30
PEMBELAJARAN AKTIF DENGAN PRAKTIKUM DALAM UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagian orang beranggapan bahwa belajar adalah semata-mata mengumpulkan atau menghafalkan fakta-fakta yang tersaji dalam bentuk informasi atau materi pelajaran (Muhibbin Syah, 2002: 84). Sehingga dalam pembelajaran siswa merupakan penerima saja kemudian menyimpan informasi dari guru tanpa menimbulkan makna tertentu. Menurut Syaiful Bahri Djamarah (2006: 1) pembelajaran adalah suatu kegiatan yang bernilai edukatif dan mewarnai interaksi yang terjadi antara guru dan anak didik. Guru memiliki peran yang sangat penting dalam menentukan kuantitasdan kualitas pembelajaran di kelas. Kualitas pembelajaran sangat dipengaruhi oleh suasana belajar dan fasilitas serta sumber belajar yang tersedia. Suasana belajar yang demokratis akan memberikan peluang tercapainya hasil belajar yang optimal, dibandingkan dengan otoriter yang ada pada guru. Dalam suasana belajar yang demokratis ada kebebasan siswa untuk belajar, mengajukan pendapat, berdialog dengan teman sekelas dan lain- lain sehingga siswa lebih aktif. Selain itu pembelajaran di kelas harus diusahakan sebagai laboratorium belajar bagi siswa, intinya tersedia laboratorium untuk memberi kesempatan kepada siswa sebagai sumber belajar (Nana Sudjana, 2002). Walaupun kenyataannya seringkali guru sebagai pihak yang aktif, sehingga kurang memberi kesempatan kepada siswa dalam berbagai pembelajaran untuk mengembangkan kemampuan berpikir holistik, kreatif, obyektif dan logis.

Pembelajaran Aktif Dengan Praktikum Dalam Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Pendidikan Dalam Keperawatan

Citation preview

PEMBELAJARAN AKTIF DENGAN PRAKTIKUM DALAM UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sebagian orang beranggapan bahwa belajar adalah semata-mata mengumpulkan atau

menghafalkan fakta-fakta yang tersaji dalam bentuk informasi atau materi pelajaran

(Muhibbin Syah, 2002: 84). Sehingga dalam pembelajaran siswa merupakan penerima saja

kemudian menyimpan informasi dari guru tanpa menimbulkan makna tertentu.

Menurut Syaiful Bahri Djamarah (2006: 1) pembelajaran adalah suatu kegiatan yang bernilai

edukatif dan mewarnai interaksi yang terjadi antara guru dan anak didik. Guru memiliki

peran yang sangat penting dalam menentukan kuantitasdan kualitas pembelajaran di kelas.

Kualitas pembelajaran sangat dipengaruhi oleh suasana belajar dan fasilitas serta sumber

belajar yang tersedia. Suasana belajar yang demokratis akan memberikan peluang

tercapainya hasil belajar yang optimal, dibandingkan dengan otoriter yang ada pada guru.

Dalam suasana belajar yang demokratis ada kebebasan siswa untuk belajar, mengajukan

pendapat, berdialog dengan teman sekelas dan lain-lain sehingga siswa lebih aktif.

Selain itu pembelajaran di kelas harus diusahakan sebagai laboratorium belajar bagi siswa,

intinya tersedia laboratorium untuk memberi kesempatan kepada siswa sebagai sumber

belajar (Nana Sudjana, 2002). Walaupun kenyataannya seringkali guru sebagai pihak yang

aktif, sehingga kurang memberi kesempatan kepada siswa dalam berbagai pembelajaran

untuk mengembangkan kemampuan berpikir holistik, kreatif, obyektif dan logis.

Siswa tidak hanya berperan sebagai subyek didik tetapi siswa adalah pihak aktif yang

merencanakan pendidikan dan juga harus melaksanakan proses belajar mengajar (Uzer

Usman, 2002). Untuk itu, siswa dituntut memperoleh pengetahuannya melalui keterampilan

proses. Sehingga diperlukan strategi pembelajaran dalam arti siswa termotivasi ikut di dalam

kegiatan belajar mengajar, siswa mendapat materi belajar tanpa merasa terbebani dan dapat

menguasai konsep serta memperoleh pengalaman belajar bermakna.

Peningkatan mutu pengajaran dimulai dengan pembenahan strategi pembelajaran. Strategi

pembelajaran berhubungan dengan cara mengajar yang paling efektif dan efisien dalam

memberikan pengalaman belajar yang diperlukan untuk mencapai tujuan khusus

pembelajaran (Ahmadi, 1991).

Salah satu pembelajaran biologi yang sesuai dengan permasalahan di atas yaitu active

leaning (pembelajaran aktif) dengan praktikum. Menurut Melvin L. Silberman (2006: 9)

pembelajaran aktif (active learning) adalah pembelajaran yang mengajak siswa untuk

melaksanakan kegiatan yang menggunakan koordinasi antara otak kanan dan otak kiri untuk

mempelajarai masalah, memecahkan masalah dan menerangkan apa yang telah dipelajari.

Pembelajaran aktif adalah fase pembelajaran cepat, menyenangkan, suportif dan melibatkan

kemampuan individu dan kelompok. Praktikum adalah suatu bentuk pembelajaran melalui

kegiatan praktik/percobaan.

B. Perumusan Masalah

1. Identifikasi masalah

a. Wilayah Penelitian

Wilayah penelitian dalam proposal ini adalah mengenai strategi pembelajaran.

b. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian dalam proposal ini menggunakan pendekatan kuantitatif.

c. Jenis Masalah

Jenis masalah yang diambil dalam penelitian ini adalah korelasi yaitu hubungan

pembelajaran aktif dengan praktikum terhadap hasil belajar siswa pada konsep

keanekaragaman hayati.

2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam proposal ini adalah bagaimana peningkatan hasil belajar siswa

kelas X pada konsep keanekaragaman hayati di SMA Negeri 1 Leuwimunding?

3. Pertanyaan Masalah

Berdasarkan perumusan masalah tersebut, maka penulis menyusun beberapa pertanyaan

sebagai berikut:

1) Bagaimana pembelajaran aktif dengan praktikum sebagai strategi pembelajaran pada

konsep keanekaragaman hayati di SMA Negeri 1 Leuwimunding Kabupaten

Majalengka?

2) Bagaimana hasil belajar siswa dengan pembelajaran aktif dengan praktikum di SMA

Negeri 1 Leuwimunding Kabupaten Majalengka?

3) Bagaimana hubungan pembelajaran aktif dengan praktikum dengan hasil belajar siswa

pada konsep keanekaragaman hayati di SMA Negeri 1 Leuwimunding Kabupaten

Cirebon?

4. Pembatasan Masalah

Untuk memperoleh hasil penelitian yang valid dan terarah maka masalah yang hendak

dikemukakan dibatasi. Adapun pembatasan masalah dalam penelitian ini yaitu:

a) Pembelajaran aktif dengan praktikum sebagai strategi pembelajaran.

b) Hasil belajar siswa pada penelitian ini hanya pada ranah kognitif dan ranah

psikomotoris. Ranah kognitif terutama pada aspek pengetahuan, pemahaman,

aplikasi, dananalisis. Sedangkan ranah psikomotoris terutama pada aspek gerakan

refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, keterampilan kompleks,

dan gerakan ekspresif dan interpretatif.

c) Hubungan pembelajaran aktif dengan praktikum sebagai strategi pembelajaran di SMA

Negeri 1 Leuwimunding Kabupaten Majalengka.

d) Konsep keanekaragaman hayati terutama pada macam tingkat keanekaragaman (gen,

jenis dan ekosistem). Sedangkan praktikumnya yaitu pada hewan serangga yang ada

pada dua ekosistem yang berbeda perlakuannya (satu yang terawat dan yang lain

tidak terawat/liar).

C. Tujuan Penelitian

Dalam penelitian ini penulis mempunyai tujuan sebagai berikut:

1) Untuk mengkaji pembelajaran aktif dengan praktikum pada konsep keanekaragaman

hayati di SMA Negeri 1 Leuwimunding Kabupaten Majalengka?

2) Untuk mengkaji hasil belajar siswa dengan pembelajaran aktif dengan praktikum pada

konsep keanekaragaman hayati di SMA Negeri 1 Leuwimunding Kabupaten

Majalengka?

3) Untuk mengkaji hubungan pembelajaran aktif dengan praktikum dengan hasil belajar

siswa pada konsep keanekaragaman hayati di SMA Negeri 1 Leuwimunding Kabupaten

Majalengka?

D. Manfaat penelitian

1. Siswa lebih memahami materi keanekaragaman hayati melalui praktikum sehingga

dapat meningkatkan hasil belajar.

2. Pembelajaran aktif dengan praktikum diharapkan dapat membantu guru untuk

mempermudah menyampaikan materi Biologi.

3. Bahan informasi dan kajian ulang bagi mahasiswa dan pembaca agar terdorong

untuk melakukan penelitian lebih lanjut.

E. Kerangka Pemikiran

Pembelajaran merupakan aktualisasi kurikulum yang menuntut keaktifan guru dalam

menciptakan dan menumbuhkan kegiatan peserta didik sesuai dengan rencana yang telah

terprogramkan. Agar tercapai suatu kegiatan pembelajaran guru harus menyadari bahwa

pembelajaran memiliki sifat yang sangat kompleks karena melibatkan aspek pedagogis,

psikologis dan didaktis secara bersamaan (E. Mulyasa, 2004: 117-118).

Materi pembelajaran baru disesuaikan secara aktif dengan pengetahuan yang sudah ada,

sehingga pembelajaran harus dimulai dengan hal yang sudah dikenal dan di pahami peserta

didik, kemudian guru menambahkan unsur-unsur pembelajaran dan kompetensi baru yang

disesuaikan dengan pengetahuan dan kompetensi yang sudah dimiliki peserta didik.

Pembelajaran aktif (active learning) adalah pembelajaran yang mengajak siswa untuk

melaksanakan kegiatan yang menggunakan koordinasi antara otak kanan dan otak kiri untuk

mempelajarai masalah, memecahkan masalah dan menerangkan apa yang telah dipelajari

(Melvin L. Silberman, 2006: 9). Pembelajaran aktif adalah fase pembelajaran cepat,

menyenangkan, suportif dan melibatkan kemampuan individu dan kelompok. Praktikum

adalah suatu bentuk pembelajaran melalui kegiatan praktik/percobaan.

Hasil belajar merupakan perubahan perilaku baik peningkatan pengetahuan, perbaikan sikap,

maupun peningkatan keterampilan yang dialami siswa setelah menyelesaikan kegiatan

pembelajaran (Syuaeb Kurdi dan Abdul Aziz, 2006: 27).

Bagan 1. Kerangka Pemikiran

Kegiatan pembelajaran

Guru Konsep keanekaragaman hayati Siswa

Pembelajaran aktif dengan praktikum

Hasil belajar siswa

Evaluasi

F. Hipotesis

Menurut Suharsimi Arikunto (2006: 67) menyatakan bahwa “ Hipotesis dapat diartikan

sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara pada permasalahan penelitian sampai terbukti

dengan melalui data yang terkumpul setelah penelitian dilakukan“. Berdasarkan rujukan

tersebut penulis merumuskan hipotesis sebagai berikut :

Ha : Terdapat hubungan yang signifikan antara pembelajaran aktif dengan praktikum

terhadap hasil belajar siswa pada konsep keanekaragaman hayati di kelas X SMA

Negeri 1 Leuwimunding Kabupaten Majalengka.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Belajar

1. Pengertian Belajar

Menurut Slameto (2003: 2) belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang

untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai

hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

Belajar merupakan proses yang aktif, yakni melihat, mengamati, dan memahami sesuatu

serta proses berbuat melalui berbagai pengalaman. Dengan perkataan lain bahwa dalam

proses belajar pada siswa ditandai dengan proses berubahnya tingkah laku siswa melalui

berbagai pengalaman yang diperolehnya. Sehingga mengajar bukanlah menyampaikan

pengajaran dan keterampilan siswa (Nana Sudjana, 2002: 28-29). Pengalaman diperoleh

berkat interaksi antara individu dengan lingkungan (Oemar Hamalik, 2004: 29).

Belajar adalah proses perubahan perilaku berkat pengalaman dan latihan. Artinya, tujuan

kegiatan adalah perubahan tingkah laku, baik yang menyangkut pengetahuan,

keterampilan maupun sikap, bahkan meliputi segenap aspek organisme atau pribadi.

Kegiatan belajar mengajar seperti mengorganisasi pengalaman belajar, mengolah

kegiatan belajar mengajar, menilai proses, dan hasil belajar, kesemuanya termasuk dalam

cakupan tanggung jawab guru. Jadi, hakikat belajar adalah perubahan (Syaiful Bahri

Djamarah dan Aswan Zain, 2006: 10-11).

Salah satu pertanda bahwa seseorang telah belajar adalah perubahan tingkah laku dalam

dirinya. Perubahan tingkah laku tersebut menyangkut baik perubahan yang bersifat

pengetahuan (kognitif) dan keterampilan (psikomotor) maupun yang menyangkut nilai

dan sikap (Arief S. Sadiman, 2006: 2). Bukti bahwa seseorang telah belajar adalah

terjadinya perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi

tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti. Tingkah laku memiliki unsur subjektif

dan unsur motoris. Unsur subjektif adalah unsur rohaniah segangkan unsur motoris

adalah unsur jasmaniah (Oemar Hamalik, 2004: 30).

Menurut Sumadi Suryabrata (1991: 248-249) identifikasi ciri-ciri dari kegiatan belajar

yaitu:

a. Belajar adalah aktivitas yang menghasilkan perubahan pada diri individu yang

mengajar (dalam arti behavioral changes), baik aktual maupun potensial.

b. Perubahan itu pada pokoknya adalah didapatkannya kemampuan baru, yang berlaku

dalam waktu yang relatif lama.

c. Perubahan itu terjadi karena usaha.

Menurut John Holt (dalam Melvin L. Silberman, 2006: 26) belajar semakin baik

jika siswa diminta untuk melakukan hal-hal berikut:

1. Mengemukakan kembali informasi dengan kata-kata mereka sendiri

2. Memberikan contohnya

3. Mengenalnya dalam bermacam bentuk dan kondisi

4. melihat kaitan antara informasi itu dengan fakta atau gagasan lain

5. menggunakannya dengan beragam cara

6. memprediksikan sejumlah konsekuensinya

7. menyebutkan lawan atau kebalikannya.

Menurut Nana Syaodih Sukmadinata (2004: 165-167) beberapa prinsip umum

belajar yaitu: 1) belajar merupakan bagian dari perkembangan, 2) belajar berlangsung

seumur hidup, 3) keberhasilan belajar dipengaruhi oleh faktor-faktor bawaan, faktor

lingkungan, kematangan serta usaha dari individu sendiri, 4) belajar mencakup semua

aspek kehidupan, 5) kegiatan belajar berlangsung pada setiap tempat dan waktu, 6)

belajar berlangsung dengan guru ataupun tanpa guru, 7) belajar yang berencana dan

disengaja menuntut motivasi yang tinggi, 8) perubahan belajar bervariasi dari yang

paling sederhana sampai dengan yang sangat kompleks, 9) dalam belajar dapat terjadi

hambatan-hambatan dan 10) untuk kegiatan belajar tertentu diperlukan adanya bantuan

atau bimbingan dari orang lain.

Gagne berpendapat bahwa dalam belajar terdiri dari tiga tahap yang meliputi

sembilan fase. Tahapan itu sebagai berikut: (1) persiapan untuk belajar, (2) pemerolehan

dan unjuk perbuatan (performansi), dan (3) alih belajar. Pada tahap persiapan dilakukan

tindakan pengarahan perhatian, pengharapan dan mendapatkan kembali informasi. Pada

tahap pemerolehan dan performansi digunakan untuk persepsi selektif, sandi semmantik,

pembangitan kembai dan respons, seperti penguatan. Tahap alih belajar meliputi

pengisyaratan untuk membangkitkan dan memberlakukan secara umum (Dimyati dan

Mudjiono, 2006: 12).

2. Teori-teori Belajar

Menurut Nana Syaodih Sukmadinata (2004 : 167) teori- teori belajar bersumber dari teori

atau aliran-aliran psikologi. Secara garis besar dikenal ada tiga rumpun besar psikologi

yaitu : teori disiplin mental, behaviorisme, dan kognitif- gestalt - field.

1. Teori disiplin mental

Menurut rumpun psikologi ini individu memiliki kekuatan kemampuan, atau potensi-

potensi tertentu. Belajar adalah pengembangan dari kekuatan-kekuatan kemampuan

dan potensi-potensi tersebut. Bagaimana proses pengembangan kekuatan-kekuatan

tersebut tiap aliran atau teori mengemukakan pandangan yang berbeda.

2. Teori behaviorisme

Rumpun teori ini disebut behaviorisme karena sangat menekankan perilaku atau

tingkah laku yang dapat diamati. Teori- teori dalam rumpun ini bersifat molekular,

karena memandang kehidupan individu terdiri atas unsur- unsur seperti halnya

molekul- molekul.

3. Teori cognitif- gestalt- field

Rumpun ketiga adalah kognitif-gestalt–field. Kalau rumpun behaviorisme bersifat

molekular (menekankan unsur- unsur), maka rumpun ini bersifat molar atau bersifat

keseluruhan dan keterpaduan. Teori kognitif, dikembangkan oleh para ahli psikologi

kognitif, teori ini berbeda dengan behaviorisme, bahwa yang utama pada kehidupan

manusia adalah mengetahui (knowing) dan bukan respons.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar

Menurut Ngalim Purwanto (1997: 102) faktor-faktor yang mempengaruhi belajar

dibedakan menjadi dua golongan yaitu:

1. Faktor yang ada pada diri organisme itu sendiri yang kita sebut faktor individual. Yang

termasuk ke dalam faktor individual antara lain: faktor kematangan/pertumbuhan,

kecerdasan, latihan, motivasi dan faktor pribadi.

2. faktor yang ada di luar individu yang kita sebut faktor sosial. Yang termasuk ke dalam

faktor sosial antara lain: faktor keluarga/keadaan rumah tangga, guru dan cara

mengajarnya, alat-alat yang dipergunakan dalam belajar-mengajar, lingkungan dan

kesempatan yang tersedia dan motivasi sosial.

Menurut Muhibbin Syah (2002: 132) secara global, faktor-faktor yang mempengaruhi

belajar siswa dapat dibedakan menjadi 3 macam yaitu:

1) faktor internal (faktor dari dalam siswa) yakni keadaan/kondisi jasmani dan rohani

siswa.

2) Faktor eksternal (faktor dari luar siswa) yakni kondisi lingkungan sekitar siswa.

3) Faktor pendekatan belajar (approach to learning) yakni jenis upaya belajar siswa yang

meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan

pembelajaran meteri-materi pelajaran.

B. Pembelajaran

Pembelajaran merupakan aktualisasi kurikulum yang menuntut keaktifan guru dalam

menciptakan dan menumbuhkan kegiatan peserta didik sesuai dengan rencana yang telah

terprogramkan. Agar tercapai suatu kegiatan pembelajaran guru harus menyadari bahwa

pembelajaran memiliki sifat yang sangat kompleks karena melibatkan aspek pedagogis,

psikologis dan didaktis secara bersamaan (E. Mulyasa, 2004: 117-118).

Pembelajaran adalah suatu kegiatan yang bernilai edukatif dan mewarnai interaksi yang

terjadi antara guru dan anak didik. Interaksi yang terjalin antara guru dan anak didik

diharapkan dapat menghasilkan suatu kegiatan pembelajaran yang interaktif, sehingga siswa

tidak hanya mendengar, melihat, atau menstranfer begitu saja informasi-informasi dari guru.

Akan tetapi, mereka berperan aktif dalam pembelajaran supaya siswa terbiasa untuk

mencoba menemukan sendiri pengetahuan atau informasi sehingga bermakna dan

mengendap dalam memori lebih lama (Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, 2006: 1).

Pembelajaran pada hakekatnya adalah proses interaksi antara peserta didik dengan

lingkungannya, sehingga terjadi perubahan perilaku kearah yang lebih baik (E. Mulyasa,

2002: 100).

Perubahan perilaku dalam proses belajar ini merupakan akibat dari interaksi dengan

lingkungan. Interaksi ini biasanya berlangsung secara disengaja. Kesengajaan ini tercermin

dari adanya faktor-faktor berikut:

1. Kesiapan (readiness): yaitu kapasitas baik fisik maupun mental untuk melakukan sesuatu

2. Motivasi: yaitu dorongan dalam diri sendiri untuk melakukan sesuatu, dan

3. Tujuan yang ingin dicapai (Muhammad Ali, 2002: 15).

Menurut Jerome S. Bruner, dalam proses pembelajaran siswa menempuh tiga eposide atau

fase.

a. Fase informasi (tahap penerimaan materi)

Dalam fase informasi, seorang siswa yang sedang belajar memperoleh sejumlah

keterangan mengenai materi yang sedang dipelajari.

b. Fase transformasi (tahap pengubahan materi)

Dalam fase transformasi, informasi yang telah diperoleh itu dianalisis, diubah, atau

ditransformasikan menjadi bentuk yang abstrak atau konseptual supaya kelak pada

gilirannya dapat dimanfaatkan sebagai hal-hal yang lebih luas.

c. Fase evaluasi (tahap penilaian materi)

Dalam vase evaluasi, seorang siswa akan menilai sendiri sampai sejauh manakah

pengetahuan (informasi yang telah ditransformasikan) dapat dimanfaatkan untuk

memahami gejala-gejala atau memecahkan masalah yang dihadapi (Muhibbin Syah,

2002: 113-114).

Menurut Pieget, pembelajaran terdiri dari empat langkah berikut.

(1) Langkah satu: menentukan topik yang dapat dipelajari oleh anak sendiri.

(2) Langkah dua: memilih atau mengembangkan aktivitas kelas dengan topik tersebut.

(3) Langkah tiga: mengetahui adanya kesempatan bagi guru untuk mengemukakan

pertanyaan yang menunjang proses pemecahan masalah.

(4) Langkah empat: melalui pelaksanaan tiap kegiatan, memahami keberhasilan dalam

melakukan revisi (Dimyati dan Mudjiono, 2006: 14).

C. Pembelajaran Aktif

Menurut Melvin L. Silberman (2006: 9) pembelajaran aktif (activelearning) adalah

pembelajaran yang mengajak siswa untuk melaksanakan kegiatan yang menggunakan

koordinasi antara otak kanan dan otak kiri untuk mempelajarai masalah, memecahkan

masalah dan menerangkan apa yang telah dipelajari.

Dalam pembelajaran siswa sebagai pusat dari kegiatan pembelajaran dan pembentukan

kompetensi. Peserta didik harus didorong untuk menafsirkan informasi yang diberikan oleh

guru, sampai informasi tersebut diterima oleh akal sehat sehingga dalam proses pembelajaran

siswa tidak hanya berpangku tangan menerima informasi dari guru, akan tetapi mereka ikut

berperan aktif atau terlibat interaksi di dalam kegiatan pembelajaran tersebut (E. Mulyasa,

2004: 119).

Menurut Melvin L. Silberman (2006: 12-14) tehnik-tehnik pembelajaran aktif

dikelompokkan menjadi 3 bagian, yaitu:

a. Bagaimana menjadikan siswa aktif sejak awal, misalnya pembentukan tim, penilaian

mendadak dan keterlibatan belajar secara langsung.

b. Bagaimana membantu siswa mendapatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap secar

aktif, misalnya proses belajar satu kelas penuh, diskusi kelas, pengajuan pertanyaan,

kegiatan belajar kolaboratif, pengajaran oleh teman sekelas, kegiatan belajar mandiri,

kegiatan belajar aktif dan pengembangan keterampilan.

c. Bagaimana menjadikan belajar tak terlupakan, misalnya peninjauan (review), penilaian

diri, perencanaan masa mendatang dan ungkapan perasaan terakhir.

Masing-masing bagian terdiri berbagai macam strategi yang kesemuanya berjumlah 101

strategi pembelajaran. Strategi pembelajaran aktif bertujuan untuk menumbuhkan jiwa

kemandirian dan kreativitas dalam belajar sehingga siswa mampu membuat inovasi-inovasi

(Trianto, 2007: 133).

D. Praktikum

Menurut Hadi Margono (2000: 6) laboratorium adalah suatu tempat atau ruang yang

dilengkapi dengan peralatan tertentu untuk melakukan suatu percobaan atau penyelidikan.

Sedangkan menurut Nuryani Rustaman (1996: 163) laboratorium adalah suatu tempat di

mana penyelidikan dan percobaan di lakukan, dalam pengertian sempit laboratorium sering

diartikan sebagai ruang atau tempat yang berupa gedung yang dibatasi oleh dinding dan atap

yang di dalamnya terdapat sejumlah alat atau bahan praktikum.

Praktikum dapat dilakukan kepada siswa setelah guru memberikan arahan, aba-aba, petunjuk

untuk melaksanakan. Kegiatan ini berbentuk praktik dengan mempergunakan alat-alat

tertentu, dalam hal ini guru melatih keterampilan siswa dalam penggunaan alat-alat yang

telah diberikan kepadanya serta hasil dicapai mereka (Martinis Yamin, 2006: 148).

Menurut Nuryani Rustaman (1996: 160-161) ada empat alasan mengenai pentingnya

kegiatan praktikum IPA.

1. Praktikum membangkitkan motivasi belajar siswa. Belajar siswa di pengaruhi oleh

motivasi, siswa yang termotivasi untuk belajar akan bersungguh-sungguh dalam

mempelajari sesuatu.

2. Praktikum mengembangkan keterampilan dasar melakukan eksperimen. Untuk melakukan

eksperimen ini diperlukan beberapa keterampilan dasar seperti mengamati,

mengestimasi, mengukur dan memanipulasi peralatan Biologi.

3. Praktikum menjadi wahana belajar pendekatan ilmiah. Para pakar pendidikan IPA

meyakini bahwa cara yang terbaik untuk belajar pendekatan ilmiah adalah dengan

menjadi siswa sebagai Scientis.

4. Praktikum menunjang materi pelajaran. Kegiatan praktikum memberi kesempatan bagi

siswa untuk menemukan teori dan membuktikan teori.

Kegiatan ilmiah mempunyai ciri yaitu melakukan penalaran disertai dengan pengujian secara

empirik. Penalaran merupakan kegiatan mental dalam mengembangkan pikiran terhadap

suatu fakta atau prinsip. Usaha mengembangkan pikiran tersebut terdapat dalam bentuk

menentukan hubungan sebab akibat atau korelasi, membuat suatu keputusan, melakukan

prediksi, menyusun kesimpulan dan lain-lain (Hadi Margono, 2000: 6).

E. Hasil Belajar

a. Pengertian Hasil Belajar

Menurut Nana Sudjana (1999: 22) hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang

dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Sedangkan menurut Syuaeb

Kurdi dan Abdul Aziz (2006: 27) hasil belajar merupakan perubahan perilaku baik

peningkatan pengetahuan, perbaikan sikap, maupun peningkatan keterampilan yang

dialami siswa setelah menyelesaikan kegiatan pembelajaran.

Gagne mengemukakan lima kategori tipe hasil belajar, yakni (a) verbal information, (b)

intelektual skill, (c) cognitive strategy, (d) attitude dan (e) motor skill. Sementara itu

Benyamin Bloom berpendapat bahwa tujuan pendidikan yang hendak kita capai

digolongkan atau dibedakan menjadi tiga bidang, yakni (a) bidang kognitif, (b) bidang

afektif dan (c) bidang psikomotor (Nana Sudjana, 2002: 45-46).

Menurut Benyamin Bloom (dalam Nana Sudjana, 1999: 22-31) klasifikasi hasil belajar di

bagi menjadi 3 ranah yaitu:

1) Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam

aspek, yakni pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.

2) Ranah afektif berkenaan dengan sikap dan nilai. Beberapa ahli mengatakan bahwa

sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya, bila seseorang telah memiliki

penguasaan kognitif tingkat tinggi. Ranah ini terdiri dari lima aspek yakni

penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi dan internalisasi.

3) Ranah psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan

bertindak. Ada enam aspek pada ranah ini yakni, gerakan refleks, keterampilan

gerakan dasar, kemampuan perseptual, keterampilan kompleks, gerakan ekspresif

dan interpretatif.

b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Siswa

Hasil belajar yang dicapai oleh siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yakni faktor dari

dalam diri siswa itu dan faktor yang datang dari luar diri siswa atau faktor lingkungan.

Faktor yang datang dari diri siswa terutama kemampuan yang dimilikinya. Faktor

kemampuan siswa besar sekali pengaruhnya terhadap hasil belajar yang dicapai. Hasil

belajar siswa disekolah 70% dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan 30% dipengaruhi

oleh lingkungan. Disamping faktor kemampuan yang dimiliki siswa juga ada faktor lain,

seperti motivasi belajar, minat dan perhatian, sikap dan kebiasaan belajar, ketekunan,

sosial ekonomi, faktor fisik, dan psikis (Sudjana, 2002: 39-40).

F. Konsep Keanekaragaman Hayati

Keanekaragaman hayati menurut World Wide Fund for Nature(WWF) 1989, adalah

kekayaan hidup di bumi, mencakup jutaan tumbuhan, hewan, mikroorganisme, materi

genetika yang dikandungnya, dan ekosistem yang dibangunnya menjadi suatu lingkungan

hidup. Keanekaragaman itu dapat diketahui dari variasi bentuk, ukuran, jumlah, warna dan

sifat-sifat lain dari makhluk hidup. Keanekaragaman itu dapat terjadi dari perbedaan dan

persamaan ciri dan sifat dari makhluk hidup tersebut.

Di dalam keanekaragaman terdapat variasi diantara makhluk hidup. Adapun faktor-faktor

yang mempengaruhi variasi adalah faktor keturunan dan faktor bawaan. Faktor keturunan

merupakan faktor yang disebabkan oleh alam, misalnya: faktor genetik, sedangkan faktor

bawaan merupakan faktor yang disebabkan karena ulah manusia, misalnya: mutasi gen dan

kawin silang.

Ada dua faktor penyebab terjadinya keanekaragaman yaitu faktor keturunan dan faktor

lingkungan. Faktor keturunan disebabkan oleh adanya gen yang akan memberikan dasar sifat

bawaan. Sifat bawaan ini diwariskan turun menurun dari induk kepada keturunannya. Sifat

bawaan kadang tidak muncul karena adanya lingkungan. Antara faktor bawaan dan faktor

lingkungan saling berinteraksi. Contoh: sebuah tanaman yang di tanam dalam pot setara stek

dengan media yang berbeda, maka secara genetik tanaman itu sama.

Secara garis besar, keanekaragaman hayati terbagi menjadi tiga tingkat, yaitu keanekaraman

gen, keanekaragaman jenis (spesies) dan keanekaragaman ekosistem.

1. Keanekaragaman gen

Gen merupakan substansi genetik yang terdapat dalam sel. Gen berfungsi untuk

mengatur dan mengendalikan sifat-sifat dari induk (parental)kapada keturunannya

(filial). Keanekaragaman gen tidak hanya terjadi pada makhluk hidup yang berbeda

jenisnya tetapi juga pada makhluk hidup yang sejenis. Perbedaan (variasi) gen

menyebabkan sifat yang tidak tampak disebut genotipe dan sifat yang tampak disebut

fenotipe. Variasi makhluk hidup dapat terjadi akibat perkawinan sehingga susunan gen

keturunannya berbeda di susunan gen induknya. Selain itu, variasi makhluk hidup dapat

pula terjadi karena interaksi gen dengan lingkungan.

Contoh : perbedaan pada mangga antara mangga manalagi dengan mangga arum manis.

2. Keanekargaman jenis (spesies)

Jenis (spesies) adalah kelompok individu yang mempunyai banyak persamaan sifat

(dikenal dari morfologi) dan mampu saling kawin antar sesamanya secara bebas yang

akan menghasilkan keturunan yang subur (fertil). Keanekaragaman spesies mencakup

jenis-jenis tumbuhan, hewan serta mikroorganisme yang ada dalam satu wilayah.

Keanekaragaman hayati antar jenis (spesies) mudah diamati karena perbedaan sifatnya

jelas.

Contoh : perbedaan dari suku familia gramineae (rumput-rumputan) dapat dijumpai padi,

jagung, gandum, alang-alang dan sebagainya.

3. Keanekaragaman ekositem

Keanekaragaman ekosistem menggambarkan jenis-jenis populasi organsime yang ada

dalam suatu wilayah tertentu dan interaksi diantara komponen biotik dan abiotik.

Interaksi antara makhluk hidup dengan lingkungan fisiknya menimbulkan

keanekaragaman ekosistem. Keadaan/kondisi lingkungan beranekaragaman berdasarkan

pada ketinggian tempat dan garis lintang.

Contoh : macam ekosistem di Indonesia

a. Ekosistem padang rumput

Ekosistem ini didominasi oleh rumput yang dikelilingi oleh semak-semak. Pada

ekosistem ini terdapat berbagai jenis hewan karnivora dan herbivora.

b. Ekosistem pantai

Ekosistem ini didominasi oleh formasi pes ceprae dan formasi barringtonia yang

berbentuk pohon atau perdu. Pada ekosistem ini tedapat berbagai jenis serangga dan

burung pantai.

c. Ekosistem hutan berdaun jarum

Ekosistem hutan berdaun jarum didomonasi oleh pohon berdaun jarum dan terletak

di daerah pegunungan. Ciri ekosistem ini antara lain umumnya berada di daerah

beriklim sedang (subtropis) yang bersuhu dingin. Hewan di daerah ini antara lain

beruang.

d. Ekosistem lumut

Ekosistem lumut didominasi oleh tumbuhan lumut dan terletak di daerah

bertemperatur rendah, misalnya di puncak gunung dan di kutub. Hewan yang

terdapat di daerah tersebut adalah hewan yang berbulu tebal.

e. Ekosistem padang pasir

Ciri ekosistem ini antara lain didominasi tumbuhan kaktus, terdapat pada daerah

beriklim panas. Hewan yang ada antara lain reptilia, mamalia kecil dan burung.

f. Ekosistem hutan hujan tropis

Ekosistem ini terdapat di daerah tropis. Ekosistem ini berupa lautan belantara yang

paling banyak terdapat macam spesies sehingga merupakan ekosistem yang paling

mantap.

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Waktu pelaksanaan penelitian dilaksanakan pada semester genap yaitu selama 2

bulan, pada bulan Februari sampai April 2009. Adapun tempat yang akan dijadikan

penelitian adalah SMA Negeri 1 Leuwimunding yang berada di Kabupaten Majalengka.

B. Kondisi Umum Wilayah Penelitian

SMA Negeri 1 Leuwimunding terletak di jalan Raya Utara desa Leuwimunding kecamatan

Leuwimunding kabupaten Majalengka. Adapun lokasi SMA Negeri 1 Leuwimunding

berbatasan dengan lokasi-lokasi sebagai berikut:

a. Sebelah barat berbatasan dengan sawah

b. Sebelah timur berbatasan dengan jalan raya Leuwimunding

c. Sebelah selatan berbatasan dengan puskesmas Leuwimunding

d. Sebelah utara berbatasan dengan kapolsek Leuwimunding.

Lokasi SMA Negeri 1 Leuwimunding cukup strategis, karena dapat dijangkau oleh semua

warga desa Leuwimunding dan juga mudah dijangkau oleh warga sekitar desa

Leuwimunding, baik melalui jalan kaki ataupun melalui kendaraan sebab lokasi sekolah

tersebut yang dekat dengan jalan raya yang strategis.

C. Langkah-langkah Penelitian

1. Sumber Data

Dalam penelitian ini data yang penulis kumpulkan berasal dari dua sumber yaitu

teoritik dan empirik.

a. Data Teoritik, yaitu sumber data yang berasal dari literatur yang berkaitan dengan

permasalahan yang sedang dikaji.

b. Data Empirik, yaitu sumber data yang berasal dari lokasi penelitian adalah SMA

Negeri 1 Leuwimunding Kabupaten Majalengka.

2. Populasi dan Sampel

a. Populasi

Menurut Suharsimi Arikunto (2006: 102) populasi adalah keseluruhan subyek

penelitian.

Dalam penelitian ini yang dijadikan populasi adalah keseluruhan siswa kelas X SMA

Negeri 1 Leuwimunding.

b. Sampel

Untuk menentukan jumlah sampel, penulis mengacu dari ketentuan yang

dikemukakan Suharsimi Arikunto (2006: 107) yaitu: “untuk sekedar ancer-ancer

maka apabila subyeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semua, sehingga

penelitiannya merupakan penelitian populasi totalitas. Selanjutnya jika subyeknya

besar dapat diambil 10-15% atau 20-25% dan atau lebih, tergantung kemampuan

peneliti”.

Adapun untuk menentukan sampelnya penulis menggunakan cara purposive

sampling yaitu kelas X, yng berjumlah 40 orang.

3. Teknik Pengumpulan Data

a. Observasi

Observasi adalah penelitian yang dilakukan dengan cara melakukan pengamatan

terhadap obyek, baik secara langsung maupun tidak langsung (Moh. Ali, 1993:

9). Penulis melakukan observasi terhadap kegiatan praktikum.

b. Angket

Penulis menyebarkan sejumlah pertanyaan kepada sampel yang telah

ditentukan. Hal ini dilakukan untuk mengumpulkan data tentang tanggapan dan

respon siswa terhadap pembelajaran aktif dengan praktikum.

c. Tes tertulis

Teknik ini digunakan untuk mengukur kemampuan dan pencapaian peningkatan

hasil belajar siswa. Tes tertulis ini berupa pre test dan post test.

4. Prosedur Penelitian

Dari desain penelitian di atas, langkah pertama adalah studi pendahuluan. Di mana

studi pendahuluan ini dijadikan tahap awal permasalahan di sekolah terutama dalam

pembelajaran. Kemudian menyusun instrument, instrument yang digunakan terlebih

dahulu diuji di kelas yang berbeda (bukan kelas eksperimen), kemudian mengambil

sehingga instrument layak digunakan karena kevalidannya. Selanjutnya diberikan

kepada siswa untuk dijadikan instrument. Instrument yang digunakan dalam

penelitian ini berupa observasi, angket dan tes tertulis.

Setelah dilakukan pengambilan data langkah selanjutnya yaitu menganalisis data yang

telah diperoleh sehingga dapat mengetahui hasil dari penelitian tersebut, kemudian

dilakukan penyusunan laporan penelitian.

Bagan 2. Prosedur Penelitian

Studi Pendahuluan

Studi Teoritik

Studi Empirik

Penyusunan Instrumen

Uji coba instrumen

Pengambilan data

Menetapkan strategi pembelajaran

pembelajaran aktif dengan praktikum

Observasi

Test

Angket

Mengumpulkan Data

Analisis Data

Menyusun laporan penelitian

Menarik kesimpulan

5. Analisis Data

Dengan menganalisis data yang diperoleh melalui angket, observasi dan tes. Penulis

lakukan dengan pendekatan kualitatif dan kuantitatif, yaitu cara menghubungkan antara teori

dengan peristiwa yang terjadi di lokasi penelitian. Data yang diperoleh melalui angket

dianalisis secara kualitatif dengan menggunakan rumus:

P = x 100% (Anas Sudjiono, 2003: 4)

Keterangan:

P : jumlah

f : frekuensi

N : jumlah responden

100% : bilangan tetap

Dari perhitungan di atas selanjutnya ditafsirkan dengan ketentuan menurut Suharsimi

Arikunto (2002: 245) adalah sebagai berikut:

80% - 100% : tinggi

60% - 80 % : cukup

40% - 60% : agak rendah

20% - 40% : rendah

05 - 20% : sangat rendah

Kemudian data di analisis menurut pendekatan kuantitatif. Adapun kriteria yang harus

diujikan terhadap instrumen penelitian sebelum diuji hipotesisnya sebagai berikut:

a. Uji Validitas

Untuk mengetahui validitas dari setiap item angket atau tes penelitian maka perlu adanya

uji validitas yang menggunakan rumus Korelasi Produk Momen (Suharsimi Arikunto, 2006:

170).

rxy =

Keterangan :

rxy : validitas soal

N : jumlah responden/sampel

: jumlah skor pertanyaan No. ke 1 dikalikan skor total

: jumlah skor pertanyaan No. 1

: jumlah skor total

Jika r hitung kecil dari r tabel maka soal tidak valid. Sebaliknya jika r hitung lebih

besar r tabel maka item soal dianggap valid.

Adapun r skala yang digunakan adalah:

- skala 4 untuk jawaban yang paling benar

- skala 3 untuk jawaban yang benar

- skala 2 untuk menjawab yang mendekati benar

- skala 1 untuk jawaban yang sama

Validitas instrumen dalam rumus Product Moment menggunakan bantuan program SPSS

versi 11.00.

b. Uji Reliabilitas

Setelah mengetahui kelayakanan setiap item soal maka diuji apakah data dari angket

ataupun soal tes tersebut dapat dipercaya atau tidak maka perlu adanya uji reliabilitas yaitu

menggunakan rumus alpha Cronbach (Suharsimi Arikunto, 2006: 196).

r11 =

Keterangan:

r11 : reliabilitas instrument

K : banyaknya butir pertanyaan

: jumlah varian butir

: varian total

Kriteria: apabila r mendekati angka 1 maka variabel yang digunakan stabil dan apabila r jauh

dari angka 1 maka variabel yang digunakan tidak stabil.

Klasifikasi reliabilitas soal (harga r) menurut Suharsimi Arikunto yaitu:

0,00 – 0,20 : sangat rendah

0,20 – 0,40 : rendah

0,40 – 0,60 : cukup

0,60 – 0,80 : tinggi

0,80 – 1,00 : sangat tinggi

Reliabilitas angket dapat di hitung dengan rumus diatas mengunakan program SPSS for

windows versi 11.00.

c. Analisis Butir Soal

Analisis butir soal dapat dilakukan dengan menghitung daya pembeda dan tingkat

kesukarannya.

Untuk menghitung daya pembeda digunakan rumus:

DP = x 100%

Keterangan:

DP = indeks daya pembeda satu butir tertentu

BA = jumlah jawaban benar pada kelompok atas

BB = jumlah jawaban benar pada kelompok bawah

NA = jumlah siswa

TK = x 100%

Keterangan:

TK = indeks tingkat kesukaran satu butir soal tertentu

BA = jumlah jawaban benar pada kelompok atas

BB = jumlah jawaban benar pada kelompok bawah

NA = jumlah siswa kelompok atas

NB = jumlah siswa kelompok bawah

Kaedah analisis butir soal:

Untuk daya pembeda:

Negatif – 9% = sangat buruk, harus dibuang

10% - 19% = buruk, sebaiknya dibuang

20 – 25% = angka baik, kemungkinan untuk di revisi

30 – 49% = baik

50% ke atas = sangat baik

Untuk tingkat kesukaran:

0% - 15% = sangat sukar, sebaiknya dibuang

16% - 30% = sukar

31% -70% = sedang

71% - 85% = mudah

86% - 100% = sangat mudah, sebaiknya dibuang

d. Uji Asumsi

Uji asumsi meliputi:

1. Uji normalitas

Uji normalitas digunakan untuk menentukan apakah data tersebut tergolong parametris

atau non parametris.

2. Uji homogenitas

Uji homogenitas dilakukan untuk menentukan apakah data tersebut berasal dari populasi

dengan varian yang sama atau tidak

Untuk uji normalitas dan homogenitas penulis menggunakan program SPSS for

Windows versi 12.00.

e. Uji Hipotesis

Uji hipotesis dilakukan menggunakan rumus uji t dan ANOVA untuk mengetahui perbedaan

peningkatan hasil belajar siswa setelah penerapan pembelajaran aktif (active learning)

dengan praktikum dengan bantuan program SPSS for Windows versi 12.00.