Upload
doanbao
View
223
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Pinjam meminjam peralatan pribadi oleh siswa santri mempercepat penyebaran tungau Sarcoptes scabiei.
20 i DRPM gazette i vol. 06 No. 01 jaNuaRi 13
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh
infestasi dan sensitisasi terhadap tungau Sarcoptes
scabiei; menempati urutan ke-3 dari 12 penyakit kulit
tersering di masyarakat. Prevalensi skabies sangat tinggi
pada kelompok padat, higiene kurang baik dan ekonomi yang
kurang seperti di panti asuhan, pesantren, barak tentara, penjara
dan lain-lain. Di Jakarta Timur, terdapat sebuah pesantren yang
mempunyai 157 santri dan 60% santrinya mengidap skabies.
Prevalensi skabies tinggi karena santri tinggal dalam kelompok
padat yaitu 20-30 orang/kamar. Santri juga menggunakan
perlengkapan tidur bersama, meminjam pakaian, handuk dan
alat-alat pribadi lain.
Pemberantasan Skabies pada Santri di sebuah Pesantren di Jakarta Timur
Skabies sangat mudah menular dan sulit diberantas. Pengobatan
harus serentak dan menyeluruh, jika tidak, reinfeksi akan mudah
terjadi. Pengelola pesantren sulit melakukan pemberantasan
skabies secara serentak karena jumlah santri yang terinfeksi
cukup banyak, tidak ada biaya dan keterbatasan sumber daya di
pesantren.
Berdasarkan uraian tersebut, pengabdi melakukan pengobatan
dan penyuluhan kesehatan untuk santri dan pengelola pesantren
serta membentuk kader sehat untuk kesinambungan program
pencegahan skabies. Pengabdi dibantu mitra melakukan
penyuluhan dan pemeriksaan kesehatan. Mitra bertugas
menyiapkan ruang pemeriksaan dan penyuluhan serta keperluan
teknis lain.
Penyuluhan diberikan dalam bentuk ceramah dengan bantuan
gambar (slide) dilanjutkan dengan diskusi selama 1 jam.
Selesai ceramah, santri diajarkan bagaimana berperilaku hidup
bersih sehat (PHBS) selama 2 jam. Keesokan harinya dilakukan
pemeriksaan kulit dengan cara anamnesis dan pemeriksaan
fisik. Santri positif skabies diobati dengan permetrin 5% dan
pengobatan diulang satu minggu kemudian. Setelah satu bulan
dilakukan evaluasi pengobatan dan pemberian obat tambahan
jika diperlukan. Selain kegiatan ini, pengelola dibantu kader sehat
diminta untuk membantu mengawasi kebersihan santri dan
ruangan, memperbaiki ventilasi agar sirkulasi udara dan sinar
matahari dapat masuk ke dalam ruangan.
Penyuluhan kesehatan telah dilakukan dan kader sehat
telah dibentuk. Para kader telah memimpin santri untuk
oleh Saleha Sungkar (Pengabdi Masyarakat Terbaik UI tahun 2012)
Saleha Sungkar, adalah guru besar d Departemen Parasitologi FKUI. Lahir di Jakarta 29 September 1956. Pendidikan profesi dokter diselesaikan pada tahun 1982 di FKUI, Diploma in Applied Parasitology and Entomology pada tahun 1986 di Kuala Lumpur dan pendidikan S2 Ilmu Biomedik di FKUI tahun 1994. Saat ini menjabat Ketua Departemen Parasitologi FKUI. Aktif melakukan penelitian dan pengabdian masyarakat di bidang parasitologi khususnya vektor demam berdarah dengue, cacingan, filariasis, skabies dan pedikulosis. Tahun 2012 Beliau mendapat penghargaan Pengabdi Masyarakat Terbaik dari Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat Universitas Indonesia. Kontak:
Penyuluhan tentang skabies diberikan kepada seluruh santri (atas), Pemeriksaaan kulit (bawah)
vol. 06 No. 01 jaNuaRi 13 i DRPM gazette i 21
membersihkan ruangan dan membuat
jadwal mencuci dan menyetrika. Pengabdi
memberikan bantuan tiga mesin cuci,
empat setrika dan mengganti semua kasur
santri dengan yang baru.
Berdasarkan pemeriksaan kulit, santri
laki-laki (64,9%) yang mengidap skabies
lebih banyak dibandingkan perempuan
(35,1%). Pada santri laki-laki, lesi skabies
paling banyak terdapat di bokong, genital
dan sela jari tangan sedangkan pada
santri perempuan, lesi paling banyak
di bokong dan sela jari tangan. Santri
madrasah tsanawiyah (67%) lebih banyak
positif skabies dibandingkan santri aliyah
(37%). Pada evaluasi satu bulan setelah
pengobatan, 77 (81%) santri sembuh
dari skabies dan 17 (19%) belum. Hal
tersebut disebabkan karena ketika
kegiatan berlangsung 17 santri sedang
pulang ke rumah orangtuanya. Santri yang
pulang juga mengidap skabies sehingga
ketika kembali ke pesantren, mereka
akan menjadi sumber infeksi untuk santri
lainnya. Untuk mengatasi skabies yang
belum sembuh dilakukan pengobatan
masal sekali lagi. Pada evaluasi satu bulan
setelah pengobatan masal kedua, semua
santri telah sembuh dari skabies.