26
DEPARTEMEN SOSIAL RI TAHUN 2008 KAJIAN STAF AHLI MENTERI SOSIAL PEMBERDAYAAN PERAN MASYARAKAT DALAM PENANGGULANGAN BENCANA ALAMOLEH : STAF AHLI MENTERI BIDANG DAMPAK SOSIAL

Pemberdayaan Peran Masyarakat Dalam Penanggulangan Bencana Alam

Embed Size (px)

DESCRIPTION

ebook

Citation preview

DEPARTEMEN SOSIAL RI

TAHUN 2008

KAJIAN STAF AHLI MENTERI SOSIAL

“PEMBERDAYAAN PERAN MASYARAKAT DALAM

PENANGGULANGAN BENCANA ALAM”

OLEH :

STAF AHLI MENTERI BIDANG

DAMPAK SOSIAL

LATAR BELAKANG MENGAPA KAJIAN INI

DILAKUKAN ADALAH :1. Tindak lanjutnya dari amanat UU No. 24 Tahun 2007 tentang

Penanggulangan Bencana, khusunya Bab V Pasal 26 dan 27

terkait dengan “Hak dan Kewajiban Masyarakat” serta PP No.

21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penaggulangan

Bencana khususnya pada Paragraf 5 Pasal 87 point (1)

“Partisipasi dan peran serta lembaga dan organisasi

kemasyarakatan, dunia usaha dan masyarakat sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 75 ayat (1) huruf e bertujuan untuk

meningkatkan partisipasi dalam rangka membantu penataan

daerah rawan bencana ke arah lebih baik dan rasa kepedulian

daerah rawan bencan”.

2. Hasil kajian tahun sebelumnya (2007) yang berjudul

“Penaggulangan Bencana Alam Berbasis Masyarakat” yang

menghasilkan rekomendasi kebijakan salah satunya adalah:

PERLUNYA PERATURAN MENTERI SOSIAL RI sebagai

salah satu indikator penanggulangan bencana alam berbasis

masyarakat.

BAB I

LATAR BELAKANG MENGAPA KAJIAN INI

DILAKUKAN ADALAH (lanjutan) :

3. Arahan Menteri Sosial RI, agar hasil kajian yang dilakukan

Staf Ahli Menteri Sosial dapat dijadikan bahan untuk

kebijakan.

Menurut Menteri Sosial, minimnya dukungan masyarakat pada

masa lalu disebabkan anggapan bahwa penanggulangan

bencana adalah wujud fungsi pemerintah dalam perlindungan

rakyat. Akibatnya, rakyat mengharapkan penanggulangan

bencana sepenuhnya dilaksanakan oleh pemerintah. Menteri

Sosial menekankan, saat ini seluruh sistem, pengaturan,

organisasi, rencana, dan program yang berkaitan dengan

penanggulanga bencana harus dilakukan terpadu. Di samping

itu, harus melibatkan semua pihak sejak fase pencegahan,

mitigasi, kesiapsiagaan, tanggap darurat, hingga fase

pemulihan (sumber : http://balaeropakompas.com tgl. 14

November 2008.

TUJUAN

1. Sebagai bahan informasi tentang perlunya merumuskan

kebijakan teknis dalam bentuk Peraturan Menteri Sosial RI dengan

dasar pemikiran bahwa: usaha Penanggulangan Bencana yang

efektif sangat tergantung pada kemampuan masyarakat itu

sendiri, dan kemampuan masyarakat untuk bekerjasama dengan

organisasi lain seperti pemerintah, LSM lokal dan internasional, dan

sektor bisnis untuk mencegah, mengurangi risiko, menangani dan

memulihkan situasi dari bencana.

1. Melalui kebijakan teknis dimaksud akan membantu masyarakat

untuk dapat melakukan kesiapsiagaan terhadap bencana

dengan lebih baik.

SISTEMATIKA PENULISAN

Bab I PENDAHULUAN, yang menyajikan latar belakang, perumusan

permasalahan kebijakan sosial, batasan pengertian, metode analisis,

serta sistematika penulisan.

Bab II PERMASALAHAN DAN KEBIJAKAN SOSIAL, yang terdiri dari profil

permasalahan, identifikasi kebijakan, serta potensi dan sumber yang

tersedia dalam kaitan pemberdayaan masyarakat dalam

penanggulangan bencana alam.

Bab III EVALUASI KEBIJAKAN, menguraikan tentang deskripsi dan

analisis kebijakan sosial dalam rangka pemberdayaan masyarakat

dalam penanggulangan bencana alam.

Bab IV ALTERNATIF KEBIJAKAN, yaitu berupa kriteria pemilihan alternatif

kebijakan, baik bersifat kualitatif, maupun kuantitatif, serta pilihan-pilihan

kebijakan sesuai dengan kondisi lapangan.

Bab V REKOMENDASI KEBIJAKAN PRIORITAS, yang memuat kebijakan

yang diusulkan, serta komponen kebijakan yang terdiri dari tujuan,

sasaran, strategi, komponen program, kelembagaan, dan indikator

kebijakan.

Bab VI PENUTUP.

PERMASALAHAN DAN

KEBIJAKAN

BAB II

1. Masyarakat melihat bencana sering disikapi sebagai topik yang

“tabu” untuk dibicarakan.

2. Sebagian masyarakat juga menilai bencana alam adalah kondisi

alam yang melekat pada bumi.

3. Bencana yang terjadi dari bencana satu ke bencana yang lainnya.

Terus demikian berulang-ulang. Seolah tidak pernah menjadi bahan

pelajaran, pengalaman berharga atau setidaknya bahan renungan

dalam menangani bencana.

Kompleksnya dampak yang diakibatkan oleh suatu bencana, tidak hanya

mencakup pada kerugian fisik material akan tetapi mencakup pula

permasalahan sosial-psikologis mereka yang menjadi korban bencana dan

masyarakat yang khawatir akan terjadi bencana yang sama. Kejadian bencana

yang datang secara berprose dan / atau tiba-tiba menimbulkan efek serius

yang tidak hanya dirasakan oleh perorangan tetapi juga oleh seluruh

masyarakat terutama yang bertempat tinggal di tempat terjadinya bencana.

No. Tahun Frekuensi Korban Meninggal

1. 1988-2003 647 kejadian 2.022

2. 2004Gempa & Tsunami NAD dan

Nias220.000

3. 2005 281 kejadian 2.462

4. 2006 343 kejadian 10.292

5. 2007 342 kejadian 888

Tabel. Frekuensi kejadian bencana alam dan jumlah korban

berdasarkan time series 1988-2007 di Indonesia.

Sumber : depsos Pebruari 2008, walhi 2004.

PERMASALAHAN DAN

KEBIJAKAN

Faktor-faktor kerentanan yang berpengaruh antara

lain :1.Berada di lokasi berbahaya (lereng gunung api, sekitar tanggul

sungai, di daerah labil, dll).

2.Kemiskinan.3.Pertambahan penduduk yang pesat.

4.Perpindahan penduduk desa ke kota.

5.Perubahan budaya.

6.Kerusakan dan penurunan kualitas lingkungan.7.Kurangnya informasi dan kesadaran.

GAMBARAN IDEAL

PENANGGULANGAN BENCANA

SEPULUH prinsip strategi Yokohama bagi pengurangan resiko bencana saat

ini :

1.Pengkajian risiko bencana adalah langkah yang diperlukan untuk penerapan

kebijakan dan upaya pengurangan risiko bencana yang efektif.

2.Pencegahan dan kesiapsiagaan bencana sangat penting dalam mengurangi

kebutuhan tanggap bencana

3.Pencegahan bencana dan kesiapsiagaan merupakan aspek terpadu dari

kebijakan pembangunan dan perencanaan pada tingkat nasional, regional dan

internasional

4.Pengembangan dan penguatan kemampuan untuk mencegah, mengurangi

dan mitigasi bencana adalah prioritas utama dalam Dekade Pengurangan

Bencana Alam Internasional

5.Peringatan dini terhadap bencana dan penyebarluasan informasi bencana

yang dilakukan secara efektif dengan menggunakan sarana telekomunikasi

adalah factor kunci bagi kesuksesan pencegahan dan kesiapsiagaan bencana

6. Upaya-upaya pencegahan akan sangat efektif bila melibatkan partisipasi

masyarakat lokal (lembaga adat dan budaya setempat), nasional, regional

dan internasional

7. Kerentanan terhadap bencana dapat dikurangi dengan menerapkan desain

dan pola Pembangunan yang difokuskan pada kelompok-kelompok

masyarakat melalui pendidikan dan pelatihan yang tepat

8. Masyarakat internasional perlu berbagi teknologi untuk mencegah,

mengurangi dan mitigasi bencana, dan hal ini sebaiknya dilaksanakan

secara bebas dan tepat waktu sebagai bagian dari kerjasama teknik

9. Perlindungan lingkungan merupakan salah satu komponen pembangunan

berkelanjutan yang sejalan dengan pengentasan kemiskinan dan

merupakan upaya yang sangat penting dalam pencegahan dan mitigasi

bencana alam

10.Setiap negara bertanggung jawab untuk melindungi masyarakat,

infrastruktur dan aset nasional lainnya dari dampak yang ditimbulkan oleh

bencana. Masyarakat

GAMBARAN HASIL LAPANGAN

1. Provinsi yang menjadi lokasi kajian adalah wilayah daerah rawan bencana.

2. Sumber daya yang tersedia dalam penanggulangan bencana alam masih

sangat relatif terbatas.

3. Organisasi kemasyarakat yang diberdayakan dalam penanggulangan

bencana alam meliputi LINMAS, TAGANA, LPM, KORLAP dan Posko

penanggulangan yang ada di kecamatan dan desa/kelurahan.

4. Merujuk pada UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan

Bencana, dan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang

Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana belum dilaksanakan dengan

baik bahkan di beberapa lokasi belum memiliki Badan Penanggulangan

Bencana Daerah.

5. Dalam penanggulangan bencana alam yang terjadi, Pemerintah Provinsi

menggunakan tenaga relawan ada dan satuan TAGANA serta bantuan dari

Pemerintah Pusat. Sedangkan partisipasi masyarakat belum teridentifikasi

secara baik.

EVALUASI KEBIJAKANBAB III

EVALUASI UMUM

Bencana alam sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam,

manusia, dan atau oleh keduanya dan menyebabkan korban manusia, penderitaan, kerugian,

kerusakan sarana dan prasarana lingkungan dan ekosistemnya serta menimbulkan gangguan

terhadap tata kehidupan dan penghidupan masyarakat. Penanggulangan Bencana Alam yang

dilakukan saat ini masih menyimpan beberapa masalah antara lain sebagai berikut:

Kelambatan dalam mengantisipasi tanggap darurat bencana;

Kurangnya koordinasi dalam perencanaan dan pelaksanaan dalam pemulihan pasca bencana;

Kerangka kerja kelembagaan lebih fokus pada pelaksanaan tanggap darurat bencana dibanding

pemulihan pasca bencana serta pendanaan yang lebih ditekankan pada tanggap darurat

bencana.

Pemahaman atas pengurangan resiko bencana juga masih terlihat jelas akan kurangnya

pemahaman dalam kesiapsiagaan menghadapi bencana dan resiko bencana.

Lemahnya kinerja kelembagaan dalam pelaksanaan pengurangan resiko bencana,

kurangnya perencanaan dan pelaksanaan dalam pengurangan resiko bencana serta kurang

terpadunya rencana penataan ruang dengan pengurangan resiko bencana.

Ketidakpahaman masyarakat dalam memberikan bantuan terhadap para korban,

mengakibatkan masyarakat yang menjadi korban bencana alam sangat bergantung pada upaya-

upaya yang dilakukan oleh pemerintah.

Belum terpenuhinya pelayanan standar minimum yang disyaratkan oleh piagam

kemanusia terkait dengan pemberian bantuan terhadap korban bencana, sehingga sering ditemui

korban bencana terkesan tidak dipenuhi akan haknya terhadap kehidupan yang bermartabat.

ANALISA TERHADAP KEBIJAKAN YANG ADA

1. Undang Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana mengamanatkan hak

(Pasal 26) dan kewajiban masyarakat (pasal 27) membutuhkan kebijakan teknis yang dapat

dijadikan landasan hukum bagi Departemen Sosial untuk menerbitkan peraturan dalam rangka

pemberdayaan peran masyarakat dalam penanggulangan bencana alam.

2. Lingkup partisipasi masyarakat sebagaimana pada Paragraf 5 Pasal 87 PP No. 21 Tahun 2008

bertujuan untuk meningkatkan partisipasi dalam rangka membantu penataan dan rasa kepedulian

pada daerah rawan bencana. Secara khusus, partisipasi yang dimaksud tidak menjelaskan hal-hal

yang menjadi kewajiban masyarakat seperti ; kegiatan kampanye, meningkatkan rasa kepedulian

dan kesetiakawanan serta penggalangan dana.

3. Penguatan potensi daerah dalam penanggulangan bencana alam serta keterlibatan masyarakat

untuk mendukung upaya-upaya penanggulangan bencana, terutama terkait dengan pemahaman

peran masyarakat tentang bencana alam dan upaya-upaya dalam meminimalisir jumlah korban dan

kerugian akibat bencana alam ;

4. Peningkatan kapasitas masyarakat dalam upaya penanggulangan bencana alam, masih diarahkan

pada organisasi yang telah dibentuk pemerintah termasuk penyiapan Taruna Siaga Bencana

(TAGANA) dan organisasi sosial masyarakat lokal;

5. Lemahnya Pelaksanaan program, yang secara proporsional dari mulai tahap sebelum, pada saat

dan pasca bencana termasuk di dalamnya pengetahuan akan nilai-nilai lokal yang memiliki korelasi

signifikan terhadap upaya-upaya penanggulangan bencana alam.

6. Terbatasnya jangkauan penanganan bencana alam dengan menggunakan potensi dan sumber daya

lingkungan dan sumber daya manusia sebagai bagian integeral dalam pemberdayaan masyarakat

dan pembangunan yang berkelanjutan.

7. Dalam pelaksanaannya Departemen Sosial berkoordinasi dengan BNPB. Sedangkan untuk tingkat

daerah Dinas Sosial berkoordinasi dengan BPB Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota.

TENTANG PENTINGNYA PEMBERDAYAAN PERAN MASYARAKAT DALAM

PENANGGULANGAN BENCANA

1. Penanggulangan bencana adalah tanggungjawab semua pihak,

bukan pemerintah saja.Setiap orang berhak untuk mendapatkan

perlindungan atas martabat, keselamatan dan keamanan dari

bencana.

2. Masyarakat adalah pihak pertama yang langsung berhadapan

dengan ancaman dan bencana. Karena itu kesiapan masyarakat

menentukan besar kecilnya dampak bencana di masyaMasyarakat

meskipun terkena bencana mempunyai kemampuan yang bisa

dipakai dan dibangun untuk pemulihan melalui keterlibatan

aktif.Masyarakat adalah pelaku penting untuk mengurangi

kerentanan dengan meningkatkan kemampuan diri dalam

menangani bencana. Masyarakat yang menghadapi bencana

adalah korban yang harus siap menghadapi kondisi akibat

bencana.

3. Masyarakat yang terkena bencana adalah pelaku aktif untuk

membangun kembali kehidupannya.

ALTERNATIF KEBIJAKAN BAB IV

KRITERIA PEMILIHAN ALTERNATIF

A. KUALITATIFKriteria kualitatif adalah kriteria yang lebih melihat besaran potensi sebagai sesuatu yang perlu

didayagunakan sebagai bagian dari strategi penanggulangan bencana alam, yang meliputi

1. Pemanfaatan nilai-nilai lokal dan pengetahuan masyarakat setempat yang terkait dengan penanggulangan

bencana alam;

2. Pemanfaatan inovasi pengetahuan dan pendidikan untuk membangun budaya keselamatan dan

ketahanan pada seluruh tingkatan;

3. Pengurangan cakupan resiko bencana alam;

4. Mekanisme penanggulangan bencana yang mencakup :

a. Pengurangan resiko bencana alam sebagai prioritas nasional maupun daerah,

b. Peningkatan pemahaman dan pengetahuan masyarakat lokal tentang bencana yang akan terjadi,

c. Pembentukan Institusi pelaksana yang kuat, terkoordinasi dan efektif,

d. Pengadaan dan perbaikan sistem peringatan dini,

e. Pengidentifikasian, pengkajian dan pemantauan bencana alam,

f. Peningkatan kesiapan menghadapi bencana pada semua tingkatan masyarakat, agar tanggapan yang

dilakukan lebih efektif, sebaiknya lakukan pula kegiatan simulasi bencana.

5. Peningkatan kesadaran masyarakat dalam kesiapsiagaan menghadapi bencana;

6. Pemberdayaan peran masyarakat dalam menghadapi bencana yang didapat dari pengalaman (proses

belajar dari pengalaman sebelumnya);

7. Respon pemerintah daerah dan aparatnya dari instansi sektor dalam membangun kesiapsiagaan

masyarakat;

8. Terlatih, terorganisasi dan terkoordinasinya tenaga lokal (Desa/Kelurahan) dalam penanggulangan

bencana alam;

9. Dibangunnya kesamaan persepsi tentang kebencanaan di lingkungan masyarakat.

B. KUANTITATIF

Kriteria kuantitatif adalah sejumlah potensi yang terkait dengan penggunaan teknologi

dan suporting sistemnya sebagai bagian dalam upaya penanggulangan bencana alam

yang meliputi:

1. Pemetaan Daerah Rawan Bencana (gempa bumi, tanah longsor, bencana, gunung

berapi, banjir, dll);

2. Pengembangan Sistem Deteksi Dini (Early Warning System/EWS) di daerah rawan

bencana (termasuk pengenalannya kepada masyarakat);

3. Tersedianya lokasi yang dijadikan sebagai wilayah aman oleh masyarakat sesuai

dengan penempatan POSKO dari beberapa lembaga yang mempunyai komitmen

dalam penanggulangan bencana alam;

4. Tersedianya kebutuhan dasar masyarakat yang terkena bencana;

5. Adanya dukungan pelayanan terhadap korban bencana (khususnya di Departemen

Sosial) dalam hal ini Direktorat BSK Bencana Alam Ditjen Bantuan dan Jaminan

Sosial;

6. Pendataan kegiatan secara simultan sesuai dengan konsentrasi permasalahan dan

kebutuhan yang ada;

7. Tanggap darurat terhadap korban bencana.

8. Cakupan pemulihan trauma pasca bencana.

Dalam rangka upaya pemberdayaan peran masyarakat dalam

penanggulangan bencana alam perlu dikembangkan kebijakan sosial sebagai

berikut:

1. Peningkatan jumlah, pengetahuan dan kemampuan Karang Taruna,

PSM dan TKSM lainnya yang diarahkan menjadi Taruna Siaga Bencana

(TAGANA).

2. Peningkatan peran masyarakat dalam penanggulangan bencana

alam baik pada pra bencana, tanggap darurat dan pasca bencana.

3. Tata Cara Pemberdayaan Peran Masyarakat dalam Penanggulangan

Bencana Alam, sebagai penjabaran Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007

dan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008, yang berhubungan dengan

prinsip penanggulangan bencana, pengaturan pemenuhan hak dan

pelaksanaan kewajiban masyarakat dalam penanggulangan bencana alam.

4. Aktualisasi peran lembaga kemasyarakatan, keagamaan dan

kelembagaan sosial lokal lainnya untuk menjadi bagian dalam kampanye

sosialisasi pemberdayaan masyarakat dalam penanggulangan bencana alam.

PILIHAN-PILIHAN KEBIJAKAN

“ Peningkatan peran masyarakat dalam penanggulangan

bencana alam baik pada pra bencana, tanggap darurat dan

pasca bencana.”

PILIHAN KEBIJAKAN YANG DIUSULKAN

ALASAN PEMILIHAN KEBIJAKAN

1.Ditinjau dari efisiensi, maka hasil yang dicapai lebih optimal dengan

memanfaatkan sumber daya manusia yang tersedia.

2.Ditinjau dari efektivitas, maka diharapkan melalui alternatif kebijakan

tersebut dapat mempercepat tercapainya tujuan fungsional dalam upaya

penanggulangan bencana alam, yaitu ketepatan, kecepatan dan kesesuaian.

3.Keberlanjutan: menjadi program/kegiatan yang dilaksanakan secara terus

menerus karena sifatnya masalah membutuhkan penanganan yang

berkelanjutan.

REKOMENDASI KEBIJAKANBAB V

KEBIJAKAN YANG DIUSULKAN

Berdasarkan pertimbangan pilihan kebijakan, perlu disusun Peraturan

Menteri Sosial tentang Pemberdayaan Peran Masyarakat Dalam

Penanggulangan Bencana, dengan pertimbangan sebagai berikut:

1. Meskipun upaya-upaya terpadu, dan koordinasi telah di fasilitasi

melalui UU Nomor 24 Tahun 2007 dan PP Nomor 21 Tahun 2008, namun

kenyataan dilapangan pada kasus kejadian bencana alam yang terjadi dilokasi

terpencil dan sulit dijangkau kejadian bencana alam masih menjadi

permasalahan sendiri;

2. Pada beberapa kasus kejadian bencana alam, masyarakat yang

menjadi korban bencana alam lebih cenderung menjadi obyek dari

penanggulangan bencana. Disisi lain, keterbatasan pemerintah dalam upaya

penanggulangan bencana menjadi bagian pada setiap upaya penanganan

pengungsi di tempat-tempat pengungsian;

3. Adanya perubahan paradigma penangulangan bencana dari fatalistik-

responsif menjadi preventif-proaktif;

4. Penetapan Peraturan Menteri Sosial tidak membutuhkan biaya yang besar,

namun hasilnya akan menjadi landasan hukum dalam pelaksanaan program

pemberdayaan masyarakat dalam penanggulangan bencana alam;

5. Penanggulangan bencana alam dari mulai sebelum, pada saat dan pasca

bencana merupakan tanggung jawab pemerintah bersama masyarakat;

6. Secara geografis Indonesia termasuk rawan bencana alam, sehingga

membutuhkan landasan hukum yang kuat untuk menyiapkan masyarakat

dalam kesiagaan menghadapi bencana, pada saat tanggap darurat saat

terjadinya bencana dan pasca bencana;

7. Menjadikan masyarakat sebagai potensi sumber daya dalam

penannggulangan bencana akan membantu tingkat responsif terhadap

penanggulangan bencana alam itu sendiri, terutama pada kasus kejadian

bencana alam yang letaknya berjauhan dari pusat pemerintahan.

8. Menjadikan masyarakat terbiasa dan akrab dengan pemahaman akan

bencana alam pada daerah-daerah rawan bencana merupakan langkah

maju dalam upaya kemandirian penanggulangan bencana alam dan

mengurangi resiko yang akan timbulkan dari kasus-kasus kejadian bencana.

KOMPONEN KEBIJAKAN

A. Tujuan

B. sasaran

C. Strategi

D. Komponen Program

E. Kelembagaan

F. Indikator Kebijakan

REKOMENDASI KEBIJAKAN :

Peraturan Menteri Sosial

Tentang Peran Masyarakat

Dalam Penanggulangan

Bencana

UMUM SUBSTANSI

Pasca bencana, terdiri atas;

a.rehabilitasi dengan kegiatan (1) pemulihan social

psikologia, (2) bantuan BBR, (3) pemulihan social,

ekonomi dan budaya.

b.rekonstruksi, dengan kegiatan (1) membangkitkan

kembali kehidupan social budaya masyarakat, dan (2)

mendorong partisipasi, lembaga/organisasi masyarakat,

dunia usaha, dan masyarakat.

UU NO. 24 TAHUN 2007 DAN

PP NO. 21 TAHUN 2008

REKOMENDASI YANG DISARANKAN

Agar upaya melibatkan masyarakat dalam penanganan kasus bencana alam

menjadi legal, efektif dan berkesinambungan perlu adanya Peraturan Menteri

Sosial tentang Peran Masyarakat Dalam Penanggulangan Bencana yang

bertujuan :

UMUM :1. Pemberian sumberdaya, kesempatan, pengetahuan dan keterampilan yang

diperlukan masyarakat dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana

alam.

2. Pemberian dukugan fasilitas sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam

penyelenggaraan penaggulangan bencana alam.

3. Pemberian dukungan iklim yang kondusif dan peningkatan kemampuan bagi

terwujudnya pemberdayaan masyarakat dalam penyelenggaraan

penanggulangan bencana alam.

4. Pemberian kesempatan dalam pengambilan kuputusan terhadap kasus

kejadian bencana alam yang terjadi di daerah.

5. Menjadikan pendekatan pemberdayaan masyarakat dalam penanggulangan

bencana alam sebagai salah satu strategi dalam upaya mengatasi

ketidakberdayaan masyarakat dalam menghadapi kejadian bencana alam.

SUBSTANSI

Sedangkan materi muatan dari Peraturan Menteri Sosial tersebut, meliputi :

A. Batasan pengertian yang mencakup:

a. Peran masyarakat

b. Masyarakat

c. Bencana alam

B. Ruang lingkup yang meliputi :

1. Pra bencana, terdiri atas;

a.pengenalan resiko bencana

b.pencegahan

c.kesiapsiagaan

d.peringatan dini, dan

e.MITIGASI

2. Tanggap darurat, terdiri atas;

a.penyelematan dan evakuasi orang yang terkena bencana

b.pemenuhan kebutuhan dasar, dan

c.perlindungan kelompok rentan.

3. Pasca bencana, terdiri atas;

a.rehabilitasi dengan kegiatan (1) pemulihan social psikologia, (2) bantuan

BBR, (3) pemulihan social, ekonomi dan budaya.

b.rekonstruksi, dengan kegiatan (1) membangkitkan kembali kehidupan social

budaya masyarakat, dan (2) mendorong partisipasi, lembaga/organisasi

masyarakat, dunia usaha, dan masyarakat.

SUBSTANSI (lanjutan)

C. Maksud dan Tujuan

D. Tatacara dan/atau mekanisme pada tingkat pusat, provinsi, dan

kabupaten/kota.

E. Hak-hak masyarakat yang berperan dalam penanggulangan bencana

(upaya-upaya pemberdayaan).

F. Bantuan dan/atau sarana prasarana.

G. Peran pilar-pilar partisipan masyarakat/TKSM (Karang Taruna, PSM,

WKSBM, Tagana dan Orsos)

H. Monitoring dan Evaluasi

I. Koordinasi antar kelembagaan masyarakat :

1. Tingkat Nasional pada Departemen Sosial dan departemen yang

terkait serta Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)

2. Tingkat Daerah pada Dinas Sosial dan dinas yang terkait serta

Badan Daerah Penanggulangan Bencana (BDPB)

PENUTUPBAB VI

Peningkatan partisapasi masyarakat terhadap pencegahan dan

upaya-upaya penanggulangan bencana perlu didukung dan difasilitasi melalui

kerangka formal dalam Peraturan Menteri Sosial sebagai tindak lanjut dari

Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana,

khususnya pada Pasal 26 dan 27 serta Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun

2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana, khususnya pada

Paragraf 5 Pasal 87 yangn terkait dengan partisipasi lembaga/organisasi

kemasyarakatan, dunia usaha, dan masyarakat.

Tentu saja upaya yang dilakukan ini masih berbentuk advokasi sosial

terhadap pemberdayaan peran masyarakat dalam penanggulangan bencana

alam. Namun demikian hal terpenting dan utama dari kajian ini adalah

melahirkan ide dasar bahwa perlunya memperhatikan penanganan

penanggulangan bencana secara serius, terpadu dan melibatkan masyarakat

sebagai bagian dari solusi penanggulangan bencana alam.