41
Magister Studi Pembangunan-ITB 1 |

Pembangunan Apartemen "The Jarrdin" Cihampelas dan Dampaknya Terhadap Lingkungan

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Pembangunan Apartemen "The Jarrdin" Cihampelas dan Dampaknya Terhadap Lingkungan

Magister Studi Pembangunan-ITB 1 |

Page 2: Pembangunan Apartemen "The Jarrdin" Cihampelas dan Dampaknya Terhadap Lingkungan

I. Pendahuluan

Kota Bandung sebagai Ibukota Provinsi Jawa Barat memiliki luas

16.729,65 Ha. Dengan bentuk bentangan alam berupa cekungan dengan

morfologi perbukitan di bagian utara dan dataran di bagian selatan. Secara

geografis, jarak Kota Bandung relatif dekat dengan Jakarta sebagai Ibukota

Negara Indonesia, menjadikan kota Bandung dapat berkembang dengan pesat.

Pesatnya pertumbuhan dan pembangunan kota Bandung ini antara lain juga

didorong oleh adanya jalan tol Cipularang yang mulai digunakan dan berfungsi

pada tahun 2005, yang mempercepat dan mempermudah akses transportasi

menuju kota Bandung, khsususnya dari kota Jakarta.

Ekses dari pertumbuhan pesat kota Bandung adalah kepadatan penduduk

yang terus meningkat setiap tahunnya dan cenderung menimbulkan berbagai

masalah pembangunan di kota Bandung, terkait permasalahan kondisi

lingkungan maupun kondisi sosial, khususnya dalam penataan tempat tinggal

dan hunian penduduk. Berlandaskan kondisi tersebut, salah satu upaya

alternatif untuk mengatasi masalah kepadatan penduduk adalah melalui

pembangunan perumahan high-rise yang lebih popular disebut sebagai rumah

susun. Dalam hal ini, banyak kota-kota di dunia yang mengalami masalah sama

dan telah berhasil menjalankan alternatif upaya ini secara tepat. Bandung yang

secara tidak langsung menjelma menjadi kota semi-metropolitan juga harus

memiliki ruang untuk mampu menampung dan menyerap dari tingginya laju

pertambahan penduduk. Rata-rata pertumbuhan jumlah penduduk kota

bandung setiap tahunnya adalah 1% ditambah dengan pendatang dari luar kota

Bandung.

Salah satu pusat kepadatan penduduk di Bandung adalah daerah

Cihampelas atau bantaran sungai Cikapundung, yang telah menjadi sentra

kegiatan perdagangan barang tekstil dari mulai tahun 80-an. Cihampelas

sendiri dikenal sebagai sentra produksi jeans yang menjadi tempat utama

kunjungan turis dari luar kota Bandung.1 Saat ini kawasan tersebut telah

menjadi kawasan ekonomi yang strategis dan menjadi daya tarik aktivitas

ekonomi penduduk di kota Bandung. Maka tidak mengherankan apabila dalam

beberapa tahun terakhir, di kawasan ini telah banyak dibangun kegiatan bisnis

berupa factory outlet, hotel, apartemen dan lainnya.

1 Pada era 1990-an, kawasan ini pun semakin terkenal sebagai sentra jeans di Kota Bandung, dimana pada saat hari-hari libur maupun akhir pekan kawasan ini selalu ramai dikunjungi oleh wisatawan dari berbagai daerah di seluruh Indonesia, bahkan dari mancanegara.

Magister Studi Pembangunan-ITB 2 |

Page 3: Pembangunan Apartemen "The Jarrdin" Cihampelas dan Dampaknya Terhadap Lingkungan

Perkembangan pembangunan tersebut tentunya menghasilkan beberapa

keuntungan dan kerugian. Keuntungan bisa diperoleh dari meningkatnya

Pendapatan Daerah yang bisa ditarik, namun kerugiannya, apabila tidak ditata

dengan baik lambat laun kawasan ini dapat kehilangan daya tariknya akibat

volume kepadatan penduduk maupun lalu lintas yang terlalu tinggi. kebutuhan

hunian baru bagi penduduk asli maupun pendatang. Untuk itu pemerintah kota

perlu mengantisipasi perkembangan tersebut dengan salah satunya dengan

mengadakan pembangunan hunian baru untuk mengatasi permasalahan yang

kebutuhan hunian warga yang tidak hanya menyangkut aspek fisik membangun

rumah, tetapi terkait sektor yang amat luas, seperti lingkungan hidup,

pertanahan, dan aspek sosial ekonomi budaya masyarakat, agar aspek-aspek

kehidupan masyarakat yang harmonis dapat terwujud. Untuk menyelesaikan

masalah tersebut, pemerintah telah berusaha untuk bekerja sama dengan pihak

swasta untuk bisa membangun hunian-hunian baru melalui program 1000 rusun

yang salah satunya dibangun di kawasan Cihampelas2.

Paper ini bertujuan untuk menganalisis dan melihat dampak sosial dan

lingkungan dari adanya pembangunan Rusunami THE JARRDIN Cihampelas,

dengan fokus pengamatan tersebut diharapkan dapat memberikan alternatif

upaya penataan kependudukan di kota bandung khususnya daerah cihampelas

yang padat penduduk dan selalu menjadi pusat kemacetan di daerah Bandung

Utara.

2 Berdasarkan wawancara dengan kepala RT 03, Rusun Cihampelas merupakan salah satu perwujudan program 1000 rusun pemerintah.

Magister Studi Pembangunan-ITB 3 |

Page 4: Pembangunan Apartemen "The Jarrdin" Cihampelas dan Dampaknya Terhadap Lingkungan

II. Tinjauan Pustaka

2.1 Sejarah Lokasi

Lahan pembangunan rusunami The Jarrdin Cihampelas ini pada awalnya

merupakan kolam renang yang dibangun pada tahun 1902 atas prakarsa Ny.

Homann, istri pemilik hotel Homann. Kolam renang ini didirikan untuk melayani

tamu-tamu Eropanya yang rindu dengan suasana kampung halaman mereka,

setelah sebelumnya digunakan sebagai kolam ikan hias milik sang nyonya

Homann. Selama berpuluh tahun, kolam renang ini telah menjadi penarik turis-

turis Eropa untuk mengunjungi Bandung.

Dari segi arsitektur, kolam renang Cihampelas dibangun dengan model

arsitektur abad 19 yang contoh bangunannya tidak banyak di Bandung.

Penggunaan bentuk atap khas dan dinding batu kali yang masiv menunjukan

adopsi asitektur lokal yang menarik. Kolam ini terhitung cukup lengkap pada

masanya, menyediakan 3 buah kolam dengan standar internasional, pertama

berukurang 25 X 50meter berkedalaman 1,2 hingga 2 meter, kemudian kolam

kedua berukuran 12 X 12 meter, berkedalaman 1,1 meter, sedangkan kolam

ketiga berukuran 8 X 3 meter berkedalam 80 CM khusus untuk anak-anak.

Gamb

a r 1 &

2.

Kolam

Renang Cihampelas

Pada masa kejayaanya pendirian Bandoengse Zwem Bond atau

Perserikatan Renang Bandung tahun 1917 turut mewarnai sejarah pemandian

ini. Perserikatan ini membawahi 7 perkumpulan, diantaranya club-club renang

sekolah seperti OSVIA, MULO dan KWEEKSCHOOL. Pada tahun 1936 Di kolam

renang ini seorang Hindia Belanda bernama Pet Stam berhasil mencatat rekor

0:59.9 untuk 100 meter gaya bebas dan, berhasil dikirim untuk ambil bagian

dalam Olimpiade Berlin atas nama negeri Belanda. Selain renang, pada masa

tersebut olahraga polo air diadakan setiap hari minggu di tempat ini. Setelah

kemerdekaan, kolam renang ini ikut mewarnai perkembangan olahraga Jawa

Magister Studi Pembangunan-ITB 4 |

Page 5: Pembangunan Apartemen "The Jarrdin" Cihampelas dan Dampaknya Terhadap Lingkungan

Barat. Kolam ini menjadi tempat berlatih klub renang Aquarius sejak 1952.

Kolam ini pernah melahirkan atlet-atlet renang Jabar yang berhasil unjuk

kemampuan di tingkat nasional dan internasional, seperti Susanti

Wangsawiguna dan Wijaya Aulia.

Oleh karena itu, apabila dilihat dari sisi dan nilai sejarah, Pemandian

Cihampelas telah memenuhi aspek-aspek bangunan bersejarah menurut Snyder

dan Catanes (1979), yaitu : aspe kelangkaan (tidak dimiliki daerah lain), aspek

kesejarahan (lokasi peristiwa bersejarah), Estetika, Superlativas (keunikan),

Kejamakan (mewakili ragam arsitektur tertentu) hingga pengaruh terhadap

social (meningkatkan citra lingkungan sekitar).

2.2 Konsep Pembangunan ‘High Rise’ Rumah Susun

Rumah susun adalah bangunan bertingkat untuk hunian yang satuannya

dapat dimiliki secara terpisah. Sebagai bangunan hunian yang dapat dimiliki

secara terpisah, penghuni rumah susun mempunyai batasan-batasan dalam

memanfaatkan ruang dan benda yang terdapat dalam rumah susun. Dalam

rumah susun dikenal adanya bagian bersama, benda bersama, dan tanah

bersama. Ketiga hal tersebut merupakan hak bersama dari rumah susun yang

tidak dapat dimiliki secara individu, karena merupakan satu kesatuan

fungsional dari bangunan rumah susun yang tidak dapat dipisahkan.

Istilah rumah susun dapat dijumpai dalam berbagai pengertian.

Kondominium menunjuk pada suatu bentuk pemilikan yang melibatkan lebih

dari seorang pemilik bangunan. Sebelum istilah kondominium ini banyak

digunakan, pada waktu lampau sering dikenal istilah seperti co-proprietors

ownership, tergantung pada asal negaranya ( Maria S. W. Sumardjono, 2007).3

Dari pengertian kondominium ini, di samping dikenal adanya milik bersama,

juga dikenal bagian-bagian bangunan yang merupakan satu kesatuan yang

dapat dihuni atau digunakan secara terpisah yang disebut apartemen.

Berdasarkan UU No.16 tahun 1985 tentang rumah susun, pasal 1 ayat 1,

Disebutkan bahwa Rumah Susun adalah bangunan gedung bertingkat yang

dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang

distrukturkan secara fungsional dalam arah horisontal maupun vertikal dan

merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan

3 Penggunaan istilah condominium dalam bahasa Latin diawali dengan pencantumannya pada peraturan perundang-undangan di Italia pada tahun 1930an. Secara Harafiah condominium berarti pemilikan bersama. Dominium berarti to have control (over a certain property) dengan cara con atau jointly with one or more others persons.

Magister Studi Pembangunan-ITB 5 |

Page 6: Pembangunan Apartemen "The Jarrdin" Cihampelas dan Dampaknya Terhadap Lingkungan

secara terpisah terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian

bersama, benda bersama dan tanah bersama. Jadi rumah susun merupakan

suatu pengertian yuridis arti bangunan gedung bertingkat yang senantiasa

mengandung sistem kepemilikan perseorangan dan hak bersama, yang

penggunaannya bersifat hunian atau bukan hunian. Secara mandiri ataupun

terpadu sebagai satu kesatuan sistem pembangunan.

Sejak tahun 20’an, Pembangunan rumah susun telah dianggap sebagai

salah satu alternatif pilihan ideal untuk penyediaan hunian yang efektif bagi

suatu kawasan yang memiliki tingkat kepadatan penduduk tinggi serta

permasalahan pada kurangnya ketersediaan hunian, ketidaklayakan hunian dan

keterbatasan lahan4.

Untuk menentukan besaran rumah susun yang akan dibuat dapat diambil

berdasarkan standar kebutuhan ruang perorangan yaitu 9 m2. Dasar pemikiran

bahwa dalam satu keluarga terdiri dari 4 orang anggota keluarga (orang tua

ditambah dua anak), jadi kebutuhan ruang untuk setiap satuan rumah susun

adalah 36 m2. Tetapi ada hal penting yang harus dipertimbangkan dalam

menentukan luas satuan unit hunian rumah susun adalah kemampuan penghuni

dalam membayar sewa perbulan, biaya listrik dan supply air bersih per bulan.

Menurut US Departement of Housing and Urban Development tahun (2001)

menyebutkan bahwa sebuah keluarga dikatakan mampu membayar sewa rumah

sebesar 20%-30% dari total pendapatan atau maksimal 1/3 dari pendapatan.

Sementara kemampuan ekonomi warga pada kawasan studi adalah masyarakat

berpenghasilan rendah, rata-rata pendapatan mereka antara 800 ribu-1,8 juta

rupiah perbulan.

Dalam aspek psikologi dan social, Young (1976) menyarankan bahwa

pembangunan rumah susun harus memperhatikan aspek perkembangan

kreativitas dan fisik dari anak kecil yang membutuhkan lahan dan fasilitas

bermain. Selain itu, masalah kesehatan juga perlu diberikan perhatian lebih

lanjut. Walaupun belum ada hubungan jelas antara masalah kejiwaan dengan

urbanisasi ‘high density’, pembangunan high density cenderung mengurangi

kontak social dan interaksi komunikasi antar penghuninya. (Young, 1976; HDB,

2000).

4 Konsep ini pertama kali dikembangkan pada tahun 1922 oleh Le Corbusier, yang mengajukan konsep penggunaan 15% lahan untuk pemukiman dan 85% lahan terbuka untuk rekreasi dan kegiatan lainnya.

Magister Studi Pembangunan-ITB 6 |

Page 7: Pembangunan Apartemen "The Jarrdin" Cihampelas dan Dampaknya Terhadap Lingkungan

2.3 Program Pembangunan Rumah Susun Nasional

Indonesia telah ikut menandatangani Deklarasi Cities Without Slums

Initiative yang mengamanatkan pentingnya upaya perwujudan daerah

perkotaan yang bebas dari permukiman kumuh. Deklarasi tersebut

ditindaklanjuti dengan langkah kongkrit dalam mewujudkan daerah perkotaan

yang bebas dari permukiman kumuh yang mengedepankan strategi

pemberdayaan melalui pelibatan seluruh unsur stakeholders dengan

menempatkan masyarakat sebagai pelaku utama. Upaya penanganan

permukiman kumuh ini adalah dalam rangka mewujudkan lingkungan

permukiman yang sehat, aman, harmonis dan berkelanjutan serta terwujud

masyarakat yang mandiri, produktif dan berjatidiri.

Pembangunan rumah susun merupakan salah satu alternatif pemecahan

masalah kebutuhan perumahan dan pemukiman terutama di daerah perkotaan

yang jumlah penduduknya terus meningkat karena pembangunan rusun dapat

mengurangi penggunaan tanah, membuat ruang-ruang terbuka kota yang lebih

lega dan dapat digunakan sebagai suatu cara untuk peremajaan kota bagi

daerah yang kumuh. Selain itu, Pembangunan rusun bertujuan untuk memenuhi

kebutuhan perumahan yang layak bagi rakyat, dengan meningkatnya daya guna

dan hasil guna tanah di daerah-daerah yang berpenduduk padat dan hanya

tersedia luas tanah yang terbatas. Dalam pembangunannya diperhatikan antara

lain kepastian hukum dalam penguasaan dan keamanan dalam pemanfaatannya,

kelestarian sumber daya alam yang bersangkutan serta penciptaan lingkungan

pemukiman yang nyaman, lengkap, serasi dan seimbang.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana

Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), Kota Bandung ditetapkan dalam sistem

perkotaan nasional sebagai bagian Pusat Kegiatan Nasional (PKN) Kawasan

Perkotaan Bandung Raya. Dalam dokumen ini juga, Kota Bandung juga

ditetapkan sebagai bagian dari kawasan strategis nasional berdasarkan

pertimbangan pertahanan dan keamanan, pertumbuhan ekonomi, sosial dan

budaya, pendayagunaan sumberdaya alam dan teknologi tinggi serta fungsi

daya dukung lingkungan. Selain itu, Kota Bandung ditetapkan sebagai kawasan

andalan cekungan bandung yaitu kawasan yang memiliki nilai strategis nasional

yaitu mempunyai kemampuan untuk memacu pertumbuhan ekonomi kawasan

dan wilayah di sekitarnya serta untuk mendorong pemerataan perkembangan

Magister Studi Pembangunan-ITB 7 |

Page 8: Pembangunan Apartemen "The Jarrdin" Cihampelas dan Dampaknya Terhadap Lingkungan

wilayah. Dalam system perkotaan RTRWP Jawa Barat ini, Kota Bandung

ditetapkan sebagai bagian dari PKN Kawasan Perkotaan Bandung Raya

bersama-sama dengan Kabupaten Bandung Barat, Kota Cimahi dan Kabupaten

Sumedang.

Pada Bulan Oktober 2007, Presiden Susilo Bambang Yodhoyono telah

mencanangkan pembangunan 1000 tower rumah susun sederhana. Lokasi

proyek tersebar di :

1. Jabodetabek atau Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi

2. Medidang atau Medan, Binjai dan Deli Serdang.

3. Barelang atau Batam, Rempang dan Pulau Galang.

4. Gerbang Kertosono atau Gresik, Bangkalan, Kertosono, Surabaya dan

Sidoardjo.

5. Mamimasata atau Makassar, Maros, Sunggu Minasa dan Takalar

Dengan rincian rencana pembangunannya adalah 50 persennya (500

tower) dibangun di Jabotabek, 30 persen (300 tower) di Pulau Jawa selain

Jabotabek, sedangkan 20 persen (200 tower) dibangun diluar Pulau Jawa.

Selanjutnya pembangunan rumah susun ini akan dibagi menjadi 2 (dua) macam

rusun yaitu, yakni rusun hak milik yang kepemilikannya akan diperjualbelikan

dan rusun sederhana sewa. Rusun sederhana sewa dibangun untuk masyarakat

yang tinggal di bantaran sungai dan mereka tidak harus membelinya, hanya

menyewa.

2.4 Pembangunan Rumah Susun di Negara Lain sebagai Perbandingan

Negara lain telah jauh lebih dulu menyadari peran pembangunan rumah

susun sebagai suatu solusi untuk mengatasi berbagai masalah penduduk serta

untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Negara Singapura di bawah

Perdana Menteri Lee Kuan Yew merupakan negara di Asia yang secara sadar

meninggalkan pendekatan welfare policy dalam kebijakan perumahannya, dan

mengubah cara kerja lembaga tabungan pekerja, Central Provident Fund, yang

diwarisinya dari pemerintah kolonial Inggris, dengan menempatkan kebijakan

strategis perumahan dalam tujuan pembangan ekonomi secara keseluruhan,

serta memadukan lembaga-lembaga keuangan negara untuk tujuan ini terkait

dengan kebijakan pengembangan rumah susun untuk warga dalam jumlah

massal yang dikendalikan melalui program pemerintah. Pengalaman Singapura

ini diikuti dan dikembangkan dengan sukses di Cina dalam skala yang lebih

Magister Studi Pembangunan-ITB 8 |

Page 9: Pembangunan Apartemen "The Jarrdin" Cihampelas dan Dampaknya Terhadap Lingkungan

besar baik untuk kota-kota baru maupun peremajaan dan pembangunan

kembali kawasan-kawasan kota lama.

Program pembangunan perumahan publik (rumah susun) di Cina dimulai

pada tahun 1949, yang bertujuan untuk memberikan fasilitas tempat tinggal

(hunian) dengan biaya yang murah. Akan tetapi, tingginya tingkat pertumbuhan

penduduk di cina juga memunculkan permasalahan tersendiri, khususnya

terkait ketersediaan dan daya tampung perumahan untuk publik dan kalangan

masyarakat miskin serta masalah lingkungan dimana jumlah ruang-ruang hijau

dan ruang publik di cina terus menurun setiap tahunnya karena beralih fungsi

lahan menjadi rumah penduduk, inilah yang menjadikan landasan dasar

pemerintah untuk memprioritaskan pembangunan rumah di cina dengan konsep

tower (rumah susun) dengan penentuan lokasi rumah susun di Cina yang

mayoritas didirikan di daerah pinggiran kota. Sampai dengan saat ini,

pembangunan rumah susun di Cina dibangun oleh pihak pemerintah. Harga

rumah susun di China rata-rata mencapai 70.000 Yuan dengan ukuran rata-rata

50-90 meter persegi per unit. (dyck. 2000). Kebijakan pemerintah yang

menyediakan perumahan murah ini disebut sebagai 'Lian Zu Fang' (Rumah

Sewa Murah).

Kebijakan penataan pemukiman kumuh dengan konsep pembangunan

rumah susun di Cina efektif mengurangi kepadatan penduduk dan menambah

ruang-ruang hijau dan ruang umum bagi publik. Selain itu pembangunan ini

juga sangat mempertimbangkan aspek-aspek lingkungan hidup.

“Thus, on one hand, our strategies were to develop plans that could preserve culture, encourage social interactions, and build a sense of community. On the other hand, we sought design solutions where the landscape can be more ecologically responsive in relation to water conservation and retention and to carbon dioxide absorption; and where the housing can be far more energy efficient. The energy efficient design is to conserve energy by better insulation and reduced infiltration, to maximize the use of solar energy for daylighting and winter heating, and to use solar shading and natural ventilation for summer cooling. However, rather than developing a design that might contain a large palette of available “sustainability techniques,” we sought to develop an understanding of those concepts and technologies that would be most effective; and therefore would make greatest sense for each project.”5

5 Qingyan CHEN 1, Leon GLICKSMAN2, Juintow LIN3, and Andrew SCOTT.” Sustainable Urban Housing in China” Hlm. 2

Magister Studi Pembangunan-ITB 9 |

Page 10: Pembangunan Apartemen "The Jarrdin" Cihampelas dan Dampaknya Terhadap Lingkungan

Gambar 3 : Contoh Skema Proyek Rusun Huilongguan

Keberhasilan pemerintah Cina untuk memindahkan serta mengatur

pemukiman kumuh ini antara lain dipengaruhi oleh berbagai insentif yang

diberikan pemerintah bagi penghuni rumah susun antara lain yaitu :

Mengantisipasi beban cicilan sewa rumah yang besar, pemerintah

China membuat kebijakan skema cicilan kredit yang bisa dibayar

untuk dua generasi. Artinya seorang yang mengkredit rumah susun

diberikan kesempatan untuk menempati hunian dua generasi

termasuk membagi beban dalam mencicil.

Satu keluarga di China diperbolehkan memiliki 2 unit rusun.

Kebijakan ini bertujuan agar rusun yang tak ditempati bisa

disewakan untuk menopang ekonomi keluarga tersebut.

Di lokasi Rumah susun tersebut banyak dibangun sarana

transportasi umum seperti terminal bus, kereta, sehingga akses

masyarakat untuk mencapai lokasi tempat kerja atau menuju kota

menjadi lebih mudah, sehingga masyarakat cenderung menyetujui

ajakan pemerintah untuk memindahkan tempat tinggal mereka ke

rumah susun.

Magister Studi Pembangunan-ITB 10 |

Page 11: Pembangunan Apartemen "The Jarrdin" Cihampelas dan Dampaknya Terhadap Lingkungan

Pemerintah mengatur dan mendata siapa yang akan mengisi

rumah susun tersebut, dengan daftar masyarakat yang berhak

menerima atau menghuni rumah susun tersebut.

2.5 Dampak Lingkungan - Ecological Footprint

Ecological foorprint atau Tapak ekologi, adalah konsep yang

dikembangkan oleh Dr. Mathis Wackernagel dan beberapa koleganya di Kanada

dan Amerika, sebagai usaha untuk mencermati “pengaruh” atau “impact”

manusia terhadap “cadangan kekayaan dan kemampuan dukung bumi”. Melalui

penggunaan konsep “tapak ekologi” ini, bisa dilihat seberapa besar kekayaan

bumi atau suatu wilayah (terutama yang SDA yang terbarukan) yang masih

tersisa, dan seberapa besar pengaruh konsumsi manusia terhadap

ketersediaannya (Wackernagel, 2000).

Ecological footprint merupakan suatu ukuran untuk mengetahui besarnya

sumber daya biologis lahan dan air yang digunakan untuk mendukung aktifitas

konsumsi dan mengasimilasi produksi limbah dari populasi manusia di kawasan

tertentu (Wackernagel et al., 1997). Hal ini didasari oleh ide bahwa setiap

aktifitas individu, komunitas, dan kawasan memiliki dampak terhadap sumber

daya alami bumi melalui penggunaan sumber dayanya, limbah yang dihasilkan,

dan jasa yang diberikan oleh lingkungan. Dengan kata lain, ecological footprint

mengukur tingkat aktifitas manusia di dalam lingkup kapasitas alam sehingga

dapat diketahui apakah aktifitas manusia saat ini masih dalam ambang batas

atau telah melebihi kapasitas yang dapat disediakan oleh alam (carrying

capacity). Jika ecological footprint masih dalam ambang batas kapasitas alam,

maka dapat dikatakan aktifitas manusia di atasnya masih berkelanjutan. Namun

jika melebihi kapasitas yang dapat diberikan oleh alam, maka dapat dikatakan

bahwa aktifitas manusia di atasnya tidak berkelanjutan (Wackernagel et al.,

1997).

Besarnya ecological footprint dari tiap individu dapat diukur dari tingkat

konsumsi dan produksi limbahnya. WWF (http://footprint.wwf.org.uk/) dan

Global Footprint Network (http://www.footprintnetwork.org) menyediakan alat

untuk menghitung secara sederhana footprint individu. Secara umum,

komponen yang digunakan oleh kedua lembaga tersebut untuk mengetahui

besarnya ecological footprint adalah:

• Tingkat konsumsi daging, susu, telur, sayur, dan ikan per satuan

waktu

Magister Studi Pembangunan-ITB 11 |

Page 12: Pembangunan Apartemen "The Jarrdin" Cihampelas dan Dampaknya Terhadap Lingkungan

• Pengeluaran konsumsi rumah tangga bulanan

• Jumlah individu yang tinggal di dalam rumah dan ukuran rumah

• Sumber daya listrik dan perilaku penggunaannya

• Tingkat perilaku penggunaan kendaraan pribadi dan kendaraan

publik

Dari komponen-komponen di atas, kemudian ditentukan besarnya sumber

daya alam dan jasa lingkungan yang dibutuhkan untuk mendukung tingkat

konsumsi dan mengasimilasi limbah yang dihasilkan dari proses konsumsi

tersebut. Kemudian, keberlanjutan dari sumber daya alami dan jasa lingkungan

yang digunakan dapat ditentukan berdasarkan daya dukung alami (carrying

capacity) yang tersedia.

Konsep ini, merupakan salah satu dari berbagai konsep yang telah

dikembangkan oleh para ilmuwan, untuk lebih mengerti dan mendalami makna

dari “daya dukung bumi” (“earth carrying capacity”), khususnya daya dukung

SDA terbarukan. Apabila konsep “daya dukung bumi” lebih dititik beratkan

pada besar maksimum populasi yang mampu ditopang secara berkelanjutan

oleh suatu luasan area di bumi (termasuk di dalamnya segala sumber daya yang

ada), maka konsep “tapak ekologi”, sebaliknya, lebih menitik beratkan pada

“besarnya pengaruh suatu

populasi terutama manusia

pada ketersediaan

sumber daya yang ada di bumi”.

Gambar 4. Konsep Ecological Footprints

Ide tapak ekologi, di awali dengan pemikiran bahwa bumi kita, yang

hanya satu-satunya, mempunyai luas permukaan (air dan darat), yang tertentu

Magister Studi Pembangunan-ITB 12 |

Page 13: Pembangunan Apartemen "The Jarrdin" Cihampelas dan Dampaknya Terhadap Lingkungan

dan relatif tetap. Dari seluruh luasan permukaan bumi, tidak seluruhnya

merupakan area yang produktif secara biologis (“biologically productive areas

atau BPA”), yang artinya bisa mendukung sistim kehidupan dengan

menghasilkan secara biologi berbagai sumber daya (makanan, obatobatan,

rekreasi alam, bahan pakaian, bahan perabotan, ataupun turunan biologis

berupa minyak bumi dan gas) yang bisa dikonsumsi oleh manusia, dan atau

menjadi tempat pembuangan serta asimilasi sampah hasil konsumsi manusia.

Untuk melihat seberapa besar pengaruh manusia maupun sekelompok

manusia terhadap kapasitas kekayaan sumber daya alam terbarukan di bumi

(“biocapacity”), maka perlu dilakukan perhitungan tapak ekologi. Perhitungan

ini, didasarkan pada dua fakta sederhana yaitu yang pertama, manusia

umumnya dapat menelusuri sebagian besar konsumsi sumber daya alam (baik

berupa produk ataupun jasa), serta sampah yang kita produksi. Kedua adalah,

sebagian besar dari sumber daya ini bisa diukur kesetaraannya dalam bentuk

area permukaan bumi yang produktif secara biologis atau “biologically

productive areas” atau disingkat BPA dalam satuan hektar (ha). Ecological

footprint merupakan alat untuk mengevaluasi tanah yang secara alami mampu

menghasilkan dan mengelola limbah, atau dikenal sebagai tanah produktif

secara biologis. Perhitungan dasar ecological footprints mencerminkan

seberapa banyak alat, energi, dan ruang yang dibutuhkan oleh penduduk dan

kemampuan suatu wilayah atau daerah untuk memenuhi kebutuhan itu.

2.6 Teori Kepadatan dan Kesesakan

Pembangunan Rumah Susun merupakan salah satu solusi bagi penataan

kawasan kumuh, dimana menurut Lampiran Perpres No. 7 tahun 2005

disebutkan bahwa di wilayah perkotaan, telah meningkat luas permukiman

kumuh dari 40.053 Ha pada tahun 1996 menjadi 47.500 Ha pada tahun 2000.

Penataan kawasan kumuh dalam jangka panjang dapat berdampak untuk

mengatasi kemacetan lalu-lintas dan dapat menekan serta menghemat biaya

tranportasi yang pada akhirnya dapat menekan inefisiensi di dalam

pembangunan ekonomi Indonesia (high cost economy).

Perencanaan pembangunan rumah susun yang baik, sepatutnya

dilakukan mengacu pada jumlah dan kepadatan penduduk, kepadatan

bangunan, rencana rinci tata ruang, layanan prasarana, sarana, dan utilitas

umum, layanan transportasi, alternatif pengembangan konsep pemanfaatan

rumah susun, konsep hunian berimbang; dan analisis potensi kebutuhan rumah

Magister Studi Pembangunan-ITB 13 |

Page 14: Pembangunan Apartemen "The Jarrdin" Cihampelas dan Dampaknya Terhadap Lingkungan

susun.

Peneliti-peneliti seperti Carey (1972) dan Carson (1964) menemukan

bahwa manusia membedakan kepadatan di dalam rumahnya (inside-density)

dan diluar rumahnya (outside-density). Dengan mengkombinasikan dua jenis

kepadatan ini maka diperoleh 4 jenis kepadatan, yaitu:

Kepadatan pedesaan dimana kepadatan di dalam rumah tinggi, tetapi

kepadatan di luar rendah

Kepadatan pinggiran kota (suburb) dimana kepadatan di dalam

maupun di luar rumah rendah

Kepadatan pemukiman kumuh di kota dimana kepadatan di luar

maupun di dalam rumah tinggi

Kepadatan pemukiman mewah di kota besar dimana kepadatan di

dalam rumah rendah, tetapi kepadatan di luar rumah tinggi.

2.7 Teori Nilai Lahan dan Konsolidasi Tanah (Land Consolidation)

Teori ini menjelaskan bahwa nilai lahan dan penggunaan lahan

mempunyai kaitan yang sangat erat. Nilai lahan atau land value adalah suatu

penilaian atas lahan didasarkan pada kemampuan lahan secara ekonomis dalam

hubungannya dengan produktivas dan strategi ekonominya. Harga lahan adalah

penilaian atas lahan yang diukur berdasarkan harga nominal dalam satuan uang

untuk satuan luas pada pasaran lahan (Hari Sabari Yunus, 2000).

Penilaian atas lahan di perkotaan dapat dilakukan secara tidak langsung

yakni produktivitas lahan yang ditimbulkan oleh keberadaan lokasi. Faktor –

faktor yang mempengaruhi nilai lahan diperkotaan adalah : lingkungan,

drainase dan lokasi dimana lahan tersebut berada serta aksesibilitas. Derajat

aksesibilitaslah yang mewarnai tinggi rendahnya nilai lahan. Semakin tinggi

aksesibilitas suatu lokasi semakin tinggi pula nilai lahannya dan biasanya hal ini

dikaitkan dengan keberadaan konsumen akan barang dan jasa. Derajat

keterjangkauan ini berkaitan dengan :

1. Potential shoppers yang banyak;

2. Kemudahan untuk datang/pergi ke/dari lokasi tersebut.

Kompetisi untuk memperoleh lokasi dengan aksesibilitas tinggi sangat

ketat dan lokasi seperti ini menentukan nilai lahan yang tinggi dan harga lahan

yang tinggi. Selain itu, konsep konsolidasi lahan menjelaskan bahwa

pertumbuhan dan perkembangan kota dalam perjalanannya telah memunculkan

Magister Studi Pembangunan-ITB 14 |

Page 15: Pembangunan Apartemen "The Jarrdin" Cihampelas dan Dampaknya Terhadap Lingkungan

berbagai persoalan pembangunan. Salah satunya adalah persoalan pertanahan,

ketidakseimbangan laju pertumbuhan penduduk dan kebutuhan tanah untuk

memenuhi kebutuhan perumahan, pertanian dan kegiatan usaha serta

penyediaan infrastruktur lingkungannya. Kondisi ini mengakibatkan munculnya

permukiman-permukiman kumuh terutama di pinggiran dan pusat perkotaan

yang sangat minim dengan sarana dan prasarana lingkungan permukiman. Hal

seperti ini dapat dihindari apabila dari awal perencanaan dan penataan kota

berpihak pada kepentingan masa mendatang dengan tetap memperhatikan

keberlanjutan dan kelestarian lingkungannya.

Selama ini, pengaturan pembangunan dan pengelolaan Rumah Susun,

Pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985

tentang Rumah Susun (UU Rusun), dimana tujuan pembangunan rumah susun

adalah untuk memenuhi kebutuhan hunian sekaligus meningkatkan kualitas

kehidupan seluruh lapisan masyarakat, khususnya masyarakat berpenghasilan

menengah ke bawah. Selanjutnya lahir Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992

tentang Perumahan dan Pemukiman, yang pada dasarnya hanya suatu aturan

yang bersifat umum, yang seharusnya sudah ada sebelum UU Rusun, demikian

juga beberapa produk hukum dan perundang-undangan dibidang perumahan

dan permukiman telah banyak dikeluarkan.

Magister Studi Pembangunan-ITB 15 |

Page 16: Pembangunan Apartemen "The Jarrdin" Cihampelas dan Dampaknya Terhadap Lingkungan

III. Analisis dan Pembahasan

Penyediaan rumah susun, dalam hal ini The Jarrdin Cihampelas

merupakan salah satu upaya pemerintah kota bandung yang bekerja sama

dengan pihak swasta untuk merubah kawasan kumuh menjadi kawasan

perumahan rumah susun. Namun berdasarkan pada pengamatan di lapangan,

pengembang lebih tertarik untuk berinvestasi dalam pembangunan rumah

untuk warga berpenghasilan tinggi yang lebih menjamin keuntungan. Selain itu,

proses pembangunan perumahan ini juga masih mengandung sejumlah

kelemahan yang bermuara pada tiga masalah besar, yaitu (1) Lingkungan hidup

dan tata-ruang, (2) Dikotomi dan konflik, serta (3) Ketidakadilan.

3.1 Lingkungan Hidup dan Tata Ruang

Seiring dengan pemberlakuan kedua UU No.16 tahun 1985 tentang

rumah susun maka perlu dikaji efektifitasnya dalam mengatur penetapan rumah

susun. Hal ini dikarenakan UU Rusun telah berlaku dalam jangka waktu yang

relatif lama, dengan dilatarbelakangi suasana perpolitikan dan kenegaraan

yang jauh berbeda, serta keadaan sosial budaya masyarakat yang makin

berkembang jauh berbeda, dimana baik secara jumlah maupun pola pikir

masyarakat dewasa ini jauh lebih kompleks dan kritis. UU Rusun dirasakan

tidak mampu mengatur dan mengantisipasi adanya dinamika perubahan

kehidupan perkotaan, perumahan, permukiman dan rumah susun yang terus

berkembang. Perubahan sosial-ekonomi-budaya-politik yang diwarnai dengan

peraturan perundang-undangan baru beserta turunannya menuntut

penyesuaian berbagai sektor kehidupan, termasuk perumahan dan rumah

susun.

Khusus untuk di kota Bandung, pemerintah berusaha merubah kawasan

kumuh menjadi kawasan perumahan rumah susun dengan bekerja sama dengan

pihak swasta (pengembang). Namun seringkali pada kenyataan di lapangan,

pengembang lebih tertarik untuk berinvestasi dalam pembangunan rumah

untuk warga berpenghasilan tinggi yang lebih menjamin keuntungan. Selain itu,

Proses pembangunan perumahan, juga masih mengandung sejumlah kelemahan

yang melekat pada sektor pemerintah dan masyarakat serta sektor swasta , dan

telah menyebabkan tiga masalah besar, yaitu tanah dan tata-ruang, dikotomi

dan konflik, serta ketidakadilan.

Magister Studi Pembangunan-ITB 16 |

Page 17: Pembangunan Apartemen "The Jarrdin" Cihampelas dan Dampaknya Terhadap Lingkungan

Kawasan Cihampelas khususnya bantaran Cikapundung dalam beberapa

periode terakhir telah menjelma menjadi sentra kegiatan ekonomi dan

kepadatan penduduk yang lambat laun meningkatkan jumlah pemukiman

kumuh di daerah ini. Kondisi tersebut antara lain disebabkan oleh pergeseran

penduduk masyarakat berpenghasilan rendah dari daerah sekitar bandung

lainnya maupun dari luar kota bandung untuk mencoba mencari manfaat

ekonomi di daerah ini. Perumahan kumuh dicirikan dengan kondisi sanitasi dan

tata ruang yang buruk, yang dapat menyebabkan rendahnya tingkat kesehatan

penghuninya, kerawanan kebakaran, potensi meningkatnya peluang

kriminalitas, terganggunya norma tata susila dan masalah lingkungan lainnya

seperti banjir serta kurangnya air bersih.

Pembangunan Rumah susun ini tampaknya menjadi upaya pemerintah

untuk meminimalisir dan menata kepadatan penduduk di daerah cihampelas

agar menjadi layak huni. Namun dalam pelaksanaannya, tidaklah demikian,

dimana pembangunan rusunami THE JARRDIN Cihampelas cenderung tidak

bertujuan untuk mencapai tujuan penataan kota dan pemukiman kumuh daerah

cihampelas menjadin lebih baik. Fakta ini dapat dilihat dari relatif tingginya

harga untuk menjadi penghuni rusunami the jarddin cihampelas, dimana harga

yang ditawarkan untuk menjadi penghuni rusunami (sertifikat hak milik/strata

title) tersebut mulai dari Rp.88 juta dengan luas hunian yang bervariasi dari

mulai 18,5m2 sampai dengan 66m2.

Magister Studi Pembangunan-ITB 17 |

Page 18: Pembangunan Apartemen "The Jarrdin" Cihampelas dan Dampaknya Terhadap Lingkungan

Gambar 5. Pembangunan Rusunami The Jarrdin Cihampelas

Kondisi ini menunjukan bahwa target pasar pembangunan rusunami ini

adalah masyarakat kalangan pendapatan menengah dan menengah keatas

dengan menggunakan istilah rusunami sebagai pengganti kata apartemen.

Dengan melihat kondisi tersebut dapat diketahui bahwa tujuan pembangunan

rusunami ini bukanlah untuk menata hunian padat penduduk dan pemukiman

kumuh didaerah sekitar cihampelas, melainkan bertujuan untuk memberikan

alternatif investasi dan tempat tinggal bagi masyarakat kalangan menengah dan

menengah keatas. Dengan kata lain pembangunan ini adalah upaya alternatif

untuk menambah kapasitas ruang hunian baru di daerah yang padat penduduk

yang tentunya akan menambah kepadatan penduduk serta memaksakan

peningkatan daya tampung daerah cihampelas.

Gambar 6 & 7 . Kota Bandung dilihat dari cihampelas

Magister Studi Pembangunan-ITB 18 |

Page 19: Pembangunan Apartemen "The Jarrdin" Cihampelas dan Dampaknya Terhadap Lingkungan

Konsep penataan ruang yang dilakukan oleh pemerintah kota bandung

belumlah menitikberatkan pada kepentingan dan tujuan untuk meminimalisasi

kepadatan penduduk dan pemukihan kumuh di daerah cihampelas. Hal ini

terihat dari relatif mudahnya perijinan untuk alih fungsi lahan untuk dibangun

rusunami di daerah cihampelas. Kondisi ini menunjukan cenderung

diabaikannya dampak sosial, tata ruang dan lingkungan yang akan timbul, serta

tidak memperhitungkan kemampuan daya tampung daerah cihampelas yang

saat ini telah penuh sesak.

Fakta yang ada dilapangan menunjukan bahwa beberapa dampak sosial

dan lingkungan dari adanya pembangunan rumah susun ini antara lain yaitu,

bertambahnya masalah lingkungan hidup dan kepadatan penduduk di

Cihampelas, yang menyebabkan bertambahnya permasalahan sosial di kawasan

cihampelas, khususnya di daerah pembangunan rusunami The Jarrdin. Seperti

diketahui, lokasi apartemen sangatlah dekat dengai sungai Cikapundung yang

sehari-hari digunakan warga untuk berbagai keperluan akan kebutuhan air.

Apabila tidak ada pengolahan limbah yang memadai, kondisi ini memiliki

kecenderungan yang tinggi bahwa output limbah apartemen akan merusak

kualitas air Cikapundung. Selain itu, bila dilihat dari aspek tata ruang, lokasi

pembangunan rusunami ini cendeurng kurang memperhatikan aspek kepadatan

lalu-lintas Cihampelas, padahal salah satu tujuan didirikannya rumah susun

adalah untuk mempermudah mobilitas warga menuju lokasi pekerjaanya.

3.2 Analisis Ecological Footprint Kawasan Cihampelas

Berdasarkan komponen pengukuran ecological footprint sesuai dengan

kajian teori di atas, maka dapat diketahui ilustrasi dari proses konsumsi dan

produksi biologis kawasan Cihampelas bertambah bebannya dengan

dibangunnya rusunami di kawasan tersebut, dilihat berdasarkan daur energi

dan ekologi lingkungan. Untuk mendukung konsumsi makanan masyarakat

Cihampelas, sejumlah sumber daya alam dan jasa lingkungan digunakan dan

bersumber dari kawasan sekitar Bandung. Daging, sayur, dan telur dapat

berasal dari perkebunan dan peternakan di Bandung dan sekitarnya. Namun

untuk konsumsi ikan terutama ikan laut harus mendatangkan ikan dari pusat-

pusat Tempat Pelelangan Ikan, dan menggunakan transportasi yang

menggunakan bahan bakar fosil dan menghasilkan limbah gas CO2.

Kendaraan masyarakat Cihampelas akan menghasilkan limbah gas CO2

dimana sejumlah tanaman pohon diperlukan untuk mendaur CO2 dalam proses

Magister Studi Pembangunan-ITB 19 |

Page 20: Pembangunan Apartemen "The Jarrdin" Cihampelas dan Dampaknya Terhadap Lingkungan

fotosintesis. Peternakan dan perkebunan menggunakan tanah dan air untuk

mendukung produksinya, dan juga bahan-bahan lain yang bersumber dari alam

seperti amonium sulfat dan oksigen, cacing untuk dekompos limbah tanah, dan

bahan lainnya. Air yang digunakan untuk proses konsumsi rumah tangga dan

produksi bahan-bahan konsumsi tersebut dapat berasal dari air tanah yang

tersedia di kawasan perbukitan sekitar Bandung. Air tanah ini dapat berkurang

jika tingkat eksploitasi air tanah melebihi tingkat regenerasinya.

Dari ilustrasi proses konsumsi dan produksi di atas, dapat diduga bahwa

tingkat penggunaan sumber daya alam dan jasa lingkungan memberikan

kontribusi yang tinggi terhadap besarnya ecological footprint masyarakat

Cihampelas. Dengan kondisi masyarakat Cihampelas sekarang, beban

lingkungan Cihampelas untuk mendukung proses konsumsi dan produksi

masyarakat sudah cukup besar. Hal ini dapat dilihat dari padatnya arus

kendaraan di jalan Cihampelas dan tingginya kepadatan populasi penduduk

Cihampelas.

Dengan adanya pembangunan rusunami di Cihampelas tanpa

memindahkan pemukiman horizontal menjadi vertikal, akan semakin

meningkatkan kepadatan populasi penduduk Cihampelas. Hal ini dalam daur

energi dan ekologi lingkungan akan semakin meningkatkan ecological footprint

kawasan Cihampelas, sehingga mungkin di masa depan akan melebihi kapasitas

daya dukung lingkungan Bandung. Departemen Kementrian PU dalam

publikasinya Ecological Footprint of Indonesia (2010) menyatakan bahwa

ecological footprint jawa barat secara umum telah melebihi kapasitas dan daya

dukung lingkungannya. Hal ini dapat berarti bahwa jika beban lingkungan di

Cihampelas semakin meningkat maka akan terjadi kerusakan lingkungan yang

cukup besar dan akan merugikan tidak hanya masyarakat Cihampelas, namun

juga masyarakat Bandung dan Jawa Barat.

3.3 Perbandingan Konsep Pembangunan Rumah Susun

Melihat keberhasilan penataan pemukiman kumuh dengan pembangunan

rumah susun di cina, dapat diketahui bahwa konsep pembangunan rumah susun

di Indonesia khususnya di lokasi pengamatan studi memiliki beberapa

perbedaan yang cukup signifikan khususnya dalam upaya meminimalisasi

pemukiman kumuh dan keadatan penduduk. Pada pembangunan rusunami The

Jarrdin Cihampelas, terlihat jelas perbedaan tujuan pembangunan rusun dengan

Magister Studi Pembangunan-ITB 20 |

Page 21: Pembangunan Apartemen "The Jarrdin" Cihampelas dan Dampaknya Terhadap Lingkungan

pembangunan-pembangunan rusun di negara cina, seperti lokasi pembangunan

rusunami, harga sewa, infrastruktur dan aspek lingkungan.

Di Cina, pembangunan rumah susun dikelola dan dibangun oleh pihak

pemerintah, pola pembangunan ini menunjukan bahwa pembangunan rumah

susun dibangun layaknya membangun barang yang bersifat publik namun

penghuni rumah susun tersebut tetap diminta membayar uang sewa (bersifat

semi-public). Tujuan pembangunan ini cenderung efektif dan berjalan

sebagaimana mestinya, dimana pemerintah mampu untuk mengatur dan

memindahkan masyarakat yang tinggal di pemukiman kumuh dengan berbagai

insentif yang diberikan, sehingga masyarakat pun secara tertib dan

terkoordinasi diatur untuk mengisi rumah susun yang telah dibangun oleh

pemerintah tersebut. Dampak lingkungan dari adanya pemindahan penduduk

dari lingkungan tersebut antara lain menambah ruang-ruang hijau dan ruang

umum bagi publik. Oleh karena itu di negara cina seluruh pembangunan

perumahan di kota-kota di China saat ini sudah mengedepankan pembangunan

rumah susun dengan menerapkan konsep welfare policy dalam kebijakan

perumahannya, dengan menempatkan kebijakan strategis perumahan dalam

tujuan pembangan ekonomi secara keseluruhan, serta memadukan lembaga-

lembaga keuangan negara untuk tujuan ini terkait dengan kebijakan

pengembangan rumah susun untuk warga dalam jumlah besar yang

dikendalikan melalui program pemerintah.

Sementara itu, di Indonesia khsususnya di lokasi pengamatan,

menunjukan bahwa konsep pembangunan rumah susun cenderung belum

mampu untuk mengatasi permasalahan kepadatan penduduk dan mengurangi

jumlah pemukiman kumuh. Perbedaan konsep ini antara lain dapat dilihat dari

proses pembangunan rumah susun di Indonesia tidaklah dibangun dan dikelola

secara langsung oleh pemerintah, melainkan pemerintah hanya berperan

sebagai otoritas yang memberikan kemudahan-kemudahan bagi pihak

pengembang swasta (subsidi). Kondisi ini cenderung mempengaruhi pola dan

tercapainya tujuan pembangunan rumah susun.

Pembangunan rusunami THE JARRDIN Cihampelas cenderung tidak

bertujuan untuk menyerap dan memindahkan penduduk lingkungan kumuh di

cihampelas dan memindahkan ke dalam rumah susun tersebut, tetapi rumah

susun yang dibangun ini adalah untuk menyediakan atau menambah kapasitas

dan saya serap ruang penduduk cihampelas walaupun dilakukan dengan cara

Magister Studi Pembangunan-ITB 21 |

Page 22: Pembangunan Apartemen "The Jarrdin" Cihampelas dan Dampaknya Terhadap Lingkungan

menghabiskan ruang-ruang hijau dan ruang publik serta ditambah lagi dengan

lokasi pembangunan di sekitar daerah kumuh. Kondisi ini tidaklah mampu

mewujudkan tujuan penataan kota dan pemukiman kumuh daerah cihampelas

menjadi lebih baik.

3.4 Dikotomi dan Konflik

Dari pengamatan di lapangan, dapat ditemukan beberapa konflik

menyangkut pembangunan Apartemen Cihampelas dengan beberapa kelompok

penduduk yang berakibat pada kendala pada pembangunan apartemen

tersebut. Konflik tersebut pada dasarnya terjadi atas pertimbangan sebagai

berikut :

3.4.1 Konservasi Cagar Budaya

Lokasi pembangunan rusunami ini, pada awalnya adalah kolam

renang pemandian cihampelas yang merupakan lokasi cagar budaya di

daerah cihampelas. Bila dilihat dari sisi dan nilai sejarah, pemandian

Cihampelas telah memenuhi aspek-aspek bangunan bersejarah atara lain

yaitu aspek kelangkaan (tidak dimiliki daerah lain), aspek kesejarahan

(lokasi peristiwa bersejarah), Estetika, Superlativas (keunikan),

Kejamakan (mewakili ragam arsitektur tertentu) hingga pengaruh

terhadap social (meningkatkan citra lingkungan sekitar). Kondisi ini

membuat beberapa kelompok masyarakat menyayangkan pembangunan

apartemen yang bertajuk rusunami yang mengambil lokasi di cagar

budaya kolam renang Cihampelas yang merupakan kolam

renang/pemandian pertama di Hindia Belanda. Kondisi ini berpotensi

menimbulkan konflik sosial dan cenderung mengurangi satu-satunya

wilayah dan ruang hijau di daerah cihampelas.

Gambar 8. Bentuk Penolakan Warga terhadap Pembangunan Apartemen

Magister Studi Pembangunan-ITB 22 |

Page 23: Pembangunan Apartemen "The Jarrdin" Cihampelas dan Dampaknya Terhadap Lingkungan

3.4.2 Kegagalan Komunikasi

Berdasarkan pengamatan di lapangan dan wawancara dengan

warga sekitar, pembangunan apartemen sama sekali tidak melibatkan

masyarakat pada awalnya. Padalah aspek komunikasi dan sosialisasi

merupakan sangat penting untuk mewujudkan konsep Rusun yang

sesungguhnya. Dalam hal ini, pemerintah dan pengembang perlu

meyakinkan penduduk setempat yang sebagian besar berpenghasilan

rendah bahwa rusun bisa menjadi hunian yang layak untuk mereka

tempati.

Selama ini, kenyataan menunjukan bahwa masyarakat

berpenghasilan rendah belum memandang rumah susun sebagai hunian

yang layak berdasarkan pertimbangan bahwa : 1. Permasalahan-

permasalahan sosial yang mungkin timbul di rumah susun. 2. Kesulitan

dalam membiayai perawatan dan pengeluaran lainnya (Air, Listrik, dana

Kebersihan) yang akan dikenakan terhadap penghuni. 3. Penghuni tidak

dapat menjalankan bisnis informal seperti warung atau PKL. 4. Pola pikir

yang kurang bisa jadi menyebabkan penghuni berpenghasilan rendah

menjual unitnya, untuk kemudian membangun hunian kumuh di sisi kota

yang lain.

Konflik lain berkaitan dengan hal-hal teknis seperti kebisingan

selama proyek, kekhawatiran warga atas tertutupnya akses jalan, dan

ganti rugi atas kepentingan warga yang hilang selama pembangunan

apartemen dilaksanakan. Untuk menyelesaikan konflik tersebut,

pengembang masih menggunakan ‘cara instan’ antara lain dengan

memberikan uang ‘kerohiman’ kepada warga dengan besaran Rp. 19 juta

untuk 100 KK di sekitar lokasi pembangunan yang diberikan setiap

bulannya.

Selain itu, pengembang juga merekrut beberapa warga sekitar

untuk menjadi jasa keamanan selama proyek berlangsung. Perlu juga

diperhatikan, bahwa dari observasi lapangan, tampak tidak ada upaya

dari pengembang untuk mengajak penduduk agar nantinya mau

menempati apartemen setelah pembangunannya rampung. Hal ini

membuktikan bahwa pengembang tidak memproyeksikan penduduk

Magister Studi Pembangunan-ITB 23 |

Page 24: Pembangunan Apartemen "The Jarrdin" Cihampelas dan Dampaknya Terhadap Lingkungan

sekitar sebagai calon penghuni apartemen tersebut, dan sebaliknya

malah mempromosikan apartemen tersebut kepada warga pendatang.6

Gambar 9 : Bentuk Protes Warga Terhadap Pemerintah

3.4.3 Permasalahan lingkungan

Pembangunan Apartemen Cihampelas tidak lepas dari beberapa

permasalahan lingkungan, antara lain lokasi pembangunan yang

mengambil lahan hijau dan sumber air serta letaknya yang bersebelahan

dengan sungai Cikapundung.

3.4 Ketidakadilan

Salah satu masalah di dalam pembangunan apartemen The Jarrdin

cihampelas adalah adanya unsur ketidakadilan dan marjinalisasi yang dirasakan

sebagian besar kelompok masyarakat yang rentan dan kurang berdaya.

Seharusnya pengadaan rumah susun harus dapat menjawab tumbuhnya

permintaan atau tuntutan yang semakin beraneka ragam, yang tidak hanya

terbatas pada menjawab menurut kebutuhan kategori kelompok pendapatan.

Perumahan baru bagi masyarakat berpendapatan rendah semestinya tidak

difokuskan pada tipe kecil, melainkan pada upaya agar kebutuhan ruang

kelompok ini dapat terpenuhi. Artinya, pembangunan rumah susun harus

memacu efisiensi agar diperoleh keadaan perumahan yang lebih sesuai dengan

kebutuhan ruang dengan harga yang terjangkau, sehingga murah tidak selalu

diartikan kecil dan sederhana. Akan tetapi, pembangunan Rusunami The Jarrdin

Cihampelas cenderung lebih memihak pada kepentingan untuk mencari

6 Pengembang tampak mempersepsikan istilah apartemen dan rumah susun sebagai suatu hal yang berbeda, padahal secara konsep hal tersebut adalah identik. Seperti pengakuan warga sebagai berikut : “…Sampai saat ini tidak ada masalah. Karena memang fungsinya sebagai rusunami…beda dengan apartemen. Keberatan kita tadinya kalau pembangunan ternyata apartemen, pasti akan menutup akses warga, nanti kalau ada yang meninggal atau sakit, sulit….” (Iyat, Kepala RW 05)

Magister Studi Pembangunan-ITB 24 |

Page 25: Pembangunan Apartemen "The Jarrdin" Cihampelas dan Dampaknya Terhadap Lingkungan

keuntungan dan memberikan alternatif hunian bagi kalangan masyarakat

menengah keatas. Pembangunan rusunami ini dirasakan kurang tepat, dimana

pola yang diterapkan dalam pembangunan rusunami adalah layaknya

pembangunan apartemen. Hal ini dilihat dari relatifnya tingginya tingkat harga

jual rumah hunian, yang menunjukan bahwa tujuan utama pembangunan

rusunami ini bukanlah untuk menyediakan dan memindahkan pemukiman

kumuh (pola horizontal) di daerah cihampelas ke dalam rusunami tersbeut (pola

vertikal) , melainkan menambah tingkat kepadatan penduduk yang ironisnya

dibangun di tengah-tengah pemukiman kumuh dan padat penduduk.

Kecenderungan munculnya ketidakadilan ini terjadi akibat praktek

diskriminasi politik, ekonomi dan spasial terhadap kelompok masyarakat yang

kurang berdaya oleh kekuatan-kekuatan hegemonik dalam hal ini adalah

penduduk sekitar lokasi pembangunan. Dalam pembangunan rusunami ini,

pemerintah dan pihak pengembang kurang memberdayakan kelompok

masyarakat tersebut dengan mengembangkan proses-proses dan mekanisme

yang bersifat adil dan setara untuk mendapatkan berbagai peluang dan akses di

dalam pembangunan rumah susun dan diberikannya hak-hak yang setara untuk

mendapatkannya. Upaya kesetaraan dan keadilan ini sangat penting untuk

dilakukan dalam upaya mencapai kesetaraan hak dalam akses dan peluang di

dalam pembangunan yaitu antara lain:

1. hak dan akses atas tanah dan rumah susun;

2. hak atas pelayanan rumah susun;

3. hak dan akses atas informasi dan transparansi pelayanan rumah

susun;

4. hak perlindungan hukum atas masalah rumah susun;

5. hak meminta pertanggungjawaban terhadap pemerintah atas masalah

rumah susun;

6. hak pekerja industri atas perumahan dan pelayanan rumah susun;

7. hak partisipasi masyarakat atas proses produksi dan pemeliharaan

rumah susun.

Pembangunan rumah susun di cihampelas ini cendeurung terfokus pada

penguasaan dengan cara pemilikan rumah, sementara jika dilihat pada

mobilitas (sosial maupun fisik) penduduk perkotaan yang ada sekarang,

terdapat kecenderungan kuat akan kebutuhan rumah dengan tingkat

pertumbuhan penduduk yang tinggi.

Magister Studi Pembangunan-ITB 25 |

Page 26: Pembangunan Apartemen "The Jarrdin" Cihampelas dan Dampaknya Terhadap Lingkungan

Kepranataan yang ada juga tidak secara signifikan mengakomodasi

kebutuhan perkembangan lingkungan rumah susun yang ada (the existing

stock) sebagai potensi penting bagi pemenuhan kebutuhan perumahan dan

sarana bagi proses transformasi sosial maupun rumah-rumah individual.

Program pembangunan rumah susun secara umum hingga saat ini belum

mampu memenuhi kebutuhan perumahan yang layak bagi masyarakat

khususnya masyarakat berpenghasilan rendah dan tidak tetap. Kelayakan

tampaknya perlu dipahami dengan cara pandang lain, yaitu bukan secara teknis

rasional melainkan dengan memahami kehidupan atau sifat sosio-ekonomi

masyarakat yang bersangkutan.

Pada dasarnya masyarakat berpenghasilan rendah akan memilih tempat

tinggal dengan lokasi yang relatif dekat dengan tempat usahanya. Untuk itu

dalam perkembangannya di kota Bandung, khususnya daaerah cihampelas

pertumbuhan kawasan-kawasan kumuh cenderung cepat tumbuh dan

berkembang karena cihampelas merupakan pusat kegiatan ekonomi.

Keterlambatan pemerintah kota bandung dalam menyikapi permasalahan ini

seringkali ditambah dengan kurang tepatnya perencanaan dan penataan kota

yang terlihat dari penentuan lokasi pembangunan rumah susun yang lokasinya

tidak strategis, atau bahkan merubah kawasan kumuh dengan perumahan

susun namun seringkali tidak tepat sasaran, dimana rumah susun tersebut

relatif dihuni oleh masyarakat kalangan pendapatan menengah dan menengah

keatas, sehingga tujuan utama rusun sebagai alternatif hunian dan alteratif

upaya untuk menata lingkungan kumuh sulit untuk dicapai.

IV. Kesimpulan

Berlandaskan hasil pengamatan dan analisis diatas, dapat diketahui

bahwa pembangunan rusunami The Jarrdin di Cihampelas tidaklah mampu

untuk meminimalisir tingkat kepadatan penduduk dan pemukiman kumuh di

daerah Cihampelas. Pembangunan rusunami tersebut cenderung akan

menambah beban lingkungan di cihampelas dan berpotensi mengganggu

keselarasan dan keharmonisan kehidupan sosial. Dari hasil penelitian ini

Magister Studi Pembangunan-ITB 26 |

Page 27: Pembangunan Apartemen "The Jarrdin" Cihampelas dan Dampaknya Terhadap Lingkungan

menunjukan bahwa untuk meminimalisir dan menata pemukiman kumuh di

berbagai daerah di Indonesia khususnya di kota Bandung, penerapan konsep

tower (program pembangunan rusun) layaknya di negara-negara lain denagn

tujuan untuk memindahkan hunian dan tempat masyarakat yang sebelumnya

berpola horizontal menjadi vertikal tidak mampu diterapkan dan diwujudkan.

Ketidakmampuan rusun mengatasi permasalahan kepadatan penduduk dan

pemukiman kumuh tidak dapat dipisahkan dari tujuan dan perencanaan

pembangunan kota dan pengelolaannya. Pemerintah harus memiliki kesadaran

dan komitmen untuk menyediakan rumah layak huni bagi seluruh rakyat seiring

sejalan dengan komitmen mengelola urbanisasi yang berkelanjutan. Urusan

perumahan (kota) dan pengelolaan kota adalah dua hal yang sangat kompleks,

sehingga perlu dikelola dengan sangat seksama dan objektif, terlepas dari

campurtangan kepentingan birokrasi rente maupun politik praktis.

Akan tetapi, di sinilah letak permasalahan yang dihadapi Indonesia, yang

juga dihadapi oleh kota Bandung, yaitu arah kebijakan, pola pengelolaan kota

dan mekanisme sistem penyediaan perumahan untuk rakyat yang masih sangat

lemah. Sehingga seringkali tidaklah jelas siapa yang dimaksud dengan rakyat

dalam proses dan penerapan serta perumusan suatu kebijakan. Dalam kondisi

backlog perumahan dan permukiman kumuh perkotaan yang semakin meluas

dan bertumbuh dengan cepat, kota-kota di Indonesia khususnya kota Bandung

yang menjadi objek penelitian kami, sebenarnya masihlah sangat jauh dari

konsep pembangunan berkelanjutan serta masih relatif sangat rendahnya aspek

kenyamanan dan tingkat pelayanan publik. Di dalam prakteknya, justru banyak

proyek pembangunan menara rusunami yang dibangun tidak terencana sejalan

dan selaras dengan rencana kota yang baik. Banyak rumah susun dibangun di

lahan kecil-kecil dan terpencar-pencar. Tidak sedikit rumah susun dibangun

hanya setengah twin-blok atau satu menara saja di lahan 3000 sd 5000 m2. Hal

ini terpaksa dilakukan karena pengadaan tanah dan konstruksi yang tidak

terpadu di dalam suatu sistem penyediaan perumahan publik. Akibatnya

pembangunan menara-menara rusunami cenderung merusak daya dukung

prasarana dan fasilitas kota, merusak dan memperburuk kondisi lingkungan

dan kesehatan serta menimbulkan berbagai konflik sosial.

Pembangunan rusunami the Jarrdin cihampelas dengan jelas terlihat

memiliki pola yang hanya mengandalkan mekanisme perumahan komersial

dengan menyerahkan urusan dari hulu hingga hilir sepenuhnya kepada para

pengembang swasta, yang pada akhirnya menghasilkan tata wilayah dan

Magister Studi Pembangunan-ITB 27 |

Page 28: Pembangunan Apartemen "The Jarrdin" Cihampelas dan Dampaknya Terhadap Lingkungan

perkotaan yang terpencar (scattered) dan menjalar-jalar (sprawl) serta merusak

lingkungan. Pembangunan kawasan permukiman skala besar dan kota-kota

baru untuk golongan menengah seperti ini cenderung atas menghasilkan tata

wilayah perkotaan dan lingkungan yang semakin tidak berkelanjutan, yang

ditandai kemacetan, kekumuhan, dan banjir.

Belum adanya sikap dan arah kebijakan yang tegas dari pemerintah,

khususnya pemerintah kota Bandung untuk mendukung revitalisasi Perumnas

sebagai NHUDC (National Housing and Urban Development Corporation)

sebagaimana sudah diusulkan oleh Perumnas sendiri, menyebabkan masalah

perumahan dan perkotaan semakin kehilangan arah. Belum adanya solusi yang

menjanjikan untuk menangani masalah perumahan sangat murah bagi keluarga-

keluarga miskin di kolong jembatan (permukiman kumuh ilegal) sebagaimana

diinstruksikan Presiden beberapa waktu lalu dengan konsep 1000 towernya,

ditandai dengan belum adanya kebijakan yang mendukung pembentukan

lembaga khusus untuk menangani community based housing delivery system,

dalam rangka pengentasan permukiman kumuh dan ilegal. Padahal sudah ada

contoh di negara-negara lain seperti CODI di Thailand, URA di Singapura dan

HCA di Inggris.

Semua kenyataan ini menunjukkan langkah-langkah pemerintah yang

belum didukung oleh arah kebijakan yang efektif, sistem kelembagaan, maupun

kerangka regulasi yang komprehensif dan terpadu dalam rangka memenuhi

kebutuhan perumahan untuk seluruh rakyat dan mencapai kota-kota yang bebas

permukiman kumuh dan layak huni.

Untuk itu, dari hasil pengamatan dan analisis kami, kiranya perlu segera

dilakukan pengkajian ulang terhadap kebijakan pembangunan perumahan dan

perkotaan secara menyeluruh. Sehingga peran pemerintah sebagai pengatur

dan pengelola kehidupan bermasyarakat dapat menciptakan kesejahteraan dan

keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia, tidak hanya sekedar mengorbankan

nasib mayoritas rakyat untuk kepentingan dan kesejahteraan segelintir

(minoritas) rakyat.

Magister Studi Pembangunan-ITB 28 |

Page 29: Pembangunan Apartemen "The Jarrdin" Cihampelas dan Dampaknya Terhadap Lingkungan

Daftar Pustaka

Castells, Manuel dan Alejandro Portes. (1989). “World Underneath: The Origins, Dynamics, and Effects of the Informal Economy.” The Informal Economy: Studies in Advance and Less Developed Countries. Alenjandro Portes, Manuel Castells, and Lauren A. Benton. London, The Johns Hopkins

Hugo, Graeme J. (1991). “Partisipasi Kaum Migran dalam Ekonomi Kota di Jawa Barat.” Urbanisasi, Pengangguran, dan Sektor Informal di Kota. Chris Manning dan Tadjuddin Noer Effendi. Jakarta, Yayasan Obor Indonesia.

H. Juniarso Ridwan. (2008) .Kebijakan Penataan Ruang di Kota Bandung. Diskusi di Kantor Detik.com.

Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor: 11 Tahun 2005 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor: 03 Tahun 2005 Tentang Penyelenggaraan Ketertiban, Kebersihan dan Keindahan.

Resmi Setia M. (2008). “Menata atau Menggusur?” Opini Pikiran Rakyat.

University Press: 11-37. Ministry of Public Works of Republic of Indonesia. 2010. Ecological Footprint of Indonesia. Directorat General of Spatial Planning: Indonesia.

Wackernagel, M., Onisto, L., Bello, P., et al. 2007. National Natural Capital Accounting With the Ecological Footprint Concept. Ecological Economics 29 (1999): 375 – 390.

Zulviton, H., et al. 2010. Konsep Rusunawa Untuk Urban Renewal Bagi Permukiman Kumuh Studi Kasus Kawasan Pantai Purus Kota Padang. Seminar Nasional Perumahan Permukiman dalam Pembangunan Kota 2010 : 1-14

http://footprint.wwf.org.uk/

http://www.footprintnetwork.org/en/index.php/gfn/page/calculators/

http:// griyaidola.com.htm l/

Magister Studi Pembangunan-ITB 29 |

Page 30: Pembangunan Apartemen "The Jarrdin" Cihampelas dan Dampaknya Terhadap Lingkungan

Lampiran

Script Wawancara dengan penduduk sekitar lokasi pembangunan

Pada saat proses wawancara menggunakan bahasa sunda, namun pada transkrip wawancara dibawah ini telah mengalami editing alih bahasa ke dalam bahasa Indonesia. Serta menghilangkan pembahasan yang tidak berkorelasi dengan tujuan wawancara.

Keterangan : T : Tanya J : Jawab

Waktu : 9 Oktober 2011, 18.35 WIB

Lokasi : Mesjid RW05

Narasumber : Penduduk asli cihampelas

T : Apa tanggapan bapa terhadap pembangunan Rusunami Jarddin cihampelas?

J : Sebetulnya kami sebagai warga merasa kecewa dengan pembangunan rusunami tersebut, kami beserta wakil RW melakukan aksi penolakan, salah satunya dengan membuat spanduk. Kami mengadakan pertemuan seminggu sekali di mesjid ini untuk membahas penolakan terhadap pembangunan rusunami. Namun apa daya, uang sudah punya kuasa, sekarang jadi adem ayem.

Warga sekitar lokasi pembangunan apartemen yang semula mengolah kebun milik pemerintah di lokasi pembangunan rusunami, diberi ganti rugi oleh pihak pengembang rusunami, masing- masing pemilik kebun diberi 1,5jt., pemilik kandang ayam diberi 2,5 jt. Dengan pemberian uang tersebut menyumpel mulut warga, hasilnya warga yang tadinya mempermasalahkan pembangunan rusunami menjadi menutup mulut.

Sebagian warga yang masih memprotes tidak dihiraukan oleh pengembang rusunami. Tiba tiba warga melihat sudah banyak alat alat berat lalu lalang.

Pada jaman saya SD, jalan disekitar lokasi pembangunan rusunami sangat asri, ukuran jalannya besar, kiri kanan pohon cemara, lengkap dengan lampu penerangan jalan, lapangan parkir yang semula dipakai untuk parkir kolam renang, banyak dimanfaatkan warga sekitar untuk mencari nafkah, seperti pencucian mobil. Selain itu, lapangan parkir sering digunakan untuk kegiatan masyarakat, seperti olahraga, hari raya

Magister Studi Pembangunan-ITB 30 |

Page 31: Pembangunan Apartemen "The Jarrdin" Cihampelas dan Dampaknya Terhadap Lingkungan

islam, solat ied. Yang lebih penting lagi, bangunan kolam renang adalah merupakan bangunan cagar budaya yang seharusnya dilestarikan.

Pada saat peletakan batu pertama, sama sekali Tidak ada tawaran dari pengembang untuk memberdayakan warga sekitar dalam pembangunan proyek tersebut.

Kita merasa kecewa.

T : Apa bapa mengetahui siapa pemilik asli kolam renang cihampelas?

J : Kepemilikan pribadi, sama yang punya centrum, kakak beradik

T : Apakah ada gangguan dari proyek pembangunan rusunami terhadap warga?

J : Ada, gangguan bising dari mesin mesin pengebor.

T : Apa saran dan kritik bapa terhadap pembangunan yang seperti rusunami tersebut?

J : Harusnya pembangunan toko-toko pusat keramaian seperti ini dilakukan di pinggir kota saja. Pindah pindahkan ke pinggiran kota, supaya polusi dan kemacetan bisa diminimalisir.

Waktu : 16 Oktober 2011 pukul 17.15 WIB

Lokasi : Balai RW 08

Narasumber : Ketua RW 08

T : Apa tanggapan bapak terhadap pembangunan Rusunami Jarddin

cihampelas?

J : hanya manis awalnya saja.

T : apa yang pertama di sosialisasikan pengembang kepada warga?

J : harusnya ada ijin tetangga, sebelum terjadi bentrok dengan warga, pengembang tidak meminta ijin warga. Setelah terjadi bentrok, mulai warga dirangkul oleh pengembang. Tidak ada dana sosial dari pihak pengembang kepada warga. Bapa dengan rekan rekan mengajukan proposal, dan ditanggapi oleh pengembang, bahwa sudah telat. Maka saya to the point saja, mau memberi apa ke RW08? Ternyata jawaban dari pengembang sudah tidak ada dana untuk warga. Hal ini membuat saya pusing, dan tidak mau mengurusnya lagi. Pernah warga yang

Magister Studi Pembangunan-ITB 31 |

Page 32: Pembangunan Apartemen "The Jarrdin" Cihampelas dan Dampaknya Terhadap Lingkungan

rumahnya dekat dengan proyek diberi dana kira kira 1 juta, itupun hanya sekali.

T : apakah dari warga sekitar ada yang menjadi pekerja di proyek pembangunan rusunami?

J : ada, , ada beberapa warga yang menjadi security, tetapi tidak melewati pengurus. Warga yang menjadi security di pembangunan proyek, melamar secara pribadi, bukan recruitment dari pengembang.

T : apa ada gangguan ?

J : ada, suara bising yang sering mengganggu selama proses pembangunan. Dalalm jangka panjang, warga terganggu dengan lingkungan yang menjadi gaduh, akibat aktifitas di rusunami, dan limbah semakin menumpuk.

Waktu : 16 Oktober 2011 pukul 19.27 WIB

Lokasi : Rumah Ketua RW 05

Narasumber : Ketua RW 05

T : Terkait dengan warga, apa ada keluhan mengenai proyek pembangunan rusunami cihampelas?

J : Sampai saat ini ga ada masalah. Karena memang fusnginya itu rusunami, kalo apartemen sudah ditutup mungkin ya. jadi karena itu rusunami, ya terbuka aja. Karena antara rusunami dan warga tidak ada batas, beda sama apartemen. Keberatan kita tadinya kalau pembangunan itu apartemen, pasti akan menutup akses warga, nanti kalau ada yang meninggal atau sakit, sulit..

T : Apakah ada kompensasi dari pengembang untuk warga ?

J : Ada.

T : Berupa apa?

J : Berupa uang, hampir satu bulan itu, kompensasi ke 100 kepala keluarga, ada 3 rt, paling banyak rt 8, total 19 juta sebulan untuk 100 kepala keluaga selama proses proyek berjalan. Kalo setelah jadi nanti kita ini lagi, seperti keamanan, perparkiran, ya semua kita minta…mereka juga menghibahkan jalan masuk untuk jalan lingkungan. Dulu pemandian tidak ada kompensasi ke warga, parkir orang lain, penjagaan orang lain, kita aja mau mandi bayar. Semua sekarang dapat kompensasi. Kalo sekarang saya dari rw ya setuju setuju saja, warga semua setuju ya ngapain saya nolak. Penolakan waktu itu kan terjadi gatau karena apa, ya

Magister Studi Pembangunan-ITB 32 |

Page 33: Pembangunan Apartemen "The Jarrdin" Cihampelas dan Dampaknya Terhadap Lingkungan

mungkin karena kurangnya sosialisasi, saya juga gamau tau. Kalau warga menolak, ya saya pun menolak, cuman kan menolaknya karena apa? penolakan harus jelas karena apa penolakan itu. Orang berfikirnya kalau apartemen kan bakal tertutup, tapi kan begitu dikasih tau itu rusunami, yang merupakan proyek nasional 1000 tower, ya sudah.

T : Kalo dari pemerintah ada mediasi ga terhadap warga?

J : Pemerintah ada mediasi melalui lurah n camat sebagai mediator, pertama kan waktu itu mau untuk waterboom, untuk ciwalk, berobah2, tauttau jadi bangunan. Kalau di ijinnya rusunami, rumah susun hak milik. Ya memang kalo apartemen kan kita menolaak, karena sifatnya ekslusif. Kalo konsep awal sih gitu.

T : Jika dilihat dari sisi lingkungan, apakah ada dampak pembuangan limbah ke sekitar warga dari proyek pembangunan ini?

J : Limbah ya dibuang keluar, ya sementara ini kaya keamanan sudah ada dari warga setempat, ditampung disana.paling gitu. Proyek ini juga mundur 6 bulan karena prose’s negosiasi dengan warga yang lama. Kita prinsipnya kalau dari lembaga rw, ya terserah warga.

Magister Studi Pembangunan-ITB 33 |