh dokumen tersebut dibuat
masing-masing 3 set.
b. Izin pemanfaatan air bawah tanah untuk sumur pantek/sumur
gali
Untuk mendapatkan izin pemanfaatan air bawah tanah
untuk sumur pantek/sumur gali harus disampaikan selambat-
lambatnya 1 bulan setelah pekerjaan pemantekan/penggalian
selesai dilaksanakan dengan melampirkan berita acara
pemeriksaan hasil pemantekan /penggalian. Izin pemanfaatan
tersebut, diberikan setelah hasil pemeriksaan laboratoris kualitas
air bawah tanah berdasarkan kebutuhan yang bersangkutan telah
memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Persyaratan yang harus dilengkap diantaranya fotocopy KTP
pemohon untuk perorangan atau pimpinan/penanggung jawab
untuk badan usaha/hukum, peta lokasi sumur dan lokasi sumur
yang telah dilengkapi dengan gambar pensil dengan skala
detail/besar 1:1.000, peta situasi topografi dengan skala 1:10.000,
fotocopy izin mendirikan bangunan, fotocopy rekening PDAM
56
ditolak
diterima
Jaya/surat permohonan penyambungan PDAM (3 bulan terakhir),
pernyataan pemanfaatan air tanah untuk cadangan apabila ada
jaringan PDAM Jaya, membuat rincian rencana kebutuhan
pemakaian air bersih (neraca air). Agar lebih jelas, berikut ini
disajikan alur pelayanan izin sumur bor baru!
Bagan 5 Pendaftaran dan pembayaran pajak air tanah
Wajib Pajak Seksi Penetapan Pajak
Izin + Surat Pernyataan Lengkap dikembalikan
(1 hari kerja) Loket atau
TU
Pengecekan Lapangan
(2-5 hari kerja)
Pembahasan sarana teknik paparan kebutuhan air
Proses Perbal SIB
Tanda Tangan SIB
SIB
Pemohon + pelaksana melaksanakan :
- Pemboran sesuai SIB
- Logging - Konstruksi sumur - Pasang pompa
Pembuatan Laporan Pemboran (1 bulan)
Evaluasi Hasil Pemboran
(1-2 hari kerja)
Laporan Pemboran
Pemasangan Meter Air
(5-6 hari kerja)
Proses Perbal SIPA (2-3 hari kerja)
Tanda Tangan SIPA (2-3 hari
kerja)
SIPA
Pencatatan Meter Air
SKPD PABT
Bank DKI
Bukti Pembayaran
57
Setelah seseorang telah menjadi wajib pajak, setiap bulannya harus membayar pajak
yang terutang sesuai pemakaian air tanahnya. Besarnya pajak yang terutang
ditetapkan berdasarkan SKPD.
IV.1.2.2 Pembayaran Pajak Air Tanah
Pemungutan pajak air tanah didasarkan pada sistem official assesment yang
artinya pajak ditentukan oleh fiskus atau Gubernur. Maka formulir yang digunakan
hanya SKPD. SKPD terdiri dari 4 lembar, lembar pertama untuk wajib pajak,
lembar kedua untuk Dinas Pelayanan Pajak, lembar ketiga untuk bank DKI, lembar
keempat untuk BPKD, dan lembar terakhir disimpan sebagai arsip. Besarnya pajak
air tanah terutang adalah mengalikan tarif dengan dasar pengenaan pajak (DPP).
DPP diperoleh dari pemakaian volume air dikalikan dengan harga dasar air.
Besarnya tarif ditetapkan paling tinggi 20%. Untuk lebih jelasnya, penulis akan
memberi contoh soal mengenai perhitungan besarnya pajak terutang.
PT Seger Waras yang berkedudukan di Jakarta merupakan sebuah industri
minuman sari temulawak yang setiap bulannya memanfaatkan air bawah tanah
untuk bahan baku produksinya. Izin pemanfaatan air bawah tanah dari Pemda
Propinsi DKI Jakarta dengan menggunakan alat pencatat meter. Jika diketahui tarif
sebesar 20%, dan harga dasar air ditentukan sebesar Rp 1000/m3. Meter awal
menunjukkan angka = 14.500 m3, meter akhir menunjukkan angka 14.900 m3
sehingga penggunaannya = 400 m3. Hitunglah berapa pajak terutang atas
penggunaan air bawah tanah ! Berikut ini disajikan tabel harga dasar air
pengambilan air bawah tanah:
58
Jawab : Pajak yang terutang 1 bulan = tarif x dasar pengenaan pajak
= tarif x nilai perolehan air
= tarif ( pemakaian volume air x harga dasar air)
= (400 m3 x Rp1.000/m3) x 20%
= Rp 400.000 x 20%
= Rp 80.000,-
Jadi besarnya pajak yang harus dibayar oleh PT Seger Waras sebesar Rp80.000
Pembayaran pajak air tanah yang terutang dilunasi selambat-lambatnya pada tanggal
15 bulan berikutnya dari masa pajak yang terutang setelah berakhirnya masa pajak.
Pembayaran pajak air tanah dilakukan ke Bank DKI.
IV.2 Tingkat Perkembangan Realisasi Penerimaan Daerah
IV.2.1. Tingkat Perkembangan Realisasi APBD tahun 2008 s/d 2010 Propinsi
DKI Jakarta
Anggaran pendapatan dan belanja daerah yang disingkat APBD merupakan
suatu rencana keuangan tahunan daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan
daerah tentang APBD yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. APBD
memiliki fungsi diantaranya:
a. Otorisasi
Anggaran daerah menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan
belanja pada tahun yang bersangkutan.
b. Perencanaan
Anggaran daerah menjadi pedoman bagi manajemen dalam
merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan.
59
c. Pengawasan
Anggaran daerah menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan
penyelenggaraan pemerintah daerah sudah sesuai dengan ketentuan yang
telah ditetapkan.
d. Alokasi
Anggaran daerah harus diarahkan untuk menciptakan lapangan
kerja/mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya serta
meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian.
e. Distribusi
Kebijakan anggaran daerah harus memperhatikan rasa keadilan dan
kepatutan.
f. Stabilisasi
Anggaran pemerintah daerah menjadi alat untuk memelihara dan
mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian daerah.
(Permendagri no 13 tahun 2006 pasal 16).
Berikut disajikan tabel perkembangan target dan realisasi APBD tahun 2008
s/d 2010.
Tabel 7
Target dan Realisasi Penerimaan APBD tahun 2008 s/d 2010
Tahun target Penerimaan Realisasi Penerimaan % realisasi penerimaan
2008 Rp20.396.107.754.973 Rp16.139.641.143.947 79,13%
2009 Rp23.968.208.566.981 Rp19.952.336.618.695 83,25%
2010 Rp26.711.863.222.548 Rp21.863.303.122.297 81,85%
60
Dari tabel diatas terlihat tingkat realisasi penerimaan APBD dalam kurun
waktu 3 tahun yaitu tahun 2008 s/d tahun 2010 selalu tidak mencapai target yang
diharapkan. Dinas pelayanan pajak mempunyai kebijakan dalam menyusun target
penerimaan yaitu dengan cara sebagai berikut:
1. Menghitung prosentase pencapaian 2 tahun sebelumnya. Contoh, jika ingin
mencari target penerimaan tahun 2008, maka cari prosentase pencapaian
tahun 2006 dan 2007 dan begitu juga tahun-tahun lainnya.
2. Menghimpun rencana dan realisasi serta usulan dari unit kerja di lingkungan
Dinas Pelayanan Pajak Propinsi DKI Jakarta.
3. Selain variabel diatas, untuk menentukan rencana penerimaan pajak daerah
juga harus mempertimbangkan variabel-variabel diantaranya :
a. Potensi pajak daerah
b. Hasil evaluasi kinerja Bidang Pengendalian
c. Hasil monitoring analisa LHP UPT Pemeriksaan
d. Data tunggakan Suku Dinas
e. Rasionalisasi Tim Perumus
Dari semua variabel diatas, diperoleh prosentase kontribusi terhadap APBD
dari masing-masing jenis pajak daerah yang akan dijadikan bahan pembahasan dalam
Rapat Kerja Rencana Penerimaan Pajak Daerah. Setelah diperoleh rencana
penerimaan pajak daerah sebagai hasil dari Rapat Kerja tersebut, langkah selanjutnya
untuk menetapkan rencana penerimaan pajak daerah perlu mempertimbangkan
kebijakan Pimpinan dan kesepakatan masing-masing Suku Dinas dan Unit PKB &
BBN-KB. Pemerintah mentargetkan penerimaan APBD tahun 2008 sebesar
Rp20.396.107.754.973 tetapi yang tercapai hanya sebesar Rp16.139.641.143.947
atau hanya sebesar 79,13 persen. Untuk tahun 2009, pemerintah mentargetkan
61
penerimaan APBD sebesar Rp23.968.208.566.981 namun yang tercapai hanya
Rp19.952.336.618.695 atau tingkat pencapaiannya hanya 83,25%. Pada tahun 2010,
pemerintah mentargetkan penerimaan APBD sebesar Rp26.711.863.222.548 atau
hanya 81,85%. Untuk lebih jelasnya, berikut ditampilkan grafik tingkat realisasi
penerimaan APBD.
Grafik 1
Grafik Target dan Realisasi Penerimaan APBD tahun 2008 s/d 2010
IV.2.2 Tingkat Perkembangan Realisasi PAD tahun 2008 s/d 2010
Tabel 8
Target dan Realisasi PAD tahun 2008 s/d 2010
Dari tabel diatas terlihat dari tahun 2008 s/d tahun 2010 tingkat penerimaan
PAD selalu mencapai target yang diharapkan seperti terlihat tahun 2008 pemerintah
Tahun Target Penerimaan Realisasi Penerimaan % Realisasi Penerimaan
2008 Rp10.381.542.819.361 Rp10.455.565.540.756 100,71%
2009 Rp10.363.435.508.395 Rp10.601.057.958.783 102,29%
2010 Rp12.315.398.272.250 Rp12.891.992.182.041 104,68%
62
propinsi DKI Jakarta menargetkan penerimaan PAD sebesar Rp10.381.542.819.361
yang mencapai target realisasinya sebesar Rp10.455.565.540.756 dengan kata lain
bertambah sebesar Rp74.022.721.395 atau 100,71 persen. Untuk tahun 2009,
pemerintah menargetkan penerimaan PAD propinsi DKI Jakarta sebesar
Rp10.363.435.508.395 yang berhasil mencapai target realisasinya sebesar
Rp10.601.057.958.783 dengan kata lain bertambah sebesar Rp237.622.450.388
102,29 persen. Untuk tahun 2010, pemerintah propinsi DKI Jakarta menargetkan
penerimaan PAD sebesar Rp12.315.398.272.250 yang berhasil mencapai target
realisasinya sebesar Rp12.891.992.182.041 dengan kata lain bertambah sebesar
Rp576.593.909.791 dari target yang diharapkan atau sebesar 104,68 persen. Untuk
lebih jelasnya, berikut penulis lampirkan grafik tingkat realisasi PAD.
Grafik 2
Grafik Target dan Realisasi PAD Tahun 2008 s/d 2010
63
IV.2.3 Tingkat Perkembangan Realisasi Penerimaan Pajak Daerah tahun 2008
s/d 2010 Propinsi DKI Jakarta
Tabel 9
Target dan Realisasi Penerimaan Pajak Daerah tahun 2008 s/d 2010
Dari tabel diatas terlihat bahwa realisasi penerimaan pajak daerah dari tahun
2008 s/d tahun 2010 tidak tetap. Penerimaan pajak daerah tahun 2008 mencapai
target yang diharapkan yaitu pemerintah propinsi DKI Jakarta menargetkan sebesar
Rp8.484.270.000 yang berhasil mencapai target sebesar Rp8.751.273.782.037 yang
berarti adanya pertambahan sebesar Rp267.003.782.037 atau sebesar 103,15 persen.
Untuk lebih jelasnya disajikan grafik realisasi penerimaan pajak daerah.
Grafik 3
Target dan Realisasi Penerimaan Pajak Daerah Tahun 2008 s/d 2010
Tahun Target Penerimaan Realisasi Penerimaan % Realisasi
Penerimaan
2008 Rp8.484.270.000.000 Rp8.751.273.782.037 103,15%
2009 Rp8.615.000.000.000 Rp8.560.134.926.182 99,36%
2010 Rp10.083.000.000.000 Rp10.751.745.151.388 106,63%
64
IV.2.4 Tingkat Perkembangan Realisasi Penerimaan Pajak Parkir tahun
2008 s/d 2010
Tabel 10
Tabel Perkembangan Realisasi Penerimaan Pajak Parkir tahun 2008 s/d 2010
Tahun Target penerimaan Realisasi penerimaan % realisasi penerimaan
2008 Rp125.000.000.000 Rp113.517.192.051 90,81%
2009 Rp140.000.000.000 Rp138.675.783.768 99,05%
2010 Rp150.000.000.000 Rp129.407.192.946 86,27%
Dari tabel diatas, dapat terlihat bahwa pajak parkir setiap tahun tidak dapat
mencapai target yang diharapkan. Untuk tahun 2008, pemerintah propinsi DKI
jakarta menargetkan penerimaan dari pajak parkir sebesar Rp125.000.000.000 tetapi
kenyataannya yang terealisasi hanya sebesar Rp113.517.192.051 atau sebesar 90,81
persen. Pemerintah Propinsi DKI Jakarta menargetkan penerimaan pajak parkir tahun
2009 sebesar Rp140.000.000.000 tetapi kenyataannya yang terealisasi hanya sebesar
Rp138.675.783.768 atau sebesar 99,05 persen. Sedangkan untuk tahun 2010,
pemerintah Propinsi DKI Jakarta menargetkan penerimaan pajak parkir sebesar
Rp150.000.000.000 namun kenyataannya yang berhasil tercapai hanya
Rp129.407.192.946 atau hanya sebesar 86,27 persen. Beberapa faktor yang
menyebabkan ketidakpencapaian target penerimaan pajak parkir selama 3 tahun
tersebut diantaranya sistem transportasi kota yang semakin membaik sehingga
kendaraan umum menjadi pilihan utama masyarakat dalam menjalankan aktifitasnya,
mengingat biaya yang dikeluarkan lebih murah jika dibandingkan dengan
menggunakan kendaraan pribadi, pertumbuhan sarana gedung-gedung dan jumlah
kendaraan bermotor di Propinsi DKI Jakarta tidak diikuti dengan pertumbuhan
65
penggunaan dari marka parkir terutama kendaraan roda empat dan adanya
kecenderungan masyarakat mengalihkan model transportasi kendaraan roda empat ke
kendaraan roda dua, serta adanya pertumbuhan sektor propoerti khususnya bagi
sentra-sentra bisnis seperti pembangunan apartemen, mall, plaza yang berada diluar
wilayah DKI Jakarta. Agar lebih jelasnya, disajikan grafik perkembangan realisasi
penerimaan pajak parkir.
Grafik 4
Target dan Realisasi Penerimaan Pajak Parkir tahun 2008 s/d 2010
Berdasarkan grafik diatas terlihat jelas penerimaan pajak parkir tidak dapat
mencapai target. Langkah-langkah yang telah ditempuh oleh Dinas Pelayanan Pajak
untuk mencapai target penerimaan pajak parkir diantaranya :
1. Peningkatan pembinaan kepada wajib pajak atas perlakuan perpajakan
dengan sistem Self Asessment melalui sosialisasi dan penyuluhan,
sehingga tingkat kesadaran wajib pajak dalam pemenuhan kewajiban
perpajakannya mengalami peningkatan.
66
2. Pemeriksaan terhadap wajib pajak yang belum sepenuhnya mematuhi
kewajiban pembayaran dan pelaporan jumlah pajak terutang.
3. Law enforcement melalui tindakan penerapan sanksi adminsitrasi bagi
wajib pajak yang tidak memenuhi ketentuan perpajakan.
IV.2.4.1 Tingkat Pertumbuhan Penerimaan Pajak Parkir
Tabel 11
Tingkat Pertumbuhan Penerimaan Pajak Parkir
Tahun Realisasi penerimaan pajak parkir Pertumbuhan (Rp) Pertumbuhan (%)
2008 Rp113.517.192.051 -
2009 Rp138.675.783.768 Rp25.158.591.717 22%
2010 Rp129.407.192.946 Rp9.268.590.822 7%
Rata-rata pertumbuhan 14,42%
67
Grafik 5
Grafik Tingkat Pertumbuhan Pajak Parkir tahun 2008 s/d 2010
IV.2.5 Tingkat Perkembangan Realisasi Penerimaan Pajak Air Tanah
tahun 2008 s/d 2010
Tabel 12
Tabel Perkembangan Realisasi Penerimaan Pajak Air Tanah
tahun 2008 s/d 2010
tahun target penerimaan realisasi penerimaan % perkembangan
2008 Rp80.000.000.000 Rp60.597.213.743 75,75%
2009 Rp80.000.000.000 Rp126.446.931.536 158,06%
2010 Rp150.000.000.000 Rp156.690.521.376 104,46%
68
Dari tabel diatas terlihat bahwa penerimaan pajak air tanah setiap tahun
mencapai target yang berbeda-beda. Seperti pada tahun 2008, pemerintah Propinsi
DKI Jakarta menargetkan penerimaan pajak air tanah sebesar Rp80.000.000.000
namun kenyataannya yang berhasil terealisasi hanya sebesar Rp60.597.213.743 atau
sebesar 75,75 persen. Ketidakpencapaian penerimaan pajak air tanah ini disebabkan
oleh beberapa faktor diantaranya:
a). Adanya pembatasan terhadap pemakaian/pemanfaatan air bawah tanah
kepada masyarakat sesuai dengan ijin uang diberikan oleh Dinas
Pertambangan.
b). Adanya pemakaian/pemanfaatan air bawah tanah secara ilegal karena
belum terjaring sebagai pelanggan air bawah tanah yang dapat dijadikan
objek pajak seperti tempat-tempt pencucian kendaraan bermotor yang
belum diikuti dengan ditetapkannya peraturan yang menjadi kebijakan
Pemerintah Daerah tentang pemungutan pajak.
c). Adanya permasalahan teknis dilapangan seperti meteran air rusak.
Sedangkan untuk tahun 2009, pemerintah Propinsi DKI Jakarta menargetkan
penerimaan pajak air tanah sebesar Rp80.000.000.000 berhasil mencapai target yang
diharapkan yaitu sebesar Rp126.446.931.536 atau sebesar 158,06 persen. Beberapa
indikator yang dapat menunjang tingkat pencapaian penerimaan pajak air tanah
diantaranya pemungutan pajak air tanah bersifat regulasi sehingga pemungutan
pajaknya lebih diarahkan sebagai pengaturan dan pengendalian atas
pemakaian/pemanfaatan air bawah tanah oleh masyarakat serta adanya kenaikan nilai
perolehan air sebagai dasar pengenaan Pajak Pemanfaatan Air Bawah Tanah (PABT)
berdasarkan Peraturan Gubernur Nomor 37 Tahun 2009, dalam rangka pengembalian
dan pemanfaatan air bawah tanah serta dalam upaya pengendalian dampak
69
lingkungan untuk menjaga kuantitas dan kualitas air bawah tanah. Agar lebih
jelasnya berikut disajikan grafik perkembangan realisasi penerimaan pajak air tanah.
Grafik 6
Target dan Realisasi Penerimaan Pajak Air Tanah tahun 2008 s/d 2010
IV.2.5.1 Tingkat Pertumbuhan Penerimaan Pajak Air Tanah
Tabel 13
Tingkat Pertumbuhan Penerimaan Pajak Air Tanah
Tahun Realisasi penerimaan pajak air tanah Pertumbuhan (Rp) Pertumbuhan (%)
2008 Rp60.597.213.743 -
2009 Rp126.446.931.536 Rp65.849.717.793 109%
2010 Rp156.690.521.376 Rp30.243.589.840 24%
Rata-rata pertumbuhan 66,29%
70
Grafik 7
Grafik Tingkat Pertumbuhan Pajak Air Tanah tahun 2008 s/d 2010