5
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 1 AbstrakPeningkatan populasi penduduk menyebabkan kebutuhan energi di segala sektor juga meningkat. Biodiesel dihasilkan oleh reaksi kimia antara minyak nabati atau lemak hewani dengan alkohol rantai pendek dengan bantuan katalis, proses ini disebut transesterifikasi. Proses pembuatan biodiesel menggunakan katalis homogen memiliki beberapa kelemahan, yaitu sensitif terhadap free fatty acid, terbentuknya sabun, rumitnya pemisahan produk, dan pada akhirnya meningkatkan ongkos produksi. Kelemahan tersebut dapat diatasi dengan penggunaan katalis heterogen (padat). Penelitian ini menggunakan minyak biji kapuk (Ceiba pentandra) dengan katalis CaO dan MgO. CaO dan MgO yang berupa powder dilarutkan dalam aquadest kemudian diuapkan hingga berbentuk pasta. Selanjutnya dikalsinasi pada suhu 950 o C selama 5 jam. Proses pembuatan biodiesel dilakukan pada reaktor batch. Melalui uji efektivitas katalis diperoleh komposisi katalis terbaik pada 2 %wt MgO dengan yield FAME sebesar 59,58%. Hasil yield FAME terbaik untuk waktu reaksi terjadi pada suhu 70 o C dengan waktu reaksi 75 menit yaitu sebesar 55,22%. Kata Kuncibiodiesel, CaO, katalis, MgO, minyak biji kapuk, transesterifikasi. I. PENDAHULUAN ertambahan populasi penduduk dan peningkatan kebutuhan manusia seiring dengan berkembangnya zaman, mengakibatkan meningkatnya kebutuhan akan energi yang tidak dapat diperbarui. Selama ini sebagian besar sumber energi menggunakan bahan bakar fosil yang jumlahnya semakin menipis. Hal ini mendorong kita mencari berbagai cara untuk menghemat penggunaan minyak bumi serta menciptakan energi alternatif sebagai pengganti bahan bakar fosil [1]. Minyak nabati dapat dijadikan feedstock untuk produksi biodiesel karena merupakan sumber energi yang dapat diperbarui, dapat diproduksi skala besar dan ramah lingkungan. Minyak nabati terdiri dari edible oil dan non- edible oil. Lebih dari 95% bahan baku untuk produksi biodiesel berasal dari edible oil yang diproduksi secara besar di beberapa wilayah. Sifat dari biodiesel yang dihasilkan oleh edible oil ini lebih cocok digunakan sebagai bahan bakar pengganti minyak diesel. Akan tetapi, hal ini menyebabkan beberapa permasalahan seperti meningkatnya kompetisi di pasar edible oil, sehingga menyebabkan meningkatnya harga edible oil dan meningkatnya biaya produksi biodiesel. Selain itu, hal ini menyebabkan pembukaan hutan untuk dijadikan lahan penanaman biodiesel. Kekurangan ini mendorong beberapa penelitian pembuatan biodiesel yang berbasis non- edible oil [2]. Biodiesel adalah bahan bakar alternatif yang dihasilkan oleh reaksi kimia antara minyak nabati atau lemak hewani dengan alkohol rantai pendek, misalnya metanol, etanol, atau butanol dengan dibantu katalis, proses ini disebut transesterifikasi. Dari sudut pandang lingkungan, penggunaan biodiesel memiliki beberapa keuntungan misalnya dapat mereduksi emisi karbonmonoksida dan karbondioksida, nontoxic dan biodegradable. Diharapkan biodiesel dapat mereduksi penggunaan bahan bakar fosil [3]. Sebelumnya telah banyak penelitian tentang pembuatan biodiesel dari minyak kelapa sawit, minyak nyamplung, dan sebagainya. Biji kapuk (Ceiba pentandra) mengandung 18-25% minyak. Biji kapuk harganya relatif murah dan mudah didapatkan. Proses pembuatan biodiesel secara konvensional pada umumnya menggunakan proses transesterifikasi minyak tumbuhan dengan alkohol rantai pendek, menggunakan katalis homogen asam atau basa, misalnya H 2 SO 4 , NaOH, dan KOH [4]. Proses pembuatan biodiesel secara konvensional memiliki beberapa kelemahan, yaitu sensitif terhadap kandungan free fatty acid (FFA) yang terdapat dalam minyak, terbentuknya produk samping berupa sabun, rumitnya pemisahan produk biodiesel yang dihasilkan dengan katalis, serta adanya limbah alkali yang memerlukan proses lanjutan yang cukup kompleks serta membutuhkan energi yang cukup tinggi dan pada akhirnya menaikkan ongkos produksi. Kelemahan tersebut dapat diatasi dengan penggunaan katalis heterogen (padat). Katalis heterogen yang sering digunakan pada penelitian sebelumnya yaitu ZnO, SiO, TiO 2 /ZrO 2 dan sebagainya [5]. Kelebihan penggunaan katalis heterogen antara lain proses pemisahan produk biodiesel dengan katalis cukup mudah, katalis dapat diregenerasi dan digunakan kembali. Sehingga biaya produksi biodiesel menjadi lebih ekonomis. Pembuatan Biodiesel dari Minyak Biji Kapuk (Ceiba Pentandra) Melalui Proses Transesterifikasi dengan Katalis MgO/CaO Ade Sonya Suryandari, Siska Norma Prasasti, dan Achmad Roesyadi Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia e-mail: [email protected] P

Pembuatan Biodiesel dari Minyak Biji Kapuk Ceiba …digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-30844-2309100039-2309100040... · Hal ini mendorong kita mencari berbagai ... komposisi katalis

  • Upload
    trannhu

  • View
    213

  • Download
    1

Embed Size (px)

Citation preview

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)

1

Abstrak—Peningkatan populasi penduduk menyebabkan kebutuhan energi di segala sektor juga meningkat. Biodiesel dihasilkan oleh reaksi kimia antara minyak nabati atau lemak hewani dengan alkohol rantai pendek dengan bantuan katalis, proses ini disebut transesterifikasi. Proses pembuatan biodiesel menggunakan katalis homogen memiliki beberapa kelemahan, yaitu sensitif terhadap free fatty acid, terbentuknya sabun, rumitnya pemisahan produk, dan pada akhirnya meningkatkan ongkos produksi. Kelemahan tersebut dapat diatasi dengan penggunaan katalis heterogen (padat). Penelitian ini menggunakan minyak biji kapuk (Ceiba pentandra) dengan katalis CaO dan MgO. CaO dan MgO yang berupa powder dilarutkan dalam aquadest kemudian diuapkan hingga berbentuk pasta. Selanjutnya dikalsinasi pada suhu 950oC selama 5 jam. Proses pembuatan biodiesel dilakukan pada reaktor batch. Melalui uji efektivitas katalis diperoleh komposisi katalis terbaik pada 2 %wt MgO dengan yield FAME sebesar 59,58%. Hasil yield FAME terbaik untuk waktu reaksi terjadi pada suhu 70oC dengan waktu reaksi 75 menit yaitu sebesar 55,22%.

Kata Kunci— biodiesel, CaO, katalis, MgO, minyak biji kapuk,

transesterifikasi.

I. PENDAHULUAN ertambahan populasi penduduk dan peningkatan kebutuhan manusia seiring dengan berkembangnya zaman,

mengakibatkan meningkatnya kebutuhan akan energi yang tidak dapat diperbarui. Selama ini sebagian besar sumber energi menggunakan bahan bakar fosil yang jumlahnya semakin menipis. Hal ini mendorong kita mencari berbagai cara untuk menghemat penggunaan minyak bumi serta menciptakan energi alternatif sebagai pengganti bahan bakar fosil [1].

Minyak nabati dapat dijadikan feedstock untuk produksi biodiesel karena merupakan sumber energi yang dapat diperbarui, dapat diproduksi skala besar dan ramah lingkungan. Minyak nabati terdiri dari edible oil dan non-edible oil. Lebih dari 95% bahan baku untuk produksi biodiesel berasal dari edible oil yang diproduksi secara besar di beberapa wilayah. Sifat dari biodiesel yang dihasilkan oleh edible oil ini lebih cocok digunakan sebagai bahan bakar pengganti minyak diesel. Akan tetapi, hal ini menyebabkan beberapa permasalahan seperti meningkatnya kompetisi di pasar edible oil, sehingga menyebabkan meningkatnya harga

edible oil dan meningkatnya biaya produksi biodiesel. Selain itu, hal ini menyebabkan pembukaan hutan untuk dijadikan lahan penanaman biodiesel. Kekurangan ini mendorong beberapa penelitian pembuatan biodiesel yang berbasis non-edible oil [2].

Biodiesel adalah bahan bakar alternatif yang dihasilkan oleh reaksi kimia antara minyak nabati atau lemak hewani dengan alkohol rantai pendek, misalnya metanol, etanol, atau butanol dengan dibantu katalis, proses ini disebut transesterifikasi. Dari sudut pandang lingkungan, penggunaan biodiesel memiliki beberapa keuntungan misalnya dapat mereduksi emisi karbonmonoksida dan karbondioksida, nontoxic dan biodegradable. Diharapkan biodiesel dapat mereduksi penggunaan bahan bakar fosil [3].

Sebelumnya telah banyak penelitian tentang pembuatan biodiesel dari minyak kelapa sawit, minyak nyamplung, dan sebagainya. Biji kapuk (Ceiba pentandra) mengandung 18-25% minyak. Biji kapuk harganya relatif murah dan mudah didapatkan.

Proses pembuatan biodiesel secara konvensional pada umumnya menggunakan proses transesterifikasi minyak tumbuhan dengan alkohol rantai pendek, menggunakan katalis homogen asam atau basa, misalnya H2SO4, NaOH, dan KOH [4]. Proses pembuatan biodiesel secara konvensional memiliki beberapa kelemahan, yaitu sensitif terhadap kandungan free fatty acid (FFA) yang terdapat dalam minyak, terbentuknya produk samping berupa sabun, rumitnya pemisahan produk biodiesel yang dihasilkan dengan katalis, serta adanya limbah alkali yang memerlukan proses lanjutan yang cukup kompleks serta membutuhkan energi yang cukup tinggi dan pada akhirnya menaikkan ongkos produksi. Kelemahan tersebut dapat diatasi dengan penggunaan katalis heterogen (padat). Katalis heterogen yang sering digunakan pada penelitian sebelumnya yaitu ZnO, SiO, TiO2/ZrO2 dan sebagainya [5]. Kelebihan penggunaan katalis heterogen antara lain proses pemisahan produk biodiesel dengan katalis cukup mudah, katalis dapat diregenerasi dan digunakan kembali. Sehingga biaya produksi biodiesel menjadi lebih ekonomis.

Pembuatan Biodiesel dari Minyak Biji Kapuk (Ceiba Pentandra) Melalui Proses

Transesterifikasi dengan Katalis MgO/CaO Ade Sonya Suryandari, Siska Norma Prasasti, dan Achmad Roesyadi

Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia

e-mail: [email protected]

P

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)

2

II. METODE PENELITIAN

A. Proses Degumming Degumming bertujuan memisahkan pengotor dari minyak

biji kapuk berupa gum. Berdasarkan hasil percobaan, saat proses degumming muncul gum berwarna putih. Gum tersebut merupakan latex dan oil-slime [6]. Pengotor lain berupa alkaloid, fosfatida, karotenoid, dan lain – lain juga dihilangkan dengan proses degumming [5]. Degumming dilakukan dengan memanaskan minyak biji kapuk dalam beaker glass hingga suhu mencapai 70oC. Kemudian menambahkan larutan H3PO4 p.a. sebesar 0,1% dari volume minyak. Proses ini dilakukan selama 30 menit dengan suhu konstan pada 70 oC.

B. Proses Esterifikasi Esterifikasi bertujuan untuk menurunkan kadar FFA dalam

minyak. Esterifikasi dilakukan dengan mereaksikan minyak dengan metanol sebesar 1:6 molar ratio dengan bantuan katalis asam yaitu H2SO4 sebanyak 1% dari massa minyak. Suhu operasi esterifikasi 60oC selama 1,5 jam. Reaksi esterifikasi mengubah FFA menjadi fatty acid ester sehingga kadar FFA menjadi turun. Turunnya kadar FFA diharapkan menekan terjadinya reaksi saponifikasi. Hasil samping reaksi esterifikasi adalah terbentuknya air [2].

C. Preparasi Katalis Preparasi katalis MgO/CaO dilakukan dengan menimbang

terlebih dahulu MgO powder dan CaO marble sesuai dengan perhitungan komposisi katalis dengan variabel komposisi untuk uji efektivitas katalis adalah 0, 0,5, 1, 1,5, dan 2%wt MgO. Kemudian menambahkan aquadest dan mengaduk larutan tersebut selama 3 jam hingga homogen. Selanjutnya menghilangkan kadar air dan mengovennya hingga diperoleh katalis yang kering untuk proses kalsinasi. Kalsinasi dilakukan selama 5 jam dengan suhu 950°C. Ukuran katalis dibuat seragam dengan ketentuan katalis lolos screen 27 mesh.

D. Proses transesterifikasi transesterifikasi dilakukan dengan mereaksikan minyak dan

methanol dengan molar ratio 1:15 dengan katalis MgO/CaO 5% dari massa minyak. Untuk uji efektivitas katalis, variabel komposisi katalis MgO/CaO adalah 0, 0,5, 1, 1,5, dan 2%wt MgO dengan kondisi operasi 65°C selama 1,5 jam. Kemudian dari uji efektivitas tersebut akan diperoleh komposisi katalis terbaik yang selanjutnya digunakan untuk produksi biodiesel untuk mengetahui kondisi operasi optimum dengan suhu operasi 70°C dan variabel waktu 30, 60, 75, 90, dan 120 menit.

III. HASIL DAN DISKUSI

A. Hasil Analisa Bahan Baku Minyak biji kapuk berwarna kuning jernih. Berdasarkan

hasil analisa Gas Chromatography Mass Spectrometry

(GCMS) dapat diketahui bahwa komposisi minyak biji kapuk didominasi oleh palmitic acid, stearic acid dan linoleic acid seperti yang ditampilkan pada Tabel 1.

Minyak biji kapuk mengandung kadar free fatty acid (FFA) yang cukup tinggi sehingga perlu dilakukan proses esterifikasi untuk menurunkan kadar FFA. Pada minyak biji kapuk (Ceiba pentandra) mengandung FFA sebagai oleic acid [7]. Kadar FFA yang tinggi dapat mengganggu reaksi transesterifikasi karena adanya FFA menyebabkan reaksi penyabunan atau saponifikasi sehingga yield biodiesel yang dihasilkan akan menjadi rendah. Beberapa literatur menyebutkan bahwa transesterifikasi dapat dilakukan apabila kadar FFA ≤ 2,5%. Berdasarkan hasil analisa, diperoleh kadar FFA dalam bahan baku minyak biji kapuk sebesar 1,807%. Nilai ini berada di bawah batas toleransi yang diijinkan yaitu 2,5%, namun untuk minyak biji kapuk diharapkan kadar FFA 1% [6].

B. Pretreatment Minyak Biji Kapuk Sebelum ditransesterifikasi, minyak biji kapuk

terlebih dahulu melalui tahap pretreatment yaitu degumming dan esterifikasi. Degumming bertujuan memisahkan pengotor dari minyak biji kapuk berupa gum. Berdasarkan hasil percobaan, saat proses degumming muncul gum berwarna putih. Gum tersebut merupakan latex dan oil-slime [6]. Pengotor lain berupa alkaloid, fosfatida, karotenoid, dan lain – lain juga dihilangkan dengan proses degumming [8].

Esterifikasi bertujuan untuk menurunkan kadar FFA dalam minyak. Esterifikasi dilakukan dengan mereaksikan minyak dengan metanol dengan bantuan katalis asam yaitu H2SO4. Reaksi esterifikasi mengubah FFA menjadi fatty acid ester sehingga kadar FFA menjadi turun. Minyak biji kapuk sebelum mengalami proses esterifikasi memiliki kadar FFA 1,806% dan setelah mengalami esterifikasi kadar FFA turun menjadi 0,225%. Kadar FFA ini sudah memenuhi ketentuan untuk dilakukan proses transesterifikasi. Ketentuan untuk proses transesterifikasi yaitu kadar FFA dibawah 1% [6]. Turunnya kadar FFA diharapkan menekan terjadinya reaksi saponifikasi. Hasil samping reaksi esterifikasi adalah terbentuknya air [2]. Untuk menghilangkan katalis H2SO4 dari produk esterifikasi maka dilakukan pencucian dengan air.

Penambahan katalis H2SO4 pada proses esterifikasi dapat menyebabkan terjadinya proses transesterifikasi secara simultan namun laju reaksinya sangat lambat dan hanya bisa

Tabel 1. Hasil Analisa GCMS Minyak Biji Kapuk

Komposisi Asam Lemak Komposisi (%) Caprylic acid 0,10 Nonanoic acid 0,08 Capric acid 0,08 Lauric acid 0,65 Myristic acid 0,37 Oleic acid 0,26 14-pentadecenoic acid 0,18 Palmitic acid 28,51 Heptadecanoic acid 1,08 Linoleic acid 59,10 Stearic acid 9,57

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)

3

terjadi pada kondisi tertentu, yaitu pada suhu tinggi serta perbandingan molar rasio antara metanol dan minyak yang tinggi [5].

Adanya air dapat mengganggu proses transesterifikasi karena dapat menyebabkan trigliserida terhidrolisis menjadi FFA. Kadar FFA yang tinggi dapat menyebabkan reaksi penyabunan [5]. Selain itu MgO memiliki sifat moisture sensitive. Apabila ada kandungan air dalam minyak maka akan menghasilkan produk yang sangat viscous. Untuk mengatasi hal tersebut maka minyak hasil esterifikasi dioven pada suhu 110oC kemudian dilanjutkan dengan merendam dengan silica gel blue untuk menyerap sisa air. Berdasarkan hasil analisa Gas Chromatography dimana diperoleh kadar FAME dalam minyak setelah esterifikasi sebesar 1,90%wt.

C. Uji Efektivitas Katalis pada Reaktor Batch C.1. Hasil Analisa Fatty Acid Methyl Ester dengan

Menggunakan Reaktor Batch Uji efektivitas katalis pada reaktor batch bertujuan untuk

menentukan komposisi katalis terbaik untuk menghasilkan yield biodiesel yang tertinggi. Produk transesterifikasi berwarna kuning dan lebih terang dibanding warna minyak awal.

Uji efektivitas dilakukan pada reaktor batch dengan suhu 65oC selama 1,5 jam. Produksi FAME dilakukan dengan mereaksikan minyak biji kapuk dengan metanol. Penambahan metanol mengikuti rasio molar minyak dibanding metanol adalah 1:15. Hal ini bertujuan untuk mengarahkan reaksi kearah produk karena reaksi bersifat reversible. Jumlah katalis yang dimasukkan adalah 5% dari massa minyak. Dengan kondisi operasi yang sama diharapkan dapat diketahui komposisi katalis yang paling efektif.

Hasil uji efektivitas katalis dianalisa dengan menggunakan metode Gas Chromatography (GC). Berikut ini adalah grafik hasil analisa dengan metode GC untuk komposisi 2 wt% MgO. Berdasarkan hasil analisa didapatkan kadar FAME dalam produk sebesar 90,22%.

Dari Gambar 1 dapat diketahui bahwa komposisi katalis merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi besarnya yield dalam proses produksi FAME. Dari data diatas dapat diketahui bahwa adanya penambahan MgO mempengaruhi yield. Penggunaan katalis CaO tanpa MgO menghasilkan yield yang lebih rendah dibandingkan dengan adanya penambahan

MgO. Penambahan komposisi MgO sebanding dengan kenaikan yield FAME. Hal ini terjadi karena campuran MgO dengan CaO memiliki alkalinitas yang lebih kuat dibandingkan dengan MgO saja. Dengan kenaikan alkalinitas ini mengakibatkan katalis mudah mengalami protonasi sehingga lebih mudah membentuk anion metoksi. Sesuai dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa semakin besar komposisi MgO dalam katalis maka yield juga akan semakin tinggi [9].

Penambahan MgO dalam katalis dapat digunakan untuk meningkatkan yield biodiesel namun harus diperhatikan MgO memiliki sifat moisture sensitive sehingga apabila terlalu banyak digunakan maka akan menyebabkan produk menjadi sangat viscous. Kadar air setelah transesterifikasi sudah dihilangkan namun metanol yang digunakan memiliki 98% sehingga masih Berdasarkan hasil eksperimen, penambahan MgO lebih dari 2% menyebabkan produk yang dihasilkan menjadi sangat viscous sehingga sulit dipisahkan.

Yield tertinggi terjadi pada komposisi 2 wt% MgO. Komposisi katalis ini kemudian digunakan untuk produksi biodiesel selanjutnya.

C.2. Karakteristik Katalis Setelah didapatkan komposisi terbaik maka dilakukan uji

karakteristik katalis dengan menggunakan metode titrimetri untuk mengetahui kadar CaO dan MgO dalam katalis.

Untuk mengetahui kristalinitas katalis maka dilakukan analisa menggunakan X-ray Diffraction (XRD). Berikut ini

adalah grafik hasil analisa XRD. Dari hasil analisa XRD yang ditunjukkan pada Gambar 2

dapat diketahui bahwa struktur katalis berbentuk kristal. Hal ini sesuai dengan literatur yang menyebutkan bahwa tipe peak untuk CaO adalah kubik sedangkan MgO adalah hexagonal [1]. Peak senyawa CaO muncul pada 32 derajat, 37 derajat, dan 53 derajat. Peak senyawa MgO muncul pada 44 derajat dan 47 derajat. Hal ini menunjukkan bahwa katalis mengandung MgO dan CaO.

Gambar 1. Hasil perhitungan yield untuk masing – masing komposisi katalis MgO/CaO

Tabel 2. Kadar CaO dan MgO dalam katalis

Komponen Unit Hasil analisa CaO % 78,62 MgO % 2,85

CaO

unknown MgO

CaO

CaO

MgO unknown

unknown

unknown

Gambar 2. Grafik hasil analisa XRD katalis MgO/CaO

CaO

unknown MgO

CaO

CaO

MgO unknown

unknown

unknown

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)

4

Berdasarkan hasil analisa Brunauer Emmett Teller (BET) diperoleh luas permukaan katalis sebesar 13,319 m²/g.

D. Produksi Biodiesel dengan Proses Transesterifikasi pada Reaktor Batch

Dari hasil uji efektivitas katalis maka komposisi katalis yang terbaik dipakai dalam produksi Fatty Acid Methyl Ester (FAME) pada reaktor batch dengan berbagai kondisi operasi. Pada penelitian ini akan dipelajari pengaruh suhu dan waktu reaksi pada proses pembuatan FAME. Variabel tetap pada penelitian ini adalah molar rasio minyak dibanding metanol yaitu 1 : 15 dan massa katalis yang ditambahkan yaitu sebesar 5% dari massa minyak. Katalis yang digunakan yaitu katalis terbaik dari uji efektivitas katalis yaitu katalis MgO/CaO dengan 2 wt% MgO terhadap massa total katalis. Reaksi transesterifikasi pada reaktor batch dioperasikan pada suhu 70oC. Untuk variabel waktu reaksi ini dioperasikan pada 30 menit, 60 menit, 75 menit, 90 menit dan 120 menit. Dengan adanya variabel ini maka diharapkan akan didapatkan waktu optimum untuk mendapatkan yield biodiesel yang terbaik. Produk yang dihasilkan pada percobaan ini adalah minyak dengan warna kuning yang lebih terang dibanding dengan warna minyak awal. Produk dianalisa dengan metode Gas Chromatography (GC) untuk mengetahui kadar biodiesel. Dengan melakukan perhitungan antara kadar FAME dengan massa produk maka akan didapatkan yield FAME. Berikut ini adalah grafik hubungan antara yield FAME dengan waktu pada berbagai suhu.

Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3 dapat diketahui bahwa pada waktu reaksi 30 menit yield yang dihasilkan kecil. Hal ini karena waktu kontak antar molekul terjadi dalam waktu yang singkat. Kemudian mengalami kenaikan untuk waktu reaksi 60 menit. Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama waktu reaksi maka semakin banyak kontak yang terjadi antar molekul reaktan sehingga menghasilkan yield biodiesel yang lebih tinggi [7]. Dari Gambar 3 dapat diketahui bahwa waktu optimum untuk pembuatan FAME adalah pada 75 menit. Namun yield mengalami penurunan pada waktu 90 menit. Hal ini disebabkan katalis yang digunakan mengandung CaO yang memiliki sifat cenderung menyerap produk saat reaktan jumlahnya semakin sedikit. Permukaan katalis akan tertutup produk sehingga performa katalis

menurun [6]. Penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa waktu optimum reaksi adalah kurang dari 90 menit. Kelebihan waktu reaksi justru menyebabkan yield produk menurun karena menyebabkan terjadinya reaksi balik sehingga kadar FAME berkurang dan menyebabkan terjadinya reaksi penyabunan [2].

E. Karakteristik Produk Biodiesel Terbaik Dari hasil yang telah didapatkan, berikut ini merupakan

perbandingan biodiesel dari minyak biji kapuk dengan kadar FAME tertinggi yang telah diuji karakteristiknya dengan Standar Biodiesel menurut ASTM D6751. Berikut ini adalah grafik hasil analisa dengan metode GC untuk produk katalis terbaik, yaitu pada suhu 70oC dengan waktu reaksi 75 menit. Berdasarkan hasil analisa didapatkan kadar FAME dalam produk sebesar 84,46%.

Apabila dibandingkan dengan standar ASTM D6751, biodiesel dari minyak biji kapuk telah memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan untuk parameter flash point, pour point, densitas dan viskositas.

IV. KESIMPULAN/RINGKASAN Berdasarkan penilitian yang telah dilakukan dapat

disimpulkan bahwa : 1. Katalis padat MgO/CaO dapat digunakan sebagai katalis

dalam proses pembuatan biodiesel melalui reaksi transesterifikasi minyak biji kapuk dengan metanol.

2. Pengaruh komposisi katalis terhadap yield biodiesel menunjukkan bahwa semakin besar penambahan MgO sebanding dengan kenaikan yield biodiesel, dengan komposisi 2 wt% MgO memberikan yield tertinggi yaitu sebesar 59,58%.

3. Pengaruh waktu terhadap yield biodiesel menunjukkan bahwa semakin lama waktu reaksi maka yield biodiesel semakin tinggi, namun mengalami penurunan setelah waktu optimum 75 menit pada suhu 70oC.

4. Yield biodiesel tertinggi sebesar 55,22% diperoleh pada kondisi operasi suhu 70oC dan waktu reaksi 75 menit.

UCAPAN TERIMA KASIH Penulis A.S.S. dan S.N.P. mengucapkan terima kasih

kepada Laboratorium Teknik Reaksi Kimia Jurusan Teknik Kimia-FTI ITS.

Gambar 3. Grafik hubungan yield terhadap waktu reaksi pada berbagai suhu

Tabel 3. Perbandingan Spesifikasi Biodiesel

Parameter Standar ASTM D6751-02 Biodiesel Minyak Biji Kapuk

Flash point 130 oC (minimum) 140 oC Pour point 8 oC (maksimum) 3 oC Densitas 0,815 – 0,875 kg/l 0,8236 kg/l

Viskositas 1,9 – 6 mm2/s 5,9963 mm2/s

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)

5

DAFTAR PUSTAKA [1] Hasan, M.H., Mahlia, T.M.I., Nur, H. (2012). “A Review on Energy

Scenario and Sustainable Energy in Indonesia”, Renewable and Sustainable Energy Reviews, 16, hal. 2316 – 2328.

[2] Leung, D.Y.C., Wu, X., Leung, M.K.H. (2010). “A Review on Biodiesel Production Using Catalyzed Transesterification”, Applied Energy, 87, hal. 1083 – 1095.

[3] Maceiras,R., Rodriguez, M., Cancela, A., Urrejola, S., Sanchez, A. (2011). “Macroalgae: Raw Material for Biodiesel Production”, Applied Energy, 88, hal. 3318–3323.

[4] Darmanto, S. (2010). “Analisa Karakteristik Biodiesel Kapuk Randu sebagai Bahan Bakar Mesin Diesel”, Jurnal Teknik Energi, Vol 6, No. 3.

[5] Lam, M. K., Lee, K. T., Mohamed, A.R. (2010). “Homogeneous, Heterogeneous and Enzymatic Catalysis for Transesterification of High Free Fatty Acid Oil (Waste Cooking Oil) to Biodiesel: A Review”, Biotechnology Advances, 28, hal. 500–518.

[6] Putri, E.M.M., Rachimoellah, M., Santoso,N., Pradana, F. (2012). “Biodiesel Production from Kapok Seed Oil (Ceiba pentandra) Through the Transesterification Process by Using CaO as Catalyst”, Global Journal of Researches in Engineering.

[7] Sivakumar, P., Sindhanaiselvan, S., Gandhi, N.N., Devi, S.S., Renganatan, S. (2012). “Optimization and kinetic studies on biodiesel production from underutilized Ceiba Pentandra oil”, Elsevier Journal.

[8] Santoso, M.P.B., Susatyo, E.B., Prasetya, A.T. (2012). “Sintesis Biodiesel Dari Minyak Biji Kapuk dengan Katalis Zeolit Sekam Padi”, Indonesian Journal of Chemical Science.

[9] Albuquerque, M.C.G., Azevedo, D.C.S., Cavalcante Jr., C.L., González, J.S., Mérida-Robles, J.M., Moreno-Tost, R., Rodríguez-Castellón, E., Jiménez-López, A., Maireles-Torres, P. (2009). “Transesterification of Ethyl Butyrate with Methanol Using MgO/CaO Catalysts”, Journal of Molecular Catalysis A: Chemical, 300, hal. 19–24.