Upload
herman-andreij-adriansyah
View
62
Download
8
Embed Size (px)
DESCRIPTION
a. Konsep hukum yang melatar belakangi keberadaan Hak Ingkar Notaris yaitu: Notaris disebut sebagai pejabat umum. Seseorang menjadi pejabat umum, ia diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah dan diberi wewenang dan kewajiban untuk melayani publik dalam hal-hal tertentu. Karena itu notaris sebagai pejabat umum ikut serta melaksanakan kewibawaan dari pemerintah. Pendapatan notaris diperoleh dari honorarium kliennya. Notaris oleh Undang- undang diberi wewenang untuk menciptakan alat pembuktian yang mutlak. Notaris sebagai jabatan kepercayaan wajib untuk menyimpan rahasia mengenai akta yang dibuatnya dan keterangan/pernyataan para pihak yang diperoleh dalam pembuatan akta, kecuali Undang-Undang memerintahkannya untuk membuka rahasia dan memberikan keterangan tersebut kepada pihak yang memintanyab. Dasar pemikiran yang melatar belakangi keberadaan Hak Ingkar Notaris yaitu: Hak ingkar lahir sebagai akibat adanya kewajiban menyimpan rahasia jabatan yang terkandung dalam. Pasal 4 ayat (2) UUJN tentang sumpah jabatan Notaris dan Pasal 16 ayat (1) huruf (e) serta Pasal 54 UUJN. Sedangkan pengaturan yang berkaitan dengan menjaga kerahasiaan dalam rangka jabatan diluar UUJN terdapat dalam Pasal 170 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Pasal 1909 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dan Pasal 322 ayat (1) Kitab Undang–Undang Hukum Pidana.c. Faktor Pembatas Penggunaan Hak Ingkar Notaris Dalam Menjaga Kerahasiaan Jabatan yaitu Ditinjau dari aspek teoritik dan praktek peradilan pada hakikatnya Notaris dalam menjalankan jabatannya dilihat dari dimensi fundamental, Notaris harus menjalankan jabatan sesuai dengan undang-undang, kode etik, aspek kehati-hatian, kecermatan, kejujuran dan amanah. Notaris sebagai Pejabat Umum mempunyai kewajiban untuk merahasiakan isi akta yang dibuatnya, dan mempunyai hak untuk mengundurkan diri sebagai saksi di dalam persidangan berdasarkan Pasal 170 rayat (1) KUHAP, Pasal 1909 ayat (2) dan Pasal 322 ayat (1) KUHP dan Pasal 4 ayat (2) Jo Pasal 16 ayat (1) huruf (e) Jo Pasal 54 UUJN, tentang hak ingkar. Dan dapat juga digugurkan oleh Pasal 66 ayat (1) UUJN. Khusus untuk akta yang dibuat oleh Notaris yang ada keterlibatannya dengan tindak pidana maka Pasal 66 ayat (1) UUJN di gugurkan, karena tidak diperlukan izin/persetujuan dari Majelis Pengawasan Daerah sebagaimana yang diatur dalam Pasal 66 UUJN.d. Rasio Kewajiban Notaris Menjaga Kerahasiaan Aktanya Apabila Dihadapkan Dengan Proses Peradilan Baik Dalam Proses Peradilan Pidana Maupun Perdata: Hak ingkar yang diberikan oleh undang-undang bagi notaris merupakan kewajiban dan berdasarkan sumpah rahasia jabatan serta ketentuan Pasal 54 UUJN. Berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Pasal 66 ayat (1) UUJN; untuk kepentingan proses peradilan, penyidik, penuntut umum atau hakim dengan Persetujuan Majelis Pengawas Daerah berwenang untuk memanggil Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan akta yang dibuatnya. maka Notaris wajib hadir memberikan kesaksian tentang apa yang dilihat, diketahui dan didengar tentang suatu peristiwa sehingga pemeriksaan kasus tersebut jadi transparan
Citation preview
ARTIKEL TOPIK UTAMA
PEMBATASAN PENGGUNAAN HAK INGKAR NOTARIS DALAM
MENJAGA KERAHASIAAN JABATAN MENURUT UNDANG-UNDANG
NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS1
Oleh:
Sarah Meity Pita Sari2
ABSTRACT
This thesis is entitled “Limiting Denial Rights of a Notary’s Roles in Keeping Secrets in Accordance with Indonesia Law Notary No. 30 Year 2004; The aim of this research is to examine the legal concepts and logical background for the existence of a notary’s denial rights. It is also concerned with constraints and reasons in the use of such rights in criminal and civil laws. A Notary is appointed and dismissed by the Government, s/he is authorized and responsible for the provision of certain legal services to public. This study used a macro-in abstract research approach. Preliminary studies of legal acts, history and concepts were conducted; legal and non-legal materials were referred to. Inventory of the materials is based on their principle, hierarchy, authoritative values in order to formulate their internal systematization. The analysis was attempted to discover Rechtsvinding. This study was intended to reconstruct produced laws (Rechtsconstructie), and their interpretations (rechtsinterpretatie). Conclusions of the thesis were drawn in a deductive way, namely based on common sense and concrete phenomena. The conclusions deduced were then applied in real situations. Notary is appointed and dismissed by the government and given the authority and obligation to serve the public in certain cases. Denial rights of a Notary are documented in Article 170 line 1 of Criminal Process Laws, Article 1909 of Private Laws and Article 322 Lines 1 of Criminal Laws. Also, Article 4 line 2 and Article 16 line 1 (e) of UUJN and may be nullified by Article 66 Line 1 of UUJN. Article 66 Line 1 of UUJN may also be nullified when a Notary’s legalized certificates are related to criminal sanction and it does not have be consented by Regional Supervisory Board as regulated in Article 66 of UUJN. There is no obligation for the notary to testify, even before court. This study suggests that if a notary has been called as a witness, he should be able to meet the call to give the testimonial needed to keep holding the oath of office.
Key words: Notary, Denial Rights, Official Pledge, Denial Obligation.
A. Pendahuluan
1 Artikel ini adalah ringkasan Tesis yang berjudul “ Pembatasan Penggunaan Hak Ingkar Notaris Dalam Menjaga Kerahasiaan Jabatan Menurut Undang–Undang Nomor 30 tahun 2004 tantang Jabatan Notaris”, yang ditulis oleh Sarah Meity Pita Sari, di bawah bimbingan Joni Emirzon, Mada Apriandi Zuhir dan H. Achmad Syarifudin, pada Program Studi Magister kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya, Palembang 2010.
2 Penulis adalah alumnus Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya, Tahun Kelulusan 2010
1
Profesi Notaris merupakan profesi yang sangat penting dan dibutuhkan
oleh masyarakat yang membutuhkan alat bukti, mengingat fungsi dari notaris
sebagai pembuat alat bukti tertulis berupa akta-akta otentik sebagaimana yang
tercantum dalam pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang
berbunyi: ”Suatu akta otentik ialah suatu akta yang didalam bentuk yang
ditentukan oleh Undang-Undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai
umum yang berkuasa untuk itu ditempat dimana akta dibuatnya”.
Perjalanan Notaris Indonesia mengalami perkembangan sesuai dengan
perkembangan Negara dan bangsa Indonesia. Sejarah komtemporer Indonesia
mencatat bahwa pada era reformasi terjadi perubahan lembaga notariat yang
cukup signifikan. Perubahan tersebut ditandai dengan berhasilmya pemerintah
orde Reformasi mengundang Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang
Jabatan Notaris (Stb. 1860-3) dan Reglement of Het Notaris Ambt in Indonesia
(Stb 1860:3) tentang Peraturan Jabatan Notaris3.
Dalam Pasal 1 ayat (1) UUJN, Notaris didefinisikan sebagai pejabat umum
yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya
sebagaimana dimaksud dalam UUJN.4 Notaris sebagai pejabat umum memiliki
peranan sentral dalam menegakkan hukum Indonesia, karena selain kuantitas
Notaris yang begitu besar, Notaris dikenal masuk kelompok elit Indonesia. Dasar
utama dari suatu profesi notaries adalah kepercayaan. Nilai lebih dari suatu
profesi adalah sejauh apakah seorang professional mampu menahan godaan atas
kepercayaan yang diembankan kepada mereka padahal godaan untuk
3 Abdul Ghofur Anshori. 2009. Lembaga Kenotariatan Indonesia. Yogyakarta : PT. UII Press. Hlm. 13.
4 Ibid
2
menyelewengkan kepercayaan begitu besar. Landasan yang berbentuk moralitas
menjadi mutlak untuk dibangun dan notaris sebagai kelompok memiliki andil
yang besar bagi masyarakat luas dalam membangun moralitas5.
Hak ingkar lahir sebagai akibat adanya kewajiban menyimpan rahasia
jabatan yang terkandung dalam pasal 4 ayat (2) UUJN tentang sumpah Jabatan
Notaris: ”Bahwa saya akan merahasiakan isi akta dan keterangan yang diperoleh
dalam pelaksanaan jabatan saya”.
Partisipasi notaris dalam gerak pembangunan nasional yang semakin
kompleks dewasa ini tentunya makin luas dan berkembang, sebab kelancaran dan
tuntutan kepastian hukum segenap usaha yang dilakukan oleh pihak–pihak makin
banyak dan makin meluas dan dalam hal ini tentunya tidak terlepas dari pelayanan
hukum yang dihasilkan oleh notaris. Produk tersebut haruslah mencerminkan
keadilan sosial dan tentu saja kepastian hukum itu sendiri6.
Pada sisi lain, Notaris dalam menjalankan jabatannya selaku Pejabat
Umum selain terikat pada suatu Peraturan Jabatan, juga terikat pada sumpah
jabatan yang diucapkannya pada saat diangkat sebagai Notaris, dimana Notaris
wajib untuk merahasiakan isi akta dan keterangan yang diperolehnya, seperti
ketentuan yang diatur dalam pasal 4 ayat (2), Pasal 16 ayat (1) huruf (e) dan Pasal
54 UUJN. Sedangkan pengaturan yang berkaitan dengan menjaga kerahasiaan
dalam rangka jabatan diluar UUJN terdapat dalam Pasal 170 ayat (1) Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Pasal 1909 ayat (2) Kitab Undang-
5 Ibid. Hlm. 1. 6 Liliana Tedjosaputro. 1994. Etika Profesi Notaris dalam penegakan hukum pidana.
Yogyakarta: Bigraf Publishing. Hlm. 4.
3
Undang Hukum Perdata, dan Pasal 322 ayat (1) Kitab Undang–Undang Hukum
Pidana.
Sejak Kehadiran institusi Notaris di Indonesia pengawasan terhadap
notaris selalu dilakukan oleh lembaga peradilan dan pemerintah, bahwa tujuan
dari pengawasan agar para Notaris ketika menjalankan tugas jabatannya
memenuhi semua persyaratan yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas jabatan
Notaris, demi untuk pengamanan dari kepentingan masyarakat, karena Notaris
diangkat pemerintah bukan untuk kepentingan diri Notaris sendiri tapi untuk
kepentingan masyarakat yang dilayaninya7. Pasal 67 ayat (1) UUJN menentukan
bahwa yang melakukan pengawasan terhadap Notaris dilakukan oleh Menteri.
Dalam melaksanakan pengawasan tersebut Menteri membentuk Majelis Pengawas
yang berjumlah 9 orang8, terdiri atas unsur pemerintah, organisasi Notaris dan
akademisi9.
Berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Pasal 66 ayat (1) Undang–
Undang tentang Jabatan Notaris :
Untuk kepentingan proses peradilan, penyidik, penuntut umum, atau hakim dengan persetujuan Majelis Pengawas Daerah Berwenang:a. mengambil fotokopi Minuta akta dan atau surat–surat yang
dilekatkan pada minuta Akta atau protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris, dan
7 GHS Lumban Tobing (2) .1992. Hak Ingkar dari Notaris dan hubungannya dengan KUHP. Jakarta:Media Notaris. Hlm. 301.
8 Habib Adjie. 2008. Hukum Notaris Indonesia Tafsir Tematik terhadap UU No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. Bandung: PT. Refina Aditama. Hlm 173
9 Dalam penjelasan Pasal 67 ayat (3) huruf c UUJN ditegaskan bahwa yang dimaksud akademik dalam ketentuan ini adalah ahli/akademisi dibidang hukum atau dapat ditafsirkan dosen atau pengajar pada fakultas hukum. Penerapan pasal ini perlu ditegaskan bahwa dosen atau pengajar tersebut betul-betul sebagai dosen atau pengajar pada fakultas hukum dan tidak mempunyai profesi lain seperti advokat atau pengecara atau profesi hukum lainnya. Hal ini untuk menunjukkan netralitas sebagai anggota Majelis Pengawas Notaris dan saling menghargai dalam melaksanakan tugas masing-masing.
4
b. memanggil Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan akta yang dibuatnya atau protokol Notaris yang berada dalam penyimpanan Notaris.
Pengawasan yang dilakukan oleh Majelis tidak hanya pelaksanaan tugas
jabatan Notaris agar sesuai dengan ketentuan UUJN tapi juga Kode Etik notaris
dan tindak tanduk atau perilaku kehidupan Notaris yang dapat mencederai
keluhuran martabat jabatan Notaris. Dalam pengawasan Majelis Pengawas (Pasal
67 ayat 5 UUJN) hal ini menunjukkan sangat luas ruang lingkup pengawasan
yang dilakukan oleh Majelis Pengawas10. Pengawasan terhadap pelaksanaan tugas
jabatan Notaris dengan ukuran yang pasti pada UUJN dengan maksud agar semua
ketentuan UUJN yang mengatur pelaksanaan tugas Jabatan Notaris dipatuhi oleh
Notaris, dan jika terjadi pelanggaran maka Majelis pengawas dapat menjatuhkan
sanksi kepada Notaris yang bersangkutan. Berdasarkan Uraian Diatas maka
timbulah Permasalahan sebagai berikut: 1) Apa konsep hukum dan dasar
pemikiran yang melatar belakangi keberadaan Hak Ingkar Notaris?; 2) Hal apa
saja yang menjadi faktor pembatas penggunaan hak ingkar Notaris dalam menjaga
kerahasiaan Jabatan?; 3)Apa rasio kewajiban Notaris menjaga kerahasiaan
aktanya apabila dihadapkan dengan proses peradilan baik dalam proses peradilan
pidana maupun perdata?
B. Kerangka Teori dan Konseptual
Penelitian tesis ini menggunakan teori Keadilan yang dikembangkan Jhon
Rawls sebagai Grand Theory. John Rawls memahami bahwa pada kondisi sosial-
ekonomi masyarakat yang tidak sama atau tidak seimbang, hukum harus
10 Habib Adjie. 2008.. Bandung: PT. Refika Aditama. Habib Ajie. 2008. Sanksi Perdata dan Administratif Terhadap Notaris Sebagai Pejabat Publik. Hlm.144
5
memberikan keuntungan bagi masyarakat, sesuai dengan prinsip sosial-ekonomi
dalam masyarakat11.
Selanjutnya terkait dengan teori keadilan ini, Dardji darmo Dihardjo dan
Sidarta menjelaskan bahwa keadilan merupakan salah satu tujuan hukum yang
paling banyak dibicarakan sepanjang perjalanan sejarah filsafat hukum. Kalau
melihat dari tujuan hukum yang berlaku hanya keadilan, tetapi juga kepastian
hukum dan kemanfaatan. Idealnya hukum memang harus mengakomodasikan
ketiganya.12
Mengacu kepada pemikiran hukum Jhon Rawls dan pemikiran hukum
Dardji Darmo Dihardjo dan Sidarta sebagaimana diuraikan diatas, maka dapat
dipahami bahwa notaris selain sebagai salah satu perangkat Hukum, disatu sisi
Notaris mempunyai ”Hak Ingkar” sebagai pejabat umum yang profesional dengan
harus memegang sumpah jabatannya untuk tidak merahasiakan isi aktanya dan
keterangan yang diperolehnya seperti ketentuan yang diatur dalam Undang-
Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, disisi lain Notaris harus
berdiri pada kepentingan negara yang mengacu pada kepentingan publik guna
terselesainya putusan yang adil, bermanfaat dan menjamin kepastian.
Kemudian teori-teori tersebut didukung pula oleh teori kewajiban yang
dikemukakan oleh Immanuel Kant, suatu perbuatan adalah baik jika dilakukan
karena kewajiban. Kant mengatakan juga : suatu perbuatan adalah baik, jika
dilakukan berdasarkan ’imperatif kategoris”. Imperatif kategoris mewajibkan kita 11 Jhon Rawls, dalam Muhammad Syaifuddin, 2009. Menggagas Hukum Humanistis
Komersial. (Upaya Perlindungan Hukum Hak Masyarakat Kurang dan Tidak Mampu atas Pelayannan Kesehatan Rumah Sakit Swasta Berbadan Hukum Perseroan Terbatas) Bayumedia dan AA LAW FIRM (Advocates & Solicitors), Malang, hlm.20.
12 Dardji Darmo Dihardjo dan Sidarta. 1995. Pokok-Pokok Filsafat Hukum. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Hlm. 153.
6
begitu saja, tak tergantung dari syarat apa pun. Kant mengatakan bahwa imperatif
kategoris yang terkandung dalam setiap perbuatan moral bisa dirumuskan secara
singkat Du sollst (Engkau harus begitu saja). Hal itu sama artinya dengan
mengatakan bahwa suatu perbuatan adalah baik, hanya kalau dilakukan karena
kewajiban.
Kemudian, Kajian hukum ini menggunakan teori Notaris sebagai Pejabat
Publik13, sebagai Middle Range Theory, dalam hal ini publik yang bermakna
hukum, bukan publik sebagai khalayak umum. Notaris sebagai pejabat publik
tidak berarti sama dengan pejabat publik dibidang pemerintahan yang dikatakan
badan atau pejabat tata usaha negara, hal ini dapat dibedakan dari produk masing-
masing pejabat publik tersebut, Notaris sebagai Pejabat Publik yang produk
akhirnya, yaitu akta otentik yang terikat dalam ketentuan hukum perdata terutama
dalam hukum pembuktian.Akta tidak memenuhi syarat sebagai keputusan tata
usaha negara yang bersifat konkret, individual dan final14, serta tidak
menimbulkan akibat hukum perdata bagi seorang atau badan hukum perdata,
karena akta merupakan formulasi keinginan atau kehendak (Wilsworming) para
pihak yang dituangkan dalam akta notaris yang dibuat dihadapan atau oleh
Notaris, sengketa dalam bidang perdata diperiksa di pengadilan umum (negeri)15.
Lebih lanjut Habib Adjie16, menjelaskan bahwa pejabat publik didalam
bidang pemerintahan produknya, yaitu surat keputusan atau ketetapan yang terkait
dalam ketentuan hukum administrasi negara yang memenuhi syarat sebagai 13 Habib Ajie. 2008. Sanksi Perdata dan Administratif Terhadap Notaris Sebagai Pejabat
Publik. PT. Refika Aditama. Bandung. Hlm. 3114 Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1986. Tentang Peradilan Tata Usaha
Negara.15 Habib Adjie. Op.Cit. Hlm. 33. 16 Ibid
7
penetapan tertulis yang bersifat, individual, dan final, yang menimbulkan akibat
hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata, dan sengketa dalam hukum
administrasi diperiksa di Pengadilan Tata Usaha Negara. Juga dapat disimpulkan
bahwa Notaris sebagai pejabat publik yang bukan Pejabat atau Badan Tata Usaha
Negara17.
Mengacu kepada pemikiran hukum teoretik Habib Adjie yang memahami
Notaris adalah: Pejabat publik yang mempunyai wewenang yang produk akhirnya
adalah akta otentik, selain berhak membuat akta, karena akta merupakan
formulasi keinginan atau kehendak (wilsworming) para pihak yang dituangkan
dalam akta Notaris18. Didalam penyelesaian suatu perkara perdata maupun pidana
Notaris mempunyai hak untuk mengundurkan diri sebagai saksi dan hak untuk
berkewajiban tidak berbicara/tidak memberikan keterangan mengenai akta yang
dibuatnya (mempunyai Hak ingkar) sesuai dengan ketentuan Pasal 4 ayat (2) Jo
pasal 16 ayat (1) huruf (e) Jo pasal 54 UUJN No.30/2004.
Penelitian tesis ini juga menggunakan teori perlindungan Hukum yang
dikembangkan oleh Philipus M.Hadjhon. Menurut Hadjon, perlindungan hukum
adalah suatu kondisi subjektif yang menyatakan hadirnya keharusan pada diri
sejumlah subjek hukum untuk segera memperoleh sejumlah sumber dana, guna
kelangsungan eksistensinya subjek hukum yang dijamin dan dilindungi oleh
hukum, agar kekuatannya secara terorganisasi dalam proses pengambilan
17 Ibid. Hlm. 31. 18 Ibid
8
keputusan politik maupun ekonomi, khususnya pada distribusi sumber daya, baik
pada peringkat individu maupun struktual19.
Mengacu kepada Pemikiran hukum teoretik Habib Adjie, sebagai Applied
Theory dapat dipahami bahwa Notaris sebagai pejabat publik tidak berarti sama
dengan pejabat publik dibidang pemerintahan yang dikatakan badan atau pejabat
tata usaha negara, hal ini dapat dibedakan dari produk masing-masing pejabat
publik tersebut, Notaris sebagai pejabat publik yang produk akhirnya yaitu akta
otentik yang terikat dalam ketentuan hukum perdata terutama dalam hukum
pembuktian20.
Kajian hukum ini memuat dan mengembangkan konsep-konsep hukum
sebagai berikut:
1. Pembatasan menurut Kamus adalah: Proses, perbuatan, cara membatasi,
syarat-syarat yang menentukan atau membatasi penerapan kaidah
kebahasaan
2. Notaris adalah Pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta
otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang.
3. Hak ingkar yaitu : hak untuk tidak berbicara yang berkaitan dengan
permasalahan akta yang dibuat oleh Notaris. Notaris dalam melaksanakan
jabatannya ada kemungkinan dipanggil sebagai saksi sehubungan dengan
akta yang dibuatnya. Didalam hal ini Notaris dihadapkan pada suatu
keadaan untuk menyimpan rahasia jabatan dan memberikan kesaksian.
19 Philipus M Hadjon. 1987. Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia. Surabaya: PT Bina Ilmu. Hlm.2.
20 Habib Adjie. Op.Cit. Hlm. 31.
9
C. Metode Penelitian
Kajian hukum ini adalah penelitian hukum In Abstracto/makro yang
berarti penelitian ini lebih menitikberatkan pada nilai, asas, norma atau kaidah
yang ada. Adapun pengertian penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran
berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatif. Logika keilmuan dalam
penelitian normatif dibangun berdasarkan disiplin ilmiah dan cara-cara kerja ilmu
hukum normatif21.
Jenis dan sumber bahan-bahan hukum yang digunakan sebagai bahan
dalam penelitian tesis ini, mencakup: Pertama, Bahan hukum primer, yaitu bahan-
bahan hukum yang mengikat dan terdiri dari: Norma atau kaidah dasar, yaitu
pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang Nomor 30 tahun
2004 tentang Jabatan Notaris, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana;
Kedua, Bahan hukum Sekunder terdiri dari bahan hukum yang menjelaskan bahan
hukum primer, seperti : Hasil penelitian, Jurnal ilmiah, Pertemuan ilmiah,
Pendapat para pakar yang relevan dengan pembahasan permasalahan dalam
penelitian ini, dan sebagainya; dan ketiga, Bahan Hukum Tersier terdiri dari22:
Kamus Hukum, Ensiklopedia, Indeks Kumulatif, Majalah, Surat kabar, dan
sebagainya. Dan Bahan Non Hukum Yaitu, bahan-bahan penelitian yang
membantu untuk memperjelas berbagai aspek yang berkaitan dengan hak ingkar
notaris, rasio kewajiban notaris menjaga kerahasiaan aktanya, seperti buku-buku
21 Johny Ibrahim. 2006. Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif. Malang: Bayumedia. Hlm.47
22 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji. 1990. Penelitian Hukum Normatif statu tinjauan singkat. Jakarta:PT.Rajawali Pers. Hlm 15.
10
hukum,wawancara lisan dan lain-lain. Berkaitan dengan bahan non hukum, data
diambil secara purposive sunpling dengan menggunakan metode wawancara
secara guiding interview.
Bahan hukum yang berhasil dihimpun diolah dengan melakukan
inventarisasi (penghimpunan, penataan, dan pemaparan), serta sistematisasi.
Inventirisasi bahan hukum didasarkan pada asas-asas perundang-undangan,hirarki
perundang-undangan,dan sifat otoritas (normatif atau ilmiah) yang terkandung
pada bahan hukum yang bersangkutan untuk memperoleh sistematisasi internal.
Selanjutnya, untuk bahan non hukum inventarisasi dan sistematisasinya
dilaksanakan dengan mengintegrasikannya dengan hasil inventarisasi internal
bahan hukum, sehingga diperoleh pemahaman yang tepat terhadap hak ingkar
notaris dalam menjaga kerahasiaan.
Teknik analisis bahan hukum pada penelitian hukum pada dasarnya adalah
teknik yang digunakan untuk melakukan penemuan hukum (Rechtsvinding) dalam
proses penelitian hukum. Pada penelitian ini analisis bahan hukum dilakukan
dengan melakukan kontruksi hukum (Rechtsconstructie), Penafsiran hukum
(Rechtsinterpretatie).
D. Temuan dan Analisis
1. Konsep Hukum Dan Dasar Pemikiran Yang Melatarbelakangi
Keberadaan Hak Ingkar Notaris
a. Konsep Hukum Yang Melatarbelakangi Keberadaan Hak Ingkar Notaris
11
Notaris adalah Pejabat Umum (openbaar ambtenaar). Menurut Soegondo
Notodisoerjo23,Seseorang menjadi pejabat umum, ia diangkat dan diberhentikan
oleh pemerintah dan diberi wewenang dan kewajiban untuk melayani publik
dalam hal-hal tertentu. Karena itu notaris sebagai pejabat umum ikut serta
melaksanakan kewibaan dari pemerintah. Notaris disebut sebagai pejabat umum
dikarenakan kewenangannya untuk membuat akta otentik. Meskipun disebut
sebagai pejabat umum namun notaris bukanlah pegawai negeri sebagaimana
dimaksud oleh peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang
kepegawaian. Notaris merupakan swasta yang terikat dengan peraturan jabatannya
dan selanjutnya notaris bebas dalam menjalankan profesinya.
Notaris diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah namun notaris tidak
menerima gaji dan pensiun dari pemerintah, Pendapatan notaris diperoleh dari
honorarium kliennya. Notaris oleh Undang- undang diberi wewenang untuk
menciptakan alat pembuktian yang mutlak, dalam pengertian apa yang disebut
dalam akta otentik itu pada pokoknya dianggap benar24.
Notaris fungsional menerima tugasnya dari negara dalam bentuk delegasi
dari negara. Hal ini merupakan salah satu rasio notaris diindonesia memakai
lambang negara yaitu Burung Garuda. Oleh karena menerima tugas dari negara,
maka yang diberikan kepada mereka yang diangkat sebagai Notaris dalam bentuk
sebagai pejabat negara25. Dengan demikian Notaris berperan melaksanakan
sebagian tugas negara dalam bidang hukum keperdataan, dan kepada Notaris
23 Soegondo Notodisoerjo.1982. Hukum Notariat di Indonesia. Jakarta: PT. Rajawali Pers. Hlm 44.
24 Abdul Ghofur Anshori. Op.Cit. Hlm. 1725 Habib Adjie. Op.Cit. Hlm. 9
12
dikualifikasikan sebagai Pejabat Umum yang berwenang untuk membuat akta
otentik, dan akta merupakan formulasi keinginan atau kehendak para pihak yang
dituangkan dalam akta Notaris yang dibuat dihadapan atau oleh Notaris, dan
kewenagan lainnya sebagaimana dimaksud dalam UUJN26.
Notaris sebagai jabatan kepercayaan wajib untuk menyimpan rahasia
mengenai akta yang dibuatnya dan keterangan/pernyataan para pihak yang
diperoleh dalam pembuatan akta, kecuali Undang-Undang memerintahkannya
untuk membuka rahasia dan memberikan keterangan tersebut kepada pihak yang
memintanya.
Menurut Habib Adjie, Notaris mempunyai Kewajiban Ingkar bukan untuk
kepentingan diri Notaris tapi untuk kepentingan para pihak yang telah
mempercayakan kepada notaris, bahwa Notaris dipercaya oleh para pihak mampu
menyimpan semua keterangan atau pernyataan para pihak yang pernah diberikan
dihadapan Notaris yang berkaitan dalam pembuatan akta27.
Yang menjadi dasar untuk hak ingkar bagi jabatan-jabatan kepercayaan
terletak pada kepentingan masyarakat, seorang Notaris berkewajiban
merahasiakan semua apa yang diberitahukan kepadanya selaku notaris yang
dipercaya publik. Jabatan notaris adalah kepercayaan (vertrouwensambt), yaitu ia
berkewajiban merahasiakan segala sesuatu yang diberitahukan oleh kliennya, baik
karena ketentuan hukum formal, maupun dikarenakan ketentuan hukum material.
b. Dasar Pemikiran Yang Melatarbelakangi Keberadaan Hak Ingkar Notaris
26 Pasal 1 angka 1 dan Pasal 15 ayat (1) UUJN27 Habib Adjie. Op.Cit. Hlm. 36
13
Istilah hak ingkar merupakan terjemahan dari verschoningsrecht yang
artinya adalah hak untuk dibebaskan dari memberi keterangan sebagai saksi dalam
suatu perkara baik itu perkara perdata maupun perkara pidana. Hak ini merupakan
pengecualian dari prinsip umum bahwa setiap orang yang dipanggil menjadi saksi
wajib memberikan kesaksian.28
Tiap-tiap orang yang dipanggil sebagai saksi, mempunyai kewajiban untuk
memberikan keterangan-keterangan. Seseorang yang berdasarkan undang-undang
dipanggil sebagai saksi, yang sengaja tidak memenuhi kewajibannya sebagai saksi
diancam pidana sebagai melakukan satu kejahatan. Pengecualiannya ialah apabila,
seorang yang dipanggil itu, mempunyai hak untuk menolak memberikan
keterangan-keterangan sebagai saksi, berdasarkan hubungan-hubungan tertentu
yang disebutkan dalam undang-undang.
Pasal 1909 K.U.H.Perdata mewajibkan setiap orang yang cakap menjadi
saksi, untuk memberikan kesaksian di muka pengadilan. Ketentuan ini tidak
berlaku terhadap mereka, yang berdasarkan ketentuan-ketentuan peraturan
perundangundangan dapat dibebaskan dari kewajiban untuk memberikan
kesaksian yaitu sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 1909 K.U.H.Perdata
dan Pasal 146 dan Paal 277 H.I.R., mereka dapat menpergunakan haknya untuk
mengundurkan diri sebagai saksi, dengan jalan menuntut penggunaan nak
Ingkarnya (verschoningsrecht).29 Hak Ingkar merupakan pengecualian terhadap
ketentuan umum yang disebut tadi yakni bahwa setiap orang yang dipanggil
28 Hal ini sebagagaiman dinyatakan secara implisit dalam Pasal 27 Undang-undang Dasar 1945, dimana dinyatakan bahwa setiap warga negara wajib menjunjung tinggiHukum dengan tidak ada kecualinya
29 Tobing, Op.Cit, Hlm. 120
14
sebagai saksi, wajib memberikan kesaksian. Demikian pula dalam Hukum Acara
Pidana diatur seseorang yang dapat mengundurkan diri sebagai saksi yang
mempunyai hak ingkar dalam Pasal 168 dan Pasal 170 Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Notaris adalah Pejabat Umum yang diangkat dan diberhentikan oleh
Pemerintah dan diberi wewenang dan kewajiban untuk melayani publik dalam
hal-hal tertentu, Karena itu notaris sebagai Pejabat Umum ikut serta melaksanakan
kewibawaan dari Pemerintah30. Notaris Juga sebagai Jabatan Kepercayaan wajib
untuk menyimpan rahasia mengenai akta yang dibuatnya dan keterangan para
pihak yang diperoleh dalam pembuatan akta, kecuali Undang-Undang
memerintahkannya untuk membuka rahasia dan memberikan keterangan tersebut
kepada pihak yang memintanya. Oleh karena itu Notaris mempunyai Kewajiban
Ingkar bukan untuk kepentingan diri Notaris tapi untuk kepentingan para pihak
yang telah mempercayakan kepada Notaris.
Hak ingkar lahir sebagai akibat adanya kewajiban menyimpan rahasia
jabatan yang terkandung dalam. Pasal 4 ayat (2) UUJN tentang sumpah jabatan
Notaris “Bahwa saya akan merahasiakan isi akta dan keterangan yang diperoleh
dalam pelaksanaan jabatan saya”, artinya Notaris wajib merahasiakan segala
sesuatu yang berkenaan dengan akta yang akan dibuat, mulai dari persiapan
pembuatan akta sampai dengan isi akta, dan Pasal 16 ayat (1) huruf (e) “Dalam
menjalankan jabatannya, Notaris berkewajiban merahasiakan segala sesuatu
mengenai akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh guna
pembuatan akta sesuai dengan sumpah/janji jabatan, kecuali undang-undang
30 Soegondo Notodisoerjo. Loc.Cit.
15
menentukan lain, serta Pasal 54 UUJN. Sedangkan pengaturan yang berkaitan
dengan menjaga kerahasiaan dalam rangka jabatan diluar UUJN terdapat dalam
Pasal 170 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Pasal 1909 ayat
(2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dan Pasal 322 ayat (1) Kitab Undang–
Undang Hukum Pidana.
2. Faktor Pembatas Penggunaan Hak Ingkar Notaris Dalam menjaga
Kerahasiaan Jabatan
Notaris dalam menjalankan jabatannya dilihat dari dimensi fundamental,
Notaris harus menjalankan jabatan sesuai dengan undang-undang, kode etik,
aspek kehati-hatian, kecermatan, kejujuran dan amanah. Apabila aspek ini
terabaikan dalam pembuatan akta, maka Notaris tersebut akan menanggung akibat
atas pelanggaran prinsip fundamental yang harus dipenuhinya.
Notaris dalam melaksanakan jabatan ada kemungkinan dipanggil sebagai
saksi sehubungan dengan akta yang dibuatnya. Dalam hal ini Notaris dihadapkan
pada suatu keadaan untuk tidak dapat memberikan keterangan berdasarkan
sumpah rahasia jabatan dan/atau memberikan kesaksian sebatas yang dia lihat dan
dia dengar, baik di tingkat penyidikan maupun pengadilan.
Notaris sebagai Pejabat Umum mempunyai kewajiban untuk merahasiakan
isi akta yang dibuatnya, dan mempunyai hak untuk mengundurkan diri sebagai
saksi di dalam persidangan berdasarkan Pasal 170 rayat (1) KUHAP, Pasal 1909
ayat (2) dan Pasal 322 ayat (1) KUHP dan Pasal 4 ayat (2) Jo Pasal 16 ayat (1)
huruf (e) Jo Pasal 54 UUJN, tentang hak ingkar. Hak ingkar yang dimiliki Notaris
berdasarkan Pasal 170 ayat (1) KUHAP, Pasal 1909 ayat (2) Perdata, dan Pasal
16
322 ayat (1) KUHP Jo Pasal 4 ayat (2) Pasal 16 ayat (1) huruf (e) Jo Pasal 54
UUJN, dapat juga digugurkan oleh Pasal 66 ayat (1) UUJN31.
Terhadap perkara pidana Notaris wajib hadir memberi kesaksian dengan
persetujuan Majelis Pengawas Daerah. Karena dalam perkara Pidana yang dicari
adalah kebenaran materiil, Notaris wajib memberikan kesaksian tentang apa yang
dilihat, dan diketahui tentang suatu peristiwa sehingga pengungkapan kasus
tersebut menjadi transparan dan kebenaran materiil dapat dicapai32. Akan tetapi,
apabila yang dinyatakan adalah seputar tentang kerahasiaan suatu akta yang tidak
mungkin diungkapkan dalam persidangan maka lebih baik Notaris tersebut
meminta untuk mengundurkan diri sebagai saksi berkenaan dengan kerahasiaan
aktanya berdasarkan ketentuan Pasal 170 ayat (1) KUHAP dan Pasal 1909 ayat 2
KUHPerdata.
3. Rasio kewajiban Notaris menjaga kerahasiaan aktanya apabila
dihadapkan dengan proses peradilan baik dalam proses peradilan pidana
maupun perdata
Dalam praktik sering pula Notaris dijadikan atau didudukkan sebagai
Tergugat oleh pihak yang lainnya, yang merasa bahwa tindakan hukum yang
tersebut dalam akta dikategorikan sebagai tindakan atau perbuatan hukum Notaris
atau Notaris bersama-sama pihak lainnya yang juga tersebut dalam akta33.
Dalam kaitan ini Notaris boleh digugat, dan gugatan ini langsung
ditujukan kepada Notaris sendiri (Tergugat tunggal), tapi dalam hal ini ada
31 GHS Lumban Tobing (2).1992. Hak Ingkar dari Notaris dan hubungannya dengan KUHP. Jakarta: Media Notaris. Hlm. 121.
32 Sudikno Mertokusumo. 1988. Hukum Acara Perdata Indonesia. Yogyakarta : PT. Liberty Yogyakarta. Hlm. 107
33 Habib Adjie. 2008. Hukum Notaris Indonesia Tafsir Tematik terhadap UU No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. Bandung: PT. Refina Aditama. Hlm.21.
17
batasannya atau parameternya untuk menggugat Notaris, yaitu jika para pihak
yang menghadap Notaris (para pihak/penghadap yang namanya tersebut/tercan-
tum dalam akta) ingin melakukan pengingkaran (atau ingin mengingkari): Hari,
tanggal, bulan dan tahun menghadap, Waktu (pukul) menghadap, Tanda tangan
yang tercantum dalam minuta akta, Merasa tidak pernah menghadap, Akta tidak
ditandatangani di hadapan Notaris, Akta tidak dibacakan, Alasan lain berdasarkan
formalitas akta.
Pengingkaran atas hal-hal tersebut dilakukan dengan cara menggugat
Notaris (secara perdata) ke Pengadilan Negeri, maka para pihak tersebut wajib
membuktikan hal-hal yang ingin diingkarinya, dan Notaris wajib
mempertahankan aspek-aspek tersebut, sehingga dalam kaitan ini perlu dipahami
dan diketahui Kaidah Hukum Notaris yaitu ”akta Notaris sebagai akta otentik
mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna, sehingga jika ada orang/pihak
yang menilai atau menyatakan bahwa akta tersebut tidak benar, maka
orang/pihak yang menilai atau menyatakan tersebut wajib membuktikan penilaian
atau pernyataannya sesuai aturan hukum”.34
Jika gugatan terhadap pengingkaran tersebut tidak terbukti, maka akta
Notaris tersebut tetap berlaku dan mengikat para pihak dan pihak-pihak yang
terkait sepanjang tidak dibatalkan oleh para pihak sendiri atau berdasarkan
putusan pengadilan, demikian pula jika gugatan tersebut terbukti, maka akta
Notaris terdegradasi kedudukannya dari akta otentik menjadi akta di bawah
34 ? Kaidah Hukum Notaris ini sejalan dengan ketentuan Pasal 163 HIR/283 Rbg bahwa barangsiapa yang mendalilkan mempunyai suatu hak, atau guna menguatkan haknya atau untuk membantah hak orang lain, menunjuk kepada sesuatu peristiwa, diwajibkan membuktikan hak atau peristiwa tersebut
18
tangan, sebagai akta di bawah tangan maka nilai pembuktiannya tergantung para
pihak dan hakim yang akan menilainya. Jika pedegradasian kedudukan akta
tersebut ternyata merugikan pihak yang bersangkutan (Penggugat) dan dapat
dibuktikan oleh Penggugat. Maka Penggugat dapat menuntut ganti rugi kepada
Notaris yang bersangkutan35. Jika Notaris tidak dapat membayar ganti rugi yang
dituntut tersebut, maka berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap tersebut Notaris dapat dinyatakan Pailit. Kepailitan Notaris
tersebut dapat dijadikan dasar untuk memberhentikan sementara Notaris dari
jabatannya, jika berada dalam proses pailit (Pasal 9 ayat [1] huruf a UUJN), dan
diberhentikan dengan tidak hormat dari jabatannya, jika dinyatakan pailit
berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap
(Pasal 12 huruf a UUJN)36.maka kepada Notaris yang bersangkutan atau kepada
pemegang protokolnya masih tetap berkewajiban untuk mengeluarkan salinannya
atas permintaan para pihak atau penghadap atau para ahli warisnya37.
Peranan Notaris dalam proses peradilan yaitu sebagai saksi dan saksi ahli.
Jika Notaris berperan sebagai saksi ahli maka hal tersebut tidak akan melanggar
rahasia jabatan karena keterangan dibatasi hanya pada pengetahuan dan
keahliannya yang komprehensif dan mendalam tentang ilmu hukum dan
kenotariatan. Namun bila Notaris berperan sebagai saksi, maka ia akan
memberikan keterangan yang menyangkut substansi akta, manakala ada ketentuan
eksepsional yang mengharuskan Notaris untuk memberikan kesaksian.
Keterangan saksi diberikan dalam kapasitasnya sebagai orang yang mengalami/
35 Habib Adjie. Op.Cit. Hlm. 22. 36 Ibid 37 Ibid
19
mengetahui kejadian atau fakta yang sebenarnya dari suatu peristiwa yang tengah
diperiksa. Dalam proses peradilan perdata yang dicari kebenaran formil, yaitu
kebenaran hanya didasarkan pada hal-hal yang dikemukakan sebagai bukti oleh
para pihak dipengadilan, keterangan saksi bukanlah alat bukti utama. Hal yang
diutamakan dalam peradilan perdata adalah bukti tulisan, terutama tulisan dalam
bentuk akta otentik. Hal ini ditegaskan dalam pasal 1866 KUHPerdata38.
Untuk memanggil Notaris sebagai saksi dalam perkara Perdata tidak
terlalu perlu, pada umumnya cukup aktanya sebagai alat bukti. Keterangan saksi
diperlukan jika ada pihak-pihak yang tidak mengakui terjadinya bukti tulisan
tersebut. Penjatuhan hukuman pidana terhadap Notaris, tidak serta merta akta
yang bersangkutan menjadi batal demi hukum. Suatu hal yang tidak tepat secara
hukum jika ada putusan pengadilan pidana dengan amar putusan membatalkan
akta Notaris, dengan alasan Notaris terbukti melakukan suatu tindak pidana
pemalsuan. Dengan demikian yang harus dilakukan oleh mereka yang akan atau
berkeinginan untuk menempatkan Notaris sebagai terpidana, atas akta yang dibuat
oleh atau di hadapan Notaris yang bersangkutan, maka tindakan hukum yang
harus dilakukan adalah membatalkan akta yang bersangkutan melalui gugatan
perdata39.
Dalam perkara pidana yang dicari kebenaran materil, maka Notaris wajib
hadir memberikan kesaksian tentang apa yang dilihat, diketahui dan didengar
tentang suatu peristiwa sehingga pemeriksaan kasus tersebut jadi transparan.
Berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Pasal 66 ayat (1) UUJN; untuk
38 Sudikno Mertokusumo. 1988. Hukum Acara Perdata Indonesia. Yogyakarta: PT. Liberty Yogyakarta. Hlm. 116.
39 Ibid
20
kepentingan proses peradilan, penyidik, penuntut umum atau hakim dengan
persetujuan Majelis Pengawas Daerah berwenang untuk memanggil Notaris untuk
hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan akta yang dibuatnya.
E. Penutup
Berdasarkan temuan dan analisis yang diuraikan pada sebelumnya,
dapat diambil kesimpulan dan diajukan saran-saran, sebagai berikut:
1. Kesimpulan.
Berdasarkan temuan dan analisis dapat diambil kesimpulan, sebagai berikut:
a. Konsep hukum yang melatar belakangi keberadaan Hak Ingkar
Notaris yaitu: Notaris disebut sebagai pejabat umum. Seseorang menjadi
pejabat umum, ia diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah dan diberi
wewenang dan kewajiban untuk melayani publik dalam hal-hal tertentu.
Karena itu notaris sebagai pejabat umum ikut serta melaksanakan
kewibawaan dari pemerintah. Pendapatan notaris diperoleh dari
honorarium kliennya. Notaris oleh Undang- undang diberi wewenang
untuk menciptakan alat pembuktian yang mutlak. Notaris sebagai jabatan
kepercayaan wajib untuk menyimpan rahasia mengenai akta yang
dibuatnya dan keterangan/pernyataan para pihak yang diperoleh dalam
pembuatan akta, kecuali Undang-Undang memerintahkannya untuk
membuka rahasia dan memberikan keterangan tersebut kepada pihak yang
memintanya
b. Dasar pemikiran yang melatar belakangi keberadaan Hak Ingkar
Notaris yaitu: Hak ingkar lahir sebagai akibat adanya kewajiban
21
menyimpan rahasia jabatan yang terkandung dalam. Pasal 4 ayat (2)
UUJN tentang sumpah jabatan Notaris dan Pasal 16 ayat (1) huruf (e) serta
Pasal 54 UUJN. Sedangkan pengaturan yang berkaitan dengan menjaga
kerahasiaan dalam rangka jabatan diluar UUJN terdapat dalam Pasal 170
ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Pasal 1909 ayat (2)
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dan Pasal 322 ayat (1) Kitab
Undang–Undang Hukum Pidana.
c. Faktor Pembatas Penggunaan Hak Ingkar Notaris Dalam Menjaga
Kerahasiaan Jabatan yaitu Ditinjau dari aspek teoritik dan praktek
peradilan pada hakikatnya Notaris dalam menjalankan jabatannya dilihat
dari dimensi fundamental, Notaris harus menjalankan jabatan sesuai
dengan undang-undang, kode etik, aspek kehati-hatian, kecermatan,
kejujuran dan amanah. Notaris sebagai Pejabat Umum mempunyai
kewajiban untuk merahasiakan isi akta yang dibuatnya, dan mempunyai
hak untuk mengundurkan diri sebagai saksi di dalam persidangan
berdasarkan Pasal 170 rayat (1) KUHAP, Pasal 1909 ayat (2) dan Pasal
322 ayat (1) KUHP dan Pasal 4 ayat (2) Jo Pasal 16 ayat (1) huruf (e) Jo
Pasal 54 UUJN, tentang hak ingkar. Dan dapat juga digugurkan oleh Pasal
66 ayat (1) UUJN. Khusus untuk akta yang dibuat oleh Notaris yang ada
keterlibatannya dengan tindak pidana maka Pasal 66 ayat (1) UUJN di
gugurkan, karena tidak diperlukan izin/persetujuan dari Majelis
Pengawasan Daerah sebagaimana yang diatur dalam Pasal 66 UUJN.
22
d. Rasio Kewajiban Notaris Menjaga Kerahasiaan Aktanya Apabila
Dihadapkan Dengan Proses Peradilan Baik Dalam Proses Peradilan
Pidana Maupun Perdata: Hak ingkar yang diberikan oleh undang-
undang bagi notaris merupakan kewajiban dan berdasarkan sumpah
rahasia jabatan serta ketentuan Pasal 54 UUJN. Berdasarkan ketentuan
yang diatur dalam Pasal 66 ayat (1) UUJN; untuk kepentingan proses
peradilan, penyidik, penuntut umum atau hakim dengan Persetujuan
Majelis Pengawas Daerah berwenang untuk memanggil Notaris untuk
hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan akta yang dibuatnya.
maka Notaris wajib hadir memberikan kesaksian tentang apa yang dilihat,
diketahui dan didengar tentang suatu peristiwa sehingga pemeriksaan
kasus tersebut jadi transparan
2. Saran
1. Notaris sebagai Pejabat Umum yang diangkat dan diberhentikan oleh
pemerintah dan juga merupakan Jabatan kepercayaan sebaiknya tetap
menyimpan rahasia mengenai akta yang dibuatnya dan semua keterangan
atau pernyataan para pihak yang pernah diberikan dihadapan notaris yang
berkaitan dalam pembuatan akta.
2. Dalam Proses peradilan baik dalam proses peradilan pidana maupun
perdata hendaknya Notaris dapat mempergunakan hak ingkar pada tiap-
tiap pertanyaan yang diajukan dalam proses peradilan,tidak harus untuk
keseluruhannya atau menolak untuk menjadi saksi, karena Notaris dapat
langsung mempergunakan hak ingkarnya pada pertanyaan-pertanyaan
23
tertentu yang diketahui dapat melanggar kewajiban untuk menjaga sumpah
jabatan. Dan Apabila notaris tersebut dipanggil sebagai saksi, Hendaknya
ia dapat memenuhi panggilan untuk memberikan keterangan yang
diperlukan dengan tetap memegang sumpah jabatan.
Daftar Pustaka
Buku
Andasasmita, Komar. 1991. Notaris I Peraturan Jabatan Notaris, Kode Etik dan
Asosiasi Notaris. Bandung: Ikatan Notaris Indonesia.
Anshori, Abdul Ghofur. 2009. Lembaga Kenotariatan Indonesia Prespektif
Hukum dan Etika. Yogyakarta: UII Press.
Adjie, Habib. 2008. Hukum Notaris Indonesia Tafsir Tematik Terhadap UU
No.30 tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. Bandung: PT. Refika
Aditama.
-----------------. 2008. Sanksi Perdata Dan administratif Terhadap Notaris Sebagai
Pejabat Publik. Bandung: PT. Refika Aditama.
Dihardjo, Dardji Darmo dan Sidarta. 1995. Pokok-Pokok Filsafat Hukum. Jakarta:
PT. Gramedia Pustaka Utama.
Mertekusumo, Sudikno. 1998. Hukum Acara Perdata Indonesia, Yogyakarta:
Liberty.
Notodisuryo, Sugondo. 1982. Hukum Notariat di Indonesia. Jakarta: PT.Raja
grafindo.
Syaifuddin, Muhammad. 2009. Menggagas hukum Humanistis Komersial.
24
(Upaya Perlindungan Hukum Hak Masyarakat Kurang dan Tidak Mampu atas Pelayannan Kesehatan Rumah Sakit Swasta Berbadan Hukum Perseroan Terbatas) Bayumedia dan AA LAW FIRM (Advocates & Solicitors), Malang.
Soekanto, Soerjono. 1984. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press
Tedjosaputro Liliana. 1995. Etika Profeasi Notaris Dalam Penegakan
Hukum Pidana. Yogyakarta: Cetakan I. Bigraf Publishing.
Tobing, G.H.S Lumban. 1982. Peraturan Jabatan Notaris. Jakarta :
PT. Erlangga.
Peraturan Perundang-Undangan
Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor:
M.03.HT.03.10 TAHUN 2007 Tentang Pengambilan Minuta Akta dan
Pemanggilan Notaris
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana (KUHP)
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wet Boek).
Undang-Undang RI Nomor 30 tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris.
25