Upload
muhammad-wahyu
View
30
Download
4
Embed Size (px)
DESCRIPTION
PEMBERDAYAAN PETANI
Citation preview
Pemberdayaan Masyarakat Melalui Implementasi Konsep Grameen Bank
Pada Komunitas ‘Sampah’
Subarkah Yudi WijayaHeri Permana
Desy Ratna Pratiwi
Pendahuluan
Indonesia, negara yang sarat akan keindahan alamnya. Betapa tidak, tercatat bahwa
Indonesia merupakan negara dengan tingkat biodiversitas tertinggi kedua setelah Brazil.1
Fakta tersebut jelas menunjukkan betapa tingginya keanekaragaman sumber daya alam hayati
yang dimiliki Indonesia. Tingginya tingkat biodiversitas Indonesia ditunjukkan dengan
adanya 10% dari tanaman berbunga yang dikenal di dunia dapat ditemukan di Indonesia, 12%
dari mamalia, 16% dari hewan reptil, 17% dari burung, 18% dari jenis terumbu karang, dan
25% dari hewan laut.2 Tak hanya itu, di bidang agrikultur, Indonesia juga terkenal atas
kekayaan tanaman perkebunannya, seperti biji cokelat, karet, kelapa sawit, cengkeh, dan
bahkan kayu.
Sumber daya alam di Indonesia tidak terbatas pada kekayaan hayatinya saja. Berbagai
daerah di Indonesia juga dikenal sebagai penghasil berbagai jenis bahan tambang,
seperti petrolium, timah, gas alam, nikel, tembaga, bauksit, batu bara, emas, dan perak.3 Di
samping itu, Indonesia juga memiliki tanah yang subur dan baik digunakan untuk berbagai
jenis tanaman. Wilayah perairan yang mencapai 7,9 juta km2 juga menyediakan potensi alam
yang sangat besar.
Namun terlepas dari berbagai fakta menakjubkan terkait kekayaan alam Indonesia
tersebut, ternyata terdapat sekelumit catatan menarik dimana dalam kurun waktu beberapa
bulan terakhir telah terjadi rentetan bencana alam di Indonesia. Hal ini seolah biasa, namun
bila diperhatikan dengan seksama menjadi penting untuk direnungkan, pasalnya rentetan
bencana tersebut terjadi di salah satu negara dengan kekayaan alam terbesar di dunia,
Indonesia. Berdasarkan data yang dihimpun oleh Palang Merah Indonesia, pada tahun 2014
telah terjadi sekurang-kurangnya 13 bencana alam di Indonesia, sebut saja banjir Boyolali
(Jateng), Demak (Jateng), Bungo (Jambi), Banjar (Kalsel), Cijengkol (Banten), Bekasi
1 Wikipedia Bahasa Indonesia diakses dari http://id.wikipedia.org/wiki/Sumber_daya_alam, pada tanggal 8 februari 2014, pukul 01:132 Ibid3 Ibid
(Jabar), tanah longsor di Lebak (Banten) dan Sukabumi (Jabar), Angin Puting Beliung di
Pringsewu (Lampung), Boyolali (Jateng) dan Karawang (Jabar), tanggul jebol: Depok
(Jabar), hingga yang terbaru adalah erupsi gunung Sinabung dan gunung Karo (Sumut).4
Fakta-fakta tersebut tentu mengundang banyak tanya, apa yang sebenarnya terjadi di
Indonesia? apakah ini kesalahan pemerintah? Atau justru masyarakat lah yang memulai
semua bencana?
Urgensi Pemberdayaan Masyarakat
Melimpah ruahnya kekayaan alam Indonesia ternyata tak mampu menjadi jaminan
terbebasnya Indonesia dari ancaman bencana. Betapa tidak, pola hidup yang cenderung
‘meremehkan’ dari sebagian besar masyarakatnya seakan menjadi pembuka jalan datangnya
bencana demi bencana. Sejak memasuki tahun 2014, tercatat telah terjadi sekurang-
kurangnya 6 bencana banjir yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia. Bila dicermati,
bukanlah salah pemerintah maupun lembaga pembuat kebijakan melainkan banjir di
nusantara merupakan realisasi nyata hukum sebab-akibat. Sebabnya tak lain adalah karena
tabiat buruk sebagian besar masyarakat yang masih cenderung ‘meremehkan’ sehingga begitu
mudah membuang sampah sembarangan. Hal ini menyebabkan terjadinya akibat yang
kembali kepada masyarakat itu sendiri, yakni bencana banjir.
Tercatat fakta menarik yang dihimpun oleh sebuat surat kabar Suara Pembaruan
dimana pada tahun 2012 Direktur Perumahan dan Pemukiman Bappenas Nugroho,
mengatakan, volume sampah di Indonesia sekitar 1 juta meter kubik setiap hari, namun baru
42% di antaranya yang terangkut dan diolah dengan baik. Jadi, sampah yang tidak diangkut
setiap harinya sekitar 348.000 meter titik atau sekitar 300.000 ton. Bila dianalogikan dengan
stadion sepak bola Gelora Bung Karno (GBK) Senayan Jakarta, maka untuk menampung
tumpukan sampah yang tidak terangkut tersebut selama satu tahun dibutuhkan sekitar 122
tempat sampah sebesar GBK.5
Menumpuknya sampah di Indonesia bukanlah terjadi begitu saja, melainkan karna
buah tangan tak bertanggung jawab sebagian besar masyarakatnya. Hal ini sangat mungkin
terjadi karena adanya dorongan waktu luang yang terbuang sia-sia, terlebih begitu besar
tingkat pengangguran terbuka di Indonesia. Berdasarkan data yang dihimpun oleh BPS,
4 Beritagar. 2014. Indonesia. Data Bencana Indonesia di awal Januari 2014 via @PalangMerah diakses dari http://storify.com/beritagar/data-bencana-indonesia-via-palangmerah, pada tanggal 8 februari 2014 pukul 00:555 Suara Pembaruan. 2012. Indonesia. Setahun Volume Sampah di Indonesia Setara Dengan 122 Gelora Bung Karno diakses dari http://www.suarapembaruan.com/home/setahun-volume-sampah-di-indonesia-setara-dengan-122-gelora-bung-karno/21707, pada tanggal 9 februari 2014 pukul 06:50
jumlah pengangguran terbuka di Indonesia pada tahun 2000 di dominasi oleh kalangan
pemuda (usia 15-19 tahun sebesar 20.51% dan usia 20-24 tahun sebesar 13.69 %).6
Pengangguran terbuka dirasa memiliki potensi yang lebih besar dari golongan masyarakat
lainnya, sebab pengangguran terbuka adalah pengangguran yang benar-benar tidak memiliki
pekerjaan sehingga sangat besar kemungkinan banyak waktu luang yang terbuang sia-sia.
Dengan begitu rawan akan munculnya kebiasan-kebiasan buruk sebagai sarana menghibur
diri, seperti membuang sampah sembarangan bahkan membuang sampah ke sungai yang pada
akhirnya sampah-sampah tersebut akan menumpuk dan menjadi penyebab utama terjadinya
banjir.
Pemuda adalah generasi emas dimana sedang berlangsungnya masa-masa produktif
dalam siklus hidup seseorang. Pemberdayaan masyarakat terutama dari kalangan pemuda
yang dirasa begitu penting demi membentuk mental kreatif dan pantang menyerah dari
genarasi penerus bangsa tersebut.
Pemberdayaan komunitas ‘sampah’ dengan konsep Grameen Bank
Pengangguran terbuka memang masih didominasi oleh pemuda, namun perlu ditinjau
kembali sebab terjadinya fakta tersebut. Tak jarang ditemui pemuda-pemuda kreatif dan
memiliki semangat tinggi namun terbentur faktor finansial untuk dapat berkembang. Sejalan
dengan pernyataan tersebut, hampir di semua lembaga keuangan ditemui kenyataan bahwa
untuk mengajukan pembiayaan diperlukan data pekerjaan dan data penghasilan dari
pemohon. Tentu ini menjadi kendala utama ketika pemuda yang baru tergerak dan ingin
memulai justru dihadapkan pada ketatnya regulasi seperti ini. Pada akhirnya, kreatifitas dan
kemampuan yang mereka miliki hanya akan mengalir begitu saja tanpa tersalurkan dengan
baik.
Hal inilah yang menjadi alasan utama betapa pentingnya pemberdayaan masyarakat
dilakukan dan difasilitasi dengan baik dan benar. Belum lama ini, sedang marak berita terkait
kesuksesan konsep grameen bank yang mulai digagas oleh seorang professor asal Bangladesh
sejak tahun 1974, Muhammad Yunus. Grameen bank sendiri tercipta berdasarkan ide bahwa
orang miskin memiliki kemampuan yang kurang digunakan.7 Muhammad Yunus
membuahkan kesimpulan bahwa rata-rata warga miskin yang memiliki profesi sebagai
6 Badan Pusat Statistik. 2000. Indonesia. Pengangguran Terbuka, diakses dari http://www.datastatistik-indonesia.com/portal/index.php?option=com_content&task=view&id=803&Itemid=803&limit=1&limitstart=2, pada 9 februari 2014, pukul 07:227 Wikipedia. Indonesia. Bank Grameen, diakses dari http://id.wikipedia.org/wiki/Bank_Grameen, pada 9 februari 2014, pukul 07:50
pengusaha kecil sangat sulit memperoleh kredit dan bahkan terpaksa meminjam uang kepada
rentenir yang tentunya akan memberikan bunga pinjaman yang tinggi sehingga sangat
memberatkan si debitur, terlebih debitur merupakan warga miskin.8 Oleh sebab itu
Muhammad Yunus memberikan pinjaman modal tanpa jaminan kepada masyarakat miskin
yang memiliki kemauan dan kemampuan namun terbentur ketatnya regulasi dalam
mengajukan pinjaman.
Berkaca dari kesuksesan Muhammad Yunus dengan Grameen Bank nya, bila
diberikan sedikit pengembangan tentu konsep tersebut layak dihadirkan sebagai solusi dalam
menunjang pemberdayaan masyarakat di Indonesia terutama masyarakat miskin. Bila ditinjau
lebih dalam, konsep grameen bank dapat dibumbui dengan usaha pelestarian lingkungan dari
tumpukan sampah.
Dalam Islam, konsep grameen bank bisa dilakukan dengan akad qardh al hasan
dimana dana pinjaman qardh dapat berasal dari Zakat, Infaq dan Sedekah sehingga tentu
tidak memberatkan LKS selaku muqrid atau pemberi pinjaman. Hal ini bisa berjalan baik
dengan meningkatkan peran Bank atau Lembaga Keuangan Syariah sebagai Corporate
Social Responsibility (CSR) dimana LKS dapat meningkatkan kuantitas penyaluran dana
kebaikan dengan akad qardh al hasan untuk memfasilitasi masyarakat miskin yang memiliki
kreatifitas dan kemampuan memadai.
Dengan tujuan utamanya untuk memberdayakan masyarakat miskin dan pelestarian
lingkungan, tentu dapat diterapkan kriteria pemberian pinjaman qardh al hasan oleh LKS
untuk masyarakat khususnya pemuda yang memiliki kreatifitas tinggi dalam merubah
tumpukan sampah menjadi produk yang bernilai. Konsep daur ulang sampah bisa menjadi
alternatif untuk mendapatkan pinjaman qarh al hasan dari LKS, dimana masyarakat miskin
khususnya pemuda membentuk suatu komunitas beranggotakan sekitar 5 orang untuk saling
bekerjasama menciptakan suatu produk daur ulang sampah yang memiliki nilai ekonomi.
Produk daur ulang sampah yang dirasa memiliki prospek cukup baik dalam dunia
perekonomian akan mendapatkan pinjaman qardh al hasan tanpa jaminan dari LKS untuk
mengembangkan kembali buah tangan tersebut. Pemberian pinjaman qardh al hasan ini dapat
dilakukan terus menerus, hingga pada akhirnya diharapkan komunitas ‘sampah’ yang telah
berhasil mengembalikan pinjaman qardh al hasan tersebut dan telah memiliki keuntungan
sendiri turut membantu komunitas ‘sampah’ lainnya yang baru merintis usahanya dengan ikut
8 http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36060/4/Chapter%20II.pdf diunduh 8 februari 2014 pukul 16:48
serta memberikan pinjaman qardh al hasan serta bimbingan berupa pelatihan dan sebagainya,
sehingga akan lahir komunitas-komunitas ‘sampah’ baru yang terus bermunculan dengan
konsep berantai dan tidak terputus.
Dengan bahan dasar sampah yang begitu mudah didapatkan, tentu menjadi
kemudahan tersendiri untuk komunitas ‘sampah’ dalam memulai usahanya. Tak hanya itu,
bila konsep ini berhasil diterapkan tentu akan berimplikasi langsung dengan upaya
mengurangi pengangguran, mengentaskan kemiskinan dan bahkan pelestarian lingkungan
dimana perlahan sampah-sampah akan berkurang dan berubah menjadi produk-produk kreatif
yang ekonomis. Mengingat pinjaman ini menggunakan akad qardh al hasan sehingga tidak
diperlukan adanya agunan dari LKS, karena tujuan utama LKS adalah untuk memberdayakan
masyarakat melalui peran ekonomi syariah.
Simpulan
Pemberdayaan masyarakat terutama kalangan pemuda dapat dilakukan dengan konsep
grameen bank dan dengan ditambahkan beberapa pengembangan demi kesesuaian konsep
dengan kondisi lingkungan. Konsep ini dapat diterapkan oleh LKS dengan menjalankan
peran sosialnya sebagai Corporate Social Responsibillity (CSR) melalui pemberian pinjaman
qardh al hasan yang dananya bersumber dari Zakat, Infaq dan Sedekah. Pinjaman qardh al
hasan tersebut dapat diberikan tanpa jaminan kepada komunitas ‘sampah’ yang memiliki
kreatifitas dalam mendaur ulang limbah sampah menjadi produk yang ekonomis.
Lebih jauh lagi, apabila konsep ini berhasil dilakukan tentu akan berimplikasi
langsung pada perbaikan moral dengan menumbuhkan pribadi-pribadi yang cinta lingkungan
dan kreatif serta dapat menjadi sarana pemberdayaan masyarakat dan pelestarian lingkungan.